Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN

KECACINGAN PADA SISWA SD NEGERI 060909 MEDAN


TAHUN 2019

SKRIPSI

Oleh

NUR RAHMI SASTRA PUTRI


NIM. 151000524

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN
KECACINGAN PADA SISWA SD NEGERI 060909 MEDAN
TAHUN 2019

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

NUR RAHMI SASTRA PUTRI


NIM. 151000524

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2020

Universitas Sumatera Utara


Judul Skripsi : Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian
Kecacingan pada Siswa SD Negeri 060825
Medan Tahun 2019
Nama Mahasiswa : Nur Rahmi Sastra
Nomor Induk Mahasiswa : 151000524
Departemen : Kesehatan Lingkungan

Menyetujui
Pembimbing:

(Ir. Indra Cahaya S., M.Si.)


NIP. 196811011993032005

Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si.)


NIP. 196803201993082001

Tanggal Lulus: 8 Januari 2020

i
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji dan dipertahankan

Pada tanggal : 8 Januari 2020

TIM PENGUJI SKRIPSI

Ketua : Ir. Indra Cahaya S., M.Si.


Anggota : 1. Ir. Evi Naria, M.Kes.
2. Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D.

ii
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan Keaslian Skripsi

Saya menyatakan dengan ini bahawa skripsi saya yang berjudul

“Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa SD

Negeri 060909 Medan Tahun 2019” beserta seluruh isinya adalah benar karya

saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-

cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat

keilmuan kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam

dalam daftar pustaka. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko atau

sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim dari pihak

lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, 8 Januari 2020

Nur Rahmi Sastra Putri

iii
Universitas Sumatera Utara
Abstrak

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, masalah kesehatan sering terjadi
adalah penyakit - penyakit infeksi. Salah satu penyakit yang insidennya masih
tinggi adalah infeksi kecacingan yakni cacing usus yang ditularkan melalui tanah.
Kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan dan produktifitas penderitanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan personal hygiene terhadap infeksi kecacingan pada anak di
SD Negeri 060909 Medan. Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan
menggunakan desain cross sectional, jumlah populasi sebanyak 74 siswa dan
sampel sebanyak 30 siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
menggunakan kuesioner untuk mengetahui kondisi personal hygiene siswa dan
data kecacingan diambil melalui uji sampel tinja siswa. Untuk mengetahui
hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen dilakukan uji
statistik Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 6 (20%) siswa terinfeksi
kecacingan. Hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan cuci tangan di sekolah dengan infeksi kecacingan (p =
0,400), tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan di rumah
dengan infeksi kecacingan (p = 0,156), tidak ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah dengan infeksi kecacingan (p = 0,531 ),
tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan kontak dengan tanah di
rumah dengan infeksi kecacingan (p = 0,600), dan tidak ada hubungan yang
bermakna antara kebersihan kuku siswa dengan infeksi kecacingan (p = 0,469).
Saran penulis bagi siswa agar terus meningkatkan pola hidup bersih dan sehat
untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran cacing, lebih memperhatikan
sanitasi lingkungan sekolah yang belum memenuhi syarat kesehatan.

Kata kunci : Personal hygiene, infeksi kecacingan

iv
Universitas Sumatera Utara
Abstract

Indonesia as a developing country, health problems often occur is infectious


diseases. One of the diseases whose incidence is still high is helminthiasis, which
is intestinal worms transmitted through soil. This helminthiasis can result in
decreased health, nutrition, intelligence and productivity of the sufferer. The
purpose of this study was to determine the relationship of personal hygiene to
helminthiasis infections in children in SD Negeri 060909 Medan. This type of
research is analytic using cross sectional design, the population is 74 students and
the sample is 30 students. Data collection was done by interview using a
questionnaire to determine the personal hygiene conditions of students.
Helminthiasis data were taken through stool sample test of students.. Chi-square
test was used to determine the relationship between the independent variable and
the dependent variable. The results showed 6 (20%) students were infected with
helminthiasis. Chi-Square test results showed no significant relationship between
handwashing habits at school with helminthiasis infection (p = 0,400), there was
no significant relationship between handwashing habits at home with
helminthiasis infection (p = 0.156), there was no relationship significant between
the habit of contact with soil at school with helminthiasis infection (p = 0.531) and
there was no significant relationship between habit of contact with soil at home
with helminthiasis infection (p = 0,600), there was no meaningful relationship
between nail hygiene of students with helminthiasis infection (p = 0.469). The
author's advice for students is to continue to improve clean and healthy lifestyles
to prevent and control the spread of worms, and pay more attention to sanitation
of the school environment that does not meet health requirements.

Keywords: Personal hygiene, worm infection

v
Universitas Sumatera Utara
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

kasih dan penyertaanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa SD

Negeri 060909 Medan Tahun 2019” guna untuk memenuhi salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam masa-masa pengerjaan skripsi ini, penulis juga sadar banyak peran

dari orang-orang sekitar yang ikut andil membantu penulis. Oleh karen itu dengan

segenap kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si. selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ir. Indra Cahaya S., M.Si. selaku menjadi Dosen Pembimbing skripsi penulis

yang telah banyak mengarahkan dan memberikan bimbingan kepada penulis

selama masa pengerjaan skripsi ini.

5. Ir. Evi Naria, M.Kes. dan Dra. Nurmaini, M.K.M., Ph.D. selaku Dosen

Penguji I dan Dosen Penguji II yang telah meluangkan waktu dalam

memberikan bimbingan, kritik dan saran selama proses penyelesaian skripsi

ini berlangsung.

vi
Universitas Sumatera Utara
6. Seluruh Dosen dan Staf di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani

pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat.

7. Kepala sekolah beserta guru-guru SD Negeri 060909 Medan yang telah

banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

8. Kepala Laboratorium Universitas Prima yang telah mengizinkan saya

melakukan penelitian.

9. Teruntuk grup EXO dan X1 yang musiknya telah menemani penulis selama

pengerjaan skirpsi ini.

10. Teristimewa orangtua penulis Sastra Maulud, S.S. dan Ir. Hj. Nurjannah

Siregar serta Rahmah Nurul Asti yang selalu memberikan doa terbaik, kasih

sayang, semangat, motivasi, perhatian dukungan secara moral dan materil

kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi

ini, baik dari sisi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini.

Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Medan, 8 Januari 2020

Nur Rahmi Sastra Putri

vii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Isi

Halaman

Halaman Persetujuan i
Halaman Penetapan Tim Penguji ii
Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi iii
Abstrak iv
Abstract v
Kata Pengantar vi
Daftar Isi viii
Daftar Tabel x
Daftar Gambar xii
Daftar Lampiran xiii
Daftar Istilah xiv
Riwayat Hidup xv

Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 4
Tujuan umum 4
Tujuan khusus 4
Manfaat Penelitian 5

Tinjauan Pustaka 6
Personal Hygiene 6
Definisi Personal Hygiene 6
Faktor-Faktor Hygiene Personal Anak Sekolah Dasar 8
Gambaran Infeksi Kecacingan pada Manusia 9
Ascaris lumbricoides 9
Trichuris trichiura 13
Hookworm 16
Tinja 22
Landasan Teori 23
Kerangka Konsep 23
Hipotesis Penelitian 23

Metode Penelitian 24
Jenis Penelitian 24
Lokasi dan Waktu Penelitian 24
Populasi dan Sampel 24
Variabel dan Definisi Operasional 25
Metode Pengumpulan Data 27
Metode Pengukuran 27
Metode Analisis Data 29

viii
Universitas Sumatera Utara
Hasil Penelitian 30
Gambaran Umum Lokasi Penelitian 30
Gambaran Karakteristik Responden 30
Gambaran Personal Hygiene 31
Kejadian Kecacingan 41
Hubungan dengan Kejadian Kecacingan 42
Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan 43

Pembahasan 48
Infeksi Kecacingan pada Siswa SD Negeri 060909 Medan 48
Hubungan Personal Hygiene terhadap Kejadian Kecacingan 50
Hubungan Kebiasaan Cuci Tangan terhadap Kejadian Kecacingan 50
Hubungan Kontak Tanah terhadap Kejadian Kecacingan 51
Hubungan Penggunaan Alas Kaki terhadap Kejadian Kecacingan 51
Hubungan Kebersihan Kuku terhadap Kejadian Kecacingan 52
Keterbatasan Penelitian 52

Kesimpulan dan Saran 53


Kesimpulan 53
Saran 53

Daftar Pustaka 55
Lampiran 56

ix
Universitas Sumatera Utara
Daftar Tabel

No Judul Halaman

1 Variabel Independen 28

2 Distribusi Karakteristik Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun


2019 Berdasarkan Usia 31

3 Distribusi Karakteristik Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun


2019 Berdasarkan Jenis Kelamin 31

4 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan


Mencuci Tangan di Sekolah Pada Siswa SD Negeri 060909
Medan Tahun 2019 32

5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Mencuci


Tangan di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun
2019 33

6 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan


Mencuci Tangan di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan
Tahun 2019 33

7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Mencuci


Tangan di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun
2019 34

8 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan


Kontak dengan Tanah di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909
Medan Tahun 2019 35

9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Kontak


dengan Tanah di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan
Tahun 2019 36

10 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan


Kontak dengan Tanah di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909
Medan Tahun 2019 36

11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Kontak


dengan Tanah di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan
Tahun 2019 37

12 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebersihan


Kuku pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 37

x
Universitas Sumatera Utara
13 Distribusi Responden Berdasarkan Kebersihan Kuku pada Siswa
SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 38

14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebersihan Kuku


pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 39

15 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Penggunaan


Alas Kaki di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan
Tahun 2019 39

16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan


Penggunaan Alas Kaki di Sekolah pada Siswa SD Negeri
060909 Medan Tahun 2019 40

17 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Penggunaan


Alas Kaki di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan
Tahun 2019 40

18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan


Penggunaan Alas Kaki di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909
Medan Tahun 2019 41

19 Distribusi Kejadian Kecacingan pada Siswa SD Negeri 060909


Medan Tahun 2019 41

20 Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing pada


Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 42

21 Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Karakteristik


Responden pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 42

22 Hubungan antara Personal Hygiene dengan Infeksi Kecacingan


pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 43

xi
Universitas Sumatera Utara
Daftar Gambar

No Judul Halaman

1 Telur cacing Ascaris lumbricoides 10

2 Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides 11

3 Telur cacing Trichuris trichura 13

4 Siklus hidup cacing Trichuris trichura 14

5 Cacing Hookworm 17

6 Telur cacing Hookworm 19

7 Kerangka konsep 23

xii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Lampiran

Lampiran Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian 56

2 Output Data 58

3 Surat Izin Penelitian 70

4 Surat Selesai Penelitian 71

5 Surat Selesai Penelitian dari Laboratorium 72

6 Dokumentasi Penelitian 73

7 Master Data 77

xiii
Universitas Sumatera Utara
Daftar Istilah

CTPS Cuci Tangan Pakai Sabun


DEPKES Departemen Kesehatan RI
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar
STH Soil Transmitted Helminthiasis
WHO World Health Organization

xiv
Universitas Sumatera Utara
Riwayat Hidup

Penulis bernama Nur Rahmi Sastra Putri berumur 21 tahun, dilahirkan di

Medan, 24 Juni 1998. Penulis beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara

dari pasangan Sastra Maulud, S.S. dan Ir. Hj. Nurjannah Siregar.

Pendidikan formal dimulai di TK As-Sa’adah Tahun 2003. Pendidikan

sekolah dasar di SDN 060825 Medan Tahun 2003-2009, sekolah menengah

pertama di SMPN 3 Medan Tahun 2009-2012, sekolah menengah atas di SMAN 5

Medan Tahun 2012-2015, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Program

Studi S1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Medan, 8 Januari 2020

Nur Rahmi Sastra Putri

xv
Universitas Sumatera Utara
Pendahuluan

Latar Belakang

Setiap negara memiliki masalah yang berbeda-beda, salah satu masalahnya

adalah masalah kesehatan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang,

masalah kesehatan sering terjadi adalah penyakit - penyakit infeksi yang pada

umumnya masih cukup tinggi. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi

adalah infeksi kecacingan yakni cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil

transmitted helminthiasis). Penyakit kecacingan merupakan masalah kesehatan

akibat buruknya sanitasi lingkungan dan perilaku kurang menjaga kebersihan.

Penyakit berbasis lingkungan ini masih sering terjadi di masyarakat dan menjadi

penyakit yang dianggap biasa oleh masyarakat terutama apabila terjadi pada anak-

anak (neglected disease). Penyakit ini memang tidak menyebabkan wabah yang

muncul dengan tiba-tiba ataupun menyebabkan banyak korban, tetapi merupakan

penyakit yang secara perlahan menggerogoti manusia, menyebabkan kecacatan

tetap, penurunan intelegensia anak, dan pada akhirnya menyebabkan kematian

(Sumanto, 2010). Ada empat jenis cacing yang sering terdapat pada manusia di

Indonesia yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris

trichiura), cacing tambang (Ancylostoma duodenale), dan cacing kait (Necator

americanus dan Ancylostoma duodenale) (Sevfianti, 2016).

Jumlah terbesar terjadi di Afrika sub-Sahara, Amerika, Cina, dan Asia

Timur dan lebih dari 267 juta anak usia prasekolah dan lebih dari 568 juta anak

usia sekolah. Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2019, lebih

dari 1,5 miliar orang, atau 24 persen dari populasi dunia, terinfeksi dengan cacing

1
Universitas Sumatera Utara
2

yang ditularkan melalui tanah. Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis,

dengan tinggal di daerah di mana parasit ini ditularkan secara intensif, dan

membutuhkan perawatan dan intervensi pencegahan.

