SKRIPSI
Oleh
SKRIPSI
Oleh
Pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) adalah pasien rawat inap yang
menurut pernyataan dokter masihmemerlukan rawat inap dan belum diperbolehkan
pulang, tetapi ataspermintaan sendiri atau keluarga memutuskan untuk pulang
ataumenghentikan rawat inap di rumah sakit.Dampak pasien PAPS terhadap rumah
sakit antara lain adalah penurunan pendapatan rumah sakit, dalam jangka lama dapat
menurunkan kinerja rumah sakit dan akhirnya juga berpengaruh terhadap
pengembangan dan kelangsungan hidup rumah sakit.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan metode
pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis determinan pulang atas
permintaan sendiri (PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan.
Informan dalam penelitian ini ada 6 orang yang ditentukan secara purposive.
Pengumpulan data meliputi data primer dengan wawancara mendalam (in-depth
interview) dan data sekunder diperoleh dari RSUD kota Padangsidimpuan dan
instansi terkait. Hasil penelitian dianalisa berdasarkan content analysis
Hasil penelitian menunjukkan determinan pulang atas permintaan sendiri
(PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan adalah faktor predisposisi
pengetahuan dan persepsi, faktor pemungkin fasilitas kesehatan, pelayanan tenaga
kesehatan, keterjangkauan biaya, akses geografi dan faktor penguat perilaku petugas
kesehatan.
Diharapkan dokter/perawat membangun komunikasi yang lebih baik dengan
pasien atau keluarga pasien sehingga pasien mengetahui perkembangan penyakitnya
dan bersedia menjalani perawatan di rumah sakit, direktur rumah sakit melengkapi
fasilitas sesuai dengan standar rumah sakit kelas B dan bidang pelayanan rumah sakit
dapat meningkatkan mutu pelayanan untuk menekan angka PAPS.
Patient's going back home at their own demand (PAPS) is inpatient who
according to the doctor’s statement still require hospitalization and not allowed to go
home, but at his own request or a family decides to return or stop inpatient in
hospital. Impact of PAPS patients to hospitals include decrease in hospital revenue,
in the long term can degrade the performance of the hospital and finally also affect
the development and survival of hospital.
This research was a descriptive research with qualitative approach that aims
to analyze determinant of the patient's going back home at their own demand at the
RSUD Padangsidimpuan. There was 6 informants in this study who was determined
purposively. The data collection includes primary data with in-depth interviews and
secondary data which obtained from RSUD Padangsidimpuan and other relevant
agencies. Analyzed based on content analysis.
The result of this study showed determinant of the patient's going back home
at their own demand at the RSUD Padangsidimpuan is predisposing factor is
knowledge and perseption, enabling factor affordability of health facilities, health
care worker, cost, income, access geography and reinforcing factor is behavioral
health personnel.
I t is recommended doctors or nurses establish good communication with
patients or family patients so that patients know progression of the disease and
willing to undergo treatment, director of the hospital complete of the facilities
according with standard of the hospital type B and field hospital services increasing
the health services quality to reduce the number of return patient as their own
demand.
Agama : Islam
RIWAYAT PENDIDIKAN
Sumatera Utara
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku ketua Departemen Administrasi Dan Kebijakan
Utara, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus sebagai Ketua Penguji yang
juga telah banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran,
3. Ibu dr. Rusmalawaty, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II skripsi yang telah
banyak meluangkan waktu, tulus, dan sabar memberikan saran, dukungan, nasihat
5. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku Penguji IIyang telah banyak memberikan masukan
6. Ibu Prof. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina S,MS selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama kuliah
di FKM USU.
7. Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU,terutama Departemen AKK yang telah
8. Bapak dr. H. Aminuddin selaku Direktur RSUD kota Padangsidimpuan yang telah
Padangsidimpuan.
9. Ibu Hj. Des Elida Daulay selaku Wadir Komite Klinik dan Diklat RSUD kota
10. Berbagai pihak di wilayah kerja RSUD kota Padangsidimpuan yang telah
11. Teristimewa penulis ucapkan kepada Ayahanda (Alm) Tamamul A.Srg dan
mengucapkan terima kasih atas semua bantuan baik moril dan materil serta doa
yang tiada terputus untuk ananda. Kak Fitri Amelia Siregar S. Kep, Ns, Bang
Akhir, Carissa Audrey Arsyifa (Mapaca) serta adinda Ijhamni Siregar yang
12. Sahabatku Nurmala Syari (Lala), Devi Eni, Marlina Sari, Norma, Anni,Kak Desy,
Nita, kak Lila, Fitri, Nisa dan teman-teman FKM USU Ekstensi 2012 khususnya
departemen AKK terimakasih atas dukungan, motivasi, dan doanya dalam proses
13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam
rangka penyempurnaan skripsi ini.Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat
Medan,Maret 2015
Penulis,
Halaman
ABSTRAK. ........................................................................................................ i
ABSTRACT ........................................................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
LAMPIRAN
emosional bagi pelanggan. Jika pelanggan merasa bangga dan puas atau bahkan
yang akan datang. Dampak langsung dari kepuasan pelanggan adalah adanya
rumah sakit sebagai perusahaan jasa, jika pelanggan atau pasien merasa puas dengan
mutu pelayanan rumah sakit tersebut maka ada kecenderungan untuk setia terhadap
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU No. 44 Tahun 2009).Pelayanan rawat inap
adalah kegiatan pelayanan terhadap pasien yang masuk rumah sakit, menempati
tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi, rehabilitasi medik dan atau
pelayanan medik lainnya. Bagian rawat inap mempunyai kedudukan sangat penting di
sehingga penderita yang menurut pemeriksaan medis dan keperawatan sudah tidak
Namun pada kenyataannya terdapat beberapa pasien rawat inap yang meninggalkan
rumah sakit atas permintaan sendiri walaupun dokter belum memberikan keputusan
kepada pasien untuk dapat pulang meninggalkan rumah sakit yang dinyatakan
Pasien yang pulang atas permintaan sendiri (PAPS) adalah pasien rawat inap
PAPS walaupun secara medis belum cukup stabil untuk dirawat di rumahdapat
(mistrust) terhadap rumah sakit. Dampak pasien PAPS terhadap rumah sakit antara
lain adalah penurunan pendapatan rumah sakit, dalam jangka lama dapat menurunkan
kinerja rumah sakit dan akhirnya juga berpengaruh terhadap pengembangan dan
kelangsungan hidup rumah sakit. Bagi pasien sendiri karena keadaannya belum
sakit kelas B Non Pendidikan. Rumah sakit ini menyediakan fasilitas rawat inap yang
terdiri dari : ruang I untuk perawatan umum dan THT, ruang II untuk perawatan
perawatan penyakit paru, VIP, ruang RR (Recovery Room) untuk perawatan dan
pemulihan pasca operasi, ruang bersalin untuk perawatan obstetrik dan ginekologi
dan ruang mata untuk perawatan penyakit mata. RSUD kota Padangsidimpuan
memilki jumlah tempat tidur 144 buah, memiliki 4 (empat) pelayanan spesialis lain
diluar dari pelayanan spesialis dasar yaitu Mata, THT, Paru dan Syaraf.
Pasien rawat inap yang keluar dari RSUD kota Padangsidimpuan pada tahun
2013 dengan cara PAPS adalah 886 orang (13, 53%) dari jumlah keseluruhan pasien
rawat inap 6547 orang. Tahun 2014 jumlah PAPS di ruang rawat inap dari Januari
sampai Oktober berjumlah 587 orang (16, 39%) dari jumlah keseluruhan pasien rawat
kelas I/VIP yang lebih banyak didominasi oleh pejabat kalangan pemerintah,
memperbolehkan untuk pulang, pasien yang berada di kelas I/VIP rata-rata pasien
penyakit dalam, contohnya hanya keluhan sakit perut sehingga dua hari sudah merasa
rusak, air kamar mandi yang sering mati sehingga tidak sesuai dengan harapan
pasien. Keluhan lain mengatakan karena jam visite dokter yang terlambat.
pasien merasa tidak nyaman karena suara bising yang berasal dari poliklinik yang
dokter atau perawat tentang penyakit yang dideritanya dan tidak memperoleh
ketersediaan alat-alat dalam pemeriksaan seperti untuk scanning harus ke rumah sakit
menginginkan kesembuhan daripada faktor yang lain, denganharga yang lebih murah.
Pasien kelas III memutuskan PAPS karena masalah biaya, mencakup biaya
pengobatan, sewa kamar atau ruangan, biaya orang yang menjaga pasien, hal ini
diakibatkan pasien berasal dari luar kota, alasan lain karena ingin pindah rawat ke
tempat lain dan ketidaknyamanan. Masalah ingin pindah rawat ke tempat lain dan
dan tidak perhatian dan kondisi ruang rawat inap yang tidak kondusif dikarenakan
banyak anggota keluarga yang berkumpul di satu ruangan tersebut. Alasan pasien
yang lain adalah tidak ada kemungkinan untuk sembuh atau pasien dengan penyakit
kronis.
Berdasarkan data yang dikutip Menap (2007) dari beberapa rumah sakit umum
Catalonia – USA, tentang alasan pasien pulang paksa, pada register pasien pulang
psikiatrisebesar 0,34% dari total pasien pulang 41.648 dalam periode 2 tahun. Pada
dan 0,44% untuk bagian bedah, 0,26% untuk bedah tulang, 0,32% untuk obstetrics–
gynecology dan sebesar 0,93% untuk bagian rehabilitasi. Rata-rata usia pasien
DAMA adalah 38,63 tahun dan sebagian besar laki-laki yaitu 59,9%. Dari total
DAMA tersebut, 45,8 % berasal dari internal medicine department. Alasan pulang
paksa bervariasi antara aspek sosial dan aspek medik yang meliputi isu keluarga,
konflik dengan staf / petugas atau sikap dan intervensi yang mengarah negatif.
Penelitian Menap (2007) tentang analisis alasan pasien pulang paksa di RSUD
Praya Kabupaten Lombok Tengah tahun 2006, diperoleh angka kejadian pulang
paksa5,37% (469 kasus dari 8.733 pasien keluar rumah sakit). Alasan yang
ditemukan terdiri atas: alasan biaya, kecewa dengan pelayanan yang diberikan dan
konflik dengan sikap dan perlakuan petugas. Hasil penelitian Thenie (2002) tentang
persepsi pasien pulang paksa terhadap pelayanan rumah sakit di RSUD Karawang
faktor biaya dan faktor pelayanan rumah sakit. Faktor biaya yang dikeluhkan adalah
tingginya biaya obat yang dikeluarkan sedangkan faktor pelayanan yang dikeluhkan
Penelitian Purwanto (2008) dalam karya tulis ilmiahnya tentang faktor- faktor
yang melatarbelakangi pulang paksa didapat adalah faktor promotion (40%) dengan
kategori penjelasan yang diberikan kurang atau tidak dimengerti klien, faktor process
(30%) dengan kategori prosedur dan penanganan membuat klien tidak nyaman, faktor
place (16%) dengan kategori jarak RS dengan dengan rumah klien membutuhkan
biaya transportasi yang banyak, faktor product (10%) dengan kategori penanganan
yang diberikan tidak mengatasi keluhan, faktor people (6.6%) dengan kategori
penyebab PAPS pada pasien VIP dan kelas I adalah karena faktor individu/keluarga,
sedangkan pasien kelas II karena faktor pelayanan dan pasien kelas III karena faktor
komunikasi dari pemberi pelayanan, sedangkan faktor biaya yang dikeluhkan adalah
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa masalah kasus PAPS yang
cukup tinggi sehingga walaupun penyakit pasien belum teratasi mereka memaksa
untuk keluar dari rumah sakit tersebut. PAPSyang terus terjadi dan tidakdikendalikan
maka fungsi sosial rumah sakit dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Dari uraian tersebut diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang
“Analisis Determinan Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) di Ruang Rawat Inap
dirumuskan bahwa masalah dalam penelitian ini adalah determinan apa saja penyebab
1.3.Tujuan Penelitian
1. Diharapkan bisa menjadi salah satu informasi dan bahan masukan bagi
pelayanan.
inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU No. 44 Tahun 2009).
adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis professional yang terorganisir
pelayanan, yang terdiri dari rumah sakit umum (RSU), yaitu rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit dan rumah sakit
khusus (RSK), yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu
rumah sakit umum adalah pengelompokan rumah sakit umum berdasarkan perbedaan
yang dapat disediakan dan berpengaruh terhadap beban kerja, yaitu rumah sakit kelas
A, B, C dan D.
Nomor 340 Tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit. Persyaratan rumah sakit
dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan medik umum, pelayanan gawat
medik, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik spesialis gigi mulut,
3. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan medik
syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, jiwa, paru, orthopedi
5. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 18 orang dokter umum dan 4
3. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan medik
dengan standar.
pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi,
9. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 12 orang dokter umum dan 3
10. Pada pelayanan medik spesialis dasar masing-masing minimal 3 (tiga) orang
pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar dan
2. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter
(dua) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter
(satu) orang dokter spesialis setiap pelayanan dengan 2 (dua) orang dokter
3. Pada pelayanan medik dasar minimal harus ada 4 (empat) orang dokter
(satu) orang dokter spesialis dari 2 (dua) jenis pelayanan spesialis dasar
kesehatan.Sesuai dengan Undang- undang Nomor 44 Tahun 2009 fungsi rumah sakit
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
tentang rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang
bersifat non spesialistik dan dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama
medis lainnya, dimana peserta dan atau anggota keluarganya dirawat inap paling
Pelayanan rawat inap adalah kegiatan pelayanan terhadap pasien yang masuk
rumah sakit, menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosis, terapi,
rehabilitasi medik dan atau pelayanan medik lainnya.Bagian rawat inap mempunyai
utamanya. Tenaga yang terlibat dalam pemberian pelayanan pasien antara lain dokter,
pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
Menurut Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik
apabila:
segera.
3. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah
sakit.
tambah.
Lingkup kegiatan di ruang rawat inap rumah sakit meliputi kegiatan asuhan
pasien, mandi, dapur kecil/ pantry, konsultasi medis). Klasifikasi perawatan rumah
sakit telah ditetapkan berdasarkan tingkat fasilitas pelayanan yang disediakan oleh
rumah sakit, yaitu kelas utama (termasuk VIP), kelas I, Kelas II dan kelas III.
diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapat pelayanan sebagai
berikut:
pelayanan rumah sakit, karena dari bagian ini awal dari seluruh bentuk dan pelayanan
kesehatan. Pada bagian ini pula kesan pertama dirasakan oleh pasien atau keluarga
pasien akan mutu pelayanan sebuah rumah sakit. Salah satu tujuan pelayanan
menyenangkan bagi pasien. Kesan pertama terhadap penerimaan pasien. Kesan ini
sering menetap dalam diri pasien dan mempengaruhi sikap mereka terhadap lembaga,
staf, dan perawatan atau pelayanan yang mereka terima (Aditama, 2003).
menjadi hak pasien telah diterima sesuai dengan kemampuan rumah sakit saat itu.
Sebagai bagian terakhir proses perawatan sebelum pasien pulang maka salah satu
kewajiban memberikan pembayaran yang pantas kepada pihak pemberi jasa, dalam
hal ini rumah sakit. Hal ini ditegakkan demi tercapainya kesebandingan antara hak
dan kewajiban dalam hubungan pasien dengan pihak pemberi jasa. Tentunya
pelayanan rumah sakit kepada pasien. Dokter dapat dianggap sebagai jantung dari
sebuah rumah sakit. Fungsi utamanya adalah memberikan pelayanan medik kepada
pasien dengan mutu sebaik-baiknya dengan menggunakan tata cara dan teknik
a. Ketepatan diagnosis
anggotakeluarga
dokter harus menghargai serta menghormati hak-hak mereka. Adapun hak-hak pasien
2009 tentang rumah sakit setiap pasien mempunyai hak 1) memilih dokter dan kelas
perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, 2)
mendapat informasi yang meliputi diagnosis dantata cara tindakan medis, tujuan
tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
pasien yang bersifat segera. Itu merupakan tanggung jawab perawat untuk
1. Laboratorium
2. Radiologi
4. Ultrasonography (USG)
1. Farmasi
2. Terapi rehabilitasi medik : terapi fisik, terapi respirasi, terapi wicara dan terapi
okupasi.
3. Pelayanan sosial
4. Radioterapi
Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan
mendadak seperti alat-alat selalu sudah tersedia dan siap pakai. Di dalam rumah sakit
alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari rumah sakit dan
tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Bagian farmasi rumah sakit
bertanggung jawab atas kuantitas maupun kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya,
dalam waktu, jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia
dipandang, dapat dicerna dengan baik, bebas dari kontaminasi, memperhatikan nutrisi
dan memenuhi standar resep, serta penyajiannya pada waktu yang tepat dan teratur.
Pada hakekatnya pelayanan gizi adalah penerapan ilmu dan seni dalam membantu
seseorang dalam keadaan sehat atau sakit untuk memilih dan memperoleh makanan
yang sesuai guna memenuhi kebutuhan gizi tubuh. Di rumah sakit pelayanan ini
Lingkungan fisik dan non fisik rumah sakit juga dapat mempengaruhi
peraturan, dan suasana baru yang ditimbulkan atas konsekuensi ditentukannya rawat
inap di rumah sakit bagi seorang pasien.Akibat yang ditimbulkan oleh hospitalisasi
seringkali menuntut pasien untuk beradaptasi dengan cepat dan terdapat hambatan-
nyaman, bersih dan syarat-syarat tertentu. Untuk menuju kearah itu sebenarnya
rumah sakit telah mempunyai dasar acuan berupa Kepmenkes Nomor: 1204/ Menkes/
cahaya yang cukup, 2) sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian
rupa, 3) pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa sehingga kamar dan
perawatan di rumah sakit. Bangunan rumah sakit harus direncanakan sesuai dengan
bersih, dan sehat, sehingga tidak memberikan dampak negatif pada proses
penyembuhan pasien, pada pengunjung, dan juga pada tenaga kerja rumah sakit.
Untuk menjaga dan memelihara kondisi ini bukan hanya tugas pimpinan tapi menjadi
tugas semua pegawai rumah sakit termasuk pasien dan pengunjungnya. Dengan
demikian diperoleh suasana yang aman, asri, tenteram, bebas dari segala gangguan
tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang
berhak diperoleh setiap warga secara minimal.Selain itu juga merupakan spesifikasi
teknis tentang tolak ukur pelayanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan
penerapan Standar Pelayanan Minimal di rumah sakit. SPM ini dapat dijadikan acuan
bagi pengelola rumah sakit dan unsur terkait dalam melaksanakan perencanaan,
menjalani rawat inap dan keluar. Adapun pembagian berdasarkan cara keluar dapat
dibedakan atas :
Diijinkan pulang/boleh pulang adalah pasien rawat inap yang keluar dari
rumah sakit atas keputusan dokter karena sudah tidak memerlukan rawat inap
Pulang paksa/Pulang Atas Permintaan Sendiri adalah pasien rawat inap yang
Tanggung jawab atas kejadianyang dialami oleh pasien setelah pulang paksa
3. Lari
Dirujuk adalah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit atas
5. Meninggal
Meninggal adalah pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit dalam
keadaan mati.
pemutusan kontrak kesepakatan antara provider dengan klien sesuai dengan Undang-
Rumah Sakit, dipersyaratkan bahwa standar kejadian pulang paksa di rumah sakit
adalah ≤ 5%.
ketidakpuasan sehingga pasien meminta pulang paksa adalah biaya pelayanan yang
terlalu tinggi, tempat yang kurang nyaman, informasi yang kurang akurat dan
memadai bagi pasien, tenaga medis/paramedis yang kurang profesional serta prosedur
yang menolak perawatan yang diajukan pihak rumah sakit dengan berbagai alasan.
Alasan yang paling sering dikemukakan adalah kamar untuk rawat inap yang penuh
atau yang lebih sering lagi adalah karena tidak ada biaya. Kejadian ini cukup sering
mayoritas berasal dari kalangan menengah ke bawah.Jika ada yang berasal dari
rumah sakit. Tanggung jawab atas kejadianyang dialami oleh pasien setelah pulang
paksa menjadi tanggungjawabpasien sendiri atau keluarga yang memutuskan, hal ini
dituangkan dalamsurat pernyataan yang harus di tanda tangani oleh pasien, petugas
PAPS merupakan hak otonomi pasien. Ketika pasien pulang, pasien harus
paham diagnosis dan rencana pelayanan medis yang akan dikerjakan oleh dokter.
untuk menerima rencana pelayanan atau tidak dapat dibuat dengan tepat. Adapun
penyebab PAPS adalah antara lain pasien tidak mengerti mengapa saat atau sudah
diopname, tetapi belum sembuh juga, dokter yang gagal menjelaskan bahwa penyakit
itu tidak bisa sembuh secara instan tetapi harus perlahan, pasien merasa tidak betah
berikut: 1) mengkaji status pasien, 2) memberi tahu dokter yang memeriksa pasien
(seperti yang dinyatakan oleh pasien), pengkajian terhadap kondisi mental dan fisik
pasien yang terakhir, adanya informasi penting lain berkaitan dengan permintaan
tersebut.
Menurut Bail yang dikutip Susanty (2009) jika dokter memberi instruksi
paksa.
administrator
terhadap pasien, keluarga tidak boleh menuntut ke dokter atau rumah sakit.apalagi
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
tergantung pada karakteristik atau faktor – faktor lain dari orang yang bersangkutan,
faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.Perilaku
sendiri Skiner membaginya menjadi dua jenis yaitu perilaku tertutup dan terbuka.
penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but not illness) tentu tidak akan
dan merasakan sakit, maka baru akan timbul berbagai macam perilaku dan usaha.
2010).
Dan hal itu disebabkan oleh karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke
dalam: pengetahuan, sikap, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal –hal
yang berkaitan dengan kesehatandan persepsi, serta faktor demografi (umur, jenis
kelompok untuk melakukan tindakan. Hal ini lebih mengarah pada tingkat
Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau
fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, ini mencakup personal skill dan
keluarga, jarak, akses, transportasi, jam buka pelayanan kesehatan yang tersedia.
menjelaskan bahwa salah satu yang menjadi faktor untuk menentukan pelayanan
kesehatan tersebut diminati atau tidak diminati oleh masyarakat dilihat dari sikap
dan perilaku petugas kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Faktor Predisposisi
- Pengetahuan
- Sikap
- Kepercayaan masyarakat
terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan
- Persepsi
Faktor Pemungkin
- Fasilitas kesehatan
- Pelayanan tenaga kesehatan Perilaku
- Keterjangkauan biaya PAPS
- Pendapatan keluarga
- Akses geografi
Faktor Penguat
- Perilaku tenaga kesehatan
3.1. JenisPenelitian
Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena masih tingginya PAPS di ruang rawat inap
dari Januari sampai Oktober 2014 yaitu sebesar 587orang (16.39%). Waktu penelitian
purposive,yaitu teknik yang dilakukan untuk memilih informan yang bersedia dan
dalam penelitian ini adalah pasien PAPS, keluarga atau yang mendampingi pasien
adalah untuk menggali informasi lebih dalam tentang PAPS di ruang rawat inap
Data sekunder yang diperoleh dari pencatatan data dan dokumentasi lainnya daril
aporan ruang rawat inap Kelas I, Kelas II, dan Kelas III selama tahun 2013 dan Januari
mengenai PAPS.
administrasi.
k. Perilaku tenaga kesehatan adalah tindakan tenaga pada pasien RSUD kota
sosial.
Setelah didapat informasi dari para informan maka dilakukan analisis isi
Matriks merupakan suatu bagan yang menyerupai tabel, tetapi terdiri dari kata-kata
Triangulasi sumber dengan memilih informan yang dapat memberikan jawaban yang
Rumah Sakit Milik Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara yang didirikan pada
tahun 1937, dimana letak bagunannya berada di Jl. Dr. Ferdinand Lumban Tobing,
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Berstatus Kelas “C”, dan dengan Struktur Hirarki
Rumah Sakit Milik Pemerintah Daerah telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur
58/K/Tahun 1983 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Tingkat I Sumatera Utara tanggal 21 Juni 1996 No. 11 Tahun 1996.
Rumah Sakit Umum Kelas “B” Non Pendidikan berdasarkan Surat Keputusan
Sumatera Utara Tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum
Tahun 2003 yang kemudian berubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Kota
PW / 2008 Tanggal 03 Nopember Tahun 2008 dan dipimpin seorang Direktur dan
berada di Pusat Kota Padangsidimpuan dan posisi Silang jalur lintas darat antara
Sumatera dan Jawa atau sebaliknya, apalagi jarak tempuh jalan darat ke Pusat Ibu
Kota Provinsi Sumatera Utara ( Medan ) sejauh 475 Km dengan menghabiskan waktu
tempuh ± 10 jam perjalanan. Kondisi jarak ini membuat Rumah Sakit Umum
kesehatan dari berbagai daerah sekitarnya dijalur Pantai Bagian Barat Provinsi
6. Kabupaten Nias
7. Kota Sibolga
dan lain-lain.
Padangsidimpuan adalah 188,499 jiwa yang terdiri dari 79,348 laki-laki dan 90,608
beberapa Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara maupun di luar Provinsi
maka jumlah total masyarakat yang dilayani diperkirakan jauh dari jumlah penduduk
Kota Padangsidimpuan.
Visi Rumah Sakit Umum Padangsidimpuan adalah “Rumah Sakit Umum yang
kepada masyarakat dan sebagai pusat pelayanan rujukan di Wilayah Bagian Pantai
Untuk mencapai Visi yang telah dirumuskan diatas maka ditetapkan Misi
sebagai berikut:
memberikan pelayanan.
pada berbagai tipe ruangan.Distribusi jumlah tempat tidur dapat dilihat pada Tabeldi
bawah ini:
1 Kelas I/ VIP 10
3 Kelas II 39
4 Kelas III 93
5 ICU 2
Jumlah 144
Informan pasien pulang atas permintaan sendiri (PAPS) dalam penelitian ini
perawatan, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, dan status bayar yang
penelitian ini adalah 6 informan, yang terdiri dari 3 orang perempuan dan 3 orang
laki-laki. Tingkat pendidikan para informan pasien PAPS adalah sebagai berikut: 1
orang berpendidikan Perguruan Tingi, 3 orang lulusan SLTA dan 2 orang lulusan SD.
(PNS), 2 orang wiraswasta, 1 orang petani dan 2 orang ibu rumah tangga. Untuk
mengenai alamat 3 informan masih dalam kota sedangkan 3 informan lainnya berada
diluar kota. Dari hasil observasi lama rawatan yang dijalani 5 informan menjalani 3
hari perawatan di rumah sakit, 1 informan menjalani 8 hari perawatan di rumah sakit.
dengan komplikasi jantung koroner, PSMBA (Penyakit Saluran Makan Bagian Atas)
4.3.1.1 Pengetahuan
informan akan lebih baik lagi jika dokter atau perawat memberi penjelasan mengenai
konsep sakit yang sebenarnya menurut konsep sehat sakit menurut penyelenggara
kesehatan. Pengetahuan ini akan membawa informan untuk berfikir dan berusaha
ada keluhan).
Informan kelas I/VIP Sakit itu udah gak bisa lagi beraktivitas makanya
sampe harus dirawat disini, rumah sakit tempat berobat
orang dengan bermacam penyakit.
Informan kelas II-1 Sakit itu tidak bisa berbuat apa apa lagi, rumah sakit
tempat berobat yang lebih lengkap.
Informan kelas II-2 Sakit itu gak bisa makan, jalan, semuanya sudah harus
dibantu, rumah sakit tempat orang sakit dapat
pelayanan dari dokter sama perawat.
Informan kelas III-1 Sakit itu gak enak semua badan ini, lemas, mual,
muntah. Gak bisa berkegiatan lagi. Rumah sakit ya
tempat berobat.
Informan kelas III-2 Sakit itu gak bisa ngapa-ngapain lagi, rumah sakit itu
bisa memperoleh pelayanan yang lebih lengkapagar
cepat sembuh
Informan kelas III-3 Sakit itu lemas, gak bisa beraktivitas, semua harus
dibantu keluarga. Rumah sakit adalah tempat berobat.
4.3.1.2 Sikap
terhadap pasien akan menimbulkan rasa kecewa dan kurang puas terhadap pelayanan
yang diterima.
Informan kelas I/VIP Lumayan bagus la, memang kakak aja yang bosan
suasana rumah sakit ini makanya pulang,
pelayanannya gak ada masalah buat kakak.
Informan kelas II-1 Menurut kami bagus kok, perawatnya baik, kalau jam
mau ngasih obat misalnya sesuai kok.
Informan kelas II-2 Biasa aja, nama juga rumah sakit pemerintah kalau
mau lebih ke swasta aja la.
Informan kelas III-1 Ya biasa aja dek, kalau ada yang gak ngerti ditanya
aja.
Informan kelas III-2 Gimana ya, kadang kita gak tau kalau pelayanan di
kelas 3 sama kelas yang lain, kami yang disini merasa
biasa-biasa saja.
Informan kelas III-3 Soal pelayanan disini masih kurang la, perlu
ditingkatkan lagibiar makin bagus.
semua informan memutuskan untuk PAPS bukan karena ingin berobat alternatif.
rumah sakit dan informsi dari keluarga tentang sakit yang diderita.
Informan kelas I/VIP Gak ada berobat di tempat lain, memang mau pulang
aja.
Informan kelas II-1 Karena udah sehat kok makanya pulang gak ada yang
lain-lain.
Informan kelas II-2 Ah.. gak ada la yang gitu-gituan.
Informan kelas III-1 Memang karena gak sanggup lagi disini, gak ada lah
yang gara-gara alternatif atau mau berobat kampung.
Informan kelas III-2 Sama sekali gak ada yang namanya mau berobat
kampung atau apalah makanya kami pulang.
Informan kelas III-3 Gak ada yang jagain disini makanya pulang bukan
karena yang lain-lain.
4.3.1.4 Persepsi
informan memutuskan PAPS karena merasa penyakitnya sudah sembuh pada saat itu
merasa lebih baik jika pengobatan dilanjutkan di rumah saja daripada harus
menunggu pengobatan di rumah sakit sampai tuntas. Hal-hal lain juga dapat
akibat PAPS, seluruh informan mempunyai jawaban yang sama yaitu tidak
dari rumah sakit. Para informan tidak khawatir akan hal-hal yang dapat terjadi setelah
keluar dari rumah sakit karena penyakit yang diderita belum sembuh dan masih perlu
hal- hal mengenai keputusan untuk PAPS dan informan tidak dapat menuntut pihak
dokter maupun rumah sakit jika terjadi sesuatu setelah di rumah, semua sudah
kesehatan yang disediakan oleh pihak rumah sakit seperti ketersediaan dan
rumah sakit sudah lengkap, 5 informan merasa ketersediaan alat dan kelengkapan
obatan yang dibutuhkan dalam keadaan mendadak, 3 informan mengatakan tidak ada
Informan kelas I/VIP Saya merasa tidak ada masalah mengenai obat-obatan
yang dibutuhkan.
Informan kelas II-1 Gak ada masalah untuk obat.
Informan kelas II-2 Untunglah gak malam disuruh nyari kalau gak payah
juga itu, KPN jam 22.00 wib malam udah tutup.
Informan kelas III-1 Ya kalau gak ada di KPN diluar dicari obatnya jadi
ribetsih kalau bisa lebih dilengkapi obat yang ada di
rumah sakit sama bukanya pun 24 jam.
Informan kelas III-2 Obatnya ada semua disini gak payah nyari-nyari.
Informan kelas III-3 Pernah sekali butuh obat malam hari tapi apotek
rumah sakitnya sudah tutup, seharusnya kan kalau di
rumah sakit ini 24 jam la karena diluar pun pasti
apoteknya sudah tutup.
inap, 1 informan bahwa fasilitas rawat inap yang disediakan oleh rumah sakit sudah
sesuai sedangkan 5 informan lainnya merasa belum sesuai dengan yang diharapkan
yang diderita kurang bagi informan atau keluarga pasien sehingga tidak terjalin
6 informan 3 informan merasa cukup jelas mengenai penjelasan dari dokter tentang
penyakitnya serta kurang puas terhadap penjelasan dokter karena terlalu cepat dan
singkat. Hal ini terjadi diakibatkan karena jam visite dokter yangterlambat sehingga
masih banyak pasien yang harus diperiksa. Penjelasan yang kurang mengenai
penyakit dan pengobatan yang akan dijalani oleh informan ini dapat membuat
keputusan untuk PAPS karena tidak ada perkembngan yang baik selama menjalani
karena dokter terlalu banyak pasien yang harus diperiksa ke ruangan lain.
pekerjaannya dengan baik sedangkan 4 informan lainnya merasa siswa -siswi Akper
yang belajar lebih sering melakukan pekerjaan perawat di ruangan sehingga kurang
puas dalam menerima pelayanan yang ada karena mahasiswa masih dalam tahap
belajar dan perasaan takut jika mahasiswa yang melakukan rutinitas perawat yang
dalam membantu pasien, 3 orang informan merasa perawat cukup sigap ketika
sigap dalam membantu pasien. Kesigapan perawat sangat penting dalam memberikan
rumah sakit.
sakit dari petugas. Hasil penelitian menunjukkan dari 6 informan mengenai informasi
tentang hak dan kewajiban pasien serta peraturan rawat inap 5 informan mengatakan
informasi yang diberikan petugas cukup jelas, 1 informan mengatakan tidak mendapat
penjelasan dari petugas tetapi setelah bertanya kepada perawat di ruangan dan
2 informan tidak mengeluhkan biaya pengobatan karena semua biaya ditanggung oleh
BPJS tetapi mengeluhkan biaya keluarga yang menjaga pasien, biaya transportasi ke
rumah sakit dan lain sebagainya sedangkan 4 informan lainnya mengeluhkan biaya
di rumah sakit semakin berat bagi informan karena tidak adanya asuransi kesehatan
Informan kelas I/VIP Kalau biaya rumah sakit kan ditanggung BPJS, paling
biaya selama di rumah sakit ini la, makan, beli ini itu,
biaya yang jaga disini.
Informan kelas II-1 Sekarang semua sudah mahal apalagi biaya kesehatan,
biaya periksa, obat belum lagi yang jaga pasien.
Mahal la.
Informan kelas II-2 Mahal apalagi kami umum, banyak la pengeluaran.
Informan kelas III-1 Mahal makanya kami ngurus BPJS aja, tapi waktu
mengurus BPJS katanya seminggu lagi baru bisa
berlaku sementara kami udah seminggu disini status
umum, gak ada biaya lagi. Kalau da siap BPJS baru
kami berobat lagi.
Informan kelas III-2 Mahal la, periksa, obatnya, keluarga yang disini lagi
gak mungkin gak makan.
Informan kelas III-3 Kalau biaya pengobatan kami ada BPJS, palingan
biaya keluarga yang jaga disini.
informan merasa bahwa lokasi dan transportasi ke rumah sakit menurut informan jauh
dan memerlukan biaya tambahan, 3 informan tidak ada masalah dengan lokasi dan
transportasi dikarenakan masih dalam kota. Para informan yang berasal dari luar kota
ini harus menempuh beberapa jam ke rumah sakit sehingga membutuhkan tenaga dan
biaya yang lebih banyak, informan yang merasa sehat memaksa untuk pulang karena
kesehatan menurut 4 informan dokter di rumah sakit ramah dan sopan sewaktu
informan mengenai perilaku perawat 3 informan merasa bahwa perawat baik dan
ramah kepada informan, 3 informan lainnya dari kelas II satu orang dan kelas III dua
orang merasa perawat biasa saja dan juga cerewet dalam bergaul dengan pasien di
sama oleh dokter atau perawat selama menjalani pengobatan di rumah sakit baik
pasien di ruangan VIP atau kelas I maupun kelas III. Pasien di rawat inap ini diberi
5.1.1 Pengetahuan
melalui tindakan terhadap sesuatu, jika seseorang didasari pada pengetahuan yang
baik terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami bagaimana kesehatan
itu dan mendorong untuk mengaplikasikan apa yang diketahuinya. Dari pernyataan
yang dikutip dari buku Notoatmodjo ini maka pengetahuan memang mempunyai
hubungan yang sangat dekat dengan perilaku individu, dalam konteks penelitian ini
merupakan salah satu ukuran dan indikator dari perilaku kesehatan. Pengetahuan ini
akan membawa informan untuk berfikir dan berusaha supaya tetap menggunakan
pelayanan yang ada di rumah sakit sampai ia sehat (tidak ada keluhan). Pengetahuan
akan membawa seseorang berpikir dan berusaha untuk melakukan tindakan yang
benar.
Pengertian sakit menurut 6 informan adalah jika sudah tidak mampu bangkit
dari tempat tidur dan tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-hari sehingga
seseorang memang menderita sakit dan juga ia rasakan sebagai rasa sakit. Hal ini
bahwa rumah sakit tempat untuk mendapat pelayanan kesehatan tetapi kenyataannya
walaupun keadaan kesehatannya belum pulih, dokter yang merawat juga belum
memberikan izin tetap saja informan dengan pendiriannya untuk pulang karena sudah
merasa sehat. Pengetahuan informan mengenai sakit dan rumah sakit yang belum
pentingnya kesehatan yang sebenarnya. Dalam kondisi demikian rumah sakit tidak
mencapai sasaran secara optimal karena pasien PAPS dimana pelayanan yang
Risdiyanti (2003) ada hubungan pengetahuan tentang sakit dan penyakit dengan
mengatakan bahwa para perawat tidak ada yang menjelaskan pengertian sakit yang
informan dikarenakan masih banyak tugas yang ingin dikerjakan oleh perawat
daripada harus menjelaskan hal-hal seperti itu kepada pasien dan disebabkan bahwa
PAPS merupakan hak dari informan atau keluarga. Perlu ditingkatkan komunikasi
antara dokter/perawat dengan pasien atau keluarga pasien mengenai penyakit dan
pengobatan yang akan dijalani oleh pasien selama di rumah sakit, dengan demikian
PAPS akan menurun di rumah sakit karena kejelasan informasi dari dokter atau
perawat.
gerakanfisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Menurut
Azwar (2004) sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan
faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi
maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang atau tidak senang,
perilakumerupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi
respon dan reaksi. Perilaku yang nampak terhadap suatu obyek tertentu setidaknya
bisadiramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa
sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilakunya. Sikap terkadang bisa
informan dari kelas II satu orang dan kelas III tiga orang mengatakan pelayanan biasa
saja dan masih kurang dalam memberikan pelayanan kepada pasien selama perawatan
perhatian atau empati terhadap penyakit yang diderita pasien, mereka hanya seperti
para pasien yang ada di rawat inap. Informan dari kelas I dan kelas II mengatakan
sudah bagus. Tanpa disadari hal-hal seperti ini bisa membuat pasien memutuskan
sedangkan dokter/perawat yang ada di rumah sakit merupakan orang yang paling
sering dan lama berhubungan dengan pasien selama dirawat di rumah sakit. Sesuai
dengan penelitian Menap (2006) bahwa sikap petugas (15%) berhubungan dengan
keputusan pasien untuk PAPS. Berbeda dengan penelitian Nofiyanto (2013), yang
menyatakan bahwa sikap petugas yang berkaitan dengan mutu pelayanan tidak
individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal
ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga
keputusan etik. Agama serta latar belakang adat-istiadat merupakan faktor utama
dalam membuat keputusan etis. Kaitan adat-istiadat dan implikasi dalam perawatan
sampai saat ini belum tergali secara jelas. Menurut Foster yang dikutip oleh Kalangie
tingkatan sebagai berikut : (1) perawatan rumah tangga (pengobatan sendiri), (2) ke
sebelumnya tidak berhasil. Trend mencari pengobatan seperti itulah yang sekarang
terjadi di masyarakat Indonesia sehingga kasus PAPS tinggi di rumah sakit, sehingga
pengobatan, dimana dalam rangka usahanya mencari penyembuh yang jodoh, maka
pelayanan dokter yang pertama dianggap bukan jodohnya dan pola ini akan
berlangsung terus sampai pada saat ia dapat disembuhkan atau meninggal atau karena
masih banyak digunakan oleh masyarakat ketika kedokteran modern tidak lagi bisa
menyelesaikan masalah kesehatan mereka. Walaupun kadang tidak logis tetapi banyak
fakta yang menunjukkan bahwa pengobatan ini mendatangkan kesembuhan bagi mereka.
Fenomena ini terjadi akibat pengaruh yang kuat dari berbagai faktor sosial masyarakat
modern, distribusi pelayanan kesehatan yang tidak merata dan tidak berhasil
lain antara lain biaya ke dokter mahal, letak fasilitas kesehatan yang jauh dan pelayanan
berobat alternatif atau dukun. Semua informan mengetahui bahwa penyakit mereka
bisa sembuh jika berobat ke pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit. Dari segi
diagnosa informan, penyakit yang dialami para informan merupakan penyakit yang
sering dan banyak diderita orang. Informan juga banyak mendapat informasi
kelas II dan kelas III karena merasa sudah sembuh dan bosan di rumah sakit sehingga
meminta untuk berobat jalan saja walaupun dokter belum memberi izin, terkendala
masalah biaya, jarak rumah sakit yang jauh dari rumah sakit dan tidak ada keluarga
yang menjaga pasien selama di rumah sakit memutuskan informan untuk PAPS. Hal
ini tidak sesuai dengan teori Foster mengenai keputusan pasien untuk PAPS.
5.1.4 Persepsi
sehat-sakit yang tidak sejalan dengan konsep sehat-sakit yang diberikan oleh pihak
berkisar disease (penyakit) dengan illness (rasa sakit). Dari sini muncul konsep
sehatsakit dalam masyarakat, bahwa sehat adalah orang dapat bekerja atau
tidak mampu bangkit dari tempat tidur, tidak dapat menjalankan pekerjaan sehari-
persepsi masyarakat tentang sakit yang berbeda dengan konsep provider kesehatan.
Hal ini juga sebagai penyebab PAPS, karena pasien sudah merasa sembuh.
persepsi sehat sakit yang menjadi alasan utama kejadian PAPS. Hasil wawancara
untuk PAPS karena sudah merasa sembuh, diagnosa informan ini adalah typus
abdominalis yang seharusnya perlu perawatan 6-7 hari tetapi informan pada hari
ketiga sudah tidak merasa mual muntah dan sudah bisa jalan sehingga merasa sehat,
anak dari informan yang masih berumur 2 tahun yang harus tinggal di rumah sakit
selama informan diopname dan harus masuk kerja. Informan dari kelas II dua orang
dengan biaya sendiri merasa kondisi kesehataannya sudah membaik dimana diagnosa
informan adalah hipertensi dan hipertensi + penyakit jantung koroner (PJK) karena
tensi sudah stabil dalam beberapa hari dan tidak ada keluhan lagi, informan ini
meminta untuk berobat jalan saja dan merasa bosan dengan lingkungan di rumah
sakit. Dokter dan perawat yang merawatnya belum memberi izin untuk pulang karena
penyakit informan yang belum pulih dan masih membutuhkan pemantauan beberapa
hari lagi, karena itu merupakan hak dari pasien maka pihak rumah sakit tidak
mempunyai hak untuk menahan pasien walaupun kondisi kesehatannya belum pulih.
Jika penyakit yang diderita oleh informan semakin parah semua konsekuensinya
harus menjadi tanggung jawab informan atau keluarga sehingga tidak dapat menuntut
rumah sakit. Sesuai dengan penelitian Kuncahyo (1999) yang menyatakan bahwa
faktor yang mendorong pasien memutuskan pulang paksa adalah anggapan bahwa
karena faktor sudah merasa sembuh cukup besar. Persepsi pasien terhadap
kesembuhan ini sering disebut sebagai illness perception. Persepsi sehat sakit ini
bahwa pasien masih dalam kondisi sakit (disease) sementara pasiensudah merasa
dikarenakan pasien yang menderita penyakit kronis dan dirawat dirumah sakit sudah
begitu lama, tidak ada tanda proses penyembuhan dan sudah dalam keadaan lemah.
Oleh karenanya, pasien atau keluarganya memilih untuk membawa pasien pulang
selain dengan pertimbangan faktor biaya yang sudah dihabiskan selama di rumah
sakit. Untuk pasien yang dilakukan operasi biasanya memilih PAPS karena
pengobatan di rumah sakit memang sudah tidak ada lagi untuk penyakitnya seperti
patah tulang untuk rumah sakit daerah hanya bisa untuk pertolongan pertama saja
sehingga harus ke rumah sakit yang lebih lengkap baik dari segi peralatan maupun
spesialisnya.
Umumnya pasien rawat inap merasa puas bila seluruh pemeriksaan dan
pelayanan kesehatan hampir seluruhnya merupakan pemberian obat. Obat dan semua
alat untuk melakukan pengobatan tidak dapat dipisahkan dari rumah sakit dan
tersedianya merupakan suatu keharusan yang mutlak. Bagian farmasi rumah sakit
bertanggung jawab atas kuantitas maupun kualitasnya, baik dari mulai pengadaannya,
dalam waktu, jumlah dan cara pemakaiannya. Demikian obat-obatan harus tersedia
saat bila diperlukan dan memenuhi standar yang diwajibkan. Makanan yang
dihidangkan harus dalam jumlah perkiraan kebutuhan, enak dipandang, dapat dicerna
dengan baik, bebas dari kontaminasi, memperhatikan nutrisi dan memenuhi standar
Dari hasil penelitian bahwa dari 6 informan 4 di antaranya yang berasal dari
kelas II dua orang dan kelas III dua orang masih mengeluhkan kurangnya
klinik prodia dan oksigen yang terlambat ke ruangan dan harus menunggu. Informan
diperlukan masih dipakai di ruangan poli penyakit dalam sehingga informan harus
menunggu sampai poli tutup. Hasil wawancara dari 6 informan 3 diantaranya dari
kelas II satu orang dan kelas III dua orang mengeluhkan kesulitan dalam memperoleh
obat-obatan khususnya pada malam hari karena tiba-tiba obat yang harus dipakai
sudah tidak ada dan diresepkan oleh dokter umum yang sedang jaga sewaktu
membelinya apotik yang ada di rumah sakit sudah tutup. Obat- obatan yang
jam bukanya sampai 24 jam sehingga obat-obatan yang diperlukan tersebut harus
diambil keesokan harinya. Makanan yang dihidangkan oleh petugas gizi tidak ada ada
masalah bagi informan karena secara keseluruhan semua bersih, tepat waktu dan
Mengenai fasilitas ruang rawat inap dari 6 informan 5 informan yang berasal
dari kelas II dan kelas III mengatakan tidak merasa nyaman dalam ruang rawat inap
dimana ruangan poli yang berada dekat dengan rawat inap menimbulkan suara bising
setiap harinya dari jam 09.00 wib sampai jam 13.00 wib, ruangan kotor jika sudah
siang hari diakibatkan keluarga pasien yang menjenguk yang tidak ada habisnya.
