Anda di halaman 1dari 127

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


SEKSUAL BERISIKO DALAM BERPACARAN PADA SISWA/I DI
SMK PUTRA BANGSA DEPOK TAHUN 2020

SKRIPSI

EMILIA CHRYSTIN
1606837032

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
JULI 2022
UNIVERSITAS INDONESIA

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU


SEKSUAL BERISIKO DALAM BERPACARAN PADA SISWA/I DI
SMK PUTRA BANGSA DEPOK TAHUN 2020

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

EMILIA CHRYSTIN
1606837032

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
JULI 2022

ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Emilia Chrystin

NPM : 1606837032

Tanda Tangan :

Tanggal : 30 Juni 2022


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :


Nama : Emilia Chrystin
NPM : 1606837032
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Seksual Berisiko dalam Berpacaran pada Siswa/i di
SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes (........................................)

Penguji : dra. C. Endah Wuryaningsih, M.Kes (........................................)

Penguji : dr. Zakiah, MKM (........................................)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 30 Juni 2022

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun penulisan skripsi ini
yang berjudul ―Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran pada Siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020‖ dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana (S1)
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya penulisan skripsi ini adalah berkat
dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah ikut membantu serta
memberikan dorongan baik berupa material maupun non-material, dari masa
perkuliahan hingga selesainya skripsi ini. Oleh karena itu, dengan hormat dan
kerendahan hati, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Ibu Dr. drg. Ella Nurlaella Hadi, M.Kes selaku pembimbing akademik yang
dengan sabar membimbing penulis serta memberikan ilmu, persetujuan, dan
semangat sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dengan lancar dan
dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu dra. C. Endah Wuryaningsih, M.Kes dan dr. Zakiah, MKM yang telah
meluangkan waktunya untuk menjadi penguji skripsi ini dan banyak
memberikan saran yang membangun.
3. Pihak SMK Putra Bangsa Depok yang telah memberi izin untuk menjadi tempat
penelitian.
4. Papaku Ariston B. Fau yang berada di sisi-Nya, mamaku Gokmaroha S., kedua
abangku Saut Frederick Fau dan Rael Fanayama Fau, serta kakakku Shinta Clara
Fau yang selalu dengan sabar mendoakanku, menenangkanku, dan memastikan
kelulusanku dengan dukungan moral dan materi.
5. Keponakanku Kayla yang hadir menjadi terang di masa gelapku dan menjadi
pendorongku sehingga skripsi ini bisa selesai.
6. Ibu Margawati yang berhati tulus membantu perkuliahan saya secara finansial
hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman Mean Girls (Hotma, Acint, Petty), teman-teman FKM khususnya
(Aida, Puti, Memey, Chintya, Jihan, Hasna, Dhila, Uweish, Cele, Vidya, Tya),
serta teman FKM lainnya yang selalu mendukung, menghibur, dan membantu
penulis sehingga bisa tetap semangat menyelesaikan skripsi ini.
8. Keluarga besar FKM UI yang telah memberikan ilmu dan membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Semua pihak lainnya yang telah membantu selesainya skripsi ini yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
penulis harapkan untuk perbaikan.
Akhir kata, penulis berharap semoga Tuhan YME berkenan membalas kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis,
pengembangan ilmu, dan seluruh pihak yang membacanya.

Depok, 22 Juni 2022

Penulis

vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:

Nama : Emilia Chrystin


NPM : 1606837032
Program Studi: Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
―Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020‖

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola
dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir
saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 30 Juni 2022
Yang menyatakan

(Emilia Chrystin)
ABSTRAK

Nama : Emilia Chrystin


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran pada Siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok Tahun
2020

Jumlah remaja yang terus bertambah mengharuskan kesehatan remaja untuk lebih
diperhatikan. Hal ini termasuk kesehatan reproduksi remaja. Nyatanya, perkawinan di
bawah umur, melahirkan di usia remaja, serta Infeksi Menular Seksual (IMS) masih
banyak terjadi pada remaja yang disebabkan oleh perilaku seksual berisiko. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020. Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan desain studi
cross-sectional. Pengumpulan data dilakukan secara primer dengan menggunakan
kuesioner online yang bersifat self-administrated. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
12,4% siswa/i pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik
berupa perilaku cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral (1,9%),
petting (1,9%), dan/atau hubungan seks (1,9%). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020 adalah jenis kelamin, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi,
perilaku teman sebaya dalam berpacaran, dan kepemilikan pasangan. Berdasarkan
penelitian, dibutuhkan penyuluhan dan kurikulum pendidikan seksual yang mencakup
kesehatan reproduksi hingga perilaku seksual, serta mengaktifkan peran guru
Bimbingan Konseling (BK) dan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-R) sebagai sarana konseling dan sumbeer informasi mengenai kesehatan
reproduksi bagi siswa/i.
Kata kunci: Remaja, perilaku seksual berisiko, pacaran

viii
ABSTRACT

Name : Emilia Chrystin


Study Program : Public Health
Title : Factors Associated with Risky Sexual Behavior in Dating Among
Students at Putra Bangsa Depok Vocational High School in 2020

The growing number of teenagers makes the health of teenagers need to be given more
attention. This includes adolescent reproductive health. The reality is, underage
marriage, giving birth at a young age, and sexually transmitted infections (STIs) still
occur in adolescents due to risky sexual behavior. This study aimed to get the overview
of student‘s risky sexual berhavior in dating and determine what factors associated with
risky sexual behavior in dating among students at SMK Putra Bangsa Depok in 2020.
This research method is quantitative with cross-sectional study design. Data was
collected primarily by using a self-administered online questionnaire. The results
showed that 12.4% of students had risky sexual behavior in dating either in the form of
kissing lips (12.4%), touching sensitive areas (7.6%), oral sex (1.9%), petting (1.9%),
and/or having sex (1.9%). Factors related to risky sexual behavior in dating among
students at SMK Putra Bangsa Depok in 2020 are gender, knowledge of reproductive
health, peer behavior in dating, and partner ownership. Based on the research,
counseling and sexual education curriculum that cover reproductive health up to sexual
behavior are needed, as well as activating the role of school guidance counselor and the
Adolescent Reproductive Health Information and Counseling Center as counseling
facilities and sources of information on reproductive health for students.
Keywords: Adolescents, risky sexual behavior, dating
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... ii


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH . vii
ABSTRAK .................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ xv
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................................. xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ........................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 7
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 7
1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 7
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................... 8
1.5.1 Manfaat bagi SMK Putra Bangsa Depok .................................................... 8
1.5.2 Manfaat bagi Dinas Pendidikan Provinsi .................................................... 8
1.5.3 Manfaat bagi Dinas Kesehatan .................................................................... 8
1.5.4 Manfaat bagi Pengembangan Penelitian ..................................................... 8
1.6 Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 10


2.1 Perilaku Berpacaran ........................................................................................... 10
2.1.1 Definisi Perilaku Berpacaran .................................................................... 10
2.1.2 Proses Percintaan Remaja ......................................................................... 11
2.2 Perilaku Seksual Remaja dan Dampaknya ........................................................ 12
2.3 Remaja ............................................................................................................... 19
2.3.1 Definisi Remaja ......................................................................................... 19
2.3.2 Permasalahan Umum pada Remaja .......................................................... 20
2.3.3 Pertumbuhan Fisik Remaja ....................................................................... 22
2.3.4 Perkembangan Psikologis Remaja ............................................................ 22
2.3.5 Kesehatan Reproduksi Remaja.................................................................. 23
2.4 Model Green ...................................................................................................... 28
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Remaja ............................................................................................................. 29

x
2.6 Kerangka Teori .................................................................................................. 34

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS 36


3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................... 36
3.2 Definisi Operasional .......................................................................................... 38
3.3 Hipotesis ............................................................................................................ 43

BAB 4 METODE PENELITIAN ................................................................................ 44


4.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 44
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 44
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................................... 44
4.3.1 Populasi Penelitian .................................................................................... 44
4.3.2 Sampel Penelitian ...................................................................................... 44
4.4 Besar Sampel ..................................................................................................... 44
4.5 Pengumpulan Data ............................................................................................. 46
4.5.1 Instrumen Penelitian .................................................................................. 46
4.5.2 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 47
4.6 Pengolahan Data ................................................................................................ 48
4.7 Analisis Data ...................................................................................................... 49

BAB 5 HASIL PENELITIAN...................................................................................... 52


5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian................................................................. 52
5.2 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran, Faktor Predisposisi,
Faktor Penguat, dan Faktor Pemungkin ................................................................... 52
5.2.1 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran .......................... 52
5.2.2 Gambaran Faktor Predisposisi .................................................................. 54
5.2.3 Gambaran Faktor Penguat ......................................................................... 57
5.2.4 Gambaran Faktor Pemungkin.................................................................... 58
5.3 Hubungan Faktor Predisposisi, Faktor Penguat, dan Faktor Pemungkin dengan
Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran .......................................................... 60
5.3.1 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 60
5.3.2 Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 62
5.3.3 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 64

BAB 6 PEMBAHASAN ............................................................................................... 66


6.1 Keterbatasan Penelitian ...................................................................................... 66
6.2 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran ................................... 66
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran ............................................................................................................... 68
6.3.1 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 68
6.3.2 Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 71
6.3.3 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran .......................................................................................................... 73
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 77
7.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 77
7.2 Saran .................................................................................................................. 78
7.2.1 Saran bagi SMK Putra Bangsa Depok ...................................................... 78
7.2.2 Saran bagi Dinas Pendidikan Provinsi ...................................................... 79
7.2.3 Saran bagi Dinas Kesehatan ...................................................................... 79
7.2.4 Saran bagi Pengembangan Penelitian ....................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 80

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ...................................................................................... 42


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Model Green ............................................................................................. 29

Gambar 2.2 Kerangka Teori Terjadinya Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Remaja ................................................................................................................... 34

Gambar 3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 37

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ................................................. 86

Lampiran 2. Kuesioner Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual


Berisiko dalam Berpacaran Pada Siswa/I SMK Putra Bangsa Depok ........................... 87

Lampiran 3. Hasil Uji Similarity (Turnitin) ................................................................ 95


DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


Pusdatin : Pusat Data dan Informasi
SUPAS : Survei Penduduk Antar Sensus
HPV : Human Papillomavirus
HIV : Human Immunodeficiency Virus
AIDS : Acquired Immune Deficiency Syndrome
ASFR : Age Specific Fertility Rate
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
IMS : Infeksi Menular Seksual
UNICEF : United Nations Children's Fund
CSE : Comprehensive Sex Education
UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
BK : Bimbingan Konseling
PMS : Penyakit Menular Seksual
KRR : Kesehatan Reproduksi Remaja
UNFPA : United Nations Population Fund
KKBPK : Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga
PIK-R/M : Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja/Mahasiswa
PKPR : Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja
KB : Keluarga Berencana
MOW : Metode Operasi Wanita
MOP : Metode Operasi Pria
IUD : Intrauterine Device
AKDR : Alat Kontrasepsi Dalam Rahim
MAL : Metode Amenorrhea Laktasi
VCT : Voluntary HIV Counseling and Testing

xvi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Remaja didefinisikan sebagai orang yang berusia antara 10 dan 19 tahun oleh
World Health Organization (WHO). Selain itu, remaja merupakan fase peralihan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa yang berlangsung antara usia 10 sampai dengan 18
tahun, menurut Peraturan Nomor 25 Tahun 2014 yang diterbitkan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Pada tahun 2015,
terdapat 10,9 juta remaja perempuan di Indonesia yang berada di antara usia 10 dan 14
tahun, dan terdapat 11,2 juta remaja laki-laki pada rentang usia yang sama. Terdapat
pula 10,95 juta remaja putri di Indonesia antara usia 15 dan 19 secara keseluruhan, dan
terdapat 11,1 juta remaja laki-laki dalam kelompok usia yang sama ini. (SUPAS, 2015).
Jumlah remaja ini terus bertambah hingga saat ini dikarenakan Indonesia sedang
menikmati masa bonus demografi. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan remaja harus
lebih diperhatikan karena remaja-remaja inilah yang akan menggerakkan perekonomian
negara ini. Namun, kenyataannya perkawinan di bawah umur 16 tahun masih terjadi di
Indonesia, di mana usia kawin pertama yang terlalu dini ini dapat meningkatkan risiko
perempuan untuk terkena infeksi Human Papilloma Virus (HPV). Selain itu, dapat
meningkatkan kemungkinan remaja hamil pada usia terlalu dini dan mengembangkan
penyakit menular seksual lainnya, seperti infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
(BPS, 2018).
Angka Kesuburan Spesifik Usia, atau ASFR, untuk wanita berusia 15 hingga 19
tahun telah menurun dari 48 anak per 1.000 wanita pada tahun 2012 menjadi 36 anak
per 1.000 wanita pada tahun 2017, menurut data SDKI 2017. Hal ini mencerminkan
terdapat penurunan 16 anak dari ASFR tahun 2012. Akan tetapi, RPJMN IV 2020–2024
memiliki target 18 anak untuk setiap 1.000 perempuan. Oleh karena itu dapat diketahui
bahwa ASFR saat ini masih sangat jauh dari targe (Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2019). Selain itu, menurut data SDKI 2017, 7,1% remaja putri berusia 15
hingga 19 tahun pernah melahirkan atau sedang mengandung. Pada Provinsi Jawa Barat

1
Universitas Indonesia
2

persentase ini bahkan lebih tinggi yaitu sebesar 8,6%. Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan karena remaja sejatinya masih dalam masa perkembangan, baik secara
fisik maupun psikologis.
Prevalensi remaja wanita yang terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) pun
cukup tinggi yaitu mencapai 20,5% (SDKI, 2017), sedangkan pengetahuan remaja
Indonesia mengenai cara pencegahan HIV/AIDS masih sangat memprihatinkan.
Pengetahuan bahwa penggunaan kondom dan pembatasan aktivitas seksual pada satu
pasangan dapat membantu mencegah penularan HIV dan AIDS hanya diketahui oleh
40,3% remaja putri dan 53,5% remaja laki-laki. Hal ini mungkin menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan sebagian besar ODHA berada pada kelompok usia antara 15
dan 49 tahun, yang juga merupakan kelompok usia paling produktif (Profil Kesehatan
Indonesia, 2018). Jika pola ini terus berlanjut, jumlah infeksi HIV baru akan meningkat
dan Indonesia akan gagal mencapai tujuannya untuk mencapai Three Zero pada tahun
2030.
Connoly & McIsaac dalam Santrock (2012) mengungkapkan bahwa pada usia
11 dan 13 tahun, pubertas adalah pemicu yang memungkinkan anak-anak mulai
merasakan ketertarikan dan ingin memulai hubungan romantis. Oleh karena itu, hampir
di seluruh dunia, remaja merupakan masa dimulainya menjalin hubungan berpacaran.
Di Amerika Serikat, 35% remaja usia 13-17 tahun pernah menjalani hubungan romantis
(Pew Research Center, 2015). Di negara dengan budaya timur seperti Malaysia, masa
remaja juga merupakan masa dimana pertama kali memiliki hubungan romantis.
Namun, di Malaysia masa remaja sering kali juga merupakan masa pertama kali
melakukan pernikahan, dimana terdapat sekitar 6.584 remaja berusia 16-18 tahun yang
melakukan pernikahan pada tahun 2011-2016 (Awal et al. dalam UNICEF Malaysia,
2018).
Sekitar 33,3 persen perempuan dan 34,5 persen laki-laki antara usia 15 dan 19
mulai berpacaran sebelum berusia 15 tahun, dengan mayoritas orang memulai hubungan
mereka antara usia 15 dan 17 tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Dicemaskan, pada
saat remaja mencapai usia ini, mereka mungkin belum memiliki pengetahuan yang
cukup tentang perilaku seksual berbahaya dan kesehatan reproduksi. Oleh karena itu,
mereka lebih cenderung terlibat dalam perilaku berpacaran yang berisiko, seperti seks
pranikah.

Universitas Indonesia
3

Menurut Green & Kreuter (2005), perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi


oleh faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin. Perilaku berpacaran
yang tidak melalukan perilaku seksual berisiko juga merupakan perilaku kesehatan
karena merupakan upaya untuk memelihara kesehatan. Oleh karena itu, perilaku ini juga
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin. Jenis
kelamin dan usia pubertas merupakan salah satu faktor predisposisi perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, selain pengetahuan. Menurut Handayani et al. (2019),
pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi yang baik dapat memberikan pemahaman
yang menjadi dasar bagi remaja untuk tidak melakukan perilaku seksual yang negatif.
Mahmudah et al. (2016) pun menyatakan bahwa remaja laki-laki lebih cenderung
terlibat dalam perilaku seksual berisiko. Hal ini merupakan akibat dari norma-norma
sosial yang mengamanatkan bahwa laki-laki dapat memiliki lebih banyak kebebasan
daripada perempuan. Sarwono (2012) juga berpendapat bahwa usia pubertas yang
terlalu dini pun merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi remaja sehingga
melakukan perilaku seksual berisiko.
Menurut Zimmer (2002) dalam Sari (2012), pacar atau pasangan menjadi salah
satu faktor pemungkin perilaku seksual berisiko dalam berpacaran yang tidak sehat.
Durasi bertemu dengan pacar yang terlalu singkat atau terlalu lama juga dapat
menyebabkan remaja melakukan perilaku seksual berisiko. Selain itu, beberapa
penelitian menemukan bahwa remaja yang terpapar dengan pornografi lebih mungkin
untuk melakukan perilaku seksual berisiko (Lestari, 2014 dan Mahmudah et al., 2016).
Hasil survei yang dilakukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di empat
kota di Provinsi Jawa Barat mendukung hal tersebut. Menurut jajak pendapat, yang
menanyakan remaja tentang paparan mereka terhadap film dan buku porno, 60 persen
remaja telah melihat film porno dan 18,4% telah membaca buku porno. Selain itu,
survei mengungkapkan bahwa 40% remaja mengaku melakukan aktivitas seksual
sebelum menikah, dengan penyebab utama mereka terinspirasi oleh materi pornografi
(Samino, 2012).
Perilaku teman sebaya merupakan salah satu faktor penguat perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Remaja cenderung mengikuti perilaku temannya yang telah
melakukan perilaku seksual berisiko. Menurut Santrock (2012), remaja sering kali
menjadikan perilaku teman sebayanya sebagai acuan. Hal ini dilakukan remaja karena

Universitas Indonesia
4

tidak ingin merasa berbeda dari teman sebayanya. Peran orang tua pun sangat
diperlukan sebagai faktor penguat perilaku berpacaran yang sehat. Orang tua dapat
memainkan perannya sebagai tempat berdiskusi bagi remaja mengenai perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hal ini dikemukan oleh Wardyaningrum (2012) yang
menyatakan bahwa informasi yag diberikan oleh orang tua akan turut mempengaruhi
perilaku anaknya. Peran orang tua ini cukup penting melihat masih kurangnya
pendidikan seks yang komprehensif di sekolah dan sifat remaja yang ingin mencoba hal
baru.
Menurut UNESCO (2018) pendidikan seksual komprehensif atau
Comprehensive Sex Education (CSE) adalah metode pendidikan seksual berdasarkan
kurikulum yang bertujuan untuk memberikan informasi, kemampuan, sikap, dan nilai
yang baik kepada siswa/i agar dapat membuat pilihan yang sehat dalam kehidupan
seksualnya. Pendidikan seksual komprehensif ini tidak hanya membahas mengenai
perkembangan sistem reproduksi manusia secara anatomi saja, melainkan juga
membahas mengenai kontrasepsi, infeksi menular seksual (termasuk HIV), dan faktor-
faktor lainnya yang berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam memilih
perilaku seksual yang baik (UNFPA, 2016). Oleh karena itu, penting bagi sekolah untuk
mengadakan pendidikan seksual komprehensif dalam kurikulumnya agar siswa/i dapat
membuat pilihan yang baik dalam kehidupan seksual mereka.
Sebelumnya, diketahui bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan
persentase kehamilan remaja yang paling tinggi di Indonesia dan merupakan provinsi
dengan persentase kehamilan remaja paling tinggi di Pulau Jawa (dibandingkan dengan
DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten), yaitu sebesar
8,6% remaja wanita berusia 15-19 tahun sudah pernah melahirkan atau sedang hamil
anak pertama, sedangkan rata-rata angka ini di Indonesia hanya 7,1% (SDKI, 2017).
Penelitian oleh Oktarina dan Sari (2017) pun menunjukkan bahwa 60,3% siswa
SMA/SMK di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Pancoran Mas Depok pernah
melakukan perilaku seksual berisiko. Oleh karena itu, peneliti memilih SMK Putra
Bangsa yang berlokasi di Depok sebagai tempat melakukan penelitian.
Peneliti sebelumnya telah melakukan wawancara dan observasi terdahulu
kepada siswa/i dan guru di SMK Putra Bangsa Depok pada bulan Maret 2020. Hal yang
ditanyakan dan diobservasi yaitu mengenai perilaku berpacaran serta ketersediaan

Universitas Indonesia
5

sumber pengetahuan tentang kesehatan reproduksi bagi siswa/i. Hasil yang didapatkan
menunjukkan bahwa SMK Putra Bangsa Depok masih sangat kurang dalam edukasi
mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seksual berisiko, sedangkan menurut guru
Bimbingan Konseling (BK) beberapa siswa mengaku sudah aktif secara seksual dengan
pasangannya. Selain itu, menurut guru BK, terdapat 2 siswi yang terpaksa dikeluarkan
dari sekolah karena hamil pada 3 tahun terakhir. Hasil penelitian oleh Setiani (2013),
33,8% siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok pernah menonton film porno, padahal film
dan media pornografi lainnya dapat menjadi sumber informasi mengenai kesehatan
reproduksi yang tidak baik dan mendorong remaja melakukan perilaku seksual berisiko
(Fadhilah, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa SMK Putra Bangsa Depok memiliki
urgensi untuk mengadakan pendidikan seksual bagi siswa/i nya. Selain itu, menurut
Handayani et al. (2019), sekolah memiliki efek yang signifikan bagi perilaku kesehatan
reproduksi remaja, yaitu melalui pendidikan seksual yang komprehensif. Hal ini juga
didukung oleh data dari SDKI tahun 2017 yang menunjukkan bahwa cukup tinggi
persentase remaja yang memilih mendiskusikan kesehatan reproduksi dengan guru
(remaja wanita 49,6%, dan remaja pria 44,4%). Oleh karena itu, penelitian mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok dilakukan untuk mendukung dibentuknya
pendidikan seksual yang memadai dan komprehensif di SMK Putra Bangsa Depok
sebagai salah satu bentuk pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan wawancara dengan guru BK SMK Putra Bangsa Depok, beberapa
siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok sudah pernah melakukan hubungan seksual,
bahkan dalam 3 tahun terakhir, terdapat 2 orang siswi yang hamil dan akhirnya terpaksa
dikeluarkan dari sekolah. Siswa/i yang pernah menonton film porno pun cukup banyak
yaitu sebesar 33,8%. Perilaku menonton film porno ini dapat menyebabkan siswa/i
tersebut terdorong untuk melakukan hubungan seksual pada usia terlalu dini. SMK
Putra Bangsa Depok pun belum memiliki pendidikan seksual yang komprehensif bagi
murid-muridnya, yang sesuai dengan anjuran UNESCO dan UNFPA. Oleh karena itu,
untuk mendukung dibentuknya pendidikan seksual yang memadai di SMK Putra
Bangsa Depok, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang

Universitas Indonesia
6

berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK
Putra Bangsa Depok.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada
siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020?
2. Bagaimana gambaran faktor-faktor predisposisi perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang
meliputi jenis kelamin, usia saat pubertas, dan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi?
3. Bagaimana gambaran faktor-faktor penguat perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang meliputi
komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
dan perilaku teman sebaya dalam berpacaran?
4. Bagaimana gambaran faktor-faktor pemungkin perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang
meliputi memiliki pasangan, durasi pertemuan dengan pasangan, dan akses
terhadap pornografi?
5. Bagaimana hubungan faktor-faktor predisposisi (jenis kelamin, usia saat
pubertas, dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi) dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020?
6. Bagaimana hubungan faktor-faktor penguat (komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dan perilaku teman sebaya
dalam berpacaran) dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada
siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020?
7. Bagaimana hubungan faktor-faktor pemungkin (memiliki pasangan, durasi
pertemuan dengan pasangan, dan akses terhadap pornografi) dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020?

