Anda di halaman 1dari 11

GENDER

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ilmu Adab Al-Ijtima’i

Dosen Pengampu :

Himmatul Khoiroh, S. Ag, M. Pd.

Disusun Oleh:
Achmad Abidin (A91216060)
Uswatun Hasanah (A91216153)
Nuril (A91216144)

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

2019
BAB I 
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 

Gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan


(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Helen
Tierney (ed), Women’s Studies Encyclopedia, Vol 1, New York: Green Wood Press,
h.1
5Perempuan   dengan   segala   kelebihan   dan   kekurangannya   memang  
menjadi sumber inspirasi yang menarik untuk dikaji. Dalam masyarakat saat ini, 
perempuan  masih  dianggap  sebagai  makhluk  yang  lemah  dibandingkan  dengan  
kaum  laki-laki.  Perempuan  hanya  dianggap  sebagai  pelengkap  dan  hanya  bisa  
mengembangkan  peranannya  sebagai  istri  dan  ibu.  Dengan  segala  keunikannya  
perempuan menjadi hal yang sering dijadikan tema dalam sebuah karya sastra. 

Dalam  sebuah  karya  sastra,  kesetaraan  gender  seringkali  digambarkan  
dengan  adanya  persoalan  yang  muncul  di  jalan  cerita  dalam  hubungan  antara  
tokoh laki laki dan tokoh perempuan. Dalam sebuah karya sastra, sang pengarang 
bisa   dengan   leluasa   mengungkapkan   bermacam   konflik   bahkan   yang   tidak   
dijumpai  dalam  kehidupan  sehari  hari  secara  nyata.  Walaupun  berwujud  sebuah  
karya  imaginatif,  pengarang  bisa  menampilkan  dengan  bebas  semua  fenomena  
fenomena  sosial  berikut  pesan  yang  hendak  diungkapkan  tanpa  terkungkung  

dengan realitas data. 
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka dapat di


rumuskan permasalahan yang dikaji.adapun rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana definisi, konsep, dan teori-teori gender ?


2) Bagaimana  bentuk  ketidakadilan  gender  tokoh  perempuan  dalam  novel  
Mendhung Kesaput Angin? 

Tujuan

Selaras  dengan  permasalahan-permasalahan  yang  telah  dirumuskan  di  

atas, maka penulis ini bertujuan sebagai berikut. 

1) Agar memahami dengan benar tentang gender.


2) Mendeskrpsikan bentu k ketidakadilan gender tokoh perempuan dalam
novel mendung kesaput angin karya Ag. suharti.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi, Konsep, dan Teori-Teori Gender


1. Definisi Gender
Secara etimologi, kata “gender” berasal dari bahasa Inggris yang berarti
“jenis kelamin”. Secara terminologis, gender dapat didefinisikan sebagai harapan-
harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan. Dalam Women’s Studies
Encyclopedia, definisi gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk
membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-
laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.

Definisi gender menurut berbagai pustaka :

a. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,
hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
budaya, dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah
menurut waktu serta kondisi setempat
b. Gender is not a noun a “being” but a “doing. Gender is created and
reinforced discursively, through talk and behavior, where individuals claim a
gender identity and reveal it to others (West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd
et al. 2009 p.8). Gender bukan sebagai suatu kata benda “menjadi seseorang”,
namun sebagai suatu “perlakuan”. Gender diciptakan dan diperkuat melalui
diskusi dan perilaku, dimana gender individu menyatakan suatu identitas
gender dan mengumumkan pada yang lainnya.
c. Gender theory is a social constructionist perspectiv that simultaneously
examines the ideological and the material levels of analysis. (Smith 1987
dalam Lloyd et al. 2009 p.8). Teori gender merupakan suatu pandangan
tentang konstruksi sosial yang sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan
analisi material.
d. At the ideological level, gender is performatively produced (Butler 1990
dalam Lloyd et al. 2009 p.8). Pada tingkat ideologi, gender dihasilkan1.

Dengan demikian, berdasarkan definisi diatas, gender merupakan hasil


kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati (pemberian mutlak dari
Tuhan), oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dari satu
waktu ke waktu berikutnya. Karena tidak bersifat kodrati, maka gender dapat
berubah dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya
tergantung waktu dan budaya setempat. Pembentukan gender dalam masyarakat
ini tertanam melalui proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya
hingga terbentuk suatu perbedaan peran, fungsi, status dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan.

Gender seringkali diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender


berbeda dengan jenis kelamin, meskipun dalam pengertiannya secara etimologi
artinya sama-sama “sex” yaitu jenis kelamin. Secara umum, sex digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara anatomi biologis,
sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, dan
aspek-aspek non biologis lainnya.

2. Konsep Gender

Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuan sosial untuk menjelaskan


perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bersifat bawaan sebagai ciptaan
Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan
sejak kecil. Adanya pembedaan ini sangat penting, karena selama ini yang terjadi
seringkali mencampur adukkan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrat dan yang
bersifat bukan kodrat (gender). Sejarah pembentukan gender antara laki-laki dan
perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh berbagai
faktor, diantaranya ; sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan.
Dengan proses yang panjang ini, seringkali gender dianggap sebagai ketentuan
tuhan (kodrat) yang tidak bisa dirubah lagi ketetapannya. Hal inilah yang memicu
awal terjadinya isu ketidakadilan gender di tengah-tengah masyarakat.
1
Herien Puspitawati, “Konsep,Teori dan Analisis Gender” (Bogor : PT IPB Press)hal 1-2
Gender memiliki kedudukan sangat penting di dalam masyarakat.
Keberadaannya mempengaruhi bagaimana seseorang bersikap, baik untuk
memilih pendidikannya, tempat kerja, jenis pekerjaan, bahkan harapan hidup.
Jelasnya dengan adanya gender ini menentukan kebebasan gerak seseorang. Tidak
jarang pula seseorang dalam membuat keputusan juga dipengaruhi oleh gender.

Tabel berikut ini akan menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin
(sex)

Jenis kelamin (seks) Gender


Contoh kodrati Contoh bukan kodrati
Peran reproduksi kesehatan berlaku Peran sosial bergantung pada waktu
sepanjang masa dan keadaan
Peran reproduksi ditentukan oleh Tuhan Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi
buatan manusia
Menyangkut perbedaan biologis laki- Menyangkut perbedaan peran, fungsi,
laki dan perempuan terutama pada alat dan tanggung jawab laki-laki dan
reproduksi. Perempuan hamil, perempuan berdasarkan kesepakatan
mengalami menstruasi, melahirkan, masyarakat. laki-laki mencari nafkah,
menyusui, sedangkan laki-laki perempuan mengurus anak, dsb.
mempunyai fungsi membuahi
(spermatozoid)
Peran reproduksi tidak dapat berubah, Peran sosial dapat berubah. Peran istri
sekali menjadi perempuan akan tetap sebagai ibu rumah tangga dapat
menjadi perempuan, sebaliknya juga berubah menjadi pekerja, dismpingg
pada laki-laki. menjadi istri juga.
Peran reproduksi tidak dapat Peran sosial dapat dipertukarkan. Untuk
dipertukarkan. Tidak mungkin peran kondisi tertentu, bisa saja suami dalam
laki-laki melahirkan, sedangkan keadaan menganggur sehingga tinggal
perempuan membuahi dirumah dan mengurus pekerjaan
rumah tangga, sedangkan istrinya
bertukar peran mencari nafkah dengan
menjadi TKW2.

2
Ibid, hal 3-4
3. Teori-Teori Gender
Secara khusus tidak ditemukan suatu teori yang membicarakan
permasalahan gender. Teori-teori yang digunakan untuk membicarakan
permasalahan gender ini diadopsi dari teori-teori yang dikembangkan oleh para
ahli dalam bidang sosial kemasyarakatan dan kejiwaan. Oleh karena itu, teori-
teori ini banyak diambil dari teori-teori sosiologi dan psikologi. Berikut beberapa
teori yang dianggap penting dan cukup populer ;
a. Teori Sosial Konflik
Menurut teori nurture, adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan
pada hakekatnya adalah bentukan masyarakat melalui konstruksi sosial
budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikana peran dan
kontribusinya dalam hidup keluarga, bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Konstruksi sosial menempatkan laki-laki dan perempuan dalam perbedaan
kelas. Adanya perbedaan kelas ini memunculkan gerakan perjuangan untuk
persamaan hak yang dipelopori oleh kaum feminisme internasional yang
cenderung mengejar kesamaan dengan konsep 50:50 (fifty-fifty). Perjuangan
tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun
budaya. Berangkat dari kenyataan ini, para feminis berjuang dengan
menggunakan pendekatan sosial konflik.
Dalam masalah gender, teori sosial konflik terkadang diidentikkan dengan
teori Marx yang kemudian dilengkapi oleh F.Engels. ia mengemukakan suatu
gagasan bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan
perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan
bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang
diterapkan dalam konsep keluarga. Dengan kata lain, ketimpangan peran
gender dalam masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi karena
konstruksi masyarakat.
Keluarga menurut teori ini bukan sebuah kesatuan yang normatif
(harmonis dan seimbang), melainkan lebih dilihat sebagai sebuah sistem yang
penuh konflik yang menganggap bahwa keberagaman biologis dapat dipakai
untuk melegitimasi relasi sosial yang operatif. Oleh karena itu, para
feminisme menggunakan pendekatan ini sebagai usaha untuk menciptakan
kesetaraan gender (50:50), yaitu dengan menghilangkan peran biologis
gender, dengan usaha radikal untuk mengubah pola pikir dan struktur keluarga
yang menciptakannya.
b. Teori Equilibrium
Disebut juga teori keseimbangan. Teori ini menekankan pada konsep
kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum laki-laki dan perempuan,
karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan
dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk
mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi
pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran laki-laki dan
perempuan secara seimbang. Hubungan diantara keduanya bukan saling
bertentangan melainkan hubungan komplementer guna saling melengkapi satu
sama lain.
c. Teori Struktural-Fungsional
Teori ini muncul ditahun 30-an sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori
ini mengemukakan tentang bagaimana memandang masyarakat sebagai
sebuah sistem yang saling berkaitan. Teori ini mengakui adanya
keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Keanekaragaman ini merupakan
sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragamaan
fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.
Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra
industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan
sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai
pemburu, laki-laki lebih banyaj berada di luar rumah dan bertanggung jawab
untuk membawa makanan kepada keluarga. Sedangkan peran perempuan
lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung,
memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi
dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil.
Dalam masyarakat ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex
(jenis kelamin)3.
B. Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender
Ketidakadilan dan diskrimainasi gender merupakan kondisi kesenjangan
dan ketimpangan atau tidak adil akibat dari sistem struktur sosial dimana baik laki-
laki dan perempuan menjadi korban sistem tersebut. Ketidakadilan gender terjadi
karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban
manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi
dialami juga oleh laki-laki. Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender akibat
diskriminasi gender mencakup ;
1. Marjinalisasi atau peminggiran
Proses Marjinalisasi atau pemiskinan yang merupakan proses, sikap,
perilaku masyarakat maupun kebijakan negara yang berakibat pada penyisishan
atau pemiskinan bagi laki-laki maupun perempuan. Adapun contoh-contoh
marjinalisasi adalah ;
a. Banyaknya pekerja perempuan yang kurang dipromosikan menjadi kepala
cabang atau kepala bagian dalam posisi birokrat.
b. Peluang untuk menjadi pimpinan dilingkungan TNI (jenderal) lebih banyak
diberikan kepada laki-laki daripada perempuan.
c. Banyak lapangan pekerjaan yang menutup pintu bagi laki-laki seperti industri
garmen dan industri rokok karena anggapan bahwa laki-laki kurang teliti
dalam melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaan.
2. Subordinasi
Proses subordinasi adalah suatu keyakinan bahwa satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya,
sehingga ada jenis kelamin yang merasa dinomorduakan. Sudah ada sejak dahulu
adanya pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih
rendah daripada laki-laki. Adapun contoh-contoh subordinasi adalah ;

3
Marzuki “Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender”, (PKn dan Hukum FISE UNY) hal 4-10
a. Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan, seperti guru
TK, sekretaris,dsb yang dinilai lebih rendah dibanding dengan pekerjaan laki-
laki seperti tentara, direktur, dsb. Hal tersebut berpengaruh pada perbedaan
gaji yang diterima oleh perempuan.
b. Perkembangan tekhnologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang mana pada
umumnya mesin-mesin tersebut dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki.
c. apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar atau hendak
bepergian keluar negeri, ia harus mendapat izin dari suami, sebaliknya apabila
suami yang hendak bepergian ia bisa mengambil keputusan sendiri tanpa
harus mendapat izin dari istri. Kondisi semacam ini telah menempatkan
perempuan pada posisi tidak penting, sehingga jika karena kemampuannya ia
bisa menempati posisi penting sebagai pimpinan, maka bawahannya yang
berjenis kelamin laki-laki seringkali merasa tertekan.
3. Pandangan stereotipe
Stereotipe adalah suatu pelabelan yang seringkali bersifat negatif secara
umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Stereotipe selalu melahirkan
ketidakadilan dan diskriminasi yang bersumber dari pandangan gender. Adapun
contoh-contohnya adalah ;
a. Label perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika
hendak aktif dalam kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis, atau
birokrasi.
b. Apabila laki-laki marah dianggap tegas, tetapi apabila perempuan marah atau
tersinggung terhadap sesuatu dianggap emosional dan tidak dapat menahan
diri. Standart penilaian antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun
standart nilai tersebut banyak merugikan perempuan
c. Karena perempuan dianggap pandai merayu, maka ia dianggap lebih pas
bekerja dibagian penjualan.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi seseorang. Pelaku kekerasan yang bersumber karena gender ini
bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti dalam rumah tangga,
ataupun ditempat umum dalam masyaraakat. Adapun contoh-contohnya adalah ;
a. Istri menghina atau mencela kegagalan karier suami
b. Istri tidak boleh bekerja setelah menikah
c. Orangtua memukul dan menghajar anaknya.
5. Beban ganda bagi perempuan
Beban ganda adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam
melakukan berbagai jenis kegitan sehari-hari. Beban ganda ini seringkali
dipandang dari sudut budaya sebagai bentuk pengabdian. Adapun contoh-
contohnya adalah ;
a. Berbagai observai menunjukkan bahwa 90% dari pekerjaan dalam rumah
tangga dilakukan oleh istri, sehingga bagi mereka yang bekerja diluar rumah,
selain bekerja di wilayah publik, mereka juga harus mengerjakan di wilyah
domestik.
b. Seorang ibu dan anak perempuannya mempunyai tugas untuk menyiapkan
makanan dan menyediakan diatas meja, kemudian merapikan kembali sampai
mencuci piring-piring yang kotor. Sebaliknya seorang ayah dan anak laki-laki
setelah selesai makan, mereka akan meninggalkan meja makan tanpa rasa
bertanggung jawab untuk mengangkat piring kotor yang telah mereka
gunakan 4.

C. Gender Dalam Karya Sastra


Karya sastra

4
https://gendernews88.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai