Anda di halaman 1dari 146

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA


PUSKESMAS PANTAI CERMIN TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh

ARDITA AGUSTIA
NIM. 161000032

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANTAI CERMIN TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

ARDITA AGUSTIA
NIM. 161000032

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Judul Skripsi : Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Nama Mahasiswa : Ardita Agustia
Nomor Induk Mahasiswa : 161000032
Departemen : Epidemiologi

Menyetujui
Pembimbing:

(dr. Rahayu Lubis, M.Kes. Ph.D.)


NIP. 196504251997022001

Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)


NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus : 13 Juli 2020

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 13 Juli 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : dr. Rahayu Lubis, M.Kes., Ph.D.


Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes.
2. Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes.

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahwa Skripsi saya yang berjudul “Faktor

yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020” beserta seluruh isinya adalah benar

karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan

cara – cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau sanksi yang

dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap

etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya saya ini.

Medan, Juli 2020

Ardita Agustia

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstrak

Stunting merupakan suatu kondisi dimana terjadinya gizi kurang pada masa
pertumbuhan dan perkembangan anak yang cukup lama. Angka kejadian stunting
pada balita di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2018 sebesar 30,8%, sementara
di Sumatera Utara sebesar 32,4%. Kabupaten Langkat dari hasil PSG 2017
memiliki prevalensi balita stunting sebesar 26,2%. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui faktor yang berhubungan dengan dengan kejadian stunting pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun 2020. Penelitian ini merupakan
jenis penelitian analitik dengan desain cross sectional. Sampel yang diambil
berjumlah 92 orang balita usia 12 – 59 bulan dengan ibu balita sebagai responden,
diambil dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner penelitian dan dianalisis secara univariat dan
bivariat menggunakan uji statistik chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara variabel riwayat BBLR (0,035), riwayat infeksi pada
balita (0,027), riwayat infeksi ibu (0,028), fasilitas sanitasi (0,027), sumber air
minum (0,013) dan kebiasaan mencuci tangan (0,018) dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Masyarakat diharapkan agar
lebih peduli menjaga kesehatan keluarga dengan menjaga hygiene dan sanitasi
lingkungan tempat tinggal serta dapat menjaga asupan gizi ibu hamil dan
mengusahakan memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pada bayinya. Pihak
Puskesmas diharapkan dapat memberikan edukasi kepada orang tua agar rajin
membawa anak mereka ke posyandu untuk melakukan pemantauan status gizi
terhadap balita khususnya pada stunting. Penelitian selanjutnya diharapkan agar
meneliti variabel seperti status gizi ibu hamil dan akses ke pelayanan kesehatan.

Kata kunci : Stunting, ASI eksklusif, balita

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Abstract

Stunting is a condition in which the occurrence of malnutrition during a child's long


period of growth and development. The incidence of stunting in infants in Indonesia
based on the 2018 Riskesdas data was 30.8%, while in North Sumatra it was 32,4%.
Langkat Regency from the results of the 2017 PSG has a prevalence of stunting
toddlers of 26.2%. The purpose of this study was to determine the factors associated
with the incidence of stunting in infants in the working area of Pantai Cermin Public
Health Center in 2020. This study was an analytic study with cross sectional design.
Samples taken amounted to 92 toddlers aged 12 - 59 months with mother of toddlers
as respondents, taken by purposive sampling. Data collection by interview using a
research questionnaire and analyzed univariately and bivariately using chi-square
statistical tests. The results showed that there was a relationship between the
variable low birth weight history (0.003), history of infection in infants (0.027),
history of maternal infection (0.028), sanitation facilities (0.027), drinking water
sources (0.013) and habits washing hands (0.018) with the incidence of stunting in
toddlers in the working area of Pantai Cermin Health Center.. The community is
expected to be more concerned about maintaining family health by maintaining
hygiene and sanitation of the living environment and can maintain the nutritional
intake of pregnant women and try to provide exclusive breastfeeding for 6 months
to their babies. The Puskesmas is expected to provide education to parents to be
diligent in bringing their children to the posyandu to monitor the nutritional status
of toddlers, especially in stunting. Future researchers are expected to examine
variables such as the nutritional status of pregnant women and access to health
services.
Keywords: Stunting, exclusive breastfeeding, toddlers

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT., yang selalu

memberikan kekuatan, pertolongan dan kasih sayang-Nya kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa masih jauh dari

kesempurnaan. Hal ini tidak lepas dari adanya keterbatasan pengetahuan yang

dimiliki oleh penulis. Namun, penulis mensyukuri dalam proses penulisan skripsi

ini telah banyak mendapatkan bimbingan serta dukungan baik moril maupun

materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum., selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D., selaku Ketua Departemen Epidemiologi

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, sekaligus

selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah berkenaan meluangkan waktu

untuk memberikan banyak bimbingan, arahan serta masukan kepada penulis

dalam penulisan skripsi ini.

4. drh. Rasmaliah, M.Kes., dan Sri Novita Lubis, S.K.M., M.Kes., selaku

Dosen Penguji I dan II penulis.

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Ir., Indra Chahaya, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.

6. Seluruh Dosen FKM USU dan Staf FKM USU yang telah memberikan

ilmu, bimbingan serta dukungan moral kepada penulis selama mengikuti

perkuliahan di FKM USU.

7. dr. Syofyan Armaya selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat

yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan peneitian.

8. dr. Yosep Manaor Silitonga selaku Kepala UPT Puskesmas Pantai Cermin

yang telah memberikan izin kepada penulis.

9. Maulida, S.K.M dan Novita Sari Sinaga, Amd., Gz., selaku penanggung

jawab program gizi serta seluruh pengawai Puskesmas Pantai Cermin yang

telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

10. Keluarga penulis terutama kepada kedua orang tua penulis Bapak Mustafa

Zuluwis dan Ibu Nurmalela serta saudara kandung penulis kakak - kakak

dan abang – abang penulis (Juliana, Zulhijar, Juliansyah, Ainun, Siti, dan

Ardiansyah) serta seluruh keponakan penulis yang selalu memberikan doa,

dukungan serta bantuan moril dan juga materil kepada penulis selama ini.

11. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FKM USU stambuk 2016,

khususnya teman – teman Departemen Epidemiologi 2016 yang tidak bisa

penulis sebutkan satu per satu yang selalu saling memberikan dukungan dan

semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Kepada para teman sejawat penulis di HIMALA USU, Pema USU,

Kelompok KKN Desa Dokan, Kelompok PBL Desa Pantai Cermin dan

Kelompok LKP Puskesmas Glugur Darat yang telah menemani penulis

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dalam proses kehidupan berorganisasi dan juga pegabdian masyarakat

dilapangan.

13. Kepada para sahabat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

yang selalu ada dan bersedia mendengarkan keluh kesah penulis dalam

proses penyusunan tugas akhir ini.

Demikianlah kata pengantar serta ucapan terima kasih penulis ucapkan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, maka dari itu

penulis sangat mengaharapkan kritik maupun saran guna memperbaikinya dan

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Juli 2020

Ardita Agustia

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii
Daftar Lampiran xv
Daftar Istilah xvi
Riwayat Hidup xvii

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 6
Tujuan Penelitian 6
Tujuan umum 6
Tujuan khusus 6
Manfaat Penelitian 7
Manfaat teoritis 7
Manfaat aplikatif 7

Tinjauan Pustaka 9
Stunting 9
Definisi stunting 9
Dampak stunting 10
Upaya pencegahan stunting 14
Pencegahan primer 14
Pencegahan sekunder 16
Pencegahan tersier 16
Penilaian Status Gizi Balita 17
Balita 17
Antropometri 18
Indeks Antropometri 18
Epidemiologi Stunting 20
Distribusi dan frekuensi stunting 20
Berdasarkan orang 21
Berdasarkan tempat 21
Berdasarkan waktu 22
Faktor yang Berhubungan dengan Stunting 22
Landasan Teori 27

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kerangka Konsep 30
Hipotesis 31

Metode Penelitian 32
Jenis Penelitian 32
Lokasi dan Waktu Penelitian 32
Populasi dan Sampel 32
Variabel dan Definisi Operasional 34
Metode Pengumpulan Data 36
Metode Pengukuran 37
Metode Analisis Data 39

Hasil Penelitian 41
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 41
Geografis 41
Demografis 42
Analisis Univariat 43
Kejadian stunting 44
Faktor karakteristik anak 44
Faktor karakteristik ibu 45
Faktor lingkungan 47
Faktor perilaku 47
Analisis Bivariat 48
Hubungan faktor karakteristik anak dengan kejadian stunting 48
Hubungan faktor karakteristik ibu dengan kejadian stunting 51
Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian stunting 53
Hubungan faktor perilaku dengan kejadian stunting 55

Pembahasan 56
Faktor Karakteristik Anak 58
Faktor Karakteristik Ibu 67
Faktor Lingkungan 78
Faktor Perilaku 82

Kesimpulan dan Saran 86


Kesimpulan 86
Saran 87

Daftar Pustaka 89
Lampiran 93

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak 20

2 Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel 37


Independen

3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan 42


Tanjung PuraWilayah Kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2017

4 Distribusi Frekuensi Anak Usia 0 – 5 tahun di Wilayah 43


Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019

5 Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting pada Balita di 44


Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Karakteristik Anak 44


di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Karakteristik Ibu 45


di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Lingkungan 47


di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Perilaku 48


Kebiasaan Mencuci Tangan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

10 Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Anak dengan 49


Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

11 Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Ibu dengan 51


Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

12 Tabulasi Silang antara Faktor Lingkungan dengan Kejadian 54


Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

13 Tabulasi Silang antara Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci 55

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tangan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

xii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Kerangka teori 29

2 Kerangka konsep 30

3 Peta wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2018 41

4 Diagram pie distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita 57


di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

5 Diagram bar hubungan jenis kelamin dengan kejadian 58


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

6 Diagram bar hubungan riwayat BBLR dengan kejadian 60


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

7 Diagram bar hubungan riwayat ASI eksklusif dengan 62


kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

8 Diagram bar hubungan riwayat infeksi dengan kejadian 65


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

9 Diagram bar hubungan umur dengan kejadian stunting pada 68


balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

10 Diagram bar hubungan pedidikan dengan kejadian stunting 70


pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

11 Diagram bar hubungan pekerjaan dengan kejadian 72


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

12 Diagram bar hubungan pendapatan keluarga dengan 74


kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

13 Diagram bar hubungan riwayat infeksi ibu dengan 76


kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

xiii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pantai Cermin Tahun 2020

14 Diagram bar hubungan fasilitas sanitasi dengan kejadian 78


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

15 Diagram bar hubungan sumber air minum dengan kejadian 80


stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai
Cermin Tahun 2020

16 Diagram bar hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan 83


kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Pantai Cermin Tahun 2020

xiv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 93

2 Master Data 98

3 Output Hasil Penelitian 103

4 Surat Izin Penelitian 123

5 Surat Selesai Penelitian 125

6 Alur Penelitian 126

7 Dokumentasi 127

xv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Daftar Istilah

Baduta Bayi Dibawah Dua Tahun


Balita Bayi Dibawah Lima Tahun
HPK Hari Pertama Kehidupan
Jampersal Jaminan Persalinan Universal
JKN Jaminan Kesehatan Nasional
KEK Kurang energi kronik
KEP Kurang energi protein
PSG Pemantauan Status Gizi
Riskesdas Riset Kesehatan Dasar
SD Standart Deviasi
SDM Sumber Daya Manusia
TB/U Tinggi Badan menurut Umur
WHO World Health Organization

xvi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Riwayat Hidup

Penulis bernama Ardita Agustia berumur 22 tahun, dilahirkan di Tanjung

Pura pada tanggal 16 Agustus 1997. Penulis beragama Islam, anak ke tujuh dari

tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Mustafa Zuluwis dan Ibu Nurmalela.

Pendidikan formal dimulai di SD Negeri 050727 Tanjung Pura Tahun 2004-

2010, sekolah menengah pertama di MTs Negeri Tanjung Pura Tahun 2010-2013,

sekolah menengah atas di Madrasah Aliyah Negeri 2 Tanjung Pura Tahun 2013-

2016, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi S1 Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juli 2020

Ardita Agustia

xvii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pendahuluan

Latar Belakang

Keputusan Menteri Kesehatan No. 1995/MENKES/SK/XII/2010 Pendek

(stunting) merupakan keadaan status gizi dimana panjang badan atau tinggi badan

menurut umur yang dibawah standar dijadikan parameter. Permasalahan gizi

kurang yang dialami dalam waktu lama pada masa pertumbuhan dan perkembangan

dari awal kehidupan dapat menunjukkan masalah stunting (Kementerian Kesehatan

RI, 2011).

Stunting (kerdil/pendek) merupakan keadaan balita yang mana situasi ini

didapat dari mengukur panjang badan atau tinggi badan berdasarkan umur anak

yang hasilnya (< - 2 SD) dari standar pertumbuhan anak World Health Organization

(WHO). Masa depan anak yang mengalami stunting akan kesulitan untuk mencapai

perkembangan fisik yang optimal begitu juga dengan perkembangan kognitifnya.

Penyebab dari stunting bisa berasal dari faktor sosial ekonomi, kurangnya asupan

gizi pada ibu hamil, kondisi sanitasi lingkungan, infeksi yang dialami bayi ataupun

ibu saat hamil dan masih banyak faktor lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Kejadian stunting pada balita merupakan masalah yang dialami hampir di

setiap negara. Tren kejadian balita stunting di Dunia Tahun 2000 sebesar 32,6%,

sedangkan Tahun 2017 sebesar 22,2% (World Health Organization, 2018).

Benua Asia berdasarkan data Tahun 2017 dalam Joint Child Malnutrition

Estimates menyumbangkan sebesar 55% dari proporsi balita stunting yang ada di

dunia, sedangkan proporsi balita stunting sepertiganya lagi berasal dari Benua

1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2

Afrika yaitu sebesar 38%. Proporsi balita sebesar 55% berasal dari Asia Selatan

yaitu 58,7% lalu diikuti Asia Tenggara (14,9%) di posisi kedua, sedangkan proporsi

balita stunting terendah yaitu berasal dari Asia Tengah sebesar 0,9% (WHO, 2018).

Berdasarkan data dari WHO prevalensi balita stunting di Asia Tenggara

yang tertinggi yaitu Timor Leste dengan rata-rata prevalensi sebesar 50,2%, pada

urutan kedua yaitu India sebesar 38,4%. Indonesia berada pada urutan ketiga

Negara dengan prevalensi tertinggi balita stunting sebesar 36,4% pada Tahun 2005

sampai 2017, sementara Thailand memiliki rata-rata prevalensi terendah balita

dengan stunting yaitu hanya sebesar 10,5% di Asia Tenggar a (WHO, 2018).

Indonesia sebagai Negara berkembang yang berada di kawasan Asia

Tenggara memiliki beban ganda masalah gizi. Permasalahan ini dapat mengancam

kesehatan anak dan remaja yang hidup di Indonesia. Beban ganda yang dihadapi

Indonesia berupa permasalahan kurang gizi yaitu stunting dan kurus serta kelebihan

gizi yaitu obesitas. Permasalahan ini perlu dibenahi sebab akan berbahaya bagi

kemajuan Indonesia (WHO, 2018).

Prevalensi balita stunting dari Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun

2015 yaitu 29%, 2016 sebanyak 27,5% dan Tahun 2017 sebesar 29,6% (Ditjen

Kesmas, 2018).

Prevalensi stunting di Indonesia belum mengalami banyak perubahan.

Prevalensi balita stunting Tahun 2007 dari data Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) di Indonesia sebanyak 36,8%. Prevalensi balita stunting pada 2010

sebesar 35,6%. Sebesar 37,2% atau 8,4 juta anak Indonesia mengalami stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

pada 2013. Tahun 2016 sebesar 33,6% balita stunting. Tahun 2018 sebesar 30,8%

balita stunting dengan prevalensi tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur dengan

42,6% dan DKI Jakarta dengan prevalensi terendah sebesar 17,7%. Sumatera Utara

memiliki prevalensi balita stunting sebesar 32,39%. Prevalensi dari stunting pada

baduta di Indonesia sebesar 29,9%, sedangkan baduta stunting di Provinsi Sumatera

Utara sebesar 32,14% (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Menurut WHO apabila prevalensi balita stunting suatu negara sebesar 20%

ataupun lebih hal tersebut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu

ditangani. Oleh sebab itu, walaupun angka prevalensi stunting menurun di

Indonesia namun angkanya masih berada di atas standar yang dibuat oleh WHO.

Prevalensi balita stunting di Sumatera Utara yang didapat dari hasil PSG

Tahun 2017 adalah 28,5 %, sedangkan Tahun 2016 hanya sebesar 24,4% balita

stunting. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan di Sumatera Utara.

Berdasarkan hasil PSG 2017 menampilkan data 22 Kabupaten/kota di Sumatera

Utara yang memiliki prevalensi balita stunting diatas angka prevalensi Provinsi

Sumatera Utara (28,5%). Urutan 3 (tiga) tertinggi prevalensi balita stunting

berdasarkan Kabupaten/kota Nias Barat (45,7%), Nias Utara (41,6%), Nias

(41,6%), sedangkan Kabupaten/kota yang memiliki prevalensi balita stunting

terendah ialah yaitu Kota Medan hanya sebesar (8,4%). Kabupaten Langkat

memiliki 26,2 % balita stunting walaupun prevalensi balita stunting di Kabupaten

Langkat tidak berada diatas angka prevalensi Provinsi Sumatera Utara angka

tersebut bisa saja meningkat dari tahun ke tahun jika tidak dilakukan pencegahan

(Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2018).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

Berdasarkan Rekapitulasi 10 Lokus Data Stunting di Dinas Kesehatan

Kabupaten Langkat Tahun 2018 terdapat 10 desa yang menjadi lokus stunting

diantaranya adalah Sematar, Kebun Kelapa, Secanggang, Pematang Serai, Sei

Meran, Perlis, Paluh Manis, Securai Selatan, Securai Utara dan Padang Tualang.

Pemerintah menetapkan 1.000 desa yang menjadi prioritas intervensi

stunting yang berada di 100 Kabupaten/Kota dan 34 provinsi. Desa Pematang Serai

masuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin merupakan lokus stunting

di daerah kabupaten Langkat. Adanya prioritas lokus stunting yang dilakukan

pemerintah merupakan salah satu bentuk upaya guna mempercepat penurunan

angka stunting di Indonesia. (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang penulis lakukan di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin diketahui bahwa proporsi stunting di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin adalah 0,8 % (46 orang). Hasil wawancara penulis

dengan lima Ibu balita ternyata kelima anak balita tersebut tidak mendapatkan ASI

secara eksklusif, saat survei pendahuluan penulis melihat bahwa terdapat anak yang

usianya kurang dari 6 bulan sudah diberikan jajanan seperti permen dan juga

makanan ringan. Penulis mengamati lingkungan di sekitar wilayah kerja Puskesmas

masih ada yang tidak memiliki SPAL. Masih terdapat balita yang memiliki riwayat

BBLR yang diketahui dari data status gizi balita di Puskesmas Pantai Cermin.

Sebagian masyarakat masih mengira bahwa kondisi anak khususnya balita yang

pendek merupakan faktor keturunan dan merupakan kejadian yang biasa yang

terjadi sehingga banyak ibu yang mengabaikan asupan gizi anak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

Aspek yang mempengaruhi status gizi seseorang yaitu dapat dari konsumsi

makanan yang diperoleh, pendidikan serta pengetahuan seseorang mengenai

pentingnya memenuhi asupan gizi tubuh, sosial ekonomi keluarga juga sangat

berperan dalam pemenuhan kebutuhan asupan gizi seseorang, karakteristik

seseorang seperti jenis kelamin laki-laki pada umumnya lebih diutamakan dalam

pemenuhan asupan makanan, faktor lingkungan juga memberikan peran yang besar

sebab lingkungan yang buruk dapat memicu terjadi penyakit infeksi yang akan

mempengaruhi kesehatan seseorang (Fikawati & Syafiq, 2014).

Faktor penyebab stunting ini tidak berlangsung begitu saja saat itu juga,

melainkan stunting ini merupakan kondisi dari masalah kurang gizi yang terjadi

pada masa lampau dimulai dari masa remaja yang sudah mengalami kurang gizi,

dilanjutkan pada masa kehamilan kurang asupan, hingga saat melahirkan bayi

mengalami kekurangan gizi dan terus berlanjut ke siklus hidup selanjutnya. Faktor

yang berhubungan dengan kejadian stunting diantaranya pendapatan, pekerjaan,

keluarga, riwayat ASI eksklusif dan riwayat BBLR (Nurjanah, 2018). Pardede

(2017) menyebutkan bahwa pemenuhan asupan pangan sangat mempengaruhi

kejadian stunting paada balita di Kecamatan Muara Tapanuli Utara mendapatkan

hasil bahwa sebesar 31,8% balita mengalami stunting.

Berdasarkan data diatas perlu dilakukan penelitian mengenai faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut dapat kita ambil suatu rumusan

masalah yaitu belum diketahui faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui apa saja yang berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

Tujuan khusus. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian stunting pada balta di wilayah

kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

2. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan faktor karakteristik anak (jenis

kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita) di

wilayah kerja Puskesms Pantai Cermin Tahun 2020.

3. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan faktor karakteristk ibu (umur,

penddikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) di wilayah

kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

4. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan faktor lingkungan (fasilitas

sanitasi dan sumber air minum) di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020.

5. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan faktor perilaku (kebiasaan

mencuci tangan) di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

6. Mengetahui hubungan faktor karakteristik anak (jenis kelamin, riwayat

BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita) dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

7. Mengetahui hubungan faktor karakteristk ibu (umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

8. Mengetahui hubungan faktor lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air

minum) dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020.

9. Mengetahui hubungan faktor perilaku (kebiasaan mencuci tangan) dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020.

Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

bagi para civitas akademika Universitas Sumatera Utara ataupun kepada semua

pihak yang membutuhkan bahan bacaan mengenai faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada balita dan dapat dijadikan sebaga bahan refrensi bagi

penelitian selanjutnya.

Manfaat aplikatif. Adapun maanfaat aplikatif dari penelitian ini ialah:

1. Sebagai bahan bagi penulis maupun pembaca mendapatkan informasi

mengenai hubungan karakteristik anak, karakteristik ibu, sanitasi

lingkungan dan perilaku sehat dengan kejadian stunting pada balita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat guna

mengetahui penyebab stunting yang dapat terjadi pada balita dan sebagai

bahan informasi untuk melakukan pencegahan sehingga dapat memperbaiki

status gizi keluarga.

3. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan pertimbangan

bagi pemerintahan yang terkait di Kabupaten Langkat untuk menyusun

keputusan serta kebijakan bagi program pencegahan maupun

penanggulangan stunting.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tinjauan Pustaka

Stunting

Definisi stunting. Stunting merupakan keadaan status gizi seseorang yang

dinilai dari panjang badan atau tinggi badan menurut umur yang kurang dari minus

dua standar deviasi (Kementerian Kesehatan, 2011).

Pendek atau stunting merupakan suatu situasi permasalahan gizi kronik

yang mana berdampak terhadap terjadinya permasalahan perkembangan fisik dan

juga perkembangan otak anak. Penyebab kejadian stunting berasal dari faktor yang

komplit. Balita dengan stunting ini akan berdampak terhadap masa depan individu

maupun perkembangan Negara (Kementerian Kesehatan, 2018).

Nilai z-score tinggi badan anak menurut umir yang (< - 2SD) merupakan

penentu dari adanya kejadian stunting pada anak, sedangkan severely stunted atau

sangat pendek ditentukan dengan z-score tinggi badan anak menurut umur yang (<

-3 SD) . Kondisi anak dikatakan normal apabila hasil dari antropometri nilai z-score

tinggi badan menurut umur (TB/U) lebih dari -2 SD berdasarkan kriteria

pertumbuhan WorldHealth Organization (WHO).

Stunting merupakan suatu kondisi yang terjadi akibat adanya kurangnya

asupan gizi yang di dapatkan anak mulai dari janin. Anak dengan stunting memiliki

tingkat kecerdasan hanya 11 poin apabila kita bandingkan dengan anak pada

umumnya. Potensi terjadinya stunting lebih tinggi pada seribu hari pertama

kehidupan. Penyebab tidak langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan

janin berasal dari masa sebelum ibu hamil dan juga saat hamil. Bayi yang lahir

9
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
10

dengan kurang gizi merupakan efek dari ibu yang saat hamil mengalami kurang gizi

yang pada akhirnya akan mempengaruhi proses tumbuh dan kembang anak

(Pardede, 2017).

Anak stunting adalah hasil dari pengukuran yang dilakukan dari panjang

badan atau tinggi bada n menurut umur yang disesuaikan dengan standar WHO.

Salah satu indikator penyebab stunting yaitu tingkat ekonomi sebelumnya (Yuliana,

2019).

Dampak stunting. Stunting di Indonesia menjadi masalah gizi utama sebab

berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) dari Tahun 2015 sampai dengan

2017 prevalens stunting lebih tinggi dibandingkan dengan masalah gizi lainnya.

Prevalensi balita stunting pada Tahun 2015 sebesar 29%, Tahun 2016 prevalensi

stunting pada balita sebesar 27,5% dan pada Tahun 2017 sebesar 29,6% balita

stunting (Ditjen Kesmas, 2018).

Berdasarkan Kementerian Kesehatan (2019) menyebutkan bahwa stunting

dapat berdampak bagi keluarga dan negara diantaranya sebagai berikut.

1. Dampak kesehatan

Dampak kesehatan merupakan dampak jangka pendek dari stunting hal ini

dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kesakitan serta kematian. Stunting

dapat berdampak terhadap kesehatan diantaranya memengaruhi pertumbuhan,

perkembangan anak dan mengakibatkan gangguan metabolik.

Perubahan dalam jumlah, besar, ukuran atau dimensi seseorang yang dapat

diukur dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan juga keseimbangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

metabolik merupakan pertumbuhan. Anak stunting mengalami permasalahan yaitu

gagal tumbuh yang ditandai dengan berat lahir rendah, kecil, pendek maupun kurus

pada anak (Adriani & Wirjatman, 2016).

Meningkatnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh dengan pola beraturan

sebagi hasil dari proses pematangan yang termasuk perkembangan intelektual,

emosi maupun tingah laku yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan

sekeliling adalah define dari perkembangan. Anak stunting dapat mengalami

gangguan perkembangan koginitif dan motorik sehingga mempengaruhi

kecerdasan seseorang untuk masa depannya. Gangguan perkembangan kognitif ini

bersifat tidak dapat diperbaiki, artinya kita tidak dapat mengejar kegagalan

perkembangan otak anak (Adriani & Wirjatman, 2016).

Gangguan metabolik dapat terjadi pada anak yang mengalami stunting pada

masa dewasa kelak. Gangguan metabolik adalah kelainan kesehatan yang

mempengaruhi tubuh manusia, yang mengakibatkan terjadinya gangguan pada

kemampuan metabolisme tubuh manusia. Risiko untuk mendapatkan penyakit tidak

menular sangat tinggi seperti penyakit jantung, obesitas, stroke serta diabetes

2. Dampak ekonomi

Stunting tidak hanya sebatas berdampak terhadap kesehatan, permasalahan

kesehatan selalu berhubungan dengan kondisi ekonomi. Berdasarkan data dari the

Worldbank Tahun 2016 dalam Kementerian Kesehatan (2019) suatu negara

berpotensi mengalami kerugian ekonomi akibat dari stunting setiap tahunnya

sebesar 2 – 3 % GDP. Apabila Produk Domestik Bruto (PDB) yang diproduksi oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Indonesia sebesar 13.000 triliun rupiah, maka potensi kerugian yang akan dialami

yaitu sekitar 260 – 390 triliun rupiah per tahunnya. Negara akan mengalami

penghambatan pertumbuhan ekonomi serta produktivitas pasar kerja yang pada

akhirnya dapat menghambat pembangunan dan kesempatan untuk menjadi negara

maju. Anak dengan stunting akan berlanjut ke masa dewasa sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya kualitas hidup yang dapat memperburuk disparitas yaitu

mengurangi 10% dari total penghasilan karena kemampuan kognitif serta kesehatan

yang kurang baik. Hal ini akan berdampak terjadinya kemiskinan antar generasi.

Kualitas sumber daya manusia (SDM) masa depan bergantung pada kualitas

hidup yang dijalanin pada masa sekarang, kualitas SDM tentu bergantung terhadap

kualitas gizi yang di dapat terutama pada masa persiapan sebelum menikah, saat

hamil dan juga saat menyusui. Kehidupan pada seribu hari pertama ini sangat

penting untuk diperhatikan sebab permasalahan ketertinggalan gizi yang dialami

pada waktu ini akan berdampak terhadap masa depan yang akan bersifat persisten

dan suklit diperbaiki. Efek dari hal ini tidak hanya akan terlihat pada kondisi fisik

melainkan jauh lebih buruk akan berdampak terhadap kemampuan berpikir anak

yang kurang, risiko terkena penyakit tidak menular semakin tinggi yang berakibat

kualitas hidup yang akan lebih rendah dibandingkan manusia normal lain

(Bappenas, 2012).

Gizi kurang yang dialami dari saat menjadi janin akan berlanjut seterusnya,

apabila bayi tersebut perempuan maka akan berlanjut ke kehidupan remajanya

hingga dewasa mengalami gizi kurang akan berdampak terhadap terjadinya BBLR.

Anak dengan BBLR akan berisiko mengalami penyakit kronis seperti jantung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

koroner dan hemorrhagic stroke. Remaja stunting akan tumbuh menjadi dewasa

yang pendek sebab kecepatan tumbuh kembang kognitif serta perilaku terjadi tidak

maksimal yang diakibatkan oleh kurang gizi, hal tersebut tidak dapat diperbaiki

sepenuhnya (Kusharisupeni, 2014).

Hasil penelitian Arini, Mayasari dan Rustam (2019) menunjukkan bahwa

perkembangan kognitif dan motorik anak dapat dipengaruhi oleh derajat stunting.

Anak stunting dapat menjalani keterlambatan proses perkembangan kognitif dan

juga motorik sehingga anak diketahui cenderung akan lebih tertutup dan lebih sulit

untuk bergaul dengan anak seusianya.

Pardede (2017) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa anak dengan

stunting akan berdampak negatif yang berlangsung selama kehidupannya dan sulit

untuk diperbaiki hal ini terjadi akibat terjadinya kurang gizi dari awal fase

kehidupan anak dan selanjutnya akan berdampak pada seluruh fase kehidupan anak.

Stunting tidak hanya berdampak terhadap kekurangan gizi melainkan anak dengan

stunting akan mempengaruhi prestasi akademik, pendapatan saat dewasa yang

mungkin saja akan menjadi orang dewasa dengan pendidikan yang rendah, lalu

berhubungan dengan pendapatan ekonomi rendah sehingga mempengaruhi dalam

pemenuhan gizi keluarga dan akan jauh lebih rentan mengalami sakit degeneratif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Upaya pencegahan stunting. Pemerintah Indonesia melakukan upaya guna

menurunkan angka prevalensi stunting diantaranya dengan melakukan sosialisasi

1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) sebagai intervensi bagi ibu untuk mencegah

terjadinya stunting pada balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan dengan tahap

primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer. Kementerian Kesehatan (2019) dalam Kebijakan dan

Strategi Penanggulangan Stunting di Indonesia telah membuat kerangka intervensi

untuk mencegah stunting yaitu dengan melakukan intervensi diantaranya yaitu.

Intervensi gizi spesifik ini dibagi menjdi tiga yang dimulai dari masa

kehamilan ibu hingga melahirkan. Ibu hamil merupakan sasaran pertama, adapun

kegiatan yang dilakukan dalam intervensi ini adalah pemberian makanan tambahan

(PMT) untuk mencegah kekurangan energy protein (KEP) dan kekurangan energi

krnoik (KEK) pada ibu hamil, mencegah terjadinya kekurangan iodium, mencegah

terjadinya kekurangan zat besi dan asam folat memberikan obat cacing untuk

mencegah cacingan.

Ibu menyusui dan bayi (0-23 bulan) merupakan sasaran kedua, kegiatan

yang dilakukan ialah melakukan dorongan berupa promosi kesehatan untuk

memberikan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), guna mendukung pemberian

kolostrum, pemberian penyuluhan mengenai menyusui yang benar guna

tercapainya pemberian ASI secara eksklusif serta melakukan pemantauan status

gizi dengan datang ke posyandu setiap bulannya.

Ibu menyusi dan anak (24-59 bulan) merupakan sasaran ketiga, kegiatan

yang dilakukan dalam intervensi ini adalah mengajak ibu agar dapat meneruskan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

pemberian ASI dan memberikan makanan tambahan pendamping ASI yang

berkualitas, memberikan imunisasi lengkap, menyediakan obat cacing, memenuhi

kebutuhan zat besi serta melakukan upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi

dan malaria.

Intervensi gizi sensitive lebih ditujukan kepada masyarakat umum. Adapun

kegiatan intervensi yang dilakukan adalah peningkatan penyediaan air minum dan

sanitasi dengan menyediakan akses air bersih yang aman untuk diminum serta akses

terhadap sanitasi yang layak. Peningkatan keterjangkauan dan kualitas pelayanan

gizi serta kesehatan dengan menyiapkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan

Jaminan Persalinan Universal (Jampersal), bantuan untuk keluarga kurang mampu

(PKH) dan pelayanan keluarga berencana (KB). Peningkatan kesadaran

pengasuhan gizi ibu dan anak dengan melakukan pemberian informasi mengenai

kesehatan melalui berbagai media, membagikan pendidikan tentang penjagaan

kepada orang tua, PAUD, penddikan tentang gizi masyarakat, pendidikan kespro

remaja dan perlindungan terhadap anak dan pemberdayaan perempuan.

Peningkatan pangan bergizi melalui program bantuan non tunai (BPNT),

melakukan fortifikasi bahan pangan pokok, membuat KRPL.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Pencegahan sekunder. Pencegahan stunting pada tingkatan ini adalah

dengan meningkatkan kualitas hidup remaja putri melalui intervensi pendidikan

dengan meningkatkan pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah – sekolah,

memberikan edukasi terhadap kebutuhan gizi pada remaja, membentuk konselor

sebaya guna dapat membahas perkembangan pada remaja.

Intervensi kesehatan merupakan intervensi yang dilakukan selanjutnya

yaitu dengan memberikan sumplementasi tablet tambah darah pada remaja putri,

memberikan obat cacing bagi remaja putri, melakukan promosi kesehatan

mengenai gizi serta pengadaan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di

Puskesmas.

Pencegahan tersier. Melakukan pencegahan dengan melakukan

pemberdayaan orang terdekat. Adapun intervensi yang dapat dilakukan yaitu

melalui intervensi sosial dan intervensi kesehatan. Intervensi sosial dengan

menggerakkan tokoh masyarakat untuk mempromosikan keluarga berencanazserta

menyediakan bantuan sosial dari Pemerintah daerah.

Intervensi kesehatan dengan melakukan diskusi penjadwalan untuk

kehamilan mengikutsertakan suami dan keluara, menyediakan pelayanan alat

kontraspsi bagi suami, melakukan konseling ke bidan dengan suami guna

menentukan dimana akan melakukan persalinan, konseling pra nikah dan edukasi

seks reproduksi bagi remaja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Penilaian Status Gizi Balita

Balita. Balita merupakan suatu individu yang memilki rentang usia tertentu.

Balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan usia yaitu usia bayi (0 sampai 2

tahun), golongan balita (2 sampai 3 tahun) dan usia pra sekolah (> 3 sampai 5

tahun). WHO menggolongkan usia balita dari 0 sampai 60 bulan dan pendapat lain

mengatakan bahwa balita berada di usia 1 sampai 5 tahun.

Usia balita (1 – 5 tahun) merupakan usia dalam siklus daur kehidupan yang

mana terjadi pertumbuhan yang tidak begitu pesat jika dibandingkan dengan masa

bayi. Elizabeth B. Hurlock dalam Adriani dan Wirjatman (2016) mengatakan siklus

hidup pada masa balita merupakan periode emas dalam proses perkembangan anak

yang akan menjadi modal bagi fase kehidupan selanjutnya. Balita memiliki

kebutuhan gizi yang harus di penuhi, sebab gangguan gizi yang dialami pada fase

ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan selanjutnya. Oleh sebab itu, asupan

makanan yang berkualitas gizi tinggi sangat diperlukan terutama yang mengandung

energi, protein (khususnya protein hewani), vitamin (Vit B kompleks, Vit C dan Vit

A) serta mineral (Ca, yodium, fosfor, Fe dan Zn). Orang tua dan keluarga sangat

berperan dalam pemenuhan asupan gizi yang tepat dan berkualitas bagi anak balita.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

Antropometri. Antropometri adalah salah satu studi pengukuran terhadap

tubuh manusia yang dilakukan terhadap seluruh komponen tubuh manusia yaitu

tulang, seluruh jaringan tubuh, otot dan juga lemak. Metode PSG menggunakan

pengukuran antropometri sebagai salah satu pengukurannya yang dapat menilai

permasalahan utama gizi, yaitu KEP dan Obesitas (Hartiyanti & Triyanti, 2014).

Nurlinda (2013) menjelaskan bahwa istilah nutritional anthropometry ialah

pengukuran yang dilakukan pada fisik manusia yang mengukur derajat nutrisi yang

tentu tidak sama. Pengukuran dengan antropometri yaitu pengukuran lemak tubuh

dan massa tubuh yang bebas lemak.

Penilaian menggunakan antropometri memiliki kelemahan yaitu

membutuhkan data yang harus relevan, terdapat kesalahan dari alat ataupun dari

tenaga pengukur serta tidak dapat memberikan informasi mengenai defisiensi zat

gizi makro. Namun, pengukuran antropometri relatif lebih murah, dapat dilakukan

pada populasi yang besar, pengukuran tidak menimbulkan rasa sakit pada populasi

yang diukur (Hartiyanti & Triyanti, 2014).

Indeks Antropometri. Pengukuran antropometri dalam menilai status gizi

seseorang pada umumnya dengan mengukur panjang badan atau tinggi badan,

lingkar kepala, berat badan, lingkar lengan atas dan tebal kulit. Pengukuran ini

dilakukan guna menilai pertumbuhan dan status gizi pada bayi (Nurlinda, 2013).

Indeks pengukuran antropometri terdiri dari berat badan menurut umur

(BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat

badan menurut panjang badan atau berat badan menurut tinggi badan (BB/PB atau

BB/TB), indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian stunting dilakukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

pengukuran yaitu panjang badan (anak 0-24 bulan) yang diukur telentang atau

berbaring dan tinggi badan (anak > 24 bulan) diukur dengan cara berdiri menurut

umur anak yang dihitung dalam bulan (Kementerian Kesehatan, 2011).

Penelitian Syah (2019) menjelaskan bahwa pertumbuhan tulang merupakan

indeks dari tinggi badan dari Gibson 2005, parameter tinggi badan menurut umur

dalam menilai status stunting pada anak adalah suatu bentuk gambaran status gizi

yang didapatkan anak pada masa lalu. Hal ini menunjukkan keadaan bahwa sang

anak tidak dapat memenuhi pertumbuhan linier.

Pengukuran indeks tinggi badan dilakukan dengan melakukan pengukuran

pada seluruh komponen tulang tubuh mulai dari kaki hingga tulang tengkorak

kepala. Apabila parameter tinggi badan dinilai dengan umur maka dapat dijadikan

sebagai parameter untuk mengetahui status stunting serta indikator dari status

ekonomi ataupun kesejahteraan suatu Negara (Hartiyanti & Triyanti, 2014).

Berikut merupakan indeks atau batasan yang ditetapkan dalam melakukan

pengukuran antropometri untuk menilai status gizi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Tabel 1

Kategori Indeks Antropometri Status Gizi Anak

Indeks Kategori Ambang Batas (Z-score)


Status Gizi
Berat badan menurut umur Gizi Buruk < -3 SD
(BB/U) Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak (0 – 60 bulan) Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD

Panjang badan menurut Sangat Pendek < -3 SD


umur (PB/U) Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD
Atau Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi badan menurut Tinggi >2 SD
umur (TB/U)
Anak (0 – 60 bulan)

Berat badan menurut Sangat Kurus < -3 SD


panjang badan (BB/PB) Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
atau Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Berat badan menurut Gemuk >2 SD
tinggi badan (BB/TB)
Anak (0 – 60 bulan)

Indeks massa tubuh Sangat Kurus < -3 SD


menurut umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak (0 – 60 bulan) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >2 SD

Indeks massa tubuh Sangat Kurus < -3 SD


menurut umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak (0 – 60 bulan) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk >1 SD Ssampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011

Epidemiologi Stunting

Distribusi dan frekuensi stunting. Distribusi dan frekuensi kejadian

stunting sebagai berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Berdasarkan orang. Chirande dkk. (2015) melakukan penelitian pada tahun

2010 di Tanzania dari hasil penelitian tersebut mereka menemukan bahwa balita

usia 0 - 23 bulan lebih rendah prevalensi stunting yaitu sebesar 35,5% disbanding

dengan usia 0 – 59 bulan yyaitu sebesar 41,6%.

Hasil penelitian yang dilakukan Aini, Nugraheni dan Pradigdo (2018) di

wilayah kerja Puskesmas Cepu, Blora ditemukan bahwa anak usia 24 – 35 bulan

sebanyak 71,1%, usia 36 – 59 bulan sebanyak 28,9% mengalami stunting. Data

Riskesdas Tahun 2018 mengatakan bahwa proporsi anak usia di bawah dua tahun

yang pendek di Indonesia sebesar 29,9%. Data Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan

bahwa status gizi anak usia lima tahun berdasarkan tinggi badan menurut umur

bahwa sebesar 29,0% anak laki – laki dan sebesar 27,5% anak perempuan

mengalami stunting .

Berdasarkan tempat. Hasil dari data dunia dalam tingkat dan tren masalah

status gizi anak oleh WHO (2018) bahwa pada Tahun 2017 anak usia < 5 tahun

yang mengalami stunting setengahnya disumbangkan oleh Asia yaitu sebesar 55%

dan Afrika menyumbangkan angka stunting sebanyak 39%. Sebanyak 58,7% anak

dibawah lima tahun di Asia Selatan mengalami stunting dan Asia Tenggara berda

diurutan kedua dengan persentase sebesar 14,9%. Distribusi anak balita yang

mengalami stunting yang tertinggi berasal dari negara dengan pendapatan

menengah kebawah sebesar 66%, sementara distribusi stunting pada negara yang

berpendapatan rendah sebesar 25%, negara dengan pendapatan menengah ke atas

hanya 8% dan pendapatan tinggi 1% yang mengalami stunting. Hal ini berhubungan

dengan kemampuan ekonomi seseorang untuk memenuhi asupan gizi. Tingginya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

pendapatan suatu negara maka akan semakin banyak pula alokasi dana yang dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan gizi anak dan keluarga.

Berdasarkan waktu. Angka stunting di Indonesia menurut data hasil

Riskesdas 2007 angka kejadian stunting sebesar 36,8%, lalu angka kejadian

stunting pada 2010 menjadi sebanyak 35,6%. Pada 2013 angka kejadian stunting

sebanyak 37,2%. Selanjutnya, dari Tahun 2016 sampai Tahun 2018 angka kejadian

stunting terus mengalami penurunan dengan masing-masing sebesar 33,6%

menjadi 30,8% (Kementerian Kesehatan RI, 2019).

Faktor yang Berhubungan dengan Stunting

Stunting adalah keadaan anak yang mengalami gangguan nutrisi serius yang

merupakan efek dari kurangnya pemenuhan kebutuhan asupan gizi pada waktu

yang lama (Nurdiana, 2019). Berdasarkan beberapa penelitian yang terdahulu

Nurjanah (2018), Syah (2019) serta Adiyanti dan Besral (2014) yang berhubungan

dengan kejadian stunting diketahui bahwa karakteristik balita seperti umur, BBLR,

ASI eksklusif dan tinggi badan. Karakteistik ibu, pendapatan keluarga, pola

pemberian makan dan juga sanitasi lingkungan.

Jenis kelamin. Menurut Fikawati dan Syafiq (2014) yang mengutip dari

Khumaidi (1989) anak laki-laki dalam masyarakat lebih diperhatikan mengenai

pemenuhan asupan gizinya dibandingkan dengan perempuan. Jenis kelamin

mempengaruhi terhadap kebutuhan asupan gizi. Kebutuhan asupan gizi laki-laki

lebih banyak, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya rutinitas yang dilakukan. Tentu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

saja, dengan hal ini didapatkan banyaknya jumlah perempuan yang mengalami

kurang gizi ataupun stunting dibandingkan laki-laki.

Pendidikan. Pendidikan seseorang juga sebagai salah satu faktor yang

mempengaruhi status gizi seseorang dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi

diharapkan agar pemahaman mengenai informasi pemenuhan kebutuhan gizi dapat

diterapkan dengan baik sehingga dapat mencegah terjadinya permasalahan gizi

(Fikawati & Syafiq, 2014). Berdasarkan hasil penelitian Mentari dan Hermansyah

(2018) ibu dengan pendidikan tinggi memiliki anak stunting 39,3%, sedangkan

pendidikan rendah 72,1%. Ini menunjukkan bahwa pendidikan juga sangat

mempengaruhi pemahaman seseorang untuk dapat memberikan asupan gizi yang

baik bagi keluarga.

Pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Lestari, Rezeki,

Mayasari dan Manggabarani (2018) pekerjaan ibu tidak terbukti sebabagi penyebab

stunting anak SD di sei renggas (p value = 0,144). Namun hasil Nurjanah (2018)

pekerjaan ibu (p value = 0,001) berhubungan dengan stunting pada balita di wiayah

kerja Puskesmas Kleorejo Kabupaten Madiun.

Pendapatan keluarga. Jumlah pemasukan yang diterima setiap keluarga

dalam sebulan berdasarkan UMK yang ada di daerah tersebut merupakan

pendapatan keluaga. Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam

pemenuhan zat gizi keluarga. Kemampuan daya beli sesuai keluaga sesuai dengan

pendapatan yang dimiliki. Tingginya pendapatan yang didapat dalam keluarga,

maka diharapkan akan semakin banyak pula alokasi uang yang digunakan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

membeli kebutuhan pangan seperti sayur, buah daging dan lain-lain untuk

memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Fikawati & Syafiq, 2014). Lestari, Rezeki,

Mayasari dan Manggabarani (2018) melakukan penelitian di Sei Renggas

memberikan informasi bahwa memang pendapatan berhubungan dengan stunting

pada anak Sekolah Dasar (SD) dengan nilai p value = 0,001.

Riwayat BBLR. Suatu kondisi dimana bayi lahir dengan BB < 2.500 gram

akibat dari terjadinya kurang gizi yang didapat pada sebelum dan saat hamil

(Kusharisupeni, 2014). Menurut hasil penelitian dari Murtini dan Jamaluddin

(2018) BBLR berhubungan dengan stunting (0,008). Sama halnya dengan

penelitian Nurjanah (2018) di Madiun bahwa BBLR berhubungan dengan stunting

pada balita (0,002 dan OR =2,62). Namun, berbeda dengan hasil penelitian

Kusmawardani (2017) di Kabupaten Kulon Progo, bahwa tidak terbukti BBLR

berhubungan dengan risiko kejadian stunting dengan OR (Odd Ratio) sebesar

0,544. Anak BBLR belum tentu akan menjadi stunting.

Riwayat ASI eksklusif. Suatu cairan yang mengandung banyak protein dan

juga antibodi yang tidak dapat ditemukan pada susu formula mana pun adalah ASI.

Proses menyusui sungguh panjang ASI tersebut diproduksi di payudara pasca

melahirkan hormon estrogen dan progesteron mengalami penurunan yang

signifikan pengaruh prolactin semakin dominan dengan terjadinya hal ini maka

mulailah terbentuk ASI (Kristiyanasari, 2011). Berdasarkan penelitian yang

dilakukan Nurjanah (2018) ASI eksklusif berhubungan dengan stunting dengan

0,001 dengan OR = 3,36. Berbeda dengan penelitian Murtini (2018) di wilayah

kerja Puskesmas Lawawoi bahwa tidak terdapat hubungan ASI eksklusif dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

stunting p value yang didapat adalah 0,322 dengan tingkat kepercayaan sebesar

95%.

Riwayat infeksi. Infeksi memiliki hubungan dengan kejadian stunting.

Anak – anak sering mengalami sakit diare dan infeksi saluran napas, apabila

seseorang mengalami penyakit infeksi akan mempengaruhi proses penyerapan

nutrisi sehingga akan mengalami malnutri. Sebaliknya, apabila seseorang

mengalami malnutrisi maka akan berisiko lebih besar akan mengalami penyakit

infeksi. Jika sakit infeksi yang dialami berlangsung lama maka akan meningkatkan

risiko terjadinya stunting. Permasalahan gizi tidak semata hanya berhubungan

dengan asupan gizi yang kurang melainkan riwayat infeksi juga berperan dalam

masalah gizi anak yang mengalami penyakit infeksi akan memengaruhi pola makan

dan penyerapan gizi yang akan terganggu, sehingga mengakibatkan masalah

kekurangan gizi (Indrawani, 2014). Syah (2019) melakukan penelitian bahwa ada

hubungan riwayat infeksi (p= 0,001) dengan stunting.

Sanitasi lingkungan. Lingkungan dapat berhubungan dengan stunting, hal

ini berkaitan dengan kejadian infeksi apabila lingkungan tempat tinggal tidak sehat

maka akan memperbesar risiko terjadi penyakit infeksi seperti diare. Diare dapat

mengganggu proses penyerapan nutrisi seorang anak, sehingga dapat menghambat

pertumbuhan anak. Kondisi kesehatan lingkungan ini dapat dilihat dari hygiene dan

sanitasi seperti akses jamban sehat, penerapan cuci tangan pakai sabun (CTPS),

pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga, akses terhadap sumber air bersih

serta pengelolaan air minum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

Lin A, et al. dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (2017) peranan dari

adanya perbaikan lingkungan atas pencegahan masalah stunting cukup berarti,

penelitian mengenai anak-anak di Bangladesh menyebutkan bahwa anak- anak

yang dapat mengakses lingkungan yang sehat 50% pertumbuhan tinggi badannya

lebih tinggi daripada anak yang tidak tersedia air minum bersih, tidak CTPS dan

tidak ada jamban yang baik. Ganngguan inflamasi usus kecil dan Environmental

Enteropathy (EE) terjadinya penukaran energi, yang mana energi tersebut untuk

pertumbuhan namun digunakan untuk melawan infeksi yang terjadi.

Berdasarkan penelitian Nurjanah (2018) hygiene dan sanitasi buruk akan

mempengaruhi kesehatan yang akan mempermudah terjadinya penyakit infeksi

sehingga dapat menggangu proses tumbuh kembang anak mengutip dari penelitian

Chamilia dan Triska (2016) dari hasil penelitian mereka mendapati bahwa balita

stunting sebesar 75,8% diasuh dengan hygiene yang buruk, tempat tinggal dan

lingkungan balita stunting dengan balita normal hampir sama hanya saja kesadaran

akan pentingnya kebiasaan sebelum makan untuk melakukan CTPS yang masih

rendah dengan OR=4,808 dengan nilai CI = 1,667 – 13, 862.

Penelitian yang dilakukan oleh Soeracmad, Ikhtiar dan Bintara (2019) di

polewali Mandar didapatkan hasil bahwa adanya pengaruh signifikan cuci tangan

di air mengalir pakai sabun dengan kejadian stunting (0,001).

Penelitian berikutnya membuktikan jika permasalahan gizi atau stunting

tidak hanya sebatas dalam masalah pemenuhan asupan gizi melainkan faktor

lingkungan juga sangat berperan terhadap terjadinya stunting khususnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

permasalahan mengenai sanitasi rumah dan ketersediaan air bersih. Baduta yang

menggunakan jamban tidak layak dilihat dari nilai OR 1,2 kali berisiko terkena

stunting, sedangkan baduta yang memanfaatkan air minum tidak tertutup berisiko

1,2 kali terkena stunting dan mata air yang tidak baik cenderung 1,3 kali baduta

berisiko mengalami stunting (Adiyanti & Besral, 2014).

Landasan Teori

Kejadian stunting dapat disebabkan faktor yang berhubungan secara tidak

langsung ataupun langsung dengan proses pertumbuhan anak. Faktor dari

karakteristik anak balita seperti jumlah makanan yang kurang memadai baik dari

kualitas bahan ataupun proses pengolahan bahan makanan kurang memenuhi

kebutuhan gizi anak. Kondisi gizi Ibu juga dapat menyebabkan kejadian stunting

pada anak apabila status gizi Ibu kurang saat mengandung anak, maka melahirkan

bayi BBLR sehingga berdampak terhadap pertumbuhan anak seterusnya. Status

kesehatan anak yang pernah mengalami peradangan ataupun imunitas yang rendah

dapat menjadi penyebab mudahnya anak terjangkit penyakit yang akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Hampir sama dengan karakteristik anak balita dalam karakteristik keluarga

kualitas makanan yang dikonsumsi menjadi faktor yang menyebabkan stunting baik

dari kualitas, jumlah ketersediaan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan gizi

keluarga. Hal tersebut tentu dipengaruhi banyak aspek terutama dari jumlah

pendapatan ekonomi keluarga, apabila pendapatan rendah akan mempengaruhi

daya beli keluarga. Pola asuh dalam keluarga terhadap anak seperti memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

makanan, merawat serta menjaga kebersihan anak dan keluarga. Jumlah anggota

keluarga yang ada juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting.

Lingkungan tempat tinggal dapat menjadi sarana kehidupan yang penting

pada kegiatan kita sehari – hari, lingkungan sosial ekonomi, sarana dan prasarana

pendidikan maupun kesehatan serta adanya ketersediaan sumber air dan kebersihan

lingkungan merupakan aspek yang mempengaruhi kasus stunting.

Menurut teori dari H.L.Blum ada beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap derajat kesehatan yaitu faktor lingkungan, perilaku, genetik, dan

pelayanan kesehatan. Keempat faktor ini saling berinteraksi dan memengaruhi

derajat kesehatan seseorang ataupun masyarakat. Faktor perilaku sangat

memengaruhi kesehatan salah satu penyebab dari stunting yaitu kurangnya

kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dengan air mengalir.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Stunting

Asupan makanan yang kurang memenuhi Berat badan lahir rendah : gizi dan Status kesehatan yang buruk: diare, imunisasi yang
Kualitas makanan yang buruk dan makanan tidak lengkap Anak
kesehatan ibu yang buruk
pelengkap yang tidak memenuhi

Kualitas dan kuantitas Pendapatan


Jumlah anggota Perilaku yang kurang
makanan yang yang rendah: Pelayanan kesehatan Pelayanan air
keluarga: umur baik: pemberian makan
kurang, produksi dan Pendapatan dan yang kurang bersih dan fasilitas
pertama,kali pada bayi, kebersihan Keluarga
akses yang tidak Produksi dan perawatan pada dimanfaatkan sanitasi lainnya
mudah melahirkan, jarak kurang memadai
lahir saat kehamilan

Pelayanan pendidikan Pelayanan Air dan sanitasi: akses Lingkungan


Infrastruktur sosial ekonomi mendapatkan air bersih dan
akses ke sekolah dan kesehatan:akses, kualitas
Akses jalan, pendapatan, pasar, dan pelayanan sanitasi
kualitas pendidikan dan tersedianya obat-
variasi makanan
obatan

Kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun Perilaku

Gambar 1. Kerangka teori


Sumber: Modifikasi UNICEF and World Bank dalam Pardede, 2017

29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Karakteristik Anak :

1. Jenis Kelamin

2. Riwayat BBLR

3. Riwayat ASI Eksklusif

4. Riwayat Infeksi balita

Faktor Karakteristik Ibu :

1. Umur ibu Stunting

2. Pendidikan

3. Pekerjaan

4. Pendapatan Keluarga

5. Riwayat Infeksi ibu

Faktor Lingkungan:

1. Fasilitas sanitasi

2. Sumber air minum

Faktor Perilaku:

1. Kebiasaan mencuci tangan

ibu

Gambar 2. Kerangka konsep

30
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
31

Hipotesis

1. Ada hubungan faktor karakteristik anak (jenis kelamin, riwayat BBLR,

riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi) dengan kejadian stunting pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

2. Ada hubungan faktor karakteristik ibu (umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan keluarga, riwayat infeksi) dengan kejadian stunting pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

3. Ada hubungan faktor lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum)

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020.

4. Ada hubungan faktor perilaku (kebiasaan mencuci tangan) dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain

penelitian Cross Sectional.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Pantai Cermin,

Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan

tempat ini karena salah satu desa wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin masuk

kedalam 10 lokus stunting di Kabupaten Langkat.

Waktu penelitian. Adapun penelitian ini dilakukan mulai dari bulan

Desember sampai Juli 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh balita yang bertempat

tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yaitu sebanyak 5.696 balita

berdasarkan data Tahun 2019.

Sampel. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yaitu

balita yang bertempat tinggal di wilayah Puskesmas Pantai Cermin. Adapun

responden dalam penelitian ini ialah Ibu balita.

a. Besar Sampel

Cara menghitung besar sampel menggunakan rumus Lameshow yaitu:

32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
33

𝑁. 𝑍 2 ∝ . 𝑃 (1 − 𝑃)
1−2
𝑛=
(𝑁 − 1) 𝑑2 + 𝑍 2 ∝ . 𝑃 (1 − 𝑃)
1−2

Keterangan :

n = besar sampel minimum

N = jumlah populasi

𝑍1− ∝ = nilai distribusi normal baku pada CI 95% (1,96)


2

P = proporsi yang diteliti (Proporsi stunting pada balita di Desa Secanggang


Kab. Langkat tahun 2019) sebesar 42,2%

d = besar penyimpangan yan bisa diterima (0,1)

Berikut cara perhitungan besar sampel dalam penelitian ini.

n = 5.696 . (1,96)2 . 0,422 . (1 – 0,422)


(5.696 – 1) . (0,1)2 + (1,96)2 . 0,422 (1 – 0,422)

= 5.696 . 3,84 . 0,422 . 0,578


5.695 . 0,01 + 3,84 . 0,422 . 0,578
= 5335,09
57,89
= 92,2
Berdasarkan hasil perhitungan rumus tersebut didapatkan besar sampel

sebanyak 92 orang balita.

b. Teknik pengambilan sampel

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara

purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada balita yang bertempat

tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yaitu di empat desa dengan

jumlah balita terbanyak diantaranya desa Pematang Cengal, Pekan Tanjung Pura,

Pekubuan dan Pantai Cermin. Responden dalam penelitian ini ialah ibu balita yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin saat penelitian.

Penelitian ini memiliki kriteria inklusi dan eksklusi sebagai pertimbangan.

Berikut merupakan kriteria inklusi pengambilan sampel.

1. Bersedia untuk menjadi responden penelitian.

2. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin selama minimal 6

bulan.

3. Jika ibu memiliki 2 anak balita maka yang menjadi sampel adalah anak yang

termuda.

Adapun kriteria eksklusi dari penelitian ini.

1. Tidak bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin selama

minimal 6 bulan.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel. Penelitian ini memuat beberapa variabel yang terdiri dari variabel

dependen dan variabel independen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kejadian stunting pada balita. Sedangkan, variabel independen faktor balita

(jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita), faktor

ibu (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

faktor lingkungan (fasilitas sanitasi, sumber air minum dan kebiasaan mencuci

tangan).

Definisi operasional. Adapun definisi operasional dari masing-masing

variabel antara lain adalah:

1. Stunting adalah tinggi badan balita menurut umur (TB/U) kurang dari -2
standar deviasi (SD) sehingga lebih pendek dari pada tinggi yang

seharusnya (Kementerian Kesehatan, 2010).

2. Jenis kelamin balita adalah perbedaan jenis kelamin secara biologis.

3. Riwayat BBLR adalah berat balita yang diukur pertama kali pada saat

dilahirkan atau kurang dari 24 jam setelah lahir.

4. Riwayat ASI eksklusif adalah memberikan ASI selama 6 bulan sejak

pertama kali bayi lahir tanpa memberikan makanan ataupun minuman selain

ASI.

5. Riwayat infeksi balita adalah sakit yang dialami balita baik diare ataupun

ISPA (batuk, demam, pilek) pada tiga bulan terakhir sampai waktu

penelitian dilakukan.

6. Umur ibu adalah lama hidup terhitung dari tahun lahir ibu sampai dengan

tahun saat dilakukan penelitian.

7. Pendidikan Ibu adalah jenjang sekolah terakhir yang pernah dijalani dan

mendapatkan ijazah.

8. Pekerjaan Ibu adalah kegiatan rutin yang dilakukan responden sehari-hari

sebagai sumber penghasilan untuk kebutuhan hidup (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

9. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan anggota keluarga sebulan

yang digunakan secara bersama ataupun pribadi untuk memenuhi

kebutuhan. Berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Langkat 2020.

10. Riwayat infeksi ibu adalah ada tidaknya sakit yang dialami oleh ibu balita

selama masa kehamilan seperti gejala anemia, malaria,

preeclampsia/eklampsia.

11. Fasilitas sanitasi adalah ketersediaan serta pemanfaatan fasilitas buang air

besar (BAB), jenis tempat BAB serta tempat pembuangan akhir tinja

(Handayani, 2017).

12. Sumber air minum adalah air yang dikonsumsi sehari – hari yang

kualitasnya memenuhi syarat kesehatan yaitu tidak berbau, berasa,

berwarna, keruh dan berbusa (Kementerian Kesehatan RI, 1990).

13. Kebiasaan mencuci tangan ibu adalah kegiatan ibu membersihkan tangan

setelah BAB dan sebelum makan menggunakan air dan sabun.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dalam prosesnya menggunakan data primer dan juga data

sekunder.

Data primer. Data primer dikumpulkan dari hasil pengukuran dan data

hasil wawancara dengan responden yang memiliki balita yang bertempat tinggal di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Adapun instrumen penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner yang

dibagikan secara langsung kepada responden.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

Data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari Profil

Kesehatan Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019 serta data laporan bulanan

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019.