Universitas Indonesia
7

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun
2020.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Diketahuinya gambaran perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada
siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
2. Diketahuinya gambaran faktor-faktor predisposisi perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang
meliputi jenis kelamin, usia saat pubertas, dan pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi.
3. Diketahuinya gambaran faktor-faktor penguat perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang meliputi
komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
dan perilaku teman sebaya dalam berpacaran.
4. Diketahuinya gambaran faktor-faktor pemungkin perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang
meliputi memiliki pasangan, durasi pertemuan dengan pasangan, dan akses
terhadap pornografi.
5. Diketahuinya hubungan faktor-faktor predisposisi (jenis kelamin, usia saat
pubertas, dan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi) dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.
6. Diketahuinya hubungan faktor-faktor penguat (komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dan perilaku teman sebaya
dalam berpacaran) dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada
siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
7. Diketahuinya hubungan faktor-faktor pemungkin (memiliki pasangan, durasi
pertemuan dengan pasangan, dan akses terhadap pornografi) dengan perilaku

Universitas Indonesia
8

seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat bagi SMK Putra Bangsa Depok
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi SMK Putra
Bangsa Depok mengenai gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dan gambaran perilaku berpacaran
siswa/i SMK Putra Bangsa. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan
bagi sekolah untuk memberikan pendidikan seksual yang komprehensif dan
memadai sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya perilaku berpacaran yang
tidak sehat.
1.5.2 Manfaat bagi Dinas Pendidikan Provinsi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan referensi tambahan
tentang aspek-aspek yang terkait dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada remaja, serta menjadi pedoman untuk mengembangkan kurikulum
pendidikan seksual yang tepat untuk mengatasi masalah perilaku seksual berisiko
pada remaja.
1.5.3 Manfaat bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi Dinas
Kesehatan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK serta menjadi dasar dan referensi
untuk melakukan tindakan-tindakan preventif untuk menurunkan prevalensi yang
ada.
1.5.4 Manfaat bagi Pengembangan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat merangsang lebih banyak penelitian
tentang topik ini dan menjadi panduan dan sumber inspirasi untuk penelitian
selanjutnya tentang perilaku seksual berisiko di kalangan remaja yang berpacaran.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai titik referensi untuk
studi masa depan mengenai topik ini.

Universitas Indonesia
9

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran ini dilaksanakan di SMK Putra Bangsa Depok pada bulan
Juni hingga Juli tahun 2020. Penelitian ini melibatkan siswa/i kelas 10, 11, dan 12 di
SMK Putra Bangsa Depok sebagai responden penelitian. Metode penelitian ini adalah
kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross-sectional. Pengumpulan data
dilakukan secara primer dengan menggunakan kuesioner online yang bersifat self-
administrated.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Berpacaran


2.1.1 Definisi Perilaku Berpacaran
Berpacaran adalah proses menjalin hubungan di mana dua orang bertemu dan
berpartisipasi dalam sejumlah kegiatan dengan maksud untuk mengenal satu sama lain
lebih baik (Degenova & Rice, 2005). Berpacaran menurut Sternberg (2013) adalah
hubungan intim antara dua individu yang tidak memiliki hubungan darah satu sama lain,
yang ditandai dengan keintiman, hasrat, dan komitmen. Selain itu, menurut Lips (2011),
alasan utama mengapa remaja berpacaran adalah untuk bersenang-senang, memuaskan
kebutuhan mereka akan kedekatan, mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang
pasangan mereka, dan bereksperimen dengan cinta dan seks.
Berdasarkan pandangan para ahli, berpacaran dapat didefinisikan sebagai
rangkaian kegiatan yang memiliki sifat keeratan dan kemesraan yang dilakukan bersama
oleh pria dan wanita yang belum menikah untuk mempelajari lebih lanjut tentang satu
sama lain dan melihat kecocokan antara kedua belah pihak.
Banyak ahli sepakat bahwa ada berbagai alasan mengapa remaja berpacaran, di
antaranya sebagai berikut (Degenova & Rice, 2005 dan Padgham dalam Santrock,
2012):
a. Suatu bentuk rekreasi
Remaja sering berpacaran sebagai cara untuk bersantai, menikmati
kegiatan favorit mereka, dan umumnya bersenang-senang. Berpacaran pun
sering kali dilakukan untuk hiburan semata.
b. Proses sosialisasi
Layaknya proses berteman dengan orang lain, proses berpacaran juga
memerlukan adanya interaksi antar kedua belah pihak. Interaksi yang konsisten
dengan pasangan dapat membantu seseorang mengembangkan kapasitasnya
dalam berkomunikasi, teamwork, dan kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.
Berpacaran juga merupakan proses interaksi yang berguna untuk mempelajari
manajemen waktu dan uang, kemandirian, serta keterampilan sosial lainnya.

10
Universitas Indonesia
11

c. Menjalin keakraban dengan lawan jenis


Melalui berpacaran, dapat terjadi pembentukan hubungan pribadi yang
eksklusif dengan lawan jenis.
d. Eksperimen dan penggalian hal-hal seksual
Meningkatnya jumlah anak muda yang menunjukkan peningkatan minat
berhubungan seks menyebabkan berpacaran menjadi lebih berpusat pada
perilaku seksual. Remaja cenderung berperilaku tanpa memikirkan akibatnya
karena mereka memiliki dorongan alami untuk menemukan dan mencoba hal-
hal baru.
e. Pemilihan teman hidup
Berpacaran dapat berfungsi sebagai alat untuk memeriksa calon
pendamping sambil terus melayani tujuan utamanya sebagai fase awal
pengenalan untuk terbentuknya hubungan yang lebih lanjut. Selain itu, melalui
berpacaran, remaja mendapatkan kesempatan untuk mempelajari ciri-ciri
pasangan hidup ideal yang diinginkan mereka.
f. Pacaran dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang sikap dan
perilaku pasangan satu sama lain
Melalu berpacaran, pasangan dapat lebih memahami kebiasaan baik dan
buruk pasangan sehingga keduanya dapat lebih efektif dalam berkomunikasi dan
lebih memahami cara mengatasi tantangan ketika tantangan dalam hubungan itu
muncul.

2.1.2 Proses Percintaan Remaja


Menurut Kementerian Kesehatan (2004) dalam Jayanti (2019), timbulnya minat
dan ketertarikan terhadap lawan jenis merupakan indikasi distingtif bahwa seseorang
telah memasuki masa remaja. Percintaan remaja secara resmi dimulai ketika:

1. Crush
Ditandai dengan permusuhan dan persaingan antara laki-laki dan perempuan.
Pada saat ini, cinta sedang didistribusikan melalui menyanjung orang yang lebih
tua yang sejenis.

Universitas Indonesia
12

2. Hero-worshiping
Tidak jauh berbeda dengan proses sebelumnya. Pada tahap ini, terdapat
penyanjungan kepada orang yang lebih tua dan berjenis kelamin berbeda.
3. Body Crazy and Girl Crazy
Pada titik ini, remaja telah menunjukkan afeksi mereka terhadap orang-orang
seusianya, dan dalam kasus-kasus tertentu, ada perhatian timbal balik antara
laki-laki dan perempuan dan sebaliknya.
4. Puppy Love
Cinta remaja sudah mulai terpusat pada satu orang, tetapi karena sifat cinta itu
sendiri yang masih tidak konsisten, maka terkadang ada pergantian pasangan
atau individu yang mereka sukai.
5. Romantic Love
Cinta remaja secara bertahap berkembang menjadi hubungan yang lebih setia
yang biasanya berujung pada pernikahan.

Emosi remaja cenderung cukup kuat karena sifat emosi remaja yang dinamis,
yang ditandai dengan emosi sensitif dan agresif yang mudah berubah. Remaja sendiri
terkadang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, dan memiliki dorongan untuk
mengeksplorasi hal-hal baru, serta memiliki kecenderungan untuk menerima risiko
tanpa terlebih dahulu memikirkan keputusan atau perilaku yang mereka ambil. Ciri-ciri
tersebut disebabkan oleh poses pematangan kecerdasan remaja, yang juga meningkatkan
rasa ingin tahu remaja. Remaja biasanya mengalami konflik internal sebagai akibat dari
situasi ini ketika berhubungan seks saat berpacaran. Remaja yang terlibat dalam
perilaku seksual berisiko akan dipaksa untuk menghadapi konsekuensi berupa berbagai
efek negatif pada kesehatan fisik dan mental mereka, beberapa di antaranya bahkan
mungkin harus ditanggung seumur hidup, jika pilihan yang dibuat dalam penyelesaian
konflik bukanlah yang terbaik.

2.2 Perilaku Seksual Remaja dan Dampaknya


Menurut Pangkahila (2004) telah terjadi perubahan pandangan mengenai
perilaku seksual dalam masyarakat, khususnya pada remaja. Dewasa ini, hubungan
berpacaran pada remaja sering kali identik dengan perilaku seksual. Banyak faktor yang

Universitas Indonesia
13

mempengaruhi terjadinya perubahan pandangan mengenai perilaku seksual tersebut,


yaitu:

1. Kehidupan yang sibuk mempersulit orang tua dan keluarga untuk memberikan
pengawasan yang ketat dan perhatian penuh kepada anak-anak mereka.
2. Pola koneksi yang memiliki derajat kebebasan lebih besar.
3. Setting lingkungan saat ini yang menjadi semakin liberal.
4. Saat ini, tidak sulit untuk menemukan hal-hal yang dapat menjadi sumber
bangkitnya gairah seksual.
5. Fasilitas penunjang, yang seringkali disediakan oleh keluarga sendiri tanpa
disadari oleh anggota keluarga.

Perubahan sikap mengenai perilaku seksual dapat dilihat cukup jelas pada proses
berpacaran. Fase pacaran seringkali tidak lagi dipandang sebagai waktu untuk saling
mengenal atau mengembangkan hubungan berdasarkan saling pengertian. Sebaliknya,
fase pacaran telah dideromantisasi sedemikian rupa sehingga sekarang tampaknya
menjadi periode untuk "belajar melakukan aktivitas seksual dengan mereka yang
berjenis kelamin lain‖ (Kollman, 2008).
Perilaku seksual menurut Imran (2013), merujuk pada tindakan yang didorong
oleh dorongan seksual atau perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk kepuasan
organ seksual. Kematangan perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh perkembangan
faktor psikologis, faktor fisik, proses belajar, dan unsur sosial budaya. Remaja
umumnya terlibat dalam aktivitas seksual yang juga memiliki beberapa akibat. Berikut
ini perilaku seksual remaja beserta dampak yang dapat diakibatkan:
a. Berfantasi
Aktivitas ini adalah proses memvisualisasikan dan membayangkan
tindakan seksual dengan tujuan membangkitkan perasaan gairah. Jika dibiarkan
berlangsung terlalu lama, aktivitas memanjakan diri ini akan mengganggu dan
menggantikan aktivitas yang lebih bermanfaat. Jika seseorang tidak puas hanya
dengan memikirkan interaksi seksual, maka orang tersebut dapat menjadi beralih
ke perilaku seksual lebih lanjut seperti masturbasi, berciuman, dan perilaku
seksual lainnya. Orang yang melakukan aktivitas ini tidak perlu khawatir

Universitas Indonesia
14

menjadi sakit karena tidak akan terjadi penularan Infeksi Menular Seksual
(IMS).
b. Berpegangan tangan
Meskipun aktivitas ini sebenarnya tidak memberikan banyak gairah
seksual, namun biasanya membuat seseorang ingin mencoba praktik seksual
lainnya (sampai kepuasan seksual tercapai). Dua individu hampir selalu
merasakan perasaan romantis serta perasaan aman dan hangat saat mereka
berpegangan tangan. Berpegangan tangan merupakan salah satu contoh kontak
fisik untuk menyampaikan kasih sayang dalam bentuk sentuhan.
c. Cium Kering
Jika bibir, pipi, atau dahi bersentuhan satu sama lain (selain sentuhan
bibir dengan bibir), maka hal ini lah yang dinamakan ciuman kering, yang dapat
menjadi awal dari interaksi seksual, terlebih bila ditambah dengan fantasi
seksual. Jika dilakukan, aktivitas ini dapat menimbulkan rasa ―cinta‖, tetapi
hanya untuk sementara dan hanya jika dilakukan pada waktu yang tepat,
tindakan ini dapat menimbulkan keinginan untuk melanjutkan aktivitas seksual
lain yang lebih lanjut.
d. Cium Basah
Ciuman basah merupakan jenis kontak seksual yang lebih lama dan intim
antara bibir kedua pasangan yang bersentuhan secara langsung. Seseorang dapat
merasakan sensasi seksual yang kuat dan detak jantung yang lebih cepat sebagai
akibat dari tindakan ini, yang keduanya dapat meningkatkan dorongan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas seksual. Remaja akan menjadi lebih mudah untuk
berpartisipasi dalam aktivitas seksual yang dapat berlanjut secara tidak sengaja,
termasuk petting, yaitu tindakan saling membelai atau menggosok alat kelamin
saat mengenakan atau tidak mengenakan pakaian, atau bahkan melakukan
hubungan seksual dengan pasangan. Risiko yang ditimbulkan oleh praktik ini
yaitu dapat terjadi perpindahan virus atau kuman dari lawan jenis, yang berarti
bahwa mereka yang melakukan aktivitas ini menempatkan diri mereka pada
risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan berbagai penyakit termasuk TB,
hepatitis B, dan infeksi tenggorokan. Dari sudut pandang psikologis, ciuman

Universitas Indonesia
15

jenis ini dapat meningkatkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini kembali
(kecanduan).
e. Meraba
Perilaku menyentuh yang termasuk dalam kategori aktivitas seksual
adalah menyentuh daerah sensitif seksual tubuh, seperti payudara, leher, paha
atas, vagina, penis, dan bokong. Sedangkan, menyentuh bagian tubuh yang tidak
responsif terhadap rangsangan seksual termasuk dalam kategori kegiatan
menyentuh yang tidak dianggap seksual. Dengan mengambil bagian dalam
aktivitas ini, dorongan seksual seseorang akan terangsang, yang akan
menginspirasi orang tersebut untuk mengambil bagian dalam perilaku seksual
yang lebih lanjut. Penyebabnya adalah karena bagian tubuh tersebut merupakan
zona sensitif seksual (daerah erogen), yaitu bagian tubuh yang sensitif yang
dapat merangsang gairah seksual.
Kata "erogen" berarti "pembawa dorongan seksual" dalam arti
harfiahnya. Pada wanita, area yang rentan/ responsif terhadap sentuhan adalah
payudara dan area genital, terutama vagina dan klitoris. Sedangkan pada pria,
area yang rentan/ responsif terhadap sentuhan lebih tersentral pada area genital
yaitu penis. Namun, bagian tubuh yang lain dapat juga menjadi area yang
sensitif, termasuk bahu, kaki, bibir, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Selain
memiliki banyak pusat saraf, area erogen ini juga memiliki ekspektasi psikologis
yang lebih tinggi ketika kedua pasangan menyadari preferensi satu sama lain
sehingga area ini menjadi lebih sensitif.
Beberapa orang menganggap aktivitas ini menyenangkan, yang
memotivasi mereka untuk terus melakukannya. Namun, ada pula yang
menghindari perilaku ini karena mereka menganggapnya sebagai pelecehan dari
pasangan mereka. Selain itu, berbagai PMS, termasuk klamidia, kutil kelamin,
dan sifilis, dapat tertular melalui kontak dengan organ genital pasangan.
f. Berpelukan
Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat, yang dapat menimbulkan
perasaan aman, nyaman, dan tentram serta gairah seksual (terutama jika
mengenai area sensitif seksual).

Universitas Indonesia
16

g. Masturbasi
Masturbasi adalah tindakan merangsang alat kelamin seseorang tanpa
melakukan aktivitas seksual untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang.
Tangan sering digunakan dalam stimulasi genital ini. Masturbasi pada pria
adalah praktik memijat dan merangsang penis untuk membangkitkan dan
memenuhi hasrat pria. Sementara itu, perempuan sering melakukannya dengan
memijat dan membelai daerah kemaluan, terutama pada bagian klitoris dan
vagina.
Masturbasi juga dapat dilakukan dengan pasangan, dalam hal ini satu
orang akan merangsang daerah genital pasangan lainnya untuk menginduksi
keadaan orgasme. Tindakan masturbasi diri kadang-kadang dianggap sebagai
aktivitas yang memuaskan diri sendiri. Oleh karena itu, masturbasi yang
dilakukan oleh pria atau wanita, kadang-kadang disebut sebagai bermain dengan
diri sendiri. Hampir semua remaja laki-laki pernah melakukan aktivitas ini, dan
pada usia 21 tahun, lebih dari 75% dari semua anak perempuan pernah
melakukannya juga, menurut penelitian dari sejumlah negara yang berbeda.
Meskipun frekuensi masturbasi bervariasi dari orang ke orang, sering kali
frekuensi ini ditemukan lebih tinggi pada laki-laki. Seiring bertambahnya usia
dan ketika seseorang telah mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan
jenis, frekuensi ini menurun, tetapi terus berlanjut hingga usia tua (Critchell,
2012).
Aktivitas ini dapat menyebabkan infeksi, terutama bila alat yang berisiko
seperti benda yang tajam dan bahan tidak steril lainnya digunakan. Lecet pun
dapat terjadi bila seseorang melakukan masturbasi terlalu sering. Orang yang
terus-menerus melakukan aktivitas seksual ini dapat pula mengalami sulit
berkonsentrasi, mudah letih dan tidak termotivasi untuk melakukan tugas lain
karena hal ini menguras energi fisik dan psikis mereka. Aktivitas yang termasuk
memasukkan sesuatu ke dalam vagina juga bisa menyebabkan selaput dara
robek jika dilakukan oleh wanita.
h. Seks Oral
Aktivitas seksual oral melibatkan memasukkan alat kelamin seseorang ke
dalam mulut pasangan lawan jenis atau menggunakan bibir dan lidah seseorang

Universitas Indonesia
17

untuk merangsang klitoris alat kelamin pasangannya. Orang Indonesia


memandang perilaku ini sebagai hal yang tidak biasa karena menyimpang dari
adat dan norma budaya yang umumnya dianut di negara ini secara keseluruhan.
Seseorang yang melakukan kontak oral memiliki kemungkinan lebih tinggi
terkena radang tenggorokan, masalah pencernaan, dan berpotensi tertular IMS
dari pasangannya. Individu muda yang berusaha mempertahankan keperawanan
mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas seksual anal dan oral,
menurut penelitian Gonzalez (2011) untuk Journal of Research in Childhood
Education.
i. Petting
Petting adalah tindakan yang mencakup menggesekkan alat kelamin diri
sendiri kepada alat kelamin pasangan tetapi tidak melibatkan hubungan seksual.
Banyak anak muda percaya bahwa perilaku ini tidak akan menyebabkan pihak
perempuan hamil. Pada kenyataannya, jika alat kelamin tidak dilapisi pakaian
(bersentuhan langsung) dan pasangan pria berejakulasi di dekat saluran vagina,
perilaku ini dapat menyebabkan kehamilan. Efek samping lain yang mungkin
terjadi adalah lecet serta melepuh dan/atau terkena infeksi menular seksual.
Hilangnya kontrol diri yang disebabkan oleh petting juga dapat mengakibatkan
terjadinya aktivitas sanggama.
j. Intercourse / Sanggama
Intercourse atau sanggama adalah menempatkan alat kelamin laki-laki di
dalam alat kelamin perempuan. juga dikenal sebagai implantasi genital.
Hubungan seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai akibat yang tidak
menguntungkan, termasuk perasaan menyesal dan malu, terutama jika baru
pertama kali terjadi, kecanduan, infeksi HIV/AIDS atau IMS lainnya, dan
kehamilan yang tidak direncanakan. Ibu yang belum menikah juga berisiko
dikeluarkan dari sekolah, kehilangan pekerjaan, reputasi keluarga rusak,
menikah terlalu dini, melakukan aborsi, atau bahkan meninggal karena
kehamilan yang tidak diinginkan.

Ketika perilaku seksual dapat menghasilkan konsekuensi yang tidak terduga


seperti aborsi, kehamilan di luar nikah, penyakit menular seksual (PMS), atau

Universitas Indonesia
18

HIV/AIDS, hal tersebut dikatakan perilaku seksual berisiko (Chandra et al., 2014). Oleh
karena itu, dapat diketahui bahwa perilaku seksual di atas yang tergolong dalam
perilaku seksual berisiko adalah cium basah, meraba daerah erogen, seks oral, petting,
dan intercourse.
Banyak anak muda yang percaya bahwa jika mereka hanya melakukan satu kali
kontak seksual, mereka tidak akan hamil. Akhirnya, remaja dipaksa menikah atau
bahkan melakukan aborsi. Kehamilan pada usia dini, ketika seseorang belum cukup
matang secara emosional atau fisik untuk menangani tanggung jawab yang perlu
ditanggung merupakan hal yang sangat berbahaya. Serupa dengan hal ini, aborsi juga
dapat mengakibatkan kematian atau kerusakan pada organ reproduksi.
Menurut penelitian Kinsey yang diterbitkan dalam Rosdiana (2009) perilaku
seksual dapat dibagi menjadi empat tahap, dengan tahap yang lebih tinggi sering kali
mengikuti tahap sebelumnya. Berikut ini merupakan keempat tahapan tersebut:

1. Kontak fisik, seperti berpegangan tangan dan berpelukan, tetapi tidak hanya
sekedar.
2. Berciuman, yang dapat berupa ciuman cepat atau ciuman lama yang melibatkan
lidah dalam berciuman.
3. Perbuatan yang merangsang secara seksual antara lain menyentuh sambil
bercumbu, mengelus-elus bagian sensitif tubuh pasangan, dan tindakan yang
membangkitkan hasrat seksual seseorang.
4. Berhubungan seks (intercourse)

Sebagian besar remaja mengalami permasalahan seksual, yang paling umum


adalah peningkatan dorongan untuk melakukan aktivitas seksual meskipun mereka
belum menikah dan sistem reproduksi mereka belum sepenuhnya matang. Remaja dapat
terlibat dalam perilaku seksual berisiko jika mereka tidak diberikan pengetahuan yang
cukup tentang kesehatan reproduksi, yang dapat memiliki efek negatif yang luas.

Universitas Indonesia
19

2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Ketika seseorang mencapai masa remaja, orang tersebut mengalami transisi dari
masa kanak-kanak menuju dewasa. Periode perkembangan ini ditandai dengan
penyesuaian terhadap fungsi biologis, kognitif, dan sosioemosional mereka yang terjadi
pada usia antara 12 hingga 24 tahun (Santrock, 2012). Di Indonesia, menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, istilah remaja memiliki artian ―mulai dewasa‖ atau ―sudah
sampai umur untuk kawin‖. Namun, definisi remaja menurut skala umur bervariasi
antar referensi. Remaja didefinisikan sebagai mereka yang berusia antara 10 dan 19
tahun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Remaja didefinisikan sebagai mereka
yang saat ini berusia antara 10 dan 18 tahun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014. Sedangkan, menurut Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana (BKKBN), remaja adalah mereka yang belum menikah dan
berusia antara 10 dan 24 tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia pun memiliki pengertiannya sendiri mengenai batasan usia remaja,
yaitu penduduk yang berusia 15-24 tahun.
Menurut Anna Freud dalam Putro (2017), terdapat proses perkembangan yang
terjadi pada masa remaja yang meliputi penyesuaian yang berkaitan dengan
perkembangan psikoseksual serta penyesuaian dalam interaksi dengan orang tua dan
cita-citanya, dimana proses pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan
orientasi diri. Remaja berjuang untuk identitas mereka sendiri dalam upaya untuk
memahami siapa mereka dan peran apa yang mereka mainkan di dunia yang lebih besar
di sekitar mereka. Remaja sering mencari panutan dan sumber aspirasi selama periode
kehidupan mereka sebagai strategi untuk membantu mereka bertransisi ke masa dewasa.
American Academy of Child and Adolescent Psychiatry dalam Sawyer et al.
(2012) membagi remaja ke dalam 3 fase secara umum, yaitu:

a. Fase Remaja Awal (Early Adolescence)


Oleh karena seseorang yang sebelumnya dianggap anak-anak sedang dalam
transisi dari tahap ini ke masa remajanya, ia biasanya mengalami periode
pergolakan psikologis sebagai akibat dari banyaknya perubahan yang terjadi
selama tahapan ini, terutama dalam hal fisiologi. Umumnya, mereka yang

Universitas Indonesia
20

berada di antara usia 10 dan 14 tahun lah yang sedang melewati tahap
pertumbuhan ini.
b. Fase Remaja Madya (Middle Adolescence)
Pada fase ini seorang remaja masih berada dalam pergolakan psikologis dan
mulai mencari identitas dirinya. Proses mencari identitas tersebut seperti
memilih apa dan siapa yang disuka, dan akan menjadi orang yang seperti apa.
Fase ini berlangsung saat usia remaja berkisar antara 15-19 tahun.
c. Fase Remaja Akhir (Late Adolescence)
Perkembangan identitas seksual yang tidak akan berubah kembali di masa depan
dan perkembangan keterampilan intelektual remaja ke arah yang lebih konsisten
adalah dua ciri yang membedakan fase ini dengan fase sebelumnya. Saat berusia
antara 20 dan 24 tahun, remaja melewati tahap ini yang merupakan fase
konsolidasi sebelum mereka memasuki masa dewasa.

Perkembangan setiap individu remaja berbeda-beda, tergantung fisik dan


karakter individu yang bersangkutan, serta lingkungan di sekitar remaja. Pembagian
fase remaja pun tidak selalu sama antar referensi. McIntyre dalam tulisannya
―Adolescent Friendly Health Service‖ untuk WHO (2002) membagi perkembangan
remaja menjadi remaja awal (10-13 tahun), remaja pertengahan (14-15 tahun), dan
remaja lanjut (16-19tahun).

2.3.2 Permasalahan Umum pada Remaja


Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, baik dari sisi
fisiologis maupun psikososial. Masa yang berlangsung cepat ini sering kali
menimbulkan masalah karena memerlukan penyesuaian terhadap situasi baru. Menurut
Sarwono (2010), berikut adalah beberapa kesulitan yang dihadapi remaja ketika
mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya:

a. Kesulitan dalam hubungan dengan orang tua


Masalah yang paling sering terjadi, yang biasanya menjadi akar masalah-
masalah lainnya yang akan datang. Hubungan dengan orang tua yang sulit
seringkali dikarenakan adanya masalah komunikasi, seperti ketidakmampuan
untuk memahami satu sama lain.

Universitas Indonesia
21

b. Masalah keretakan keluarga


Remaja menghadapi tantangan yang sulit ketika keluarga mereka mengalami
keretakan karena mereka kehilangan panutan yang mereka miliki sebelumnya.
Remaja dengan masalah ini dapat terlibat dalam perilaku kompensasi yang
negatif sebagai cara untuk mengatasi ketegangan emosional dan ketegangan
yang mereka rasakan.
c. Masalah dengan teman sebaya
Kondisi penting bagi pertumbuhan remaja adalah memiliki teman yang
menerima dan mengakui dirinya. Remaja yang terputus dari teman sebayanya
akan berjuang dengan kesepian, harga diri rendah, dan perasaan terisolasi.
d. Kesulitan belajar dan mendapat pekerjaan
Remaja sering kali mengalami kesulitan untuk fokus ketika belajar. Hal ini dapat
disebabkan oleh permasalahan yang lebih mengakar seperti adanya
permasalahan dalam keluarga. Tidak sedikit pula remaja yang harus ikut
membantu menafkahi keluarganya dengan bekerja sehingga memiliki waktu
yang lebih sedikit untuk belajar.
e. Masalah penyalahgunaan obat
Rasa ingin tahu pada remaja sering kali membuat remaja ingin mencoba
menggunakan obat-obatan terlarang. Remaja pun sering kali menerima peer
pressure dari teman sebayanya untuk menggunakan obat-obatan terlarang agar
diterima oleh teman di sekelilingnya. Hal ini diperparah di kota-kota besar
dengan adanya infrastruktur dan sarana yang memudahkan untuk mendapatkan
obat-obatan dimaksud.
f. Masalah seksualitas
Sarlito berpendapat bahwa masalah seksualitas remaja sebagian besar
disebabkan oleh pendidikan seksual remaja yang tidak memadai, yang membuat
mereka tidak menyadari adanya masalah seksual. Maraknya rangsangan
seksual—yang mungkin muncul dalam bentuk film, dialog online, foto, dan
media lainnya—memperburuk masalah ini.

Universitas Indonesia
22

2.3.3 Pertumbuhan Fisik Remaja


Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015), perkembangan yang cepat
merupakan ciri dari tahap kehidupan dan fisik remaja. Pada tahap remaja, organ
reproduksi yang kadang disebut juga sebagai organ seksual, telah mampu melakukan
tugas reproduksi sebagaimana mestinya. Tahapan ini diidentifikasi oleh karakteristik
berikut:

A Tanda Seksual Primer


1. Terjadinya haid pertama pada remaja wanita.
2. Terjadinya mimpi basah pada remaja pria.
B Tanda Seksual Sekunder
1. Pada remaja wanita terjadi pertumbuhan rambut pada sekitar kemaluan
dan ketiak, pertumbuhan payudara, pinggul semakin lebar, kulit semakin
halus, dan suara semakin nyaring (melengking).
2. Pada remaja pria terjadi pertumbuhan otot, penis dan testis membesar,
perubahan suara (menjadi lebih keras dan berat), pertumbuhan rambut di
beberapa bagian tubuh (muka, sekitar kemaluan, ketiak, dada, kaki, dan
lengan), tumbuh jakun, serta jaringan kulit menjadi lebih kasar dan pori-
pori membesar.

Pertumbuhan-pertumbuhan di atas sangat bervariasi pada usia berapa terjadinya


pada masing-masing individu. Pada remaja perempuan, rata-rata mengalami haid
pertama saat berusia 11 tahun (10,5-15,5 tahun), dan dikatan dini jika mengalami haid
pertama sebelum usia 11 tahun. Pada remaja pria, rata-rata mengalami mimpi basah saat
berusia 13 tahun, dan dikatakan dini jika mengalami mimpi basah sebelum usia 13
tahun (Soetjiningsih, 2004).

2.3.4 Perkembangan Psikologis Remaja


Masa remaja adalah masa pertumbuhan emosional yang intens bagi individu.
Peningkatan intensitas emosi seseorang yang menyertai masa remaja sebagian besar
disebabkan oleh perubahan pada tubuhnya, terutama pada kadar hormonnya. Emosi
yang meningkat ini merupakan indikasi bahwa remaja sedang melalui tahap baru yang
berbeda dari tahap sebelumnya, dan pada saat ini, mereka menghadapi berbagai tuntutan

Universitas Indonesia
23

dan tekanan, seperti kebutuhan untuk berhenti bertingkah seperti anak-anak. Emosi
yang meningkat ini merupakan petunjuk bahwa remaja berada dalam situasi baru yang
berbeda dari tahap sebelumnya dalam hal keadaan sosial. Remaja rentan terhadap
berbagai tindakan karena ketidakstabilan emosional yang mereka tampilkan (Kauma,
2013) Tindakan tersebut terdiri dari sebagai berikut:

1. Kecenderungan untuk meniru


2. Kecenderungan untuk mencari perhatian
3. Kecenderungan mulai tertarik pada lawan jenisnya
4. Kecenderungan mencari idola
5. Selalu ingin mencoba hal-hal baru
6. Emosi mudah meledak

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2015), proses perubahan kejiwaan pada


remaja berlangsung lambat dibandingkan perubahan fisik, perubahan ini meliputi:

1. Perubahan emosi, remaja menjadi:


a) Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi, dan tertawa)
b) Agresif (mudah bereaksi terhadap rangsangan sehingga mudah
berkelahi)
2. Perkembangan intelegensia, yang membuat remaja:
a) Mampu berpikir abstrak, senang memberi kritikan
b) Ingin mencoba hal-hal baru

2.3.5 Kesehatan Reproduksi Remaja


Kesehatan Reroduksi Remaja (KRR) adalah kesehatan fisik dan mental remaja
laki-laki dan perempuan, termasuk kebebasan untuk memilih apakah akan melakukan
aktivitas seksual atau hamil terlalu dini, serta kebebasan mereka dari aborsi yang tidak
aman, penyakit menular seksual (termasuk HIV/AIDS), kekerasan seksual, dan
pemerkosaan (UNFPA, 2010).
Remaja mengalami banyak perubahan yang signifikan, beberapa di antaranya
mungkin tidak nyaman. Remaja karena itu ditempatkan pada posisi yang berisiko saat
mereka melalui proses pendewasaan dan perkembangan. Kecenderungan remaja untuk
selalu ingin mencoba sesuatu yang baru dapat dianggap sebagai faktor risiko dalam hal

Universitas Indonesia
24

kesehatan reproduksi. Hal ini karena bereksperimen dalam perilaku seksual dapat
membahayakan masa depan mereka dan dapat memiliki dampak yang sangat buruk bagi
kesehatan fisik maupun psikis remaja.
Selain itu, Indonesia melaksanakan Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga, yang mencakup proyek yang dikenal dengan
KRR (KKBPK). Tujuan utama dari program ini adalah untuk meningkatkan kesadaran
akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksi yang prima pada masa remaja dan
program ini ditujukan kepada kalangan remaja dan pihak terkait lainnya. Program KRR
secara khusus bertujuan untuk mencegah tindakan seperti pernikahan dini, memiliki
anak karena kecelakaan, merokok, mengkonsumsi alkohol, dan mengembangkan
HIV/AIDS (SDKI, 2017).

2.3.5.1 Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja


Menurut data SDKI tahun 2017, yang mengacu pada program KRR
oleh Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunana Keluarga
(KKBPK), pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja terdiri dari
pengetahuan mengenai:
a. Perubahan fisik masa pubertas
Perubahan fisik pada masa pubertas remaja terdiri dari 2
tanda, yaitu tanda seksual primer dan sekunder. Tanda seksual primer
remaja wanita yaitu haid pertama, sedangkan tanda seksual primer
pria yaitu mimpi basah. Tanda seksual sekunder wanita diantaranya
adalah pertumbuhan rambut pada sekitar kemaluan dan ketiak,
pertumbuhan payudara, dan pinggul semakin lebar, sednagkan tanda
seksual sekunder pria diantaranya adalah pertumbuhan otot, penis
dan testis membesar, dan perubahan suara (menjadi lebih keras dan
berat).
b. Masa subur seorang wanita
Jika seorang wanita melakukan aktivitas seksual pada hari-
hari tertentu, ia memiliki peluang lebih tinggi untuk hamil pada hari-
hari tersebut dibandingkan pada hari-hari lainnya. Hari-hari ini terjadi
di tengah masa transisi antara dua siklus menstruasi.

Universitas Indonesia
25

c. Risiko kehamilan
Pengetahuan bahwa adalah mungkin bagi wanita untuk hamil
setelah hanya satu kali berhubungan seksual.
d. Sumber informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi
Remaja diharapkan memiliki pengetahuan mengenai tempat
sumber informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi yang
tepat. Hal ini diperlukan agar remaja mengetahui dimana dia dapat
menemukan jawaban yang tepat atau sekedar membutuhkan
informasi bila mengalami masalah terkait kesehatan reproduksi.
Pilihan tempat informasi kesehatan reproduksi diantaranya adalah
Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja/Mahasiswa (PIK-R/M) yang dikelola oleh BKKBN,
puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang
dikelola oleh Kementerian Kesehatan, Youth Center, dan lainnya.
e. Keluarga berencana
Terdapat berbagai cara dan alat yang dapat digunakan oleh
wanita atau pria untuk mencegah kehamilan atau kelahiran,
diantaranya adalah: alat/cara KB modern seperti tubektomi/MOW,
vasektomi/MOP, IUD/AKDR/spiral, suntikan/injeksi, susuk
KB/implan, pil, kondom/karet KB, intravag/diafragma, kontrasepsi
darurat/Emergency, dan Metode Amenorrhea Laktasi (MAL); dan
alat/cara KB tradisional seperti pantang berkala/kalender dan
senggama terputus.
f. HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang
melemahkan sistem kekebalan pada manusia dengan menginfeksi sel
darah putih. Istilah "AIDS" adalah singkatan dari Acquired Immune
Deficiency Syndrome, sekelompok gejala penyakit yang disebabkan
oleh melemahnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Virus HIV dapat ditularkan dari ibu ke anak melalui
proses kehamilan, persalinan, dan menyusui (mother-to-child
transmission) selain melalui kontak seksual.

Universitas Indonesia
26

Program Voluntary HIV Counseling and Testing (VCT), juga


dikenal sebagai tes dan konseling HIV secara sukarela dan rahasia,
yang juga dini dan memadai, menawarkan tes darah, konseling,
dukungan, akses ke terapi suportif, perawatan untuk infeksi
oportunistik, dan pengobatan antiretroviral (ART) untuk mereka yang
mengidap HIV maupun mereka yang statusnya belum dikonfirmasi.
Meskipun tidak tertular HIV, mereka yang mengetahui status
HIV mereka dapat menjadi lebih siap dalam mengambil tindakan
pencegahan untuk mengurangi risiko tertular penyakit itu sendiri.
Orang yang kemungkinan besar HIV positif disarankan untuk
diperiksa sesegera mungkin setelah mengetahui status mereka.
Setiap remaja harus mengetahui berbagai tindakan yang
mungkin mereka ambil untuk menghindari HIV dan AIDS.
Menggunakan kondom, membatasi aktivitas seksual hanya dengan
satu orang, dan menunda aktivitas seksual pertama adalah semua cara
untuk mencapai perlindungan ini.
g. Infeksi menular seksual lainnya
Masalah kesehatan masyarakat yang signifikan dan faktor
utama dalam penyebaran HIV adalah infeksi menular seksual (IMS).
Akan sulit dalam melakukan strategi untuk mengendalikan
penyebaran HIV jika tidak ada cara efektif yang tersedia untuk
menghentikan penularan IMS. Pendekatan terbaik untuk mencegah
penularan IMS adalah dengan mendidik masyarakat termasuk remaja
mengenai indikasi dan gejala penyakit menular seksual. Hal ini
adalah strategi yang paling penting untuk menurunkan prevalensi
IMS.
Terdapat berbagai jenis IMS, diantaranya adalah siphilis,
gonorrhea, condyloma acuminata, chancroid, clamydia, kandidiasis,
herpes genital, dan lainnya. Pada pria, gejala yang timbul ketika
tertular IMS, diantaranya adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

Universitas Indonesia
27

1) Nyeri perut
2) Nanah keluar dari alat kelamin (kencing nanah)
3) Cairan bau keluar dari alat kelamin
4) Kemerahan/radang pada alat kelamin
5) Bengkak pada alat kelamin
6) Luka/bisul pada alat kelamin
7) Kutil pada alat kelamin
8) Gatal pada alat kelamin
9) Kencing darah
10) Berat badan turun
11) Impoten.

Pada perempuan, gejala yang timbul ketika tertular IMS,


diantaranya adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

1) Nyeri perut
2) Keputihan
3) Keputihan yang berbau
4) Rasa nyeri/panas pada saluran kencing
5) Kemerahan/radang pada alat kelamin
6) Bengkak pada alat kelamin
7) Luka/bisul pada alat kelamin
8) Kutil pada alat kelamin
9) Gatal pada alat kelamin
10) Kencing darah
11) Berat badan turun
12) Sulit hamil.
Gejala-gejala ini tidak selalu muncul bersamaan, tetapi
hampir semua penyakit menular seksual ditandai dengan setidaknya
salah satu dari gejala di atas.

Universitas Indonesia
28

2.4 Model Green


Perilaku berpacaran yang sehat dan menghindari perilaku seksual berisiko
merupakan salah satu perilaku kesehatan karena merupakan bentuk upaya memelihara
kesehatan. Segala aktivitas dan perilaku seseorang, baik yang tampak maupun yang
tidak tampak, yang dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya
disebut sebagai ―perilaku kesehatan‖ (Notoatmodjo, 2010).
Model pertama untuk memeriksa perilaku manusia dari sudut pandang kesehatan
dikemukakan oleh Green pada tahun 1980. Model ini menyatakan bahwa ada dua
elemen utama yang berdampak pada kesehatan seseorang: pertama, faktor yang
berhubungan dengan perilaku (juga dikenal sebagai penyebab perilaku). , dan kedua,
faktor yang tidak terkait dengan perilaku (penyebab non-perilaku). Faktor predisposisi,
faktor penguat, dan faktor pendukung adalah tiga variabel yang mempengaruhi faktor
perilaku dalam paradigma ini. Contoh faktor predisposisi termasuk pengetahuan, usia,
dan jenis kelamin, yang dapat menjadi dasar motivasi seseorang untuk mengubah
perilakunya. Faktor penguat mencakup hal-hal seperti sikap dan perilaku orang-orang
terdekat serta hukum dan aturan yang ada, yang mendorong atau mendukung perilaku
seseorang dan sangat bergantung pada lingkungan. Faktor pemungkin berupa situasi
atau ketersediaan sarana yang memungkinkan suatu perilaku untuk dilakukan, seperti
ketersediaan internet, fasilitas kesehatan, dan sebagainya. Berikut ini adalah bagan
determinan faktor perilaku menurut Green (1980):

Universitas Indonesia
29

Faktor Predisposisi
 Pengetahuan
 Nilai
 Kepercayaan
 Sikap
 Kapasitas

Faktor Penguat
 Sikap dan perilaku keluarga
 Sikap dan perilaku teman
Perilaku
 Sikap dan perilaku guru
 Sikap dan perilaku petugas
kesehatan

Faktor Pemungkin
 Ketersediaan sarana kesehatan
 Aksesibilitas sarana kesehatan

Gambar 2.1 Model Green


Sumber: Green (1980)

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran pada Remaja
Berikut ini adalah faktor predisposisi, penguat, dan pemungkin perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada remaja:

A. Faktor Predisposisi
1. Jenis kelamin
Peneliti terdahulu menemukan bahwa remaja laki-laki lebih banyak
melakukan perilaku seksual yang berisiko dibandingkan remaja perempuan
(Nursal, 2008 dalam Mahmudah et al., 2016). Pria lebih mungkin daripada
wanita untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual berisiko karena ada
norma yang kurang ketat untuk pria daripada untuk wanita. Oleh karena itu,
pria lebih cenderung untuk mengambil tindakan yang berisiko. Anak laki-

Universitas Indonesia
30

laki juga memiliki kecenderungan untuk lebih mandiri daripada perempuan


karena kecenderungan orang tua mereka untuk lebih protektif terhadap anak
perempuan.
Hasil penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Hindiarti
(2015) menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara jenis kelamin dan
perilaku seksual berisiko. Seorang pria sekitar 1,9 kali lebih mungkin
dibandingkan wanita untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko.
Penelitian oleh Ahmadi et al. (2013) di Tehran (Iran) pun menunjukkan hal
yang sama. Dalam hal perilaku yang dapat diterima, remaja laki-laki dan
perempuan memiliki standar yang berbeda. Anak laki-laki lebih mungkin
daripada anak perempuan untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko
karena pada remaja perempuan, orang tua mereka secara aktif memantau
mereka, terutama dalam hal keterlibatan seksual.
2. Usia saat pubertas
Nurcahyani et al. (2015) menemukan dalam penelitian mereka di
Purwokerto bahwa ada hubungan antara usia di mana seseorang mencapai
pubertas dan keterlibatan dalam perilaku seksual berisiko. Pubertas dini juga
dikaitkan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja, menurut penelitian
yang dilakukan di Korea (Cheong, Lee and Park, 2015) dan Amerika Serikat
(Harrison, 1999 dalam Mahmudah et al., 2016). Remaja yang mengalami
pubertas dini sering kali mengalami krisis identitas dan kebimbangan lainnya
yang menyertai diri remaja karena pertumbuhan fisik dan mental yang terjadi
terlalu cepat.
Remaja mengalami beberapa perubahan fisik selama pubertas yang
dapat menimbulkan rasa ingin tahu mereka dan mendorong mereka untuk
mencoba-coba sesuatu yang kurang mereka kenal, seperti dalam hal
seksualitas. Banyak pula remaja yang percaya bahwa sudah waktunya untuk
melakukan aktivitas seksual karena munculnya hasrat seksual yang
disebabkan oleh dimulainya hormon yang aktif secara seksual. (Sarwono,
2012).

Universitas Indonesia
31

3. Pengetahuan kesehatan reproduksi


Remaja memiliki tanggung jawab untuk mendidik diri mereka
sendiri tentang kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang tepat
(BKKBN, 2004). Remaja dapat dianggap bertanggung jawab atas pandangan
dan perilaku mereka tentang proses reproduksi jika mereka menyadari hal
ini. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kartika et al. (2013) di Colomadu
yang terletak di Jawa Tengah menunjukkan bahwa pengetahuan remaja
tentang kesehatan reproduksi berkorelasi negatif dengan kecenderungan
mereka untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual berisiko. Temuan yang
sama didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Reis et al. (2011) pada
siswa Portugis yang menunjukkan adanya hubungan antara pemahaman
siswa tentang kesehatan reproduksi dan perilaku seksual berisiko.

B. Faktor Penguat
1. Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Setiap informasi yang diberikan oleh orang tua dapat
mempengaruhi perilaku anaknya. Hal ini termasuk informasi terkait perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran yang perlu dihindari oleh remaja. Namun,
sebagian besar orang tua belum mengajarkan atau berdiskusi dengan anak
mengenai pendidikan seks sejak dini (Wardyaningrum, 2012). Penelitian
oleh Firman (2017) di Yogyakarta dan penelitian oleh Wilson & Donenberg
(2010) di Chicago (Amerika Serikat) menemukan bahwa perilaku seksual
berisiko yang dilakukan oleh seorang anak berkorelasi dengan percakapan
orang tua dengan anak-anak mereka mengenai perilaku seksual dalam
berpacaran.
Kemampuan orang tua dan anak untuk berkomunikasi secara
efektif juga penting. Remaja dan orang tua mereka dapat bekerja untuk
mencapai tujuan ini dengan mencoba berkomunikasi dan menyelesaikan
masalah. Melalui komunikasi yang baik, remaja dapat menjadi lebih terbuka
dan menimbulkan rasa saling percaya dalam membahas perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran (Munawaroh, 2012).

Universitas Indonesia
32

2. Perilaku teman sebaya dalam berpacaran


Santrock (2012) menyatakan bahwa remaja dapat memanfaatkan
teman sepantar mereka sebagai pendengar dan media untuk berbagi cerita.
Tidak jarang terjadi perpindahan perilaku dari satu teman ke teman lainnya
yang menyebabkan perubahan perilaku remaja. Teman sebaya sering kali
menjadi referensi bagi remaja ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya. Remaja mempelajari norma-norma dan nilai-nilai sosial yang pada
akhirnya menjadi sikap yang diterima yang mempengaruhi kepribadian
mereka melalui interaksi mereka dengan teman sebayanya. Oleh karena itu,
remaja yang melakukan perilaku berpacaran yang tidak sehat dapat
disebabkan karena teman disekitarnya pun melakukan hal yang sama.
Penelitian oleh Lestari et al. (2014) di Semarang menemukan
adanya hubungan antara perilaku seksual berisiko remaja dan bagaimana
teman sebayanya berperilaku ketika berpacaran. Penemuan ini mendukung
teori yang dikemukakan oleh Santrock. Temuan yang sama juga didapatkan
oleh Ahmadi et al. (2013) di Tehran (Iran), yang menemukan bahwa remaja
yang memiliki teman sebaya yang pernah terlibat dalam perilaku seksual
berisiko lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko itu
sendiri.

C. Faktor Pemungkin
1. Memiliki pasangan
Remaja tanpa pacar atau pasangan lebih kecil kemungkinannya
untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko dibandingkan dengan mereka
yang sudah memiliki pacar atau pasangan romantis. Ini adalah hasil dari
kenyataan bahwa banyak remaja melakukan hubungan seks pertama mereka
dengan pacar mereka sebelum menikah. Di sisi lain, beberapa remaja terlibat
dalam perilaku berisiko seksual dengan orang lain selain pacar atau pasangan
mereka, seperti melakukan ciuman basah dan/atau meraba daerah sensitif
dengan teman (Zimmer, 2002 dalam Sari, 2012).
Remaja yang sebelumnya pernah menjalin hubungan cinta 11,5 kali
lebih mungkin untuk melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan

Universitas Indonesia
33

remaja yang belum pernah memiliki pasangan, menurut penelitian yang


dilakukan di Depok oleh Sari (2012). Remaja yang berada dalam hubungan
romantis juga lebih mungkin untuk terlibat dalam perilaku seksual berisiko
daripada remaja yang masih lajang, menurut penelitian yang dilakukan di
California Utara (Amerika Serikat) oleh Marin et al. (2011).
2. Durasi pertemuan dengan pasangan
Penelitian oleh Nursal (2008) di Padang dan Roozanty (2003) di
Tangerang Selatan menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara durasi
pertemuan dengan pasangan dan perilaku seksual berisiko. Pasangan yang
memiliki durasi berpacaran terlalu singkat (kurang dari 5 jam/minggu) atau
terlalu lama (lebih dari 21 jam/minggu) memiliki risiko untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
3. Akses terhadap pornografi
Dampak media pornografi terhadap perilaku seksual remaja cukup
besar dan meluas. Remaja akan terinspirasi dan terdorong untuk meniru atau
terlibat dalam kegiatan tersebut jika mereka membaca literatur pornografi,
melihat foto-foto porno, atau menonton film porno. Jika terpapar materi
pornografi secara rutin saat masih remaja, sangat mungkin remaja akan
merasa tertekan untuk berpartisipasi dalam perilaku seksual pada usia yang
lebih dini (Samino, 2012).
Hasil penelitian yang dilakukan di Semarang oleh Lestari et al.
(2014) mendukung hipotesis Samino, yang menunjukkan hubungan antara
paparan pornografi remaja dan keterlibatan mereka dalam perilaku seksual
berisiko. Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Wright
& Randall (2012), remaja yang memiliki akses ke pornografi online lebih
cenderung melakukan hubungan seks sebelum menikah dan melakukan
hubungan seksual dengan pekerja seks komersial.

Universitas Indonesia
34

2.6 Kerangka Teori


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model Green dalam
menggambarkan alur pikir terjadinya perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada
remaja secara utuh, dimana terdapat tiga komponen utama yang mempengaruhi perilaku
seseorang, yaitu faktor predisposisi (predisposing), penguat (reinforcing), dan
pemungkin (enabling). Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Faktor Predisposisi
 Pengetahuan kesehatan
reproduksi
 Umur
 Jenis kelamin
 Usia saat pubertas
 Nilai yang dianut mengenai
perilaku berpacaran

Faktor Penguat
 Pengaruh orang tua
Perilaku seksual
 Pengaruh teman sebaya
berisiko dalam
 Peraturan sekolah terkait
berberpacaran
perilaku berpacaran

Faktor Pemungkin
 Memiliki pasangan
 Situasi
 Waktu
 Paparan pornografi

Gambar 2.2 Kerangka Teori Terjadinya Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
pada Remaja
Sumber: Green (1980)

Berdasarkan model ini, perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada remaja
dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yakni sifat yang mendasari motivasi individu
dalam berperilaku, faktor penguat, yakni hal-hal yang menguatkan remaja untuk
melakukan suatu perilaku, dan faktor pemungkin, yakni hal-hal yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku remaja. Faktor yang termasuk predisposisi adalah umur,
jenis kelamin, usia saat pubertas, pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, dan nilai

Universitas Indonesia
35

yang dianut mengenai perilaku berpacaran. Faktor penguat adalah pengaruh orang tua
remaja, pengaruh teman sebaya, dan peraturan sekolah terkait perilaku berpacaran.
Faktor pemungkin adalah memiliki pasangan, situasi dan waktu yang memungkinkan,
serta paparan pornografi.

Universitas Indonesia
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka penelitian konseptual dikembangkan dalam penelitian ini untuk
mengkarakterisasi faktor-faktor yang terkait dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran di kalangan siswa/i SMK Putra Bangsa Depok. Tujuan dari penelitian ini
dan kerangka teori yang ada saat ini berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan
kerangka konsep ini.
Dalam penelitian ini, faktor predisposisi, faktor penguat, dan faktor pemungkin
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran merupakan variabel bebas (independen),
sedangkan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran merupakan variabel terikat
(variabel dependen). Faktor predisposisi, meliputi jenis kelamin, usia saat pubertas, dan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Faktor penguat, meliputi komunikasi orang
tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dan perilaku teman sebaya
dalam berpacaran. Faktor pemungkin, meliputi memiliki pasangan, durasi pertemuan
dengan pasangan, dan akses terhadap pornografi. Berikut ini merupakan kerangka
konsep dari penelitian ini:

36
Universitas Indonesia
37

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Predisposisi
 Jenis kelamin
 Usia saat pubertas
 Pengetahuan kesehatan
reproduksi

Faktor Penguat
 Komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual berisiko Perilaku Seksual
dalam berpacaran Berisiko dalam
 Perilaku teman sebaya dalam Berpacaran
berpacaran

Faktor Pemungkin
 Memiliki pasangan
 Durasi pertemuan dengan
pasangan
 Akses terhadap pornografi

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Universitas Indonesia
3.2 Definisi Operasional
Skala
No. Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur
Variabel Dependen
1. Perilaku seksual Dalam penelitian ini, perilaku Self administrated Kuesioner 0: Pernah, jika responden Ordinal
berisiko dalam seksual berisiko dalam berpacaran online questionnaire online, pernah melakukan satu atau
berpacaran adalah pernah atau tidaknya pertanyaan lebih perilaku seksual
responden melakukan perilaku no. 6 berisiko, yaitu cium basah,
seksual berisiko, yaitu cium meraba daerah erogen, seks
basah, meraba daerah erogen, seks oral, petting, dan intercourse.
oral, petting, dan intercourse. 1: Tidak pernah, jika
responden tidak pernah
melakukan satupun perilaku
seksual berisiko

Variabel Independen

2. Jenis kelamin Pernyataan responden tentang Self administrated Kuesioner 0: Laki-laki Nominal
status seks responden yang dibawa online questionnaire online, 1: Perempuan
sejak lahir. pertanyaan

38
Universitas Indonesia
39

no. 1
3. Usia saat Umur responden saat mengalami Self administrated Kuesioner Laki-laki Ordinal
pubertas menstruasi pertama pada online questionnaire online, 0: < 13 tahun
perempuan dan mengalami mimpi pertanyaan 1: ≥ 13 tahun
basah pertama bagi laki-laki. no. 2 dan 3 Perempuan
0: < 11 tahun
Pada remaja perempuan, rata-rata 1: ≥ 11 tahun
mengalami haid pertama saat
berusia 11 tahun, dan dikatan dini (Soetjiningsih, 2004)
jika mengalami haid pertama
sebelum usia 11 tahun. Pada remaja
pria, rata-rata mengalami mimpi
basah saat berusia 13 tahun, dan
dikatakan dini jika mengalami
mimpi basah sebelum usia 13 tahun
(Soetjiningsih, 2004).
4. Pengetahuan Wawasan ilmu responden terkait Self administrated Kuesioner 0: Rendah, bila skor < mean Ordinal
kesehatan kesehatan reproduksi yang dilihat online questionnaire. online, 1: Tinggi, bila skor ≥ mean
reproduksi berdasarkan benar tidaknya pertanyaan

Universitas Indonesia
40

jawaban responden mengenai no. 18-37


perubahan fisik masa pubertas,
masa subur seorang wanita, risiko
kehamilan, sumber informasi dan
konseling tentang kesehatan
reproduksi, keluarga berencana
(pencegahan kehamilan),
HIV/AIDS, dan infeksi menular
seksual lainnya.
5. Komunikasi Pembicaraan responden dengan Self administrated Kuesioner 0: Kurang, bila skor < median Ordinal
orang tua /wali orang tua/wali dalam online questionnaire. online, 1: Cukup, bila skor ≥ median
terkait perilaku mendiskusikan perilaku seksual pertanyaan
seksual berisiko berisiko, yaitu cium basah, meraba no. 7 dan 8
dalam berpacaran daerah erogen, seks oral, petting,
dan intercourse.
6. Perilaku teman Pernyataan responden mengenai Self administrated Kuesioner 0: Memiliki teman yang Ordinal
sebaya dalam ada atau tidaknya teman responden online questionnaire online, melakukan perilaku seksual
berpacaran yang sedikitnya melakukan 1 pertanyaan berisiko dalam berpacaran
perilaku seksual berisiko yang no. 9-13 1: Tidak memiliki teman

Universitas Indonesia
41

meliputi cium basah, meraba yang melakukan perilaku


daerah erogen, seks oral, petting, seksual berisiko dalam
dan intercourse sehingga berpacaran
mendorong responden melakukan
hal yang sama.
7. Memiliki Pengalaman responden memiliki Self administrated Kuesioner 0: Pernah/sedang memiliki Ordinal
pasangan pacar. online questionnaire online, pacar
pertanyaan 1: Tidak pernah memiliki
no. 4 pacar

8. Durasi pertemuan Jumlah waktu yang dihabiskan Self administrated Kuesioner 0: Berisiko, bila lama
dengan pasangan responden untuk berpacaran atau online questionnaire online, pertemuan < 5 jam/minggu
berpacaran dengan pasangan pertanyaan atau > 21 jam/minggu.
mereka. Pria dan wanita yang no. 5 1: Tidak berisiko bila lama
berpacaran dikatakan tertarik secara pertemuan antara 5-21
emosional satu sama lain dan jam/minggu atau bila tidak
terlibat dalam serangkaian tindakan penah memiliki pacar
kooperatif yang ditandai dengan
kedekatan (seperti rasa memiliki (Nursal, 2008 dan Roozanty,

Universitas Indonesia
42

dan keterbukaan diri) (Santrock, 2003)


2012).

Pasangan yang memiliki durasi


berpacaran terlalu singkat (kurang
dari 5 jam/minggu) atau terlalu
lama (lebih dari 21 jam/minggu)
memiliki risiko untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran (Nursal, 2008 dan
Roozanty, 2003).
9. Akses terhadap Paparan responden terhadap materi Self administrated Kuesioner 0: Terpapar, bila setidaknya Ordinal
pornografi pornografi, baik berupa film, video, online questionnaire online, pernah mengakses satu jenis
gambar, maupun cerita yang pertanyaan materi pornografi
diakses melalui pencarian oleh diri no 14-17 1: Tidak terpapar, bila tidak
sendiri atau diperoleh dari teman. pernah mengakses pornografi
dalam bentuk apa pun
Tabel 3.1 Definisi Operasional

Universitas Indonesia
3.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

1. Ada hubungan antara faktor predisposisi (jenis kelamin, usia saat pubertas, dan
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi) dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
2. Ada hubungan antara faktor penguat (komunikasi orang tua/wali terkait perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, dan perilaku teman sebaya dalam
berpacaran) dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i
SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
3. Ada hubungan antara faktor pemungkin (memiliki pasangan, durasi pertemuan
dengan pasangan, dan akses terhadap pornografi) dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.

43
Universitas Indonesia
44

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat
observasional analitik. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross-sectional yang
digunakan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya, yang
dalam hal ini adalah faktor predisposisi dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran, faktor penguat dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dan
faktor pemungkin dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK
Putra Bangsa Depok tahun 2020.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMK Putra Bangsa Depok pada bulan Juni – Juli
tahun 2020.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian


4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/i SMK Putra
Bangsa Depok yang terdiri dari siswa/i kelas X, XI, dan XII. Jumlah populasi penelitian
ini adalah 808 peserta didik.

4.3.2 Sampel Penelitian


Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara stratified
random sampling, yaitu dengan terlebih dahulu membagi jumlah sampel secara
proposional pada setiap angkatan (kelas X, XI, dan XII). Setelah setiap jenjang
mendapatkan pembagian sampel yang proporsional, kemudian dari setiap jenjang
dilakukan pengundian secara acak.

4.4 Besar Sampel


Besar sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus uji
hipotesis beda dua proporsi, yaitu (Lameshow et al., 1990 dalam Notoatmodjo, 2018):

Universitas Indonesia
{ √ ( ) √ ( ) ( )}
( )

Keterangan:

n = Besar sampel
Z1-α/2 = Derajat kemaknaan 95%
Z1-β = Kekuatan uji 80%
P1 = Proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dan terpajan
berdasarkan penelitian terdahulu.
P2 = Proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual berisiko dan tidak terpajan
berdasarkan penelitian terdahulu.
P = Rata-rata P1 dan P2

Berikut ini adalah P1 dan P2 pada berbagai variabel independen:

Variabel P1 P2 n Sumber
Jenis kelamin 0,377 0,103 37 Mahmudah et al. (2016)
Usia saat pubertas 0,826 0,067 6 Nurcahyani (2015)
Pengetahuan kesehatan reproduksi 0,461 0,179 42 Kartika et al. (2013)
Komunikasi orang tua/wali terkait
perilaku seksual berisiko dalam 0,638 0,275 29 Gustina (2017)
berpacaran
Perilaku teman sebaya dalam
0,553 0,069 13 Lestari et al. (2014)
berpacaran
Memiliki pasangan 0,69 0,162 13 Sari (2012)
Durasi pertemuan dengan pasangan 0,357 0,155 36 Roozanty (2003)
Akses terhadap pornografi 0,606 0,016 9 Lestari et al. (2014)

Berdasarkan rumus di atas, didapatkan besar sampel minimal yang harus diteliti
pada masing-masing kelompok sebesar 42 peserta didik. Maka total sampel minimal
keseluruhan adalah 84 peserta didik. Jumlah tersebut ditambah 10% dari besar sampel
minimal sebagai bentuk antisipasi jika terdapat kuesioner yang tidak terisi dengan

Universitas Indonesia
46

lengkap. Oleh karena itu, peneliti menetapkan besar sampel dalam penelitian ini adalah
93 peserta didik.

4.5 Pengumpulan Data


4.5.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk kuesioner
online (google forms). Kuesioner diadaptasi dari daftar pertanyaan kuesioner wanita
usia subur (WUS) dan kuesioner remaja pria (RP) dalam Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia tahun 2017 yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Kuesioner tersebut telah diuji cobakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2016 di
Kabupaten Pidie dan Kota Banda Aceh di Provinsi Aceh; Kabupaten Gunung Kidul dan
Sleman di Provinsi DI Yogyakarta; dan di Kabupaten Maluku Tengah dan Ambon di
Provinsi Maluku. Penyempurnaan kuesioner pun dilakukan berdasarkan temuan hasil uji
coba, kemudian uji coba dilakukan kembali pada bulan Januari hingga Februari 2017 di
ketiga provinsi.
Peneliti melakukan modifikasi pada pertanyaan dari kuesioner SDKI 2017. Oleh
karena itu, dilakukan uji coba kuesioner kembali di SMK Taruna Bhakti Depok pada 30
siswa/i kelas X, XI, dan XII (r tabel= 0,361). Berikut ini merupakan hasil uji validitas
dan reliabilitas yang telah dilakukan.

r hitung Cronbach’s
Variabel r tabel
Terendah Tertinggi Alpha
Pengetahuan kesehatan
0,361 0,561 0,798 0,769
reproduksi
Komunikasi orang tua/wali
terkait perilaku seksual 0,361 0,408 0,672 0,792
berisiko dalam berpacaran
Perilaku teman sebaya
0,361 0,451 0,618 0,741
dalam berpacaran
Akses terhadap pornografi 0,361 0,442 0,605 0,727

Universitas Indonesia
Pada uji coba pertama, terdapat beberapa pertanyaan variabel pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi yang tidak valid sehingga dilakukan perbaikan kalimat
agar tidak membingungkan responden dan ada 1 item pertanyaan yang diputuskan untuk
tidak digunakan karena tidak dianggap penting secara substansi dan masih dapat
diwakilkan oleh item pertanyaan yang lain. Pada uji coba kedua, semua variabel
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dinyatakan valid, dan dinyatakan reliabel
karena menghasilkan nilai cronbach’s alpha sebesar 0,769.
Semua item pada variabel komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, perilaku teman sebaya dalam berpacaran, dan akses terhadap
pornografi dinyatakan valid karena semua item memiliki r hitung yang lebih besar dari r
tabel. Semua item juga dinyatakan reliabel karena memiliki cronbach’s alpha lebih dari
0,6.
Variabel jenis kelamin, usia saat pubertas, kepemilikan pasangan, dan durasi
pertemuan dengan pasangan tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena hanya
memiliki satu item pertanyaan.

4.5.2 Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini dilaksanakan saat masa pandemi COVID-19, sehingga pada saat
pelaksanaan penelitian, SMK Putra Bangsa Depok sedang melakukan proses belajar
mengajar secara daring. Oleh karena itu, pada penelitian ini, responden mengisi
kuesioner secara mandiri (self-administrated) dan secara online melalui gadget milik
responden yang dapat terhubung ke internet. Peneliti terlebih dahulu membagi jumlah
sampel secara proposional pada setiap angkatan kelas X, XI, dan XII (stratified random
sampling), yaitu didapatkan 31 responden kelas X, 34 responden kelas XI, dan 28
responden kelas XII. Berdasarkan jumlah tersebut, peneliti mengundi responden melalui
absensi kelas pada setiap angkatan. Jumlah responden yang pada akhirnya didapatkan
adalah sejumlah 105 orang dengan proporsi setiap angkatan, yaitu 35 responden kelas
X, 38 responden kelas XI, dan 32 responden kelas XII. Peneliti sebelumnya juga sudah
berkenalan dengan perwakilan setiap angkatan yang bersedia membantu proses
penelitian ini. Hal ini dikarenakan peneliti sebelumnya telah melakukan Pengalaman
Belajar Lapangan (PBL) di SMK Putra Bangsa Depok. Maka dari itu, peneliti telah

Universitas Indonesia
48

berkenalan dan memiliki kontak beberapa siswa sehingga memudahkan


dilaksanakannya penelitian ini tanpa perlu tatap muka.

Melalui perwakilan setiap angkatan, peneliti meminta izin untuk masuk ke


dalam grup whatsapp setiap angkatan. Setelah menjelaskan maksud dan tujuan dari
penelitian ini, kemudian peneliti menghubungi responden yang terpilih secara personal
(jalur pribadi) untuk mengisi kuesioner online yang telah disertakan informed consent.
Kuesioner online yang diberikan kepada responden berupa link google forms.
Responden dapat membuka link tersebut tanpa perlu sign in ke akun google. Oleh
karena itu, responden yang tidak memiliki email pun dapat membuka link ini dan
mengisi google forms tersebut. Responden dapat membuka link dan mengisi kuesioner
google forms melalui handphone, komputer, atau gadget lain yang dapat terhubung ke
internet. Peneliti membantu responden bila mengalami masalah selama pengisian
kuesioner online.

4.6 Pengolahan Data


Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
tahapan sebagai berikut:

1. Editing
Data yang telah dikumpulkan, diperiksa agar tidak ada kesalahan pengisian
dan dipastikan telah lengkap. Jika ada ketidaklengkapan atau kesalahan
dalam pemasukan data, maka angket akan dikembalikan kembali kepada
responden untuk diisi.
2. Coding
Pemberian kode pada setiap data yang telah dikumpulkan untuk
memudahkan pengolahan data.
3. Entry Data
Seluruh data yang telah dicoding dimasukkan ke dalam sistem pengolahan
data melalui komputer. Peneliti menggunakan program IBM Statistics SPSS
25 sebagai sistem pengolahan data.

Universitas Indonesia
4. Cleaning Data
Setelah data dimasukkan ke dalam sistem pengolahan data, kemudian
dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan apakah data sudah bersih
dari kesalahan pengodean, ketidaklengkapan, dan kesalahan lainnya
sehingga data siap untuk dianalisis.
5. Scoring
Pemberian skor dilakukan pada variabel pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi dan komunikasi orang tua /wali terkait perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran, berikut ini rinciannya:
1) Pengetahuan kesehatan reproduksi
Pada variabel ini, jika responden menjawab benar maka diberi skor 1,
dan jika salah skornya 0. Maka, total skor variabel ini berkisar antara
0 hingga 20. Total skor kemudian dikategorikan dengan batasan
mean karena data terdistribusi normal seperti berikut ini:
0: Rendah, bila skor < mean
1: Tinggi, bila skor ≥ mean
2) Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Pada variabel ini, setiap perilaku seksual berisiko yang dibahas oleh
orang tua/wali diberi skor 1, dan perilaku seksual berisiko yang tidak
dibahas oleh orang tua/wali diberi skor 0. Maka, total skor variabel
ini berkisar antara 0 hingga 5. Total skor kemudian dikategorikan
dengan batasan median karena data terdistribusi tidak normal seperti
berikut ini:
0: Kurang, bila skor < median
1: Cukup, bila skor ≥ median

4.7 Analisis Data


Analisis data dilakukan untuk memperoleh gambaran dari hasil penelitian,
memudahkan interpretasi dan menguji hipotesis penelitian. Berikut ini adalah analisis
yang dilakukan dalam penelitian ini:

Universitas Indonesia
50

1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan setiap
variabel, baik varibel independen (jenis kelamin, usia saat pubertas,
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi, komunikasi orang tua/wali terkait
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, perilaku teman sebaya dalam
berpacaran, memiliki pasangan, durasi pertemuan dengan pasangan, dan
akses terhadap pornografi) maupun variabel dependen (perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran). Hasil analisis berupa distribusi frekuensi dan
proporsi tiap variabel.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen apakah bermakna atau tidak. Uji
statistik yang dipakai yaitu Chi Square dengan derjat kepercayaan (α) 0,05.
Bila p value < α maka ada hubungan yang bermakna secara signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen. Hasil ditampilkan dengan
menggunakan tabel 2x2 dan ditampilkan juga odds ratio untuk melihat
derajat hubungan. Berikut ini adalah rinciannya pada setiap variabel:
 Jenis kelamin
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun
2020.
 Usia saat pubertas
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun
2020.
 Pengetahuan kesehatan reproduksi
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020.

Universitas Indonesia
 Komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020.
 Perilaku teman sebaya dalam berpacaran
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara perilaku teman sebaya dalam berpacaran dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020.
 Memiliki pasangan
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara kepemilikan pasangan dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.
 Durasi pertemuan dengan pasangan
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020.
 Akses terhadap pornografi
Bila p value < α, maka ada hubungan yang bermakna secara
signifikan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran pada siswa/i SMK Putra Bangsa Depok
tahun 2020.

Universitas Indonesia
52

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


SMK Putra Bangsa merupakan Sekolah Menengah Kejuruan swasta yang
berlokasi di Depok, tepatnya di Jl. Margonda Raya Km. 2, Gg Kedondong, Kelurahan
Kemirimuka, Kecamatan Beji, Kota Depok. SMK ini didirikan pada tahun 1985 dengan
dilatar belakangi oleh rasa keprihatinan Bapak Drs. H. Nalim Neih, MM (pendiri dan
pemilik Yayasan Pendidikan Putra Bangsa) terhadap kultur masyarakat Depok yang
pada saat itu masih berpendidikan rendah, dan besarnya animo masyarakat Depok
terhadap keberadaan Sekolah Menengah Atas. SMK Putra Bangsa menggunakan
Kurikulum 2013 dan ,mengajarkan beberapa kompetensi keahlian yang diantaranya
adalah manajemen perkantoran, bisnis daring pemasaran, akuntansi dan keuangan, dan
multimedia. SMK Putra Bangsa juga memiliki Pusat Informasi dan Konseling
Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-R) yang bekerjasama dengan Organisasi Rumah
Panda (Forum Mahasiswa Peduli Kesehatan Reproduksi Remaja) FKM UI untuk
mengedukasi siswa/i mengenai kesehatan reproduksi remaja dan juga untuk melatih
beberapa siswa/i yang bersedia menjadi konselor sebaya.

5.2 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran, Faktor Predisposisi,


Faktor Penguat, dan Faktor Pemungkin

5.2.1 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran


Tabel 5.1 menunjukkan proporsi perilaku berpacaran yang pernah dilakukan
oleh responden, yaitu berpegangan tangan (59%), berpelukan (29,5%), cium pipi/kening
(18,1%), cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral (1,9%), petting
(1,9%), dan hubungan seks (1,9%). Perilaku berpacaran yang paling banyak dilakukan
oleh responden adalah berpegangan tangan, yang dilakukan oleh 62 (59%) responden,
sedangkan perilaku berpacaran yang paling sedikit dilakukan adalah seks oral, petting,
dan hubungan seks, yang hanya dilakukan oleh 2 (1,9%) responden.

Universitas Indonesia
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Item Perilaku Berpacaran di SMK Putra
Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Perilaku Berpacaran Jumlah (n) Persentase (%)
1. Berpegangan tangan
Ya 62 59
Tidak 43 41
2. Berpelukan
Ya 31 29,5
Tidak 74 70,5
3. Cium pipi/kening
Ya 19 18,1
Tidak 86 81,9
4. Cium bibir
Ya 13 12,4
Tidak 92 87,6
Meraba daerah sensitif (payudara, paha
5.
atas, vagina, penis, atau bokong)
Ya 8 7,6
Tidak 97 92,4
6. Seks oral
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1
7. Petting
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1
8. Hubungan seks
Ya 2 1,9
Tidak 103 98,1

Pada tabel 5.2, bila dilihat berdasarkan pernah atau tidaknya responden
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, terdapat 13 (12,4%) responden
yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik berupa
perilaku cium bibir, meraba daerah sensitif, seks oral, petting, dan/atau hubungan seks,
sedangkan 92 (87,6%) responden lainnya tidak pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hampir semua responden yang pernah melakukan perilaku
seksual berisiko, baik berupa perilaku cium bibir, meraba daerah sensitif, seks oral,
petting, dan/atau hubungan seks, melakukan perilaku seksual berisiko tersebut dengan

Universitas Indonesia
54

pacar. Namun terdapat 1 responden yang melakukan cium bibir dengan sahabat lawan
jenis.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko dalam
No. Jumlah (n) Persentase (%)
Berpacaran
1. Pernah 13 12,4
2. Tidak pernah 92 87,6

5.2.2 Gambaran Faktor Predisposisi

5.2.2.1 Jenis Kelamin


Jumlah responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di SMK Putra Bangsa Depok
Tahun 2020 (n= 105)
No. Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
1. Laki-Laki 35 33,3
2. Perempuan 70 66,7

Tabel 5.3 menunjukkan proporsi responden berjenis kelamin perempuan


(66,7%) lebih banyak dari responden berjenis kelamin laki-laki (33,3%).

5.2.2.2 Usia Saat Pubertas


Usia saat pubertas responden laki-laki berkisar antara umur 11 tahun hingga
umur 16 tahun, sedangkan usia saat pubertas responden perempuan berkisar antara umur
8 tahun hingga umur 16 tahun. Usia saat pubertas dikelompokkan menjadi pubertas dini
dan normal, dimana pada responden perempuan, dikatan pubertas dini jika mengalami
haid pertama sebelum usia 11 tahun. Pada responden pria, dikatakan pubertas dini jika
mengalami mimpi basah sebelum usia 13 tahun (Soetjiningsih, 2004).

Universitas Indonesia
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Usia Saat Pubertas di SMK Putra Bangsa
Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Pubertas Jumlah (n) Persentase (%)
1. Pubertas dini 19 18,1
2. Normal 86 81,9

Tabel 5.4 menunjukkan bahwa proporsi responden yang normal/ tidak


mengalami pubertas dini (81,9%), lebih banyak dari responden yang mengalami
pubertas dini (18,1%).

5.2.2.3 Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi


Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi responden diukur dengan 20
pertanyaan mengenai perubahan fisik masa pubertas, masa subur seorang wanita, risiko
kehamilan, sumber informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi, keluarga
berencana (pencegahan kehamilan), HIV/AIDS, dan infeksi menular seksual lainnya
yang dilihat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Aspek Pengetahuan tentang Kesehatan


Reproduksi di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Jumlah Persentase
No. Perilaku Berpacaran
(n) (%)
1. Tahu perubahan fisik laki-laki saat memasuki pubertas
Ya 95 90,5
Tidak 10 9,5
2. Tahu perubahan fisik perempuan saat memasuki pubertas
Ya 88 83,8
Tidak 17 16,2
3. Tahu wanita dapat hamil dengan satu kali hubungan seks
Ya 30 28,6
Tidak 75 71,4
4. Tahu petting dapat menyebabkan kehamilan
Ya 11 10,5
Tidak 94 89,5
5. Tahu masa subur seorang wanita
Ya 6 5,7
Tidak 99 94,3
6. Tahu alat/cara mencegah kehamilan
Ya 81 77,1
Tidak 24 22,9
Tahu sumber informasi dan konseling tentang kesehatan
7.
reproduksi
Ya 69 65,7
Tidak 36 34,3

Universitas Indonesia
56

Jumlah Persentase
No. Perilaku Berpacaran
(n) (%)
8. Tahu mengenai adanya penyakit HIV/AIDS
Ya 94 89,5
Tidak 11 10,5
Tahu bahwa tidak berganti-ganti pasangan dan hanya
9.
berhubungan seks dengan satu orang dapat mencegah HIV/AIDS
Ya 64 61
Tidak 41 39
Tahu bahwa HIV/AIDS tidak dapat ditularkan melalui gigitan
10.
nyamuk
Ya 27 25,7
Tidak 78 74,3
Tahu bahwa penggunaan kondom dapat mengurangi risiko
11.
tertular HIV/AIDS
Ya 28 26,7
Tidak 77 73,3
Tahu bahwa menunda melakukan hubungan seks pertama kali
12.
dapat mengurangi risiko tertular HIV/AIDS
Ya 27 25,7
Tidak 78 74,3
Tahu bahwa penggunaan jarumsuntik secara bergantian dapat
13.
menularkan virus HIV/AIDS
Ya 72 68,6
Tidak 33 31,4
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
14.
anaknya selama hamil
Ya 40 38,1
Tidak 65 61,9
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
15.
anaknya saat proses melahirkan
Ya 36 34,3
Tidak 69 65,7
Tahu bahwa virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari ibu ke
16.
anaknya dengan menyusui
Ya 44 41,9
Tidak 61 58,1
17. Tahu mengenai adanya VCT (Voluntary HIV Counseling and Test)
Ya 22 21
Tidak 83 79
18. Tahu mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS)
Ya 59 56,2
Tidak 46 43,8
19. Tahu gejala IMS pada laki-laki
Ya 47 44,8
Tidak 58 55,2
20. Tahu gejala IMS pada perempuan
Ya 40 38,1
Tidak 65 61,9

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa aspek pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


yang paling banyak diketahui oleh responden adalah mengenai perubahan fisik laki-laki
saat memasuki pubertas (90,5%), mengetahui adanya penyakit HIV/AIDS (89,5%), dan

Universitas Indonesia
perubahan fisik perempuan saat memasuki pubertas (83,8%). Aspek pengetahuan
tentang kesehatan reproduksi yang paling sedikit diketahui oleh responden adalah
mengenai masa subur wanita (5,7%), petting dapat menyebabkan kehamilan (10,5%),
dan mengetahui adanya VCT (Voluntary HIV Counseling and Test) (21%).

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi di


SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Pengetahuan tentang Kesehatan
No. Jumlah (n) Persentase (%)
Reproduksi
1. Rendah 51 48,6
2. Tinggi 54 51,4

Tabel 5.6 menunjukkan proporsi pengetahuan tentang kesehatan reproduksi


responden yang telah dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Terdapat 51 (48,6%)
responden yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi rendah, dan
terdapat 54 (51,4%) responden yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi tinggi. Jumlah skor pengetahuan tentang kesehatan reproduksi responden
berkisar antara 2 hingga 18, dan memiliki nilai rata-rata 9,48.

5.2.3 Gambaran Faktor Penguat

5.2.3.1 Komunikasi Orang Tua/Wali Terkait Perilaku Seksual Berisiko


dalam Berpacaran
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Komunikasi Orang Tua/Wali Terkait Perilaku
Seksual Berisiko dalam Berpacaran di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Komunikasi Orang Tua/Wali Terkait
No. Perilaku Seksual Berisiko dalam Jumlah (n) Persentase (%)
Berpacaran
1. Kurang 35 33,3
2. Cukup 70 66,7

Tabel 5.7 menunjukkan proporsi responden dengan komunikasi orang tua/wali


terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran yang cukup (66,7%) lebih banyak

Universitas Indonesia
58

dibandingkan responden dengan komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual


berisiko dalam berpacaran yang kurang (33,3%). Jumlah perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran yang dibahas oleh orang tua/wali responden berkisar antara 0 hingga
5 perilaku, dengan rata-rata 1,56. Urutan proporsi perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran yang paling sering dibahas hingga paling jarang dibahas oleh orang tua/wali
responden adalah sebagai berikut: hubungan seks (44,2%); meraba daerah sensitif
(35,8%); cium bibir (32,5%); petting (12,5%); dan seks oral (11,7%).

5.2.3.2 Perilaku Teman Sebaya dalam Berpacaran


Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Perilaku Teman Sebaya dalam Berpacaran di
SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Teman Sebaya dalam
No. Jumlah (n) Persentase (%)
Berpacaran
Memiliki teman yang melakukan perilaku
1. 50 47,6
seksual berisiko dalam berpacaran
Tidak memiliki teman yang melakukan
2. perilaku seksual berisiko dalam 55 52,4
berpacaran

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa terdapat 50 (47,6%) responden yang memiliki


teman sebaya yang melakukan perilaku seksual berisiko (cium bibir, meraba daerah
sensitif, seks oral, petting, dan/atau hubungan seks) sehingga mendorong responden
melakukan hal yang sama.

5.2.4 Gambaran Faktor Pemungkin

5.2.4.1 Kepemilikan Pasangan


Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Kepemilikan Pasangan di SMK Putra Bangsa
Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Kepemilikan Pasangan Jumlah (n) Persentase (%)
1. Pernah memiliki pacar 69 65,7
2. Tidak pernah memiliki pacar 36 34,3

Universitas Indonesia
Tabel 5.9 menunjukkan responden yang pernah memiliki pacar memiliki
proporsi yang lebih itnggi yaitu sebesar 69 (65,7%) responden.

5.2.4.2 Durasi Pertemuan dengan Pasangan


Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Durasi Pertemuan dengan Pasangan di SMK
Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Durasi Pertemuan dengan Pasangan Jumlah (n) Persentase (%)
1. Berisiko 59 56,2
2. Tidak berisiko 46 43,8

Tabel 5.10 menunjukkan terdapat 59 (56,2%) responden yang memiliki durasi


pertemuan dengan pasangan terlalu singkat (kurang dari 5 jam/minggu) atau terlalu
lama (lebih dari 21 jam/minggu) sehingga dianggap berisiko untuk melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran.

5.2.4.3 Akses terhadap Pornografi


Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Akses terhadap Pornografi di SMK Putra
Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
No. Paparan Pornografi Jumlah (n) Persentase (%)
1. Terpapar 80 76,2
2. Tidak terpapar 25 23,8

Tabel 5.11 menunjukkan sebagian besar responden penah terpapar pornografi


berupa film, video, gambar, dan/ atau cerita erotis/pornografi, yaitu sebesar 76,2% (80
orang). Bentuk pornografi yang paling banyak diakses oleh responden adalah gambar
erotis/pornografi (67,6%), diikuti oleh film erotis/pornografi (46,7%), video
erotis/pornografi (45,7%), dan cerita erotis/pornografi (44,8%).

Universitas Indonesia
60

5.3 Hubungan Faktor Predisposisi, Faktor Penguat, dan Faktor Pemungkin


dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran
5.3.1 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Tabel 5.12 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran
Faktor Predisposisi Nilai p OR (95% CI)
Pernah Tidak Pernah
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 22,9 27 77,1 3,852 (1,155-12,841)
0,029
Perempuan 5 7,1 65 92,9
Usia Saat Pubertas
Pubertas dini 5 26,3 14 73,7 3,482 (0,994-12,201)
0,057
Normal 8 9,3 78 90,7
Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi
Rendah 12 23,5 39 76,5 16,308 (2,034-130,728)
0,001
Tinggi 1 1,9 53 98,1

Tabel 5.12 menunjukkan hasil analisis hubungan faktor predisposisi dengan


perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis hubungan antara jenis
kelamin dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada
sebanyak 8 (22,9%) responden laki-laki yang pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada responden perempuan, terdapat 5 (7,1%)
orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p= 0,029 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signfikan antara jenis kelamin dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil
analisis menunjukkan pula nilai OR (95% CI: 1,155-12,841)= 3,852, artinya responden
berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 3,85 kali untuk melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran daripada responden berjenis kelamin perempuan.

Universitas Indonesia
Hasil analisis hubungan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 5 (26,3%) responden
yang mengalami pubertas dini pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Sementara, pada responden yang normal/ tidak mengalami pubertas dini,
ada 8 (9,3%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,057 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan yang signfikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak
12 (23,5%) responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang rendah
pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada
responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang tinggi, terdapat 1
(1,9%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang
signfikan antara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis menunjukkan pula nilai OR (95% CI: 2,034-
130,728)= 16,308, artinya responden dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi
yang kurang mempunyai peluang 16,3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran daripada responden yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang baik.

Universitas Indonesia
62

5.3.2 Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran
Tabel 5.13 Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran
Faktor Penguat Nilai p OR (95% CI)
Pernah Tidak Pernah
n % n %
Komunikasi Orang
Tua/Wali Terkait Perilaku
Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Kurang 6 17,1 29 82,9 1,862(0,575-6,034)
0,351
Cukup 7 10,0 63 90,0
Perilaku Teman Sebaya
dalam Berpacaran
Memiliki teman yang
melakukan perilaku
12 24,0 38 76,0 17,053(2,127-136,740)
seksual berisiko dalam
berpacaran 0,001
Tidak memiliki teman yang
melakukan perilaku seksual 1 1,8 54 98,2
berisiko dalam berpacaran

Tabel 5.13 menunjukkan hasil analisis hubungan faktor penguat dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis hubungan antara komunikasi orang
tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dengan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 6 (17,1%) responden
dengan komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
yang kurang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Sementara,
pada responden dengan komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran yang cukup, terdapat 7 (10,0%) orang yang pernah melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,351

Universitas Indonesia
maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signfikan antara komunikasi
orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara perilaku teman sebaya dalam berpacaran dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa pada responden yang
memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko, terdapat 12 (24,0%)
responden yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Sementara, pada responden yang tidak memiliki teman yang melakukan perilaku
seksual berisiko, terdapat 1 (1,8%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,001 maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signfikan antara perilaku teman sebaya dalam
berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis
menunjukkan pula nilai OR (95% CI: 2,127-136,740)= 17,053, artinya responden yang
memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko mempunyai peluang 17 kali
untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran daripada responden yang
tidak memiliki teman yang melakukan perilaku seksual berisiko.

Universitas Indonesia
64

5.3.3 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran

Tabel 5.14 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran di SMK Putra Bangsa Depok Tahun 2020 (n= 105)
Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran
Faktor Pemungkin Nilai p OR (95% CI)
Pernah Tidak Pernah
n % n %
Kepemilikan
Pasangan
Pernah memiliki
12 17,4 57 82,6 7,368 (0,918-59,155)
pacar
0,032
Tidak pernah
1 2,8 35 97,2
memiliki pacar
Durasi Pertemuan
dengan Pasangan
Berisiko 9 15,3 50 84,7 1,890 (0,543-6,578)
0,311
Tidak berisiko 4 8,7 42 91,3
Akses Terhadap
Pornografi
Terpapar 12 15,0 68 85,0 4,235 (0,523-34,324)
0,183
Tidak terpapar 1 4,0 24 96,0

Tabel 5.14 menunjukkan hasil analisis hubungan faktor pemungkin dengan


perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis hubungan antara kepemilikan
pasangan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada
sebanyak 12 (17,4%) responden yang penah memiliki pacar pernah melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada responden yang tidak pernah
memiliki pacar, terdapat 1 (2,8%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,032 maka dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signfikan antara kepemilikan pasangan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil analisis menunjukkan pula nilai OR

Universitas Indonesia
(95% CI: 0,918-59,155)= 7,368, artinya responden yang pernah memilki pacar
mempunyai peluang 7,37 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran daripada responden yang tidak pernah memiliki pacar.
Hasil analisis hubungan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 9
(15,3%) responden dengan durasi pertemuan dengan pasangan yang berisiko (kurang
dari 5 jam/minggu atau lebih dari 21 jam/minggu) pernah melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Sementara, pada responden dengan durasi pertemuan
dengan pasangan yang tidak berisiko (5-21 jam/minggu atau tidak pernah memiliki
pacar), terdapat 4 (8,7%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,311 maka dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signfikan antara durasi pertemuan dengan pasangan dengan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Hasil analisis hubungan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, diperoleh hasil bahwa ada sebanyak 12 (15,0%)
responden yang terpapar pornografi pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Sementara, pada responden yang tidak terpapar pornografi, terdapat 1
(4,0%) orang yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p= 0,183 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
yang signfikan antara akses terhadap pornografi dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran.

Universitas Indonesia
66

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK
Putra Bangsa Depok tahun 2020. Penggunaan data primer mengharuskan responden
yang masih dalam usia remaja menjawab beberapa pertanyaan yang bersifat personal
mengenai perilaku seksual dalam berpacaran, sehingga untuk mengatasi kemungkinan
responden tidak menjawab dengan jujur, pengumpulan data dilakukan menggunakan
kuesioner online yang bersifat self-administrated dan pengumpulan data dilakukan
secara anonim. Selain itu, metode pengisian kuesioner yang bersifat self-administrated
juga memiliki kelemahan yaitu adanya kemungkinan responden salah mempersepsikan
pertanyaan. Oleh karena itu, peneliti sebelumnya mengadakan uji coba kuesioner di
SMK Taruna Bhakti Depok untuk memastikan pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner sudah jelas dan tidak ambigu. Selain itu, peneliti juga bergabung dalam grup
whatsapp setiap angkatan saat membagian kuesioner online untuk memastikan bahwa
tidak ada responden yang kebingungan dengan pertanyaan yang diajukan dalam
kuesioner.

6.2 Gambaran Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran


Berdasarkan hasil penelitian, proporsi perilaku berpacaran yang banyak
dilakukan siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 adalah perilaku yang bukan
merupakan perilaku seksual berisiko, yaitu berpegangan tangan (59%), berpelukan
(29,5%), dan cium pipi/kening (18,1%). Sedangkan proporsi perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran, yaitu cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral
(1,9%), petting (1,9%), dan hubungan seks (1,9%). Hal ini menunjukkan bahwa
perilaku berpacaran yang dilakukan siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020
lebih mengarah ke perilaku yang bukan merupakan perilaku seksual berisiko, dimana
semakin berisiko suatu perilaku, semakin sedikit pula siswa/i yang melakukan perilaku
seksual berisiko tersebut. Meskipun berpegangan tangan, berpelukan, dan cium
pipi/kening bukan merupakan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, namun

Universitas Indonesia
menurut Imran (2013), ketiga perilaku tersebut merupakan bagian dari perkembangan
perilaku seksual remaja yang memungkinkan remaja menjadi lebih berani untuk
melukan perilaku seksual yang lebih lanjut atau berisiko. Oleh karena itu, siswa/i yang
hanya melakukan perilaku berpacaran tidak berisiko tetap membutuhkan bimbingan dari
berbagai pihak seperti orang tua dan/atau sekolah untuk memastikan siswa/i tetap tidak
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.
Bila dilihat berdasarkan pernah atau tidaknya siswa/i di SMK Putra Bangsa
Depok tahun 2020 melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, proporsi
siswa/i yang melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran adalah 12,4% dan
proporsi siswa/i yang tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran adalah 87,6%. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Mahmudah et
al. (2016) pada remaja di Kota Padang, dimana dalam penelitian ini proporsi remaja
yang melakukan dan tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko tidak terlalu
berbeda dengan penelitian ini, yaitu proporsi remaja yang melakukan perilaku seksual
berisiko (20,9%) lebih kecil dibandingkan remaja yang tidak pernah melakukan perilaku
seksual berisiko (79,1%). Perilaku seksual sendiri dikatakan berisiko apabila perilaku
tersebut membawa akibat yang tidak diinginkan seperti hamil diluar nikah, aborsi,
penyakit menular seksual (PMS), dan HIV/AIDS (Chandra et al., 2014). Meskipun
proporsi siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 yang melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran cukup sedikit, namun besarnya dampak yang dapat
diakibatkan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran mengharuskan adanya tindakan
untuk mencegah siswa/i tersebut untuk tidak kembali melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, terdapat seorang
responden yang melakukan cium bibir dengan sahabat lawan jenis (bukan pacar). Salah
satu alasan dan merupakan alasan terbanyak yang menyebabkan remaja melakukan
perilaku seksual berisiko menurut Mahmudah et al. (2016) adalah karena ingin
tahu/coba-coba (50%). Hal ini dapat menjadi salah satu alasan mengapa responden
tersebut melakukan perilaku seksual berisiko dengan sahabat lawan jenis tanpa memiliki
hubungan pacaran.

Universitas Indonesia
68

6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran
6.3.1 Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
6.3.1.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara jenis
kelamin dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dimana siswa berjenis
kelamin laki-laki mempunyai peluang 3,85 kali untuk melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran daripada siswi berjenis kelamin perempuan. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian oleh Hindiarti (2015) di Yogyakarta yang
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan
perilaku seksual berisiko, dimana laki-laki mempunyai peluang 1,9 kali untuk
melakukan perilaku seksual beresiko dibanding perempuan.
Indonesia menganut budaya paternalistik, dimana menurut Nursal (2008)
dalam Mahmudah et al. (2016), terdapat norma yang lebih longgar bagi laki-laki
dibandingkan perempuan. Sehingga perilaku remaja laki-laki cenderung lebih bebas
dibandingkan remaja perempuan. Umumnya orang tua pun lebih membebaskan
remaja laki-laki dan lebih protektif pada remaja perempuan. Selain itu, risiko yang
ditanggung remaja perempuan bila melakukan perilaku seksual berisiko pun lebih
besar bila dibandingkan dengan risiko yang ditanggung remaja laki-laki, dimana
remaja perempuan dapat menjadi hamil, melakukan aborsi, dikucilkan oleh
masyarakat, dan/atau dikeluarkan dari sekolah. Beban fisik dan psikologis yang
harus ditanggung remaja perempuan bila hamil di luar nikah dapat menyebabkan
remaja perempuan untuk lebih takut untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran.
Edukasi mengenai dampak dari perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
tidak hanya perlu diberikan kepada remaja perempuan saja, namun remaja laki-laki
pun perlu mengetahui besarnya dampak yang dapat diakibatkan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran terhadap dirinya dan pasangan perempuannya. Orang tua
dan pihak sekolah pun harus dapat lebih membimbing dan memperhatikan perilaku

Universitas Indonesia
berpacaran remaja laki-laki dan tidak hanya terfokus kepada remaja perempuan
saja.

6.3.1.2 Hubungan Usia Saat Pubertas dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Terdapat 5 (26,3%) responden yang mengalami pubertas dini dan
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dan terdapat 8 (9,3%)
responden yang normal/ tidak mengalami pubertas dini dan melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signfikan antara usia saat pubertas dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Nurcahyani et al.
(2015) di Purwokerto yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara usia saat
pubertas dengan perilaku seksual berisiko. Namun, hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian Mahmudah et al. (2016) pada remaja di Kota Padang,
dimana tidak ada hubungan signifikan antara usia saat pubertas dengan perilaku
seksual berisiko remaja.
Perubahan fisik dan perubahan hormon yang dialami remaja selama masa
pubertas menyebabkan remaja ingin mencoba dan terdorong untuk melakukan
aktivitas seksual (Sarwono, 2012). Pada remaja yang mengalami pubertas dini,
remaja dapat menjadi bingung dengan dorongan untuk melakukan aktivitas seksual
tersebut karena perubahan fisik dan hormon yang terjadi secara cepat dan lebih dulu
terjadi bila dibandingkan teman sebanyanya. Tanpa informasi mengenai kesehatan
reproduksi yang tepat dan memadai, remaja dapat memilih untuk mencari informasi
sendiri dengan cara mecoba-coba, atau mencari informasi di sumber yang tidak
tepat seperti pornografi, sehingga informasi yang didapatkan bisa salah/kurang
tepat dan mengakibatkan pemilihan perilaku seksual berisiko yang salah dalam
berpacaran.
Hubungan yang tidak signifikan dalam penelitian ini dapat dikarenakan oleh
faktor lain seperti kurangnya pengawasan orang tua dan sekolah, pengaruh teman
dan lingkungan, dan faktor lainnya yang mendukung remaja untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran seperti semakin mudahnya akses
internet untuk mencari informasi menganai aktivitas seksual sejak usia dini

Universitas Indonesia
70

sehingga remaja di segala umur menjadi lebih mudah untuk mendapatkan informasi
yang tidak tepat. Oleh karena itu penting diadakannya edukasi mengenai kesehatan
reproduksi yang melingkupi perilaku seksual berisiko dalam berpacaran agar
remaja dapat menjadi lebih bijak dalam memutuskan perilaku saat berpacaran.

6.3.1.3 Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku


Seksual Berisiko dalam Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signfikan antara
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran, dimana siswa/i dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang
rendah mempunyai peluang 16,3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran daripada siswa/i yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh
Kartika et al. (2013) di Colomadu, Jawa Tengah yang menemukan bahwa semakin
tinggi pengatahuan kesehatan reproduksi yang dimiliki remaja, semakin kecil pula
peluang remaja melakukan perilaku seksual yang berisiko. Hasil penelitian ini pun
menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang masih rendah
di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020 adalah pengetahuan bahwa wanita dapat
hamil dengan satu kali hubungan seks, petting dapat menyebabkan kehamilan, masa
subur wanita, alat/ cara mencegah kehamilan, penularan dan pencegahan HIV/
AIDS, dan gejala Infeksi Menular Seksual (IMS) pada pria maupun wanita.
Informasi mengenai pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang
memadai penting bagi remaja sebagai dasar yang rasional dalam mengambil
keputusan berperilaku dalam berpacaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Notoatmodjo (2010) yaitu pengetahuan yang baik akan membentuk perilaku yang
baik. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sendiri dapat diperoleh oleh remaja
dari berbagai sumber antara lain orang tua, teman sebaya, tenaga medis, media
massa seperti buku, majalah, film, radio, dan internet. Semakin mudahnya remaja
saat ini untuk memperoleh informasi mengenai kesehatan reproduksi dari internet
memiliki sisi positif dan negatif bagi remaja. Dengan mudahnya akses internet saat
ini remaja dapat lebih mudah untuk mencari informasi kesehatan reproduksi yang

Universitas Indonesia
dibutuhkannya, selain itu melalui internet, remaja pun dapat dengan mudah
berkonsulatasi dengan tenaga kesehatan secara online tanpa harus bertatap muka
bila memiliki masalah dengan kesehatan reproduksinya. Namun dengan adanya
internet, remaja pun semakin mudah untuk mendapatkan informasi yang salah
mengenai kesehatan reproduksi, sehingga penting diadakannya edukasi kesehatan
reproduksi yang memadai di sekolah untuk sebagai acuan informasi kesehatan
reproduksi bagi para siswa/i.

6.3.2 Hubungan Faktor Penguat dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran
6.3.2.1 Hubungan Komunikasi Orang Tua/ Wali Terkait Perilaku Seksual
Berisiko dalam Berpacaran dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam
Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signfikan antara
komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hasil penelitian ini bertolak
belakang dengan hasil penelitian oleh Firman (2017) di Yogyakarta yang
menemukan bahwa terdapat hubungan antara komunikasi orang tua mengenai
perilaku seksual dalam berpacaran dengan perilaku seksual berisiko.
Komunikasi orang tua/ wali mengenai perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran penting bagi perkembangan seksual remaja. Komunikasi antar orang tua
dan anak tersebut tidak hanya penting untuk sebatas pemberian pengetahuan saja,
melainkan juga dengan adanya komunikasi yang baik antara kedua belah pihak,
diharapkan dapat muncul keterbukaan dan rasa percaya dalam menghadapi
permasalahan dalam berpacaran. Menurut Ackard (2006) dalam Gustina (2017),
hubungan orang tua dan remaja yang positif merupakan pelindung terhadap tekanan
emosional, penyalahgunaan alkohol, hubungan seksual dini, dan bunuh diri.
Hubungan yang positif ini diharapkan dapat menjadi salah satu pencegah perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran bagi remaja.
Di Indonesia, terdapat anggapan bahwa membicarakan kesehatan dan
perilaku seksual adalah hal yang memalukan dan tabu untuk dilakukan di

Universitas Indonesia
72

lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, sering kali sekolah
diharapkan dapat menjadi tempat bagi remaja untuk mendapatkan informasi
mengenai kesehatan dan perilaku seksual, namun bila sekolah tidak dapat memadai
pemberian informasi tersebut, maka remaja akan berusaha mencari informasi
tersebut dengan caranya sendiri. Hal ini dapat menjadi salah satu penyebab
mengapa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara komunikasi orang tua/wali terkait perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Diharapkan orang
tua dapat lebih aktif dalam memulai komunikasi kepada anak mengenai perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran, serta menjadi role model yang baik dan tetap
melakukan pengawasan terhadap perilaku remaja dalam berpacaran.

6.3.2.2 Hubungan Perilaku Teman Sebaya dalam Berpacaran dengan Perilaku


Seksual Berisiko dalam Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signfikan antara
perilaku teman sebaya dalam berpacaran dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran, dimana siswa/i yang memiliki teman yang melakukan perilaku seksual
berisiko mempunyai peluang 17 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran daripada siswa/i yang tidak memiliki teman yang melakukan
perilaku seksual berisiko. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh oleh Lestari et
al. (2014) di Semarang yang menemukan bahwa remaja yang memiliki teman
sebaya yang pernah melakukan perilaku seksual berisiko lebih berpeluang untuk
melakukan perilaku seksual berisiko juga.
Teman sebaya merupakan salah satu sumber afeksi, simpati, tempat untuk
bereksperimen, dan bagian dari dukungan remaja untuk mencapai kemandirian dari
orang tua. Oleh karena itu, remaja lebih suka menghabiskan waktunya dengan
teman sebanya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Santrock (2012) yaitu remaja
menghabiskan waktunya dua kali lebih banyak dengan teman sebayanya daripada
dengan orang tuanya. Hubungan antar teman sebaya membuat remaja dapat
menerima umpan balik mengenai perilaku mereka sehingga remaja dapat belajar
mengenai perilaku apa saja yang diterima dan dilakukan oleh kalangan sebayanya.

Universitas Indonesia
Hubungan ini dapat berdampak positif bagi remaja untuk melatih komunikasi dan
mempelajari banyak hal seperti kepercayaan, kejujuran, serta keterampilan lainnya
yang berguna untuk memulai dan memelihara hubungan dengan sesamanya.
Sebaliknya, hubungan ini pun dapat bersifat negatif bila remaja melihat teman
sebayanya melakukan perilaku negatif, seperti melakukan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran. Pada fase remaja, penerimaan oleh teman sebaya merupakan hal
yang penting bagi mereka. Akibatnya beberapa remaja tetap menyesuaikan
perilakunya dengan perilaku teman sebayanya, meskipun remaja tersebut
mengetahui bahwa perilaku tersebut merupakah perilaku negatif. Konformitas
perilaku ini muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain
karena tekanan sosial (Santrock, 2012). Oleh karena itu, dibutuhkan peran orang tua
untuk membantu remaja menghadapi tekanan sosial dari teman sebayanya, dan
menanamkan nilai-nilai perilaku berpacaran yang baik sejak dini sehingga remaja
dapat tetap teguh bertahan dengan pendiriannya untuk tetap tidak melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Selain itu sekolah juga dapat
memanfaatkan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-
R) untuk mengadakan konseling sebaya, agar siswa/i dapat lebih mudah untuk
melakukan konseling bila memiliki masalah kesehatan reproduksi maupun perilaku
berpacaran bila siswa/i merasa canggung untuk melakukan konseling dengan guru
Bimbingan Konseling (BK).

6.3.3 Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran
6.3.3.1 Hubungan Kepemilikan Pasangan dengan Perilaku Seksual Berisiko
dalam Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signfikan antara
kepemilikan pasangan dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, dimana
siswa/i yang pernah memilki pacar mempunyai peluang 7,37 kali untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dalam berpacaran daripada siswa/i yang tidak pernah
memiliki pacar. Penelitian oleh Sari (2012) di Depok juga menemukan bahwa
remaja yang pernah memiliki pasangan lebih berpeluang 11,5 kali untuk melakukan
perilaku seksual berisiko dibandingkan remaja yang tidak pernah memiliki

Universitas Indonesia
74

pasangan. Hal ini menunjukkan bahwa Remaja yang tidak mempunyai


pacar/pasangan mempunyai kecenderungan yang lebih kecil untuk melakukan
perilaku seksual berisiko bila dibandingkan dengan remaja yang mempunyai
pasangan.
Berpacaran merupakan awal hubungan yang lebih intim sebelum akhirnya
menjalin hubungan yang lebih serius ke jenjang selanjutnya. Hubungan ini
merupakan hal baru bagi banyak remaja. Oleh karena itu remaja sering kali bingung
dengan batasan perilaku apa saja dalam berpacaran. Kurangnya informasi mengenai
perilaku berpacaran dapat membuat remaja terbawa untuk melakukan perilaku
seksual berisiko. Menurut Santrock (2012), berpacaran di usia dini memiliki
hubungan dengan kehamilan remaja serta masalah-masalah lainnya di rumah
maupun di sekolah. Pengalaman memiliki pasangan di usia yang lebih muda pun
memiliki hubungan dengan perilaku seksual yang lebih cepat. Namun, pada
penelitian ini didapatkan pula seorang responden yang melakukan perilaku seksual
berisiko dengan orang yang bukan pacarnya. Hal ini dapat diakibatkan rasa
penasaran dan ingin mencoba hal baru yang merupakan salah satu sifat remaja.
Oleh karena itu, penting bimbingan orang tua dan sekolah untuk memastikan
remaja dan siswa/i mengetahui serta memahami batasan-batasan yang ada selama
berpacaran dan berteman agar dapat memiliki perilaku berpacaran dan pertemanan
yang sehat tanpa melakukan perilaku seksual berisiko.

6.3.3.2 Hubungan Durasi Pertemuan dengan Pasangan dengan Perilaku


Seksual Berisiko dalam Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signfikan antara
durasi pertemuan dengan pasangan dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Nursal (2008) di
Padang dan Roozanty (2003) di Tangerang Selatan yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara durasi pertemuan dengan pasangan dan perilaku seksual
berisiko, dimana pasangan yang memiliki durasi berpacaran terlalu singkat (kurang
dari 5 jam/minggu) atau terlalu lama (lebih dari 21 jam/minggu) memiliki risiko
untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.

