TESIS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kesehatan Masyarakat
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Implementasi
Kebijakan Program Jampersal di Kota Bekasi Tahun 2012”. Penulisan tesis ini
dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Dalam proses pembuatan dan menyusun Tesis ini penulis memperoleh
dukungan baik moril maupun material dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Atik Nurwahyuni, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang dalam
kesibukannya telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh
kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Dr dra Dumilah Ayuningtyas, MARS, selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.
3. drg Wahyu Sulistiadi, MARS, selaku penguji yang telah memberikan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
4. drg Doni Arianto, MKM, selaku penguji dan atasan langsung yang bersedia
memberikan waktu untuk menguji di sela-sela kesibukan yang padat, serta
memberikan masukan guna kesempurnaan tesis ini.
5. dra Nunuk Agustina, MKM selaku penguji yang telah membantu peneliti
selama penelitian di Kota Bekasi serta telah memberikan masukan guna
kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah memberikan ilmu yang berharga bagi penulis selama perkuliahan.
7. Dr Pujiyanto, SKM, M.Kes, selaku ketua Departemen AKK dan staf
sekretariat yang telah banyak memberikan bantuan administrasi kepada
penulis dalam proses belajar mengajar tampa mengenal lelah.
8. drg Usman Sumantri, M.Sc selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan yang telah memberikan izin dan dukungan moril kepada penulis
selama pendidikan di FKM UI.
iv
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran, koreksi serta kritik membangun untuk
perbaikan tesis ini. Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan.
Penulis
Kata kunci :
Implementasi Kebijakan Program Jampersal, Kota Bekasi
viii
Key words :
Delivery Security Program Policy Implementation, in Bekasi
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 5
1.3. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 6
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 7
DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN
xi
xii
xiv
xiii
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Hingga saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup,
AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi baru lahir (AKN) 19 per
1000 kelahiran hidup. Kondisi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia
yang memiliki AKI hanya 31 per 100.000 kelahiran hidup (Mediakom,2012).
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000)
pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun dari 34
pada tahun 2007 menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2011).
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian
ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). komplikasi pueperium 8%, partus
macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT
2001).
Selain itu, kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko
keterlambatan (Tiga Terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan
kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh
pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas
kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI),
salah satunya adalah dengan melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA). Menurut hasil Riskesda 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan
pada kelompok miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan
persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai
55,4% (Riskesdas, 2010).
Universitas Indonesia
Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan adalah kurang meratanya penyebaran tenaga medis yang ada
dan jarak yang jauh antara tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan. Selain itu juga
disebabkan keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan
menggulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) melalui Peraturan Menkes
RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011. Program Jampersal merupakan suatu
intervensi pembiayaan untuk menanggung seluruh biaya persalinan mulai dari masa
kehamilan, persalinan hingga masa nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan
dan pelayanan bayi baru lahir. Tujuan dari program ini adalah menjamin akses
pelayanan persalinan masyarakat oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam
rangka menurunkan AKI dan AKB. Program ini diperuntukan bagi siapa saja yang
belum mempunyai jaminan, tidak tergantung status sosial ekonomi yang
bersangkutan.
Jaminan persalinan (Jampersal) sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat khususnya pelayanan persalinan, mulai dari kemudahan akses,
penanganan oleh tenaga kesehatan terlatih dan biaya ditanggung pemerintah.
Menurut Menkes dalam Mediakom (Kemenkes, 2012) dalam pelayanan kesehatan
ibu dan anak, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah meningkat secara
bermakna, dari 61,4% di tahun 2007 menjadi 87,4% di tahun 2011. Sekalipun
demikian masih ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan dalam waktu singkat
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu.
Berdasarkan petunjuk teknis Jampersal yang dikeluarkan Kementerian
Kesehatan ada 2 (dua) indikator yang dipakai untuk melihat keberhasilan program
Jampersal ini yaitu (1) Indikator Kinerja Program (sesuai dengan program KIA) dan
(2) Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan. Di dalam indikator
kinerja pendanaan akan dilihat tentang ketersediaan dana untuk program ini,
termanfaatkannya dana serta terselenggaranya proses klaim secara akuntabel.
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) sudah bergulir sejak tahun 2011 di
seluruh wilayah Indonesia termasuk di provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah
penduduk terbesar, tidak heran jika provinsi ini menyumbang jumlah terbesar Angka
Universitas Indonesia
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Menurut
Mediakom (Kemenkes, 2012) Jawa Barat merupakan salah satu dari lima provinsi
yang memiliki AKI terbesar di Indonesia di samping provinsi Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Timur, Banten dan Jawa Timur dengan total angka 5.767 kematian atau
50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010. (Mediakom, Kemenkes
2012)
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan Puskesmas pada tahun 2011 cakupan
KN1 di Kota Bekasi 99% dan kunjungan KN Lengkap 70,81%. Persentase ini jauh di
atas angka nasional maupun provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Riset Kesehatan
Daerah (Riskesdas) tahun 2010, diketahui bahwa KN Lengkap nasional sebesar 38%
lebih rendah dari KN lengkap Jawa Barat sebesar 45,6 persen (Profil Kesehatan Kota
Bekasi, 2011)
Namun berdasarkan indikator pendanaan, terlihat masih belum optimal.
Berdasarkan data dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes 2012,
pada tahun 2011 Kota Bekasi menerima luncuran dana sebesar Rp. 7.963.505.000
(Tujuh milyar sembilan ratus enam puluh tiga juta lima ratus lima ribu rupiah) untuk
Jamkesmas pelayanan dasar dan pelayanan persalinan. Dari dana yang diluncurkan
tersebut hanya terserap 4% atau sebesar Rp. 357.821.000, dengan rincian untuk
Jamkesmas pelayanan dasar sebesar Rp. 193.400.000 dan Rp. 164.400.000 untuk
pelayanan persalinan. (PPJK, 2012)
Data Penerima dan Pemanfaatan Dana Jamkesmas Dasar dan Jampersal di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini.
Universitas Indonesia
Tabel 1.1
Penerima Dana Penyelenggara Jamkesmas Dasar dan Jampersal
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
TOTAL PEMANFAATAN
RINCIAN PEMANFAATAN DANA
DANA
13 NAMA KAB/KOTA TOTAL
Pelayanan
Pelayanan Dasar Rp %
Persalinan
1 KOTA BANDUNG 9.885.588.000 - 679.250.000 679.250.000 7%
2 KOTA BOGOR 4.258.604.000 910.722.000 - 910.722.000 21%
3 KOTA CIREBON 1.463.217.000 513.902.500 429.230.000 943.132.500 64%
4 KOTA SUKABUMI 1.265.860.000 266.486.500 254.000.000 520.486.500 41%
5 KOTA BEKASI 7.963.505.000 193.421.000 164.400.000 357.821.000 4%
KOTA
6 TASIKMALAYA 3.549.311.000 1.764.930.500 1.784.380.000 3.549.310.500 100%
7 KOTA CIMAHI 2.298.674.000 481.797.300 212.700.000 694.497.300 30%
8 KOTA DEPOK 6.118.877.000 938.434.500 164.990.000 1.103.424.500 18%
9 KOTA BANJAR 822.873.000 54.280.000 272.688.000 326.968.000 40%
10 KAB BOGOR 23.927.098.000 2.591.677.000 6.460.825.000 9.052.502.000 38%
Universitas Indonesia
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 26 Kab/Kota di provinsi Jawa Barat
pemanfaatan dana terkecil adalah kota Bekasi yaitu 4% dan terbesar di kota
Tasikmalaya yaitu 100%. Pada tahun 2012, berdasarkan data Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan Kemenkes, pemanfaatan dana Jampersal di kota Bekasi masih
sangat kecil walaupun sudah ada peningkatan dibandingkan tahun 2011 yang lalu.
Dari dana yang diluncurkan sebesar Rp. 17.255.383.000 yang dimanfaatkan hanya
Rp. 1.310.000.000 atau sekitar 7,6 persen (PPJK, 2013).
Berdasarkan data laporan dan pencatatan Puskesmas di kota Bekasi tahun
2011, jumlah kematian ibu dilaporkan sebanyak 18 orang, lebih rendah dari tahun
2010 dan 2009 sebanyak 20 orang. Namun di tahun 2012 kematian ibu meningkat
menjadi 28 orang. Proporsi kematian ibu tertinggi di Kota Bekasi adalah ibu
bersalin/melahirkan (45%), ibu hamil 33% dan ibu nifas (22%). Perdarahan
merupakan komplikasi persalinan yang dapat terjadi pada kehamilan muda, selama
dan pasca persalinan. Proporsi kematian yang disebabkan oleh perdarahan
menempati posisi tertinggi diantara tiga penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan, eklamsia dan sepsis. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu
untuk menganalisa lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan program
Jampersal ini di Kota Bekasi tahun 2012.
Universitas Indonesia
peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam
implementasi program Jampersal tersebut di Kota Bekasi tahun 2012.
Universitas Indonesia
3. FKM UI
Sebagai sumbangan referensi literatur di dunia akademis dalam
menganalisa implementasi suatu kebijakan program di bidang kesehatan.
4. Peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan terutama
yang berhubungan dengan kebijakan kesehatan di lapangan.
Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
2. Kebijakan yang bersifat meso, yaitu kebijakan yang bersifat menengah atau
memperjelas pelaksanaan, seperti kebijakan Menteri, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2.1.
Model Analisis Kebijakan
KONSEKUENSI-KONSEKUENSI KEBIJAKAN
1. Model prospektif
Model ini adalah bentuk analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya
pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan ‘sebelum’ suatu kebijakan
diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif, karena
seringkali melibatkan teknik-teknik peramalan (forecasting) untuk
memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu
kebijakan yang akan diusulkan.
2. Model retrospektif
Model ini adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat
kebijakan ‘setelah’ suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya
disebut sebagai model evaluatif, karena banyak melibatkan pendekatan
evaluatif terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah
diterapkan.
Universitas Indonesia
3. Model integratif
Model ini adalah perpaduan antara kedua model di atas. Model ini kerap
disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis
dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang mungkin
timbul baik ‘sebelum’ maupun ‘sesudah’ suatu kebijakan dioperasikan.
Model analisis kebijakan ini biasanya melibatkan teknik-teknik peramalan
dan evaluasi secara terintegrasi.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu
dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum
adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga
hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru.
Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan
mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan
kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas.
Menurut Thomas Dye (1972) dalam buku Pandji Santosa (2008) ada
enam model analisis yang dipergunakan dalam studi kebijakan publik yaitu :
1. Model Sistim
Model ini memotret kebijakan publik sebagai hasil (output) sistim politik.
Penggunaan teori ini merupakan pendekatan yang paling sederhana, namun
cukup komprehensif meskipun tidak memadai lagi untuk dipergunakan
sebagai landasan perumusan kebijakan dan atau pengambilan keputusan.
3. Model Kelompok
Model ini berangkat dari dalil bahwa interaksi antara kelompok-kelompok
merupakan titik pusat kenyataan politik. Kelompok dipandang sebagai
Universitas Indonesia
4. Model Rasional
Model ini menyatakan bahwa kebijakan merupakan suatu pencapaian
sasaran secara efisien. Kita dapat mengatakan suatu kebijakan adalah
rasional, jika kebijakan itu paling efisien. Pengertian efisien hendaknya
jangan dicerna dalam pengertian rupiah dan sen. Sebaliknya ide mengenai
efisiensi lebih melibatkan kalkulasi semua pengorbanan sosial, politik dan
ekonomi yang terjadi selama proses kebijakan publik.
5. Model Inkrementalitas
Model ini memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan aktivitas
pemerintah yang lalu, dengan modifikasi-modifikasi yang sepotong demi
sepotong (bersifat inkremental)
6. Model Institusional
Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah adalah
amat erat. Seringkali dikatakan, suatu kebijakan tidak akan menjadi
kebijakan publik sebelum ia diangkat, dilaksanakan, dan diperkuat oleh
lembaga pemerintah. Lembaga-lembaga pemerintah memberikan kebijakan
publik tiga karakteristik yang berbeda : Pertama pemerintah memberikan
legitimasi pada kebijakan. Kedua, kebijakan pemerintah melibatkan aspek
universalitas. Ketiga, pemerintah memegang monopoli untuk melaksanakan
kehendaknya kepada masyarakat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2.2.
Model Proses Implementasi Kebijakan
Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan
Lingkungan :
ekonomi, Sosial dan
Politik
Universitas Indonesia
Gambar 2.3.
Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on
Implementation (Edward III,1980)
Komunikasi
Sumber-Sumber
Implementasi
Disposisi
Struktur
Birokrasi
1) Komunikasi
Komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi
kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana
kebijakan (policy implementors). Informasi yang disampaikan bertujuan
agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan,
arah, kelompok sasaran (target grup) kebijakan, sehingga pelaku
kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan
dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa
Universitas Indonesia
berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan.
a. Transmisi
Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya
disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Penyaluran komunikasi
yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik
pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah
adanya salah pengertian (miscomunication), hal tersebut
disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.
b. Kejelasan
Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang disampaikan
jelas dan mudah dipahami serta tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua). Selain itu juga untuk menghindari kesalahan
interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun
pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan.
c. Konsistensi
Dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan
harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan
pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan).
Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka
dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
2) Sumber -Sumber
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas
dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka
implementasi inipun cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-
Universitas Indonesia
b. Wewenang
Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program
yang lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Wewenang
berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa
kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.
c. Fasilitas
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas
yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan
menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau
kebijakan.
d. Alokasi Dana/Anggaran
Alokasi dana yang cukup sangat mempengaruhi implementasi
kebijakan. Bagaimana program dapat dilaksanakan tampa adanya
dukungan dana.
Universitas Indonesia
3) Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi
kebijakan adalah sikap dari implementor. Apabila implementator
memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,
sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak
akan terlaksana dengan baik. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada
variabel disposisi, menurut George C. Edward III adalah:
a. Sikap Pelaksana
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-
hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil
yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan
oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan
personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi
pada kepentingan masyarakat. Selain itu pelaksana kebijakan harus
memiliki kejujuran dan komitmen yang tinggi, sehingga mereka
selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan
tanggungjawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
b. Insentif
Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memberikan insentif. Pemberian insentif kepada para pembuat
kebijakan dapat mempengaruhi tindakan mereka dalam
melaksanakan kebijakan. Insetif ini mungkin menjadi salah satu
faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan
melaksanakan perintah dengan baik. Dengan kata lain perlu
pemberian insentif bagi para pelaksana program agar mereka
mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan
kebijakan/program.
Universitas Indonesia
4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua
hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri yaiu :
a. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan
biasanya sudah dibuat Standard Operation Procedur (SOP). SOP
menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar
dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan
sasaran kebijakan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 2.4.
Variabel-variabel Proses Implementasi Kebijakan
Universitas Indonesia
4. Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam Nawawi (2009) , implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilan ditentukan oleh derajat
implementasi dari kebijakan tersebut. Dalam Leo Agustino (2008)
kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
b) Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c) Derajat perubahan yang diinginkan
d) Kedudukan pembuat kebijakan
e) Pelaksana program
f) Sumber daya yang dikerahkan
Model Grindle ini lebih menitikberatkan pada konteks kebijakan,
khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena
konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta
kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.
Universitas Indonesia
Gambar 2.5.
Teori Implementasi Kebijakan Menurut Grindle
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
B. Penatalaksanaan Persalinan
Mencakup :
a. Persalinan per vaginam
b. Persalinan per abdominam
c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan
d. Penatalaksanaan bayi baru lahir
e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
produksi (Blocher et al, 2001 : 175). Sedangkan menurut Garrison and Noreen
(2003:21) : “ Theory of Constraints maintains that effectively managing the
canstraints is a key to success”. Dapat diartikan bahwa TOC adalah suatu
pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen-elemen yang
dibatasi untuk meningkatkan output.
TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan
dalam meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan
meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang relevan. Penerapan TOC lebih
terfokus pada pengelolaan operasi yang terkendala sebagai kunci dalam
meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap
profitabilitas secara keseluruhan.
Menurut Hansen dan Mowen (2000:601-602), jenis kendala dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan asalanya
a. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan.
b. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang
membatasi perusahaan yang berasal dari sumber-sumber di luar
perusahaan.
2. Berdasarkan sifatnya
a. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
b. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala
yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan
sepenuhnya.
Sebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan perbaikan, ada
baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh TOC dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum dasar pemikiran TOC adalah
sebagai berikut :
1. Sistem adalah suatu rantai
Dengan mengganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang
paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat.
Universitas Indonesia
3. Sebab akibat
Seluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat
yang lain terjadi.
Universitas Indonesia
5. Mengulangi proses
Jika langkah ketiga dan keempat telah berhasil dilakukan maka akan
mengulangi lagi dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai suatu
siklus.
Universitas Indonesia
BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA BEKASI
Wilayah administrasi kota Bekasi sejak tahun 2001 sampai tahun 2004 terbagi
menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 52 kelurahan. Tetapi mulai tahun 2005
sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 tahun 2004 tentang
Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, Kota Bekasi
terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 56 kelurahan.
3.2. KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk di kota Bekasi mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, jumlah penduduk Kota Bekasi sebanyak
2.334.871 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.183.620 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 1.151.251 jiwa. Dan tahun 2011 mengalami
sedikit peningkatan dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.205.990 dan
penduduk perempuan sebanyak 1.173.010 jiwa.
Kecamatan paling banyak kelebihan laki-laki adalah Kecamatan Bantar
Gebang dengan rasio jenis kelamin sebesar 112,11. Hal ini karena kecamatan
Bantar Gebang merupakan daerah industri manufaktur yang menarik banyak
pendatang terutama kaum laki-laki yang bekerja di sektor industri, selain itu di
Universitas Indonesia
daerah ini terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, banyak pendatang
laki-laki untuk mengadu nasib dengan mengais sampah di lokasi TPA Bantar
Gebang.
Berdasarkan Profil Kependudukan Kota Bekasi tahun 2012, pertumbuhan
penduduk Kota Bekasi tahun 2011 sebesar 4,96 persen. Dan berdasarkan data
BPS tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk pertahunnya antara Sensus
Penduduk 2000 ke Sensus Penduduk 2010 sebesar 3,42 persen.
Persebaran penduduk di Kota Bekasi tidak merata, penduduk
terkonsentrasi di wilayah pusat kota sehingga hal ini dapat mengakibatkan daya
dukung lingkungan di wilayah tersebut menjadi rendah akibat kepadatan yang
tinggi. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial seperti
pemukiman penduduk yang padat dan kumuh, kemacetan lalu lintas, kriminalitas,
dan sebagainya.
Universitas Indonesia
b. Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu (Pustu) di Kota Beksi tahun 2011 berjumlah
28 yang tersebar di 12 kecamatan. Rasio puskesmas pembantu per 100.000
penduduk adalah 1,17 artinya setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 1-2
puskesmas pembantu.
Universitas Indonesia
Tabel 3.1.
Data Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Di Kota Bekasi Tahun 2011
Universitas Indonesia
Rasio Tenaga
No Jumlah Kesehatan/100.000
Jenis Tenaga Penduduk
.
2010 2011 2010 2011
1 Dokter Spesialis 156 313 6,68 13,16
2 Dokter Umum 263 304 10,96 12,78
3 Dokter Gigi 103 87 4,28 3,66
4 Bidan 459 725 19,62 30,47
5 Perawat Umum 1886 3146 79,7 132,24
6 Perawat Gigi 62 74 2,61 3,11
7 Kefarmasian 325 581 13,92 24,42
8 Gizi 124 174 5,23 7,31
9 Kesmas 176 122 6,08 5,13
10 Sanitasi 38 55 1,28 2,31
11 Teknisi Medis 248 374 10,54 15,72
12 Fisioterapi & OT 72 125 3 5,25
Universitas Indonesia
Rasio dokter umum di Kota Bekasi pada tahun 2011 per 100.000
penduduk masih rendah yaitu 12,78 artinya 12-13 dokter melayani 100.000
penduduk. Namun jika dibandingkan dengan rasio dokter umum secara
nasional, rasio dokter umum di Kota Bekasi masih lebih tinggi. Rasio dokter
umum per 100.000 penduduk di Indonesia sebesar 10,66.
Demikian juga dengan rasio bidan per 100.000 penduduk sebesar 31,82
artinya 31-32 bidan melayani 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan angka
nasional, rasio bidan per penduduk di Kota Bekasi jauh lebih rendah. Rasio
bidan per 100.000 penduduk di Indonesia sebesar 40,6.
Rasio perawat umum terhadap penduduk yaitu sebesar 132,24 per 100.000
penduduk artinya 132-133 perawat melayani 100.000 penduduk. Angka ini
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yaitu 67,36 perawat
per 100.000 penduduk ( Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Tabel 3.6.
Jumlah dan Penyebab Kematian Ibu di Kota Bekasi tahun 2007-2012
Penyebab Tahun
Perdarahan 3 5 2 8 3 5
Infeksi 0 0 2 0 1 0
Eklamsi 1 2 6 2 3 2
Lain-lain 8 2 10 10 11 21
Jumlah 12 9 20 20 18 28
Dari tabel 3.6. diatas dapat dilihat bahwa jumlah kematian ibu pada tahun
2012 dilaporkan sebanyak 28 orang; lebih tinggi dari tahun 2011 sebanyak
18 orang.
Universitas Indonesia
BAB IV
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Komunikasi
Transmisi
Konsistensi
Kejelasan
Sumber -sumber
Staf
Wewenang
Fasilitas Implementasi
Dana Kebijakan
Program
Disposisi
Sikap pelaksana Jampersal
Insentif
Struktur Birokrasi
SOP
Fragmentasi
Analysis of
Lingkungan Implementasi Constraint
Mekanismen Keuangan
Daerah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
lingkungan implementasi.
Universitas Indonesia
BAB V
METODOLOGI PENELITIAN
a. Pengumpulan data yang dibagi dalam dua tahap yaitu wawancara mendalam
secara langsung kepada informan untuk mendapatkan data primer dan telaah
dokumen untuk mendapatkan data sekunder yang diperoleh dari Dinkes Kota
Bekasi maupun Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes.
b. Mempersiapkan panduan wawancara dan pertanyaan –pertanyaan yang akan
disampaikan dalam wawancara mendalam.
c. Membuat persetujuan dan kesepakatan serta perjanjian waktu terlebih dahulu
sebelum melakukan wawancara,
d. Menyiapkan check–list untuk memudahkan pewawancara dalam mengecek
agar tidak ada yang terlewatkan.
e. Mengajukan pertanyaan tentang 5 variabel yang sudah ditentukan sebelumnya
(komunikasi, sumber-sumber, disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan
implementasi).
f. Melakukan triangulasi data dan sumber.
g. Melakukan identifikasi terhadap faktor penghambat yang didapat melalui
wawancara dengan informan, lalu mengevaluasi hambatan tersebut.
Universitas Indonesia
5.4. INFORMAN
Pemilihan informan dalam penelitian ini didasarkan kepada prinsip
kesesuain dan kecukupan melalui metode kunci utama. Adapun informan yang
dipilih adalah penanggungjawab kebijakan, pelaksana kebijakan di lapangan serta
ibu bersalin di Puskesmas terpilih. Karakteristik informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah informan yang telah mengelola program Jampersal minimal
6 bulan baik di Dinkes Kota Bekasi, RSUD, BPS maupun Puskesmas. Informan
yang diambil berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :
No Informan Jumlah
1. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi 1 orang
2. Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Dinkes Kota Bekasi 1 orang
3. Kabid Pelayanan RSUD Kota Bekasi 1 orang
4. Kabid Keuangan RSUD Kota Bekasi 1 orang
5. Kepala Puskesmas 2 orang
6. Bendahara Puskesmas 2 orang
7. Bidan Koordinator Puskesmas 2 orang
8. Bidan Praktek Swasta 2 orang
9. Ibu bersalin yang menggunakan Jampersal 4 orang
10. Ibu bersalin yang tidak menggunakan Jampersal 4 orang
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
valid sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, maka pada penelitian ini
dilakukan triangulasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data (cross check data) yang telah diperoleh dengan informan lain.
b. Triangulasi data untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data (cross check data) yang diperoleh melalui wawancara dengan
telaah dokumen yang ada. Jika terdapat data yang berbeda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada informan yang bersangkutan untuk
memastikan data mana yang dianggap benar.
Universitas Indonesia
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Tahun
No. Indikator 2011 2012
Absolute % Target Absolute %
1. Cakupan K1 51.732 92,4% 95% 51.415 91,8%
2. Cakupan K4 47.788 85,3% 95% 49.730 88,8%
Cakupan pertolongan
3. persalinan oleh tenaga 45.021 83,9% 80% 46.957 87,5%
kesehatan
Cakupan Ibu Nifas yang
4. 20.646 38,5% 80% 35.347 65,8%
mendapat pelayanan kesehatan
5. Cakupan kunjungan KN1 45.021 99,32% 46.957 99,75%
Cakupan kunjungan KN 70,55%
6. 32.098 70,81% 33.212
Lengkap
Cakupan penanganan
7. 8.277 73,9% 80% 6.880 61,4%
komplikasi kebidanan
Cakupan penanganan
8. 236 3,47% 80% 778 10,6%
komplikasi neonatal
Universitas Indonesia
Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang disusun dari hasil
wawancara mendalam yang terkait dengan substansi penelitian meliputi variabel
komunikasi (transmisi, kejelasan, konsistensi); variabel sumber-sumber (staf,
wewenang, fasilitas, dana/anggaran); variabel disposisi (sikap pelaksana dan
insentif); variabel struktur birokrasi (SOP dan fragmentasi) serta variabel
lingkungan implementasi (mekanisme keuangan daerah).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sosialisasi Jampersal sudah dilakukan juga kepada BPS. Dari dua orang
informan BPS didapat informasi bahwa awal digulirkannya program
Jampersal tahun 2011 sudah ada sosialisasi dari Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan IBI. Di dalam sosialisasis itu dijelaskan tentang cara
MoU, dan juga pembagian juknis Jampersal. Berikut ini akan
disampaikan petikan hasil wawancara dengan informan P-11 dan P-12
sebagai berikut :
“.............Sudah ada sosialisasi dari Dinas Kesehatan maupun
Puskesmas Pejuang. Tahun lalu dilakukan 2x, pertama di RS Citra
Harapan mengundang seluruh BPS yang ada di Kota Bekasi.
Bidan Iestin aktif membujuk BPS MoU, tapi awalnya banyak yang
gak mau karena tarifnya rendah dan ribet...(P-11)
b) Konsisten
Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan
tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. Dalam pelaksanaan
program Jampersal konsisten mengacu pada Peraturan Menkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Juknis Jampersal yang telah
Universitas Indonesia
Kejelasan
Perintah atau instruksi yang diberikan kepada pelaksana program harus
jelas, sehingga tidak membingungkan. Demikian juga dalam pelaksanaan
program Jampersal ini, harus diketahui dengan jelas apa yang menjadi
tujuan dan sasaran program. Untuk mengetahui kejelasan program ini
Universitas Indonesia
Dari kedua informan diatas didapat informasi bahwa yang menjadi tujuan
dari Jampersal adalah untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu
hamil untuk mendapatkan persalinan yang didalamnya termasuk
pemeriksaan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir
dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, untuk mempercepat pencapaian
MDGs.
B. Sumber-Sumber
Sumber-sumber memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung
tidak efektif. Sumber-sumber disini mencakup sumber daya manusia
(staff), wewenang, fasilitas dan anggaran/dana.
a) Staf
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan salah satunya oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Dari wawancara kepada informan
diperoleh informasi sebagai berikut :
“.....secara umum jumlah tenaga kesehatan untuk program
Jampersal sudah mencukupi. Rasio dokter umum di Kota Bekasi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Berdasarkan data yang diperoleh dari Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan
Dinkes Kota Bekasi bahwa jumlah dokter dan bidan sudah mencukupi,
bahkan proporsinya lebih tinggi dari proporsi nasional. Menurut peneliti
perlu dilakukan pengkajian terhadap penempatan tenaga kesehatan yang
ada, sehingga distribusinya meerata sesuai kebutuhan.
b) Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan secara optimal. Setiap tahun Kepala Dinas sebagai
penanggungjawab program, mengeluarkan SK Tim Pengelola Jamkesmas
dan BOK. Program Jampersal merupakan bagian yang tak terpisahkan
dengan program Jamkesmas, sehingga SK pelaksanaannya menyatu
dengan SK Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK. Dengan SK ini Kepala
Puskesmas mempunyai keleluasaan untuk melaksanakan ide-idenya demi
kemajuan program Jampersal antara lain mendukung program KIA
dengan menerima persalinan 24 jam untuk pasien Jampersal, walaupun
pada tahun 2012 status puskesmas tersebut masih non perawatan. Hal ini
dapat dilihta dalam kutipan wawancara berikut ini :
“....sejak awal program ini disosialisasikan, saya selaku ketua IBI
di Kota Bekasi punya ide untuk menerima pasien Jampersal 24
jam. Kepala Puskesmas sangat mendukung program ini, saya
dipercaya untuk memegang program ini dan berhasil. Dapat
dilihat dari banyaknya pasien yang periksa dan yang ikut pada
kelas ibu hamil ± 40 orang setiap minggu. (P-10).
Universitas Indonesia
c) Fasilitas
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Hasil wawancara dengan
informan mengenai masalah kecukupan fasilitas kesehatan terlihat dari
petikan berikut ini
“.....Kalau kita melihat institusi kesehatan di Kota Bekasi sudah
cukup memadai, ada peningkatan jumlah sarana kesehatan
misalnya RS (tahun 2011 berjumlah 31 RS sedangkan tahun 2012
bertambah menjadi 34 RS). Artinya kalau untuk pelayanan
kesehatan sich...aksesnya cukup banyak, ada di kecamatan
maupun di kelurahan. Jumlah BPS bertambah setiap tahun, itu
kan...pasti mereka berpraktek .(P-1)
postpartum dan juga alat NICU. Persediaan obat-obatan juga lebih dari
cukup, bahkan berlebih. Selain itu kedua Puskesmas yang menjadi tempat
penelitian sudah mempunyai mobil ambulance untuk merujuk pasien.
d) Anggaran/Dana
Selain sarana dan tenaga kesehatan, hal yang juga dibutuhkan agar
terlaksananya pembangunan di bidang kesehatan adalah anggaran/dana.
Anggaran untuk program Jampersal di Kota Bekasi khususnya untuk
pelayanan dasar sangat berlebih. Hal ini dapat dilihat dari dana yang
diluncurkan Kemenkes ke rekening Dinas Kesehatan pada tahun 2011
sebesar Rp 7,963.505.000,- yang termanfaatkan hanya Rp 164.400.000,-.
Sedangkan di tahun 2012 dari Rp 17.255.383.000,- yang diluncurkan
hanya Rp 1.310.860.000,- yang terserap.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara seperti dibawah ini :
“…………dana yang diluncurkan dari Pusat (PPJK) lebih dari
cukup; malah sangat berlebih...(P-1)
Universitas Indonesia
pada tahun 2011 tarifnya rendah sehingga banyak BPS yang belum mau
MoU dengan program Jampersal.
Berbeda dengan pendapat informan RSUD, turunnya dana ke RS tidak
menjadi masalah. Dana yang diluncurkan dari Kemenkes ke rekening RS
pertriwulan dan diluncurkan didepan sebelum pelayanan diberikan.
Semakin cepat RS melaporkan pertanggungjawaban klaim, maka akan
semakin cepat mendapat luncuran dana. Hanya saja terkendala feedback
yang agak lama dari Kemenkes, seperti hasil wawancara berikut ini :
“………..Turunnya dana tidak menjadi masalah. Hanya saja
feedback dari PPJK yang lama, sehingga menjadi kesulitan RSUD
untuk mencari data-data Rekam Mediknya. Bagi saya sich
langsung aja dilaporkan sehingga pihak RS dapat langsung
perbaiki. (P-3)
Tarif
Pada tahun 2011 tarif Jampersal di pelayanan dasar Rp 350.000,
tetapi di tahun 2012 ada kenaikan menjadi Rp 500.000. Sementara itu tarif
persalinan di BPS berkisar Rp 700.000 s/d Rp 900.000. Dari hasil
wawancara didapat informasi bahwa masalah tarif dan tata cara
pertanggungjawaban klaim membuat sebagian Bidan Praktek Swasta
(BPS) enggan untuk MoU dengan program Jampersal. Untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat dari hasil wawancara berikut ini :
Universitas Indonesia
Sebagian informan lagi mengatakan bahwa tarif di tahun 2012 sudah lebih
dari cukup dibandingkan dengan tarif 2011, walaupun masih dibawah tarif
BPS. Hanya saja masalahnya pencairan klaimnya yang lama, seperti
petikan wawancara beberapa informan berikut ini :
“.......Masalah tarif lebih baik dari 2011, tapi kalo mau dinaikkan
monggo..... (P-6)
Universitas Indonesia
Dari beberapa informan diatas mengatakan bahwa tarif 2012 sudah lebih
baik dari tahun lalu. Walaupun tarifnya masih lebih kecil dibandingkan
dengan tarif BPS, tidak terlalu menjadi masalah hanya saja yang
dikeluhkan informan adalah masalah terlambatnya pencairan klaim yang
mereka terima. Mereka menerima klaim sekali dalam setahun.
Pertanggungjawaban Klaim
Pencairan klaim Jampersal membutuhkan waktu yang panjang terutama di
pelayanan dasar. Dari hasil wawancara dengan informan mengenai
pertanggungjawaban klaim Jampersal di pelayanan dasar didapat
informasi sebagai berikut :
“ Dana utk BPS swasta langsung dibayarkan oleh Dinkes Kota
Bekasi. Kalau puskesmas masuk dulu ke kas daerah harus ada
RKA lalu dibayarkan sesuai klaim. Proses pencairan klaim
mengikuti aturan pengelolaan keuangan daerah. Sampai saat ini
jasa pelayanan tahun 2012 di Puskesmas belum terbayarkan.(P-2)
Universitas Indonesia
Rujukan
Rujukan menjadi kendala hampir di seluruh fasilitas kesehatan, baik di
pelayanan dasar maupun RSUD. Terbatasnya PPK lanjutan (RS) yang
bekerjasama dengan program ini membuat penumpukan pasien di RSUD.
Dari 34 RS yang ada di kota Bekasi hanya 4 RS yang mau PKS dengan
program Jamkesmas/Jampersal yakni RSUD; RS Bhakti Kartini; RS
Subki Abdul Kadir dan RS Jati Sampurna. Walaupun sudah ada
penambahan TT di RSUD masih belum cukup untuk menampung jumlah
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
C. Disposisi
a) Sikap Pelaksana
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap pelaksana. Apabila dokter, bidan, perawat ataupun tenaga
kesehatan lainnya bersikap baik dan ramah kepada pasien dapat membuat
Universitas Indonesia
“..di sini yang bersalin ada yang pake jampersal, ada juga yang
umum. Memang tidak ada pembatasan jampersal itu hanya untuk
masyarakat tidak mampu; yang jelas untuk masyarakat yang belum
punya jaminan. Saya tidak membeda-bedakan pelayanan untuk
pasien umum maupun jampersal. Karena pasien jampersan
kan...bukan gratis; tapi yang bayar pemerintah.(P-12)
Mengenai sikap petugas kesehatan ini juga ditanyakan kepada ibu bersalin
yang menggunakan Jampersal dan yang tidak menggunakan. Dari
wawancara dengan informan tersebut didapat informasi sebagai berikut :
“...tahu informasi jampersal dari saudara...karena biaya.
Bidannya baik kok, karena panggul sempit dan KPD saya caesar.
Universitas Indonesia
“....Saya gak pake Jampersal karena suami PNS. Tapi sama aja
kok perlakuan bu bidannya. Mau jampersal atau Askes sama-sama
dilayani... Tapi ada aja bidan yang jutek...biasanya bidan
senior....(P-18)
Universitas Indonesia
b) Insentif
Menurut G.R.Terry dalam buku Manajemen SDM dalam
Organisasi Publik dan Bisnis : Lattery incentive means that which incites
or a tendency to incite action (Suwatno & Donni Juni, p.234,2011).
Insentif merupakan sesuatu yang merangsang minat untuk bekerja. Dalam
program Jampersal yang dimaksud dengan insentif adalah penggantian
jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang telah
melayani pasien Jampersal, baik itu di BPS, Puskesmas maupun Rumah
Sakit dengan maksud agar terjadi akselerasi tujuan program dan tujuan
MDGs, terutama pencapaian penurunan angka kematian ibu bersalin.
Sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan besarnya jasa pelayanan
persalinan di puskesmas minimal sebesar 75% dan di RS setinggi-
tingginya 44%. Besaran jasa pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Kepala
Daerah (Walikota) atas usulan Kepala Dinas Kesehatan (untuk Puskesmas)
Universitas Indonesia
dan Direktur Rumah Sakit (untuk RS). Dari hasil wawancara dengan
beberapa informan didapat informasi sebagai berikut :
“......insentif khusus untuk program Jampersal tidak ada, yang ada
adalah jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga kesehatan
yang melayani Jampersal. Namun untuk Puskesmas sampai
sekarang belum cair .(P-2)
Menurut informan RSUD Kota Bekasi, untuk jasa pelayanan yang mereka
terima sudah tidak ada masalah, bahkan ada kebijakan Direktur RSUD
untuk menyesuaikan menjadi lebih tinggi sesuai peraturan Walikota.
Universitas Indonesia
D. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures) atau SOP.
Aspek struktur yang kedua adalah fragmentasi. Pada umumnya semakin besar
koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin
berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan.
a) SOP
Menurut informan P-1 dan P-2; SOP untuk pelaksanaan program
Jampersal di Kota Bekasi mengacu pada Petunjuk Teknis Jampersal
sesuai dengan Peraturan Menkes Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011. Hal
ini dapat dilihat dari petikan wawancara berikut ini :
“.....SOP sudah jelas; tidak mungkin untuk SOP di pelayanan
dasar memakai SOP Rumah Sakit. Dinkes tidak mengeluarkan
SOP lain; semuanya mengacu pada Juknis dan Manlak
Jamkesmas. SK Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK dibuat setiap
tahun untuk mendukung Juknis dan Manlak yang ada.(P-1)
b) Fragmentasi
Koordinasi sudah dilakukan dari Dinkes Kota Bekasi kepada Puskesmas,
IDI, aparat pemerintah di Kecamatan maupun Kelurahan, hanya saja
belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari wawancara dengan informan di
bawah ini :
“....program ini membutuhkan koordinasi dari lintas program
maupun lintas sektor terkait. Perlu adanya pertemuan rutin
terutama dengan IDI, ARSI, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan
aparat pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan. Untuk
melaksanakan itu perlu dukungan dana; sementara yang ada
hanya untuk pertemuan kepala 31 kepala puskesmas setiap
minggu. Monev sudah berjalan walaupun kadang tidak harus
datang ke tempat; BPS yang klaim ke Dinkes sekalian diberi
Universitas Indonesia
Menurut informan lain tidak pernah ada monitoring evaluasi dari Dinkes
Kota Bekasi seperti pernyataan informan berikut ini :
“...tidak ada monev dari Dinkes Kota Bekasi ke RSUD..... (P-3)
Dari hasil wawancara di atas , peneliti berpendapat bahwa monitoring dan
evaluasi yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi masih
belum optimal.
E. Lingkungan Implementasi
Mekanisme pengelolaan keuangan negara yang mulai diberlakukan tahun
2012 membuat keterlambatan dalam pencairan dana. Sampai saat ini jasa
pelayanan tahun 2012 di puskesmas masih belum cair. Dari hasil wawancara
dengan informan Dinkes didapat informasi sebagai berikut :
“......sekarang dana harus masuk dulu ke kas daerah, kecuali BPS
dapat langsung dibayarkan walaupun tidak bisa rutin setiap bulan,
karena PAGU anggaran turunnya pertriwulan. Dana dikeluarkan
berdasarkan RKA dari Dinkes; Puskesmas dibayarkan sesuai POA
(P-1)
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
RS PKS Jampersal Sedikit Kasus Rujukan Meningkat Motivasi kerja kurang Sedikit BPS MoU
Banyak Partus Normal Dirujuk ke RS Bidan kurang ramah Bidan tdk di tempat
Mekanisme daerah Format klaim berubah-ubah Pasien tdk punya KTP Feedback lama
Universitas Indonesia
Pencairan klaim lancar banyak BPS MoU masyarakat lebih dekat ke fasilitas kesehatan
Realisasi Rendah Monev informasi yang diterima jelas pelaksana tahu tujuan program Cakupan Meningkat
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dinkes ke pelaksana program rutin perlu dilakukan Dinas bagian anggaran untuk
yang ada di bawahnya masih Kesehatan kepada RS, Puskesmas menganggarkan dana agar dapat
kurang maupun BPS yang melayani melakukan monev secara rutin
program Jampersal
6. Mekanisme Jasa pelayanan BPS Jasa pelayanan rutin dibayarkan PPJK melakukan advokasi dan
keuangan daerah dibayar 1x setahun minimal pertriwulan sosialisasi kepada Kab/Kota
Jasa pelayanan tahun 2012 yang mempunyai masalah
untuk Puskesmas belum dengan Peraturan Mendagri
terbayarkan
Nomor 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Dinkes Kota Bekasi melakukan
sosialisasi dan koordinasi
kepada Pemda terutama tentang
Peraturan Mendagri tersebut.
Universitas Indonesia
BAB VII
PEMBAHASAN
7.1. KOMUNIKASI
7.1.1 Transmisi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa informasi tentang Jampersal telah
disalurkan dari pembuat kebijakan di Kementerian Kesehatan (Pusat Pembiayaan
dan Jaminan Kesehatan) kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi melalui sosialisasi
yang mengundang seluruh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ada di
Indonesia. Dinas Kesehatan Kota Bekasi pun telah menyalurkan informasi kepada
pelaksana kebijakan yang ada di bawahnya melalui ssosialisasi-sosialisasi.
Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan kepada seluruh kepala Puskesmas dalam
pertemuan rutin 1x sebulan di Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Pada awal program
ini diluncurkan, juga dilakukan sosialisasi kepada IBI dengan mengundang
seluruh Bidan yang ada di Kota Bekasi baik Bidan Praktik Swasta (BPS) ataupun
Bidan Pemerintah. Juga dilakukan sosialisasi ke tingkat kecamatan, posyandu atau
pertemuan-pertemuan lain di kelurahan.
Menurut pendapat peneliti penyaluran informasi tentang Jampersal sudah
baik dapat dilihat dari sosialisasi yang telah dilakukan sejak awal program ini
digulirkan di Kota Bekasi.
7.1.2. Kejelasan
Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya,
maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan juga
harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan
Universitas Indonesia
7.1.3. Konsistensi
Aspek lain dari komunikasi menyangkut petunjuk pelaksanaan adalah
persoalan konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika
perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan
kebingunan bagi pelaksana di lapangan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam melaksanakan program ini,
pelaksana kebijakan baik di tingkat dasar dan rujukan mengacu pada Peraturan
Menkes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Persalinan dan Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas. Sebagai bentuk dukungan
Pemerintah Kota Bekasi dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Bekasi agar program
ini berjalan dengan efektif, efisien dan tepat sasaran dibentuklah Tim Pengelola
Penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bekasi Nomor : 440/95/SET/I/2012.
Dari penjelasan tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa faktor
komunikasi program Jampersal sudah berjalan dengan baik.
7.2. SUMBER-SUMBER
7.2.1. Staf
Menurut Edward III dalam Budi Winarno (2012), sumber yang paling
penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi
dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang
tidak mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah
staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi
kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan. Pendapat
serupa disampaikan Suwatno dan Donni Juni (2011) yang mengatakan bahwa
karyawan merupakan modal penting (human capital) bagi perusahaan. Untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien maka diperlukan karyawan yang cakap
dan terampil serta kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui sebagian informan
mengatakan bahwa jumlah tenaga kesehatan yang menangani program Jampersal
sudah lebih dari cukup terutama informan RSUD. Hal ini dapat dilihat dari
laporan Sub.Bag.TU dan Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan Dinkes Kota Bekasi
(2012), bahwa jumlah tenaga dokter spesialis baik di Puskesmas maupun Rumah
Sakit meningkat secara signifikan dari 313 orang di tahun 2011 menjadi 1.038 di
tahun 2012. Demikian juga dengan dokter umum; pada tahun 2011 berjumlah 304
orang menjadi 436 orang di tahun 2012. Untuk tenaga bidan ada kenaikan 23
orang ; dari 725 orang di tahun 2011 menjadi 748 di tahun 2012. Menurut
informan dari Puskesmas terpilih tenaga kesehatan terutama bidan masih kurang.
Bidan koordinator Puskesmas Bantar Gebang mengeluhkan kurangnya tenaga
bidan. Puskesmas Bantar Gebang merupakan Puskesmas perawatan yang
mempunyai tiga puskesmas pembantu (Pustu) dan 42 buah posyandu yang harus
didatangi 1x seminggu, dan jaraknya agak berjauhan. Demikian juga Puskesmas
Pejuang yang hanya mempunyai 10 orang bidan; sementara pada tahun 2012 atas
inisiatif Bidan Koordinator mengkondisikan Puskesmas tersebut menjadi
Puskesmas perawatan. Di samping itu Puskesmas ini mempunyai tiga Pustu dan
100 Posyandu yang harus didatangi setiap bulan. Berdasarkan data dari seksi
Pelayanan Kesehatan Dasar (2012); Puskesmas Pejuang mempunyai jumlah
kunjungan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang paling tinggi.
Universitas Indonesia
7.2.2. Wewenang
7.2.3. Fasilitas
7.2.4. Dana
Salah satu unsur penting yang diperlukan untuk pelaksaaan suatu program
adalah dana/anggaran. Anggaran yang cukup akan mempengaruhi keberhasilan
program. Berdasarkan laporan dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
(2013), dana program Jampersal yang diluncurkan di Kota Bekasi sangat cukup
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dan Jaminan Kesehatan yang lama, sehingga kesulitan buat Rumah Sakit untuk
melacak data-data Rekam Medik untuk melengkapi administrasi yang kurang.
Menurut pendapat peneliti, sebagian besar informan tidak mempersoalkan
masalah tarif, yang menjadi masalah adalah proses pencairan klaim yang lama.
7.2.6. Rujukan
Sistim rujukan merupakan kendala besar di Kota Bekasi, hal ini dapat
diketahui dari hasil wawancara dengan informan. Menurut hampir seluruh
informan rujukan ini akan menjadi kendala yang sangat besar. Berdasarkan
informasi Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Kota Bekasi, sudah mulai ada
penolakan-penolakan dari Rumah Sakit swasta dengan alasan penuh. Untuk
merujuk pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai PKS dengan program Jampersal
sangat susah dengan alasan tempat tidur (TT) penuh. Salah satu penyebabnya
adalah sedikitnya Rumah Sakit yang mau bekerja sama (PKS) dengan program
Universitas Indonesia
ini. Selain itu menurut Kepala Bidang Pelayanan RSUD Kota Bekasi banyak
partus-partus normal yang seharusnya dilakukan di pelayanan dasar, dilakukan di
Rumah Sakit. Masyarakat langsung datang ke RSUD dengan keadaan emergensi
tampa membawa rujukan. Berdasarkan data dari bidang pelayanan RSUD (2013)
jumlah rujukan partus spontan dari bulan Januari s/d Oktober 2012 sangat tinggi
mencapai 405 persalinan.
Menurut pendapat peneliti masalah sistim rujukan ini harus segera di atasi
dengan menata kembali sistim rujukan yang ada. Partus normal harus dilakukan di
pelayanan dasar, pasien yang dirujuk hanya yang mempunyai komplikasi.Selain
itu perlu penambahan puskesmas perawatan dan BPS yang MoU dengan program
Jampersal, agar lebih mendekatkan pasien ke sarana pelayanan kesehatan.
7.3. DISPOSISI
Jampersal gratis, pelayanan yang diberikan sama saja. Mengenai sikap pelaksana
ini juga ditanyakan kepada informan masyarakat baik yang menggunakan
Jampersal atau yang tidak menggunakan. Dari hasil wawancara dengan informan
didapat informasi bahwa bidan yang ada di Puskesmas sangat kooperatif untuk
berkonsultasi dan memantau perkembangan kehamilan sampai persalinan.
Namun ada beberapa bidan senior yang kurang ramah; dibutuhkan kesabaran,
karena banyaknya pasien yang menyebabkan antrian panjang; bahkan kadang-
kadang bidannya tidak ada di tempat, sehingga pasien harus menunggu lama.
Menurut pendapat peneliti sebagian sikap petugas kesehatan yang
melayani Jampersal sudah baik, hanya saja perlu dipikirkan hal-hal yang dapat
memotivasi pegawai lebih bersemangat lagi dalam bekerja misalnya dengan
pemberian insentif.
7.3.2. Insentif
Menurut Suwatno dan Donni Juni dalam Manjemen SDM (2011) : “pemberian
insentif merupakan salah satu cara atau usaha untuk meningkatkan kualitas kerja
para pegawainya”. Untuk mendorong sikap pelaksana dalam menjalankan
perintah dengan baik dibutuhkan insentif. Insentif merupakan salah satu teknik
yang disarankan untuk mendorong para pelaksana kegiatan dalam mengejar
tujuan yang diinginkan. Dalam pelaksanaan program Jampersal ini, tidak ada
insentif yang diberikan kepada petugas. Yang ada adalah penggantian jasa
pelayanan kepada petugas kesehatan, sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor
2562/ Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Besarnya jasa pelayanan persalinan di Puskesmas minimal 75% dan di Rumah
Sakit setinggi-tingginya 44% dengan memperhatikan maksud pemberian intensif
agar terjadi akselerasi tujuan program dan tujuan MDGs, terutama pencapaian
penurunan angka kematian ibu bersalin. Dari hasil wawancara dengan informan
Bidan Praktik Swasta diketahui bahwa jasa pelayanan yang diterima utuh tampa
ada pemotongan, demikian juga dengan informan di Puskesmas. Hanya saja yang
dikeluhkan mereka menerimanya 1x setahun, sedangkan untuk jasa pelayanan
Puskesmas tahun 2012 sampai sekarang belum cair.
Menurut pendapat peneliti masalah pemberian insentif atau jasa pelayanan
sangat penting sekali untuk berlangsungnya program. Insentif dapat memotivasi
Universitas Indonesia
pegawai untuk bekerja lebih bersemangat lagi demi kemajuan program. Oleh
karena itu perlu adanya koordinasi yang lebih insentif antara Kepala Dinas
Kesehatan Kota Bekasi dengan Pemerintah Daerah Kota Bekasi dalam percepatan
pencairan penggantian jasa pelayanan BPS maupun tenaga kesehatan di
Puskesmas.
7.4.2. Fragmentasi
Aspek kedua adalah struktur birokrasi yang terlalu panjang dan
terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan
aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
Dari hasil wawancara dengan informan diketahui informasi bahwa
kurangnya koordinasi antara lintas program maupun lintas sektor terkait.
Monitoring dan evaluasi belum berjalan optimal, bahkan di RSUD belum pernah
dilakukan monev dari Dinkes Kota Bekasi.
Menurut pendapat peneliti, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara
rutin untuk melihat sudah sampai dimana keberhasilan program ini. Untuk itu
perlu koordinasi dengan perencanaan untuk menganggarkan dana monev di tahun
yang akan datang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Purwitasari, A.Y (2012)
di Kabupaten Lebak Provinsi Banten tahun 2011 menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan program Jampersal belum berjalan optimal. Ada beberapa
yang menjadi hambatan antara lain : tarif yang rendah, ketersediaan faskes,
sebagian bidan desa tidak berada di tempat, tidak adanya monitoring dan evaluasi,
kultur masyrakat untuk bersalin di dukun dan kondisi geografis berbukit dengan
demografi pendduduk yang tidak merata (Purwitasari, 2012).
Berdasarkan Hasil Penelitian di 13 Kabupaten/Kota di 7 Provinsi Tahun
2012 yang dilakukan oleh Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes, Kemenkes RI, disimpulkan bahwa
Jampersal memperoleh dukungan yang luas dari Pemda, Dinkes, pelaksana
program, tokoh masyarakat dan masyarakat. Tetapi dalam pelaksanaannya ada
beberapa kendala yang dihadapi antara lain : SDM yang kurang, fasilitas terbatas,
letak geografis (pegunungan dan kepulauan), daerah tidak memberi insentif dan
proses pencairan dana terkendala mekanisme keuangan daerah khususnya untuk
puskesmas non BLU(D)
Universitas Indonesia
8.1. KESIMPULAN
96
Universitas Indonesia
8.2. SARAN
Universitas Indonesia
4. Bagi Peneliti
98
Universitas Indonesia
Hansen, Don R., dan Mowen, Maryanne M (2000), Management Accounting, 6th
ed., USA : International Thompson Publishing.
1. Komunikasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai sosialisasi program Jampersal di
Kota Bekasi ? Apa saja yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut ?
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang konsistensi informasi yang
diterima?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan program Jampersal ?
2. Sumber –Sumber
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang besaran tarif di Bidan Praktek
Swasta ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal ?
Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal ?
3. Disposisi
Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apa komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal di Kota Bekasi ?
Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apakah pejabat yang
diangkat dalam Tim Pengelola Jamkesmas di tingkat atas (provinsi)
4. Struktur Birokrasi
Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan Dinkes Kota Bekasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di Puskesams dan
BPS; mohon dijelaskan tentang monitoring dan evaluasi yang pernah
dilakukan.
Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelakasanaan kebijakan Jampersal ini.
5. Lingkungan Implementasi
Menurut Bapak/Ibu apakah yang menjadi kendala dalam sistim
mekanisme keuangan daerah?
Bagaimana Bapak/Ibu mengatasinya?
1. Komunikasi
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan dari Pusat maupun Dinas Kesehatan Kota Bekasi.
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang konsistensi informasi yang
diterima?
Menurut Bapak/Ibu kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan
program Jampersal ?
2. Sumber –Sumber
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di RSUD Kota Bekasi
Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal
Mohon dijelaskan seberapa besar rujukan ke RSUD Kota Bekasi dari
pelayanan dasar ?
Bagaimana menurut Bapak/Ibu apakah ada penyimpangan dalam
sistim rujukan? Bagaimana Bapak / Ibu menyikapinya ?
Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanana program Jampersal ?
3. Disposisi
Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal di RSUD Kota Bekasi.
Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apakah pejabat yang
diangkat dalam Tim Pengelola Jamkesmas di Pusat, Provinsi maupun
4. Struktur Birokrasi
Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan RSUD Kota Bekasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di RSUD; mohon
dijelaskan tentang monitoring dan evaluasi yang pernah dilakukan.
Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelaksanaan kebijakan Jampersal ini.
1. Komunikasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai sosialisasi program
Jampersal ini ?
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang konsistensi informasi yang
diterima ?
Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Jampersal ?
2. Sumber Daya
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang besaran tarif di Bidan Praktek
Swasta ?
Mohon dijelaskan tentang insentif atau jasa pelayanan yang pernah
diterima? Apakah perbulan, triwulan atau pertahun?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal ?
Mohon dijelaskan kendala rujukan dan klaim apa yang dihadapi dalam
pelaksanana program Jampersal ?
4. Struktur Birokrasi
Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan Dinkes Kota Bekasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Dinkes Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di
Puskesmas ; berapa kali telah dilakukan monitoring dan evaluasi ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelakanaan kebijakan Jampersal ini
1. Komunikasi
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
Mohon penjelasan Bapak/Ibu tentang konsistensi informasi yang
diterima?
Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Jampersal
2. Sumber –Sumber
Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan
yang terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang
diberikan oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas
kesehatan dalam menunjang program Jampersal ?
Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program
Jampersal ?
Mohon dijelaskan seberapa besar rujukan ke RSUD?
Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal
dalam hal klaim dan ujukan ?
3. Disposisi
Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal & Puskesmas terhadap pelaksanaan program
Jampersal.
4. Struktur Birokrasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai monitoring dan evaluasi
yang pernah dilakukan Dinkes Kota Bekasi?
1. Komunikasi
Mohon Ibu program tentang sosialisasi yang pernah dilakukan
terhadap program Jampersal?
Mohon Ibu jelaskan mengenai pedoman yang digunakan dalam
pelaksanaan program Jampersal
Bagaimana menurut Ibu tentang kejelasan dan konsistensi dari
petugas Tim Pengelola Jampersal dalam penyampaian informasi
Jampersal?
2. Sumber –Sumber
Menurut Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal yang
diberlakukan ?
Tindak lanjut seperti apa yang dilakukan Dinkes Kota Bekasi
dalam menyikapi permasalahan tarif terutama di Bidan Praktek
Swasta ?
Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal
baik dalam rujukan maupun klaim?
3. Disposisi
Mohon dijelaskan komitmen dari Ibu terhadap pelaksanaan
program Jampersal di Kota Bekasi
Mohon Ibu jelaskan mengenai jasa pelayanan yang diberikan
Dinkes Kota Bekasi; jumlahnya dan kapan menerimanta (bulanan
atau triwulan atau tahunan)?
Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan program Jampersal dalam hal klaim dan rujukan ?
4. Struktur Birokrasi
Mohon Ibu jelaskan tentang monitoring dan valuasi yang pernah
dilakukan oleh Dinas Kesejhatan Kota Bekasi ?
1. Komunikasi
Apa yang Ibu ketahui tentang program Jampersal ?
Apa alasan Ibu menggunakan Jampersal ini ?
2. Sumber –Sumber
Mohon Ibu jelaskan tentang sarana kesehatan yang ada di sekitar
Ibu ?
Mohon penjelasan Ibu tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
ada dalam memberikan pelayanan program Jampersal ?
3. Disposisi
Bagaimana menurut Ibu sikap tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan bagi pengguna Jampersal ?
1. Komunikasi
Apa yang Ibu ketahui tentang program Jampersal ?
Apa alasan Ibu tidak menggunakan Jaminan Persalinan ini?
2. Sumber -Sumber
Tolong Ibu jelaskan sarana kesehatan yang ada di sekitar ibu ?
Informan
No Variabel Pertanyaan
P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6 P-7 P-8 P-9 P-10 P-11 P-12 P-13 P-14 P-15 P-16 P-17 P-18 P-19 P-20