Petugas kebersihan hanya pagi hari membersihkan ruangan. Keluarga pasien yang
membersihkan ruangan jika sudah sore. Penelitian Theni (2002) masalah kebersihan
juga merupakan hal yang banyak dikeluhkan oleh para informan pasien pulang paksa.
Tidak dibatasinya keluarga pasien yang berkunjung juga membuat informan tidak
nyaman selama dirawat sehingga jam istirahat informan kurang karena harus
peraturan, dan suasana baru yang ditimbulkan atas konsekuensi ditentukannya rawat
inap di rumah sakit bagi seorang pasien.Akibat yang ditimbulkan oleh hospitalisasi
seringkali menuntut pasien untuk beradaptasi dengan cepat dan terdapat hambatan-
pada penolakan rawat inap (Susanty, 2009). Berdasarkan Kepmenkes Nomor: 1204/
intensitas cahaya yang cukup, 2) sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain
sedemikian rupa, 3) pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa
sehingga kamar dan ruangan yang memerlukan suasana tenang terhindar dari
kebisingan.Pulangnya pasien dengan status PAPS tidak hanya disebabkan salah satu
pertama kali adalah dokternya, baru kemudian mengharapkan perawatan yang baik
pasien akan dapat menjelaskan riwayat penyakit secara lebih akurat bila sebelumnya
mereka mempunyai pemahaman tentang penyakit. Informasi yang tidak utuh atau
medis yang diterima, dan mendorong mereka untuk mencari pilihan-pilihan lain
(Sciortino, 1999).
dokter yaitu jam visite dokter yang pendek dikarenakan terlambat ke ruangan
akan memiliki waktu yang sedikit untuk mendengarkan keluhan pasiennya, karena
penyakit yang diderita, dari 6 informan 3 informan diantaranya dari kelas II satu
orang dan kelas III dua orang merasa kurang puas bahkan tidak paham atas
penjelasan dokter mengenai penyakit yang dideritanya. Dokter terlalu cepat dalam
berbicara dan terkesan buru-buru, informasi penyakit yang disampaikan tidak cukup.
Berdasarkan perhatian dokter terhadap pasien 3 informan yang berasal dari kelas
I/VIP dan kelas III dua orang merasa dokter kurang perhatian, hal ini diakibatkan
visite yang sudah terlambat sehingga waktu berjumpa dengan pasien hanya sedikit,
keluhan dan hal-hal yang ingin ditanyakan tidak sempat diberitahukan kepada dokter.
Sehingga tidak terjalin komunikasi antara dokter dengan pasien atau keluarga pasien
Biasanya dokter memang tidak menjelaskan secara detail dan panjang, hanya
memberitahu penyakitnya saja dan kalaupun ada komplikasi dengan penyakit lain
biasanya dokter tidak memberitahu secara pasti karena harus menunggu pemeriksaan
yang lain. Akibatnya pasien hanya bisa menerima perawatan tanpa tahu bagaimana
keadaan sebenarnya setelah beberapa hari dirawat. Dalam penilaian pasien mengenai
sikap atau perilaku dokter dalam pemeriksaan sudah dirasa cukup baik oleh pasien.
Tetapi tidak sedikit pasien yang memberikan keluhan saran ataupun kritik khususnya
pemeriksaan utama, informasi tentang penyakit saat memeriksa, kegunaan dan hasil
waktu yang disediakan oleh dokter sangat singkat sehingga menimbulkan persepsi
terhadap pasien bahwa dokter dirasa kurang detail dalam pemeriksaan kepada pasien.
dari kelas II satu orang dan kelas III tiga orang mengeluhkan perawat kurang dalam
diantaranya dari kelas II satu orang dan kelas III dua orang mengatakan perawat
kurang sigap dalam melakukan tugasnya dalam membantu pasien dan untuk perhatian
perawat terhadap pasien dari 6 informan 3 diantaranya dari kelas II satu orang dan
kelas III dua orang masih mengeluhkan bahwa perawat kurang perhatian terhadap
pasiennya.
rumah sakit maka akhirnya memutuskan untuk pulang dan melanjutkan pengobatan
di rumah saja, banyaknya para mahasiswa/i Akper yang dinas disana sehingga hampir
sebagian besar tugas keperawatan ditangani oleh mahasiswa perawat. Jika pekerjaan
di ruangan tidak dapat dilakukan oleh mahasiswa yang dinas barulah perawat yang
diruangan yang mengambil alih, misalnya karena pasien sudah gawat. Pemberian
obat maupun suntikan untuk semua pasien di kerjakan oleh mahasiswa yang dinas.
Mengenai pelayanan administrasi dari 6 informan hanya satu orang yang mengatakan
tidak mendapat penjelasan dari petugas mengenai hak dan kewajiban pasien serta
peraturan rawat inap. Informan ini mengetahui mengenai informasi mengenai rawat
inap dari pasien lain dan bertanya kembali pada perawat yang ada di ruangan.
dengan sikap dan perlakuan petugas sebesar 15% dapat membuat pasien untuk
PAPS.
Hasil wawancara dari 6 informan 4 informan yang berasal dari kelas II dan
kelas III dua orang mengeluhkan biaya pengobatan dan biaya keluarga yang
menunggu pasien di rumah sakit. Keempat informan ini merupakan pasien dengan
biaya sendiri, mereka memutuskan PAPS karena banyaknya biaya yang harus
dikeluarkan keluarga khususnya obat-obatan yang mahal, untuk membeli obat yang
diresepkan oleh dokter Rp. 200.000 bahkan lebih dan begitu juga jika dokter
menyuruh untuk periksa laboratorium. Selain itu biaya keluarga yang menjaga
Pelayanan rawat inap di rumah sakit, jika dilihat dari biaya yang sudah
ditetapkan tidak begitu mahal/ masih wajar berdasarkan Perda kota Padangsisimpuan
tentang Retribusi Jasa Umum No.04 Tahun 2010 tetapi karena adanya biaya untuk
obat-obat yang memang semua sudah mahal, semakin lama dirawat biaya yang
dibutuhkan untuk rawat inap di rumah sakit semakin besar, sehingga tidak
ekonomi keluarga. Besarnya biaya dan ketidakmampuan pasien dan keluarga dalam
PAPS dilihat dari pekerjaan informan seorang wiraswasta yang tidak mempunyai
diberikan oleh suami, ditambah lagi status bayar informan merupakan bayar sendiri.
Dari segi umur informan sudah tidak muda dan produktif. Sehingga dengan biaya-
biaya yang begitu mahal membuat mereka tidak bisa memenuhi tuntutan untuk tetap
mendapatkan pelayanan, dalam hal ini faktor ekonomi sangat mempengaruhi pasien
dalam pemanfaatan pelayanan di rumah sakit, khususnya untuk rawat inap sehingga
Informan lainnya yang memiliki asuransi atau status BPJS yang tidak ada
masalah dengan biaya pengobatan tetapi tetap memilih untuk PAPS karena merasa
sudah sembuh dan tidak ada keluarga yang menjaga pasien di rumah sakit. Sejalan
dengan dengan penelitian Littik (2008) bahwa meskipun telah memiliki asuransi,
kelas II dan kelas III dua orang. Salah satu faktornya adalah status umum atau biaya
rumah sakit biaya keluarga yang menjaga pasien selama dirawat, sebagian besar anak
yang menanggung biaya di rumah sakit karena dilihat dari segi umur para pasien
sudah ada yang lansia, informan lain hanya IRT sehingga suami yang menanggung
seluruh biaya pengobatan selama di rumah sakit. Salah satu informan dalam
pengurusan BPJS karena harus menunggu kartu berlaku seminggu sementara biaya
untuk di rumah sakit sudah tidak ada lagi. Informan mengatakan akan melanjutkan
pengobatan jika kartu BPJS sudah dapat dipergunakan. Hal ini sesuai dengan hasil
keputusan pasien untuk PAPS, pasien yang berpendapatan menengah ke atas memilih
PAPS terutama bila dalam waktu 8 sampai 9 hari tidak memperoleh kepastian kondisi
Informan yang berasal dari kelas III ini mengatakan tidak mau ikut BPJS
karena akan berhutang seumur hidup dan membayar iuran tiap bulan sedangkan
kartunya hanya bisa dipakai saat kita sakit. Informan juga merasa rugi untuk
membayar perbulan karena masih banyak kebutuhan yang lebih penting yang harus
pendapatan perbulan.
informan mengenai konsep BPJS padahal jika informan sakit biaya yang dikeluarkan
Dari hasil wawancara 6 informan 3 diantaranya yang berasal dari kelas I/VIP
membutuhkan waktu 3-4 jam di perjalanan, kelas II dan kelas III 2-3 jam perjalanan
sehingga mengeluhkan bahwa lokasi rumah sakit jauh dari rumah yang berada diluar
kota walaupun tidak masalah terhadap transportasi hanya saja harus memerlukan
tambahan biaya, hal diatas sebenarnya lebih kepada keluarga yang menjaga pasien
selama dirawat di rumah sakit, selain biaya sangat merepotkan untuk bolak-balik dari
rumah ke rumah sakit, tenaga dan waktu selama perjalanan sehingga informan karena
sudah merasa sehat memutuskan PAPS karena kasihan keluarga harus seperti itu.
Faktor lainnya adalahjika keluarga yang menjaga pasien akan memakan waktu
berhari-hari untuk tinggal di rumah sakit hal ini akan mengakibatkan tidak
Purwanto (2008)faktor place (16%) dengan kategori jarak RS dengan dengan rumah klien
pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien sampai ke
pemanfaatannya.
Dari hasil wawancara dari6 informan, 2 informan dari kelas II satu orang dan
kelas III satu orang mengatakan dokter cuek dan tertutup dalam melakukan
ditanya mengenai penyakit dokter menjawab hanya sekedar saja dan singkat,
penjelasan yang diberikan dokter tidak dipahami oleh informan ataupun keluarga
yang mendampingi dan terkesan buru-buru pada saat pemeriksaan. Kurang ramah
kepada pasien yang diperiksanya jadi terkesan sombong sehingga informan atau
salam, sapa serta sopan santunnya bisa membangkitkan inisiatif pasien untuk sehat.
orang dan kelas III dua orang mengatakan perawat biasa saja dan cerewet kepada
ramah dan sedikit membujuk, pada malam hari para perawat tidak ada di pos perawat
jika di panggil ke kamar perawat pasti terlihat kesal dan tidak ikhlas. Perawat
hari menurut informan banyak perawat yang cerewet dibandingkan dengan yang
keramahan dan kesabaran karena setiap pasien dianggap sebagai pembeli dan pembeli
adalah raja, sehingga pasien layak dihormati dan dihargai. Kepuasan bagi pasien
adalah jika perawat banyak senyum, ramah, terampil dan cepat dalam penanganan
sehingga pasien nyaman, tenang dan meringankan beban pasien sehingga perasaan
Dari penelitian Bart Smet (1991) yang dikutip oleh Anjaryani (2009)
menyatakakan bahwa sentuhan psikologis yang bisa disampaikan perawat, dan tim
medis lainnya kepada pasien akan mengurangi stress yang dialaminya pada masa
sakit, dan ternyata kelelahan psikis berkontribusi terhadap penyakit yang diderita
pasien semakin parah. Motivasi dari tim medis bisa menurunkan kecemasan dengan
petugas kesehatan di rumah sakit keramahan para petugas dalam proses pemeriksaan
salah satu bentuk pelayanan yang dapat juga merupakan proses pengobatan.
masalah ekonomi keluarga, jarak rumah yang jauh dari rumah sakit, ingin berobat
jalan, pindah rumah sakit, tidak nyaman dengan ruang perawatan dan sudah merasa
panjang kepada informan sehingga jika pasien PAPS perawat tidak pernah berusaha
agar pasien tetap mau menjalani pengobatan atau perawatan di rumah sakit karena
6.1 Kesimpulan
sendiri (PAPS) di ruang rawat inap RSUD kota Padangsidimpuan adalah faktor
a. Saran
rumah sakit kelas B dan perawat setiap ruang rawat inap membatasi jumlah
pelayanan.
Susanty, 2009. Gambaran Penyebab Pasien Pulang Paksa di Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit Umum Islam Faisal. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani
Hasanuddin. Makassar.
Syariansyah, 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pasien Untuk
Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS) di Rumah Sakit Umum
Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Ban.
Thenie, H, 2002. Persepsi Pasien Pulang Paksa Terhadap Pelayanan Rumah
Sakit Umum Karawang. (Tesis). UI. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Nomor 44 Tahun 2009Tentang RumahSakit.
Nomor 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.
Nomor 29 Tahun 2004Tentang Praktik Kedokteran.
I. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Umur :
3. Alamat :
4. Status Perkawinan :
5. Jenis Kelamin 1) Laki-laki
2) Perempuan
6. Pendidikan 1) Tidaksekolah
2) SD
3) SLTP
4) SLTA
5) Akademi/PerguruanTinggi
6. Pekerjaan 1) Tidak Bekerja
2) PNS/ABRI/BUMN
3) PegawaiSwasta
4) Wiraswasta
5) Lainnya…..
7. Tanggalmasuk :
8. Tanggal keluar :
9. Kelas perawatan :
10. Jenis pembiayaan :
11. Diagnosa :
2. Sikap
1. Bagaimana menurut bapak/ibu pelayanan di ruang rawat inap RSUD kota
Padangsidimpuan sehingga bapak/ibu memutuskan PAPS?
4. Persepsi
1. Apakah Bapak/ibu mengetahui kondisi bapak saat ini belum sembuh total dan
dapat kambuh lagi jika pengobatan tidak tuntas?
2. Apakah Bapak/ ibu mengetahui akibat dari PAPS dapat membahayakan
kesehatan Bapak/ ibu sendiri?
3. Apakah Bapak/ibu mengetahui bahwa jika terjadi sesuatu, bapak/ibu tidak
dapat menuntut dokter/rumah sakit?
Pelayanan Administrasi
1. Menurut Bapak/Ibu apakah prosedur penerimaan pasien dilayani secara cepat
dan tidak berbelit-belit?
2. Bagaimana penjelasan/informasi dari petugas mengenai hak dan kewajiban
pasien serta peraturan rawat inap?
7. Keterjangkauan biaya
1. Apakah biaya yang bapak/ ibu keluarkan sesuai dengan penyakit bapak/ibu?
8. Pendapatan Keluarga
1. Apakah biaya selama di rumah sakit berpengaruh kepada pendapatan keluarga
sehingga memutuskan untuk PAPS?
9. Akses Geografi
1. Apakah lokasi rumah sakit mudah dijangkau?
2. Apakah transportasi umum ke rumah sakit lancar?