Universitas Indonesia
Remaja sering kali menghabiskan waktu bersama pacar di tempat umum
seperti mall, bioskop, cafe, namun beberapa remaja juga memilih untuk bertemu
dengan pasangan di tempat yang lebih privat dan intim seperti di rumah, kost, atau
apartemen. Durasi pertemuan yang terlalu sedikit atau terlalu lama berpotensi
membuat remaja melakukan perilaku-perilaku seksual berisiko (Nursal, 2008).
Durasi pertemuan yang lebih singkat atau jarang dapat membuat remaja
memanfaatkan waktu pertemuan seefektif mungkin untuk melepas rindu,
sedangkan durasi pertemuan yang terlalu lama atau sering dapat memberi
kesempatan bagi remaja untuk mencoba-coba hal baru agar pertemuan dengan
pacar tidak membosankan.
Hubungan yang tidak signifikan dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh
ada atau tidaknya kehadiran orang tua di tempat yang lebih privat seperti rumah
untuk memastikan remaja tidak melakukan perilaku seksual berisiko. Selain itu
kehadiran teman pun juga dapat mempengaruhi apakah remaja akan melakukan
perilaku seksual berisiko saat berpacaran atau tidak. Oleh karena itu, penting bagi
orang tua untuk mengawasi dan berkomunikasi secara aktif dengan remaja agar
lebih terbuka dalam memberi tahu lokasi berpacaran, serta menekankan batasan-
batasan perilaku yang perlu dihindari saat berpacaran.

6.3.3.3 Hubungan Akses Terhadap Pornografi dengan Perilaku Seksual


Berisiko dalam Berpacaran
Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signfikan antara
akses terhadap pornografi dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran. Hal
ini bertolak belakang dengan pendapat menurut Samino (2012), dimana remaja
yang terus menerus terpapar oleh media pornografi sangat mungkin akan terdorong
untuk melakukan hubungan seksual pada usia terlalu dini. Hasil penelitian oleh
Lestari et al. (2014) di Semarang pun mendukung studi Samino yang menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara paparan pornografi dengan perilaku seksual
berisiko pada remaja. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh
Sari (2012), yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara akses terhadap
pornografi dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.

Universitas Indonesia
76

Dewasa ini, mengakses pornografi sangatlah mudah. Dengan adanya


internet, remaja dapat mengakses pornografi baik itu berupa film, video, gambar,
maupun cerita dengan mudah. Hal ini dapat menjadi alasan mengapa hasil
penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, dimana dewasa ini,
remaja semakin sering dan terbiasa terpapar pornografi baik itu berupa film, video,
gambar, maupun cerita. Namun paparan paparan pornografi tetap harus
diperhatikan karena selain dapat memberi pengetahuan dan perilaku seksual
berisiko yang salah, pornografi juga dapat merangsang remaja untuk ingin juga
melakukan perilaku yang mereka lihat atau baca. Menurut studi kualitatif Hanifah
(2000) dalam Sari (2012), situs pornografi merupakan salah satu sumber informasi
pengetahuan dan perilaku seksual yang paling banyak digunakan oleh remaja. Bila
remaja tidak mendapatkan informasi yang memadai dari sekolah atau orang
tua/wali, remaja dapat mencoba dan meniru apa yang mereka lihat atau baca tanpa
menyadari risiko yang mereka tanggung. Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kominfo) Republik Indonesia pun mengaku telah memblokir lebih dari satu juta
situs pornografi (Kominfo RI, 2019). Namun masih banyak sekali situs pornografi
lainnya yang dapat dengan mudah diakses oleh remaja, oleh karena itu dibutuhkan
peran orang tua dan sekolah untuk membimbing remaja agar tidak mengakses situs-
situs tersebut. Sekolah dapat memberikan pengetahuan mengenai kesehatan
reproduksi beserta risiko dari perilaku seksual berisiko dalam berpacaran kepada
siswa/i sebagai acuan informasi mereka mengenai kesehatan dan perilaku seksual.
Sedangkan orang tua dapat berkomunikasi dengan aktif kepada remaja dan
menanamkan nilai-nilai yang baik sejak usia dini agar remaja memiliki prinsip
moral yang baik untuk tidak melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran.

Universitas Indonesia
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra
Bangsa Depok tahun 2020, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan pernah atau tidaknya siswa/i melakukan perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran, terdapat 13 (12,4%) siswa/i yang pernah
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran baik berupa perilaku
cium bibir (12,4%), meraba daerah sensitif (7,6%), seks oral (1,9%), petting
(1,9%), dan/atau hubungan seks (1,9%), sedangkan 92 (87,6%) siswa/i
lainnya tidak pernah melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran
dengan proporsi perilaku berpegangan tangan (59%), berpelukan (29,5%),
dan cium pipi/kening (18,1%).
2. Terkait faktor predisposisi, terdapat 33,3% siswa berjenis kelamin laki-laki,
terdapat 18,1% siswa/i yang mengalami pubertas dini, dan terdapat 48,6%
siswa/i yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang
rendah.
3. Terkait faktor penguat, terdapat 33,3% siswa/i dengan komunikasi orang
tua/ wali terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran yang kurang,
dan terdapat 47,6% siswa/i yang memiliki teman yang melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran.
4. Terkait faktor pemungkin, terdapat 65,7% siswa/i yang pernah memiliki
pacar, terdapat 56,2% siswa/i yang memiliki durasi pertemuan dengan
pasangan yang berisiko, dan terdapat 76,2% siswa/i yang pernah terpapar
pornografi.
5. Faktor predisposisi yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020,
yaitu: jenis kelamin (nilai p= 0,029), dimana siswa berjenis kelamin laki-
laki mempunyai peluang 3,85 kali untuk melakukan perilaku seksual

Universitas Indonesia
78

berisiko dalam berpacaran daripada siswi berjenis kelamin perempuan; dan


pengetahuan tentang kesehatan reproduksi (nilai p= 0,001), dimana siswa/i
dengan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang kurang mempunyai
peluang 16,3 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran daripada siswa/i yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan
reproduksi yang baik.
6. Faktor penguat yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020, yaitu:
perilaku teman sebaya dalam berpacaran (nilai p= 0,001), dimana siswa/i
yang memiliki teman sebaya dengan perilaku seksual berisiko mempunyai
peluang 17 kali untuk melakukan perilaku seksual berisiko dalam
berpacaran daripada siswa/i yang tidak memiliki teman sebaya dengan
perilaku seksual berisiko.
7. Faktor pemungkin yang berhubungan dengan perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran pada siswa/i di SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020,
yaitu: kepemilikan pasangan (nilai p= 0,032), dimana siswa/i yang pernah
memilki pacar mempunyai peluang 7,37 kali untuk melakukan perilaku
seksual berisiko dalam berpacaran daripada siswa/i yang tidak pernah
memiliki pacar.

7.2 SARAN
7.2.1 Saran bagi SMK Putra Bangsa Depok
1. Sekolah dapat melakukan kerjasama dengan puskesmas, dinas kesehatan, LSM,
maupun universitas untuk menyediakan penyuluhan di sekolah terkait kesehatan
reproduksi dan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran, terutama mengenai
pengetahuan bahwa wanita dapat hamil dengan satu kali hubungan seks, petting
dapat menyebabkan kehamilan, masa subur wanita, alat/ cara mencegah
kehamilan, penularan dan pencegahan HIV/ AIDS, dan gejala Infeksi Menular
Seksual (IMS) pada pria maupun wanita.
2. Guru Bimbingan Konseling (BK) diharapkan melakukan konseling dan dialog
agar terdapat unsur kedekatan dan personal sehingga siswa/i lebih mudah untuk
menerima dan mendapatkan informasi yang tepat mengenai kesehatan

Universitas Indonesia
reproduksi, yang pada akhirnya dapat membuat siswa/i memilki pemahaman
yang memadai untuk lebih bijak dalam berperilaku selama berpacaran.
3. Kembali mengaktifkan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi
Remaja (PIK-R) yang telah ada di SMK Putra Bangsa Depok agar siswa/i dapat
melakukan konseling dengan konselor sebaya bila merasa canggung untuk
melakukan konseling dengan guru BK, serta memberikan pembina PIK-R dari
pihak sekolah sehingga aktivitas PIK-R dapat lebih terlaksana dan terawasi.

7.2.2 Saran bagi Dinas Pendidikan Provinsi


1. Mengembangkan dan menetapkan kurikulum pendidikan seksual yang tepat dan
komprehensif yang mencakup kesehatan reproduksi hingga perilaku seksual
sehingga siswa/i dapat memiliki pemahaman yang baik mengenai hal tersebut
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Melakukan penyuluhan dan/atau seminar secara berkala kepada remaja sebagai
bentuk pencegahan perilaku seksual berisiko, IMS, dan stunting yang dapat
diakibatkan karena usia ibu yang terlalu muda.

7.2.3 Saran bagi Dinas Kesehatan


1. Melakukan edukasi terkait perilaku seksual berisiko dalam berpacaran serta
kesehatan reproduksi remaja melalui media massa seperti melalui media sosial
sehingga dapat menjangkau lebih banyak remaja.
2. Bekerjasama dengan sekolah untuk melakukan penyuluhan, seminar, atau
pelatihan terkait kesehatan reproduksi dan perilaku seksual berisiko sebagai
bentuk pemberdayaan remaja.
3. Melakukan advokasi kepada Dinas Pendidikan demi terbentuknya pendidikan
seksual yang tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan remaja.

7.2.4 Saran bagi Pengembangan Penelitian


1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui faktor-faktor lainnya
yang dapat berhubungan dengan perilaku seksual remaja.
2. Perlu dilakukan penelitian kualitatif untuk lebih memahami alasan remaja
melakukan perilaku seksual berisiko dalam berpacaran.

Universitas Indonesia
80

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, K. et al. (2013) ‗The Role of Parental Monitoring and Affiliation with Deviant
Peers in Adolescents‘ Sexual Risk Taking: Toward an Interactional Model‘,
International Jornal of High Risk Behavior and Addiction, 2(1), pp. 22–27. doi:
10.5812/ijhrba.8554.

Awal, D. N. A. M. and Samuri, M. A. A. (2018) ‗Child Marriage in Malaysia‘. Bangi:


UNICEF Malaysia.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2004) Kesehatan Reproduksi.


Jakarta: BKKBN.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (2018) ‗Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017‘. Jakarta: BKKBN.

Badan Pusat Statistik (2015) ‗Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Tahun 2015‘.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Badan Pusat Statistik (2018) ‗Statistik Pemuda Indonesia 2018‘. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.

Chandra, D. et al. (2014) ‗Hubungan Tipe Kepribadian dengan Perilaku Seksual


Berisiko di SMKN X Jember‘, Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(3), p. 23.

Cheong, J. I., Lee, C. H. and Park, J. H. (2015) ‗The Effect of Early Menarche on The
Sexual Behaviors of Korean Female Adolescents‘, Annals of Pediatric Endocrinology
& Metabolism, 20(3), pp. 130–135.

Critchell, S. (2012) Parents Likely Affect Kids Attitude Toward Sex. Unites States:
Associated Press.

Degenova and Rice (2005) Intimate Relationships, Marriages & Families. 6th Ed. New
York: McGraw-Hill.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian

Universitas Indonesia
Kesehatan RI (2011) Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.

Fadhilah, N. (2013) ‗Dampak Media Pornografi Terhadap Perilaku Seks Pranikah pada
Remaja‘, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 2(1), pp. 12–21. Available at:
https://www.researchgate.net/publication/334651373_Dampak_Media_Pornografi_Terh
adap_Perilaku_Seks_Pranikah_Pada_Remaja.

Firman, S. (2017) Hubungan Komunikasi Orang Tua dalam Pendidikan Seks dengan
Perilaku Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMA Negeri 1 Pundong Bantul
Yogyakarta. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Gonzalez (2011) ‗The Relation Between Perceives Parenting Practice and Achievement
Motivation‘, Journal of Research in Childhood Education, 21(2), pp. 203–217.

Green, L. (1980) Health Education Planning, A Diagnostic Approach. The John


Hopkins University: Mayfield Publishing Co.

Green, L. and Kreuter, M. (2005) Health Program Planning: An Educational and


Ecological Approach. 4th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.

Gustina, E. (2017) ‗Komunikasi Orang Tua-Remaja dan Pedidikan Orang Tua dengan
Perilaku Seksual Berisiko pada Remaja‘, Unnes Journal of Public Health, 6(2), pp.
131–136.

Handayani, O. W. K. et al. (2019) ‗The Reproduction Health Behavior of High School


Teenagers in Semarang, Indonesia‘, The Open Public Health Journal, 12(3), pp. 309–
314. Available at: https://openpublichealthjournal.com/VOLUME/12/PAGE/309/ .

Hastono, S. P. (2014) Statistik Kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers.

Hindiarti, Y. I. (2017) ‗Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seks pada


Remaja di Kawasan Perbelanjaan ―X‖ Kota Yogyakarta Tahun 2015‘, Jurnal Medika
Respati, 12(2), pp. 39–51.

Imran (2013) Perkembangan Seksualitas Remaja. Jakarta: PKBI, IPPF, BKKBN &

Universitas Indonesia
82

UNFPA.

Jayanti, I. (2019) Evindence Based dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: CV Budi


Utama.

Kartika, Chandra, R. and Kamidah (2013) ‗Hubungan Pengetahuan Remaja Tentang


Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seks Pranikah pada Siswa Kelas XI di SMAN
Colomadu‘, Jurnal Ilmu Kesehatan, 10(1), pp. 77–84. Available at:
http://garuda.ristekdikti.go.id/documents/detail/119531 .

Kauma, F. (2013) Sensasi Remaja di Masa Puber, Dampak Negatif dan


Penanggulangannya. Jombang: Kalam Mulia.

Kementerian Kesehatan RI (2019) ‗Profil Kesehatan Indonesia 2018‘. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo) (2019) ‗Kominfo blokir lebih


dari satu juta situs porno‘ Available at: https://kominfo.go.id/content/detail/20351/
kominfo-blokir-lebih-dari-satu-juta-situs-porno/0/sorotan_media

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan


Perencanaan Pembangunan Nasional (2019) ‗Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional IV 2020-2024‘. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Kollman (2008) Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Lembaga Konsumen


Indonesia.

Lestari, I. A., Fibriana, A. I. and Prameswari, G. N. (2014) ‗Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Perilaku Seks Pranikah pada Mahasiswa UNNES‘, Unnes Journal
of Public Health, 3(4), pp. 27–38.

Lips, S. (2011) Mengembangkan Perilaku Asertif yang Positif. Jakarta: Binarupa


Aksara.

Mahmudah, Yaunin, Y. and Lestari, Y. (2016) ‗Faktor-Faktor yang Berhubungan

Universitas Indonesia
dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang‘, Jurnal Kesehatan Andalas, 5(2), pp.
448–455.

Marin, B. V. et al. (2011) ‗Boyfriends, Girlfriends and Teenagers ‘ Risk of Sexual


Involvement‘, Perpectives on Sexual and Reproductive Health, 38(2), pp. 76–83.

McIntyre, P. (2002) ‗Adolescent Friendly Health Service: An Agenda for Change‘.


Geneva: WHO.

Munawaroh, F. (2012) ‗Konsep Diri, Intensitas Komunikasi Orang Tua – Anak, dan
Kecenderungan Perilaku Seks Pranikah Personal‘, Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), pp.
105–111.

Notoatmodjo, S. (2010) Promosi Kesehatan: Teori dan Aplikasi. 2nd Ed. Jakarta: OT
Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2018) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nurcahyani, Y. R. (2015) Hubungan Umur Pubertas dengan Perilaku Seksual Remaja


Siswa Kelas XII SMK Telkom Sandhy Putra Purwokerto 2015. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta.

Nursal, D. G. A. (2008) ‗Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual


Murid SMU Negeri di Kota Padang‘, Jurnal Kesehatan Masyarakat, II(2), pp. 175–180.

Oktarina and Sari, D. P. (2017) ‗Perilaku Seks Pranikah Pada Siswa di 7 SMA/K di
Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas Kota Depok‘, Prosiding Seminar Nasional
Penelitian dan PKM Kesehatan, 3(1), pp. 62–66.

Pangkahila, A. (2004) Perilaku Seksual Remaja dalam Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto.

Pew Research Center (2015) ‗Teens Relationship Survey‘. Washington, DC: Pew
Research Center.

Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan RI (2015) ‗Infodatin

Universitas Indonesia
84

Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja‘. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Putro, K. Z. (2017) ‗Memahami Ciri dan Tugas Perkembangan Masa Remaja‘, Jurnal
Aplikasi Ilmu-Ilmu Agama, 17(1), pp. 25–32.

Reis, M. et al. (2011) ‗The Effects of Sex Education in Promoting Sexual and
Reproductive Health in Portuguese Students‘, Procedia - Social and Behavioral
Sciences. Elsevier B.V., 29(21), pp. 477–485. doi: 10.1016/j.sbspro.2011.11.266.

Roozanty, V. I. (2003) Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual


Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Universitas Indonesia.

Rosdiana (2009) Pokok-pokok Pikiran Pendidikan Seks Untuk Remaja dalam Kesehatan
Reproduksi Remaja. Jakarta: YLKI & The Ford Foundation.

Samino (2012) ‗Analisis perilaku sex remaja SMAN 14 Bandar Lampung‘, Jurnal
Dunia Kesmas, 1(4), pp. 56–62.

Santrock, J. W. (2012) Life-Span Development. 13th Ed. Jakarta: Erlangga.

Sari, S. N. (2012) Perilaku Seksual dan Faktor yang Berhubungan pada Mahasiswa S1
Reguler Fakultas X Universitas Indonesia Tahun 2012. Universitas Indonesia.

Sarwono, S. (2010) ‗Seksualitas dan Fertilisasi Remaja‘. Jakarta: Rajawali & PKBI.

Sarwono, S. (2012) Psikologi Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Sawyer, S. (2012) ‗Adolescence: a foundation for future health‘, Lancet, 379(9826), p.


1630.

Setiani, A. (2013) Implementasi Program Bimbingan dan Konseling dalam


Mengantisipasi Kenakalan Siswa di SMK Putra Bangsa Depok. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah.

Soetjiningsih (2004) Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: CV.


Sagung Seto.

Universitas Indonesia
Sternberg, R. (2013) ‗Measuring Love‘, The Psychologist, 26(2), p. 101.

UNESCO (2018) International Technical Guidance on Sexuality Education. Paris:


United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization.

UNFPA (2010) ‗Adolescent Sexual and Reproductive Health Toolkit for Humanitarian
Settings‘. New York: United Nations Population Fund.

UNFPA (2016) Comprehensive Sexuality Education. Available at:


https://www.unfpa.org/comprehensive-sexuality-education (Accessed: 13 May 2020).

Wardyaningrum, D. (2012) ‗Komunikasi Keluarga dalam Pengambilan Keputusan


Perkawinan di Usia Remaja‘, Journal Indonesia, 1(4), pp. 6–10.

Wilson, H. W. and Donenberg, G. (2010) ‗Quality of Parent Communication About Sex


and Its Relationship to Risky Sexual Behavior Among Youth: A Pilot Study‘, J Child
Psychol Psychiatry, 45(2), pp. 387–395.

Wright, P. J. and Randall, A. K. (2012) ‗Internet Pornography Exposure and Risky


Sexual Behavior Among Male Teenagers in The United States‘, Computers in Human
Behavior, 28(4), pp. 1410–1416.

Universitas Indonesia
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

[Online melalui google forms]

Selamat pagi/siang/sore/malam

Perkenalkan nama saya Emilia Chrystin, mahasiswa S1 Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia. Saat ini saya sedang melakukan penelitian mengenai ―Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran pada
Siswa/i SMK Putra Bangsa Depok tahun 2020‖. Penelitian ini dilakukan untuk
keperluan skripsi/tugas akhir saya dalam menyelesaikan studi di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Kuesioner ini terdiri dari empat bagian, dan pengisian kuesioner ini akan membutuhkan
waktu sekitar 20 – 25 menit. Semua informasi yang diberikan dalam kuesioner ini
bersifat rahasia dan nama Saudara/Saudari tidak akan saya cantumkan dalam
pelaporannya. Jika Saudara/Saudari bersedia untuk berpartisipasi, perlu diketahui bahwa
pengisian kuesioner ini dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Saudara/Saudari
berhak untuk berhenti mengisi kuesioner ini kapanpun diinginkan dan tidak akan
mendapatkan konsekuensi apapun bila memutuskan untuk tidak mengisi kuesioner ini.
Pengisian kuesioner ini pun tidak memiliki manfaat langsung kepada Saudara/Saudari,
tetapi informasi yang Anda berikan bermanfaat untuk pengembangan pendidikan
seksual yang komprehensif di SMK Putra Bangsa Depok.

Apabila ada hal-hal yang kurang dimengerti, kurang jelas, atau memiliki pertanyaan
lebih lanjut terkait penelitian ini, Saudara/Saudari dapat menghubungi saya melalui
telepon/whatsapp: 081280352562; Line: liafau; atau email: emilia.chrystin@ui.ac.id

Apabila Saudara/Saudari telah memahami hak yang dijelaskan di atas dan setuju untuk
menjadi partisipan dalam tugas akhir ini, mohon untuk mengisi pernyataan di bawah ini.
Apakah Anda bersedia untuk mengisi kuesioner ini?
o Ya
o Tidak

Universitas Indonesia
KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL
BERISIKO DALAM BERPACARAN PADA SISWA/I SMK PUTRA BANGSA
DEPOK

[Online melalui google forms]

Petunjuk pengisian:

1. Penelitian ini bersifat anonim. Oleh karena itu, Anda diminta untuk mengisi
pertanyaan di bawah ini dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan pengalaman
Anda.
2. Jawablah pertanyaan berikut dengan cara mengklik jawaban yang Anda anggap
benar dan sesuai dengan keaadan Anda.
3. Tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam penelitian ini. Oleh karena itu,
Anda tidak dibenarkan untuk bertanya kepada teman atau mencari jawaban di
internet.
4. Jika ada pertanyaan yang tidak dimengerti atau kurang jelas, Anda dipersilahkan
untuk bertanya kepada saya melalui kontak yang ada.
5. Jawaban Anda tidak akan mempengaruhi nilai Anda dan nama baik sekolah
Anda.
6. Semua pertanyaan di bawah ini wajib untuk dijawab. Jika ada pertanyaan yang
terlewat, maka Anda akan diminta untuk menjawab pertanyaan tersebut agar
dapat mensubmit atau mengumpulkan kuesioner ini.

A. Karakteristik Individu

1. Apa jenis kelamin Anda?


0. Laki-laki 1. Perempuan

2. [Pertanyaan ini khusus untuk laki-laki] Pada umur berapa Anda pertama kali
mengalami mimpi basah?
_____ tahun.

3. [Pertanyaan ini khusus untuk perempuan] Pada umur berapa Anda pertama kali
mengalami menstruasi?
_____ tahun.

Universitas Indonesia
B. Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran

4. Apakah Anda pernah berpacaran?


0. Ya (Bila ya, lanjut ke pertanyaan no. 5)
1. Tidak (Bila tidak, lanjut ke pertanyaan no. 6)

5. Berapa lama waktu yang Anda habiskan setiap minggu bersama pacar?
_____ jam/minggu.

6. Apakah Anda pernah melakukan kegiatan di bawah ini?


a) Berpegangan tangan 0. Pernah 1. Tidak pernah
Bila pernah, dengan siapa? ______
b) Berpelukan 0. Pernah 1. Tidak pernah
Bila pernah, dengan siapa? ______
c) Cium pipi/kening 0. Pernah 1. Tidak pernah
Bila pernah, dengan siapa? ______
d) Cium bibir 0. Pernah 1. Tidak pernah
Bila pernah, dengan siapa? ______
e) Meraba daerah sensitif (payudara, paha
0. Pernah 1. Tidak pernah
atas, vagina, penis, atau bokong)
Bila pernah, dengan siapa? ______
f) Seks oral (memasukkan alat kelamin ke
dalam mulut lawan jenis atau menstimulasi
0. Pernah 1. Tidak pernah
alat kelamin pasangan dengan mulut dan
lidah)
Bila pernah, dengan siapa? ______
g) Petting (menggesekkan alat kelamin
dengan alat kelamin pasangan, baik dalam
0. Pernah 1. Tidak pernah
keadaan masih menggunakan pakaian atau
tidak)
Bila pernah, dengan siapa? ______
h) Hubungan seks 0. Pernah 1. Tidak pernah

Universitas Indonesia
Bila pernah, dengan siapa? ______

C. Komunikasi dengan Orang Tua, Perilaku Teman Sebaya, dan Akses Pornografi

7. Apakah orang tua/wali Anda pernah mendiskusikan atau membicarakan dengan


Anda mengenai perilaku seksual berisiko dalam berpacaran yang perlu
dihindari?
0. Ya (Bila ya, lanjut ke pertanyaan no. 8)
1. Tidak (Bila tidak, lanjut ke pertanyaan no. 9)

8. Apakah orang tua/wali Anda pernah mendiskusikan atau membicarakan perilaku


seksual berisiko dalam berpacaran di bawah ini?
a) Cium bibir 0. Pernah 1. Tidak pernah
b) Meraba daerah sensitif (payudara, paha
0. Pernah 1. Tidak pernah
atas, vagina, penis, atau bokong)
c) Seks oral (memasukkan alat kelamin ke
dalam mulut lawan jenis atau menstimulasi
0. Pernah 1. Tidak pernah
alat kelamin pasangan dengan mulut dan
lidah)
d) Petting (menggesekkan alat kelamin
dengan alat kelamin pasangan, baik dalam
0. Pernah 1. Tidak pernah
keadaan masih menggunakan pakaian atau
tidak)
e. Hubungan seks 0. Pernah 1. Tidak pernah

9. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan cium bibir, sehingga
mendorong Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

10. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah meraba daerah sensitif lawan
jenis (payudara, paha atas, vagina, penis, atau bokong), sehingga mendorong
Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

Universitas Indonesia
11. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan seks oral
(memasukkan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis atau menstimulasi alat
kelamin pasangan dengan mulut dan lidah), sehingga mendorong Anda untuk
melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

12. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan petting


(menggesekkan alat kelamin dengan alat kelamin pasangan, baik dalam keadaan
masih menggunakan pakaian atau tidak), sehingga mendorong Anda untuk
melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

13. Apakah Anda mempunyai teman yang pernah melakukan hubungan seks,
sehingga mendorong Anda untuk melakukannya?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

14. Apakah Anda pernah menonton film erotis/pornografi?


0. Ya 1. Tidak

15. Apakah Anda pernah menonton video erotis/pornografi?


0. Ya 1. Tidak

16. Apakah Anda pernah melihat gambar erotis/pornografi?


0. Ya 1. Tidak

17. Apakah Anda pernah membaca cerita erotis/pornografi?


0. Ya 1. Tidak

D. Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

18. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan perubahan yang dialami remaja
laki-laki saat mengalami pubertas (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Pertumbuhan otot
2. Penis dan testis membesar
3. Perubahan suara (menjadi lebih keras dan berat)
4. Mimpi basah
5. Pertumbuhan rambut di beberapa bagian tubuh (muka, sekitar kemaluan,
ketiak, dada, kaki, dan lengan)
6. Tumbuh jakun

Universitas Indonesia
7. Jaringan kulit menjadi lebih kasar
8. Lainnya, tuliskan: ..................
9. Tidak tahu

19. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan perubahan yang dialami remaja
perempuan saat mengalami pubertas (Anda boleh memilih lebih dari 1
jawaban)
1. Pertumbuhan rambut pada sekitar kemaluan dan ketiak
2. Pertumbuhan payudara
3. Menstruasi
4. Pinggul semakin lebar
5. Kulit semakin halus
6. Suara semakin nyaring (melengking)
7. Lainnya, tuliskan: ..................
8. Tidak tahu

20. Apakah wanita dapat hamil jika hanya satu kali melakukan hubungan seksual?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu
21. Apakah menggesekkan alat kelamin dengan alat kelamin lawan jenis (petting)
dapat menyebabkan kehamilan?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

22. Apakah ada hari-hari tertentu dimana wanita lebih mungkin bisa hamil?
1. Ya, menjelang menstruasi
2. Ya, selama menstruasi
3. Ya, segera setelah menstruasi berakhir
4. Ya, di tengah antara 2 masa menstruasi
5. Tidak ada
6. Tidak tahu

23. Berikut ini adalah berbagai macam alat atau cara yang dapat digunakan untuk
mecegah kehamilan. Pilihlah alat/cara pencegahan kehamilan yang Anda ketahui
(Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Sterilisasi wanita/Tubektomi/MOW
2. Sterilisasi pria/Vasektomi/MOP
3. IUD/AKDR/spiral
4. Suntikan/injeksi
5. Susuk KB/implan
6. Pil KB
7. Kondom
8. Intravag/diafragma

Universitas Indonesia
9. Kontrasepsi darurat/Emergency (Pil khusus untuk mencegah kehamilan yang
diminum setelah berhubungan seks)
10. Metode Amenorrhea Laktasi (metode pencegahan kehamilan untuk ibu
menyusui)
11. Pantang berkala/kalender (sengaja tidak berhubungan seks pada hari-hari
dimana wanita berkemungkinan besar untuk hamil)
12. Senggama terputus (Pria mengeluarkan air maninya di luar vagina ketika
berhubungan seks)
13. Lainnya, tuliskan: ..................
14. Tidak tahu

24. Berikut ini adalah tempat sumber sumber informasi dan konseling tentang
kesehatan reproduksi bagi remaja. Pilihlah tempat yang Anda ketahui (Anda
boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja/Mahasiswa
(PIK-R/M)
2. Puskesmas Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
3. Youth Center
4. Lainnya, tuliskan: ..................
5. Tidak tahu

25. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit yang disebut HIV/AIDS?
0. Ya (Bila ya, lanjut ke pertanyaan no. 26)
1. Tidak (Bila tidak, lanjut ke pertanyaan no.36)

26. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular virus HIV/AIDS dengan


membatasi hubungan seks hanya dengan seseorang yang tidak terinfeksi virus
HIV/AIDS dan tidak mempunyai pasangan lain?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

27. Bisakah seseorang tertular virus HIV/AIDS melalui gigitan nyamuk?


0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

28. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular virus HIV/AIDS dengan cara
memakai kondom setiap melakukan hubungan seks?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

29. Bisakah seseorang mengurangi risiko tertular virus HIV/AIDS dengan cara
menunda melakukan hubungan seks pertama kali?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

30. Bisakah seseorang terkena virus HIV/AIDS karena menggunakan jarum suntik
yang sama secara bergantian?

Universitas Indonesia
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

31. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya selama
hamil?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

32. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya saat
proses melahirkan?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

33. Apakah virus HIV/AIDS dapat ditularkan dari seorang ibu ke anaknya dengan
menyusui?
0. Ya 1. Tidak 2. Tidak tahu

34. Apakah Anda tahu tetang adanya tes HIV/AIDS yang bernama Voluntary HIV
Counseling and Testing (VCT)?
0. Ya 1. Tidak

35. Pilihlah infeksi menular seksual di bawah ini yang Anda ketahui (Anda boleh
memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Siphilis/Raja singa
2. Gonorrhea/Kencing nanah
3. Condyloma acuminata/Jengger ayam
4. Chancroid/Luka nyeri
5. Clamydia/Klamidia
6. Kandidiasis/Keputihan karena jamur
7. Herpes genital/Bintil-bintil
8. Lainnya, tuliskan: ..................
9. Tidak tahu

36. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan gejala infeksi menular seksual
pada laki-laki (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Nyeri perut
2. Nanah keluar dari alat kelamin (kencing nanah)
3. Cairan bau keluar dari alat kelamin
4. Kemerahan/radang pada alat kelamin
5. Bengkak pada alat kelamin
6. Luka/bisul pada alat kelamin
7. Kutil pada alat kelamin
8. Gatal pada alat kelamin
9. Kencing darah
10. Berat badan turun
11. Impoten

Universitas Indonesia
12. Lainnya, tuliskan: ..................
13. Tidak tahu

37. Pilihlah jawaban di bawah ini yang merupakan gejala infeksi menular seksual
pada perempuan (Anda boleh memilih lebih dari 1 jawaban)
1. Nyeri perut
2. Keputihan
3. Keputihan yang berbau
4. Rasa nyeri/panas pada saluran kencing
5. Kemerahan/radang pada alat kelamin
6. Bengkak pada alat kelamin
7. Luka/bisul pada alat kelamin
8. Kutil pada alat kelamin
9. Gatal pada alat kelamin
10. Kencing darah
11. Berat badan turun
12. Sulit hamil
13. Lainnya, tuliskan: ..................
14. Tidak tahu

SELESAI
TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA

Universitas Indonesia
Lampiran Hasil Uji Similarity (Turnitin)

Universitas Indonesia
Lampiran Output SPSS

1. Analisis Univariat
- Perilaku Seksual Berisiko dalam Berpacaran

Berpegangan tangan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 43 41,0 41,0 41,0
k
Ya 62 59,0 59,0 100,0
Total 105 100,0 100,0

Berpelukan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 74 70,5 70,5 70,5
k
Ya 31 29,5 29,5 100,0
Total 105 100,0 100,0

Cium pipi/kening
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 86 81,9 81,9 81,9
k
Ya 19 18,1 18,1 100,0
Total 105 100,0 100,0

Cium bibir
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 92 87,6 87,6 87,6
k
Ya 13 12,4 12,4 100,0
Total 105 100,0 100,0

Universitas Indonesia
Meraba daerah sensitif
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 97 92,4 92,4 92,4
k
Ya 8 7,6 7,6 100,0
Total 105 100,0 100,0

Seks oral
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0

Petting
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0

Hubungan seks
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Tida 103 98,1 98,1 98,1
k
Ya 2 1,9 1,9 100,0
Total 105 100,0 100,0

Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran


Frequenc Percent Valid Cumulative

Universitas Indonesia
y Percent Percent
Valid Pernah melakukan 13 12,4 12,4 12,4
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Tidak pernah melakukan 92 87,6 87,6 100,0
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Total 105 100,0 100,0

- Jenis Kelamin

Jenis kelamin
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Laki-laki 35 33,3 33,3 33,3
d Perempuan 70 66,7 66,7 100,0
Total 105 100,0 100,0

- Usia Saat Pubertas

Usia saat pubertas


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Pubertas dini 19 18,1 18,1 18,1
d Tidak pubertas dini 86 81,9 81,9 100,0
Total 105 100,0 100,0

- Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Pengetahuan kesehatan reproduksi


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Kuran 51 48,6 48,6 48,6
d g
Baik 54 51,4 51,4 100,0
Total 105 100,0 100,0

- Komunikasi Orang Tua/Wali terkait Perilaku Seksual Berisiko dalam


Berpacaran

Universitas Indonesia
Komunikasi orang tua /wali terkait perilaku seksual
berisiko dalam berpacaran
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Kuran 35 33,3 33,3 33,3
d g
Baik 70 66,7 66,7 100,0
Total 105 100,0 100,0

- Perilaku Teman Sebaya dalam Berpacaran

Perilaku teman sebaya dalam berpacaran


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Memiliki teman yang 50 47,6 47,6 47,6
melakukan perilaku
seksual berisiko sehingga
mendorong responden
melakukan hal yang sama
Tidak memiliki teman 55 52,4 52,4 100,0
yang melakukan perilaku
seksual berisiko sehingga
mendorong responden
melakukan hal yang sama
Total 105 100,0 100,0

- Kepemilikan Pasangan

Memiliki pasangan
Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Valid Pernah memiliki pacar 69 65,7 65,7 65,7
Tidak pernah memiliki 36 34,3 34,3 100,0
pacar
Total 105 100,0 100,0

- Durasi Pertemuan dengan Pasangan

Durasi pertemuan dengan pasangan


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent

Universitas Indonesia
Vali Berisiko 59 56,2 56,2 56,2
d Tidak berisiko 46 43,8 43,8 100,0
Total 105 100,0 100,0

- Akses terhadap Pornografi

Akses terhadap pornografi


Frequenc Percent Valid Cumulative
y Percent Percent
Vali Terpapar 80 76,2 76,2 76,2
d Tidak terpapar 25 23,8 23,8 100,0
Total 105 100,0 100,0

2. Analisis Bivariat

Jenis kelamin * Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual berisiko dalam Total
berpacaran
Pernah Tidak pernah
Jenis kelamin Laki-laki Count 8 27 35
% within Jenis kelamin 22,9% 77,1% 100,0%
Perempuan Count 5 65 70
% within Jenis kelamin 7,1% 92,9% 100,0%
Total Count 13 92 105
% within Jenis kelamin 12,4% 87,6% 100,0%

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 5,311 1 ,021
b
Continuity Correction 3,962 1 ,047
Likelihood Ratio 4,981 1 ,026
Fisher's Exact Test ,029 ,026
Linear-by-Linear 5,261 1 ,022
Association

Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,33.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Jenis 3,852 1,155 12,841
kelamin (Laki-laki /
Perempuan)
For cohort Perilaku 3,200 1,130 9,063
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,831 ,686 1,006
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Usia saat pubertas * Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Usia saat Pubertas dini Count 5 14 19
pubertas % within Usia saat 26,3% 73,7% 100,0%
pubertas
Tidak pubertas dini Count 8 78 86
% within Usia saat 9,3% 90,7% 100,0%
pubertas
Total Count 13 92 105
% within Usia saat 12,4% 87,6% 100,0%
pubertas

Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 4,152 1 ,042
b
Continuity Correction 2,732 1 ,098
Likelihood Ratio 3,503 1 ,061
Fisher's Exact Test ,057 ,057
Linear-by-Linear 4,113 1 ,043
Association
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,35.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Usia saat 3,482 ,994 12,201
pubertas (Pubertas dini /
Tidak pubertas dini)
For cohort Perilaku 2,829 1,040 7,696
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,812 ,616 1,072
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Pengetahuan kesehatan reproduksi * Perilaku seksual berisiko


dalam berpacaran

Pengetahuan kesehatan reproduksi * Perilaku seksual berisiko dalam


berpacaran Crosstabulation
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak

Universitas Indonesia
pernah
Pengetahuan Kurang Count 12 39 51
kesehatan % within Pengetahuan 23,5% 76,5% 100,0%
reproduksi kesehatan reproduksi
Baik Count 1 53 54
% within Pengetahuan 1,9% 98,1% 100,0%
kesehatan reproduksi
Total Count 13 92 105
% within Pengetahuan 12,4% 87,6% 100,0%
kesehatan reproduksi

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,362 1 ,001
b
Continuity Correction 9,451 1 ,002
Likelihood Ratio 13,024 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear 11,253 1 ,001
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,31.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for 16,308 2,034 130,728
Pengetahuan kesehatan
reproduksi (Kurang / Baik)
For cohort Perilaku 12,706 1,713 94,240
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,779 ,666 ,911
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah

Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105

Komunikasi orang tua /wali terkait perilaku seksual berisiko dalam


berpacaran * Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Komunikasi orang tua Kurang Count 6 29 35
/wali terkait perilaku % within Komunikasi 17,1% 82,9% 100,0%
seksual berisiko dalam orang tua /wali terkait
berpacaran perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Baik Count 7 63 70
% within Komunikasi 10,0% 90,0% 100,0%
orang tua /wali terkait
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran
Total Count 13 92 105
% within Komunikasi 12,4% 87,6% 100,0%
orang tua /wali terkait
perilaku seksual berisiko
dalam berpacaran

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 1,097 1 ,295
b
Continuity Correction ,538 1 ,463
Likelihood Ratio 1,052 1 ,305
Fisher's Exact Test ,351 ,228
Linear-by-Linear 1,087 1 ,297
Association

Universitas Indonesia
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,33.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for 1,862 ,575 6,034
Komunikasi orang tua
/wali terkait perilaku
seksual berisiko dalam
berpacaran (Kurang /
Baik)
For cohort Perilaku 1,714 ,623 4,717
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,921 ,777 1,091
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Perilaku teman sebaya dalam berpacaran * Perilaku seksual berisiko


dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual Total
berisiko dalam
berpacaran
Pernah Tidak
pernah
Perilaku teman Memiliki teman yang Count 12 38 50
sebaya dalam melakukan perilaku % within 24,0% 76,0% 100,0%
berpacaran seksual berisiko sehingga Perilaku teman
mendorong responden sebaya dalam
melakukan hal yang sama berpacaran
Tidak memiliki teman Count 1 54 55
yang melakukan perilaku % within 1,8% 98,2% 100,0%

Universitas Indonesia
seksual berisiko sehingga Perilaku teman
mendorong responden sebaya dalam
melakukan hal yang sama berpacaran
Total Count 13 92 105
% within 12,4% 87,6% 100,0%
Perilaku teman
sebaya dalam
berpacaran

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,879 1 ,001
b
Continuity Correction 9,922 1 ,002
Likelihood Ratio 13,530 1 ,000
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear 11,766 1 ,001
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,19.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Perilaku 17,053 2,127 136,740
teman sebaya dalam
berpacaran (Memiliki
teman yang melakukan
perilaku seksual berisiko
sehingga mendorong
responden melakukan hal
yang sama / Tidak
memiliki teman yang
melakukan perilaku
seksual berisiko sehingga
mendorong responden

Universitas Indonesia
melakukan hal yang
sama)
For cohort Perilaku 13,200 1,780 97,899
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,774 ,660 ,908
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Memiliki pasangan * Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Memiliki Pernah memiliki Count 12 57 69
pasangan pacar % within Memiliki 17,4% 82,6% 100,0%
pasangan
Tidak pernah Count 1 35 36
memiliki pacar % within Memiliki 2,8% 97,2% 100,0%
pasangan
Total Count 13 92 105
% within Memiliki 12,4% 87,6% 100,0%
pasangan

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 4,657 1 ,031
b
Continuity Correction 3,407 1 ,065
Likelihood Ratio 5,734 1 ,017
Fisher's Exact Test ,032 ,025
Linear-by-Linear 4,613 1 ,032
Association
N of Valid Cases 105

Universitas Indonesia
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,46.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Memiliki 7,368 ,918 59,155
pasangan (Pernah
memiliki pacar / Tidak
pernah memiliki pacar)
For cohort Perilaku 6,261 ,847 46,253
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,850 ,752 ,959
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Durasi pertemuan dengan pasangan * Perilaku seksual berisiko


dalam berpacaran

Crosstab
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Durasi pertemuan Berisiko Count 9 50 59
dengan pasangan % within Durasi 15,3% 84,7% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan
Tidak Count 4 42 46
berisiko % within Durasi 8,7% 91,3% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan
Total Count 13 92 105
% within Durasi 12,4% 87,6% 100,0%
pertemuan dengan
pasangan

Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 1,025 1 ,311
b
Continuity Correction ,509 1 ,475
Likelihood Ratio 1,056 1 ,304
Fisher's Exact Test ,381 ,240
Linear-by-Linear 1,015 1 ,314
Association
N of Valid Cases 105
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,70.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Durasi 1,890 ,543 6,578
pertemuan dengan
pasangan (Berisiko /
Tidak berisiko)
For cohort Perilaku 1,754 ,576 5,339
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah
For cohort Perilaku ,928 ,807 1,068
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Akses terhadap pornografi * Perilaku seksual berisiko dalam


berpacaran

Akses terhadap pornografi * Perilaku seksual berisiko dalam berpacaran

Universitas Indonesia
Crosstabulation
Perilaku seksual berisiko Total
dalam berpacaran
Pernah Tidak pernah
Akses terhadap Terpapar Count 12 68 80
pornografi % within Akses 15,0% 85,0% 100,0%
terhadap pornografi
Tidak Count 1 24 25
terpapar % within Akses 4,0% 96,0% 100,0%
terhadap pornografi
Total Count 13 92 105
% within Akses 12,4% 87,6% 100,0%
terhadap pornografi

Chi-Square Tests
Value df Asymptotic Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Significance sided) sided)
(2-sided)
a
Pearson Chi-Square 2,125 1 ,145
b
Continuity Correction 1,232 1 ,267
Likelihood Ratio 2,603 1 ,107
Fisher's Exact Test ,183 ,130
Linear-by-Linear 2,104 1 ,147
Association
N of Valid Cases 105
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,10.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for Akses 4,235 ,523 34,324
terhadap pornografi
(Terpapar / Tidak
terpapar)
For cohort Perilaku 3,750 ,513 27,432
seksual berisiko dalam
berpacaran = Pernah

Universitas Indonesia
For cohort Perilaku ,885 ,784 1,000
seksual berisiko dalam
berpacaran = Tidak
pernah
N of Valid Cases 105

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai