didefinisikan sebagai keadaan tinggi badan (pendek atau sangat pendek) yang tidak sesuai dengan umur. Atau, stunting adalah gangguan pertumbuhan akibat kekurangan gizi kronis Kep Menkes No 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
Stunting (pendek dan sangat
pendek) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Secara fisik anak stunting memiliki tinggi badan di bawah standar pertumbuhan anak normal seusianya (WHO)*
Indeks Kategori status gizi Ambang batas (z score)
Panjang badan atau Sangat pendek < -3 SD
tinggi badan menurut pendek -3 SD sd < -2 SD umur (PB/U atau TB/U anak usia 0-60 bulan normal -2 SD sd + 3 SD tinggi > +3 SD Pengertian Kategori Masalah Gizi Masyarakat Faktor Penyebab: • Kurang asupan makanan bergizi • Penyakit • Tidak diberi ASI-ekslusif • Tidak diberi ASI sampai dengan 2 tahun • Tidak diberi MP-ASI bergizi • Pola asuh yang kurang baik • Sanitasi dan higiene yang buruk Stunting: Kekurangan Gizi Kronis Stunting menggambarkan adanya masalah gizi kronis, dipengaruhi oleh kondisi ibu/calon ibu (remaja), masa janin, dan masa bayi/balita, termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi lainnya, masalah gizi tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga terkait berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan. SITUASI DI INDONESIA
Prevalensi anemia > 40%
merupakan severe public health problem (Riskesdas 2018)
Sekitar 59,6% adalah mikrositik
hipokromik (Riskesdas 2007)
Lebih dari satu dasa warsa,
penurunan prevalensi anemia tidak begitu menggembirakan, karena <10%, BAHKAN sekarang naik > 10% • Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi stunting di Sumut adalah 32,4 % balita stunting. Sedangkan tahun 2019, prevalensi di SU 30,11 %. • 15 kabupaten/kota lokus pencegahan stunting di SU: Nias, Nias Selatan, Padang Lawas Utara, Mandailing Natal, Simalungun, Dairi, Nias Barat, Deliserdang, Padang Lawas, Pakpak Bharat, Tapanuli Tengah, Medan, Langkat, Gunungsitoli dan Nias Utara. Stunting di SUMUT
• Secara rata-rata, berdasarkan Survei Status Gizi
Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi balita stunting di Provinsi Sumatera Utara masih berada di atas prevalensi rata-rata nasional. Prevalensi balita stunting di Sumatera Utara pada tahun 2019 adalah 30,1%. • Bahkan, beberapa kabupaten memiliki prevalensi stunting pada balita di atas 40%, seperti Nias (56,21%), Mandailing Natal (49,91%), Tapanuli Utara (42,19%), dan Padang Lawas Utara (49,28%). • Dengan demikian, Provinsi Sumatera Utara secara rata-rata harus menurunkan prevalensi stunting pada balita paling sedikit 10,1% untuk dinyatakan bebas stunting sebagai masalah kesehatan masyarakat. Karo 38,46 4,04 10,49 1000 HPK dan Jendela Peluang • UNICEF memerkirakan bahwa anak yang menderita stunting memiliki IQ rata-rata 11 poin lebih rendah daripada IQ anak yang tubuhnya normal. • Fakta ilmiah juga mengungkapkan bahwa balita yang mengalami gizi buruk lebih berisiko menderita penyakit degeneratif saat mereka dewasa kelak. Komitmen Pemerintah • Pada tanggal 4 Juli 2017, Presiden menandatangani Peraturan Presiden, Perpres Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan • Perpres tersebut dimaksudkan sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development guna mengakhiri kemiskinan, meningkatkan kesehatan masyarakat, mempromosikan pendidikan, dan memerangi perubahan iklim. • Pada tahun 2010, Sekjen PBB menginisiasi gerakan global, yang disebut Scaling Up Nutrition Movement atau SUN Movement. • SUN movement merupakan dorongan global untuk memperbaiki gizi bagi semua, terutama untuk perempuan dan anak-anak. • Mengapa Gizi? Kurang gizi merupakan salah satu masalah paling serius di dunia, tetapi paling sedikit mendapatkan perhatian, padahal, biaya kemanusiaan dan ekonomi dari kurang gizi, luar biasa besarnya. Gizi patut menjadi prioritas karena kekurangan gizi dapat dicegah. • Namun, masalah selanjutnya justru pada dampak jangka panjang dari perubahan fisiologis pada organ-organ tubuh yang menyertainya, saat proses stunting tersebut terjadi • Oleh karena itu, sangatlah tepat apa yang dikatakan oleh Anthony Lake, Direktur Eksekutif UNICEF, bahwa Stunting merupakan keadaan krisis global Kebijakan (lanj…)
4. UU No. 36/2009 tentang Kesehatan
5. PP No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif. 6. Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi. 7. Kepmenkes No.450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Secara Eksklusif Pada Bayi di Indonesia. Kebijakan (lanj…)
8. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No.15/2013
tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas 9. Khusus Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu. 10. Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). 11. Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi. 12.Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1.000 HPK), 2013 13. Seratus (100) Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) Bukan Hanya Persoalan Kesehatan • Pada tahun 2006 Bank Dunia mengeluarkan pedoman bagi pembangunan bangsa-bangsa dengan menerbitkan buku berjudul Repositioning Nutrition as Central to Development (A Strategy for Large- Scale Action). • Melalui buku itu Bank Dunia mengingatkan kepada setiap bangsa agar menempatkan gizi sebagai fondasi pembangunan bangsa. Inilah yang dikenal sebagai pembangunan berarusutama gizi. Artinya, setiap upaya pembangunan harus mempertimbangkan dampaknya pada perbaikan gizi. KERANGKA INTERVENSI STUNTING: Intervensi Spesifik dan Intervensi Sensitif
Intervensi Spesifik (Kontribusi: 30%):
• Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Hamil • Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan • Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan Intervensi Sensitif (Kontribusi: 70%): • Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih. • Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi. • Melakukan fortifikasi bahan pangan. • Menyediakan akses kepada yankes dan KB • Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional Menyediakan Jampersal Intervensi Sensitif (samb…) • Memberikan pendidikan pengasuhan pada orang tua. • Memberikan PAUD universal. • Memberikan pendidikan gizi masyarakat. • Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja. • Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi Gakin • Meningkatkan Ketahanan P&G Pencegahan Stunting melalui Pemenuhan Kebutuhan Gizi • Pilar keempat dari strategi percepatan dan pencegahan angka stunting adalah ketahanan pangan dan gizi. • Pemerintah akan meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan bergizi, mendorong ketahanan pangan dan penguatan kebijakan pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan masyarakat, mencakup pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, pemberian bantuan pangan dan makanan tambahan, investasi dan inovasi pengembangan produk • Upaya pencegahan dan penanganan stunting melalui perbaikan gizi pada 1000 HPK dilakukan melalui pemberian makanan tambahan (PMT0 ibu hamil kekurangan energi kronik (Bumil KEK), pemberian tablet tambah darah (TTD) untuk ibu hamil, promosi dan konseling inisiasi dini (IMD), promosi dan konseling ASI Eksklusif, pemantauan pertumbuhan, pemberian makanan bayi dan anak, tatalaksana gizi buruk, pemberian Vitamin A, dan, dan pemberian Taburia. • Selain itu, pemberian makanan tambahan anak sekolah (PMT-AS) disertai oleh promosi gizi seimbang dan pendidikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Perbaikan gizi juga dilakukan kepada remaja putri dan calon pengantin melalui penundaan usia perkawinan, pemberian TTD, dan kampanye konsumsi gizi seimbang. Dalam pemenuhan gizi, yang tak boleh diabaikan adalah perlunya mengikuti pedoman gizi seimbang Kebijakan yang Tepat!??
Kebijakan Penanganan Balita
Stunting haruslah Blanket Intervention, bukan menetapkan prioritas berdasarkan wilayah (kab/kota). Prioritasnya adalah pada masalah gizinya (stunting). Mengapa Blanket Intervention?
Penetapan skala prioritas pada sebagian balita
penderita stunting bisa bermakna: • Menyalahi prinsip karena penanganan stunting tak boleh ditunda • Melanggar hak kesehatan anak lain • Melanggar etika kesehatan • Itu tidak mencerminkan komitmen kuat atau perasaan bahwa stunting itu masalah serius Penutup Untuk mendorong percepatan penanganan masalah gizi, khususnya stunting, upaya yang perlu dilakukan oleh pemangku kepentingan perbaikan gizi di Sumatera Utara: • mendorong pemberian makanan tambahan bagi balita, anak-anak dan ibu hami; • mengkampanyekan (social campaign) pemberian ASI-eksklusif dan pemberian ASI sampai dengan 2 tahun; • meningkatkan penyediaan air bersih; • mendorong penerapan PHBS, • mereposisi dan merevitalisasi Posyandu; • mensinergikan kerja sama lintas-sektor penanganan gizi. • Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menyadari bahwa persoalan gizi adalah persoalan bersama, bukan masalah sektoral. Pemangku kepentingan pembangunan gizi dan penanganan masalah gizi perlu harus merevolusi komitmen dan mengubah paradigma pembangunan gizi. TERIMA KASIH!