Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

MENELAAH KEBIASAAN MAKAN SUKU JAWA

MEMAHAMI ANALISIS PANGAN MASYARAKAT INDONESIA

Di susun oleh :

DWI RIZKA AGUSTIN

NIM: P01730122016

Dosen pengampuh : Anang Wahyudi S.GZ,.M.PH

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLTEKKES KEMENKES


BENGKULU PRODI DIPLOMA III GIZI

TAHUN 2022/2023
SUKU JAWA

A.SEJARAH SUKU JAWA

Suku Jawa merupakan salah satu dari sekian banyak suku yang mendiami pulau Jawa.
Suku ini memiliki banyak keunikan di bidang budayanya, dari segi bahasa, pergaulan,
serta masakan khasnya. Suku Jawa sendiri terkenal dengan sifatsifat dan tutur kata
yang halus. Menurut Koentjaraningrat (dalam Nashori, 2007),
masyarakat atau suku bangsa Jawa adalah suku bangsa terbesar di Indonesia dan
jumlahnya mencapai sekitar 90 juta penduduk. Masyarakat Jawa berasal dari pulau
Jawa dan terutama ditemukan di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Banyak
terdapat jenis-jenis makanan tradisional yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Tengah,
akan tetapi masih banyak orang-orang yang belum mengenal apa saja makanan
tradisional yang dimiliki oleh suku Jawa Tengah tersebut. Saat ini pengenalan
masakan Jawa Tengah hanya berkisar tentang pembuatan buku yang berisi resep-resep
untuk membuat masakan tersebut, selain itu ada pula yang berupa website yang dapat
diakses menggunakan komputer maupun handphone. Banyak pula dibangun restoran-
restoran yang menggunakan tema tradisional dan menyediakan makanan-makanan
tradisional, Tetapi tidak semua kalangan menyukai restoran tersebut. Pengunjung
restoran tersebut lebih banyak dari kalangan orang tua dan keluarga, jarang sekali
restoran tersebut dikunjungi oleh kalangan usia muda. Disebabkan oleh banyaknya
restoran dan café-café bernuansa Eropa yang menyediakan masakan lebih menarik
dan unik. Hal ini akan berdampak berkurangnya peminat terhadap masakan
tradisional Jawa Tengah, sehingga akan menyebabkan hilangnya budaya masakan
khas yang telah diwariskan. Di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis yang
memiliki keanekaragaman budaya atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah, yang
memiliki suku asli atau sub-suku pribumi yang mendiami tanah leluhur Indonesia
sejak jaman dahulu. Tidak jarang keanekaragaman itu membuat kita heran dan merasa
aneh dengan kebudayaan suku bangsa lain. Salah satu keanekaragaman itu adalah
pola pikir mengenai tata cara makan.
Makan bukan hanya tentang mengisi perut, tetapi juga menunjukan kepribadian.
Orang akan menilai kepribadian kita dari banyak hal, termasuk tatacara kita makan.
Namun dalam konteks bermasyarakat yang multibudaya, ada tatacara makan yang
berbeda, yang lebih berterima dan harus dipahami lagi. Itulah softskill kepekaannya.
Karena tatacara makan juga budaya, budaya yang bervariasi.

B.KEBIASAAN MAKAN SUKU JAWA

Orang Jawa memiliki kebiasaan makan yang mungkin berbeda dibanding suku lain.
Saat makan tidak boleh mengeluarkan suara karena dianggap mirip hewan terutama
ayam yang jika makan mereka selalu mengeluarkan suara. Pada zaman dulu orang
Jawa makan dengan piring yang terbuat dari tanah liat sehingga sebelum meletakkan
makanan akan diberi sehelai daun pisang karena jika tidak makanan akan kotor.

Orang Jawa, sama seperti halnya suku lain, tidak punya alat makan. Oleh karena itu
orang Jawa menggunakan tangan saat makan. Di zaman sekarang piring sudah terbuat
dari keramik dan sendok bisa dijumpai dimana-mana karena itu orang Jawa sekarang
makan menggunakan sendok. Namun kebiasaan makan pakai tangan tetap tidak bisa
hilang terutama saat prosesi adat seperti “genduren“. Setelah makan maka kita
membasuh tangan dengan air kobokan yang telah disediakan. Kadang-kadang dalam
air kobokan ada kemang yang bisa menghilangkan bau pada tangan yang telah
menyentuh makanan.

Yang unik pada orang Jawa lainnya adalah suka makan di atas lantai dan tidak terlalu
suka makan di kursi seperti orang barat. Saat makan laki-laki duduk bersila sedangkan
wanita duduk dengan merapatkan selakangannya karena jika membuka selakangan
dianggap tidak sopan, selain itu pakaian adat wanita zaman dulu tidak memungkinkan
wanita untuk duduk mengangkang.

Saat makan bersama keluarga atau ada acara makan bersama anggota keluarga atau
tamu akan mengellilingi nasi dan lauk dan biasanya ada acara basa basi dulu.
Maksudnya tuan rumah akan menyuruh tamu makan dulu dan tamu biasanya akan
mengatakan “tidak, sudah kenyang, sudah makan” dan lain-lain, yang mana hanya
untuk basa basi dan bukan berarti tamu tersebut tidak menyukai makanannya. Setelah
beberapa lama tuan rumah memaksa tamu untuk makan tamupun langsung makan
dengan wajah malu-malu. Namun biasanya jika tamu tidak mau juga tuan rumah akan
makan lebih dulu agar tamu tidak malu untuk makan karena biasanya tamu
menganggap “tuan rumah saja tidak makan, masak saya makan terlebih dulu”.
Mungkin ini sedikit rumit karena tidak ada aturan pasti siapa dulu yang harus makan.
Namun jika tidak ada ini bisa dianggap tidak sopan.

C.MAKANAN SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA SUKU JAWA

Makanan khas Suku Jawa tidak terlepas dari adat istiadat, budaya hingga tradisi di
setiap daerah. Walau banyak perbedaan, namun soal cita rasa tidak jauh berbeda yaitu
gurih, asin, dan manis.

Tidak ada pedas sama sekali. Jika, Anda menemukan olahan tersebut biasanya
merupakan kreasi tambahan seperti gudeg mercon di Yogyakarta atau hanya sebagai
tambahan saja. Tidak seperti Padang atau Jawa Timur.

Dimana, pedas menjadi cita rasa utama dan hampir setiap olahan pasti didampingi
dengan menu sambal atau minimal menggunakan cabai satu hingga dua biji. Kondisi
tersebut bisa dilihat dari Nasi Tumpeng.

Makanan khas Suku Jawa itu menunjukkan budaya, tradisi, hingga adat istiadat yang
sampai saat ini terus dijalankan. Bahkan, keberadaannya bukan hanya fokus di Jawa
saja melainkan, sudah merambah tingkat nasional.

Menurut pengertiannya Nasi Tumpeng merupakan olahan makan terbuat dari beras
kemudian di bentuk kerucut. Selanjutnya, di tata bersama dengan berbagai lauk pauk
yang jumlahnya ada 7 macam.

Makanan khas Suku Jawa tersebut biasanya menggunakan nasi kuning. Tetapi, ada
beberapa orang menggantinya dengan uduk atau putih biasa. Bukan hanya menjadi
menu tradisional saja melainkan punya peranan penting.

Dimana fungsinya sebagai upacara syukuran karena sesuatu atau perayaan penting
sampai ulang tahun. Dalam penyajiannya bukan memakai piring melainkan tampah
atau wadah tradisonal yang terbuat dari anyaman bambu.

D.ANASISIS PANGAN MASYARAKAT SUKU JAWA

Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu provinsi dengan ketersediaan pangan yang
cukup baik ditandai dengan kontribusinya sebagai salah satu lumbung pangan
nasional yang menghasilkan berbagai jenis pangan, seperti padi, jagung, ubi kayu,
kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau. Meskipun demikian, hal itu tidak membuat
provinsi ini terbebas dari persoalan pangan. Salah satu persoalan pangan yang
dihadapi Provinsi Jawa Tengah adalah konsumsi kalori yang masih di bawah angka
nasional pada tahun 2017 dan konsumsi pangan yang belum beragam. Konsumsi
pangan yang terlalu bertumpu pada jenis pangan tertentu dikhawatirkan akan
mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
keragaman konsumsi pangan, variasi keragaman konsumsi pangan antar wilayah
ekskeresidenan; faktor sosial demografi dan ekonomi yang memengaruhi keragaman
konsumsi pangan rumah tangga; serta menganalisis hubungan tingkat keragaman
konsumsi pangan dengan tingkat ketahanan pangan di Provinsi Jawa Tengah.
Penelitian ini menggunakan data bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional
(Susenas) Maret 2018 yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan analisis
inferensia menggunakan regresi logistik biner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kondisi keragaman konsumsi pangan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2018 sudah
cukup baik yang tercermin dari skor pola pangan harapan mencapai 89,07. Konsumsi
padi-padian dan minyak & lemak sudah melebihi kondisi ideal. Selain itu, terdapat
vasiasi keragaman konsumsi pangan pada keenam wilayah ekskeresidenan di Jawa
Tengah. Analisis regresi logistik biner menyimpulkan jenis kelamin, umur, tingkat
pendidikan kepala rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga, status daerah tempat
tinggal dan pendapatan perkapita rumah tangga memengaruhi keragaman konsumsi
pangan. Keragaman konsumsi pangan dan ketahanan pangan rumah tangga terbukti
memiliki hubungan positif dan signifikan

E.HUBUNGAN MAKANAN SUKU JAWA DENGAN STATUS GIZI

Pola konsumsi masyarakat di pulau Jawa, ditandai dengan jenis bahan makanan yang
dikonsumsi relatif cukup beragam, dengan nasi masih dominan sebagai sumber bahan
makanan pokok, ikan dan daging sebagai sumber protein hewani, tahu dan tempe
sebagai sumber protein nabati dan beragam jenis sayuran dan buah-buahan. Pola
konsumsi pangan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai
jenis, frekuensi dan jumlah bahan pangan yang dimakan tiap hari oleh satu orang atau
merupakan ciri khas untuk sesuatu kelompok masyarakat (NutrireDiaita Volume 8
Nomor 2, Oktober 2016)

Makanan tradisional dapat memiliki definisi yang beraneka ragam. Makanan


tradisional adalah warisan makanan yang diturunkan dan telah membudaya di
masyarakat Indonesia (Muhilal, 1995), pekat dengan tradisi setempat (Winarno,
1993), menimbulkan pengalaman sensorik tertentu dengan nilai gizi yang tinggi
(Europen Communities, 2007). Makanan tradisional juga dapat didefinisikan sebagai
makanan umum yang biasa dikonsumsi sejak beberapa generasi, terdiri dari hidangan
yang sesuai dengan selera manusia, tidak bertentangan dengan keyakinan agama
masyarakat lokal, dan dibuat dari bahan-bahan makanan dan rempah-rempah yang
tersedia lokal (Sastroamidjojo, S. 1995). Almli et al (2010) mendefinisikan makanan
tradisional sebagai produk makanan yang sering dimakan oleh nenek moyang sampai
masyarakat sekarang. Sementara itu Hadisantosa (1993), mendefinisikan makanan
tradisional sebagai makanan yang dikonsumsi oleh golongaan etnik dan wilayah
spesifik, diolah berdasarkan resep yang secara turun temurun. Bahan baku yang
digunakan berasal dari daerah setempat sehingga makanan yang dihasilkan juga
sesuai dengan selera masyarakat.

Makanan Jawa Timur, terutama Surabaya sangat dipengaruhi oleh masakan Madura.
Madura adalah produsen utama garam sehingga rasa asin banyak memengaruhi
masakan Surabaya. Pengaruh Arab dan masakan India pengaruh juga dapat ditemukan
di masakan Surabaya. Macam-macam kuliner khas Surabaya tersebut sebagian besar
berbahan dasar petis. Rasa petis yang gurih dan aroma yang sedikit amis membuat
masakan mempunyai rasa yang unik. Contoh makanan Surabaya antara lain rawon,
rujak cingur, semanggi, lontong kupang, sate karak (Widodo,2010).

Anda mungkin juga menyukai