Anda di halaman 1dari 8

POLICY BRIEF

TUGAS
OLEH :

NAMA : RONI MONICA PURBA


NPM : 20.15.070
PEMINATAN : ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN
MATA KULIAH : ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN
DOSEN PENGAMPU : DR. dr. FELIX KASIM, M.KES.

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA
TAHUN 2021

POLICY BRIEF
PENGUATAN FUNGSI PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN DAERAH DALAM PENANGGULANGAN
HIV DAN AIDS

ABSTRAK
Kelanjutan strategi penenggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah
bergantung kepada kecukupan dukungan pendanaan guna mendorongdan
memperkuat proses perencanaan dan penganggaran rutin pemerintah daerah.
Indonesia memiliki pola epidemi HIV yang kompleks dengan sebaran wilayah yang
luas serta jumlah penduduk yang besar. Upaya integrasi atas proses-proses
administratif perencanaan dan penganggaran antar pemerintah pusat dan daerah dapat
menjadi suatu solusi kunci dalam mengatasi berkurangnya dukungan pendanaan
internasional dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki komitmen yang sejalan dengan negara lainnnya di tingkat
global untuk berakhirnya kasus HIV AIDS pada tahun 2030. Pada Tahun 2020-2024,
Kementerian Kesehatan Menyusun Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Pengendalian HIV AIDS di Indonesia sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan dan
diharapkan dapat mengharmoniskan langkah juang mencapai akhir AIDS pada tahun
2030. Dukungan Kementerian/Lembaga/Instansi terkait beserta komunitas termasuk
dukungan masyarakat secara umum sangat dibutuhkan untuk mencapai langkah
strategis untuk mencapai indikator baik yang tertuang dalam SDG’s, RPJMN, Renstra
maupun 90-90-90 dan tujuan akhir pencapaian Three zero yaitu terjadi penurunan
infeksi baru HIV, penurunan kematian yang diakibatkan oleh AIDS dan meniadakan
stigma dan diskriminasi yang diakibatkan oleh HIV AIDS.
Indonesia memiliki pola epidemi HIV yang kompleks dengan sebaran wilayah
yang luas serta jumlah penduduk yang besar. Terdapat lebih dari 260 juta jiwa
penduduk yang tersebar di 514 kabupaten/kota dimana 90% diantaranya telah
melaporkan kasus HIV dan AIDS sehingga memiliki tantangan tersendiri dalam
Pengendalian HIV. Diperkirakan terdapat 543.100 orang dengan HIV dan AIDS
(ODHA) di tahun 2020. Hingga akhir tahun 2019 dilaporkan 377.564 ODHA
mengetahui statusnya terinfeksi HIV dan 127.613 ODHA (23,5% dari total estimasi
ODHA tahun 2020) sedang dalam pengobatan ARV.

Gambar 1. Distribusi Proyeksi Jumlah ODHA Tahun 2020

Sejalan dengan target global untuk mengakhiri epidemi AIDS pada tahun
2030, maka Indonesia telah menetapkan untuk mencapai 90-90 -90 dan three zero/3.0
HIV AIDS dan PIMS pada tahun 2020-2024. Terdapat enam strategi pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS dan PIMS yaitu:
1. Penguatan komitmen dari kementerian/lembaga yang terkait di tingkat pusat,
provinsi dan kabupaten/kota,
2. Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan skrining,
diagnostik dan pengobatan HIV AIDS dan PIMS yang komprehensif dan
bermutu,
3. Penguatan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS dan PIMS
berbasis data dan dapat dipertanggungjawabkan,
4. Penguatan kemitraan dan peran serta masyarakat termasuk pihak swasta,
dunia usaha, dan multisektor lainnya baik di tingkat nasional maupun
internasional,
5. Pengembangan inovasi program sesuai kebijakan pemerintah, dan
6. Penguatan manajemen program melalui monitoring, evaluasi, dan tindak
lanjut.

Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 mengindikasikan


anggaran kesehatan yang seimbang antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu
minimun 5% dari APBN di Pusat, dan minimum 10% dari APBD di daerah diluar
anggaran rutin, Dua pertiganya diperuntukkan untuk kepentingan publik. Dalam
Peraturan Presiden RI Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
membagi upaya kesehatan kedalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP). Program Penanggulangan HIV DAN AIDS dapat
termasuk kedalam UKM dan UKP yang memerlukan pedoman lebih lanjut, termasuk
dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS telah mengatur tugas dan
tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi maupun pemerintah
daerah kabupaten/kota termasuk dalam hal pembiayaan penyelenggaraan berbagai
upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS.

MASALAH YANG TERJADI


Hingga saat ini, sumber utama pendanaan penanggulangan HIV dan AIDS di
Indonesia disediakan oleh lembaga donor internasional, baik yang bersifat
multilateral seperti Global Fund (GF) dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
maupun lembaga-lembaga bilateral seperti Department of Foreign Affairs And Trade
(DFAT) Australia dan United States Agency for International Development (USAID)
(Nadjib, 2013). GF merupakan kontributor yang cukup dominan dalam pendanaan
program penanggulangan HIV dan AIDS, yaitu dengan proporsi pendanaan 63.85%
(2011) dan 49.53% (2012) dari total pendanaan yang bersumber dari lembaga
multilateral maupun bilateral. Sementara pendanaan yang bersumber dari publik
didominasi oleh pemerintah pusat dengan kecenderungan yang meningkat setiap
tahunnya.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
Strategi-strategi yang dapat dilakukan agar upaya integrasi perencanaan dan
penganggaran guna mencapai keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS adalah
sebagai berikut:
 Mengidentifikasi kembali berbagai intervensi dalam pencegahan dan
perawatan HIV dan AIDS yang terbukti efektif dilakukan di Indonesia seperti
telah diinisiasi oleh Mitra-mitra Pembangunan Internasional dalam 20 tahun
terakhir. Pemilihan intervensi berbasis bukti yang efektif (termasuk cost-
effective) menjadi sangat strategis untuk dilakukan oleh pemerintah daerah
dalam merencanakan suatu respon sesuai dengan kemampuan dan
ketersediaan dana di daerah tersebut.
 Sektor kesehatan perlu melaksanakan penguatan kapasitas dalam bidang
perencanaan dan pembiayaan untuk penanggulangan AIDS, tidak hanya di
pemerintahan tingkat nasional namun juga di pemerintahan tingkat provinsi,
dan kabupaten/kota. Hal ini sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah
yang diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 20 Tahun 2007.
Diperlukan kesiapan dan kemampuan Dinas Kesehatan dan KPAD dalam
mengembangkan strategi dan rencana aksi daerah yang mencerminkan
perencanaan penanggulangan HIV dan AIDS pada tingkat nasional (SRAN).
Contoh, daerah perlu memiliki kapasitas untuk memperkirakan jumlah
populasi kunci dan situasi epidemiologi agar dapat diketahui besaran masalah,
serta kapasitas untuk menghitung pembiayaan penanggulangan AIDS daerah
melalui cost and benefit analysis (analisis biaya dan manfaat). Dengan
demikian upaya ini akan memampukan daerah dalam mengembangkan
perencanaan penganggulangan HIV dan AIDS yang sesuai dengan kebutuhan
wilayahnya.
 Sejalan dengan agenda SRAN 2020-2024, komitmen terhadap
penanggulangan HIV dan AIDS dari para pemangku kepentingan di daerah
seperti DPRD, Walikota dan Bappeda perlu ditingkatkan. Dengan demikian,
perencanaan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah membutuhkan
perhatian lebih dan menjadi isu kesehatan prioritas di daerah. Penanggulangan
HIV dan AIDS dapat diintegrasikan dengan perencanaan pembangunan
daerah melalui mekanisme yang bersifat inklusif dan partisipatif serta
melibatkan instansi lintas sektor daerah terkait, LSM, komunitas terdampak
HIV, populasi kunci dan ODHA, serta mitra pembangunan terkait lainnya.
Penguatan komitmen pemerintah daerah untuk memprioritaskan AIDS di
daerah sangat penting mengingat masih Pusat Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan (PKMK) FK UGM banyak ditemukannya berbagai tantangan di
daerah, sebagaimana tercermin pada temuan riset lapangan berikut:
Ada kesan bahwa HIV tidak dianggap penting oleh Bupati.
Sepertinya tidak dianggap sebagai prioritas utama. Padahal yang
paling besar pengaruhnya ya Kepala Daerah dan juga DPRD. Maka
itu KPAD dan SKPD-SKPD dan kita semua mestinya lebih gencar
mengadvokasi Walikota dan DPRD. Akan diprioritaskan atau
tidaknya suatu isu itu sangat tergantung pada sikap Bupati dan
DPRD.
 Sinkronisasi penanggulangan HIV dan AIDS dalam pembangunan daerah
serta penguatan pemangku kepentingan lokal khususnya pemimpin daerah
yang memiliki kekuasaan dalam pengambilan kebijakan penting dapat
memastikan bahwa HIV dan AIDS di masa yang akan datang akan
mendapatkan perhatian dan komitmen dari pemerintah daerah.
 Mendorong advokasi kepada pemerintah daerah untuk memastikan
penanggulangan HIV AIDS menjadi salah satu agenda tetap dalam proses
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat
kecamatan, kabupaten dan kota hingga tingkat provinsi seperti yang
dimandatkan dalam Pemendagri No. 20 Tahun 2007 Pasal 13 Ayat 5 tentang
perlunya penganggaran yang berkelanjutan dalam APBDes untuk mendukung
penanggulangan HIV dan AIDS melalui pendanaan Alokasi Dana Desa
(ADD). Dengan mengalirnya alokasi anggaran secara langsung ke tingkat
desa (seperti diamantkan oleh UU Desa), KPAD perlu mendorong terjadinya
proses perencanaan dan penganggaran untuk penanggulangan HIV dan AIDS
dan memastikan kontribusi dari seluruh pemangku kepentingan terkait di
tingkat desa. Integrasi perencanaan dan pembiayaan berupa pendanaan untuk
AIDS di tingkat kabupaten dan kota, baik melalui SKPD terkait maupun
melalui mekanisme pembiayaan oleh pemerintah di tingkat desa, dan juga
pengembangan kemitraan dengan sektor Pusat Kebijakan dan Manajemen
Kesehatan (PKMK) perlu dikembangkan secara lebih sistematis.
 Memastikan efektivitas perencanaan anggaran untuk berbagai program yang
dibutuhkan dalam penanggulangan HIV dan AIDS di daerah. Saat ini dana
daerah terpusat pada program pencegahan, sementara proporsi untuk program
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) didominasi oleh kontribusi para
peangku kepentingan di tingkat pusat. Dengan pertimbangan bahwa
pengalokasian dana pusat di masa yang akan datang akan terpusat pada
program PDP (khususnya dalam penyediaan ARV), maka daerah diharapkan
untuk tetap fokus pada pendanaan program-program pencegahan. Akan tetapi,
perlu dipastikan bahwa alokasi pendanaan tersebut diperuntukkan bagi
intervensi-intervensi yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga bisa benar-
benar berkontribusi pada pencapaian hasil. Contoh, program pencegahan tidak
bisa hanya mengandalkan kegiatan-kegiatan sosialisasi dan pertemuan saja.
Kegiatan-kegiatan yang terbukti efektif untuk berkontribusi pada pencegahan
juga perlu direncanakan didalam RKPD dan RKA.
 Kemenkes atau KPA perlu mengadvokasi Kementerian Keuangan guna
memasukkan kegiatan-kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam
Petunjuk Penyusunan APBD sebagai bagian dari petunjuk perencanaan dan
penyusunan anggaran. Langkah ini akan memungkinkan daerah dalam
mengalokasikan pendanaan untuk kegiatan penanggulangan AIDS di daerah
sebagai bagian dari RKPD dan RKA dari Dinas Kesehatan daerah. Saat ini,
kebijakan yang mengatur tentang tenaga kesehatan (PP No. 32/1996) belum
menyebutkan adanya posisi-posisi yang dibutuhkan dalam layanan HIV dan
AIDS. Dengan memastikan adanya aturan yang secara jelas menyebutkan
kebutuhan tenaga yang relevan dengan kebutuhan layanan HIV dan AIDS
maka kemungkinan perencanaan dan penganggaran dalam APBD akan
terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Atun, R., de Jongh, T., Secci, F., Ohiri, K., Adeyi, O. 2010a. Integration of targeted
health interventions into health systems: A conceptual framework for analysis.
Health Policy and Planning, 25:104-111.
KPAN. 2010. Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan AIDS 2010-2014. Komisi
Penanggulangan AIDS: Jakarta.
KPAN. 2015. Draft Strategi dan Aksi Nasional Penanggulangan AIDS 2015-2019.
Komisi Penanggulangan AIDS: Jakarta.
Kementerian Kesehatan. 2012. Keputusan Dirjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan tahun 2012 tentang Pedoman Exit Strategi Dana
Hibah Global Fund untuk AIDS, TB dan Malaria.
Kementerian Kesehatan RI, 2020. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Pengendalian HIV AIDS dan PIMS di Indonesia Tahun 2020-2024 : Jakarta.
Nadjib, M., Megraini, A., Ishardini, L. and Rosalina, L. 2013. National AIDS
Spending Assessment 2011-2012.

Anda mungkin juga menyukai