Anda di halaman 1dari 134

UNIVERSITAS INDONESIA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM JAMPERSAL


DI KOTA BEKASI TAHUN 2012

TESIS

NOVENTY CHAIRANI MANIK


NPM : 1106048016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
JULI 2013

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


UNIVERSITAS INDONESIA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM JAMPERSAL


DI KOTA BEKASI TAHUN 2012

TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Kesehatan Masyarakat

NOVENTY CHAIRANI MANIK


NPM : 1106048016

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KEBIJAKAN KESEHATAN
DEPOK
JULI 2013

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.
Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.
Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Implementasi
Kebijakan Program Jampersal di Kota Bekasi Tahun 2012”. Penulisan tesis ini
dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia. Dalam proses pembuatan dan menyusun Tesis ini penulis memperoleh
dukungan baik moril maupun material dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Atik Nurwahyuni, SKM, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang dalam
kesibukannya telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan penuh
kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
2. Dr dra Dumilah Ayuningtyas, MARS, selaku dosen penguji yang telah banyak
memberikan masukan dan arahan demi kesempurnaan tesis ini.
3. drg Wahyu Sulistiadi, MARS, selaku penguji yang telah memberikan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
4. drg Doni Arianto, MKM, selaku penguji dan atasan langsung yang bersedia
memberikan waktu untuk menguji di sela-sela kesibukan yang padat, serta
memberikan masukan guna kesempurnaan tesis ini.
5. dra Nunuk Agustina, MKM selaku penguji yang telah membantu peneliti
selama penelitian di Kota Bekasi serta telah memberikan masukan guna
kesempurnaan tesis ini.
6. Seluruh Dosen Pengajar Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
telah memberikan ilmu yang berharga bagi penulis selama perkuliahan.
7. Dr Pujiyanto, SKM, M.Kes, selaku ketua Departemen AKK dan staf
sekretariat yang telah banyak memberikan bantuan administrasi kepada
penulis dalam proses belajar mengajar tampa mengenal lelah.
8. drg Usman Sumantri, M.Sc selaku Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan yang telah memberikan izin dan dukungan moril kepada penulis
selama pendidikan di FKM UI.
iv

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


9. dr Kalsum Komaryani, MPPM selaku pimpinan langsung di tempat kerja yang
telah memberikan kesempatan dan dukungan moril kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan pendidikan di pascasarjana IKM UI.
10. dra Pipin Aprilah, M.Si selaku atasan penulis di PPJK atas pengertiannya
memberikan izin dan dukungan moril kepada penulis selama perkuliahan
hingga penyusunan tesis ini.
11. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi, bu Tanti, bu Sri Widiatun, mba Heni
serta staf yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis selama
penelitian.
12. Orangtuaku tercinta Bpk M. Manik dan Ibunda T.H. Sinaga yang senantiasa
memberikan doa restu dan dorongan selama penulis mengikuti pendidikan.
13. Suamiku tercinta Maraden dan anak-anakku tersayang Marcelino dan Mario
terima atas pengertian, perhatian dan cinta yang diberikan selama perkuliahan
sampai penyusunan tesis ini.
14. Teman-temanku seangkatan terutama kak Neneng, Lemi, Farida, Nelly,
Deddy, Irwan, Ikhsan, Ari, Eli, atas segala bantuan untuk selalu bersedia
saling berbagi suka, duka dan pengalaman selama perkuliahan
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan saran, koreksi serta kritik membangun untuk
perbaikan tesis ini. Harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat bagi pihak yang
berkepentingan.

Depok, Juli 2013

Penulis

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.
ABSTRAK

Nama : Noventy Chairani Manik


Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Judul : Implementasi Kebijakan Program Jampersal Di Kota
Bekasi Tahun 2012

Program Jaminan Persalinan merupakan suatu terobosan untuk menurunkan


Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) sehingga dapat
mempercepat capaian target Millenium Development Goals (MDGs). Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisa implementasi kebijakan program Jampersal di
Kota Bekasi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanan program belum berjalan optimal
sebagaimana yang diharapkan, sehingga menyebabkan cakupan masih rendah.
Agar implementasi program Jampersal dapat berjalan dengan optimal diperlukan
koordinasi Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan Pemerintah Daerah dan lintas
sektor terkait seperti Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Selain itu perlu melakukan
monitoring dan evaluasi rutin ke RSUD Kota Bekasi, Puskesmas dan Bidan
Praktik Mandiri.

Kata kunci :
Implementasi Kebijakan Program Jampersal, Kota Bekasi

viii

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


ABSTRACT

Name : Noventy Chairani Manik


Study Program : Public Health Sciences
Title : Delivery Security Program Policy Implementation in
Bekasi in 2012

Delivery Security Program is a breakthrough to reduce Maternal Mortality Rate


(MMR) and Infant Mortality Rate (IMR) in order to accelerate the achievement of
the Millennium Development Goals (MDGs). This study aims to analyze the
implementation of program policies Delivery Security in Bekasi. The research
method used was a qualitative approach and data collection using in-depth
interviews and document review. The results showed that the optimal conduct of
the program has not run as expected, resulting in coverage is still low. Delivery
Security program implementation in order to run optimally required coordination
with the City Health Office Bekasi local government and across relevant sectors
such as the Indonesian Midwives Association (IBI). In addition to the need to
perform regular monitoring and evaluation to Bekasi City Hospital, health centers
and midwives Independent Practice.

Key words :
Delivery Security Program Policy Implementation, in Bekasi

ix

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i


LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ............................... vi
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ......................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................ 5
1.3. Pertanyaan Penelitian ....................................................... 6
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................. 6
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................ 6
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Definisi Kebijakan Publik ................................................. 8
2.2. Analisis Kebijakan Publik ................................................. 10
2.3. Implementasi Kebijakan ................................................... 13
2.4. Evaluasi Kebijakan ........................................................... 27
2.5. Program Jampersal .......................................................... 28
2.6. Teori Kendala atau Theory Of Constaint .......................... 34

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BEKASI


3.1. Luas Wilayah dan Letak Geografis ................................... 38
3.2. Kependudukan ................................................................... 38
3.3. Sarana Kesehatan ............................................................... 39
3.4. Tenaga Kesehatan .............................................................. 42
3.5. Pelayanan Kesehatan ......................................................... 43
3.6. Derajat Kesehatan .............................................................. 45

BAB IV KERANGKA KONSEP


4.1. Kerangka Konsep ............................................................... 47
4.2. Definisi Operasional ........................................................... 48

BAB V METODOLOGI PENELITIAN


5.1. Metodologi Penelitian ........................................................ 51
5.2. Tahapan Penelitian .............................................................. 51
5.3. Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................... 52
5.4. Informan .............................................................................. 52
x

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


5.5. Instrumen Penelitian ............................................................ 53
5.6. Pengolahan dan Analisa Data ............................................. 53
5.7. Validitas Data ...................................................................... 53

BAB VI HASIL PENELITIAN


6.1. Pencapaian Indikator ............................................................ 55
6.2. Kerangka Penyajian .............................................................. 56
6.3. Karakteristik Informan ......................................................... 56
6.4. Hasil Wawancara Mendalam ............................................... 56
6.5. Analisis Kendala .................................................................. 78

BAB VII PEMBAHASAN


7.1. Komunikasi ......................................................................... 84
7.2. Sumber-Sumber .................................................................. 85
7.3. Disposisi .............................................................................. 91
7.4. Struktur Birokrasi ................................................................ 93
7.5. Lingkungan Implementasi.................................................... 94

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN


8.1. Kesimpulan ......................................................................... 96
8.2. Saran ................................................................................... 97

DAFTAR REFERENSI
LAMPIRAN

xi

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR GAMBAR

2.1. Model Analisis Kebijakan .............................................................. 11


2.2. Model Proses Implementasi Kebijakan ............................................ 17
2.3. Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on Implementation
(Edward III, 1980).......................................................................... 18
2.4. Variabel-variabel Proses Implementasi Kebijakan ............................. 24
2.5. Teori Implementasi Kebijakan Menurut Grindle ............................... 26
2.6. Bagan Penyaluran dan Pertanggungjwaban Dana Jamkesmas ............ 32
4.1. Kerangka Konsep ........................................................................... 47

xii

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR SINGKATAN

AKB : Angka Kematian Bayi


AKI : Angka Kematian Ibu
AKN : Angka Kelahiran Neonatus
BPS : Badan Pusat Statistik
BPS : Bidan Praktik Swasta
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
IMR : Infant Mortality Rate
Jampersal : Jaminan Persalinan
KB : Keluarga Berencana
KIA : Kesehatan Ibu dan Anak
KN1 : Kunjungan Neonatus pertama
MDGs : Millenium Develoment Goals
MMR : Maternal Mortality Rate
NAKES : Tenaga Kesehatan
PKS : Perjanjian Kerja Sama
PPJK : Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Riskesadas : Riset Kesehatan Daerah
SDKI : Survey Demografi Kesehatan Indonesia
SKRT : Survey Kesehatan Rumah Tangga
SPM : Standar Pelayanan Minimal
TOC : Theory Of Constraint
TT : Tempat Tidur

xiv

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR TABEL

1.1.Penerima Dana Penyelenggaraan Jamkesmas Dasar dan Jampersal


Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011 ................................................. 4
3.1.Data Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Di Kota Bekasi Tahun 2011.. 41
3.2.Jumlah Rumah Sakit di Kota Bekasi Tahun 2009-2012....................... 41
3.3.Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Bekasi Tahun 2010-2011...... 42
3.4.Cakupan Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) di Kota Bekasi
Tahun 2011-2012 .......................................................................... 44
3.5.Cakupan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan Pelayanan
Kesehatan Ibu Nifas Di Kota Bekasi Tahun 2011-2012..................... 44
3.6.Jumlah dan Penyebab Kematian Ibu Di Kota Bekasi
Tahun 2007-2011 ......................................................................... 46
6.1.Indikator Program Jampersal Dinas Kesehatan Kota Bekasi
Tahun 2011-2012 ......................................................................... 55
6.2.Jumlah Rujukan Pasien Jampersal di RSUD Kota Bekasi Thn 2012.... 71

xiii

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Panduan Wawancara Mendalam


Lampiran 2 : Matrik Definisi Variabel dan Sumber Informasi
Lampiran 3 : Matrik Pertanyaan Wawancara Mendalam
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data dari FKM UI
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian dan Menggunakan Data dari Dinas
Kesehatan Kota Bekasi
Lampiran 6 : Peraturan Walikota Bekasi Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan
Pendapatan Pada Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Persalinan (Jampersal) di
Puskesmas dan Jaringannya di Kota Bekasi
Lampiran 7 : Keputusan Kepala Dinkes Kota Bekasi tentang Tim Pengelola
Penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK Kota Bekasi Tahun 2012

xv

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hingga saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi
dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup,
AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi baru lahir (AKN) 19 per
1000 kelahiran hidup. Kondisi ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia
yang memiliki AKI hanya 31 per 100.000 kelahiran hidup (Mediakom,2012).
Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000)
pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun dari 228 pada tahun 2007
menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menurun dari 34
pada tahun 2007 menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2011).
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian
ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%). komplikasi pueperium 8%, partus
macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT
2001).
Selain itu, kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko
keterlambatan (Tiga Terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan
kehamilan (terlambat mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh
pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas
kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI),
salah satunya adalah dengan melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA). Menurut hasil Riskesda 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan
pada kelompok miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan
persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai
55,4% (Riskesdas, 2010).

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


2

Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan
di fasilitas kesehatan adalah kurang meratanya penyebaran tenaga medis yang ada
dan jarak yang jauh antara tempat tinggal dengan fasilitas kesehatan. Selain itu juga
disebabkan keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan
menggulirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) melalui Peraturan Menkes
RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011. Program Jampersal merupakan suatu
intervensi pembiayaan untuk menanggung seluruh biaya persalinan mulai dari masa
kehamilan, persalinan hingga masa nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan
dan pelayanan bayi baru lahir. Tujuan dari program ini adalah menjamin akses
pelayanan persalinan masyarakat oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dalam
rangka menurunkan AKI dan AKB. Program ini diperuntukan bagi siapa saja yang
belum mempunyai jaminan, tidak tergantung status sosial ekonomi yang
bersangkutan.
Jaminan persalinan (Jampersal) sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat khususnya pelayanan persalinan, mulai dari kemudahan akses,
penanganan oleh tenaga kesehatan terlatih dan biaya ditanggung pemerintah.
Menurut Menkes dalam Mediakom (Kemenkes, 2012) dalam pelayanan kesehatan
ibu dan anak, cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan telah meningkat secara
bermakna, dari 61,4% di tahun 2007 menjadi 87,4% di tahun 2011. Sekalipun
demikian masih ada sejumlah kendala yang harus diselesaikan dalam waktu singkat
untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu.
Berdasarkan petunjuk teknis Jampersal yang dikeluarkan Kementerian
Kesehatan ada 2 (dua) indikator yang dipakai untuk melihat keberhasilan program
Jampersal ini yaitu (1) Indikator Kinerja Program (sesuai dengan program KIA) dan
(2) Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan. Di dalam indikator
kinerja pendanaan akan dilihat tentang ketersediaan dana untuk program ini,
termanfaatkannya dana serta terselenggaranya proses klaim secara akuntabel.
Program Jaminan Persalinan (Jampersal) sudah bergulir sejak tahun 2011 di
seluruh wilayah Indonesia termasuk di provinsi Jawa Barat. Dengan jumlah
penduduk terbesar, tidak heran jika provinsi ini menyumbang jumlah terbesar Angka

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


3

Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Menurut
Mediakom (Kemenkes, 2012) Jawa Barat merupakan salah satu dari lima provinsi
yang memiliki AKI terbesar di Indonesia di samping provinsi Jawa Tengah, Nusa
Tenggara Timur, Banten dan Jawa Timur dengan total angka 5.767 kematian atau
50% dari 11.767 kematian ibu di Indonesia tahun 2010. (Mediakom, Kemenkes
2012)
Berdasarkan pencatatan dan pelaporan Puskesmas pada tahun 2011 cakupan
KN1 di Kota Bekasi 99% dan kunjungan KN Lengkap 70,81%. Persentase ini jauh di
atas angka nasional maupun provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Riset Kesehatan
Daerah (Riskesdas) tahun 2010, diketahui bahwa KN Lengkap nasional sebesar 38%
lebih rendah dari KN lengkap Jawa Barat sebesar 45,6 persen (Profil Kesehatan Kota
Bekasi, 2011)
Namun berdasarkan indikator pendanaan, terlihat masih belum optimal.
Berdasarkan data dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes 2012,
pada tahun 2011 Kota Bekasi menerima luncuran dana sebesar Rp. 7.963.505.000
(Tujuh milyar sembilan ratus enam puluh tiga juta lima ratus lima ribu rupiah) untuk
Jamkesmas pelayanan dasar dan pelayanan persalinan. Dari dana yang diluncurkan
tersebut hanya terserap 4% atau sebesar Rp. 357.821.000, dengan rincian untuk
Jamkesmas pelayanan dasar sebesar Rp. 193.400.000 dan Rp. 164.400.000 untuk
pelayanan persalinan. (PPJK, 2012)
Data Penerima dan Pemanfaatan Dana Jamkesmas Dasar dan Jampersal di
Provinsi Jawa Barat tahun 2011 dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


4

Tabel 1.1
Penerima Dana Penyelenggara Jamkesmas Dasar dan Jampersal
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
TOTAL PEMANFAATAN
RINCIAN PEMANFAATAN DANA
DANA
13 NAMA KAB/KOTA TOTAL
Pelayanan
Pelayanan Dasar Rp %
Persalinan
1 KOTA BANDUNG 9.885.588.000 - 679.250.000 679.250.000 7%
2 KOTA BOGOR 4.258.604.000 910.722.000 - 910.722.000 21%
3 KOTA CIREBON 1.463.217.000 513.902.500 429.230.000 943.132.500 64%
4 KOTA SUKABUMI 1.265.860.000 266.486.500 254.000.000 520.486.500 41%
5 KOTA BEKASI 7.963.505.000 193.421.000 164.400.000 357.821.000 4%
KOTA
6 TASIKMALAYA 3.549.311.000 1.764.930.500 1.784.380.000 3.549.310.500 100%
7 KOTA CIMAHI 2.298.674.000 481.797.300 212.700.000 694.497.300 30%
8 KOTA DEPOK 6.118.877.000 938.434.500 164.990.000 1.103.424.500 18%
9 KOTA BANJAR 822.873.000 54.280.000 272.688.000 326.968.000 40%
10 KAB BOGOR 23.927.098.000 2.591.677.000 6.460.825.000 9.052.502.000 38%

11 KAB SUKABUMI 14.119.011.000 1.441.932.500 8.441.074.891 9.883.007.391 70%


12 KAB CIANJUR 12.466.934.000 2.778.483.163 4.454.783.110 7.233.266.273 58%
13 KAB BANDUNG 15.874.257.000 1.170.582.000 1.245.230.000 2.415.812.000 15%
KAB BANDUNG
14 BARAT* 7.065.456.000 369.169.700 1.220.590.000 1.589.759.700 23%
15 KAB GARUT 16.253.672.000 4.152.006.525 7.071.168.000 11.223.174.525 69%
16 KAB TASIKMALAYA 12.170.760.000 3.160.731.700 5.301.150.000 8.461.881.700 70%
17 KAB CIAMIS 7.569.137.000 1.081.233.220 4.425.336.700 5.506.569.920 73%
18 KAB KUNINGAN 5.724.243.000 1.653.205.280 1.761.150.000 3.414.355.280 60%
19 KAB CIREBON 17.657.655.000 2.466.248.500 7.302.330.000 9.768.578.500 55%
20 KAB MAJALENGKA 6.814.913.000 1.967.939.100 1.533.560.000 3.501.499.100 51%
21 KAB SUMEDANG 7.361.309.000 1.779.988.500 2.751.930.000 4.531.918.500 62%
22 KAB INDRAMAYU 9.915.722.000 670.228.260 3.436.290.000 4.106.518.260 41%
23 KAB SUBANG 11.088.561.000 1.765.113.050 5.674.050.000 7.439.163.050 67%
24 KAB PURWAKARTA 4.291.997.000 100.150.050 1.191.101.000 1.291.251.050 30%
25 KAB KARAWANG 12.262.726.000 1.627.583.000 3.757.670.000 5.385.253.000 44%
26 KAB BEKASI 11.290.001.000 2.872.750.500 1.325.250.000 4.198.000.500 37%

TOTAL PROV. JABAR 233.479.961.000 37.948.442.348 79.502.201.592 117.450.643.940 50%

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


5

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 26 Kab/Kota di provinsi Jawa Barat
pemanfaatan dana terkecil adalah kota Bekasi yaitu 4% dan terbesar di kota
Tasikmalaya yaitu 100%. Pada tahun 2012, berdasarkan data Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan Kemenkes, pemanfaatan dana Jampersal di kota Bekasi masih
sangat kecil walaupun sudah ada peningkatan dibandingkan tahun 2011 yang lalu.
Dari dana yang diluncurkan sebesar Rp. 17.255.383.000 yang dimanfaatkan hanya
Rp. 1.310.000.000 atau sekitar 7,6 persen (PPJK, 2013).
Berdasarkan data laporan dan pencatatan Puskesmas di kota Bekasi tahun
2011, jumlah kematian ibu dilaporkan sebanyak 18 orang, lebih rendah dari tahun
2010 dan 2009 sebanyak 20 orang. Namun di tahun 2012 kematian ibu meningkat
menjadi 28 orang. Proporsi kematian ibu tertinggi di Kota Bekasi adalah ibu
bersalin/melahirkan (45%), ibu hamil 33% dan ibu nifas (22%). Perdarahan
merupakan komplikasi persalinan yang dapat terjadi pada kehamilan muda, selama
dan pasca persalinan. Proporsi kematian yang disebabkan oleh perdarahan
menempati posisi tertinggi diantara tiga penyebab utama kematian ibu yaitu
perdarahan, eklamsia dan sepsis. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu
untuk menganalisa lebih lanjut mengenai implementasi kebijakan program
Jampersal ini di Kota Bekasi tahun 2012.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Komitmen Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan terhadap ibu dan bayi ditunjukkan antara lain dengan meluncurkan
program Jaminan Persalinan (Jampersal) sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011. Dengan adanya program ini diharapkan masyarakat
dapat mengakses pelayanan persalinan mulai dari masa kehamilan, persalinan hingga
masa nifas termasuk bayi di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi dan Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan, implementasi
kebijakan program ini belum optimal terutama dilihat dari indikator pendanaan. Hal
inilah yang mendorong peneliti ingin menganalisa lebih lanjut mengenai
implementasi kebijakan program Jampersal ini ditinjau dari faktor komunikasi,
sumber-sumber, disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan implementasi. Selain itu

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


6

peneliti juga ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam
implementasi program Jampersal tersebut di Kota Bekasi tahun 2012.

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN


a. Bagaimana gambaran implementasi kebijakan program Jampersal di Kota
Bekasi tahun 2012 ditinjau dari faktor komunikasi, sumber-sumber,
disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan implementasi ?
b. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam
implementasi kebijakan program Jampersal tahun 2012 di Kota Bekasi ?

1.4. TUJUAN PENELITIAN


1.4.1. Tujuan Umum : Menganalisa implementasi kebijakan program Jampersal di
Kota Bekasi tahun 2012.

1.4.2. Tujuan Khusus :


1. Menggali informasi mengenai implementasi kebijakan program Jampersal
di Kota Bekasi pada tahun 2012 ditinjau dari faktor komunikasi, sumber-
sumber, disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan implementasi.
2. Menggali informasi secara mendalam mengenai faktor penghambat /
kendala dalam implementasi kebijakan program Jampersal di Kota Bekasi
tahun 2012.

1.5. MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1. Kementerian Kesehatan
Sebagai bahan evaluasi dalam pengambilan kebijakan kedepan terhadap
program Jampersal yang sudah diluncurkan.

2. Dinas Kesehatan Kota Bekasi


Sebagai bahan masukan untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi
dalam pelaksanaan program Jampersal guna peningkatan keberhasilan
program dimasa yang akan datang.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


7

3. FKM UI
Sebagai sumbangan referensi literatur di dunia akademis dalam
menganalisa implementasi suatu kebijakan program di bidang kesehatan.

4. Peneliti
Peneliti dapat menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan terutama
yang berhubungan dengan kebijakan kesehatan di lapangan.

1.6. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian tentang implementasi kebijakan program Jampersal di Kota Bekasi


tahun 2012 ini, merupakan penelitian kualitatif. Dalam menganalisa implementasi
kebijakan program Jampersal ini, ada 4 (empat) faktor yang akan diteliti yaitu
komunikasi, sumber-sumber, disposisi dan struktur birokrasi. Selain itu penulis
merasa perlu menambahkan satu variabel lagi yaitu lingkungan implementasi yang di
dalamnya terdapat mekanisme keuangan daerah.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI KEBIJAKAN PUBLIK

Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan atau keputusan yang


dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang
ada dan berkembang di masyarakat. James E. Anderson (1979) mengatakan
Public Policies are those policies developed by governmental bodies and
officals, dapat diartikan bahwa Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan
yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat pemerintah. Kebijakan
publik bertujuan untuk mendistribusikan berbagai nilai sesuai kewenangan
yang dimiliki pemerintah, dari pemerintah pusat sampai ke pemerintah
daerah/lokal.
Menurut Robert Eyestone kebijakan publik “secara luas” dapat
didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.
Ada banyak definisi kebijakan publik menurut sudut pandang masing-masing
penulisnya (Harbani Pasolong, 2007, h 38-39) sebagai berikut :
1. Chandler dan Plano (1988 : 107), mengatakan bahwa kebijakan publik
adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada
untuk memecahkan masalah publik atau pemerintah. Bahkan Chandler dan
Plano beranggapan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk
investasi yang kontinu oleh pemerintah demi kepentingan orang-orang yang
tidak berdaya dalam masyarakat agar mereka dapat hidup dan ikut
berpartisipasi dalam pemerintahan.

2. William N Dunn (1994), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu


rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh
lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut
tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energi, kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


9

3. Thomas R Dye (1981), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah


“apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan”.
Dye mengatakan bahwa bila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu
maka harus ada tujuannya (obyektifnya) dan kebijakan publik itu meliputi
semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-mata merupakan pernyataan
keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.

4. Shfritz & Russel (1997 : 47) mendefinisikan kebijakan publik dengan


sederhana dan menyebut “is whatever government decides to do or not to
do”.Kedua pengarang tersebut mengatakan bahwa apa yang dilakukan ini
merupakan respons terhadap suatu isu politik.

5. Chaizi Nasucha (2004:37), mengatakan bahwa kebijakan publik adalah


kewenangan pemerintah dalam pembuatan suatu kebijakan yang digunakan
dalam perangkat peraturan hukum. Kebijakan tersebut bertujuan untuk
menyerap dinamika sosial dalam masyarakat, yang akan dijadikan acuan
perumusan kebijakan agar tercipta hubungan sosial yang harmonis.
Dari pengertian beberapa pakar di atas dapat disintetiskan bahwa kebijakan
publik adalah rencana atau tindakan pemerintah untuk memecahkan masalah di
masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Menurut Nugroho (2006 :31) dalam buku Harbani Pasolong (2007),
kebijakan publik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Kebijakan yang bersifat makro, yaitu kebijakan atau peraturan yang bersifat
umum seperti UUD 1945, UU, PP pengganti UU, PP, Peraturan Presiden,
Peraturan Daerah.

2. Kebijakan yang bersifat meso, yaitu kebijakan yang bersifat menengah atau
memperjelas pelaksanaan, seperti kebijakan Menteri, Peraturan Gubernur,
Peraturan Bupati dan Peraturan Walikota.

3. Kebijakan yang bersifat mikro, yaitu kebijakan bersifat mengatur


pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan diatasnya, seperti kebijakan
yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah Menteri, Gubernur, Bupati
dan Walikota.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


10

James Anderson (1979 : 23-24) dalam buku Pandji Santosa (2008),


sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses kebijakan publik sebagai
berikut :
1 Formulasi masalah
2 Formulasi kebijakan
3 Penentuan kebijakan
4 Implementasikan kebijakan
5 Evaluasi kebijakan

2.2. ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

Analisis kebijakan publik adalah aktivitas yang menghasilkan


pengetahuan tentang dan pengetahuan dalam proses pembuatan kebijakan.
Secara historis, tujuan analisis kebijakan adalah menyediakan informasi bagi
pembuat kebijakan untuk dijadikan bahan pertimbangan yang nalar guna
menemukan pemecahan masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik
terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta
argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan
pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.
Menurut William N. Dunn (2003:29) analisis kebijakan adalah disiplin
ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan
argument untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan
dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka
memecahkan masalah-masalah kebijakan. Nugroho (2006:50) dalam buku
Harbani Pasolong (2007), mengatakan bahwa analisis kebijakan adalah
pemahaman akan suatu kebijakan atau pula pengkajian untuk merumuskan
suatu kebijakan.
Sedangkan Weimer and Vining, (1998:1) dalam buku Harbani Pasolong
(2007) mengatakan : The product of policy analysis is advice. Specifically, it is
advice that inform some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik
lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik
yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh
organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


11

alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya


berdasarkan tujuan kebijakan.
Menurut Dunn (1991: 51-54) dalam buku Harbani Pasolong (2007), ada
tiga bentuk atau model analisis kebijakan, yaitu model prospektif, model
retrospektif dan model integratif. Gambar 2.2 memvisualkan model analisis
kebijakan.

Gambar 2.1.
Model Analisis Kebijakan

Sebelum IMPLEMENTASI Sesudah


KEBIJAKAN

KONSEKUENSI-KONSEKUENSI KEBIJAKAN

Model Prospektif Model Integratif Model Retrospektif

Sumber : Edi Suharto, PhD, Kebijakan Publik, 2005

1. Model prospektif
Model ini adalah bentuk analisis kebijakan yang mengarahkan kajiannya
pada konsekuensi-konsekuensi kebijakan ‘sebelum’ suatu kebijakan
diterapkan. Model ini dapat disebut sebagai model prediktif, karena
seringkali melibatkan teknik-teknik peramalan (forecasting) untuk
memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu
kebijakan yang akan diusulkan.

2. Model retrospektif
Model ini adalah analisis kebijakan yang dilakukan terhadap akibat-akibat
kebijakan ‘setelah’ suatu kebijakan diimplementasikan. Model ini biasanya
disebut sebagai model evaluatif, karena banyak melibatkan pendekatan
evaluatif terhadap dampak-dampak kebijakan yang sedang atau telah
diterapkan.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


12

3. Model integratif
Model ini adalah perpaduan antara kedua model di atas. Model ini kerap
disebut sebagai model komprehensif atau model holistik, karena analisis
dilakukan terhadap konsekuensi-konsekuensi kebijakan yang mungkin
timbul baik ‘sebelum’ maupun ‘sesudah’ suatu kebijakan dioperasikan.
Model analisis kebijakan ini biasanya melibatkan teknik-teknik peramalan
dan evaluasi secara terintegrasi.
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat
dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu
dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu. Analisis kebijakan sebelum
adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga
hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru.
Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan
mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan
kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas.
Menurut Thomas Dye (1972) dalam buku Pandji Santosa (2008) ada
enam model analisis yang dipergunakan dalam studi kebijakan publik yaitu :
1. Model Sistim
Model ini memotret kebijakan publik sebagai hasil (output) sistim politik.
Penggunaan teori ini merupakan pendekatan yang paling sederhana, namun
cukup komprehensif meskipun tidak memadai lagi untuk dipergunakan
sebagai landasan perumusan kebijakan dan atau pengambilan keputusan.

2. Model Massa Elite


Model ini menyatakan bahwa masyarakat bersifat apatis dan kekurangan
informasi mengenai kebijakan publik. Karena itu kelompok elitelah yang
akan mempertajam pendapat umum. Pejabat dan administrator publik
hanyalah pelaksana kebijakan yang telah ditentukan oleh kelompok elite
tersebut.

3. Model Kelompok
Model ini berangkat dari dalil bahwa interaksi antara kelompok-kelompok
merupakan titik pusat kenyataan politik. Kelompok dipandang sebagai

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


13

jembatan antara individu dan pemerintah. Politik adalah area perjuangan


kelompok untuk memenangkan kebijakan publik.

4. Model Rasional
Model ini menyatakan bahwa kebijakan merupakan suatu pencapaian
sasaran secara efisien. Kita dapat mengatakan suatu kebijakan adalah
rasional, jika kebijakan itu paling efisien. Pengertian efisien hendaknya
jangan dicerna dalam pengertian rupiah dan sen. Sebaliknya ide mengenai
efisiensi lebih melibatkan kalkulasi semua pengorbanan sosial, politik dan
ekonomi yang terjadi selama proses kebijakan publik.

5. Model Inkrementalitas
Model ini memandang kebijakan publik sebagai kelanjutan aktivitas
pemerintah yang lalu, dengan modifikasi-modifikasi yang sepotong demi
sepotong (bersifat inkremental)

6. Model Institusional
Hubungan antara kebijakan publik dan lembaga-lembaga pemerintah adalah
amat erat. Seringkali dikatakan, suatu kebijakan tidak akan menjadi
kebijakan publik sebelum ia diangkat, dilaksanakan, dan diperkuat oleh
lembaga pemerintah. Lembaga-lembaga pemerintah memberikan kebijakan
publik tiga karakteristik yang berbeda : Pertama pemerintah memberikan
legitimasi pada kebijakan. Kedua, kebijakan pemerintah melibatkan aspek
universalitas. Ketiga, pemerintah memegang monopoli untuk melaksanakan
kehendaknya kepada masyarakat.

2.3. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses


kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar
mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan. Kebijakan publik yang telah
disahkan tidak akan bermanfaat apabila tidak diimplementasikan secara
maksimal dan benar. Hal ini disebabkan karena implementasi kebijakan
publik berusaha untuk mewujudkan kebijakan publik yang masih
bersifat abstrak kedalam realita nyata. Maka harus ada implementor

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


14

yang konsisten dan profesional untuk mensosialisasikan isi kebijakan


tersebut. Dengan kata lain, bahwa pelaksanaan kebijakan publik berusaha
menimbulkan hasil (outcome) yang dapat dinikmati terutama oleh
kelompok sasaran (target groups).
Menurut Edward III (1980:1) dalam buku Pandji Santosa (2008) bahwa
implementasi kebijakan adalah :”Is the stage of policymaking between the
establishment of a policy”. Pentingnya implementasi kebijakan dalam proses
kebijakan ditegaskan oleh Udoji (1981:32) dalam buku Pandji Santosa (2008)
sebagai “the execution of policies is important if not more important than
policy making”.Policies will remain dreams or blue prints file jackets unless
they are implement”. (pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting,
bahkan mungkin jauh lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Dalam
kaitannya dengan pengelolaan kepentingan publik menurut pandangan Shafritz
dan Russel (2005:55) dalam buku Pandji Santosa (2008) mengemukakan bahwa
”Implementation is the process of putting a government program into effects; it
is the total process of translating a legal mandate, whether an executive order
or an enaced statute into appropriate program directives and structures that
provide service or creative goods”.
Menurut Hinggis (1985) dalam buku Harbani Pasolong (2007) definisi
implementasi adalah rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya
sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran
strategi. Gordon (1986) dalam buku Harbani Pasolong (2007) mengatakan
bahwa implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada
realisasi program.
Dalam implementasi kebijakan publik, terdapat dua pilihan
langkah yang dapat dilakukan, yakni langsung mengimplementasikan
dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan
derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Pada prinsipnya,
kebijakan bertujuan untuk melakukan intervensi. Dengan demikian,
implementasi kebijakan pada hakaketnya adalah tindakan (action)
intervensi itu sendiri.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


15

Dari beberapa pengertian di atas dapat disintetiskan bahwa


implementasi kebijakan adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk
melaksanakan sesuatu kebijakan secara efektif. Dalam sejarah perkembangan
studi implementasi kebijakan, dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna
memahami implementasi kebijakan, yakni pendekatan top down, dan bottom
up.

A. Implementasi Sistim Rasional (Top Down)


Mazmanian dan Sabatier (1983) dan Ratmono (2008) dalam buku
Pandji Santosa (2008) berpendapat bahwa implementasi top down adalah
proses pelaksanaan keputusan kebijakan mendasar. Beberapa ahli yang
mengembangkan model implementasi kebijakan dengan perspektif top down
adalah sebagai berikut:

1. Van Meter dan Van Horn


Menurut Van Horn (1975) dalam buku Solichin (2005), implementasi
kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan
kinerja kebijakan publik. Beberapa variabel yang mempengaruhi kebijakan
publik adalah sebagai berikut :
a) Aktifitas implementasi dan komunikasi antar organisasi
b) Karakteristik agen pelaksana/implementor
c) Kondisi ekonomi, sosial dan politik
d) Kecenderungan (dispotition) pelaksana/implementor
Perbedaaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi
oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya Van Meter dan
Van Horn menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk
menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model
konseptual yang menghubungkan kebijakan dengan kinerja kebijakan.
Mereka menegaskan bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak
merupakan konsep-konsep yang penting dalam prosedur-prosedur
implementasi. Dengan memanfaatkan konsep-konsep tersebut, maka
permasalahan yang perlu dikaji dalam hubungan ini ialah hambatan-
hambatan apakah yang terjadi dalam mengenalkan perubahan dalam

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


16

organisasi? Seberapa jauhkan tingkat efektifitas mekanisme-mekanisme


kontrol pada setiap jenjang struktur? (masalah ini menyangkut kekuasaan
dari pihak yang paling rendah tingkatannya dalam organisasi yang
bersangkutan). Seberapa pentingkah rasa keterikatan masing-masing orang
dalam organisasi? (hal ini menyangkut masalah kepatuhan)
Atas dasar pandangan tesebut maka Van Meter dan Van Horn berusaha
untuk membuat tipologi kebijakan menurut :
a) Jumlah masing-masing perubahan yang akan dihasilkan
b) Jangkauan atau lingkup kesepakatan terhadap tujuan diantara pihak-
pihak yang terlibat dalam proses implementasi.
Alasan dikemukakannya hal ini ialah bahwa proses implementasi itu
akan dipengaruhi oleh dimensi-dimensi kebijakan semacam itu, dalam
artian bahwa implementasi akan berhasil apabila perubahan yang
dikehendaki relatif sedikit.
Hal lain yang dikemukan mereka bahwa yang menghubungkan kebijakan
dan kinerja dipisahkan oleh sejumlah variabel bebas yang saling berkaitan.
Variabel-variabel bebas itu adalah :
a) Ukuran dan tujuan kebijakan
b) Sumber-sumber kebijakan
c) Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana
d) Komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
e) Sikap para pelaksana
f) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


17

Gambar 2.2.
Model Proses Implementasi Kebijakan

Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan

Ukuran dan tujuan


kebijakan
Ciri badan Sikap para
Prestasi
pelaksana pelaksana
kerja
Sumber-sumber
kebijakan

Lingkungan :
ekonomi, Sosial dan
Politik

Sumber : Solichin Abdul Wahab, 1997:80)

Variabel-variabel kebijakan bersangkut paut dengan tujuan-tujuan yang


telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada
badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal;
sedangkan komunikasi antar organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan
pelaksanaannya mencakup antar hubungan di dalam lingkungan politik dan
dengan kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya, pusat perhatian pada sikap
para pelaksana mengantarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari
mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.

2. George Edward III


Menurut Edwards implementasi kebijakan adalah salah satu tahap
kebijakan publik, antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-
konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya.
Dalam mengkaji implementasi kebijakan, Edwards mulai dengan
mengajukan dua pertanyaan yakni :

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


18

a) Prakondisi-prakondisi apa yang diperlukan sehingga suatu implementasi


kebijakan berhasil?
b) Hambatan-hambatan utama apa yang mengakibatkan suatu
implementasi gagal?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor
yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber-sumber, disposisi, dan
struktur birokrasi.

Gambar 2.3.
Model Pendekatan Direct and Indirect Impact on
Implementation (Edward III,1980)

Komunikasi

Sumber-Sumber

Implementasi
Disposisi

Struktur
Birokrasi

Sumber: Budi Winarno (2012:211)

1) Komunikasi
Komunikasi kebijakan merupakan proses penyampaian informasi
kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana
kebijakan (policy implementors). Informasi yang disampaikan bertujuan
agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan,
arah, kelompok sasaran (target grup) kebijakan, sehingga pelaku
kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan
dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


19

berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses
komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan.
a. Transmisi
Dimensi transmisi menghendaki agar informasi tidak hanya
disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada
kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Penyaluran komunikasi
yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik
pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah
adanya salah pengertian (miscomunication), hal tersebut
disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan
birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan
Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang disampaikan
jelas dan mudah dipahami serta tidak membingungkan (tidak
ambigu/mendua). Selain itu juga untuk menghindari kesalahan
interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun
pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan.

c. Konsistensi
Dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan
harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan
pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan atau dijalankan).
Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka
dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

2) Sumber -Sumber
Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas
dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber
yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka
implementasi inipun cenderung tidak efektif. Dengan demikian sumber-

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


20

sumber dapat merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan


kebijakan publik. Sumber-sumber yang penting meliputi : staf yang
memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-
tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan serta
alokasi dana/anggaran yang cukup untuk melaksanakan program.
a. Staf
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan
dari sumber daya manusia (staf) yang cukup kualitas dan
kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan
keterampilan, dedikasi, profesionalitas, dan kompetensi di
bidangnya, sedangkan kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber
daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh
kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya
manusia yang handal implementasi kebijakan akan berjalan lambat.

b. Wewenang
Wewenang ini akan berbeda-beda dari satu program ke program
yang lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda. Wewenang
berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa
kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.

c. Fasilitas
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas
yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan
menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau
kebijakan.

d. Alokasi Dana/Anggaran
Alokasi dana yang cukup sangat mempengaruhi implementasi
kebijakan. Bagaimana program dapat dilaksanakan tampa adanya
dukungan dana.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


21

3) Disposisi
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi
kebijakan adalah sikap dari implementor. Apabila implementator
memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan,
sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak
akan terlaksana dengan baik. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada
variabel disposisi, menurut George C. Edward III adalah:
a. Sikap Pelaksana
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-
hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil
yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan
oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan
personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi
pada kepentingan masyarakat. Selain itu pelaksana kebijakan harus
memiliki kejujuran dan komitmen yang tinggi, sehingga mereka
selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi dan
tanggungjawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

b. Insentif
Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan
memberikan insentif. Pemberian insentif kepada para pembuat
kebijakan dapat mempengaruhi tindakan mereka dalam
melaksanakan kebijakan. Insetif ini mungkin menjadi salah satu
faktor pendukung yang membuat para pelaksana kebijakan
melaksanakan perintah dengan baik. Dengan kata lain perlu
pemberian insentif bagi para pelaksana program agar mereka
mendukung dan bekerja secara total dalam melaksanakan
kebijakan/program.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


22

4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua
hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri yaiu :
a. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan
biasanya sudah dibuat Standard Operation Procedur (SOP). SOP
menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar
dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan
sasaran kebijakan.

b. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu


panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan
kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi
menjadi tidak fleksibel.

3. Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier Sabatie


Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis
implementasi kebijakan negara ialah mengidentifikasi variabel yang
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan
proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kategori besar yaitu : (Solichin, 2005) :
a) Mudah tidaknya masalah yang digarap dikendalikan
Terlepas dari kenyataan bahwa banyak sekali hambatan yang
ijumpai dalam implementasi program-program pemerintah,
sebenarnya ada sejumlah masalah-masalah sosial yang jauh lebih
mudah untuk ditangani dibandingkan dengan masalah lainnya.

b) Kemampuan kebijakan untuk menstruktur proses implementasi


secara tepat.
Mahkamah/pengadilan atau perintah eksekutif dapat menstrukturkan
proses implementasi ini dengan cara menjabarkan tujuan-tujuan
formal yang akan dicapainya, dengan cara menseleksi lembaga-

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


23

lembaga yang tepat untuk mengimplementasikannya, dengan cara


memberikan kewenangan dan dukungan sumber-sumber finansial
pada lembaga-lembaga tersebut dengan cara mempengaruhi
orientasi kebijaksanaan dari para pejabat pemerintah, dan dengan
cara memberikan kesempatan berpartisipasi bagi pihak swasta atau
lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam proses implementasi
itu.

c) Pengaruh langsung pelbagai variabel politik terhadap keseimbangan


dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan
tersebut.
Meskipun undang-undanglah yang menetapkan struktur dasar hukum
dimana politik implementasi seharusnya berlangsung, ada beberapa
variabel eksternal kunci yang dapat mempengaruhi output-output
kebijakan badan pelaksana. Variabel-variabel tersebut adalah kondisi
sosial ekonomi dan teknologi; dukungan publik; sikap sumber-sumber
yang dimiliki kelompok; dukungan pejabat yang lebih tinggi; komitmen
dan kemampuan kepemimpinan dari pejabat pelaksana.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


24

Gambar 2.4.
Variabel-variabel Proses Implementasi Kebijakan

A. Mudah/tidaknya Masalah dikendalikan


1. Kesukaran-kesukaran teknis keragaman
perilaku kelompok sasaran
2. Prosentase kelompok sasaran dibanding
jumlah penduduk
3. Ruang lingkup perubahan perilaku yang
diinginkan

B. Kemampuan Kebijakan C. Variabel di luar kebijakan


untuk menstrukturkan yang mempengaruhi proses
proses implementasi implementasi
1. Kejelasan dan konsistensi 1. Kondisi sosio-ekonomi dan
tujuan teknologi
2. Digunakan teori kausal 2. Dukungan publik
yang memadai 3. Sikap dan sumber-sumber
3. Ketepatan alokasi sumber yang dimiliki kelompok-
dana kelompok
4. Keterpaduan hirarki 4. Dukungan dari pejabat
dalam dan diantara atasan
lembaga pelaksana 5. Komitmen dan
5. Rekruitmen pejabat kemampuan
pelaksana kepemimpinan pejabat-
6. Akses formal pihak luar pejabat pelaksana

D. Tahap-tahap dalam Proses Implementasi (Variabel Tergantung)

Output Ketersediaan Dampak Dampak Perbaikan


Kebijaksa Kelompok Nyata Output mendasar
naan Sasaran Output Kebijakan dalam
Badan- mematuhi kebijak sebagai Undang-
Badan output sanaan dipersepsi Undang
Pelaksana Kebijaksanaan

Sumber : Solichin Abdul Wahab, 1997:82)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


25

Pada gambar tersebut diatas ketiga variabel disebut variabel bebas


(independen variabel), dibedakan dari tahap-tahap implementasi yang
harus dilalui, disebut variabel tergantung (dependent variabel).
Dalam hubungan perlu diingat bahwa tiap tahap akan berpengaruh
terhadap tahap yang lain; misalnya tingkat kesediaan kelompok sasaran
untuk mengindahkan atau mematuhi ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam keputusan-keputusan kebijakan dari badan-badan (instansi)
pelaksanaan akan berpengaruh terhadap dampak nyata (actual impact)
keputusan-keputusan tersebut.

4. Grindle
Menurut Grindle (1980) dalam Nawawi (2009) , implementasi
kebijakan ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya.
Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, barulah
implementasi kebijakan dilakukan. Keberhasilan ditentukan oleh derajat
implementasi dari kebijakan tersebut. Dalam Leo Agustino (2008)
kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut :
a) Kepentingan yang terpengaruh oleh kebijakan
b) Jenis manfaat yang akan dihasilkan
c) Derajat perubahan yang diinginkan
d) Kedudukan pembuat kebijakan
e) Pelaksana program
f) Sumber daya yang dikerahkan
Model Grindle ini lebih menitikberatkan pada konteks kebijakan,
khususnya yang menyangkut dengan implementor, sasaran dan arena
konflik yang mungkin terjadi di antara para aktor implementasi serta
kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


26

Gambar 2.5.
Teori Implementasi Kebijakan Menurut Grindle

Tujuan Hasil Kebijakan


Kebijakan Variabel yang • Dampak pada
berpengaruh masyarakat, individu
Tujuan yang • Isi Kebijakan dan kelompok
dicapai ? • Lingkungan • Perubahan dan
Implementasi penerima masyarakat

Program aksi Mengukur


Program yang
dan Proyek Keberhasilan
dilaksanakan sesuai
rencana ?

B. Implementasi Kebijakan Bottom Up


Model implementasi dengan pendekatan bottom up muncul sebagai
kritik terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2008),
mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi
adalah hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan.
Model bottom up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah
negosiasi dan pembentukan konsensus. Masih menurut Parsons (2008),
model pendekatan bottom up menekankan pada fakta bahwa implementasi
di lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.
Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi
kebijakan dalam perspektif bottom up adalah Adam Smith. Menurut Smith
(1973) dalam Islamy M (1987), implementasi kebijakan dipandang sebagai
suatu proses atau alur. Model Smith ini memandang proses implementasi
kebijakan dari proses kebijakan dari perspektif perubahan sosial dan politik,
dimana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk
mengadakan perbaikan atau perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok
sasaran.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


27

Menurut Smith dalam Islamy M(1987), implementasi kebijakan


dipengaruhi oleh empat variable, yaitu :
a) Idealized policy : yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus
kebijakan dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan
merangsang target group untuk melaksanakannya.
b) Target groups : yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan
dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan
oleh perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari
implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-
pola perilaku dengan kebijakan yang telah dirumuskan.
c) Implementing organization : yaitu badan-badan pelaksana yang
bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.
d) Environmental factors : unsur-unsur di dalam lingkungan yang
mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial,
ekonomi dan politik.

2.4. EVALUASI KEBIJAKAN


Badjuri & Admin (2003:132) dalam buku Harbani Pasolong (2007)
mengatakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan salah satu tahapan penting
kebijakan. Bila mengacu kepada teori Jones (1984:198) dalam buku Pandji
Santosa (2008) Evaluasi kebijakan adalah “ judging the merit of goverment
processes and program,” bahwa evaluasi kebijakan adalah penilaian terhadap
kemampuan pemerintah dalam proses dan programnya. Oleh karena itu untuk
melakukan evaluasi kebijakan menurut Anderson (1975:171-172) dalam buku
Pandji Santosa (2008) teridentifikasi 6 (enam) masalah yang akan dihadapi dalam
proses evaluasi kebijakan yakni : 1) Ketidakpastian atas tujuan-tujuan kebijakan;
2) Kausalitas; 3) Dampak kebijakan yang menyebar; 4) Kesulitan dalam
memperoleh dana; 5) Resistensi pejabat dan 6) Evaluasi yang mengurangi
dampak.
Suchman (dalam Jones, 1984:169) dalam buku Pandji Santosa (2008)
menggambarkan langkah-langkah evaluasi kebijakan sebagai berikut :

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


28

1. Mengidentifikasi tujuan-tujuan program yang akan dievaluasi.


2. Analisis terhadap masalah.
3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi.
5. Menentukan apakah langkah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain.
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak.
Evaluasi kebijakan bertujuan untuk mengukur efektivitas dan dampak
kebijakan. Dalam melakukan evaluasi kebijakan, alat-alat yang dapat
dipergunakan antara lain; “performance budgeting” (anggaran yang disusun
berdasarkan kegiatan), “program budgeting” (anggaran yang disusun berdasarkan
program).
Untuk dapat melakukan evaluasi, diperlukan rincian tentang apa yang
perlu dievaluasi, pengukuran terhadap kemajuan yang diperoleh dengan
mengumpulkan data, dan analisis terhadap data yang ada terutama berkaitan
dengan output dan outcome yang diperoleh untuk kemudian dibandingkan dengan
tujuan suatu program. Hubungan sebab akibat harus diteliti secara cermat antara
kegiatan program dengan output dan outcome yang nampak.
Problem yang biasanya dihadapi dalam evaluasi kebijakan adalah
kelemahan dalam penyusunan indikator keberhasilan, dalam merumuskan
masalah, mengidentifikasi tujuan, perbedaan tentang persepsi terhadap tujuan
antara penilai dan yang dinilai, perbedaan dalam orientasi waktu dan sebagainya.
Salah satu program yang terpenting adalah unsur subyektivitas dalam evaluasi.
Memang diharapkan bahwa dalam evaluasi perlu adanya unsur obyektivitas dan
bebas nilai, namum dalam kenyataannya evaluasi sangat bersifat politis, misalnya
ada kecenderungan untuk melaporkan hasil yang sukses meskipun dalam
kenyataan tidak sukses, sebagai akibat dari kepentingan tertentu.

2.5. PROGRAM JAMPERSAL


Program Jampersal merupakan terobosan baru Kementerian Kesehatan
yang bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


29

tenaga kesehatan yang kompeten dan berwenang di fasilitas kesehatan dalam


rangka menurunkan AKI dan AKB. Dengan adanya program ini diharapkan dapat
menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan
persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas
termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir.
Program ini diperuntukkan bagi seluruh sasaran yang belum mempunyai
jaminan persalinan, sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga
Terlambat, diantaranya terlambat mengambil keputusan; terlambat memperoleh
pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan; dan terlambat sampai di fasilitas
kesehatan.

2.5.1. Sasaran dan Target


Sesuai dengan tujuan Jampersal yakni untuk menurunkan AKI dan AKB,
maka sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah :
a) Ibu hamil
b) Ibu bersalin
c) Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan)
d) Bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari)
Sasaran yang dimaksud di atas adalah kelompok sasaran yang berhak
mendapat pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan
persalinan baik normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi
untuk mencegah AKI dan AKB dari suatu proses persalinan.

2.5.2. Paket Manfaat


Manfaat yang diterima dalam pelayanan Jaminan Persalinan meliputi :
A. Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini
mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil ibu hamil
diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi :
a. 1 kali pada triwulan pertama
b. 1 kali pada triwulan kedua
c. 2 kali pada triwulan ketiga.
Pemeriksaan kehamilan yang jumlahnya melebihi frekuensi di atas
pada tiap-tiap triwulan tidak dibiayai oleh program ini.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


30

Penyediaan obat-obatan, reagensia dan bahan habis pakai yang


diperuntukkan bagi pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas, dan KB
pasca salin serta komplikasi yang mencakup seluruh sasaran ibu hamil,
bersalin, nifas dan bayi baru lahir menjadi tanggungjawab
Pemda/Dinas Kesehatan Kab/Kota.

B. Penatalaksanaan Persalinan
Mencakup :
a. Persalinan per vaginam
b. Persalinan per abdominam
c. Penatalaksanaan Komplikasi Persalinan
d. Penatalaksanaan bayi baru lahir
e. Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan

C. Pelayanan nifas (Post Natal Care)


a. Tatalaksana Pelayanan
Pelayanan nifas dijamin sebanyak 4 kali, terkecuali pelayanan nifas
dengan komplikasi yang dirujuk ke Rumah Sakit, maka pelayanan
nifas dilakukan sesuai pedoman pelayanan Nifas dengan
komplikasi tersebut.
b. Keluarga Berencana (KB)
Pemberi Pelayanan Jaminan Persalinan yang melakukan pelayanan
KB pasca persalinan wajib membuat pencatatan dan pelaporan alat
dan obat kontrasepsi yang diterima dan digunakan sesuai format
pencatatan dan pelaporan dan dikirimkan ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota, dan SKPD yang mengelola program keluarga berencana
di Kab/Kota setempat.

2.5.3. Pendanaan Jaminan Persalinan


Pendanaan Jaminan Persalinan merupakan bagian integral dari
pendanaan Jamkesmas, sehingga pengelolaannya pada Tim
Pengelola/Dinas Kesehatan Kab/Kota tidak dilakukan secara terpisah baik

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


31

untuk pelayanan tingkat pertama/pelayanan dasar maupun untuk pelayanan


tingkat/ rujukan.
Pendanaan Jamkesmas dan Jampersal di pelayanan dasar dan
rujukan merupakan belanja bantuan sosial (bansos) bersumber APBN yang
dimaksudkan untuk mendorong pencapaian program, percepatan
pencapaian MDG’s 2015 serta peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.

2.5.4. Penyaluran Dana


Dana Jamkesmas dan Jampersal yang menjadi satu kesatuan secara
utuh untuk pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta pelayanan
lanjutan di Rumah Sakit/Balkesmas, disalurkan langsung dari bank
operasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta V
ke :
a. Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota sebagai
penanggungjawab program a/n Institusi dan dikelola Tim Pengelola
Jamkesmas Kab/Kota untuk pelayanan kesehatan dasar dan persalinan
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
b. Rekening Rumah Sakit/Balai Kesehatan untuk pelayanan persalinan di
Fasilitas kesehatan Tingkat Lanjutan yang menjadi satu kesatuan
dengan dana pelayanan rujukan yang sudah berjalan selama ini.
Penyaluran dana untuk Dinkes Kab/Kota dilakukan secara bertahap
dan disesuaikan dengan kebutuhan serta penyerapan Kab/Kota. Kepala
Dinkes Kab/Kota membuat surat edaran ke Puskesmas untuk membuat
Plan of Action (POA) tahunan dan bulanan pelayanan Jamkesmas dan
Jampersal sebagai dasar perkiraan kebutuhan dana Puskesmas. Plan of
Action (POA) sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari POA
Puskesmas secara keseluruhan dan dihasilkan dari dalam Lokakarya mini
Puskesmas.
Sedangkan penyaluran dana pelayanan ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI
yang mencantumkan nama PPK Lanjutan dan besaran dana luncuran yang
diterima. Perkiraan besaran penyaluran dana pelayanan kesehatan

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


32

dilakukan berdasarkan kebutuhan RS yang diperhitungkan dari laporan


pertanggungjawaban dana PPK Lanjutan.
Bagan penyaluran Dana Jamkesmas dan Jampersal di Fasilitas
Kesehatan seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.6.
Bagan Penyaluran dan Pertanggungjawaban Dana Jamkesmas

2.5.5. Pemanfaatan Dana di Fasilitas Kesehatan


Pemanfaatan dana adalah penggunaan dana setelah menjadi
pendapatan fasilitas kesehatan baik fasilitas kesehatan pemerintah maupun
swasta. Pemanfaatan dana yang diterima oleh Dokter Praktik/Bidan
Praktik Mandiri, sepenuhnya menjadi hak Dokter Praktik/Bidan Praktik
Mandiri.
Pemanfaatan dana di fasilitas kesehatan pemerintah baik fasilitas
kesehatan tingkat pertama/dasar maupun fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan/rujukan, mengikuti ketentuan perundangan yang berlaku/tata

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


33

kelola keuangan daerah dan pengaturannya bergantung pada status fasilitas


kesehatan tersebut apakah BLU/BLUD atau non BLU/BLUD.
Untuk fasilitas kesehatan pemerintah/pemerintah daerah yang
sudah menerapkan PPK BLU (D), maka pemanfaatannya sesuai dengan
pengelolaan keuangan fasilitas kesehatan BLU (D), dimana penerimaan
fungsional fasilitas kesehatan tersebut dapat dikelola langsung dan tidak
disetorkan ke kas Negara/daerah secara fisik. Namun demikian tetap
dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Daerah (BUD) sebagai lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah
dan pengaturan pemanfaatannya sesuai RBA/DPA BLUD.
Untuk fasilitas kesehatan pemerintah daerah yang belum
menerapkan PPK-BLUD, maka penerimaan dari fasilitas kesehatan
merupakan pendapatan daerah dan wajib disetorkan ke kas daerah. Untuk
itu, baik pendapatan maupun penggunaannya wajib masuk dalam
Peraturan Daerah tentang APBD atau Perubahan APBD tahun anggaran
berkenaan. Agar bisa diperoleh pengembalian atas dana retribusi tersebut
dengan cepat dari kas daerah sehingga dapat digunakan untuk memberi
pelayanan kepada masyarakat berikutnya yang memerlukan, yang di
dalamnya termasuk jasa pelayanan yang dimaksudkan sebagai insentif
untuk mengakselerasi pencapaian MDGs, maka waktu penyetoran
penerimaan ke kas daerah disertai Surat Perintah Membayar (SPM) secara
bersamaan. Untuk itu kepala daerah agar membuat regulasi berkaitan
dengan pengaturan hal tersebut.

2.5.6. Indikator Keberhasilan


Jaminan persalinan diharapkan memberikan kontribusi dalam upaya
meningkatkan cakupan pencapaian program KIA. Untuk mengukur /
melihat keberhasilan Jaminan Persalinan sebagai dasar dalam menilai
keberhasilan dan pencapaian pelaksanan Jaminan Persalinan digunakan
beberapa kelompok indikator-indikator sebagai berikut :
1. Indikator Kinerja Program (sesuai dengan program KIA)
a. Cakupan K1
b. Cakupan K4

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


34

c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas


kesehatan
d. Cakupan penanganan komplikasi kebidanan
e. Cakupan pelayanan nifas lengkap (KF lengkap)
f. Cakupan peserta KB pasca persalinan
g. Cakupan kunjungan neonatal 1 (KN1)
h. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN Lengkap)
i. Cakupan penanganan komplikasi neonatal

2. Indikator Kinerja Pendanaan dan Tata Kelola Keuangan


a. Tersedianya dana jaminan persalinan pada seluruh daerah sesuai
kebutuhan
b. Termanfaatkannya dana Jaminan Persalinan bagi sasaran yang
membutuhkan.
c. Terselenggaranya proses klaim dan pertanggungjawaban dana
Jaminan Persalinan untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan
secara akuntabel.

2.6. TEORI KENDALA ATAU THEORY OF CONSTRAINT

Theory of constraint (TOC) atau teori kendala merupakan sebuah filosofi


manajemen sistem yang dikembangkan oleh Eliyahu M. Goldratt sejak awal 1980-
an dan dikenalkan dalam bukunya The Goal. TOC menyatakan bahwa kinerja
perusahaan (sistem) dibatasi constraints. Teori mengakui bahwa kinerja setiap
perusahaan dibatasi oleh kendala-kendalanya, yang kemudian mengembangkan
pendekatan kendala untuk mendukung tujuan, yaitu kemajuan yang terus-menerus
suatu perusahaan (continious improvement).
Beberapa definisi tentang TOC antara lain : “The theory of constraint
recognizes that the performance of any organization is limited by its constraint.
The theory of constraints than develops a specific approach to manage
constraints to support the objective of continous improvement” (Hansen and
Mowen, 2000:826). Teori of constraint adalah suatu teori yang memfokuskan
perhatian manajer pada kendala atau pemborosan yang memperlambat proses

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


35

produksi (Blocher et al, 2001 : 175). Sedangkan menurut Garrison and Noreen
(2003:21) : “ Theory of Constraints maintains that effectively managing the
canstraints is a key to success”. Dapat diartikan bahwa TOC adalah suatu
pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen-elemen yang
dibatasi untuk meningkatkan output.
TOC adalah suatu filosofi manajemen yang membantu sebuah perusahaan
dalam meningkatkan keuntungan dengan memaksimalkan produksinya dan
meminimalisasi semua ongkos atau biaya yang relevan. Penerapan TOC lebih
terfokus pada pengelolaan operasi yang terkendala sebagai kunci dalam
meningkatkan kinerja sistem produksi, nantinya dapat berpengaruh terhadap
profitabilitas secara keseluruhan.
Menurut Hansen dan Mowen (2000:601-602), jenis kendala dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan asalanya
a. Kendala internal (internal constraint) adalah faktor-faktor yang membatasi
perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan.
b. Kendala eksternal (external constraint) adalah faktor-faktor yang
membatasi perusahaan yang berasal dari sumber-sumber di luar
perusahaan.

2. Berdasarkan sifatnya
a. Kendala mengikat (binding constraint) adalah kendala yang terdapat pada
sumber daya yang telah dimanfaatkan sepenuhnya.
b. Kendala tidak mengikat atau kendur (loose constraint) adalah kendala
yang terdapat pada sumber daya yang terbatas yang tidak dimanfaatkan
sepenuhnya.
Sebelum menggunakan TOC sebagai suatu alat dalam melakukan perbaikan, ada
baiknya untuk mengetahui dasar-dasar yang digunakan oleh TOC dalam
menyelesaikan suatu permasalahan. Secara umum dasar pemikiran TOC adalah
sebagai berikut :
1. Sistem adalah suatu rantai
Dengan mengganggap fungsi sistem sebagai suatu rantai, maka bagian yang
paling lemah akan dapat ditemukan dan diperkuat.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


36

2. Optimasi lokal vs optimasi sistem keseluruhan


Karena adanya variasi dan interdependensi, performansi yang optimal dan
suatu sistem bukanlah merupakan penjumlahan dari seluruh optimasi lokal.

3. Sebab akibat
Seluruh sistem bekerja pada kondisi sebab akibat, sesuatu akan terjadi akibat
yang lain terjadi.

4. Efek-efek yang tidak diinginkan dan masalah utama


Sebenarnya, semua hal yang tidak baik yang terjadi dalam sistem, bukanlah
merupakan suatu masalah, tetapi merupakan indikator adanya sebuah masalah
yang merupakan penyebab utama semua gejala tersebut. Dengan
menghilangkan penyebab masalah utama, bukan hanya akan menghilangkan
efek-efek yang tidak diinginkan, tetapi juga akan mencegah kembali.

5. Solusi yang akan memperburuk keadaan


Inersia adalah musuh utama dalam proses perbaikan. Jangan sampai solusi
yang telah ditetapkan justru tambah memperburuk masalah. Jadi solusi yang
dibuat harus dievaluasi.

6. Constraint fisik vs constarint kebijakan


Constraint fisik merupakan constraint yang paling mudah ditangggulangi, tetapi efeknya
biasanya hanya sedikit. Tetapi dengan menanggulangi kebijakan, efeknya akan sangat
luas.

7. Ide bukan solusi


Ide terbaik yang pernah ada di dunia tidak akan disadari potensialnya sebelum
ide tersebut diimplementasikan. Dan kebanyakannya ide yang bagus gagal
pada tahap implementasinya.

Menurut Dumilah A, Purnawan J, The Blankon Indonesia ada lima langkah


dari Teori Hambatan (TOC) yaitu :
1. Identifikasi hambatan sistem
Langkah pertama adalah mengidentifikasi mata rantai mana yang terlemah
dari sistem. Apakah kelemahan itu bersifat fisik atau kebijaksanaan ?

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


37

2. Tentukan bagaimana menggarap hambatan itu


Langkah kedua adalah melakukan segala kemampuan yang ada untuk keluar
dari komponen penghambat dengan tampa melakukan perubahan-perubahan
yang mahal dan berpotensi memperbesar hambatan.

3. Delegasikan segala sesuatu kepada bawahan lainnya


Langkah ketiga adalah melakukan evaluasi hasil-hasil dari tindakan kita
terhadap hambatan yang ada; apakah hambatan itu masih menghambat
penampilan sistem? Apabila tidak, maka kita lanjutkan ke langkah lima.
Tetapi jika ya maka kita lanjutkan ke langkah 4.

4. Angkatlah hambatan itu


Langkah keempat dapat dilakukan jika langkah kedua dan ketiga tidak cukup
untuk menghilangkan kendala. Pada langkah ini terjadi perubahan besar-
besaran terhadap sistem yang ada seperti reorganisasi, penambahan modal
atau perubahan sistem secara substansial.

5. Mengulangi proses
Jika langkah ketiga dan keempat telah berhasil dilakukan maka akan
mengulangi lagi dari langkah pertama. Proses ini akan berputar sebagai suatu
siklus.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


38

BAB III
GAMBARAN UMUM KOTA BEKASI

3.1. LUAS WILAYAH DAN LETAK GEOGRAFIS


Kota Bekasi merupakan salah satu Kota di Provinsi Jawa Barat dengan
luas wilayah 210,49 km2. Secara geografi Kota Bekasi berada pada posisi
106o55’ – 107o55’ Bujur Timur serta 6o7’ – 6o15’ Lintang Selatan.pada ketinggian
19 m di atas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai
berikut :
 Sebelah Utara : Kabupaten Bekasi
 Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor
 Sebelah Barat : Provinsi DKI Jakarta
 Sebelah Timur : Kabupaten Bekasi

Wilayah administrasi kota Bekasi sejak tahun 2001 sampai tahun 2004 terbagi
menjadi 10 kecamatan yang terdiri dari 52 kelurahan. Tetapi mulai tahun 2005
sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 04 tahun 2004 tentang
Pembentukan Wilayah Administrasi kecamatan dan kelurahan, Kota Bekasi
terbagi menjadi 12 kecamatan yang terdiri dari 56 kelurahan.

3.2. KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk di kota Bekasi mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Hasil Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, jumlah penduduk Kota Bekasi sebanyak
2.334.871 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.183.620 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 1.151.251 jiwa. Dan tahun 2011 mengalami
sedikit peningkatan dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 1.205.990 dan
penduduk perempuan sebanyak 1.173.010 jiwa.
Kecamatan paling banyak kelebihan laki-laki adalah Kecamatan Bantar
Gebang dengan rasio jenis kelamin sebesar 112,11. Hal ini karena kecamatan
Bantar Gebang merupakan daerah industri manufaktur yang menarik banyak
pendatang terutama kaum laki-laki yang bekerja di sektor industri, selain itu di

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


39

daerah ini terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, banyak pendatang
laki-laki untuk mengadu nasib dengan mengais sampah di lokasi TPA Bantar
Gebang.
Berdasarkan Profil Kependudukan Kota Bekasi tahun 2012, pertumbuhan
penduduk Kota Bekasi tahun 2011 sebesar 4,96 persen. Dan berdasarkan data
BPS tahun 2010, laju pertumbuhan penduduk pertahunnya antara Sensus
Penduduk 2000 ke Sensus Penduduk 2010 sebesar 3,42 persen.
Persebaran penduduk di Kota Bekasi tidak merata, penduduk
terkonsentrasi di wilayah pusat kota sehingga hal ini dapat mengakibatkan daya
dukung lingkungan di wilayah tersebut menjadi rendah akibat kepadatan yang
tinggi. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan sosial seperti
pemukiman penduduk yang padat dan kumuh, kemacetan lalu lintas, kriminalitas,
dan sebagainya.

3.3. SARANA KESEHATAN


Sarana kesehatan yang terjangkau dan mencukupi merupakan salah satu
penunjang masyarakat untuk dapat mengakses pelayanan kesehatan. Jumlah
sarana kesehatan di Kota Bekasi baik sarana pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan sudah cukup memadai, namum penyebarannya belum merata yaitu
sebagian besar masih terkonsentrasi di wilayah pusat Kota Bekasi.
3.3.1. Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
a. Puskesmas
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan merupakan
unit pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berperan antara lain :
sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
kesehatan, pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer, serta pusat
pelayanan kesehatan perorangan primer. Puskesmas di Kota Bekasi tahun
2011 berjumlah 31 puskesmas, yang terdiri dari 5 puskesmas dengan
tempat perawatan dan 26 puskesmas non perawatan.
Rasio puskesmas per 100.000 penduduk tahun 2011 sebesar 1,30
menurun dari tahun 2010 sebesar 1,33 artinya setiap 100.000 penduduk
dilayani 1-2 puskesmas. Angka ini di bawah rasio puskesmas per 100.000

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


40

penduduk tahun 2010 secara nasional sebesar 3,79 (Profil Kesehatan


Indonesia Tahun 2010).
Penyebaran puskesmas di wilayah Kota Bekasi belum merata. Ada
kecamatan yang mempunyai 2 sampai 5 puskesmas, tetapi ada 4
kecamatan yang hanya mempunyai 1 puskesmas yaitu kecamatan Jati
Sampurna, Medan Satria, Bantar Gebang dan Mustika Jaya, dengan rasio
puskesmas terhadap kecamatan adalah 2,58 artinya setiap 1 kecamatan
rata-rata mempunyai 2-3 puskesmas.
Lima puskesmas dengan perawatan yang ada di Kota Bekasi yaitu
Puskesmas Pondok Gede (2 tempat tidur), Bojong Rawalumbu (5 tempat
tidur), Bantar Gebang (4 tempat tidur), Karang Kitri, (4 tempat tidur) dan
Puskesmas Jati Sampurna (5 tempat tidur), sehingga jumlah tempat tidur
semuanya sebanyak 20 buah.

b. Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu (Pustu) di Kota Beksi tahun 2011 berjumlah
28 yang tersebar di 12 kecamatan. Rasio puskesmas pembantu per 100.000
penduduk adalah 1,17 artinya setiap 100.000 penduduk dilayani oleh 1-2
puskesmas pembantu.

c. Sarana Pelayanan Kesehatan Lainnya


Posyandu di Kota Bekasi terus bertambah setiap tahunnya. Dari
1.464 posyandu pada tahun 2009 bertambah menjadi 1.500 posyandu di
tahun 2010 dan bertambah lagi pada tahun 2011 menjadi 1.506. Dari 1.506
posyandu ini, baru sebesar 41,77 persen yang merupakan posyandu aktif.
Sedangkan jumlah rumah bersalin di Kota Bekasi tahun 2011
sebanyak 32 yang menyebar hampir di seluruh Kecamatan, walaupun
penyebarannya tidak merata yaitu sebagian besar masih terkonsentrasi di
wilayah pusat Kota Bekasi.
Jumlah sarana kesehatan dasar yang ada di Kota Bekasi dapat kita
lihat pada tabel 3.1. di bawah ini.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


41

Tabel 3.1.
Data Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Di Kota Bekasi Tahun 2011

No Sarana Kesehatan Jumlah


1. Puskesmas Perawatan 5
2. Puskesmas Non Perawatan 26
3. Puskesmas Pembantu (Pustu) 28
4. Posyandu 1506
5. Rumah Bersalin 32
Sumber : Profil Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2011

3.3.1. Sarana Pelayanan Kesehatan Rujukan

Jumlah rumah sakit sebagai pelayanan kesehatan rujukan di Kota Bekasi


terus meningkat setiap tahunnya. Dengan meningkatnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat tentang pentingnya kesehatan serta meningkatnya
kemampuan sosial ekonomi, maka kemampuan masyarakat untuk memilih
pelayanan kesehatan yang memuaskan akan meningkat di tahun-tahun
mendatang, oleh karena itu upaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit harus
ditingkatkan mutunya. Jumlah Rumah Sakit di Kota Bekasi dapat dilihat pada
tabel 3.2. di bawah ini.
Tabel 3.2
Jumlah Rumah Sakit Di Kota Bekasi Tahun 2009-2012

Jumlah Rumah Sakit


Rumah Sakit
2009 2010 2011 2012
RSU Pemerintah 1 23 1 1
RSU Swasta 19 7 23 26
RSU Khusus Swasta 8 31 7 7
Jumlah Rumah Sakit 28 30 31 34
Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan, 2013

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


42

3.4. TENAGA KESEHATAN


Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan salah satunya oleh
ketersediaan sumber daya manusia di bidang kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan baik secara kualitas maupun kuantitas. Karena tenaga kesehatan
merupakan ujung tombak pelayanan kepada masyarakat sehingga sangat
diperlukan mengingat banyaknya program-program kesehatan yang harus
diselesaikan dan pelayanan kesehatan di Puskesmas maupun di Rumah Sakit.
Tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota
Bekasi terus meningkat. Tenaga kesehatan ini terdiri dari tenaga medis (dokter
umum 304 orang, dokter gigi 87 orang dan dokter spesialis 313 orang), tenaga
paramedis (perawat 3.146 orang, perawat gigi 74 orang, dan bidan 725 orang),
tenaga kefarmasian 581 orang, tenaga kesehatan masyarakat 122 orang, tenaga
gizi 174 orang, sanitarian 55 orang, terapis 125 orang, dan tenaga teknisi medis
375 orang. Rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk di Kota Bekasi dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.3.
Rasio Jumlah Tenaga Kesehatan di Kota Bekasi Tahun 2010-2011

Rasio Tenaga
No Jumlah Kesehatan/100.000
Jenis Tenaga Penduduk
.
2010 2011 2010 2011
1 Dokter Spesialis 156 313 6,68 13,16
2 Dokter Umum 263 304 10,96 12,78
3 Dokter Gigi 103 87 4,28 3,66
4 Bidan 459 725 19,62 30,47
5 Perawat Umum 1886 3146 79,7 132,24
6 Perawat Gigi 62 74 2,61 3,11
7 Kefarmasian 325 581 13,92 24,42
8 Gizi 124 174 5,23 7,31
9 Kesmas 176 122 6,08 5,13
10 Sanitasi 38 55 1,28 2,31
11 Teknisi Medis 248 374 10,54 15,72
12 Fisioterapi & OT 72 125 3 5,25

Sumber : Profil Kesehatan Kota Bekasi tahun 2011

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


43

Rasio dokter umum di Kota Bekasi pada tahun 2011 per 100.000
penduduk masih rendah yaitu 12,78 artinya 12-13 dokter melayani 100.000
penduduk. Namun jika dibandingkan dengan rasio dokter umum secara
nasional, rasio dokter umum di Kota Bekasi masih lebih tinggi. Rasio dokter
umum per 100.000 penduduk di Indonesia sebesar 10,66.
Demikian juga dengan rasio bidan per 100.000 penduduk sebesar 31,82
artinya 31-32 bidan melayani 100.000 penduduk. Dibandingkan dengan angka
nasional, rasio bidan per penduduk di Kota Bekasi jauh lebih rendah. Rasio
bidan per 100.000 penduduk di Indonesia sebesar 40,6.
Rasio perawat umum terhadap penduduk yaitu sebesar 132,24 per 100.000
penduduk artinya 132-133 perawat melayani 100.000 penduduk. Angka ini
jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka nasional yaitu 67,36 perawat
per 100.000 penduduk ( Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010).

3.5. PELAYANAN KESEHATAN


Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dapat dibagi dua
yaitu pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan. Pelayanan
kesehatan dasar ini antara lain : pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan
keluarga Berencana (KB) dan imunisasi. Yang termasuk pelayanan kesehatan ibu
dan anak ini antara lain adalah :

3.5.1. Pelayanan Antenatal (K1-K4)


Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, dan Anak (KIBBLA) merupakan
salah satu prioritas dan indikator kesehatan baik dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) maupun Millennium Development Goals (MDGs).
Pelayanan antenatal digunakan untuk memonitoring dan mendukung
kesehatan ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal.
Hasil pelayanan antenatal dilihat dari cakupan K1 (kunjungan ibu hamil
ke fasilitas kesehatan pada saat triwulan pertama) dan K4 (kunjungan ibu
hamil ke fasilitas kesehatan pada saat triwulan terakhir). Pelayanan
Antenatal merupakan gambaran besaran ibu hamil yang telah
mendapatkan pelayanan ibu hamil sesuai dengan standar dan paling sedikit

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


44

4 kali kunjungan (sekali pada triwulan pertama, sekali di triwulan kedua,


dan 2 kali di triwulan ketiga).
Jumlah cakupan pelayanan Antenatal di Kota Bekasi tahun 2009-
2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 3.4.
Cakupan Pelayanan Antenatal (K1 dan K4) di Kota Bekasi
Tahun 2011-2012
Tahun
Cakupan Pelayanan
2011 2012
Antenatal
Jumlah Persen Jumlah Persen
K1 51.732 92,4% 51.415 91,8 %
K4 47.788 85,3% 49.730 88,8 %
Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar,2013

3.5.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan


Salah satu pilar safe motherhood adalah persalinan yang bersih dan
aman sehingga akan menurunkan angka kematian ibu. Dalam upaya
mencapai target penurunan AKI di Kota Bekasi menurut RPJMD Kota
Bekasi tahun 2008-2013 dimana target penurunan AKI sebesar 90 persen
sampai dengan tahun 2013.Cakupan pertolongan oleh tenaga kesehatan
tahun 2011 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 85,88
persen pada tahun 2010 menjadi 83,9 persen sehingga masih di bawah
target.
Tabel 3.5.
Cakupan Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan
Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas di Kota Bekasi Tahun 2011-2012
Tahun
Cakupan Pelayanan 2011 2012
Jumlah Persen Jumlah Persen
Ibu Bersalin ditolong tenaga kesehatan 45.021 83,9% 46.957 87,5%
Ibu Nifas mendapat pelayanan kesehatan 20.646 38,5% 35.347 65,8%

Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar, 2013

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


45

3.5.3. Kunjungan Neonatus


Setiap bayi baru lahir sebaiknya mendapatkan kunjungan neonatus
dari tenaga kesehatan. Kunjungan neonatus dilakukan pada saat bayi
berumur 6-48 jam (kunjungan neonatus pertama atau KN1), 3-7 hari
(KN2), dan 8-29 hari (KN3). Bayi yang mendapatkan kunjungan neonatus
tiga kali dapat dinyatakan sebagai kunjungan neonatus lengkap atau KN
lengkap.
Cakupan KN1 berdasarkan pencatatan dan pelaporan puskesmas
2011 sama seperti tahun 2012 yaitu sebesar 99 persen. Namun kunjungan
neonatus ketiga (KN lengkap) di tahun 2011 mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2010, yaitu sebesar 76,67 persen tahun 2010 turun
menjadi 70,81 persen pada tahun 2011. Persentase itu jauh di atas angka
nasional maupun provinsi Jawa Barat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2010, diketahui bahwa KN lengkap nasional sebesar
38,0 persen lebih rendah dari KN lengkap provinsi Jawa Barat sebesar
45,6 persen. Penurunan ini karena kohort bayi belum berjalan optimal,
serta masih ada beberapa puskesmas salah mengisi KN.

3.6. DERAJAT KESEHATAN


Derajat kesehatan suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator antara
lain umur harapan hidup, kelahiran kasar, kematian dan kesakitan.

3.6.1. Kematian Ibu


Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Rate (MMR) adalah
banyaknya wanita yang meninggal karena suatu penyebab kematian terkait
dengan gangguan kehamilan atau penanganannya selama kehamilan,
melahirkan dan masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tampa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup. Manfaat
AKI adalah untuk menggambarkan tingkat kesadaran perilaku hidup sehat,
status gizi dan kesehatan ibu, kondisi lingkungan, tingkat pelayanan
kesehatan terutama untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan sewaktu ibu
melahirkan, dan masa nifas.
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


46

Berdasarkan profil kesehatan kota Bekasi tahun 2011, dapat kita


lihat ada beberapa penyebab kematian ibu seperti terlihat dalam tabel 3.5
di bawah ini. Dari tabel dapat diketahui bahwa penyebab kematian ibu
terbanyak adalah perdarahan.

Tabel 3.6.
Jumlah dan Penyebab Kematian Ibu di Kota Bekasi tahun 2007-2012

Penyebab Tahun

Kematian 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Perdarahan 3 5 2 8 3 5

Infeksi 0 0 2 0 1 0

Eklamsi 1 2 6 2 3 2

Lain-lain 8 2 10 10 11 21

Jumlah 12 9 20 20 18 28

Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar , 2013

Dari tabel 3.6. diatas dapat dilihat bahwa jumlah kematian ibu pada tahun
2012 dilaporkan sebanyak 28 orang; lebih tinggi dari tahun 2011 sebanyak
18 orang.

3.6.2. Kematian Bayi


Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR)
merupakan indikator yang baik untuk menilai status kesehatan di suatu
wilayah. Angka kematian bayi (dilaporkan) di Kota Bekasi tahun 2011
berdasarkan pencatatan dan pelaporan Puskesmas sebesar 0,93 per 1.000
kelahiran hidup. Angka ini turun jauh dari tahun 2010 sebesar 1,57 per
1.000 kelahiran hidup.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


47

BAB IV
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

4.1. KERANGKA KONSEP

Dalam bab 2 sebelumnya telah dijelaskan beberapa model pendekatan


implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini akan digunakan Model Pendekatan
Direct and Indirect Impact on Implementation George C. Edward III (Edward
III,1980) dan Model Implementasi Kebijakan Grindle. Sedangkan untuk
menganalisa kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Jampersal yang ada di Kota Bekasi tahun 2012 digunakan Theory Of Constraint
(TOC)
Dalam teori Edward III ini ada 4 variabel yang akan diteliti yaitu,
komunikasi, sumber-sumber, disposisi. dan struktur birokrasi. Peneliti merasa
perlu menambahkan satu variabel lagi dari teori Grindle yaitu lingkungan
implementasi dalam hal ini yaitu mekanisme keuangan daerah.

Gambar 4.1. Kerangka Konsep

Komunikasi
 Transmisi
 Konsistensi
 Kejelasan

Sumber -sumber
 Staf
 Wewenang
 Fasilitas Implementasi
 Dana Kebijakan
Program
Disposisi
 Sikap pelaksana Jampersal
 Insentif

Struktur Birokrasi
 SOP
 Fragmentasi
Analysis of
Lingkungan Implementasi Constraint
 Mekanismen Keuangan
Daerah

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


48

4.2. DEFINISI OPERASIONAL


NO VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL
1. Komunikasi Proses penyampaian informasi dari Kemenkes ke
Dinkes Kota Bekasi; Dari Dinkes ke Pemerintah
Daerah, Puskesmas, IBI dan lintas sektor terkait
dengan program Jampersal.
2. Transmisi Penyebaran informasi tentang kebijakan dan
pelaksanaan program Jampersal dari Dinas
Kesehatan Kota Bekasi ke jajaran yang di bawahnya
baik itu Puskesmas, BPS, IBI dan masyarakat dalam
bentuk sosialisasi.
3. Konsistensi Kesamaan informasi dari Kemenkes selaku pembuat
kebijakan dengan pelaksana kebijakan di Kota
Bekasi baik puskesmas, BPS dan RSUD.
4. Kejelasan Pemahaman yang sama dan tepat terhadap tujuan
dan isi kebijakan program Jampersal di Kota Bekasi
sesuai Permenkes Nomor 2562/Menkes/Per/2011
tentang Juknis Jampersal; untuk menghindari
kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan,
kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam
implementasi kebijakan.
5. Sumber-Sumber Kemampuan pendukung yang dimiliki Dinkes Kota
Bekasi dalam implementasi kebijakan program
Jampersal baik itu ketersediaan SDM, fasilitas,
wewenang dan alokasi dana.
6. Staf Tenaga medis yang dimiliki Dinas Kesehatan Kota
Bekasi dalam melaksanakan program Jampersal di
Kota Bekasi baik dari segi jumlah maupun
kompetensinya di fasilitas kesehatan (Puskesmas,
Rumah Sakit dan Bidan Praktek Swasta)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


49

7. Wewenang Pemberian otoritas atau legitimasi dari Kemenkes


kepada Dinkes Kota Bekasi yang kemudian
menurunkan kepada kepala puskesmas dan BPS
dalam melaksanakan kebijakan program Jampersal di
Kota Bekasi.
8. Fasilitas Sarana dan prasarana kesehatan yang tersedia untuk
menunjang program Jampersal baik alat-alat
kesehatan, obat-obatan, ruangan dan TT di fasilitas
kesehatan (Puskesmas, RS dan BPS).
9. Alokasi Ketersediaan dana yang cukup dan
dan/Anggaran berkesinambungan dari Pusat (Kememkes) untuk
melaksanakan program Jampersal di Kota Bekasi.
10. Disposisi Pelimpahan kewenangan dari Dinas Kesehatan Kota
Bekasi kepada pelaksana kebijakan program
Jampersal yang ada di bawahnya, baik puskesmas
maupun BPS.
11. Sikap Pelaksana Tindakan atau sikap dokter, bidan dan perawat dalam
melayani pasien Jampersal & non Jampersal baik di
Puskesmas, RS maupun BPS di Kota Bekasi.
12. Insentif Pengganti jasa pelayanan yang diberikan kepada
petugas kesehatan baik di Pelayanan Dasar
(Puskesmas dan BPS) maupun di Pelayanan Rujukan
(RS) dalam melaksanakan program Jampersal di
Kota Bekasi yang bertujuan untuk memotivasi
petugas kesehatan bekerja lebih baik dan rajin lagi
dalam melayani pasien Jampersal.
13. Struktur Koordinasi yang dilakukan oleh pembuat kebijakan
Birokrasi program Jampersal dalam hal ini Kemenkes dengan
pelaksana kebijakan program Jampersal di Kota
Bekasi; baik Dinkes, RSUD, BPS, IBI atupun lintas
sektor terkait lainnya.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


50

14. SOP (Standard Mekanisme implementasi kebijakan yang tertulis


Operating dalam kerangka kerja yang jelas oleh Kemenkes yang
Procedures) menajdi acuan dalam pelaksanaan program Jampersal
di Kota Bekasi.
15. Fragmentasi Koordinasi berjenjang dalam penyelenggaraan
program Jampersal dari pembuat kebijakan yaitu
Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Provinsi yang
turun ke Dinkes Kota Bekasi kemudian ke
Puskesmas, BPS dan lintas program dan sektor
terkait di wilayah Kota Bekasi.
16. Mekanisme Keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
keuangan daerah pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan
daerah sesuai dengan Peraturan Mendagri Nomor 22
tahun 2011. Sesuai dengan Permendagri tersebut
bahwa dana Jampersal merupakan bantuan sosial
bersumber APBN. Setelah fasilitas kesehatan
melakukan pelayanan dana tersebut berubah menjadi
pendapatan daerah yang harus disetorkan ke kas
daerah untuk fasilitas kesehatan yang non BLU(D).
17. Implementasi Tindakan yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kebijakan Kota Bekasi dalam pelaksanaan program Jampersal
Program yang keberhasilannya diukur berdasarkan indikator-
Jampersal indikator yang telah ditetapkan di Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 2565/Menkes/Per/2011 tentang
Juknis Jampersal.
18. Analysis of Analisis terhadap kendala-kendala yang dihadapi
Constraint dalam implementasi kebijakan Jampersal di Kota
Bekasi menurut teori Edward III dari 4 faktor yaitu :
komunikasi, sumber-sumber, disposisi, struktur
birokrasi dan ditambah teori Grindle yaitu

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


51

lingkungan implementasi.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


51

BAB V
METODOLOGI PENELITIAN

5.1. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, dengan


harapan dapat menggali informasi secara mendalam tentang implementasi
kebijakan program Jampersal di Kota Bekasi tahun 2012. Dengan adanya
penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi permasalahan dan kendala yang
terjadi serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program Jampersal yang
berjalan selama ini di Kota Bekasi.

5.2. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahapan yaitu :

a. Pengumpulan data yang dibagi dalam dua tahap yaitu wawancara mendalam
secara langsung kepada informan untuk mendapatkan data primer dan telaah
dokumen untuk mendapatkan data sekunder yang diperoleh dari Dinkes Kota
Bekasi maupun Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes.
b. Mempersiapkan panduan wawancara dan pertanyaan –pertanyaan yang akan
disampaikan dalam wawancara mendalam.
c. Membuat persetujuan dan kesepakatan serta perjanjian waktu terlebih dahulu
sebelum melakukan wawancara,
d. Menyiapkan check–list untuk memudahkan pewawancara dalam mengecek
agar tidak ada yang terlewatkan.
e. Mengajukan pertanyaan tentang 5 variabel yang sudah ditentukan sebelumnya
(komunikasi, sumber-sumber, disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan
implementasi).
f. Melakukan triangulasi data dan sumber.
g. Melakukan identifikasi terhadap faktor penghambat yang didapat melalui
wawancara dengan informan, lalu mengevaluasi hambatan tersebut.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


52

5.3. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN


Penelitian dilaksanakan di Kota Bekasi pada bulan April – Juni 2013 di
beberapa instansi pemerintah dan masyarakat Kota Bekasi seperti Dinas
Kesehatan, RSUD, Puskesmas dan Bidan Praktek Swasta yang melakukan
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan program Jampersal serta ibu bersalin. Dasar
pemilihan Puskesmas dalam penelitian ini adalah puskesmas perawatan
(Puskesmas Bantar Gebang) dan non perawatan (Puskesmas Pejuang) yang
cakupan kunjungan ibu hamil paling tinggi.

5.4. INFORMAN
Pemilihan informan dalam penelitian ini didasarkan kepada prinsip
kesesuain dan kecukupan melalui metode kunci utama. Adapun informan yang
dipilih adalah penanggungjawab kebijakan, pelaksana kebijakan di lapangan serta
ibu bersalin di Puskesmas terpilih. Karakteristik informan yang dipilih dalam
penelitian ini adalah informan yang telah mengelola program Jampersal minimal
6 bulan baik di Dinkes Kota Bekasi, RSUD, BPS maupun Puskesmas. Informan
yang diambil berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

No Informan Jumlah
1. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi 1 orang
2. Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Dinkes Kota Bekasi 1 orang
3. Kabid Pelayanan RSUD Kota Bekasi 1 orang
4. Kabid Keuangan RSUD Kota Bekasi 1 orang
5. Kepala Puskesmas 2 orang
6. Bendahara Puskesmas 2 orang
7. Bidan Koordinator Puskesmas 2 orang
8. Bidan Praktek Swasta 2 orang
9. Ibu bersalin yang menggunakan Jampersal 4 orang
10. Ibu bersalin yang tidak menggunakan Jampersal 4 orang

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


53

5.5. INSTRUMEN PENELITIAN


Instrumen penelitian y a n g digunakan untuk membantu kelancaran
pengumpulan data adalah :
a. Tape recorder : berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan
b. Buku catatan : berfungsi untuk untuk mencatat semua percakapan dengan
sumber data.
c. Panduan wawancara mendalam
d. Telaah dokumen dari data sekunder yang diperoleh melalui laporan dan rekap
dari Dinkes Kota Bekasi maupun Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
Kemenkes.

5.6. PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA


Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Mengumpulkan dan menelaah semua data yang diperoleh dari berbagai
sumber, baik dengan wawancara mendalam ataupun telaah data sekunder.
b. Membuat transkrip data dari hasil rekaman wawancara ke dalam bentuk
tulisan.
c. Transkrip hasil wawancara mendalam direduksi ke dalam bentuk matriks yang
kemudian dicari kata kuncinya (key word).
d. Mengkategorikan data, yaitu mengelompokkan data berdasarkan variabel
yang sudah ditentukan.
e. Interpretasi data hasil penelitian.
f. Pembahasan dilakukan terhadap variabel penelitian dengan analisis isi
(content analysis), yaitu membandingkan hasil penelitian dengan teori-teori
yang ada pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian dengan topik serupa.
g. Dari setiap variabel yang ada diidentifikasi hambatannya lalu dilakukan
evaluasi terhadap hambatan tersebut.

5.7. VALIDITAS DATA


Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid
apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan
sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Untuk mendapatkan data yang

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


54

valid sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, maka pada penelitian ini
dilakukan triangulasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data (cross check data) yang telah diperoleh dengan informan lain.
b. Triangulasi data untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data (cross check data) yang diperoleh melalui wawancara dengan
telaah dokumen yang ada. Jika terdapat data yang berbeda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada informan yang bersangkutan untuk
memastikan data mana yang dianggap benar.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


55

BAB VI
HASIL PENELITIAN

6.1. PENCAPAIAN INDIKATOR

Dari informasi yang didapat melalui wawancara mendalam dan telaah


dokumen didapat data cakupan K1 menurun dari tahun 2011 sebesar 92,4%
menjadi 91,8% di tahun 2012. Cakupan K4 ada peningkatan dari 85,3% menjadi
88,8% walaupun belum mencapai target yang diharapkan yaitu 95%. Cakupan ibu
bersalin yang ditolong nakes meningkat dari 83,9% menjadi 87,5% melebihi
target di tahun 2011 yaitu 80%. Sementara untuk cakupan ibu nifas yang
mendapat pelayanan kesehatan dan cakupan penanganan komplikasi neonatal
mengalami kenaikan, tetapi cakupan penanganan komplikasi kebidanan
mengalami penurunan.
Tabel 6.1.
Indikator Program Jampersal Dinas Kesehatan Kota Bekasi
Tahun 2011-2012

Tahun
No. Indikator 2011 2012
Absolute % Target Absolute %
1. Cakupan K1 51.732 92,4% 95% 51.415 91,8%
2. Cakupan K4 47.788 85,3% 95% 49.730 88,8%
Cakupan pertolongan
3. persalinan oleh tenaga 45.021 83,9% 80% 46.957 87,5%
kesehatan
Cakupan Ibu Nifas yang
4. 20.646 38,5% 80% 35.347 65,8%
mendapat pelayanan kesehatan
5. Cakupan kunjungan KN1 45.021 99,32% 46.957 99,75%
Cakupan kunjungan KN 70,55%
6. 32.098 70,81% 33.212
Lengkap
Cakupan penanganan
7. 8.277 73,9% 80% 6.880 61,4%
komplikasi kebidanan
Cakupan penanganan
8. 236 3,47% 80% 778 10,6%
komplikasi neonatal

Sumber : Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar, 2012

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


56

6.2. KERANGKA PENYAJIAN

Pada bab ini akan disajikan hasil penelitian yang disusun dari hasil
wawancara mendalam yang terkait dengan substansi penelitian meliputi variabel
komunikasi (transmisi, kejelasan, konsistensi); variabel sumber-sumber (staf,
wewenang, fasilitas, dana/anggaran); variabel disposisi (sikap pelaksana dan
insentif); variabel struktur birokrasi (SOP dan fragmentasi) serta variabel
lingkungan implementasi (mekanisme keuangan daerah).

6.3. KARAKTERISTIK INFORMAN

Semua informan yang berjumlah 20 orang, bersedia untuk diwawancarai.


Informan tersebut terdiri dari 2 (dua) orang dari Dinas Kesehatan sebagai
penanggungjawab program Jampersal dan Ketua Tim Pengelola
Jamkesmas/Jampersal; 6 orang informan sebagai pelaksana program di pelayanan
dasar; 2 orang, pelaksana program Jampersal di pelayanan rujukan 2; orang
Bidan Praktek Swasta (BPS) yang MoU dengan program Jampersal; dan 8 orang
masyarakat penerima pelayanan Jampersal yang diambil dari 2 Puskesmas (4
orang dari puskesmas Pejuang dan empat orang lagi dari Puskesmas Bantar
Gebang).

6.4. HASIL WAWANCARA MENDALAM


Wawancara mendalam dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai
faktor–faktor yang mempengaruhi implementasi program Jampersal di Kota
Bekasi. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
A. Komunikasi
Komunikasi kebijakan merupakan suatu proses penyampaian informasi
kebijakan dari pembuat kebijakan (policy maker) kepada pelaksana kebijakan
(policy implementors) (Widodo, 2011). Informasi perlu disampaikan untuk
mengetahui apa yang menjadi isi, tujuan, arah dan kelompok sasaran
kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


57

yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi


kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan
itu sendiri. Dalam variabel komunikasi ada tiga hal penting yang ditanyakan
kepada informan yaitu : transmisi, kejelasan dan kosistensi.
a) Transmisi
Penyaluran komunikasi yang baik akan menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Dalam program Jampersal ini informasi
disalurkan melalui sosialisasi dari Dinas Kesehatan kepada lintas program
dan lintas sektor terkait dengan program ini. Dari hasil wawancara dengan
informan di Dinkes Kota Bekasi diperoleh informasi sebagai berikut :
“............kan waktu sosialisasi kami keliling puskesmas; ada
pertemuan di BPS di RS Citra Harapan ngundang semua BPS.
Pertama undang seluruh Puskesmas (kepala puskesmas dan bidan
koordinator); Rumah Bersalin; di kecamatan-kecamatan rapat
dengan aparat pemerintahan dan tokoh masyarakat, agar mereka
mensosialisasikan ke warga. Untuk sosialisasi kami sudah lengkap
(P-1)

“................Jampersal adalah program pemerintah, dimana yang


menjadi sasarannya adalah masyarakat umum artinya bukan
hanya masyarakat miskin saja. Oleh karena itu pada saat
diinformasikan serta turunnya surat dari Pusat Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan Kemenkes kami menindaklanjuti dengan cara
sosialisasi kepada : (1) seluruh Puskesmas minimal 1x sebulan dan
biasanya selalu disinggung dalam setiap pertemuan rutin; (2)
sosialisasi ke tingkat kecamatan; (3) kepada Ikatan Bidan
Indonesia (IBI) dan lintas sektor terkait yang ada di kota Bekasi;
(4) kepada posyandu atau pertemuan-pertemuan lain di kelurahan
(P-2)

Berdasarkan petikan wawancara di atas diketahui bahwa sosialisasi


Jampersal di Kota Bekasi sudah berjalan dengan baik. Informasi dari Pusat
maupun dari Dinas Kesehatan Kota Bekasi sudah disalurkan ke tingkat

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


58

kecamatan, Ikatan Bidan Indonesia di Kota Bekasi, lintas sektor sampai ke


tingkat kelurahan dan posyandu.

Demikian juga untuk RSUD Kota Bekasi; sosialisasi Jampersal sudah


berjalan dengan baik. Direktur RSUD aktif mensosialisasikan program
Jampersal ke unit-unit terkait secara rutin 1x sebulan. Informasi tentang
program Jampersal diterima pihak RSUD secara langsung dari Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara dengan informan RSUD berikut ini :
“..................RSUD Kota Bekasi merupakan salah satu Rumah
Sakit yang mempunyai rujukan jampersal paling tinggi. RSUD
sudah melayani pasien Jampersal, sejak digulirkannya program ini
tahun 2011 sampai sekarang (P-3)

“...............Program Jampersal disambut baik pihak RSUD Kota


Bekasi. Direktur RSUD kemudian melakukan sosialisasi kepada
unit terkait dengan Jampersal melalui pertemuan rutin 1x sebulan.
Jika ada kebijakan baru dari Pusat (PPJK) langsung di
sosialisasikan kepada pelaksana program yang ada di RSUD
melalui pertemuan internal Rumah Sakit. Informasi tentang
program diterima langsung dari PPJK, Kemenkes (P-4)

Di tingkat Puskesmas pun didapat informasi bahwa sosialisasi sudah


berjalan dengan baik. Hal ini dapat diketahui dari hasil wawancara dengan
informan bahwa telah dilakukan sosialisasi melalui pertemuan secara
rutin 1x sebulan di Puskesmas. Selain itu juga dilakukan di posyandu
dan BPS serta adanya buklef, leaflet di Puskesmas. Petikan hasil
wawancara dengan Kepala Puskesmas tersebut adalah sebagai berikut :
“.......Kami sudah lakukan sosialisasi kepada BPS yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Bantar Gebang. Ada pertemuan
berkala/tiap bulan dengan BPS di Puskesmas. Selain itu juga
disosialisasikan dalam kegiatan posyandu. Kami juga memasang
buklef, leaflet di Puskesmas agar masyarakat mudah mengingat.
(P-5)
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


59

“.... Puskesmas sudah melakukan sosialisasi kepada seluruh BPS


2x dalam setahun. Selain itu juga melakukan sosialisai kepada
kemitraan (dukun bayi). Awal program berjalan secara rutin
diperkenalkan program jampersal ini sampai ke RT/RW juga
kepada kader-kader di posyandu (P-6)

Sosialisasi Jampersal sudah dilakukan juga kepada BPS. Dari dua orang
informan BPS didapat informasi bahwa awal digulirkannya program
Jampersal tahun 2011 sudah ada sosialisasi dari Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan IBI. Di dalam sosialisasis itu dijelaskan tentang cara
MoU, dan juga pembagian juknis Jampersal. Berikut ini akan
disampaikan petikan hasil wawancara dengan informan P-11 dan P-12
sebagai berikut :
“.............Sudah ada sosialisasi dari Dinas Kesehatan maupun
Puskesmas Pejuang. Tahun lalu dilakukan 2x, pertama di RS Citra
Harapan mengundang seluruh BPS yang ada di Kota Bekasi.
Bidan Iestin aktif membujuk BPS MoU, tapi awalnya banyak yang
gak mau karena tarifnya rendah dan ribet...(P-11)

“......Ada undangan dari Dinkes Kota Bekasi untuk seluruh BPS di


RS Citra Harapan. Di situ dijelaskan tentang persyaratan MoU
dan juga tentang kesiapan Dinkes membantu dalam pengklaiman
nantinya (P-12)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diatas, peneliti melihat


bahwa sosialisasi di puskesmas, RS, BPS bahkan di masyarakat seperti
posyandu sudah berjalan dengan baik.

b) Konsisten
Komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan
tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua. Dalam pelaksanaan
program Jampersal konsisten mengacu pada Peraturan Menkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Juknis Jampersal yang telah

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


60

dikeluarkan PPJK Kemenkes. Berikut ini hasil wawancara dengan


beberapa informan sebagai berikut :
“………Penyelenggaraan Jampersal mengacu pada juknis yang
dikeluarkan PPJK Kemenkes. Untuk mendukung pelaksanaannya
Dinas Kesehatan Kota Bekasi mengeluarkan SK Tim Pengelola
Jamkesmas/Jampersal dan BOK setiap tahun (P-1)

“....... Dinkes Kota Bekasi tidak mengeluarkan peraturan baru


terkait penyelenggaraan Jampersal. Pelaksanaannya mengacu
pada juknis yang dikeluarakan oleh Kemenkes PPJK.(P-2)

Dari hasil wawancara dengan kedua informan kunci di atas didapat


informasi bahwa penyelenggaraan Jampersal sesuai dengan Petunjuk
Teknis Jampersal yang dikeluarkan PPJK Kemenkes.

Dari hasil wawancara dengan informan Puskesmas dan RSUD didapat


informasi bahwa pelaksanaan Jampersal sudah mengacu pada Juknis
Jampersal seperti pernyataan informan berikut ini :
...............kita mengacu pada juknis dan manlak yang dikeluarkan
oleh PPJK Kemenkes. Tidak ada juknis lain yang dikeluarkan
RSUD (P-3).

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan di atas jelas diketahui


bahwa pelaksana kebijakan di pelayanan Puskesmas dan RSUD sudah
konsisten bahwa pelaksanaan program Jampersal mengacu pada Peraturan
Menkes Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Juknis Jampersal dan
Permenkes Nomor 40 tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan
Jamkesmas.

Kejelasan
Perintah atau instruksi yang diberikan kepada pelaksana program harus
jelas, sehingga tidak membingungkan. Demikian juga dalam pelaksanaan
program Jampersal ini, harus diketahui dengan jelas apa yang menjadi
tujuan dan sasaran program. Untuk mengetahui kejelasan program ini
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


61

peneliti melakukan wawancara dengan beberapa informan, yang hasilnya


adalah sebagai berikut :
“...sesuai dengan juknis jampersal bahwa tujuan program ini
untuk menurunkan AKI dan AKB dalam mempercepat pencapaian
MDGs. Program ini diperuntukkan bagi masyarakat yang belum
punya jaminan persalinan. (P-1)

“...Jampersal merupakan program nasional untuk menurunkan


AKI dan AKB dalam mempercepat pencapaian MDGs dengan
sasaran ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir
(sampai 28 hari).(P-2)

Dari kedua informan diatas didapat informasi bahwa yang menjadi tujuan
dari Jampersal adalah untuk menghilangkan hambatan finansial bagi ibu
hamil untuk mendapatkan persalinan yang didalamnya termasuk
pemeriksaan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan bayi baru lahir
dalam rangka menurunkan AKI dan AKB, untuk mempercepat pencapaian
MDGs.

B. Sumber-Sumber
Sumber-sumber memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi inipun cenderung
tidak efektif. Sumber-sumber disini mencakup sumber daya manusia
(staff), wewenang, fasilitas dan anggaran/dana.

a) Staf
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan salah satunya oleh
ketersediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan baik
secara kualitas maupun kuantitasnya. Dari wawancara kepada informan
diperoleh informasi sebagai berikut :
“.....secara umum jumlah tenaga kesehatan untuk program
Jampersal sudah mencukupi. Rasio dokter umum di Kota Bekasi
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


62

masih lebih tinggi dibandingkan dengan rasio dokter umum secara


nasional. Jumlah dokter dan bidan setiap tahun bertambah..(P-1)

“…………tenaga kesehatan di RSUD Kota Bekasi sudah


mencukupi. Pertambahan jumlah dokter spesialis tahun 2012
sangat meningkat secara signifikan. Tahun 2013 sudah ada dokter
jaga PONEK, sudah ada konselor, dokter obgyn, dan Tim PONEK
(P-3)

“..SDM cukup ada 10 bidan, perawat 6 dan 3 dokter umum (P-10)

Menurut ketiga informan diatas bahwa jumlah tenaga kesehatan untuk


program Jampersal ini sudah mencukupi baik jumlah maupun kualitasnya.
Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah dokter spesialis di RSUD dan
pertambahan dokter umum dan bidan setiap tahun (berdasarkan data profil
kesehatan 2011).

Tetapi beberapa informan berpendapat lain, seperti terlihat dalam hasil


petikan wawancara berikut ini :

“....Puskesmas Bantar Gebang merupakan adalah satu dari lima


puskesmas perawatan yang ada di kota Bekasi. Ada 11 bidan yang
rasanya belum cukup. Kan... setiap minggu harus jalan ke 3 Pustu,
trus posyandu sekali jalan 4 orang. Belum lagi karena puskesmas
perawatan harus ada pergantian shiff 3x dalam sehari.(P-9)

“..........tenaga kesehatan yang ada di puskesmas Pejuang masih


kurang dibandingkan dengan jumlah kunjungan yang sangat
tinggi. Di Puskesmas Pejuang ada 3 dokter umum dan 10 bidan.
Selain itu di Puskesmas Pejuang ada 100 posyandu dan 3 Pustu
yang rutin dikunjungi 1x seminggu secara bergantian. Setiap hari
Jumat ada kelas ibu hamil yang datang rata-rata 40 orang ibu
hamil. (P-6).

Menurut kedua informan diatas, tenaga kesehatan masih kurang terutama


di Puskesmas Perawatan, walaupun sudah ada 11 bidan. Pergantian shiff

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


63

3x sehari dan kegiatan rutin mengunjungi posyandu dan Pustu yang


jaraknya berjauhan membuat tenaga bidan dirasa masih kurang. Hal yang
sama juga dikeluhkan informan 6. Puskesmas ini mempunyai jumlah
kunjungan ibu hamil dan kelahiran paling tinggi di Kota Bekasi. Selain itu
Puskesmas ini punya program memberikan penyuluhan kepada ibu hamil
(kelas ibu) setiap Jumat pagi yang rata-rata pasiennya berjumlah 40 orang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Seksi Pelayanan Dasar dan Rujukan
Dinkes Kota Bekasi bahwa jumlah dokter dan bidan sudah mencukupi,
bahkan proporsinya lebih tinggi dari proporsi nasional. Menurut peneliti
perlu dilakukan pengkajian terhadap penempatan tenaga kesehatan yang
ada, sehingga distribusinya meerata sesuai kebutuhan.

b) Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan secara optimal. Setiap tahun Kepala Dinas sebagai
penanggungjawab program, mengeluarkan SK Tim Pengelola Jamkesmas
dan BOK. Program Jampersal merupakan bagian yang tak terpisahkan
dengan program Jamkesmas, sehingga SK pelaksanaannya menyatu
dengan SK Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK. Dengan SK ini Kepala
Puskesmas mempunyai keleluasaan untuk melaksanakan ide-idenya demi
kemajuan program Jampersal antara lain mendukung program KIA
dengan menerima persalinan 24 jam untuk pasien Jampersal, walaupun
pada tahun 2012 status puskesmas tersebut masih non perawatan. Hal ini
dapat dilihta dalam kutipan wawancara berikut ini :
“....sejak awal program ini disosialisasikan, saya selaku ketua IBI
di Kota Bekasi punya ide untuk menerima pasien Jampersal 24
jam. Kepala Puskesmas sangat mendukung program ini, saya
dipercaya untuk memegang program ini dan berhasil. Dapat
dilihat dari banyaknya pasien yang periksa dan yang ikut pada
kelas ibu hamil ± 40 orang setiap minggu. (P-10).

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


64

Keleluasaan dalam melaksanakan program dirasakan informan 10 selaku


Bidan Koordinator Puskesmas. Informan sebagai pemegang program
Jampersal diberi kewenangan untuk melaksanakan program ini. Segala
ide-ide yang berhubungan dengan kemajuan program mendapat dukungan
penuh dari Kepala Puskesmas. Salah satunya adalah inisiatif Bidan
Koordinator untuk mengkondisikan Puskesmas Pejuang menjadi PONED
pada tahun 2012 yang lalu, dengan segala fasilitas yang ada. Hal ini
sangat disambut baik masyarakat, dapat dilihat dengan jumlah kunjungan
ibu hamil yang paling tinggi di Kota Bekasi adalah Puskesmas Pejuang.
Selain itu juga dengan dibukanya kelas ibu hamil setiap hari Jumat pagi.

c) Fasilitas
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang
berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Hasil wawancara dengan
informan mengenai masalah kecukupan fasilitas kesehatan terlihat dari
petikan berikut ini
“.....Kalau kita melihat institusi kesehatan di Kota Bekasi sudah
cukup memadai, ada peningkatan jumlah sarana kesehatan
misalnya RS (tahun 2011 berjumlah 31 RS sedangkan tahun 2012
bertambah menjadi 34 RS). Artinya kalau untuk pelayanan
kesehatan sich...aksesnya cukup banyak, ada di kecamatan
maupun di kelurahan. Jumlah BPS bertambah setiap tahun, itu
kan...pasti mereka berpraktek .(P-1)

“.....faskes sudah cukup; ada ruang PK dan postpartum dan juga


alat NICU hanya saja belum ada tenaga yang bisa
mengoperasikannya. Dan juga sudah ada mobil ambulance untuk
merujuk pasien.(P-9)

“....faskes cukup, itu malah obat banyak numpuk di kulkas...(P-10)

Dari ketiga informan di atas didapat informasi bahwa fasilitas kesehatan


yang ada sudah mencukupi. Hal ini dapat dilihat dari pertambahan jumlah
Rumah Sakit setiap tahun; praktek bidan; adanya ruang PK dan
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


65

postpartum dan juga alat NICU. Persediaan obat-obatan juga lebih dari
cukup, bahkan berlebih. Selain itu kedua Puskesmas yang menjadi tempat
penelitian sudah mempunyai mobil ambulance untuk merujuk pasien.

Tetapi menurut informan yang lain bahwa fasilitas kesehatan masih


kurang, seperti terlihat dalam petikan wawancara berikut ini :

“...kendala jampersal..........sudah tidak memadai lagi jumlah TT.


Padahal jumlah kelas III sudah ditambah....masih kurang juga.
Sangkin kita gak bisa nolak pasien; satu NICU dipakai dua bayi.
RSUD juga sudah menambah jumlah ruang bayi, tetapi tetap
masih kurang.(P-3)
Dari hasil wawancara diatas, peneliti berpendapat bahwa fasilitas
kesehatan di pelayanan dasar sudah mencukupi, namun untuk pelayanan
rujukan ada permasalahan di kapasitas ruangan dan tempat tidur (TT).

d) Anggaran/Dana
Selain sarana dan tenaga kesehatan, hal yang juga dibutuhkan agar
terlaksananya pembangunan di bidang kesehatan adalah anggaran/dana.
Anggaran untuk program Jampersal di Kota Bekasi khususnya untuk
pelayanan dasar sangat berlebih. Hal ini dapat dilihat dari dana yang
diluncurkan Kemenkes ke rekening Dinas Kesehatan pada tahun 2011
sebesar Rp 7,963.505.000,- yang termanfaatkan hanya Rp 164.400.000,-.
Sedangkan di tahun 2012 dari Rp 17.255.383.000,- yang diluncurkan
hanya Rp 1.310.860.000,- yang terserap.
Hal ini sejalan dengan hasil wawancara seperti dibawah ini :
“…………dana yang diluncurkan dari Pusat (PPJK) lebih dari
cukup; malah sangat berlebih...(P-1)

“......Alokasi dana lebih dari cukup malah melimpah, sehingga


banyak dikembalikan, karena tarif rendah yang Mou sedikit. (P-2)
Dari kedua informan diatas didapat informasi bahwa dana yang digulirkan
dari Pusat lebih dari cukup, namun penyerapannya sangat sedikit karena

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


66

pada tahun 2011 tarifnya rendah sehingga banyak BPS yang belum mau
MoU dengan program Jampersal.
Berbeda dengan pendapat informan RSUD, turunnya dana ke RS tidak
menjadi masalah. Dana yang diluncurkan dari Kemenkes ke rekening RS
pertriwulan dan diluncurkan didepan sebelum pelayanan diberikan.
Semakin cepat RS melaporkan pertanggungjawaban klaim, maka akan
semakin cepat mendapat luncuran dana. Hanya saja terkendala feedback
yang agak lama dari Kemenkes, seperti hasil wawancara berikut ini :
“………..Turunnya dana tidak menjadi masalah. Hanya saja
feedback dari PPJK yang lama, sehingga menjadi kesulitan RSUD
untuk mencari data-data Rekam Mediknya. Bagi saya sich
langsung aja dilaporkan sehingga pihak RS dapat langsung
perbaiki. (P-3)

“.....luncuran dana dari Pusat biasanya pertriwulan. Kalau


pengklaiman lancar tidak menjadi masalah. Semakin cepat
melakukan klaim, maka dana cepat di luncurkan. Pusat selalu
lancar dalam pengiriman luncuran dana. (P-4)

Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diatas, peneliti


berpendapat bahwa ketersediaan dana tidak menjadi masalah dalam
pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi.

 Tarif
Pada tahun 2011 tarif Jampersal di pelayanan dasar Rp 350.000,
tetapi di tahun 2012 ada kenaikan menjadi Rp 500.000. Sementara itu tarif
persalinan di BPS berkisar Rp 700.000 s/d Rp 900.000. Dari hasil
wawancara didapat informasi bahwa masalah tarif dan tata cara
pertanggungjawaban klaim membuat sebagian Bidan Praktek Swasta
(BPS) enggan untuk MoU dengan program Jampersal. Untuk lebih
jelasnya dapat kita lihat dari hasil wawancara berikut ini :

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


67

“...........pada tahun 2011 masalah tarif merupakan salah satu


penyebab yang membuat banyak BPS belum mau MoU dengan
program Jampersal (P-2)

“………….tarif jampersal masih rendah misalnya tarif sesio di INA


CBGs hanya Rp. 2.083.000,-. Tetapi RSUD punya kebijakan
mengganti menjadi Rp. 4.500.000,- sesuai tarif perwalikota.
Direktur RSUD membuat kebijakan menaikkan tarif INA CBGs
dengan memberikan subsidi jadi sesuai dengan tarif
perwalikota.(P-3)

Sebagian informan lagi mengatakan bahwa tarif di tahun 2012 sudah lebih
dari cukup dibandingkan dengan tarif 2011, walaupun masih dibawah tarif
BPS. Hanya saja masalahnya pencairan klaimnya yang lama, seperti
petikan wawancara beberapa informan berikut ini :
“.......Masalah tarif lebih baik dari 2011, tapi kalo mau dinaikkan
monggo..... (P-6)

“....untuk kita di puskesmas sich udah lebih dari cukup...apalagi


kalau dibandingkan tahun lalu. Yang penting lancar aja
pembayarannya dari Dinkes.....(P-9)

“...tarif Jampersal yang Rp. 500.000,- dari pemerintah ya...terima


aja. Daripada tahun lalu.....udah lumayanlah...(P-10)

“saya sich enak aja walaupun tarifnya masih rendah, mahasiswa


yang magang di praktek bisa belajar langsung. Istilahnya pasien
yang bayar gak mau dipegang mahasiswa. Saya sich.......ada
untungnya.juga buat bahan praktek; ada kesempatan buat mereka
dan itu lebih luas buat saya...(P-11)

“.......“Awalnya banyak teman-teman yang gak mau ikut; takut


ribet untuk klaim dan tarifnya terlalu rendah. Tapi sekarang udah
banyak ikut Jampersal, bidan Eti udah ikut. Teman saya yang di
Rawa Panjang kesini kalau mau konsultasi. Gak apa-apa pakai

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


68

Jampersal bu...kemarin juga saya gak dipotong full terima Rp.


500.000,-(P-12)

Dari beberapa informan diatas mengatakan bahwa tarif 2012 sudah lebih
baik dari tahun lalu. Walaupun tarifnya masih lebih kecil dibandingkan
dengan tarif BPS, tidak terlalu menjadi masalah hanya saja yang
dikeluhkan informan adalah masalah terlambatnya pencairan klaim yang
mereka terima. Mereka menerima klaim sekali dalam setahun.

Menurut pendapat peneliti, tarif di puskesmas tidak menjadi masalah


karena tarif Jampersal yang ada sudah diatas tarif Perda. Menurut
Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 15 Tahun 2009 Tanggal 23 Oktober
2009 tarif persalinan (spontan) yang ditangani bidan Rp 320.000
sedangkan yang ditangani dokter Rp. 450.000,-

 Pertanggungjawaban Klaim
Pencairan klaim Jampersal membutuhkan waktu yang panjang terutama di
pelayanan dasar. Dari hasil wawancara dengan informan mengenai
pertanggungjawaban klaim Jampersal di pelayanan dasar didapat
informasi sebagai berikut :
“ Dana utk BPS swasta langsung dibayarkan oleh Dinkes Kota
Bekasi. Kalau puskesmas masuk dulu ke kas daerah harus ada
RKA lalu dibayarkan sesuai klaim. Proses pencairan klaim
mengikuti aturan pengelolaan keuangan daerah. Sampai saat ini
jasa pelayanan tahun 2012 di Puskesmas belum terbayarkan.(P-2)

“...untuk klaim kan ...butuh KTP; kendalanya ada yang tidak


punya KTP. Kalau tidak punya KTP pakai surat domisili. (P-9)

”....laporan klaim tiap bulan ke Dinkes; format


pertanggungjawaban suka berubah-ubah; tapi bidan Istin sebagai
koordinator aktif nanya ke Bidan Erni yang ada di Dinkes...Hanya
sampai sekarang untuk tahun 2012....belum cair... ( P-10)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


69

“....kita klaim langsung Dinkes....tidak melalui Puskesmas, hanya


saja lama......Untuk pelayanan tahun 2012 aja dibayarkan
sekaligus bulan Desember... Waktu itukan klaim bulanan,
dibayarkan lama....1 tahun. Bagaimana saya bisa gaji
karyawan....(P-11)

Sementara di pelayanan rujukan berdasarkan hasil wawancara dengan


kepala bidang keuangan, pertanggungjawan klaim tidak menjadi masalah,
hanya saja feedback dari Pusat yang lama, seperti petikan di bawah ini :
“... tidak menjadi masalah; kan....ada verifikator independen dari
pusat yang membantu membuatkan klaim. Setiap bulan VI
mengantar sendiri klaim RS ke PPJK. Kalau ada yang kurang jelas
tentang softwarae VI tanya langsung ke PPJK. Hanya saja
feedback yang suka lama, sehingga kerepotan buat mencari berkas
pendukungnya (P-4)

Dari hasil wawancara beberapa informan diatas, diketahui ada 2 pendapat


yang berbeda. Menurut informan dari RSUD tidak ada masalah dalam
pertanggung jawaban dan luncuran klaim. Verifikator Independen RSUD
aktif bertanya ke PPJK Kemenkes jika ada hal yang kurang dimengerti
mengenai software. Berbeda dengan pendapat informan Puskesmas dan
BPS yang mengeluhkan pencairan klaim yang lama (biasanya 1x setahun
untuk BPS) bahkan klaim tahun 2012 untuk Puskesmas sampai sekarang
belum cair.

 Rujukan
Rujukan menjadi kendala hampir di seluruh fasilitas kesehatan, baik di
pelayanan dasar maupun RSUD. Terbatasnya PPK lanjutan (RS) yang
bekerjasama dengan program ini membuat penumpukan pasien di RSUD.
Dari 34 RS yang ada di kota Bekasi hanya 4 RS yang mau PKS dengan
program Jamkesmas/Jampersal yakni RSUD; RS Bhakti Kartini; RS
Subki Abdul Kadir dan RS Jati Sampurna. Walaupun sudah ada
penambahan TT di RSUD masih belum cukup untuk menampung jumlah

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


70

pasien di Kota Bekasi. Apalagi sejak 04 Juni 2013 diberlakukan Kartu


Sehat di Kota Bekasi. Penduduk yang tidak terkaver Jamkesmas dan
masuk dalam kriteria miskin (menurut ketentuan dari Pemda Kota Bekasi)
mendapat kartu Bekasi Sehat. Dengan kartu ini si pasien mendapat
pelayanan gratis sampai ke tingkat yang lebih tinggi (RS). Hal ini
semakin menambah jumlah pasien ke RSUD. Hasil wawancara dengan
informan, didapat informasi sebagai berikut :
“…Rujukan Jampersal menjadi masalah yang cukup besar.
Banyak partus-partus normal yang seharusnya di pelayanan dasar.
dilakukan di RSUD. Masyarakat langsung ke RSUD tampa
membawa surat rujukan. Akibatnya penumpukan pasien di RSUD
sementara kapasitas tidak dapat menampung semua..(P-3)

“..“ kan tujuannya Jampersal itu pelayanan dasar harus jalan ;


sekarang gini nanti BPS mikir mengklaimnya gak langsung
dibayar. Mending dikasih ke RSUD aja . RSUD Kota Bekasi
menerima pasien jampersal karena kalau ditolak nanti RSUD
disalahkan” Jadi tinggal brojol aja langsung kesini. Dulu orang
dibayari pemerintah malu, sekarang yang mampu juga rebutan
karena tahu gratis.....(P-4)

“....Merujuk 77 orang dalam setahun. Yang dirujuk biasanya


karena pendarahan paling banyak pre-eklamsia. Tidak ada
pembatasan jumlah anak; ada anak pertama, anak ketujuh,
keenam, kelima semua ditanggung. (P-9)

“...kendalanya pasien jampersal ke swasta mahal, dukunpun


mahal, mau ke Puskesmas tidak buka akhirnya datang ke RSUD
dengan pembukaan lengkap; gimana...masak gak diterima.
Padahal konsep Jampersal tidak seperti itu. Jampersal adalah
persalinan normal di tingkat dasar. Puskesmas tidak PONED, BPS
malas karena pengklaiman lama; itulah yang membuat kuota-
kuota RSUD selalu penuh. Sekarang sudah lebih baik ada

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


71

kebijakan mewajibkan RS menyediakan 10% TT untuk orang


miskin. (P-10)

Dari hasil wawancara di dapat informasi bahwa rujukan menjadi kendala


RSUD Kota Bekasi. Banyak persalinan normal dilakukan di RSUD (seperti
terlihat pada tabel 6.2.); padahal konsep Jampersal adalah persalinan normal
dilakukan di Puskesmas atau BPS. Hal ini disebabkan karena sedikitnya
bidan yang MoU dengan program Jampersal, Puskesmas PONED yang
kurang banyak sehingga persalinan di luar jam kerja Puskesmas tidak bisa
dilayani di Puskesmas. Selain itu juga sedikitnya jejaring Rumah Sakit yang
mau PKS dengan program Jampersal.
Tabel 6.2.
Jumlah Pasien Jampersal Yang Dirujuk ke RSUD Kota Bekasi
Tahun 2012

No Bulan Caesar Spontan


1 Januari 57 31
2 Februari 72 29
3 Maret 68 47
4 April 78 40
5 Mei 68 62
6 Juni 78 68
7 Juli 71 65
8 Agustus 87 49
9 September 8 4
10 Oktober 18 10
Sumber : Bidang Pelayanan RSUD Kota Bekasi, 2013
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah persalinan spontan sangat tinggi,
dari bulan Januari sampai bulan Oktober 2012 ada 405 persalinan spontan
yang dilakukan RSUD Kota Bekasi.

C. Disposisi
a) Sikap Pelaksana
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap pelaksana. Apabila dokter, bidan, perawat ataupun tenaga
kesehatan lainnya bersikap baik dan ramah kepada pasien dapat membuat

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


72

mereka nyaman sampai proses persalinannya. Dari hasil wawancara dengan


informan didapat informasi sebagai berikut :
“....namanya kalau penerimaannya lebih tinggi pastilah
pelayanannya lebih baik. Orang biasanya siapapun tidak boleh
munafik. Apabila sudah dibayar mahal, di dalam penerimaan dari
datangnya pasien pasti berbeda dengan yang gratis. Jadi kalau itu
puskesmas petugasnya jangan sampai judes....berapa sich kapitasi
jamkesmas hanya Rp.5.000,- (hanya retribusi) untuk Askes Rp.
2.000,- dan Jamsostek Rp.2.000,- (P-2)

Menurut Ketua Tim Pengelola, sikap pelaksana sangat ditentukan oleh


berapa tarif yang diterima oleh tenaga pelaksana tersebut. Semakin mahal
biaya kesehatan yang dikeluarkan maka akan semakin baik pelayanan
yang mereka terima. Berbeda dengan pendapat informan RSUD dan BPS,
seperti petikan wawancara berikut ini :
“……….Kita tidak membedakan mana pasien umum mana pasien
jampersal. Kalau dulu pasien harus menunjukan identitas, tapi
RSUD punya kebijakan, masih tetap melayani tampa identitas.
Artinya pasien yang datang tampa KTP tetap dilayani dulu setelah
itu pihak keluarga baru disuruh mengurus identitas si pasien..(P-3)

“..di sini yang bersalin ada yang pake jampersal, ada juga yang
umum. Memang tidak ada pembatasan jampersal itu hanya untuk
masyarakat tidak mampu; yang jelas untuk masyarakat yang belum
punya jaminan. Saya tidak membeda-bedakan pelayanan untuk
pasien umum maupun jampersal. Karena pasien jampersan
kan...bukan gratis; tapi yang bayar pemerintah.(P-12)

Mengenai sikap petugas kesehatan ini juga ditanyakan kepada ibu bersalin
yang menggunakan Jampersal dan yang tidak menggunakan. Dari
wawancara dengan informan tersebut didapat informasi sebagai berikut :
“...tahu informasi jampersal dari saudara...karena biaya.
Bidannya baik kok, karena panggul sempit dan KPD saya caesar.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


73

Bidannya yang ngurus rujukan ke RSUD dan memantau. Suka


ngingatin untuk kontrol berikutnya....(P-13)

“...tahu info jampersal karena kerja sebagai OB di Puskesmas


Bantar Gebang. Kita dilayani dengan segera dan pelayanannya
ramah; hanya saja bidannya kadang-kadang gak banyak
sementara pasien banyak; jadinya ngantri dech...(P-14)

“... info jampersal tahunya dari posyandu. Di tempat saya sich


...udah hampir semua tahu....Hanya saja kalau mau periksa
bidannya suka gak ada di tempat. Harus nunggu lama...(P-16)

Dari informan ibu bersalin yang menggunakan Jampersal didapat


informasi bahwa mereka mengetahui Jampersal dari saudara, tempat
bekerja dan posyandu. Sikap Bidan yang melayani cukup baik dan ramah,
hanya saja kadang-kadang menunggu lama karena banyaknya pasien atau
karena bidannya tidak selalu ada di tempat

Sedangkan dari ibu bersalin yang tidak menggunakan Jampersal didapat


informasi bahwa
“.... saya ke Puskesmas mau immunisasi anak. Kemarin lahirannya
di BPS...maunya sich di Puskesmas Bantar Gebang ini; tapi
keburu brojol duluan ya....terpaksa di BPS dekat rumah....Saya
sich udah tahu info persalinan gratis dari posyandu. (P-17)

“....Saya gak pake Jampersal karena suami PNS. Tapi sama aja
kok perlakuan bu bidannya. Mau jampersal atau Askes sama-sama
dilayani... Tapi ada aja bidan yang jutek...biasanya bidan
senior....(P-18)

“....Saya baru pindah...Kemarin lahiran di BPS. Belum pernah


tahu tentang Jampersal. Tapi sekarang bawa anak immunisasi ke
Puskesmas Pejuang diantar tetangga; soalnya katanya gratis.
Fasilitasnya cukup, hanya saja waktu untuk konsultasi kurang
karena pasiennya banyak; bu bidan nya jadi buru-buru.(P-19)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


74

“....Biasanya saya datang ke Puskesmas Pejuang untuk ambil


rujukan. Saya gak tahu kalau Jampersal itu gratis semua. Lagian
saya kerja di pabrik ...jadi punya kartu Jamsostek. Lebih nyaman
lahiran di RS ..takutnya ada apa-apa lebih cepat penangananya.
(P-20)

Dari hasil wawancara informan 17-20 diperoleh informasi bahwa mereka


tidak memakai Jampersal karena tidak tahu, punya Askes dan punya
Jamsostek. Namun pelayanan bidannya pada umumnya cukup baik, hanya
saja terkadang ada bidan senior yang jutek kepada pasien.

Menurut peneliti, dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa


sikap tenaga kesehatan terhadap masyarakat sebagian besar sudah baik,
tidak ada perbedaan pasien jampersal maupun non jampersal. Namun
sebagian lagi terutama bidan senior bersikap kurang ramah, dan ada juga
bidan yang kadang-kadang tidak di tempat sehingga membuat pasien
menunggu lama.

b) Insentif
Menurut G.R.Terry dalam buku Manajemen SDM dalam
Organisasi Publik dan Bisnis : Lattery incentive means that which incites
or a tendency to incite action (Suwatno & Donni Juni, p.234,2011).
Insentif merupakan sesuatu yang merangsang minat untuk bekerja. Dalam
program Jampersal yang dimaksud dengan insentif adalah penggantian
jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga kesehatan yang telah
melayani pasien Jampersal, baik itu di BPS, Puskesmas maupun Rumah
Sakit dengan maksud agar terjadi akselerasi tujuan program dan tujuan
MDGs, terutama pencapaian penurunan angka kematian ibu bersalin.
Sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan besarnya jasa pelayanan
persalinan di puskesmas minimal sebesar 75% dan di RS setinggi-
tingginya 44%. Besaran jasa pelayanan kesehatan ditetapkan oleh Kepala
Daerah (Walikota) atas usulan Kepala Dinas Kesehatan (untuk Puskesmas)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


75

dan Direktur Rumah Sakit (untuk RS). Dari hasil wawancara dengan
beberapa informan didapat informasi sebagai berikut :
“......insentif khusus untuk program Jampersal tidak ada, yang ada
adalah jasa pelayanan yang diberikan kepada tenaga kesehatan
yang melayani Jampersal. Namun untuk Puskesmas sampai
sekarang belum cair .(P-2)

“...sampai sekarang jasa pelayanan tahun 2012 di Puskesmas


Bantar Gebang belum terbayarkan. Untuk BPS sudah dibayarkan
dari Dinkes. Laporan klaim sudah lama diajukan. Maksudnya
peraturan masuk ke kas daerah kan berlaku untuk seluruh
Indonesia; kenapa hanya di Kota Bekasi saja yang mandek....(P-5)

“....pembayaran jasa pelayanan lambat sekali....tahun 2011 aja


dibayarkan sekaligus di bulan Desember. Kalau kita sich mending
masih ada gaji bulanan karena PNS; tapi BPS dibayarkannya
sekali dalam setahun....(P-9).

Dari hasil wawancara di atas didapat informasi bahwa insentif untuk


program ini tidak ada, yang ada hanya jasa pelayanan tetapi pencairannya
lambat sekali, hingga saat ini jasa pelayanan untuk tahun 2012 di
Puskesmas belum cair.

Untuk informan RSUD jasa pelayanannya dapat dilihat dari petikan


wawancara berikut ini :
“....RSUD Kota Bekasi sudah BLU; kita tahu Jampersal
menngunakan tarif INA CBGs. Tetapi ada kebijakan Direktur
RSUD untuk membayar jasa pelayanan lebih sesuai dengan
peraturan Perwalikota Nomor 64 tahun 2012.(P-3)

Menurut informan RSUD Kota Bekasi, untuk jasa pelayanan yang mereka
terima sudah tidak ada masalah, bahkan ada kebijakan Direktur RSUD
untuk menyesuaikan menjadi lebih tinggi sesuai peraturan Walikota.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


76

D. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah
satu aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya
prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures) atau SOP.
Aspek struktur yang kedua adalah fragmentasi. Pada umumnya semakin besar
koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan, semakin
berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan.
a) SOP
Menurut informan P-1 dan P-2; SOP untuk pelaksanaan program
Jampersal di Kota Bekasi mengacu pada Petunjuk Teknis Jampersal
sesuai dengan Peraturan Menkes Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011. Hal
ini dapat dilihat dari petikan wawancara berikut ini :
“.....SOP sudah jelas; tidak mungkin untuk SOP di pelayanan
dasar memakai SOP Rumah Sakit. Dinkes tidak mengeluarkan
SOP lain; semuanya mengacu pada Juknis dan Manlak
Jamkesmas. SK Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK dibuat setiap
tahun untuk mendukung Juknis dan Manlak yang ada.(P-1)

b) Fragmentasi
Koordinasi sudah dilakukan dari Dinkes Kota Bekasi kepada Puskesmas,
IDI, aparat pemerintah di Kecamatan maupun Kelurahan, hanya saja
belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari wawancara dengan informan di
bawah ini :
“....program ini membutuhkan koordinasi dari lintas program
maupun lintas sektor terkait. Perlu adanya pertemuan rutin
terutama dengan IDI, ARSI, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama dan
aparat pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan. Untuk
melaksanakan itu perlu dukungan dana; sementara yang ada
hanya untuk pertemuan kepala 31 kepala puskesmas setiap
minggu. Monev sudah berjalan walaupun kadang tidak harus
datang ke tempat; BPS yang klaim ke Dinkes sekalian diberi

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


77

pencerahan. Kepala Puskesmas diharapkan memberi informasi ke


jajaran di bawahnya, termasuk pembinaan kepada BPS.(P-2)

Menurut informan lain tidak pernah ada monitoring evaluasi dari Dinkes
Kota Bekasi seperti pernyataan informan berikut ini :
“...tidak ada monev dari Dinkes Kota Bekasi ke RSUD..... (P-3)
Dari hasil wawancara di atas , peneliti berpendapat bahwa monitoring dan
evaluasi yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Bekasi masih
belum optimal.

E. Lingkungan Implementasi
Mekanisme pengelolaan keuangan negara yang mulai diberlakukan tahun
2012 membuat keterlambatan dalam pencairan dana. Sampai saat ini jasa
pelayanan tahun 2012 di puskesmas masih belum cair. Dari hasil wawancara
dengan informan Dinkes didapat informasi sebagai berikut :
“......sekarang dana harus masuk dulu ke kas daerah, kecuali BPS
dapat langsung dibayarkan walaupun tidak bisa rutin setiap bulan,
karena PAGU anggaran turunnya pertriwulan. Dana dikeluarkan
berdasarkan RKA dari Dinkes; Puskesmas dibayarkan sesuai POA
(P-1)

“...prosedur pencaian dana sangat panjang. Kan dana harus


masuk kas daerah dulu. Kita disuruh berhitung untuk satu tahun,
artinya harus prediksi tidak bisa real karena pelayanan baru
berjalan beberapa bulan. Bagaimana mungkin bisa pasti..wong
masih berjalan kok sampai Desember. Gimana kita bisa berhitung
bisa lebih tinggi atau atau lebih rendah, nah...ini menjadi
kelemahan. Prosesnya buat RKA harus ke SIMDA kan DPA.
Dan itupun ada waktunya untuk dikeluarkan dana awal murni
namanyalalu di ABT kan. Kapan ABT keluar itu baru bisa
diserap bulan November, artinya bagaimana kita bisa memenuhi
kewajiban memberi jasa pelayanan berdasarkan bulanan;
akhirnya dalam satu tahun hanya 1x baru bisa menerima. (P-2)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


78

Menurut kedua informan diatas begitu rumitnya proses pencairan dana


Jampersal pada tahun 2012 karena harus sesuai dengan Peraturan Mendagri
Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Negara.
Dana Jampersal adalah bantuan sosial yang bersumber APBN. Setelah dana
tersebut disalurkan melalui SP2D ke rekening Dinas Kesehatan maka
statusnya berubah menjadi dana masyarakat. Dana tersebut berubah
statusnya menjadi pendapatan/penerimaan fasilitas kesehatan setelah
fasilitas kesehatan menerima pembayaran klaim atas pelayanan yang telah
diberikan kepada masyarakat. Untuk pelayanan kesehatan pemerintah
maupun daerah yang non BLU(D), pendapatan/penerimaan fasilitas
kesehatan ini harus disetorkan dulu ke kas daerah. Sedangkan untuk
fasilitas kesehatan yang sudah BLU (D) tetap dilaporkan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara Umum Daerah (BUD)
sebagai lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

6.5. ANALISIS KENDALA

Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada beberapa informan


didapat informasi bahwa dalam pelaksanaan kebijakan program Jampersal di Kota
Bekasi ada beberapa kendala yang ditemui antara lain : a) sistim rujukan yang
belum berjalan secara optimal; b) kurangnya Rumah Sakit yang mau PKS dengan
program Jampersal; c) tarif yang masih rendah; d) kurangnya BPS yang mau MoU
dengan program Jampersal; e) pencairan klaim lama; f) monitoring dan evaluasi
kurang; g) mekanisme tata kelola keuangan daerah. Adapun analisis kendala
tersebut digambarkan dalam simplifikasi berikut ini :

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


79

6.5.1. Identifikasi Kendala


Cakupan Rendah

Fasilitas Ruangan dan TT Monev kurang Koordinasi kurang


di RS tidak cukup
Dana kurang Jaspel Pusk thn 2012 blm cair BPS terima jaspel 1x sethn

RS PKS Jampersal Sedikit Kasus Rujukan Meningkat Motivasi kerja kurang Sedikit BPS MoU

Banyak Partus Normal Dirujuk ke RS Bidan kurang ramah Bidan tdk di tempat

BPS MoU sedikit Puskesmas PONED Sedikit Pasien ngantri lama

Tarif Rendah Pencairan klaim lama

Mekanisme daerah Format klaim berubah-ubah Pasien tdk punya KTP Feedback lama

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


80

6.5.2. Eksploitasi Kendala

Pencairan klaim lancar banyak BPS MoU masyarakat lebih dekat ke fasilitas kesehatan

Rujukan berjenjang jalan Banyak RS PKS jampersal masyarakat terlayani

Realisasi Rendah Monev  informasi yang diterima jelas  pelaksana tahu tujuan program Cakupan Meningkat

Koordinasi mekanisme keuangan lancar jaspel terbayarkanmotivasi meningkat

Faskes jumlah ruangan dan TT cukup  masyarakat terlayani

Feedback  pencairan klaim lancar  pelayanan berlangsung baik

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


81

6.5.3. Evaluasi Kendala

No. Keadaan Sekarang Keadaan yang diharapkan Usaha untuk mengatasinya


1. Rujukan Banyak persalinan normal di Konsep Jampersal adalah  Memperbanyak puskesmas
RSUD persalinan normal di pelayanan menuju PONED (menjadi
dasar (Puskesmas atau BPS) puskesmas perawatan) agar akses
masyarakat lebih dekat ke
pelayanan kesehatan
 Mengajak BPS untuk lebih
banyak MoU dengan program
Jampersal
 Memberikan penyuluhan kepada
masyarakat agar memanfaatkan
fasilitas kesehatan dasar atau
Puskesmas dan BPS, jika ada
komplikasi maka Puskesmas dan
BPS yang merujuk Ke RSUD.
Pasien tidak langsung ke RSUD.
2. Faskes Kurangnya jumlah ruangan Jumlah ruangan dan tempat tidur  Mewajibkan RS menyediaan
tempat tidur di RSUD pasien Jamkesmas dan Jampersal 10% TT untuk orang miskin

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


82

di RSUD mencukupi  Memperketat sistim rujukan


sehingga pasien yang dirujuk
memang benar-benar yang
mempunyai komplikasi
3. Klaim Pencairan klaim yang lama Pencairan klaim untuk pelayanan  Koordinasi yang lebih intensif
dasar paling lama pertriwulan dengan bagian anggaran di
PEMDA dengan Dinas
Kesehatan untuk pencairan jasa
pelayanan puskesmas 2012
 Aktif berkomunikasi dengan
PPJK untuk format klaim yang
tidak jelas.
 Berkoordinasi dengan bagian
administrasi kependudukan untuk
penerbitan KTP bagi yang belum
punya.
4. Feedback Feedback laporan klaim dari Hasil telaah laporan Verifikator RSUD setiap bulan selalu
PPJK ke RSUD lama pertanggungjawaban klaim dalam mengantarkan laporan langsung
bentuk feedback bisa lebih cepat sekaligus berkonsultasi ke PPJK
5. Monev Monitoring dan evaluasi dari Monitoring dan evaluasi yang Koordinasi antara Dinkes dengan

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


83

Dinkes ke pelaksana program rutin perlu dilakukan Dinas bagian anggaran untuk
yang ada di bawahnya masih Kesehatan kepada RS, Puskesmas menganggarkan dana agar dapat
kurang maupun BPS yang melayani melakukan monev secara rutin
program Jampersal
6. Mekanisme  Jasa pelayanan BPS Jasa pelayanan rutin dibayarkan  PPJK melakukan advokasi dan
keuangan daerah dibayar 1x setahun minimal pertriwulan sosialisasi kepada Kab/Kota
 Jasa pelayanan tahun 2012 yang mempunyai masalah
untuk Puskesmas belum dengan Peraturan Mendagri
terbayarkan
Nomor 13 tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah.
 Dinkes Kota Bekasi melakukan
sosialisasi dan koordinasi
kepada Pemda terutama tentang
Peraturan Mendagri tersebut.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


84

BAB VII
PEMBAHASAN

7.1. KOMUNIKASI

Menurut Edwards dalam Budi Winarno (2012), persyaratan pertama bagi


implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan
kebijakan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Komunikasi-
komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat oleh para pelaksana.
Ada tiga hal penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni :

7.1.1 Transmisi
Dari hasil penelitian diketahui bahwa informasi tentang Jampersal telah
disalurkan dari pembuat kebijakan di Kementerian Kesehatan (Pusat Pembiayaan
dan Jaminan Kesehatan) kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi melalui sosialisasi
yang mengundang seluruh Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota yang ada di
Indonesia. Dinas Kesehatan Kota Bekasi pun telah menyalurkan informasi kepada
pelaksana kebijakan yang ada di bawahnya melalui ssosialisasi-sosialisasi.
Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan kepada seluruh kepala Puskesmas dalam
pertemuan rutin 1x sebulan di Dinas Kesehatan Kota Bekasi. Pada awal program
ini diluncurkan, juga dilakukan sosialisasi kepada IBI dengan mengundang
seluruh Bidan yang ada di Kota Bekasi baik Bidan Praktik Swasta (BPS) ataupun
Bidan Pemerintah. Juga dilakukan sosialisasi ke tingkat kecamatan, posyandu atau
pertemuan-pertemuan lain di kelurahan.
Menurut pendapat peneliti penyaluran informasi tentang Jampersal sudah
baik dapat dilihat dari sosialisasi yang telah dilakukan sejak awal program ini
digulirkan di Kota Bekasi.

7.1.2. Kejelasan
Jika kebijakan-kebijakan ingin diimplementasikan sebagaimana mestinya,
maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus dipahami, melainkan juga
harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


85

dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang


salah bahkan mungkin bertentangan dengan tujuan dan sasaran program.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa seluruh informan yang diwawancarai
sudah mengetahui dengan jelas apa yang menjadi tujuan dan sasaran program
Jampersal. Di dalam buku petunjuk teknis tentang Jampersal jelas dikatakan
bahwa program nasional ini bertujuan untuk menurunkan AKI dan AKB dalam
mempercepat pencapaian MDGs dengan sasaran ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas
dan bayi baru lahir (sampai 28 hari) yang belum mempunyai jaminan.
Menurut peneliti informan sudah jelas mengetahui apa yang menjadi
tujuan dan sasaran program Jampersal sesuai dengan Peraturan Menkes Nomor
2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jampersal.

7.1.3. Konsistensi
Aspek lain dari komunikasi menyangkut petunjuk pelaksanaan adalah
persoalan konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Jika
perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan
kebingunan bagi pelaksana di lapangan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa dalam melaksanakan program ini,
pelaksana kebijakan baik di tingkat dasar dan rujukan mengacu pada Peraturan
Menkes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan
Persalinan dan Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas. Sebagai bentuk dukungan
Pemerintah Kota Bekasi dalam hal ini Dinas Kesehatan Kota Bekasi agar program
ini berjalan dengan efektif, efisien dan tepat sasaran dibentuklah Tim Pengelola
Penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kota
Bekasi Nomor : 440/95/SET/I/2012.
Dari penjelasan tersebut di atas, peneliti berpendapat bahwa faktor
komunikasi program Jampersal sudah berjalan dengan baik.

7.2. SUMBER-SUMBER

Sumber-sumber yang penting dalam penelitian ini meliputi : staf yang


memadai dalam jumlah dan kualitas; wewenang; fasilitas-fasilitas yang
dibutuhkan dan alokasi dana yang cukup.
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


86

7.2.1. Staf
Menurut Edward III dalam Budi Winarno (2012), sumber yang paling
penting dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi
dalam implementasi kebijakan, salah-satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang
tidak mencukupi ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah
staf dan implementor saja tidak cukup menyelesaikan persoalan implementasi
kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf dengan keahlian dan
kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan. Pendapat
serupa disampaikan Suwatno dan Donni Juni (2011) yang mengatakan bahwa
karyawan merupakan modal penting (human capital) bagi perusahaan. Untuk
mencapai tujuan secara efektif dan efisien maka diperlukan karyawan yang cakap
dan terampil serta kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui sebagian informan
mengatakan bahwa jumlah tenaga kesehatan yang menangani program Jampersal
sudah lebih dari cukup terutama informan RSUD. Hal ini dapat dilihat dari
laporan Sub.Bag.TU dan Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan Dinkes Kota Bekasi
(2012), bahwa jumlah tenaga dokter spesialis baik di Puskesmas maupun Rumah
Sakit meningkat secara signifikan dari 313 orang di tahun 2011 menjadi 1.038 di
tahun 2012. Demikian juga dengan dokter umum; pada tahun 2011 berjumlah 304
orang menjadi 436 orang di tahun 2012. Untuk tenaga bidan ada kenaikan 23
orang ; dari 725 orang di tahun 2011 menjadi 748 di tahun 2012. Menurut
informan dari Puskesmas terpilih tenaga kesehatan terutama bidan masih kurang.
Bidan koordinator Puskesmas Bantar Gebang mengeluhkan kurangnya tenaga
bidan. Puskesmas Bantar Gebang merupakan Puskesmas perawatan yang
mempunyai tiga puskesmas pembantu (Pustu) dan 42 buah posyandu yang harus
didatangi 1x seminggu, dan jaraknya agak berjauhan. Demikian juga Puskesmas
Pejuang yang hanya mempunyai 10 orang bidan; sementara pada tahun 2012 atas
inisiatif Bidan Koordinator mengkondisikan Puskesmas tersebut menjadi
Puskesmas perawatan. Di samping itu Puskesmas ini mempunyai tiga Pustu dan
100 Posyandu yang harus didatangi setiap bulan. Berdasarkan data dari seksi
Pelayanan Kesehatan Dasar (2012); Puskesmas Pejuang mempunyai jumlah
kunjungan ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang paling tinggi.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


87

Menurut pendapat peneliti jumlah tenaga dan kompetensi yang ada di


Kota Bekasi sudah mencukupi, dapat dilihat dari adanya penambahan jumlah
tenaga setiap tahun dan semakin banyaknya dokter spesialis yang ada. Namum
perlu diperhatikan tentang pendistribusian tenaga yang ada, sebaiknya
memperhatikan jumlah kunjungan dan jumlah cakupan pasien yang ada di
wilayah tersebut sehingga tidak terjadi penumpukan tenaga kesehatan.

7.2.2. Wewenang

Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat


dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi
para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan. Menurut Malayu Hasibuan (2012)
wewenang dari atasan kepada bawahan dapat memotivasi moral/gairah bekerja
bawahan sehingga semakin tinggi dan antusias.
Dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa seluruh informan
mengatakan bahwa kewenangan sudah berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilihat
dengan dikeluarkannya SK Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi tentang Tim
Pengelola Penyelenggaraan Jamkesmas dan BOK. Dengan SK ini memberi
keleluasaan kepada kepala Puskesmas untuk membuat program-program demi
kemajuan program Jampersal di wilayah kerja Puskesmasnya, seperti di
Puskesmas Pejuang. Bidan Koordinator diberi wewenang oleh kepala Puskesmas
untuk melayani pasien Jampersal selama 24 jam walaupun status Puskesmas pada
saat ini bukan PONED.
Menurut pendapat peneliti wewenang sudah berjalan dengan baik,
pendelegasian tugas dari pimpinan ke bawahan sudah berjalan dengan baik.

7.2.3. Fasilitas

Edward III dalam Widodo (2011) mengemukakan bahwa fasilitas atau


sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung dan
peralatan kesehatan akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu
program atau kebijakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa di
pelayanan dasar fasilitas kesehatan yang ada sudah mencukupi. Hal ini dapat
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


88

dilihat misalnya di Puskesmas Bantar Gebang sudah ada ruang PK dan


postpartum dan juga anak NICU. Puskesmas ini juga sudah dilengkapai mobil
ambulance untuk merujuk pasien. Demikian juga di Puskesmas Bantar Gebang,
sudah mempunyai alat NICU dan mobil ambulance. Selain itu persediaan obat-
obatan juga mencukupi bahkan berlebih. Berbeda dengan fasilitas kesehatan yang
ada di tingkat rujukan, walaupun ada peningkatan untuk jumlah Rumah Sakit
sebanyak 3 Rumah Sakit (tahun 2011 hanya 31 Rumah Sakit, tetapi tahun 2012
bertambah menjadi 34 Rumah Sakit), tetapi menurut Kabid Pelayanan RSUD
Kota Bekasi jumlah tempat tidur (TT) yang ada sudah tidak mencukupi.
Terkadang sampai alat NICU dipakai oleh dua bayi. RSUD Kota Bekasi juga
sudah menambah jumlah ruang bayi, tetapi tetap masih kurang. Hal ini
disebabkan RSUD Kota Bekasi merupakan pusat rujukan terbesar di Kota Bekasi,
karena masih sedikitnya Rumah Sakit di Kota Bekasi yang mau melakukan
kerjasama (PKS) dengan program Jamkesmas/Jampersal. Selain itu juga karena
masih banyak dijumpai partus normal di RSUD. Hal ini disebabkan karena
sedikitnya BPS yang MoU dengan program Jampersal dan masih kurangnya
puskesmas PONED, sehingga masyarakat yang lebih dekat ke RSUD memilih
bersalin langsung ke RSUD.
Menurut pendapat peneliti sarana dan prasarana yang ada sangat
mendukung berhasilnya program ini. Pemerintah Kota Bekasi sebaiknya lebih
aktif lagi memberikan himbauan/ajakan kepada Rumah Sakit yang belum
melakukan PKS dengan program Jamkesmas/Jampersal. Dinkes berkoordinasi
dengan Pemerintah Kota Bekasi membuat peraturan wilayah yang mengharuskan
setiap Rumah Sakit menyediakan 10% tempat tidur (TT) untuk orang miskin.
Selain itu perlu memberikan edukasi kepada masyarakat bahwa Jampersal itu
dilakukan di pelayanan dasar (Puskesmas dan BPS) dan mendorong untuk lebih
banyak lagi Puskesmas PONED yang bisa menerima persalinan 24 jam.

7.2.4. Dana

Salah satu unsur penting yang diperlukan untuk pelaksaaan suatu program
adalah dana/anggaran. Anggaran yang cukup akan mempengaruhi keberhasilan
program. Berdasarkan laporan dari Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan
(2013), dana program Jampersal yang diluncurkan di Kota Bekasi sangat cukup
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


89

malah berlebih. Pada tahun 2011 diluncurkan dana sebesar Rp.7.963.505.000,-


ternyata yang termanfaatkan hanya Rp 164.400.000,-. Sedangkan di tahun 2012
Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) meluncurkan dana sebesar Rp
17.255.383.000,- dan yang terserap hanya Rp 1.310.860.000,-.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan diketahui
bahwa salah satu kendala adalah masalah tarif, apalagi di tahun 2011; untuk
persalinan normal hanya Rp. 350.000,- dan ANC/PNC hanya Rp. 10.000,-
sementara di BPS tarif persalinan normal sudah berkisar Rp 700.000 s/d Rp
900.000,-. Hal inilah yang membuat Bidan Praktik Swasta (BPS) tidak mau
melakukan MoU dengan program Jampersal. Selain itu juga dikeluhkan masalah
pencairan klaim yang lama dan juga format pengklaiman yang berubah-ubah dari
PPJK. Tetapi di tahun 2012 BPS yang mau melakukan MoU dengan program
Jampersal semakin banyak; berdasarkan data dari seksi pelayanan dasar diketahui
BPS yang MoU tahun 2011 sebanyak 65 orang menjadi 78 orang di tahun 2012.
Dari informan bidan koordinator di Puskesmas Bantar Gebang dan Puskesmas
Pejuang didapat informasi bahwa menurut menurut mereka tarif yang ada sudah
lebih dari cukup dibandingkan tahun lalu. Di tahun 2012 ini tarif persalinan
normal Rp 500.000,- dan tarif ANC/PNC sebesar Rp 20.000,- hanya saja sampai
sekarang mereka belum menerima jasa pelayanan tahun 2012. Demikian juga
informasi dari informan Bidan Praktik Swasta (BPS), walaupun dengan harga Rp
500.000,- mereka masih mau menerima pasien Jampersal. Dengan adanya pasien
Jampersal bidan-bidan yang baru lulus ataupun yang lagi magang di klinik mereka
bisa belajar langsung menangani pasien partus, tetapi tetap dalam pengawasan
bidan senior. Hanya saja yang mereka keluhkan lamanya proses pencairan
klaimnya, karena klaim yang mereka terima biasanya dibayarkan 1x sekaligus
dalam setahun.
Berbeda dengan informan RSUD Kota Bekasi; menurut Kepala Bidang
Pelayanan walaupun tarif INA CBGs yang diberlakukan dari Kemenkes masih
terlalu rendah, Direktur RSUD Kota Bekasi membuat kebijakan untuk
memberikan subsidi terhadap tarif yang rendah sesuai dengan Peraturan Walikota
Bekasi Nomor 64 tahun 2012. Menurut Kepala Bagian RSUD Kota Bekasi
turunnya dana tidak menjadi masalah, hanya saja feedback dari Pusat Pembiayaan

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


90

dan Jaminan Kesehatan yang lama, sehingga kesulitan buat Rumah Sakit untuk
melacak data-data Rekam Medik untuk melengkapi administrasi yang kurang.
Menurut pendapat peneliti, sebagian besar informan tidak mempersoalkan
masalah tarif, yang menjadi masalah adalah proses pencairan klaim yang lama.

7.2.5. Pertanggungjawaban Klaim


Dari hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa semua informan
di tingkat pelayanan dasar mengeluhkan masalah lamanya pencairan klaim.
Menurut informan BPS klaim Jampersal diterima 1x dalam; tahun 2011 diterima
sekaligus di bulan November, sedangkan tahun 2012 diterima pada bulan
Desember. Sedangkan jasa pelayanan tahun 2012 untuk Puskesmas sampai
sekarang belum terbayarkan. Selain lamanya pencairan klaim, menurut informan
yang menjadi kendala dalam pertanggungjawaban klaim adalah terkadang pasien
datang tampa membawa KTP (identitas), padahal untuk klaim perlu KTP. Jika ini
terjadi keluarga si pasien hanya diminta mengurus surat domisili. Di samping itu
dikeluhkan juga masalah format pelaporan klaim, banyak BPS baru yang harus
datang langsung ke Dinkes Kota Bekasi untuk mempelajari format
pertanggungjawaban klaim.
Menurut pendapat peneliti, Kemenkes harus membuat format
pertanggungjawaban klaim yang standar dan mudah dimengerti, sehingga tidak
membingungkan pelaksana di lapangan. Agar lebih memudahkan BPS dalam
sistim pelaporan klaim sebaiknya Puskesmas mengumpulkannya untuk kemudian
diserahkan ke Dinas Kesehatan.

7.2.6. Rujukan
Sistim rujukan merupakan kendala besar di Kota Bekasi, hal ini dapat
diketahui dari hasil wawancara dengan informan. Menurut hampir seluruh
informan rujukan ini akan menjadi kendala yang sangat besar. Berdasarkan
informasi Ketua Tim Pengelola Jamkesmas Kota Bekasi, sudah mulai ada
penolakan-penolakan dari Rumah Sakit swasta dengan alasan penuh. Untuk
merujuk pasien ke Rumah Sakit yang mempunyai PKS dengan program Jampersal
sangat susah dengan alasan tempat tidur (TT) penuh. Salah satu penyebabnya
adalah sedikitnya Rumah Sakit yang mau bekerja sama (PKS) dengan program

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


91

ini. Selain itu menurut Kepala Bidang Pelayanan RSUD Kota Bekasi banyak
partus-partus normal yang seharusnya dilakukan di pelayanan dasar, dilakukan di
Rumah Sakit. Masyarakat langsung datang ke RSUD dengan keadaan emergensi
tampa membawa rujukan. Berdasarkan data dari bidang pelayanan RSUD (2013)
jumlah rujukan partus spontan dari bulan Januari s/d Oktober 2012 sangat tinggi
mencapai 405 persalinan.
Menurut pendapat peneliti masalah sistim rujukan ini harus segera di atasi
dengan menata kembali sistim rujukan yang ada. Partus normal harus dilakukan di
pelayanan dasar, pasien yang dirujuk hanya yang mempunyai komplikasi.Selain
itu perlu penambahan puskesmas perawatan dan BPS yang MoU dengan program
Jampersal, agar lebih mendekatkan pasien ke sarana pelayanan kesehatan.

7.3. DISPOSISI

Menurut Edward III dalam Budi Winarno (2012) “kecenderungan-


kecenderungan atau disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai
konsekuensi penting bagi implementasi kebijakaan yang efektif”. Faktor-faktor
yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dalam implementasi
kebijakan adalah :

7.3.1. Sikap Pelaksana


Jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau
adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan
yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan tujuan. Sikap
pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan, bila tenaga yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang
diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu pengangkatan dan
pemilihan tenaga pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki
dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan
warga masyarakat. Para pelaksana yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para
tenaga medis yang melayani program Jampersal, baik dokter, bidan, perawat
ataupun tenaga kesehatan lainnya yang terlibat. Dari hasil wawancara mendalam
dengan informan didapat informasi bahwa sebagian mengatakan bahwa tidak ada
perbedaan antara pasien Jampersal dengan pasien umum. Walapun pasien
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


92

Jampersal gratis, pelayanan yang diberikan sama saja. Mengenai sikap pelaksana
ini juga ditanyakan kepada informan masyarakat baik yang menggunakan
Jampersal atau yang tidak menggunakan. Dari hasil wawancara dengan informan
didapat informasi bahwa bidan yang ada di Puskesmas sangat kooperatif untuk
berkonsultasi dan memantau perkembangan kehamilan sampai persalinan.
Namun ada beberapa bidan senior yang kurang ramah; dibutuhkan kesabaran,
karena banyaknya pasien yang menyebabkan antrian panjang; bahkan kadang-
kadang bidannya tidak ada di tempat, sehingga pasien harus menunggu lama.
Menurut pendapat peneliti sebagian sikap petugas kesehatan yang
melayani Jampersal sudah baik, hanya saja perlu dipikirkan hal-hal yang dapat
memotivasi pegawai lebih bersemangat lagi dalam bekerja misalnya dengan
pemberian insentif.

7.3.2. Insentif
Menurut Suwatno dan Donni Juni dalam Manjemen SDM (2011) : “pemberian
insentif merupakan salah satu cara atau usaha untuk meningkatkan kualitas kerja
para pegawainya”. Untuk mendorong sikap pelaksana dalam menjalankan
perintah dengan baik dibutuhkan insentif. Insentif merupakan salah satu teknik
yang disarankan untuk mendorong para pelaksana kegiatan dalam mengejar
tujuan yang diinginkan. Dalam pelaksanaan program Jampersal ini, tidak ada
insentif yang diberikan kepada petugas. Yang ada adalah penggantian jasa
pelayanan kepada petugas kesehatan, sesuai dengan Peraturan Menkes RI Nomor
2562/ Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Besarnya jasa pelayanan persalinan di Puskesmas minimal 75% dan di Rumah
Sakit setinggi-tingginya 44% dengan memperhatikan maksud pemberian intensif
agar terjadi akselerasi tujuan program dan tujuan MDGs, terutama pencapaian
penurunan angka kematian ibu bersalin. Dari hasil wawancara dengan informan
Bidan Praktik Swasta diketahui bahwa jasa pelayanan yang diterima utuh tampa
ada pemotongan, demikian juga dengan informan di Puskesmas. Hanya saja yang
dikeluhkan mereka menerimanya 1x setahun, sedangkan untuk jasa pelayanan
Puskesmas tahun 2012 sampai sekarang belum cair.
Menurut pendapat peneliti masalah pemberian insentif atau jasa pelayanan
sangat penting sekali untuk berlangsungnya program. Insentif dapat memotivasi
Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


93

pegawai untuk bekerja lebih bersemangat lagi demi kemajuan program. Oleh
karena itu perlu adanya koordinasi yang lebih insentif antara Kepala Dinas
Kesehatan Kota Bekasi dengan Pemerintah Daerah Kota Bekasi dalam percepatan
pencairan penggantian jasa pelayanan BPS maupun tenaga kesehatan di
Puskesmas.

7.4. STRUKTUR BIROKRASI

Struktur birokrasi merupakan faktor yang fundamental untuk mengkaji


implementasi kebijakanpublik. Menurut Edward III dalam Budi Winarno (2012),
terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi yakni :

7.4.1. Standard Operating Procedures (SOP)


Salah satu dari aspek-aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi
adalah prosedur-prosedur kerja ukuran dasarnya Standard Operating Procedures
(SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak agar
dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan.
Menurut pendapat peneliti, bahwa SOP yang ada untuk pelaksanaan
program Jampersal sudah jelas, semuanya mengacu pada Juknis Jampersal dan
Manlak Jamkesmas yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan.

7.4.2. Fragmentasi
Aspek kedua adalah struktur birokrasi yang terlalu panjang dan
terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan
aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
Dari hasil wawancara dengan informan diketahui informasi bahwa
kurangnya koordinasi antara lintas program maupun lintas sektor terkait.
Monitoring dan evaluasi belum berjalan optimal, bahkan di RSUD belum pernah
dilakukan monev dari Dinkes Kota Bekasi.
Menurut pendapat peneliti, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan secara
rutin untuk melihat sudah sampai dimana keberhasilan program ini. Untuk itu
perlu koordinasi dengan perencanaan untuk menganggarkan dana monev di tahun
yang akan datang.

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


94

7.5. LINGKUNGAN IMPLEMENTASI

Lingkungan Implementasi dalam hal ini mekanisme tata kelola keuangan


daerah mengacu pada Peraturan Menkes RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011
tanggal 27 Desember 2011 tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Dalam
Juknis tersebut disebutkan bahwa untuk fasilitas kesehatan pemerintah/pemerintah
daerah yang sudah menerapkan PPK BLU(D), maka pemanfaatannya sesuai
dengan pengelolaan keuangan fasilitas kesehatan BLU(D), dimana penerimaan
fungsional fasilitas kesehatan tersebut dapat dikelola langsung dan tidak
disetorkan ke kas Negara/daerah secara fisik. Namun demikian, untuk BLUD
tetap dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Daerah (BUD) sebagai Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah dan
pengaturan pemanfaatannya sesuai RBA/DPA BLUD.
Untuk fasilitas kesehatan pemerintah daerah yang belum menerapkan PPK
BLUD, maka penerimaan dari fasilitas kesehatan merupakan pendapatan daerah
dan wajib disetorkan ke kas daerah. Untuk itu, baik pendapatan maupun
penggunaannya wajib masuk dalam Peraturan Daerah tentang APBD atau
Perubahan APBD tahun anggaran berkenaan. Agar bisa diperoleh pengembalian
atas dana retribusi tersebut dengan cepat dari kas daerah sehingga dapat
digunakan untuk memberi pelayanan kepada masyarakat berikutnya yang
memerlukan, yang di dalamnya termasuk jasa pelayanan yang dimaksudkan
sebagai insentif untuk mengakselerasi pencapaian MDGs, maka waktu penyetoran
penerimaan ke kas daerah agar disertai dengan Surat Perintah Membayar (SPM)
secara bersamaan. Untuk itu, kepala daerah agar membuat regulasi berkaitan
dengan pengaturan hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Dinkes diperoleh
informasi bahwa mekanisme keuangan daerah membuat proses pencairan dana
sangat panjang.
Menurut pendapat peneliti, masalah pencairan dana ini sangat penting
untuk ditindak lanjuti, jika di tahun 2011 terjadi keterlambatan sebaiknya untuk
tahun 2012 tidak terjadi lagi. Perlu koordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam
hal ini Walikota untuk mengeluarkan Peraturan tentang Pengelolaan Dana
Pendapatan Pada Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


95

dan Jaminan Persalinan (Jampersal) di Puskesmas dan Jaringannya di Kota


Bekasi.

Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian serupa yang dilakukan oleh Purwitasari, A.Y (2012)
di Kabupaten Lebak Provinsi Banten tahun 2011 menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan program Jampersal belum berjalan optimal. Ada beberapa
yang menjadi hambatan antara lain : tarif yang rendah, ketersediaan faskes,
sebagian bidan desa tidak berada di tempat, tidak adanya monitoring dan evaluasi,
kultur masyrakat untuk bersalin di dukun dan kondisi geografis berbukit dengan
demografi pendduduk yang tidak merata (Purwitasari, 2012).
Berdasarkan Hasil Penelitian di 13 Kabupaten/Kota di 7 Provinsi Tahun
2012 yang dilakukan oleh Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat Badan Litbangkes, Kemenkes RI, disimpulkan bahwa
Jampersal memperoleh dukungan yang luas dari Pemda, Dinkes, pelaksana
program, tokoh masyarakat dan masyarakat. Tetapi dalam pelaksanaannya ada
beberapa kendala yang dihadapi antara lain : SDM yang kurang, fasilitas terbatas,
letak geografis (pegunungan dan kepulauan), daerah tidak memberi insentif dan
proses pencairan dana terkendala mekanisme keuangan daerah khususnya untuk
puskesmas non BLU(D)

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisa isi terhadap variabel


komunikasi, sumber-sumber, disposisi, struktur birokrasi dan lingkungan
implementasi pada Implementasi Kebijakan Program Jampersal di Kota Bekasi
pada tahun 2012, maka ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan program Jampersal
belum berjalan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari variabel sumber-sumber :
sistim rujukan yang belum berjalan dengan baik, pencairan klaim yang lama,
feedback yang lama, faskes yang masih kurang; variabel disposis : insentif tidak
ada; koordinasi kurang; dan mekanisme keuangan daerah menyebabkan
keterlambatan pencairan jasa pelayanan tahun 2012 untuk puskesmas.
Secara terperinci kesimpulan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan program Jaminan Persalinan sudah mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tanggal 27 Januari
2011 tentang Petunjuk Teknis Jampersal.
2. Jumlah tenaga kesehatan yang ada sudah mencukupi, namun perlu
diperhatikan distribusinya terutama untuk pelayanan dasar seperti Puskesmas
sebaiknya disesuaikan dengan jumlah kunjungan.
3. Keterbatasan dana menyebabkan monitoring dan evaluasi ke Puskesmas,
Rumah Sakit dan BPS tidak dapat dilakukan secara rutin.
4. Sistim rujukan belum berjalan dengan baik, masih banyak persalinan normal
dilakukan di Rumah Sakit. Dan masih adanya penolakan-penolakan Rumah
Sakit untuk menerima rujukan dengan alasan penuh.
5. Rumah Sakit yang mau bekerjasama (PKS) dengan program Jampersal masih
sangat sedikit. Dari 34 RS yang ada; berdasarkan data bidang yankes (2013)
hanya 4 RS yang mau bekerja sama dengan program Jampersal.
6. Masih banyaknya BPS yang belum MoU dengan program Jampersal dengan
alasan proses pencairan klaim yang lama. Berdasarkan data dari seksi yankes

96

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


dasar (2013) diketahui jumlah Bidan yang ada di kota Bekasi 748 orang,
namun yang MoU hanya 78 orang dan yang sudah pernah klaim hanya 26
orang.
7. Kurangnya koordinasi antara Dinkes Kota Bekasi dengan Pemda
menyebabkan terlambatnya pencairan jasa pelayanan untuk Puskesmas.

8.2. SARAN

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah disampaikan sebelumnya, maka


ada beberapa saran yang dapat disampaikan antara lain :
1. Pemerintah Daerah Kota Bekasi
a. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan membuat peraturan yang
mewajibkan seluruh RS ikut program Jamkesmas/Jampersal dan
menyediakan 10% TT untuk orang miskin.
b. Perlu membenahi administrasi kependudukan seperti KTP yang diperlukan
untuk kelengkapan klaim.
c. Membuat peraturan Walikota sebagai dasar hukum untuk pencairan jasa
pelayanan di Puskesmas.

2. Dinas Kesehatan Kota Bekasi


a. Berkoordinasi dengan Pemda membuat peraturan yang mewajibkan
Rumah Sakit Swasta ikut program Jamkesmas/Jampersal dan wajib
menyediakan 10% TT untuk orang miskin.
b. Memperbaiki sistim rujukan berjenjang dengan cara memberikan edukasi
kepada masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan dasar.
c. Berkoordinasi dengan perencanaan dan anggaran untuk melengkapi berkas
yang dibutuhkna untuk pencairan jasa pelayanan program Jampersal.
d. Agar melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin minimal 1x sebulan
ke Puskesmas, BPS maupun ke Rumah Sakit.
e. Mendorong BPS untuk mau MoU dengan program Jampersal misalnya
dengan memberikan alat-alat kontrasepsi dan obat-obatan secara cuma-
cuma.
97

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


f. Untuk meningkatkan motivasi kerja BPS perlu dikembangkan sistim
reward dan punishment kepada BPS.

3. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan, Kemenkes


a. Memberikan feedback atas klaim Rumah Sakit dengan segera, sehingga
pihak RS tidak kesulitan untuk melengkapi berkas administrasinya.
b. Pembinaan tetap diperlukan, antara lain dengan meningkatkan pertemuan
secara berkala, adanya pembinaan teknis ke Dinas Kesehatan maupun
Rumah Sakit.
c. Perlu sosialisasi terhadap format klaim yang berubah baik ke Dinkes
maupun Rumah Sakit.
d. Adanya ketegasan sasaran dari program Jampersal, bagi ibu yang tidak
mampu dan perlu pembatasan jumlah anak.
e. Perlu melakukan pengkajian kebutuhan dana Jamkesmas/Jampersal
sebelum dana diluncurkan, sehingga tidak terjadi kelebihan dana di suatu
daerah sementara di daerah lain kekurangan.

4. Bagi Peneliti

a. Perlu menggali informasi lebih mendalam lagi dengan menambahkan


informan dari IBI dan Pemda.

b. Perlu melakukan kajian atas hasil implementasi kebijakan program


Jampersal yang sudah ada.

98

Universitas Indonesia

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR REFERENSI

A Hoogerwerf Politicologie, Alpen aan den Rijn, (1979).


Adisasmito, Wiku.(2008) Sistim Kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Afrizal. (2012, January 13). Retrieved fromhttp://afrizalwszaini,
wordpress.com/2012 /01 / 13/ defenisi-kebijakan-publik-menurut-pakar
Agustino, Leo. (2006). Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta.

Ayuningtyas D&Junaidi P, The Blankon Indonesia, (2011). “ Kepemimpinan


Strategis dan Berpikir Sistim”, FKM UI, Jakarta.
Badan Pusat Statistik (2012). Profil Statistik Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta.
BKKBN. (2012). Pembinaan Kepesertaan Keluarga Berencana dalam Jaminan
Persalinan (Jampersal). Jakarta.
Blocher, Edward J., Kung H. Chen, dan, Thomas W Lin, (2001), Manajemen
Biaya Dengan Tekanan Stratejik, McGraw Hill, USA.

Chandler RC & Plano.JP (1998). The Publik Administration Dictionary CA ABC


CLIO Inc. Santa Barbara
Darmadi, Hamid. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : CV Alfabeta
Denhardt, Robert B (1999). Public Administration. Orlando
Departemen Dalam Negeri RI. (2007). Permendagri Nomor 59 tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Negara Perubahan Pertama.
Jakarta
Departemen Dalam Negeri. RI (2006). Permendagri Nomor 13 tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Jakarta
Departemen Kesehatan R.I. (2009).Sistim Kesehatan Nasional. Jakarta.
Dinas Kesehatan Kota Bekasi. (2012). Profil Kesehatan Kota Bekasi Tahun 2011.
Bekasi
Dunn, N. William. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik.. Yogyakarta :
Gajah Mada University Press.
Dye, L Thomas. Understanding Public Policy. New Jersey : Prentice
Hall,Inc,1072

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Garrison, Ray H., dan. Norren, Eric W (2003), Managerial Accounting, 10th ed.,
McGraw-Hill Companies, Inc.

Hansen, Don R., dan Mowen, Maryanne M (2000), Management Accounting, 6th
ed., USA : International Thompson Publishing.

Hasibuan, Malayu. ( 2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT


Bumi Aksara Edisi Revisi
Ibrahim, Amin. (2007). Pokok-Pokok Administrasi Publik & Implementasinya.
Bandung : PT Refika Adiama.
Irfan, Islamy. M. (1987). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.
Jakarta:Bina Aksara

Keban T, Yeremias (2008). Administrasi Publik. Yogyakarta : Gavamedia.


Kementerian Dalam Negeri RI. (2011). Permendagri Nomor 21 tahun 2011
tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Negara, Perubahan Kedua. Jakarta
Kementerian Dalam Negeri RI. (2011). Permendagri Nomor 22 tahun 2011
tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2012. Jakarta
Kementerian Kesehatan Mediakom, Edisi Desember 2012, Jakarta
Kementerian Kesehatan RI (2012). Fakta Jaminan Persalinan Hasil Penelitian Di
13 Kabupaten/Kota Di 7 Provinsi Tahun 2012. Jakarta : Pusat Humaniora
Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyatakat.
Kementerian Kesehatan RI. (2012). Permenkes Nomor 40 tahun 2012 tentang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat. Jakarta
Kementerian Kesehatan RI.(2010). Buku Kesehatan Dalam Angka Nasional
Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Jakarta : Dit.Bina Ibu Ditjen
Binkesmas.
Kementerian Kesehatan RI.(2011). Permenkes Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011
tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, Jakarta
Kementerian Kesehatan, Mediakom, Edisi Februari 2012, Jakarta
Nawawi, I. (2009).Public Policy : Analisis Strategi Advokasi Teori & Praktek.
Surabaya.Putra Media Nuisantara.
Nugroho, Riant. (2012). Public Policy. Jakarta : PT Gramedia.

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Parson, W. (2008). Public policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan.
Edisi I. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
Pasolong, Harbani (2007). Teori Administrasi Publik. Bandung : CV Alfabeta.
Phillp J.Cooper.dkk (1988). Public Administration for the Twenty-First Century.
Orlando Florida
Purwitasari, A.Y. (2012). Implementasi Kebijakan Program Jampersal di
Kabupaten Lebak Propinsi Banten Tahun 2011. Depok : FKM UI.
Santosa, Pandji. (2008). Administrasi Publik Teori dan Aplikasi Good
Governance. Bandung : PT Refika Aditama.
Sondang, Siagian. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
CV Alfabeta.
Suharto, Edi. (2005). Analisis Kebijakan Publik. Panduan Praktis Mengkaji
Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung : CV Alfabeta.
Suwatno, H & Priansa, Donni. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi
Publik dan Bisnis. Bandung : CV Alfabeta.
Thoha, Miftah. (2008). Ilmu Administrasi Publik. Jakarta : Kencana.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063).
Wahab, Solichin (1997). Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara.Jakarta : Bumi Aksara.
Wahad, Solichin (2005). Analisis Kebijaksanaan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi
Kasus.Yogyakarta : CAPS.

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Lampiran 1

1 Memperkenalkan diri kepada informan dan menjelaskan latar belakang


penelitian

2 Menanyakan karakteristik informan :


a. Tenaga Kesehatan/Non Kesehatan yang terkait dengan program Jampersal
• Nama :
• Pekerjaan/Jabatan :
• Lama Bekerja/Bertugas :
• Menduduki Jabatan Terakhir selama :
• Pendidikan :
• Alamat/No. Telp/Hp :
b. Masyarakat
• Nama :
• Usia :
• Pekerjaan :
• Jumlah Anak :
• Pendidikan :
• Alamat
:
3 Melakukan wawancara mendalam

4 Penutup dan ucapan terima kasih

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM

Informan : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi


2. Ketua Tim Pengelola Jampersal Dinkes Kota Bekasi

1. Komunikasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai sosialisasi program Jampersal di
Kota Bekasi ? Apa saja yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut ?
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang konsistensi informasi yang
diterima?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala apa saja yang dihadapi dalam
pelaksanaan program Jampersal ?

2. Sumber –Sumber
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang besaran tarif di Bidan Praktek
Swasta ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal ?
 Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal ?

3. Disposisi
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apa komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal di Kota Bekasi ?
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apakah pejabat yang
diangkat dalam Tim Pengelola Jamkesmas di tingkat atas (provinsi)

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


konsisten dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan program
Jampersal ?
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan mengenai insentif yang
diberikan kepada tenaga pelaksana program Jampersal di kota Bekasi.
Kapan mereka menerimanya; apakah bulanan, triwulan atau pertahun?
 Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan program Jampersal ?

4. Struktur Birokrasi
 Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan Dinkes Kota Bekasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di Puskesams dan
BPS; mohon dijelaskan tentang monitoring dan evaluasi yang pernah
dilakukan.
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelakasanaan kebijakan Jampersal ini.

5. Lingkungan Implementasi
 Menurut Bapak/Ibu apakah yang menjadi kendala dalam sistim
mekanisme keuangan daerah?
 Bagaimana Bapak/Ibu mengatasinya?

6. Mohon Bapak/Ibu jelaskan apa yang menjadi kendala utama dalam


pelaksanaan program Jampersal?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Informan : 1. Kabid Pelayanan RSUD Kota Bekasi

2 . Kabid Keuangan RSUD Kota Bekasi

1. Komunikasi
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan dari Pusat maupun Dinas Kesehatan Kota Bekasi.
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang konsistensi informasi yang
diterima?
 Menurut Bapak/Ibu kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan
program Jampersal ?

2. Sumber –Sumber
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di RSUD Kota Bekasi
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal
 Mohon dijelaskan seberapa besar rujukan ke RSUD Kota Bekasi dari
pelayanan dasar ?
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu apakah ada penyimpangan dalam
sistim rujukan? Bagaimana Bapak / Ibu menyikapinya ?
 Kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanana program Jampersal ?

3. Disposisi
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal di RSUD Kota Bekasi.
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apakah pejabat yang
diangkat dalam Tim Pengelola Jamkesmas di Pusat, Provinsi maupun

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Dinkes Kota Bekasi konsisten dalam melaksanakan kebijakan-
kebijakan program Jampersal ?
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan mengenai insentif yang
diberikan kepada tenaga pelaksana program Jampersal di RSUD ?
 Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan program Jampersal ?

4. Struktur Birokrasi
 Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan RSUD Kota Bekasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di RSUD; mohon
dijelaskan tentang monitoring dan evaluasi yang pernah dilakukan.
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelaksanaan kebijakan Jampersal ini.

5. Mohon Bapak/Ibu jelaskan apa yang menjadi kendala utama dalam


pelaksanaan program Jampersal?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Informan : 1. Kepala Puskesmas

2. Bidan Koordinator Puskesmas

1. Komunikasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai sosialisasi program
Jampersal ini ?
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang konsistensi informasi yang
diterima ?
 Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Jampersal ?

2. Sumber Daya
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal
yang diberlakukan ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang besaran tarif di Bidan Praktek
Swasta ?
 Mohon dijelaskan tentang insentif atau jasa pelayanan yang pernah
diterima? Apakah perbulan, triwulan atau pertahun?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas kesehatan
dalam menunjang program Jampersal ?
 Mohon dijelaskan kendala rujukan dan klaim apa yang dihadapi dalam
pelaksanana program Jampersal ?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


3. Disposisi
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal di Kota Bekasi
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan apakah ada pembinaan yang
dilakukan Tim Pengelola Kota Bekasi kepada Puskesmas mengenai
kebijakan program Jampersal ?
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan mengenai insentif yang
diberikan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas. Kapan mereka
menerimanya; apakah bulanan, triwulan atau pertahun?
 Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan program Jampersal ?

4. Struktur Birokrasi
 Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang
dikembangkan Dinkes Kota Bekasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai koordinasi antara Tim Pengelola
Dinkes Kota Bekasi dengan pelaksana program Jampersal di
Puskesmas ; berapa kali telah dilakukan monitoring dan evaluasi ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang ditemui
dalam pelakanaan kebijakan Jampersal ini

5. Mohon Bapak/Ibu jelaskan apa yang menjadi kendala utama dalam


pelaksanaan program Jampersal?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Informan : Bendahara Puskesmas

1. Komunikasi
 Bagaimana menurut Bapak/Ibu kejelasan dari tiap informasi yang
diberikan ?
 Mohon penjelasan Bapak/Ibu tentang konsistensi informasi yang
diterima?
 Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program
Jampersal

2. Sumber –Sumber
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang kecukupan tenaga kesehatan
yang terlibat dalam pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi
 Menurut Bapak/Ibu bagaimana tentang alokasi dana yang
diberikan oleh pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai ketersediaan fasilitas
kesehatan dalam menunjang program Jampersal ?
 Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program
Jampersal ?
 Mohon dijelaskan seberapa besar rujukan ke RSUD?
 Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal
dalam hal klaim dan ujukan ?

3. Disposisi
 Mohon kesediaan Bapak/Ibu menjelaskan komitmen dari Tim
Pengelola Jampersal & Puskesmas terhadap pelaksanaan program
Jampersal.

4. Struktur Birokrasi
 Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai monitoring dan evaluasi
yang pernah dilakukan Dinkes Kota Bekasi?

5. Mohon Bapak/Ibu jelaskan apa yang menjadi kendala utama dalam


pelaksanaan program Jampersal?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Informan: Bidan Praktek Swasta (BPS)

1. Komunikasi
 Mohon Ibu program tentang sosialisasi yang pernah dilakukan
terhadap program Jampersal?
 Mohon Ibu jelaskan mengenai pedoman yang digunakan dalam
pelaksanaan program Jampersal
 Bagaimana menurut Ibu tentang kejelasan dan konsistensi dari
petugas Tim Pengelola Jampersal dalam penyampaian informasi
Jampersal?

2. Sumber –Sumber
 Menurut Ibu bagaimana kesesuaian besaran tarif Jampersal yang
diberlakukan ?
 Tindak lanjut seperti apa yang dilakukan Dinkes Kota Bekasi
dalam menyikapi permasalahan tarif terutama di Bidan Praktek
Swasta ?
 Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program Jampersal
baik dalam rujukan maupun klaim?

3. Disposisi
 Mohon dijelaskan komitmen dari Ibu terhadap pelaksanaan
program Jampersal di Kota Bekasi
 Mohon Ibu jelaskan mengenai jasa pelayanan yang diberikan
Dinkes Kota Bekasi; jumlahnya dan kapan menerimanta (bulanan
atau triwulan atau tahunan)?
 Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam pelaksanaan
kebijakan program Jampersal dalam hal klaim dan rujukan ?

4. Struktur Birokrasi
 Mohon Ibu jelaskan tentang monitoring dan valuasi yang pernah
dilakukan oleh Dinas Kesejhatan Kota Bekasi ?

5. Mohon Bapak/Ibu jelaskan apa yang menjadi kendala utama dalam


pelaksanaan program Jampersal?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Informan : Masyarakat (Ibu Bersalin yang menggunakan Jampersal)

1. Komunikasi
 Apa yang Ibu ketahui tentang program Jampersal ?
 Apa alasan Ibu menggunakan Jampersal ini ?

2. Sumber –Sumber
 Mohon Ibu jelaskan tentang sarana kesehatan yang ada di sekitar
Ibu ?
 Mohon penjelasan Ibu tentang kecukupan tenaga kesehatan yang
ada dalam memberikan pelayanan program Jampersal ?

3. Disposisi
 Bagaimana menurut Ibu sikap tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan bagi pengguna Jampersal ?

Informan : lbu Bersalin yang tidak menggunakan Jampersal

1. Komunikasi
 Apa yang Ibu ketahui tentang program Jampersal ?
 Apa alasan Ibu tidak menggunakan Jaminan Persalinan ini?

2. Sumber -Sumber
 Tolong Ibu jelaskan sarana kesehatan yang ada di sekitar ibu ?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Lampiran 2

No Variabel Definisi Sumber Informan


Informasi
1. Komunikasi Proses penyampaian informasi dari • WM P-1; P-2; P-3;
P-4; P-5; P-6;
Kemenkes ke Dinkes Kota Bekasi; Dari
P-9; P-10
Dinkes ke Pemerintah Daerah,
Puskesmas, IBI dan lintas sektor terkait
dengan program Jampersal.
2. Transmisi Penyebaran informasi tentang kebijakan • WM P-1; P-2; P-3;
P-4; P-5; P-6;
dan pelaksanaan program Jampersal dari
P-9; P-10
Dinas Kesehatan Kota Bekasi ke jajaran
yang di bawahnya baik itu Puskesmas,
BPS, IBI dan masyarakat dalam bentuk
sosialisasi.
3. Konsistensi Kesamaan informasi dari Kemenkes • WM P-1; P-2; P-3;
selaku pembuat kebijakan dengan • TD P-4; P-5; P-6;

pelaksana kebijakan di Kota Bekasi baik


puskesmas, BPS dan RSUD.
4. Kejelasan Pemahaman yang sama tepat •
dan WM P-1; P-2
terhadap tujuan dan isi kebijakan • TD

program Jampersal di Kota Bekasi sesuai


Permenkes Nomor
2562/Menkes/Per/2011 tentang Juknis
Jampersal; untuk menghindari kesalahan
interpretasi dari pelaksana kebijakan,
kelompok sasaran maupun pihak yang
terkait dalam implementasi kebijakan.
5. Sumber- Kemampuan pendukung yang dimiliki • WM P-1; P-2; P-3;
Dinkes Kota Bekasi dalam implementasi • TD P-4; P-5; P-6;
Sumber
kebijakan program Jampersal baik itu
ketersediaan SDM, fasilitas, wewenang
dan alokasi dana.
6. Staf Tenaga medis yang dimiliki Dinas • WM P-1; P-2; P-3;
P-4; P-5; P-6;

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Kesehatan Kota Bekasi dalam
melaksanakan program Jampersal di
Kota Bekasi baik dari segi jumlah
maupun kompetensinya di fasilitas
kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit dan
Bidan Praktek Swasta)
7. Wewenang Pemberian otoritas atau legitimasi dari • WM P-1; P-2; P-6;
Kemenkes kepada Dinkes Kota Bekasi • TD P-10

yang kemudian menurunkan kepada


kepala puskesmas dan BPS dalam
melaksanakan kebijakan program
Jampersal di Kota Bekasi.
8. Fasilitas Sarana dan prasarana kesehatan yang • WM P-1; P-2; P-3;
tersedia untuk menunjang program • TD P-5; P-6; P-
10
Jampersal baik alat-alat kesehatan, obat-
obatan, ruangan dan TT di fasilitas
kesehatan (Puskesmas, RS dan BPS).
9. Alokasi Ketersediaan dana yang cukup dan • WM P-1; P-2; P-3;
P-4
dan/Anggaran berkesinambungan dari Pusat
(Kememkes) untuk melaksanakan
program Jampersal di Kota Bekasi.
10. Disposisi Pelimpahan kewenangan Dinas •
dari WM P-1; P-2; P-4;
Kesehatan Kota Bekasi kepada pelaksana • TD P-5; P-6; P-7;
P-8; P-9; P-
kebijakan program Jampersal yang ada di 10;
bawahnya, baik puskesmas maupun BPS.
11. Sikap Tindakan atau sikap dokter, bidan dan • WM P-2; P-3; P-
pasien • TD 12 P-13;P-14;
Pelaksana perawat dalam melayani
P-15; P-16;
Jampersal & non Jampersal baik di P-17; P-18;
P-19; P-20;
Puskesmas, RS maupun BPS di Kota
Bekasi.
12. Insentif Pengganti jasa pelayanan yang diberikan • WM P-1; P-2; P-4;
P-5; P-6; P-7;
kepada petugas kesehatan baik di
P-8; P-9; P-
Pelayanan Dasar (Puskesmas dan BPS) 10

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


maupun di Pelayanan Rujukan (RS)
dalam melaksanakan program Jampersal
di Kota Bekasi yang bertujuan untuk
memotivasi petugas kesehatan bekerja
lebih baik dan rajin lagi dalam melayani
pasien Jampersal.
13. Struktur Koordinasi yang dilakukan oleh pembuat • WM P-1; P-2; P-3
Birokrasi kebijakan program Jampersal dalam hal
ini Kemenkes dengan pelaksana
kebijakan program Jampersal di Kota
Bekasi; baik Dinkes, RSUD, BPS, IBI
atupun lintas sektor terkait lainnya.
14. SOP Mekanisme implementasi kebijakan yang • WM P-1; P-2
(Standard tertulis dalam kerangka kerja yang jelas
Operating oleh Kemenkes yang menajdi acuan
Procedures) dalam pelaksanaan program Jampersal di
Kota Bekasi.
15. Fragmentasi Koordinasi berjenjang dalam • WM P-1; P-2; P-3
penyelenggaraan program Jampersal dari
pembuat kebijakan yaitu Kemenkes
kepada Dinas Kesehatan Provinsi yang
turun ke Dinkes Kota Bekasi kemudian
ke Puskesmas, BPS dan lintas program
dan sektor terkait di wilayah Kota
Bekasi.
16. Mekanisme Keseluruhan kegiatan yang meliputi • WM P-1; P-2
keuangan perencanaan, pelaksanaan,
daerah penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah sesuai dengan Peraturan
Mendagri Nomor 22 tahun 2011. Sesuai
dengan Permendagri tersebut bahwa dana
Jampersal merupakan bantuan sosial

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


bersumber APBN. Setelah fasilitas
kesehatan melakukan pelayanan dana
tersebut berubah menjadi pendapatan
daerah yang harus disetorkan ke kas
daerah untuk fasilitas kesehatan yang non
BLU(D).
17. Implementasi Tindakan yang telah dilakukan oleh • WM P-1; P-2
Kebijakan Dinas Kesehatan Kota Bekasi dalam • TD
Program pelaksanaan program Jampersal yang
Jampersal keberhasilannya diukur berdasarkan
indikator-indikator yang telah ditetapkan
di Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
2565/Menkes/Per/2011 tentang Juknis
Jampersal.
18. Analysis of Analisis terhadap kendala-kendala yang • WM P-1;P-2;P-
Constraint dihadapi dalam implementasi kebijakan 4;P-5;P-6;P-
Jampersal di Kota Bekasi menurut teori 7;P-8;P-9;P-
Edward III dari 4 faktor yaitu : 10
komunikasi, sumber-sumber, disposisi,
struktur birokrasi dan ditambah teori
Grindle yaitu lingkungan implementasi.

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


LAMPIRAN 3

Informan
No Variabel Pertanyaan
P-1 P-2 P-3 P-4 P-5 P-6 P-7 P-8 P-9 P-10 P-11 P-12 P-13 P-14 P-15 P-16 P-17 P-18 P-19 P-20

1 Komunikasi a. Mohon Bapak/Ibu jelaskan tentang sosialisasi v v v v v v v v v v

b. Bagaimana dengan kejelasan tiap informasi yang diberikan v v

c. Bagaimana dengan konsistensi informasi yang diterima v v v v v v

d. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan program v v v v v v v v v v v v

e. Apa yang Ibu ketahui tentang program Jampersal ? v v v v v v v v

f. Apa alasan ibu menggunakan Jampersal ini ? v v v v

g. Apa alasan ibu tidak menggunakan jaminan persalinan ini v v v v

Bagaimana dengan kecukupan tenaga kesehatan program


2 Sumber-sumber a v v v v v v
jampersal
Bagaimana dengan alokasi dana yang diberikan oleh
b. v v v v
pemerintah pusat untuk membantu program ini ?
c. Bagaimana dengan besaran tarif jampersal ? v v v v v v v v v

d. Bagaimana dengan besaran tarif di BPS? v v v v

Bagaimana dengan ketersediaan fasilitas kesehatan dalam


e. v v v v v v v v v v v v v
menunjang program Jampersal ?
Mohon dijelaskan seberapa besar rujukan ke RSUD Kota
f. v v v v v v v v
Bekasi dari Puskesmas dan BPS?
Kendala apa yang dihadapai dalam pelaksanana program
g. v v v v v v v v v v v v
Jampersal ? Bagaimana mengatasinya?

Bagaimana komitmen dari Tim Pengelola Jampersal di Kota


3 Disposisi a v v v v
Bekasi ?
Bagaimana konsistensi pejabat yang diangkat dalam Tim
b. Pengelola Jamkesmas di tingkat atas (provinsi) dalam v v v v v v
melaksanakan kebijakan-kebijakan program Jampersal ?
Bagaimana mengenai insentif yang diberikan kepada Tim
c. v v v v
Pengelola Jampersal di kota Bekasi?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.


Bagaimana mengenai insentif yang diberikan kepada tenaga
d. kesehatan yang membantu program Jampersal; kapan mereka v v v v v v v v
menerimanya ( apakah bulanan, triwulan atau pertahun? )

Apa saja yang menjadi kendala atau hambatan dalam


e. v v v v v v v v v v v v
pelaksanaan kebijakan program Jampersal ?

Mohon dijelaskan SOP atau instrumen selain juknis yang


4 Struktur Birokrasi a v v
dikembangkan Dinkes Kota Bekasi
Mohon Bapak/Ibu jelaskan mengenai monitoring dan evaluasi
b. v v v v
yang pernah dilakukan Dinas Kesehatan ?
Mohon Bapak/Ibu jelaskan kendala/hambatan apa saja yang
c. v v v v v v v v v v v v
ditemui dalam pelaskanaan kebijakan Jampersal ini
Lingkungan Menurut Bapak/Ibu apa yang menjadi kendala dalam sistim
5 v v
Implementasi mekanisme keuangan daerah? Bagaimana mengatasinya?

Menurut Bapak/Ibu apa yang menjadi kendala utama dalam


6 TOC v v v v v v v v v v v v
pelaksanaan program Jampersal di Kota Bekasi?

Implementasi kebijakan..., Noventy Chairani Manik, FKM UI, 2013.

Anda mungkin juga menyukai