Penyakit cacingan bisa menyerang semua golongan umur dan jenis

kelamin. Kecacingan dapat mengakibatkan kondisi kesehatan, kecerdasan,

produktivitas, dan kualitas sumber daya manusia menurun sehingga secara

ekonomi mengalami kerugian karena kehilangan karbohidrat, protein, darah, dan

dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terserang penyakit lainnya

(PMK No. 15 Tahun 2017).

Cacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan dan produktifitas penderitanya sehingga secara ekonomi banyak

menyebabkan kerugian. Cacingan menyebabkan kehilangan karbohidrat dan

protein serta kehilangan darah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya

manusia. Kecacingan biasanya dikaitkan dengan kemiskinan, khususnya golongan

kecacingan yang ditularkan melalui tanah atau Soil Transmitted Helminthiasis

(STH), sehingga paling sering ditemukan pada kelompok penduduk dengan status

sosial ekonomi rendah, termasuk di Indonesia. Akan tetapi, tidak menutup

kemungkinan kecacingan juga dapat terjadi pada anak usia sekolah dasar yang

berada dalam kelompok penduduk status sosial ekonomi tinggi.

Indonesia sebagai negara tropis memiliki prevalensi kecacingan yang

cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45-65%, sedangkan di wilayah-wilayah tertentu

dengan sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan dapat mencapai 80 persen. Hal

ini mengindikasikan bahwa kecacingan di Indonesia banyak terjadi pada kelompok

penduduk dengan status sosial ekonomi rendah yang umumnya berada pada

Universitas Sumatera Utara


3

lingkungan dengan sanitasi yang buruk, namun status sosial ekonomi tinggi tidak

dapat menjamin seorang anak tidak akan terinfeksi kecacingan. Hal ini

menunjukkan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian kecacingan

tersebut, salah satunya adalah higiene personal. (Ainun, 2014).

Menurut penelitian Rusmanto dan J. Mukono (2012) ditemukan adanya

hubungan yang signifikan antara perilaku personal higiene siswa dengan

prevalensi kecacingan. Personal hygiene atau higiene perorangan perlu

diperhatikan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimum terutama pada anak

sekolah dasar. Kegiatan seperti kebiasaan cuci tangan, kebiasaan kontak dengan

tanah, penggunaan alas kaki, dan kebersihan kuku jika tidak dipelihara dengan

baik akan menimbulkan kecacingan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lidya (2017) di SD Negeri

Kelurahan Pulau Sicanang Kecamatan Medan Belawan, hasil penelitian

menunjukkan 12 (31,6%) siswa terinfeksi kecacingan. Hasil uji Chi-Square

menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan di

sekolah dan di rumah, kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah dan di rumah

serta kebersihan kuku siswa dengan infeksi kecacingan.

Hasil penelitian Ainun (2014) menunjukkan bahwa variabel higiene

perorangan meliputi kebiasaan CTPS dan kebiasaan memakai alas kaki. Penelitian

menyimpulkan bahwa variabel higiene perorangan yang berhubungan dengan

kejadian kecacingan di SD Athirah Bukit Baruga meliputi kebiasaan CTPS dan

kebiasaan memakai alas kaki.

Anak usia sekolah dasar merupakan golongan yang paling tinggi terinfeksi

kecacingan. Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia

Universitas Sumatera Utara


4

menurut jenis cacing tahun 2002–2006 didapatkan bahwa pada tahun 2002

prevalensi Ascaris lumbricoides 22,0 persen, Trichuris trichiura 19,9 persen dan

Hookworm 2,4 persen. Tahun 2003 prevalensi Ascaris lumbricoides 21,7 persen,

Trichuris trichiura 21,0 persen dan Hookworm 0,6 persen. Tahun 2004 prevalensi

Ascaris lumbricoides 16,1 persen, Trichuris trichiura 17,2 persen dan Hookworm

5,1 persen. Tahun 2005 prevalensi Ascaris lumbricoides 12,5 persen, Trichuris

trichiura 20,2 persen dan Hookworm 1,6 persen dan pada tahun 2006 prevalensi

Ascaris lumbricoides 17,8 persen, Trichuris trichiura 24,2 persen dan Hookworm

1,0 persen (Ginting, 2008).

Berdasarkan survei yang telah dilakukan terhadap keadaan di SDN 060909

Medan terlihat bahwa fasilitas toilet yang biasa digunakan siswa kotor dan berbau.

Untuk fasilitas CTPS, terlihat hanya terdapat keran air dan tidak ada sabun. Kuku

jari dari siswa-siswa di SD tersebut sangat tidak bersih dan panjang.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian di atas kejadian kecacingan dan hubungan personal hygiene pada siswa

SD Negeri 060909 Medan adalah personal hygiene yang masih perlu diperhatikan

belum diketahui apakah ada hubungan personal hygiene dengan kejadian

kecacingan pada siswa SD Negeri 060909.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum. Tujuan umum adanya penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan personal hygiene terhadap tingkat kejadian kecacingan pada

anak di SD Negeri 060909 Medan.

Tujuan khusus. Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


5

1. Untuk mengetahui angka kejadian infeksi kecacingan.

2. Untuk mengetahui kondisi personal hygiene anak dari kebiasaan mencuci

tangan, kontak dengan tanah, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki

siswa SDN 060909 Medan di sekolah dan di rumah.

3. Untuk mengetahui hubungan antara personal hygiene (kebiasaan cuci tangan,

kontak dengan tanah, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki) dengan

infeksi kecacingan.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi kepada siswa SDN 060909 Medan tentang kecacingan.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang penyebab kecacingan.

3. Memberikan informasi penderita kecacingan pada siswas SD Negeri 060909

Medan.

4. Sebagai referensi untuk penelitian penulis lainnya.

Universitas Sumatera Utara


Tinjauan Pustaka

Personal Hygiene

Definisi. Personal hygiene merupakan berasal dari bahasa Yunani, persona

yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Berdasarkan arti kata per kata ,

dapat disimpulkan bahwa kebersihan perorangan atau personal hygiene adalah

tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk

kesejahteraan, baik fisik maupun psikisnya.

Menurut Isro’in dan Sulistyo (2013), faktor-faktor personal hygiene

seseorang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhinya adalah:

Faktor praktik sosial. Manusia merupakan makhluk sosial dan karenanya

berada dalam kelompok sosial. Keadaan ini yang dapat membuat seseorang

berhubungan, berinteraksi, dan bersosialisasi satu dengan yang lain. Praktik sosial

seseorang sangat dipengaruhi oleh kebersihan dirinya. Selama masa kanak-kanak,

anak-anak yang berada didalam sebuah keluarga untuk kebersihan diri sering

dipengaruhi oleh kebiasaan keluarga misalnya frekuensi mandi, waktu mandi dan

kebersihan gigi dan mulut. Saat menginjak usia remaja, kebersihan diri

dipengaruhi teman sebaya. Pada remaja wanita, mereka menggunakan riasan

wajah dan mulai tertarik dengan penampilan pribadi. Saat dewasa, teman dan

kelompok kerja membentuk harapan tentang penampilan pribadi. Sedangkan pada

lansia, akan terjadi beberapa perubahan dalam praktek higiene karena perubahan

kondisi fisiknya.

Pilihan pribadi. Setiap manusia memiliki keinginan dan pilihannya sendiri

dalam pelaksanan higiene personalnya. Misalnya waktu yang digunakan untuk

6
Universitas Sumatera Utara
7

mandi, kapan harus bercukur dan perawatan rambut, dan sebagainya termasuk

memilih produk yang digunakan dalam praktik higiennya seperti sampo, sabun

dan pasta gigi menurut pilihan dan kebutuhan pribadinya.

Citra tubuh. Citra tubuh merupakan cara pandang seseorang terhadap

bentuk tubuhnya dan sangat mempengaruhi praktik higiene seseorang.

Status sosial ekonomi. Seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik

higiene peorangan. Sosial ekonomi yang rendah memungkinkan higiene

perorangan yang rendah pula. Keadaan ekonomi dapat memperngaruhi

ketersediaan bahan-bahan praktik higiene sepeeri sabun, sampo, sikat dan pasta

gigi dan lain-lain.

Pengetahuan dan motivasi. Pengetahuan jelas mempengaruhi praktik

higiene seseorang. Namun, hal ini saja tidak cukup, karena motivasilah merupakan

kunci penting dalam pelaksanaan higiene. Permasalahan yang sering terjadi adalah

ketiadaan motivasi karena kurangnya pengetahuan.

Variabel budaya. Kepercayaan budaya dan nilai pribadi seseorang akan

mempengaruhi praktik higienenya. Berbagai budaya memiliki praktik higiene

yang berbeda.

Kondisi fisik. Keadaan fisik seseorang dapat mempengaruhi kegiatan

kebersihannya. Biasanya seseorang yang memiliki keterbatasan fisik dan sedang

sakit dapat mempengaruhi ketangkasan dan rentang gerak. Keadaan seperti ini

dapat diperbaiki dengan meminta bantuan orang terdekat untuk membersihkan

bagian-bagian tertentu yang tidak terjangkau oleh seseorang tersebut.

Universitas Sumatera Utara


8

Faktor-Faktor Personal Hygiene Anak Sekolah Dasar

Pada dasarnya seorang anak juga memiliki personal hygiene yang sedikit

berbeda dibanding orang dewasa karena anak-anak lebih rentan akibat imun yang

belum terbentuk sempurna. Personal hygiene yang tidak sempurna dapat

meningkatkan prevalensi kecacingan. Higiene personal meliputi:

Kebersihan kulit. Kulit merupakan bagian terluar tubuh kita dan paling

pertama terlihat oleh manusia. Oleh karena itu kebersihan kulit harus dijaga.

Pemeliharaan kesehatan kulit dapat dilakukan dengan memperhatikan kebersihan

lingkungan, makanan dan air yang dikonsumsi, serta kebiasaan yang dilakukan

sehari-hari. Untuk selalu menjaga kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang

sehat ini harus dilakukan:

1. Mandi dua kali sehari menggunakan sabun.

2. Menggunakan barang milik sendiri untuk keperluan sehari-hari.

3. Menjaga kebersihan pakaian.

4. Mengonsumsi makanan bergizi terutama sayur dan buah.

5. Kebersihan kuku jari tangan dan kaki

Kebersihan kuku. Kuku merupakan salah satu dermal appendanges yang

mengandung lapisan tanduk yang terdapat pada ujung jari tangan dan kaki.

Kebersihan kuku jari tangan dan kaki juga harus diperhatikan seperti kebersihan

kulit. Selain menambah estetika dalam kecantikan, kuku dapat membantu jari-jari

untuk memegang. Kuku jari yang bersih juga dapat mencegah telur cacing masuk

kedalam pencernaan manusia melalui mulut. Kuku yang kotor dapat menyebabkan

penyakit-penyakit tertentu:

a. Pada kuku sendiri

Universitas Sumatera Utara


9

1. Catengan yaitu radang bawah/pinggir kuku.

2. Jamur kuku.

b. Pada tempat lain

1. Luka dan infeksi pada tempat garukan.

2. Cacingan

Agar dapat terhindar dari hal-hal demikian, kebersihan kuku perlu

diperhatikan sebagai berikut:

1. Membersihkan tangan sebelum makan.

2. Memotong kuku secara teratur.

3. Membersihkan lingkungan.

4. Membersihkan kaki sebelum tidur.

Gambaran Infeksi Kecacingan pada Manusia

Ascaris lumbricoides. Cacing gelang adalah sebutan umum untuk Ascaris

lumbricoides. Cacing yang tergolong nematoda intestinal berukuran terbesar pada

manusia ini hanya bisa hidup pada manusia yang penyakitnya disebut askariasis.

Manusia merupakan satu-satunya inang sebagai tempat hidup cacing tersebut.

Ascaris lumbricoides pada manusia paling umum dan tersebar luas (kosmopolitan)

dan insidensnya yang tinggi terutama di daerah beriklim lembap dan panas.

Prevalensi Ascaris lumbricoides masih cukup tinggi, sekitar 60-90%. Prevalensi

infeksi secara geografis bervariasi yaitu sebagai berikut:

1. Di Cina dan Asia Tenggara prevalensinya tinggi.

2. Di negara-negara Asia Tengah, terutama di daerah yang lembap.

3. Amerika tengah dan selatan infeksi rata-rata 45%.

4. Di Eropa pada umumnya rendah.

Universitas Sumatera Utara


10

5. Amerika Serikat bagian Selatan angka infeksinya sedang.

Morfologi. Cacing Ascaris lumbricoides dewasa hidup di rongga usus

halus manusia. Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina sekitar 10-

31 cm, sedangkan cacing betina berukuran 22-35 cm. Pada cacing jantan,

ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya

(posterisor). Sementara pada cacing betina, pada sepertiga depan, terdapat bagian

yang disebut gelang atau cincin kopulasi.

Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir dalam

sehari. Telur yang dibuahi berukuran panjang 60-70 µm dan lebar 40-50 µm.

Sedangkan telur yang tidak dibuahi berukuran panjang berbentuk lebih besar

sekitar 90 x 40 µm. Telur yang telah dibuahilah yang dapat menginfeksi manusia.

Gambar 1. Telur cacing Ascaris lumbricoides

Siklus hidup. Cacing Ascaris lumbricoides berkembang biak dengan

bertelur. Dalam lingkungan yang sesuai, telur cacing Ascaris lumbricoides yang

telah dibuahi berkembang biak menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih

3 minggu. Bentuk infektif tersebut, apabila tertelan manusia, menetas di usus

halus. Larvanya dapat menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau

saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru.

Universitas Sumatera Utara


11

Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkilus, trakea,

kemudian ke laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di

usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus, kemudian

berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar bersama tinja. Siklus

akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada

tempatnya.

Gambar 2. Siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides

Patologi dan gejala klinis. Gejala yang timbul pada penderita dapat

disebabkan oleh cacing dewasa dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi

pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan kecil di

dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang disertai batuk, demam dan

eosinofilia. Kadang-kadang penderita mengalami gangguan usus ringan seperti

mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi.

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

mempeberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak sekolah

dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus (ileus). Pada

Universitas Sumatera Utara


12

keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks atau ke

bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga diperlukan tindakan

operatif.

Epidemiologi. Di Indonesia prevalensi askariasis tinggi terutama pada

anak-anak, frekuensinya 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga

menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja disekitar halaman rumah, di bawah

pohon, di tempat mencuci dan di tempat pembuangan sampah. Di negara-negara

tertentu, tinja dijadikan sebagai pupuk alami.

Diagnosis. Cara mendiagnosis adanya cacing Ascaris lumbricoides dengan

melakukan pemeriksaan tinja secara langsung. Adanya telur dalam tinja

memastikan diagnosis dapat dibuat bila caacing dewasa keluar sendiri baik melalui

mulut atau hidung ketika muntah maupun melalui tinja.

Pengobatan. Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara

massal. Untuk perorangan dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya

piperasin, pirantel pamoat 10mg/kg berat badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg

atau albendazol 400 mg. Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak

sekolah dasar dengan pemberian albendazol 400 mg 2 kali setahun.

Pencegahan. Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang

baik, misalnya membuat kakus yang baik untuk menghindari pencemaran tanah

dengan tinja penderita, mencegah masuknya telur cacing yang mencemari

makanan atau minuman dengan selalu memasak makanan sebelum dimakan atau

diminum, serta menjaga kebersihan perorangan. Mengobati penderita serta

pengobatan massal dengan obat cacing berspektrum lebar di daerah endemik dapat

memutuskan rantai siklus hidup cacing ini dan cacing lainnya. Pendidikan

Universitas Sumatera Utara


13

kesehatan pada penduduk perlu dilakukan untuk menunjang upaya pencegahan

penyebaran dan pemberantasan askariasis (Soedarto,2008).

Trichuris trichiura. Cacing Trichuris trichiura sering disebut sebagai

cacing cambuk karena bentuknya seperti cambuk. Cacing ini merupakan penyebab

penyakit trikuriasis yang gejalanya sering kali tidak terlihat. Cacing ini hanya bisa

ditularkan dari manusia ke manusia jadi cacing ini bukan termasuk parasit

zoonosis.

Morfologi. Cacing Trichuris trichiura betina memiliki panjang sekitar 5

cm, sedangkan cacing jantan panjangnya sekitar 4 cm. Bagian anteriornya langsing

seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian

posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul.

Pada cacing jantan melingkar terdapat satu spikulum. Telur cacing Trichuris

trichiura berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih

pada kedua kutub.

Gambar 3. Telur cacing Trichuris trichiura

Siklus hidup. Seekor cacing Trichuris trichiura betina dapat menghasilkan

telur 3000-20.000 butir setiap harinya. Telur yang dikeluarkan hospes bersama

tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam

lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan teduh. Telur matang

Universitas Sumatera Utara


14

ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Telur berkembang

menjadi stadium infektif bila kondisi disekitar sesuai untuk perkembangannya

yakni suhu (25-28oC), kelembapan cukup dan tempat teduh terhindar dari sinar

matahari langsung. Telur infektif tertelan manusia (melalui tangan atau

kontaminasi tanah tercemar), larva menjadi aktif keluar melalui dinding telur yang

sudah rapuh dan menetas di dalam usus halus. Larva menuju ke usus halus bagian

proksimal dan menembus vili-vili usus, selanjutnya menetap 3-10 hari di dekat

kripta lieberkhun. Setelah menjadi dewasa turun ke bawah daerah sekum dan

kolon.

Telur T. trichiura kurang tahan dibandingkan dengan Ascaris lumbricoides

terhadap kekeringan, panas dan dingin. Pada tanah liat yang keras, telur tidak

berkembang menjadi infektif. Larva di dalam telur tidak mengalami eksidis

(pergantian kulit) dan telur yang mengalami embrionasi dan tidak menetas di

dalam tanah. Infeksi terjadi secara langsung, tidak memerlukan hospes perantara

dan larva tidak mengalami migrasi melalui paru-paru (Ideham dan Suhintam,

2007). Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa

betina bertelur kembali ±30-90 hari.

Gambar 4. Siklus hidup cacing Trichuris trichiura

Universitas Sumatera Utara


15

Patologi dan gejala klinis. Cacing t.trichiura cacing dewasa yang

menembus dinding usus menimbulkan trauma dan kerusakan pada jaringan usus.

Selain itu, cacing menghasilkan toksin yang menimbulkan iritasi dan peradangan.

Pada infeksi ringan dengan beberapa ekor cacing, tidak tampak gejala atau keluhan

penderita. Tetapi pada infeksi yang berat, penderita akan mengalami gejala dan

keluhan berupa :

1. Anemia berat dengan hemoglobin yang dapat kurang dari tiga persen

2. Diare berdarah

3. Nyeri perut

4. Mual dan muntah

5. Berat badan menurun

Kadang-kadang terjadi prolaps dari rectum melalui pemeriksaan

proktoskopi dapat dilihat adanya cacing-cacing dewasa pada kolon atau rektum

penderita. Pemeriksaan darah pada infeksi yang berat, hemoglobin dapat berada di

bawah 3 g% dan menunjukkan gambaran eosinofilia (eosinofil 3% ). Pemeriksaan

tinja dapat menemukan telur cacing yang khas bentuknya (Soedarto, 2008).

Epidemiologi. Angka infeksi cacing cambuk di dunia diperkir akan 1300

juta yang pada umumnya di daerah tropis dan sub-tropis, 60-100 juta diantaranya

menunjukkan gejala klinis. Penyebarannya seiring dengan penyebaran Ascaris

lumbricoides. Angka infeksi yang tinggi ditemukan terutama di derah dengan

curah hujan tinggi iklim tropis dan daerah yang tanahnya terkontaminasi tinja.

Pada anak umur 5-14 tahun lebih sering terjadi dan lebih berat dibanding dengan

orang dewasa karena pada anak-anak lebih sering bermain dengan tanah. Infeksi

Universitas Sumatera Utara


16

terjadi karena tertelan telur yang infektif dengan perantara tangan, makanan atau

minuman (Ideham dan suhintam, 2007).

Diagnosis. Pemeriksaan mikroskopis atas tinja untuk menemukan telur

cacing yang khas bentuknya. Rektoskopi dapat menunjukkan adanya cacing

dewasa yang melekat pada mukosa usu. Pemeriksaan darah menunjukkan

gambaran eosinofilia (Soedarto,2008)

Pengobatan. Sebaiknya diberikan kombinasi obat-obat cacing yaitu:

1. Pirantel pamoat (10mg/kg berat badan) dan oksantel pamoat (10-20 mg/kg berat

badan /hari) yang diberikan bersama dalam bentuk dosis tunggal. atau

2. Kombinasi mebendazol dan pirantel pamoat. Pemberian satu jenis obat dapat

diberikan: Mebendazol dengan dosis 2 x 100 mg/ hari selama 3 hari berturut-turut;

Levamisol dapat diberikan dengan dosis tunggal 2,5mg/kg berat badan/hari. Bila

terdapat anemia, diberikan preparat besi disertai dengan perbaikan gizi penderita

(Soedarto, 2008).

Pencegahan. Pencegahan penularan trikuriasis dilakukan melalui

pengobatan penderita atau pengobatan masal untuk terapi pencegahan terhadap

terjadinya reinfeksi di daerah endemis. Memperbaiki higiene sanitasi perorangan

dan lingkungan, agar tak terjadi pencemaran lingkungan oleh tinja penderita,

misalnya membuat WC atau jamban yang baik di setiap rumah. Memasak

makanan dan minuman dengan baik dapat membunuh telur infektif cacing

(Soedarto, 2008).

Hookworm. Pada manusia terdapat beberapa jenis cacing tambang

(Hookworm) yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia. Cacing dewasa

Ancylostoma duodenale menimbulkan ankilostomiasis, cacing dewasa Necator

Universitas Sumatera Utara


17

americanus menimbulkan necatoriasis, larva Ancylostoma braziliensis dan larva

Ancylostoma canium keduanya menimbulkan dermatitis (creeping eruption).

Cacing tambang tersebar luas di seluruh dunia (kosmopolit) terutama di daerah

tropis dan sub tropis, terutama yang bersuhu panas dan mempunyai kelembapan

tinggi. Di Eropa, Cina, Jepang, infeksi cacing-cacing ini banyak dijumpai pada

pekerja tambang, sehingga cacing-cacing ini disebut cacing tambang. Infeksi

cacing tambang di Indonesia disebabkan oleh Necator americanus yang

menyebabkan nekatoriasis dan Ancylostoma duodenale yang menimbulkan

ankilostomiasis.

Gambar 5. Cacing Hookworm

Cacing dewasa hidup dalam usus halus, terutama di jjunum dan duodenum

manusia dengan cara melekatkan diri pada membran mukosa menggunakan

giginya, dan menghisap darah yang keluar dari luka gigitan.

Morfologi. Ancylostoma duodenale mempunyai ukuran kecil, relatif,

gemuk, gilig/silindris, bagian anterior lebih langsing dan bagian servikal

melengkung ke arah dorsal-anterior sehingga tampak seperti huruf C. Cacing

hidup berwarna coklat muda atau merah muda keputihan. Cacing jantan

panjangnya 8 - 11 mm, diameter 0,4 - 0,5 mm dan betina panjangnya 10 – 13 mm

Universitas Sumatera Utara


18

dan diameter 0,6 mm. Bagian mulut (buccal capsule) terdiri atas bahan chitine dan

terdapat dua pasang gigi ventral. Bagian posterior cacing jantan melebar terdapat

bentukan bursacopulatric dan sepasang spikula yang panjang, sedangkan pada

cacing betina tumpul.

Necator americanus berbentuk gilig, ujung anterior menekuk ke arah

dorsal sehingga tampak seperti huruf S. Buccal capsule terdapat bentukan miring

semilunar cutting plate (digunakan untuk membedakan Ancylostoma duodenale).

Cacing dewasa mempunyai ukuran 7 – 9 mm dengan diameter 0,3 mm dan cacing

betina 9 – 11 mm dengan diameter 0,4 mm. Bursacopulatric cacing jantan panjang

dan lebar.

Telur Necator americanus dan Ancylostoma duodenale secara morfologi

sukar dibedakan. Berdinding tipis dan mengandung 2 – 8 sel. Ukuran telur 60x40

mikron. Cacing betina memproduksi telur sebanyak 25.000 – 30.000 per hari.

Larva rhabditiform, larva keluar dari telur mempunyai panjang 0,25 – 0,30 mm

dan diameter 17 mikron. Mulut (buccal cavity) panjang dan sempit, esofagus

berbentuk seperti tabung (bulbus oesophagus) terletak di sepertiga anterior dan

dapat dibedakan dari larva storyngiloidestercoralis. Larva filariform, larva pada

fase ini tidak makan (fasenon-feeding), mulut tertutup dan esofagus memanjang.

Dikenal sebagai larva stadium 3 (stadium infektif pada manusia). Pada Necator

americanus, larva infektif mempunyai selubug (sheathed larva) dari bahan

kutikula dan terdapat garis-garis transversal yang menyolok (transverse striations)

(Ideham dan Suhintam, 2007).

Universitas Sumatera Utara


19

Gambar 6. Telur cacing Hookworm

Siklus hidup. Manusia merupakan satu-satunya hospes untuk Ancylostoma

duodenale maupun Necator americanus. Cacing dewasa habitatnya di daerah

yeyunum dan duodenum. Telur yang dihasilkan oleh cacing keluar bersama tinja

ke lingkungan keluar, dan bila kondisi lingkungan optimal (lembab, hangat, teduh)

larva menetas dalam 1 – 2 hari. Larva rhabditiform berkembang di dalam tinja dan

atau tanah, dan setelah 5 – 10 hari larva mengalami dua kali pergantian kulit

(moulting) selanjutnya menjadi larva filariform (L-3) yang merupakan stadium

infektif.

Larva infektif dapat tetap hidup selama 3 – 4 minggu pada kondisi

lingkungan yang cocok. Jika kontak dengan hospes manusia (tempat masuk larva

filariform melalui sela-sela jari kaki atau bagian lateral punggung kaki dan pada

petani melalui tangan). Larva menembus kulit yang utuh (intact) atau melalui

folikel rambut dengan melepaskan kutikulanya. Larva masuk ke sub kutan dan

mencapai vena-vena kecil superfisial, melalui aliran darah ke jantung dan paru-

paru. Larva menembus alveoli pulmonum, percabangan bronki, ke faring, dan

selanjutnya tertelan.

Setelah mencapai usus halus mengalami pergantian kulit dan menjadi larva

stadium 4 (L-4) dan menjadi dewasa jantan dan betina. Diperlukan waktu 5

Universitas Sumatera Utara


20

minggu atau lebih, dari infeksi L-3 sampai menjadi dewasa yang menghasilkan

telur. Cacing dewasa dapat menetap sampai 1 – 2 tahun atau lebih. Jumlah telur

yang dihasilkan cacing betina Ancylostoma duodenale sekitar 20.000 butir per hari

dan pada Necator americanus sekitar 10.000 butir per hari.

Patologi dan gejala klinis. Karena cacing menembus mukosa usus, maka

dapat terjadi proses traumatik dan toksik. Jika sejumlah besar cacing terdapat di

usus akan terjadi kerusakan pada mukosa usus disertai dengan iritasi dan

peradangan. Infeksi yang berat dapat menimbulkan intoksikasi sistemik atau reaksi

alergik dan diikuti dengan terjadinya anemia.

Gejala klinik hanya timbul jika terdapat infeksi yang berat. Penderita

mengalami anemia yang berat dengan haemoglobin di bawah 3 persen, diare

disertai tinja yang berdarah, nyeri perut dan muntah-muntah, serta mual. Berat

badan pnderita akan menurun. Kadang-kadang pada anak-anak dan bayi terjadi

prolaps dari rectum dengan cacing tampak melekat pada mukosa (Soedarto, 1991).

Epidemiologi. Ada beberapa faktor yang memengaruhi penyebaran infeksi

Hookworm yakni sanitasi yang jelek di mana kebiasaan buang air besar di tanah

yang terlindung sinar matahari, temperaturnya hangat, lembab, dan penduduk tidak

menggunakan alas kaki. Temperatur yang optimal untuk perkembangan larva

antara 26,7 – 32,2 , larva cepat mengalami kematian karena kekeringan atau

pembekuan. Manusia dapat terinfeksi oleh dua spesies Ancylostoma

duodenalepenyebarannya di Eropa Selatan, Afrika Utara, India bagian Utara, Cina,

Jepang, Amerika Barat Daya, dan juga ditemukan di Indonesia, Burma, Malaysia,

Filipina, Kepulauan Pasifik, Australia, dan Paraguay. Sedangkan Necator

americanus penyebarannya di Afrika Tengah dan Selatan, Asia bagian Selatan,

Universitas Sumatera Utara


21

Indonesia, Jepang, Filipina, India bagian Barat, Amerika Selatan. Infeksi

Hookworm diperkirakan mencapai 1.200 juta kasus per tahun yang mana 100 juta

menunjukkan gejala klinis dan anemia (Ideham dan Suhintam, 2007).

Diagnosis. Pemeriksaan laboratorium menemukan telur cacing tambang.

Spesies cacing tambang tidak dapat dibedakan dari bentuk telurnya, melainkan

dari bentuk larva cacing yang diperoleh dengan membiakkan telur cacing.

Pemeriksaan tinja dengan cara konsentrasi, misalnya formalin-ether technique

mempermudah menemukan telur cacing tambang. Di daerah tropis yang lembab

dan hangat, telur cacing akan menetas kurang dari 24 jam, sehingga harus

dibedakan antara larva cacing tambang dan cacing Strongyloides stercoralis. Jika

dalam tinja penderita ditemukan telur cacing bersama larva rhabditiform,

kemungkinan adanya infeksi ganda cacing tambang dan S. stercoralis. Jika hanya

ditemukan larva rhabditiform kemungkinan besar penderita terinfeksi S.

stercoralis (Soedarto, 2008).

Pengobatan. Obat pilihan adalah albendazole, dapat juga diberi

mebendazole, atau pirantel pamoat. Karena efek samping obat, mebendazole tidak

diberikan pada anak-anak. Untuk anemia dapat diberi terapi besi (Ideham dan

Suhintam, 2007).

Pencegahan. Memperbaiki sanitasi lingkungan dan tidak buang air besar

di tanah. Tidak menggunakan tinja untuk pupuk. Untuk mencegah kontak dengan

larva yakni menggunakan alas kaki dan menggunakan sarung tanga bila berkebun.

Pendidikan masyarakat tentang kesehatan (Ideham dan Suhintam, 2007).

Universitas Sumatera Utara


22

Tinja

Tinja merupakan hasil pencernaan yang sudah tidak digunakan oleh tubuh

dan dibuang melalui anus. Berat tinja yang dikeluarkan oleh manusia yaitu sekitar

27 gram berat kering per orang per hari atau 150 gram berat basah per orang per

hari. Tinja mengandung sekitar 2 milyar fecal coliform dan 450 juta fecal

Sstreptocci (Ehler an Steel, 1958)

Tinja sangat mengganggu kehidupan manusia sendiri karena beberapa

faktor sebagai berikut:

1. Tidak sedapnya bau yang ditimbulkan dapat merangsang lalat yang

merupakan salah satu faktor penyakit;

2. Tinja merupakan sumber beberapa penyakit seperti diare, tipus dan

kecacingan.

3. Tinja dapat mencemari air dan tanah. Air dan tanah dapat menjadi

perantara dalam proses penularan penyakit bila terkontaminasi dengan tinja

yang mengandung patogen.

4. Air yang tercemar oleh tinja mengandung bahan organik tinggi yang

diperlukan oleh bakteri saprofitik. Hasil penguraian yang dilakukan bakteri

tersebut akan mempengaruhi kesuburan badan air dan populasi biota air.

5. Teknik pengelolaan tinja mempengaruhi nilai budaya suatu masyarakat.

Masyarakat yang masih membuang tinja di sungai atau tempat terbuka

akan dianggap rendahnya kesadaran dan pengetahuan mereka tentang nilai

estetika dan budaya hidup sehat.

Universitas Sumatera Utara


23

Landasan Teori

Kecacingan dapat mengakibatkan kondisi kesehatan, kecerdasan,


produktivitas, dan kualitas sumber daya manusia menurun sehingga secara
ekonomi mengalami kerugian karena kehilangan karbohidrat, protein, darah, dan
dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terserang penyakit lainnya
(PMK No. 15 Tahun 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Lidya (2017) di SD Negeri
Kelurahan Pulau Sicanang Kecamatan Medan Belawan, hasil penelitian
menunjukkan 12 (31,6%) siswa terinfeksi kecacingan. Hasil uji Chi-Square
menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan cuci tangan di
sekolah dan di rumah, kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah dan di rumah
serta kebersihan kuku siswa dengan infeksi kecacingan.
Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Higiene Personal:
 Kebiasaan mencuci tangan.
- Di sekolah
- Di rumah
 Kebersihan kuku dan jari. Kejadian
 Penggunaan alas kaki Kecacingan
- Di sekolah
- Di rumah
 Kontak tanah
- Di sekolah
- Di rumah

Gambar 7. Kerangka konsep

Hipotesis Penelitian
H0 : Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kecacingan pada
siswa SDN 060909 Medan.
Ha : Tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian kecacingan
pada siswa SDN 060909 Medan.

Universitas Sumatera Utara


Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian

study cross sectional untuk mengetahui hubungan personal hygiene anak terhadap

infeksi kecacingan di SDN 060909 Medan Tahun 2019.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian. Penelitian dilakukan di SDN 060909 Medan.

Waktu penelitian. Penelitian dilakukan dari bulan Desember 2018 sampai

dengan bulan Januari 2020.

Populasi dan Sampel

Populasi. Populasi penelitian adalah siswa dan siswi SDN 060909 mulai

dari kelas III sampai dengan kelas V yang berjumlah 74 orang.

Sampel. Sampel yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan rumus Lemeshow (1997) yaitu:

{ √ √ }

Dimana:

n = Besaran Sampel

Zα = Tingkat kepercayaan yang diinginkan ditetapkan sebesar 95% (1,96)

Zβ = Kekuatan uji yang diinginkan adalah sebesar 80% (0,842)

P0 = Proporsi infeksi kecacingan anak SD yang ada diperoleh berdasarkan

penelitian terdahulu. (Ainun, 2010)

Pa = Proporsi infeksi kecacingan anak SD yang diharapkan.

24
Universitas Sumatera Utara
25

{ √ √ }

, digenapkan menjadi 30.

Berdasarkan rumus di atas maka besar sampel yang akan diteliti di SDN

060909 sebanyak 30 siswa. Untuk menentukan jumlah sample dari masing-masing

kelas, digunakan cara proportional sampling. Sedangkan untuk menentukan siswa

yang akan dijadikan sampel digunakan teknik random sampling yaitu pengambilan

sampel dengan perhitungan sebagai berikut:

Kelas III

Kelas IV

Kelas IV

Keterangan:

N = Besar sampel siswa SD 060909.

N1, N2, N3 = Besar subpopulasi .

n = Total populasi siswa kelas III, IV dan V SDN 060909.

Pengambilan sampel jumlah anak per kelas dilakukan dengan penggunaan

nomor undian.

Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dependen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

kejadian kecacingan.

Universitas Sumatera Utara


26

Variabel independen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah

personal hygiene (kebiasaan cuci tangan pakai sabun, kebersihan kuku, kontak

dengan tanah, dan penggunaan alas kaki).

Tabel 1

Variabel Independen

Variabel Alat ukur Hasil ukur Skala


Kebiasaan cuci tangan Kuesioner -Tidak cuci tangan Ordinal
-Cuci tangan pakai air saja
-Cuci tangan pakai sabun
Penggunaan alas kaki Kuesioner -Sering Ordinal
-Jarang
Kebersihan kuku Kuesioner -Bersih Ordinal
-Tidak Bersih
Kebiasaan kontak
dengan tanah
Infeksi cacing: pemeriksaan -Positif telur cacing Nominal
laboratorium -Negatif telur cacing

Definisi operasional. Pengertian dari variabel di atas adalah :

Infeksi kecacingan. Infeksi kecacingan ialah ditemukannya satu atau lebih

telur cacing usus pada responden melalui pemeriksaan tinja dikelompokkan

menjadi:

a. Positif (+) mengandung telur cacing.

b. Negatif (-) mengandung telur cacing.

Personal hygiene. Personal hygiene adalah kegiatan/usaha kebersihan

setiap siswa dalam menjaga kesehatan agar terhindar dari infeksi kecacingan.

Kebiasaan cuci tangan. Kebiasaan cuci tangan adalah cara yang dilakukan

oleh siswa untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun secara teratur baik

sebelum dan setelah makan, setelah buang air besar (BAB), setelah bermain di

tanah.

Universitas Sumatera Utara


27

Kontak tanah. Kontak tanah adalah seberapa sering siswa bersentuhan

dengan tanah dalam beraktifitas.

Kebersihan kuku. Kebersihan kuku adalah kondisi kebersihan kuku siswa.

Penggunaan alas kaki. Penggunaan alas kaki adalah kebiasaan siswa

memakai sandal/sepatu ketika bermain di pekarangan rumah/sekolah terutama saat

berjalan di tanah.

Metode Pengumpulan Data

Data primer. Data primer merupakan data yang diperoleh dari anak SD

secara langsung dengan metode wawancara yang menggunakan kuesioner yang

telah dipersiapkan sebelumnya dan akan dilakukan pemeriksaan feses di

Laboratorium Kesehatan Daerah Medan.

Data sekunder. Data sekunder diperoleh dari SDN 060909 Medan tahun

2019.

Metode Pengukuran

Pemeriksaan tinja. Sebelum melakukan pemeriksaan tinja, pot tinja

dibagikan terlebih dahulu kepada responden sebagai wadah tinja sebelum

pemeriksaan laboratorium. Spesimen harus segera diperiksa di hari yang sama

agar telur cacing tidak rusak atau menetas menjadi larva. Jika tidak

memungkinkan, tinja harus diberikan formalin 5-10 persen sampai terendam.

Pemerikasaan tinja (Depkes RI, 1992) dapat dilakukan sebagai berikut:

Prinsip. Dengan penambahan zat eosin/lusol maka mikroorganisme dan

unnsur-unsur lain dalam tinja akan kelihatan lebih jelas.

Tujuan. Melihat adanya kelainan-kelainan dalam tinja baik secara

makroskopis maupun mikroskopis.

Universitas Sumatera Utara


28

1) Alat-alat yang dibutuhkan:

a. Masker dan sarung tangan karet

b. Lidi/tusuk gigi

c. Pot plastik ukuran 10-15 cc atau kantong plastik obat

d. Kaca objek dan kaca penutup

e. Spidol

f. Kertas saring/tissue

g. Mikroskop

2) Reagen

Larutan Eosin 1%

3) Cara pembuatan

a. Pakailah sarung tangan untuk mencegah kemungkinan infeksi berbagai

penyakit dari tinja

b. Tuliskan nomor kode/nama responden pada pot plastik/ kantong plastik

obat

c. Ambil tinja dengan lidi/tusuk gigi dibagian tengah permukaan tinja seujung

lidi, kemudian letakkan di atas kaca objek

d. Teteskan larutan Eosin 1% di atas kaca objek

e. Aduk sampai rata pada masing-masing larutan

f. Tutup dengan kaca penutup

g. Lihat dibawah mikroskop mula-mula dengan pembesaran 10x kemudian

dengan pembesaran 40x

h. Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.

4) Interpretasi

Universitas Sumatera Utara


29

- Positif Infeksi Kecacingan : bila didapatkan dari hasil pemeriksaan

laboratorium ada telur cacing di dalam tinja.

- Negatif Infeksi Kecacingan : bila tidak didapatkan dari hasil pemeriksaan

laboratorium ada telur cacing di dalam tinja.

- Hasil yang didapat akan menunjukkan jenis cacing yang terdapat pada

sampel.

Menghitung kuesioner. Penghitungan nilai kuesioner personal higiene

dengan menggunakan metode skala Likert dengan nilai: Sering= 2; Kadang-

Kadang= 1; Tidak Pernah=0. Skor maksimal yang diperoleh adalah 78 dari 39

pertanyaan. Hasil kuesioner jika:

1. Baik ≥ skor 75%

2. Buruk < skor 75%

Metode Analisis Data

Analisis univariat. Analisis univariat yaitu analisis yang menggambarkan

secara tunggal variabel penelitian baik variabel dependen maupun variabel

independen dalam bentuk distibusi frekuensi.

Analisis bivariat. Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Dalam penelitian ini

dilakukan uji chi-square unutk melihat ada atau tidaknya hubungan yang

bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen pada tingkat

kepercayaan 0,05.

Universitas Sumatera Utara


Hasil Penelitian

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Dasar Negeri 060909 Medan merupakan salah satu sekolah yang

terletak di Kecamatan Medan Denai, Kota Medan. Sekolah ini beralamat di Jl.

Tangguk Bongkar X No. 39 Medan. SD Negeri 060909 memiliki guru pengajar 20

dan memiliki kepala sekolah yang bernama Aidil Fitri Melur Wati, S.Pd.SD.

SD Negeri 060909 Medan memiliki siswa terdaftar tahun ajaran 2018/2019

sebanyak 148 orang yang terbagi ke dalam enam tingkatan kelas. Siswa yang

bersekolah di SD ini meliputi kelas I sebanyak 19 orang, kelas II sebanyak 23

orang, kelas III sebanyak 20 orang, kelas IV sebanyak 19 orang, kelas V sebanyak

35 orang, dan kelas VI sebanyak 32 orang dengan rentang umur antara 7-13 tahun.

Sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah ini adalah 6 ruangan teori kelas, 1

ruangan agama, 1 ruangan guru, 1 ruangan kepala sekolah dan sebuah lapangan

yang digunakan oleh siswa untuk mengikuti pelajaran olahraga dan bermain.

Lapangan digunakan bersama dengan dua sekolah lainnya yang berada di

lingkungan tersebut. Siswa aktif belajar di ruangan setiap hari Senin sampai

dengan Sabtu mulai pukul 07.30 WIB sampai dengan 13.00 WIB. Untuk siswa

kelas I, kegiatan belajar mengajar hanya sampai pukul 10.00 WIB.

Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi yang berada

dikelas III, IV, dan V yang bersekolah di SDN 060090 Medan. Karakteristik

responden dalam penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin.

30
Universitas Sumatera Utara
31

Tabel 2

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia pada Siswa SD Negeri


060909 Medan Tahun 2019

Umur Responden n %
8 tahun 6 20,0
9 tahun 7 23,3
10 tahun 14 46,7
12 tahun 1 3,3
13 tahun 2 6,7
Jumlah 30 100

Berdasarkan hasil penelitian, umur responden yang terlihat pada tabel 2

menunjukkan bahwa umumnya responden berumur 10 tahun yaitu sebanyak 6

orang (46,7%) dan yang paling sedikit berumur 12 tahun yaitu 1 orang (3,3%).

Tabel 3

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Siswa SD


Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jenis Kelamin Responden n %


Laki-laki 12 40
Perempuan 18 60
Jumlah 30 100

Sedangkan pada tabel 3, jenis kelamin responden yang terbanyak adalah

perempuan yaitu sebanyak 18 orang (60%).

Gambaran Personal Hygiene

Gambaran keadaan personal hygiene meliputi kebiasaan mencuci tangan

yang dibagi menjadi dua yaitu kebiasaan cuci tangan di sekolah dan di rumah,

kebiasaan kontak dengan tanah yang dibagi menjadi dua yaitu kebiasaan kontak

dengan tanah di sekolah dan di rumah, kebersihan kuku, dan penggunaan alas kaki

yang dibagi menjadi dua yaitu penggunaan alas kaki di sekolah dan rumah.

Universitas Sumatera Utara


32

Kebiasaan cuci tangan di sekolah. Distribusi kebiasan mencuci tangan di

sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 4

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan Mencuci Tangan


di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang-
Pertanyaan Sering Tidak Pernah Total
kadang
n % n % n % n %
Mencuci tangan 16 53,33 11 36,67 3 10 30 100
sebelum makan di
sekolah
menggunakan air
saja.
Mencuci tangan 8 26,67 4 13,33 18 60 30 100
sebelum makan di
sekolah
menggunakan air
dan sabun.
Mencuci tangan 18 60 8 26,67 4 13,33 30 100
setelah BAB
menggunakan air
saja.
Mencuci tangan 15 50 2 6,67 13 43,33 30 100
setelah BAB
menggunakan air
dan sabun.

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa kebiasaan mencuci tangan di

sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang sering mencuci tangan

sebelum makan dengan air dan sabun sebanyak 8 orang (26,67%), dan yang selalu

mencuci tangan pada saat sesudah buang air besar dengan air dan sabun sebanyak

15 siswa (50%).

Universitas Sumatera Utara


33

Tabel 5

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Mencuci Tangan di


Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Kategori Kebiasaan Mencuci Tangan di Sekolah n %


Baik 9 30
Tidak baik 21 70
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang memiliki kegiatan cuci tangan

dengan baik di sekolah sebanyak 9 orang (30%) dan yang tidak baik sebanyak 21

orang (70%).

Kebiasaan cuci tangan di rumah. Distribusi kebiasan mencuci tangan di

rumah pada siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan Mencuci Tangan


di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang- Tidak
Pertanyaan Sering Total
kadang Pernah
n % n % N % n %
Mencuci tangan pada saat 9 30 16 53,33 5 16,67 30 100
sebelum makan
menggunakan air saja.
Mencuci tangan pada saat 25 83,33 4 13,33 1 3,34 30 100
sebelum makan
menggunakan air dan
sabun.
Mencuci tangan pada saat 26 86,67 4 13,33 0 0 30 100
sesudah buang air besar di
rumah menggunakan air
dan sabun.
(bersambung)

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 6

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan Mencuci


Tangan di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban Total

Pertanyaan Kadang- Tidak


Sering
kadang Pernah
n % n % n % n %
Mencuci tangan setelah 6 20 19 63,33 5 16,67 30 100
bermain dengan
menggunakan air saja.
Mencuci tangan setelah 20 66,67 10 33,33 0 0 30 100
bermain dengan
menggunakan air dan
sabun.

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebiasaan mencuci tangan di

rumah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang sering mencuci tangan

sebelum makan dengan air dan sabun sebanyak 25 orang (83,33%), sering

mencuci tangan pada saat sesudah buang air besar dengan air dan sabun sebanyak

26 siswa (86,67%). Sering mencuci tangan setelah bermain dengan air dan sabun

sebanyak 15 siswa (39,5%).

Tabel 7

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Mencuci Tangan di


Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Kategori Kebiasaan Mencuci Tangan di Rumah n %


Baik 17 56,67
Tidak baik 13 43,33
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang memiliki kegiatan cuci tangan

dengan baik di rumah sebanyak 17 orang (56,67%) dan yang tidak baik sebanyak

13 orang (43,33%).

Universitas Sumatera Utara


35

Kebiasan kontak dengan tanah di sekolah. Distribusi kebiasan kontak

dengan tanah di sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 disajikan pada

tabel berikut:

Tabel 8

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan Kontak dengan


Tanah di Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Tidak Kadang-
Pertanyaan Sering Total
Pernah kadang
n % n % N % n %
Bermain di tanah saat 17 56,67 9 30 4 13,33 30 100
istrirahat dan sepulang
sekolah.
Bermain di parit/ selokan 25 83,33 3 10 2 6,67 30 100
sekolah.
Bermain kelereng di 21 70 8 26,67 1 3,33 30 100
halaman sekolah.
Bermain engklek. 3 10 17 56,67 10 33,33 30 100
Membuka sepatu saat 10 33,33 14 46,67 6 20 30 100
bermain di tanah halaman
sekolah.
Makan/jajan sambil 20 66,67 8 26,67 2 6,66 30 100
bermain dengan tanah di
sekolah.
Memakan makanan yang 26 86,67 3 10 1 3,33 30 100
jatuh di tanah di sekolah.

Berdasarkan tabel 8 diketahui bahwa kebiasaan kontak dengan tanah di

sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang suka bermain di tanah

saat istirahat sekolah sebanyak 6 orang (20 %), suka membuka sepatu saat bermain

di tanah sebanyak 6 orang (20%), sering makan sambil bermain dengan tanah

sebanyak 2 orang (6,66 %) dan yang sering memakan makanan yang jatuh di tanah

sebanyak 1 orang (3,33%).

Universitas Sumatera Utara


36

Tabel 9

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Kontak Dengan Tanah di


Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019

Kategori Kebiasaan Kontak dengan Tanah di Sekolah n %


Baik 17 56,67
Tidak baik 13 43,33
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang memiliki kebiasaan kotak dengan

tanah di sekolah yang baik sebanyak 17 orang (56,67%) dan yang tidak baik

sebanyak 13 orang (43,33%).

Kebiasaan kontak dengan tanah di rumah. Distribusi kebiasan kontak

dengan tanah di rumah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 disajikan pada

tabel berikut:

Tabel 10

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebiasaan Kontak dengan


Tanah di Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Tidak Kadang-
Pertanyaan Sering Total
Pernah kadang
n % n % n % n %
Bermain di tanah/halaman 6 20 13 43,33 11 36,67 30 100
Bermain di parit/ selokan 25 83,33 5 16,67 0 0 30 100
sekitar rumah.
Bermain kelereng di 15 50 11 36,67 4 13,33 30 100
halaman rumah.
Bermain engklek 4 13,33 18 60 8 26,67 30 100
tanah/halaman.
Membuka sepatu/sandal 4 13,33 19 63,33 7 23,34 30 100
saat bermain di
tanah/halaman rumah.
Makan/jajan sambil 20 66,67 8 26,66 2 36,67 30 100
bermain dengan tanah
dirumah.
Makan makanan yang 25 83,33 5 16,67 0 0 30 100
jatuh di tanah
lingkungan rumah.

Universitas Sumatera Utara


37

Berdasarkan tabel diketahui bahwa kebiasaan kontak dengan tanah di

rumah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang suka bermain di tanah /

halaman sebanyak 11 orang (36,67%), suka membuka sepatu saat bermain di tanah

sebanyak 6 orang (20%), sering makan sambil bermain dengan tanah sebanyak 7

orang (23,34 %) dan yang sering memakan makanan yang jatuh di tanah sebanyak

0 orang (0%).

Tabel 11

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan Kontak dengan Tanah di


Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Kategori Kebiasaan Kontak dengan Tanah di Rumah n %


Baik 9 30
Tidak baik 21 70
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang memiliki kebiasaan kotak dengan

tanah di rumah yang baik sebanyak 9 orang (30%) dan yang tidak baik sebanyak

21 orang (70%).

Kebersihan kuku. Distribusi kebersihan kuku pada siswa SD Negeri

060909 Tahun 2019 disajikan pada tabel berikut.

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebersihan Kuku pada Siswa


SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang- Tidak
Pertanyaan Sering Total
kadang Pernah
n % n % N % n %
Memotong kuku tangan dan 17 56,67 13 43,33 0 0 30 100
kaki secara teratur 1x
dalam seminggu.
(bersambung)

Universitas Sumatera Utara


38

Tabel 12

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Kebersihan Kuku pada


Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang- Tidak Total
Pertanyaan Sering
kadang Pernah
n % n % N % n %
Jika memotong kuku, selalu 21 70 9 30 0 0 30 100
memotong kuku tangan
dan kaki sampai pendek
dan membersihkannya.
Sering menggigit kuku. 5 16,67 12 40 13 43,33 30 100
Sering menggigit kuku. 5 16,67 12 40 13 43,33 30 100
Sering memasukkan jari ke 3 10 11 36,67 16 53,33 30 100
dalam mulut.

Berdasarkan tabel 12 diketahui bahwa kebiasaan kebersihan terhadap kuku

jari tangan dan kaki pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang memiliki

kebiasaan rutin memotong kuku seminggu sekali sebanyak 17 orang (56,67%),

kebiasaan sering menggigit kuku sebanyak 5 orang (16,67%).

Tabel 13

Distribusi Responden Berdasarkan Kebersihan Kuku pada Siswa SD Negeri


060909 Medan Tahun 2019

Bersih Kotor
Hasil Observasi
N % N %
Kebersihan Kuku 21 70 9 30

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang memiliki kuku bersih adalah

sebanyak 21 orang (70%) dan yang kotor sebanyak 9 orang (30%).

Universitas Sumatera Utara


39

Tabel 14

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebersihan Kuku di Sekolah pada


Siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019

Kategori Kebersihan Kuku n %


Baik 13 43,33
Tidak baik 17 56,67
Jumlah 30 100

Penggunaan alas kaki di sekolah. Distribusi penggunaan alas kaki di

sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 15

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Penggunaan Alas Kaki di


Sekolah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang- Tidak
Pertanyaan Sering Total
kadang Pernah
n % n % n % n %
Memakai sepatu di 29 96,67 1 3,33 0 0 30 100
sekolah.
Memakai sepatu jika 28 93,34 1 3,33 1 3,33 30 100
bermain-main halaman
sekolah.
Memakai sepatu ketika 25 83,33 3 10 2 6,67 30 100
pulang kerumah.

Berdasarkan tabel 15 diketahui bahwa kebiasaan penggunan alas kaki di

sekolah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang memakai sepatu di

sekolah sebanyak 29 orang (96,67%), memakai sepatu ketika bermain di sekolah

sebanyak 28 orang (93,34%), dan tetap memakai sepatu ketika pulang kerumah

sebanyak 25 orang (83,33%).

Universitas Sumatera Utara


40

Tabel 16

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan Alas Kaki di Sekolah


pada Siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019

Kategori Penggunaan Alas Kaki di sekolah n %


Baik 24 80
Tidak baik 4 20
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang menggunakan alas kaki di sekolah

dengan baik sebanyak 24 orang (80 %) dan yang tidak baik sebanyak 6 orang

(20%).

Penggunaan alas kaki di rumah. Distribusi penggunaan alas kaki di

rumah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 disajikan pada tabel berikut:

Tabel 17

Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban tentang Penggunaan Alas Kaki di


Rumah pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jawaban
Kadang- Tidak
Pertanyaan Sering Total
kadang Pernah
n % n % n % n %
Memakai sandal/sepatu saat 29 96,67 1 3,33 0 0 30 100
bermain di luar rumah.
Memakai sandal/ sepatu jika 29 96,67 1 3,33 0 0 30 100
bermain-main di halaman
rumah.

Berdasarkan tabel 17 diketahui bahwa kebiasaan penggunan alas kaki di

rumah pada siswa SD Negeri 060909 Tahun 2019 yang memakai sepatu atau

sendal saat berada di luar rumah sebanyak 29 orang (96,67%), dan memakai

sepatu ketika bermain di halaman rumah sebanyak 29 orang (96,67%).

Universitas Sumatera Utara


41

Tabel 18

Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan Alas Kaki di Sekolah


pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Kategori Penggunaan Alas Kaki di rumah n %


Baik 17 56,67
Tidak baik 13 43,33
Jumlah 30 100

Berdasarkan tabel di atas, siswa yang menggunakan alas kaki di rumah

dengan baik sebanyak 17 orang (56,67%) dan yang tidak baik sebanyak 13 orang

(43,33%).

Kejadian Kecacingan

Kejadian kecacingan pada siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 19

Distribusi Kejadian Kecacingan pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun


2019

Kejadian Kecacingan n %
Positif 6 20
Negatif 24 80
Jumlah 30 100

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium mengenai infeksi kecacingan

pada siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019 menunjukkan sebanyak 6 orang

(20%) positif menderita kecacingan.

Kejadian kecacingan berdasarkan jenis cacing. Jenis cacing yang

diperiksa adalah cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang

(Hookworm), dan cacing cambuk (Trichuris trichiura). Hal ini disajikan pada tabel

sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 20

Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Jenis Cacing pada Siswa SD Negeri


060909 Medan Tahun 2019

Jenis cacing n %
Ascaris lumbricoides 1 16,66
Trichuris trichiura 3 50,00
Ascaris lumbricoides dan 1 16,66
Trichuris trichiura
Trichuris trichiura dan 1 16,67
Hookworm
Total 6 100

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa hasil pemeriksaan cacing dari

seluruh jumlah siswa, jenis cacing yang paling banyak menginfeksi pada siswa SD

Negeri 060909 Medan tahun 2019 adalah cacing cambuk (Trichuris trichiura)

sebanyak 3 orang (10%), dan yang terinfeksi cacing gelang (Ascaris

lumbricoides), cacing gelang dan cacing cambuk (Ascaris lumbricoides dan

Trichuris trichiura) dan cacing gelang dan cacing tambang (Ascaris lumbricoides

dan Ancylostoma duodenale) masing-masing sebanyak 1 orang (3,33%).

Hubungan dengan Kejadian Kecacingan

Distribusi karakteristik responden dengan kejadian kecacingan di SD

Negeri 060909 Medan Tahun 2019.

Tabel 21

Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Karakteristik Usia Responden pada


Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Karakteristik Responden Hasil Laboratorium Total


Umur Positif % Negatif % Jumlah %
8 2 6,66 4 13,33 6 20,00
9 2 6,66 5 16,66 7 23,33
10 2 6,66 12 40,00 14 46,67
12 0 0 1 3,33 1 3,33
13 0 0 2 6,66 2 6,67
Total 6 20 24 80 30 100

Universitas Sumatera Utara


43

Berdasarkan tabel di atas, bahwa dari seluruh siswa berdasarkan umur

terlihat bahwa yang positif terinfeksi kecacingan berumur 8, 9 dan 10 tahun

sebanyak masing-masing 2 orang (6,66%).

Tabel 22

Distribusi Kejadian Kecacingan Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin


Responden pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Jenis Kelamin Positif % Negatif % Jumlah %


Laki-laki 3 10 9 30 12 40
Perempuan 3 10 15 50 18 60
Total 6 20 24 80 30 100

Berdasarkan tabel di atas, jenis kelamin yang positif terinfeksi kecacingan

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak masing-masing 3 orang (10%).

Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan

Hubungan personal hygiene dengan infeksi kecacingan disajikan pada

tabel berikut.

Tabel 22

Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa SD


Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Infeksi Kecacingan
Personal Hygiene p
Positif % Negatif %
Kebiasaan cuci tangan di sekolah
Baik 1 16,67 8 33.33
0,400
Tidak baik 5 83,33 16 66,67
Total 6 100 24 100
Kebiasaan cuci tangan di rumah
Baik 5 83,33 12 50,00
0,156
Tidak baik 1 16,67 12 50,00
Total 6 100 24 100
Kebiasaan kontak dengan tanah di
sekolah
Baik 3 50,00 14 58,33 0,531
Tidak baik 3 50,00 10 41,67
Total 6 100 24 100
(bersambung)

Universitas Sumatera Utara


44

Tabel 22

Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa


SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Infeksi Kecacingan
Personal Hygiene p
Positif % Negatif %
Kebiasaan kontak dengan tanah di
rumah
Baik 2 33,33 7 29,17 0,600
Tidak baik 4 66,67 17 70,83
Total 6 100 24 100
Kebersihan kuku
Baik 2 33,33 11 45,83
0,469
Tidak baik 4 66,67 13 54,17
Total 6 100 24 100
Penggunaan alas kaki di sekolah
Baik 6 100 20
0,388
Tidak baik 0 0 4
Total 6 100 24 100
Penggunaan alas kaki di rumah
Baik 6 100 23 95,83
0,800
Tidak baik 0 0 1 4,17
Total 6 100 24 100

Berdasarkan tabel 22 diketahui bahwa positif infeksi kecacingan lebih

tinggi terjadi pada siswa dengan kebiasaan mencuci tangan di sekolah yang tidak

baik yaitu sebanyak 5 orang (83,33%). Sedangkan negatif terinfeksi kecacingan

lebih banyak terjadi pada siswa dengan kebiasaan mencuci tangan di sekolah ini

sebanyak 8 orang (33,33%). Berdasarkan hasil uji Fisher diperoleh p= 0,4 (p>

0,05) dan nilai OR 2,500 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan mencuci tangan di sekolah dengan infeksi kecacingan.dan siswa

yang memiliki kebiasaan mencuci tangan yang tidak baik di sekolah 2,5 kali lebih

beresiko positif kecacingan dibandingkan dengan siswa yang memiliki kebiasaan

mencuci tanga yang baik di sekolah.

Universitas Sumatera Utara


45

Berdasarkan kebiasaan mencuci tangan di rumah pada siswa yang

terinfeksi kecacingan lebih banyak pada siswa yang justru memiliki kebiasaan

mencuci tangan di rumah yang baik sebanyak 5 orang (83,33%). Berdasarkan

analisis dengan uji Fisher diperoleh nilai p= 0,156 (p > 0,05) dan nilai OR 0,2

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan mencuci

tangan di rumah dengan infeksi kecacingan dan siswa yang memiliki kebiasaan

cuci tangan yang buruk 0,2 kali lebih berisiko positif kecacingan dibandingkan

dengan siswa yang memiliki kebiasaan cuci tangan yang baik di rumah.

Berdasarkan kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah pada siswa yang

menunjukkan positif terinfeksi kecacingan terjadi pada siswa yang mempunyai

kebiasaan kontak dengan tanah yang buruk, dimana yang positif infeksi

kecacingan yaitu sebanyak 3 orang (50%) dan yang negatif terinfeksi kecacingan

yaitu sebanyak 10 orang (41,67%) namun yang memiliki kebiasaan kontak dengan

tanah yang baik sama jumlah yang terinfeksi kecacingan yaitu sebanyak 3 orang

(50%) dan yang negatif sebanyak 14 orang (58,33%) Berdasarkan hasil analisis

menggunakan uji Fisher diperoleh nilai p =0,531 (p > 0,05) dan nilai OR 1,400

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan kontak

dengan tanah di sekolah dengan infeksi kecacingan dan siswa yang memiliki

kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah dalam kategori buruk 1,4 kali lebih

berisiko positif kecacingan dibandingkan dengan siswa yang memiliki kebiasaan

kontak dengan tanah yang baik di sekolah.

Berdasarkan kebiasaan kontak dengan tanah di rumah pada siswa yang

menunjukkan positif terinfeksi kecacingan lebih banyak pada siswa yang

mempunyai kebiasaan kontak dengan tanah yang buruk , dimana yang positif

Universitas Sumatera Utara


46

infeksi kecacingan yaitu sebanyak 4 orang (66,67%) dan yang negatif terinfeksi

kecacingan yaitu sebanyak 7 orang (29,17%) sedangkan yang memiliki kebiasaan

kontak dengan tanah yang baik lebih sedikit yang terinfeksi kecacingan yaitu

sebanyak 2 orang (33,33%) dan yang negatif sebanyak 17 orang (70,83%).

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Fisher diperoleh nilai p =0,6 (p >

0,05) dan nilai OR 0,824 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan

antara kebiasaan kontak dengan tanahdi rumah dengan infeksi kecacingan dan

siswa yang memiliki kebiasaan kontak dengan tanah dalam kategori buruk 0,8 kali

lebih berisiko positif infeksi kecacingan dibandingkan dengan siswa yang

memiliki kebiasaan kontak dengan tanah dalam kategori baik di rumah.

Pada kebersihan kuku, yang positif infeksi kecacingan lebih tinggi pada

siswa yang mempunyai kebersihan kuku yang buruk yaitu sebanyak 4 orang

(66,67%). Namun, yang menunjukkan negatif terinfeksi kecacingan lebih banyak

pada siswa yang memiliki kebersihan kuku yang tidak baik pula yaitu sebanyak 13

orang (54,17%). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Fisher diperoleh nilai

p = 0,469 (p> 0,05) dan nilai OR 1,692 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara kebersihan kuku dengan infeksi kecacingan dan siswa yang

memiliki kebersihan kuku dalam kategori buruk 1,7 kali lebih berisiko positif

kecacingan dibandingkan dengan siswa yang memiliki kebersihan kuku dalam

kategori baik.

Positif infeksi kecacingan terjadi pada siswa yang memiliki kebiasaan

penggunaan alas kaki di sekolah yang baik yaitu sebanyak 6 siswa (100%).

Sedangkan yang menunjukkan negatif terinfeksi kecacingan lebih banyak pada

siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki yang baik yaitu sebanyak 23

Universitas Sumatera Utara


47

siswa (95,83 %). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Fisher diperoleh

nilai p = 0,388 (p > 0,05) nilai OR 0,769 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara penggunaan alas kaki di rumah dengan infeksi kecacingan

dan siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki dalam kategori buruk di

sekolah 0,8 kali lebih berisiko positif terinfeksi kecacingan dibandingkan dengan

siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki dalam kategori buruk di

rumah sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan

alas kaki dengan infeksi kecacingan.

Positif infeksi kecacingan terjadi pada siswa yang memiliki kebiasaan

penggunaan alas kaki di rumah yang baik yaitu sebanyak 6 siswa (100%).

Sedangkan yang menunjukkan negatif terinfeksi kecacingan lebih banyak pada

siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki yang baik yaitu sebanyak 23

siswa (95,83 %). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji Fisher diperoleh

nilai p = 0,388 (p > 0,05) nilai OR 0,769 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

ada hubungan antara penggunaan alas kaki di rumah dengan infeksi kecacingan

dan siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki dalam kategori buruk di

sekolah 0,8 kali lebih berisiko positif terinfeksi kecacingan dibandingkan dengan

siswa yang memiliki kebiasaan penggunaan alas kaki dalam kategori buruk di

rumah sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan

alas kaki dengan infeksi kecacingan.

Universitas Sumatera Utara


Pembahasan

Kejadian Kecacingan pada Siswa SD Negeri 060909 Medan Tahun 2019

Hasil penelitian ini menunjukkan dari 30 siswa SD kelas III, IV dan V

yang telah dilakukan pemeriksaan feses secara laboratorium didapat 6 orang (20%)

yang positif terinfeksi kecacingan dengan uraian cacing gelang (A.lumbricoides)

sebanyak 1 orang (33,3%), cacing cambuk (T.trichiura) sebanyak 3 orang (10%),

cacing cambuk dan cacing gelang sekaligus sebanyak 1 orang (3,33%) dan cacing

cambuk dan cacing tambang sekaligus sebanyak 1 orang (3,33%). Hasil penelitian

Lidya pada anak SD di Kelurahan Pulau Sicanang tahun 2017 didapatkan

sebanyak 12 orang (31,6%). Hasil pemeriksaan Dwi Rusmanto dan Mukono

sebanyak 8 siswa atau 14,0% positif kecacingan di SDN II Rapa Daya Kabupaten

Sampang.

Hasil penelitian Darmiah dkk menunjukkan bahwa infeksi kecacingan

siswa di SD desa program PAMSIMAS Kabupaten Banjar 4 sampel positif

(10,8%) dan non program PAMSIMAS 11 sampel positif (36,6%). Hasil

menunjukkan bahwa angka-angka diatas lebih rendah jika dibandingkan dengan

angka prevalensi Indonesia yang memiliki angka prevalensi kecacingan yang

cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45-65%, sedangkan di wilayah-wilayah tertentu

dengan sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan dapat mencapai 80 persen. Hal

ini mengindikasikan bahwa kecacingan di Indonesia tidak banyak namun dapat

terjadi pada keadaan lingkungan yang baik. dan status sosial ekonomi tinggi tidak

dapat menjamin seorang anak tidak akan terinfeksi kecacingan (Ainun, 2014).

48
Universitas Sumatera Utara
49

Perbedaan infeksi kecacingan pada masing-masing daerah disebabkan oleh

adanya perbedaan faktor resiko di beberapa lokasi penelitian, terutama yang

berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan, higiene perorangan, umur

penduduk dan kondisi alam atau geografi (Gandahusada, 2003).

Para siswa sekolah dasar umumnya sering bermain dengan hal-hal yang

berkaitan dengan tanah, ditambah kondisi personal hygiene yang siswa yang

buruk, sehingga golongan usia ini menjadi salah satu golongan yang paling mudah

terinfeksi kecacingan. Namun, usia dan jenis kelamin tidak menjadi faktor utama

seseorang mudah terkena infeksi cacing atau tidak karena masih banyak faktor lain

yang menentukan seseorang dapat terinfeksi cacing atau tidak.

Infeksi kecacingan dapat mempengaruhi asupan (intake), pencernaan

(digestive), penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan. Secara kumulatif,

infeksi kecacingan dapat menimbulkan kerugian terhadap kebutuhan zat gizi

karena kurangnya kalori dan protein, serta kehilangan darah. Selain dapat

menghambat perkembangan fisik, kecerdasan dan produktifitas kerja, dapat

menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena penyakit lainnya. (Depkes,

2017).

Dalam penelitian penulis, cacing yang paling banyak ditemukan adalah

cacing Trichuris trichiura sebanyak 3 siswa (50%) dari total siswa yang positif

terinfeksi sebanyak 6 siswa. Selain itu, cacing tersebut ditemukan pula bersamaan

dengan dua jenis cacing lainnya yaitu Ascaris lumbricoides dan Hookworm pada

masing-masing 1 siswa.

Di Indonesia, cacing Trichuris trichiura atau cacing cambuk merupakan

jenis cacing yang tertinggi kedua menginfeksi anak-anak setelah cacing Ascaris

Universitas Sumatera Utara


50

lumbricoides atau cacing gelang. Hal ini dapat terjadi karena siklus hidup cacing

cambuk dan cacing gelang hanya memiliki perbedaan pada siklus paru-paru yang

dimiliki oleh cacing gelang. Kedua cacing ini pun memiliki lingkungan yang sama

untuk berkembang biak dengan baik yaitu tanah dengan kelembaban tinggi dan

suhu 25-30οC untuk menjadi bentuk infektif.

Hubungan Personal Hygiene terhadap Kejadian Kecacingan

Kondisi personal hygiene siswa meliputi kebiasaan mencuci tangan di

sekolah yang baik sebanyak 30% dan yang tidak baik sebanyak 70%, kebiasaan

mencuci tangan di rumah yang baik sebanyak 56,64% dan yang yang tidak baik

sebanyak 43,33%. Kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah yang baik sebanyak

56,46% dan yang tidak baik sebanyak 43,33%, kontak dengan tanah di rumah

yang baik sebanyak 30% dan yang tidak baik sebanyak 70%. Lalu kebersihan

kuku 56,67% dari siswa yang di periksa, serta penggunaan alas kaki di sekolah

yang baik sebanyak 80% dan yang tidak baik sebanyak 20% dan penggunaan alas

kaki di rumah yang baik sebanyak 56,46% dan yang tidak baik sebanyak 43,33%

dari 30 siswa yang diperiksa.

Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan terhadap Kejadian Kecacingan

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan mencuci tangan

dengan infeksi kecacingan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

kebiasaan mencuci tangan di sekolah dan di rumah dengan infeksi kecacingan

pada siswa SD Negeri 060909 Medan. Tingkat kebiasaan mencuci tangan di

sekolah oleh siswa masih tergolong kurang baik. SD Negeri 060909 Medan ini

sudah memiliki akses air bersih namun para siswa juga tidak serta merta memiliki

kebiasaan mencuci tangan yang baik di sekolah. Ketidaktersediaan sabun juga

Universitas Sumatera Utara


51

menjadi pertimbangan siswa untuk menjalankan kegiatan ini. Namun lain halnya

yang penulis temui saat kegiatan mencuci tangan menggunakan sabun saat siwa

berada dirumah. Mereka sering melakukan kegiatan tersebut ditunjang oleh sarana

dan prasarana yang memadai

Telur cacing dapat masuk kedalam tubuh siswa melalui tangan yang

terkontaminasi dan tidak dicuci dengan baik. Karena dengan mencuci tangan

berfungsi untuk mengurangi/menghilangkan mikroorganisme yang menempel di

tangan termasuk telur cacing. (Lidya, 2017)

Hubungan Kontak dengan Tanah terhadap Kejadian Kecacingan

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan kontak dengan tanah

dengan infeksi kecacingan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara

kebiasaan kontak dengan tanah dengan infeksi kecacingan pada siswa SD Negeri

060909 Medan.

Anak seusia siswa SD pada umumnya sering melakukan kegiatan

khususnya bermain di lapangan sekolah dan di halaman rumah mereka yang

merupakan tanah utuh tanpa lapisan ubin. Hal yang sama juga sering dilakukan

ketika siswa bermain di halaman lingkungan rumah. Tanah yang telah

terkontaminasi oleh telur cacing akan mudah masuk kedalam tubuh manusia.

Selain itu, tanah juga merupakan tempat perkembangbiakan yang baik untuk telur

cacing.

Hubungan Penggunaan Alas Kaki terhadap Kejadian Kecacingan

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan alas kaki di

sekolah dengan infeksi kecacingan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara penggunaan alas kaki dengan infeksi kecacingan pada siswa SD

Universitas Sumatera Utara


52

Negeri 060909 Medan. Tidak ditemukannya telur cacing tambang pada siswa SD

Negeri 060909 Medan yang menjadikan penggunaan alas kaki dengan infeksi

kecacingan tidak bermakna. Hal ini sejalan dengan pendapat dalam Gandahusada

(2000) infeksi cacing tambang terjadi bila larva filariform menembus kulit dan

juga dengan menelan larva filariform. Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil

penelitian Lidya (2017) pada siswa SD di Kelurahan Pulau Sicanang tahun 2017

yang menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan alas kaki dengan infeksi

kecacingan.

Hubungan Kebersihan Kuku terhadap Kejadian Kecacingan

Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebersihan kuku dengan infeksi

kecacingan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan kuku

dengan infeksi kecacingan pada siswa SD Negeri 060909 Medan. Kebersihan

kuku para siswa SD Negeri 060909 Medan sudah tergolong baik. Seringnya para

siswa bermain dengan tanah dan tidak membuat mereka mengurangi kebiasaan

memotong kuku jari tangan dan kaki setiap seminggu sekali membuat kotoran

pada kuku semakin menumpuk yang mungkin juga terdapat telur cacing.

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mengalami kendala yaitu dalam proses pengolahan data,

dikarenakan cukup banyak yang harus di olah di SPSS sehingga dikerjakan dalam

waktu yang cukup lama.

Universitas Sumatera Utara


Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan mengenai

hubungan personal hygiene anak terhadap kejadian kecacingan pada siswa SD

Negeri 060909 Medan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kondisi personal hygiene siswa dengan kategori buruk meliputi kebiasaan

mencuci tangan di sekolah 70%, kebiasaan mencuci tangan di rumah 43,33%,

kebiasaan kontak dengan tanah di sekolah 43,33%, kontak dengan tanah di

rumah 70%, kebersihan kuku 56,67%, dan penggunaan alas kaki di sekolah

20% dan penggunaan alas kaki di rumah 43,33%.

2. Angka infeksi kecacingan pada siswa SD Negeri 060909 Medan sebesar 20%.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara (kebiasaan mencuci tangan,

kebiasaan kontak dengan tanah, kebersihan kuku, penggunaan alas kaki)

dengan infeksi kecacingan pada siswa SD Negeri 060909 Medan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan, maka beberapa saran

yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi siswa agar terus meningkatkan pola hidup bersih dan sehat untuk

mencegah dan mengendalikan penyebaran cacing pada murid sekolah dasar

tersebut.

2. Bagi pihak sekolah agar meneruskan kegiatan pemeriksaan kebersihan kuku

secara setiap hari Senin, serta memperbaiki dan lebih memperhatikan sanitasi

lingkungan sekolah yang belum memenuhi syarat kesehatan.

53
Universitas Sumatera Utara
54

3. Memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar dengan mengadakan kerja bakti

masal untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) para siswa.

4. Bagi pihak sekolah dan puskesmas untuk meneruskan kegiatan kerja sama

dalam melakukan pemberian obat cacing setiap tiga bulan sekali kepada siswa.

5. Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas, khususnya

pengelola Usaha Kesehatan Sekolah agar lebih meningkatkan program

pemberantasan kecacingan, program promkes dengan penyuluhan baik melalui

pihak sekolah dan orang tua siswa.

Universitas Sumatera Utara


Daftar Pustaka

Isro’in, L. & Sulistyo, A. (2013). Personal hygiene. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Juni, P. U. & Tjahaya, D. (2010). Atlas parasitologi kedokteran. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Muchlisah, A. (2014). Hubungan higiene perorangan dengan kejadian kecacingan


di SD Athirah Bukit Baruga Makassar (Skripsi, Universitas Hasanuddin).
Diakses dari http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/
10580/AINUN%20MUCHLISAH%20K11110104.pdf;sequence=1

Mukono, J. & Rusmanto, D. (2012). Hubungan personal higyene siswa sekolah


dasar dengan kejadian kecacingan. Public Health, 8(3), 105-111. Diakses
dari https://media.neliti.com/media/publications/3909-ID-relationship-
between-personal-hygiene-of-elementary-school-and-helminthiasis.pdf

Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017 tentang


Penanggulangan Kecacingan.

Sarudji, D. (2010). Kesehatan lingkungan. Bandung: Karya Putra Darwati.

Soedarto. (1991). Helmintologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Soedarto. (2008). Parasitologi klinik. Surabaya: Airlangga University Press.

Sugiyono. (2009). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:


Penerbit Alfabeta Bandung.

Tarigan, L. (2017). Hubungan ketersediaan jamban dan personal higiene terhadap


infeksi kecacingan pada anak di SD Negeri Kelurahan Pulau Sicanang
Kecamatan Medan Belawan Tahun 2017 (Skripsi, Universitas Sumatera
Utara). Diakses dari http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/
123456789/1594/131000395.pdf?sequence=1&isAllowed=y

Widodo, H. (2013). Parasitologi kedokteran. Yogyakarta: D-Medika.

55
Universitas Sumatera Utara
56

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN INFEKSI KECACINGAN

DI SD NEGERI 060909 MEDAN TAHUN 2019

I. Data Umum Responden


Nama :
Jenis kelamin :
Umur : tahun
Kelas :
Jawaban
PERTANYAAN Sering Kadang- Tidak
Kadang Pernah
a. Kebiasaan mencuci tangan di
sekolah
1. Mencuci tangan sebelum makan di
sekolah menggunakan air saja.
2. Mencuci tangan sebelum makan di
sekolah menggunakan air dan sabun.
3. Mencuci tangan setelah BAB
menggunakan air saja.
4. Mencuci tangan setelah BAB
menggunakan air dan sabun.
b. Kebiasaan mencuci tangan di
rumah
1. Mencuci tangan pada saat sebelum
makan menggunakan air saja.
2. Mencuci tangan pada saat sebelum
makan menggunakan air dan sabun.
3. Mencuci tangan pada saat sesudah
buang air besar menggunakan air
saja.
4. Mencuci tangan pada saat sesudah
buang air besar di rumah
menggunakan air dan sabun.
5. Mencuci tangan setelah bermain
dengan menggunakan air saja.
6. Mencuci tangan setelah bermain
dengan menggunakan airdan sabun.
c. Kebiasaan kontak dengan tanah di
sekolah
1. Bermain di tanah saat istrirahat dan
sepulang sekolah.
2. Bermain di parit/ selokan sekolah.
3. Bermain kelereng di halaman

Universitas Sumatera Utara


57

sekolah.
4. Bermain engklek.
5. Membuka sepatu saat bermain di
tanah halaman sekolah.
6. Makan/jajan sambil bermain dengan
tanah di sekolah.
7. Memakan makanan yang jatuh di
tanah di sekolah.
d. Kebiasaan kontak dengan tanah di
rumah
1. Bermain di tanah/halaman
2. Bermain di parit/ selokan sekitar
rumah.
3. Bermain kelereng di halaman rumah.
4. Bermain engklek tanah/halaman.
5. Membuka sepatu/sandal saat bermain
di tanah/halaman rumah.
6. Makan/jajan sambil bermain dengan
tanah dirumah.
7. Makan makanan yang jatuh di tanah
lingkungan rumah.
e. Kebersihan kuku
1. Memotong kuku tangan dan kaki
secara teratur 1x dalam seminggu.
2. Jika memotong kuku, selalu
memotong kuku tangan dankaki
sampai pendek dan
membersihkannya.
3. Menggigiti kuku.
4. Memasukkan jari ke dalam mulut.
5. Kuku bersih (observasi). Bersih Kotor

f. Penggunaan alas kaki di sekolah


1. Memakai sepatu di sekolah.
2. Memakai sepatu jika bermain-main
halaman sekolah.
3. Memakai sepatu ketika pulang
kerumah.
g. Penggunaan alas kaki di rumah
1. Memakai sandal/sepatu saat bermain
di luar rumah.
2. Memakai sandal/ sepatu jika bermain-
main di halaman rumah.

Universitas Sumatera Utara


58

Lampiran 2. Output Data

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok cuci 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
tangan di sekolah *
Adanya cacing atau
tidak

Kelompok cuci tangan di sekolah * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok cuci tangan baik 8 1 9
di sekolah tidak 16 5 21
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,635a 1 ,426
Continuity ,089 1 ,765
Correctionb
Likelihood Ratio ,692 1 ,405
Fisher's Exact Test ,637 ,400
Linear-by-Linear ,614 1 ,433
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1,80.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R ,145 ,157 ,778 ,443c
Interval

Universitas Sumatera Utara


59

Ordinal by Spearman ,145 ,157 ,778 ,443c


Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 2,500 ,248 25,153
Kelompok cuci tangan
di sekolah (baik / tidak
baik)
For cohort Adanya 1,167 ,837 1,627
cacing atau tidak =
negative
For cohort Adanya ,467 ,063 3,448
cacing atau tidak =
positif
N of Valid Cases 30

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok cuci 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
tangan di rumah *
Adanya cacing atau
tidak

Kelompok cuci tangan di rumah * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok cuci tangan baik 12 5 17
di rumah tidak 12 1 13
baik

Universitas Sumatera Utara


60

Kelompok cuci tangan di rumah * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok cuci tangan baik 12 5 17
di rumah tidak 12 1 13
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,172a 1 ,141
Continuity 1,027 1 ,311
Correctionb
Likelihood Ratio 2,376 1 ,123
Fisher's Exact Test ,196 ,156
Linear-by-Linear 2,100 1 ,147
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R -,269 ,152 -1,478 ,150c
Interval
Ordinal by Spearman -,269 ,152 -1,478 ,150c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper

Universitas Sumatera Utara


61

Odds Ratio for ,200 ,020 1,978


Kelompok cuci tangan
di rumah (baik / tidak
baik)
For cohort Adanya ,765 ,542 1,079
cacing atau tidak =
negative
For cohort Adanya 3,824 ,506 28,879
cacing atau tidak =
positif
N of Valid Cases 30

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok kontak 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
tanah di sekolah *
Adanya cacing atau
tidak

Kelompok kontak tanah di sekolah * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok kontak baik 14 3 17
tanah di sekolah tidak 10 3 13
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,136a 1 ,713
Continuity ,000 1 1,000
Correctionb
Likelihood Ratio ,135 1 ,713
Fisher's Exact Test 1,000 ,531
Linear-by-Linear ,131 1 ,717
Association

Universitas Sumatera Utara


62

N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R ,067 ,184 ,357 ,724c
Interval
Ordinal by Spearman ,067 ,184 ,357 ,724c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 1,400 ,233 8,421
Kelompok kontak
tanah di sekolah (baik /
tidak baik)
For cohort Adanya 1,071 ,739 1,550
cacing atau tidak =
negative
For cohort Adanya ,765 ,183 3,189
cacing atau tidak =
positif
N of Valid Cases 30

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok kontak 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
tanah di rumah *
Adanya cacing atau
tidak

Universitas Sumatera Utara


63

Kelompok kontak tanah di rumah * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok kontak baik 7 2 9
tanah di rumah tidak 17 4 21
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,040a 1 ,842
Continuity ,000 1 1,000
Correctionb
Likelihood Ratio ,039 1 ,843
Fisher's Exact Test 1,000 ,600
Linear-by-Linear ,038 1 ,845
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 1,80.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R -,036 ,186 -,193 ,849c
Interval
Ordinal by Spearman -,036 ,186 -,193 ,849c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper

Universitas Sumatera Utara


64

Odds Ratio for ,824 ,122 5,573


Kelompok kontak
tanah di rumah (baik /
tidak baik)
For cohort Adanya ,961 ,640 1,442
cacing atau tidak =
negative
For cohort Adanya 1,167 ,258 5,266
cacing atau tidak =
positif
N of Valid Cases 30

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
penggunaan alas kaki
di sekolah * Adanya
cacing atau tidak

Kelompok penggunaan alas kaki di sekolah * Adanya cacing atau


tidak Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok penggunaan baik 20 6 26
alas kaki di sekolah tidak 4 0 4
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1,154a 1 ,283
Continuity ,162 1 ,687
Correctionb
Likelihood Ratio 1,934 1 ,164
Fisher's Exact Test ,557 ,388
Linear-by-Linear 1,115 1 ,291
Association

Universitas Sumatera Utara


65

N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is ,80.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R -,196 ,062 -1,058 ,299c
Interval
Ordinal by Spearman -,196 ,062 -1,058 ,299c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Adanya ,769 ,623 ,949
cacing atau tidak =
negative
N of Valid Cases 30

Crosstabs

[DataSet1] E:\SKRIPSI AMI\SKRIPSIAN AMI\KECACINGAN.sav

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
penggunaan alas kaki
di sekolah * Adanya
cacing atau tidak

Kelompok penggunaan alas kaki di sekolah * Adanya cacing atau


tidak Crosstabulation
Count

Universitas Sumatera Utara


66

Adanya cacing atau


tidak
negatif positif Total
Kelompok penggunaan baik 23 6 29
alas kaki di sekolah tidak 1 0 1
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,259a 1 ,611
Continuity ,000 1 1,000
Correctionb
Likelihood Ratio ,455 1 ,500
Fisher's Exact Test 1,000 ,800
Linear-by-Linear ,250 1 ,617
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is ,20.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R -,093 ,050 -,493 ,626c
Interval
Ordinal by Spearman -,093 ,050 -,493 ,626c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Adanya ,793 ,659 ,955
cacing atau tidak =
negative
N of Valid Cases 30

Universitas Sumatera Utara


67

Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok kebersihan 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
kuku * Adanya
cacing atau tidak

Kelompok kebersihan kuku * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok kebersihan baik 11 2 13
kuku tidak 13 4 17
baik
Total 24 6 30

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,305a 1 ,580
Continuity ,008 1 ,927
Correctionb
Likelihood Ratio ,312 1 ,577
Fisher's Exact Test ,672 ,469
Linear-by-Linear ,295 1 ,587
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R ,101 ,176 ,537 ,596c
Interval
Ordinal by Spearman ,101 ,176 ,537 ,596c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30

Universitas Sumatera Utara


68

a. Not assuming the null hypothesis.


b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for 1,692 ,259 11,065
Kelompok kebersihan
kuku (baik / tidak
baik)
For cohort Adanya 1,107 ,779 1,572
cacing atau tidak =
negative
For cohort Adanya ,654 ,141 3,038
cacing atau tidak =
positif
N of Valid Cases 30

Crosstabs

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Kelompok personal 30 100,0% 0 ,0% 30 100,0%
hygiene * Adanya
cacing atau tidak

Kelompok personal hygiene * Adanya cacing atau tidak


Crosstabulation
Count
Adanya cacing atau
tidak
negatif positif Total
Kelompok personal baik 17 0 17
hygiene tidak 7 6 13
baik
Total 24 6 30

Universitas Sumatera Utara


69

Chi-Square Tests
Asymp.
Sig. (2- Exact Sig. Exact Sig.
Value df sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,808a 1 ,002
Continuity 7,135 1 ,008
Correctionb
Likelihood Ratio 12,079 1 ,001
Fisher's Exact Test ,003 ,003
Linear-by-Linear 9,481 1 ,002
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count
is 2,60.
b. Computed only for a 2x2 table

Symmetric Measures
Asymp. Approx. Approx.
Value Std. Errora Tb Sig.
Interval by Pearson's R ,572 ,111 3,688 ,001c
Interval
Ordinal by Spearman ,572 ,111 3,688 ,001c
Ordinal Correlation
N of Valid Cases 30
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
c. Based on normal approximation.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort Adanya 1,857 1,123 3,072
cacing atau tidak =
negative
N of Valid Cases 30

Universitas Sumatera Utara


70

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian

Universitas Sumatera Utara


71

Lampiran 4. Surat Selesai Penelitian

Universitas Sumatera Utara


72

Lampiran 5. Surat Selesai Penelitian dari Laboratorium

Universitas Sumatera Utara


73

Lampiran 6. Dokumentasi Peneltian

Gambar 1. Kondisi sekolah

Gambar 2. Proses belajar mengajar di sekolah

Universitas Sumatera Utara


74

Gambar 3. Kondisi kuku siswa

Gambar 4. Kondisi kuku siswa

Universitas Sumatera Utara


75

Gambar 5. Kondisi kuku siswa

Gambar 6. Kondisi dinding sekolah

Universitas Sumatera Utara


76

Gambar 7. Kondisi kamar mandi

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7. Master Data

Nama U J CT CT KT KT AK AK Kuk Sko KJ J Kel Kel Kel Kel Kel AK Kuk


K S R S R S R u r D C CT CT KT KT AK R u
PH CC S R S R S
Nikolas 10 1 50 55 57 50 100 100 70 65 1 0 2 2 2 2 1 1 2
Tania 9 2 62 75 85 78 100 100 70 79 2 2 2 1 1 1 1 1 2
Hiskia 10 2 25 83 85 57 66 100 60 69 1 0 2 1 1 2 2 1 2
Santika 10 2 37 58 71 71 100 100 90 74 1 0 2 2 2 2 1 1 1
Julia 10 2 50 58 71 78 100 100 90 76 2 5 2 2 2 1 1 1 1
Rendi 9 1 37 83 71 50 100 100 80 73 1 0 2 1 1 2 1 1 1
Kesyah 9 2 75 83 85 71 83 100 50 76 2 2 2 1 1 2 1 1 2
Tio 10 2 87 66 85 92 100 100 90 84 1 0 1 2 1 1 1 1 1
Rachel 10 2 87 75 92 78 100 100 70 84 1 0 1 1 2 1 1 1 2
Udin 13 1 50 58 71 64 100 100 70 69 1 0 2 2 2 2 1 1 2
Yesniel 10 1 75 66 78 50 100 100 60 70 1 0 1 2 1 2 1 1 2
SIndy 13 2 87 66 92 85 100 100 90 85 1 0 1 2 1 1 1 1 1
Murni 12 2 37 75 85 78 100 100 70 78 1 0 2 1 1 1 1 1 2
Daniel 9 1 75 58 64 28 66 100 60 64 1 0 1 2 2 2 2 1 2
Siagian
Swardi 9 1 100 75 71 64 83 100 70 76 1 0 1 1 2 2 1 1 2
Nazril 8 1 50 75 78 50 100 100 20 66 2 4 2 1 1 2 1 1 2
Tasya 8 2 50 75 57 50 100 100 30 64 2 1 2 1 2 2 1 1 2
Misna 8 2 37 100 92 42 100 100 60 79 1 0 2 1 1 2 1 1 2
Maria 8 2 50 33 57 35 100 100 80 62 1 0 2 2 2 2 1 1 1
Daniel 10 1 62 75 35 71 100 100 60 67 1 0 2 1 2 2 1 1 2
Nova 10 2 50 58 78 71 100 100 90 76 1 0 2 2 1 2 1 1 1
Aulia

Universitas Sumatera Utara


Yohanna 10 2 50 58 71 78 100 100 90 76 1 0 2 2 2 1 1 1 1
Iklas 10 1 75 83 78 71 100 100 90 84 1 0 1 1 1 2 1 1 1
Raymon 10 1 75 75 42 42 100 100 100 71 2 2 1 1 2 2 1 1 1
d Maruli
SInta 10 2 50 91 85 71 50 100 80 78 1 0 2 1 1 2 2 1 1
Pasca 9 2 87 100 78 100 66 50 70 80 1 0 1 1 1 1 2 2 2
Elsa 8 2 50 66 78 85 100 100 100 82 1 0 2 2 1 1 1 1 1
Tania
Pranata 8 1 50 83 78 64 100 100 60 75 1 0 2 1 1 2 1 1 2
Syahputr
a
AIni 9 2 50 83 57 42 100 100 50 65 1 0 2 1 2 2 1 1 2
Siagian
Matius 10 1 37 58 100 64 100 100 90 78 1 0 2 2 1 2 1 1 1
Febrian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai