Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Nov 2020, 11(3):272-284

DOI: https://doi.org/10.26553/jikm.2020.11.3.272-284
Tersedia online : http://ejournal.fkm.unsri.ac.id/index.php/jikm

DETERMINAN KEPATUHAN MEDIS PASIEN TUBERKULOSIS


DI PALEMBANG
Uca Ayu Frama Diesty, RM.Suryadi Tjekyan, M.Zulkarnain
Bukit Besar, Jl. Padang Selasa No.524, Bukit Lama, Ilir Barat. I Distric, Palembang,
South Sumatera, 30139 Indonesia

ABSTRAK
Mayoritas negara di dunia memiliki penyakit tuberkulosis termasuk di Indonesia yang
menduduki peringkat ketiga sedunia. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang
tidak berhasil disembuhkan. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesembuhan
pasien tuberkulosis adalah kepatuhan minum obat anti tuberkulosis selama periode
waktu tertentu. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dapat memperparah resiko
penyakit karena dapat mengakibatkan kejadian MDR(Multi Drugs Resistant)
tuberkulosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan kepatuhan
berobat penderita tuberkulosis di Kota Palembang. Penelitian ini menggunakan
penelitian analitik dengan pendekatan semi kuantitatif, dengan rancangan cross
sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan proportional random sampling di
39 Puskesmas Kota Palembang, sebanyak 243 sampel yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik
ganda. Didapatkan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis sebesar 42,8%. Terdapat
hubungan yang signifikan antara persepsi manfaat (p=0,000 ; OR=3,556), dukungan
keluarga (p=0,000 ; OR=3,512), dukungan petugas kesehatan (p=0,001 ; OR=2,712),
pengetahuan (p=0,018 ; OR=2,027) dengan kepatuhan berobat pasien tuberculosis.
Tingkat kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di Kota Palembang masih rendah yaitu
42,8%. Determinan kepatuhan yang paling utama adalah persepsi manfaat berpeluang
3,556 kali lebih besar setelah di kontrol variabel lain.

1
Kata Kunci : Tuberkulosis, kepatuhan, determinan.

Pengantar
WHO telah mengumumkan keadaan darurat global untuk tuberkulosis karena
tuberkulosis tidak terkendali di sebagian besar negara di dunia. Hal ini disebabkan
masih banyaknya penderita yang belum berhasil disembuhkan, terutama yang
infeksius (BTA-positif).1 Untuk tuberkulosis, Indonesia menempati urutan ketiga di
dunia. Di Indonesia diperkirakan setiap tahun 150 ribu orang meninggal akibat
tuberkulosis.2
Angka putus pengobatan penderita TB di Indonesia adalah 4,1% dari 294.732
kasus TB yang terdiri dari 12.084 orang. 3 Berdasarkan laporan tahunan hasil
pengobatan penderita TB di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2012, angka putus
pengobatan penderita TB sebesar 4,14% (218 orang), sedangkan untuk Kota
Palembang angka putus pengobatan penderita TB pada tahun 2012 sebesar 4,019%
(52 orang). Angka putus pengobatan dapat diturunkan jika ada perhatian dari
lingkungan pasien untuk mengingatkan mereka tentang pengobatan yang disebut
Pengawas Menelan Obat (PMO).
Banyaknya kasus TB yang disebabkan oleh tingginya angka putus
pengobatan, dan rendahnya jumlah PMO menimbulkan risiko ketidakpatuhan dan
memperburuk risiko penyakit bagi pasien TB, dinamakan terjadinya TB MDR (Multi
Drugs Resistant). Pengobatan TB MDR ternyata lebih sulit dibandingkan pengobatan
TB yang masih sensitif. TB MDR dapat disembuhkan meskipun membutuhkan waktu
yang lebih lama, yaitu 18-24 bulan.
Pemulihan pasien tuberkulosis dipengaruhi oleh kepatuhan minum obat anti
tuberkulosis untuk jangka waktu tertentu. Pengobatan tuberkulosis harus dilakukan
oleh pasien selama enam bulan. Pengobatan dengan waktu lama dan konsumsi obat-
obatan yang harus dilakukan setiap hari memungkinkan pasien putus atau tidak patuh
pada pengobatan.4
Oleh karena itu perlu diketahui bagaimana kepatuhan pengobatan pasien

2
tuberkulosis di Kota Palembang dalam menurunkan risiko MDR TB yang
membutuhkan waktu lebih lama dan biaya pengobatan yang lebih mahal sehingga
peneliti tertarik untuk mengetahui determinan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis
di Palembang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis determinan kepatuhan
berobat tuberkulosis di Kota Palembang.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan semi
kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan
menggunakan metode penelitian cross sectional yaitu mempelajari hubungan antara
faktor karakteristik individu, perilaku sebelumnya, perilaku spesifik, dan perilaku
interpersonal dengan kepatuhan berobat pasien TB Paru di Kota Palembang.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien TB paru yang terdaftar
pada register pengobatan TB di Palembang yang berjumlah 1.247 orang. Sampel
terdiri dari 243 penderita tuberkulosis paru yang terdaftar pada register pengobatan
TB di Dinas Kesehatan Pusat Kota Palembang yang diperoleh dari rumus
penghitungan ukuran sampel dilakukan uji hipotesis untuk dua proporsi populasi
(Lameshow, 1977) yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan
sampel dilakukan dengan proporsional random sampling. 5 Pengumpulan data primer
diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner.6
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan pasien terhadap
pengobatan tuberkulosis dan variabel bebas penelitian ini adalah karakteristik
individu (umur, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan), perilaku
sebelumnya (pengetahuan, sikap, riwayat / keluhan TB paru, persepsi status
kesehatan), perilaku spesifik (self-efficacy, persepsi hambatan, manfaat yang
dirasakan, ancaman / bahaya yang dirasakan), dan dukungan interpersonal (dukungan
keluarga, nasihat untuk pengobatan, dukungan dari petugas kesehatan, kehadiran
PMO, dan pengaruh lingkungan sosial).
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis univariat, bivariat
dengan chi-square dan regresi logistik ganda menggunakan metode Backward LR

3
untuk melihat determinan yang paling berpengaruh terhadap kepatuhan berobat
pasien tuberkulosis, kemudian menginterpretasikan hasil analisis tersebut dan
membuat persamaan model. Karena desain penelitian yang digunakan adalah cross-
sectional maka ukuran asosiasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah POR
(Prevalence Odds Ratio) dengan rumus yang sama dengan OR. Dengan nilai OR, P
dan CI yang lengkap, variabel yang memiliki OR pada 95% CI dan p-value <0,25
dapat dianggap dapat dimasukkan dalam model multivariat (analisis multivariat),
yang digunakan adalah Analisis Regresi Logistik Tanpa Syarat.
Hasil
Hasil penelitian ini didapatkan 42,8% kepatuhan pasien tuberkulosis yang
berobat di Palembang. Distribusi lengkap kepatuhan pengobatan ditunjukkan pada
tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Distribusi Pasien menurut Kepatuhan Pengobatan
Kepatuhan Total
N %
Tidak Patuh 139 57,2
Patuh 104 42,8
Total 243 100%

Analisis univariat yang dilakukan terhadap 18 variabel dapat dilihat pada Tabel 2
berikut ini:
Tabel 2. Analisis Univariat dari Determinan Kepatuhan terhadap Pengobatan
Pasien Tuberkulosis
Variable Total

Jenis kelamin
Pria 153 63%
Perempuan 90 37%

Usia
Dewasa (17-44 th) 99 40,7%
Lama (> 44 th) 144 59,3%

4
Status pernikahan
Tunggal 55 22,6%
Menikah 188 77,4%

Pekerjaan
Bekerja 109 44,9%
Menganggur 134 55,1%

Pendidikan
Tinggi 95 39,1%
Rendah 148 60,9%
Pengetahuan
Baik 99 40,7%
Tidak baik 144 59,3%
Sikap
Baik 190 78,2%
Tidak baik 53 21,8%

Riwayat / Keluhan TB
Ada 173 71,2%
Tidak ada 70 28,8%

Persepsi Status Kesehatan


Baik 176 72,4%
Tidak baik 67 27,6%

Persepsi Ancaman
Ada 190 78,2%
Tidak ada 53 21,8%

Manfaat yang dirasakan


Ada 129 53,1%
Tidak ada 114 46,9%

Persepsi Hambatan
Ada 190 78,2%
Tidak ada 53 21,8%

Persepsi Efikasi Diri


Baik 168 69,1%
Tidak baik 75 30,9%

Saran medis
Ada 115 47,3%
Tidak ada 128 52,7%

Dukungan Lingkungan Sosial


Ada 124 51,0%

5
Tidak ada 119 49,0%

Pengawas Konsumsi Obat


Ada 97 39,9%
Tidak ada 146 60,1%

Dukungan keluarga
Ada 157 64,6%
Tidak ada 86 35,4%

Dukungan Petugas Kesehatan


Ada 119 49,0%
Tidak ada 124 51,0%
Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi-Square untuk mengetahui
determinan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis secara lengkap disajikan pada tabel
3 berikut ini:

Tabel 3. Analisis Bivariat Determinan Kepatuhan terhadap Pengobatan Penderita


Tuberkulosis

6
Informasi:

* signifikan, p value <0.05


** p value <0.25

Pada analisis multivariat diambil variabel yang pada analisis bivariat


diperoleh p-value <0,25. Tabel 3 menunjukkan hasil analisis Chi-Square dimana
terdapat variabel yang mendapatkan p-value <0,25, meliputi variabel pekerjaan,
pengetahuan, persepsi ancaman, persepsi manfaat, dukungan keluarga, dan dukungan
dari petugas kesehatan. Keenam variabel tersebut akan dimasukkan dalam analisis
multivariat. Lengkapnya disajikan pada tabel 4 berikut ini:

7
Tabel 4. Model Kandidat Kepatuhan Berobat Penderita Tuberkulosis Paru
Variable P-Value
Pekerjaan 0,21
Pengetahuan 0,034
Manfaat yang Dirasakan 0
Persepsi Kepentingan Pribadi 0
Dukungan Keluarga 0
Dukungan Petugas Kesehatan 0

Hasil analisis multivariat dengan menggunakan regresi logistik menunjukkan


bahwa variabel prediktor kepatuhan berobat setelah dianalisis secara bersama-sama
diketahui ada 4 variabel yang berpengaruh terhadap kepatuhan berobat yaitu persepsi
manfaat, dukungan keluarga, dukungan petugas kesehatan, dan pengetahuan.
Detailnya disajikan pada tabel 5 berikut ini:
Variabel B Sig OR (95%CI Exp B)
Manfaat yang dirasakan 1,269 0 3.556 (1.965 – 6.435)
Dukungan Keluarga 1,256 0 3.512 (1.861 – 6.630)
Dukungan Petugas Kesehatan 0,998 0,001 2.712 (1.531 – 4.801)
Pengetahuan 0,707 0,018 2.027 (1.129 - 3.639)
Konstant -2.664 .000

Model persamaan kepatuhan perlakuan adalah sebagai berikut:

Kepatuhan pengobatan = - 2,664 + 0.707 (pengetahuan) + 1.269 (manfaat


yang dirasakan) + 1.256 (dukungan keluarga) + 0.998 (dukungan
petugas kesehatan)

Dukungan yang diberikan oleh tenaga kesehatan dapat berupa semangat kerja
misalnya memberikan dorongan untuk menyelesaikan pengobatan dan berperan aktif
dalam kunjungan rumah jika pasien tidak minum obat sehingga diperlukan tenaga
kesehatan yang memiliki etos kerja yang tinggi untuk mengatasinya. penyakit
tuberkulosis ini.

8
Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian kepatuhan pengobatan penderita TB paru di
Palembang hanya 42,8%. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat,
dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan serta proses pengobatan yang
membutuhkan waktu lama, sehingga dapat meningkatkan risiko penularan oleh
mereka yang belum sembuh dan kemungkinan TB MDR di pasien yang tidak patuh
minum obat. Menekankan hambatan penting terhadap kepatuhan pengobatan TB
dalam populasi penelitian ini dan menyarankan intervensi khusus yang mungkin
bermanfaat dalam mengurangi tingkat pengobatan yang buruk yang tinggi.7
Hasil penelitian lain yang dilakukan terhadap 112 penderita TB Paru di Aceh
Besar ditemukan bahwa 52 penderita (53,6%) penderita TB Paru patuh terhadap
pengobatan.1 Adanya kepatuhan pengobatan penderita TB Paru sebesar 60%. 8
Sementara itu, Penelitian di Kota Palembang menemukan bahwa 33,2% pasien TB
paru patuh terhadap pengobatan.6 Hal ini menunjukkan rendahnya kepatuhan
pengobatan pada penderita TB paru.
Dari hasil analisis hubungan antara karakteristik individu dengan kepatuhan
berobat pada penderita tuberkulosis paru di kota Palembang didapatkan bahwa semua
variabel mempunyai nilai uji statistik p value> α (0,05), hal ini berarti tidak ada
hubungan. antara karakteristik individu dan kepatuhan pasien tuberkulosis yang
dirawat di Palembang. Karakteristik individu penderita tuberkulosis di Kota
Palembang terdiri dari kepatuhan berobat didominasi oleh perempuan yaitu 45,6%
dibandingkan laki-laki, proporsi kepatuhan berobat didominasi oleh kelompok umur
tua (≥ 45 tahun) yaitu 44,4% dibandingkan kelompok umur muda. Proporsi
kepatuhan pengobatan didominasi oleh orang yang sudah menikah yaitu sebesar
43,6% dibandingkan dengan yang belum menikah, proporsi kepatuhan berobat
didominasi oleh kelompok kerja yaitu 46,8% dibandingkan dengan yang tidak
bekerja, proporsi kepatuhan berobat lebih banyak. didominasi oleh penderita
tuberkulosis dengan pendidikan rendah yaitu 43,2% dibandingkan dengan pendidikan
tinggi.

9
Dari hasil analisis hubungan perilaku sebelumnya dengan kepatuhan penderita
tuberkulosis paru di Kota Palembang, ditemukan hanya variabel pengetahuan yang
memiliki nilai uji statistik p-value <α (0,05). Artinya ada hubungan antara
pengetahuan dan kepatuhan terhadap pengobatan penderita tuberkulosis paru di kota
Palembang (OR 1,775). Dengan pengetahuan pasien TB paru yang baik dapat
meningkatkan kepatuhan 2 kali lebih besar dibandingkan pasien TB paru yang
memiliki pengetahuan buruk tentang TB paru pada CI 95% (1.053-2.991).
Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan kepatuhan minum obat
tuberkulosis di BKPM Pati, artinya pasien dengan pengetahuan kurang berpeluang
untuk tidak patuh minum obat sebanyak 3.857 kali. 8 Hasil penelitian lain sesuai
dengan 70 responden di BKPM Surakarta menunjukkan adanya hubungan yang
positif antara tingkat pengetahuan tentang suatu penyakit dan pengobatan TB paru
dengan tingkat kepatuhan terhadap program pengobatan (p = 0,001) . 9 Pengetahuan
dan motivasi pasien TB akan berdampak pada kepatuhan dalam melaksanakan
program pengobatan.10 Dalam penelitian yang dilakukan di Palembang disebutkan
bahwa ada pengaruh antara pengetahuan dan kepatuhan berobat pasien TB Paru.
Selain itu, ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam pengetahuan
pengobatan Tuberkulosis antara yang mangkir dan pasien yang menyelesaikan
pengobatan lengkap di pedesaan.11
Peningkatan pengetahuan merupakan hal yang harus diupayakan yaitu melalui
promosi kesehatan tentang tuberkulosis. Dalam rangka meningkatkan pengetahuan
pasien tentang tuberkulosis maka perlu dilakukan peningkatan kesehatan oleh petugas
Puskesmas TB dalam memberikan penyuluhan tentang tuberkulosis untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat pada umumnya dan pasien tuberkulosis pada
khususnya. Kigozi dkk menemukan bahwa perlunya upaya pendidikan kesehatan
untuk memperkuat penyebaran informasi yang akurat untuk mempromosikan
pengetahuan dan sikap TB yang baik di antara pasien yang mendatangi fasilitas
Puskesmas.12 Upaya penyuluhan kesehatan juga harus memanfaatkan temuan positif
dari penelitian ini bahwa penyebaran informasi di fasilitas Puskesmas meningkat

10
praktik pengendalian infeksi yang baik.
Dari hasil analisis hubungan antara perilaku spesifik dan kepatuhan penderita
tuberkulosis di kota Palembang ditemukan variabel persepsi kegunaan dan efikasi diri
memiliki nilai uji statistik p-value <α (0,05), hal ini berarti bahwa ada hubungan
antara persepsi manfaat dan persepsi efikasi diri dengan kepatuhan berobat pada
pasien tuberkulosis di kota Palembang. Selain itu, efikasi diri dan tingkat pendidikan
berpengaruh signifikan terhadap perilaku pemeriksaan diri, oleh karena itu dapat
menjadi acuan bagi praktisi kesehatan dan peneliti untuk mempromosikan perilaku
kesehatan di antara keluarga penderita Tuberkulosis.13
Pada variabel perceived benefit diperoleh nilai OR sebesar 2,768, sehingga
dapat disimpulkan bahwa pasien TB Paru yang merasakan manfaat pengobatan
penyakit TB Paru akan lebih patuh 3 kali lipat dibandingkan penderita TB Paru yang
tidak merasakan manfaat apapun dari TB Paru. pengobatan penyakit pada 95% CI
(1,609-4,760).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian bahwa terdapat hubungan antara
persepsi manfaat kepatuhan berobat pada penderita tuberkulosis dengan P-value
0,019 dan OR = 5,814. Penderita akan lebih mudah dalam melaksanakan dan
menjalani pengobatan secara lengkap jika penderita merasakan manfaat pengobatan,
terutama kesembuhan total dari penyakit yang dideritanya. Jika pasien merasa
pengobatan yang dilakukan tidak bermanfaat, maka pasien cenderung tidak sesuai
dengan aturan pengobatan sehingga akan terjadi ketidakpatuhan terhadap pengobatan
tersebut. Kesimpulannya, persepsi pasien tentang TB telah mencerminkan indikator
dari persepsi resistansi dan kemanjuran diri secara signifikan mempengaruhi
kepatuhan pengobatan.2 14
Pada persepsi efikasi diri diperoleh nilai OR sebesar 2,243, sehingga dapat
disimpulkan bahwa pasien tuberkulosis yang memiliki persepsi efikasi diri yang baik
terhadap pengobatan tuberkulosis akan patuh 2 kali lipat dibandingkan pasien
tuberkulosis yang tidak memiliki diri yang baik. Persepsi khasiat pengobatan
tuberkulosis pada 95% CI (1,253-4,014). Persepsi efikasi diri, yaitu persepsi mampu

11
membantu dirinya sendiri untuk sembuh dari suatu penyakit. Keyakinan akan
kesembuhan dapat ditumbuhkan dari niat setiap penderita tuberkulosis untuk sembuh.
Promosi dan edukasi kesehatan perlu diberikan guna memberikan pemahaman,
pengetahuan, dan penjelasan tentang tuberkulosis sehingga akan terjadi perubahan
sikap dan perilaku pasien tuberkulosis dalam menjalani pengobatan.
Hasil analisis hubungan pengaruh interpersonal dengan kepatuhan berobat
pada penderita tuberkulosis di Kota Palembang didapatkan bahwa variabel dukungan
keluarga dan dukungan tenaga kesehatan mempunyai nilai uji statistik p-value <α
(0,05) dan OR 2,985. kepatuhan pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan
pasien selama program pengobatan tuberkulosis untuk meningkatkan kepatuhan
pengobatan selama terapi multidrug.15 Dukungan keluarga meliputi dukungan
informasional, dukungan instrumental, dukungan emosional, dan dukungan penilaian
yang dibutuhkan pasien tuberkulosis, termasuk dukungan pemenuhan gizi.16
Selanjutnya aspek Dukungan sosial yang meliputi dukungan keluarga, dukungan
kelompok sebaya dan dukungan dari petugas kesehatan memiliki peran penting dan
menjadi faktor pendorong bagi pasien TB untuk mematuhi rejimen pengobatan.
Untuk penelitian lebih lanjut, pengembangan intervensi untuk meningkatkan
kepatuhan pasien TB perlu mempertimbangkan aspek sosial tersebut.
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat
tuberkulosis di BKPM Patidan, bahwa dukungan keluarga yang kurang berpeluang
untuk tidak patuh berobat sebanyak 5.800 kali. Hasil penelitian pada 134 responden
di Badan Pemberantasan Penyakit Paru (BP4) RSUD Karangtembok Surabaya
menunjukkan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan peningkatan
kepatuhan minum OAT pada penderita tuberkulosis (p = 0,001) . 8 18
Hasil ini
berbanding terbalik dengan Pada penelitian lain di Kota Palembang, ditemukan tidak
terdapat pengaruh antara dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat. 6 Perbedaan
hasil yang diperoleh dapat berupa perubahan perilaku dan keinginan pasien untuk
mendapatkan dukungan keluarga selama menjalani masa pengobatan. Seorang pasien

12
yang mendapat dukungan dari keluarganya akan lebih semangat dalam menjalani
pengobatan, apalagi jika keluarga dapat lebih memperhatikan dan mengingatkannya
untuk minum obat selama 6 bulan sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien TB paru
yang mendapat dukungan dari petugas kesehatan di pengobatan penyakit TB paru 3
kali lebih patuh dibandingkan penderita TB paru yang tidak mendapat dukungan
tenaga kesehatan dalam pengobatan penyakit TB paru pada CI 95% (1.681-5.084).
Dukungan keluarga, sosial ekonomi, dukungan dokter dan perawat,
ketersediaan akses pelayanan kesehatan, stigma sosial, stres psikologis, dan
pengetahuan merupakan faktor yang signifikan dalam keberhasilan pengobatan
tuberkulosis.19 Hasil lain menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan keluarga (emosional, materi, dan dukungan informasional) dengan
kepatuhan medis pasien tuberkulosis paru.20 Disarankan bagi tenaga kesehatan untuk
selalu mengedepankan pentingnya dukungan keluarga untuk keberhasilan pengobatan
pada pasien tuberkulosis.21 Selain itu, dukungan yang diberikan oleh petugas
kesehatan dapat di Bentuk semangat misalnya memberikan dorongan untuk
menyelesaikan pengobatan dan berperan aktif dalam kunjungan rumah jika pasien
tidak meminum obat sehingga dibutuhkan tenaga kesehatan yang memiliki etos kerja
yang tinggi untuk menanggulangi penyakit TBC ini. perlu dilakukan program home
visit oleh tenaga kesehatan bagi pasien yang tidak co mpliant untuk memeriksa dahak
dan melakukan penelitian lebih lanjut untuk faktor pelayanan kesehatan. 23
Selain itu, dukungan sosial yang kuat dalam keluarga pasien, komunitas, atau
konteks perawatan kesehatan dapat membantu mengatasi hambatan struktural dan
pribadi terhadap kepatuhan dengan memengaruhi motivasi atau pengetahuan dan
keyakinan tentang TB. Namun, kurangnya dukungan atau pengetahuan tentang TB
dan pengobatannya dalam konteks keluarga, komunitas, atau perawatan kesehatan
pasien, serta stigmatisasi nyata atau yang dirasakan dari orang sakit, dapat
menghambat kepatuhan.24 Hasil tersebut membuktikan bahwa dukungan kelompok
sebaya dapat mempengaruhi kepatuhan waktu pengobatan pada pasien tuberkulosis
paru. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peer group support dapat digunakan

13
sebagai intervensi pilihan untuk meningkatkan ketaatan pengobatan TB paru pada
pasien.25
Kesimpulan
Gambaran kepatuhan pasien tuberkulosis di Palembang hanya 42,8%. Ada
hubungan antara manfaat yang dirasakan, dukungan keluarga, dukungan petugas
kesehatan, pengetahuan dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di Kota
Palembang. Penentu kepatuhan yang paling penting adalah manfaat yang dirasakan
dengan peluang 3,556 kali lebih besar setelah mengontrol variabel lain.
Pengakuan
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada pembimbing dan tim dari Komisi
Pemeriksa Penelitian skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk mengikuti
ujian dan memberikan masukan untuk menyempurnakan skripsi yang ditulis oleh
peneliti, juga kepada seluruh puskesmas yang telah memfasilitasi penyediaan data
pasien. dan alamat pasien TB, sehingga memudahkan untuk melakukan wawancara
dengan rumah pasien.

Pendanaan
Tidak ada dana untuk penelitian ini, dan dana yang digunakan adalah dana
pribadi penulis.

Konflik kepentingan
Tidak ada konflik kepentingan dalam penelitian ini.

Referensi
1. Marzuki. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Berobat
Penderita Tuberculosis Paru di Puskesmas dalam Wilayah Kabupaten Aceh
Besar 1998. Universitas Indonesia, Depok. 2002.
2. Aisyah. Hubungan Persepsi, Pengetahuan TB Paru, dan PMO dengan
Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru di Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta

14
Timur. Tesis. Universitas Indonesia, Depok. 2001.
3. Rahmansyah A. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Drop Out (DO) pada
Penderita TB Paru di Rumah Sakit Paru Palembang Tahun 2010. Tesis.
Universitas Indonesia, Depok. 2012.
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: 2002.
5. Lameshow S., Hosmers., Klar J., Lwanga S K. Besar Sampel Dalam Penelitian
Kesehatan (Terjemahan). Yogyakarta: UGM. 1997.
6. Syafrida. Determinan Kepatuhan Berobat Pasien TB Paru di Puskesmas Dalam
Wilayah Kota Palembang Tahun 2010. Tesis. Program Pascasarjana Stikes Bina
Husada, Palembang. 2010.
7. Aibana O, Dauria E, Kiriazova T, et al. Patients' perspectives of tuberculosis
treatment challenges and barriers to treatment adherence in Ukraine: a
qualitative study. BMJ Open. 2020;10(1):e032027. Published 2020 Feb 2.
doi:10.1136/bmjopen-2019-032027
8. Dhewi, GI. Hubungan Natara Pengetahuan, Sikap Pasien, dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien TB Paru di BKPM Pati.
Semarang: 2012
9. Safri F M. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kepatuhan Minum Obat Pasien
TB Berdasarkan Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Umbul Sari.
Universitas Airlangga, Jember. 2013.
10. Sukartini T., Widianingrum T R., dan Yasmara D. The Relationship of
Knowledge and Motivation Tuberculosis Drug Compliance in Tuberculosis. A
Multifaceted Review Journal in The Field of Pharmacy. 2020; Vol 11 (6) : 603-
606.
11. Elsading YM., Hashim E A A H., Abdalla S M., Saleem G A G., Sami W.,
Elbadawi T E., Medani K A., dan Ahmed S M. The Impact of Knowledge on
Adherence to Tuberculosis Treatment: A Case-Control Study form a Rural
Setting. EC Pulmonology and Respiratory Medicine. 2018; Vol 7 (12): 830-834.

15
12. Kigozi N G., Heunis J C., Engelbrecht M. C., Janse van Rensburg A. P., dan
Van Rensburg H. Tuberculosis Knowledge, Attitudes And Practices Of Patients
At Primary Health Care Facilities. In A South African Metropolitan: Research
Towards Improved Health Education. BMC Public Health. 2017; Vol 17 (1) :
795.
13. Ahmadi dan Hakim A R. Self-Efficacy And Selected Demographics As
Determinants Of The Family Behavior On Examination For Patients With
Tuberculosis In Pamekasan. International Conference Of Kerta Cendekia
Nursing Academy. 2019; Vol 1 (1): 122-132.
14. Zainal S M, Sapar, Syafruddin, dan Irwandy. The effect of patients'
perception about tuberculosis (TB) against treatment compliance. Pubmed.
2020; Vol (2): 416-419. doi: 10.1016/j.enfcli.2019.07.128. PMID: 32204201.
15. Ratnasari NY, Husna PH, Marni, Nurtanti S, Susanto T. Adherence to
Medication Behavior Among Tuberculosis Patients and Their Affecting Factors:
A Cross-Sectional Study at Public Health Center of Wonogiri District,
Indonesia. Front Nurs. 2020; Vol 7 (3): 279-286. doi: 10.2478/FON-2020-0024
16. Suprajitno S dan Ningsih N R. Family Support for The Fulfillment of
Nutrition of Tuberculosis Patients. Journal of Ners and Midwifery. 2018; Vol. 5
(3): 178-181. doi: 10.266699/jnk.v5i3.ART.p178-181.
17. Barik A L, Indarwati R, dan Sulistiawati. The Role Of Social Support On
Treatment Adherence In TB Patients: A Systematic Review. Nurse and Health:
Jurnal Keperawatan. 2020; Vol 9 (2): 201-210.
18. Hutapea. Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Anti Tuberkulosis. RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. 2006.
19. Ridi Putra K W dan Toonsiri C. Factors Related to The Successful
Treatment of Tuberculosis: A Literatur Review. Belitung Nursing Journal.2019;
Vol 5 (3): 136-146. doi: 10.33546/bnj.749
20. Fleischhacker W, Oehl M A dan Hummer M. Factor Influencing Compliance
Patient. Journal Clinical Psychiatry. 2003; 64 Suppl 16:10-3. PMID: 14680413.

16
21. Mongan R dan Fajar. Relationship Between Family Support And Medical
Compliance In Patients With Pulmonary Tuberculosis In The Working Area Of
The Community Health Center Of Abeli, Kendari. Public Health of
Indonesia–YCAB Publisher. 2017; Vol 3 (1): 17-22.
http//doi.org/10.36685/phi.v3il.111.
22. Perdana P. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kepatuhan Berobat
Penderita TB Paru Di Puskesmas Kecamatan Ciracas. Jakarta Timur: FIIK
Universitas Pembangunan Nasional. 2008
23. Ruditya D N. The Relationship Between Characteristic Of Tuberculosis
Patient With Compliance In Check A Sputum During Treatment. Jurnal Berkala
Epidemiologi. 2015; Vol 3 (2): 122-133.
24. Di Stefano M J dan Schmidt H. mHealth for Tuberculosis Treatment
Adherence: A Framework to Guide Ethical Planning, Implementation, and
Evaluation. Global Health: Ccience and Practice Journal. 2016; Vol. 4 (2): 211–
221.

25. U Hasanah., M Makhfudi., L Ni’mah., F Efendi., dan Aurizki E. Peer Group


Support on the Treatment Adherence of Pulmonary Tuberculosis Patients. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science. 2019. doi:10.1088/1755-
1315/246/1/012033

17

Anda mungkin juga menyukai