Anda di halaman 1dari 101

ANALISIS DETERMINAN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI

(PAPS) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh

DESTARI UMAIRO SIREGAR


NIM. 121021064

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS DETERMINAN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI
(PAPS) DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

DESTARI UMA IRO SIREGAR


121021064

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) adalah pasien rawat inap yang
menurut pernyataan dokter masihmemerlukan rawat inap dan belum diperbolehkan
pulang, tetapi ataspermintaan sendiri atau keluarga memutuskan untuk pulang
ataumenghentikan rawat inap di rumah sakit.Dampak pasien PAPS terhadap rumah
sakit antara lain adalah penurunan pendapatan rumah sakit, dalam jangka lama dapat
menurunkan kinerja rumah sakit dan akhirnya juga berpengaruh terhadap
pengembangan dan kelangsungan hidup rumah sakit.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis determinan pulang atas
permintaan sendiri (PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.
Informan dalam penelitian ini ada 6 orang yang ditentukan secara purposive.
Pengumpulan data meliputi data primer dengan wawancara mendalam (in-depth
interview) dan data sekunder diperoleh dari RSUD kota Padangsidimpuan dan
instansi terkait. Hasil penelitian dianalisa berdasarkan content analysis
Hasil penelitian menunjukkan determinan pulang atas permintaan sendiri
(PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan adalah faktor predisposisi
pengetahuan dan persepsi, faktor pemungkin fasilitas kesehatan, pelayanan tenaga
kesehatan, keterjangkauan biaya, akses geografi dan faktor penguat perilaku petugas
kesehatan.
Diharapkan dokter/perawat membangun komunikasi yang lebih baik dengan
pasien atau keluarga pasien sehingga pasien mengetahui perkembangan penyakitnya
dan bersedia menjalani perawatan di rumah sakit, direktur rumah sakit melengkapi
fasilitas sesuai dengan standar rumah sakit kelas B dan bidang pelayanan rumah sakit
dapat meningkatkan mutu pelayanan untuk menekan angka PAPS.

Kata Kunci : Analisis, Determinan, PAPS.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Patient's going back home at their own demand (PAPS) is inpatient who
according to the doctor’s statement still require hospitalization and not allowed to go
home, but at his own request or a family decides to return or stop inpatient in
hospital. Impact of PAPS patients to hospitals include decrease in hospital revenue,
in the long term can degrade the performance of the hospital and finally also affect
the development and survival of hospital.
This research was a descriptive research with qualitative approach that aims
to analyze determinant of the patient's going back home at their own demand at the
RSUD Padangsidimpuan. There was 6 informants in this study who was determined
purposively. The data collection includes primary data with in-depth interviews and
secondary data which obtained from RSUD Padangsidimpuan and other relevant
agencies. Analyzed based on content analysis.
The result of this study showed determinant of the patient's going back home
at their own demand at the RSUD Padangsidimpuan is predisposing factor is
knowledge and perseption, enabling factor affordability of health facilities, health
care worker, cost, income, access geography and reinforcing factor is behavioral
health personnel.
I t is recommended doctors or nurses establish good communication with
patients or family patients so that patients know progression of the disease and
willing to undergo treatment, director of the hospital complete of the facilities
according with standard of the hospital type B and field hospital services increasing
the health services quality to reduce the number of return patient as their own
demand.

Keyword : Analyze, Determinant, PAPS

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Destari Uma Iro Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Huta Padang, 21 Desember 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Anak ke : 2 dari 3 Bersaudara

Alamat Rumah : Lingkungan III Simatorkis Sisoma

Kecamatan Angkola Barat, Kabupaten Tapanuli

Selatan, Provinsi Sumatera Utara

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1996-2002 : SD Negeri 142428 Padangsidimpuan

2. 2002-2005 : MTs N Model Padangsidimpuan

3. 2005-2008 : SMAN 1 Padangsidimpuan

4. 2008-2011 : Prodi III Keperawatan STIKes Flora Medan

5. 2012-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS

DETERMINAN PULANG ATAS PERMINTAN SENDIRI (PAPS) DI RUANG

RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA

PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014”, guna memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan

dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku ketua Departemen Administrasi Dan Kebijakan

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang

juga telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran,

dukungan, nasihat bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah

banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran, dukungan, nasihat

bimbingan serta arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


4. Ibu Prof. Dr.Dra. Ida Yustina, MSiselaku Penguji I yang telah banyak memberikan

masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Penguji IIyang telah banyak memberikan masukan

dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S,MS selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kuliah

di FKM USU.

7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU,terutama Departemen AKK yang telah

memberikan bekal ilmu selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Bapak dr. H. Aminuddin selaku Direktur RSUD kota Padangsidimpuan yang telah

mengizinkan penulis melakukan penelitian di wilayah kerja RSUD kota

Padangsidimpuan.

9. Ibu Hj. Des Elida Daulay selaku Wadir Komite Klinik dan Diklat RSUD kota

Padangsidimpuan yang telah mengizinkan penulis melakukan penelitian di

wilayah kerja RSU Kota Padangsidimpuan.

10. Berbagai pihak di wilayah kerja RSUD kota Padangsidimpuan yang telah

memberikan banyak bantuan dan kemudahan selama melakukan penelitian.

11. Teristimewa penulis ucapkan kepada Ayahanda (Alm) Tamamul A.Srg dan

Ibunda Syamsiah AmKeb, orangtua yang amat penulis cintai. Penulis

mengucapkan terima kasih atas semua bantuan baik moril dan materil serta doa

yang tiada terputus untuk ananda. Kak Fitri Amelia Siregar S. Kep, Ns, Bang

Akhir, Carissa Audrey Arsyifa (Mapaca) serta adinda Ijhamni Siregar yang

Universitas Sumatera Utara


memberikan semangat serta motivasi kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabatku Nurmala Syari (Lala), Devi Eni, Marlina Sari, Norma, Anni,Kak Desy,

Nita, kak Lila, Fitri, Nisa dan teman-teman FKM USU Ekstensi 2012 khususnya

departemen AKK terimakasih atas dukungan, motivasi, dan doanya dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk

itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam

rangka penyempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan,Maret 2015
Penulis,

Destari Uma Iro Siregar

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ........................................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ .... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

BAB 2. TINJAUANPUSTAKA ........................................................................ 8


2.1 Rumah Sakit ................................................................................... 8
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit ....................................................... 8
2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit....................................................... 8
2.1.3 Fungsi Rumah Sakit ............................................................. 13
2.2 Pelayanan Rawat Inap .................................................................... 14
2.2.1 Pelayanan Penerimaan/Administrasi .................................... 17
2.2.2 Pelayanan Dokter ................................................................. 17
2.2.3 Pelayanan Keperawatan ....................................................... 19
2.2.4 Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik ...................... 19
2.2.5 Lingkungan Fisik ................................................................. 21
2.3 Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap ........................................ 22
2.4 Pulang Atas Permintaan Sendiri ..................................................... 23
2.5Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan............................... 28
2.6 Fokus Penelitian .............................................................................. 30

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................... 31


3.1 Jenis penelitian ................................................................................ 31
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................................... 31
3.3 Informan Penelitian ......................................................................... 31
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data ............................................. 32
3.4.1 Data Primer ........................................................................... 32
3.4.2 Data Sekunder ....................................................................... 32
3.5 Definisi Konsep .............................................................................. 32

Universitas Sumatera Utara


3.6 Teknik Analisa Data ....................................................................... 33

BAB 4. HASIL PENELITIAN ......................................................................... 35


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 35
4.2 Identitas Informan Pasien PAPS ..................................................... 39
4.3 Determinan PAPS ........................................................................... 40
4.3.1 Faktor Predisposisi ............................................................ 40
4.3.1.1 Pengetahuan.............................................................. 40
4.3.1.2 Sikap ......................................................................... 42
4.3.1.3 Kepercayaan ............................................................. 43
4.3.1.4 Persepsi ..................................................................... 43
4.3.2 Faktor Pemungkin .............................................................. 46
4.3.2.1 Fasilitas Kesehatan ................................................... 46
4.3.2.2 Pelayanan Petugas Kesehatan .................................. 48
4.3.2.3 Keterjangkauan Biaya .............................................. 55
4.3.2.4 Pendapatan Keluarga ................................................ 57
4.3.2.5 Akses Geografi ......................................................... 58
4.3.3 Faktor Penguat .................................................................... 59
4.3.3.1 Perilaku Tenaga kesehatan ....................................... 59

BAB 5. PEMBAHASAN ................................................................................... 61


5.1 Faktor Predisposisi ...................................................................... 61
5.1.1 Pengetahuan .......................................................................... 61
5.1.2 Sikap .................................................................................... 63
5.1.3 Kepercayaan......................................................................... 64
5.1.4 Persepsi ................................................................................. 66
5.2 Faktor Pemungkin ........................................................................ 68
5.2.1 Fasilitas Kesehatan ............................................................... 68
5.2.2 Pelayanan Tenaga Kesehatan................................................ 71
5.2.3 Keterjangkauan Biaya ........................................................... 74
5.2.4 Pendapatan Keluarga ............................................................ 75
5.2.5 Akses Geografi ..................................................................... 77
5.3Faktor Penguat ............................................................................... 78
5.3.1 Perilaku Petugas Kesehatan .................................................. 78

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 81


6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 81
6.2 Saran ............................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 83

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Distribusi tempat tidur berdasarkan tipe ruangan


di RSUD kota Padangsidimpuan 2014 .......................................................39
4.2 Identitasinforman pasien PAPS .................................................................39
4.3 Matriks pengetahuan informan tentang pengertian sakit dan
rumah sakit .................................................................................................41
4.4 Matriks mengenai sikap informan terhadap pelayanan di ruang
rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan ..................................................42
4.5 Matriks mengenai alasan informan dalam pengambilan keputusan ..........43
4.6 Matriks mengenai kondisi informan yang belum sembuh total
dan dapat kambuh lagi jika pengobatan tidak tuntas..................................44
4.7 Matriks mengenai informan mengetahui akibat paps
dapat membahayakan kesehatan sendiri ....................................................45
4.8 Matriks mengenai informan tidak dapatmenuntut
dokter/rumah sakit ..................................................................................... 45
4.9 Matriks mengenai ketersediaan dan kelengkapan pelayanan
pemeriksaan ................................................................................................46
4.10 Matriks mengenai ketersediaan obat-obatan ..............................................47
4.11 Matriks mengenai fasilitas yang tersedia diruang rawat inap ....................48
4.12 Matriks mengenai jam kunjungan/visite dokter ........................................49
4.13 Matriks mengenai kejelasan informasi dokter mengenai penyakit ........... 50
4.14 Matriks mengenai perhatian dokter pada saat informan
mengutarakan keluhan tentang penyakit ....................................................51
4.15 Matriks mengenai perawat melakukan pekerjaanrutinitasnya ...................52
4.16 Matriks mengenaiinforman memerlukan bantuan
dan kesigapan perawat ...............................................................................53
4.17 Matriks mengenai perhatian perawatketika mengutarakan keluhan ..........54
4.18 Matriks mengenai prosedur penerimaan pasiendan kewajiban
pasien serta peraturan rawat inap ...........................................................................55
4.19 Matriks mengenai biaya yang dikeluarkan sesuaidengan penyakit
yang diderita ...............................................................................................56
4.20 Matriks mengenai biaya selama di rumah ..................................................57
4.21 Matriks mengenai lokasi rumah sakit.........................................................58
4.22 Matriks mengenai dokter/ perawat dalam melakukan pengobatan ............59
4.23 Matriks mengenai dokter/ perawat melaksanakan tugas tidak
membedakan status sosial ..........................................................................60

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara.............................................................. 86

Lampiran 2. Ijin Penelitian........................................................................... 89

Lampiran 3. Telah Selesai Penelitian dari RSUD kota Padangsidimpuan... 90

Universitas Sumatera Utara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan yang bermutu pada dasarnya merupakan suatu pengalaman

emosional bagi pelanggan. Jika pelanggan merasa bangga dan puas atau bahkan

terkesan dengan jasa yang diterimaakan memperlihatkan kecenderungan yang

besaruntuk menggunakan kembali jasa yang ditawarkan oleh perusahaan di masa

yang akan datang. Dampak langsung dari kepuasan pelanggan adalah adanya

penurunan komplain dan peningkatan kesetiaan konsumen. Demikian pula dengan

rumah sakit sebagai perusahaan jasa, jika pelanggan atau pasien merasa puas dengan

mutu pelayanan rumah sakit tersebut maka ada kecenderungan untuk setia terhadap

pelayanan rumah sakit (Susanty,2009).

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU No. 44 Tahun 2009).Pelayanan rawat inap

adalah kegiatan pelayanan terhadap pasien yang masuk rumah sakit, menempati

tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau

pelayanan medik lainnya. Bagian rawat inap mempunyai kedudukan sangat penting di

rumah sakit dalam rangkamenyelenggarakan fungsi utamanya (Ibrahim, 2009).

Keberhasilan suatu perawatan dan pengobatan adalah kesembuhan penderita,

sehingga penderita yang menurut pemeriksaan medis dan keperawatan sudah tidak

memerlukan pengobatan dan perawatan rawat inap di rumah sakit, berdasarkan

Universitas Sumatera Utara


keputusan dokter diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit atau pulang.

Namun pada kenyataannya terdapat beberapa pasien rawat inap yang meninggalkan

rumah sakit atas permintaan sendiri walaupun dokter belum memberikan keputusan

kepada pasien untuk dapat pulang meninggalkan rumah sakit yang dinyatakan

sebagai pasien pulang paksa (Menap, 2007).

Pasien yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) adalah pasien rawat inap

yang menurut pernyataan dokter masihmemerlukan rawat inap dan belum

diperbolehkan pulang, tetapi ataspermintaan sendiri atau keluarga memutuskan untuk

pulang ataumenghentikan rawat inap di rumah sakit.Bila mengacu padaketentuan

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang

Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, dipersyaratkan bahwa standar kejadian

pulang paksa di rumah sakit adalah ≤ 5%.

PAPS walaupun secara medis belum cukup stabil untuk dirawat di rumahdapat

diartikan sebagai ungkapan kekecewaan, ketidakpuasan dan hilangnya kepercayaan

(mistrust) terhadap rumah sakit. Dampak pasien PAPS terhadap rumah sakit antara

lain adalah penurunan pendapatan rumah sakit, dalam jangka lama dapat menurunkan

kinerja rumah sakit dan akhirnya juga berpengaruh terhadap pengembangan dan

kelangsungan hidup rumah sakit. Bagi pasien sendiri karena keadaannya belum

sembuh atau bahkan bertambah berat.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)kota Padangsidimpuanmerupakan rumah

sakit kelas B Non Pendidikan. Rumah sakit ini menyediakan fasilitas rawat inap yang

terdiri dari : ruang I untuk perawatan umum dan THT, ruang II untuk perawatan

Universitas Sumatera Utara


perinatologi dan anak, ruang III untuk perawatan penyakit dalam, ruang IV untuk

perawatan penyakit paru, VIP, ruang RR (Recovery Room) untuk perawatan dan

pemulihan pasca operasi, ruang bersalin untuk perawatan obstetrik dan ginekologi

dan ruang mata untuk perawatan penyakit mata. RSUD kota Padangsidimpuan

memilki jumlah tempat tidur 144 buah, memiliki 4 (empat) pelayanan spesialis lain

diluar dari pelayanan spesialis dasar yaitu Mata, THT, Paru dan Syaraf.

Pasien rawat inap yang keluar dari RSUD kota Padangsidimpuan pada tahun

2013 dengan cara PAPS adalah 886 orang (13, 53%) dari jumlah keseluruhan pasien

rawat inap 6547 orang. Tahun 2014 jumlah PAPS di ruang rawat inap dari Januari

sampai Oktober berjumlah 587 orang (16, 39%) dari jumlah keseluruhan pasien rawat

inap 3580 orang. Berdasarkan hasil survei pendahuluan dengan melakukan

wawancara kepada pasien PAPS di RSUDkota Padangsidimpuan di dapat pasien di

kelas I/VIP yang lebih banyak didominasi oleh pejabat kalangan pemerintah,

masyarakat menengah ke atas dan beberapa PNS karena mereka menginginkan

pelayanan dengan ruangperawatan yang lebih pribadidan nyaman. Pasien di kelas

Imemutuskan PAPS karena sudah merasa sembuh walaupun dokter belum

memperbolehkan untuk pulang, pasien yang berada di kelas I/VIP rata-rata pasien

penyakit dalam, contohnya hanya keluhan sakit perut sehingga dua hari sudah merasa

sehat. Pasien yang lain mengatakan ketidaknyamanan di ruangan akibat AC yang

rusak, air kamar mandi yang sering mati sehingga tidak sesuai dengan harapan

pasien. Keluhan lain mengatakan karena jam visite dokter yang terlambat.

Universitas Sumatera Utara


Hasil wawancara dengan pasien kelas II mereka memutuskan PAPS karena

pasien merasa tidak nyaman karena suara bising yang berasal dari poliklinik yang

terletak berdampingan dengan rawat inap, ketidakpuasan pasien terhadap penjelasan

dokter atau perawat tentang penyakit yang dideritanya dan tidak memperoleh

kepastian tentang kondisiserta prognosis penyakitnya, alasan lain diakibatkan karena

ketersediaan alat-alat dalam pemeriksaan seperti untuk scanning harus ke rumah sakit

lain, sehingga pasien memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain.

Hasil wawancara dengan pasien di kelas III lebih banyakmereka yang

menginginkan kesembuhan daripada faktor yang lain, denganharga yang lebih murah.

Pasien kelas III memutuskan PAPS karena masalah biaya, mencakup biaya

pengobatan, sewa kamar atau ruangan, biaya orang yang menjaga pasien, hal ini

diakibatkan pasien berasal dari luar kota, alasan lain karena ingin pindah rawat ke

tempat lain dan ketidaknyamanan. Masalah ingin pindah rawat ke tempat lain dan

ketidaknyamanan berhubungan dengan tenaga medis/perawat yang kurang ramah

dan tidak perhatian dan kondisi ruang rawat inap yang tidak kondusif dikarenakan

banyak anggota keluarga yang berkumpul di satu ruangan tersebut. Alasan pasien

yang lain adalah tidak ada kemungkinan untuk sembuh atau pasien dengan penyakit

kronis.

Berdasarkan data yang dikutip Menap (2007) dari beberapa rumah sakit umum

Catalonia – USA, tentang alasan pasien pulang paksa, pada register pasien pulang

melaporkan discharge against medical advice (DAMA) pada departemen

psikiatrisebesar 0,34% dari total pasien pulang 41.648 dalam periode 2 tahun. Pada

Universitas Sumatera Utara


Internal Medicine Department (Tauli Hospital, Barcelona) tercatat sebesar 0,24%

dan 0,44% untuk bagian bedah, 0,26% untuk bedah tulang, 0,32% untuk obstetrics–

gynecology dan sebesar 0,93% untuk bagian rehabilitasi. Rata-rata usia pasien

DAMA adalah 38,63 tahun dan sebagian besar laki-laki yaitu 59,9%. Dari total

DAMA tersebut, 45,8 % berasal dari internal medicine department. Alasan pulang

paksa bervariasi antara aspek sosial dan aspek medik yang meliputi isu keluarga,

konflik dengan staf / petugas atau sikap dan intervensi yang mengarah negatif.

Penelitian Menap (2007) tentang analisis alasan pasien pulang paksa di RSUD

Praya Kabupaten Lombok Tengah tahun 2006, diperoleh angka kejadian pulang

paksa5,37% (469 kasus dari 8.733 pasien keluar rumah sakit). Alasan yang

ditemukan terdiri atas: alasan biaya, kecewa dengan pelayanan yang diberikan dan

konflik dengan sikap dan perlakuan petugas. Hasil penelitian Thenie (2002) tentang

persepsi pasien pulang paksa terhadap pelayanan rumah sakit di RSUD Karawang

menunjukkan bahwa kasus pasien PAPS di RSUD Karawang berhubungandengan

faktor biaya dan faktor pelayanan rumah sakit. Faktor biaya yang dikeluhkan adalah

tingginya biaya obat yang dikeluarkan sedangkan faktor pelayanan yang dikeluhkan

adalah ketidakramahan dan kekurangtanggapan dari pemberi pelayanan dan masalah

kebersihan di ruang perawatan.

Penelitian Purwanto (2008) dalam karya tulis ilmiahnya tentang faktor- faktor

yang melatarbelakangi pulang paksa didapat adalah faktor promotion (40%) dengan

kategori penjelasan yang diberikan kurang atau tidak dimengerti klien, faktor process

(30%) dengan kategori prosedur dan penanganan membuat klien tidak nyaman, faktor

Universitas Sumatera Utara


price (23%) dengan kategori harga yang tidak sesuai dengan daya beli klien, faktor

place (16%) dengan kategori jarak RS dengan dengan rumah klien membutuhkan

biaya transportasi yang banyak, faktor product (10%) dengan kategori penanganan

yang diberikan tidak mengatasi keluhan, faktor people (6.6%) dengan kategori

pendekatan terhadap klien tidak dilakukan.

Penelitian Fauziah (2013) tentang analisis persepsi pasien pulang atas

permintaan sendiri(PAPS) terhadap kualitas pelayanan dan harga menunjukkan

penyebab PAPS pada pasien VIP dan kelas I adalah karena faktor individu/keluarga,

sedangkan pasien kelas II karena faktor pelayanan dan pasien kelas III karena faktor

biaya. Faktor pelayanan yang dikeluhkan adalah kekurangtanggapan dan kurangnya

komunikasi dari pemberi pelayanan, sedangkan faktor biaya yang dikeluhkan adalah

karena banyaknya pemeriksaan penunjang medis yang dilakukan pada pasien.

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa masalah kasus PAPS yang

cukup tinggi sehingga walaupun penyakit pasien belum teratasi mereka memaksa

untuk keluar dari rumah sakit tersebut. PAPSyang terus terjadi dan tidakdikendalikan

maka fungsi sosial rumah sakit dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

menjadi tidak optimal.

Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

“Analisis Determinan Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) di Ruang Rawat Inap

RSUD kota Padangsidimpuan Tahun 2014”.

Universitas Sumatera Utara


1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas maka dapat

dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah determinan apa saja penyebab

pasien PAPS di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisisdeterminan pasien pulang atas permintaan sendiri(PAPS)

di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Diharapkan bisa menjadi salah satu informasi dan bahan masukan bagi

RSUDkota Padangsidimpuan tentang determinan PAPS di ruang rawat inap.

2. Diharapkan bisa menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi bidang

pelayanan RSUD kota Padangsidimpuan untuk perbaikan mutu dan program

pelayanan.

3. Diharapkan bisa menjadi referensi bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rumah Sakit

2.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat

inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU No. 44 Tahun 2009).

Menurut Hospital Association dalam Azwar (2010) menyatakan rumah sakit

adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir

serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit

yang diderita oleh pasien.

2.1.2 Klasifikasi Rumah Sakit

Pengklasifikasian rumah sakit dibedakan berdasarkan jenis penyelenggaraan

pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit yang

memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan rumah sakit

khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu

bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan kekhususannya. Klasifikasi

rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan perbedaan

tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan, ketenagaan, fisik dan peralatan

yang dapat disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas

A, B, C dan D.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 340 Tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit. Persyaratan rumah sakit

umum kelas A antara lain sebagai berikut :

1. Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 5

(lima) pelayanan spesialis penunjang medik, 12 pelayanan medik spesialis

lain dan 13 pelayanan medik sub spesialis.

2. Kriteriafasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelasA sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat

darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang

medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi mulut,

pelayanan medik subspesialis, pelayanan keperawatan dan kebidanan,

pelayanan penunjang klinik, dan pelayanan penunjang non klinik.

3. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan medik

gigi mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak /keluarga berencana.

4. Pelayanan medik subspesialis terdiri dari subspesialis bedah, penyakit dalam,

kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan,

syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, orthopedi

dan gigi mulut.

5. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 18 orang dokter umum dan 4

(empat) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

Universitas Sumatera Utara


6. Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal 6

(enam) orang dokter spesialis dengan masing-masing 2 (dua) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap.

7. Pada pelayanan spesialis penunjang medik harus ada masing-masing minimal

3 (tiga) orang dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap.

8. Pada pelayanan medik subspesialis harus ada masing-masing minimal 2 (dua)

orang dokter subspesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang dokter

subspesialis sebagai tenaga tetap.

9. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan

kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit.

10. Jumlah tempat tidur minimal 400 buah.

Persyaratan rumah sakit umum kelas B antara lain sebagai berikut :

1. Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, 4

(empat) pelayananspesialis penunjang medik, 8 (delapan) pelayanan medik

spesialis lainnya dan 2(dua) pelayanan medik subspesialis dasar.

2. Kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelasB sebagaimana

dimaksudpada ayat (1) meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat

darurat, pelayananmedik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang

medik, pelayanan medikspesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi mulut,

Universitas Sumatera Utara


pelayanan medik subspesialis, pelayanan keperawatan dan kebidanan,

pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinik.

3. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan medik

gigi mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak /keluarga berencana.

4. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24

jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan

awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai

dengan standar.

5. Pelayanan medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

6. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari pelayanan anestesiologi,

radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

7. Pelayanan medik spesialis lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13

pelayanan meliputi mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan

pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi,

bedah syaraf, bedah plastik dan kedokteran forensik.

8. Pelayanan medik subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang

meliputi : bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, obstetri dan ginekologi.

9. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 12 orang dokter umum dan 3

(tiga) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

10. Pada pelayanan medik spesialis dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang

dokter spesialis dengan masing-masing 1 (satu) orang sebagai tenaga tetap.

Universitas Sumatera Utara


11. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan

kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit.

12. Jumlah tempat tidur minimal 200 buah.

Persyaratan rumah sakit umum kelas C antara lain sebagai berikut :

1. Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan

4 (empat) pelayanan spesialis penunjang medik.

2. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter

umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

3. Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal 2

(dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.

4. Pada setiap pelayanan spesialis penunjang medik masing-masing minimal 1

(satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter

spesialis sebagai tenaga tetap pada pelayanan yang berbeda.

5. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan

kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit.

6. Jumlah tempat tidur minimal 100 buah.

Persyaratan rumah sakit umum kelas D antara lain sebagai berikut :

1. Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan

pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) pelayanan medik spesialis dasar.

Universitas Sumatera Utara


2. Pelayanan medik spesialis dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat)

jenis pelayanan spesialis dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan

anak, bedah, obstetri dan ginekologi.

3. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter

umum dan 1 (satu) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap.

4. Pada pelayanan medik spesialis dasar harus ada masing-masing minimal 1

(satu) orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar

dengan 1 (satu) orang dokter spesialis sebagai tenaga tetap.

5. Perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 2:3 dengan

kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit.

6. Jumlah tempat tidur minimal 50 buah.

2.1.3 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan.Sesuai dengan Undang- undang Nomor 44 Tahun 2009 fungsi rumah sakit

adalah sebagai berikut :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.2 Pelayanan Rawat Inap

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013

tentang rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang

bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama

untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, dan atau pelayanan

medis lainnya, dimana peserta dan atau anggota keluarganya dirawat inap paling

singkat 1 (satu) hari.

Pelayanan rawat inap adalah kegiatan pelayanan terhadap pasien yang masuk

rumah sakit, menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi,

rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.Bagian rawat inap mempunyai

kedudukan sangat penting di rumah sakit dalam rangkamenyelenggarakan fungsi

utamanya. Tenaga yang terlibat dalam pemberian pelayanan pasien antara lain dokter,

perawat, bidan, ahli gizi, dan tenaga keteknisian kesehatan lainnya.

Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan

yangterdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi

pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu

perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya (Anjaryani, 2009) .

Menurut Jacobalis (1990) kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap

rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah:

Universitas Sumatera Utara


1. Penampilan keprofesian menyangkut pengetahuan, sikap, perilaku dokter,

perawat dan tenaga profesi lainnya.

2. Efisiensi dan efektifitas, menyangkut pemanfaatan sumber daya di rumah

sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna.

3. Keselamatan pasien, menyangkut keselamatan dan keamanan pasien

4. Kepuasan pasien, menyangkut kepuasan fisik, mental, dan sosial terhadap

lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan,

keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya.

Menurut Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik

apabila:

1. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit.

2. Menyediakan pelayanan yang benar-benar professional dari setiap strata

pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke

rumah sakit sampai pulang pasien.

Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut:

1. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus

mampu melayani dengan cepat karena mungkin memerlukan penanganan

segera.

2. Penanganan pertama dari perawat dan dokter profesional harus mampu

membuat kepercayaan pada pasien.

3. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah

sakit.

Universitas Sumatera Utara


4. Peralatan yang memadai dengan operator yang profesional memberikan nilai

tambah.

5. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.

Lingkup kegiatan di ruang rawat inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan

dan pelayanan keperawatan, pelayanan medis, gizi, administrasi pasien meliputi

pendataan pasien dan penandatanganan surat pernyataan keluarga pasien (apabila

diperlukan), rekam medis, pelayanan kebutuhan keluarga pasien (berdoa, menunggu

pasien, mandi, dapur kecil/ pantry, konsultasi medis). Klasifikasi perawatan rumah

sakit telah ditetapkan berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan yang disediakan oleh

rumah sakit, yaitu kelas utama (termasuk VIP), kelas I, Kelas II dan kelas III.

Menurut Azwar (1996)sejak pasien dirawat di rumah sakit hingga

diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai

berikut:

2.2.1 Pelayanan Penerimaan/ Administrasi

Pelayanan penerimaan pasien merupakan bagian yang paling utama dari

pelayanan rumah sakit, karena dari bagian ini awal dari seluruh bentuk dan pelayanan

kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien atau keluarga

pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan pelayanan

penerimaan pasien adalah menciptakan suasana transisi yang lancar dan

menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap penerimaan pasien. Kesan ini

sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga,

staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Herkunto (1995) selama pasien dirawat dirumah sakit maka apa yang

menjadi hak pasien telah diterima sesuai dengan kemampuan rumah sakit saat itu.

Sebagai bagian terakhir proses perawatan sebelum pasien pulang maka salah satu

kewajiban memberikan pembayaran yang pantas kepada pihak pemberi jasa, dalam

hal ini rumah sakit. Hal ini ditegakkan demi tercapainya kesebandingan antara hak

dan kewajiban dalam hubungan pasien dengan pihak pemberi jasa. Tentunya

kewajiban ini dilakukan sesuai dengan keadaan ekonomi pasien.

2.2.2 Pelayanan Dokter

Dokter adalah unsur paling berpengaruh dalam menentukan kualitas

pelayanan rumah sakit kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari

sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada

pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik

berdasarkan ilmu kedokteran dan etik yang berlaku serta dapat di

pertanggungjawabkan (Aditama, 2003).

Donabedian (1980) yang dikutip Anjaryani (2009) mengatakan bahwa

perilaku dokter dalam aspek manajemen, manajemen lingkungan sosial, manajemen

psikologi danmanajemen terpadu, manajemen kontinuitas dan koordinasi kesehatan

dan penyakit harus mencakup beberapa hal, yaitu :

a. Ketepatan diagnosis

b. Ketepatan dan kecukupan terapi

c. Catatan dan dokumen pasien yang lengkap

Universitas Sumatera Utara


d. Koordinasi perawatan secara kontinuitas bagi semua

anggotakeluarga

Dengan makin meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-haknya, maka

dokter harus menghargai serta menghormati hak-hak mereka. Adapun hak-hak pasien

seperti yang tercantum dalam penjelasan pasal 32 undang-undang Nomor 44 Tahun

2009 tentang rumah sakit setiap pasien mempunyai hak 1) memilih dokter dan kelas

perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, 2)

mendapat informasi yang meliputi diagnosis dantata cara tindakan medis, tujuan

tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan

prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan, 3)

memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga

kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya didampingi keluarganya dalam keadaan

kritis, 4) memperoleh layanan kesehatan yang bermutusesuai dengan standar profesi

dan standar prosedur operasional.

2.2.3 Pelayanan Keperawatan

Perawat adalah suatu profesi yang mempunyai autonomi yang didefenisikan

sebagai fungsi professional yaitu membantu mengenali dan menemukan kebutuhan

pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk

mengetahui kebutuhan pasien dan membantu memenuhinya.

Pelayanan keperawatan merupakan bagian penting dalam pelayanan kesehatan

yang bersifat komprehensif meliputi biopsikososiokultural dan spiritual yang

Universitas Sumatera Utara


ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan

sehat maupun sakit dengan pendekatan proses keperawatan.

2.2.4 Pelayanan Penunjang Medik dan Non Medik

Untuk dapat melakukan tugasnya, maka rumah sakit umum harus

menjalankan beberapa fungsi, satu diantaranya adalah fungsi menyelenggarakan

pelayanan penunjang medik dan nonmedik (Aditama, 2003).

Pelayanan penunjang medik diagnostik meliputi :

1. Laboratorium

2. Radiologi

3. Electro cardio graph (EGC)

4. Ultrasonography (USG)

5. Unit Gawat Darurat, dan lain-lain.

Pelayanan penunjang medik teraupetik meliputi :

1. Farmasi

2. Terapi rehabilitasi medik : terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi

okupasi.

3. Pelayanan sosial

4. Radioterapi

5. Psikologi klinik (Aditama, 2003).

Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan

pengobatan sudah disiapkan oleh rumah sakit. Demikian juga kebutuhan-kebutuhan

mendadak seperti alat-alat selalu sudah tersedia dan siap pakai. Di dalam rumah sakit

Universitas Sumatera Utara


pelayanan kesehatan hampir seluruhnya merupakan pemberian obat. Obat dan semua

alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari rumah sakit dan

tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Bagian farmasi rumah sakit

bertanggung jawab atas kuantitas maupun kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya,

pendistribusiannya, sampai pada pengawasannya. Penyaluran pada pasien harus tepat

dalam waktu, jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia

saat bila diperlukan dan memenuhi standar yang diwajibkan.

Makanan yang dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan, enak

dipandang, dapat dicerna dengan baik, bebas dari kontaminasi, memperhatikan nutrisi

dan memenuhi standar resep, serta penyajiannya pada waktu yang tepat dan teratur.

Pada hakekatnya pelayanan gizi adalah penerapan ilmu dan seni dalam membantu

seseorang dalam keadaan sehat atau sakit untuk memilih dan memperoleh makanan

yang sesuai guna memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Di rumah sakit pelayanan ini

ditunjukkan kepada pasien rawat inap, rawat jalan serta karyawan.

2.2.5 Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik dan non fisik rumah sakit juga dapat mempengaruhi

kenyamanan pasien dalam menjalani rawat inap.Hospitalisasi merupakan perlakuan,

peraturan, dan suasana baru yang ditimbulkan atas konsekuensi ditentukannya rawat

inap di rumah sakit bagi seorang pasien.Akibat yang ditimbulkan oleh hospitalisasi

seringkali menuntut pasien untuk beradaptasi dengan cepat dan terdapat hambatan-

hambatan yang cukup besar, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan berakibat

pada penolakan rawat inap (Susanty, 2009).

Universitas Sumatera Utara


Kondisi lingkungan fisik ruang perawatan memerlukan situasi yang tenang,

nyaman, bersih dan syarat-syarat tertentu. Untuk menuju kearah itu sebenarnya

rumah sakit telah mempunyai dasar acuan berupa Kepmenkes Nomor: 1204/ Menkes/

SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit antara lain: 1)

lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan intensitas

cahaya yang cukup, 2) sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian

rupa, 3) pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan

ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari kebisingan.

Lingkungan fisik merupakan tempat di mana pasien berada selama menjalani

perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan

persyaratan ruang bangunan yang bertujuan menciptakan ruangan yang nyaman,

bersih, dan sehat, sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses

penyembuhan pasien, pada pengunjung, dan juga pada tenaga kerja rumah sakit.

Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini bukan hanya tugas pimpinan tapi menjadi

tugas semua pegawai rumah sakit termasuk pasien dan pengunjungnya. Dengan

demikian diperoleh suasana yang aman, asri, tenteram, bebas dari segala gangguan

sehingga dapat memberikan kepuasan pasien dalam proses penyembuhan penyakit.

2.3 Standar Pelayanan Instalasi Rawat Inap

Standar pelayanan minimal (Kepmenkes 129 Tahun 2008) adalah ketentuan

tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang

berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Selain itu juga merupakan spesifikasi

teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan

Universitas Sumatera Utara


Umum. Dengan disusunnya SPM diharapkan dapat membantu pelaksanaan

penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan

bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan,

pembiayaan dan pelaksanaan setiap jenis pelayanan.

Tabel 2.1. Standar Pelayanan Minimal Menurut Departemen Kesehatan

Pelayanan Indikator Standar

Rawat Inap 1. Pemberian pelayanan di Rawat 1. a. dr Spesialis


Inap b. Perawat minimal
pendidikan D3
2. Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) rawat inap 2. 100%

3. Ketersediaan pelayanan rawat 3. Anak, Penyakit


inap Dalam, Kebidanan,
Bedah
4. 08.00 s/d 14.00 wib
4. Jam visite Dokter Spesialis setiap hari kerja
5. ≤ 1,5 %
6. ≤ 1,5 %
5. Kejadian infeksi pasca operasi 7. 100 %
6. Kejadian infeksi nosokomial
7. Tidak adanya kejadian pasien
jatuh yang berakibat kecacatan /
kematian
8. ≤ 0.24 %
8. Kematian pasien > 48 jam
9. ≤ 5 %
9. Kejadian pulang paksa
10. ≥ 90 %
10. Kepuasan pelanggan
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang SPM RS

Universitas Sumatera Utara


2.4 Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

Setelah beberapa lama dirawat di rumah sakit kemudian pasien akanberhenti

menjalani rawat inap dan keluar. Adapun pembagian berdasarkan cara keluar dapat

dibedakan atas :

1. Diijinkan Pulang/ Boleh Pulang

Diijinkan pulang/boleh pulang adalah pasien rawat inap yang keluar dari

rumah sakit atas keputusan dokter karena sudah tidak memerlukan rawat inap

dan diperbolehkan pulang.

2. Pulang paksa/Pulang Atas Permintaan Sendiri

Pulang paksa/Pulang Atas Permintaan Sendiri adalah pasien rawat inap yang

menurut pernyataan dokter masihmemerlukan rawat inap dan belum

diperbolehkan pulang, tetapi ataspermintaan sendiri atau keluarga

memutuskan untuk pulang ataumenghentikan rawat inap di rumah sakit.

Tanggung jawab atas kejadianyang dialami oleh pasien setelah pulang paksa

menjadi tanggungjawabpasien sendiri atau keluarga yang memutuskan, hal ini

dituangkan dalamsurat pernyataan yang harus di tanda tangani oleh pasien,

petugas rumahsakit, dan saksi.

3. Lari

Lari adalah pasien rawat inap yang menurut pernyataan dokter

masihmemerlukan rawat inap tetapi keluar dari rumah sakit tanpa

sepengetahuanpetugas sehingga meninggalkan kewajibannya.

Universitas Sumatera Utara


4. Dirujuk

Dirujuk adalah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit atas

keputusandokter yang menangani berdasarkan alasan tertentu dikirim ke

rumah sakitlain untuk memperoleh pelayanan kesehatan lebih lanjut.

5. Meninggal

Meninggal adalah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit dalam

keadaan mati.

Pulang paksa atau discharge against medical advice (DAMA) adalah

pemutusan kontrak kesepakatan antara provider dengan klien sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa kegiatan

pelayanan diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara provider dengan

pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,

peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan. Menteri

Kesehatan nomor: 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal

Rumah Sakit, dipersyaratkan bahwa standar kejadian pulang paksa di rumah sakit

adalah ≤ 5%.

Menurut Thenie (2002) beberapa contoh kejadian/kondisi yang menimbulkan

ketidakpuasan sehingga pasien meminta pulang paksa adalah biaya pelayanan yang

terlalu tinggi, tempat yang kurang nyaman, informasi yang kurang akurat dan

memadai bagi pasien, tenaga medis/paramedis yang kurang profesional serta prosedur

administrasi atau birokrasi yang terlalu rumit.

Universitas Sumatera Utara


Pulang paksa adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan pasien

yang menolak perawatan yang diajukan pihak rumah sakit dengan berbagai alasan.

Alasan yang paling sering dikemukakan adalah kamar untuk rawat inap yang penuh

atau yang lebih sering lagi adalah karena tidak ada biaya. Kejadian ini cukup sering

ditemui di rumah sakit pemerintah, pasien-pasien yang terpaksa pulang tersebut

mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah.Jika ada yang berasal dari

kalangan menengah ke atas biasanya menolak perawatan karena ingin dirujuk ke

rumah sakit lain .

PAPS adalah pasien rawat inap yang menurut pernyataan dokter

masihmemerlukan rawat inap dan belum diperbolehkan pulang, tetapi ataspermintaan

sendiri atau keluarga memutuskan untuk pulang ataumenghentikan rawat inap di

rumah sakit. Tanggung jawab atas kejadianyang dialami oleh pasien setelah pulang

paksa menjadi tanggungjawabpasien sendiri atau keluarga yang memutuskan, hal ini

dituangkan dalamsurat pernyataan yang harus di tanda tangani oleh pasien, petugas

rumahsakit, dan saksi (Susanty, 2009).

PAPS merupakan hak otonomi pasien. Ketika pasien pulang, pasien harus

paham diagnosis dan rencana pelayanan medis yang akan dikerjakan oleh dokter.

Setelah mendapat penjelasan dan memahami penjelasan tersebut, keputusan pasien

untuk menerima rencana pelayanan atau tidak dapat dibuat dengan tepat. Adapun

penyebab PAPS adalah antara lain pasien tidak mengerti mengapa saat atau sudah

diopname, tetapi belum sembuh juga, dokter yang gagal menjelaskan bahwa penyakit

itu tidak bisa sembuh secara instan tetapi harus perlahan, pasien merasa tidak betah

Universitas Sumatera Utara


dengan fasilitas yang ada di tempat rawat inap, pasien memiliki keinginan untuk

dirawat di tempat yang lebih bagus.

Apapun alasannya keinginan pasien untuk dirawat di rumah harus dihargai.

Tetapi sebelum pasien pulang, staf keperawatan harus mematuhi langkah-langkah

berikut: 1) mengkaji status pasien, 2) memberi tahu dokter yang memeriksa pasien

dan memberitahukannya tentang; permintaan pasien untuk pemulangan, alasan pasien

(seperti yang dinyatakan oleh pasien), pengkajian terhadap kondisi mental dan fisik

pasien yang terakhir, adanya informasi penting lain berkaitan dengan permintaan

tersebut.

Menurut Bail yang dikutip Susanty (2009) jika dokter memberi instruksi

untuk memulangkan pasien, lakukanproses intruksi tersebut berdasarkan kebijakan

dan prosedur fasilitas, seperti yang ditunjukkan pada langkah-langkah berikut:

1. Instruksikan pasien untuk membaca, mengisi dan

menandatanganipernyataan pulang paksa dan format kuesioner pulang

paksa.

2. Mendokumentasikan dengan jelas seluruh insiden dalam

ringkasanpemulangan yang terdapat dicatatan klinis pasien.

3. Menyelesaikan semua prosedur pemulangan

4. Memberitahukan kantor pendaftaran, penyelia keperawatan dan

administrator

5. Menyelesaikan laporan insiden.

Universitas Sumatera Utara


Kesemua hal di atas penting karena jika setelah di pulangkan terjadi sesuatu

terhadap pasien, keluarga tidak boleh menuntut ke dokter atau rumah sakit.apalagi

menyuruh dokter datang untuk memeriksa pasien di rumah.

2.5 Determinan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau

rangsangan dari organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat

tergantung pada karakteristik atau faktor – faktor lain dari orang yang bersangkutan,

faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Determinan internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yaitu bersifat

given atau bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan eksternal, yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor

yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang ( Notoatmodjo, 2010).

Menurut Skiner yang dikutip Notoatmodjo (2010),perilaku merupakan

respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.Perilaku

manusia terjadi melalui proses stimulus-organisme-respons dan untuk respons itu

sendiri Skiner membaginya menjadi dua jenis yaitu perilaku tertutup dan terbuka.

Teori Skiner tersebut menjelaskan perilaku yang ada didalam masyarakat

dalam mengatasi penyakitnya. Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat

penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but not illness) tentu tidak akan

Universitas Sumatera Utara


bertindak apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit

dan merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.

Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit tidak sama dengan persepsi tenaga

kesehatan mengenai konsep sehat-sakit itu sendiri, dan persepsi sehat-sakit

masyarakat erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan (Notoatmodjo,

2010).

Menurut Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (2010), menjadi 3 kategori

utama kecenderungan dalam menggunakan pelayanan kesehatan yaitu:

1) Faktor Predisposisi (Predisposing factor)

Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku

seseorang, ini digunakan untuk menggambarkan bahwa setiap individu memiliki

kecenderungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda.

Dan hal itu disebabkan oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke

dalam: pengetahuan, sikap, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal –hal

yang berkaitan dengan kesehatandan persepsi, serta faktor demografi (umur, jenis

kelamin, status perkawinan) akan mempengaruhi motivasi perorangan maupun

kelompok untuk melakukan tindakan. Hal ini lebih mengarah pada tingkat

kepercayaan dari pengguna pelayanan kesehatan tersebut.

2) Faktor Pemungkin (Enabling factor)

Faktor-faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan.

Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau

fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, ini mencakup personal skill dan

Universitas Sumatera Utara


sumber daya kelompok maupun sumber daya masyarakat, antara lain

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, biaya, pendapatan

keluarga, jarak, akses, transportasi, jam buka pelayanan kesehatan yang tersedia.

3) Faktor Penguat(Reinforcing factor)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Hal ini

menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi faktor untuk menentukan pelayanan

kesehatan tersebut diminati atau tidak diminati oleh masyarakat dilihat dari sikap

dan perilaku petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku

masyarakat.

2.5 Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian, maka dapat

digambarkan fokus penelitian sebagai berikut:

Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan
- Persepsi

Faktor Pemungkin
- Fasilitas kesehatan
- Pelayanan tenaga kesehatan Perilaku
- Keterjangkauan biaya PAPS
- Pendapatan keluarga
- Akses geografi

Faktor Penguat
- Perilaku tenaga kesehatan

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. JenisPenelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yang yang bersifat

deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk

menggali lebih mendalamdeterminanpulangataspermintaansendiri (PAPS) di

ruangrawatinapRSUD kotaPadangsidimpuantahun 2014.

3.2. Lokasi dan WaktuPenelitian

Penelitian dilaksanakan di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.

Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena masih tingginya PAPS di ruang rawat inap

dari Januari sampai Oktober 2014 yaitu sebesar 587orang (16.39%). Waktu penelitian

dilakukan dari bulan Juni sampai dengan November.

3.3. Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik

purposive,yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia dan

mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian. Informan

dalam penelitian ini adalah pasien PAPS, keluarga atau yang mendampingi pasien

dan dokter/ perawat.

Universitas Sumatera Utara


3.4. MetodePengumpulan Data

3.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara melakukan

pengamatan, wawancara mendalam (in-depth interview) dengan pasien/keluarga atau

yang mendampingi pasien dan melalui observasi. Tujuan wawancara mendalam

adalah untuk menggali informasi lebih dalam tentang PAPS di ruang rawat inap

RSUD kota Padangsidimpuan.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder yang diperoleh dari pencatatan data dan dokumentasi lainnya daril

aporan ruang rawat inap Kelas I, Kelas II, dan Kelas III selama tahun 2013 dan Januari

sampai Agustus 2014 di RSUD kota Padangsidimpuan.

3.5. Definisi Konsep

a. PAPS adalah perilaku pasien yang pulang sebelum diperbolehkan oleh

dokter di ruang rawat inap.

b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui informan mengenai sakit

dan rumah sakit.

c. Sikap adalah kecenderungan informan untuk berespons terhadap pelayanan

rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.

d. Kepercayaan masyarakat terhadap hal –hal yang berkaitan dengan kesehatan

adalah keyakinan keluarga yang berkaitan dengan kesehatan dan dapat

memengaruhi dalam pengambilan keputusan.

Universitas Sumatera Utara


e. Persepsi adalah pendapat pasien tentang kondisi penyakitnya dan akibat

mengenai PAPS.

f. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah sarana dan prasarana kesehatan yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan kepada pasien selama

dirawat seperti pemeriksaan laboratorium, obat-obatan danruangrawatinap.

g. Pelayanan tenaga kesehatan adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien

selama dirawat di rumah sakit oleh dokter, perawat dan pegawai

administrasi.

h. Keterjangkauan biaya adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh

pelayanan di RSUD kota Padangsidimpuan sesuai dengan penyakit pasien.

i. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan informan maupun keluarga

yang dihitung dalam satu bulan.

j. Akses geografi yaitu faktor-faktor yang memudahkan atau menghambat

meliputi lokasi dan transportasi umum ke RSUD kota Padangsidimpuan.

k. Perilaku tenaga kesehatan adalah tindakan tenaga pada pasien RSUD kota

Padangsidimpuan berupa sikap ramah, sopan dan tidak membedakan status

sosial.

3.6. TeknikAnalisa Data

Setelah didapat informasi dari para informan maka dilakukan analisis isi

(content analysis). Kemudian dilakukan pengaturan informasi, koding dilanjutkan

data yang banyak jumlahnya serta memudahkan dalam mengambil kesimpulan.

Matriks merupakan suatu bagan yang menyerupai tabel, tetapi terdiri dari kata-kata

Universitas Sumatera Utara


bukan angka. Untuk meningkatkan validitas data maka dilakukan triangulasi yaitu:

Triangulasi sumber dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban yang

sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Moleong, 2007).

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Padangsidimpuan merupakan salah satu

Rumah Sakit Milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didirikan pada

tahun 1937, dimana letak bagunannya berada di Jl. Dr. Ferdinand Lumban Tobing,

Kelurahan Wek IV Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kota Padangsidimpuan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Tanggal 22 Februari

1979 No : 51/MENKES/SK/11/1979. Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

ditetapkan sebagai Rumah Sakit Berstatus Kelas “C”, dan dengan Struktur Hirarki

Rumah Sakit Milik Pemerintah Daerah telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur

Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara Tanggal 10 Maret 1983 No : 061-1-

58/K/Tahun 1983 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum

Padangsidimpuan, selanjutnya dikembangkan dalam Keputusan Gubernur Kepala

Daerah Tingkat I Sumatera Utara tanggal 21 Juni 1996 No. 11 Tahun 1996.

Untuk memenuhi perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat yang terus

menerus meningkat disertai dengan keberhasilan pengelolaan dan pembangunan yang

dilaksanakan, Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan dinaikkan kelasnya menjadi

Rumah Sakit Umum Kelas “B” Non Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No : 316/MENKES/SK/IV/1999 Tanggal 23

April1999.Dengan Persetujuan Menteri Dalam Negeri No : 061/1732/SJ/1999

Universitas Sumatera Utara


Tanggal 23 Juli 1999, kemudian dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah Provinsi

Sumatera Utara Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum

Padangsidimpuan dengan nomor Surat Keputusan No : 8 Tahun 1999.

Seiring dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 4 Tahun 2001 tentang

Pembentukan Kota Padangsidimpuan, maka Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

menjadi Lembaga Teknis Daerah berbentuk Badan Milik Pemerintah Kota

Padangsidimpuan, sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Padangsidimpuan No. 05

Tahun 2003 yang kemudian berubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota

Padangsidimpuan sesuai dengan Peraturan Walikota Padangsidimpuan Nomor : 33 /

PW / 2008 Tanggal 03 Nopember Tahun 2008 dan dipimpin seorang Direktur dan

dibantu 3 Wakil Direktur (Profil RSUD kota Padangsidimpuan).

4.1.2 Letak Geografis Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Rumah Sakit Umum Kota Padangsidimpuan secara geografis sangat strategis

berada di Pusat Kota Padangsidimpuan dan posisi Silang jalur lintas darat antara

Sumatera dan Jawa atau sebaliknya, apalagi jarak tempuh jalan darat ke Pusat Ibu

Kota Provinsi Sumatera Utara ( Medan ) sejauh 475 Km dengan menghabiskan waktu

tempuh ± 10 jam perjalanan. Kondisi jarak ini membuat Rumah Sakit Umum

Padangsidimpuan menjadi tumpuan harapan masyarakat dalam pelayanan bidang

kesehatan dari berbagai daerah sekitarnya dijalur Pantai Bagian Barat Provinsi

Sumatera Utara, antara lain :

1. Kabupaten Tapanuli Selatan

2. Kabupaten Padanglawas Utara

Universitas Sumatera Utara


3. Kabupaten Padanglawas

4. Kabupaten Mandailing Natal

5. Kabupaten Tapanuli Tengah

6. Kabupaten Nias

7. Kota Sibolga

8. Provinsi Riau ( Perbatasan)

9. Provinsi Sumatera Barat ( Perbatasan)

Sebagai tempat Pendidikan dan Latihan dari:

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara

2. Akademi Bidan Dep. Kes RI Padangsidimpuan

3. Akademi Perawat Syuhada Padangsidimpuan

4. Akademi Bidan Sentral Padangsidimpuan

dan lain-lain.

4.1.3 Demografis Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Berdasarkan data terakhir tercatat, bahwa jumlah Penduduk kota

Padangsidimpuan adalah 188,499 jiwa yang terdiri dari 79,348 laki-laki dan 90,608

perempuan. Diperkirakan Jangkauan RSUD kota Padangsidimpuan yang meliputi

beberapa Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara maupun di luar Provinsi

maka jumlah total masyarakat yang dilayani diperkirakan jauh dari jumlah penduduk

Kota Padangsidimpuan.

Universitas Sumatera Utara


4.1.4 Visi dan Misi Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan

Visi Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan adalah “Rumah Sakit Umum yang

diminati oleh masyarakat”. Rumah Sakit yang memberikan pelayanan profesional

kepada masyarakat dan sebagai pusat pelayanan rujukan di Wilayah Bagian Pantai

Barat Sumatra Utara.

Untuk mencapai Visi yang telah dirumuskan diatas maka ditetapkan Misi

sebagai berikut:

1. Memberikan pelayanan Kesehatan secara profesional kepada masyarakat

sesuai Standart (SPM).

2. Mengelola administrasi dan keuangan Rumah Sakit Umum secara Transparan

dan Akuntabel sesuai peraturan perundang - undangan sehingga mendukung

pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Tugas pokok Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan adalah :

1. Memberikan pelayanan dengan sentuhan nurani dan sentuhan islami.

2. Cepat, tanggap dan peduli terhadap kepentingan pelanggan di dalam

memberikan pelayanan.

3. Memberikan pelayanan secara profesional yang sesuai standar, didukung

dengan kompetensi SDM yang memadai.

4. Memberikan pelayanan harus penuh cinta kasih dan tulus ikhlas

Rumah Sakit UmumPadangsidimpuan memiliki 144 tempat tidur, yang berada

pada berbagai tipe ruangan.Distribusi jumlah tempat tidur dapat dilihat pada Tabeldi

bawah ini:

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1 Distribusi Tempat Tidur Berdasarkan Tipe Ruangan di
RumahSakitUmumDaerah Kota Padangsidimpuan 2014

No Tipe Ruangan Jumlah Tempat Tidur

1 Kelas I/ VIP 10

3 Kelas II 39
4 Kelas III 93
5 ICU 2

Jumlah 144

Sumber : Profil Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan Tahun 2014

4.2 Identitas Informan Pasien Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)

Informan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dalam penelitian ini

berjumlah 6 orang yang mana identitas informan pasien PAPS meliputi,kelas

perawatan, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan status bayar yang

diuraikan sebagai berikut:

Tabel 4.2 IdentitasInforman Pasien PAPS

Jenis Umur Pendidikan Pekerjaan Status Bayar


Kelamin (Thn)
I/VIP P 30 PT PNS BPJS
II L 70 SLTA Wiraswasta Umum
II P 48 SLTA IRT Umum
III P 52 SD IRT Umum
III L 57 SLTA Wiraswasta Umum
III L 85 SD Petani BPJS
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa jumlah informan pasien PAPS dalam

penelitian ini adalah 6 informan, yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 3 orang

laki-laki. Tingkat pendidikan para informan pasien PAPS adalah sebagai berikut: 1

orang berpendidikan Perguruan Tingi, 3 orang lulusan SLTA dan 2 orang lulusan SD.

Universitas Sumatera Utara


Pekerjaan para informan pasien PAPS terdiri dari 1 orang Pegawai Negeri Sipil

(PNS), 2 orang wiraswasta, 1 orang petani dan 2 orang ibu rumah tangga. Untuk

status bayar 4 informan merupakan pasien umum (pembayaran ditanggung sendiri),

2 informan pasien BPJS.

Berdasarkan status pernikahan 6 informan ini sudah berstatus menikah,

mengenai alamat 3 informan masih dalam kota sedangkan 3 informan lainnya berada

diluar kota. Dari hasil observasi lama rawatan yang dijalani 5 informan menjalani 3

hari perawatan di rumah sakit, 1 informan menjalani 8 hari perawatan di rumah sakit.

Diagnosa informan yang diteliti adalah Typus Abdominalis, Hipertensi, Hipertensi

dengan komplikasi jantung koroner, PSMBA (Penyakit Saluran Makan Bagian Atas)

+ Gastritis, GE (Gastro Enteritis) dan Dyspepsia.

4.3 Determinan PAPS

4.3.1 Faktor Predisposisi

4.3.1.1 Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkanternyata 6 informan belum mengetahui

pengertian sakit yang sesuai dengan konsep sakit menurut penyelenggara

pelayanankesehatan sedangkan pengertian rumah sakit 6 informan mengetahui

bahwa rumah sakit adalah tempat menyediakan pelayanan kesehatan. Pengetahuan

informan akan lebih baik lagi jika dokter atau perawat memberi penjelasan mengenai

konsep sakit yang sebenarnya menurut konsep sehat sakit menurut penyelenggara

kesehatan. Pengetahuan ini akan membawa informan untuk berfikir dan berusaha

Universitas Sumatera Utara


supaya tetap menggunakan pelayanan yang ada di rumah sakit sampai ia sehat (tidak

ada keluhan).

Tabel 4.3 Matriks mengenai pengetahuan informan tentang


pengertian sakit dan rumah sakit

No. Informan Pernyataan

Informan kelas I/VIP Sakit itu udah gak bisa lagi beraktivitas makanya
sampe harus dirawat disini, rumah sakit tempat berobat
orang dengan bermacam penyakit.
Informan kelas II-1 Sakit itu tidak bisa berbuat apa apa lagi, rumah sakit
tempat berobat yang lebih lengkap.
Informan kelas II-2 Sakit itu gak bisa makan, jalan, semuanya sudah harus
dibantu, rumah sakit tempat orang sakit dapat
pelayanan dari dokter sama perawat.
Informan kelas III-1 Sakit itu gak enak semua badan ini, lemas, mual,
muntah. Gak bisa berkegiatan lagi. Rumah sakit ya
tempat berobat.
Informan kelas III-2 Sakit itu gak bisa ngapa-ngapain lagi, rumah sakit itu
bisa memperoleh pelayanan yang lebih lengkapagar
cepat sembuh
Informan kelas III-3 Sakit itu lemas, gak bisa beraktivitas, semua harus
dibantu keluarga. Rumah sakit adalah tempat berobat.

4.3.1.2 Sikap

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan 2 informan merasa sikap tenaga

kesehatan selama memberi pelayanan di rumah sakit sudah bagus, 4 informan

Universitas Sumatera Utara


lainnya merasa biasa saja dan masih kurang. Sikap tenaga kesehatan yang kurang baik

terhadap pasien akan menimbulkan rasa kecewa dan kurang puas terhadap pelayanan

yang diterima.

Tabel 4.4 Matriks mengenai sikap informan terhadap pelayanan di


ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan

No. Informan Pernyataan

Informan kelas I/VIP Lumayan bagus la, memang kakak aja yang bosan
suasana rumah sakit ini makanya pulang,
pelayanannya gak ada masalah buat kakak.
Informan kelas II-1 Menurut kami bagus kok, perawatnya baik, kalau jam
mau ngasih obat misalnya sesuai kok.
Informan kelas II-2 Biasa aja, nama juga rumah sakit pemerintah kalau
mau lebih ke swasta aja la.
Informan kelas III-1 Ya biasa aja dek, kalau ada yang gak ngerti ditanya
aja.
Informan kelas III-2 Gimana ya, kadang kita gak tau kalau pelayanan di
kelas 3 sama kelas yang lain, kami yang disini merasa
biasa-biasa saja.
Informan kelas III-3 Soal pelayanan disini masih kurang la, perlu
ditingkatkan lagibiar makin bagus.

4.3.1.3 Kepercayaan masyarakat terhadap hal –hal yang berkaitan dengan


kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 informan yang diwawancarai,

semua informan memutuskan untuk PAPS bukan karena ingin berobat alternatif.

Universitas Sumatera Utara


Informan mengetahui mengenai penyakitnya dapat disembuhkan dengan berobat ke

rumah sakit dan informsi dari keluarga tentang sakit yang diderita.

Tabel 4.5 Matriks mengenai alasan informan dalam pengambilan


keputusan

No. Informan Pernyataan

Informan kelas I/VIP Gak ada berobat di tempat lain, memang mau pulang
aja.
Informan kelas II-1 Karena udah sehat kok makanya pulang gak ada yang
lain-lain.
Informan kelas II-2 Ah.. gak ada la yang gitu-gituan.
Informan kelas III-1 Memang karena gak sanggup lagi disini, gak ada lah
yang gara-gara alternatif atau mau berobat kampung.
Informan kelas III-2 Sama sekali gak ada yang namanya mau berobat
kampung atau apalah makanya kami pulang.
Informan kelas III-3 Gak ada yang jagain disini makanya pulang bukan
karena yang lain-lain.

4.3.1.4 Persepsi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 6 informan yang diwawancarai 4

informan memutuskan PAPS karena merasa penyakitnya sudah sembuh pada saat itu

walaupun indikasi medisnya belum diperbolehkan pulang oleh dokter. Informan

merasa lebih baik jika pengobatan dilanjutkan di rumah saja daripada harus

menunggu pengobatan di rumah sakit sampai tuntas. Hal-hal lain juga dapat

mempengaruhi para informan untuk memutuskan PAPS dari rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6 Matriks mengenai kondisi informan yang belum sembuh total
dan dapat kambuh lagi jika pengobatan tidak tuntas.

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Gara-gara udah sembuh la kakak rasa makanya
pulang,mudah-mudahan jangan la kambuh lagi.
Informan kelas II-1 Udah lumayan daripada pertamamasuk itu,
jagakesehatan ajabiar gak kumat.
Informan kelas II-2 Ibu udah bosan disini mending di rumah aja,disini pun
makin sakit ibu rasa lama-lama.Udah mulai sehat kok.
Informan kelas III-1 Mau gimana lagi gak ada biaya dek, nanti la berobat
lagi siap dulu kartu BPJS kami.
Informan kelas III-2 Udah mendingankok dek, jangan la kambuh.
Informan kelas III-3 Disini pun gak ada yang jagain, anak kerja. Ibu gak
bisa sendirian jagain bapak, nanti gakngerti disuruh
perawat ngurus ini itu, ya berobat jalan aja.

Hasil penelitian menunjukkan hasil wawancara dengan 6informanmengenai

akibat PAPS, seluruh informan mempunyai jawaban yang sama yaitu tidak

memperdulikan akibat-akibat yang ditimbulkan dari keputusan mereka untuk PAPS

dari rumah sakit. Para informan tidak khawatir akan hal-hal yang dapat terjadi setelah

keluar dari rumah sakit karena penyakit yang diderita belum sembuh dan masih perlu

pantauan dari dokter ataupun perawat.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7 Matriks mengenai informan mengetahui akibat PAPS dapat
membahayakan kesehatan sendiri

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa.
Informan kelas II-1 Jangan lamakin parah, sambil kontrol aja ke dokter.
Informan kelas II-2 Ah disini pun makin sakitnya ibu rasa, suasana rumah
lebih tenang.
Informan kelas III-1 Saat ini gak terpikirkan akibat dulu dek, mau disini pun
gak ada duit lagi.
Informan kelas III-2 Berdoa sama Allah diberikan kesehatan, jangan mikir
yang lain-lain.
Informan kelas III-3 Gak tau lagimana ini, berobat jalan aja la dulu dicoba.

Hasil penelitian menunjukkan seluruh informan ini tidak mempermasalahkan

hal- hal mengenai keputusan untuk PAPS dan informan tidak dapat menuntut pihak

dokter maupun rumah sakit jika terjadi sesuatu setelah di rumah, semua sudah

menjadi tanggung jawab informan.

Tabel 4.8. Matriks mengenai informantidak dapat menuntut


dokter/rumah sakit.

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Ya, kita terima apapun yang terjadi.
Informan kelas II-1 Ini kan keinginan kami, jadi gak ada yang perlu
diperrmasalahkan.
Informan kelas II-2 Resiko kami la itu dek, lagian sakitnya gak parah-parah
kali.
Informan kelas III-1 Kami terima apapun yang terjadi karena ini udah
keputusan kami
Informan kelas III-2 Ikhlas aja, semua udah ada jalannya.
Informan kelas III-3 Gak ada yang perlu dipermasalahkan disini.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2 Faktor Pemungkin

4.3.2.1 Fasilitas Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkanbahwa dari 6 informan mengenai fasilitas

kesehatan yang disediakan oleh pihak rumah sakit seperti ketersediaan dan

kelengkapan pemeriksaan laboratorium dan rontgen, 1 informan merasa fasilitas di

rumah sakit sudah lengkap, 5 informan merasa ketersediaan alat dan kelengkapan

pemeriksaan di rumah sakit masih kurang.

Tabel 4.9 Matriks mengenai ketersediaan dan kelengkapan pelayanan


pemeriksaan

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Menurut saya sudah lengkap la untuk rumah sakit di
Sidimpuan, untuk pertolongan pertama bisa la.
Informan kelas II-1 Saya rasa kurang soalnya kemarin ada disuruh dokter
untuk periksa jantung lama kali datang alatnya.
Informan kelas II-2 Perlu la diperhatikan pihak rumah sakit alat-alat
disini, soalnya saya gak jadi diperiksa gara-gara
alatnya masih dipakedi poli.
Informan kelas III-1 Kurang ngerti la kalau mengenai itu, sejauh ini
pemeriksaan yang disuruh masih ada di rumah sakit
ini.
Informan kelas III-2 Sebaiknya diperhatikan la semua, kalau untuk
pemeriksaan saya masih ada la disini tapi saya lihat
diruangan ini ada yang harus menunggu alatnya dulu
karena masih dipake diruangan lain.
Informan kelas III-3 Ya seharusnya jangan ada lagi yang kurang disini
biar keluarga gak repot mencari ke tempat lain.

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai ketersediaan obat-

obatan yang dibutuhkan dalam keadaan mendadak, 3 informan mengatakan tidak ada

masala terhadap ketersediaan obat-obatan, 3 informan lainnya mengeluhkan kesulitan

memperoleh obat-obatan khususnya pada malam hari.

Tabel 4.10 Matriks mengenai ketersediaan obat-obatan

No. Informan Pernyataan

Informan kelas I/VIP Saya merasa tidak ada masalah mengenai obat-obatan
yang dibutuhkan.
Informan kelas II-1 Gak ada masalah untuk obat.
Informan kelas II-2 Untunglah gak malam disuruh nyari kalau gak payah
juga itu, KPN jam 22.00 wib malam udah tutup.
Informan kelas III-1 Ya kalau gak ada di KPN diluar dicari obatnya jadi
ribetsih kalau bisa lebih dilengkapi obat yang ada di
rumah sakit sama bukanya pun 24 jam.
Informan kelas III-2 Obatnya ada semua disini gak payah nyari-nyari.
Informan kelas III-3 Pernah sekali butuh obat malam hari tapi apotek
rumah sakitnya sudah tutup, seharusnya kan kalau di
rumah sakit ini 24 jam la karena diluar pun pasti
apoteknya sudah tutup.

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai fasilitas ruang rawat

inap, 1 informan bahwa fasilitas rawat inap yang disediakan oleh rumah sakit sudah

sesuai sedangkan 5 informan lainnya merasa belum sesuai dengan yang diharapkan

dan perlu untuk diperbaiki.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11 Matriks mengenai fasilitas yang tersedia diruang rawat inap

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Ruangan bersih, petugas kebersihan setiap hari datang,
udara cukup ke ruangan.
Informan kelas II-1 Ruangan bersih, setiap hari dibersihkan Cleaning
Service (CS)pagi dan sore hari. Pagi ramai sekali
gara-gara poli. Jadi ribut sampai jam 12.00 siang.
Informan kelas II-2 Ruangan memang bersih tapi kurang nyaman, ramai
keluarga yang menunggu.
Informan kelas III-1 Kalaukebersihan, namanya orang banyak bagaimana
mau bersih, sudah dibersihkan pun kotor lagi. Belum
lagi keluarga pasien banyak.
Informan kelas III-2 Kebersihan disini kurang, kalau pagi bersih, tapi kalau
sudah siang ramai orang, jadi kurang nyaman.
Informan kelas III-3 Kebersihan disini kurang, yah gimana namanya ramai
orang, sudah dibersihkan puntetap saja kotor, keluarga
pasien banyak gak bisa istirahat.

4.3.2.2 Pelayanan Tenaga Kesehatan

4.3.2.2.1 Pelayanan Dokter

Hasil penelitian menunjukkan seluruh informan mengeluhkan dokter

terlambat melakukan visite ke ruangan. Penjelasan yang berkaitan dengan penyakit

yang diderita kurang bagi informan atau keluarga pasien sehingga tidak terjalin

komunikasi yang baik.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.12Matriks mengenai jam kunjungan/visite dokter

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Dokter datang setiap hari jam 11.00 wib la,
harusnya kan pagi.
Informan kelas II-1 Dokter masuk tiap hari tapi agak lama.
Informan kelas II-2 Tiap hari ada dokter tapi menjelang siang.
Informan kelas III-1 Dokternya siang baru datang.
Informan kelas III-2 Siang gitula datangnya. Katanya masih ada pasien
kalau ditanya perawatnya.
Informan kelas III-3 Terlambat dokter disini periksa pasien.

Hasil penelitian menunjukkan untuk penjelasan dokter mengenai penyakit dari

6 informan 3 informan merasa cukup jelas mengenai penjelasan dari dokter tentang

penyakitnyasedangkan 3 orang informan lainnya kurang mengerti tentang kondisi

penyakitnya serta kurang puas terhadap penjelasan dokter karena terlalu cepat dan

singkat. Hal ini terjadi diakibatkan karena jam visite dokter yangterlambat sehingga

masih banyak pasien yang harus diperiksa. Penjelasan yang kurang mengenai

penyakit dan pengobatan yang akan dijalani oleh informan ini dapat membuat

keputusan untuk PAPS karena tidak ada perkembngan yang baik selama menjalani

pengobatan di rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.13Matriks mengenai kejelasan informasi dokter mengenai
penyakit

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Kata dokter penyakit saya karena infeksi akut,
disebabkan kuman salmonella. Harus istirahat dan
masuk antibiotik. Cukup la penjelasannya.
Informan kelas II-1 Kata dokter penyakitku karena banyak pikiran, sakit
jantung dan hipertensi, kata dokter jangan banyak
pikiran. Tensi harus stabil. Cukup la.
Informan kelas II-2 Mulai sekarang makanan harus dijaga, kurangi
garam. Tensi harus di kontrol. Kurang puas.
Informan kelas III-1 Kata dokter saya menderita sakit dibagian saluran
pencernaan, sayarasa penjelasan dokter cukup. Obat
yang diberikan juga baik.
Informan kelas III-2 Saya harus banyak masuk cairan biar cepat sembuh
kata dokter. Kurang ngerti, masih belum puas.
Informan kelas III-3 Banyak istirahat saja kata dokter. Kurang jelas
informasinya.

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai perhatian dokter

terhadap keluhan pasien 3 informan mengatakan dokter cukup perhatian

mendengarkan keluhan pasien, 3 informan lainnya mengatakan kurang perhatian

karena dokter terlalu banyak pasien yang harus diperiksa ke ruangan lain.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.14 Matriks mengenai perhatian dokter pada saat
informanmengutarakan keluhan tentang penyakit

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Perhatian dokter baik terhadap pasien. Waktunya
saja terlalu singkat mungkin karena datangnya juga
agak siang.
Informan kelas II-1 Baik sewaktu kita memberitahu keluhan kita.
Informan kelas II-2
Komunikasi baik, dokter mau mendengarkan
keluhan.
Informan kelas III-1
Kalau perhatian cukup, komunikasi baik.
Informan kelas III-2 Kurang karena masih banyak pasien yang harus
diperiksa jadi keluhan kita pun gak tuntas sewaktu
ditanya.
Informan kelas III-3 Perhatiannya baik, tapi agakpayah bicara dengan
dokter, banyak pasien yang mau diperiksanya.

4.3.2.2.2 Pelayanan Perawat

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai perawat dalam

melakukan pekerjaan rutinitasnya 2 informan merasa perawat melakukan

pekerjaannya dengan baik sedangkan 4 informan lainnya merasa siswa -siswi Akper

yang belajar lebih sering melakukan pekerjaan perawat di ruangan sehingga kurang

puas dalam menerima pelayanan yang ada karena mahasiswa masih dalam tahap

belajar dan perasaan takut jika mahasiswa yang melakukan rutinitas perawat yang

dinas di ruangan tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.15 Matriks mengenai perawat melakukan pekerjaan
rutinitasnya

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Perawat rutin mengukur suhu dan tekanan darah, satu
hari bisa sampai dua kali mereka masuk, pemberian
obat umumnya tepat waktu, tapi kadang terlambat
juga, sesekalila.
Informan kelas II-1 Perawat setiap hari datang untuk mengukur tekanan
darah, jadwal obat tepat waktu.
Informan kelas II-2 Perawat sering masuk, obat tidak ada masalah.
Informan kelas III-1 Perawat datang tapi hanya melihat, yang mengukur
tensi siswa-siswa itu, obat-obat kadang terlambat juga.
Informan kelas III-2 Ada sesekali perawat yang mengukur tensi darah, tapi
lebih sering siswa yang sedang belajar yang masuk
mengukur tensi dan suhu, kalau malam obat suntik
sering telat mereka kasih.
Informan kelas III-3 Yang mengukur tekanan darah dan suhu ya adek-adek
siswa itu, obatnya cuma suntikan satu hari dua kali.

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai kesigapan perawat

dalam membantu pasien, 3 orang informan merasa perawat cukup sigap ketika

informan memerlukan bantuan sedangkan 3 informan yang lainmerasaperawat kurang

sigap dalam membantu pasien. Kesigapan perawat sangat penting dalam memberikan

pelayanan yang dibutuhkan oleh informan dalam membantu kebutuhannya selama di

rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.16 Matriks mengenai informan memerlukan bantuandan
kesigapan perawat

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Pelayanan perawat baik, mereka mau membantu.

Informan kelas II-1 Cukup sigap la kalau dibutuhkan, mereka cepat


datang.
Informan kelas II-2 Perawat lambat, kalau dipanggil tidak langsung
datang.
Informan kelas III-1 Perawat mau membantu, kalau dipanggil mereka
langsung datang.
Informan kelas III-2 Perawat kalau malam agak lambat datang, yang
jaga cuma sedikit padahal pasiennya banyak jadi
kadang waktu dipanggil mereka masih pegang
pasien yang lain, tapi kalau pagi cepat, mereka
langsung datang.
Informan kelas III-3 Langsung datang kalau dipanggil tapi kalau masih
bisa dikerjakan siswa ya orang itu aja yang
mengerjakan.

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai perhatian perawat 3

informan merasa perawat cukup perhatian ketika informan mengeluhtentang

kesehatannya sedangkan3informan lainnya merasa perawat kurangperhatian terhadap

informan.Perawat yang seharusnya memberi semangat dan dukungan kepada pasien

selama menjalani pengobatan tetapi kenyataannya para informan masih mengeluh

karena perawat kurang memperhatikan pasien yang ada.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.17 Matriks mengenai perhatian perawat ketika mengutarakan
keluhan

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Pelayanan perawat cukup bagus, mau mendengarkan
keluhan.
Informan kelas II-1 Perhatiannya cukup sama pasien.
Informan kelas II-2 Kurang la dipanggil aja lama baru datang.
Informan kelas III-1 Perawat cukup memperhatikan kebutuhan pasien dan
mau membantu.
Informan kelas III-2 Perawat mau mendengarkan keluhan kalau tidak sibuk.
Informan kelas III-3 Kurang perhatian sama pasien. Kalau ada yang
mendadak baru datang.

4.3.2.2.3 Pelayanan Administrasi

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan merasa cukup cepat mendapat

pelayanan mengenai prosedur penerimaan pasien dan tidakberbelit-belit di rumah

sakit dari petugas. Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai informasi

tentang hak dan kewajiban pasien serta peraturan rawat inap 5 informan mengatakan

informasi yang diberikan petugas cukup jelas, 1 informan mengatakan tidak mendapat

penjelasan dari petugas tetapi setelah bertanya kepada perawat di ruangan dan

keluarga pasien yang lain informan sudah mengerti.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.18 Matriks mengenai prosedur penerimaan pasien dan
kewajiban pasien serta peraturan rawat inap

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Kami masuk dari IGD, langsung dilayani, cuma
agak lama masuk ruangankarena ada beberapa
pemeriksaan yang dilakukan, cukup penjelasan dari
petugas.
Informan kelas II-1 Kami masuk IGD jam 12 malam selesai diperiksa
disana baru langsung ke ruangan, penjelasan dari
perawat cukup la.
Informan kelas II-2 Cukup jelas la informasi yang diberikan petugas,
cepat juga la waktu ditangani penyakitnya.
Informan kelas III-1 Pendaftaran di IGD cepat, pasiennya langsung
ditangani, ada peraturan rumah sakit yang
dijelaskan.
Informan kelas III-2 Pelayanan dibagian penerimaan pasien biasa, kami
langsung dilayaniinformasinya jelas.
Informan kelas III-3 Masuk dari IGD, waktu mendaftar biasa, tidak ada
masalah peraturanrawat inap dikasih tahu.

4.3.2.3 Keterjangkauan Biaya

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai keterjangkauan biaya

2 informan tidak mengeluhkan biaya pengobatan karena semua biaya ditanggung oleh

BPJS tetapi mengeluhkan biaya keluarga yang menjaga pasien, biaya transportasi ke

rumah sakit dan lain sebagainya sedangkan 4 informan lainnya mengeluhkan biaya

Universitas Sumatera Utara


pengobatan dan biaya keluarga yang menunggu pasien selama di rumah sakit. Biaya

di rumah sakit semakin berat bagi informan karena tidak adanya asuransi kesehatan

atau jaminan kesehatan sosial (JKN).

Tabel 4.19 Matriks mengenaibiaya yang dikeluarkan sesuai dengan


penyakit yang diderita

No. Informan Pernyataan

Informan kelas I/VIP Kalau biaya rumah sakit kan ditanggung BPJS, paling
biaya selama di rumah sakit ini la, makan, beli ini itu,
biaya yang jaga disini.
Informan kelas II-1 Sekarang semua sudah mahal apalagi biaya kesehatan,
biaya periksa, obat belum lagi yang jaga pasien.
Mahal la.
Informan kelas II-2 Mahal apalagi kami umum, banyak la pengeluaran.
Informan kelas III-1 Mahal makanya kami ngurus BPJS aja, tapi waktu
mengurus BPJS katanya seminggu lagi baru bisa
berlaku sementara kami udah seminggu disini status
umum, gak ada biaya lagi. Kalau da siap BPJS baru
kami berobat lagi.
Informan kelas III-2 Mahal la, periksa, obatnya, keluarga yang disini lagi
gak mungkin gak makan.
Informan kelas III-3 Kalau biaya pengobatan kami ada BPJS, palingan
biaya keluarga yang jaga disini.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2.4 Pendapatan Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai pendapatan keluarga

2 informan mengatakan bahwa pendapatan keluarga tidak ada pengaruhnya terhadap

keputusan untuk PAPS, 4 informan mengatakan bahwa pendapatan mempengaruhi

untuk memutuskan PAPS dari rumah sakit.

Tabel 4.20 Matriks mengenai biaya selama di rumah sakit

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Karena BPJS cukup membantu la, walaupun di luar
itu masih ada biaya yang lain-lain.
Informan kelas II-1 Bapak sama ibu udahgak kerja lagi anak-anak yang
menanggung biaya selama di rumah sakit ini.
Informan kelas II-2 Ada la nak, cuma bapak yang kerja. Harus pintar la
mengaturnya, syukur ibu udah merasa sembuh
Informan kelas III-1 Banyak la pengaruhnya, penghasilan gak tetap,
rumah jauh, disini banyak kebutuhan.
Informan kelas III-2 Kalau namanya udah masuk rumah sakit harus
banyak menyiapkan uang, penghasilan gak tetap,
kalau ikut BPJS itu makin rugi la tiap bulan bayar
kalau sakit baru bisa dipake.
Informan kelas III-3 Gak ada masalah, keluarga semua membantu, BPJS
juga ada. Masalahnya gak ada yang jagain di
rumah sakit. Coba berobat jalan aja.

Universitas Sumatera Utara


4.3.2.5 Akses Geografi

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai akses geografi 3

informan merasa bahwa lokasi dan transportasi ke rumah sakit menurut informan jauh

dan memerlukan biaya tambahan, 3 informan tidak ada masalah dengan lokasi dan

transportasi dikarenakan masih dalam kota. Para informan yang berasal dari luar kota

ini harus menempuh beberapa jam ke rumah sakit sehingga membutuhkan tenaga dan

biaya yang lebih banyak, informan yang merasa sehat memaksa untuk pulang karena

kasihan melihat keluarga yang harus repot jika ke rumah sakit.

Tabel 4.21 Matriks mengenai lokasi rumah sakit

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Kalau lokasi rumah sakit ini jauh dari rumah, memang
sih ada angkutan tapi makin banyak la biaya.
Informan kelas II-1 Gampang dari rumah kesini kereta ada kok.
Informan kelas II-2 Gak jauh, mobil sewa ada, kereta pun ada.
Informan kelas III-1 Jauh kali kesini, mobilr sewa ada tapi berapa lagi
ongkos-ongkos itu. Naik kereta pun jauh
kasiannyampesini capek, nanti tambah lagi yang sakit.
Informan kelas III-2 Gak jauh kalila kesini, ada kereta.
Informan kelas III-3 Jauh kesini biarpun ada angkutan biaya makin banyak
la.

Universitas Sumatera Utara


4.3.3 Faktor Penguat

4.3.3.1 Perilaku Tenaga Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai perilaku tenaga

kesehatan menurut 4 informan dokter di rumah sakit ramah dan sopan sewaktu

melakukan pemeriksaan, 2 informan merasa dokter cuek dan tertutup dalam

melakukan pemeriksaan terhadap informan. Hasil penelitian menunjukkan dari 6

informan mengenai perilaku perawat 3 informan merasa bahwa perawat baik dan

ramah kepada informan, 3 informan lainnya dari kelas II satu orang dan kelas III dua

orang merasa perawat biasa saja dan juga cerewet dalam bergaul dengan pasien di

ruang rawat inap.

Tabel 4.22 Matriks mengenai dokter/perawat dalam melakukan


pengobatan

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Dokter ramah dan sopan, perawatnya juga baik-baik.
Informan kelas II-1 Dokternya gak banyak bicara kalau kita tanya dijawab.
Sebatas itu saja, perawatnya ramah dan baik.
Informan kelas II-2 Lumayanla, perawat disini biasa-biasa saja
Informan kelas III-1 Datang periksa gak banyak menjelaskan jadi terkesan
cuek, perawat disini ada yang baik ada juga yang
cerewet.
Informan kelas III-2 Lumayan ramah dan sopan. Perawat disini biasa saja
Informan kelas III-3 Ramah dan sopan kok, perawatnya juga.

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian menunjukkan 6 informan merasa dokter/ perawat tidak

membedakan status sosial dalam memberikan pelayanan. Para informan diperlakukan

sama oleh dokter atau perawat selama menjalani pengobatan di rumah sakit baik

pasien di ruangan VIP atau kelas I maupun kelas III. Pasien di rawat inap ini diberi

pelayanan sesuai standar yang sudah ditetapkan di rumah sakit.

Tabel 4.23 Matriks mengenai dokter/ perawat dalam melaksanakan


tugas tidak membedakan status sosial

No. Informan Pernyataan


Informan kelas I/VIP Sama saja pelayanannya, tidak ada bedanya,
perawatnya itu juga.
Informan kelas II-1 Sepertinya tidak ada perbedaan, semua sama.
Informan kelas II-2 Umumnya tidak ada perbedaan, semuanya sama.
Informan kelas III-1 Saya lihat pelayanan sama untuk semua pasien,
tidak ada perbedaan apakah pasien bayar sendiri
atau pakai jamkesmas sama saja pelayanannya.
Informan kelas III-2 Pelayanan sama pada semua pasien.
Informan kelas III-3 Saya rasa sama saja setiap orang.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Faktor Predisposisi

5.1.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005) pengetahuan merupakan indikator dari orang

melalui tindakan terhadap sesuatu, jika seseorang didasari pada pengetahuan yang

baik terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami bagaimana kesehatan

itu dan mendorong untuk mengaplikasikan apa yang diketahuinya. Dari pernyataan

yang dikutip dari buku Notoatmodjo ini maka pengetahuan memang mempunyai

hubungan yang sangat dekat dengan perilaku individu, dalam konteks penelitian ini

adalah perilaku informan dalam memanfaatkan rumah sakit, karena pengetahuan

merupakan salah satu ukuran dan indikator dari perilaku kesehatan. Pengetahuan ini

akan membawa informan untuk berfikir dan berusaha supaya tetap menggunakan

pelayanan yang ada di rumah sakit sampai ia sehat (tidak ada keluhan). Pengetahuan

memegang peranan penting dalam menentukan sikap seseorang, sebab pengetahuan

akan membawa seseorang berpikir dan berusaha untuk melakukan tindakan yang

benar.

Pengertian sakit menurut 6 informan adalah jika sudah tidak mampu bangkit

dari tempat tidur dan tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-hari sehingga

membutuhkan pengobatan ke rumah sakit. Pengertian sakit menurut informan ini

jelas berbeda dengan konsep provider ataupenyelenggara pelayanan kesehatan yaitu

seseorang memang menderita sakit dan juga ia rasakan sebagai rasa sakit. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


sebenarnya yang dapat dikatakan sebagai benar-benar sakit. Informan mengetahui

bahwa rumah sakit tempat untuk mendapat pelayanan kesehatan tetapi kenyataannya

walaupun keadaan kesehatannya belum pulih, dokter yang merawat juga belum

memberikan izin tetap saja informan dengan pendiriannya untuk pulang karena sudah

merasa sehat. Pengetahuan informan mengenai sakit dan rumah sakit yang belum

sesuai membuat keputusan untuk PAPS karena informan tidak mengetahui

pentingnya kesehatan yang sebenarnya. Dalam kondisi demikian rumah sakit tidak

mencapai sasaran secara optimal karena pasien PAPS dimana pelayanan yang

diprogramkan tidak bertemu dengan kebutuhan informan. Sejalan dengan penelitian

Risdiyanti (2003) ada hubungan pengetahuan tentang sakit dan penyakit dengan

keputusan pasien PAPS.

Hasil wawancara dengan perawat yang bertugas di ruang rawat inap

mengatakan bahwa para perawat tidak ada yang menjelaskan pengertian sakit yang

sesuai dengan konsep provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan kepada

informan dikarenakan masih banyak tugas yang ingin dikerjakan oleh perawat

daripada harus menjelaskan hal-hal seperti itu kepada pasien dan disebabkan bahwa

PAPS merupakan hak dari informan atau keluarga. Perlu ditingkatkan komunikasi

antara dokter/perawat dengan pasien atau keluarga pasien mengenai penyakit dan

pengobatan yang akan dijalani oleh pasien selama di rumah sakit, dengan demikian

pasien atau keluarga akan mengetahui perkembangan penyakitnya. Keinginan untuk

PAPS akan menurun di rumah sakit karena kejelasan informasi dari dokter atau

perawat.

Universitas Sumatera Utara


5.1.2 Sikap

Sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui

gerakanfisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Menurut

Azwar (2004) sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan

faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi

maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang,

menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu, sedangkan

perilakumerupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi

respon dan reaksi. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya

bisadiramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa

sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Sikap terkadang bisa

diungkapkan secara terbuka melalui berbagai wacana atau percakapan, namun

seringkali sikap ditunjukkan secara tidak langsung.

Hasil wawancara mengenai sikap pelayanan di rumah sakit dari 6 informan 4

informan dari kelas II satu orang dan kelas III tiga orang mengatakan pelayanan biasa

saja dan masih kurang dalam memberikan pelayanan kepada pasien selama perawatan

di rumah sakit, informan mengatakan dokter/ perawat terlihat sombong saat

memeriksa, jika informan bertanya respons dari dokter/perawat tidak menunjukkan

perhatian atau empati terhadap penyakit yang diderita pasien, mereka hanya seperti

menjalankan kewajiban tanpa berusaha membangun komunikasi yang baik dengan

para pasien yang ada di rawat inap. Informan dari kelas I dan kelas II mengatakan

sudah bagus. Tanpa disadari hal-hal seperti ini bisa membuat pasien memutuskan

Universitas Sumatera Utara


PAPS dimana sikap dokter/perawat kepada pasien tidak menunjukkan perhatian

sedangkan dokter/perawat yang ada di rumah sakit merupakan orang yang paling

sering dan lama berhubungan dengan pasien selama dirawat di rumah sakit. Sesuai

dengan penelitian Menap (2006) bahwa sikap petugas (15%) berhubungan dengan

keputusan pasien untuk PAPS. Berbeda dengan penelitian Nofiyanto (2013), yang

menyatakan bahwa sikap petugas yang berkaitan dengan mutu pelayanan tidak

mempunyai hubungan yang signifikan terhadap keputusan pasien untuk PAPS.

Sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana

individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal

ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga

ditentukan faktor eksternal lainnya.

5.1.3 Kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan


kesehatan

Berbagai faktor mempunyai pengaruh terhadap seseorang dalam membuat

keputusan etik. Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama

dalam membuat keputusan etis. Kaitan adat-istiadat dan implikasi dalam perawatan

sampai saat ini belum tergali secara jelas. Menurut Foster yang dikutip oleh Kalangie

(1994) mengatakan bahwa pemilihan perawatan medis dilakukan menurut urutan

tingkatan sebagai berikut : (1) perawatan rumah tangga (pengobatan sendiri), (2) ke

Dokter, (3) ke Dukun (pengobatan alternatif tradisional) bilamana kedua pilihan

sebelumnya tidak berhasil. Trend mencari pengobatan seperti itulah yang sekarang

terjadi di masyarakat Indonesia sehingga kasus PAPS tinggi di rumah sakit, sehingga

Universitas Sumatera Utara


disimpukan bahwa konsep “Jodoh” masih sangat mempengaruhi masyarakat terhadap

pengobatan, dimana dalam rangka usahanya mencari penyembuh yang jodoh, maka

pelayanan dokter yang pertama dianggap bukan jodohnya dan pola ini akan

berlangsung terus sampai pada saat ia dapat disembuhkan atau meninggal atau karena

faktor ketidakpuasan ekonomis, maka usaha penyembuhan ini harus dihentikan

sementara atau seterusnya oleh pasien dan keluarganya.

Pengobatan alternatif merupakan salah satu usaha pelayanan kesehatan yang

masih banyak digunakan oleh masyarakat ketika kedokteran modern tidak lagi bisa

menyelesaikan masalah kesehatan mereka. Walaupun kadang tidak logis tetapi banyak

fakta yang menunjukkan bahwa pengobatan ini mendatangkan kesembuhan bagi mereka.

Fenomena ini terjadi akibat pengaruh yang kuat dari berbagai faktor sosial masyarakat

terhadap upaya dalam mencari pengobatan, misalnya mahalnya biaya pengobatan

modern, distribusi pelayanan kesehatan yang tidak merata dan tidak berhasil

menyembuhkan. Kegagalan pada sistem pengobatan modern seringkali menjadi faktor

utama seseorang mengalihkan usaha penyembuhannya ke pengobatan alternatif. Faktor

lain antara lain biaya ke dokter mahal, letak fasilitas kesehatan yang jauh dan pelayanan

yang kurang memuaskan.

Dari hasil wawancara 6 informan memutuskan PAPS bukan karena ingin

berobat alternatif atau dukun. Semua informan mengetahui bahwa penyakit mereka

bisa sembuh jika berobat ke pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Dari segi

diagnosa informan, penyakit yang dialami para informan merupakan penyakit yang

sering dan banyak diderita orang. Informan juga banyak mendapat informasi

Universitas Sumatera Utara


mengenai penyakit yang dideritanya dari keluarga dan lingkungan tempat tinggalnya.

Sehingga informan tidak berfikir untuk mencari pengobatan alternatif seperti

pengobatan herbal atau dukun.

Informan kelas I karena sudah merasa sembuh ia meminta pulang, informan

kelas II dan kelas III karena merasa sudah sembuh dan bosan di rumah sakit sehingga

meminta untuk berobat jalan saja walaupun dokter belum memberi izin, terkendala

masalah biaya, jarak rumah sakit yang jauh dari rumah sakit dan tidak ada keluarga

yang menjaga pasien selama di rumah sakit memutuskan informan untuk PAPS. Hal

ini tidak sesuai dengan teori Foster mengenai keputusan pasien untuk PAPS.

5.1.4 Persepsi

Menurut Notoatmodjo (2007) didalam masyarakat terdapat beragam konsep

sehat-sakit yang tidak sejalan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak

provider atau penyelenggara pelayanan kesehatan, ada perbedaan persepsi yang

berkisar disease (penyakit) dengan illness (rasa sakit). Dari sini muncul konsep

sehatsakit dalam masyarakat, bahwa sehat adalah orang dapat bekerja atau

menjalankan pekerjaannya sehari-hari sedangkan sakit adalah bila seseorang sudah

tidak mampu bangkit dari tempat tidur, tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-

hari. Inilah sebab rendahnya penggunaan fasilitas kesehatan/pengobatan, yaitu

persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider kesehatan.

Hal ini juga sebagai penyebab PAPS, karena pasien sudah merasa sembuh.

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan penelitian Nofiyanto (2013) bahwa alasan pasien PAPS adalah

persepsi sehat sakit yang menjadi alasan utama kejadian PAPS. Hasil wawancara

dengan 6 informan 3 diantaranya adalah dari kelas I/ VIP menyatakan memutuskan

untuk PAPS karena sudah merasa sembuh, diagnosa informan ini adalah typus

abdominalis yang seharusnya perlu perawatan 6-7 hari tetapi informan pada hari

ketiga sudah tidak merasa mual muntah dan sudah bisa jalan sehingga merasa sehat,

anak dari informan yang masih berumur 2 tahun yang harus tinggal di rumah sakit

selama informan diopname dan harus masuk kerja. Informan dari kelas II dua orang

dengan biaya sendiri merasa kondisi kesehataannya sudah membaik dimana diagnosa

informan adalah hipertensi dan hipertensi + penyakit jantung koroner (PJK) karena

tensi sudah stabil dalam beberapa hari dan tidak ada keluhan lagi, informan ini

meminta untuk berobat jalan saja dan merasa bosan dengan lingkungan di rumah

sakit. Dokter dan perawat yang merawatnya belum memberi izin untuk pulang karena

penyakit informan yang belum pulih dan masih membutuhkan pemantauan beberapa

hari lagi, karena itu merupakan hak dari pasien maka pihak rumah sakit tidak

mempunyai hak untuk menahan pasien walaupun kondisi kesehatannya belum pulih.

Jika penyakit yang diderita oleh informan semakin parah semua konsekuensinya

harus menjadi tanggung jawab informan atau keluarga sehingga tidak dapat menuntut

rumah sakit. Sesuai dengan penelitian Kuncahyo (1999) yang menyatakan bahwa

faktor yang mendorong pasien memutuskan pulang paksa adalah anggapan bahwa

kesehatannya sudah membaik dan merasakan sembuh.

Universitas Sumatera Utara


Pada aspek persepsi sehat sakit sebagian besar pasien memutuskan PAPS

karena faktor sudah merasa sembuh cukup besar. Persepsi pasien terhadap

kesembuhan ini sering disebut sebagai illness perception. Persepsi sehat sakit ini

sering menimbulkan masalah komunikasi. Dokter dan perawat memiliki persepsi

bahwa pasien masih dalam kondisi sakit (disease) sementara pasiensudah merasa

keluhannya mulai membaik sehingga merasa penyakitnya sudah hilang dan

memutuskan pulang walaupun dokter yang merawat tidak mengizinkan.

Dalam beberapa kasus ditemukan juga bahwa pasien memutuskan PAPS

dikarenakan pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit sudah

begitu lama, tidak ada tanda proses penyembuhan dan sudah dalam keadaan lemah.

Oleh karenanya, pasien atau keluarganya memilih untuk membawa pasien pulang

selain dengan pertimbangan faktor biaya yang sudah dihabiskan selama di rumah

sakit. Untuk pasien yang dilakukan operasi biasanya memilih PAPS karena

pengobatan di rumah sakit memang sudah tidak ada lagi untuk penyakitnya seperti

patah tulang untuk rumah sakit daerah hanya bisa untuk pertolongan pertama saja

sehingga harus ke rumah sakit yang lebih lengkap baik dari segi peralatan maupun

spesialisnya.

5.2 Faktor Pemungkin

5.2.1 Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan

pengobatan sudah disiapkan oleh rumah sakit. Demikian juga kebutuhan-kebutuhan

Universitas Sumatera Utara


mendadak seperti alat-alat selalu sudah tersedia dan siap pakai. Di dalam rumah sakit

pelayanan kesehatan hampir seluruhnya merupakan pemberian obat. Obat dan semua

alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari rumah sakit dan

tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Bagian farmasi rumah sakit

bertanggung jawab atas kuantitas maupun kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya,

pendistribusiannya, sampai pada pengawasannya. Penyaluran pada pasien harus tepat

dalam waktu, jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia

saat bila diperlukan dan memenuhi standar yang diwajibkan. Makanan yang

dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan, enak dipandang, dapat dicerna

dengan baik, bebas dari kontaminasi, memperhatikan nutrisi dan memenuhi standar

resep, serta penyajiannya pada waktu yang tepat dan teratur.

Dari hasil penelitian bahwa dari 6 informan 4 di antaranya yang berasal dari

kelas II dua orang dan kelas III dua orang masih mengeluhkan kurangnya

ketersediaan alat seperti EKG, pemeriksaan laboratorium harus ke laboratorium

klinik prodia dan oksigen yang terlambat ke ruangan dan harus menunggu. Informan

mengatakan adanya pemeriksaan EKG yang tertunda diakibatkan alat yang

diperlukan masih dipakai di ruangan poli penyakit dalam sehingga informan harus

menunggu sampai poli tutup. Hasil wawancara dari 6 informan 3 diantaranya dari

kelas II satu orang dan kelas III dua orang mengeluhkan kesulitan dalam memperoleh

obat-obatan khususnya pada malam hari karena tiba-tiba obat yang harus dipakai

sudah tidak ada dan diresepkan oleh dokter umum yang sedang jaga sewaktu

membelinya apotik yang ada di rumah sakit sudah tutup. Obat- obatan yang

Universitas Sumatera Utara


dibutuhkan sudah sangat mendesak. Apotik yang ada di Sidimpuan tidak ada yang

jam bukanya sampai 24 jam sehingga obat-obatan yang diperlukan tersebut harus

diambil keesokan harinya. Makanan yang dihidangkan oleh petugas gizi tidak ada ada

masalah bagi informan karena secara keseluruhan semua bersih, tepat waktu dan

teratur pemberiannya walaupun tidak habis di konsumsi dikarenakan selera makan

informan yang menurun selama sakit.

Mengenai fasilitas ruang rawat inap dari 6 informan 5 informan yang berasal

dari kelas II dan kelas III mengatakan tidak merasa nyaman dalam ruang rawat inap

dimana ruangan poli yang berada dekat dengan rawat inap menimbulkan suara bising

setiap harinya dari jam 09.00 wib sampai jam 13.00 wib, ruangan kotor jika sudah

siang hari diakibatkan keluarga pasien yang menjenguk yang tidak ada habisnya.

Petugas kebersihan hanya pagi hari membersihkan ruangan. Keluarga pasien yang

membersihkan ruangan jika sudah sore. Penelitian Theni (2002) masalah kebersihan

juga merupakan hal yang banyak dikeluhkan oleh para informan pasien pulang paksa.

Tidak dibatasinya keluarga pasien yang berkunjung juga membuat informan tidak

nyaman selama dirawat sehingga jam istirahat informan kurang karena harus

berbicara dengan orang yang menjenguknya.

Lingkungan merupakan daerah dimana pasien tinggal/menghabiskan

waktunya selama menjalani perawatan. Hospitalisasi merupakan perlakuan,

peraturan, dan suasana baru yang ditimbulkan atas konsekuensi ditentukannya rawat

inap di rumah sakit bagi seorang pasien.Akibat yang ditimbulkan oleh hospitalisasi

seringkali menuntut pasien untuk beradaptasi dengan cepat dan terdapat hambatan-

Universitas Sumatera Utara


hambatan yang cukup besar, sehingga menimbulkan ketidaknyamanan dan berakibat

pada penolakan rawat inap (Susanty, 2009). Berdasarkan Kepmenkes Nomor: 1204/

Menkes/ SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit antara

lain: 1) lingkungan bangunan rumah sakit harus dilengkapi penerangan dengan

intensitas cahaya yang cukup, 2) sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain

sedemikian rupa, 3) pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa

sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari

kebisingan.Pulangnya pasien dengan status PAPS tidak hanya disebabkan salah satu

faktor saja dari beberapa faktor yang mempengaruhi PAPS.

5.2.2 Pelayanan Tenaga Kesehatan

Penderita membutuhkan pelayanan kesehatan rumah sakit, maka yang terpikir

pertama kali adalah dokternya, baru kemudian mengharapkan perawatan yang baik

akan terpikirkan olehnya adalah perawat.Proses penyampaian informasi dari ahli

kepada pasien memengaruhi kualitas pelayanan maupun hasil pengobatan. Para

pasien akan dapat menjelaskan riwayat penyakit secara lebih akurat bila sebelumnya

mereka mempunyai pemahaman tentang penyakit. Informasi yang tidak utuh atau

membingungkan merupakan sumber utama ketidakpuasan pasien atas pelayanan

medis yang diterima, dan mendorong mereka untuk mencari pilihan-pilihan lain

(Sciortino, 1999).

Dari hasil wawancara seluruh informan mengeluhkan mengenai pelayanan

dokter yaitu jam visite dokter yang pendek dikarenakan terlambat ke ruangan

Universitas Sumatera Utara


sehingga jika ada keluhan yang ingin disampaikan menjadi terhambat karena dokter

akan memiliki waktu yang sedikit untuk mendengarkan keluhan pasiennya, karena

harus memeriksa pasien di ruangan lain. Berdasarkan penjelasan dokter mengenai

penyakit yang diderita, dari 6 informan 3 informan diantaranya dari kelas II satu

orang dan kelas III dua orang merasa kurang puas bahkan tidak paham atas

penjelasan dokter mengenai penyakit yang dideritanya. Dokter terlalu cepat dalam

berbicara dan terkesan buru-buru, informasi penyakit yang disampaikan tidak cukup.

Berdasarkan perhatian dokter terhadap pasien 3 informan yang berasal dari kelas

I/VIP dan kelas III dua orang merasa dokter kurang perhatian, hal ini diakibatkan

visite yang sudah terlambat sehingga waktu berjumpa dengan pasien hanya sedikit,

keluhan dan hal-hal yang ingin ditanyakan tidak sempat diberitahukan kepada dokter.

Sehingga tidak terjalin komunikasi antara dokter dengan pasien atau keluarga pasien

tentang diagnosis dan pengobatan yang akan dijalani informan.

Biasanya dokter memang tidak menjelaskan secara detail dan panjang, hanya

memberitahu penyakitnya saja dan kalaupun ada komplikasi dengan penyakit lain

biasanya dokter tidak memberitahu secara pasti karena harus menunggu pemeriksaan

yang lain. Akibatnya pasien hanya bisa menerima perawatan tanpa tahu bagaimana

keadaan sebenarnya setelah beberapa hari dirawat. Dalam penilaian pasien mengenai

sikap atau perilaku dokter dalam pemeriksaan sudah dirasa cukup baik oleh pasien.

Tetapi tidak sedikit pasien yang memberikan keluhan saran ataupun kritik khususnya

terhadap pelayanan dokter dalam hal penyampaian informasi mengenai hasil

pemeriksaan utama, informasi tentang penyakit saat memeriksa, kegunaan dan hasil

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan penunjang, juga dalam hal pemeriksaan kepada pasien dikarenakan

waktu yang disediakan oleh dokter sangat singkat sehingga menimbulkan persepsi

terhadap pasien bahwa dokter dirasa kurang detail dalam pemeriksaan kepada pasien.

Mengenai pelayanan perawat hasil wawancara dari 6 informan 4 diantaranya

dari kelas II satu orang dan kelas III tiga orang mengeluhkan perawat kurang dalam

melakukan tugasnya sehari-hari, mengenai kesigapan perawat dari 6 informan 3

diantaranya dari kelas II satu orang dan kelas III dua orang mengatakan perawat

kurang sigap dalam melakukan tugasnya dalam membantu pasien dan untuk perhatian

perawat terhadap pasien dari 6 informan 3 diantaranya dari kelas II satu orang dan

kelas III dua orang masih mengeluhkan bahwa perawat kurang perhatian terhadap

pasiennya.

Hal-hal diatas membuat pasien beranggapan hanya menumpang tidur saja di

rumah sakit maka akhirnya memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pengobatan

di rumah saja, banyaknya para mahasiswa/i Akper yang dinas disana sehingga hampir

sebagian besar tugas keperawatan ditangani oleh mahasiswa perawat. Jika pekerjaan

di ruangan tidak dapat dilakukan oleh mahasiswa yang dinas barulah perawat yang

diruangan yang mengambil alih, misalnya karena pasien sudah gawat. Pemberian

obat maupun suntikan untuk semua pasien di kerjakan oleh mahasiswa yang dinas.

Mengenai pelayanan administrasi dari 6 informan hanya satu orang yang mengatakan

tidak mendapat penjelasan dari petugas mengenai hak dan kewajiban pasien serta

peraturan rawat inap. Informan ini mengetahui mengenai informasi mengenai rawat

inap dari pasien lain dan bertanya kembali pada perawat yang ada di ruangan.

Universitas Sumatera Utara


Penjelasan diatas sejalan dengan penelitian Menap (2007) yang menyatakan kecewa

dengan sikap dan perlakuan petugas sebesar 15% dapat membuat pasien untuk

PAPS.

5.2.3 Keterjangkauan Biaya

Hasil wawancara dari 6 informan 4 informan yang berasal dari kelas II dan

kelas III dua orang mengeluhkan biaya pengobatan dan biaya keluarga yang

menunggu pasien di rumah sakit. Keempat informan ini merupakan pasien dengan

biaya sendiri, mereka memutuskan PAPS karena banyaknya biaya yang harus

dikeluarkan keluarga khususnya obat-obatan yang mahal, untuk membeli obat yang

diresepkan oleh dokter Rp. 200.000 bahkan lebih dan begitu juga jika dokter

menyuruh untuk periksa laboratorium. Selain itu biaya keluarga yang menjaga

dirumah sakit juga menjadi beban untuk keluarga.

Pelayanan rawat inap di rumah sakit, jika dilihat dari biaya yang sudah

ditetapkan tidak begitu mahal/ masih wajar berdasarkan Perda kota Padangsisimpuan

tentang Retribusi Jasa Umum No.04 Tahun 2010 tetapi karena adanya biaya untuk

obat-obat yang memang semua sudah mahal, semakin lama dirawat biaya yang

dibutuhkan untuk rawat inap di rumah sakit semakin besar, sehingga tidak

terjangkaunya biaya pengobatan bagi informan disebabkan ketidakmampuan dari

ekonomi keluarga. Besarnya biaya dan ketidakmampuan pasien dan keluarga dalam

mengantisipasi biaya perawatan dan obat-obatan dapat mengakibatkan keputusan

PAPS dilihat dari pekerjaan informan seorang wiraswasta yang tidak mempunyai

Universitas Sumatera Utara


penghasilan yang tetap dan ibu rumah tangga yang mengharapkan uang yang

diberikan oleh suami, ditambah lagi status bayar informan merupakan bayar sendiri.

Dari segi umur informan sudah tidak muda dan produktif. Sehingga dengan biaya-

biaya yang begitu mahal membuat mereka tidak bisa memenuhi tuntutan untuk tetap

menjalani perawatan di rawat inap, sehingga mereka memutuskan untuk pulang

sebelum menjalani seluruh pengobatan yang harus dijalani.

Menurut Kalangie (1994) faktor biaya yang harus dikeluarkan untuk

mendapatkan pelayanan, dalam hal ini faktor ekonomi sangat mempengaruhi pasien

dalam pemanfaatan pelayanan di rumah sakit, khususnya untuk rawat inap sehingga

masyarakat akan cenderung meninggalkan pelayanan kesehatan rumah sakit (PAPS)

karena kekurangan biaya. Sejalan dengan penelitian Menap (2006) menyatakan

alasan pasien PAPS (9,2%) karena alasan biaya.

Informan lainnya yang memiliki asuransi atau status BPJS yang tidak ada

masalah dengan biaya pengobatan tetapi tetap memilih untuk PAPS karena merasa

sudah sembuh dan tidak ada keluarga yang menjaga pasien di rumah sakit. Sejalan

dengan dengan penelitian Littik (2008) bahwa meskipun telah memiliki asuransi,

masyarakat lebih memilih untuk mengabaikan keluhan kesehatan yang ada.

5.8 Pendapatan Keluarga

Hasil wawancara dengan 6 informan 4 informan mengatakan bahwa

pendapatan keluarga mempengaruhi mereka untuk memutuskan PAPS yaitu dari

kelas II dan kelas III dua orang. Salah satu faktornya adalah status umum atau biaya

Universitas Sumatera Utara


sendiri di rumah sakit, biaya obat-obatan yang mahal, biaya periksa dan diluar biaya

rumah sakit biaya keluarga yang menjaga pasien selama dirawat, sebagian besar anak

yang menanggung biaya di rumah sakit karena dilihat dari segi umur para pasien

sudah ada yang lansia, informan lain hanya IRT sehingga suami yang menanggung

seluruh biaya pengobatan selama di rumah sakit. Salah satu informan dalam

pengurusan BPJS karena harus menunggu kartu berlaku seminggu sementara biaya

untuk di rumah sakit sudah tidak ada lagi. Informan mengatakan akan melanjutkan

pengobatan jika kartu BPJS sudah dapat dipergunakan. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Syahriyansyah (2009) yang menyatakan pendapatan berhubungan dengan

keputusan pasien untuk PAPS, pasien yang berpendapatan menengah ke atas memilih

PAPS terutama bila dalam waktu 8 sampai 9 hari tidak memperoleh kepastian kondisi

serta prognosis penyakitnya.

Informan yang berasal dari kelas III ini mengatakan tidak mau ikut BPJS

karena akan berhutang seumur hidup dan membayar iuran tiap bulan sedangkan

kartunya hanya bisa dipakai saat kita sakit. Informan juga merasa rugi untuk

membayar perbulan karena masih banyak kebutuhan yang lebih penting yang harus

dipenuhi di dalam keluarga. Penelitian Sabaruddin (2002) menyatakan bahwa

besarnya keluarga berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu

keluarga karena besarnya tanggungan secara relatif tidak dapat memanfaatkan

pelayanan kesehatan karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak

orang. Beban tanggungan keluarga sangat berhubungan dengan rata-rata jumlah

pendapatan perbulan.

Universitas Sumatera Utara


Informan ini memilih tetap biaya sendiri walaupun memutuskan PAPS dan

mengetahui bahwa penyakitnya belum sembuh. Hal ini kurangnya pengetahuan

informan mengenai konsep BPJS padahal jika informan sakit biaya yang dikeluarkan

sebenarnya lebih besar. Terbukti dengan informan PAPS sebelum perawatannya

sembuh total dan sudah tidak ada biaya.

5.2.5 Akses Geografi

Dari hasil wawancara 6 informan 3 diantaranya yang berasal dari kelas I/VIP

membutuhkan waktu 3-4 jam di perjalanan, kelas II dan kelas III 2-3 jam perjalanan

sehingga mengeluhkan bahwa lokasi rumah sakit jauh dari rumah yang berada diluar

kota walaupun tidak masalah terhadap transportasi hanya saja harus memerlukan

tambahan biaya, hal diatas sebenarnya lebih kepada keluarga yang menjaga pasien

selama dirawat di rumah sakit, selain biaya sangat merepotkan untuk bolak-balik dari

rumah ke rumah sakit, tenaga dan waktu selama perjalanan sehingga informan karena

sudah merasa sehat memutuskan PAPS karena kasihan keluarga harus seperti itu.

Faktor lainnya adalahjika keluarga yang menjaga pasien akan memakan waktu

berhari-hari untuk tinggal di rumah sakit hal ini akan mengakibatkan tidak

terpenuhinya kebutuhan sehari-hari karena tidak bekerja. Sejalan dengan penelitian

Purwanto (2008)faktor place (16%) dengan kategori jarak RS dengan dengan rumah klien

membutuhkan biaya transportasi yang banyak mempengaruhi pasien PAPS.

Salah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke

Universitas Sumatera Utara


tempat sumber perawatan.Menurut Azhari (2002) bahwa faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah akses geografis, artinya dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang berhubungan dengan tempat yang memfasilitasi atau menghambat

pemanfaatannya.

5.3 Faktor Penguat

5.3.1 Perilaku Tenaga Kesehatan

Dari hasil wawancara dari6 informan, 2 informan dari kelas II satu orang dan

kelas III satu orang mengatakan dokter cuek dan tertutup dalam melakukan

pemeriksaan terhadap informan seperti hanya menjalankan kewajiban saja, jika

ditanya mengenai penyakit dokter menjawab hanya sekedar saja dan singkat,

penjelasan yang diberikan dokter tidak dipahami oleh informan ataupun keluarga

yang mendampingi dan terkesan buru-buru pada saat pemeriksaan. Kurang ramah

kepada pasien yang diperiksanya jadi terkesan sombong sehingga informan atau

keluarga takut untuk bertanya lebih banyak.Sebenarnya dokter dengan senyum,

salam, sapa serta sopan santunnya bisa membangkitkan inisiatif pasien untuk sehat.

Berdasarkan perilaku perawat dari 6 informan 3 informan dari kelas II satu

orang dan kelas III dua orang mengatakan perawat biasa saja dan cerewet kepada

pasien dalam memberikan pelayanan. Pada saat melakukan tindakan kadang-kadang

perawat diam saja, informan berharap perawat menjelaskan tindakannya dengan

ramah dan sedikit membujuk, pada malam hari para perawat tidak ada di pos perawat

jika di panggil ke kamar perawat pasti terlihat kesal dan tidak ikhlas. Perawat

Universitas Sumatera Utara


menyuruh para mahasiswa yang dinas untuk melakukan pekerjaan mereka. Pada pagi

hari menurut informan banyak perawat yang cerewet dibandingkan dengan yang

dinas sore dan malam.

Hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan

pasien sebagai pelanggan dan bertindak demi kepentingan pasien. Perawat

diharapkan bisa memahami kesulitan-kesulitan pribadi masing-masing pasien dan

membantu mereka keluar dari kesulitannya.Sebagai perawat sebenarnya terletak pada

keramahan dan kesabaran karena setiap pasien dianggap sebagai pembeli dan pembeli

adalah raja, sehingga pasien layak dihormati dan dihargai. Kepuasan bagi pasien

adalah jika perawat banyak senyum, ramah, terampil dan cepat dalam penanganan

sehingga pasien nyaman, tenang dan meringankan beban pasien sehingga perasaan

pasien jauh lebih baik dari sebelumnya.

Dari penelitian Bart Smet (1991) yang dikutip oleh Anjaryani (2009)

menyatakakan bahwa sentuhan psikologis yang bisa disampaikan perawat, dan tim

medis lainnya kepada pasien akan mengurangi stress yang dialaminya pada masa

sakit, dan ternyata kelelahan psikis berkontribusi terhadap penyakit yang diderita

pasien semakin parah. Motivasi dari tim medis bisa menurunkan kecemasan dengan

memberikan dukungan-dukungan emosional berupa kesabaran, perhatian, motivasi

supaya pasien akan sembuh lebih cepat.Disamping keterampilan dan kemampuan

petugas kesehatan di rumah sakit keramahan para petugas dalam proses pemeriksaan

salah satu bentuk pelayanan yang dapat juga merupakan proses pengobatan.

Universitas Sumatera Utara


Pelayanan petugas dapat berupa pelayanan profesional dan keramahan sehingga

meningkatkan citra dari rumah sakit tersebut (Lane, 1988).

Hasil wawancara dengan perawat mengenai tingginya PAPS di rumah sakit,

perawat mengatakan dikarenakan faktor-faktor dari informan itu sendiri yaitu

masalah ekonomi keluarga, jarak rumah yang jauh dari rumah sakit, ingin berobat

jalan, pindah rumah sakit, tidak nyaman dengan ruang perawatan dan sudah merasa

sembuh walaupun dokter belum memperbolehkan pulang, mengenai pelayanan

dokter/perawat sudah melaksanakan tugasnya sesuai peraturan dan standar yang

sudah ditetapkan di lingkungan rumah sakit. Dokter/perawat memang tidak pernah

menjelaskan mengenai pentingnya pengobatan atau perawatan secara detail dan

panjang kepada informan sehingga jika pasien PAPS perawat tidak pernah berusaha

agar pasien tetap mau menjalani pengobatan atau perawatan di rumah sakit karena

PAPS merupakan hak pasien atau keluarga pasien.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diketahui determinan pulang atas permintaan

sendiri (PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan adalah faktor

predisposisi: pengetahuan dan persepsi, faktor pemungkin: fasilitas kesehatan,

pelayanan tenaga kesehatan, keterjangkauan biaya, pendapatan keluarga dan akses

geografi, faktor penguat: perilaku petugas kesehatan.

a. Saran

1. Diharapkan dokter/perawat membangun komunikasi yang lebih baik dengan

pasien atau keluarga pasien sehingga pasien mengetahui perkembangan

penyakitnya dan bersedia menjalani perawatan di rumah sakit.

2. Diharapkan direktur rumah sakit melengkapi fasilitas sesuai dengan standar

rumah sakit kelas B dan perawat setiap ruang rawat inap membatasi jumlah

anggota keluarga yang menjaga pasien untuk menciptakan kenyamanan di

lingkungan ruang perawatan dan agar peraturan jam kunjungan keluarga

pasien dapat diterapkan dengan baik.

3. Diharapkan bidang pelayanan rumah sakit dapat meningkatkan mutu

pelayanan untuk menekan angka PAPS seperti mengadakan pelatihan bagi

tenaga kesehatan untuk meningkatkan kemampuan para petugas dalam bidang

pelayanan.

Universitas Sumatera Utara


4. Diharapkan adanya tenaga kesehatan berkordinasi dengan petugas Badan

Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) di rumah sakit untuk mengajak

pasien masuk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T.Y, 2003. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Universitas


Indonesia Press. Jakarta.
Anjaryani, W. D, 2009, Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan
Perawat di RSUD Tugurejo Semarang. (Tesis). Program Pascasarjana.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Azwar, A, 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
2010. Pengantar Administrasi Kesehatan, EdisiKetiga. Jakarta.
Penerbit BinarupaAksara.
Fauziah, N, 2013, Analisis Persepsi Pulang Atas Permintaan Sendiri Terhadap
Kualitas Pelayanan Dan Harga Di Ruang Rawat Inap (Rindu) A
Rsup Haji Adam Malik Medan Tahun 2013. (Tesis). Program
Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara.
Hanung, K. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Rawat Inap Dengan
Keputusan Pulang Paksa Di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari
Kabupaten Gunung Kidul. Melalui http://eprints.undip.ac.id/5438/>(30-
5-2014).
Herdiansyah, Haris, 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu
Sosial. Salemba Humanika. Jakarta.
Ismulyana, 2012. Metode Penelitian Survey/ Sofyan Effendi Dan Tukiran. Edisi
Revisi. Jakarta. LP3ES.
Jacobalis, S. 1990, Menjaga Mutu Pelayanan RS Suatu Pengantar, Jakarta,Citra
Windu Satria.
Kemenkes RI, 2010, Pedoman Teknis Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Kelas
BSeri Perencanaaan.
Nomor 1204/ Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan RS.
Menap, 2007. Analisis Alasan Pasien Pulang Paksa (Discharge Against Medical
Advice) di Rumah Sakit Umum Daerah Praya Kabupaten Lombok
Tengah. (Tesis). Fakultas Kesehatan Masyarakat, UGM. Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


Muslihuddin, Adji, 1996. Pola Pelayanan Keperawatan di Indonesia Dalam
Upaya Meningkatkan Mutu Rumah Sakt. Jakarta.

Nofiyanto, 2013. Perbedaan Persepsi Sehat-Sakit Pasien Menjadi Alasan Utama


Kejadian Pulang Paksa :112. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28,
Suplemen No.1
Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2013 Tentang
Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.

Nomor 340/menkes/per/III/2010Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.

Raharjo, Mudjia, 2010.Triangulasi dalam Penelitian Kualitatif,


darihttp://mudjiaraharjo.com/Met. Penelitian Pendidikan/penting/270-
triangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html.

Risdiyanti, K, 2003. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Pasien Pulang


Atas Permintaan Sendiri (PAPS) di Rumah Sakit Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga Tahun 2003. Skripsi.

Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan, 2014. Profil RSU Padangsidimpuan Tahun


2013.

Susanty, 2009. Gambaran Penyebab Pasien Pulang Paksa di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Islam Faisal. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani
Hasanuddin. Makassar.
Syariansyah, 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pasien Untuk
Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) di Rumah Sakit Umum
Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Ban.
Thenie, H, 2002. Persepsi Pasien Pulang Paksa Terhadap Pelayanan Rumah
Sakit Umum Karawang. (Tesis). UI. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Nomor 44 Tahun 2009Tentang RumahSakit.
Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
Nomor 29 Tahun 2004Tentang Praktik Kedokteran.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1
Pedoman Wawancara

ANALISIS DETERMINAN PULANG ATAS PERMINTAAN SENDIRI (PAPS)


DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
KOTA PADANGSIDIMPUAN TAHUN 2014

I. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
4. Status Perkawinan :
5. Jenis Kelamin 1) Laki-laki
2) Perempuan

6. Pendidikan 1) Tidaksekolah
2) SD
3) SLTP
4) SLTA
5) Akademi/PerguruanTinggi
6. Pekerjaan 1) Tidak Bekerja
2) PNS/ABRI/BUMN
3) PegawaiSwasta
4) Wiraswasta
5) Lainnya…..
7. Tanggalmasuk :
8. Tanggal keluar :
9. Kelas perawatan :
10. Jenis pembiayaan :
11. Diagnosa :

Universitas Sumatera Utara


Determinan PAPS
1.Pengetahuan
1. Apakah pengertian sakit menurut bapak/ibu?
2. Apakah pengertian rumah sakit menurut bapak/ibu?

2. Sikap
1. Bagaimana menurut bapak/ibu pelayanan di ruang rawat inap RSUD kota
Padangsidimpuan sehingga bapak/ibu memutuskan PAPS?

3. Kepercayaan masyarakat terhadap hal –hal yang berkaitan dengan


kesehatan
1. Apakah ada alasan tertentu (kebiasaan keluarga) dalam pengambilan
keputusan (berobat alternatif)?

4. Persepsi
1. Apakah Bapak/ibu mengetahui kondisi bapak saat ini belum sembuh total dan
dapat kambuh lagi jika pengobatan tidak tuntas?
2. Apakah Bapak/ ibu mengetahui akibat dari PAPS dapat membahayakan
kesehatan Bapak/ ibu sendiri?
3. Apakah Bapak/ibu mengetahui bahwa jika terjadi sesuatu, bapak/ibu tidak
dapat menuntut dokter/rumah sakit?

5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan


1. Bagaimana ketersediaan dan kelengkapan pelayanan pemeriksaan
(laboratorium, radiologi/ rontgen)?
2. Bagaimana ketersediaanobat-obatanbiladibutuhkandalamkeadaanmendadak ?
3. Apakah fasilitas yang tersediadiruangrawatinapsudahsesuaidengan yang
diharapkansepertikebersihan, kerapiandankenyamanan ruangan?

6. Pelayanan Petugas Kesehatan


PelayananDokter
1. Bagaimana jam kunjungan/visite dokter ?
2. Bagaimana kejelasan informasi dokter mengenai penyakit ?
3. Bagaimana perhatian dokter pada saat Bapak/Ibu mengutarakan keluhan
tentang penyakit yang Bapak/Ibu derita?

Universitas Sumatera Utara


PelayananPerawat

1. Menurut Bapak/Ibu bagaimana perawat melakukan pekerjaan rutinitasnya?


Misalnya mengontrol ruangan secara teratur atau mengontrol tanda-tanda vital
pasien (tekanan darah, suhu dll), memasang infus, memberi suntikan?
2. Apabila Bapak/Ibu memerlukan bantuan, bagaiman kesigapan perawat?
3. Bagaiamana perhatian perawat ketika Bapak/Ibu mengutarakan keluhan?

Pelayanan Administrasi
1. Menurut Bapak/Ibu apakah prosedur penerimaan pasien dilayani secara cepat
dan tidak berbelit-belit?
2. Bagaimana penjelasan/informasi dari petugas mengenai hak dan kewajiban
pasien serta peraturan rawat inap?

7. Keterjangkauan biaya
1. Apakah biaya yang bapak/ ibu keluarkan sesuai dengan penyakit bapak/ibu?

8. Pendapatan Keluarga
1. Apakah biaya selama di rumah sakit berpengaruh kepada pendapatan keluarga
sehingga memutuskan untuk PAPS?

9. Akses Geografi
1. Apakah lokasi rumah sakit mudah dijangkau?
2. Apakah transportasi umum ke rumah sakit lancar?

10. Perilaku Petugas Kesehatan


1. Apakah dokter/ perawat melakukan pengobatan dengan ramah dan sopan saat
memberikan pelayanan kepada Bapak/ Ibu?
2. Apakah dokter/ perawat melaksanakan tugas tidak membedakan status sosial
Bapak/ Ibu?

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai