Anda di halaman 1dari 17

Emosi adalah perasaan intens yang ditujukan

kepada seseorang atau sesuatu. Emosi adalah


reaksi terhadap seseorang atau kejadian.
Emosi dapat ditunjukkan ketika
merasa senang mengenai
sesuatu, marah kepada seseorang,
ataupun takut terhadap sesuatu.
Kebanyakan ahli yakin bahwa emosi lebih cepat
berlalu daripada suasana hati. Sebagai contoh,
bila seseorang bersikap kasar, manusia akan
merasa marah. Perasaan intens kemarahan
tersebut mungkin datang dan pergi dengan
cukup cepat tetapi ketika sedang dalam
suasana hati yang buruk, seseorang dapat
merasa tidak enak untuk beberapa jam.
Menurut Grimm dan Steinle (2011), perilaku
makan merupakan interaksi kompleks dari
faktor fisiologis, psikologis, sosial, dan genetik
yang mempengaruhi waktu makan, kuantitas
asupan makanan, dan preferensi atau
pemilihan makanan. Ketika individu memilih
makan yang ingin disantap tidak terjadi begitu
saja, tetapi individu akan menentukannya.
Seringkah kita makan karena dorongan hati
bukan karena kebutuhan? Mood and nafsu
makan memiliki benang merah yang dapat
dipelajari secara ilmiah

Ada hubungan erat antara perubahan biologi


dalam tubuh saat emosi kita berubah dengan
hormon yang dikeluarkan oleh saluran
pencernaan yang merupakan sinyal menuju
otak
Di otak terdapat pusat makan dan pusat
kenyang, yang mengatur kapan kita mulai
makan dan kapan kita berhenti makan.

Masalahnya, kapan kita bisa mengatur hal itu


secara sadar, meskipun perut sudah terasa
kenyang, bahkan sudah terasa begah tetapi
keinginan makan terus mendorong kita untuk
mengambil makanan sehingga tidak berhenti
makan.
Kondisi jiwa berhubungan dengan gizi melalui
jalur neurohormonal (sistem saraf dan
hormon).

Misalnya: seorang ibu yang menyusui dalam


kondisi relaks akan meningkatkan hormon
oksitosin yang dihasilkan oleh sistem saraf
pusat sehingga produksi air susu ibu (ASI)
meningkat yang akan meningkatkan berat
badan bayi
Dalam ilmu kedokteran jiwa, jika emosi tidak
harmonis, maka akan mengganggu sistem lain
dalam tubuh kita seperti :

sistem pernafasan,
sistem endokrin (hormon),
sistem imun (kekebalan tubuh),
sistem kardiovaskuler (jantung),
sistem metabolik (pengaturan proses pencernaan
dalam tubuh),
sistem motorik (pergerakan otot),
sistem nyeri,
sistem temperatur (suhu tubuh) dan lain
sebagainya
Kelainan perilaku makan yang disebut
emotional eating ini penting sekali kita
ketahui karena seringkali kegagalan diet
bukan karena secara sadar kita tidak
menerapkan perhitungan kalori yang sudah
dirancang oleh ahlinya, tetapi karena kita
tidak dapat menahan dorongan hati untuk
makan dan terus makan.

Dorongan hati ini mungkin merupakan suatu


penghiburan bagi diri kita saat kita stres,
depresi, panik, bahkan cemas.
Mekanisme metabolisme perilaku makan

Saat perut terasa kenyang, usus akan mengeluarkan


sinyal ke otak untuk menghentikan asupan makanan.
Usus merupakan organ penghasil hormon dan enzim
pengatur perilaku makan kita.

Sekarang saya harus berhenti makan! Hal ini


merupakan hasil koordinasi usus dengan sistem saraf
pusat (otak). Terdapat pusat kenyang dan pusat lapar
di otak kita, pada daerah yang disebut hipotalamus.
Saat ini saya harus makan! Hal ini akan dilakukan saat
perut terasa lapar. Pusat kenyang terdapat di daerah
ventromedial hipotalamus dan pusat lapar di daerah
ventrolateral hipotalamus. Hormon dari usus akan
diterima oleh reseptor di daerah sekelompok inti
saraf yang disebut nukleus arkuatus.
Penelitian di bidang neurobiologi dan psikologi secara empiris
menyatakan adanya hubungan antara gangguan makan dan
rendahnya kemampuan mengontrol emosi.

Pengontrolan emosi berhubungan dengan status mental.


Gangguan makan (eating disorder) memiliki ciri kebiasaan
makan yang tidak normal, mulai dari membatasi asupan
hingga makan berlebihan.

Penelitian Lacy (2011) menemukan bahwa pasien yang


membatasi asupan makannya secara ketat atau makan
berlebihan kemudian mengeluarkannya kembali memiliki
kesulitan besar dalam hal kesadaran terhadap lingkungan
sekitarnya, merasa tidak diterima oleh lingkungannya, dan
selalu memikirkan cara agar disenangi oleh lingkungannya
agar merasa dirinya lebih diterima lingkungan.

Hubungan antara asupan makanan dengan susunan saraf pusat


juga terbukti dengan asupan makanan yang kaya akan asam
lemak omega-3 terbukti dapat meningkatkan rasio massa
otak dengan massa tubuh.
 Gambar 2a. Massa otak orang yang mengkonsumsi asam lemak
omega-3 (docosahexaenoic acid atau DHA lebih besar dibandingkan
dengan yang tidak mengkonsumsi DHA.
 Gambar 2b. Hubungan antara konsumsi ikan pertahun dengan
kejadian depresi mayor berbanding terbalik secara bermakna
(Pinilla, 2008).
Selain itu suatu penelitian yang
membandingkan asupan ikan yang
mengandung asam lemak omega-3 telah
terbukti memiliki hubungan dengan kejadian
depresi.

Penduduk suatu negara yang banyak


mengkonsumsi ikan pertahunnya ternyata
memiliki prevalensi depresi yang lebih rendah
dibandingkan dengan penduduk negara lain
yang mengkonsumsi ikan dalam jumlah yang
lebih sedikit.
Saat tubuh kita mengalami stres yang merupakan suatu
ancaman dalam diri kita, maka tubuh akan
melepaskan hormon kortisol.
Tingginya kadar hormon ini akan merangsang tubuh
untuk mengeluarkan hormon insulin, leptin dan
sistem neuropeptide Y (NPY) yang akan membuat
otak membangkitkan rasa lapar sehingga timbul
keinginan makan, pemilihan jenis makanan tinggi
gula dan lemak, yang jika berlebihan akan
menumpuk dalam lemak tubuh. Tindakan makan ini
merupakan hadiah (reward) bagi tubuh kita sebagai
respon terhadap stress yang kita hadapi.
Ditambah lagi terdapat gangguan kognitif yang
merangsang otak. Gangguan kognitif ini bisa berupa
perubahan mindset dalam pikiran kita bahwa saat ini
kita sah-sah saja atau dimaafkan untuk makan tanpa
memperdulikan berat badan.
Pada orang normal terdapat mekanisme pengendalian
makan berlebihan oleh neuropptide Y (NPY) yang
akan mengirimkan sinyal ke tubuh kita untuk
berhenti makan jika kebutuhan kalori sudah cukup.

Penderita obesitas memiliki gangguan pengendalian


tersebut, sinyal dari leptin dan insulin tidak dapat
bekerja dengan baik sehingga terus-menerus makan
meskipun perut sudah terasa kenyang, lambung
sudah terisi penuh dan kadar hormon-hormon
saluran pencernaan sudah tinggi.

Suatu penelitian juga membuktikan dilepaskannya


semacam zat endorfin yang menyebabkan makan itu
terasa menyenangkan pada orang gemuk sehingga
penderita terus makan dengan rasa nyaman.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai