SKRIPSI
Oleh
ARDITA AGUSTIA
NIM. 161000032
SKRIPSI
Oleh
ARDITA AGUSTIA
NIM. 161000032
Menyetujui
Pembimbing:
Dekan
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pernyataan Keaslian Skripsi
Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Faktor
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020” beserta seluruh isinya adalah benar
karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan
cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat
keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam
daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang
etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian
Ardita Agustia
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak
Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadinya gizi kurang pada masa
pertumbuhan dan perkembangan anak yang cukup lama. Angka kejadian stunting
pada balita di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018 sebesar 30,8%, sementara
di Sumatera Utara sebesar 32,4%. Kabupaten Langkat dari hasil PSG 2017
memiliki prevalensi balita stunting sebesar 26,2%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan dengan kejadian stunting pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun 2020. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional. Sampel yang diambil
berjumlah 92 orang balita usia 12 – 59 bulan dengan ibu balita sebagai responden,
diambil dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner penelitian dan dianalisis secara univariat dan
bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara variabel riwayat BBLR (0,035), riwayat infeksi pada
balita (0,027), riwayat infeksi ibu (0,028), fasilitas sanitasi (0,027), sumber air
minum (0,013) dan kebiasaan mencuci tangan (0,018) dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Masyarakat diharapkan agar
lebih peduli menjaga kesehatan keluarga dengan menjaga hygiene dan sanitasi
lingkungan tempat tinggal serta dapat menjaga asupan gizi ibu hamil dan
mengusahakan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayinya. Pihak
Puskesmas diharapkan dapat memberikan edukasi kepada orang tua agar rajin
membawa anak mereka ke posyandu untuk melakukan pemantauan status gizi
terhadap balita khususnya pada stunting. Penelitian selanjutnya diharapkan agar
meneliti variabel seperti status gizi ibu hamil dan akses ke pelayanan kesehatan.
iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract
v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT., yang selalu
Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari
kesempurnaan. Hal ini tidak lepas dari adanya keterbatasan pengetahuan yang
dimiliki oleh penulis. Namun, penulis mensyukuri dalam proses penulisan skripsi
ini telah banyak mendapatkan bimbingan serta dukungan baik moril maupun
materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
4. drh. Rasmaliah, M.Kes., dan Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., selaku
vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Ir., Indra Chahaya, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.
6. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan
8. dr. Yosep Manaor Silitonga selaku Kepala UPT Puskesmas Pantai Cermin
9. Maulida, S.K.M dan Novita Sari Sinaga, Amd., Gz., selaku penanggung
jawab program gizi serta seluruh pengawai Puskesmas Pantai Cermin yang
10. Keluarga penulis terutama kepada kedua orang tua penulis Bapak Mustafa
Zuluwis dan Ibu Nurmalela serta saudara kandung penulis kakak - kakak
dan abang – abang penulis (Juliana, Zulhijar, Juliansyah, Ainun, Siti, dan
dukungan serta bantuan moril dan juga materil kepada penulis selama ini.
penulis sebutkan satu per satu yang selalu saling memberikan dukungan dan
12. Kepada para teman sejawat penulis di HIMALA USU, Pema USU,
Kelompok KKN Desa Dokan, Kelompok PBL Desa Pantai Cermin dan
vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam proses kehidupan berorganisasi dan juga pegabdian masyarakat
dilapangan.
13. Kepada para sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
yang selalu ada dan bersedia mendengarkan keluh kesah penulis dalam
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dari itu
Ardita Agustia
viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi
Halaman
Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7
Manfaat teoritis 7
Manfaat aplikatif 7
Tinjauan Pustaka 9
Stunting 9
Definisi stunting 9
Dampak stunting 10
Upaya pencegahan stunting 14
Pencegahan primer 14
Pencegahan sekunder 16
Pencegahan tersier 16
Penilaian Status Gizi Balita 17
Balita 17
Antropometri 18
Indeks Antropometri 18
Epidemiologi Stunting 20
Distribusi dan frekuensi stunting 20
Berdasarkan orang 21
Berdasarkan tempat 21
Berdasarkan waktu 22
Faktor yang Berhubungan dengan Stunting 22
Landasan Teori 27
ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kerangka Konsep 30
Hipotesis 31
Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Populasi dan Sampel 32
Variabel dan Definisi Operasional 34
Metode Pengumpulan Data 36
Metode Pengukuran 37
Metode Analisis Data 39
Hasil Penelitian 41
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 41
Geografis 41
Demografis 42
Analisis Univariat 43
Kejadian stunting 44
Faktor karakteristik anak 44
Faktor karakteristik ibu 45
Faktor lingkungan 47
Faktor perilaku 47
Analisis Bivariat 48
Hubungan faktor karakteristik anak dengan kejadian stunting 48
Hubungan faktor karakteristik ibu dengan kejadian stunting 51
Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian stunting 53
Hubungan faktor perilaku dengan kejadian stunting 55
Pembahasan 56
Faktor Karakteristik Anak 58
Faktor Karakteristik Ibu 67
Faktor Lingkungan 78
Faktor Perilaku 82
Daftar Pustaka 89
Lampiran 93
x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel
No Judul Halaman
xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tangan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar
No Judul Halaman
1 Kerangka teori 29
2 Kerangka konsep 30
xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pantai Cermin Tahun 2020
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran
1 Kuesioner Penelitian 93
2 Master Data 98
7 Dokumentasi 127
xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Istilah
xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup
Pura pada tanggal 16 Agustus 1997. Penulis beragama Islam, anak ke tujuh dari
tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Mustafa Zuluwis dan Ibu Nurmalela.
2010, sekolah menengah pertama di MTs Negeri Tanjung Pura Tahun 2010-2013,
sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri 2 Tanjung Pura Tahun 2013-
Ardita Agustia
xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Latar Belakang
(stunting) merupakan keadaan status gizi dimana panjang badan atau tinggi badan
kurang yang dialami dalam waktu lama pada masa pertumbuhan dan perkembangan
RI, 2011).
didapat dari mengukur panjang badan atau tinggi badan berdasarkan umur anak
yang hasilnya (< - 2 SD) dari standar pertumbuhan anak World Health Organization
(WHO). Masa depan anak yang mengalami stunting akan kesulitan untuk mencapai
Penyebab dari stunting bisa berasal dari faktor sosial ekonomi, kurangnya asupan
gizi pada ibu hamil, kondisi sanitasi lingkungan, infeksi yang dialami bayi ataupun
ibu saat hamil dan masih banyak faktor lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
setiap negara. Tren kejadian balita stunting di Dunia Tahun 2000 sebesar 32,6%,
Benua Asia berdasarkan data Tahun 2017 dalam Joint Child Malnutrition
Estimates menyumbangkan sebesar 55% dari proporsi balita stunting yang ada di
dunia, sedangkan proporsi balita stunting sepertiganya lagi berasal dari Benua
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2
Afrika yaitu sebesar 38%. Proporsi balita sebesar 55% berasal dari Asia Selatan
yaitu 58,7% lalu diikuti Asia Tenggara (14,9%) di posisi kedua, sedangkan proporsi
balita stunting terendah yaitu berasal dari Asia Tengah sebesar 0,9% (WHO, 2018).
yang tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi sebesar 50,2%, pada
urutan kedua yaitu India sebesar 38,4%. Indonesia berada pada urutan ketiga
Negara dengan prevalensi tertinggi balita stunting sebesar 36,4% pada Tahun 2005
dengan stunting yaitu hanya sebesar 10,5% di Asia Tenggar a (WHO, 2018).
Tenggara memiliki beban ganda masalah gizi. Permasalahan ini dapat mengancam
kesehatan anak dan remaja yang hidup di Indonesia. Beban ganda yang dihadapi
Indonesia berupa permasalahan kurang gizi yaitu stunting dan kurus serta kelebihan
gizi yaitu obesitas. Permasalahan ini perlu dibenahi sebab akan berbahaya bagi
Prevalensi balita stunting dari Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun
2015 yaitu 29%, 2016 sebanyak 27,5% dan Tahun 2017 sebesar 29,6% (Ditjen
Kesmas, 2018).
Prevalensi balita stunting Tahun 2007 dari data Hasil Riset Kesehatan Dasar
sebesar 35,6%. Sebesar 37,2% atau 8,4 juta anak Indonesia mengalami stunting
pada 2013. Tahun 2016 sebesar 33,6% balita stunting. Tahun 2018 sebesar 30,8%
balita stunting dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur dengan
42,6% dan DKI Jakarta dengan prevalensi terendah sebesar 17,7%. Sumatera Utara
memiliki prevalensi balita stunting sebesar 32,39%. Prevalensi dari stunting pada
Menurut WHO apabila prevalensi balita stunting suatu negara sebesar 20%
ataupun lebih hal tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
Indonesia namun angkanya masih berada di atas standar yang dibuat oleh WHO.
Prevalensi balita stunting di Sumatera Utara yang didapat dari hasil PSG
Tahun 2017 adalah 28,5 %, sedangkan Tahun 2016 hanya sebesar 24,4% balita
Utara yang memiliki prevalensi balita stunting diatas angka prevalensi Provinsi
terendah ialah yaitu Kota Medan hanya sebesar (8,4%). Kabupaten Langkat
Langkat tidak berada diatas angka prevalensi Provinsi Sumatera Utara angka
tersebut bisa saja meningkat dari tahun ke tahun jika tidak dilakukan pencegahan
Kabupaten Langkat Tahun 2018 terdapat 10 desa yang menjadi lokus stunting
Meran, Perlis, Paluh Manis, Securai Selatan, Securai Utara dan Padang Tualang.
stunting yang berada di 100 Kabupaten/Kota dan 34 provinsi. Desa Pematang Serai
masuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin merupakan lokus stunting
Puskesmas Pantai Cermin adalah 0,8 % (46 orang). Hasil wawancara penulis
dengan lima Ibu balita ternyata kelima anak balita tersebut tidak mendapatkan ASI
secara eksklusif, saat survei pendahuluan penulis melihat bahwa terdapat anak yang
usianya kurang dari 6 bulan sudah diberikan jajanan seperti permen dan juga
masih ada yang tidak memiliki SPAL. Masih terdapat balita yang memiliki riwayat
BBLR yang diketahui dari data status gizi balita di Puskesmas Pantai Cermin.
Sebagian masyarakat masih mengira bahwa kondisi anak khususnya balita yang
pendek merupakan faktor keturunan dan merupakan kejadian yang biasa yang
Aspek yang mempengaruhi status gizi seseorang yaitu dapat dari konsumsi
pentingnya memenuhi asupan gizi tubuh, sosial ekonomi keluarga juga sangat
seseorang seperti jenis kelamin laki-laki pada umumnya lebih diutamakan dalam
pemenuhan asupan makanan, faktor lingkungan juga memberikan peran yang besar
sebab lingkungan yang buruk dapat memicu terjadi penyakit infeksi yang akan
Faktor penyebab stunting ini tidak berlangsung begitu saja saat itu juga,
melainkan stunting ini merupakan kondisi dari masalah kurang gizi yang terjadi
pada masa lampau dimulai dari masa remaja yang sudah mengalami kurang gizi,
dilanjutkan pada masa kehamilan kurang asupan, hingga saat melahirkan bayi
mengalami kekurangan gizi dan terus berlanjut ke siklus hidup selanjutnya. Faktor
keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR (Nurjanah, 2018). Pardede
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat kita ambil suatu rumusan
masalah yaitu belum diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
Tujuan Penelitian
Tujuan umum. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apa saja yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di
Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
sanitasi dan sumber air minum) di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Tahun 2020.
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.
Tahun 2020.
Manfaat Penelitian
bagi para civitas akademika Universitas Sumatera Utara ataupun kepada semua
pihak yang membutuhkan bahan bacaan mengenai faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting pada balita dan dapat dijadikan sebaga bahan refrensi bagi
penelitian selanjutnya.
mengetahui penyebab stunting yang dapat terjadi pada balita dan sebagai
penanggulangan stunting.
Stunting
dinilai dari panjang badan atau tinggi badan menurut umur yang kurang dari minus
juga perkembangan otak anak. Penyebab kejadian stunting berasal dari faktor yang
komplit. Balita dengan stunting ini akan berdampak terhadap masa depan individu
Nilai z-score tinggi badan anak menurut umir yang (< - 2SD) merupakan
penentu dari adanya kejadian stunting pada anak, sedangkan severely stunted atau
sangat pendek ditentukan dengan z-score tinggi badan anak menurut umur yang (<
-3 SD) . Kondisi anak dikatakan normal apabila hasil dari antropometri nilai z-score
asupan gizi yang di dapatkan anak mulai dari janin. Anak dengan stunting memiliki
tingkat kecerdasan hanya 11 poin apabila kita bandingkan dengan anak pada
umumnya. Potensi terjadinya stunting lebih tinggi pada seribu hari pertama
janin berasal dari masa sebelum ibu hamil dan juga saat hamil. Bayi yang lahir
9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10
dengan kurang gizi merupakan efek dari ibu yang saat hamil mengalami kurang gizi
yang pada akhirnya akan mempengaruhi proses tumbuh dan kembang anak
(Pardede, 2017).
Anak stunting adalah hasil dari pengukuran yang dilakukan dari panjang
badan atau tinggi bada n menurut umur yang disesuaikan dengan standar WHO.
Salah satu indikator penyebab stunting yaitu tingkat ekonomi sebelumnya (Yuliana,
2019).
berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) dari Tahun 2015 sampai dengan
2017 prevalens stunting lebih tinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya.
Prevalensi balita stunting pada Tahun 2015 sebesar 29%, Tahun 2016 prevalensi
stunting pada balita sebesar 27,5% dan pada Tahun 2017 sebesar 29,6% balita
1. Dampak kesehatan
Dampak kesehatan merupakan dampak jangka pendek dari stunting hal ini
Perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi seseorang yang dapat
diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan juga keseimbangan
gagal tumbuh yang ditandai dengan berat lahir rendah, kecil, pendek maupun kurus
emosi maupun tingah laku yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan
bersifat tidak dapat diperbaiki, artinya kita tidak dapat mengejar kegagalan
Gangguan metabolik dapat terjadi pada anak yang mengalami stunting pada
menular sangat tinggi seperti penyakit jantung, obesitas, stroke serta diabetes
2. Dampak ekonomi
kesehatan selalu berhubungan dengan kondisi ekonomi. Berdasarkan data dari the
sebesar 2 – 3 % GDP. Apabila Produk Domestik Bruto (PDB) yang diproduksi oleh
Indonesia sebesar 13.000 triliun rupiah, maka potensi kerugian yang akan dialami
yaitu sekitar 260 – 390 triliun rupiah per tahunnya. Negara akan mengalami
maju. Anak dengan stunting akan berlanjut ke masa dewasa sehingga dapat
mengurangi 10% dari total penghasilan karena kemampuan kognitif serta kesehatan
yang kurang baik. Hal ini akan berdampak terjadinya kemiskinan antar generasi.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) masa depan bergantung pada kualitas
hidup yang dijalanin pada masa sekarang, kualitas SDM tentu bergantung terhadap
kualitas gizi yang di dapat terutama pada masa persiapan sebelum menikah, saat
hamil dan juga saat menyusui. Kehidupan pada seribu hari pertama ini sangat
pada waktu ini akan berdampak terhadap masa depan yang akan bersifat persisten
dan suklit diperbaiki. Efek dari hal ini tidak hanya akan terlihat pada kondisi fisik
melainkan jauh lebih buruk akan berdampak terhadap kemampuan berpikir anak
yang kurang, risiko terkena penyakit tidak menular semakin tinggi yang berakibat
kualitas hidup yang akan lebih rendah dibandingkan manusia normal lain
(Bappenas, 2012).
Gizi kurang yang dialami dari saat menjadi janin akan berlanjut seterusnya,
hingga dewasa mengalami gizi kurang akan berdampak terhadap terjadinya BBLR.
Anak dengan BBLR akan berisiko mengalami penyakit kronis seperti jantung
koroner dan hemorrhagic stroke. Remaja stunting akan tumbuh menjadi dewasa
yang pendek sebab kecepatan tumbuh kembang kognitif serta perilaku terjadi tidak
maksimal yang diakibatkan oleh kurang gizi, hal tersebut tidak dapat diperbaiki
perkembangan kognitif dan motorik anak dapat dipengaruhi oleh derajat stunting.
juga motorik sehingga anak diketahui cenderung akan lebih tertutup dan lebih sulit
stunting akan berdampak negatif yang berlangsung selama kehidupannya dan sulit
untuk diperbaiki hal ini terjadi akibat terjadinya kurang gizi dari awal fase
kehidupan anak dan selanjutnya akan berdampak pada seluruh fase kehidupan anak.
Stunting tidak hanya berdampak terhadap kekurangan gizi melainkan anak dengan
mungkin saja akan menjadi orang dewasa dengan pendidikan yang rendah, lalu
pemenuhan gizi keluarga dan akan jauh lebih rentan mengalami sakit degeneratif.
1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebagai intervensi bagi ibu untuk mencegah
terjadinya stunting pada balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan tahap
Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjdi tiga yang dimulai dari masa
kehamilan ibu hingga melahirkan. Ibu hamil merupakan sasaran pertama, adapun
kegiatan yang dilakukan dalam intervensi ini adalah pemberian makanan tambahan
(PMT) untuk mencegah kekurangan energy protein (KEP) dan kekurangan energi
krnoik (KEK) pada ibu hamil, mencegah terjadinya kekurangan iodium, mencegah
terjadinya kekurangan zat besi dan asam folat memberikan obat cacing untuk
mencegah cacingan.
Ibu menyusui dan bayi (0-23 bulan) merupakan sasaran kedua, kegiatan
Ibu menyusi dan anak (24-59 bulan) merupakan sasaran ketiga, kegiatan
yang dilakukan dalam intervensi ini adalah mengajak ibu agar dapat meneruskan
kebutuhan zat besi serta melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi
dan malaria.
kegiatan intervensi yang dilakukan adalah peningkatan penyediaan air minum dan
sanitasi dengan menyediakan akses air bersih yang aman untuk diminum serta akses
gizi serta kesehatan dengan menyiapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan
pengasuhan gizi ibu dan anak dengan melakukan pemberian informasi mengenai
kepada orang tua, PAUD, penddikan tentang gizi masyarakat, pendidikan kespro
yaitu dengan memberikan sumplementasi tablet tambah darah pada remaja putri,
Puskesmas.
menentukan dimana akan melakukan persalinan, konseling pra nikah dan edukasi
Balita. Balita merupakan suatu individu yang memilki rentang usia tertentu.
Balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan usia yaitu usia bayi (0 sampai 2
tahun), golongan balita (2 sampai 3 tahun) dan usia pra sekolah (> 3 sampai 5
tahun). WHO menggolongkan usia balita dari 0 sampai 60 bulan dan pendapat lain
Usia balita (1 – 5 tahun) merupakan usia dalam siklus daur kehidupan yang
mana terjadi pertumbuhan yang tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan masa
bayi. Elizabeth B. Hurlock dalam Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus
hidup pada masa balita merupakan periode emas dalam proses perkembangan anak
yang akan menjadi modal bagi fase kehidupan selanjutnya. Balita memiliki
kebutuhan gizi yang harus di penuhi, sebab gangguan gizi yang dialami pada fase
ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu, asupan
makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat diperlukan terutama yang mengandung
energi, protein (khususnya protein hewani), vitamin (Vit B kompleks, Vit C dan Vit
A) serta mineral (Ca, yodium, fosfor, Fe dan Zn). Orang tua dan keluarga sangat
berperan dalam pemenuhan asupan gizi yang tepat dan berkualitas bagi anak balita.
tubuh manusia yang dilakukan terhadap seluruh komponen tubuh manusia yaitu
tulang, seluruh jaringan tubuh, otot dan juga lemak. Metode PSG menggunakan
permasalahan utama gizi, yaitu KEP dan Obesitas (Hartiyanti & Triyanti, 2014).
pengukuran yang dilakukan pada fisik manusia yang mengukur derajat nutrisi yang
tentu tidak sama. Pengukuran dengan antropometri yaitu pengukuran lemak tubuh
membutuhkan data yang harus relevan, terdapat kesalahan dari alat ataupun dari
tenaga pengukur serta tidak dapat memberikan informasi mengenai defisiensi zat
gizi makro. Namun, pengukuran antropometri relatif lebih murah, dapat dilakukan
pada populasi yang besar, pengukuran tidak menimbulkan rasa sakit pada populasi
seseorang pada umumnya dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan,
lingkar kepala, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini
dilakukan guna menilai pertumbuhan dan status gizi pada bayi (Nurlinda, 2013).
(BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat
badan menurut panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau
BB/TB), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian stunting dilakukan
pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan) yang diukur telentang atau
berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur dengan cara berdiri menurut
indeks dari tinggi badan dari Gibson 2005, parameter tinggi badan menurut umur
dalam menilai status stunting pada anak adalah suatu bentuk gambaran status gizi
yang didapatkan anak pada masa lalu. Hal ini menunjukkan keadaan bahwa sang
pada seluruh komponen tulang tubuh mulai dari kaki hingga tulang tengkorak
kepala. Apabila parameter tinggi badan dinilai dengan umur maka dapat dijadikan
sebagai parameter untuk mengetahui status stunting serta indikator dari status
Tabel 1
Epidemiologi Stunting
2010 di Tanzania dari hasil penelitian tersebut mereka menemukan bahwa balita
usia 0 - 23 bulan lebih rendah prevalensi stunting yaitu sebesar 35,5% disbanding
wilayah kerja Puskesmas Cepu, Blora ditemukan bahwa anak usia 24 – 35 bulan
Riskesdas Tahun 2018 mengatakan bahwa proporsi anak usia di bawah dua tahun
yang pendek di Indonesia sebesar 29,9%. Data Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan
bahwa status gizi anak usia lima tahun berdasarkan tinggi badan menurut umur
bahwa sebesar 29,0% anak laki – laki dan sebesar 27,5% anak perempuan
mengalami stunting .
Berdasarkan tempat. Hasil dari data dunia dalam tingkat dan tren masalah
status gizi anak oleh WHO (2018) bahwa pada Tahun 2017 anak usia < 5 tahun
yang mengalami stunting setengahnya disumbangkan oleh Asia yaitu sebesar 55%
dan Afrika menyumbangkan angka stunting sebanyak 39%. Sebanyak 58,7% anak
dibawah lima tahun di Asia Selatan mengalami stunting dan Asia Tenggara berda
diurutan kedua dengan persentase sebesar 14,9%. Distribusi anak balita yang
menengah kebawah sebesar 66%, sementara distribusi stunting pada negara yang
hanya 8% dan pendapatan tinggi 1% yang mengalami stunting. Hal ini berhubungan
pendapatan suatu negara maka akan semakin banyak pula alokasi dana yang dapat
Riskesdas 2007 angka kejadian stunting sebesar 36,8%, lalu angka kejadian
stunting pada 2010 menjadi sebanyak 35,6%. Pada 2013 angka kejadian stunting
sebanyak 37,2%. Selanjutnya, dari Tahun 2016 sampai Tahun 2018 angka kejadian
Stunting adalah keadaan anak yang mengalami gangguan nutrisi serius yang
merupakan efek dari kurangnya pemenuhan kebutuhan asupan gizi pada waktu
Nurjanah (2018), Syah (2019) serta Adiyanti dan Besral (2014) yang berhubungan
dengan kejadian stunting diketahui bahwa karakteristik balita seperti umur, BBLR,
ASI eksklusif dan tinggi badan. Karakteistik ibu, pendapatan keluarga, pola
Jenis kelamin. Menurut Fikawati dan Syafiq (2014) yang mengutip dari
lebih banyak, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya rutinitas yang dilakukan. Tentu
saja, dengan hal ini didapatkan banyaknya jumlah perempuan yang mengalami
mempengaruhi status gizi seseorang dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi
(Fikawati & Syafiq, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Mentari dan Hermansyah
(2018) ibu dengan pendidikan tinggi memiliki anak stunting 39,3%, sedangkan
Mayasari dan Manggabarani (2018) pekerjaan ibu tidak terbukti sebabagi penyebab
stunting anak SD di sei renggas (p value = 0,144). Namun hasil Nurjanah (2018)
pekerjaan ibu (p value = 0,001) berhubungan dengan stunting pada balita di wiayah
pemenuhan zat gizi keluarga. Kemampuan daya beli sesuai keluaga sesuai dengan
maka diharapkan akan semakin banyak pula alokasi uang yang digunakan untuk
membeli kebutuhan pangan seperti sayur, buah daging dan lain-lain untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Fikawati & Syafiq, 2014). Lestari, Rezeki,
Riwayat BBLR. Suatu kondisi dimana bayi lahir dengan BB < 2.500 gram
akibat dari terjadinya kurang gizi yang didapat pada sebelum dan saat hamil
pada balita (0,002 dan OR =2,62). Namun, berbeda dengan hasil penelitian
Riwayat ASI eksklusif. Suatu cairan yang mengandung banyak protein dan
juga antibodi yang tidak dapat ditemukan pada susu formula mana pun adalah ASI.
signifikan pengaruh prolactin semakin dominan dengan terjadinya hal ini maka
kerja Puskesmas Lawawoi bahwa tidak terdapat hubungan ASI eksklusif dengan
stunting p value yang didapat adalah 0,322 dengan tingkat kepercayaan sebesar
95%.
Anak – anak sering mengalami sakit diare dan infeksi saluran napas, apabila
mengalami malnutrisi maka akan berisiko lebih besar akan mengalami penyakit
infeksi. Jika sakit infeksi yang dialami berlangsung lama maka akan meningkatkan
dengan asupan gizi yang kurang melainkan riwayat infeksi juga berperan dalam
masalah gizi anak yang mengalami penyakit infeksi akan memengaruhi pola makan
kekurangan gizi (Indrawani, 2014). Syah (2019) melakukan penelitian bahwa ada
ini berkaitan dengan kejadian infeksi apabila lingkungan tempat tinggal tidak sehat
maka akan memperbesar risiko terjadi penyakit infeksi seperti diare. Diare dapat
pertumbuhan anak. Kondisi kesehatan lingkungan ini dapat dilihat dari hygiene dan
sanitasi seperti akses jamban sehat, penerapan cuci tangan pakai sabun (CTPS),
pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga, akses terhadap sumber air bersih
Lin A, et al. dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (2017) peranan dari
yang dapat mengakses lingkungan yang sehat 50% pertumbuhan tinggi badannya
lebih tinggi daripada anak yang tidak tersedia air minum bersih, tidak CTPS dan
tidak ada jamban yang baik. Ganngguan inflamasi usus kecil dan Environmental
Enteropathy (EE) terjadinya penukaran energi, yang mana energi tersebut untuk
sehingga dapat menggangu proses tumbuh kembang anak mengutip dari penelitian
Chamilia dan Triska (2016) dari hasil penelitian mereka mendapati bahwa balita
stunting sebesar 75,8% diasuh dengan hygiene yang buruk, tempat tinggal dan
lingkungan balita stunting dengan balita normal hampir sama hanya saja kesadaran
akan pentingnya kebiasaan sebelum makan untuk melakukan CTPS yang masih
polewali Mandar didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh signifikan cuci tangan
tidak hanya sebatas dalam masalah pemenuhan asupan gizi melainkan faktor
permasalahan mengenai sanitasi rumah dan ketersediaan air bersih. Baduta yang
menggunakan jamban tidak layak dilihat dari nilai OR 1,2 kali berisiko terkena
stunting, sedangkan baduta yang memanfaatkan air minum tidak tertutup berisiko
1,2 kali terkena stunting dan mata air yang tidak baik cenderung 1,3 kali baduta
Landasan Teori
karakteristik anak balita seperti jumlah makanan yang kurang memadai baik dari
kebutuhan gizi anak. Kondisi gizi Ibu juga dapat menyebabkan kejadian stunting
pada anak apabila status gizi Ibu kurang saat mengandung anak, maka melahirkan
kesehatan anak yang pernah mengalami peradangan ataupun imunitas yang rendah
kualitas makanan yang dikonsumsi menjadi faktor yang menyebabkan stunting baik
dari kualitas, jumlah ketersediaan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga. Hal tersebut tentu dipengaruhi banyak aspek terutama dari jumlah
daya beli keluarga. Pola asuh dalam keluarga terhadap anak seperti memberikan
makanan, merawat serta menjaga kebersihan anak dan keluarga. Jumlah anggota
keluarga yang ada juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting.
pada kegiatan kita sehari – hari, lingkungan sosial ekonomi, sarana dan prasarana
pendidikan maupun kesehatan serta adanya ketersediaan sumber air dan kebersihan
Asupan makanan yang kurang memenuhi Berat badan lahir rendah : gizi dan Status kesehatan yang buruk: diare, imunisasi yang
Kualitas makanan yang buruk dan makanan tidak lengkap Anak
kesehatan ibu yang buruk
pelengkap yang tidak memenuhi
Kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun Perilaku
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kerangka Konsep
1. Jenis Kelamin
2. Riwayat BBLR
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pendapatan Keluarga
Faktor Lingkungan:
1. Fasilitas sanitasi
Faktor Perilaku:
ibu
30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31
Hipotesis
riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi) dengan kejadian stunting pada balita
3. Ada hubungan faktor lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum)
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.
Jenis Penelitian
tempat ini karena salah satu desa wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin masuk
Populasi. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh balita yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yaitu sebanyak 5.696 balita
Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu
a. Besar Sampel
32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33
𝑁. 𝑍 2 ∝ . 𝑃 (1 − 𝑃)
1−2
𝑛=
(𝑁 − 1) 𝑑2 + 𝑍 2 ∝ . 𝑃 (1 − 𝑃)
1−2
Keterangan :
N = jumlah populasi
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yaitu di empat desa dengan
jumlah balita terbanyak diantaranya desa Pematang Cengal, Pekan Tanjung Pura,
Pekubuan dan Pantai Cermin. Responden dalam penelitian ini ialah ibu balita yang
bulan.
3. Jika ibu memiliki 2 anak balita maka yang menjadi sampel adalah anak yang
termuda.
minimal 6 bulan.
Variabel. Penelitian ini memuat beberapa variabel yang terdiri dari variabel
dependen dan variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kejadian stunting pada balita. Sedangkan, variabel independen faktor balita
(jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita), faktor
ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) dan
faktor lingkungan (fasilitas sanitasi, sumber air minum dan kebiasaan mencuci
tangan).
1. Stunting adalah tinggi badan balita menurut umur (TB/U) kurang dari -2
standar deviasi (SD) sehingga lebih pendek dari pada tinggi yang
3. Riwayat BBLR adalah berat balita yang diukur pertama kali pada saat
pertama kali bayi lahir tanpa memberikan makanan ataupun minuman selain
ASI.
5. Riwayat infeksi balita adalah sakit yang dialami balita baik diare ataupun
ISPA (batuk, demam, pilek) pada tiga bulan terakhir sampai waktu
penelitian dilakukan.
6. Umur ibu adalah lama hidup terhitung dari tahun lahir ibu sampai dengan
7. Pendidikan Ibu adalah jenjang sekolah terakhir yang pernah dijalani dan
mendapatkan ijazah.
10. Riwayat infeksi ibu adalah ada tidaknya sakit yang dialami oleh ibu balita
preeclampsia/eklampsia.
11. Fasilitas sanitasi adalah ketersediaan serta pemanfaatan fasilitas buang air
besar (BAB), jenis tempat BAB serta tempat pembuangan akhir tinja
(Handayani, 2017).
12. Sumber air minum adalah air yang dikonsumsi sehari – hari yang
13. Kebiasaan mencuci tangan ibu adalah kegiatan ibu membersihkan tangan
Penelitian ini dalam prosesnya menggunakan data primer dan juga data
sekunder.
Data primer. Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran dan data
hasil wawancara dengan responden yang memiliki balita yang bertempat tinggal di
Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari Profil
Kesehatan Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019 serta data laporan bulanan
Metode Pengukuran
Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diukur dan diolah menggunakan
program komputer, data tersebut seterusnya akan disajikan dalam berbagai bentuk
baik itu narasi, tabel, diagram pie maupun bar. Metode pengukuran yang digunakan
Tabel 2
(bersambung)
Tabel 2
Tabel 2
data, maka selanjutnya perlu dilakukan analisis data dengan tahapan sebagai
berikut:
dependen (kejadian stunting) dan variabel independen yaitu faktor balita (jenis
kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita), faktor ibu
(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) dan faktor
lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum) dan faktor perilaku (kebiasaan
mencuci tangan).
dengan confidence interval (CI) 95% untuk mengetahui hubungan dari masing-
masing variabel independen yang meliputi jenis kelamin balita, umur ibu,
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, riwayat BBLR, riwayat ASI
eksklusif, riwayat infeksi balita, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air
minum dan kebiasaan mencuci tangan dengan variabel dependen yaitu kejadian
Luas wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin adalah 6.263,29 Km2, secara
administrasi wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin terdiri dari 1 Kelurahan dan
18 Desa.
41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42
sebanyak 68.464 jiwa yang terdiri dari 34.537 penduduk berjenis kelamin laki –
Tabel 3
Tabel 4
Analisis Univariat
masing – masing variabel independen (jenis kelamin balita, riwayat BBLR, riwayat
ASI eksklusif, riwayat infeksi balita, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air minum dan
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 adalah
sebesar 6,5%.
Tabel 6
terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 55,4% (51 orang),
sedangkan jenis kelamin anak laki – laki sebesar 44,6% (41 orang).
Proporsi riwayat berat badan lahir anak dengan berat kurang dari 2.500
gram sebesar 14,1% (13 orang), sedangkan anak yang lahir dengan berat badan
orang) anak mendapatkan ASI secara eksklusif, sedangkan yang tidak mendapatkan
23,9% (22 orang), sedangkan yang memiliki riwayat infeksi jarang sebesar 76,1%
(70 orang).
Tabel 7
Tabel 7
banyak ditemukan yaitu pada rentang umur 20 sampai 35 tahun sebesar 69,6% (64
orang), umur ibu yang di atas 35 tahun sebesar 30,4% (28 orang), sedangkan umur
ibu balita yang kurang dari 20 tahun tidak ditemukan pada penelitian ini.
yaitu dengan jenjang pendidikan SMA sebesar 45,7% (42 orang) dan terkecil yaitu
Proporsi jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu terbesar yaitu sebagai ibu
rumah tangga atau tidak bekerja sebesar 81,5% (75 orang) dan yang terendah
rendah sebesar 64% (64 orang), sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi
Proporsi ibu yang pernah mengalami infeksi pada masa kehamilan sebesar
13% (12 orang), sedangkan yang tidak ada mengalami infeksi pada masa kehamilan
Tabel 8
memiliki fasilitas sanitasi yang baik sebesar 76,1% (70 orang), sedangkan yang
Proporsi responden yang memiliki sumber air minum yang bersih sebesar
67,4% (62 orang), sedangkan yang memilki sumber air minum tidak bersih sebesar
Tabel 9
ibu sebesar 65,2% (60 orang), sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan mencuci
Analisis Bivariat
melihat hubungan dari masing – masing variabel independen (jenis kelamin balita,
ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi,
sumber air minum dan kebiasaan mencuci tangan) dengan variabel dependen
(kejadian stunting), sedangkan kekuatan hubungan antar variabel dapat dilihat dari
uji statistik hubungan faktor karakteristik anak dengan kejadian stunting dapat
Tabel 10
Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Anak dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Karakteristik Anak Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 4 9,8 37 90,2 41 100 2,649
0,401
Perempuan 2 3,9 49 96,1 51 100 (0,46-15,24)
Riwayat BBLR
BBLR 3 23,1 10 76,9 13 100 7,600
0,035
Normal 3 3,8 76 96,2 79 100 (1,35-42,90)
Riwayat ASI
eksklusif
Tidak ASI 4 5,7 66 94,3 70 100
0,606
eksklusif 0,627
(0,10-3,55)
ASI eksklusif 2 9,1 19 90,9 22 100
Riwayat infeksi
Sering sakit 4 18,2 18 81,8 22 100 7,556
0,027
Jarang sakit 2 2,9 68 97,1 70 100 (1,28-44,58)
kelamin anak dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar 9,8%
(4 orang) berjenis kelamin laki – laki mengalami stunting dan sebesar 3,9% (2
orang) berjenis kelamin perempuan yang mengalami stunting. Hasil uji statistik
diperoleh nilai p value 0,401 artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis
kelamin anak dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada jenis kelamin anak adalah 2,649,
artinya balita berjenis kelamin laki – laki merupakan faktor risiko terjadinya
pada balita diperoleh bahwa sebesar 23,1% (3 orang) balita dengan riwayat BBLR
mengalami stunting, sedangkan balita yang lahir dengan berat badan normal sebesar
3,8% (3 orang) yang mengalami stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value
0,035, artinya bahwa terdapat hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio
prevalens pada riwayat BBLR adalah 7,600, artinya riwayat BBLR merupakan
stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar 5,7% (4 orang) balita yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif sebesar 9,1% (2 orang) yang mengalami stunting. Hasil
uji statistik diperoleh nilai p value 0,627, artinya bahwa terdapat hubungan antara
riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada umur ibu adalah
0,606, artinya ASI eksklusif memiliki efek protektif terhadap stunting karena RP <
1.
pada balita diperoleh bahwa sebesar 18,2% (4 orang) balita dengan riwayat infeksi
sering sakit mengalami stunting, sedangkan balita dengan riwayat jarang sakit
sebesar 2,9% (2 orang) yang mengalami stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p value 0,027, artinya bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020. Rasio prevalens pada riwayat infeksi adalah 7,556 artinya riwayat infeksi
statistik hubungan faktor karakteristik ibu dengan kejadian stunting dapat dilihat
Tabel 11
Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Karakteristik Ibu Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Umur
Usia tidak 3 10,7 25 89,3 28 100
0,410
produktif 0,364
(0,08-2,17)
Usia produktif 3 4,7 61 95,3 64 100
Pendidikan
Rendah 2 4,8 40 95,2 42 100 0,575
0,684
Tinggi 4 8,0 46 92,0 50 100 (0,10-3,31)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 4 5,3 71 94,7 75 100 0,423
0,306
Bekerja 2 11,8 15 88,2 17 100 (0,07-2,52)
Pendapatan keluarga
2,288
Rendah 5 7,8 59 92,2 64 100
0,663 (0,25-20,54)
Tinggi 1 3,6 27 96,4 28 100
Riwayat infeksi
Ada 3 25,0 9 75,0 12 100 8,556
0,028
Tidak ada 3 3,8 77 96,2 80 100 (1,49-48,88)
antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar
10,7% (3 orang) ibu dengan usia tidak produktif yang memiliki balita stunting,
sedangkan ibu usia produktif sebesar 4,7% (3 orang) yang memiliki balita stunting.
Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,364, artinya bahwa tidak terdapat
hubungan antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada umur ibu adalah
0,410, artinya usia ibu memiliki efek protektif terhadap stunting karena RP < 1.
pada balita diperoleh bahwa sebesar 4,8% (2 orang) ibu dengan pendidikan rendah
yang memiliki balita stunting, sedangkan ibu dengan pendidikan tinggi sebesar
8,0% (4 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p
value 0,684, artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun
2020. Rasio prevalens pendidikan ibu adalah 0,575, artinya pendidikan ibu
Hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada
balita diperoleh bahwa ibu yang tidak bekerja sebesar 5,3% (4 orang) yang memiliki
balita stunting, sedangkan ibu yang bekerja sebesar 11,8% (2 orang) yang memiliki
balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,306, artinya bahwa tidak
terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada
pekerjaan ibu adalah 0,423, artinya pekerjaan ibu memiliki efek protektif terhadap
stunting pada balita diperoleh bahwa keluarga dengan pendapatan rendah sebesar
penghasilan tinggi sebesar 3,6% (1 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value 0,663, artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada pendidikan ibu adalah
karena RP > 1.
Hasil analisis hubungan antara riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting
pada balita diperoleh bahwa ibu dengan ada riwayat infeksi pada masa kehamilan
sebesar 25,03% (3 orang) memiliki balita stunting, sedangkan ibu yang tidak ada
riwayat infeksi sebesar 3,8% (77 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value 0,028, artinya bahwa terdapat hubungan antara
riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada riwayat infeksi ibu adalah 8,556,
artinya riwayat infeksi ibu merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP >
1.
statistik hubungan faktor lingkungan dengan kejadian stunting dapat dilihat pada
tabel 12.
Tabel 12
Tabulasi Silang antara Faktor Lingkungan dengan Kejadian Stunting pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Faktor Lingkungan Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Fasilitas sanitasi
Tidak baik 4 18,2 18 81,8 22 100 7,556
0,027
Baik 2 2,9 68 97,1 70 100 (1,28-44,58)
Sumber air minum
Tidak bersih 5 16,7 25 83,3 30 100 12,200
0,013
Bersih 1 1,6 61 98,4 62 100 (1,36-106,76)
antara fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa
keluarga yang memiliki fasilitas sanitasi tidak baik sebesar 18,2% (4 orang)
memiliki balita stunting, sedangkan yang memiliki fasilitas sanitasi yang baik
sebesar 2,9% (2 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh
nilai p value 0,027, artinya bahwa terdapat hubungan antara fasilitas sanitasi dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020. Rasio prevalens pada fasilitas sanitasi adalah 7,556, artinya fasilitas sanitasi
Hasil analisis hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting
pada balita diperoleh bahwa keluarga dengan sumber air minum tidak bersih
sebesar 16,7% (5 orang) memiliki balita stunting, sedangkan yang memiliki sumber
air minum bersih sebesar 1,6% (1 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji
statistik diperoleh nilai p value 0,013 artinya bahwa terdapat hubungan antara
sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada sumber air minum adalah 12,200,
artinya sumber air minum merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP >
1.
hubungan faktor perilaku dengan kejadian stunting dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13
Kejadian Stunting RP
Kebiasaan mencuci Jumlah p
Stunting Normal (CI=95%)
tangan value
f % F % f %
Tidak 5 15,6 27 84,4 32 100 10,926
0,018
Iya 1 1,7 59 98,3 60 100 (1,22-98,09)
stunting pada balita diperoleh bahwa yang ibu memiliki kebiasaan mencuci tangan
dengan sabun sebesar 1,7% (1 orang) memiliki balita stunting, sedangkan yang
tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebesar 15,6% (5 orang)
yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,018 artinya
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio
mencuci tangan ibu merupakan faktor resiko terjadinya stunting karena RP > 1.
Hasil analisis uji statistik dari variabel indepeden yaitu faktor karakteristik
anak (jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif dan riwayat infeksi),
faktor karakteristik dari ibu (umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga dan
riwayat infeksi ibu), faktor lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum)
serta faktor perilaku (kebiasaan mencuci tangan) dan variabel dependen yaitu
stunting. Beberapa variabel dari faktor - faktor tersebut memiliki hubungan dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskemas Pantai Cermin Tahun 2020.
Kejadian Stunting
disebabkan oleh banyak faktor. Kondisi anak disebut stunting jika berdasarkan hasil
dari antropometri nilai z score TB/U < – 2 SD. Seseorang dengan riwayat stunting
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 4
berikut ini.
56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57
6,5
93,5
Normal Stunting
Gambar 4. Diagram pie distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 4 di atas distribusi frekuensi kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 adalah sebesar 6,5%
(6 orang).
Angka ini didapat dari hasil pengukuran pada saat penelitian pada 92 orang
balita, hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan data hasil survei pendahuluan
yaitu hanya sebesar 0,8%. Sedangkan hasil PSG Tahun 2017 bahwa prevalensi
stunting pada balita di Indonesia sebesar 29,6% dan angka di Sumatera Utara
balita stunting di Indonesia sebesar 30,8% dan di Sumatera Utara sebesar 32,39%.
masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih, oleh karena itu stunting merupakan
masalah kesehatan yang harus segera ditanggulangi. Walaupun hasil penelitian ini
kurang dari 20% yang mengalami stunting bukan berarti dapat diabaikan begitu
saja, sebab permasalahan gizi merupakan masalah yang terjadi dari masa lalu.
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
120
100 96,1
90,2
80
Proporsi (%)
Stunting
60
Normal
40
20
9,8
3,9
0
Laki - laki Perempuan
Jenis Kelamin
Gambar 5. Diagram bar hubungan jenis kelamin dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 5 tersebut proporsi stunting pada balita laki – laki
sebesar 9,8% (4 orang) dan pada balita perempuan sebesar 3,9% (2 orang). Hasil
analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,401 dan RP= 2,649, hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020 dan artinya sebesar 2,649 kali balita laki – laki berisiko mengalami kejadian
stunting.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pardede
(2017) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional bahwa tidak terdapat
hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59
bulan di Kecamatan Muara dengan nilai p value = 0,462. Menurut Fikawati dan
Syafiq (2014) yang mengutip dari Khumaidi (1989) jenis kelamin mempengaruhi
terhadap kebutuhan asupan gizi. Kebutuhan asupan gizi laki-laki lebih besar
dibandingkan dengan perempuan hal ini dipengaruhi oleh banyaknya aktivitas yang
Penelitian ini terdiri dari 41 orang balita berjenis kelamin laki – laki sebesar
9,8% (4 orang) yang stunting dan dari 51 orang balita berjenis kelamin perempuan
sebesar 3,9% (2 orang) yang stunting. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan
perbedaan yang besar dalam jumlah balita yang stunting antara laki – laki dan
perempuan hanya selisih dua orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa balita laki -
laki yang stunting lebih banyak dibandingkan balita perempuan. Hal ini bisa saja
terjadi sebab kebutuhan asupan gizi pada laki – laki lebih besar dibandingkan
perempuan. Balita berjenis kelamin laki – laki cenderung lebih aktif dalam
beraktifitas yang tentunya akan lebih banyak mengeluarkan energi, terlebih lagi
pada saat wawancara responden menjelaskan bahwa anak mereka cenderung sulit
makan. Apabila terjadi kekurangan pemenuhan asupan gizi yang dibutuhkan akan
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
120
100 96,2
80
76,9
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
23,1
20
3,8
0
BBLR Normal
Riwayat BBLR
Gambar 6. Diagram bar hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
BBLR adalah suatu kondisi dimana bayi yang lahir dengan berat kurang dari
2.500 gram akibat dari terjadinya kurang gizi yang dialami ibu saat sebelum hamil
dan saat hamil yang mempengaruhi berat badan bayi saat lahir. Bayi dengan riwayat
BBLR lebih berisiko mengalami kesakitan, kematian dan akan memiliki ukuran
antropometri yang kurang pada perkembangannya. Oleh karena itu penting untuk
menjaga kebutuhan gizi ibu hamil guna mencegah bayi lahir mengalami BBLR
(Kusharisupeni, 2014).
badan lahir < 2.500 gram sebesar 23,1% (3 orang) dan pada balita yang berat badan
lahir ≥ 2.500 gram sebesar 3,8% (3 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square
diperoleh nilai p value = 0,035 dan RP= 7,600, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 7,600 kali balita
stunting yang BBLR dengan yang berat lahir normal yaitu masing – masing 3 orang,
dari 13 orang balita yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram sebanyak 3
orang mengalami stunting (23,1%). BBLR disebabkan oleh keadaan gizi ibu yang
dan ketika lahir berdampak rendahnya berat badan lahir. Masalah jangka panjang
perkembangan. Berat badan lahir rendah, diyakini menjadi salah satu faktor
Nurjanah (2018) di Madiun dengan hasil uji statistik p value sebesar 0,002, bahwa
terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian
lain yang dilakukan oleh Murtini dan Jamaluddin (2018) juga menemukan bahwa
terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai
p value sebesar 0,008. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pardede, R (2017) di Kecamatan Muara tidak terdapat hubungan antara berat badan
lahir dengan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 nilai p value sebesar 1,000.
karena ukuran bayi berhubungan dengan pertumbuhan linear anak, tetapi selama
anak tersebut mendapatkan asupan yang memadai dan terjaga kesehatannya, maka
kondisi panjang badan atau kondisi fisik dapat dikejar dengan pertumbuhan seiring
bertambahnya usia anak. Namun, perkembangan kognitif tidak dapat dikejar atau
eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
100 94,3
90,9
90
80
70
Proporsi (%)
60
50
Stunting
40
Normal
30
20
9,1
10 5,7
0
Tidak ASI eksklusif ASI eksklusif
Riwayat ASI Eksklusif
Gambar 7. Diagram bar hubungan riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan air susu ibu selama 6 bulan
pertama kehidupan tanpa ada tambahan minuman ataupun makanan lainnya seperti
air tajin, gula, madu dan sebagainya kecuali obat dan vitamin. ASI adalah suatu
cairan yang mengandung banyak protein dan juga antibodi yang tidak dapat
ditemukan pada susu formula mana pun, sehingga ASI sangat penting bagi
mendapatkan ASI eksklusif sebesar 5,7% (4 orang) dan pada balita yang
mendapatkan ASI eksklusif sebesar 9,1% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-
square diperoleh nilai p value = 0,627 dan RP = 0,606, hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya
sebesar 0,606 kali balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko mengalami
kejadian stunting.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pardede (2017) bahwa
berdasarkan hasil uji statistik nilai p value yang didapat sebesar 1,000 yang artinya
tidak ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting. Namun,
hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
diketahui bahwa hasil anlisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value
sebesar 0,001 dengan CI 95%, artinya terdapat hubungan antara riwayat ASI
didapatkan hanya sebesar 23,9% balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Hasil ini
belum sesuai dengan target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
pemberian ASI secara eksklusif bahwa rata – rata responden yang tidak
memberikan ASI secara eksklusif dikarenakan ASI ibu tidak langsung keluar pada
saat bayi baru lahir, ada yang ASI keluar setelah 3 hari maupun lebih sehingga
membuat orang tua menjadi khawatir bayi mereka kelaparan dan pada akhirnya
memutuskan untuk memberikan bayinya susu formula. Bahkan, ada ibu yang
mengaku bahwa dari lahir ASI tidak ada keluar sama sekali. Ibu yang memutuskan
pentingnya ASI dan manfaat ASI bagi kesehatan dan pertumbuhan bayinya.
vitamin dan mineral yang dibutuhkan bayi. Kandungan dalam ASI juga lebih
mudah dicerna dan diserap dibandingkan susu formula ataupun susu sapi. anak
yang mendapatkan ASI eksklusif akan memiliki kekebalan tubuh yang terbentuk
secara alami yang didapatkan dari ASI untuk mencegah mudahnya anak terserang
penyakit. Oleh sebab itu, orang tua khususnya ibu harus mengusahakan
infeksi dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
120
100
97,1
81,8
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
18,2
20
2,9
0
Sering sakit Jarang sakit
Riwayat Infeksi Balita
Gambar 8. Diagram bar hubungan riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 8 tersebut proporsi stunting pada balita yang
mengalami sering sakit (≥ 3 kali) sebesar 18,2% (4 orang) dan pada balita yang
mengalami jarang sakit (< 3 kali) sebesar 2,9% (2 orang). Hasil analisis uji statistik
chi-square diperoleh nilai p value = 0,027 dan RP= 7,556, hal ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan Rasio prevalens
pada riwayat infeksi adalah 7,556 artinya sebesar 7,556 kali balita dengan riwayat
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syah (2018) bahwa dari hasil uji statistik nilai p value sebesar 0,001 yang artinya
ada hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada balita (6 – 23
bulan) di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini
mendukung hasil penelitian Pardede (2017) bahwa dari hasil uji statistik
anak masih tergolong rendah. Infeksi yang sering terjadi pada anak adalah diare dan
infeksi saluran napas. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan dari 92 orang
balita terdapat sebesar 35,9% (33 orang) balita yang mengalami diare pada tiga
bulan terakhir, sedangkan yang mengalami infeksi saluran napas (demam, batuk,
pilek) yaitu sebesar 8,7% (8 orang) pada tiga bulan terakhir, balita yang mengalami
diare dan infeksi saluran napas dalam tiga bulan terakhir sebesar 6,5% (6 orang)
dan selebihnya tidak mengalami sakit selama tiga bulan terakhir pada saat
penelitian.
merupakan suatu kumpulan gejala infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan
yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit seperti E.coli, Shigella,
Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera. Bakteri ini dapat menginfeksi anak
melalui makanan ataupun minuman yang telah terkontaminasi. Balita yang sering
mengalami diare dapat kehilangan zat gizi dalam tubuh sehingga berdampak
ASI eksklusif, pemberian imunisasi yang tidak lengkap maupun hygiene dan
sanitasi lingkungan tempat tinggal. Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
dapat memiliki imunitas yang rendah karena tidak mendapatkan ASI yang memiliki
antibodi yang baik untuk tubuh, sehingga balita mudah terserang penyakit infeksi
dan apabila anak sering terserang penyakit maka akan terjadi pengalihan energi
Hasil penelitian pada gambar 8 menunjukkan bahwa balita yang sering sakit
lebih banyak yang mengalami stunting dari pada balita yang jarang sakit, hal ini
bisa terjadi karena balita yang sering mengalami infeksi akan mempengaruhi proses
seseorang mengalami malnutrisi maka akan berisiko lebih besar akan mengalami
penyakit infeksi. Apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu lama maka akan
berhubungan dengan asupan gizi yang kurang melainkan riwayat infeksi juga
berperan dalam masalah gizi anak yang mengalami penyakit infeksi akan
memengaruhi pola makan dan penyerapan gizi yang akan terganggu, sehingga
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat
120
100 95,3
89,3
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
20
10,7
4,7
0
Usia tidak produktif Usia produktif
Umur Ibu
Gambar 9. Diagram bar hubungan umur dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 9 tersebut proporsi stunting pada balita dengan usia ibu
tidak produktif sebesar 10,7% (3 orang) dan balita dengan usia ibu produktif
sebesar 4,7% (3 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value
= 0,364 dan RP = 0,410. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,410 kali balita dengan usia ibu
diketahui terdapat 42 orang ibu yang berusia <21 tahun atau >35 tahun terdapat 9
orang (21,4%) balita yang mengalami stunting, sedangkan dari 46 orang ibu yang
berusia 21 -35 tahun terdapat 19 orang (41,3%) balita yang mengalami stunting.
Hasil analisis uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,077, hal ini
menunjukkan bahwa umur ibu tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting
karena tidak ada korelasi umur dengan peningkatan pengetahuan ibu mengenai
kesehatan.
Wanita yang umurnya kurang dari 20 tahun memiliki organ reproduksi yang
belum siap untuk menerima janin dalam rahimnya dan belum cukup siap untuk
melahirkan. Umur yang muda juga dikhawatirkan lebih mudah mengalami stres
melahirkan prematur. Sedangkan, wanita yang berusia lebih dari 35 tahun tergolong
berisiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan karena pada usia ini wanita rentan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
100 95,2 92
90
80
70
Proporsi (%)
60
50
40
Stunting
30 Normal
20
4,8 8
10
0
Rendah Tinggi
Pendidikan
Gambar 10. Diagram bar hubungan pendidikan dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Pendidikan seseorang sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi status
gizi seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan agar pemahaman
sehingga dapat mencegah terjadinya permasalahan gizi (Fikawati & Syafiq, 2014).
Pendidikan yang dimiliki orang tua khususnya ibu sangat berhubungan dengan pola
yang rendah sebesar 4,8% (2 orang) dan balita dengan pendidikan ibu tinggi
sebesar 8,0% (4 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value
= 0,684 dan RP = 0,575. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,575 kali balita dengan
sekalipun bisa saja mendapatkan informasi mengenai kesehatan dari mana saja
(2017) bahwa dari hasil uji analisis statistik didapatkan nilai p value sebesar 1,000
Nurjanah (2018) pada penelitiannya juga menemukan hasil bahwa tidak terdapat
hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian stunting (p value 0,752).
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
100 94,7
88,2
90
80
70
Proporsi (%)
60
50
Stunting
40
Normal
30
20
11,8
10 5,3
0
Tidak bekerja Bekerja
Pekerjaan
Gambar 11. Diagram bar hubungan pekerjaan dengan kejadian stunting pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 11 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu
yang tidak bekerja sebesar 5,3% (4 orang) dan balita dengan ibu yang bekerja
sebesar 11,8% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p
value = 0,306 dan RP= 0,423. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,423 kali balita dengan
berhubungan dengan kejadian stunting bahwa faktor pekerjaan ibu tidak terbukti
memiliki hubungan dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar di sei renggas
dengan nilai p value = 0,144. Pardede (2017) dari hasil uji statistik menunjukkan
bahwa tidak ada pengaruh pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita usia
pada balita nilai p value sebesar 0,001 dan nilai RP sebesar 1,74 artinya balita
dengan orang tua yang tidak bekerja memiliki risiko 1,74 kali lebih besar
yang pada akhirnya menentukan kualitas dan kuantitas kecukupan pemenuhan gizi
keluarga dan juga pola asuh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu
balita yang menjadi responden sebesar 81,5% (75 orang) adalah ibu rumah
tangga/tidak bekerja dan selebihnya ada yang bekerja sebagai buruh, honorer,
wiraswasta dan bidan. Walaupun ibu tidak bekerja bukan berarti langsung
berarti ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama dengan anaknya sehingga
dapat lebih fokus memperhatikan kesehatan dan asupan pangan keluarga dengan
baik.
keluarga dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
120
100 96,4
92,2
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
20
7,8
3,6
0
Rendah Tinggi
Pendapatan Keluarga
Gambar 12. Diagram bar hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Pendapatan keluarga merupakan jumlah pemasukan yang diterima setiap
keluarga dalam sebulan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ada
Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam pemenuhan zat gizi keluarga.
semakin tinggi tingkat pendapatan suatu keluarga maka akan semakin banyak pula
alokasi uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan pangan seperti sayur, buah
daging dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Fikawati & Syafiq,
2014).
pendapatan keluarga yang rendah (< Rp 2.710.988) sebesar 7,8% (5 orang) dan
Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,663 dan RP= 2,288.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Tahun 2020 dan artinya sebesar 2,288 kali balita dengan pendapatan keluarga yang
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pardede (2018)
bahwa dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh
value = 0,428).
pada balita (p value = 0,001) dengan nilai RP = 3,35 yang artinya balita dengan
pendapatan keluarga < UMK Kabupaten Madiun Tahun 2018 memilki risiko 3,35
keluarga ≥ UMK Kabupaten Madiun Tahun 2018. Penelitian ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian dari Lestari, Rezeki, Mayasari dan Manggabarani (2018) di
dengan kejadian stunting pada anak Sekolah Dasar (SD) dengan nilai p value =
0,001.
bisa mengelola keuangannya dengan baik dan peduli terhadap kualitas dari asupan
ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
120
100 96,2
80 75
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
25
20
3,8
0
Ada Tidak ada
Riwayat Infeksi Ibu
Gambar 13. Diagram bar hubungan riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 13 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu
yang memiliki riwayat infeksi pada masa kehamilan sebesar 25,0% (3 orang) dan
balita dengan ibu yang tidak memiliki riwayat infeksi sebesar 3,8% (3 orang). Hasil
analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,028 dan RP = 8,556. Hal
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi ibu dengan
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020 dan artinya sebesar 8,556 kali balita dengan ibu yang memiliki riwayat infeksi
melakukan penelitian dengan desain case control didapatkan hasil bahwa terdapat
hubungan antara Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), status anemia dan status
KEK terhadap kejadian stunting pada bayi baru lahir di RSUD Wonosari Tahun
2016 dengan nilai p value berurutan sebesar 0,028, 0,037 dan 0,028. Stewart, C.P.,
Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K.F., & Onyango, A.W. (2013)
menjelaskan bahwa infeksi yang dialami ibu saat hamil berkaitan dengan penyakit
malaria, kecacingan, HIV/AIDS dan penyakit lainnya yang dapat berdampak buruk
pertumbuhan dan juga perkembangan janin. Ibu yang mengalami KEK atau anemia
selama kehamilan akan melahirkan bayi BBLR yang akan meningkatkan risiko bayi
mengalami anemia, dan beberapa ada yang mengalami perdarahan pada saat
bisa saja informasi yang diterima terkait riwayat infeksi ibu tidak akurat sebab
responden hanya menjelaskan secara umum tidak secara detail penyakit infeksi apa
mengenai status gizi maupun riwayat kesehatan ibu sebelum maupun selama
Faktor Lingkungan
dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
120
100
97,1
81,8
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
18,2
20
2,9
0
Tidak baik Baik
Fasilitas Sanitasi
Gambar 14. Diagram bar hubungan fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 14 tersebut proporsi stunting pada balita dengan
fasilitas sanitasi tidak baik sebesar 18,2% (4 orang) dan balita dengan fasilitas
sanitasi baik sebesar 2,9% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh
nilai p value = 0,027 dan RP = 7,556. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 7,556 kali balita
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Handayani, F (2017) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara fasilitas
Sinatrya dan Muniroh (2019) juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan
besar (BAB), jenis tempat BAB serta tempat pembuangan akhir tinja. Hasil
penelitian pada gambar 14 di atas dapat kita lihat bahwa balita stunting lebih banyak
pada fasilitas sanitasi yang tidak baik dibandingkan dengan fasilitas sanitasi baik.
Tempat tinggal responden dalam penelitian ini rata – rata sudah memiliki fasilitas
terdapat tempat pembuangan tinja yang baik kemungkinan penyakit yang berasal
dari feses dapat mencemari sumber air yang digunakan keluarga yang akan
memperbesar risiko terjadinya penyakit infeksi seperti diare yang pada akhirnya
akan berdampak terhadap proses penyerapan nutrisi dalam tubuh. Terdapat sebesar
35,9% (33 orang) balita yang mengalami diare pada tiga bulan terakhir pada
penelitian ini, sementara balita yang mengalami diare dan infeksi saluran napas
dalam tiga bulan terakhir sebesar 6,5% (6 orang). Kuman penyebab diare biasanya
menyebar melalui fecal oral bisa melalui makanan atau minuman yang tercemar
tinja ataupun kontak langsung dengan tinja penderitanya. Tempat pembuangan tinja
merupakan sarana sanitasi yang berkaitan penting dengan kejadian diare. Oleh
sebab itu apabila kejadian diare ini berlangsug lama dan sering terjadi tentu akan
2013).
minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
120
98,4
100
83,3
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
20
16,7
1,6
0
Tidak bersih Bersih
Sumber Air Minum
Gambar 15. Diagram bar hubungan sumber air minum dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 15 tersebut proporsi stunting pada balita dengan
sumber air minum tidak bersih sebesar 16,7% (5 orang) dan balita dengan sumber
air minum bersih sebesar 1,6% (1 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square
diperoleh nilai p value = 0,013 dan RP = 12,200. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 12,200
kali balita dengan sumber air minum yang tidak bersih berisiko mengalami kejadian
stunting.
Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Handayani (2017)
bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,992 yang artinya
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan
kejadian stunting. Sumber air yang aman adalah sumber air yang
fisik air tersebut serta dapat memperhitungkan sumber dari air minum kemasan atau
dari depot. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sinatrya dan Muniroh (2019)
menemukan bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,580 ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber air minum dengan
kejadian stunting.
Sumber air minum yang tidak bersih berkaitan erat dengan kesakitan dan
kematian yang terjadi pada anak, sama halnya dengan fasilitas sanitasi sumber air
minum yang tidak bersih akan memperbesar risiko seorang anak mengalami
penyakit infeksi yang akan mempengaruhi kesehatan dan juga status gizi anak.
Salah satu penyakit infeksi yang dapat terjadi karena sumber air minum yang tidak
bersih yaitu penyakit diare. Sumber air minum yang aman dan baik untuk
dikonsumsi tidak terlepas hanya dilihat dari mana air tersebut berasal, tetapi perlu
untuk diperhatikan berapa jarak sumber air dengan sumber pencemaran dan terlebih
air tersebut harus diolah dengan baik sebelum dapat dikonsumsi (Samiyati,
Suhartono & Dharminto, 2019). Faktor lingkungan antara fasilitas sanitasi dengan
sumber air minum saling terikat satu sama lain yang dapat mempengaruhi kesehatan
terutama masalah penyakit infeksi dan apabila hal ini terjadi dalam waktu yang
lama tentu akan mempengaruhi status gizi anak yang akan berdampak terhadap
kejadian stunting.
Faktor Perilaku
dipengaruhi oleh asupan gizi, sanitasi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Tetapi,
perilaku hidup bersih dan sehat juga sangat berperan dalam pencegahan masalah
kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 16.
120
98,3
100
84,4
80
Proporsi (%)
60
Stunting
40 Normal
20 15,6
1,7
0
Tidak Iya
Kebiasaan Mencuci Tangan
Gambar 16. Diagram bar hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 16 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu
yang memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebesar 1.7% (1 orang) dan
balita dengan ibu yang tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun
sebesar 15,6% (5 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p
value = 0,018 dan RP= 10,926. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 10,926 kali balita
dengan ibu yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan berisiko balitanya
penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara cuci tangan di
air mengalir pakai sabun terhadap kejadian stunting dengan nilai p value sebesar
0.001. Penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini ialah penelitian yang
dilakukan oleh Sinatrya dan Muniroh (2019) dengan nilai p value sebesar 0,001 yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian
Kebiasaan cuci tangan dengan sabun berpengaruh terhadap kebersihan diri dari
ibu sebagai pengasuh langsung balitanya. Apabila ibu tidak mencuci tangan setelah
beraktifitas seperti habis kontak dengan hewan kemungkinan ibu untuk menyebarkan
kuman lebih besar kepada balitanya, kebiasaan masyarakat menyuapi anak dengan
tangan langsung memiliki risiko besar untuk menyebabkan penyakit jika tangan tidak
bersih. Berdasarkan penelitian ini angka prevalensi kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun cukup tinggi yaitu dari 92 orang sampel terdapat 60 orang yang memiliki
kebiasaan mencuci tangan dengan sabun. Hal ini disebabkan pada saat penelitian
dilakukan sedang terjadi pandemi covid 19, sehingga para responden mengatakan
bahwa sudah memulai melakukan anjuran dari pemerintah untuk sering cuci tangan
dengan sabun agar dapat mencegah terjangkit virus Severe Acute Respiratory
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
makan anak dan sebelum makan ataupun setelah beraktifitas mempunyai dampak
dalam kejadian diare. Adanya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dapat
penyakit diare. Maka dari itu walaupun mencuci tangan terlihat sepele namun
tangan dengan sabun dengan air yang mengalir dapat menurunkan risiko terkena
Kesimpulan
perempuan 55,4% (51 orang), riwayat berat badan bayi lahir normal 85,9%
(79 orang), balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebesar 76,1% (70
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 yaitu umur ibu paling banyak 20 –
45,7% (42 orang), pekerjaan terbanyak adalah ibu yang tidak bekerja atau
sebagai IRT sebesar 81,5% (75 orang), pendapatan keluarga rendah sebesar
69,6% (64 orang) dan ibu yang tidak ada riwayat infeksi pada masa
Pantai Cermin Tahun 2020 yaitu keluarga dengan fasilitas sanitasi baik
86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87
sebesar 76,1% (70 orang) dan sumber air minum yang bersih sebesar 67,4%
(62 orang).
Cermin Tahun 2020 yaitu adanya kebiasaan mencuci tangan sebesar 65,2%
(60 orang).
riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air minum dan kebiasaan
7. Tidak terdapat hubungan antara riwayat ASI eksklusif, jenis kelamin balita,
2020.
Saran
dengan menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal serta dapat
stunting.
berhubungan dengan kejadian stunting seperti status gizi ibu hamil dan
Adiyanti, M., & Besral. (2014). Pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan
pemanfaatan Posyandu dengan kejadian stunting pada baduta di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas Tahun 2010). Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,
Jakarta.
Adriani, M., & Wirjatman, B. (2016). Peranan gizi dalam siklus kehidupan.
Jakarta: Kencana.
Aini, E.N., Nugraheni, S.A., & Pradigdo, S.T. (2018). Faktor yang mempengaruhi
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Cepu Kabupaten Blora.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(5), 454-461.
Arini, D., Mayasari, A.C., & Rustam, M.Z.A. (2019). Gangguan perkembangan
motorik dan kognitif pada anak toodler yang mengalami stunting di wilayah
Pesisir Surabaya. Journal of Health Science and Prevention, 3, 123-128.
doi:10.29080/jhsp.v3i2.231
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2012). Kerangka Kebijakan Gerakan
Nasional Percepatan perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Diakses dari https://www.bappenas.go.id/files-
/7713/8848-/0483/-kerangka_kebijakan_-_10_sept_2013.pdf
Chirande, L., Charwe, D., Mbwana, H., Victor, R., Kimboka, S., Issaka, A.I.,
Agho, K.E. (2015). Determinants of stunting and severe stunting among
under-fives in Tanzania: evidence from the 2010 cross-sectional household
survey. BMC Pediatr, 15(1):1–13. doi: 10.1186/s12887-015-0482-9
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2018). Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2017. Diakses dari
http://dinkes.sumutprov.go.id/v2/berita-309-gambaran-status-gizi-
masyarakat-balita-kurang-energi-protein-berdasarkan-pemantauan-
status-gizi.html
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. (2018). Buku Saku Pemantauan Status
Gizi Tahun 2017. Diakses dari http://www.kesmas-kemkes-
go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Buku-Saku-Nasional-PSG-
2017_975.pdf
Febrina, Y. (2017). Faktor risiko kejadian stunting pada bayi baru lahir di RSUD
Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2016. Prodi D-IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Fikawati, S. & Syafiq, A. (2014). Konsumsi kalsium pada remaja. Dalam Gizi dan
kesehatan masyarakat (h. 169 – 191). Jakarta: Rajawali Pers.
89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90
Fitri, L. (2018). Hubungan BBLR dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekan Baru. Jurnal Endurance,6,131 – 137.
doi:http://doi.org/10.22216/jen.v3i1.176
Handayani, F. (2017). Determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan
di Provinsi Sumatera Utara. (Tesis, Universitas Sumatera Utara). Diakses
dari http://repository.usu.ac.id/-bitstream/-handle/123456789-/68659.
Hartiyanti, Y., & Triyanti. (2014). Penilaian status gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 275-319). Jakarta: Rajawali Pers.
Indrawani, Y.M. (2014). Penyakit kurang gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 197 – 214). Jakarta: Rajawali Pers.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2018. Diakses dari https://www.kemkes.go.id/-
resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Diakses dari
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/
buletin-diare.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Stunting dalam Kacamata Kesehatan
Lingkungan. Diakses dari http://stbm.kemkes.go.id/app/news/11651/
stunting-dalam-kacamata kesehatan-lingkungan.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Diakses dari https://www.kemkes.go.id
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Kebijakan dan Strategi Penanggulangan
Stunting di Indonesia. Diakses dari
https://www.persi.or.id/images/2019/data/final_paparan_persi_22_feb_20
19_ir._doddy.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Memelihara Kesehatan Kehamilan. Diakses
dari https://www.depkes.go.id/development/site/depkes/pdf.php?id=1-
16062700001
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995 Tahun2010
Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, menyusui & SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusharisupeni. (2014). Gizi dalam daur kehidupan (prinsip-prinsip dasar). Dalam
Gizi dan kesehatan masyarakat (h. 149 – 169). Jakarta: Rajawali Pers.
Kusumawardani, I. (2017). ASI eksklusif, panjang badan lahir, berat badan lahir
rendah sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia 6-24 bulan
di Puskesmas Lendah II Kulon Progo. Politeknik Kesehatan kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta.
Lestari, W., Rezeki, S.H.I., Mayasari, D., & Manggabarani, S. (2018). Faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar negeri
014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan. Jurnal
Dunia Gizi, 01(01), 59 – 64.
Putranti, D.C.MS., & Sulistyorini, L. (2013). Hubungan antara kepemilikan jamban
dengan kejadian diare di Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 07(01), 54 -63.
Mentari, S. & Hermansyah, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan status
stunting anak usia 24 – 59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan
Hulu. Pontianak Nutrition Journal, 01(01), 1 – 4.
Murtini. & Jamaluddin. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 0-36 bulan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
7(2),1 - 10
Nurdiana. (2019). Faktor risiko kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Godean I Yogyakarta Tahun 2019. Jurnal Medika Respati,
14(4), 310.
Nurjanah, L.O. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun
2018. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun, Madiun.
Nurlinda, A. (2013). Gizi dalam siklus daur kehidupan seri baduta (anak usia 1-2
tahun). Yogyakarta: Andi.
Pardede, R. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada
balita usia 24 –59 bulan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 (Tesis, Universitas Sumatera Utara).
Diakses dari http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/20045.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat – Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air.
Rohmah, N., & Syahrul, F. (2017). Hubungan kebiasaan cuci tangan dan
penggunaan jamban sehat dengan kejadian diare balita. Jurnal epidemiologi
berkala, doi: 10.20473/jbe.V5I12017.95-106
Samiyati, M., Suhartono., & Dharminto. (2019). Hubungan sanitasi lingkungan
rumah dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
07(01).
Sinatrya, A.K., & Muniroh, L. (2019). Hubungan faktor water, sanitation, and
hygiene (wash) dengan stunting di wilayah kerja Puskesmas Kotakulon
Kabupaten Bondowoso. Journal Research Study, 164 – 170. doi:
10.2473/amnt.v3i3.2019.164-170
Soeracmad, Y., Ikhtiar, M., & Bintara, A.S. (2019). Hubungan sanitasi lingkungan
rumah tangga dengan kejadian stunting pada anak balita di Puskesmas
Wonomulyo Kabupaten polewali Mandar Tahun 2019. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 5(2), 138 – 150.
Stewart, C.P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K.F., & Onyango, A.W.
(2013). Childhood stunting: context, causes and consequences, maternal
and child nutrition. Diakses dari http://www.who.int/nutrition/events/-
2013_Childhood-Stunting_colloquium_14Oct_Conceptual-Fram-
work_colour.pdf
Syah, N.F. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
United Nations Children’s Fund, World Health Organization, World Bank Group.
(2018). Level and trends in child malnutrition: key findings of the 2018
edition of the joint child malnutrition estimates. Diakses dari
https://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf
World Health Organization. (2018). Child Stunting Data Visualization Dashboard.
Diakses dari http://apps.who.int/gho/data/node.sdg.2-2-viz-1?lang=en
World Health Organization. (2018). Global Nutrition Report. Diakses dari
https://www.who.int/nutrition/globalnutritionreport/2018_Global_Nutritio
n_Report.pdf?ua=1
Yuliana, W., & Hakim, B.M. (2019). Darurat stunting dengan melibatkan
keluarga. Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia
Kepada Yth:
di-
Tempat
Dengan hormat,
NIM : 161000032
(Ardita Agustia)
161000032
No. Responden :
Nama :
Alamat :
No. Hp :
Dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak mana pun
lembaran pertanyaan yang hasilnya akan dijadikan data dalam penelitian yang
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019” yang dilakukan oleh Ardita
(………………………)
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN
TAHUN 2020
No. Responden :
Tanggal Wawancara :
A. Identitas Balita
1. Nama :
2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Tempat/ Tanggal Lahir :
4. Umur : ……………. bulan
5. Berat Badan Lahir : ……………. gram
6. Panjang Badan Lahir : ……………. cm
7. Anak ke : dari bersaudara
B. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Alamat :
3. Umur : ……………. Tahun
4. Pendidikan : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
5. Tidak Sekolah
a. Langsung diberikan
b. Setelah beberapa jam (> 1 jam), jam
c. Setelah beberapa hari, hari
d. Tidak pernah
e. Lupa
H. Sanitasi Lingkungan
(Fasilitas Sanitasi)
1. Dimana biasanya ibu buang air besar (BAB)?
a. Jamban d. Lubang tanah
b. Kolam/sawah/selokan e. Pantai/tanah
c. Sungai/danau/laut lapang/kebun/halaman
2. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar (BAB) sebagian besar anggota rumah tangga:
a. Milik sendiri c. Umum
b. Milik bersama d. Tidak ada
3. Jenis fasilitas yang digunakan untuk BAB:
a. Leher angsa d. Cemplung/cubluk/lubang
b. Plengsengan dengan lantai
c. Cemplung/cubluk/lubang tanpa
lantai
4. Tempat pembuangan akhir kotoran (tinja):
a. Tangki septik d. Sungai/laut
b. SPAL e. Lubang tanah
c. Kolam/sawah f. Lainnya
25 2 20 2 0 32 2 1 1 1 1 76,7 9 -1,84 2 2 1 2 2 2 1 2
26 1 55 1 0 30 2 5 1 1 1 96 122 -2,6 1 1 2 2 2 1 1 1
27 2 57 2 48 25 2 3 2 1 1 104 12 -0,84 2 2 1 2 2 2 2 2
28 2 47 2 48 25 2 2 1 1 1 98 12 -1,06 2 1 2 2 2 1 1 2
29 2 53 2 48 33 2 1 1 1 1 97 13 -1,95 2 1 1 1 2 1 1 1
30 1 53 1 49 30 2 2 1 2 2 101 12 -1,92 2 1 1 2 2 1 1 1
31 2 22 2 0 29 2 5 1 1 1 78,7 15 -1,79 2 1 1 1 2 1 2 2
32 2 17 2 0 34 2 3 2 1 1 78 10 -0,94 2 1 1 2 2 2 2 1
33 2 27 2 0 29 2 3 2 4 2 85 10 -1,05 2 1 1 2 2 2 2 2
34 1 58 2 0 34 2 3 2 1 1 106 13 -0,7 2 2 2 2 1 2 2 2
35 2 36 2 0 23 2 3 2 1 1 95 12 -0,02 2 2 2 2 2 2 2 2
36 1 23 2 0 27 2 2 1 1 1 86,7 11 0,11 2 1 1 2 2 2 2 2
37 1 31 1 0 29 2 3 2 1 1 87 14 -1,77 2 2 1 2 2 2 1 2
38 1 35 2 0 29 2 4 2 1 1 93 13 -0,74 2 1 2 2 2 2 2 2
39 2 59 1 0 26 2 1 1 1 1 100 13 -1,96 2 1 1 2 2 1 1 1
40 1 17 2 0 27 2 1 1 1 1 75,7 8 -2 2 1 1 2 2 1 2 2
41 1 48 2 0 36 3 1 1 1 1 96,6 13 -1,69 2 1 1 1 2 2 1 1
42 2 22 2 0 24 2 3 2 1 1 78,7 15 -1,75 2 1 1 2 2 2 1 2
43 2 33 2 54 41 3 1 1 1 1 89 12 -1,24 2 1 1 1 2 1 1 2
44 1 44 1 0 33 2 4 2 3 2 97 12 -1,33 2 2 1 2 1 1 2 2
45 1 59 2 0 33 2 4 2 3 2 104 14 -1,22 2 2 1 1 2 1 2 2
46 2 18 2 0 23 2 2 1 1 1 82,7 10 0,9 2 1 1 2 2 2 2 2
47 2 46 2 0 45 3 1 1 1 1 102 15 0,07 2 1 1 2 2 2 2 2
48 1 58 2 0 27 2 1 1 1 1 103 14 -1,34 2 1 1 2 2 2 1 1
49 1 12 1 0 36 3 2 1 1 1 75,5 9 -0,39 2 1 1 2 2 2 1 1
50 1 28 2 50 39 3 3 2 1 1 85 11 -1,82 2 1 1 2 2 1 1 1
51 2 31 2 0 30 2 3 2 1 1 94 11 0,69 2 1 1 2 2 2 2 1
52 2 16 2 0 39 3 3 2 1 1 80,7 9 0,99 2 2 1 2 2 2 2 1
53 2 57 2 51 32 2 1 1 1 1 103 16 -1,13 2 1 1 2 2 2 2 2
54 1 13 2 0 32 2 1 1 1 1 78,7 8 0,9 2 1 1 2 2 2 2 2
55 2 26 2 50 21 2 3 2 4 2 85 8 -0,81 2 1 2 2 2 2 2 1
56 2 41 2 50 21 2 3 2 4 2 98 14 -0,11 2 1 2 2 2 2 2 2
57 2 46 2 0 24 2 3 2 1 1 94 12 -1,85 2 2 1 2 1 2 2 1
58 1 49 2 0 27 2 3 2 1 1 98 13 -1,46 2 1 1 2 2 2 2 1
59 1 27 2 0 37 3 2 1 1 1 85 11 -1,55 2 2 2 2 2 2 2 2
60 2 44 1 50 38 3 4 2 3 2 89 10 -2,73 1 1 1 1 2 1 1 2
61 1 50 2 0 50 3 2 1 1 1 97 12 -1,86 2 1 1 1 1 2 1 1
62 2 33 2 0 33 2 3 2 4 2 88 11 -1,4 2 1 1 2 2 2 2 2
63 1 29 2 0 28 2 4 2 1 1 84 10 -1,76 2 1 1 2 2 2 2 2
64 1 59 2 0 35 2 1 1 1 1 109 16 -0,21 2 1 1 2 2 2 2 2
65 1 37 2 0 28 2 3 2 1 1 94 12 -0,8 2 2 1 2 2 2 2 2
66 2 45 2 0 37 3 3 2 1 1 93 12 -1,96 2 1 1 1 2 2 2 1
67 2 46 2 0 29 2 3 2 1 1 96 14 -1,32 2 1 1 2 2 1 2 2
68 1 31 2 0 29 2 3 2 1 1 86 11 -1,99 2 1 1 2 2 1 1 1
69 2 52 2 50 43 3 2 1 1 1 97 13 -1,9 2 2 1 2 2 2 2 2
70 1 57 2 52 24 2 1 1 1 1 102 17 -1,48 2 1 1 1 1 2 2 2
71 2 57 2 50 43 3 2 1 1 1 101 11 -1,49 2 2 1 2 2 2 2 2
72 1 27 2 0 40 3 3 2 1 1 77 13 -3,94 1 1 1 1 2 1 2 1
73 2 59 2 0 40 3 3 2 1 1 100 12 -1,96 2 1 1 2 1 1 1 1
74 1 56 2 0 39 3 3 2 1 1 101 14 -1,52 2 1 1 2 2 2 2 2
75 1 33 2 0 39 3 3 2 1 1 90 11 -1,19 2 1 1 2 2 2 2 2
76 2 42 2 0 39 3 2 1 1 1 93,5 12 -1,42 2 2 2 2 2 2 2 2
77 1 18 2 0 39 3 2 1 1 1 80,7 10 -0,46 2 2 1 2 2 2 2 2
78 2 13 2 48 31 2 2 1 1 1 74,7 9 -0,17 2 1 2 2 2 2 2 2
79 2 56 2 0 22 2 3 2 1 1 98,5 15 -1,94 2 1 1 2 2 2 2 2
80 2 12 2 45 36 3 1 1 1 1 74,7 7 0,15 2 2 2 2 2 2 2 2
81 1 47 2 0 32 2 1 1 1 1 98,5 14 -1,36 2 1 1 1 2 2 1 2
82 2 57 1 0 32 2 1 1 1 1 99 11 -1,94 2 1 1 2 2 2 2 1
83 1 48 2 0 40 3 1 1 1 1 96 13 -1,77 2 1 1 2 2 2 2 2
84 2 31 2 50 27 2 1 1 1 1 87 8 -1,38 2 2 1 1 2 2 2 2
85 1 37 2 0 30 2 2 1 1 1 97 12 -0,02 2 1 2 2 1 2 2 2
86 2 56 2 0 30 2 2 1 1 1 102 17 -1,2 2 1 1 2 2 2 2 2
87 1 28 2 38 34 2 2 1 1 1 80 10 -3,23 1 2 1 1 1 2 1 1
88 2 13 2 38 34 2 2 1 1 1 70,7 7 -1,67 2 1 1 2 2 2 2 2
89 1 16 2 30 28 2 4 2 5 2 74,7 11 -1,91 2 1 1 2 2 2 2 2
90 2 37 2 48 32 2 1 1 1 1 82 26 -1,74 2 2 1 2 2 1 2 2
91 2 37 2 0 23 2 2 1 1 1 96 17 -0,02 2 2 2 1 2 2 2 1
92 2 44 1 0 41 3 3 2 1 1 93 12 -1,84 2 2 1 1 2 2 1 1
Keterangan:
NR : Nomor Responden UB : Umur Balita (bulan)
JK : Jenis Kelamin BBL : Berat Badan Lahir (gram)
1. Laki – laki PBL : Panjang Badan Lahir (cm)
2. Perempuan UI : Umur Ibu (Tahun)
Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki – laki 41 44.6 44.6 44.6
Perempuan 51 55.4 55.4 100.0
Total 92 100.0 100.0
Pendidikan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 20 21.7 21.7 21.7
SMP 20 21.7 21.7 43.5
SMA 42 45.7 45.7 89.1
Perguruan Tinggi 8 8.7 8.7 97.8
Tidak Sekolah 2 2.2 2.2 100.0
Total 92 100.0 100.0
Pekerjaan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT/Tidak Bekerja 75 81.5 81.5 81.5
Petani/Nelayan/Buruh 3 3.3 3.3 84.8
PNS/Honorer 3 3.3 3.3 88.0
Wiraswasta 9 9.8 9.8 97.8
Lainnya 2 2.2 2.2 100.0
Total 92 100.0 100.0
Pendapatan Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 64 69.6 69.6 69.6
Tinggi 28 30.4 30.4 100.0
Total 92 100.0 100.0
Fasilitas Sanitasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
2. Analisis Bivariat
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Stunting
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin * Status
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Kejadian Stunting
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.269a 1 .260
Continuity Correctionb .493 1 .483
Likelihood Ratio 1.270 1 .260
Fisher's Exact Test .401 .241
Linear-by-Linear
1.255 1 .263
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,67.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin (Laki -
2.649 .460 15.245
laki / Perempuan)
For cohort Status Kejadian Stunting =
2.488 .479 12.913
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.939 .837 1.054
Normal
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.806a 1 .009
Continuity Correctionb 4.011 1 .045
Likelihood Ratio 4.805 1 .028
Fisher's Exact Test .035 .035
Linear-by-Linear
6.732 1 .009
Association
N of Valid Cases 92
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,85.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Berat Badan Lahir
7.600 1.346 42.903
(BBLR / Normal)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.077 1.371 26.934
Stunting
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .313a 1 .576
Continuity Correctionb .004 1 .949
Likelihood Ratio .292 1 .589
Fisher's Exact Test .627 .443
Linear-by-Linear
.310 1 .578
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat ASI Eksklusif
.606 .103 3.557
(Tidak ASI Eksklusif / ASI Eksklusif)
For cohort Status Kejadian Stunting =
.629 .123 3.203
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
1.037 .898 1.198
Normal
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.448a 1 .011
Continuity Correctionb 4.180 1 .041
Likelihood Ratio 5.334 1 .021
Fisher's Exact Test .027 .027
Linear-by-Linear
6.378 1 .012
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Infeksi Pada
7.556 1.280 44.585
Balita (Sering Sakit / Jarang Sakit)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.364 1.249 32.426
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.842 .689 1.030
Normal
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.161a 1 .281
Continuity Correctionb .382 1 .536
Likelihood Ratio 1.074 1 .300
Fisher's Exact Test .364 .259
Linear-by-Linear
1.148 1 .284
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Umur Ibu (20 - 35 tahun
.410 .077 2.170
> 35 tahun)
For cohort Status Kejadian Stunting = Stunting .438 .094 2.036
For cohort Status Kejadian Stunting = Normal 1.068 .929 1.227
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .393a 1 .531
Continuity Correctionb .041 1 .839
Likelihood Ratio .402 1 .526
Fisher's Exact Test .684 .425
Linear-by-Linear
.388 1 .533
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,74.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Pendidikan
.575 .100 3.307
Ibu (Rendah / Tinggi)
For cohort Status Kejadian Stunting =
.595 .115 3.090
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
1.035 .931 1.151
Normal
N of Valid Cases 92
Stunting Normal
Kategori Tidak Count 4 71 75
Pekerjaan bekerja Expected Count 4.9 70.1 75.0
Ibu % within Kategori Pekerjaan
5.3% 94.7% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
66.7% 82.6% 81.5%
Stunting
% of Total 4.3% 77.2% 81.5%
Bekerja Count 2 15 17
Expected Count 1.1 15.9 17.0
% within Kategori Pekerjaan
11.8% 88.2% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
33.3% 17.4% 18.5%
Stunting
% of Total 2.2% 16.3% 18.5%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Kategori Pekerjaan
6.5% 93.5% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .940 1 .332
Continuity Correctionb .181 1 .670
Likelihood Ratio .813 1 .367
Fisher's Exact Test .306 .306
Linear-by-Linear
.930 1 .335
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,11.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Chi-Square Tests
Asymptoti
c
Significanc Exact Sig. Exact Sig.
Value Df e (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .575a 1 .448
Continuity Correctionb .090 1 .765
Likelihood Ratio .639 1 .424
Fisher's Exact Test .663 .405
Linear-by-Linear
.568 1 .451
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendapatan Keluarga (Rendah
2.288 .255 20.543
/ Tinggi)
For cohort Status Kejadian Stunting =
2.188 .268 17.874
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting = Normal .956 .864 1.057
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptoti
c Exact
Significanc Sig. (2- Exact Sig.
Value df e (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.729a 1 .005
Continuity Correctionb 4.636 1 .031
Likelihood Ratio 5.278 1 .022
Fisher's Exact Test .028 .028
Linear-by-Linear
7.645 1 .006
Association
N of Valid Cases 92
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat
Infeksi Pada Ibu (Ada / 8.556 1.497 48.885
Tidak Ada)
Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.448a 1 .011
Continuity Correctionb 4.180 1 .041
Likelihood Ratio 5.334 1 .021
Fisher's Exact Test .027 .027
Linear-by-Linear
6.378 1 .012
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,43.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Fasilitas Sanitasi (Tidak
7.556 1.280 44.585
Baik / Baik)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.364 1.249 32.426
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.842 .689 1.030
Normal
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Exact Sig. Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.515 1 .006
Continuity Correctionb 5.249 1 .022
Likelihood Ratio 7.089 1 .008
Fisher's Exact Test .013 .013
Linear-by-Linear
7.434 1 .006
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,96.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sumber Air Minum
12.200 1.356 109.765
(Tidak Bersih / Bersih)
For cohort Status Kejadian Stunting =
10.333 1.262 84.580
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.847 .719 .997
Normal
N of Valid Cases 92
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.670a 1 .010
Continuity Correctionb 4.577 1 .032
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,09.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan Mencuci
10.926 1.217 98.095
Tangan (Tidak ada / Ada)
For cohort Status Kejadian Stunting =
9.375 1.144 76.844
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.858 .737 1.000
Normal
N of Valid Cases 92
2019 2020
No. Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt
1 Pengajuan
Judul
2 ACC Judul
3 Pengangkatan
Dosen
Pembimbing
4 Survei
Pendahuluan
5 Bimbingan
Proposal
6 Seminar
Proposal
7 Perbaikan
Proposal
8 Pengumpulan
Data
9 Analisis Data
10 Bimbingan
Skripsi
11 Sidang
Skripsi
12 Perbaikan
Skripsi
Lampiran 7. Dokumentasi