Anda di halaman 1dari 115

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT

TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


MULYOREJO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN
DELI SERDANG TAHUN 2017

SKRIPSI

OLEH
ZIRA AZZAHRA
NIM : 131000527

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
MULYOREJO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN
DELI SERDANG TAHUN 2017

Skripsi ini diajukan sebagai


salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH
ZIRA AZZAHRA
NIM : 131000527

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “FAKTOR-

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT

TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

MULIOREJO KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2017” ini beserta seluruh isinya adalah benar hasil karya saya sendiri

dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara tidak

sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas

pernyataan ini saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan

dalam karya saya ini atau klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Medan, Oktober 2017


Yang membuat pernyataan

Zira Azzahra

i
Universitas Sumatera Utara
ii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

TB Paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia.


Jumlah pasien TB Paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah India dan
Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB Paru di dunia.
Tujuan penelitian ini adalah untuk Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi tingginya angka peyakit TB Paru pada Wilayah kerja Puskesmas
Muliorejo.
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan case control.
Populasi penelitian terbagi menjadi populasi kasus yang berjumlah 70 penderita
TB Paru dan populasi kontrol berjumlah masing-masing 25 sampel pada kasus
dan kontrol. Data univariat dianalisis secara deskriptif dan data bivariat dengan uji
Chi-Square pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor host yaitu pendidikan,
pengetahuan, dan sikap ada hubungan dengan kejadian TB Paru dan tidak ada
hubungan dengan pekerjaan dan pendapatan. Pada faktor lingkungan yaitu
kepadatan hunian, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, lantai, dinding rumah
terdapat hubungan antara kejadian TB Paru dan tidak ada hubungan dengan suhu
ruangan.
Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan
fisik dimulai dari pengetahuan yang memadai mengenai keadaan yang baik dan
buruk terhadap lingkungan disekitarnya. Bagi peneliti selanjutnya agar dapat
meneliti faktor-faktor atau variabel lain yang memengaruhi kejadian Tuberkulosis
Paru di wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo.

Kata Kunci : Faktor Host dan Lingkungan, TB Paru

iii
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT

Pulmonary TB is a major public health problem in Indonesia. The number


of Pulmonary TB patients in Indonesia is the 3rd largest after India and China
with the number of patients about 10% of the total number of Pulmonary TB
patients in the world.
The purpose of this study is to know the factors that influence the high
number of pulmonary disease tuberculosis in the working area of Muliorejo
health center.
This type of research was analytical with case control study design. The
population of this study is divided into a population of cases of 70 people with
Pulmonary tuberculosis and control population with 25 samples in case and
control samples. The univariate data were analyzed descriptively and bivariate
data with Chi-Square test at 95% confidence level.
The results showed that the host factor of education, knowledge, and
attitude) had significant relationship with incidence of Pulmonary TB and no
significant relationship with work), and income. In the environmental factors are
dwelling density, lighting, humidity, ventilation, floor, wall, there was a
significant relationship between pulmonary TB incidence and no significant
relationship with temperature.
Efforts to increase public awareness of the physical environment starts from
an adequate knowledge of the good and bad to the surrounding environment. For
the next researcher to be able to examine the factors or other variables that affect
the incidence of Pulmonary Tuberculosis in the work area of Mulyorejo health
centre.

Key words: Host and environmental factors, Pulmonary TB

iv
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, atas berkat dan

anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017”.

sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara. Dalam pelaksanaan penyusunan penulisan ini banyak mengalami

kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun penulis banyak menerima bantuan,

bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum Selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. dr. Taufik Ashar, MKM selaku Ketua Departemen Kesehatan

Lingkungan FKM USU yang telah memberikan saran dan masukan dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan bimbingan, saran

dan petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

v
Universitas Sumatera Utara
5. Ir. Evi Naria, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang juga telah

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan

bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Ir. Indra Chahaya S, Msi selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Dra. Nurmaini, M.K.M, Ph.D selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kakak Dian Afriyanti, selaku staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang

telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan berkas-berkas

penelitian dengan tepat waktu.

9. Dr. Hj. Dina Mardina selaku Kepala Puskesmas Muliorejo yang telah

membantu penulis dalam penelitian ini.

10. Yang teristimewa untuk kedua orang tua tercinta, ayahanda H. Zulham

Effendi dan ibunda Fauziah yang memberikan motivasi dan doa untuk

penulis. Juga kepada adik saya tercinta M. Izhar Khoir dan Zalfa Salwana

yang telah memberi dukungan, dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Teman- teman saya : Julham syahputra,Yoan Fauziah L, Sri Utari, Syahril

hamdi, Shafira Aidilia, Yunda Annisa, Mutia Fadillah, Essy Ayu S yang

telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

12. Sahabat-sahabat seperjuangan saya selama menjalani masa perkuliahan:

Anggi Osyka, Rahmah Zamzami, Annisa Firda Ulfah , Hana, Ruth, Anggi

Sylvia, Puga, Augie, yang banyak memberi semangat, dukungan, doa

vi
Universitas Sumatera Utara
dan berbagi ilmu kepada penulis selama perkuliahan maupun

penyusunan skripsi ini.

13. Teman-teman seperjuangan PBL desa Bengkel : Imam, Tara, Yenni, Rathia

yang telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

14. Teman-teman LKP FKM USU di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota

Medan : Sri Dwi A, Ayu Handayani, Audita Muthia, Wahyu Khairani yang

telah membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

15. Kepada Teman-Teman Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU dan

Teman-Teman Kelas G, yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu

yang telah banyak membantu dan menemani hari-hari penulis.

Dalam penyelesaian skripsi ini, masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun untuk

kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala

kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Medan, Oktober 2017

Zira Azzahra

vii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................... i
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 3
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................... 3
1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5


2.1 Pengertian TB Paru................................................................... 5
2.2 Epidemiologi TB Paru .............................................................. 6
2.3 Penyebab TB Paru .................................................................... 7
2.4 Patogonesis TB Paru................................................................. 8
2.5 Cara Penularan TB Paru ........................................................... 10
2.6 Klasifikasi TB Paru .................................................................. 11
2.7 Gejala TB Paru ......................................................................... 12
2.8 Diagnosis TB Paru .................................................................... 14
2.9 Masa Inkubasi TB Paru ............................................................ 14
2.10Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tingginya Angka
Kejadian TB Paru ..................................................................... 14
2.11Kerangka Konsep ..................................................................... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 22


3.1 Jenis Penelitian ......................................................................... 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 22
3.2.1 Lokasi Penelitian ......................................................... 22
3.2.2 Waktu Penelitan ............................................................ 22
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 22
3.3.1 Populasi ........................................................................ 22
3.3.2 Sampel .......................................................................... 23
3.4 Teknik Pengambilan Sampel .................................................... 25
3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 26
3.5.1 Data Primer ................................................................... 26

viii
Universitas Sumatera Utara
3.5.1 Data Sekunder............................................................... 27
3.6 Defenisi Oprasional .................................................................. 27
3.7 Metode Pengukuran .................................................................. 29
3.8 Metode Analisis Data ............................................................... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN ................................................................... 32


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................ 32
4.2 Karakteristik Responden .......................................................... 33
4.2.1 Jenis Kelamin ............................................................... 33
4.2.2 Umur ............................................................................ 33
4.3 Analisis Univariat ..................................................................... 34
4.3.1 Faktor Host ................................................................... 34
4.3.2 Faktor Lingkungan ....................................................... 40
4.4 Analisis Bivariat ...................................................................... 44
4.4.1 Faktor Host ................................................................... 45
4.4.2 Faktor Lingkungan ....................................................... 48

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................. 53


5.1 Deskripsi Responden ................................................................ 53
5.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian TB Paru .............. 54
5.2.1 Faktor Host ................................................................... 54
5.2.2 Faktor Lingkungan ....................................................... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................ 68


6.1 Kesimpulan ............................................................................... 68
6.2 Saran ......................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 70

LAMPIRAN

ix
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.1 Metode Pengukuran Variabel Independen…................................. 29
Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas
Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................................... 34
Tabel 4.2 Distribusi Pekerjaan Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 34
Tabel 4.3 Distribusi Pendapatan Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 35
Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas
Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................................... 35
Tabel 4.5 Distribusi Sikap Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 36
Tabel 4.6 Distribusi Hunian Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 36
Tabel 4.7 Distribusi Pencahayaan Rumah Responde di puskesmas
Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................................... 37
Tabel 4.8 Distribusi Kelembaban Rumah Responden di Puskesmas
Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................................... 38
Tabel 4.9 Distribusi Ventilasi Rumah Responden di Puskesmas
Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................................... 38
Tabel 4.10 Distribusi Suhu Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 39
Tabel 4.11 Distribusi Lantai Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 39
Tabel 4.12 Distribusi Dinding Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo
Kecamatan Sunggal tahun 2017 .................................................... 40
Tabel 4.13 Distribusi Hubungan Pendidikan dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 41
Tabel 4.14 Distribusi Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 42
Tabel 4.15 Distribusi Hubungan Pendapatan dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 43
Tabel 4.16 Distribusi Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 43
Tabel 4.17 Distribusi Hubungan Sikap dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 44
Tabel 4.18 Distribusi Hubungan Hunian dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 45
Tabel 4.19 Distribusi Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 45
Tabel 4.20 Distribusi Hubungan Kelembaban dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 46
Tabel 4.21 Distribusi Hubungan Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 47

x
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.22 Distribusi Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian TB Paru di
Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ................ 48
Tabel 4.23 Distribusi Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian TB Paru
di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017 ............ 48

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuesioner


Lampiran 2 Lembar Observasi
Lampiran 3 Master Data Surat
Lampiran 4 Output SPSS
Lampiran 5 Izin Penelitian
Lampiran 6 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Puskesmas Muliorejo
Lampiran 7 Hasil Penelitian
Lampiran 8 Dokumentasi

xii
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Zira Azzahra yang dilahirkan pada tanggal 25 Agustus

1995 di Binjai. Beragama Islam, tinggal di jalan Kolonel M Haiyar I No. 12,

Binjai. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Ayahanda

H. Zulham Eff dan Ibunda Fauziah.

Pendidikan formal penulis dimulai di sekolah Taman Kanak-Kanak Tunas

Harapan pada tahun 2000 dan selesai tahun 2001, Sekolah Dasar Taman Siswa

pada tahun 2001 dan selesai tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1

Binjai pada tahun 2007 dan selesai tahun 2010, Sekolah Menengah Atas Negeri 2

Binjai pada tahun 2010 dan selesai tahun 2013, pada tahun 2013 penulis

melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Sumatera Utara Fakultas Kesehatan

Masyarakat Program Studi Kesehatan Lingkungan dan selesai tahun 2017.

xiii
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang

disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ lain. Sumber penularan adalah

penderita TB paru yang dapat menular kepada orang di sekelilingnya terutama

yang melakukan kontak lama. Setiap satu penderita akan menularkan pada 10-15

orang pertahun (Depkes RI, 2015).

Menurut Rye (2016) bahwa ada 22 negara dengan kategori beban tertinggi

terhadap TB paru. Sekitar 80% penderita TB paru di dunia berada pada 22 negara

berkembang dengan angka kematian 3 juta setiap tahunnya dari 9 juta kasus baru

dan secara global angka insidensi penyakit TB Paru meningkat 1% setiap tahun.

Di Indonesia TB Paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat,

jumlah pasien TB Paru di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak setelah India dan

Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB Paru di dunia.

Jumlah penderita TB paru di Indonesia secara nasional pada tahun 2010 adalah

sebesar 302.861 orang. Dimana 183.366 kasus diantaranya adalah menderita BTA

positif. Angka ini cenderung mengalami peningkatan dibandingkan dengan

jumlah penderita TB paru, BTA positif tahun 2008 sebesar 161.741 kasus. Masih

tingginya angka penyakit TB paru di Indonesia di pengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu rendahnya penghasian, tingkat kepadatan penduduk, tingkat pendidikan,

rendahnya pengetahuan kesehatan pada masyarakat, seta sanitasi lingkungan

1
Universitas Sumatera Utara
rumah. Sanitasi lingkungan rumah sangat mempengaruhi keberadaan bakteri

Mycobacterium tuberculosis, dimana bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat

hidup selama 1–2 jam bahkan sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu

tergantung ada tidaknya sinar matahari, ventilasi, kelembaban, suhu, dan

kepadatan penghuni rumah (Muaz, 2014).

Menurut Notoatmodjo (2007), selain faktor sanitasi lingkungan rumah

kejadian penyakit TB paru juga sangat berkaitan dengan perilaku dan jumlah

penghasilan keluarga karena sebagian besar penderita TB paru adalah masyarakat

miskin yang tingkat pendidikan rendah. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian penyakit TB paru di atas, faktor perilaku juga berpengaruh pada

kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk tidak terinfeksi dan tidak

menyebarkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dimulai dari perilaku hidup

sehat dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut menggunakan sapu

tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya pencegahan dini

penyakit TB paru.

TB paru merupakan penyakit lama yang masih tetap ada. Secara umum,

angka penemuan kasus TB paru di Propinsi Sumatera Utara mengalami

peningkatan. Pada tahun 2016 kasus TB paru diperkirakan berkisar 189 penderita.

Berdasarkan data Depkes (2016) ada lima Kabupaten/kota di Sumatera Utara pada

tahun 2016 dengan jumlah penderita terbanyak berdasarkan jumlah penduduk

yaitu Kota Medan sebanyak 2.397 penderita, Pematang Siantar 288, Binjai 260,

Tanjung Balai 150, Tebing Tinggi 145 dan Kabupaten Deli Serdang 1.554

penderita.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis bahwa

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo Kabupaten Deli Serdang merupakan daerah

endemi TB Paru yaitu pada tahun 2011 sampai dengan 2016 terjadi peningkatan

setiap tahunnya, Pada tahun 2016 penderita mencapai 70 penderita.

Dari uraian di atas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-

faktor apa sajakah yang mempengaruhi kejadian penyakit TB Paru pada Wilayah

kerja puskesmas Muliorejo.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan masalah penelitian

ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru di Wilayah

kerja Puskesmas Muliorejo Kelurahan Sei Semayang Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli

Serdang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penykit TB Paru

pada Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh faktor host (pendidikan, pengetahuan,

pekerjaan, pendapatan, dan sikap) dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

2. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan fisik (kepadatan

hunian, pencahayaan, kelembaban, suhu ruangan, ventilasi, dan

Universitas Sumatera Utara


dinding rumah) dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja Puskesmas

Muliorejo.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian bagi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Dinas Kesehatan

Kabupaten Deli Serdang dalam pengendalian dan pencegahan

penyakit TB paru khususnya pada wilayah kerja Puskesmas Muliorejo

Kabupaten Deli Serdang.

2. Manfaat penelitian bagi Puskesmas

Sebagai masukan dan pertimbangan dalam merencanakan program

pencegahan penyakit TB paru khususnya pada ibu rumah tangga di

wilayah kerja Puskesmas Muliorejo pada masa yang akan datang.

3. Manfaat penelitian bagi Masyarakat

Sebagai sumber informasi untuk masyarakat mengenai faktor-faktor

kejadian TB paru.

4. Bagi penelitian bagi Peneliti

Sebagai bahan untuk menambah wawasan dalam penanggulangan TB

paru beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dapat

memperkaya ilmu pengetahuan serta wawasan dan menambah

informasi bagi bidang kesehatan masyarakat terutama di bidang

kesehatan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Penyakit Tuberkulosis Paru

Bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis ini pertama kali ditemukan oleh

Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Penyakit tuberkulosis paru adalah

penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru pada paru-paru kadang disebut

sebagai Koch Pulmonum (KP) (Nizar,2010).

Menurut Kemenkes RI (2010) kuman Mycrobacterium tuberculosis

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke dalam paru-

paru. Kemudian kuman Mycrobacterium tuberculosis dapat menyebar dari paru-

paru ke bagian tubuh lain melalui sistim peredaran darah, sistim saluran limfe,

melalui saluran nafas (bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian

tubuh lainnya.

Penularan penyakit ini dapat terjadi secara langsung dari semprotan

droplet pada waktu bersin, batuk, meludah, menyanyi atau berbicara (biasanya

pada jarak  1 meter), maupun secara tidak langsung melalui dahak penderita

yang mengandung Mycrobacterium tuberculosis yang dibuang sembarangan dan

tercampur dengan partikel debu dalam kondisi tertentu, kuman dihembuskan oleh

angin sehingga terhirup oleh orang lain yang tidak menderita tuberkulosis paru.

Penyakit ini juga dapat menular kepada orang lain melalui orang yang pernah

kontak dengan penderita tuberkulosis paru tetapi orang ini belum menampakkan

gejala klinis tuberkulosis paru pada saat itu (carier) (Aprianto, 2014).

5
Universitas Sumatera Utara
6

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap

asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam

(BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat dormant atau tertidur lama selama beberapa tahun

(Sudoyo, 2009).

2.2 Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Paru

Semua manusia di dunia ini dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru,

orang muda dan tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin dapat menderita

penyakit tuberkulosis paru. Kuman tuberkulosis tidak pernah memilih induk

semangnya dan siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Daya tahan tubuh yang

rendah tidak dapat melawan kuman sehingga kuman akan berkembang (Arif,

2000).

Lebih tinggi dari kematian wanita akibat proses kehamilan dan persalinan

tuberkulosis paru membunuh 100.000 anak setiap tahunnya khusus untuk

Indonesia. Tuberkulosis paru menyerang sebagian besar penderita termasuk dalam

kelompok usia produktif, yaitu antara 20-49 tahun (Aditama, 2002).

Menurut Prihatni (2015), ternyata TB tidak hanya menyerang paru, tetapi

juga dapat menyerang oran tubuh yang lain seperti kulit (TB kulit), tulang (TB

tulang), otak dan syaraf (TB otak dan syaraf), mata (TB mata).

2.3 Penyebab Penyakit Tuberkulosis Paru

Penyakit TB Paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang berbentuk batang berukuran ± 0,3-0,6

Universitas Sumatera Utara


7

dan panjang ± 1-4 µ dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang

Tahan Asam (BTA). Dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok,

bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal

yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Dapat bertahan terhadap

pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam

(BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan

dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob (Bustan, 2002).

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100ºC selama 5-10 menit

atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama

15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan

gelap bisa berbulan-bulan namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran

udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara

bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam

(Widoyono, 2008)

Ada beberapa jenis Mikrobakterium seperti Mycrobacterium bovis,

Mycobacterium kansassi, Mycobacterium aviumdan Mycobacterium nenopi.

Namun yang paling penting adalah Mycobacterium tuberculosis yang

menyebabkan penyakit tuberkulosis dan menyerang paru (Azwar, 1995).

2.4 Patogenesis TB paru

Patogenesis tuberkulosis pada individu imunokompeten yang belum pernah

terpajan berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan

resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitifitas

jaringan terhadap antigen tuberkulosis. Hipersensitifitas jaringan yang destruktif

Universitas Sumatera Utara


8

memunculkan gambaran patologik berupa granuloma perkijuan dan kavitasi

(Kumar, 2007).

TB primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah

terpajan (sehingga tidak pernah tersensitisasi). Pasien usia lanjut maupun

imunosupresi berat dapat mengalami TB primer beberapa kali karena kehilangan

sensitivitas mereka terhadap basil tuberkel. Pada TB primer, organisme berasal

dari luar (eksogen). Manifestasi yang muncul pada perkembangan penyakit dapat

berupa konsolidasi parenkim, atelektasis, limfadenopati, efusi pleura atau pun

miliar (Amin, 2009).

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.

Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem

pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan

menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan

cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,

saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru,

dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai

pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu (Depkes RI, 2015).

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi

tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer

tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas

seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan

perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan

menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan

Universitas Sumatera Utara


9

tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam

beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa

inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,

diperkirakan sekitar 6 bulan (Sudoyo, 2009).

Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan

dingin, karena kuman bersifat dormant artinya kuman dapat bangkit kembali dan

menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob, artinya lebih

menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya yaitu paru-paru. Masa

inkubasi penyakit tuberkulosis paru antara 4-6 minggu (Natalya, 2016).

Patogenesis penyakit atau proses terjadinya penyakit yang telah di jelaskan

sebelumnya di gambarkan dalam teori simpul. Patogenesis atau proses kejadian

penyakit tersebut diuraikan ke dalam 4 simpul, yakni simpul 1 disebut dengan

Agent (sumber penyakit), simpul 2 merupakan media transmisi penyakit, simpul 3

populasi, dan simpul 4 adalah kejadian penyaki, dimana dapat mencakup dua

kemungkinan individu itu sakit atau tidak sakit. Berikut adalah teori simpul

terjadinya penyakit TB paru.

Teori Simpul

Simpul 2 Simpul 3
Media Transmisi: Host: Simpul 4
Simpul 1
Agen: 1. Pencahayaan 1. Umur
Sehat /
Mycobacterium 2. Kelembaban 2. Jenis Kelamin Sakit
tuberculosis 3. Suhu 3. Pendapatan
4. Ventilasi 4. Pendidikan
5. Penderita TB 5. Pekerjaan
Paru 6. pengetahuan

Variabel lain yang


mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara


10

2.5 Cara Penularan

Penularan penyakit TB Paru biasanya melalui udara yang tercemar oleh

Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan/ dikeluarkan oleh si penderita TB

Parusaat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal

dari orang dewasa yang menderita TB Paru. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru

dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang

memiliki daya tahan tubuh rendah), bahkan bakteri ini pula dapat mengalami

penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga

menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran

cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah

organ paru (Burhanudin, 2015).

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka

dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat).

Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri TB Paru ini akan

berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-

sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya

menjadi jaringan paru dan bakteri TB Paru akan menjadi dormant (istirahat).

Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada

pemeriksaan foto rontgen (Laily, 2015).

Masuknya Mikobakterium tuberkulosa kedalam organ paru menyebabkan

infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang

berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru

berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk

Universitas Sumatera Utara


11

jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant)

seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen

(Irnawati, 2016).

2.6 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Paru

Menurut Werdhani (2014), klasifikasi TB Paru terdiri dari :

A. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis Paru adalah tuberkulosis yang menyarang jaringan paru, tidak

termasuk pleura (selaput paru).

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB paru dibagi dalam :

1. Tuberkulosis Paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto roentgen dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

a. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto

roentgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis tidak aktif.

B. Tuberkulosis Ekstra paru

Adalah Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjer limfe, tulang, persendian, kulit,

usus, ginjal, saluran kencing alat kelamin dan lain-lain.

TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya yaitu:

1. TB ekstra paru ringan

Universitas Sumatera Utara


12

Misalnya : TB kelenjer limphe, pleuritis eksudativa unilateral tulang,

sendi, dan kelenjer adrenal.

2. TB ekstra berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudativa dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing

dan alat kelamin.

2.7 Gejala Penyakit TB Paru

Menurut Muaz (2014), gejala penyakit tuberkulosis yang dirasakan penderita

bermacam-macam atau tanpa keluhan sama sekali. Sulitnya mendeteksi dan

menegakkan diagnosa TB Paru adalah disebabkankarenagambaran secara klinis

dari penderita tersebut yang tidak khas, terutama pada kasus-kasus baru.

a. Demam

Biasanya subfebris, menyerupai demam influenza tetapi kadang-kadang

suhunya 40-41˚C. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh

penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.

b. Batuk

Batuk berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi

pasa bronkus, sifat batuk kering(nonproduktif) kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif yang menghasilkan sputum.

c. Sesak napas

Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.

Universitas Sumatera Utara


13

d. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang suah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e. Malaise

Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,

meriang. Keluarnya keringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas.

Pada penderita usia anak-anak apabila tidak menimbulkan gejala, maka

TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC

dewasa

Sekitar 30-50% anak-anak yang terjadi kontak dengan penderita TBC paru

memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang

tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif,

dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Hutari, 2014).

2.8 Diagnosis TB Paru

Berdasarkan Permenkes no. 13 tahun 2013, Apabila seseorang dicurigai

menderita atau tertular penyakit TBC, Maka ada beberapa hal pemeriksaan yang

perlu dilakukan untuk memeberikan diagnosa yang tepat antara lain :

a. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

b. Pemeriksaan fisik secara langsung.

c. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

d. Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

e. Rontgen dada (thorax photo).

f. Uji tuberkulin.

Universitas Sumatera Utara


14

2.9 Masa Inkubasi

Mulai saat masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala adanya lesi

primer atau reaksi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 3-8 minggu.

Resiko menjadi TB Paru setelah terinfeksi primer biasanya pada tahun pertama

dan kedua. Infeksi laten dapat berlangsung seumur hidup (Sarwani, 2012).

2.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingginya Angka Kejadian TB Paru

Ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang mempunyai risiko lebih

besar terkena TB Paru diantaranya adalah faktor umur, pendidikan , pengetahuan,

pekerjaan, jenis kelamin, kontak dengan sumber penularan dan kondisi

lingkungan yang tidak sehat (Manalu, 2010).

Konsep ekologis dari John Gordon menyatakan bahwa terjadinya penyakit

karena adanya ketidak seimbangan antara agent (penyebab penyakit), host

(pejamu), dan environment (lingkungan).

1. Faktor Agent (penyebab penyakit)

Faktor agent yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati, apabila kontak

dengan manusia rentan dalam keadaan yang akan memudahkan terjadinya peroses

penyakit. Yang menjadi agent pada TB Paru adalah kuman Mikobakterium

tuberkulosis.

2. Faktor Host (pejamu)

Faktor pejamu adalah manusia yang terpapar oleh agent. Ada beberapa faktor

yang berkaitan dengan pejamu antara lain usia, jenis kelamin, kebiasaan hidup,

pekerjaan, sosial ekonomi. Faktor tersebut m enjadi penting karena dapat

mempengaruhi resiko untuk terpapar (Bustan, 2002).

Universitas Sumatera Utara


15

Host untuk kuman tuberkulosis paru adalah manusia dan hewan, tetapi host

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah manusia. Beberapa faktor host yang

mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis paru adalah :

a. Pendidikan

Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang, tingkat

pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di bidang

kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat

mempengaruhi lingkungan fisik yang dapat mergikan kesehatan dan

dapat mempengaruhi tingginya kasus TB (Crofton, 2002).

b. Pengetahuan

Pengetahuan penderita yang baik tentang penyakit TB Paru dan

pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, seseorang

yang punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB Paru akan

berupaya untuk mencegah penularannya (Notoatmodjo, 2007).

c. Pendapatan

Sekitar 90% penderit tuberkulosis paru di dunia menyerang kelompok

sosial ekonomi lemah atau miskin. Faktor kemiskinan walaupun tidak

berpengaruh langsung pada kejadian tuberkulosis paru namun dari

beberapa peneliti menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan

yang rendah dengan kejadian tuberkulosis paru dikarenakan

pendapatan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga

kesehatan perindividu dan dalam keluarga (Muaz, 2014).

Universitas Sumatera Utara


16

d. Pekerjaan

Hubungan antara penyakit TB Paru erat kaitannya dengan pekerjaan.

Secara umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi

rendahnya tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan

pekerjaan merupakan penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat

pekerjaan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sebagian besar

penderita TB Paru adalah tidak bekerja(53,8%) (Muaz, 2014).

e. Jenis Kelamin

Menurut jenis kelamin, kasus BTA+ pada laki-laki lebih tinggi

daripada perempuan yaitu hampir 1,5 kali dibandingkan kasus BTA+

pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia

kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan

perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan

terjadi di Sumatera Utara, kasus pada laki-laki dua kali lipat dari kasus

pada perempuan (Kusuma, 2014).

f. Umur

Menurut Depkes RI (2011), kelompok umur, kasus baru yang

ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu

sebesar 21,40% diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,41%

dan pada kelompok umur 45-54 tahun sebesar 19,39%.Sekitar 75%

pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa,

akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal

Universitas Sumatera Utara


17

tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah

tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan

kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.

3. Faktor Lingkungan Fisik

Menurut Fatimah (2008), Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada

di sekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi

kehidupan dan perkembangan manusia. Faktor lingkungan memegang

peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan rumah yang tidak

memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang

memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya.

Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis

yang berpengaruh terhadap kejadian tuberkulosis paru antara lain :

a. Pencahayaan Sinar Matahari

Cahaya matahari selain berguna untuk menerangi ruang juga mempunyai

daya untuk membunuh bakteri. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Koch

(1843-1910). Sinar matahari dapat dimanfaatkan untuk pencegahan

penyakit tuberkulosis paru, dengan mengusahakan masuknya sinar

matahari pagi ke dalam rumah. Cahaya matahari masuk ke dalam rumah

melalui jendela atau genteng kaca. Diutamakan sinar matahari pagi

mengandung sinar ultraviolet yang dapat mematikan kuman. Kuman

tuberkulosis dapat bertahan hidup bertahun-tahun lamanya, dan mati bila

terkena sinar matahari , sabun, lisol, karbol dan panas api. Rumah yang

tidak masuk sinar matahari mempunyai resiko menderita tuberkulosis 3-7

Universitas Sumatera Utara


18

kali dibandingkan dengan rumah yang dimasuki sinar matahari

(Soedarto, 2009).

b. Kelembaban

Kelembaban udara dalam rumah minimal 40% – 70 % dan suhu

ruanganyang ideal antara 180C – 300C. Bila kondisi suhu ruangan

tidakoptimal, misalnya terlalu panas akan berdampak pada cepat

lelahnyasaat bekerja dan tidak cocoknya untuk istirahat. Sebaliknya, bila

kondisinya terlalu dingin akan tidak menyenangkan dan pada orang-orang

tertentu dapat menimbulkan alergi. kelembaban dalam rumah akan

mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme antara lain bakteri

spiroket, ricketsia dan virus. Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke

dalam tubuh melalui udara ,selain itu kelembaban yang tinggi dapat

menyebabkan membran mukosa hidung menjadi kering seingga kurang

efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban udara

yangmeningkat merupakan media yang baik untuk bakteri

mycrobacterium tuberkulosis (Kemenkes RI, 2016).

c. Ventilasi

Menurut Kemenkes RI (2014), Jendela dan lubang ventilasi selain sebagai

tempat keluar masuknyaudara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar,

menjaga aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Menurut

indikator pengawasan rumah, luas ventilasi yang memenuhi syarat

kesehatan adalah ≥ 10% luas lantai rumah dan luas ventilasi yang tidak

memenuhi syarat kesehatan adalah < 10%luas lantai rumah. Luas ventilasi

Universitas Sumatera Utara


19

rumah yang <10% dari luas lantai (tidak memenuhi syarat kesehatan) akan

mengakibatkan berkurangnya konsentrasi oksien dan bertambahnya

konsentrasi karbondioksida yang bersifat racun bagi penghuninya. Di

samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan peningkatan

kelembaban ruangan karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit

dan penyerapan. Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media

yang baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya bakteri-bakteri patogen

termasuk kuman tuberkulosis.

Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan

terhalangnya proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke

dalam rumah, akibatnya kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah

tidak dapat keluar dan ikut terhirup bersama udara pernafan (Korua, 2015).

d. Suhu

Suhu ruangan,yaitu dalam pembuatan rumah harus di usahakan agar

kontruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah

banyak dan kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi

dan terlalu rendah. Untuk itu harus diusahakan agar perbedaan suhu antara

dinding, lantai, atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak

(Suyono, 1985).

Universitas Sumatera Utara


20

2.11 Kerangka Konsep

Faktor Host :

1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Pendapatan
4. Pengetahuan
5. Sikap

Kejadian TB Paru

Faktor Lingkungan :

1. Kepadatan hunian
2. Pencahayaan
3. Kelembaban
4. Ventilasi
5. Suhu ruangan
6. Lantai Rumah
7. Dinding Rumah

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan

pendekatan case control untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

kejadian penyakit TB Paru pada wilayah kerja Puskesmas Muliorejo Kecamatan

Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo Kecamatan

Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini di lakukan pada bulan Agustus 2017 sampai dengan

bulan September 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

1. Populasi Kasus

Populasi kasus adalah penderita TB Paru yang terdaftar dalam catatan

medik dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas di Wilayah kerja

PuskesmasMuliorejo yaitu sejumlah 70 orang.

2. Populasi Kontrol

Populasi kontrol adalah orang yang tidak menderita TB Paru yang

21
Universitas Sumatera Utara
22

terdaftar dalam catatan medik dan bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas

Puskesmas Muliorejo.

3.3.2 Sampel

Penentuan besar sampel menggunakan OR penelitian terdahulu. Rumus

pengambilan sampel dengan rumus sebagai berikut :

Besar sampel dengan tingkat kepercayaan 95% (Zα = 1,96) dan kekuatan

penelitian 80% (Zβ= 0,842) serta berdasarkan nilai OR dan proporsi paparan pada

kelompok kontrol (P2) dari penelitian terdahulu. Rumus pengambilan besar

sempel sebagai berikut:

√ √
( )


=( )

Keterangan:

n = Sampel

= Deviat baku alpha

= Deviat baku beta

P = Proporsi

P1 = Proporsi pada kelompok uji, berisiko, terpajan atau kasus

P2 = Proporsi pada kelompok standar, tidak berisiko, tidak terpajan atau kontrol

R= Odds Ratio (OR)

Q = 1- P

Q2 = 1- P2

Universitas Sumatera Utara


23

√ √ √
( )

Universitas Sumatera Utara


24

√ √
( )

Jumlah sampel minimal yaitu 12 responden dan diambil sampel 25 responden

3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total

sampling dari penderita TB Paru yakni sebanyak 25 penderita TB Paru dan 25

responden yang tidak terkena TB Parudi wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Kriteria inklusi dan eksklusi dari penelitian ini adalah:

1. Kriteria Kasus

a. Inklusi

1. Menderita penyakit TB Paru yang tercatat dalam catatan medik

2. Berusia diatas 20 tahun saat dilakukan penelitian

3. Bertempat tinggal di wilayah kerjaPuskesmasMuliorejo

4. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

b. Eksklusi

1. Tidak berada di tempat pada waktu pengumpulan data atau studi selama

tiga kali berturut-turut

Universitas Sumatera Utara


25

2. Dalam keadaan sakit atau tidak bisa di temui

2. Kriteria Kontrol

a. Inklusi

1. Pasien yang tercatat dalam rekam medik dan tidak menderita TB Paru

2. Memiliki usia, jenis Kelamin yang sama dengan kelompok kasus atau

kriteria kontrol matching dengan kasus

3. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian

b. Eksklusi

1. Tidak berada di tempat pada waktu pengumpulan data atau studi selama

tiga kali berturut-turut

2. Dalam keadaan sakit atau tidak bisa di temui

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diambil dengan melakukan wawancara dan

observasi yaitu melakukan kunjungan ke rumah responden dengan menggunakan

kuisioner untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit

TB Parupada wilayah kerja puskesmas Muliorejo Kecamatan sunggal Kabupaten

Deli Serdang.

3.5.2 Data Sekunder

Metode pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data dan

informasi yang diperlukan melalui catatan-catatan tertulis lainnya yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Metode ini dilakukan melalui:

Universitas Sumatera Utara


26

a. Penelitian keputusan (libarary research) adalah dengan mengumpulkan

sumber yang dimiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi dokumentasi adalah dilakukan dengan menelaah catatan tertulis,

dokumen, dan arsip yang menyangkut masalah yang diteliti yang berhubungan

dengan Wilayah Kerja Puskesmas Muliorejo.

3.6 Defenisi Operasional

1. Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah diperoleh atau yang

didapatkan pada saat wawancara dengan responden.

2. Pekerjaan

Yang dimaksud dengan pekerjaan dalam penelitian ini adalah rutinitas

penderita sehari-hari yang dapat menghasilkan (income).

3. Pendapatan

Tingkat pendapatan yang dimaksud adalah jumlah rata-rata pendapatan menurut

upah.

4. Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman penderita

tentang penyakit TB paru yang mencakup antara lain pengertian penyakit TB

paru, penyebab, gejala utama, cara penularan, pencaharian pengobatan

pencegahan komplikasi TB paru di Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo yang

dinilai dari kemampuan penderita menjawab pertanyaan dalam kuesioner

5. Sikap

Universitas Sumatera Utara


27

Yang dimaksud dengan sikap dalam penelitian ini adalah tindakan atau prilaku

responden dalam mengatasi atau mampu melaksanakan penanggulangan penyakit

TB Paru.

6. Kepadatan hunian

Yang dimaksud kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah hasil perhitungan

terhadap rasio luas ruangan dalam rumah dengan jumlah penghuni dengan

minimal 10 /orang.

7. Pencahayaan

Yang dimaksud dengan pencahayaan adalah penerangan yang berasal dari sinar

matahari dalam rumah dan diukur dengan menggunakan lux meter

8. Kelembaban

Yang dimaksud dengan kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung

dalam udara di dalam rumah dan diukur dengan menggunakan higrometer.

9. Ventilasi

Adalah presentase luas bidang ventilasi tetap dan lubang ventilasi tidak tetap dari

luas lantai yaitu 10% dari luas ruangan.

10. Suhu Ruangan

Suhu adalah Tempratur udara 18-30˚C dari dalam ruangan diukur dengan

menggunakan Thermometer.

11. Lantai Rumah

Yang dimaksud dengan lantai dalam penelitian ini adalah Jenis lantai yang kedap

dan mudah dibersihkan.

12. Dinding Rumah

Universitas Sumatera Utara


28

Yang dimaksud dengan dinding rumah dalam penelitian ini adalah kontruksi

bangunan rumah yang menunjukkan keadaan rumah berdasarkan jenis bangunan

dan bahan yang paling baik.

3.7 Metode Pengukuran

Tabel 3.1 Metode pengukuran variabel independent

No. Variabel Skala Hasil


1. Pendidikan Ordinal 0 = Rendah (SMP-SMA)
1 = Tinggi (Perguruan Tinggi)
2. Pengetahuan Ordinal 0 = Buruk / kurang (bila jawaban benar
≤75%)
1 = Baik (bila jawaban benar >75%)
3. Pekerjaan Nominal 0 = Tidak Bekerja
1 = Bekerja
4. Pendapatan Ordinal 0 = Rendah (bila ≤ 1.5 juta/ bulan)
1= Tinggi (bila > 1.5 juta/ bulan)
5. Sikap Nominal 0 = Buruk / kurang (bila jawaban benar
≤ 75%)
1 = Baik (bila jawaban benar >75%)
6. Kepadatan Ordinal 0 = Tidak memenuhi syarat (bila ≤ 10 m2/
hunian orang)
1 = Memenuhi Syarat (bila >10 m2/
orang)
7. Pencahayaan Nominal 0 = Gelap (bila memerlukan alat
penerangan untuk membaca pada
siang hari di dalam rumah)
1 = Terang (bila tidak memerlukan alat
penerangan untuk membaca pada
siang hari di dalam rumah)
8. Kelembaban Nominal 0 = Tidak memenuhi syarat (bila
kelembaban <40% atau >70%)
1 = Memenuhi syarat (kelembaban 40% -
70%)
9. Ventilasi Nominal 0 = Tidak memenuhi syarat (bila luas
jendela dan lubang hawa <10% luas
lantai kamar tidur)
1= Memenuhi syarat (bila luas jendela

Universitas Sumatera Utara


29

dan lubang hawa ≥10% luas lantai


kamar tidur
10. Suhu Nominal 0 = Tidak memenuhi syarat (bila <18˚C-
>30 ˚C)
1 = Memenuhi syarat (bila 18 ˚C-30˚C)
11. Lantai Observasi 0 = Tidak memenuhi syarat (bila lantai dari
tanah)
1 = Memenuhi syarat (bila lantai dari
semen atau keramik)
12. Dinding Nominal 0 = Tidak memenuhi syarat (bila dinding
rumah terbuat dari anyaman bambu
atau papan
1 = Memenuhi syarat (bila dinding rumah
terbuat dari pasangan batu bata yang
diplaster
3.8 Metode Analisis Data

Data yang diperoleh dari secara manual dan dilanjutkan dengan komputer,

dengan tahapan editing, coding, dan entry data. Data dianalisis secara analitik dan

analisis statistik dengan menggunakan chisquare test pada tingkat kepercayaan

95%.Hasil lembar observasi dan lembar kuisioner akan diolah dan disajikan

kedalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

a. Analisis Univariat

Analisis Univariat dimaksudkan untuk melihat gambaran distribusi

frekuensi dari tiap variabel.

b. Analisis Bivariat

Variabel independen dan variabel dependen menggunakan uji statistik

Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05). Hubungan dikatakan

bermakna apabila P<0,05 dan melihat nilai Odds Ratio (OR) untuk

memperkirakan resiko masing-masing variabel yang diselidiki. Data diambil

Universitas Sumatera Utara


30

berdasarkan kunjungan langsung peneliti dengan menggunakan kuesioner dengan

wawancara serta pengamatan langsung.

Interpretasi nilai Odds Ratio (OR) menurut Hastano (2001) adalah :

OR >1 : Merupakan faktor resiko

OR =1 : Bukan merupakan faktor resiko.

OR <1 : Merupakan faktor resiko protektif

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Muliorejo merupakan salah satu Puskesmas yang berada di

Kecamatan Sunggal. Puskesmas ini merupakan salah satu Puskesmas yang

terletak di daerah dataran rendah. Secara geografis Puskesmas Muliorejo

mempunyai luas wilayah 29.19.7 Ha km2 yang merupakan wilayah Puskesmas

Muliorejo dan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kecamatan Hamparan Perak

2. Sebelah Selatan : Kabupaten Pancur Batu

3. Sebelah Barat : Kota Binjai

4. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Sunggal

Wilayah Puskesmas Muliorejo merupakan daerah industri dimana

sebagian besar wilayah banyak di padati pabrik-pabrik dan beriklim Panas dan

daerahnya tandai (dataran rendah) dengan ketinggian 20 s/d 40 m di atas

permukaan laut dengan di pengaruhi iklim musim kemarau dan penghujan.

Puskesmas Mulyorejo terdiri dari 7 desa dan 23 dusun.

Jumlah penduduk Puskesmas Muliorejo berjumlah 139.668 Jiwa dengan

rincian 70.341 jiwa yang berjenis kelamin laki-laki dan 69.327 jiwa Perempuan.

Rasio jenis kelamin adalah perbandingan banyaknya penduduk laki-laki dengan

banyaknya penduduk perempuan pada suatu daerah dalam waktu tertentu.

4.2 Karaketeristik Responden

Jumlah responden yang diteliti adalah 50 responden, yang terdiri dri 25

31
Universitas Sumatera Utara
32

responden kasus, dan 25 responden kontrol.

4.2.1 Jenis Kelamin

Sebaran frekuensi jenis kelamin pada Penderita Tuberkulosis Paru dengan

yang bukan penderita TB Paru sama karena dalam penelitian ini dilakukan proses

matching menurut umur dan jenis kelamin. Sebaran jenis kelamin dari 50

responden yang diteliti.

4.2.2 Umur

Pada penelitian ini juga dilakukan proses matching berdasarkan umur

antara penderita TB Paru dengan yang bukan penderita TB Paru. Rata-rata umur

responden kasus dan kontrol TB Paru adalah 37 tahun. Umur termuda adalah 20

tahun dan umur tertua adalah 64 tahun.

4.3 Hasil Analisis Univariat


Analisis univariat adalah untuk melihat distribusi dari masing-masing

variabel. Variabel-variabel yang akan dianalisis dalam uji univariat yaitu faktor

host (pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengetahuan dan sikap), dan faktor

lingkungan (kepadatan hunian, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, suhu

ruangan, lantai rumah, dan dinding rumah).

4.3.1 Faktor Host

4.3.1.1 Tingkat Pendidikan

Sebaran distribusi frekuensi responden menurut Tingkat Pendidikan yang

diteliti dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden di Puskesmas


Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pendidikan
n % n % n %

Universitas Sumatera Utara


33

Rendah (SMP-SMA) 21 84 11 44 32 64
Tinggi (Perguruan
4 16 14 56 18 36
Tinggi)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan responden TB Paru

pada kasus yang terbanyak pada pendidikan rendah yaitu 21 responden (84%) dan

pendidikan yang tinggi hanya 4 responden (16%), sedangkan pada kontrol yang

terbanyak pada pendidikan yang tinggi yaitu 14 responden (56%) dan pendidikan

rendah 11 responden (44%).

4.3.1.2 Pekerjaan

Sebaran distribusi frekuensi responden menurut pekerjaan yang diteliti

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Pekerjaan Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pekerjaan
n % n % n %
Tidak Bekerja 7 28 10 40 17 34
Bekerja (buruh,
18 72 15 60 33 66
wiraswasta, IRT, PNS)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki pekerjaan yaitu 18 responden (72%) dan yang

tidak bekerja hanya 7 responden (28%), sedangkan pada kontrol yang memiliki

pekerjaan yaitu 15 responden (60%) dan yang tidak bekerja ada 10 responden

(40%).

4.3.1.3 Pendapatan

Sebaran distribusi frekuensi responden menurut pendapatan yang diteliti

dapat dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara


34

Tabel 4.3 Distribusi Pendapatan Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pendapatan
n % n % n %
Rendah(≤1.500.000) 16 64 13 52 29 58
Tinggi(>1.500.000) 9 36 12 48 21 42
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki pendapatan rendah yaitu sebanyak 16

responden (64%) dan yang berpendapatan tinggi hanya 9 responden (36%),

sedangkan pada kontrol yang memiliki pendapatan tinggi sebanyak 12 responden

(48%) dan yang memiliki pendapatan rendah sebanyak 13 responden (52%).

4.3.1.4 Tingkat Pengetahuan

Sebaran distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pengetahuan responden

tentang penyakit TB Paru yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden tentang Penyakit TB


Paru di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pengetahuan
n % n % n %
Kurang Baik 22 88 9 36 31 62
Baik 3 12 16 64 19 38
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden TB

Paru pada kasus yang terbanyak pada pengetahuan kurang baik yaitu ada

sebanyak 22 responden (88%) dan yang memiliki pengetahuan baik hanya ada 3

responden (12%), sedangkan pada kontrol yang terbanyak adalah pengetahuan

baik yaitu ada16responden dan yang memiliki pengetahuan kurang baik ada

sebanyak 9 orang (36%).

4.3.1.5 Sikap

Universitas Sumatera Utara


35

Sebaran distribusi frekuensi berdasarkan sikap responden yang diteliti

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Sikap Responden tentang Penyakit TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pengetahuan
n % n % n %
Kurang Baik 16 64 6 24 22 44
Baik 9 36 19 76 28 56
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa tingkat sikap responden TB Paru pada

kasus yang terbanyak pada sikap kurang baik yaitu ada sebanyak 16 responden

(64%) dan yang memiliki sikap baik hanya ada 9 responden (36%), sedangkan

pada kontrol yang terbanyak adalah sikap baik yaitu ada 19 responden (76%) dan

yang memiliki sikap kurang baik ada sebanyak 6 orang (24%).

4.3.2 Faktor Lingkungan

4.3.2.1 Kepadatan Hunian

Sebaran distribusi frekuensi keadaan kepadatan hunian di dalam rumah

responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Distribusi Hunian Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Hunian
n % n % n %
Tidak Memenuhi
18 72 9 36 27 54
Syarat(≤10m2/ orang)
Memenuhi Syarat (>10
7 28 16 64 23 46
m2/ orang)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.6 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki kondisi hunian rumah yang tidak memenuhi

syarat ada sebanyak 18 rumah responden (72%) dan yang memiliki hunian yang

Universitas Sumatera Utara


36

memenuhi syarat hanya ada 7 rumah responden (28%), sedangkan pada kontrol

lebih banyak memiliki kondisi hunian yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 16

responden (64%) dan yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 9 responden

(36%).

4.3.2.2 Pencahayaan

Sebaran distribusi frekuensi keadaan pencahayaan di dalam rumah

responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Pencahayaan Rumah Responden di Puskesmas


Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Pencahayaan
n % n % n %
Memenuhi Syarat (<60
16 64 6 24 22 44
lux)
Tidak Memenuhi Syarat
9 36 19 76 28 56
(60 lux)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.7 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki kondisi pencahayaan rumah yang gelap yaitu

ada sebanyak 16 rumah responden (64%) dan yang memiliki pencahayaan terang

hanya ada 9 rumah responden (36%), sedangkan pada kontrol lebih banyak

memiliki sss kondisi pencahayaan rumah yang terang yaitu sebanyak 19

responden (76%) dan yang memiliki kondisi pencahayaan gelap ada sebanyak 6

responden (24%).

4.3.2.3 Kelembaban

Sebaran distribusi frekuensi keadaan kelembaban di dalam rumah

responden yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Universitas Sumatera Utara


37

Tabel 4.8 Distribusi Kelembaban Rumah Responden di Puskesmas


Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Lembab
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat
20 80 9 36 29 58
(<40 &>70)
Memenuhi Syarat (40-
5 20 16 64 21 42
70)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.8 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki kelembaban rumah yang tidak memenuhi

syarat yaitu ada sebanyak 20 rumah responden (80%) dan yang memenuhi syarat

hanya ada 5 rumah responden (20%), sedangkan pada kontrol lebih banyak

memiliki kelembaban rumah yang memenuhi syarat yaitu sebanyak 16 responden

(64%) dan yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 9 responden (36%).

4.3.2.4 Ventilasi

Sebaran distribusi frekuensi keadaan ventilasi di dalam rumah responden

yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.9 Distribusi Ventilasi Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Ventilasi
n % n % n %
Tidak Memenuhi
25 100 0 0 25 50
Syarat(<10% luas lantai)
Memenuhi Syarat (≥10%
0 0 25 100 25 50
luas lantai)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.9 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak keseluruhannya tidak memenuhi syarat yaitu ada sebanyak 25 rumah

Universitas Sumatera Utara


38

responden (50%) sedangkan pada kontrol keseluruhannya memiliki kondisi

ventilasi yang memenuhi syarat yaitu 25 rumah responden (50%).

4.3.2.5 Suhu

Sebaran distribusi frekuensi berdasarkan suhu rumah responden yang

diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.10 Distribusi Suhu Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Suhu
n % n % n %
Memenuhi Syarat (18˚C-
25 100 25 100 50 100
30˚C)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.10 dapat dilihat bahwa kasus dan kontrol memiliki suhu

rumah yang memenuhi syarat yaitu 25 responden (100%)

4.3.2.6 Lantai

Sebaran distribusi frekuensi keadaan lantai di dalam rumah responden

yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.11 Distribusi Lantai Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Lantai
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat
16 64 8 32 24 48
(tanah atau semen)
Memenuhi Syarat ( di
9 36 17 68 26 52
plaster atau kramik)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.11 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki kondisi lantai rumah yang tidak memenuhi

syarat ada sebanyak 16 rumah responden (64%) dan yang memiliki kondisi lantai

yang memenuhi syarat hanya ada 9 rumah responden (36%), sedangkan pada

Universitas Sumatera Utara


39

kontrol lebih banyak memiliki kondisi lantai yang memenuhi syarat yaitu

sebanyak 17 responden (68%) dan yang tidak memenuhi syarat ada sebanyak 8

responden (32%).

4.3.2.7 Dinding

Sebaran distribusi frekuensi keadaan dinding di rumah responden yang

diteliti dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.12 Distribusi Dinding Rumah Responden di Puskesmas Muliorejo


Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kasus Kontrol Total
Dinding
n % n % n %
Tidak Memenuhi Syarat
24 96 0 0 24 48
(anyaman bambu/ papan)
Memenuhi Syarat
(pasangan batu bata yang 1 4 25 100 26 52
diplaster)
Jumlah 25 100 25 100 50 100
Pada tabel 4.12 dapat dilihat bahwa responden TB Paru pada kasus yang

terbanyak pada umumnya memiliki kondisi dinding rumah yang tidak memenuhi

syarat ada sebanyak 24 rumah responden (96%) dan yang memenuhi syarat

hanya ada 1 rumah responden (4%), sedangkan pada kontrol semua responden

sebanyak 25 orang memiliki dinding rumah yang memenuhi syarat (100%).

4.4 Hasil Analisa Bivariat

Analisis bivariat adalah untuk melihat hubungan dari masing-masing

variabel independen. Variabel independen antara lain faktor host (pendidikan,

pekerjaan, pendapatan, pengetahuan, dan sikap), dan faktor lingkungan

(kepadatan hunian, pencahayaan, kelembaban, ventilasi, suhu ruangan, lantai

rumah, dinding rumah).

Universitas Sumatera Utara


40

Berdasarkan hasil analisis bivariat bahwa pada faktor lingkungan (suhu

ruangan) tidak ada hubungan dengan kejadian TB Paru karena nilai Odds Ratio

(OR), Confidence Interval (CI), dan Chic Square tidak dikeluarkan.

4.4.1 Faktor Host

4.4.1.1 Hubungan Pendidikan dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari pendidikan kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah responden berpendidikan rendah adalah 64 %

sedangkan yang pendidikan tinggi hanya 36%. Responden yang berpendidikan

rendah terdapat pada kasus yaitu 24% responden dan pada kontrol 22%

responden.

Tabel 4.13 Distribusi Hubungan Pendidikan dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Pendidikan Kontrol Kasus OR Cl P
n % n % n %

Rendah 11 22 21 24 32 64

0,040-
Tinggi 28 4 8 18 36 0,15 0,008
14 0,565

Jumlah 25 50 25 50 50 100

Berdasarkan tabel 4.13 didapatkan nilai Odds ratio 0,150 CI: 95% (0,040-

0,565) yang artinya responden yang berpendidikan rendah akan beresiko

menderita TB Paru sebesar 0,150 kali dibandingkan dengan responden yang

berpendidikan tinggi. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,008), maka

terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.1.2 Hubungan Pekerjaan dengan kejadian TB Paru

Universitas Sumatera Utara


41

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari pekerjaan kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah yang bekerja sebanyak 65,3 % sedangkan yang

tidak bekerja hanya 34,7%. Responden yang tidak bekerja terdapat pada kontrol

yaitu 20,4% responden dan pada kasus yaitu 14,3% responden.

Tabel 4.14 Distribusi Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Pekerjaan Kontrol Kasus OR Cl P
n % n % n %
Tidak
10 20,4 7 14,3 17 34,7
Bekerja
0,464 -
1,54 0,686
Bekerja 15 28,6 18 36,7 33 65,3 5,133

Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.14 didapatkan nilai Odds ratio 1,54 CI: 95% (0,464

5,133) yang artinya responden yang tidak bekerja 1,54 kali lebih beresiko

menderita TB Paru dibandingkan dengan responden yang yang bekerja. . Hasil uji

statistic diperoleh nilai p >0,05 (p=0,686), maka terdapat tidak terdapat hubungan

yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja

Puskesmas Muliorejo.

4.4.1.3 Hubungan Pendapatan dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari pendapatan kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah responden berpendapatan rendah adalah 58 %

sedangkan yang pendaptan tinggi hanya 42%. Responden yang memiliki

pendapatan rendah terdapat pada kasus yaitu 32% responden dan pada kontrol

18%.

Universitas Sumatera Utara


42

Tabel 4.15 Distribusi Hubungan Pendapatan dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Pendapat Total OR Cl P
Kontrol Kasus
an
n % n % n %
Rendah 13 26 16 32 29 58
0,196-
Tinggi 12 24 9 18 21 42 0,609 0,567
1,891
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.15 didapatkan nilai Odds ratio 0,609 CI: 95% (0,196-

1,891) yang artinya responden yang berpendapatan rendah akan beresiko

menderita TB Paru sebesar 0,609 kali dibandingkan dengan responden yang

berpendapatan tinggi. Hasil uji statistik diperoleh nilai p >0,05 (p=0,567), maka

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan kejadian TB

Paru di Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.1.4 Hubungan Pengetahuan Responden dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari pengetahuan responden

kasus dan kontrol yang terbanyak adalah kurang baik 62% sedangkan yang baik

hanya ada sebanyak 38%. Responden yang memiliki pengetahuan kurang baik

terdapat pada kasus yaitu 44% dan pada kontrol 18% .

Tabel 4.16 Distribusi Hubungan Pengetahuan Responden dengan Kejadian


TB Paru di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Pengetahuan Kontrol Kasus OR Cl P value

n % n % n %
Kurang Baik 9 18 22 44 31 62
0,018-
Baik 16 32 3 6 19 38 0,077 0,0001
0,329
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.16 didapatkan nilai Odds ratio 0,077 CI: 95% (0,018-

0,329) yang artinya responden yang berpengetahuan kurang baik akan beresiko

menderita TB Paru sebesar 0,077 kali dibandingkan dengan responden yang

Universitas Sumatera Utara


43

memiliki pengetahuan baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p= 0,0001),

maka terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kejadian TB

Paru di Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.1.5 Hubungan Sikap Responden dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari sikap responden kasus

dan kontrol yang terbanyak adalah baik 56% sedangkan yang tidak baik ada

sebanyak 44%. Responden yang memiliki sikap kurang baik terdapat pada kasus

yaitu 32% dan pada kontrol 12% .

Tabel 4.17 Distribusi Hubungan Sikap Responden dengan Kejadian TB


Paru di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Sikap Kontrol Kasus OR Cl P value
n % n % n %
Kurang
6 12 16 32 22 44
Baik
0,178 0,052-0,607 0,010
Baik 19 38 9 18 28 56
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.17 didapatkan nilai Odds ratio 0,178 CI: 95% (00,052-

0,607) yang artinya responden yang sikapnya kurang baik akan beresiko menderita

TB Paru sebesar 0,178 kali dibandingkan dengan responden yang memiliki sikap

baik. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,010), maka terdapat hubungan

yang bermakna antara sikap dengan kejadian TB Paru di Wilayah kerja

Puskesmas Muliorejo.

4.4.2 Faktor Lingkungan

4.4.2.1 Hubungan Kepadatan Hunian dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari kepadatan hunian kasus

dan kontrol yang terbanyak adalah tidak memenuhi syarat adalah 54 % sedangkan

yang memenuhi syarat hanya 46%. Responden yang memiliki rumah yang hunian

Universitas Sumatera Utara


44

tidak memenuhi syarat terdapat pada kasus yaitu 36% responden dan pada kontrol

18% responden.

Tabel 4.18 Distribusi Hubungan Hunian dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Kepadatan Hunian Kontrol Kasus OR Cl P value
n % n % n %
Tidak Memenuhi
9 18 18 36 27 54
Syarat
0,219 0,066-0,723 0,023
Memenuhi Syarat 16 32 7 14 23 46
Jumlah 25 50 25 50 50 100

Berdasarkan tabel 4.18 didapatkan nilai Odds ratio 0,219 CI: 95% (0,066-

0,723) yang artinya responden yang memiliki rumah dengan kondisi hunian yang

tidak memenuhi syarat akan beresiko menderita TB Paru sebesar 0,219 kali

dibandingkan dengan responden yang memilki rumah dengan hunian yang

memenuhi syarat. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p= 0,023), maka

terdapat hubungan yang bermakna antara hunian dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.2.2 Hubungan Pencahayaan dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari pencahayaan kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah memenuhi syarat (terang) adalah 56 % sedangkan

yang tidak memenuhi syarat (gelap) hanya 44%. Responden yang memiliki rumah

yang pencahayaan gelap terdapat pada kasus yaitu 32% responden dan pada

kontrol 12% responden.

Tabel 4.19 Distribusi Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Cahaya Kontrol Kasus OR Cl P value

n % n % n %
Gelap 6 12 16 32 22 44
0,178 0,052-0,607 0,010
Terang 19 38 9 18 28 56

Universitas Sumatera Utara


45

Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.19 didapatkan nilai Odds ratio 0,178CI: 95% (0,052-

0,607) yang artinya responden yang memiliki rumah dengan kondisi

pencahayaangelap akan beresiko menderita TB Paru sebesar 0,178 kali

dibandingkan dengan responden yang memilki rumah dengan pencahayaan

terang. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,010), maka terdapat

hubungan yang bermakna antara pencahayaan dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.2.3 Hubungan Kelembaban dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari kelembaban kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah tidak memenuhi syarat adalah 58 % sedangkan

yang memenuhi syarat hanya 42%. Responden yang memiliki rumah yang

kelembabannya tidak memenuhi syarat terdapat pada kasus yaitu 40% responden

dan pada kontrol 18% responden.

Tabel 4.20 Distribusi Hubungan Kelembaban dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Kelembaban Kontrol Kasus OR Cl P value

n % n % n %
Tidak Memenuhi
9 18 20 40 29 58
Syarat 0,039-
0,141 0,004
Memenuhi syarat 16 32 5 10 21 42 0,504
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.20 didapatkan nilai Odds ratio 0,141CI: 95% (0,039-

0,504) yang artinya responden yang memiliki rumah dengan kondisi kelembaban

tidak memenuhi syarat akan beresiko menderita TB Paru sebesar 0,141 kali

dibandingkan dengan responden yang memilki rumah dengan kelembaban

memenuhi syarat. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,004), maka

Universitas Sumatera Utara


46

terdapat hubungan yang bermakna antara kelembaban dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.2.4 Hubungan Ventilasi dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari ventilasi kasus dan

kontrol memiliki nilai yang sama yaitu 50%. Responden yang memiliki rumah

yang ventilasi tidak memenuhi syarat terdapat pada kasus yaitu 50% responden

dan pada kontrol 0% responden (tidak ada sama sekali).

Tabel 4.21 Distribusi Hubungan Ventilasi dengan Kejadian TB Paru di


Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Ventilasi Kontrol Kasus OR Cl P value
n % n % n %
Tidak Memenuhi
0 0 25 50 25 50
Syarat
- - 0,0001
Memenuhi Syarat 25 50 0 0 25 50
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.21 didapatkan nilai Odds ratio maupun nilai Confidence

Interval. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,0001), maka terdapat

hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan kejadian TB Paru di Wilayah

kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.2.5 Hubungan Lantai dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari lantai rumah kasus dan

kontrol yang terbanyak adalah memenuhi syarat adalah 52% sedangkan yang

tidak memenuhi syarat sebanyak 48%. Responden yang memiliki rumah dengan

kondisi lantai tidak memenuhi syarat terdapat pada kasus yaitu 32% responden

dan pada kontrol 16% responden.

Universitas Sumatera Utara


47

Tabel 4.22 Distribusi Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian TB Paru


di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Lantai Kontrol Kasus OR Cl P value

n % n % n %
Tidak Memenuhi
8 16 16 32 24 48
Syarat 0,082-
0,265 0,048
Memenuhi Syarat 17 34 9 18 26 52 0,854
Jumlah 25 50 25 50 50 100
Berdasarkan tabel 4.22 didapatkan nilai Odds ratio 0,265 CI: 95% (0,082-

0,854) yang artinya responden yang memiliki rumah dengan kondisi lantai yang

tidak memenuhi syarat akan beresiko menderita TB Paru sebesar 0,219 kali

dibandingkan dengan responden yang memilki rumah dengan kondisi lantai yang

memenuhi syarat. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,023), maka

terdapat hubungan yang bermakna antara lantai dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

4.4.2.6 Hubungan Dinding Rumah dengan kejadian TB Paru

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari dinding rumah kasus

dan kontrol yang terbanyak adalah memenuhi syarat adalah 52% sedangkan yang

tidak memenuhi syarat sebanyak 48%. Responden yang memiliki rumah dengan

kondisi dinding tidak memenuhi syarat terdapat pada kasus yaitu 48% responden

dan pada kontrol 0% responden (tidak ada sama sekali).

Tabel 4.23 Distribusi Hubungan Dinding Rumah dengan Kejadian TB Paru


di Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal tahun 2017
Kejadian TB Paru
Total
Dinding Kontrol Kasus OR Cl P value

n % n % n %
Tidak Memenuhi
0 0 24 48 24 48
Syarat
- - 0,0001
Memenuhi Syarat 25 50 1 2 26 52
Jumlah 25 50 25 50 50 100

Universitas Sumatera Utara


48

Berdasarkan tabel 4.23 didapatkan nilai Odds ratio maupun nilai Confidence

Interval. Hasil uji statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,0001), maka terdapat

hubungan yang bermakna antara dinding rumah dengan kejadian TB Paru di

Wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Muliorejo.

5.2 Faktor Host

5.2.1 Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian tentang pendidikan responden terdapat total pendidikan

rendah sebanyak 64% dan pendidikan tinggi 36%, responden yang pendidikan

rendah paling banyak terdapat pada kasus yaitu 24%, sedangkan pada kontrol

hanya 22%. Hasil uji statistik didapat nilai p<0,05 (p=0,008) yang berarti terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden dengan kejadian

TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Penelitian Ruswanto (2010), tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan

pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai

perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang akan

mempengaruhi jenis pekerjaannya.

Penelitian diatas dapat dilihat kesamaan bahwa pendidikan mempunyai

hubungan yang bermakna dengan kejadian TB Paru. Bila seseorang memiliki

tingkat pengetahuan rendah memungkinkan orang tersebut tidak mengetahui apa

itu penyakit TB Paru, gejalanya seperti apa dan cara pengobatan bila tertular

bagaimana. Berarti ini merupakan faktor resiko untuk timbulnya TB Paru karena

49
Universitas Sumatera Utara
50

responden kurang memiliki pendidikan dalam mencegah dan menanggulangi

penyebaran penyakit TB Paru, sehingga mereka tidak waspada dan hati-hati

terhadap faktor-faktor resiko penularan TB Paru.

5.2.2 Pekerjaan

Hasil penelitian tentang pekerjaan responden terdapat total responden yang

tidak bekerja adalah 65,3 % dan yang bekerja yaitu 34,7%, responden yang tidak

bekerja paling banyak terdapat pada kelompok kontrol yaitu 20,4% dan kasus

14,3%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p>0,05 (p=0,686), maka tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan kejadian TB Paru di wilayah

kerja Puskesmas Mulyorejo.

Menurut penelitian Adiatama (2000), Jenis pekerjaan seseorang juga

berpengaruh terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak

terhadap pola 16 hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan

kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah Upah

Minimum Rata-rata (UMR) akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang

tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai

status nutrisi dan gizi yang kurang yang akan memudahkan untuk terkena

penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan

mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak

memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan

penyakit TB Paru

Universitas Sumatera Utara


51

Penelitian diatas tidak terdapat kesamaan yaitu responden yang tidak

bekerja memilki resiko lebih tinggi terkena TB Paru di bandingkan dengan orang

yang memilki pekerjaan. Hal ini mungkin terjadi karena adanya faktor lingkungan

yang ada di dalam rumah yang lebih mempengaruhi responden tertular TB Paru.

Jadi dalam penelitian yang dilakukan di wilayah Kerja Puskemas Mulyorejo

pekerjaan bukan merupakan faktor resiko bagi kejadian TB Paru.

5.2.3 Pendapatan

Hasil penelitian tentang pendapatan responden di dapat total pendapatan

rendah adalah 58% dan pendapatan tinggi yaitu 42%, pendapatan rendah

responden yang paling banyak terdapat pada kasus yaitu 32% sedangkan pada

kontrol hanya 26%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p >0,05 (p=0,567), maka

tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan dengan kejadian TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan

sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan

pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam

memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi.

Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang

menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru. Faktor ekonomi,

keadaan sosial ekonomi yang rendah pada umumnya berkaitan erat dengan

berbagai masalah kesehatan karena ketidakmampuan dalam mengatasi masalah

kesehatan. Masalah kemiskinan akan sangat mengurangi kemampuan masyarakat

Universitas Sumatera Utara


52

untuk memenuhi kebutuhan gizi, pemukiman dan lingkungan sehat, jelas semua

ini akan mudah menumbuhkan penyakit tuberkulosis (Darmanto, 2007).

Menurut Pertiwi (2004), orang yang memiliki penghasilan yang rendah

memiliki risiko 2 sampai 4 kali untuk menderita penyakit TB Paru dibandingkan

dengan orang yang memiliki penghasilan yang tinggi. Hasil penelitian Mahfudin

(2006), juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian

TB paru BTA positif salah satunya adalah pendapatan perkapita dengan OR

2,145.

Penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu sama-sama bermakna antara

pendapatan dengan kejadian TB Paru. Ini membuktikan bahwa pendapatan yang

rendah merupakan faktor resiko untuk terjadinya penularan TB Paru. Tingkat

pendapatan yang rendah menyebabkan tidak terpenuhinya asupan gizi yang

seimbang untuk di konsumsi setiap hari nya terlebih lagi pada saat sistem imun

manusia sedang turun, semakin mempercepat kejadian penularan tersebut. Jadi

dalam penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskemas Muliorejo pendapatan

bukan merupakan faktor resiko bagi kejadian TB Paru.

5.2.4 Pengetahuan

Hasil penelitian ini persentase responden yang paling banyak memiliki

pengetahuan rendah terdapat pada kasus yaitu 44%, sedangkan pada kontrol

hanya 18%. Hasil uji statistik didapat nilai p<0,05 (p=0,0001) yang berarti

terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden dengan

kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Universitas Sumatera Utara


53

Penelitian yang telah dilakukan oleh Tobing (2009), tentang Pengaruh

Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Sanitasi terhadap Pencegahan Potensi

Penularan TB Paru Pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara, dari hasil

penelitian tersebut ditemukan faktor perilaku memiliki hubungan yang signifikan

terhadap penyakit TB. Dapat dilihat dari faktor pengetahuan Ods Ratio sebesar

2,5 artinya yaitu pengetahuan yang rendah mempunyai resiko tertular TB Paru

sebesar 2,5 kali lebih banyak dari orang yang berpengetahuan tinggi.

Penelitian diatas dapat dilihat kesamaan bahwa tingkat pengetahuan

mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian TB Paru. Tingkat

pengetahuan adalah awal terbentuknya perilaku dengan tingkat pengetahuan yang

rendah berarti ini merupakan faktor resiko untuk timbulnya TB Paru karena

responden kurang memiliki pengetahuan dalam mencegah dan menanggulangi

penyebaran penyakit TB Paru, sehingga mereka tidak waspada dan hati-hati

terhadap faktor-faktor resiko penularan TB Paru.

5.2.5 Sikap

Hasil penelitian sikap responden terdapat total sikap yang baik adalah 56%

dan yang kurang baik yaitu 44%, dalam sikap kurang baik yang paling banyak

terdapat pada kasus yaitu 32% sedangkan pada kontrol hanya 12%. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p <0,05 (p=0,0001), maka terdapat hubungan yang

bermakna antara sikap dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskemas

Muliorejo.

Menurut Notoatmojo (2002) Sikap merupakan reaksi interval seseorang

dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu pengalaman pribadi, kebudayaan, orang

Universitas Sumatera Utara


54

lain yang dianggap penting, agama serta faktor emosi dalam diri individu yang

memegang peranan penting untuk terbentuknya sikap . Hasil penelitian ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Zalmi (2008), didapatkan bahwa terdapat

hubungan yang bermakna antara sikap responden dengan kejadian TB Paru

dimana nilai p<0,05 dan Odds Ratio sebesar 0,129 artinya pada responden dengan

perilaku sikap kurang baik beresiko terkena TB Paru sebesar 0,129 kali bila

dibandingkan dengan responden dengan perilaku sikap baik.

Menurut penelitian Hanum (2011), tentang analisis hubungan perilaku

masyarakat dengan lingkungan fisik terhadap penularan penyakit TB Paru di

Jombang, penelitian ini menggunakan desain cross sectional dari hasil

penelitiannya didapatkan p = 0,035 berarti terdapat hubungan yang bermakna

antara sikap dengan kejadian TB Paru.

Penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu sama-sama bermakna antara

hubungan sikap dengan kejadian TB Paru. Ini membuktikan bahwa sikap yang

kurang baik merupakan faktor resiko untuk terjadinya penularan TB Paru. Sikap

merupakan suatu perilaku yang dimiliki seseorang sebelum mengambil tindakan.

Jika sikap masyarakat sudah baik maka masyarakat akan mudah untuk melakukan

suatu perbuatan yang baik, tapi jika sikap ini masih kurang maka memiliki

dampak yang buruk bagi derajat kesehatan masyarakat. Untuk merubah sikap

pengetahuan harus ditingkatkan dan pemerintah harus memberikan contoh yang

baik kepada masyarakat agar perilaku hidup sehat dapat terlaksana.

5.3 Faktor Lingkungan

5.3.1 Kepadatan Hunian

Universitas Sumatera Utara


55

Hasil penelitian tentang Kepadatan Hunian terdapat total kepadatan hunian

yang tidak memenuhi syarat adalah 54% dan yang memenuhi syarat yaitu 46%.

Dalam kondisi hunian yang kurang (tidak memenuhi syarat), paling banyak

terdapat pada kasus yaitu 36% sedangkan pada kontrol hanya 18%. Hasil uji

statistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,015), maka terdapat hubungan yang

bermakna antara kondisi kepadatan hunian rumah dengan kejadian TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Menurut Soemirat, (2000) luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup

untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal

ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga

bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular

kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan

dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum

10 m2/orang, untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m 2/orang. Dari

hasil penelitian Rusnoto (2006), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian TB Paru pada usia dewasa di balai pencegahan dan pengobatan penyakit

TB paru Pati, dari hasil analisa statistik menunjukkan adanya hubungan yang

bermakna dengan didapatkan hasil odds ratio sebesar 5,983 dengan 95 %

Confidence Interval 1,606 – 22,293, dengan nilai p = 0,0047.

Universitas Sumatera Utara


56

Penelitian yang telah dilakukan oleh Toni Lumban Tobing (2009), tentang

Pengaruh Prilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Sanitasi terhadap Pencegahan

Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara, Dari

hasil penelitian tersebut ditemukan kondisikepadatan hunian memiliki hubungan

yang signifikan terhadap penyakit TB. Dapat dilihat dari Ods Ratio sebesar 3,3

artinya yaitu kepadatan hunian yang kurang mempunyai resiko tertular TB Paru

sebesar 3,3 kali lebih banyak dari yang kondisi kepadatan huniannya baik.

Hal ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yaitu kepadatan hunian

sangat mepengaruhi penularan penyakit TB Paru (kepadatan hunian yang tidak

memenuhi syarat), karena kuman TB Paru dapat ditularkan lewat media udara

sehingga jika rumah padat penghuni kuman ini mudah sekali menular. Jika rumah

tidak padat maka sirkulasi udara menjadi lancar sehingga pasien dan anggota

keluarga yang lain bisa menjaga penularan TB Paru.

5.3.2 Pencahayaan

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa total dari kondisi pencahayaan kasus

dan control yang terbanyak adalah kondisi pencahayaan yang kurang (gelap) yaitu

44% sedangkan kondisi pencahayaan yang baik (terang) 56%. Pada kondisi

pencahayaan kurang terdapat pada kasus 32% responden dan pada kontrol 12%.

Hasil uji statistik diperoleh nilai p <0,05 (p=0,010), maka terdapat hubungan yang

bermakna antara kondisi pencahyaan dengan kejadian TB Paru di wilayah keja

Puskesmas Muliorejo.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Musadad (2001), yang melakukan

penelitian hubungan faktor lingkungan rumah dengan kejadian penularan TB Paru

Universitas Sumatera Utara


57

di rumah tangga, dari penelitian tersebut didapatkan bahwa kondisi pencahayaan

yang kurang mempunyai resiko 3,7 kali terkena TB Paru bila dibandingkan

dengan rumah yang dimasuki sinar matahari.

Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Toni

Lumban Tobing (2009), tentang Pengaruh Prilaku Penderita TB Paru dan Kondisi

Sanitasi terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru, hasil penelitiannya

didapatkan p=0,000 berarti ada hubungan antara kondisi pencahayaan dengan

penularan TB Paru. Hasil statistik odds Ratio 5,9 dengan CI 95% (1,928-18,201)

jadi kondisi pencahayaan yang kurang mempunyai resiko penularan sebanyak 5,9

kali dari kondisi pencahayan yang baik.

Menerut penelitian ini kondisi pencahayaan bukan merupakan faktor resiko

yang cukup signifikan, seharusnya dengan pencahayaan yang kurang maka

perkembangan kuman TB Paru akan meningkat karena cahaya matahari

merupakan salah satu faktor yang dapat membunuh kuman TB Paru, namun hasil

dilapangan menyatakan bahwa dengan pencahayaan yang rendah banyak di

jumpai pada kasus (responden yang terkena TB Paru) lebih banyak di bandingkan

dengan kelompok kontrol.

5.3.3 Kelembaban

Hasil penelitian tentang kelembaban rumah responden didapat total

kelembaban tidak memenuhi syarat adalah 58% dan kelembaban yang memenuhi

syarat yaitu 42%, Kelembaban yang tidak memenuhi syarat paling banyak

terdapat pada kasus yaitu 32% sedangkan pada kontrol hanya 26%. Hasil uji

statistik diperoleh nilai p <0,05 (p=0,004), maka terdapat hubungan yang

Universitas Sumatera Utara


58

bermakna antara kelembaban dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Muliorejo

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan,

dimana kelembaban berkisar 40%-60% dengan suhu udara yang nyaman 180-

300C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi

dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

Mulyadi (2003) meneliti di Kota Bogor, penghuni rumah yang memiliki

kelembaban rung keluarga lebih besar dari 60% berisiko terkena TBC 10,7 kali di

banding penghuni rumah yang tinggal pada perumahan yang memilki kelembaban

lebih kecil atau sama dengan 60%.

Hail penelitian diatas terdapat kesamaan yaitu sama-sama bermakna antara

kelembaban dengan kejadian TB Paru. Ini membuktikan bahwa kelembaban udara

di suatu rumah merupakan faktor resiko untuk terjadinya penularan TB Paru.

5.3.4 Ventilasi

Hasil penelitian hubungan kondisi ventilasi dengan kejadian TB Paru yaitu

total ventilasi yang baik adalah 50% dan yang kurang baik adalah 50%.

Responden yang paling banyak memiliki ventilasi yang kurang baik adalah pada

kasus sebanyak 50% sedangkan pada kontrol tidak ada yaitu 0%. Hasil uji statistik

diperoleh nilai p <0,05 (p=0,0001) yaitu terdapat hubungan bermakna antara

kejadian ventilasi udara yang tidak memenuhi syarat dalam terjadinya penularan

penyakit TB Paru.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2009),

tentang Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Sanitasi terhadap

Universitas Sumatera Utara


59

Pencegahan Potensi Penularan TB Paru, dari penelitian tersebut di dapatkan

bahwa kondisi ventilasi rumah yang tidak memenuhi syarat matahari mempunyai

resiko 2,4 kali terkena TB Paru bila dibandingkan dengan rumah yang kondisi

ventilasi yang baik.

Hal yang sama juga terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Suarni

(2009), tentang faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian penderita TB

Paru di Kecamatan Pancoran Mas Depok tahun 2009, di dapatkan hasil penelitian

bahwa kondisi ventilasi rumah merupakan faktor resiko dengan OR = 14,182, ini

berarti kondisi ventilasi yang kurang memiliki resiko penularan 14,182 kali dari

ventilasi yang baik.

5.3.5 Suhu

Dari hasil penelitian ditemukan total kondisi suhu rumah responden baik

kasus maupun kontrol memiliki suhu yang sama. Sebanyak 100% responden

memiliki suhu rumah yang memenuhi syarat.

Suhu dalam ruangan harus dapat diciptakan sedemikian rupa sehingga

tubuh tidak terlalu banyak kehilangan panas atau sebaliknya tubuh tidak sampai

kepanasan. Suhu ruangan dalam rumah yang tidak ideal adalah berkisar antara 18-

30˚C dan suhu tersebut di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan udara dan

kelembaban udara dalam ruangan (Kepmenkes, 1999).

5.3.6 Lantai Rumah

Hasil penelitian ditemukan total kondisi jenis lantai yang memenuhi

syarat dari kasus dan kontrol adalah 48% dan yang tidak memenuhi syarat adalah

52%. Responden yang paling banyak memiliki kondisi jenis lantai yang

Universitas Sumatera Utara


60

memenuhi syarat ada pada kelompok kasus yaitu 32% dan pada kontrol hanya

16%. Hasil uji tatistic diperoleh nilai p <0,05 (p=0,048), maka terdapat hubungan

yang bermakna antara kondisi jenis lantai rumah dengan kejadian TB Paru di

wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2009)

tentang Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Sanitasi terhadap

Pencegahan Potensi Penularan TB Paru, hasil penelitiannya didapatkan p=0,414

berarti tidak ada hubungan antara kondisi jenis lantai dengan penularan TB Paru.

Hasil statistik odds Ratio 0,7 dengan CI 95% (0,321-1,599) jadi tidak ada

perbedaan antara jenis lantai tanah dengan bukan lantai tanah.

Menurut hasil penelitian Rustono (2006), tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian TB paru. Hasil analisa statistik menunjukkan

adanya hubungan yang bermakna dengan didapatkan hasil odds ratio (OR)

sebesar 7,095 dengan 95 % Confidence Interval (CI) 2,930 – 17,179, dengan nilai

p = 0,0001. Berarti kondisi jenis lantai yang kurang baik mempunyai resiko

sebesar 7,095 untuk tertular TB Paru dari pada kondisi jenis lantai yang baik.

5.3.7 Dinding Rumah

Hasil penelitian ditemukan total kondisi jenis dinding yang memenuhi

syarat baik dari kasus dan kontrol adalah 52% dan yang tidak memenuhi syarat

adalah 48%, disini dapat dilihat bahwa kondisi dinding yang baik lebih banyak

dari yang kurang baik. Responden yang paling banyak memiliki kondisi dinding

yang tidak memenuhi syarat adalah pada kelompok kasus yaitu 48% sedangkan

pada kelompok kontrol 0%. Hasil uji statistik diperoleh nilai p <0,05 (p=0,0001),

Universitas Sumatera Utara


61

maka terdapat hubungan yang bermakna antara kondisi jenis dinding dengan

kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Muliorejo.

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit

TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman.

Lantai dan dinding yang sulit di bersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,

sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi perkembangbiaknya

kuman Mycobacterium tuberculosis (Achmadi, 2005).

Hasil penelitian Syafri (2015), Hasil uji statistik diperoleh nilai p <0,05

(p=0,230), maka tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis dinding

rumah dengan kejadian TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Ngemplak. Dinding

rumah yang kedap air berfungsi untuk mendukung atau menyangga atap, menahan

angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari luar, serta menjaga

kerahasiaan.

Hal ini berbeda dengan hasil data yang didapatkan di Wilayah Kerja

Puskesmas Muliorejo, yang mana jenis dinding memiliki hubungan yang

bermakna dengan kejadian TB Paru.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil observasi, wawancara, serta uji statistik dalam penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Muliorejo tahun 2017, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Ada pengaruh faktor host ( pendidikan, pengetahuan, dan sikap)

dengan kejadian TB Paru.

2. Ada pengaruh faktor lingkungan ( kepadatan hunian, pencahayaan,

kelembaban, ventilasi, lantai rumah, dinding rumah) dengan kejadian

TB Paru.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan di wilayah

kerja Puskesmas Mulyorejo tahun 2017, peneliti menyarankan beberapa hal

sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan fisik

harus dimulai dari pengetahuan yang memadai mengenai keadaan

yang baik dan buruk terhadap lingkungan tempat tinggal.

2. Dinas Kesehatan yaitu dengan melakukan penyuluhan tentang

pencegahan bagi masyarakat yang belum sakit sedangkan bagi yang

tertular TB diberikan penyuluhan agar makan obat teratur dan

menjaga perilaku hidup bersih agar tidak menularkan TB Paru. Dinas

62
Universitas Sumatera Utara
63

Kesehatan juga dapat menyebarkan media informasi seperti leaflet,

poster dll, agar semua lapisan masyarakat dapat tersentuh dengan

informasi tentang TB Paru.

3. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dengan melatih kader untuk

meningkatkan surveilans penemuan kasus, dan membantu mencegah

penularan penyakit TB.

4. Bagi petugas kesehatan diharapkan agar meningkatkan program survei

TB paru kelapangan dalam pelacakan kasus, serta juga lebih giat

mengontrol pasien TB paru agar tidak terjadi penularan penyakit.

5. Bagi peneliti selanjutnya untuk dapat mengembangkan penelitian ini

lebih lanjut dengan metode yang lebih kompleks agar menjadi sumber

pengetahuan dan pembelajaran kedepannya.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Cetakan I.


Jakarta. Kompas Media Nusantara.

Aditama, T.Y. 2002. Tuberkuosis Diagnosa, Terapi, dan Masalahnya, Edisi


IV. Jakarta: Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.

Amin, Z., A Bahar. 2009. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam.

Arif, M. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta: Aesculpalus


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Azwar, A. 1995. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara.

Burhanudin, Arif. 2014. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Anak dan Sebaran
Spasial di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
Skripsi.

Bustan, M N. 2002. Pengantar Epidemiologi . Jakarta: Rineka Cipta.

Crofton, John, Norman Horne, Fred Miller. 2002. Tuberkulosis Klinis. Jakarta:
Widya Medika.

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta:


Depkes RI.

.. 2015. Laporan Hasil Survei Hasil Implementasi Program


Nasional Penanggulangan TB di Daerah ICDC.

. 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan


Standar Internasional Untuk Pelayanan Tuberkulosis.

Djojodibroto R. D. 2007. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC


Buku Kedokteran.

Fatimah, S. 2008. Faktor Kesehatan Lingkungan Rumah yang Berhubungan


dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap. Tesis. Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Hanum, M. 2011. Analisis Hubungan Prilaku Masyarakat dengan


Lingkungan Fisik Terhadap Penularan Penyakit TB Paru di
Jombang. Jawa Timur.

64
Universitas Sumatera Utara
65

Hatono, S.P. 2001. Modul Analisis Data. Jakarta: Fakultas Kesehatan


Masyarakat UI.

Hutari, S. 2014. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, dan


Status Gizi dengan Pengobatan Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Tuminting. Volume 2 Nomor 1.

Irnawati, Ni Made, Iyone ET Siagian, Ronald I Ottay. 2016. Pengaruh


Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat pada
Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Motoboi Kecil Kota
Kotamobagu. Volume 4. Nomor 1.

Kemenkes RI. 1999. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Nomor 829/


Menkes/ SK/ VII/ 1999 Tentang persyaratan Kesehatan
Perumahan

. 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Nomor 364


Menkes/ SK/ V/ 2009 Tentang Pedoman Penanggulangan
Tuberkulosis.

. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

. 2016. Temukan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis. Jakarta.

Korua, S Elisa, Nova H Kapantow, Paul AT Kawatu. 2015. Hubungan Antara


Umur, Jenis Kelamin, dan Kepadatan Hunian dengan Kejadian TB
Paru pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Daerah
Noongan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.
Manado. Skripsi.

Kumar, V , Cotran, R S, Robbins, S L. 2007. Buku Ajar Patologi Paru dan


Saluran Pernafasan Atas. Jakarta: EGC.

Kusuma, Saffira. 2014. Hubungan Kualitas Lingkungan Fisik Rumah dan


Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Gondanglegi.
Malang. Skripsi.

Laily, Wahyu Dian, Diana Rombot, Banedictus Lampus. 2015. Karakteristik


Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Tuminting Manado.
Volume 3 Nomor 1.

Mahfudin, A. 2006. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Rumah, Sosial


Ekonomi dan Respon Biologis Terhadap Kejadian Tuberkulosis
Paru BTA Positif pada Penduduk Dewasa di Indonesia. Tesis,
Universitas Indonesia. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


66

Manalu, P Sahat. 2010. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kejadian TB


Paru dan Upaya Penanggulangannya. Jurnal Ekologi Kesehatan
Volume 9 Nomor 4.

Muaz, Faris. 2014. Fakto-Faktor yang Mempengaruhi kejadian Tuberkulosis


Paru Basil tahan Asam Positif di Puskesmas Wilayah Kecamatan
Serang Kota Serang. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah. Jakarta. Skripsi.

Mulyadi, D. 2003. Analisis Faktor Resiko yang Berhubungan dengan


Kejadian TBC Paru pada Balita Berstatus Gizi Buruk di Kota
Bogor. Tesis Program Pasca Sarjana. FKM UI. Jakarta.

Musadad, 2001. Jurnal Hubungan Faktor Lingkungan Rumah dengan


kejadian Penularan TB Paru di Rumah Tangga Tahun 2001.

Natalya, Wiwik, Khairil Anwar. 2016. Perbedaan Kepatuhan Berobat pada


Penderita TB Paru yang Didampingi PMO dan Tidak Didampingi
PM di Wilayah Puskesmas Kabupaten Boyolali. Jurnal.

Nizar, Muhammad. 2010. Pemberantasan dan Penanggulangan Tuberkulosis.


Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Pendidikan dan Prilaku Kesehatan. Rineka


Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


Rineka Cipta.

Permenkes RI. 2013. Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian


Tuberkulosis Resistan Obat.

Pertiwi, RN, M Arie Wuryanto dan Dwi Sutiningsih. 2004. Hubungan Antara
Karakteristik Individu, Praktik Hygiene dan Sanitasi Lingkungan
dengan Kejadian di Kecamatan Semarang Utara. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. Volume 1, No 2; Halaman 435-445.

Prihatni, Delita, dkk. 2005. Efek Hepatotoksik Anti Tuberkulosis Terhadap


Kadar Aspartate Aminotransterase dan Alanine Aminotransterase
Serum Penderita Tuberkulosis Paru. Volume 12 Nomor 1. Jakarta.
Rustono. 2006. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan kejadian TB Paru
pada Usia Dewasa ( Studi Kasus di BP4 Pati). Jurnal UNDIP.
Semarang.

Universitas Sumatera Utara


67

Ruswanto, Bambang. 2010. Analisis Spasial Sebaran Kasus Tuberkulosis Paru


Ditinjau dari Faktor Lingkungan Dalam dan Luar Rumah di
Kabupaten Pekalongan. Tesis Program Pascasarjana Universitas
Diponogoro.

Rye, Awusi, Yusrijal Djam’an Saleh, Yuwono Hadiwijoyo. 2016. Faktor-Faktor


yang mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu
Provinsi Sulawesi Tengah. Skripsi.

Sarwani, Dwi, Sri Nurlela. 2012. Merokok dan Tuberkulosis Paru Studi Kasus
di RS Margono Soekarjo Purwokerto. Fakultas Kesehatan
Masyarakat UNSOED.

Setriani, I. 2010. Penggunaan Vaksin BCG Untuk Pencegahan Tuberkulosis.


Jakarta

Soedarto. 2009. Penyakit Menular di Indonesia. Jakarta: Sagung Seto.

Soemirat, J. 2000. Epidemiologi Lingkungan. Gadjah mada, University Press:


Yogyakarta.

Suari, H. 2009. Faktor Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian


Penyakit TB BTA Positif di Kecamatan Pancoran Mas Kota
Depok. Fkm UI.

Sudoyo, W Aru, Bambang Setiyohadi. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Kuantitatif dan Kualitatif


dan R dan D). Bandung: Alfabeta.

Suyono.1985. Pokok Bahasan Modul Perumahan dan Pemukiman Sehat.


Jakarta: Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI.

Syafri, Karita A. 2015. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Ngemplak
Boyolali. (Skripsi). Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.

Tobing, L.T. 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi


Rumah Terhadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru pada
Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis. Universitas Sumatera
Utara. Medan.

Wahyu, Genis G. 2008. Panduan Praktis Mencegah dan Menangkal TBC


pada Anak. Jakarta: Dian Rakyat.

Universitas Sumatera Utara


68

Werdhani, Asti Retno. 2014. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi


Tuberkulosis. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan
Keluarga. Universitas Indonesia. Jakarta.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan


Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Zalmi, T. 2008. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian


Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir.
Diakses pada Tanggal 20 November 2012.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1
KUESIONER
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017

I. Data Umum
1. Kasus :

2. Kontrol :

A.Responden
Nomor Responden : Tanggal :
Nama :
Umur : tahun
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Penghasilan :

II. Data Khusus


A.Pengetahuan
1) Menurut Bapak/Ibu apakah penyebab TB Paru di sebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis?
a.Ya
b.Tidak
2) Menurut Bapak/Ibu apakah tanda-tanda/gejala utama TB Paru adalah batuk
terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih ?
a. Ya
b. Tidak
3) Menurut Bapak/Ibu jika batuk terus menerus dan berdahak lebih dari tiga
minggu apakah harus memeriksakan diri ke Puskesmas ?

Universitas Sumatera Utara


a. Ya
b. Tidak
4) Menurut Bapak/Ibuapakah cara penularan TB Paru melalui Percikan dahak
sewaktu batuk dan bersin ?
a. Ya
b. Tidak
5) Menurut Bapak/Ibuapakah penyakit TB Paru dapat menular ?
a. Ya
b. Tidak
6) Menurut Bapak/Ibuapakah penyakit TB Paru dapat dicegah ?
a. Ya
b.Tidak
7) Menurut Bapak/Ibuapakah orang yang berada di sekeliling penderita atau
berhubungan erat dengan penderita TB Paru dapat beresiko tertular penyakit
tersebut?
a.Ya
b. Tidak
8) Menurut Bapak/Ibuapabila ada penderita TB Paru di rumah, apakah
keluargayang lainnya perlu memeriksakan diri?
a.Ya
b.Tidak
9) Menurut Bapak/Ibuapakah penderita TB Paru perlu menutup mulut dengan
sapu tangan bila batuk ?
a.Ya perlu, karena bila tidak menutup mulut, kuman TB akan mudah
menyebar
b.Tidak perlu, karena penyakit Tb tidak mudah menular
10) Menurut bapak/Ibu, perlukah kita menghindari bila penderita TB Paru
mendekat?
a.Ya, Karena dengan mendekatnya penderita TB Paru maka kuman TB akan
menyebar kemna-mana

Universitas Sumatera Utara


b.Tidak karena penderita TB tidak selalu menyebarkan kuman kecuali bila dia
bersin atau batuk
11) Menurut Bapak/Ibu, apakah peralatan dapur seperti sendok, piring yang
dipergunakan penderita TB Paru dapat mempermudah terjadinya penularan
penyakit TB Paru?
a.Ya
b.Tidak
12) MenurutBapak / Ibu apakah penderita TB Paru harus dijauhi ataudikucilkan ?
a.Ya
b. Tidak
13) Menurut Bapak/Ibu apakah penderita TB Paru harus diawasi dalam
mengkonsumsi obat?
a. Ya, perlu
b. Tidak perlu
14) Menurut Bapak/Ibu apakah cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat
masuk kerumah dapat membunuh kuman TB ?
a. Ya
b. Tidak
15) Menurut Bapak/Ibu apakah pencegahan TB dapat dilakukan dengan
menyediakan makanan dengan gizi seimbang ?
a. Ya
b. Tidak

B.Sikap
Petunjuk : Pilih salah satu jawaban pada masing-masing jawaban dengan memberi
tanda checklist pada jawaban yang anda anggap benar.
Keterangan :
S : Setuju
TS : Tidak setuju

Universitas Sumatera Utara


NO PERNYATAAN S TS
1 Untuk mencegah terserang penyakit TB perlu
pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit TB

2 Pemeriksaan kesehatan secara berkala harus


dilaksanakan sebagai langkah pencegahan

3 Penyakit TB berkaitan erat dengan kondisi


lingkungan dan prilaku hidup yang kurang bersih

4 Keluarga harus memberikan perlakuan berbeda apabila


ada salah satu keluarganya terjangkit TB, guna mencegah
tersebarnya penyakit TB

5 Saat batuk dan bersin sebaiknya tidak menutup mulut

6 Luas kamar yang sangat kecil dan sempit akan


menyebabkan penyakit TB

7 Meminum Obat Anti Tuberkulosis selama 6 sampai 12


bulan secara tekun dan teratur merupakan tindakan yang
paling efektif

8 Setiap pagi pintu dan jendela rumah dibuka agar sirkulasi


udara lancar

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

Lembar Observasi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Tuberkulosis Paru di


Wilayah Kerja Puskesmas Muliorejo Kecamatan Sunggal
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2017

I. Kondisi Lingkungan Rumah.

No. Variabel Indikator Bobot Nilai Hasil


Penilaian
I
1. Dinding 1.Bukan tembok (terbuat dari 1
Rumah anyaman bambu /ilalang).
2. Semi permanen/ setengah 2
tembok/ pasangan batu bata
yang tidak diplaster.
3. Permanen (tembok/ 3
pasangan batu bata yang di
plaser

2. Lantai 1.Tanah 1
2. Semen 2
3. Diplester atau kramik 3

3 Ventilasi a. Ketersediaan
Rumah 1. Tidak ada 1
2.Ada, luas ventilasi <10 % dari 2

Universitas Sumatera Utara


luas lantai
3. Ada, luas ventilasi >10 % dari 3
luas lantai

4. Pencahayaan Besar cahaya yang masuk


Rumah 1. < 60 lux 1
2. 60 lux 2
5. Kelembapan 1. < 40% atau >70% 1
2. 40-70%
2
6. Suhu 1. < 18°C atau > 30°C 1
2. 18°C sampai 30°C
2
7. Kepadatan 1. Tidak sesuai 1
Penghuni 2. Sesuai 2
Rumah

Universitas Sumatera Utara


OUTPUT UJI STATISTIKA PENELITIAN

Pendidikan * TBPARU
TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
Pendidik Rendah Count 11 21 32
an (SMP-SMA) % within
34,4% 65,6% 100,0%
Pendidikan
% of Total 22,0% 42,0% 64,0%
Tinggi Count 14 4 18
(Perguruan Tinggi) % within
77,8% 22,2% 100,0%
Pendidikan
% of Total 28,0% 8,0% 36,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
Pendidikan
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8,681(b) 1 ,003
Continuity
7,031 1 ,008
Correction(a)
Likelihood Ratio 9,062 1 ,003
Fisher's Exact Test ,007 ,004
Linear-by-Linear
8,507 1 ,004
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Pendidikan
(Rendah (SMP-SMA) / Tinggi ,150 ,040 ,565
(Perguruan Tinggi))
For cohort TBPARU = Kontrol ,442 ,258 ,757
For cohort TBPARU = Kasus
2,953 1,201 7,263
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
Pekerjaan Tidak Count 9 7 16
Bekerja % within
56,3% 43,8% 100,0%
Pekerjaan
% of Total 18,4% 14,3% 32,7%
Bekerja Count 15 18 33
% within
45,5% 54,5% 100,0%
Pekerjaan
% of Total 30,6% 36,7% 67,3%
Total Count 24 25 49
% within
49,0% 51,0% 100,0%
Pekerjaan
% of Total 49,0% 51,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,503(b) 1 ,478
Continuity
,163 1 ,686
Correction(a)
Likelihood Ratio ,503 1 ,478
Fisher's Exact Test ,551 ,343
Linear-by-Linear
,492 1 ,483
Association
N of Valid Cases 49

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Pekerjaan (Tidak
1,543 ,464 5,133
Bekerja / Bekerja)
For cohort TBPARU = Kontrol 1,238 ,699 2,191
For cohort TBPARU = Kasus
,802 ,424 1,516
(Penderita TB)
N of Valid Cases 49

Universitas Sumatera Utara


Pendapatan * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
Pendapata Rendah Count 13 16 29
n (=<1.500.000) % within
44,8% 55,2% 100,0%
Pendapatan
% of Total 26,0% 32,0% 58,0%
Tinggi Count 12 9 21
(>1.500.000) % within
57,1% 42,9% 100,0%
Pendapatan
% of Total 24,0% 18,0% 42,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
Pendapatan
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,739(b) 1 ,390
Continuity
,328 1 ,567
Correction(a)
Likelihood Ratio ,741 1 ,389
Fisher's Exact Test ,567 ,284
Linear-by-Linear
,724 1 ,395
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Pendapatan
(Rendah (=<1.500.000) / Tinggi ,609 ,196 1,891
(>1.500.000))
For cohort TBPARU = Kontrol ,784 ,454 1,357
For cohort TBPARU = Kasus
1,287 ,712 2,329
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


KatPengKasus * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
KatPengKasu Kurang Count 9 22 31
s Baik % within
29,0% 71,0% 100,0%
KatPengKasus
% of Total 18,0% 44,0% 62,0%
Baik Count 16 3 19
% within
84,2% 15,8% 100,0%
KatPengKasus
% of Total 32,0% 6,0% 38,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
KatPengKasus
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 14,346(b) 1 ,000
Continuity
12,224 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 15,389 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
14,059 1 ,000
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for KatPengKasus
,077 ,018 ,329
(Kurang Baik / Baik)
For cohort TBPARU = Kontrol ,345 ,192 ,618
For cohort TBPARU = Kasus
4,495 1,553 13,006
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


KatSikapKasus * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
KatSikapKas Kurang Count 6 16 22
us Baik % within
27,3% 72,7% 100,0%
KatSikapKasus
% of Total 12,0% 32,0% 44,0%
Baik Count 19 9 28
% within
67,9% 32,1% 100,0%
KatSikapKasus
% of Total 38,0% 18,0% 56,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
KatSikapKasus
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8,117(b) 1 ,004
Continuity
6,575 1 ,010
Correction(a)
Likelihood Ratio 8,368 1 ,004
Fisher's Exact Test ,010 ,005
Linear-by-Linear
7,955 1 ,005
Association
N of Valid Cases 50
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for KatSikapKasus
(Kurang Baik / Baik) ,178 ,052 ,607
For cohort TBPARU = Kontrol ,402 ,194 ,833
For cohort TBPARU = Kasus
2,263 1,247 4,106
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


HUNIAN * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
HUNIA Tidak Count 9 18 27
N Memenuhi % within
33,3% 66,7% 100,0%
HUNIAN
% of Total 18,0% 36,0% 54,0%
Memenuhi Count 16 7 23
% within
69,6% 30,4% 100,0%
HUNIAN
% of Total 32,0% 14,0% 46,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
HUNIAN
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,522(b) 1 ,011
Continuity
5,153 1 ,023
Correction(a)
Likelihood Ratio 6,676 1 ,010
Fisher's Exact Test ,022 ,011
Linear-by-Linear
6,391 1 ,011
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for HUNIAN (Tidak
Memenuhi / Memenuhi) ,219 ,066 ,723

For cohort TBPARU = Kontrol ,479 ,263 ,871


For cohort TBPARU = Kasus
2,190 1,118 4,293
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


Cahaya * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
Kontrol (Penderita TB) Kontrol
Cahaya Gelap Count 6 16 22
% within Cahaya 27,3% 72,7% 100,0%
% of Total 12,0% 32,0% 44,0%
Terang Count 19 9 28
% within Cahaya 67,9% 32,1% 100,0%
% of Total 38,0% 18,0% 56,0%
Total Count 25 25 50
% within Cahaya 50,0% 50,0% 100,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value Df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8,117(b) 1 ,004
Continuity
6,575 1 ,010
Correction(a)
Likelihood Ratio 8,368 1 ,004
Fisher's Exact Test ,010 ,005
Linear-by-Linear
7,955 1 ,005
Association
N of Valid Cases 50
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Cahaya (Gelap /
,178 ,052 ,607
Terang)
For cohort TBPARU = Kontrol ,402 ,194 ,833
For cohort TBPARU = Kasus
2,263 1,247 4,106
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


Kelembaban * TBPARU
Crosstab
TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
Kelembab Tidak Memenuhi Count 9 20 29
an Syarat (<40 & >70 ) % within
31,0% 69,0% 100,0%
Kelembaban
% of Total 18,0% 40,0% 58,0%
Memenuhi Syarat Count 16 5 21
(40-70) % within
76,2% 23,8% 100,0%
Kelembaban
% of Total 32,0% 10,0% 42,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
Kelembaban
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 9,934(b) 1 ,002
Continuity
8,210 1 ,004
Correction(a)
Likelihood Ratio 10,338 1 ,001
Fisher's Exact Test ,004 ,002
Linear-by-Linear
9,736 1 ,002
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for Kelembaban
(Tidak Memenuhi Syarat (<40 &
>70 ) / Memenuhi Syarat (40- ,141 ,039 ,504
70))
For cohort TBPARU = Kontrol ,407 ,225 ,737
For cohort TBPARU = Kasus
2,897 1,297 6,466
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Universitas Sumatera Utara


VENTILASI * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
VENTIL Tidak Count 0 25 25
ASI Memenuhi % within
,0% 100,0% 100,0%
VENTILASI
% of Total ,0% 50,0% 50,0%
Memenuhi Count 25 0 25
% within
100,0% ,0% 100,0%
VENTILASI
% of Total 50,0% ,0% 50,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
VENTILASI
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 50,000(b) 1 ,000
Continuity
46,080 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 69,315 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
49,000 1 ,000
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value
Odds Ratio for VENTILASI (Tidak Memenuhi /
(a)
Memenuhi)
a Risk Estimate statistics cannot be computed. They are only computed for a 2*2
table without empty cells.

Universitas Sumatera Utara


Suhu * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
Suhu Memenuhi Syarat (18- Count 25 25 50
30) % within
50,0% 50,0% 100,0%
Suhu
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
Suhu
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square .(a)
N of Valid Cases 50
Risk Estimate
Value
Odds Ratio for Suhu (Memenuhi Syarat (18-30) / .)
.(a)

LANTAI * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
LANT Tidak Count 8 16 24
AI Memenuhi % within
33,3% 66,7% 100,0%
LANTAI
% of Total 16,0% 32,0% 48,0%
Memenuhi Count 17 9 26
% within
65,4% 34,6% 100,0%
LANTAI
% of Total 34,0% 18,0% 52,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
LANTAI
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 5,128(b) 1 ,024
Continuity
3,926 1 ,048
Correction(a)
Likelihood Ratio 5,220 1 ,022
Fisher's Exact Test ,046 ,023
Linear-by-Linear
5,026 1 ,025
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
Odds Ratio for LANTAI (Tidak
Memenuhi / Memenuhi) ,265 ,082 ,854
For cohort TBPARU = Kontrol ,510 ,271 ,958
For cohort TBPARU = Kasus
1,926 1,058 3,507
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

DINDING * TBPARU
Crosstab

TBPARU Total
Kasus
(Penderita
Kontrol TB) Kontrol
DINDIN Tidak Count 0 24 24
G Memenuhi % within
,0% 100,0% 100,0%
DINDING
% of Total ,0% 48,0% 48,0%
Memenuhi Count 25 1 26
% within
96,2% 3,8% 100,0%
DINDING
% of Total 50,0% 2,0% 52,0%
Total Count 25 25 50
% within
50,0% 50,0% 100,0%
DINDING
% of Total 50,0% 50,0% 100,0%

Universitas Sumatera Utara


Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 46,154(b) 1 ,000
Continuity
42,388 1 ,000
Correction(a)
Likelihood Ratio 60,837 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
45,231 1 ,000
Association
N of Valid Cases 50

Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper Lower
For cohort TBPARU = Kasus
26,000 3,805 177,683
(Penderita TB)
N of Valid Cases 50

Frequency Table
TB PARU
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kontrol 25 50,0 50,0 50,0
Kasus (Penderita TB) 25 50,0 50,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

JK

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-laki 26 52,0 52,0 52,0
Perempuan 24 48,0 48,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 20-29 tahun 12 24,0 24,0 24,0
30-39 tahun 12 24,0 24,0 48,0
40-49 tahun 9 18,0 18,0 66,0
50-59 tahun 8 16,0 16,0 82,0
>60 tahun 9 18,0 18,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Bekerja 16 32,0 32,7 32,7
Bekerja 33 66,0 67,3 100,0
Total 49 98,0 100,0
Missing System 1 2,0
Total 50 100,0

Pendapatan

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rendah
29 58,0 58,0 58,0
(=<1.500.000)
Tinggi (>1.500.000) 21 42,0 42,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

TotalPengetahuanKasus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 4,00 3 6,0 6,0 6,0
5,00 3 6,0 6,0 12,0
6,00 3 6,0 6,0 18,0
7,00 4 8,0 8,0 26,0
8,00 12 24,0 24,0 50,0
9,00 8 16,0 16,0 66,0
10,00 4 8,0 8,0 74,0
11,00 6 12,0 12,0 86,0
12,00 6 12,0 12,0 98,0
14,00 1 2,0 2,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

KatPengKasus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 31 62,0 62,0 62,0
Baik 19 38,0 38,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


TotalSikapKasus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 3,00 2 4,0 4,0 4,0
4,00 11 22,0 22,0 26,0
5,00 9 18,0 18,0 44,0
6,00 8 16,0 16,0 60,0
7,00 3 6,0 6,0 66,0
8,00 17 34,0 34,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

KatSikapKasus

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Kurang Baik 22 44,0 44,0 44,0
Baik 28 56,0 56,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

HUNIAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi 27 54,0 54,0 54,0
Memenuhi 23 46,0 46,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Cahaya
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Gelap 22 44,0 44,0 44,0
Terang 28 56,0 56,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Kelembaban

Frequenc Valid Cumulative


y Percent Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi
29 58,0 58,0 58,0
Syarat (<40 & >70 )
Memenuhi Syarat (40-
21 42,0 42,0 100,0
70)
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


VENTILASI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi 25 50,0 50,0 50,0
Memenuhi 25 50,0 50,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Suhu

Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Memenuhi Syarat (18-
50 100,0 100,0 100,0
30)

LANTAI

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi 24 48,0 48,0 48,0
Memenuhi 26 52,0 52,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

DINDING

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak Memenuhi 24 48,0 48,0 48,0
Memenuhi 26 52,0 52,0 100,0
Total 50 100,0 100,0

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 8. DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Alat 4 in1 Multifunction Meter untuk mengukur


Suhu, Kelembaban, dan Cahaya

Gambar 2. Mengukur Suhu Ruangan pada Rumah Penderita TB Paru

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Mengukur Suhu Ruangan pada Rumah yang Tidak Penderita

TB Paru.

Gambar 4. Mengukur Pencahayaan pada Ruangan Rumah Penderita TB


Paru.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Mengukur Pencahayaan pada Ruangan Rumah yang
Tidak Penderita TB Paru.

Gambar 6. Mengukur Kelembaban Ruangan pada Rumah


Penderita TB Paru.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 7. Mengukur Kelembaban Ruangan pada Rumah yang
Tidak Penderita TB Paru.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 8. Kondisi Rumah Penderita TB Paru

Universitas Sumatera Utara


Gambar 9. Peneliti sedang melakukan wawancara kepada
penderita TB Paru.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 10. Keadaan Puskesmas Muliorejo.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai