SKRIPSI
EMILIA CHRYSTIN
1606837032
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat
EMILIA CHRYSTIN
1606837032
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NPM : 1606837032
Tanda Tangan :
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun penulisan skripsi ini
yang berjudul ―Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran pada Siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020‖ dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana (S1)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya penulisan skripsi ini adalah berkat
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah ikut membantu serta
memberikan dorongan baik berupa material maupun non-material, dari masa
perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Oleh karena itu, dengan hormat dan
kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Ibu Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes selaku pembimbing akademik yang
dengan sabar membimbing penulis serta memberikan ilmu, persetujuan, dan
semangat sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar dan
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu dra. C. Endah Wuryaningsih, M.Kes dan dr. Zakiah, MKM yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi penguji skripsi ini dan banyak
memberikan saran yang membangun.
3. Pihak SMK Putra Bangsa Depok yang telah memberi izin untuk menjadi tempat
penelitian.
4. Papaku Ariston B. Fau yang berada di sisi-Nya, mamaku Gokmaroha S., kedua
abangku Saut Frederick Fau dan Rael Fanayama Fau, serta kakakku Shinta Clara
Fau yang selalu dengan sabar mendoakanku, menenangkanku, dan memastikan
kelulusanku dengan dukungan moral dan materi.
5. Keponakanku Kayla yang hadir menjadi terang di masa gelapku dan menjadi
pendorongku sehingga skripsi ini bisa selesai.
6. Ibu Margawati yang berhati tulus membantu perkuliahan saya secara finansial
hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman Mean Girls (Hotma, Acint, Petty), teman-teman FKM khususnya
(Aida, Puti, Memey, Chintya, Jihan, Hasna, Dhila, Uweish, Cele, Vidya, Tya),
serta teman FKM lainnya yang selalu mendukung, menghibur, dan membantu
penulis sehingga bisa tetap semangat menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar FKM UI yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak lainnya yang telah membantu selesainya skripsi ini yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan untuk perbaikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan YME berkenan membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pengembangan ilmu, dan seluruh pihak yang membacanya.
Penulis
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 30 Juni 2022
Yang menyatakan
(Emilia Chrystin)
ABSTRAK
Jumlah remaja yang terus bertambah mengharuskan kesehatan remaja untuk lebih
diperhatikan. Hal ini termasuk kesehatan reproduksi remaja. Nyatanya, perkawinan di
bawah umur, melahirkan di usia remaja, serta Infeksi Menular Seksual (IMS) masih
banyak terjadi pada remaja yang disebabkan oleh perilaku seksual berisiko. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain studi
cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan secara primer dengan menggunakan
kuesioner online yang bersifat self-administrated. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
12,4% siswa/i pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik
berupa perilaku cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral (1,9%),
petting (1,9%), dan/atau hubungan seks (1,9%). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020 adalah jenis kelamin, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi,
perilaku teman sebaya dalam berpacaran, dan kepemilikan pasangan. Berdasarkan
penelitian, dibutuhkan penyuluhan dan kurikulum pendidikan seksual yang mencakup
kesehatan reproduksi hingga perilaku seksual, serta mengaktifkan peran guru
Bimbingan Konseling (BK) dan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-R) sebagai sarana konseling dan sumbeer informasi mengenai kesehatan
reproduksi bagi siswa/i.
Kata kunci: Remaja, perilaku seksual berisiko, pacaran
viii
ABSTRACT
The growing number of teenagers makes the health of teenagers need to be given more
attention. This includes adolescent reproductive health. The reality is, underage
marriage, giving birth at a young age, and sexually transmitted infections (STIs) still
occur in adolescents due to risky sexual behavior. This study aimed to get the overview
of student‘s risky sexual berhavior in dating and determine what factors associated with
risky sexual behavior in dating among students at SMK Putra Bangsa Depok in 2020.
This research method is quantitative with cross-sectional study design. Data was
collected primarily by using a self-administered online questionnaire. The results
showed that 12.4% of students had risky sexual behavior in dating either in the form of
kissing lips (12.4%), touching sensitive areas (7.6%), oral sex (1.9%), petting (1.9%),
and/or having sex (1.9%). Factors related to risky sexual behavior in dating among
students at SMK Putra Bangsa Depok in 2020 are gender, knowledge of reproductive
health, peer behavior in dating, and partner ownership. Based on the research,
counseling and sexual education curriculum that cover reproductive health up to sexual
behavior are needed, as well as activating the role of school guidance counselor and the
Adolescent Reproductive Health Information and Counseling Center as counseling
facilities and sources of information on reproductive health for students.
Keywords: Adolescents, risky sexual behavior, dating
DAFTAR ISI
x
2.6 Kerangka Teori .................................................................................................. 34
xii
DAFTAR TABEL
Gambar 2.2 Kerangka Teori Terjadinya Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Remaja ................................................................................................................... 34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Universitas Indonesia
2
persentase ini bahkan lebih tinggi yaitu sebesar 8,6%. Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan karena remaja sejatinya masih dalam masa perkembangan, baik secara
fisik maupun psikologis.
Prevalensi remaja wanita yang terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) pun
cukup tinggi yaitu mencapai 20,5% (SDKI, 2017), sedangkan pengetahuan remaja
Indonesia mengenai cara pencegahan HIV/AIDS masih sangat memprihatinkan.
Pengetahuan bahwa penggunaan kondom dan pembatasan aktivitas seksual pada satu
pasangan dapat membantu mencegah penularan HIV dan AIDS hanya diketahui oleh
40,3% remaja putri dan 53,5% remaja laki-laki. Hal ini mungkin menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan sebagian besar ODHA berada pada kelompok usia antara 15
dan 49 tahun, yang juga merupakan kelompok usia paling produktif (Profil Kesehatan
Indonesia, 2018). Jika pola ini terus berlanjut, jumlah infeksi HIV baru akan meningkat
dan Indonesia akan gagal mencapai tujuannya untuk mencapai Three Zero pada tahun
2030.
Connoly & McIsaac dalam Santrock (2012) mengungkapkan bahwa pada usia
11 dan 13 tahun, pubertas adalah pemicu yang memungkinkan anak-anak mulai
merasakan ketertarikan dan ingin memulai hubungan romantis. Oleh karena itu, hampir
di seluruh dunia, remaja merupakan masa dimulainya menjalin hubungan berpacaran.
Di Amerika Serikat, 35% remaja usia 13-17 tahun pernah menjalani hubungan romantis
(Pew Research Center, 2015). Di negara dengan budaya timur seperti Malaysia, masa
remaja juga merupakan masa dimana pertama kali memiliki hubungan romantis.
Namun, di Malaysia masa remaja sering kali juga merupakan masa pertama kali
melakukan pernikahan, dimana terdapat sekitar 6.584 remaja berusia 16-18 tahun yang
melakukan pernikahan pada tahun 2011-2016 (Awal et al. dalam UNICEF Malaysia,
2018).
Sekitar 33,3 persen perempuan dan 34,5 persen laki-laki antara usia 15 dan 19
mulai berpacaran sebelum berusia 15 tahun, dengan mayoritas orang memulai hubungan
mereka antara usia 15 dan 17 tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Dicemaskan, pada
saat remaja mencapai usia ini, mereka mungkin belum memiliki pengetahuan yang
cukup tentang perilaku seksual berbahaya dan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu,
mereka lebih cenderung terlibat dalam perilaku berpacaran yang berisiko, seperti seks
pranikah.
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
tidak ingin merasa berbeda dari teman sebayanya. Peran orang tua pun sangat
diperlukan sebagai faktor penguat perilaku berpacaran yang sehat. Orang tua dapat
memainkan perannya sebagai tempat berdiskusi bagi remaja mengenai perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hal ini dikemukan oleh Wardyaningrum (2012) yang
menyatakan bahwa informasi yag diberikan oleh orang tua akan turut mempengaruhi
perilaku anaknya. Peran orang tua ini cukup penting melihat masih kurangnya
pendidikan seks yang komprehensif di sekolah dan sifat remaja yang ingin mencoba hal
baru.
Menurut UNESCO (2018) pendidikan seksual komprehensif atau
Comprehensive Sex Education (CSE) adalah metode pendidikan seksual berdasarkan
kurikulum yang bertujuan untuk memberikan informasi, kemampuan, sikap, dan nilai
yang baik kepada siswa/i agar dapat membuat pilihan yang sehat dalam kehidupan
seksualnya. Pendidikan seksual komprehensif ini tidak hanya membahas mengenai
perkembangan sistem reproduksi manusia secara anatomi saja, melainkan juga
membahas mengenai kontrasepsi, infeksi menular seksual (termasuk HIV), dan faktor-
faktor lainnya yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam memilih
perilaku seksual yang baik (UNFPA, 2016). Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk
mengadakan pendidikan seksual komprehensif dalam kurikulumnya agar siswa/i dapat
membuat pilihan yang baik dalam kehidupan seksual mereka.
Sebelumnya, diketahui bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan
persentase kehamilan remaja yang paling tinggi di Indonesia dan merupakan provinsi
dengan persentase kehamilan remaja paling tinggi di Pulau Jawa (dibandingkan dengan
DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten), yaitu sebesar
8,6% remaja wanita berusia 15-19 tahun sudah pernah melahirkan atau sedang hamil
anak pertama, sedangkan rata-rata angka ini di Indonesia hanya 7,1% (SDKI, 2017).
Penelitian oleh Oktarina dan Sari (2017) pun menunjukkan bahwa 60,3% siswa
SMA/SMK di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok pernah
melakukan perilaku seksual berisiko. Oleh karena itu, peneliti memilih SMK Putra
Bangsa yang berlokasi di Depok sebagai tempat melakukan penelitian.
Peneliti sebelumnya telah melakukan wawancara dan observasi terdahulu
kepada siswa/i dan guru di SMK Putra Bangsa Depok pada bulan Maret 2020. Hal yang
ditanyakan dan diobservasi yaitu mengenai perilaku berpacaran serta ketersediaan
Universitas Indonesia
5
sumber pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi siswa/i. Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa SMK Putra Bangsa Depok masih sangat kurang dalam edukasi
mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual berisiko, sedangkan menurut guru
Bimbingan Konseling (BK) beberapa siswa mengaku sudah aktif secara seksual dengan
pasangannya. Selain itu, menurut guru BK, terdapat 2 siswi yang terpaksa dikeluarkan
dari sekolah karena hamil pada 3 tahun terakhir. Hasil penelitian oleh Setiani (2013),
33,8% siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok pernah menonton film porno, padahal film
dan media pornografi lainnya dapat menjadi sumber informasi mengenai kesehatan
reproduksi yang tidak baik dan mendorong remaja melakukan perilaku seksual berisiko
(Fadhilah, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa SMK Putra Bangsa Depok memiliki
urgensi untuk mengadakan pendidikan seksual bagi siswa/i nya. Selain itu, menurut
Handayani et al. (2019), sekolah memiliki efek yang signifikan bagi perilaku kesehatan
reproduksi remaja, yaitu melalui pendidikan seksual yang komprehensif. Hal ini juga
didukung oleh data dari SDKI tahun 2017 yang menunjukkan bahwa cukup tinggi
persentase remaja yang memilih mendiskusikan kesehatan reproduksi dengan guru
(remaja wanita 49,6%, dan remaja pria 44,4%). Oleh karena itu, penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok dilakukan untuk mendukung dibentuknya
pendidikan seksual yang memadai dan komprehensif di SMK Putra Bangsa Depok
sebagai salah satu bentuk pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja.
Universitas Indonesia
6
berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK
Putra Bangsa Depok.
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
10
Universitas Indonesia
11
1. Crush
Ditandai dengan permusuhan dan persaingan antara laki-laki dan perempuan.
Pada saat ini, cinta sedang didistribusikan melalui menyanjung orang yang lebih
tua yang sejenis.
Universitas Indonesia
12
2. Hero-worshiping
Tidak jauh berbeda dengan proses sebelumnya. Pada tahap ini, terdapat
penyanjungan kepada orang yang lebih tua dan berjenis kelamin berbeda.
3. Body Crazy and Girl Crazy
Pada titik ini, remaja telah menunjukkan afeksi mereka terhadap orang-orang
seusianya, dan dalam kasus-kasus tertentu, ada perhatian timbal balik antara
laki-laki dan perempuan dan sebaliknya.
4. Puppy Love
Cinta remaja sudah mulai terpusat pada satu orang, tetapi karena sifat cinta itu
sendiri yang masih tidak konsisten, maka terkadang ada pergantian pasangan
atau individu yang mereka sukai.
5. Romantic Love
Cinta remaja secara bertahap berkembang menjadi hubungan yang lebih setia
yang biasanya berujung pada pernikahan.
Emosi remaja cenderung cukup kuat karena sifat emosi remaja yang dinamis,
yang ditandai dengan emosi sensitif dan agresif yang mudah berubah. Remaja sendiri
terkadang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan memiliki dorongan untuk
mengeksplorasi hal-hal baru, serta memiliki kecenderungan untuk menerima risiko
tanpa terlebih dahulu memikirkan keputusan atau perilaku yang mereka ambil. Ciri-ciri
tersebut disebabkan oleh poses pematangan kecerdasan remaja, yang juga meningkatkan
rasa ingin tahu remaja. Remaja biasanya mengalami konflik internal sebagai akibat dari
situasi ini ketika berhubungan seks saat berpacaran. Remaja yang terlibat dalam
perilaku seksual berisiko akan dipaksa untuk menghadapi konsekuensi berupa berbagai
efek negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka, beberapa di antaranya bahkan
mungkin harus ditanggung seumur hidup, jika pilihan yang dibuat dalam penyelesaian
konflik bukanlah yang terbaik.
Universitas Indonesia
13
1. Kehidupan yang sibuk mempersulit orang tua dan keluarga untuk memberikan
pengawasan yang ketat dan perhatian penuh kepada anak-anak mereka.
2. Pola koneksi yang memiliki derajat kebebasan lebih besar.
3. Setting lingkungan saat ini yang menjadi semakin liberal.
4. Saat ini, tidak sulit untuk menemukan hal-hal yang dapat menjadi sumber
bangkitnya gairah seksual.
5. Fasilitas penunjang, yang seringkali disediakan oleh keluarga sendiri tanpa
disadari oleh anggota keluarga.
Perubahan sikap mengenai perilaku seksual dapat dilihat cukup jelas pada proses
berpacaran. Fase pacaran seringkali tidak lagi dipandang sebagai waktu untuk saling
mengenal atau mengembangkan hubungan berdasarkan saling pengertian. Sebaliknya,
fase pacaran telah dideromantisasi sedemikian rupa sehingga sekarang tampaknya
menjadi periode untuk "belajar melakukan aktivitas seksual dengan mereka yang
berjenis kelamin lain‖ (Kollman, 2008).
Perilaku seksual menurut Imran (2013), merujuk pada tindakan yang didorong
oleh dorongan seksual atau perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk kepuasan
organ seksual. Kematangan perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh perkembangan
faktor psikologis, faktor fisik, proses belajar, dan unsur sosial budaya. Remaja
umumnya terlibat dalam aktivitas seksual yang juga memiliki beberapa akibat. Berikut
ini perilaku seksual remaja beserta dampak yang dapat diakibatkan:
a. Berfantasi
Aktivitas ini adalah proses memvisualisasikan dan membayangkan
tindakan seksual dengan tujuan membangkitkan perasaan gairah. Jika dibiarkan
berlangsung terlalu lama, aktivitas memanjakan diri ini akan mengganggu dan
menggantikan aktivitas yang lebih bermanfaat. Jika seseorang tidak puas hanya
dengan memikirkan interaksi seksual, maka orang tersebut dapat menjadi beralih
ke perilaku seksual lebih lanjut seperti masturbasi, berciuman, dan perilaku
seksual lainnya. Orang yang melakukan aktivitas ini tidak perlu khawatir
Universitas Indonesia
14
menjadi sakit karena tidak akan terjadi penularan Infeksi Menular Seksual
(IMS).
b. Berpegangan tangan
Meskipun aktivitas ini sebenarnya tidak memberikan banyak gairah
seksual, namun biasanya membuat seseorang ingin mencoba praktik seksual
lainnya (sampai kepuasan seksual tercapai). Dua individu hampir selalu
merasakan perasaan romantis serta perasaan aman dan hangat saat mereka
berpegangan tangan. Berpegangan tangan merupakan salah satu contoh kontak
fisik untuk menyampaikan kasih sayang dalam bentuk sentuhan.
c. Cium Kering
Jika bibir, pipi, atau dahi bersentuhan satu sama lain (selain sentuhan
bibir dengan bibir), maka hal ini lah yang dinamakan ciuman kering, yang dapat
menjadi awal dari interaksi seksual, terlebih bila ditambah dengan fantasi
seksual. Jika dilakukan, aktivitas ini dapat menimbulkan rasa ―cinta‖, tetapi
hanya untuk sementara dan hanya jika dilakukan pada waktu yang tepat,
tindakan ini dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
lain yang lebih lanjut.
d. Cium Basah
Ciuman basah merupakan jenis kontak seksual yang lebih lama dan intim
antara bibir kedua pasangan yang bersentuhan secara langsung. Seseorang dapat
merasakan sensasi seksual yang kuat dan detak jantung yang lebih cepat sebagai
akibat dari tindakan ini, yang keduanya dapat meningkatkan dorongan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas seksual. Remaja akan menjadi lebih mudah untuk
berpartisipasi dalam aktivitas seksual yang dapat berlanjut secara tidak sengaja,
termasuk petting, yaitu tindakan saling membelai atau menggosok alat kelamin
saat mengenakan atau tidak mengenakan pakaian, atau bahkan melakukan
hubungan seksual dengan pasangan. Risiko yang ditimbulkan oleh praktik ini
yaitu dapat terjadi perpindahan virus atau kuman dari lawan jenis, yang berarti
bahwa mereka yang melakukan aktivitas ini menempatkan diri mereka pada
risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan berbagai penyakit termasuk TB,
hepatitis B, dan infeksi tenggorokan. Dari sudut pandang psikologis, ciuman
Universitas Indonesia
15
jenis ini dapat meningkatkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini kembali
(kecanduan).
e. Meraba
Perilaku menyentuh yang termasuk dalam kategori aktivitas seksual
adalah menyentuh daerah sensitif seksual tubuh, seperti payudara, leher, paha
atas, vagina, penis, dan bokong. Sedangkan, menyentuh bagian tubuh yang tidak
responsif terhadap rangsangan seksual termasuk dalam kategori kegiatan
menyentuh yang tidak dianggap seksual. Dengan mengambil bagian dalam
aktivitas ini, dorongan seksual seseorang akan terangsang, yang akan
menginspirasi orang tersebut untuk mengambil bagian dalam perilaku seksual
yang lebih lanjut. Penyebabnya adalah karena bagian tubuh tersebut merupakan
zona sensitif seksual (daerah erogen), yaitu bagian tubuh yang sensitif yang
dapat merangsang gairah seksual.
Kata "erogen" berarti "pembawa dorongan seksual" dalam arti
harfiahnya. Pada wanita, area yang rentan/ responsif terhadap sentuhan adalah
payudara dan area genital, terutama vagina dan klitoris. Sedangkan pada pria,
area yang rentan/ responsif terhadap sentuhan lebih tersentral pada area genital
yaitu penis. Namun, bagian tubuh yang lain dapat juga menjadi area yang
sensitif, termasuk bahu, kaki, bibir, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Selain
memiliki banyak pusat saraf, area erogen ini juga memiliki ekspektasi psikologis
yang lebih tinggi ketika kedua pasangan menyadari preferensi satu sama lain
sehingga area ini menjadi lebih sensitif.
Beberapa orang menganggap aktivitas ini menyenangkan, yang
memotivasi mereka untuk terus melakukannya. Namun, ada pula yang
menghindari perilaku ini karena mereka menganggapnya sebagai pelecehan dari
pasangan mereka. Selain itu, berbagai PMS, termasuk klamidia, kutil kelamin,
dan sifilis, dapat tertular melalui kontak dengan organ genital pasangan.
f. Berpelukan
Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat, yang dapat menimbulkan
perasaan aman, nyaman, dan tentram serta gairah seksual (terutama jika
mengenai area sensitif seksual).
Universitas Indonesia
16
g. Masturbasi
Masturbasi adalah tindakan merangsang alat kelamin seseorang tanpa
melakukan aktivitas seksual untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang.
Tangan sering digunakan dalam stimulasi genital ini. Masturbasi pada pria
adalah praktik memijat dan merangsang penis untuk membangkitkan dan
memenuhi hasrat pria. Sementara itu, perempuan sering melakukannya dengan
memijat dan membelai daerah kemaluan, terutama pada bagian klitoris dan
vagina.
Masturbasi juga dapat dilakukan dengan pasangan, dalam hal ini satu
orang akan merangsang daerah genital pasangan lainnya untuk menginduksi
keadaan orgasme. Tindakan masturbasi diri kadang-kadang dianggap sebagai
aktivitas yang memuaskan diri sendiri. Oleh karena itu, masturbasi yang
dilakukan oleh pria atau wanita, kadang-kadang disebut sebagai bermain dengan
diri sendiri. Hampir semua remaja laki-laki pernah melakukan aktivitas ini, dan
pada usia 21 tahun, lebih dari 75% dari semua anak perempuan pernah
melakukannya juga, menurut penelitian dari sejumlah negara yang berbeda.
Meskipun frekuensi masturbasi bervariasi dari orang ke orang, sering kali
frekuensi ini ditemukan lebih tinggi pada laki-laki. Seiring bertambahnya usia
dan ketika seseorang telah mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan
jenis, frekuensi ini menurun, tetapi terus berlanjut hingga usia tua (Critchell,
2012).
Aktivitas ini dapat menyebabkan infeksi, terutama bila alat yang berisiko
seperti benda yang tajam dan bahan tidak steril lainnya digunakan. Lecet pun
dapat terjadi bila seseorang melakukan masturbasi terlalu sering. Orang yang
terus-menerus melakukan aktivitas seksual ini dapat pula mengalami sulit
berkonsentrasi, mudah letih dan tidak termotivasi untuk melakukan tugas lain
karena hal ini menguras energi fisik dan psikis mereka. Aktivitas yang termasuk
memasukkan sesuatu ke dalam vagina juga bisa menyebabkan selaput dara
robek jika dilakukan oleh wanita.
h. Seks Oral
Aktivitas seksual oral melibatkan memasukkan alat kelamin seseorang ke
dalam mulut pasangan lawan jenis atau menggunakan bibir dan lidah seseorang
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
HIV/AIDS, hal tersebut dikatakan perilaku seksual berisiko (Chandra et al., 2014). Oleh
karena itu, dapat diketahui bahwa perilaku seksual di atas yang tergolong dalam
perilaku seksual berisiko adalah cium basah, meraba daerah erogen, seks oral, petting,
dan intercourse.
Banyak anak muda yang percaya bahwa jika mereka hanya melakukan satu kali
kontak seksual, mereka tidak akan hamil. Akhirnya, remaja dipaksa menikah atau
bahkan melakukan aborsi. Kehamilan pada usia dini, ketika seseorang belum cukup
matang secara emosional atau fisik untuk menangani tanggung jawab yang perlu
ditanggung merupakan hal yang sangat berbahaya. Serupa dengan hal ini, aborsi juga
dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan pada organ reproduksi.
Menurut penelitian Kinsey yang diterbitkan dalam Rosdiana (2009) perilaku
seksual dapat dibagi menjadi empat tahap, dengan tahap yang lebih tinggi sering kali
mengikuti tahap sebelumnya. Berikut ini merupakan keempat tahapan tersebut:
1. Kontak fisik, seperti berpegangan tangan dan berpelukan, tetapi tidak hanya
sekedar.
2. Berciuman, yang dapat berupa ciuman cepat atau ciuman lama yang melibatkan
lidah dalam berciuman.
3. Perbuatan yang merangsang secara seksual antara lain menyentuh sambil
bercumbu, mengelus-elus bagian sensitif tubuh pasangan, dan tindakan yang
membangkitkan hasrat seksual seseorang.
4. Berhubungan seks (intercourse)
Universitas Indonesia
19
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Ketika seseorang mencapai masa remaja, orang tersebut mengalami transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa. Periode perkembangan ini ditandai dengan
penyesuaian terhadap fungsi biologis, kognitif, dan sosioemosional mereka yang terjadi
pada usia antara 12 hingga 24 tahun (Santrock, 2012). Di Indonesia, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, istilah remaja memiliki artian ―mulai dewasa‖ atau ―sudah
sampai umur untuk kawin‖. Namun, definisi remaja menurut skala umur bervariasi
antar referensi. Remaja didefinisikan sebagai mereka yang berusia antara 10 dan 19
tahun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Remaja didefinisikan sebagai mereka
yang saat ini berusia antara 10 dan 18 tahun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014. Sedangkan, menurut Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana (BKKBN), remaja adalah mereka yang belum menikah dan
berusia antara 10 dan 24 tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia pun memiliki pengertiannya sendiri mengenai batasan usia remaja,
yaitu penduduk yang berusia 15-24 tahun.
Menurut Anna Freud dalam Putro (2017), terdapat proses perkembangan yang
terjadi pada masa remaja yang meliputi penyesuaian yang berkaitan dengan
perkembangan psikoseksual serta penyesuaian dalam interaksi dengan orang tua dan
cita-citanya, dimana proses pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan
orientasi diri. Remaja berjuang untuk identitas mereka sendiri dalam upaya untuk
memahami siapa mereka dan peran apa yang mereka mainkan di dunia yang lebih besar
di sekitar mereka. Remaja sering mencari panutan dan sumber aspirasi selama periode
kehidupan mereka sebagai strategi untuk membantu mereka bertransisi ke masa dewasa.
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry dalam Sawyer et al.
(2012) membagi remaja ke dalam 3 fase secara umum, yaitu:
Universitas Indonesia
20
berada di antara usia 10 dan 14 tahun lah yang sedang melewati tahap
pertumbuhan ini.
b. Fase Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada fase ini seorang remaja masih berada dalam pergolakan psikologis dan
mulai mencari identitas dirinya. Proses mencari identitas tersebut seperti
memilih apa dan siapa yang disuka, dan akan menjadi orang yang seperti apa.
Fase ini berlangsung saat usia remaja berkisar antara 15-19 tahun.
c. Fase Remaja Akhir (Late Adolescence)
Perkembangan identitas seksual yang tidak akan berubah kembali di masa depan
dan perkembangan keterampilan intelektual remaja ke arah yang lebih konsisten
adalah dua ciri yang membedakan fase ini dengan fase sebelumnya. Saat berusia
antara 20 dan 24 tahun, remaja melewati tahap ini yang merupakan fase
konsolidasi sebelum mereka memasuki masa dewasa.
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
dan tekanan, seperti kebutuhan untuk berhenti bertingkah seperti anak-anak. Emosi
yang meningkat ini merupakan petunjuk bahwa remaja berada dalam situasi baru yang
berbeda dari tahap sebelumnya dalam hal keadaan sosial. Remaja rentan terhadap
berbagai tindakan karena ketidakstabilan emosional yang mereka tampilkan (Kauma,
2013) Tindakan tersebut terdiri dari sebagai berikut:
Universitas Indonesia
24
kesehatan reproduksi. Hal ini karena bereksperimen dalam perilaku seksual dapat
membahayakan masa depan mereka dan dapat memiliki dampak yang sangat buruk bagi
kesehatan fisik maupun psikis remaja.
Selain itu, Indonesia melaksanakan Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga, yang mencakup proyek yang dikenal dengan
KRR (KKBPK). Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi yang prima pada masa remaja dan
program ini ditujukan kepada kalangan remaja dan pihak terkait lainnya. Program KRR
secara khusus bertujuan untuk mencegah tindakan seperti pernikahan dini, memiliki
anak karena kecelakaan, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengembangkan
HIV/AIDS (SDKI, 2017).
Universitas Indonesia
25
c. Risiko kehamilan
Pengetahuan bahwa adalah mungkin bagi wanita untuk hamil
setelah hanya satu kali berhubungan seksual.
d. Sumber informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi
Remaja diharapkan memiliki pengetahuan mengenai tempat
sumber informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi yang
tepat. Hal ini diperlukan agar remaja mengetahui dimana dia dapat
menemukan jawaban yang tepat atau sekedar membutuhkan
informasi bila mengalami masalah terkait kesehatan reproduksi.
Pilihan tempat informasi kesehatan reproduksi diantaranya adalah
Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja/Mahasiswa (PIK-R/M) yang dikelola oleh BKKBN,
puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang
dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Youth Center, dan lainnya.
e. Keluarga berencana
Terdapat berbagai cara dan alat yang dapat digunakan oleh
wanita atau pria untuk mencegah kehamilan atau kelahiran,
diantaranya adalah: alat/cara KB modern seperti tubektomi/MOW,
vasektomi/MOP, IUD/AKDR/spiral, suntikan/injeksi, susuk
KB/implan, pil, kondom/karet KB, intravag/diafragma, kontrasepsi
darurat/Emergency, dan Metode Amenorrhea Laktasi (MAL); dan
alat/cara KB tradisional seperti pantang berkala/kalender dan
senggama terputus.
f. HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
melemahkan sistem kekebalan pada manusia dengan menginfeksi sel
darah putih. Istilah "AIDS" adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome, sekelompok gejala penyakit yang disebabkan
oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak melalui
proses kehamilan, persalinan, dan menyusui (mother-to-child
transmission) selain melalui kontak seksual.
Universitas Indonesia
26
Universitas Indonesia
27
1) Nyeri perut
2) Nanah keluar dari alat kelamin (kencing nanah)
3) Cairan bau keluar dari alat kelamin
4) Kemerahan/radang pada alat kelamin
5) Bengkak pada alat kelamin
6) Luka/bisul pada alat kelamin
7) Kutil pada alat kelamin
8) Gatal pada alat kelamin
9) Kencing darah
10) Berat badan turun
11) Impoten.
1) Nyeri perut
2) Keputihan
3) Keputihan yang berbau
4) Rasa nyeri/panas pada saluran kencing
5) Kemerahan/radang pada alat kelamin
6) Bengkak pada alat kelamin
7) Luka/bisul pada alat kelamin
8) Kutil pada alat kelamin
9) Gatal pada alat kelamin
10) Kencing darah
11) Berat badan turun
12) Sulit hamil.
Gejala-gejala ini tidak selalu muncul bersamaan, tetapi
hampir semua penyakit menular seksual ditandai dengan setidaknya
salah satu dari gejala di atas.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Faktor Predisposisi
Pengetahuan
Nilai
Kepercayaan
Sikap
Kapasitas
Faktor Penguat
Sikap dan perilaku keluarga
Sikap dan perilaku teman
Perilaku
Sikap dan perilaku guru
Sikap dan perilaku petugas
kesehatan
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sarana kesehatan
Aksesibilitas sarana kesehatan
A. Faktor Predisposisi
1. Jenis kelamin
Peneliti terdahulu menemukan bahwa remaja laki-laki lebih banyak
melakukan perilaku seksual yang berisiko dibandingkan remaja perempuan
(Nursal, 2008 dalam Mahmudah et al., 2016). Pria lebih mungkin daripada
wanita untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual berisiko karena ada
norma yang kurang ketat untuk pria daripada untuk wanita. Oleh karena itu,
pria lebih cenderung untuk mengambil tindakan yang berisiko. Anak laki-
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
B. Faktor Penguat
1. Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Setiap informasi yang diberikan oleh orang tua dapat
mempengaruhi perilaku anaknya. Hal ini termasuk informasi terkait perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran yang perlu dihindari oleh remaja. Namun,
sebagian besar orang tua belum mengajarkan atau berdiskusi dengan anak
mengenai pendidikan seks sejak dini (Wardyaningrum, 2012). Penelitian
oleh Firman (2017) di Yogyakarta dan penelitian oleh Wilson & Donenberg
(2010) di Chicago (Amerika Serikat) menemukan bahwa perilaku seksual
berisiko yang dilakukan oleh seorang anak berkorelasi dengan percakapan
orang tua dengan anak-anak mereka mengenai perilaku seksual dalam
berpacaran.
Kemampuan orang tua dan anak untuk berkomunikasi secara
efektif juga penting. Remaja dan orang tua mereka dapat bekerja untuk
mencapai tujuan ini dengan mencoba berkomunikasi dan menyelesaikan
masalah. Melalui komunikasi yang baik, remaja dapat menjadi lebih terbuka
dan menimbulkan rasa saling percaya dalam membahas perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran (Munawaroh, 2012).
Universitas Indonesia
32
C. Faktor Pemungkin
1. Memiliki pasangan
Remaja tanpa pacar atau pasangan lebih kecil kemungkinannya
untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan mereka
yang sudah memiliki pacar atau pasangan romantis. Ini adalah hasil dari
kenyataan bahwa banyak remaja melakukan hubungan seks pertama mereka
dengan pacar mereka sebelum menikah. Di sisi lain, beberapa remaja terlibat
dalam perilaku berisiko seksual dengan orang lain selain pacar atau pasangan
mereka, seperti melakukan ciuman basah dan/atau meraba daerah sensitif
dengan teman (Zimmer, 2002 dalam Sari, 2012).
Remaja yang sebelumnya pernah menjalin hubungan cinta 11,5 kali
lebih mungkin untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
Faktor Predisposisi
Pengetahuan kesehatan
reproduksi
Umur
Jenis kelamin
Usia saat pubertas
Nilai yang dianut mengenai
perilaku berpacaran
Faktor Penguat
Pengaruh orang tua
Perilaku seksual
Pengaruh teman sebaya
berisiko dalam
Peraturan sekolah terkait
berberpacaran
perilaku berpacaran
Faktor Pemungkin
Memiliki pasangan
Situasi
Waktu
Paparan pornografi
Gambar 2.2 Kerangka Teori Terjadinya Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Remaja
Sumber: Green (1980)
Berdasarkan model ini, perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada remaja
dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yakni sifat yang mendasari motivasi individu
dalam berperilaku, faktor penguat, yakni hal-hal yang menguatkan remaja untuk
melakukan suatu perilaku, dan faktor pemungkin, yakni hal-hal yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku remaja. Faktor yang termasuk predisposisi adalah umur,
jenis kelamin, usia saat pubertas, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan nilai
Universitas Indonesia
35
yang dianut mengenai perilaku berpacaran. Faktor penguat adalah pengaruh orang tua
remaja, pengaruh teman sebaya, dan peraturan sekolah terkait perilaku berpacaran.
Faktor pemungkin adalah memiliki pasangan, situasi dan waktu yang memungkinkan,
serta paparan pornografi.
Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
36
Universitas Indonesia
37
Faktor Predisposisi
Jenis kelamin
Usia saat pubertas
Pengetahuan kesehatan
reproduksi
Faktor Penguat
Komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual berisiko Perilaku Seksual
dalam berpacaran Berisiko dalam
Perilaku teman sebaya dalam Berpacaran
berpacaran
Faktor Pemungkin
Memiliki pasangan
Durasi pertemuan dengan
pasangan
Akses terhadap pornografi
Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
Skala
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel Dependen
1. Perilaku seksual Dalam penelitian ini, perilaku Self administrated Kuesioner 0: Pernah, jika responden Ordinal
berisiko dalam seksual berisiko dalam berpacaran online questionnaire online, pernah melakukan satu atau
berpacaran adalah pernah atau tidaknya pertanyaan lebih perilaku seksual
responden melakukan perilaku no. 6 berisiko, yaitu cium basah,
seksual berisiko, yaitu cium meraba daerah erogen, seks
basah, meraba daerah erogen, seks oral, petting, dan intercourse.
oral, petting, dan intercourse. 1: Tidak pernah, jika
responden tidak pernah
melakukan satupun perilaku
seksual berisiko
Variabel Independen
2. Jenis kelamin Pernyataan responden tentang Self administrated Kuesioner 0: Laki-laki Nominal
status seks responden yang dibawa online questionnaire online, 1: Perempuan
sejak lahir. pertanyaan
38
Universitas Indonesia
39
no. 1
3. Usia saat Umur responden saat mengalami Self administrated Kuesioner Laki-laki Ordinal
pubertas menstruasi pertama pada online questionnaire online, 0: < 13 tahun
perempuan dan mengalami mimpi pertanyaan 1: ≥ 13 tahun
basah pertama bagi laki-laki. no. 2 dan 3 Perempuan
0: < 11 tahun
Pada remaja perempuan, rata-rata 1: ≥ 11 tahun
mengalami haid pertama saat
berusia 11 tahun, dan dikatan dini (Soetjiningsih, 2004)
jika mengalami haid pertama
sebelum usia 11 tahun. Pada remaja
pria, rata-rata mengalami mimpi
basah saat berusia 13 tahun, dan
dikatakan dini jika mengalami
mimpi basah sebelum usia 13 tahun
(Soetjiningsih, 2004).
4. Pengetahuan Wawasan ilmu responden terkait Self administrated Kuesioner 0: Rendah, bila skor < mean Ordinal
kesehatan kesehatan reproduksi yang dilihat online questionnaire. online, 1: Tinggi, bila skor ≥ mean
reproduksi berdasarkan benar tidaknya pertanyaan
Universitas Indonesia
40
Universitas Indonesia
41
8. Durasi pertemuan Jumlah waktu yang dihabiskan Self administrated Kuesioner 0: Berisiko, bila lama
dengan pasangan responden untuk berpacaran atau online questionnaire online, pertemuan < 5 jam/minggu
berpacaran dengan pasangan pertanyaan atau > 21 jam/minggu.
mereka. Pria dan wanita yang no. 5 1: Tidak berisiko bila lama
berpacaran dikatakan tertarik secara pertemuan antara 5-21
emosional satu sama lain dan jam/minggu atau bila tidak
terlibat dalam serangkaian tindakan penah memiliki pacar
kooperatif yang ditandai dengan
kedekatan (seperti rasa memiliki (Nursal, 2008 dan Roozanty,
Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:
1. Ada hubungan antara faktor predisposisi (jenis kelamin, usia saat pubertas, dan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi) dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
2. Ada hubungan antara faktor penguat (komunikasi orang tua/wali terkait perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, dan perilaku teman sebaya dalam
berpacaran) dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i
SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
3. Ada hubungan antara faktor pemungkin (memiliki pasangan, durasi pertemuan
dengan pasangan, dan akses terhadap pornografi) dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
43
Universitas Indonesia
44
BAB 4
METODE PENELITIAN
Universitas Indonesia
{ √ ( ) √ ( ) ( )}
( )
Keterangan:
n = Besar sampel
Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 95%
Z1-β = Kekuatan uji 80%
P1 = Proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dan terpajan
berdasarkan penelitian terdahulu.
P2 = Proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dan tidak terpajan
berdasarkan penelitian terdahulu.
P = Rata-rata P1 dan P2
Variabel P1 P2 n Sumber
Jenis kelamin 0,377 0,103 37 Mahmudah et al. (2016)
Usia saat pubertas 0,826 0,067 6 Nurcahyani (2015)
Pengetahuan kesehatan reproduksi 0,461 0,179 42 Kartika et al. (2013)
Komunikasi orang tua/wali terkait
perilaku seksual berisiko dalam 0,638 0,275 29 Gustina (2017)
berpacaran
Perilaku teman sebaya dalam
0,553 0,069 13 Lestari et al. (2014)
berpacaran
Memiliki pasangan 0,69 0,162 13 Sari (2012)
Durasi pertemuan dengan pasangan 0,357 0,155 36 Roozanty (2003)
Akses terhadap pornografi 0,606 0,016 9 Lestari et al. (2014)
Berdasarkan rumus di atas, didapatkan besar sampel minimal yang harus diteliti
pada masing-masing kelompok sebesar 42 peserta didik. Maka total sampel minimal
keseluruhan adalah 84 peserta didik. Jumlah tersebut ditambah 10% dari besar sampel
minimal sebagai bentuk antisipasi jika terdapat kuesioner yang tidak terisi dengan
Universitas Indonesia
46
lengkap. Oleh karena itu, peneliti menetapkan besar sampel dalam penelitian ini adalah
93 peserta didik.
r hitung Cronbach’s
Variabel r tabel
Terendah Tertinggi Alpha
Pengetahuan kesehatan
0,361 0,561 0,798 0,769
reproduksi
Komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual 0,361 0,408 0,672 0,792
berisiko dalam berpacaran
Perilaku teman sebaya
0,361 0,451 0,618 0,741
dalam berpacaran
Akses terhadap pornografi 0,361 0,442 0,605 0,727
Universitas Indonesia
Pada uji coba pertama, terdapat beberapa pertanyaan variabel pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi yang tidak valid sehingga dilakukan perbaikan kalimat
agar tidak membingungkan responden dan ada 1 item pertanyaan yang diputuskan untuk
tidak digunakan karena tidak dianggap penting secara substansi dan masih dapat
diwakilkan oleh item pertanyaan yang lain. Pada uji coba kedua, semua variabel
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dinyatakan valid, dan dinyatakan reliabel
karena menghasilkan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,769.
Semua item pada variabel komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, perilaku teman sebaya dalam berpacaran, dan akses terhadap
pornografi dinyatakan valid karena semua item memiliki r hitung yang lebih besar dari r
tabel. Semua item juga dinyatakan reliabel karena memiliki cronbach’s alpha lebih dari
0,6.
Variabel jenis kelamin, usia saat pubertas, kepemilikan pasangan, dan durasi
pertemuan dengan pasangan tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena hanya
memiliki satu item pertanyaan.
Universitas Indonesia
48
1. Editing
Data yang telah dikumpulkan, diperiksa agar tidak ada kesalahan pengisian
dan dipastikan telah lengkap. Jika ada ketidaklengkapan atau kesalahan
dalam pemasukan data, maka angket akan dikembalikan kembali kepada
responden untuk diisi.
2. Coding
Pemberian kode pada setiap data yang telah dikumpulkan untuk
memudahkan pengolahan data.
3. Entry Data
Seluruh data yang telah dicoding dimasukkan ke dalam sistem pengolahan
data melalui komputer. Peneliti menggunakan program IBM Statistics SPSS
25 sebagai sistem pengolahan data.
Universitas Indonesia
4. Cleaning Data
Setelah data dimasukkan ke dalam sistem pengolahan data, kemudian
dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan apakah data sudah bersih
dari kesalahan pengodean, ketidaklengkapan, dan kesalahan lainnya
sehingga data siap untuk dianalisis.
5. Scoring
Pemberian skor dilakukan pada variabel pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dan komunikasi orang tua /wali terkait perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran, berikut ini rinciannya:
1) Pengetahuan kesehatan reproduksi
Pada variabel ini, jika responden menjawab benar maka diberi skor 1,
dan jika salah skornya 0. Maka, total skor variabel ini berkisar antara
0 hingga 20. Total skor kemudian dikategorikan dengan batasan
mean karena data terdistribusi normal seperti berikut ini:
0: Rendah, bila skor < mean
1: Tinggi, bila skor ≥ mean
2) Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Pada variabel ini, setiap perilaku seksual berisiko yang dibahas oleh
orang tua/wali diberi skor 1, dan perilaku seksual berisiko yang tidak
dibahas oleh orang tua/wali diberi skor 0. Maka, total skor variabel
ini berkisar antara 0 hingga 5. Total skor kemudian dikategorikan
dengan batasan median karena data terdistribusi tidak normal seperti
berikut ini:
0: Kurang, bila skor < median
1: Cukup, bila skor ≥ median
Universitas Indonesia
50
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap
variabel, baik varibel independen (jenis kelamin, usia saat pubertas,
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, komunikasi orang tua/wali terkait
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, perilaku teman sebaya dalam
berpacaran, memiliki pasangan, durasi pertemuan dengan pasangan, dan
akses terhadap pornografi) maupun variabel dependen (perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran). Hasil analisis berupa distribusi frekuensi dan
proporsi tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah bermakna atau tidak. Uji
statistik yang dipakai yaitu Chi Square dengan derjat kepercayaan (α) 0,05.
Bila p value < α maka ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Hasil ditampilkan dengan
menggunakan tabel 2x2 dan ditampilkan juga odds ratio untuk melihat
derajat hubungan. Berikut ini adalah rinciannya pada setiap variabel:
Jenis kelamin
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun
2020.
Usia saat pubertas
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun
2020.
Pengetahuan kesehatan reproduksi
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020.
Universitas Indonesia
Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
Perilaku teman sebaya dalam berpacaran
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara perilaku teman sebaya dalam berpacaran dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020.
Memiliki pasangan
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara kepemilikan pasangan dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.
Durasi pertemuan dengan pasangan
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020.
Akses terhadap pornografi
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.
Universitas Indonesia
52
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Universitas Indonesia
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Item Perilaku Berpacaran di SMK Putra
Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Perilaku Berpacaran Jumlah (n) Persentase (%)
1. Berpegangan tangan
Ya 62 59
Tidak 43 41
2. Berpelukan
Ya 31 29,5
Tidak 74 70,5
3. Cium pipi/kening
Ya 19 18,1
Tidak 86 81,9
4. Cium bibir
Ya 13 12,4
Tidak 92 87,6
Meraba daerah sensitif (payudara, paha
5.
atas, vagina, penis, atau bokong)
Ya 8 7,6
Tidak 97 92,4
6. Seks oral
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1
7. Petting
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1
8. Hubungan seks
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1
Pada tabel 5.2, bila dilihat berdasarkan pernah atau tidaknya responden
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, terdapat 13 (12,4%) responden
yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik berupa
perilaku cium bibir, meraba daerah sensitif, seks oral, petting, dan/atau hubungan seks,
sedangkan 92 (87,6%) responden lainnya tidak pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hampir semua responden yang pernah melakukan perilaku
seksual berisiko, baik berupa perilaku cium bibir, meraba daerah sensitif, seks oral,
petting, dan/atau hubungan seks, melakukan perilaku seksual berisiko tersebut dengan
Universitas Indonesia
54
pacar. Namun terdapat 1 responden yang melakukan cium bibir dengan sahabat lawan
jenis.
Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko dalam
No. Jumlah (n) Persentase (%)
Berpacaran
1. Pernah 13 12,4
2. Tidak pernah 92 87,6
Universitas Indonesia
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Usia Saat Pubertas di SMK Putra Bangsa
Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Pubertas Jumlah (n) Persentase (%)
1. Pubertas dini 19 18,1
2. Normal 86 81,9
Universitas Indonesia
56
Jumlah Persentase
No. Perilaku Berpacaran
(n) (%)
8. Tahu mengenai adanya penyakit HIV/AIDS
Ya 94 89,5
Tidak 11 10,5
Tahu bahwa tidak berganti-ganti pasangan dan hanya
9.
berhubungan seks dengan satu orang dapat mencegah HIV/AIDS
Ya 64 61
Tidak 41 39
Tahu bahwa HIV/AIDS tidak dapat ditularkan melalui gigitan
10.
nyamuk
Ya 27 25,7
Tidak 78 74,3
Tahu bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi risiko
11.
tertular HIV/AIDS
Ya 28 26,7
Tidak 77 73,3
Tahu bahwa menunda melakukan hubungan seks pertama kali
12.
dapat mengurangi risiko tertular HIV/AIDS
Ya 27 25,7
Tidak 78 74,3
Tahu bahwa penggunaan jarumsuntik secara bergantian dapat
13.
menularkan virus HIV/AIDS
Ya 72 68,6
Tidak 33 31,4
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
14.
anaknya selama hamil
Ya 40 38,1
Tidak 65 61,9
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
15.
anaknya saat proses melahirkan
Ya 36 34,3
Tidak 69 65,7
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
16.
anaknya dengan menyusui
Ya 44 41,9
Tidak 61 58,1
17. Tahu mengenai adanya VCT (Voluntary HIV Counseling and Test)
Ya 22 21
Tidak 83 79
18. Tahu mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
Ya 59 56,2
Tidak 46 43,8
19. Tahu gejala IMS pada laki-laki
Ya 47 44,8
Tidak 58 55,2
20. Tahu gejala IMS pada perempuan
Ya 40 38,1
Tidak 65 61,9
Universitas Indonesia
perubahan fisik perempuan saat memasuki pubertas (83,8%). Aspek pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi yang paling sedikit diketahui oleh responden adalah
mengenai masa subur wanita (5,7%), petting dapat menyebabkan kehamilan (10,5%),
dan mengetahui adanya VCT (Voluntary HIV Counseling and Test) (21%).
Universitas Indonesia
58
Universitas Indonesia
Tabel 5.9 menunjukkan responden yang pernah memiliki pacar memiliki
proporsi yang lebih itnggi yaitu sebesar 69 (65,7%) responden.
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
Hasil analisis hubungan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 5 (26,3%) responden
yang mengalami pubertas dini pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Sementara, pada responden yang normal/ tidak mengalami pubertas dini,
ada 8 (9,3%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,057 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signfikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak
12 (23,5%) responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang rendah
pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada
responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang tinggi, terdapat 1
(1,9%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signfikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis menunjukkan pula nilai OR (95% CI: 2,034-
130,728)= 16,308, artinya responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
yang kurang mempunyai peluang 16,3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran daripada responden yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang baik.
Universitas Indonesia
62
Tabel 5.13 menunjukkan hasil analisis hubungan faktor penguat dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis hubungan antara komunikasi orang
tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 6 (17,1%) responden
dengan komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
yang kurang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Sementara,
pada responden dengan komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran yang cukup, terdapat 7 (10,0%) orang yang pernah melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,351
Universitas Indonesia
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signfikan antara komunikasi
orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara perilaku teman sebaya dalam berpacaran dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa pada responden yang
memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko, terdapat 12 (24,0%)
responden yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Sementara, pada responden yang tidak memiliki teman yang melakukan perilaku
seksual berisiko, terdapat 1 (1,8%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signfikan antara perilaku teman sebaya dalam
berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis
menunjukkan pula nilai OR (95% CI: 2,127-136,740)= 17,053, artinya responden yang
memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko mempunyai peluang 17 kali
untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran daripada responden yang
tidak memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko.
Universitas Indonesia
64
Tabel 5.14 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran
Faktor Pemungkin Nilai p OR (95% CI)
Pernah Tidak Pernah
n % n %
Kepemilikan
Pasangan
Pernah memiliki
12 17,4 57 82,6 7,368 (0,918-59,155)
pacar
0,032
Tidak pernah
1 2,8 35 97,2
memiliki pacar
Durasi Pertemuan
dengan Pasangan
Berisiko 9 15,3 50 84,7 1,890 (0,543-6,578)
0,311
Tidak berisiko 4 8,7 42 91,3
Akses Terhadap
Pornografi
Terpapar 12 15,0 68 85,0 4,235 (0,523-34,324)
0,183
Tidak terpapar 1 4,0 24 96,0
Universitas Indonesia
(95% CI: 0,918-59,155)= 7,368, artinya responden yang pernah memilki pacar
mempunyai peluang 7,37 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran daripada responden yang tidak pernah memiliki pacar.
Hasil analisis hubungan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 9
(15,3%) responden dengan durasi pertemuan dengan pasangan yang berisiko (kurang
dari 5 jam/minggu atau lebih dari 21 jam/minggu) pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada responden dengan durasi pertemuan
dengan pasangan yang tidak berisiko (5-21 jam/minggu atau tidak pernah memiliki
pacar), terdapat 4 (8,7%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,311 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signfikan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 12 (15,0%)
responden yang terpapar pornografi pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Sementara, pada responden yang tidak terpapar pornografi, terdapat 1
(4,0%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p= 0,183 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signfikan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran.
Universitas Indonesia
66
BAB 6
PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
menurut Imran (2013), ketiga perilaku tersebut merupakan bagian dari perkembangan
perilaku seksual remaja yang memungkinkan remaja menjadi lebih berani untuk
melukan perilaku seksual yang lebih lanjut atau berisiko. Oleh karena itu, siswa/i yang
hanya melakukan perilaku berpacaran tidak berisiko tetap membutuhkan bimbingan dari
berbagai pihak seperti orang tua dan/atau sekolah untuk memastikan siswa/i tetap tidak
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Bila dilihat berdasarkan pernah atau tidaknya siswa/i di SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020 melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, proporsi
siswa/i yang melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran adalah 12,4% dan
proporsi siswa/i yang tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran adalah 87,6%. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Mahmudah et
al. (2016) pada remaja di Kota Padang, dimana dalam penelitian ini proporsi remaja
yang melakukan dan tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko tidak terlalu
berbeda dengan penelitian ini, yaitu proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual
berisiko (20,9%) lebih kecil dibandingkan remaja yang tidak pernah melakukan perilaku
seksual berisiko (79,1%). Perilaku seksual sendiri dikatakan berisiko apabila perilaku
tersebut membawa akibat yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah, aborsi,
penyakit menular seksual (PMS), dan HIV/AIDS (Chandra et al., 2014). Meskipun
proporsi siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran cukup sedikit, namun besarnya dampak yang dapat
diakibatkan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran mengharuskan adanya tindakan
untuk mencegah siswa/i tersebut untuk tidak kembali melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, terdapat seorang
responden yang melakukan cium bibir dengan sahabat lawan jenis (bukan pacar). Salah
satu alasan dan merupakan alasan terbanyak yang menyebabkan remaja melakukan
perilaku seksual berisiko menurut Mahmudah et al. (2016) adalah karena ingin
tahu/coba-coba (50%). Hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa responden
tersebut melakukan perilaku seksual berisiko dengan sahabat lawan jenis tanpa memiliki
hubungan pacaran.
Universitas Indonesia
68
Universitas Indonesia
berpacaran remaja laki-laki dan tidak hanya terfokus kepada remaja perempuan
saja.
6.3.1.2 Hubungan Usia Saat Pubertas dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Terdapat 5 (26,3%) responden yang mengalami pubertas dini dan
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dan terdapat 8 (9,3%)
responden yang normal/ tidak mengalami pubertas dini dan melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signfikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Nurcahyani et al.
(2015) di Purwokerto yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia saat
pubertas dengan perilaku seksual berisiko. Namun, hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Mahmudah et al. (2016) pada remaja di Kota Padang,
dimana tidak ada hubungan signifikan antara usia saat pubertas dengan perilaku
seksual berisiko remaja.
Perubahan fisik dan perubahan hormon yang dialami remaja selama masa
pubertas menyebabkan remaja ingin mencoba dan terdorong untuk melakukan
aktivitas seksual (Sarwono, 2012). Pada remaja yang mengalami pubertas dini,
remaja dapat menjadi bingung dengan dorongan untuk melakukan aktivitas seksual
tersebut karena perubahan fisik dan hormon yang terjadi secara cepat dan lebih dulu
terjadi bila dibandingkan teman sebanyanya. Tanpa informasi mengenai kesehatan
reproduksi yang tepat dan memadai, remaja dapat memilih untuk mencari informasi
sendiri dengan cara mecoba-coba, atau mencari informasi di sumber yang tidak
tepat seperti pornografi, sehingga informasi yang didapatkan bisa salah/kurang
tepat dan mengakibatkan pemilihan perilaku seksual berisiko yang salah dalam
berpacaran.
Hubungan yang tidak signifikan dalam penelitian ini dapat dikarenakan oleh
faktor lain seperti kurangnya pengawasan orang tua dan sekolah, pengaruh teman
dan lingkungan, dan faktor lainnya yang mendukung remaja untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran seperti semakin mudahnya akses
internet untuk mencari informasi menganai aktivitas seksual sejak usia dini
Universitas Indonesia
70
sehingga remaja di segala umur menjadi lebih mudah untuk mendapatkan informasi
yang tidak tepat. Oleh karena itu penting diadakannya edukasi mengenai kesehatan
reproduksi yang melingkupi perilaku seksual berisiko dalam berpacaran agar
remaja dapat menjadi lebih bijak dalam memutuskan perilaku saat berpacaran.
Universitas Indonesia
dibutuhkannya, selain itu melalui internet, remaja pun dapat dengan mudah
berkonsulatasi dengan tenaga kesehatan secara online tanpa harus bertatap muka
bila memiliki masalah dengan kesehatan reproduksinya. Namun dengan adanya
internet, remaja pun semakin mudah untuk mendapatkan informasi yang salah
mengenai kesehatan reproduksi, sehingga penting diadakannya edukasi kesehatan
reproduksi yang memadai di sekolah untuk sebagai acuan informasi kesehatan
reproduksi bagi para siswa/i.
Universitas Indonesia
72
lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, sering kali sekolah
diharapkan dapat menjadi tempat bagi remaja untuk mendapatkan informasi
mengenai kesehatan dan perilaku seksual, namun bila sekolah tidak dapat memadai
pemberian informasi tersebut, maka remaja akan berusaha mencari informasi
tersebut dengan caranya sendiri. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab
mengapa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Diharapkan orang
tua dapat lebih aktif dalam memulai komunikasi kepada anak mengenai perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, serta menjadi role model yang baik dan tetap
melakukan pengawasan terhadap perilaku remaja dalam berpacaran.
Universitas Indonesia
Hubungan ini dapat berdampak positif bagi remaja untuk melatih komunikasi dan
mempelajari banyak hal seperti kepercayaan, kejujuran, serta keterampilan lainnya
yang berguna untuk memulai dan memelihara hubungan dengan sesamanya.
Sebaliknya, hubungan ini pun dapat bersifat negatif bila remaja melihat teman
sebayanya melakukan perilaku negatif, seperti melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran. Pada fase remaja, penerimaan oleh teman sebaya merupakan hal
yang penting bagi mereka. Akibatnya beberapa remaja tetap menyesuaikan
perilakunya dengan perilaku teman sebayanya, meskipun remaja tersebut
mengetahui bahwa perilaku tersebut merupakah perilaku negatif. Konformitas
perilaku ini muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain
karena tekanan sosial (Santrock, 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua
untuk membantu remaja menghadapi tekanan sosial dari teman sebayanya, dan
menanamkan nilai-nilai perilaku berpacaran yang baik sejak dini sehingga remaja
dapat tetap teguh bertahan dengan pendiriannya untuk tetap tidak melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Selain itu sekolah juga dapat
memanfaatkan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-
R) untuk mengadakan konseling sebaya, agar siswa/i dapat lebih mudah untuk
melakukan konseling bila memiliki masalah kesehatan reproduksi maupun perilaku
berpacaran bila siswa/i merasa canggung untuk melakukan konseling dengan guru
Bimbingan Konseling (BK).
Universitas Indonesia
74
Universitas Indonesia
Remaja sering kali menghabiskan waktu bersama pacar di tempat umum
seperti mall, bioskop, cafe, namun beberapa remaja juga memilih untuk bertemu
dengan pasangan di tempat yang lebih privat dan intim seperti di rumah, kost, atau
apartemen. Durasi pertemuan yang terlalu sedikit atau terlalu lama berpotensi
membuat remaja melakukan perilaku-perilaku seksual berisiko (Nursal, 2008).
Durasi pertemuan yang lebih singkat atau jarang dapat membuat remaja
memanfaatkan waktu pertemuan seefektif mungkin untuk melepas rindu,
sedangkan durasi pertemuan yang terlalu lama atau sering dapat memberi
kesempatan bagi remaja untuk mencoba-coba hal baru agar pertemuan dengan
pacar tidak membosankan.
Hubungan yang tidak signifikan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh
ada atau tidaknya kehadiran orang tua di tempat yang lebih privat seperti rumah
untuk memastikan remaja tidak melakukan perilaku seksual berisiko. Selain itu
kehadiran teman pun juga dapat mempengaruhi apakah remaja akan melakukan
perilaku seksual berisiko saat berpacaran atau tidak. Oleh karena itu, penting bagi
orang tua untuk mengawasi dan berkomunikasi secara aktif dengan remaja agar
lebih terbuka dalam memberi tahu lokasi berpacaran, serta menekankan batasan-
batasan perilaku yang perlu dihindari saat berpacaran.
Universitas Indonesia
76
Universitas Indonesia
BAB 7
7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan pernah atau tidaknya siswa/i melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, terdapat 13 (12,4%) siswa/i yang pernah
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik berupa perilaku
cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral (1,9%), petting
(1,9%), dan/atau hubungan seks (1,9%), sedangkan 92 (87,6%) siswa/i
lainnya tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
dengan proporsi perilaku berpegangan tangan (59%), berpelukan (29,5%),
dan cium pipi/kening (18,1%).
2. Terkait faktor predisposisi, terdapat 33,3% siswa berjenis kelamin laki-laki,
terdapat 18,1% siswa/i yang mengalami pubertas dini, dan terdapat 48,6%
siswa/i yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang
rendah.
3. Terkait faktor penguat, terdapat 33,3% siswa/i dengan komunikasi orang
tua/ wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran yang kurang,
dan terdapat 47,6% siswa/i yang memiliki teman yang melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran.
4. Terkait faktor pemungkin, terdapat 65,7% siswa/i yang pernah memiliki
pacar, terdapat 56,2% siswa/i yang memiliki durasi pertemuan dengan
pasangan yang berisiko, dan terdapat 76,2% siswa/i yang pernah terpapar
pornografi.
5. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020,
yaitu: jenis kelamin (nilai p= 0,029), dimana siswa berjenis kelamin laki-
laki mempunyai peluang 3,85 kali untuk melakukan perilaku seksual
Universitas Indonesia
78
7.2 SARAN
7.2.1 Saran bagi SMK Putra Bangsa Depok
1. Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan puskesmas, dinas kesehatan, LSM,
maupun universitas untuk menyediakan penyuluhan di sekolah terkait kesehatan
reproduksi dan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, terutama mengenai
pengetahuan bahwa wanita dapat hamil dengan satu kali hubungan seks, petting
dapat menyebabkan kehamilan, masa subur wanita, alat/ cara mencegah
kehamilan, penularan dan pencegahan HIV/ AIDS, dan gejala Infeksi Menular
Seksual (IMS) pada pria maupun wanita.
2. Guru Bimbingan Konseling (BK) diharapkan melakukan konseling dan dialog
agar terdapat unsur kedekatan dan personal sehingga siswa/i lebih mudah untuk
menerima dan mendapatkan informasi yang tepat mengenai kesehatan
Universitas Indonesia
reproduksi, yang pada akhirnya dapat membuat siswa/i memilki pemahaman
yang memadai untuk lebih bijak dalam berperilaku selama berpacaran.
3. Kembali mengaktifkan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-R) yang telah ada di SMK Putra Bangsa Depok agar siswa/i dapat
melakukan konseling dengan konselor sebaya bila merasa canggung untuk
melakukan konseling dengan guru BK, serta memberikan pembina PIK-R dari
pihak sekolah sehingga aktivitas PIK-R dapat lebih terlaksana dan terawasi.
Universitas Indonesia
80
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, K. et al. (2013) ‗The Role of Parental Monitoring and Affiliation with Deviant
Peers in Adolescents‘ Sexual Risk Taking: Toward an Interactional Model‘,
International Jornal of High Risk Behavior and Addiction, 2(1), pp. 22–27. doi:
10.5812/ijhrba.8554.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2018) ‗Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017‘. Jakarta: BKKBN.
Badan Pusat Statistik (2015) ‗Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015‘.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik (2018) ‗Statistik Pemuda Indonesia 2018‘. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Cheong, J. I., Lee, C. H. and Park, J. H. (2015) ‗The Effect of Early Menarche on The
Sexual Behaviors of Korean Female Adolescents‘, Annals of Pediatric Endocrinology
& Metabolism, 20(3), pp. 130–135.
Critchell, S. (2012) Parents Likely Affect Kids Attitude Toward Sex. Unites States:
Associated Press.
Degenova and Rice (2005) Intimate Relationships, Marriages & Families. 6th Ed. New
York: McGraw-Hill.
Universitas Indonesia
Kesehatan RI (2011) Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Fadhilah, N. (2013) ‗Dampak Media Pornografi Terhadap Perilaku Seks Pranikah pada
Remaja‘, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1), pp. 12–21. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/334651373_Dampak_Media_Pornografi_Terh
adap_Perilaku_Seks_Pranikah_Pada_Remaja.
Firman, S. (2017) Hubungan Komunikasi Orang Tua dalam Pendidikan Seks dengan
Perilaku Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Pundong Bantul
Yogyakarta. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
Gonzalez (2011) ‗The Relation Between Perceives Parenting Practice and Achievement
Motivation‘, Journal of Research in Childhood Education, 21(2), pp. 203–217.
Gustina, E. (2017) ‗Komunikasi Orang Tua-Remaja dan Pedidikan Orang Tua dengan
Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja‘, Unnes Journal of Public Health, 6(2), pp.
131–136.
Imran (2013) Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI, IPPF, BKKBN &
Universitas Indonesia
82
UNFPA.
Universitas Indonesia
dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang‘, Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), pp.
448–455.
Munawaroh, F. (2012) ‗Konsep Diri, Intensitas Komunikasi Orang Tua – Anak, dan
Kecenderungan Perilaku Seks Pranikah Personal‘, Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), pp.
105–111.
Notoatmodjo, S. (2010) Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. 2nd Ed. Jakarta: OT
Rineka Cipta.
Oktarina and Sari, D. P. (2017) ‗Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa di 7 SMA/K di
Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok‘, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM Kesehatan, 3(1), pp. 62–66.
Pangkahila, A. (2004) Perilaku Seksual Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto.
Pew Research Center (2015) ‗Teens Relationship Survey‘. Washington, DC: Pew
Research Center.
Universitas Indonesia
84
Putro, K. Z. (2017) ‗Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja‘, Jurnal
Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), pp. 25–32.
Reis, M. et al. (2011) ‗The Effects of Sex Education in Promoting Sexual and
Reproductive Health in Portuguese Students‘, Procedia - Social and Behavioral
Sciences. Elsevier B.V., 29(21), pp. 477–485. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.266.
Rosdiana (2009) Pokok-pokok Pikiran Pendidikan Seks Untuk Remaja dalam Kesehatan
Reproduksi Remaja. Jakarta: YLKI & The Ford Foundation.
Samino (2012) ‗Analisis perilaku sex remaja SMAN 14 Bandar Lampung‘, Jurnal
Dunia Kesmas, 1(4), pp. 56–62.
Sari, S. N. (2012) Perilaku Seksual dan Faktor yang Berhubungan pada Mahasiswa S1
Reguler Fakultas X Universitas Indonesia Tahun 2012. Universitas Indonesia.
Sarwono, S. (2010) ‗Seksualitas dan Fertilisasi Remaja‘. Jakarta: Rajawali & PKBI.
Universitas Indonesia
Sternberg, R. (2013) ‗Measuring Love‘, The Psychologist, 26(2), p. 101.
UNFPA (2010) ‗Adolescent Sexual and Reproductive Health Toolkit for Humanitarian
Settings‘. New York: United Nations Population Fund.
Universitas Indonesia
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Selamat pagi/siang/sore/malam
Kuesioner ini terdiri dari empat bagian, dan pengisian kuesioner ini akan membutuhkan
waktu sekitar 20 – 25 menit. Semua informasi yang diberikan dalam kuesioner ini
bersifat rahasia dan nama Saudara/Saudari tidak akan saya cantumkan dalam
pelaporannya. Jika Saudara/Saudari bersedia untuk berpartisipasi, perlu diketahui bahwa
pengisian kuesioner ini dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Saudara/Saudari
berhak untuk berhenti mengisi kuesioner ini kapanpun diinginkan dan tidak akan
mendapatkan konsekuensi apapun bila memutuskan untuk tidak mengisi kuesioner ini.
Pengisian kuesioner ini pun tidak memiliki manfaat langsung kepada Saudara/Saudari,
tetapi informasi yang Anda berikan bermanfaat untuk pengembangan pendidikan
seksual yang komprehensif di SMK Putra Bangsa Depok.
Apabila ada hal-hal yang kurang dimengerti, kurang jelas, atau memiliki pertanyaan
lebih lanjut terkait penelitian ini, Saudara/Saudari dapat menghubungi saya melalui
telepon/whatsapp: 081280352562; Line: liafau; atau email: emilia.chrystin@ui.ac.id
Apabila Saudara/Saudari telah memahami hak yang dijelaskan di atas dan setuju untuk
menjadi partisipan dalam tugas akhir ini, mohon untuk mengisi pernyataan di bawah ini.
Apakah Anda bersedia untuk mengisi kuesioner ini?
o Ya
o Tidak
Universitas Indonesia
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL
BERISIKO DALAM BERPACARAN PADA SISWA/I SMK PUTRA BANGSA
DEPOK
Petunjuk pengisian:
1. Penelitian ini bersifat anonim. Oleh karena itu, Anda diminta untuk mengisi
pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan pengalaman
Anda.
2. Jawablah pertanyaan berikut dengan cara mengklik jawaban yang Anda anggap
benar dan sesuai dengan keaadan Anda.
3. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
Anda tidak dibenarkan untuk bertanya kepada teman atau mencari jawaban di
internet.
4. Jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti atau kurang jelas, Anda dipersilahkan
untuk bertanya kepada saya melalui kontak yang ada.
5. Jawaban Anda tidak akan mempengaruhi nilai Anda dan nama baik sekolah
Anda.
6. Semua pertanyaan di bawah ini wajib untuk dijawab. Jika ada pertanyaan yang
terlewat, maka Anda akan diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut agar
dapat mensubmit atau mengumpulkan kuesioner ini.
A. Karakteristik Individu
2. [Pertanyaan ini khusus untuk laki-laki] Pada umur berapa Anda pertama kali
mengalami mimpi basah?
_____ tahun.
3. [Pertanyaan ini khusus untuk perempuan] Pada umur berapa Anda pertama kali
mengalami menstruasi?
_____ tahun.
Universitas Indonesia
B. Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
5. Berapa lama waktu yang Anda habiskan setiap minggu bersama pacar?
_____ jam/minggu.
Universitas Indonesia
Bila pernah, dengan siapa? ______
C. Komunikasi dengan Orang Tua, Perilaku Teman Sebaya, dan Akses Pornografi
9. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan cium bibir, sehingga
mendorong Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
10. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah meraba daerah sensitif lawan
jenis (payudara, paha atas, vagina, penis, atau bokong), sehingga mendorong
Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
Universitas Indonesia
11. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan seks oral
(memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis atau menstimulasi alat
kelamin pasangan dengan mulut dan lidah), sehingga mendorong Anda untuk
melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
13. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seks,
sehingga mendorong Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
18. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan perubahan yang dialami remaja
laki-laki saat mengalami pubertas (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Pertumbuhan otot
2. Penis dan testis membesar
3. Perubahan suara (menjadi lebih keras dan berat)
4. Mimpi basah
5. Pertumbuhan rambut di beberapa bagian tubuh (muka, sekitar kemaluan,
ketiak, dada, kaki, dan lengan)
6. Tumbuh jakun
Universitas Indonesia
7. Jaringan kulit menjadi lebih kasar
8. Lainnya, tuliskan: ..................
9. Tidak tahu
19. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan perubahan yang dialami remaja
perempuan saat mengalami pubertas (Anda boleh memilih lebih dari 1
jawaban)
1. Pertumbuhan rambut pada sekitar kemaluan dan ketiak
2. Pertumbuhan payudara
3. Menstruasi
4. Pinggul semakin lebar
5. Kulit semakin halus
6. Suara semakin nyaring (melengking)
7. Lainnya, tuliskan: ..................
8. Tidak tahu
20. Apakah wanita dapat hamil jika hanya satu kali melakukan hubungan seksual?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
21. Apakah menggesekkan alat kelamin dengan alat kelamin lawan jenis (petting)
dapat menyebabkan kehamilan?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
22. Apakah ada hari-hari tertentu dimana wanita lebih mungkin bisa hamil?
1. Ya, menjelang menstruasi
2. Ya, selama menstruasi
3. Ya, segera setelah menstruasi berakhir
4. Ya, di tengah antara 2 masa menstruasi
5. Tidak ada
6. Tidak tahu
23. Berikut ini adalah berbagai macam alat atau cara yang dapat digunakan untuk
mecegah kehamilan. Pilihlah alat/cara pencegahan kehamilan yang Anda ketahui
(Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Sterilisasi wanita/Tubektomi/MOW
2. Sterilisasi pria/Vasektomi/MOP
3. IUD/AKDR/spiral
4. Suntikan/injeksi
5. Susuk KB/implan
6. Pil KB
7. Kondom
8. Intravag/diafragma
Universitas Indonesia
9. Kontrasepsi darurat/Emergency (Pil khusus untuk mencegah kehamilan yang
diminum setelah berhubungan seks)
10. Metode Amenorrhea Laktasi (metode pencegahan kehamilan untuk ibu
menyusui)
11. Pantang berkala/kalender (sengaja tidak berhubungan seks pada hari-hari
dimana wanita berkemungkinan besar untuk hamil)
12. Senggama terputus (Pria mengeluarkan air maninya di luar vagina ketika
berhubungan seks)
13. Lainnya, tuliskan: ..................
14. Tidak tahu
24. Berikut ini adalah tempat sumber sumber informasi dan konseling tentang
kesehatan reproduksi bagi remaja. Pilihlah tempat yang Anda ketahui (Anda
boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja/Mahasiswa
(PIK-R/M)
2. Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
3. Youth Center
4. Lainnya, tuliskan: ..................
5. Tidak tahu
25. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit yang disebut HIV/AIDS?
0. Ya (Bila ya, lanjut ke pertanyaan no. 26)
1. Tidak (Bila tidak, lanjut ke pertanyaan no.36)
28. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular virus HIV/AIDS dengan cara
memakai kondom setiap melakukan hubungan seks?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
29. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular virus HIV/AIDS dengan cara
menunda melakukan hubungan seks pertama kali?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
30. Bisakah seseorang terkena virus HIV/AIDS karena menggunakan jarum suntik
yang sama secara bergantian?
Universitas Indonesia
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
31. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama
hamil?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
32. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya saat
proses melahirkan?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
33. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya dengan
menyusui?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
34. Apakah Anda tahu tetang adanya tes HIV/AIDS yang bernama Voluntary HIV
Counseling and Testing (VCT)?
0. Ya 1. Tidak
35. Pilihlah infeksi menular seksual di bawah ini yang Anda ketahui (Anda boleh
memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Siphilis/Raja singa
2. Gonorrhea/Kencing nanah
3. Condyloma acuminata/Jengger ayam
4. Chancroid/Luka nyeri
5. Clamydia/Klamidia
6. Kandidiasis/Keputihan karena jamur
7. Herpes genital/Bintil-bintil
8. Lainnya, tuliskan: ..................
9. Tidak tahu
36. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan gejala infeksi menular seksual
pada laki-laki (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Nyeri perut
2. Nanah keluar dari alat kelamin (kencing nanah)
3. Cairan bau keluar dari alat kelamin
4. Kemerahan/radang pada alat kelamin
5. Bengkak pada alat kelamin
6. Luka/bisul pada alat kelamin
7. Kutil pada alat kelamin
8. Gatal pada alat kelamin
9. Kencing darah
10. Berat badan turun
11. Impoten
Universitas Indonesia
12. Lainnya, tuliskan: ..................
13. Tidak tahu
37. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan gejala infeksi menular seksual
pada perempuan (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Nyeri perut
2. Keputihan
3. Keputihan yang berbau
4. Rasa nyeri/panas pada saluran kencing
5. Kemerahan/radang pada alat kelamin
6. Bengkak pada alat kelamin
7. Luka/bisul pada alat kelamin
8. Kutil pada alat kelamin
9. Gatal pada alat kelamin
10. Kencing darah
11. Berat badan turun
12. Sulit hamil
13. Lainnya, tuliskan: ..................
14. Tidak tahu
SELESAI
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA
Universitas Indonesia
Lampiran Hasil Uji Similarity (Turnitin)
Universitas Indonesia
Lampiran Output SPSS
1. Analisis Univariat
- Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
Berpegangan tangan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 43 41,0 41,0 41,0
k
Ya 62 59,0 59,0 100,0
Total 105 100,0 100,0
Berpelukan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 74 70,5 70,5 70,5
k
Ya 31 29,5 29,5 100,0
Total 105 100,0 100,0
Cium pipi/kening
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 86 81,9 81,9 81,9
k
Ya 19 18,1 18,1 100,0
Total 105 100,0 100,0
Cium bibir
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 92 87,6 87,6 87,6
k
Ya 13 12,4 12,4 100,0
Total 105 100,0 100,0
Universitas Indonesia
Meraba daerah sensitif
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 97 92,4 92,4 92,4
k
Ya 8 7,6 7,6 100,0
Total 105 100,0 100,0
Seks oral
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0
Petting
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0
Hubungan seks
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0
Universitas Indonesia
y Percent Percent
Valid Pernah melakukan 13 12,4 12,4 12,4
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Tidak pernah melakukan 92 87,6 87,6 100,0
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Total 105 100,0 100,0
- Jenis Kelamin
Jenis kelamin
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Laki-laki 35 33,3 33,3 33,3
d Perempuan 70 66,7 66,7 100,0
Total 105 100,0 100,0
Universitas Indonesia
Komunikasi orang tua /wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Kuran 35 33,3 33,3 33,3
d g
Baik 70 66,7 66,7 100,0
Total 105 100,0 100,0
- Kepemilikan Pasangan
Memiliki pasangan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Pernah memiliki pacar 69 65,7 65,7 65,7
Tidak pernah memiliki 36 34,3 34,3 100,0
pacar
Total 105 100,0 100,0
Universitas Indonesia
Vali Berisiko 59 56,2 56,2 56,2
d Tidak berisiko 46 43,8 43,8 100,0
Total 105 100,0 100,0
2. Analisis Bivariat
Crosstab
Perilaku seksual berisiko dalam Total
berpacaran
Pernah Tidak pernah
Jenis kelamin Laki-laki Count 8 27 35
% within Jenis kelamin 22,9% 77,1% 100,0%
Perempuan Count 5 65 70
% within Jenis kelamin 7,1% 92,9% 100,0%
Total Count 13 92 105
% within Jenis kelamin 12,4% 87,6% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 5,311 1 ,021
b
Continuity Correction 3,962 1 ,047
Likelihood Ratio 4,981 1 ,026
Fisher's Exact Test ,029 ,026
Linear-by-Linear 5,261 1 ,022
Association
Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,33.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis 3,852 1,155 12,841
kelamin (Laki-laki /
Perempuan)
For cohort Perilaku 3,200 1,130 9,063
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,831 ,686 1,006
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Usia saat Pubertas dini Count 5 14 19
pubertas % within Usia saat 26,3% 73,7% 100,0%
pubertas
Tidak pubertas dini Count 8 78 86
% within Usia saat 9,3% 90,7% 100,0%
pubertas
Total Count 13 92 105
% within Usia saat 12,4% 87,6% 100,0%
pubertas
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 4,152 1 ,042
b
Continuity Correction 2,732 1 ,098
Likelihood Ratio 3,503 1 ,061
Fisher's Exact Test ,057 ,057
Linear-by-Linear 4,113 1 ,043
Association
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,35.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Usia saat 3,482 ,994 12,201
pubertas (Pubertas dini /
Tidak pubertas dini)
For cohort Perilaku 2,829 1,040 7,696
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,812 ,616 1,072
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Universitas Indonesia
pernah
Pengetahuan Kurang Count 12 39 51
kesehatan % within Pengetahuan 23,5% 76,5% 100,0%
reproduksi kesehatan reproduksi
Baik Count 1 53 54
% within Pengetahuan 1,9% 98,1% 100,0%
kesehatan reproduksi
Total Count 13 92 105
% within Pengetahuan 12,4% 87,6% 100,0%
kesehatan reproduksi
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,362 1 ,001
b
Continuity Correction 9,451 1 ,002
Likelihood Ratio 13,024 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear 11,253 1 ,001
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,31.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for 16,308 2,034 130,728
Pengetahuan kesehatan
reproduksi (Kurang / Baik)
For cohort Perilaku 12,706 1,713 94,240
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,779 ,666 ,911
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105
Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Komunikasi orang tua Kurang Count 6 29 35
/wali terkait perilaku % within Komunikasi 17,1% 82,9% 100,0%
seksual berisiko dalam orang tua /wali terkait
berpacaran perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Baik Count 7 63 70
% within Komunikasi 10,0% 90,0% 100,0%
orang tua /wali terkait
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Total Count 13 92 105
% within Komunikasi 12,4% 87,6% 100,0%
orang tua /wali terkait
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 1,097 1 ,295
b
Continuity Correction ,538 1 ,463
Likelihood Ratio 1,052 1 ,305
Fisher's Exact Test ,351 ,228
Linear-by-Linear 1,087 1 ,297
Association
Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,33.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for 1,862 ,575 6,034
Komunikasi orang tua
/wali terkait perilaku
seksual berisiko dalam
berpacaran (Kurang /
Baik)
For cohort Perilaku 1,714 ,623 4,717
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,921 ,777 1,091
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Perilaku teman Memiliki teman yang Count 12 38 50
sebaya dalam melakukan perilaku % within 24,0% 76,0% 100,0%
berpacaran seksual berisiko sehingga Perilaku teman
mendorong responden sebaya dalam
melakukan hal yang sama berpacaran
Tidak memiliki teman Count 1 54 55
yang melakukan perilaku % within 1,8% 98,2% 100,0%
Universitas Indonesia
seksual berisiko sehingga Perilaku teman
mendorong responden sebaya dalam
melakukan hal yang sama berpacaran
Total Count 13 92 105
% within 12,4% 87,6% 100,0%
Perilaku teman
sebaya dalam
berpacaran
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,879 1 ,001
b
Continuity Correction 9,922 1 ,002
Likelihood Ratio 13,530 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear 11,766 1 ,001
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,19.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Perilaku 17,053 2,127 136,740
teman sebaya dalam
berpacaran (Memiliki
teman yang melakukan
perilaku seksual berisiko
sehingga mendorong
responden melakukan hal
yang sama / Tidak
memiliki teman yang
melakukan perilaku
seksual berisiko sehingga
mendorong responden
Universitas Indonesia
melakukan hal yang
sama)
For cohort Perilaku 13,200 1,780 97,899
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,774 ,660 ,908
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Crosstab
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Memiliki Pernah memiliki Count 12 57 69
pasangan pacar % within Memiliki 17,4% 82,6% 100,0%
pasangan
Tidak pernah Count 1 35 36
memiliki pacar % within Memiliki 2,8% 97,2% 100,0%
pasangan
Total Count 13 92 105
% within Memiliki 12,4% 87,6% 100,0%
pasangan
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 4,657 1 ,031
b
Continuity Correction 3,407 1 ,065
Likelihood Ratio 5,734 1 ,017
Fisher's Exact Test ,032 ,025
Linear-by-Linear 4,613 1 ,032
Association
N of Valid Cases 105
Universitas Indonesia
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,46.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Memiliki 7,368 ,918 59,155
pasangan (Pernah
memiliki pacar / Tidak
pernah memiliki pacar)
For cohort Perilaku 6,261 ,847 46,253
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,850 ,752 ,959
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Crosstab
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Durasi pertemuan Berisiko Count 9 50 59
dengan pasangan % within Durasi 15,3% 84,7% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan
Tidak Count 4 42 46
berisiko % within Durasi 8,7% 91,3% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan
Total Count 13 92 105
% within Durasi 12,4% 87,6% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 1,025 1 ,311
b
Continuity Correction ,509 1 ,475
Likelihood Ratio 1,056 1 ,304
Fisher's Exact Test ,381 ,240
Linear-by-Linear 1,015 1 ,314
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,70.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Durasi 1,890 ,543 6,578
pertemuan dengan
pasangan (Berisiko /
Tidak berisiko)
For cohort Perilaku 1,754 ,576 5,339
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,928 ,807 1,068
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Universitas Indonesia
Crosstabulation
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Akses terhadap Terpapar Count 12 68 80
pornografi % within Akses 15,0% 85,0% 100,0%
terhadap pornografi
Tidak Count 1 24 25
terpapar % within Akses 4,0% 96,0% 100,0%
terhadap pornografi
Total Count 13 92 105
% within Akses 12,4% 87,6% 100,0%
terhadap pornografi
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 2,125 1 ,145
b
Continuity Correction 1,232 1 ,267
Likelihood Ratio 2,603 1 ,107
Fisher's Exact Test ,183 ,130
Linear-by-Linear 2,104 1 ,147
Association
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,10.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Akses 4,235 ,523 34,324
terhadap pornografi
(Terpapar / Tidak
terpapar)
For cohort Perilaku 3,750 ,513 27,432
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
Universitas Indonesia
For cohort Perilaku ,885 ,784 1,000
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105
Universitas Indonesia