Berencana (KB)
DAFTAR ISI
JUDUL.......................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1.........................................................................................................................................1
BAB 2.........................................................................................................................................3
BAB 3.....................................................................................................................................9
3.1. Kesimpulan..................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
Tingginya angka kelahiran merupakan salah satu masalah besar yang menjadi
kendala dan perhatian khusus dalam penanganannya, salah satu yang menjadi perhatian
khusus pemerintah adalah menanggulangi angka kelahiran yang tinggi dengan
pelaksanaan program keluarga berencana (KB). Keluarga berencana merupakan
tindakan efektif membantu indivu maupun pasangan suami istri untuk mendapatkan
objektif-objektif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur
interval dan mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan suami istri serta
menentukan jumlah anak dalam keluarga. Program KB merupakan bagian integral dari
pembangunan sangat penting dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk.
Pelaksanaan Keluarga Berencana didasarkan atas adanya jumlah penduduk yang
besar dengan kualitas rendah, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (2,1%) untuk
tahun 1961-1971, struktur umur yang kurang menguntungkan yaitu kelompok umur
usia muda (0-14 th) relatif besar (42,1 %). Disamping itu persebaran dan kepadatan
penduduk yang tidak seimbang sekitar 60% penduduk berdiam di pulau Jawa dan Bali
serta angka kelahiran total (FTR) pada tahun 1971 sebesar 4,3 %. Dengan kondisi
tersebut maka pemerintah membentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN)
pada tahun 1968 yang berstatus sebagai lembaga semi pemerintahan dan berfungsi
mengembangkan keluarga berencana dan mengelola segala jenis bantuan untuk
keluarga berencana di Indonesia.
Pada tahun 1970 dengan SK Presiden No.8 tahun 1970, Lembaga Keluarga
Berencana Nasional (LKBN) ditingkatkan statusnya menjadi Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang berstatus sebagai lembaga pemerintah
Non Departemen. Maka sejak saat itu telah dimantapkan adanya pelaksanaan Program
KB Nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Masih banyak yang beranggapan bahwa ber-KB merupakan tugas dan kewajiban
perempuan. President Director DKT Indonesia, Juan Enrique Gracia Mengungkapkan
bahwa “Selama ini kita menyadari bahwa KB identik dengan perempuan. Padahal
tanggung jawab untuk merencanakan keluarga, menjaga kesehatan reproduksi
merupakan peran kedua belah pihak”. Rendahnya penggunaan kontrasepsi di kalangan
pria diperparah oleh persepsi selama ini bahwa program KB hanya diperuntukan bagi
wanita, sehingga pria lebih cenderung bersifat pasif. Hal ini juga Nampak dari
kecenderungan operasinal KB selama ini dilaksanakan mengarah pada wanita sebagai
sasaran.
Dengan demikian KB diperuntukan bukan hanya untuk perempuan , melainkan para
pria juga memiliki tugas dan kewajiban dalam ber-KB. Selain untuk menentukan dan
mengontrol jumlah anak dalam keluarga, KB pada pria juga untuk menjaga kesehatan
reproduksi. Dengan terjadinya peningkatan partisipasi laki-laki diharapkan dalam
jangka pendek maupun jangka panjang dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi
dan anak, menurunkan angka kematian ibu dan bayi, mencegah dan menanggulangi
infeksi saluran reproduksi serta penyakit menular seksual.
Dari latar belakang yag telah di jelaskan diatas maka dapat ditarik rumusan masalah
penelitian adalah Bagaimana partisipasi kaum pria dalam program Keluarga Berencana
(KB) ?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi kaum pria dalam
mengikuti program Kelurga Berencana (KB).
BAB II
PEMBAHASAN
Alat kontrasepsi berfungsi untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Alat
kontrasepsi juga berfungsi untuk menurunkan risiko melahirkan terlalu muda atau
terlalu tua. Jika perempuan yang terlalu tua dan belum menopause melakukan
hubungan intim tanpa menggunakan alat kontrasepsi, ada kemungkinan terjadi
kehamilan. Melahirkan di atas usia 35 tahun akan berisiko pada wanita dan dapat
menyebabkan kematian.
Jika anak belum satu tahun sudah memiliki adik, tumbuh kembang anak akan
terganggu. Normalnya jarak anak pertama dan kedua antara 3-5 tahun. Jika anak belum
berusia 2 tahun sudah mempunyai adik, ASI untuk anak tidak bisa penuh 2 tahun
sehingga kemungkinan mengalami gangguan kesehatan. Orang tua yang mempunyai
dua anak juga akan mengalami kesulitan membagi waktu. Maka anak yang lebih besar
akan akan kurang perhatian, meski anak masih membutuhkan perhatian penuh dari
kedua orangtuanya.
Ternyata KB tak hanya bermanfaat untuk pasangan suami istri, program Keluarga
Berencana juga bermanfaat bagi anak, namun bukan berarti anak menjalani program KB.
Ini dia beberapa manfaat KB untuk anak:
Dapat mengetahui pertumbuhan anak dan kesehatannya.
Memperoleh perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup.
Perencanaan masa depan dan pendidikan yang baik.
2.5 Upaya Mengatasi Dan Motivasi Untuk Meningkatkan KB Pada Kaum Pria
Factor yang menjadi penyebab pria tidak ingin mengikuti KB adalah kurangnya
pengetahuan tentang KB. Pengetahuan adalah salah satu factor yang besar dalam
meningkatkan sikap pria untuk berpartisipasi dalam program ber-KB. Upaya yang dapat
dilakukan untuk dapat meningkatkan KB pada kaum pria dengan cara memberikan
sosialisasi manfaat KB dan ilmu kepada masyarakat tentang pentingnya KB pada pria.
Karena partisipasi pria dalam mengikuti program KB merupakan tanggung jawab pria
dalam keterlibatan dan kesertaan ber KB dan Kesehatan Reproduksi, serta prilaku seksual
yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangannya dan keluarganya (BKKBN, 2009:18).
Bentuk nyata dari partisipasi pria tersebut adalah: sebagai peserta KB, mendukung dan
memutuskan bersama istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator KB
merencanakan jumlah anak dalam keluarganya (BKKBN, 2009:18).
“Kerjasama BKKBN, perguruan tinggi, masyarakat dan swasta sangat penting dapat
dijadikan kekuatan yang besar. Saya juga sampaikan terimakasih kepada para dokter dan
motivator KB pria yang sudah mendukung sejak lama dan bekerja keras untuk KB pria,”
tambah Dokter Hasto.
Untuk saat ini pelayanan KB lebih banyak diperuntukan untuk perempuan, sebaiknya
perlu ditingkatkan dan diperluas lagi pelayanan KB untuk pria. Karena tempat atau fasilitas
KB pria masih sangat terbatas serta dapat memperbanyak jenis KB untuk kaum pria.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Muhatiah, R. Partisipasi Pria Dalam Program Keluarga Berencana (KB). Diakses pada 17
Januari 2023.
Dwi Saputra, G. (2013) Upaya Peningkatan Partisipasi Pria Dalam Mengikuti Program
KB Pria (Vasektomi) di Kecamatan Pakal Kota Surabaya. Jawa Timur.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). (2021). Perlu Inovasi
Untuk Meningkatkan Capaian KB Pria. Diakses pada 17 Januari 2023 dari
https://www.bkkbn.go.id/berita-kepala-bkkbn-perlu-inovasi-untuk-meningkatkan-
capaian-kb-pria.
DKT Indonesia & BKKBN. (2021). DKT Indonesia dan BKKBN Promosikan “Pria Ber-
KB itu Keren”. Dorong Kaum Pria Untuk Merencanakan Keluarga dan Mencegah
Stunting . Di akses pada 17 Janurai 2023 dari
https://dktindonesia.org/press-release/dkt-indonesia-dan-bkkbn-promosikan-pria-ber-
kb-itu-keren-dorong-kaum-pria-untuk-merencanakan-keluarga-dan-mencegah-
stunting/.
Universitas Gajah Mada. (2012). Minim Informasi, Partisipasi Pria Untuk KB Rendah. Di
akses pada 17 Januari 2023 dari https://www.ugm.ac.id/id/berita/4058-minim-
informasi-partisipasi-pria-untuk-kb-rendah