Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
Achmad Abidin (A91216060)
Uswatun Hasanah (A91216153)
Nuril (A91216144)
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sebuah karya sastra, kesetaraan gender seringkali digambarkan
dengan adanya persoalan yang muncul di jalan cerita dalam hubungan antara
tokoh laki laki dan tokoh perempuan. Dalam sebuah karya sastra, sang pengarang
bisa dengan leluasa mengungkapkan bermacam konflik bahkan yang tidak
dijumpai dalam kehidupan sehari hari secara nyata. Walaupun berwujud sebuah
karya imaginatif, pengarang bisa menampilkan dengan bebas semua fenomena
fenomena sosial berikut pesan yang hendak diungkapkan tanpa terkungkung
dengan realitas data.
Rumusan Masalah
Tujuan
Selaras dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan di
atas, maka penulis ini bertujuan sebagai berikut.
a. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,
hak, tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial,
budaya, dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah
menurut waktu serta kondisi setempat
b. Gender is not a noun a “being” but a “doing. Gender is created and
reinforced discursively, through talk and behavior, where individuals claim a
gender identity and reveal it to others (West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd
et al. 2009 p.8). Gender bukan sebagai suatu kata benda “menjadi seseorang”,
namun sebagai suatu “perlakuan”. Gender diciptakan dan diperkuat melalui
diskusi dan perilaku, dimana gender individu menyatakan suatu identitas
gender dan mengumumkan pada yang lainnya.
c. Gender theory is a social constructionist perspectiv that simultaneously
examines the ideological and the material levels of analysis. (Smith 1987
dalam Lloyd et al. 2009 p.8). Teori gender merupakan suatu pandangan
tentang konstruksi sosial yang sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan
analisi material.
d. At the ideological level, gender is performatively produced (Butler 1990
dalam Lloyd et al. 2009 p.8). Pada tingkat ideologi, gender dihasilkan1.
2. Konsep Gender
Tabel berikut ini akan menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin
(sex)
2
Ibid, hal 3-4
3. Teori-Teori Gender
Secara khusus tidak ditemukan suatu teori yang membicarakan
permasalahan gender. Teori-teori yang digunakan untuk membicarakan
permasalahan gender ini diadopsi dari teori-teori yang dikembangkan oleh para
ahli dalam bidang sosial kemasyarakatan dan kejiwaan. Oleh karena itu, teori-
teori ini banyak diambil dari teori-teori sosiologi dan psikologi. Berikut beberapa
teori yang dianggap penting dan cukup populer ;
a. Teori Sosial Konflik
Menurut teori nurture, adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan
pada hakekatnya adalah bentukan masyarakat melalui konstruksi sosial
budaya, sehingga menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan itu
menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikana peran dan
kontribusinya dalam hidup keluarga, bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Konstruksi sosial menempatkan laki-laki dan perempuan dalam perbedaan
kelas. Adanya perbedaan kelas ini memunculkan gerakan perjuangan untuk
persamaan hak yang dipelopori oleh kaum feminisme internasional yang
cenderung mengejar kesamaan dengan konsep 50:50 (fifty-fifty). Perjuangan
tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan baik dari nilai agama maupun
budaya. Berangkat dari kenyataan ini, para feminis berjuang dengan
menggunakan pendekatan sosial konflik.
Dalam masalah gender, teori sosial konflik terkadang diidentikkan dengan
teori Marx yang kemudian dilengkapi oleh F.Engels. ia mengemukakan suatu
gagasan bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan
perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan biologis, tetapi merupakan
bagian dari penindasan kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang
diterapkan dalam konsep keluarga. Dengan kata lain, ketimpangan peran
gender dalam masyarakat bukan karena kodrat dari Tuhan, tetapi karena
konstruksi masyarakat.
Keluarga menurut teori ini bukan sebuah kesatuan yang normatif
(harmonis dan seimbang), melainkan lebih dilihat sebagai sebuah sistem yang
penuh konflik yang menganggap bahwa keberagaman biologis dapat dipakai
untuk melegitimasi relasi sosial yang operatif. Oleh karena itu, para
feminisme menggunakan pendekatan ini sebagai usaha untuk menciptakan
kesetaraan gender (50:50), yaitu dengan menghilangkan peran biologis
gender, dengan usaha radikal untuk mengubah pola pikir dan struktur keluarga
yang menciptakannya.
b. Teori Equilibrium
Disebut juga teori keseimbangan. Teori ini menekankan pada konsep
kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Pandangan ini tidak mempertentangkan antara kaum laki-laki dan perempuan,
karena keduanya harus bekerjasama dalam kemitraan dan keharmonisan
dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk
mewujudkan gagasan tersebut, maka dalam setiap kebijakan dan strategi
pembangunan agar diperhitungkan kepentingan dan peran laki-laki dan
perempuan secara seimbang. Hubungan diantara keduanya bukan saling
bertentangan melainkan hubungan komplementer guna saling melengkapi satu
sama lain.
c. Teori Struktural-Fungsional
Teori ini muncul ditahun 30-an sebagai kritik terhadap teori evolusi. Teori
ini mengemukakan tentang bagaimana memandang masyarakat sebagai
sebuah sistem yang saling berkaitan. Teori ini mengakui adanya
keanekaragaman dalam kehidupan sosial. Keanekaragaman ini merupakan
sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menentukan keragamaan
fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem.
Terkait dengan peran gender, pengikut teori ini menunjuk masyarakat pra
industri yang terintegrasi di dalam suatu sistem sosial. Laki-laki berperan
sebagai pemburu (hunter) dan perempuan sebagai peramu (gatherer). Sebagai
pemburu, laki-laki lebih banyaj berada di luar rumah dan bertanggung jawab
untuk membawa makanan kepada keluarga. Sedangkan peran perempuan
lebih terbatas di sekitar rumah dalam urusan reproduksi, seperti mengandung,
memelihara, dan menyusui anak. Pembagian kerja seperti ini telah berfungsi
dengan baik dan berhasil menciptakan kelangsungan masyarakat yang stabil.
Dalam masyarakat ini stratifikasi peran gender sangat ditentukan oleh sex
(jenis kelamin)3.
B. Ketidakadilan dan Diskriminasi Gender
Ketidakadilan dan diskrimainasi gender merupakan kondisi kesenjangan
dan ketimpangan atau tidak adil akibat dari sistem struktur sosial dimana baik laki-
laki dan perempuan menjadi korban sistem tersebut. Ketidakadilan gender terjadi
karena adanya keyakinan dan pembenaran yang ditanamkan sepanjang peradaban
manusia dalam berbagai bentuk yang bukan hanya menimpa perempuan saja tetapi
dialami juga oleh laki-laki. Bentuk-bentuk manifestasi ketidakadilan gender akibat
diskriminasi gender mencakup ;
1. Marjinalisasi atau peminggiran
Proses Marjinalisasi atau pemiskinan yang merupakan proses, sikap,
perilaku masyarakat maupun kebijakan negara yang berakibat pada penyisishan
atau pemiskinan bagi laki-laki maupun perempuan. Adapun contoh-contoh
marjinalisasi adalah ;
a. Banyaknya pekerja perempuan yang kurang dipromosikan menjadi kepala
cabang atau kepala bagian dalam posisi birokrat.
b. Peluang untuk menjadi pimpinan dilingkungan TNI (jenderal) lebih banyak
diberikan kepada laki-laki daripada perempuan.
c. Banyak lapangan pekerjaan yang menutup pintu bagi laki-laki seperti industri
garmen dan industri rokok karena anggapan bahwa laki-laki kurang teliti
dalam melakukan pekerjaan yang memerlukan kecermatan dan kesabaan.
2. Subordinasi
Proses subordinasi adalah suatu keyakinan bahwa satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya,
sehingga ada jenis kelamin yang merasa dinomorduakan. Sudah ada sejak dahulu
adanya pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih
rendah daripada laki-laki. Adapun contoh-contoh subordinasi adalah ;
3
Marzuki “Kajian Awal Tentang Teori-Teori Gender”, (PKn dan Hukum FISE UNY) hal 4-10
a. Banyak pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan, seperti guru
TK, sekretaris,dsb yang dinilai lebih rendah dibanding dengan pekerjaan laki-
laki seperti tentara, direktur, dsb. Hal tersebut berpengaruh pada perbedaan
gaji yang diterima oleh perempuan.
b. Perkembangan tekhnologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan
secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang mana pada
umumnya mesin-mesin tersebut dikerjakan oleh tenaga kerja laki-laki.
c. apabila seorang istri yang hendak mengikuti tugas belajar atau hendak
bepergian keluar negeri, ia harus mendapat izin dari suami, sebaliknya apabila
suami yang hendak bepergian ia bisa mengambil keputusan sendiri tanpa
harus mendapat izin dari istri. Kondisi semacam ini telah menempatkan
perempuan pada posisi tidak penting, sehingga jika karena kemampuannya ia
bisa menempati posisi penting sebagai pimpinan, maka bawahannya yang
berjenis kelamin laki-laki seringkali merasa tertekan.
3. Pandangan stereotipe
Stereotipe adalah suatu pelabelan yang seringkali bersifat negatif secara
umum terhadap salah satu jenis kelamin tertentu. Stereotipe selalu melahirkan
ketidakadilan dan diskriminasi yang bersumber dari pandangan gender. Adapun
contoh-contohnya adalah ;
a. Label perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka jika
hendak aktif dalam kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis, atau
birokrasi.
b. Apabila laki-laki marah dianggap tegas, tetapi apabila perempuan marah atau
tersinggung terhadap sesuatu dianggap emosional dan tidak dapat menahan
diri. Standart penilaian antara laki-laki dan perempuan berbeda, namun
standart nilai tersebut banyak merugikan perempuan
c. Karena perempuan dianggap pandai merayu, maka ia dianggap lebih pas
bekerja dibagian penjualan.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental
psikologi seseorang. Pelaku kekerasan yang bersumber karena gender ini
bermacam-macam. Ada yang bersifat individual seperti dalam rumah tangga,
ataupun ditempat umum dalam masyaraakat. Adapun contoh-contohnya adalah ;
a. Istri menghina atau mencela kegagalan karier suami
b. Istri tidak boleh bekerja setelah menikah
c. Orangtua memukul dan menghajar anaknya.
5. Beban ganda bagi perempuan
Beban ganda adalah peran dan tanggung jawab seseorang dalam
melakukan berbagai jenis kegitan sehari-hari. Beban ganda ini seringkali
dipandang dari sudut budaya sebagai bentuk pengabdian. Adapun contoh-
contohnya adalah ;
a. Berbagai observai menunjukkan bahwa 90% dari pekerjaan dalam rumah
tangga dilakukan oleh istri, sehingga bagi mereka yang bekerja diluar rumah,
selain bekerja di wilayah publik, mereka juga harus mengerjakan di wilyah
domestik.
b. Seorang ibu dan anak perempuannya mempunyai tugas untuk menyiapkan
makanan dan menyediakan diatas meja, kemudian merapikan kembali sampai
mencuci piring-piring yang kotor. Sebaliknya seorang ayah dan anak laki-laki
setelah selesai makan, mereka akan meninggalkan meja makan tanpa rasa
bertanggung jawab untuk mengangkat piring kotor yang telah mereka
gunakan 4.
4
https://gendernews88.wordpress.com