Metode Pengukuran

Data yang telah diperoleh selanjutnya akan diukur dan diolah menggunakan

program komputer, data tersebut seterusnya akan disajikan dalam berbagai bentuk

baik itu narasi, tabel, diagram pie maupun bar. Metode pengukuran yang digunakan

dalam mengukur setiap variabel sebagai berikut :

Tabel 2

Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel Cara dan Hasil Ukur Skala


Alat Ukur
Stunting Menilai TB/U 1. Stunting (Z score < -2 SD) Ordinal
dengan 2. Normal (Z score ≥ -2 SD)
mengukur TB
menggunakan
Microtoise,
serta
menentukan
status gizinya
dengan
standar WHO
antro
Jenis Wawancara 1. Laki-laki Nominal
kelamin (kuesioner) 2. Perempuan
balita
Riwayat Wawancara 1. BBLR (< 2500 gram) Ordinal
BBLR (kuesioner) 2. Normal (≥ 2500 gram)

(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

Tabel 2

Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel Cara dan Hasil Ukur Skala


Alat Ukur
Riwayat ASI Wawancara 1. Tidak ASI eksklusif Ordinal
eksklusif (kuesioner) (diberikan minuman
ataupun makanan selain
ASI)
2. ASI eksklusif (hanya
diberi ASI selama 6
bulan)
Riwayat Wawancara 1. Sering sakit (≥ 3 kali Ordinal
infeksi balita (kuesioner) dalam tiga bulan terakhir)
2. Jarang sakit (< 3 kali
dalam tiga bulan terakhir)
Umur ibu Wawancara 1. Usia tidak produktif (< 20 Ordinal
(kuesioner) tahun atau > 35 tahun)
2. Usia produktif (20 tahun
sampai 35 tahun)
Pendidikan Wawancara 1. Rendah (tidak sekolah, SD Ordinal
Ibu (kuesioner) dan SMP)
2.Tinggi (SMA dan Perguruan
Tinggi)
Pekerjaan Wawancara 1. Bekerja Nominal
Ibu (kuesioner) 2. Tidak bekerja

Pendapatan Wawancara 1. Rendah (< Rp 2.710.988) Ordinal


keluarga (kuesioner) 2. Tinggi (≥ Rp 2.710.988)
Riwayat Wawancara 1. Ada Ordinal
infeksi ibu (kuesioner) 2. Tidak ada
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Tabel 2

Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel Cara dan Hasil Ukur Skala


Alat Ukur
Fasilitas Observasi 1. Tidak baik (apabila, Ordinal
sanitasi dan keluarga menggunakan
wawancara fasilitas BAB milik
(kuesioner) bersama/umum, BAB
sembarangan, jamban
cemplung dan tidak ada
septik tank)
2. Baik (apabila keluarga
menggunakan fasilitas
BAB milik sendiri, BAB
jamban leher angsa atau
plengsengan dan ada
septik tank)
Sumber air Observasi 1. Tidak bersih (apabila Ordinal
minum dan kualitas fisik air berbau,
wawancara berasa, berwarna, keruh
(kuesioner) dan berbusa)
2. Bersih (apabila
apabila kualitas fisik air
tidak berbau, berasa,
berwarna, keruh dan
berbusa)
Kebiasaan Wawancara 1. Tidak Ordinal
mencuci (kuesioner) 2. Iya
tangan

Metode Analisis Data

Setelah melakukan proses pengumpulan data dan melakukan pengolahan

data, maka selanjutnya perlu dilakukan analisis data dengan tahapan sebagai

berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Analisis univariat. Data univariat dianalisis dengan cara deskriptif untuk

mengetahui karakteristik dan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel

dependen (kejadian stunting) dan variabel independen yaitu faktor balita (jenis

kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif, riwayat infeksi balita), faktor ibu

(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu) dan faktor

lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum) dan faktor perilaku (kebiasaan

mencuci tangan).

Analisis bivariat. Analisis data bivariat menggunakan uji chi-square

dengan confidence interval (CI) 95% untuk mengetahui hubungan dari masing-

masing variabel independen yang meliputi jenis kelamin balita, umur ibu,

pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, riwayat BBLR, riwayat ASI

eksklusif, riwayat infeksi balita, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air

minum dan kebiasaan mencuci tangan dengan variabel dependen yaitu kejadian

stunting. Kekuatan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen

dapat dilihat dari nilai Rasio Prevalens (RP).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Geografis. Puskesmas Pantai Cermin terletak di Jalan Terusan, Desa Pantai

Cermin, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. Secara geografis batas-

batas wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin sebagai berikut :

Sebelah Utara : Selat Malaka

Sebelah Timur : Kecamatan Secanggang

Sebelah Selatan : Kecamatan Padang Tualang

Sebelah Barat : Kecamatan Gebang

Luas wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin adalah 6.263,29 Km2, secara

administrasi wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin terdiri dari 1 Kelurahan dan

18 Desa.

Gambar 3. Peta wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2018

41
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
42

Demografis. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

sebanyak 68.464 jiwa yang terdiri dari 34.537 penduduk berjenis kelamin laki –

laki dan 33.927 berjenis kelamin perempuan.

Tabel 3

Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Tanjung Pura Wilayah


Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2017

Desa/Kelurahan Jenis kelamin Jumlah


Laki – laki Perempuan
Serapuh Asli 596 657 1253
Pematang Tengah 1519 1512 3031
Paya Perupuk 1362 1307 2669
Pekan T. Pura 6393 6289 12682
Lalang 1020 1047 2067
Pantai Cermin 2916 2921 5837
Pekubuan 2563 2572 5135
Teluk Bakung 2161 2130 4291
Pematang Serai 1310 1261 2571
Baja Kuning 1130 1071 2201
Pulau Banyak 1528 1456 2984
Pematang Cengal 4033 3881 7914
Kwala Serapuh 889 827 1716
Kwala Langkat 783 741 1524
Bubun 1597 1513 3110
Tapak Kuda 1071 1020 2091
Karya Maju 1579 1605 3184
Suka Maju 1243 1257 2500
Pematang Cengal Barat 844 860 1704
Jumlah 34537 33927 68464
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Langkat 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Tabel 4

Distribusi Frekuensi Anak Usia 0 – 5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai


Cermin Tahun 2019

Nama Desa Jumlah Bayi Jumlah Bayi Jumlah


(0-2 tahun) (2-5 tahun)
LK PR Total LK PR Total
Pem. Cengal 173 166 339 232 240 472 811
Pekan Tg. Pura 120 135 255 242 251 493 748
Pantai Cermin 129 99 228 139 140 279 507
Pekubuan 107 102 209 154 144 298 507
Pem. Tengah 36 44 80 145 148 293 373
Bubun 55 38 93 106 101 207 300
Karya Maju 49 57 106 64 71 135 241
Suka Maju 37 35 72 80 84 164 236
Paya Perupuk 38 42 80 74 77 151 231
Pulau Banyak 48 54 102 61 58 119 221
Pem. Serai 42 48 90 63 68 131 221
Teluk Bakung 56 53 109 58 53 111 220
Lalang 33 35 68 61 53 114 182
Tapak Kuda 39 43 82 54 45 99 181
Kwala Serapuh 52 37 89 52 39 91 180
Baja Kuning 26 27 53 49 49 98 151
Serapuh Asli 32 42 74 37 37 74 148
P. Cengal Barat 25 20 45 40 36 76 121
Kwala Langkat 24 24 48 44 25 69 117
Jumlah 1121 1101 2222 1755 1719 3474 5696
Sumber : Laporan Bulanan Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019

Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

masing – masing variabel independen (jenis kelamin balita, riwayat BBLR, riwayat

ASI eksklusif, riwayat infeksi balita, umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,

pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air minum dan

kebiasaan mencuci tangan) dan variabel dependen (kejadian stunting).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Kejadian stunting. Distribusi frekuensi kejadian stunting pada 92 balita di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Distribusi Frekuensi Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas


Pantai Cermin Tahun 2020

Kejadian stunting Frekuensi Persen (%)


Stunting 6 6,5
Normal 86 93,5
Berdasarkan tabel 5 di atas diketahui bahwa distribusi frekuensi kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 adalah

sebesar 6,5%.

Faktor karakteristik anak. Distribusi frekuensi berdasarkan faktor

karakteristik anak dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Karakteristik Anak di Wilayah Kerja


Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Karakteristik Anak Frekuensi Persen (%)


Jenis kelamin
Laki-laki 41 44,6
Perempuan 51 55,4
Riwayat BBLR
BBLR (<2500 gr) 13 14,1
Normal (≥2500 gr) 79 85,9
Riwayat ASI eksklusif
Tidak ASI eksklusif 70 76,1
ASI eksklusif 22 23,9
Riwayat infeksi
Sering sakit 22 23,9
Jarang sakit 70 76,1
Berdasarkan tabel 6 tersebut diketahui bahwa proporsi jenis kelamin anak

terbanyak adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 55,4% (51 orang),

sedangkan jenis kelamin anak laki – laki sebesar 44,6% (41 orang).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Proporsi riwayat berat badan lahir anak dengan berat kurang dari 2.500

gram sebesar 14,1% (13 orang), sedangkan anak yang lahir dengan berat badan

normal sebesar 85,9% (79 orang).

Riwayat pemberian ASI eksklusif diketahui bahwa sebesar 23,9% (22

orang) anak mendapatkan ASI secara eksklusif, sedangkan yang tidak mendapatkan

ASI eksklusif sebesar 76,1% (70 orang).

Riwayat anak mengalami infeksi dengan proporsi sering yaitu sebesar

23,9% (22 orang), sedangkan yang memiliki riwayat infeksi jarang sebesar 76,1%

(70 orang).

Faktor karakteristik ibu. Distribusi frekuensi berdasarkan faktor

karakteristik ibu dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja


Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Karakteristik Ibu Frekuensi Persen (%)


Umur
20 – 35 tahun 64 69,6
>35 tahun 28 30,4
Pendidikan
Tamat SD 20 21,7
Tamat SMP 20 21,7
Tamat SMA 42 45,7
Tamat Perguruan Tinggi 8 8,7
Tidak sekolah 2 2,2
(bersambung)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Tabel 7

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Karakteristik Ibu di Wilayah Kerja


Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Karakteristik Ibu Frekuensi Persen (%)


Pekerjaan
Ibu rumah tangga/tidak bekerja 75 81,5
Petani/nelayan/buruh 3 3,3
PNS/Honorer 3 3,3
Wiraswasta 9 9,8
Lainnya 2 2,2
Pendapatan keluarga
Rendah (<Rp 2.710.988) 64 69,6
Tinggi (≥ Rp 2.710.988) 28 30,4
Riwayat Infeksi
Ada 12 13,0
Tidak Ada 80 87,0
Berdasarkan tabel 7 di atas diketahui bahwa proporsi umur ibu yang lebih

banyak ditemukan yaitu pada rentang umur 20 sampai 35 tahun sebesar 69,6% (64

orang), umur ibu yang di atas 35 tahun sebesar 30,4% (28 orang), sedangkan umur

ibu balita yang kurang dari 20 tahun tidak ditemukan pada penelitian ini.

Proporsi pendidikan terakhir ditempuh oleh ibu yang terbesar diketahui

yaitu dengan jenjang pendidikan SMA sebesar 45,7% (42 orang) dan terkecil yaitu

yang tidak sekolah sebesar 2,2% (2 orang).

Proporsi jenis pekerjaan yang dimiliki oleh ibu terbesar yaitu sebagai ibu

rumah tangga atau tidak bekerja sebesar 81,5% (75 orang) dan yang terendah

dengan memiliki pekerjaan lainnya sebesar 2,2% (2 orang).

Proporsi jumlah pendapatan keluarga responden yang memilki pendapatan

rendah sebesar 64% (64 orang), sedangkan yang memiliki pendapatan tinggi

sebesar 30,4% (28 orang).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Proporsi ibu yang pernah mengalami infeksi pada masa kehamilan sebesar

13% (12 orang), sedangkan yang tidak ada mengalami infeksi pada masa kehamilan

sebesar 87,0% (80 orang).

Faktor lingkungan. Distribusi frekuensi berdasarkan faktor lingkungan

dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Lingkungan di Wilayah Kerja Puskesmas


Pantai Cermin Tahun 2020

Faktor Lingkungan Frekuensi Persen (%)


Fasilitas sanitasi
Tidak baik 22 23,9
Baik 70 76,1
Sumber air minum
Tidak bersih 30 32,6
Bersih 62 67,4
Berdasarkan tabel 8 di atas menunjukkan bahwa proporsi responden yang

memiliki fasilitas sanitasi yang baik sebesar 76,1% (70 orang), sedangkan yang

memiliki fasilitas sanitasi tidak baik sebesar 23,9% (22 orang).

Proporsi responden yang memiliki sumber air minum yang bersih sebesar

67,4% (62 orang), sedangkan yang memilki sumber air minum tidak bersih sebesar

32,6% (30 orang).

Faktor perilaku. Distribusi frekuensi berdasarkan faktor perilaku dapat

dilihat pada tabel 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Tabel 9

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci Tangan di


Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Kebiasaan Mencuci Tangan Frekuensi Persen (%)


Tidak 32 34,8
Iya 60 65,2
Proporsi kebiasaan mencuci tangan mengunakan sabun yang dilakukan oleh

ibu sebesar 65,2% (60 orang), sedangkan yang tidak memiliki kebiasaan mencuci

tangan menggunakan sabun sebesar 34,8% (32 orang).

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dianalisis menggunakan chi-square dengan CI 95% untuk

melihat hubungan dari masing – masing variabel independen (jenis kelamin balita,

ibu, pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi,

sumber air minum dan kebiasaan mencuci tangan) dengan variabel dependen

(kejadian stunting), sedangkan kekuatan hubungan antar variabel dapat dilihat dari

Rasio Prevalens (RP) sebagai berikut.

Hubungan faktor karakteristik anak dengan kejadian stunting. Hasil

uji statistik hubungan faktor karakteristik anak dengan kejadian stunting dapat

dilihat pada tabel 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Tabel 10

Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Anak dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Karakteristik Anak Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Jenis Kelamin
Laki-laki 4 9,8 37 90,2 41 100 2,649
0,401
Perempuan 2 3,9 49 96,1 51 100 (0,46-15,24)
Riwayat BBLR
BBLR 3 23,1 10 76,9 13 100 7,600
0,035
Normal 3 3,8 76 96,2 79 100 (1,35-42,90)
Riwayat ASI
eksklusif
Tidak ASI 4 5,7 66 94,3 70 100
0,606
eksklusif 0,627
(0,10-3,55)
ASI eksklusif 2 9,1 19 90,9 22 100
Riwayat infeksi
Sering sakit 4 18,2 18 81,8 22 100 7,556
0,027
Jarang sakit 2 2,9 68 97,1 70 100 (1,28-44,58)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan hasil analisis hubungan antara jenis

kelamin anak dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar 9,8%

(4 orang) berjenis kelamin laki – laki mengalami stunting dan sebesar 3,9% (2

orang) berjenis kelamin perempuan yang mengalami stunting. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p value 0,401 artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis

kelamin anak dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada jenis kelamin anak adalah 2,649,

artinya balita berjenis kelamin laki – laki merupakan faktor risiko terjadinya

stunting karena nilai RP > 1.

Hasil analisis hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting

pada balita diperoleh bahwa sebesar 23,1% (3 orang) balita dengan riwayat BBLR

mengalami stunting, sedangkan balita yang lahir dengan berat badan normal sebesar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

3,8% (3 orang) yang mengalami stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value

0,035, artinya bahwa terdapat hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio

prevalens pada riwayat BBLR adalah 7,600, artinya riwayat BBLR merupakan

faktor risiko terjadinya stunting karena RP > 1.

Hasil analisis hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian

stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar 5,7% (4 orang) balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif mengalami stunting, sedangkan balita yang

mendapatkan ASI eksklusif sebesar 9,1% (2 orang) yang mengalami stunting. Hasil

uji statistik diperoleh nilai p value 0,627, artinya bahwa terdapat hubungan antara

riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada umur ibu adalah

0,606, artinya ASI eksklusif memiliki efek protektif terhadap stunting karena RP <

1.

Hasil analisis hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting

pada balita diperoleh bahwa sebesar 18,2% (4 orang) balita dengan riwayat infeksi

sering sakit mengalami stunting, sedangkan balita dengan riwayat jarang sakit

sebesar 2,9% (2 orang) yang mengalami stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p value 0,027, artinya bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020. Rasio prevalens pada riwayat infeksi adalah 7,556 artinya riwayat infeksi

balita merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP > 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Hubungan faktor karakteristik ibu dengan kejadian stunting. Hasil uji

statistik hubungan faktor karakteristik ibu dengan kejadian stunting dapat dilihat

pada tabel 11.

Tabel 11

Tabulasi Silang antara Faktor Karakteristik Ibu dengan Kejadian Stunting pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Karakteristik Ibu Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Umur
Usia tidak 3 10,7 25 89,3 28 100
0,410
produktif 0,364
(0,08-2,17)
Usia produktif 3 4,7 61 95,3 64 100
Pendidikan
Rendah 2 4,8 40 95,2 42 100 0,575
0,684
Tinggi 4 8,0 46 92,0 50 100 (0,10-3,31)
Pekerjaan
Tidak Bekerja 4 5,3 71 94,7 75 100 0,423
0,306
Bekerja 2 11,8 15 88,2 17 100 (0,07-2,52)
Pendapatan keluarga
2,288
Rendah 5 7,8 59 92,2 64 100
0,663 (0,25-20,54)
Tinggi 1 3,6 27 96,4 28 100
Riwayat infeksi
Ada 3 25,0 9 75,0 12 100 8,556
0,028
Tidak ada 3 3,8 77 96,2 80 100 (1,49-48,88)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil analisis hubungan

antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa sebesar

10,7% (3 orang) ibu dengan usia tidak produktif yang memiliki balita stunting,

sedangkan ibu usia produktif sebesar 4,7% (3 orang) yang memiliki balita stunting.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,364, artinya bahwa tidak terdapat

hubungan antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada umur ibu adalah

0,410, artinya usia ibu memiliki efek protektif terhadap stunting karena RP < 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Hasil analisis hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting

pada balita diperoleh bahwa sebesar 4,8% (2 orang) ibu dengan pendidikan rendah

yang memiliki balita stunting, sedangkan ibu dengan pendidikan tinggi sebesar

8,0% (4 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value 0,684, artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun

2020. Rasio prevalens pendidikan ibu adalah 0,575, artinya pendidikan ibu

memiliki efek protektif terhadap stunting karena RP < 1.

Hasil analisis hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada

balita diperoleh bahwa ibu yang tidak bekerja sebesar 5,3% (4 orang) yang memiliki

balita stunting, sedangkan ibu yang bekerja sebesar 11,8% (2 orang) yang memiliki

balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,306, artinya bahwa tidak

terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada

pekerjaan ibu adalah 0,423, artinya pekerjaan ibu memiliki efek protektif terhadap

stunting karena RP < 1.

Hasil analisis hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian

stunting pada balita diperoleh bahwa keluarga dengan pendapatan rendah sebesar

7,8% (5 orang) yang memiliki balita stunting, sedangkan keluarga dengan

penghasilan tinggi sebesar 3,6% (1 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p value 0,663, artinya bahwa tidak terdapat hubungan antara

pendapatan keluarga dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada pendidikan ibu adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

2,288, artinya pendapatan keluarga merupakan faktor risiko terjadinya stunting

karena RP > 1.

Hasil analisis hubungan antara riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting

pada balita diperoleh bahwa ibu dengan ada riwayat infeksi pada masa kehamilan

sebesar 25,03% (3 orang) memiliki balita stunting, sedangkan ibu yang tidak ada

riwayat infeksi sebesar 3,8% (77 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p value 0,028, artinya bahwa terdapat hubungan antara

riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada riwayat infeksi ibu adalah 8,556,

artinya riwayat infeksi ibu merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP >

1.

Hubungan faktor lingkungan dengan kejadian stunting. Hasil uji

statistik hubungan faktor lingkungan dengan kejadian stunting dapat dilihat pada

tabel 12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Tabel 12

Tabulasi Silang antara Faktor Lingkungan dengan Kejadian Stunting pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020

Kejadian Stunting RP
Jumlah p
Faktor Lingkungan Stunting Normal (CI=95%)
value
f % f % f %
Fasilitas sanitasi
Tidak baik 4 18,2 18 81,8 22 100 7,556
0,027
Baik 2 2,9 68 97,1 70 100 (1,28-44,58)
Sumber air minum
Tidak bersih 5 16,7 25 83,3 30 100 12,200
0,013
Bersih 1 1,6 61 98,4 62 100 (1,36-106,76)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa hasil analisis hubungan

antara fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada balita diperoleh bahwa

keluarga yang memiliki fasilitas sanitasi tidak baik sebesar 18,2% (4 orang)

memiliki balita stunting, sedangkan yang memiliki fasilitas sanitasi yang baik

sebesar 2,9% (2 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh

nilai p value 0,027, artinya bahwa terdapat hubungan antara fasilitas sanitasi dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020. Rasio prevalens pada fasilitas sanitasi adalah 7,556, artinya fasilitas sanitasi

merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP > 1.

Hasil analisis hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting

pada balita diperoleh bahwa keluarga dengan sumber air minum tidak bersih

sebesar 16,7% (5 orang) memiliki balita stunting, sedangkan yang memiliki sumber

air minum bersih sebesar 1,6% (1 orang) yang memiliki balita stunting. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p value 0,013 artinya bahwa terdapat hubungan antara

sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio prevalens pada sumber air minum adalah 12,200,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

artinya sumber air minum merupakan faktor risiko terjadinya stunting karena RP >

1.

Hubungan faktor perilaku dengan kejadian stunting. Hasil uji statistik

hubungan faktor perilaku dengan kejadian stunting dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13

Tabulasi Silang antara Faktor Perilaku Kebiasaan Mencuci Tangan dengan


Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun
2020

Kejadian Stunting RP
Kebiasaan mencuci Jumlah p
Stunting Normal (CI=95%)
tangan value
f % F % f %
Tidak 5 15,6 27 84,4 32 100 10,926
0,018
Iya 1 1,7 59 98,3 60 100 (1,22-98,09)

Hasil analisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

stunting pada balita diperoleh bahwa yang ibu memiliki kebiasaan mencuci tangan

dengan sabun sebesar 1,7% (1 orang) memiliki balita stunting, sedangkan yang

tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebesar 15,6% (5 orang)

yang memiliki balita stunting. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value 0,018 artinya

bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020. Rasio

prevalens pada kebiasaan mencuci tangan adalah 10,926, artinya kebiasaan

mencuci tangan ibu merupakan faktor resiko terjadinya stunting karena RP > 1.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pembahasan

Hasil analisis uji statistik dari variabel indepeden yaitu faktor karakteristik

anak (jenis kelamin, riwayat BBLR, riwayat ASI eksklusif dan riwayat infeksi),

faktor karakteristik dari ibu (umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan keluarga dan

riwayat infeksi ibu), faktor lingkungan (fasilitas sanitasi dan sumber air minum)

serta faktor perilaku (kebiasaan mencuci tangan) dan variabel dependen yaitu

stunting. Beberapa variabel dari faktor - faktor tersebut memiliki hubungan dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskemas Pantai Cermin Tahun 2020.

Kejadian Stunting

Stunting merupakan suatu situasi permasalahan gizi kronik yang dialami

pada seribu hari pertama kehidupan yang berdampak terhadap terjadinya

permasalahan perkembangan fisik dan juga perkembangan otak anak yang

disebabkan oleh banyak faktor. Kondisi anak disebut stunting jika berdasarkan hasil

dari antropometri nilai z score TB/U < – 2 SD. Seseorang dengan riwayat stunting

akan kesulitan mengejar perkembangan fisik maupun kognitif secara optimal

kedepannya (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian stuntiing pada balta di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 4

berikut ini.

56
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
57

6,5

93,5

Normal Stunting

Gambar 4. Diagram pie distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 4 di atas distribusi frekuensi kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 adalah sebesar 6,5%

(6 orang).

Angka ini didapat dari hasil pengukuran pada saat penelitian pada 92 orang

balita, hasil ini lebih besar jika dibandingkan dengan data hasil survei pendahuluan

yaitu hanya sebesar 0,8%. Sedangkan hasil PSG Tahun 2017 bahwa prevalensi

stunting pada balita di Indonesia sebesar 29,6% dan angka di Sumatera Utara

sebesar 28,5%. Sedangkan, berdasarkan hasil Riskesdas Tahun 2018 prevalensi

balita stunting di Indonesia sebesar 30,8% dan di Sumatera Utara sebesar 32,39%.

Menurut WHO, prevalensi balita stunting masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat jika prevalensinya 20% atau lebih, oleh karena itu stunting merupakan

masalah kesehatan yang harus segera ditanggulangi. Walaupun hasil penelitian ini

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

kurang dari 20% yang mengalami stunting bukan berarti dapat diabaikan begitu

saja, sebab permasalahan gizi merupakan masalah yang terjadi dari masa lalu.

Faktor Karakteristik Anak

Jenis kelamin dengan kejadian stunting. Hubungan jenis kelamin dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020 dapat dilihat pada gambar 5.

120

100 96,1
90,2

80
Proporsi (%)

Stunting
60
Normal
40

20
9,8
3,9
0
Laki - laki Perempuan
Jenis Kelamin

Gambar 5. Diagram bar hubungan jenis kelamin dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 5 tersebut proporsi stunting pada balita laki – laki

sebesar 9,8% (4 orang) dan pada balita perempuan sebesar 3,9% (2 orang). Hasil

analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,401 dan RP= 2,649, hal

ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


59

2020 dan artinya sebesar 2,649 kali balita laki – laki berisiko mengalami kejadian

stunting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pardede

(2017) dengan menggunakan desain penelitian cross sectional bahwa tidak terdapat

hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59

bulan di Kecamatan Muara dengan nilai p value = 0,462. Menurut Fikawati dan

Syafiq (2014) yang mengutip dari Khumaidi (1989) jenis kelamin mempengaruhi

terhadap kebutuhan asupan gizi. Kebutuhan asupan gizi laki-laki lebih besar

dibandingkan dengan perempuan hal ini dipengaruhi oleh banyaknya aktivitas yang

dilakukan oleh laki-laki.

Penelitian ini terdiri dari 41 orang balita berjenis kelamin laki – laki sebesar

9,8% (4 orang) yang stunting dan dari 51 orang balita berjenis kelamin perempuan

sebesar 3,9% (2 orang) yang stunting. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan

perbedaan yang besar dalam jumlah balita yang stunting antara laki – laki dan

perempuan hanya selisih dua orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa balita laki -

laki yang stunting lebih banyak dibandingkan balita perempuan. Hal ini bisa saja

terjadi sebab kebutuhan asupan gizi pada laki – laki lebih besar dibandingkan

perempuan. Balita berjenis kelamin laki – laki cenderung lebih aktif dalam

beraktifitas yang tentunya akan lebih banyak mengeluarkan energi, terlebih lagi

pada saat wawancara responden menjelaskan bahwa anak mereka cenderung sulit

makan. Apabila terjadi kekurangan pemenuhan asupan gizi yang dibutuhkan akan

memperbesar risiko terjadinya masalah kurang gizi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

Riwayat BBLR dengan kejadian stunting. Hubungan riwayat BBLR

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 6.

120

100 96,2

80
76,9
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal
23,1
20
3,8
0
BBLR Normal
Riwayat BBLR

Gambar 6. Diagram bar hubungan riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
BBLR adalah suatu kondisi dimana bayi yang lahir dengan berat kurang dari

2.500 gram akibat dari terjadinya kurang gizi yang dialami ibu saat sebelum hamil

dan saat hamil yang mempengaruhi berat badan bayi saat lahir. Bayi dengan riwayat

BBLR lebih berisiko mengalami kesakitan, kematian dan akan memiliki ukuran

antropometri yang kurang pada perkembangannya. Oleh karena itu penting untuk

menjaga kebutuhan gizi ibu hamil guna mencegah bayi lahir mengalami BBLR

(Kusharisupeni, 2014).

Berdasarkan gambar 6 tersebut proporsi stunting pada balita yang berat

badan lahir < 2.500 gram sebesar 23,1% (3 orang) dan pada balita yang berat badan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


61

lahir ≥ 2.500 gram sebesar 3,8% (3 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square

diperoleh nilai p value = 0,035 dan RP= 7,600, hal ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara riwayat BBLR dengan kejadian stunting pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 7,600 kali balita

dengan riwayat BBLR memiliki risiko untuk mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan jumlah balita

stunting yang BBLR dengan yang berat lahir normal yaitu masing – masing 3 orang,

dari 13 orang balita yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram sebanyak 3

orang mengalami stunting (23,1%). BBLR disebabkan oleh keadaan gizi ibu yang

kurang selama kehamilan sehingga menyebabkan intra uterin growth retardation,

dan ketika lahir berdampak rendahnya berat badan lahir. Masalah jangka panjang

yang disebabkan oleh BBLR adalah terhambatnya pertumbuhan dan

perkembangan. Berat badan lahir rendah, diyakini menjadi salah satu faktor

penyebab gizi kurang berupa stunting pada anak (Fitri, 2018).

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nurjanah (2018) di Madiun dengan hasil uji statistik p value sebesar 0,002, bahwa

terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita. Penelitian

lain yang dilakukan oleh Murtini dan Jamaluddin (2018) juga menemukan bahwa

terdapat hubungan antara BBLR dengan kejadian stunting pada balita dengan nilai

p value sebesar 0,008. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Pardede, R (2017) di Kecamatan Muara tidak terdapat hubungan antara berat badan

lahir dengan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 nilai p value sebesar 1,000.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


62

Ukuran bayi saat lahir berhubungan dengan ukuran pertumbuhan anak

karena ukuran bayi berhubungan dengan pertumbuhan linear anak, tetapi selama

anak tersebut mendapatkan asupan yang memadai dan terjaga kesehatannya, maka

kondisi panjang badan atau kondisi fisik dapat dikejar dengan pertumbuhan seiring

bertambahnya usia anak. Namun, perkembangan kognitif tidak dapat dikejar atau

diperbaiki kembali karena bersifat menetap (Fitri, 2018).

Riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting. Hubungan riwayat ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 7.

100 94,3
90,9
90

80

70
Proporsi (%)

60

50
Stunting
40
Normal
30

20
9,1
10 5,7
0
Tidak ASI eksklusif ASI eksklusif
Riwayat ASI Eksklusif

Gambar 7. Diagram bar hubungan riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan air susu ibu selama 6 bulan

pertama kehidupan tanpa ada tambahan minuman ataupun makanan lainnya seperti

air tajin, gula, madu dan sebagainya kecuali obat dan vitamin. ASI adalah suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


63

cairan yang mengandung banyak protein dan juga antibodi yang tidak dapat

ditemukan pada susu formula mana pun, sehingga ASI sangat penting bagi

pertumbuhan, perkembangan serta status gizi anak (Kristiyanasari, 2011).

Berdasarkan gambar 7 tersebut proporsi stunting pada balita yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif sebesar 5,7% (4 orang) dan pada balita yang

mendapatkan ASI eksklusif sebesar 9,1% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-

square diperoleh nilai p value = 0,627 dan RP = 0,606, hal ini menunjukkan bahwa

tidak terdapat hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya

sebesar 0,606 kali balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif berisiko mengalami

kejadian stunting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pardede (2017) bahwa

berdasarkan hasil uji statistik nilai p value yang didapat sebesar 1,000 yang artinya

tidak ada hubungan antara riwayat ASI eksklusif dengan kejadian stunting. Namun,

hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nurjanah (2018) di wilayah kerja Puskemas Klecorejo Kabupaten Madiun

diketahui bahwa hasil anlisis uji chi square menunjukkan bahwa nilai p value

sebesar 0,001 dengan CI 95%, artinya terdapat hubungan antara riwayat ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa dari 92 orang sampel

didapatkan hanya sebesar 23,9% balita yang mendapatkan ASI eksklusif. Hasil ini

belum sesuai dengan target Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


64

2019 yaitu persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif

sebesar 50%. Wawancara yang dilakukan dengan responden terkait dengan

pemberian ASI secara eksklusif bahwa rata – rata responden yang tidak

memberikan ASI secara eksklusif dikarenakan ASI ibu tidak langsung keluar pada

saat bayi baru lahir, ada yang ASI keluar setelah 3 hari maupun lebih sehingga

membuat orang tua menjadi khawatir bayi mereka kelaparan dan pada akhirnya

memutuskan untuk memberikan bayinya susu formula. Bahkan, ada ibu yang

mengaku bahwa dari lahir ASI tidak ada keluar sama sekali. Ibu yang memutuskan

memberikan susu formula terkadang karena ketidaktahuannya mengenai

pentingnya ASI dan manfaat ASI bagi kesehatan dan pertumbuhan bayinya.

Pemberian ASI eksklusif diberikan selama 6 bulan dan selanjutnya tetap

dilanjutkan memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun dengan memberikan

Makanan Pendamping ASI (MPASI). ASI sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan

bayi. ASI mengandung perpaduan sempurna lemak, protein, karbohidrat, serta

vitamin dan mineral yang dibutuhkan bayi. Kandungan dalam ASI juga lebih

mudah dicerna dan diserap dibandingkan susu formula ataupun susu sapi. anak

yang mendapatkan ASI eksklusif akan memiliki kekebalan tubuh yang terbentuk

secara alami yang didapatkan dari ASI untuk mencegah mudahnya anak terserang

penyakit. Oleh sebab itu, orang tua khususnya ibu harus mengusahakan

memberikan ASI eksklusif (Fitri, 2018).

Riwayat infeksi balita dengan kejadian stunting. Hubungan riwayat

infeksi dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 8.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


65

120

100
97,1
81,8
80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

18,2
20
2,9
0
Sering sakit Jarang sakit
Riwayat Infeksi Balita

Gambar 8. Diagram bar hubungan riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 8 tersebut proporsi stunting pada balita yang

mengalami sering sakit (≥ 3 kali) sebesar 18,2% (4 orang) dan pada balita yang

mengalami jarang sakit (< 3 kali) sebesar 2,9% (2 orang). Hasil analisis uji statistik

chi-square diperoleh nilai p value = 0,027 dan RP= 7,556, hal ini menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada

balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan Rasio prevalens

pada riwayat infeksi adalah 7,556 artinya sebesar 7,556 kali balita dengan riwayat

sering sakit berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Syah (2018) bahwa dari hasil uji statistik nilai p value sebesar 0,001 yang artinya

ada hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada balita (6 – 23

bulan) di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini

mendukung hasil penelitian Pardede (2017) bahwa dari hasil uji statistik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


66

menunjukkan adanya hubungan antara riwayat infeksi dengan kejadian stunting

pada balita dengan nilai p value sebesar 0,001.

Anak – anak rentan terserang oleh penyakit dikarenakan imunitas anak –

anak masih tergolong rendah. Infeksi yang sering terjadi pada anak adalah diare dan

infeksi saluran napas. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan dari 92 orang

balita terdapat sebesar 35,9% (33 orang) balita yang mengalami diare pada tiga

bulan terakhir, sedangkan yang mengalami infeksi saluran napas (demam, batuk,

pilek) yaitu sebesar 8,7% (8 orang) pada tiga bulan terakhir, balita yang mengalami

diare dan infeksi saluran napas dalam tiga bulan terakhir sebesar 6,5% (6 orang)

dan selebihnya tidak mengalami sakit selama tiga bulan terakhir pada saat

penelitian.

Penyakit diare sampai sekarang masih menjadi salah satu penyebab

kesakitan dan kematian pada anak di negara – negara berkembang. Diare

merupakan suatu kumpulan gejala infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan

yang bisa disebabkan oleh bakteri, virus, maupun parasit seperti E.coli, Shigella,

Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera. Bakteri ini dapat menginfeksi anak

melalui makanan ataupun minuman yang telah terkontaminasi. Balita yang sering

mengalami diare dapat kehilangan zat gizi dalam tubuh sehingga berdampak

mengalami penurunan status gizi apabila berlangsung lama (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

Riwayat infeksi pada balita sebenarnya berhubungan dengan pemberian

ASI eksklusif, pemberian imunisasi yang tidak lengkap maupun hygiene dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


67

sanitasi lingkungan tempat tinggal. Balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif

dapat memiliki imunitas yang rendah karena tidak mendapatkan ASI yang memiliki

antibodi yang baik untuk tubuh, sehingga balita mudah terserang penyakit infeksi

dan apabila anak sering terserang penyakit maka akan terjadi pengalihan energi

yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan tapi digunakan untuk melawan

infeksi penyakit dalam tubuh sehingga dapat mengganggu pertumbuhannya.

Hasil penelitian pada gambar 8 menunjukkan bahwa balita yang sering sakit

lebih banyak yang mengalami stunting dari pada balita yang jarang sakit, hal ini

bisa terjadi karena balita yang sering mengalami infeksi akan mempengaruhi proses

penyerapan nutrisi sehingga akan mengalami malnutri. Sebaliknya, apabila

seseorang mengalami malnutrisi maka akan berisiko lebih besar akan mengalami

penyakit infeksi. Apabila hal ini terjadi dalam jangka waktu lama maka akan

meningkatkan risiko terjadinya stunting. Permasalahan gizi tidak semata hanya

berhubungan dengan asupan gizi yang kurang melainkan riwayat infeksi juga

berperan dalam masalah gizi anak yang mengalami penyakit infeksi akan

memengaruhi pola makan dan penyerapan gizi yang akan terganggu, sehingga

mengakibatkan masalah kekurangan gizi (Indrawani, 2014).

Faktor Karakteristik Ibu

Umur dengan kejadian stunting. Hubungan umur dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat

dilihat pada gambar 9.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


68

120

100 95,3
89,3
80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

20
10,7
4,7
0
Usia tidak produktif Usia produktif
Umur Ibu

Gambar 9. Diagram bar hubungan umur dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 9 tersebut proporsi stunting pada balita dengan usia ibu

tidak produktif sebesar 10,7% (3 orang) dan balita dengan usia ibu produktif

sebesar 4,7% (3 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value

= 0,364 dan RP = 0,410. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara umur ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,410 kali balita dengan usia ibu

tidak produktif berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Pardede (2017) bahwa

diketahui terdapat 42 orang ibu yang berusia <21 tahun atau >35 tahun terdapat 9

orang (21,4%) balita yang mengalami stunting, sedangkan dari 46 orang ibu yang

berusia 21 -35 tahun terdapat 19 orang (41,3%) balita yang mengalami stunting.

Hasil analisis uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,077, hal ini

menunjukkan bahwa umur ibu tidak memiliki hubungan dengan kejadian stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


69

karena tidak ada korelasi umur dengan peningkatan pengetahuan ibu mengenai

kesehatan.

Wanita yang umurnya kurang dari 20 tahun memiliki organ reproduksi yang

belum siap untuk menerima janin dalam rahimnya dan belum cukup siap untuk

melahirkan. Umur yang muda juga dikhawatirkan lebih mudah mengalami stres

pada masa kehamilan yang mana akan mempengaruhi meningkatnya risiko

melahirkan prematur. Sedangkan, wanita yang berusia lebih dari 35 tahun tergolong

berisiko tinggi untuk kehamilan dan melahirkan karena pada usia ini wanita rentan

mengalami berbagai penyakit dan komplikasi kehamilan serta komplikasi saat

persalinan akan meningkat.

Pendidikan dengan kejadian stunting. Hubungan pendidikan dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020 dapat dilihat pada gambar 10.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


70

100 95,2 92
90

80

70
Proporsi (%)

60

50

40
Stunting
30 Normal
20

4,8 8
10

0
Rendah Tinggi
Pendidikan

Gambar 10. Diagram bar hubungan pendidikan dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Pendidikan seseorang sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi status

gizi seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan agar pemahaman

mengenai informasi pemenuhan kebutuhan gizi dapat diterapkan dengan baik

sehingga dapat mencegah terjadinya permasalahan gizi (Fikawati & Syafiq, 2014).

Pendidikan yang dimiliki orang tua khususnya ibu sangat berhubungan dengan pola

asuh yang mereka terapkan kepada anak – anak mereka.

Berdasarkan gambar 10 proporsi stunting pada balita dengan pendidikan ibu

yang rendah sebesar 4,8% (2 orang) dan balita dengan pendidikan ibu tinggi

sebesar 8,0% (4 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value

= 0,684 dan RP = 0,575. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


71

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,575 kali balita dengan

pendidikan ibu yang rendah berisiko mengalami kejadian stunting.

Pendidikan tidak semata sebagai tolak ukur untuk seseorang dapat

memahami pentingnya kebutuhan gizi, seseorang yang berpendidikan rendah

sekalipun bisa saja mendapatkan informasi mengenai kesehatan dari mana saja

tidak hanya di bangku sekolah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pardede

(2017) bahwa dari hasil uji analisis statistik didapatkan nilai p value sebesar 1,000

yaitu tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kejadian stunting.

Nurjanah (2018) pada penelitiannya juga menemukan hasil bahwa tidak terdapat

hubungan antara pendidikan orang tua dengan kejadian stunting (p value 0,752).

Pekerjaan dengan kejadian stunting. Hubungan pekerjaan dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020 dapat dilihat pada gambar 11.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


72

100 94,7
88,2
90

80

70
Proporsi (%)

60

50
Stunting
40
Normal
30

20
11,8
10 5,3
0
Tidak bekerja Bekerja
Pekerjaan

Gambar 11. Diagram bar hubungan pekerjaan dengan kejadian stunting pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 11 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu

yang tidak bekerja sebesar 5,3% (4 orang) dan balita dengan ibu yang bekerja

sebesar 11,8% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p

value = 0,306 dan RP= 0,423. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan

antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 0,423 kali balita dengan

yang tidak bekerja berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lestari,

Rezeki, Mayasari dan Manggabarani (2018) mengenai faktor - faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting bahwa faktor pekerjaan ibu tidak terbukti

memiliki hubungan dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar di sei renggas

dengan nilai p value = 0,144. Pardede (2017) dari hasil uji statistik menunjukkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


73

bahwa tidak ada pengaruh pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada balita usia

24 – 59 bulan (p value = 0,832).

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Nurjanah (2018) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pekerjaan dengam kejadian stunting

pada balita nilai p value sebesar 0,001 dan nilai RP sebesar 1,74 artinya balita

dengan orang tua yang tidak bekerja memiliki risiko 1,74 kali lebih besar

mengalami stunting dibandingkan dengan orang tua yang bekerja.

Pekerjaan merupakan faktor penting dalam penentuan terhadap penghasilan

yang pada akhirnya menentukan kualitas dan kuantitas kecukupan pemenuhan gizi

keluarga dan juga pola asuh. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ibu

balita yang menjadi responden sebesar 81,5% (75 orang) adalah ibu rumah

tangga/tidak bekerja dan selebihnya ada yang bekerja sebagai buruh, honorer,

wiraswasta dan bidan. Walaupun ibu tidak bekerja bukan berarti langsung

mempengaruhi terhadap terjadinya stunting, diharapkan ibu yang tidak bekerja

berarti ibu memiliki waktu yang lebih banyak bersama dengan anaknya sehingga

dapat lebih fokus memperhatikan kesehatan dan asupan pangan keluarga dengan

baik.

Pendapatan keluarga dengan kejadian stunting. Hubungan pendapatan

keluarga dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


74

120

100 96,4
92,2

80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

20
7,8
3,6
0
Rendah Tinggi
Pendapatan Keluarga

Gambar 12. Diagram bar hubungan pendapatan keluarga dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Pendapatan keluarga merupakan jumlah pemasukan yang diterima setiap

keluarga dalam sebulan berdasarkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) yang ada

di daerah tempat tinggal. UMK Langkat Tahun 2020 adalah Rp 2.710.988.

Pendapatan keluarga sangat berperan penting dalam pemenuhan zat gizi keluarga.

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi kemampuan daya beli keluarga, maka

semakin tinggi tingkat pendapatan suatu keluarga maka akan semakin banyak pula

alokasi uang yang digunakan untuk membeli kebutuhan pangan seperti sayur, buah

daging dan lain-lain untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga (Fikawati & Syafiq,

2014).

Berdasarkan gambar 12 tersebut proporsi stunting pada balita dengan

pendapatan keluarga yang rendah (< Rp 2.710.988) sebesar 7,8% (5 orang) dan

balita dengan pendapatan keluarga tinggi (≥ Rp 2.710.988) sebesar 3,6% (1 orang).

Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,663 dan RP= 2,288.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


75

Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendapatan keluarga

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020 dan artinya sebesar 2,288 kali balita dengan pendapatan keluarga yang

rendah berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pardede (2018)

bahwa dari hasil uji statistik didapatkan hasil bahwa tidak terdapat pengaruh

penghasilan keluarga terhadap kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan (p

value = 0,428).

Sedangkan hasil penelitian yang berbeda dari penelitian Nurjanah (2018)

bahwa terdapat hubungan antara pendapatan keluarga dengan kejadian stunting

pada balita (p value = 0,001) dengan nilai RP = 3,35 yang artinya balita dengan

pendapatan keluarga < UMK Kabupaten Madiun Tahun 2018 memilki risiko 3,35

kali lebih besar untuk mengalami stunting dibandingkan dengan pendapatan

keluarga ≥ UMK Kabupaten Madiun Tahun 2018. Penelitian ini tidak sejalan

dengan hasil penelitian dari Lestari, Rezeki, Mayasari dan Manggabarani (2018) di

Sei Renggas menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendapatan keluarga

dengan kejadian stunting pada anak Sekolah Dasar (SD) dengan nilai p value =

0,001.

Keluarga dengan pendapatan di atas UMK bisa saja tidak menggunakan

uangnya untuk memprioritaskan belanja kebutuhan asupan gizi lengkap keluarga,

namun kemungkinan keluarga yang walaupun memiliki pendapatan di bawah UMK

bisa mengelola keuangannya dengan baik dan peduli terhadap kualitas dari asupan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


76

gizi keluarga. Hasil penelitian dari keterangan responden, beberapa responden

mengatakan sering memanfaatkan halaman rumah mereka untuk menanam sayuran

yang dapat dikonsumsi untuk makan keluarga mereka.

Riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting. Hubungan riwayat infeksi

ibu dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 13.

120

100 96,2

80 75
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal
25
20
3,8
0
Ada Tidak ada
Riwayat Infeksi Ibu

Gambar 13. Diagram bar hubungan riwayat infeksi ibu dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 13 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu

yang memiliki riwayat infeksi pada masa kehamilan sebesar 25,0% (3 orang) dan

balita dengan ibu yang tidak memiliki riwayat infeksi sebesar 3,8% (3 orang). Hasil

analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p value = 0,028 dan RP = 8,556. Hal

ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara riwayat infeksi ibu dengan

kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


77

2020 dan artinya sebesar 8,556 kali balita dengan ibu yang memiliki riwayat infeksi

berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Febrina yang

melakukan penelitian dengan desain case control didapatkan hasil bahwa terdapat

hubungan antara Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK), status anemia dan status

KEK terhadap kejadian stunting pada bayi baru lahir di RSUD Wonosari Tahun

2016 dengan nilai p value berurutan sebesar 0,028, 0,037 dan 0,028. Stewart, C.P.,

Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K.F., & Onyango, A.W. (2013)

menjelaskan bahwa infeksi yang dialami ibu saat hamil berkaitan dengan penyakit

malaria, kecacingan, HIV/AIDS dan penyakit lainnya yang dapat berdampak buruk

terhadap pertumbuhan janin.

Kondisi kesehatan dan status gizi ibu hamil dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan juga perkembangan janin. Ibu yang mengalami KEK atau anemia

selama kehamilan akan melahirkan bayi BBLR yang akan meningkatkan risiko bayi

menjadi stunting. Kurang energi kronis disebakan oleh permasalahan yang

kompleks. Komplikasi yang terjadi selama kehamilan meliputi perdarahan,

preeklampsia/eklampsia dan infeksi berisiko terhadap kematian. Responden yang

diwawancarai dalam penelitian sebesar 13,0% (12 orang) yang mengatakan

mengalami masalah kesehatan pada masa kehamilannya seperti ada yang

mengalami anemia, dan beberapa ada yang mengalami perdarahan pada saat

kehamilan yang mengharuskan responden di rujuk ke rumah sakit. Saat wawancara

bisa saja informasi yang diterima terkait riwayat infeksi ibu tidak akurat sebab

responden hanya menjelaskan secara umum tidak secara detail penyakit infeksi apa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


78

yang dialami mereka selama kehamilannya. Seharusnya penting untuk mengetahui

mengenai status gizi maupun riwayat kesehatan ibu sebelum maupun selama

kehamilan yang terjadi agar dapat memantau kondisi janin.

Faktor Lingkungan

Fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting. Hubungan fasilitas sanitasi

dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin

Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 14.

120

100
97,1
81,8
80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

18,2
20
2,9
0
Tidak baik Baik
Fasilitas Sanitasi

Gambar 14. Diagram bar hubungan fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 14 tersebut proporsi stunting pada balita dengan

fasilitas sanitasi tidak baik sebesar 18,2% (4 orang) dan balita dengan fasilitas

sanitasi baik sebesar 2,9% (2 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh

nilai p value = 0,027 dan RP = 7,556. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

hubungan antara fasilitas sanitasi dengan kejadian stunting pada balita di wilayah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


79

kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 7,556 kali balita

dengan fasilitas sanitasi tidak baik berisiko mengalami kejadian stunting.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Handayani, F (2017) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara fasilitas

sanitasi dengan kejadian stunting (p value = 0,502). Penelitian yang dilakukan

Sinatrya dan Muniroh (2019) juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan

antara kepemilikan jamban dengan kejadian stunting (p value = 0,220).

Fasilitas sanitasi yaitu ketersediaan serta pemanfaatan fasilitas buang air

besar (BAB), jenis tempat BAB serta tempat pembuangan akhir tinja. Hasil

penelitian pada gambar 14 di atas dapat kita lihat bahwa balita stunting lebih banyak

pada fasilitas sanitasi yang tidak baik dibandingkan dengan fasilitas sanitasi baik.

Tempat tinggal responden dalam penelitian ini rata – rata sudah memiliki fasilitas

sanitasi seperti jamban dan septic tank.

Fasilitas sanitasi berhubungan dengan penyakit infeksi sebab apabila tidak

terdapat tempat pembuangan tinja yang baik kemungkinan penyakit yang berasal

dari feses dapat mencemari sumber air yang digunakan keluarga yang akan

memperbesar risiko terjadinya penyakit infeksi seperti diare yang pada akhirnya

akan berdampak terhadap proses penyerapan nutrisi dalam tubuh. Terdapat sebesar

35,9% (33 orang) balita yang mengalami diare pada tiga bulan terakhir pada

penelitian ini, sementara balita yang mengalami diare dan infeksi saluran napas

dalam tiga bulan terakhir sebesar 6,5% (6 orang). Kuman penyebab diare biasanya

menyebar melalui fecal oral bisa melalui makanan atau minuman yang tercemar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


80

tinja ataupun kontak langsung dengan tinja penderitanya. Tempat pembuangan tinja

merupakan sarana sanitasi yang berkaitan penting dengan kejadian diare. Oleh

sebab itu apabila kejadian diare ini berlangsug lama dan sering terjadi tentu akan

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak (Putranti & Sulistyorini,

2013).

Sumber air minum dengan kejadian stunting. Hubungan sumber air

minum dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 15.

120

98,4
100
83,3
80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

20
16,7
1,6
0
Tidak bersih Bersih
Sumber Air Minum

Gambar 15. Diagram bar hubungan sumber air minum dengan kejadian stunting
pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 15 tersebut proporsi stunting pada balita dengan

sumber air minum tidak bersih sebesar 16,7% (5 orang) dan balita dengan sumber

air minum bersih sebesar 1,6% (1 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square

diperoleh nilai p value = 0,013 dan RP = 12,200. Hal ini menunjukkan bahwa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


81

terdapat hubungan antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita

di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 12,200

kali balita dengan sumber air minum yang tidak bersih berisiko mengalami kejadian

stunting.

Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Handayani (2017)

bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,992 yang artinya

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara sumber air minum dengan

kejadian stunting. Sumber air yang aman adalah sumber air yang

mempertimbangkan sumbernya dan jarak sumber pencemaran, menilai dari kondisi

fisik air tersebut serta dapat memperhitungkan sumber dari air minum kemasan atau

dari depot. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sinatrya dan Muniroh (2019)

menemukan bahwa dari hasil uji statistik didapatkan nilai p value sebesar 0,580 ini

menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sumber air minum dengan

kejadian stunting.

Sumber air minum yang tidak bersih berkaitan erat dengan kesakitan dan

kematian yang terjadi pada anak, sama halnya dengan fasilitas sanitasi sumber air

minum yang tidak bersih akan memperbesar risiko seorang anak mengalami

penyakit infeksi yang akan mempengaruhi kesehatan dan juga status gizi anak.

Salah satu penyakit infeksi yang dapat terjadi karena sumber air minum yang tidak

bersih yaitu penyakit diare. Sumber air minum yang aman dan baik untuk

dikonsumsi tidak terlepas hanya dilihat dari mana air tersebut berasal, tetapi perlu

untuk diperhatikan berapa jarak sumber air dengan sumber pencemaran dan terlebih

air tersebut harus diolah dengan baik sebelum dapat dikonsumsi (Samiyati,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


82

Suhartono & Dharminto, 2019). Faktor lingkungan antara fasilitas sanitasi dengan

sumber air minum saling terikat satu sama lain yang dapat mempengaruhi kesehatan

terutama masalah penyakit infeksi dan apabila hal ini terjadi dalam waktu yang

lama tentu akan mempengaruhi status gizi anak yang akan berdampak terhadap

kejadian stunting.

Faktor Perilaku

Perilaku manusia menjadi salah satu faktor yang memengaruhi derajat

kesehatan seseorang maupun masyarakat. Permasalahan status gizi tidak hanya

dipengaruhi oleh asupan gizi, sanitasi lingkungan, ekonomi, maupun sosial. Tetapi,

perilaku hidup bersih dan sehat juga sangat berperan dalam pencegahan masalah

gizi termasuk stunting.

Kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting. Hubungan

kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dapat dilihat pada gambar 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


83

120

98,3
100
84,4
80
Proporsi (%)

60
Stunting
40 Normal

20 15,6
1,7
0
Tidak Iya
Kebiasaan Mencuci Tangan

Gambar 16. Diagram bar hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian
stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020
Berdasarkan gambar 16 tersebut proporsi stunting pada balita dengan ibu

yang memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebesar 1.7% (1 orang) dan

balita dengan ibu yang tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan sabun

sebesar 15,6% (5 orang). Hasil analisis uji statistik chi-square diperoleh nilai p

value = 0,018 dan RP= 10,926. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah

kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 dan artinya sebesar 10,926 kali balita

dengan ibu yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan berisiko balitanya

mengalami kejadian stunting.

Penelitian yang dilakukan oleh Soeracmad, Ikhtiar dan Bintara (2019) di

Polewali Mandar mendukung hasil penelitian yaitu didapatkan hasil bahwa

penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna antara cuci tangan di

air mengalir pakai sabun terhadap kejadian stunting dengan nilai p value sebesar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


84

0.001. Penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini ialah penelitian yang

dilakukan oleh Sinatrya dan Muniroh (2019) dengan nilai p value sebesar 0,001 yang

menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan cuci tangan dengan kejadian

stunting di wilayah kerja Puskesmas Kotakulon.

Kebiasaan cuci tangan dengan sabun berpengaruh terhadap kebersihan diri dari

ibu sebagai pengasuh langsung balitanya. Apabila ibu tidak mencuci tangan setelah

beraktifitas seperti habis kontak dengan hewan kemungkinan ibu untuk menyebarkan

kuman lebih besar kepada balitanya, kebiasaan masyarakat menyuapi anak dengan

tangan langsung memiliki risiko besar untuk menyebabkan penyakit jika tangan tidak

bersih. Berdasarkan penelitian ini angka prevalensi kebiasaan mencuci tangan dengan

sabun cukup tinggi yaitu dari 92 orang sampel terdapat 60 orang yang memiliki

kebiasaan mencuci tangan dengan sabun. Hal ini disebabkan pada saat penelitian

dilakukan sedang terjadi pandemi covid 19, sehingga para responden mengatakan

bahwa sudah memulai melakukan anjuran dari pemerintah untuk sering cuci tangan

dengan sabun agar dapat mencegah terjangkit virus Severe Acute Respiratory

Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) penyebab penyakit covid- 19.

Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,

sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi

makan anak dan sebelum makan ataupun setelah beraktifitas mempunyai dampak

dalam kejadian diare. Adanya kebiasaan mencuci tangan dengan sabun dapat

memutus rantai penyebaran mikroorganisme penyebab penyakit salah satunya

penyakit diare. Maka dari itu walaupun mencuci tangan terlihat sepele namun

sangat besar berdampak terhadap kesehatan. WHO menyebutkan bahwa cuci

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


85

tangan dengan sabun dengan air yang mengalir dapat menurunkan risiko terkena

diare sebesar 47% (Rohmah & Syahrul, 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Distribusi frekuensi kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 adalah 6,5%.

2. Distribusi frekuensi dari faktor karakteristik anak di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 yaitu jenis kelamin terbesar

perempuan 55,4% (51 orang), riwayat berat badan bayi lahir normal 85,9%

(79 orang), balita yang tidak mendapatkan ASI eksklusif sebesar 76,1% (70

orang) dan balita jarang sakit sebesar 76,1% (70 orang).

3. Distribusi frekuensi dari faktor karakteristik ibu di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020 yaitu umur ibu paling banyak 20 –

35 tahun sebesar 69,6% (64 orang), pendidikan terakhir SMA sebesar

45,7% (42 orang), pekerjaan terbanyak adalah ibu yang tidak bekerja atau

sebagai IRT sebesar 81,5% (75 orang), pendapatan keluarga rendah sebesar

69,6% (64 orang) dan ibu yang tidak ada riwayat infeksi pada masa

kehamilan sebesar 87,0% (80 orang).

4. Distribusi frekuensi dari faktor lingkungan di wilayah kerja Puskesmas

Pantai Cermin Tahun 2020 yaitu keluarga dengan fasilitas sanitasi baik

86
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
87

sebesar 76,1% (70 orang) dan sumber air minum yang bersih sebesar 67,4%

(62 orang).

5. Distribusi frekuensi dari faktor perilaku di wilayah kerja Puskesmas Pantai

Cermin Tahun 2020 yaitu adanya kebiasaan mencuci tangan sebesar 65,2%

(60 orang).

6. Terdapat hubungan antara riwayat BBLR, riwayat infeksi pada balita,

riwayat infeksi ibu, fasilitas sanitasi, sumber air minum dan kebiasaan

mencuci tangan dengan kejadian stunting pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2020.

7. Tidak terdapat hubungan antara riwayat ASI eksklusif, jenis kelamin balita,

umur ibu, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan keluarga dengan kejadian

stunting pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun

2020.

Saran

1. Bagi masyarakat diharapkan agar lebih peduli menjaga kesehatan keluarga

dengan menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan tempat tinggal serta dapat

menjaga asupan gizi ibu hamil dan mengusahakan memberikan ASI

eksklusif selama 6 bulan pada bayinya.

2. Kepada Puskesmas diharapkan dapat memberikan edukasi kepada orang tua

agar rajin membawa anak mereka ke posyandu untuk melakukan

pemantauan status gizi terhadap balita khususnya pada stunting, sehingga

dengan mengetahui lebih dini akan dapat mengurangi risiko terjadinya

stunting.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


88

3. Peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti variabel lain yang dapat

berhubungan dengan kejadian stunting seperti status gizi ibu hamil dan

akses ke pelayanan kesehatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Daftar Pustaka

Adiyanti, M., & Besral. (2014). Pola asuh gizi, sanitasi lingkungan, dan
pemanfaatan Posyandu dengan kejadian stunting pada baduta di Indonesia
(Analisis Data Riskesdas Tahun 2010). Fakultas Kesehatan Masyarakat UI,
Jakarta.
Adriani, M., & Wirjatman, B. (2016). Peranan gizi dalam siklus kehidupan.
Jakarta: Kencana.
Aini, E.N., Nugraheni, S.A., & Pradigdo, S.T. (2018). Faktor yang mempengaruhi
stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Cepu Kabupaten Blora.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(5), 454-461.
Arini, D., Mayasari, A.C., & Rustam, M.Z.A. (2019). Gangguan perkembangan
motorik dan kognitif pada anak toodler yang mengalami stunting di wilayah
Pesisir Surabaya. Journal of Health Science and Prevention, 3, 123-128.
doi:10.29080/jhsp.v3i2.231
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2012). Kerangka Kebijakan Gerakan
Nasional Percepatan perbaikan Gizi dalam Rangka Seribu Hari Pertama
Kehidupan (Gerakan 1000 HPK). Diakses dari https://www.bappenas.go.id/files-
/7713/8848-/0483/-kerangka_kebijakan_-_10_sept_2013.pdf

Chirande, L., Charwe, D., Mbwana, H., Victor, R., Kimboka, S., Issaka, A.I.,
Agho, K.E. (2015). Determinants of stunting and severe stunting among
under-fives in Tanzania: evidence from the 2010 cross-sectional household
survey. BMC Pediatr, 15(1):1–13. doi: 10.1186/s12887-015-0482-9
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2018). Profil Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara Tahun 2017. Diakses dari
http://dinkes.sumutprov.go.id/v2/berita-309-gambaran-status-gizi-
masyarakat-balita-kurang-energi-protein-berdasarkan-pemantauan-
status-gizi.html
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat. (2018). Buku Saku Pemantauan Status
Gizi Tahun 2017. Diakses dari http://www.kesmas-kemkes-
go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Buku-Saku-Nasional-PSG-
2017_975.pdf
Febrina, Y. (2017). Faktor risiko kejadian stunting pada bayi baru lahir di RSUD
Wonosari Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2016. Prodi D-IV Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Fikawati, S. & Syafiq, A. (2014). Konsumsi kalsium pada remaja. Dalam Gizi dan
kesehatan masyarakat (h. 169 – 191). Jakarta: Rajawali Pers.

89
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
90

Fitri, L. (2018). Hubungan BBLR dan ASI eksklusif dengan kejadian stunting di
Puskesmas Lima Puluh Pekan Baru. Jurnal Endurance,6,131 – 137.
doi:http://doi.org/10.22216/jen.v3i1.176
Handayani, F. (2017). Determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan
di Provinsi Sumatera Utara. (Tesis, Universitas Sumatera Utara). Diakses
dari http://repository.usu.ac.id/-bitstream/-handle/123456789-/68659.
Hartiyanti, Y., & Triyanti. (2014). Penilaian status gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 275-319). Jakarta: Rajawali Pers.
Indrawani, Y.M. (2014). Penyakit kurang gizi. Dalam Gizi dan kesehatan
masyarakat (h. 197 – 214). Jakarta: Rajawali Pers.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) Tahun 2018. Diakses dari https://www.kemkes.go.id/-
resources/download/info-terkini/hasil-riskesdas-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Diakses dari
https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/
buletin-diare.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Stunting dalam Kacamata Kesehatan
Lingkungan. Diakses dari http://stbm.kemkes.go.id/app/news/11651/
stunting-dalam-kacamata kesehatan-lingkungan.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia.
Diakses dari https://www.kemkes.go.id
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Kebijakan dan Strategi Penanggulangan
Stunting di Indonesia. Diakses dari
https://www.persi.or.id/images/2019/data/final_paparan_persi_22_feb_20
19_ir._doddy.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Memelihara Kesehatan Kehamilan. Diakses
dari https://www.depkes.go.id/development/site/depkes/pdf.php?id=1-
16062700001
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995 Tahun2010
Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, menyusui & SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusharisupeni. (2014). Gizi dalam daur kehidupan (prinsip-prinsip dasar). Dalam
Gizi dan kesehatan masyarakat (h. 149 – 169). Jakarta: Rajawali Pers.
Kusumawardani, I. (2017). ASI eksklusif, panjang badan lahir, berat badan lahir
rendah sebagai faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia 6-24 bulan
di Puskesmas Lendah II Kulon Progo. Politeknik Kesehatan kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Yogyakarta.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


91

Lestari, W., Rezeki, S.H.I., Mayasari, D., & Manggabarani, S. (2018). Faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting pada anak sekolah dasar negeri
014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan. Jurnal
Dunia Gizi, 01(01), 59 – 64.
Putranti, D.C.MS., & Sulistyorini, L. (2013). Hubungan antara kepemilikan jamban
dengan kejadian diare di Desa Karangagung Kecamatan Palang Kabupaten
Tuban. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 07(01), 54 -63.
Mentari, S. & Hermansyah, A. (2018). Faktor yang berhubungan dengan status
stunting anak usia 24 – 59 bulan di wilayah kerja UPK Puskesmas Siantan
Hulu. Pontianak Nutrition Journal, 01(01), 1 – 4.
Murtini. & Jamaluddin. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
stunting pada anak usia 0-36 bulan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah,
7(2),1 - 10
Nurdiana. (2019). Faktor risiko kejadian stunting pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Godean I Yogyakarta Tahun 2019. Jurnal Medika Respati,
14(4), 310.
Nurjanah, L.O. (2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
di wilayah kerja UPT Puskesmas Klecorejo Kabupaten Madiun Tahun
2018. Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat Stikes Bhakti Husada Mulia
Madiun, Madiun.
Nurlinda, A. (2013). Gizi dalam siklus daur kehidupan seri baduta (anak usia 1-2
tahun). Yogyakarta: Andi.
Pardede, R. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada
balita usia 24 –59 bulan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 (Tesis, Universitas Sumatera Utara).
Diakses dari http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/20045.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat – Syarat dan
Pengawasan Kualitas Air.
Rohmah, N., & Syahrul, F. (2017). Hubungan kebiasaan cuci tangan dan
penggunaan jamban sehat dengan kejadian diare balita. Jurnal epidemiologi
berkala, doi: 10.20473/jbe.V5I12017.95-106
Samiyati, M., Suhartono., & Dharminto. (2019). Hubungan sanitasi lingkungan
rumah dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Karanganyar Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
07(01).
Sinatrya, A.K., & Muniroh, L. (2019). Hubungan faktor water, sanitation, and
hygiene (wash) dengan stunting di wilayah kerja Puskesmas Kotakulon
Kabupaten Bondowoso. Journal Research Study, 164 – 170. doi:
10.2473/amnt.v3i3.2019.164-170

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


92

Soeracmad, Y., Ikhtiar, M., & Bintara, A.S. (2019). Hubungan sanitasi lingkungan
rumah tangga dengan kejadian stunting pada anak balita di Puskesmas
Wonomulyo Kabupaten polewali Mandar Tahun 2019. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 5(2), 138 – 150.

Stewart, C.P., Iannotti, L., Dewey, K. G., Michaelsen, K.F., & Onyango, A.W.
(2013). Childhood stunting: context, causes and consequences, maternal
and child nutrition. Diakses dari http://www.who.int/nutrition/events/-
2013_Childhood-Stunting_colloquium_14Oct_Conceptual-Fram-
work_colour.pdf

Syah, N.F. (2019). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota
Tangerang Selatan Tahun 2018. Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
United Nations Children’s Fund, World Health Organization, World Bank Group.
(2018). Level and trends in child malnutrition: key findings of the 2018
edition of the joint child malnutrition estimates. Diakses dari
https://www.who.int/nutgrowthdb/2018-jme-brochure.pdf
World Health Organization. (2018). Child Stunting Data Visualization Dashboard.
Diakses dari http://apps.who.int/gho/data/node.sdg.2-2-viz-1?lang=en
World Health Organization. (2018). Global Nutrition Report. Diakses dari
https://www.who.int/nutrition/globalnutritionreport/2018_Global_Nutritio
n_Report.pdf?ua=1
Yuliana, W., & Hakim, B.M. (2019). Darurat stunting dengan melibatkan
keluarga. Sulawesi Selatan: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


93

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

LEMBAR PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth:

Bapak/Ibu Calon Responden Penelitian

di-

Tempat

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini.

Nama : Ardita Agustia

NIM : 161000032

Adalah mahasiswi peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Sumatera Utara yang akan mengadakan penelitian dalam rangka
penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Adapun penelitian ini berjudul “Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Stunting pada Balita di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Tahun 2019”, Untuk itu saya meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat
berpartisipasi dengan menjawab pertanyaan dari penelitian ini tanpa ada paksaan
dari pihak manapun serta saya akan menjamin kerahasiaan. Hasil penelitian ini
diharapkan nantinya akan dapat menjadi bahan evaluasi yang bermanfaat untuk kita
bersama.
Atas kesediaan Bapak/ Ibu saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2020


Hormat Saya,

(Ardita Agustia)

161000032

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


94

PERNYATAAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Saya yang bertanda tanagan dibawah ini

No. Responden :

Nama :

Alamat :

No. Hp :

Dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan dari pihak mana pun

bersedia menjadi responden penelitian dengan mengikuti penelitian serta mengisi

lembaran pertanyaan yang hasilnya akan dijadikan data dalam penelitian yang

berjudul “Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di

wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Tahun 2019” yang dilakukan oleh Ardita

Agustia mahasiswi peminatan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk

dipergunakan sebaiknya. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Medan, Maret 2020

(………………………)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


95

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING
PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN
TAHUN 2020

No. Responden :
Tanggal Wawancara :
A. Identitas Balita
1. Nama :
2. Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Tempat/ Tanggal Lahir :
4. Umur : ……………. bulan
5. Berat Badan Lahir : ……………. gram
6. Panjang Badan Lahir : ……………. cm
7. Anak ke : dari bersaudara

B. Identitas Responden
1. Nama Responden :
2. Alamat :
3. Umur : ……………. Tahun
4. Pendidikan : 1. SD
2. SMP
3. SMA
4. Perguruan Tinggi
5. Tidak Sekolah

5. Pekerjaan : 1. Ibu rumah tangga/Tidak bekerja


2. Petani/Nelayan/Buruh (………………)
3. PNS
4. Wiraswasta
5. Lainnya
C. Pengukuran Antropometri
1. Tinggi badan balita : ……………. cm
2. Berat badan balita : ……………. Kg
3.
D. Pendapatan Keluarga
1. Berapa jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam rumah?
Jumlah Penghasilan
Anggota Keluarga Pekerjaan
(per bulan)
Kepala Keluarga Rp.
Ibu Rp.
Total Rp.
E. Riwayat ASI Eksklusif
1. Saat setelah melahirkan berapa lama ibu memberikan ASI kepada bayi?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


96

a. Langsung diberikan
b. Setelah beberapa jam (> 1 jam), jam
c. Setelah beberapa hari, hari
d. Tidak pernah
e. Lupa

2. Apakah ibu memberikan air susu pertama yang berwarna kekuningan


(kolostrum) pada bayi?
a. Ya b. Tidak
3. Usia berapakah pertama kali anak anda diberikan makanan tambahan selain ASI?
a. ≤ 6 bulan b. > 6 bulan

F. Riwayat Infeksi Anak


1. Apakah anak anda pernah sakit selama tiga bulan terakhir?
a. Ya, (………………………………………………….)
b. Tidak
2. Berapa kali dalam tiga bulan terakhir anak anda mengalami sakit tersebut?
a. < 3 kali b. ≥ 3 kali

G. Riwayat Infeksi pada Ibu saat masa kehamilan


1. Apakah ibu saat kehamilan pernah mengalami sakit?
a. Ya, (………………………………………………)
b. Tidak

H. Sanitasi Lingkungan
(Fasilitas Sanitasi)
1. Dimana biasanya ibu buang air besar (BAB)?
a. Jamban d. Lubang tanah
b. Kolam/sawah/selokan e. Pantai/tanah
c. Sungai/danau/laut lapang/kebun/halaman
2. Penggunaan fasilitas tempat buang air besar (BAB) sebagian besar anggota rumah tangga:
a. Milik sendiri c. Umum
b. Milik bersama d. Tidak ada
3. Jenis fasilitas yang digunakan untuk BAB:
a. Leher angsa d. Cemplung/cubluk/lubang
b. Plengsengan dengan lantai
c. Cemplung/cubluk/lubang tanpa
lantai
4. Tempat pembuangan akhir kotoran (tinja):
a. Tangki septik d. Sungai/laut
b. SPAL e. Lubang tanah
c. Kolam/sawah f. Lainnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


97

(Sumber Air Minum)


1. Jenis sumber air bersih yang digunakan keluarga sehari-hari?
a. Air ledeng/PDAM e. Sumur gali tak terlindung
b. Air ledeng eceran/membeli f. Penampungan air hujan
c. Sumur bor/pompa g. Air sungai
d. Sumur gali terlindung
2. Jenis sumber air untuk kebutuhan minum:
a. Air kemasan e. Sumur gali terlindung
b. Air isi ulang f. Ssumur gali tak terlindung
c. Air ledeng/PAM g. Penampungan air hujan
d. Air ledeng eceran/membeli h. Air sungai

3. Kualitas fisik air minum yang digunakan:


a. Keruh d. Berbau
b. Bewarna e. Berbusa
c. Berasa
4. Berapa meter jarak antara sumber air minum dengan tempat penampungan tinja:
a. < 10 meter b. ≥ 10 meter c. Tidak tahu
(Kebiasaan Mencuci Tangan)
1. Apakah ibu melakukan cuci tangan pakai sabun sebelum makan?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ibu melakukan cuci tangan pakai sabun sesudah buang air besar?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah balita mencuci tangan sebelum makan?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah balita melakukan cuci tangan pakai sabun sesudah buang air besar?
a. Ya b. Tidak
(Kesehatan Lingkungan)
1. Tempat pembuangan air limbah rumah tangga :
a. Penampungan tertutup di c. Penampungan di luar
pekarangan/SPAL pekarangan
b. Penampungan terbuka di d. Tanpa penampungan (di tanah)
pekarangan e. Langsung ke got/sungai
2. Tempat pembuangan/penampungan sampah basah (organik) yang digunakan:
a. Tempat sampah tertutup
b. Tempat sampah terbuka

3. Bagaimana penanganan terhadapa sampah rumah tangga?


a. Diangkut petugas
b. Ditimbun dalam tanah
c. Dibuat kompos
d. Dibakar
e. Dibuang ke kali/parit/laut
f. Dibuang sembarangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


98

Lampiran 2. Master Data


NR JK UB BBL PBL UI UIK PD PDK PK PKK TB BB Z S PT AE IB II FS SM KM
1 1 50 2 52 25 2 3 2 1 1 103,5 17 -0,24 2 2 2 2 2 2 2 2
2 2 47 2 49 27 2 3 2 1 1 97 10,2 -1,42 2 2 2 2 1 2 1 2
3 1 36 2 49 33 2 3 2 1 1 90 11 -1,75 2 1 1 1 2 2 2 2
4 2 23 2 48 25 2 2 1 1 1 83,7 10 -0,6 2 2 2 2 2 2 2 2
5 1 39 2 48 30 2 3 2 1 1 91 11 -1,85 2 1 1 2 2 2 1 1
6 1 20 1 48 25 2 3 2 1 1 78,7 10 -1,97 2 1 1 1 2 1 1 1
7 2 48 2 48 28 2 3 2 1 1 95,3 10,2 -1,79 2 2 1 1 2 1 1 1
8 2 39 2 48 27 2 4 2 5 2 90 12 -1,94 2 1 1 1 2 2 2 1
9 2 20 1 50 28 2 4 2 2 2 77,7 10 -1,72 2 1 1 2 1 2 2 2
10 1 36 2 50 36 3 3 2 1 1 87 10 -1,84 2 1 1 2 2 2 2 1
11 2 49 2 52 38 3 3 2 4 2 100 14 -0,77 2 1 1 2 2 2 2 2
12 2 45 2 48 33 2 3 2 1 1 93 12 -1,92 2 1 2 2 2 2 2 2
13 2 17 2 48 30 2 3 2 2 2 84,7 17 1,68 2 2 1 2 2 2 2 2
14 2 58 1 48 35 2 3 2 4 2 97 11 -2,47 1 1 2 1 1 2 1 1
15 1 40 2 0 34 2 3 2 4 2 100 14 0,28 2 2 2 2 2 2 2 2
16 1 25 1 50 36 3 2 1 1 1 83 11 -1,72 2 1 1 1 2 2 1 1
17 1 33 2 49 28 2 3 2 1 1 88 12 -1,84 2 1 1 1 2 2 2 2
18 2 58 2 52 31 2 3 2 1 1 102 13 -1,39 2 1 2 2 2 2 2 2
19 2 18 2 50 32 2 3 2 1 1 75,7 8 -1,88 2 2 2 2 2 2 2 2
20 2 52 2 48 45 3 1 1 4 2 97 12 -1,85 2 1 1 2 2 2 1 2
21 1 54 2 0 40 3 2 1 1 1 100 14 -1,53 2 1 1 2 2 1 1 2
22 2 55 2 0 29 2 3 2 1 1 98 14 -1,91 2 1 2 2 2 1 1 1
23 2 54 2 0 51 3 1 1 4 2 100 14 -1,38 2 1 1 2 2 2 2 2
24 1 42 2 0 36 3 3 2 1 1 89 11 -2,83 1 1 1 2 1 1 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


99

25 2 20 2 0 32 2 1 1 1 1 76,7 9 -1,84 2 2 1 2 2 2 1 2
26 1 55 1 0 30 2 5 1 1 1 96 122 -2,6 1 1 2 2 2 1 1 1
27 2 57 2 48 25 2 3 2 1 1 104 12 -0,84 2 2 1 2 2 2 2 2
28 2 47 2 48 25 2 2 1 1 1 98 12 -1,06 2 1 2 2 2 1 1 2
29 2 53 2 48 33 2 1 1 1 1 97 13 -1,95 2 1 1 1 2 1 1 1
30 1 53 1 49 30 2 2 1 2 2 101 12 -1,92 2 1 1 2 2 1 1 1
31 2 22 2 0 29 2 5 1 1 1 78,7 15 -1,79 2 1 1 1 2 1 2 2
32 2 17 2 0 34 2 3 2 1 1 78 10 -0,94 2 1 1 2 2 2 2 1
33 2 27 2 0 29 2 3 2 4 2 85 10 -1,05 2 1 1 2 2 2 2 2
34 1 58 2 0 34 2 3 2 1 1 106 13 -0,7 2 2 2 2 1 2 2 2
35 2 36 2 0 23 2 3 2 1 1 95 12 -0,02 2 2 2 2 2 2 2 2
36 1 23 2 0 27 2 2 1 1 1 86,7 11 0,11 2 1 1 2 2 2 2 2
37 1 31 1 0 29 2 3 2 1 1 87 14 -1,77 2 2 1 2 2 2 1 2
38 1 35 2 0 29 2 4 2 1 1 93 13 -0,74 2 1 2 2 2 2 2 2
39 2 59 1 0 26 2 1 1 1 1 100 13 -1,96 2 1 1 2 2 1 1 1
40 1 17 2 0 27 2 1 1 1 1 75,7 8 -2 2 1 1 2 2 1 2 2
41 1 48 2 0 36 3 1 1 1 1 96,6 13 -1,69 2 1 1 1 2 2 1 1
42 2 22 2 0 24 2 3 2 1 1 78,7 15 -1,75 2 1 1 2 2 2 1 2
43 2 33 2 54 41 3 1 1 1 1 89 12 -1,24 2 1 1 1 2 1 1 2
44 1 44 1 0 33 2 4 2 3 2 97 12 -1,33 2 2 1 2 1 1 2 2
45 1 59 2 0 33 2 4 2 3 2 104 14 -1,22 2 2 1 1 2 1 2 2
46 2 18 2 0 23 2 2 1 1 1 82,7 10 0,9 2 1 1 2 2 2 2 2
47 2 46 2 0 45 3 1 1 1 1 102 15 0,07 2 1 1 2 2 2 2 2
48 1 58 2 0 27 2 1 1 1 1 103 14 -1,34 2 1 1 2 2 2 1 1
49 1 12 1 0 36 3 2 1 1 1 75,5 9 -0,39 2 1 1 2 2 2 1 1
50 1 28 2 50 39 3 3 2 1 1 85 11 -1,82 2 1 1 2 2 1 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


100

51 2 31 2 0 30 2 3 2 1 1 94 11 0,69 2 1 1 2 2 2 2 1
52 2 16 2 0 39 3 3 2 1 1 80,7 9 0,99 2 2 1 2 2 2 2 1
53 2 57 2 51 32 2 1 1 1 1 103 16 -1,13 2 1 1 2 2 2 2 2
54 1 13 2 0 32 2 1 1 1 1 78,7 8 0,9 2 1 1 2 2 2 2 2
55 2 26 2 50 21 2 3 2 4 2 85 8 -0,81 2 1 2 2 2 2 2 1
56 2 41 2 50 21 2 3 2 4 2 98 14 -0,11 2 1 2 2 2 2 2 2
57 2 46 2 0 24 2 3 2 1 1 94 12 -1,85 2 2 1 2 1 2 2 1
58 1 49 2 0 27 2 3 2 1 1 98 13 -1,46 2 1 1 2 2 2 2 1
59 1 27 2 0 37 3 2 1 1 1 85 11 -1,55 2 2 2 2 2 2 2 2
60 2 44 1 50 38 3 4 2 3 2 89 10 -2,73 1 1 1 1 2 1 1 2
61 1 50 2 0 50 3 2 1 1 1 97 12 -1,86 2 1 1 1 1 2 1 1
62 2 33 2 0 33 2 3 2 4 2 88 11 -1,4 2 1 1 2 2 2 2 2
63 1 29 2 0 28 2 4 2 1 1 84 10 -1,76 2 1 1 2 2 2 2 2
64 1 59 2 0 35 2 1 1 1 1 109 16 -0,21 2 1 1 2 2 2 2 2
65 1 37 2 0 28 2 3 2 1 1 94 12 -0,8 2 2 1 2 2 2 2 2
66 2 45 2 0 37 3 3 2 1 1 93 12 -1,96 2 1 1 1 2 2 2 1
67 2 46 2 0 29 2 3 2 1 1 96 14 -1,32 2 1 1 2 2 1 2 2
68 1 31 2 0 29 2 3 2 1 1 86 11 -1,99 2 1 1 2 2 1 1 1
69 2 52 2 50 43 3 2 1 1 1 97 13 -1,9 2 2 1 2 2 2 2 2
70 1 57 2 52 24 2 1 1 1 1 102 17 -1,48 2 1 1 1 1 2 2 2
71 2 57 2 50 43 3 2 1 1 1 101 11 -1,49 2 2 1 2 2 2 2 2
72 1 27 2 0 40 3 3 2 1 1 77 13 -3,94 1 1 1 1 2 1 2 1
73 2 59 2 0 40 3 3 2 1 1 100 12 -1,96 2 1 1 2 1 1 1 1
74 1 56 2 0 39 3 3 2 1 1 101 14 -1,52 2 1 1 2 2 2 2 2
75 1 33 2 0 39 3 3 2 1 1 90 11 -1,19 2 1 1 2 2 2 2 2
76 2 42 2 0 39 3 2 1 1 1 93,5 12 -1,42 2 2 2 2 2 2 2 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


101

77 1 18 2 0 39 3 2 1 1 1 80,7 10 -0,46 2 2 1 2 2 2 2 2
78 2 13 2 48 31 2 2 1 1 1 74,7 9 -0,17 2 1 2 2 2 2 2 2
79 2 56 2 0 22 2 3 2 1 1 98,5 15 -1,94 2 1 1 2 2 2 2 2
80 2 12 2 45 36 3 1 1 1 1 74,7 7 0,15 2 2 2 2 2 2 2 2
81 1 47 2 0 32 2 1 1 1 1 98,5 14 -1,36 2 1 1 1 2 2 1 2
82 2 57 1 0 32 2 1 1 1 1 99 11 -1,94 2 1 1 2 2 2 2 1
83 1 48 2 0 40 3 1 1 1 1 96 13 -1,77 2 1 1 2 2 2 2 2
84 2 31 2 50 27 2 1 1 1 1 87 8 -1,38 2 2 1 1 2 2 2 2
85 1 37 2 0 30 2 2 1 1 1 97 12 -0,02 2 1 2 2 1 2 2 2
86 2 56 2 0 30 2 2 1 1 1 102 17 -1,2 2 1 1 2 2 2 2 2
87 1 28 2 38 34 2 2 1 1 1 80 10 -3,23 1 2 1 1 1 2 1 1
88 2 13 2 38 34 2 2 1 1 1 70,7 7 -1,67 2 1 1 2 2 2 2 2
89 1 16 2 30 28 2 4 2 5 2 74,7 11 -1,91 2 1 1 2 2 2 2 2
90 2 37 2 48 32 2 1 1 1 1 82 26 -1,74 2 2 1 2 2 1 2 2
91 2 37 2 0 23 2 2 1 1 1 96 17 -0,02 2 2 2 1 2 2 2 1
92 2 44 1 0 41 3 3 2 1 1 93 12 -1,84 2 2 1 1 2 2 1 1

Keterangan:
NR : Nomor Responden UB : Umur Balita (bulan)
JK : Jenis Kelamin BBL : Berat Badan Lahir (gram)
1. Laki – laki PBL : Panjang Badan Lahir (cm)
2. Perempuan UI : Umur Ibu (Tahun)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


102

UIK : Kategori Umur Ibu BB : Berat Badan Balita Sekarang


1. Usia Tidak Produktif Z : Nilai z-score Balita
2. Usia Produktif S : Status Kejadian Stunting
PD : Pendidikan Ibu 1. Stunting
1. SD 2. Normal
2. SMP PT : Pendapatan Keluarga
3. SMA 1. Rendah
4. Perguruan Tinggi 2. Tinggi
5. Tidak Sekolah AE : Riwayat ASI Eksklusif
PDK : Kategori Pendidikan Ibu 1. Tidak ASI Eksklusif
1. Rendah 2. ASI Eksklusif
2. Tinggi IB : Riwayat Infeksi pada Balita
PK : Pekerjaan Ibu 1. Sering Sakit
1. IRT/Tidak Bekerja 2. Jarang Sakit
2. Petani/Nelayan/Buruh II : Riwayat Infeksi pada Ibu
3. PNS/Honorer 1. Ada
4. Wiraswasta 2. Tidak Ada
5. Lainnya FS : Fasilitas Sanitasi
PKK : Kategori Pekerjaan Ibu 1. Tidak Baik
1. Bekerja 2. Baik
2. Tidak Bekerja SM : Sumber Air Minum
TB : Tinggi Badan Balita Sekarang
1. Tidak Bersih
2. Bersih
KM : Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun
1. Tidak ada
2. Ada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


103

Lampiran 3. Output Hasil Penelitian


1. Analisis Univariat
Status Kejadian Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Stunting 6 6.5 6.5 6.5
Normal 86 93.5 93.5 100.0
Total 92 100.0 100.0

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki – laki 41 44.6 44.6 44.6
Perempuan 51 55.4 55.4 100.0
Total 92 100.0 100.0

Berat Badan Lahir


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BBLR 13 14.1 14.1 14.1
Normal 79 85.9 85.9 100.0
Total 92 100.0 100.0

Riwayat ASI Eksklusif


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak ASI
70 76.1 76.1 76.1
Eksklusif
ASI Eksklusif 22 23.9 23.9 100.0
Total 92 100.0 100.0

Riwayat Infeksi Pada Balita


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sering Sakit 22 23.9 23.9 23.9
Jarang Sakit 70 76.1 76.1 100.0
Total 92 100.0 100.0

Kategori Umur Ibu


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


104

Valid 20 - 35 tahun 64 69.6 69.6 69.6


> 35 tahun 28 30.4 30.4 100.0
Total 92 100.0 100.0

Pendidikan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid SD 20 21.7 21.7 21.7
SMP 20 21.7 21.7 43.5
SMA 42 45.7 45.7 89.1
Perguruan Tinggi 8 8.7 8.7 97.8
Tidak Sekolah 2 2.2 2.2 100.0
Total 92 100.0 100.0

Pekerjaan Ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid IRT/Tidak Bekerja 75 81.5 81.5 81.5
Petani/Nelayan/Buruh 3 3.3 3.3 84.8
PNS/Honorer 3 3.3 3.3 88.0
Wiraswasta 9 9.8 9.8 97.8
Lainnya 2 2.2 2.2 100.0
Total 92 100.0 100.0

Pendapatan Keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 64 69.6 69.6 69.6
Tinggi 28 30.4 30.4 100.0
Total 92 100.0 100.0

Riwayat Infeksi Pada Ibu


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ada 12 13.0 13.0 13.0
Tidak Ada 80 87.0 87.0 100.0
Total 92 100.0 100.0

Fasilitas Sanitasi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


105

Valid Tidak Baik 22 23.9 23.9 23.9


Baik 70 76.1 76.1 100.0
Total 92 100.0 100.0

Sumber Air Minum


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bersih 30 32.6 32.6 32.6
Bersih 62 67.4 67.4 100.0
Total 92 100.0 100.0

Kebiasaan Mencuci Tangan


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 32 34.8 34.8 34.8
Iya 60 65.2 65.2 100.0
Total 92 100.0 100.0

2. Analisis Bivariat
1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Stunting
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin * Status
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Kejadian Stunting

Jenis Kelamin * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Jenis Kelamin Laki - laki Count 4 37 41
Expected Count 2.7 38.3 41.0
% within Jenis Kelamin 9.8% 90.2% 100.0%
% within Status Kejadian
66.7% 43.0% 44.6%
Stunting
% of Total 4.3% 40.2% 44.6%
Perempuan Count 2 49 51
Expected Count 3.3 47.7 51.0
% within Jenis Kelamin 3.9% 96.1% 100.0%
% within Status Kejadian
33.3% 57.0% 55.4%
Stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


106

% of Total 2.2% 53.3% 55.4%


Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Jenis Kelamin 6.5% 93.5% 100.0%
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.269a 1 .260
Continuity Correctionb .493 1 .483
Likelihood Ratio 1.270 1 .260
Fisher's Exact Test .401 .241
Linear-by-Linear
1.255 1 .263
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,67.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Jenis Kelamin (Laki -
2.649 .460 15.245
laki / Perempuan)
For cohort Status Kejadian Stunting =
2.488 .479 12.913
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.939 .837 1.054
Normal
N of Valid Cases 92

2. Hubungan BBLR dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Berat Badan Lahir *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


107

Berat Badan Lahir * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Berat BBLR Count 3 10 13
Badan Expected Count .8 12.2 13.0
Lahir % within Berat Badan Lahir 23.1% 76.9% 100.0%
% within Status Kejadian Stunting 50.0% 11.6% 14.1%
% of Total 3.3% 10.9% 14.1%
Normal Count 3 76 79
Expected Count 5.2 73.8 79.0
% within Berat Badan Lahir 3.8% 96.2% 100.0%
% within Status Kejadian Stunting 50.0% 88.4% 85.9%
% of Total 3.3% 82.6% 85.9%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Berat Badan Lahir 6.5% 93.5% 100.0%
% within Status Kejadian Stunting 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.806a 1 .009
Continuity Correctionb 4.011 1 .045
Likelihood Ratio 4.805 1 .028
Fisher's Exact Test .035 .035
Linear-by-Linear
6.732 1 .009
Association
N of Valid Cases 92

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,85.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Berat Badan Lahir
7.600 1.346 42.903
(BBLR / Normal)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.077 1.371 26.934
Stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


108

For cohort Status Kejadian Stunting =


.800 .592 1.080
Normal
N of Valid Cases 92

3. Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Stunting

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat ASI Eksklusif *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

Riwayat ASI Eksklusif * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Riwayat Tidak ASI Count 4 66 70
ASI Eksklusif Expected Count 4.6 65.4 70.0
Eksklusif % within Riwayat ASI
5.7% 94.3% 100.0%
Eksklusif
% within Status Kejadian
66.7% 76.7% 76.1%
Stunting
% of Total 4.3% 71.7% 76.1%
ASI Count 2 20 22
Eksklusif Expected Count 1.4 20.6 22.0
% within Riwayat ASI
9.1% 90.9% 100.0%
Eksklusif
% within Status Kejadian
33.3% 23.3% 23.9%
Stunting
% of Total 2.2% 21.7% 23.9%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Riwayat ASI
6.5% 93.5% 100.0%
Eksklusif
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


109

Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .313a 1 .576
Continuity Correctionb .004 1 .949
Likelihood Ratio .292 1 .589
Fisher's Exact Test .627 .443
Linear-by-Linear
.310 1 .578
Association
N of Valid Cases 92
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.43.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat ASI Eksklusif
.606 .103 3.557
(Tidak ASI Eksklusif / ASI Eksklusif)
For cohort Status Kejadian Stunting =
.629 .123 3.203
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
1.037 .898 1.198
Normal
N of Valid Cases 92

4. Hubungan Riwayat Infeksi Balita dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat Infeksi Pada
Balita * Status Kejadian 92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Stunting

Riwayat Infeksi Pada Balita * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Riwayat Sering Sakit Count 4 18 22
Infeksi Expected Count 1.4 20.6 22.0
Pada % within Riwayat Infeksi
Balita 18.2% 81.8% 100.0%
Pada Balita
% within Status Kejadian
66.7% 20.9% 23.9%
Stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


110

% of Total 4.3% 19.6% 23.9%


Jarang Sakit Count 2 68 70
Expected Count 4.6 65.4 70.0
% within Riwayat Infeksi
2.9% 97.1% 100.0%
Pada Balita
% within Status Kejadian
33.3% 79.1% 76.1%
Stunting
% of Total 2.2% 73.9% 76.1%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Riwayat Infeksi
6.5% 93.5% 100.0%
Pada Balita
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.448a 1 .011
Continuity Correctionb 4.180 1 .041
Likelihood Ratio 5.334 1 .021
Fisher's Exact Test .027 .027
Linear-by-Linear
6.378 1 .012
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,43.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat Infeksi Pada
7.556 1.280 44.585
Balita (Sering Sakit / Jarang Sakit)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.364 1.249 32.426
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.842 .689 1.030
Normal
N of Valid Cases 92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


111

5. Hubungan Umur ibu dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori Umur Ibu *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

Kategori Umur Ibu * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Kategori 20 - 35 tahun Count 3 61 64
Umur Expected Count 4.2 59.8 64.0
Ibu % within Kategori Umur
4.7% 95.3% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
50.0% 70.9% 69.6%
Stunting
% of Total 3.3% 66.3% 69.6%
> 35 tahun Count 3 25 28
Expected Count 1.8 26.2 28.0
% within Kategori Umur
10.7% 89.3% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
50.0% 29.1% 30.4%
Stunting
% of Total 3.3% 27.2% 30.4%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Kategori Umur
6.5% 93.5% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 1.161a 1 .281
Continuity Correctionb .382 1 .536
Likelihood Ratio 1.074 1 .300
Fisher's Exact Test .364 .259
Linear-by-Linear
1.148 1 .284
Association

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


112

N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Umur Ibu (20 - 35 tahun
.410 .077 2.170
> 35 tahun)
For cohort Status Kejadian Stunting = Stunting .438 .094 2.036
For cohort Status Kejadian Stunting = Normal 1.068 .929 1.227
N of Valid Cases 92

6. Hubungan Pendidikan dengan stunting

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori Pendidikan Ibu
* Status Kejadian 92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Stunting

Kategori Pendidikan Ibu * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Kategori Rendah Count 2 40 42
Pendidikan Expected Count 2.7 39.3 42.0
Ibu % within Kategori
4.8% 95.2% 100.0%
Pendidikan Ibu
% within Status Kejadian
33.3% 46.5% 45.7%
Stunting
% of Total 2.2% 43.5% 45.7%
Tinggi Count 4 46 50
Expected Count 3.3 46.7 50.0
% within Kategori
8.0% 92.0% 100.0%
Pendidikan Ibu
% within Status Kejadian
66.7% 53.5% 54.3%
Stunting
% of Total 4.3% 50.0% 54.3%
Total Count 6 86 92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


113

Expected Count 6.0 86.0 92.0


% within Kategori
6.5% 93.5% 100.0%
Pendidikan Ibu
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .393a 1 .531
Continuity Correctionb .041 1 .839
Likelihood Ratio .402 1 .526
Fisher's Exact Test .684 .425
Linear-by-Linear
.388 1 .533
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,74.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kategori Pendidikan
.575 .100 3.307
Ibu (Rendah / Tinggi)
For cohort Status Kejadian Stunting =
.595 .115 3.090
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
1.035 .931 1.151
Normal
N of Valid Cases 92

7. Hubungan Pekerjaan dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kategori Pekerjaan Ibu *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

Kategori Pekerjaan Ibu * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting Total

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


114

Stunting Normal
Kategori Tidak Count 4 71 75
Pekerjaan bekerja Expected Count 4.9 70.1 75.0
Ibu % within Kategori Pekerjaan
5.3% 94.7% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
66.7% 82.6% 81.5%
Stunting
% of Total 4.3% 77.2% 81.5%
Bekerja Count 2 15 17
Expected Count 1.1 15.9 17.0
% within Kategori Pekerjaan
11.8% 88.2% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
33.3% 17.4% 18.5%
Stunting
% of Total 2.2% 16.3% 18.5%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Kategori Pekerjaan
6.5% 93.5% 100.0%
Ibu
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square .940 1 .332
Continuity Correctionb .181 1 .670
Likelihood Ratio .813 1 .367
Fisher's Exact Test .306 .306
Linear-by-Linear
.930 1 .335
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,11.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


115

Odds Ratio for Kategori Pekerjaan Ibu


.423 .071 2.522
(Tidak bekerja / Bekerja)
For cohort Status Kejadian Stunting =
.453 .090 2.276
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
1.073 .895 1.287
Normal
N of Valid Cases 92

8. Hubungan Pendapatan dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendapatan Keluarga *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

Pendapatan Keluarga * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Pendapata Rendah Count 5 59 64
n Expected Count 4.2 59.8 64.0
Keluarga % within Pendapatan
7.8% 92.2% 100.0%
Keluarga
% within Status Kejadian
83.3% 68.6% 69.6%
Stunting
% of Total 5.4% 64.1% 69.6%
Tinggi Count 1 27 28
Expected Count 1.8 26.2 28.0
% within Pendapatan
3.6% 96.4% 100.0%
Keluarga
% within Status Kejadian
16.7% 31.4% 30.4%
Stunting
% of Total 1.1% 29.3% 30.4%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Pendapatan
6.5% 93.5% 100.0%
Keluarga
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


116

Asymptoti
c
Significanc Exact Sig. Exact Sig.
Value Df e (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .575a 1 .448
Continuity Correctionb .090 1 .765
Likelihood Ratio .639 1 .424
Fisher's Exact Test .663 .405
Linear-by-Linear
.568 1 .451
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,83.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Pendapatan Keluarga (Rendah
2.288 .255 20.543
/ Tinggi)
For cohort Status Kejadian Stunting =
2.188 .268 17.874
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting = Normal .956 .864 1.057
N of Valid Cases 92

9. Hubungan Riwayat Infeksi Ibu dengan Stunting

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat Infeksi Pada Ibu
* Status Kejadian 92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Stunting

Riwayat Infeksi Pada Ibu * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Riwayat Ada Count 3 9 12
Infeksi Pada Expected Count .8 11.2 12.0
Ibu % within Riwayat Infeksi
25.0% 75.0% 100.0%
Pada Ibu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


117

% within Status Kejadian


50.0% 10.5% 13.0%
Stunting
% of Total 3.3% 9.8% 13.0%
Tidak Ada Count 3 77 80
Expected Count 5.2 74.8 80.0
% within Riwayat Infeksi
3.8% 96.3% 100.0%
Pada Ibu
% within Status Kejadian
50.0% 89.5% 87.0%
Stunting
% of Total 3.3% 83.7% 87.0%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Riwayat Infeksi
6.5% 93.5% 100.0%
Pada Ibu
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptoti
c Exact
Significanc Sig. (2- Exact Sig.
Value df e (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7.729a 1 .005
Continuity Correctionb 4.636 1 .031
Likelihood Ratio 5.278 1 .022
Fisher's Exact Test .028 .028
Linear-by-Linear
7.645 1 .006
Association
N of Valid Cases 92

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,78.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Riwayat
Infeksi Pada Ibu (Ada / 8.556 1.497 48.885
Tidak Ada)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


118

For cohort Status


Kejadian Stunting = 6.667 1.516 29.310
Stunting
For cohort Status
Kejadian Stunting = .779 .560 1.083
Normal
N of Valid Cases 92
10. Hubungan Fasilitas Sanitasi dengan Stunting
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Fasilitas Sanitasi * Status
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Kejadian Stunting

Fasilitas Sanitasi * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Fasilitas Tidak Baik Count 4 18 22
Sanitasi Expected Count 1.4 20.6 22.0
% within Fasilitas
18.2% 81.8% 100.0%
Sanitasi
% within Status Kejadian
66.7% 20.9% 23.9%
Stunting
% of Total 4.3% 19.6% 23.9%
Baik Count 2 68 70
Expected Count 4.6 65.4 70.0
% within Fasilitas
2.9% 97.1% 100.0%
Sanitasi
% within Status Kejadian
33.3% 79.1% 76.1%
Stunting
% of Total 2.2% 73.9% 76.1%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Fasilitas
6.5% 93.5% 100.0%
Sanitasi
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


119

Asymptotic Exact
Significance Sig. (2- Exact Sig.
Value df (2-sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.448a 1 .011
Continuity Correctionb 4.180 1 .041
Likelihood Ratio 5.334 1 .021
Fisher's Exact Test .027 .027
Linear-by-Linear
6.378 1 .012
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,43.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Fasilitas Sanitasi (Tidak
7.556 1.280 44.585
Baik / Baik)
For cohort Status Kejadian Stunting =
6.364 1.249 32.426
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.842 .689 1.030
Normal
N of Valid Cases 92

11. Hubungan Sumber Air Minum dengan Stunting


Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Sumber Air Minum *
92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Status Kejadian Stunting

Sumber Air Minum * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Sumber Air Tidak Bersih Count 5 25 30
Minum Expected Count 2.0 28.0 30.0
% within Sumber Air
16.7% 83.3% 100.0%
Minum
% within Status Kejadian
83.3% 29.1% 32.6%
Stunting

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


120

% of Total 5.4% 27.2% 32.6%


Bersih Count 1 61 62
Expected Count 4.0 58.0 62.0
% within Sumber Air
1.6% 98.4% 100.0%
Minum
% within Status Kejadian
16.7% 70.9% 67.4%
Stunting
% of Total 1.1% 66.3% 67.4%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Sumber Air
6.5% 93.5% 100.0%
Minum
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic Exact
Significance Exact Sig. Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 7.515 1 .006
Continuity Correctionb 5.249 1 .022
Likelihood Ratio 7.089 1 .008
Fisher's Exact Test .013 .013
Linear-by-Linear
7.434 1 .006
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,96.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Sumber Air Minum
12.200 1.356 109.765
(Tidak Bersih / Bersih)
For cohort Status Kejadian Stunting =
10.333 1.262 84.580
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.847 .719 .997
Normal
N of Valid Cases 92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


121

12. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Stunting

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kebiasaan Mencuci
Tangan * Status Kejadian 92 100.0% 0 0.0% 92 100.0%
Stunting

Kebiasaan Mencuci Tangan * Status Kejadian Stunting Crosstabulation


Status Kejadian Stunting
Stunting Normal Total
Kebiasaan Tidak ada Count 5 27 32
Mencuci Tangan Expected Count 2.1 29.9 32.0
% within Kebiasaan
15.6% 84.4% 100.0%
Mencuci Tangan
% within Status Kejadian
83.3% 31.4% 34.8%
Stunting
% of Total 5.4% 29.3% 34.8%
Ada Count 1 59 60
Expected Count 3.9 56.1 60.0
% within Kebiasaan
1.7% 98.3% 100.0%
Mencuci Tangan
% within Status Kejadian
16.7% 68.6% 65.2%
Stunting
% of Total 1.1% 64.1% 65.2%
Total Count 6 86 92
Expected Count 6.0 86.0 92.0
% within Kebiasaan
6.5% 93.5% 100.0%
Mencuci Tangan
% within Status Kejadian
100.0% 100.0% 100.0%
Stunting
% of Total 6.5% 93.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.670a 1 .010
Continuity Correctionb 4.577 1 .032

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


122

Likelihood Ratio 6.451 1 .011


Fisher's Exact Test .018 .018
Linear-by-Linear
6.597 1 .010
Association
N of Valid Cases 92

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,09.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for Kebiasaan Mencuci
10.926 1.217 98.095
Tangan (Tidak ada / Ada)
For cohort Status Kejadian Stunting =
9.375 1.144 76.844
Stunting
For cohort Status Kejadian Stunting =
.858 .737 1.000
Normal
N of Valid Cases 92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


123

Lampiran 4. Surat Izin Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


125

Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


126

Lampiran 6. Alur Penelitian

2019 2020
No. Kegiatan
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt

1 Pengajuan
Judul
2 ACC Judul
3 Pengangkatan
Dosen
Pembimbing
4 Survei
Pendahuluan
5 Bimbingan
Proposal
6 Seminar
Proposal
7 Perbaikan
Proposal
8 Pengumpulan
Data
9 Analisis Data
10 Bimbingan
Skripsi
11 Sidang
Skripsi
12 Perbaikan
Skripsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


127

Lampiran 7. Dokumentasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai