Anda di halaman 1dari 121

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENDONOR DARAH

SUKARELA PADA MASYARAKAT PRIBUMI DAN NON PRIBUMI


DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA
KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

LILIANA PUSPA SARI


077012013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


THE FACTORS INFLUENCING BLOOD DONOR VOLUNTARY
ON THE INDIGENT AND NON-INDIGENT COMMUNITIES
ON BLOOD TRANSFUSION UNIT OF INDONESIAN
RED CROSS IN MEDAN REGION

THESIS

By

LILIANA PUSPA SARI


077012013/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENDONOR DARAH
SUKARELA PADA MASYARAKAT PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA
KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

LILIANA PUSPA SARI


077012013/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
PENDONOR DARAH SUKARELA PADA
MASYARAKAT PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG
MERAH INDONESIA KOTA MEDAN
Nama Mahasiswa : Liliana Puspa Sari
Nomor Induk Mahasiswa : 077012013
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kebijakan dan Kesehatan

Menyetujui
Komisi Pembimbing :

(Dr. Fikarwin Zuska) (Dra. Syarifah, M.S)


Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 8 Februari 2012

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal : 8 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS :


Ketua : Dr. Fikarwin Zuska
Anggota : 1. Dr. Syarifah, M.S
2. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
3. Drs. Agus Suriadi, M.Si

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENDONOR DARAH


SUKARELA PADA MASYARAKAT PRIBUMI DAN NON PRIBUMI
DI UNIT TRANSFUSI DARAH PALANG MERAH INDONESIA
KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, April 2012

(Liliana Puspa Sari)

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Unit Transfusi Darah Kota Medan selain memenuhi kebutuhan darah untuk
kota Medan, juga kota Binjai dan Langkat yang per harinya membutuhkan darah 100
kantong. Namun demikian hanya sekitar 30 kantong yang dapat terpenuhi. Dari 8.849
orang (56%) pendonor darah sukarela, 5.889 orang (67%) pendonor bersuku bangsa
non pribumi dan 2.960 orang (33%) bersuku bangsa pribumi.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap,
dan kepercayaan terhadap pendonor darah suku bangsa pribumi dan suku bangsa non
pribumi menjadi pendonor darah sukarela di PMI Kota Medan. Jenis penelitian
menggunakan survey explanatory. Populasi adalah pendonor darah sukarela pada
masyarakat pribumi dan masyarakat non pribumi sebanyak 8.849 orang. Jumlah
sampel adalah 99 orang yang diambil secara Stratified Random Sampling.
Pengumpulan data melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner penelitian.
Analisis data dengan uji regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap dan kepercayaan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pendonor darah baik untuk
masyarakat pribumi maupun non pribumi. Perlunya dilaksanakan program sosialisasi
tentang kegiatan donor darah melalui promosi kesehatan berupa iklan di media
massa, baik cetak maupun elektronik dan memberikan jaminan akan kesterilan alat
transfusi sehingga masyarakat berpartisipasi dalam mendonorkan darah untuk
keperluan sesama manusia.

Kata Kunci : Pendonor Darah, Pribumi, Non Pribumi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Medan Blood Transfusion Unit not only meet the need of blood for the City of
Medan, but also Binjai and Langkat which need 100 bags of blood per day, yet only
30 bags of blood that can be supplied. Of the 8.849 (56%) voluntary blood donors,
5,889 (67%) of them are from the non-indigenous communities and the other 2,960
(33%) are from the indigenous communities.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of
knowledge, attitude, and trust on the indigenous and non-indigenous blood donors
who voluntarily do it for Medan Red Cross (PMI Kota Medan). The population of this
study was the 8,849 indigenous and non-indigenous community members who served
as voluntary blood donors and 99 od them were selectes to be the samples for this
study through stratified random sampling techique. The data for this study were
obtained through questionnarie-based interviews. The data obtained were analyzed
through multiple liner regression test.
The result of study showed that knowledge, attitude, and trust had a significant
influence on the behavior of both indigenous and non-indigenous blood donors.
Medan Red Cross is suggested to implement the socialization program on blood
donor activity through healtf promotion in the form of advertisement in mass media
both printed and electronic and to guarantee that the transfusion equipment is sterile
that community members participate in donating their blood for humanity.

Keywords : Blood Donor, Indigenous, Non-Indigenous

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah

memberi rahmat dan hidayat-NYA sehingga dengan izin-NYA penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendonor

Darah Sukarela pada Masyarakat Non Pribumi dan Pribumi di Unit Transfusi

Darah Palang Merah Indonesia Kota Medan.

Penulisan ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

Dengan ridho Allah SWT serta ketulusan hati dan keikhlasan, penulis

mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M. Sc (CTM), Sp.A (K), sebagai Rektor

Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, sebagai Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si., sebagai Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si., sebagai Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara Medan.

Universitas Sumatera Utara


5. Dr. Fikarwin Zuska selaku ketua komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis mulai dari proposal hingga tesis selesai.

6. Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis mulai dari proposal hingga tesis selesai.

7. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes dan Drs. Agus Suriadi, M.Si sebagai komisi

pembanding yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi

kesempurnaan penulisan tesis ini.

8. Kepala Unit Transfusi Darah Palang Merah Indonesia Kota Medan, yang telah

banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka

menyelesaikan pendidikan pada sekolah Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

9. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Studi Administrasi Kebijakan dan Kesehatan Pada

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih yang tulus kepada keluarga besar ibunda Dra. Hj. Lela

Sari, MM dan ayahanda H. Soeyono K keluarga besar ibu mertua Hj. Nurhayati Saleh

dan ayah mertua (alm) Ali Habsyah yang telah memberikan dukungan moril serta

doa selama penulis menjalani pendidikan.

Universitas Sumatera Utara


Teristimewa buat suami tercinta dan tersayang Irwansyah Putra, AP serta

anak anaku tercnta Fariz Rizqy Ananda, Fadhil Rasyid Alfarsyi dan Fattan

Hidayaturrahman yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta

motivasi dan memberikan dukungan moril agar dapat menyelesaikan pendidikan ini

tepat waktu.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan

kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2012


Penulis

Liliana Puspa Sari

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Liliana Puspa Sari dilahirkan di Medan pada tanggal 09 Oktober 1975, anak

ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda (Alm) H. Soeyono K. dan

Ibunda Dra. Hj. Lela Sari, M.M. Menikah dengan Irwansyah Putra, AP pada tanggal

4 Oktober 1997 dan telah dikaruniai tiga orang putra yaitu Fariz Rizqy Ananda,

Fadhil Rasyid AlFarisi dan Fattan Hidayaturrahman, sekarang menetap di Jl. Pelita II

No. 25 Medan.

Memulai pendidikan di SD Harapan I Medan lulus tahun 1988, melanjutkan

pendidikan di SMP Negeri 1 Medan lulus tahun 1991. Kemudian melanjutkan

pendidikan di SMA Negeri 3 Medan lulus tahun 1994. selanjutnya meneruskan

pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara dan selesai

tahun 2002.

Pernah bekerja sebagai dokter On-call di Unit Transfusi Darah Palang

Merah Indonesia (PMI) Kota Medan dari tahun 2007 sampai dengan sekarang.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................ 1


1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................. 7
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................... 7
1.4. Hipotesis ................................................................................... 8
1.5. Manfaat Penelitian .................................................................... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 9


2.1. Donor Darah ............................................................................... 9
2.2. Pendonor Darah Sukarela .......................................................... 10
2.2.1. Pengertian Pendonor Darah Sukarela ............................... 10
2.2.2. Jenis-jenis Pendonor Darah Sukarela ............................... 10
2.2.3. Manfaat Pendonor Darah Sukarela ................................... 12
2.2.4. Syarat-syarat Menjadi Pendonor Darah Sukarela............. 14
2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendonor Darah Sukarela 15
2.2.6. Risiko Donor Darah ......................................................... 17
2.3. Perilaku ..................................................................................... 20
2.3.1. Pembentukan dan Perubahan Perilaku ............................. 22
2.3.2. Perilaku Kesehatan ......................................................... 29
2.3.3. Faktor Predisposisi (predisposing factors) ....................... 34
2.3.4. Faktor Sosiodemografi Pendonor Darah .......................... 41
2.3.5. Faktor Sosiobudaya Pendonor Darah ............................... 44
2.4. Perilaku Masyarakat Pribumi dan Non Pribumi di Kota Medan 46
2.5. Landasan Teori ........................................................................... 48
2.6. Kerangka Konsep Penelitian ....................................................... 49

BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................... 50


3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 50
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 50
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 50

Universitas Sumatera Utara


3.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 52
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ............................................ 53
3.6. Metode Pengukuran .................................................................. 54
3.7. Metode Analisis Data ................................................................ 55

BAB 4 . HASIL PENELITIAN ..................................................................... 56


4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................................ 56
4.1.1. Sejarah Singkat Palang Merah Indonesia ......................... 56
4.1.2. Peran dan Tugas Palang Merah Indonesia ....................... 58
4.1.3. Sekilas Kinerja Palang Merah Indonesia dari Masa
ke Masa ............................................................................. 59
4.1.4. Prinsip Dasar Palang Merah Indonesia............................. 62
4.2. Hasil Penelitian .......................................................................... 67
4.2.1. Karakteristik Reponden ................................................... 67
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan
Mendonorkan Darah ......................................................... 68
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi
Kegiatan Donor Darah ...................................................... 69
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang
Donor Darah...................................................................... 69
4.3. Analisis Distribusi Frekuensi ..................................................... 70
4.3.1. Variabel Pengetahuan ...................................................... 70
4.3.2. Variabel Sikap ................................................................. 73
4.3.3. Variabel Kepercayaan ...................................................... 76
4.3.4. Variabel Perilaku Pendonor Darah .................................. 78
4.4. Uji Hipotesis ............................................................................... 81

BAB 5. PEMBAHASAN .............................................................................. 85


5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Pendonor Darah ........ 85
5.2. Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Pendonor Darah ................... 87
5.3. Pengaruh Kepercayaan terhadap Perilaku Pendonor Darah ....... 89
5.4. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Kepercayaan Secara Simultan
terhadap Perilaku Pendonor Darah ............................................. 91

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 93


6.1. Kesimpulan ................................................................................ 93
6.2. Saran .......................................................................................... 94

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 95

LAMPIRAN.................................................................................................... 98

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1 Populasi Penelitian ................................................................................. 50

3.2 Alokasi Proposional Sampel .................................................................. 52

3.3 Variabel, Indikator, Hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur .......... 54

4.1 Karakteristik Masyarakat Pribumi Berdasarkan Golongan Darah.......... 67

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Mendonorkan Darah...... 68

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kegiatan


Donor Darah............................................................................................ 69

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Persyaratan Untuk Pendonor


Darah ....................................................................................................... 70

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan Masyarakat


Pribumi dan Non Pribumi ....................................................................... 71

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang


Donor Darah............................................................................................ 73

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sikap Masyarakat Pribumi


dan Non Pribumi .................................................................................... 74

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Responden ............... 75

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Kepercayaan Masyarakat


Pribumi dan Non Pribumi ....................................................................... 76

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Responden ... 78

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Perilaku Masyarakat


Pribumi dan Non Pribumi ....................................................................... 79

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Responden ......... 81

4.13 Hasil Regresi Berganda Masyarakat Pribumi ......................................... 82

4.14 Hasil Regresi Berganda Masyarakat Non Pribumi ................................. 84

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1 Health Care Utilization Model .............................................................. 32

2.2 Teori Perencanaan Perilaku ................................................................... 33

2.3 Health Belief Model ............................................................................... 39

2.4 Kerangka Konsep Penelitian .................................................................. 49

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan


Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ................................. 99

2. Surat Izin Penelitian dari Palang Medan Kota Medan ............................ 100

3. Kuesioner Penelitian ............................................................................... 101

4. Frekuensi Tabel Masyarakat Pribumi ..................................................... 105

5. Frekuensi Tabel Masyarakat Non Pribumi ............................................. 107

6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas......................................................... 109

7. Uji Regresi Linier Berganda ................................................................... 115

8. Tabel Frekuensi Variabel Penelitian ....................................................... 116

9. Master Data ............................................................................................. 130

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Unit Transfusi Darah Kota Medan selain memenuhi kebutuhan darah untuk
kota Medan, juga kota Binjai dan Langkat yang per harinya membutuhkan darah 100
kantong. Namun demikian hanya sekitar 30 kantong yang dapat terpenuhi. Dari 8.849
orang (56%) pendonor darah sukarela, 5.889 orang (67%) pendonor bersuku bangsa
non pribumi dan 2.960 orang (33%) bersuku bangsa pribumi.
Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap,
dan kepercayaan terhadap pendonor darah suku bangsa pribumi dan suku bangsa non
pribumi menjadi pendonor darah sukarela di PMI Kota Medan. Jenis penelitian
menggunakan survey explanatory. Populasi adalah pendonor darah sukarela pada
masyarakat pribumi dan masyarakat non pribumi sebanyak 8.849 orang. Jumlah
sampel adalah 99 orang yang diambil secara Stratified Random Sampling.
Pengumpulan data melalui wawancara yang berpedoman pada kuesioner penelitian.
Analisis data dengan uji regresi linier berganda
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan sikap dan kepercayaan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku pendonor darah baik untuk
masyarakat pribumi maupun non pribumi. Perlunya dilaksanakan program sosialisasi
tentang kegiatan donor darah melalui promosi kesehatan berupa iklan di media
massa, baik cetak maupun elektronik dan memberikan jaminan akan kesterilan alat
transfusi sehingga masyarakat berpartisipasi dalam mendonorkan darah untuk
keperluan sesama manusia.

Kata Kunci : Pendonor Darah, Pribumi, Non Pribumi

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Medan Blood Transfusion Unit not only meet the need of blood for the City of
Medan, but also Binjai and Langkat which need 100 bags of blood per day, yet only
30 bags of blood that can be supplied. Of the 8.849 (56%) voluntary blood donors,
5,889 (67%) of them are from the non-indigenous communities and the other 2,960
(33%) are from the indigenous communities.
The purpose of this explanatory survey was to analyze the influence of
knowledge, attitude, and trust on the indigenous and non-indigenous blood donors
who voluntarily do it for Medan Red Cross (PMI Kota Medan). The population of this
study was the 8,849 indigenous and non-indigenous community members who served
as voluntary blood donors and 99 od them were selectes to be the samples for this
study through stratified random sampling techique. The data for this study were
obtained through questionnarie-based interviews. The data obtained were analyzed
through multiple liner regression test.
The result of study showed that knowledge, attitude, and trust had a significant
influence on the behavior of both indigenous and non-indigenous blood donors.
Medan Red Cross is suggested to implement the socialization program on blood
donor activity through healtf promotion in the form of advertisement in mass media
both printed and electronic and to guarantee that the transfusion equipment is sterile
that community members participate in donating their blood for humanity.

Keywords : Blood Donor, Indigenous, Non-Indigenous

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagian vital dari tubuh manusia salah satunya adalah darah yang sampai saat

ini belum dapat dibuat imitasinya, sehingga secanggih apapun tehnologi yang dapat

dilakukan dalam dunia medis, darah bukan merupakan benda sintetis yang dapat

dibuat tetapi merupakan produk tubuh manusia sehingga cadangan darah hanya dapat

diperoleh dari manusia. Sebagai manusia, dalam keadaan mengalami kecelakaan atau

menderita suatu penyakit tertentu misalnya penderita leukemia, hemofilia atau

penyakit yang lain, pengobatannya membutuhkan transfusi darah. Berbeda dengan

donor mata atau ginjal, donor darah sebenarnya bisa dilakukan oleh siapapun yang

berbadan sehat (Aziz, 2000).

Usaha transfusi darah merupakan suatu bentuk pertolongan yang sangat

berharga kepada umat manusia. Transfusi darah itu sendiri adalah suatu rangkaian

proses pemindahan dari seorang donor (penyumbang darah) kepada resipien

(penerima darah). Proses transfusi darah diwujudkan secara nyata oleh para pendonor

yang rela menyumbangkan darahnya secara sukarela (PMI Pusat, 2009).

Menurut badan kesehatan dunia, World Health Organisation (WHO) sekitar 4

sampai 4,5 juta kantung darah dapat diperoleh dari 1 juta pendonor darah sukarela

pertahun. Penduduk Amerika yang memenuhi syarat menjadi pendonor darah lebih

kurang 60%, namun hanya 5% dari populasi tersebut yang menjadi pendonor

Universitas Sumatera Utara


sukarela. Negara Belanda dari total populasi 16 juta jiwa tercatat 500.000 donor

penyumbang darah (Munandar, 2008).

Pelayanan transfusi darah di Inggris kini telah berhasil mengumpulkan lebih

dari 1 juta unit darah setiap tahun sehingga negara Inggris sudah mampu

menyediakan komponen darah yang cukup dan akan menjadi swasembada dalam

produk darah di dunia. Bagi negara Asia tingkat donasi yang paling maju adalah

Jepang yaitu 68 per 1000 penduduk, Korea 40 per 1000 penduduk, Singapura 24 per

1000 penduduk, Thailand 13 per 1000 penduduk dan Malaysia 10 per 1000 penduduk

(WHO, 2008).

Transfusi darah di Indonesia merupakan salah satu tugas pemerintah di bidang

pelayanan kesehatan masyarakat yang diserahkan tanggung jawabnya kepada Palang

Merah Indonesia (PMI) sebagai pelaksana Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1980

tentang transfusi darah dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.

478/Menkes/Per/X/1990 tentang upaya kesehatan bidang transfusi darah. Supaya

tanggung jawab tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, PMI membentuk

Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai pelaksana teknis mulai tingkat pusat hingga

kabupaten dan kota (PMI Pusat, 2009).

Palang Merah Indonesia telah melaksanakan kegiatan transfusi darah yang

tersebar di 33 Provinsi dan 323 cabang di daerah dengan 165 UTD di seluruh

Indonesia dengan jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 1.054.000 unit (0,48%)

dari jumlah penduduk Indonesia. Idealnya jumlah darah yang tersedia berkisar

Universitas Sumatera Utara


2.200.000 unit yaitu 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Provinsi Sumatera Utara

terdapat 6 tempat UTD dari 28 kabupaten/ kota yang ada yaitu Medan, Deli Serdang,

Tebing Tinggi, Asahan, Padang Sidempuan dan Simalungun (Depkes RI, 2009).

Fungsi Unit Transfusi Darah PMI (UTD-PMI) ini, selain melayani aspek

pelayanan kesehatan juga berkaitan dengan aspek sosial dan organisasi. Upaya

kesehatan transfusi darah adalah upaya kesehatan yang bertujuan agar penggunaan

darah berguna bagi keperluan pengobatan dan pemulihan kesehatan. Kegiatan ini

mencakup antara lain : pengerahan donor, penyumbangan darah, pengambilan,

pengamanan, pengolahan, penyimpanan dan penyampaian darah kepada pasien .

Kegiatan transfusi darah harus dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai

standar yang telah ditetapkan, sehingga darah yang dihasilkan adalah darah yang

keamanannya terjamin. Demikian juga dengan pendonornya, pendonor yang

menyumbangkan darahnya juga tetap selalu sehat. Kelancaran pelaksanaan upaya

kesehatan transfusi darah di atas sangat terkait dengan dukungan faktor ketenagaan,

peralatan, dana dan sistem pengelolaan (PMI Pusat, 2009).

Pada saat ini, kebutuhan darah semakin meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk, Sedangkan pendonor darah sukarela sedikit yang

mengakibatkan ketimpangan antara permintaan dan pengadaan. Masalah kelangkaan

darah merupakan masalah yang selalu berulang yang belum dapat diselesaikan.

Kelangkaan darah merupakan akibat dari kurangnya pendonor darah sukarela. Namun

pada umumnya pendonor darah yang dimiliki bukan pendonor darah tetap yang

Universitas Sumatera Utara


senantiasa menyumbangkan darah tetapi pendonor darah pasif yang harus

dimobilisasi oleh petugas PMI ataupun mendonorkan darah karena kebutuhan yang

mendesak. Unit Transfusi Darah Kota Medan pada pelaksanaanya tidak hanya

memenuhi kebutuhan darah untuk kota Medan tetapi juga kota Binjai dan Langkat

yang mengakibatkan UTD-PMI Kota Medan membutuhkan darah 100 kantong per 1

hari. Pada kenyataanya hanya sekitar 30 kantong yang dapat terpenuhi (PMI Medan,

2009).

Menurut standar WHO jumlah pendonor darah sukarela sebesar 1% dari

jumlah penduduk suatu wilayah. Jumlah penduduk di Kota Medan sekitar 2.200.000

jiwa belum dapat mencapai standar sebesar yang ditetapkan tersebut, Hal tersebut

sebenarnya dapat terwujud apabila selama kontinuitas pendonor tetap terjaga atau

keteraturan menyumbangkan darahnya 3 kali dalam setahun maka dapat diperoleh

sekitar 66.000 kantong/tahun. Jadi kebutuhan UTD-PMI Kota Medan 100 kantong

per hari atau 36.500 kantong/tahun sudah dapat terpenuhi (PMI Medan, 2009).

Masalah kelangkaan darah di Medan, UTD-PMI Kota Medan melalui

organisasi masyarakat, kepemudaan, TNI/POLRI, serta lembaga pemerintah dan

swasta tidak henti-hentinya mengimbau kepada masyarakat agar menyumbangkan

darahnya secara sukarela karena darah yang disumbangkan untuk kebutuhan

masyarakat yang membutuhkan darah. Untuk mencukupi kebutuhan darah di Rumah

Sakit dan klinik bersalin Kota Medan, Unit Transfusi Darah Kota Medan pada tahun

2008 telah mengumpulkan 10.950 kantong darah per tahun dari ketiga sumber

Universitas Sumatera Utara


donatur yaitu Donor Pengganti (DP) 3025 kantong darah, Donor Sukarela (DS) yaitu

6075 kantong darah dan donor komersial 950 kantong darah (PMI Medan, 2009).

Bila diamati dari data tersebut di atas pada tahun 2008 UTD-PMI Kota Medan

memiliki 56% stok darah yang bersumber dari donor sukarela sementara 44% lainnya

dari sumber donor pengganti dan donor komersial. Stok darah yang 56% dari total

kebutuhan itu jelas sangat berisiko dalam pelayanan kesehatan di Medan. Unit

Transfusi Darah Kota Medan sangat menyadari kekurangan persediaan stok darah

dalam jumlah yang memadai (PMI Medan, 2009).

Dari 8.849 orang (56%) pendonor darah sukarela, 5.889 orang (67%)

merupakan pendonor sukarela dari suku bangsa non pribumi, sedangkan 2.960 orang

(33%) merupakan pendonor darah dari suku bangsa pribumi. Padahal jumlah

masyarakat suku bangsa non pribumi lebih kecil dibandingkan jumlah penduduk suku

bangsa pribumi tetapi mereka merupakan penyumbang donor darah sukarela terbesar

(PMI Medan, 2009).

Ditinjau dari tingkat perekonomian masyarakat non pribumi mungkin lebih

baik dari suku bangsa pribumi sehingga keadaan kesehatan lebih baik karena gizi

mencukupi sehingga tubuh merasa sehat untuk menjadi pendonor darah sukarela,

juga pengaruh tingkat pendidikan yang tinggi mengakibatkan pola berpikir lebih luas

untuk melakukan kegiatan sosial sehingga menganggap kegiatan mendonorkan darah

tersebut merupakan suatu kebaikan tanpa mengharapkan imbalan hanya untuk

membantu sesama manusia (Munandar, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Namun tidak semua pendonor suku bangsa non pribumi itu merupakan

masyarakat yang tingkat perekonomiannya baik. Ada beberapa Vihara di pinggir

Kota Medan yang tingkat perekonomian masyarakatnya kurang, juga rutin melakukan

kegiatan menjadi pendonor darah sukarela. Para pemuka agama di Vihara tersebut

selalu memberikan motivasi kepada para pengikutnya untuk selalu berbuat kebaikan

sesama manusia tanpa memandang suku, ras ataupun agama yang salah satunya

kegiatan dengan menjadi pendonor darah sukarela setelah melakukan ibadah di

Vihara tersebut (Depkes RI, 2009).

Masyarakat suku bangsa pribumi dengan tingkat perekonomian yang baik

juga menunjukan populasi yang tinggi tetapi kesadaran dan kepedulian sesama

manusia kurang dengan mengungkapkan berbagai alasan seperti takut akan jarum

suntik, takut darah akan habis, darah yang telah didonorkan takut akan dijual untuk

kepentingan pribadi seseorang atau petugas PMI (Depkes RI, 2010).

Berbagai upaya telah dilakukan instansi pemerintah maupun swasta dalam

kegiatan donor darah sukarela seperti sosialisasi tentang donor darah, tetapi masih

sedikit suku bangsa pribumi yang menyadari bahwa menjadi pendonor darah sukarela

PMI bukan saja memiliki nilai kemanusiaan, namun juga baik bagi kesehatan

manusia karena dengan mendonorkan darah dapat mengurangi penumpukan zat besi

pada tubuh manusia dan masih banyak kelompok-kelompok masyarakat suku bangsa

pribumi yang dapat dihimpun untuk menjadi pendonor darah sukarela (Depkes RI,

2009).

Universitas Sumatera Utara


Disini peran petugas UTD-PMI Kota Medan sangat dibutuhkan dalam

mensosialisasikan tentang peranan darah dalam menyelamatkan jiwa dan manfaatnya

untuk kesehatan manusia sehingga masyarakat suku bangsa pribumi tertarik dan

berkeinginan untuk menjadi pendonor darah sukarela.

Peran dari pemuka agama juga dapat diberdayakan dengan memberikan

informasi bahwa dengan menjadi donor darah sukarela berarti juga merupakan suatu

amal yang disunnahkan yang pahalanya bisa sampai 700 kali lipat karena dengan

donor darah kita memberikan kehidupan yang baru bagi si penerima donor darah,

ulama tersebut juga menerangkan dalam ayat Al-Quran dan hadist yang mengatakan

bahwa kegiatan donor darah itu suatu perbuatan yang mulia dan tidak diharamkan

(http//era muslim.ustd/apakah donor darah haram) (Muslichan, 1991).

Melihat dari angka pendonor darah sukarela dari suku bangsa non pribumi

lebih tinggi dari suku bangsa pribumi, namun dari jumlah penduduk lebih tinggi suku

bangsa pribumi di Kota Medan, maka perlu diadakan suatu penelitian sehingga dapat

diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pendonor darah sukarela

pada suku bangsa pribumi dan suku bangsa non pribumi menjadi pendonor darah

sukarela di UTD-PMI Kota Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang masalah kelangkaan darah di UTD-PMI

Kota Medan yang semakin menurun yang berdampak terhadap perilaku pendonor

darah sukarela suku bangsa pribumi dan suku bangsa non pribumi, maka

Universitas Sumatera Utara


permasalahan penelitian adalah : Bagaimana faktor-faktor yang memengaruhi

pendonor darah sukarela pada masyarakat pribumi dan non pribumi di Unit Transfusi

Darah Palang Merah Indonesia Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

pendonor darah sukarela pada masyarakat pribumi dan non pribumi di Unit Transfusi

Darah Palang Merah Indonesia Kota Medan

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah : Ada pengaruh faktor

pengetahuan, sikap, dan kepercayaan terhadap pendonor darah sukarela pada

masyarakat pribumi dan non pribumi di UTD-PMI Kota Medan.

1.5 Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis yakni diharapkan akan memberikan sumbangan pemikiran dan

upaya penajaman konsep tentang pengaruh pengetahuan, sikap, dan kepercayaan

terhadap pendonor darah suku bangsa pribumi dan suku bangsa non pribumi

menjadi pendonor darah sukarela di PMI Kota Medan.

2. Manfaat praktis, yaitu bagi pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan

untuk mengatasi kelangkaan darah di UTD-PMI Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Donor Darah

Donor darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari

satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Donor darah berhubungan dengan

kondisi medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma,

operasi, syok dan tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah (Depkes RI,

2009).

Donor darah secara sederhana adalah penderma darah atau orang yang

menyumbangkan darahnya untuk menolong orang lain yang memerlukannya.

Pemberian darah yang ada pada tubuh manusia kepada orang lain sangat bermanfaat

bagi kesehatan penerimanya (Depdiknas, 2007).

Aktivitas donor darah merupakan kewajiban setiap masyarakat sebagai wujud

kepedulian terhadap orang lain. Banyak orang yang tidak tahu tentang manfaat donor

darah bagi kesehatan. Bahkan ada juga orang enggan mendonorkan darah karena

khawatir terhadap efek samping yang ditimbulkannya. Padahal dengan melakukan

donor darah, maka sel-sel darah di dalam tubuh menjadi lebih cepat terganti dengan

yang baru. Apabila mendonorkan darah tiga bulan sekali, maka kesehatan tubuh tetap

terjaga. Selain bermanfaat untuk membantu orang lain, donor darah juga membuat

tubuh kita menjadi lebih sehat (Depkes RI, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.2 Pendonor Darah Sukarela

2.2.1. Pengertian Pendonor Darah Sukarela

Pendonor darah sukarela adalah orang yang dan bisa memberi bagian dari

tubuhnya untuk orang lain. Penyelenggaraan transfusi darah dilaksanakan atas satu

tujuan kemanusiaan dan pada dasarnya kegiatan donor darah adalah untuk

menyediakan suplai darah bagi mereka yang membutuhkannya. Meningkatkan

kesadaran tentang keselamatan darah dan pentingnya donor sukarela yang akan

menjadi fokus dari World Health Organisasi CITES (Depkes RI, 2009).

Berdasarkan data WHO (2008) sekitar 75 juta unit darah di dunia

dikumpulkan setiap tahun, tetapi hanya 53% dari yang sukarela, nonpaid donor.

Sekitar 18 unit milhon tidak diuji untuk transfusi-jangkit infeksi; WHO mengatakan

bahwa di antara 5% dan 10% dari kasus infeksi HIV disebabkan oleh transfusi dari

kejangkitan darah dan produk darah. WHO berharap menggunakan hari untuk

mendorong pemerintah dan kebijakan untuk mencapai pasokan darah yang aman.

Motif yang biasanya melatari orang mendonorkan darahnya antara lain misi

sosial atau menolong keluarga. Dari motif-motif tersebut, pendonor terbaik adalah

mereka yang menyumbangkan darahnya secara rutin dan berkesinambungan secara

sukarela yaitu sekali dalam tiga bulan.

2.2.2. Jenis-jenis Pendonor Darah Sukarela

Menurut Aziz (2000) bahwa masyarakat yang mendonorkan darahnya, dapat

dibedakan berdasarkan kriteria pendonor darah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


a. Donor Keluarga atau pengganti

Pada sistem ini darah yang dibutuhkan pasien dicukupi oleh donor dari keluarga

atau kerabat pasien. Biasanya pasien diminta untuk menyumbangkan darahnya,

dan donor tidak dibayar oleh unit transfusi darah (UTD) atau Rumah Sakit, tetapi

mereka mungkin diberi uang atau bayaran dalam bentuk lain oleh keluarga pasien.

b. Donor Komersial

Donor menerima uang atau hadiah untuk darah yang disumbangkan bahkan

mungkin mereka telah memiliki kontrak.

c. Donor Sukarela

Adalah orang yang memberikan darah, plasma atau komponen darah lainnya atas

kerelaan sendiri dan tidak menerima uang tau bentuk pembayaran lainnya, mereka

hanya membantu penerima darah yang mereka tidak kenal dan tidak menerima

suatu keuntungan.

Donor ini tidak dibayar, karena niat si pendonor untuk menolong si pasien itu

sendiri (Depkes RI, 2009). Hal-hal yang biasanya tidak dipandang sebagai

pembayaran atau pengganti uang antara lain :

1. Tanda jasa atau penghargaan sederhana, seperti badge atau sertifikat yang tidak

memiliki nilai komersil.

2. Pengganti biaya perjalanan secara khusus harus dilaksanakan dalam rangka

menyumbangan darah

3. Pemberian makanan ringan sebelum, selama atau setelah menyumbangan darah

Universitas Sumatera Utara


2.2.3. Manfaat Pendonor Darah Sukarela

Menurut Contreras (1995), beberapa keuntungan yang dimiliki donor sukarela

dibanding dengan jenis donor lain, yaitu :

1. Donor sukarela tidak dalam tekanan untuk menyumbangkan darah, oleh karena itu

cenderung lebih memenuhi syarat sebagai donor darah resiko rendah.

2. Donor sukarela bersedia menyumbangkan darah secara teratur, sangat penting

untuk menjaga kecukupan persediaan darah.

3. Donor teratur cenderung lebih bebas dari infeksi yang dapat ditularkan melalui

transfusi, karena mereka sadar akan pentingnya keamanan darah dan diperiksa

setiap mereka menyumbangkan darah.

4. Donor sukarela cenderung lebih tanggap terhadap himbauan untuk

menyumbangkan darah pada keadaan darurat, karena mereka telah menunjukkan

kepedulian terhadap donasi darah.

Menurut pendapat Munandar (2008), bahwa alasan masyarakat melakukan

transfusi darah adalah sebagai berikut :

1. Donor darah membuat orang menjadi lebih memperhatikan kesehatannya.

Seseorang yang akan donor darah dan setelahnya akan selalu memperhatikan

perkembangan kesehatan dirinya.

2. Donor darah membuat bahagia. Ketika pendonor berhasil mendonorkan darahnya,

maka yang ada dalam pikirannya adalah rasa bahagia karena bisa melakukan

sesuatu untuk orang lain yang sedang membutuhkan.

Universitas Sumatera Utara


3. Donor darah menambah ilmu kesehatan. Orang yang akan donor, sering

menunggu dan membaca artikel kesehatan, sehingga menambah khazanah ilmu

kesehatannya.

4. Donor darah adalah silaturahmi dengan banyak orang, paramedis dan dokter.

Pertemuan ini membuat terjadi saling tukar pengalaman tentang kesehatan.

5. Donor darah membuat metabolisme sumsum tulang menjadi lebih aktif

6. Donor darah membantu diet overweight. Banyak orang yang bingung ketika

tubuhnya kegemukan. Darah 300cc bila dihitung kalorinya, bisa setara ribuan

kalori. Bila setiap 3 bulan sekali diambil 300cc, maka ada pengurangan kalori

yang signifikan dan alami.

7. Donor darah mengaktifkan titik akupunktur. Daerah volvair lengan yang menjadi

area tusuk pada waktu donor merupakan area padat titik akupunktur. Tusukan

pada daerah itu secara acak pun berpotensi mengaktifkan simpul syaraf atau

limpha yang memengaruhi tubuh secara positif.

8. Donor darah menyehatkan tubuh dengan mekanisme totok darah. Pengambilan

darah pada saat donor bisa merupakan pengaktifan mekanisme totok. Banyak

orang yang merasa lebih enak setelah donor.

9. Donor darah membuat orang berpikir positif. Pendonor tidak pernah berpikir

untuk siapa darahnya. Semua diikhlaskan untuk orang yang memerlukan. Pikiran

positif ini membangun hati seseorang dan membuat seseorang selalu berpikiran

positif.

Universitas Sumatera Utara


10. Donor darah merupakan perbuatan kemanusiaan bagi sesama. Pendonor darah

adalah orang yang mau dan bisa memberi bagian dari tubuhnya untuk orang lain.

Pahala tertinggi diberikan Tuhan bagi orang bersedekah paling banyak, bukan

diukur dari jumlahnya tetapi berapa persen dari yang dimilikinya.

Menurut Trevor J. Cobain (2004), ketersediaan pendonor darah potensial terus

meningkat. Terdapat beberapa komponen darah yang hilang sepanjang rangkaian

produksi dari perekrutan donor, kehadiran, dan pendarahan yang dialami pendonor,

proses produksi. Dibutuhkan persyaratan dan potensial untuk meningkatkan

ketersediaan produk dengan strategi rekrutmen yang lebih baik, metode produksi,

inventori manjemen, dan seleksi penerima.

2.2.4. Syarat-syarat Menjadi Pendonor Darah Sukarela

Pendonor darah harus terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan, baik

pengukuran tekanan darah, golongan darah, HB mau pun konsultasi medis. Sebagian

calon pendonor mungkin berkeinginan untuk mendonorkan darahnya, tapi itu semua

tergantung dengan jalinan jodoh, sehingga ada yang memenuhi persyaratan untuk

mendonorkan darah dan ada yang terpaksa kecewa. Dengan meningkatnya

permintaan suplai darah di masyarakat, persediaan darah yang mencukupi dan rasa

aman sangat dibutuhkan. Meskipun demikian, perekrutan dan pemeliharaan pendonor

darah tetap sebagai tantangan utama bagi organisasi donor darah (Masser, 2008).

Adapun syarat-syarat untuk menjadi penyumbang darah (donor darah)

menurut UTD PMI Medan (2009) adalah:

Universitas Sumatera Utara


a. Umur 18 61 tahun

b. Berat badan 50 kg atau lebih

c. Tekanan darah110 160 / 70 100 mmHg

d. Tidak berpenyakit jantung, hati, paru-paru, ginjal, kencing manis, penyakit

pendarahan, kejang, kanker, penyakit kulit kronis

e. Tidak hamil, menyusui dan menstruasi

f. Bagi donor tetap, penyumbang darah terakhir minimal 8 minggu yang lalu,

maksimal 5 kali setahun.

g. Kulit lengan donor sehat

h. Tidak menerima transfusi / komponen darah 6 bulan terakhir dan tidak demam

i. Tidak menderita penyakit HIV / AIDS

b. Bukan pecandu alkohol / narkoba

c. Tidak mendapat imunisasi dalam 2-4 minggu terakhir dan tidak demam

d. Tidak digigit binatang yang menderita rabies dalam 1 tahun terakhir

e. Beritahu petugas bila makan aspirin dalam 3 hari terakhir.

Menurut Aziz (2000), pendonor darah harus memenuhi berbagai persyaratan

untuk mendonorkan darahnya antara lain : memiliki berat badan diatas 50 kg, HB

darah sesuai dengan tes, tekanan darah pendonor minimal 110/70 mmhg dan

pendonor darah harus beristirahat lebih dari 6 jam sebelum mendonorkan darahnya.

2.2.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pendonor Darah Sukarela

Universitas Sumatera Utara


Menurut Masser (2008), faktor psikologi, sosiodemografi, organisasi, faktor-

faktor yang memengaruhi kerelaan masyarakat untuk donor darah sebagai upaya

untuk memusatkan perhatian terhadap donor darah. Pertumbuhan jumlah kajian juga

telah menyoroti peran faktor psikologi dalam menjelaskan, memprediksi, dan

mempromosikan perilaku donor darah.

Secara etimologi, psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik

mengenai macam gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya. Sedang jiwa

adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi penggerak dan

pengatur bagi sekalian perbuatan-perbuatan pribadi (personal behavior). Oleh karena

sifatnya abstrak, maka hanya dapat diketahui gejalanya saja. Gejala kejiwaan

(psikologi) yang menentukan perilaku seseorang dipengaruhi oleh berbagai faktor

lain, diantaranya faktor pengalaman, keyakinan, fasilitas, sosiobudaya masyarakat

(dalam Ahmadi, 1992). Menurut Spearman (dalam Notoatmodjo, 2007) didalam

menyelidiki dan mencari sikap hakikatnya inteligensi orang mempergunakan teknik

analisis faktor. Teknik analisis Spearman menemukan bahwa tiap tingkah laku

manusia dimungkinkan oleh adanya dua faktor, yaitu (1) faktor umum (general

factor) yang merupakan hal atau faktor yang mendasari segala tingkah laku individu,

(2) faktor khusus (special factor) yang berhubungan dengan keturunan dan

pengalaman (lingkungan pendidikan).

Menurut OBrien SF (2006), pemahaman yang lebih baik dari perilaku

pendonor darah telah dicatat menjadi kunci yang penting bagi pengumpul darah

Universitas Sumatera Utara


internasional. Seluruh pendonor darah (apheresis pendonor di Australia) merupakan

perilaku usaha secara sukarela dengan penghargaan-penghargaan yang secara jelas

dan nyata (Healy, 2006).

Pada dekade-dekade terakhir, sejumlah tinjauan-tinjauan utama telah

dijalankan untuk mempertimbangkan faktor kedudukan organisasi dan individu bisa

berdampak terhadap keputusan untuk mendonorkan darah. Walaupun penelitian

sebelumnya memiliki perhatian besar terhadap rekrutmen pendonor, khususnya,

variabel demografi yang dihubungkan dengan perilaku donor darah. dan masalah

kelangsungan donor darah menjadi sangat penting (Ferguson E, 1996).

2.2.6. Risiko Donor Darah

Berbagai macam cara telah ditemukan untuk menyelamatkan nyawa

seseorang, salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan donor darah sebagai

langkah preventif untuk menyediakan suplai darah bagi mereka yang

membutuhkannya. Kegiatan donor darah ini kerap diselenggarakan secara rutin oleh

PMI dan unsur-unsur terkait untuk tujuan mulia, yaitu kemanusiaan dan kepedulian

sosial. Donor darah penting dalam merawat banyak masalah medis, seperti kanker

dan kelainan darah, dan juga dalam merawat luka tertentu dan prosedur bedah yang

besar di mana terjadi banyak kehilangan darah (Depkes RI, 2009).

Walaupun suplai darah di Australia amat aman, donor darah tidak bebas dari

risiko, dan komplikasi dapat terjadi, sama seperti untuk segala prosedur medis.

Reaksi parah terhadap donor darah jarang sekali, tetapi dapat membawa akibat parah,

Universitas Sumatera Utara


dan jarangnya, bahkan maut. Reaksi imun atau alergi mungkin terjadi. Mungkin ada

risiko yang bertambah untuk infeksi setelah operasi dan jangka waktu rawat inap

yang lebih panjang untuk pasien bedah. Reaksi ringan pada kulit atau demam kadang-

kadang terjadi (satu atau dua reaksi untuk setiap ratus transfusi).

Pasien yang menerima transfusi secara berkala menghadapi risiko lebih besar

akan menderita reaksi tersebut. Walaupun diuji semua darah yang disumbangkan,

risiko penularan bahan menular (termasuk virus hepatitis, HIV dan bakteria) tidak

dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tidak akan terjadi. Risiko ini teramat rendah

(OBrien, 2006).

Menurut David Lee (2006), survei terhadap masyarakat awam pada dekade

lalu menunjukkan perhatian publik tentang keamanan transfusi masih merupakan hal

yang biasa, didominasi oleh ketakutan yang berkelanjutan akan tertular infeksi HIV.

Tanggapan semacam ini berkelanjutan meskipun pengenalan bahwa transfusi darah

lebih aman sekarang ini daripada beberapa tahun lalu. Penghakiman oleh masyarakat

awam sekilas mungkin tampaknya tidak rasional dan dapat dipahami bila metode,

bias, dan bentuk penghakiman manusia akan resiko itu dipertimbangkan. Persepsi

terhadap resiko menyarankan bahwa masyarakat awam memahami resiko tidak

begitu berhubungan dengan pandangan tiga dimensi terhadap resiko sebagai suatu

probabilitas dan lebih erat kaitannya terhadap konstuksi multidimensi yang komplek

dalam hal efek, alasan, pandangan dunia, kepercayaan, dan faktor lainnya merupakan

hal yang saling berkaitan.

Universitas Sumatera Utara


Donor darah tidak bebas dari risiko, dan penting agar mempertimbangkan

alternatif untuk transfusi, dan cara untuk mengurangi jumlah darah yang digunakan.

Alternatifnya termasuk mendeteksi dan merawat anemia sebelum pembedahan yang

dijadwalkan mengambil darah yang hilang ketika pembedahan dan mengembalikan

darah. Walaupun pengambilan dan transfusi darah otologus tampaknya bebas dari

risiko, sebenarnya demikian. Pengambilan darah sebelum pembedahan umumnya

tidak dianjurkan kecuali dalam keadaan khusus, seperti kelompok darah jarang di

mana sulit untuk mendapatkan padanan darah (Prawira, 2010).

David (2006) menambahkan bahwa risiko yang timbul selama/setelah

melakukan transfusi darah antara lain:

1. Reaksi tranfusi cepat yang timbul selama tranfusi sampai 48 jam sesudahnya.

Terdiri dari :

a. Reaksi tranfusi panas

b. Reaksi tranfusi alergi

c. Reaksi tranfusi hemolitik

d. Reaksi tranfusi Bakteremia/seplis

2. Reaksi tranfusi lambat yang timbul ( 48 jam. Terjadi setelah 3 21 hari sesudah

tranfusi karena efek antibodi yang terbentuk

3. Circulatory Overload

Terjadi bila pemberian tranfusi darah terlalu cepat atau terlalu banyak.

4. Penularan Penyakit

Universitas Sumatera Utara


a. Penyakit Hepatitis B,C,D dan Hepatitis Pasca tranfusi terjadi antara 2 minggu

sampai 6 bulan setelah tranfusi, ditandai dengan gangguan faal hati, dari darah

donor yang mengandung virus hepatitis.

b. HIV/AIDS dari donor darah yang mengandung virus HIV/AIDS. Masa

inkubasi bertahuntahun dan tanpa gejala sampai suatu saat timbullah AIDS

Related Complex lalu Full Blown AIDS terjadi antara tranfusi sampai

diagnosa AIDS positif pada orang dewasa (30 bulan & pada anak- anak 13,5

bulan).

c. Malaria

Disebabkan parasit dalam darah donor yang sakit atau pernah sakit lalu

menjadi carrier masa inkubasi pada resipien 6-100 hari.

d. Syphilis

Dari donor darah yang mempunyai TPHA positif. Dalam darah donor

mengandung Treponema Pallidum.

Masyarakat suku bangsa pribumi yang tidak bersedia untuk menjadi pendonor

darah sukarela berkaitan dengan kurangnya pengetahuan, ketakutan akan jarum

suntik yang dapat menyebarkan penyakit menular, juga rasa sosial yang rendah,

ataupun beberapa stigma yang berkembang dari masyarakat seperti ketidakpercayaan

pada petugas PMI yang akan menggunakan darah yang telah didonorkan untuk

diperjualbelikan (PMI Medan, 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.3 Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya

adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku manusia itu

mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, bereaksi,

berpakaian, dan sebagainya. Bahkan kegiatan internal (internal activity) seperti

berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan

kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh

organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung.

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut

dipengaruhi baik oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Secara umum dapat

dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku

makhluk hidup termasuk perilaku manusia.

Hereditas atau faktor keturunan adalah adalah konsepsi dasar atau modal

untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan

lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku

tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka

terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process).

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

Universitas Sumatera Utara


diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap. Sikap adalah

hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek,

dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak

menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia .

Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau

reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi

apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut

rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan akan menghasilkan reaksi atau

perilaku tertentu.

Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati melalui sikap dan tindakan.

Namun perilaku juga dapat bersifat potensial yakni dalam bentuk pengetahuan,

motivasi dan persepsi. Bloom (dalam Notoatmodjo, 2003) membedakan menjadi tiga

macam bentuk perilaku yang kognitif, afektif dan psikomotor. Notoadmojo (2005)

menambahkan menyebutkan bahwa perilaku terdiri dari unsur-unsur knowledge

(pengetahuan), attitude (sikap), dan practise (tindakan). Ki Hajar Dewantara

menyebutnya dengan cipta, rasa, dan karsa atau peri akal, dan peri tindakan.

2.3.1. Pembentukan dan Perubahan Perilaku

Didalam suatu pembentukan dan atau perubahan, perilaku dipengaruhi oleh

beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-

faktor tersebut antara lain susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses

belajar, lingkungan, dan sebagainya. Susunan saraf pusat memegang peranan penting

Universitas Sumatera Utara


dalam perilaku manusia karena merupakan sebuah bentuk perpindahan dari

rangsangan yang masuk menjadi perbuatan atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).

Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui

persepsi. Persepsi sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indera. Setiap

orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun mengamati objek yang sama.

Motivasi yang diartikan sebagai suatu dorongan untuk bertindak dalam rangka

mencapai suatu tujuan, juga dapat terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku juga

dapat timbul karena emosi. Aspek psikologis yang memengaruhi emosi berhubungan

erat dengan keadaan jasmani, yang pada hakekatnya merupakan faktor keturunan

(bawaan). Manusia dalam mencapai kedewasaan semua aspek tersebut diatas akan

berkembang sesuai dengan hukum perkembangan. Belajar diartikan sebagai suatu

proses perubahan perilaku yang dihasilkan dari praktek-praktek dalam lingkungan

kehidupan. Belajar adalah suatu perubahan perilaku yang didasari oleh perilaku

terdahulu (sebelumnya). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku itu

dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan

lingkungannya. Faktor-faktor yang memengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan

menjadi 2, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan,

kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah

rangsangan dari luar. Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisik

maupun non fisik seperti iklim, manusia, sosial ekonomi, kebudayaan dan

sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku merupakan konsepsi yang

tidak sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses

psikologis oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi

menurut cara tertentu terhadap suatu objek.

Skiner (dalam Notoadmodjo, 2005) seorang ahli psikologi merumuskan

bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Manusia adalah

kotak tertutup, dan seluruh variabel yang menjelaskan tingkah laku dan output-output

tingkah laku (motif, dorongan, emosi, dan sebagainya) harus dikesampingkan dalam

penyelidikan psikologi.

Skinner (1938) membedakan adanya 2 respons, yakni :

a. Respondent Respons atau Reflexive Respons.

Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu.

Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena

menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respondent respons (respondent

behaviour) ini mencakup juga emosi respons atau emotional behaviour.

Emotional respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme

yang bersangkutan.

Universitas Sumatera Utara


b. Operant Respons atau Instrumental Respons.

Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu.

Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena

perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan

oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau

memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan.

Didalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (responden respons

atau respondent behaviour) sangat terbatas keberadaannya pada manusia. Hal ini

disebabkan karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons, kemungkinan

untuk memodifikasinya adalah sangat kecil. Sebaliknya operant respons atau

instrumental behaviour merupakan bagian terbesar dari perilaku manusia dan

kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar bahkan dapat dikatakan tidak terbatas.

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau

seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini

berbentuk 2 macam, yakni :

a. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan

tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan

atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang yang menganjurkan orang

lain untuk mengikuti keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga

berencana. Contoh tersebut terlihat bahwa orang tersebut telah mempunyai sikap

yang positif untuk mendukung keluarga berencana meskipun mereka sendiri

Universitas Sumatera Utara


belum melakukan secara konkret terhadap hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku

mereka ini masih terselubung (covert behaviour).

b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

Misalnya pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke

puskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi dan orang pada kasus

kedua sudah ikut keluarga berencana dalam arti sudah menjadi akseptor KB. Oleh

karena perilaku mereka ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata maka

disebut overt behaviour.

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda

disebut determinan perilaku. Menurut Notoadmojo (2005), determinan perilaku

dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional,

jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,

budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan

faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut Blum (dalam Muninjaya, 2002) menjelaskan faktor perilaku manusia

merupakan faktor determinan yang paling besar dan paling sulit ditanggulangi, lebih

dominan pengaruhnya pada kesehatan seseorang atau kelompok dibandingkan dengan

Universitas Sumatera Utara


faktor lingkungan karena lingkungan hidup manusia juga merupakan dampak atau

ulah perilaku manusia (life stile).

Perilaku seseorang, menurut Lewin (1947), harus dilihat dalam konteksnya,

artinya dalam situasi dan kondisi apa perilaku itu terjadi. Perhatian pada konteks ini

perlu, karena perilaku manusia bukan sekedar respons terhadap stimuli yang

diterimanya, akan tetapi merupakan produk atau resultan dari berbagai gaya yang

memengaruhinya secara spontan. Lewin menyebut gaya-gaya tersebut sebagai ruang

hayat (life space), yang terdiri dari tujuan, serta semua faktor yang disadarinya dan

kesadaran dirinya sendiri. Perilaku seseorang merupakan totalitas dari interaksi antara

faktor personal, yaitu unsur-unsur internal di dalam dirinya, dengan faktor

lingkungannya, yaitu unsur-unsur eksternal, yang secara psikologis memengaruhi

dirinya (Rakhmat, 2007).

Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan

perubahan perilaku. Karena perubahan perilaku merupakan tujuan pendidikan atau

penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan yang lainnya.

Menurut Teori Stimulus-Organisme-Respons (SOR) (dalam Notoadmodjo, 2003),

teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku

tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan

organisme. Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada

hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku tersebut

menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari :

Universitas Sumatera Utara


a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau ditolak.

Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti stimulus itu tidak

efektif memengaruhi perhatian individu dan berhenti disini. Tetapi bila stimulus

diterima oleh organisme berarti ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut

efektif.

b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima) maka ia

mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.

c. Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan untuk

bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).

d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka stimulus

tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan perilaku).

Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya apabila

stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus semula.

Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan

harus dapat meyakinkan organisme. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor

reinforcement memegang peranan penting.

Teori Festinger (Dissonance Theory, 1957) (dalam Notoadmodjo, 2003) ini

telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan

konsep imbalance (tidak seimbang). Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive

dissonance merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh

ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila

Universitas Sumatera Utara


terjadi keseimbangan dalam diri individu maka berarti sudah tidak terjadi ketegangan

diri lagi dan keadaan ini disebut consonance (keseimbangan).

Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat 2

elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen kognisi adalah

pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus

atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang

berbeda/ bertentangan didalam diri individu sendiri maka terjadilah dissonance.

Teori Fungsi. Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku

individu itu tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat

mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat

dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku

dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

a. Perilaku itu memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan

memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak

(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya

bila objek tidak dapat memenuhi memenuhi kebutuhannya maka ia akan

berperilaku negatif.

b. Perilaku dapat berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri

dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan tindakan-

tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar.

Universitas Sumatera Utara


c. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam

peranannya dengan tindakannya itu, seseorang senantiasa menyesuaikan diri

dengan lingkungannya.

d. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab

suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan

pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan

"layar" dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat.

Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku itu mempunyai fungsi untuk

menghadapi dunia luar individu dan senantiasa menyesuaikan diri dengan

lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan manusia,

perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

2.3.2. Perilaku Kesehatan

Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan (health related behavior) sebagai berikut :

i. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan

atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan

perorangan, memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.

ii. Perilaku sakit (illness behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan yang

dilakukan seorang individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal

keadaan kesehatannya atau rasa sakit. Termasuk disini kemampuan atau

Universitas Sumatera Utara


pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit serta

usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.

iii. Perilaku peran sakit (the sick role behavior) yakni segala tindakan atau kegiatan

yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.

Perilaku ini disamping berpengaruh terhadap kesehatan / kesakitannya sendiri,

juga berpengaruh terhadap orang lain terutama kepada anak-anak yang belum

mempunyai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.

Menurut Green (1980), menganalisa perilaku dari tingkat kesehatan.

Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor

perilaku (behavior causes) dan diluar perilaku (non-behavior causes), selanjutnya

perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor yaitu:

1. Faktor- faktor predisposisi (predisposing factors), mencakup pengetahuan dan

sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), mencakup ketersediaan sarana dan

prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3. Faktor-faktor penguat (renforcing factors), meliputi faktor sikap dan perilaku

masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas

kesehatan.

Universitas Sumatera Utara


Teori Andersen (Andersen & Newman, 1973) yang tergabung dalam

kelompok tiga urutan bagian yang logis (logic sequence three clusters) atau kategori

faktor-faktor (predisposing, enabling dan need) yang dapat memengaruhi perilaku

kesehatan. Contoh faktor-faktor yang dikelompokkan dalam beberapa kategori

Health Care Utilisation Model yaitu:

1. Predisposing factors, meliputi: umur, jenis kelamin, agama, penilaian kesehatan

global, pengalaman-pengalaman sebelumnya mengenai penyakit, pendidikan

formal, sikap umum terhadap pelayanan kesehatan, pengetahuan tentang

penyakit, dll.

2. Enabling factors, meliputi: ketersediaan pelayanan, sumber-sumber keuangan

untuk mendapatkan pelayanan, asuransi kesehatan, dukungan jaringan sosial, dll.

3. Need factors, meliputi: persepsi beratnya sakit penyakit, jumlah hari sakit untuk

sebuah laporan penyakit, jumlah hari istirahat karena sakit, jumlah hari kerja atau

hari sekolah yang hilang karena sakit, serta pertolongan dari pelayanan luar.

Health Care Utilisation Model dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar.2.1. Health Care Utilization Model


Sumber : Andersen & Newman, 1973

Teori Planned Behaviour adalah teori yang terfokus pada faktor-faktor yang

berhubungan dengan maksud untuk bertindak yang spesifik atau behavioural

Universitas Sumatera Utara


intention, dimana TPB disituasikan antara sikap dan perilaku. Pemusatan behavioural

intention mempertanyakan model klasik kepercayaan, sikap, dan perilaku (Conner &

Sparks, 1995).

Menurut Ferguson (2007), teori perilaku yang terencana (TPB) merupakan

suatu perluasan dari teori aksi yang beralasan (TRA) di dalam memprediksi perilaku

dan maksud-maksud pendonor darah. Secara garis besar, TRA menyatakan bahwa

perilaku (behavior-B) individu dapat diprediksi dari minat berperilaku (behavior

intention BI). Adapun minat berperilaku individu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior = Ah) dan norma subyektif

(subjective norms - SN). Secara sederhana TRA menyatakan bahwa seseorang akan

melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan tersebut positif dan bila

ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya. Semakin positif sikap dan

norma subyektif seseorang atas perilaku tertentu, maka kecendemngan minat dan

perilaku aktualnya juga semakin kuat (Schillawaert, 2001).

Teori perilaku yang terencana (TPB) dikenal sebagai perilaku pengambilan

keputusan yang modelnya didesain untuk menghitung atas perilaku-perilaku kemauan

individu berdasarkan pikiran yang tujuannya untuk menentukan perilakunya.

Tujuannya dipengaruhi oleh (1) sikap; perilaku terhadap sikap ditentukan oleh

kepercayaan bahwa perilaku yang spesifik akan memiliki konsekuensi yang nyata

serta ditentukan oleh evaluasi dari konsekuensi yang ada, (2) norma subjektif; norma

subjektif atau kepercayaan pada pihak lain akan menyetujui perilaku seseorang

ditambah motivasi pribadi untuk memenuhi harapan yang lain, (3) persepsi

pengontrolan perilaku yang diterima; persepsi pengontrolan perilaku ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara


kepercayaan mengenai akses untuk sumber-sumber yang digunakan agar dapat

bertindak dengan baik, ditambah dengan persepsi yang benar dari sumber-sumber

tersebut (informasi, kemampuan, keahlian, keterikatan atau kebebasan dari pihak

yang lain, batasan, kesempatan, dll). Hal tersebut diatas dapat dijelaskan pada pada

gambar berikut:

KEYAKINAN PERILAKU
x
EVALUASI PENDAPATAN

SIKAP

KEYAKINAN NORMATIF
x TUJUAN PERILAKU
MOTIVASI KEPATUHAN NORMA
SUBJEKTIF

KONTROL KEYAKINAN
x KONTROL
KEKUATAN YANG PERILAKU YANG
DITERIMA DITERIMA

Gambar 2.2. Teori Perencanaan Perilaku


Sumber : Transfusion Medicine Reviews, Vol 22, No 3 (July), 2008: pp 215-233

Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap dan norma memiliki efek adiktif

terhadap tujuan, sedangkan kekuatan yang relatif berseberangan terhadap perilaku

dan populasi. Pada dasarnya harapan adalah nilai model sikap, sikap masyarakat

sering terlihat dipengaruhi oleh kepercayaan mereka mengenai akibat-akibat perilaku.

Norma subjektif ditentukan oleh pengharapan yang diterima dari individu-individu

tertentu dan kelompok-kelompok yang dinilai dengan motivasi masyarakat. Sama

Universitas Sumatera Utara


halnya dengan sikap dan norma-norma subjektif, pertimbangan-pertimbangan dari

persepsi pengontrolan perilaku yang terkonsep sebagai fungsi dari keyakinan

masyarakat mengenai kemungkinan perbedaan faktor-faktor kontrol keyakinan

mungkin mengganggu kinerja dari perilaku yang dinilai dengan kekuatan dari faktor-

faktor kontrol.

Di dalam mempertimbangkan ilmu pengetahuan dan psikologi dari pendonor

darah memprediksikan maksud dan perilaku donor darah. Selanjutnya terhadap

psikologi dari pendonor darah juga mempertimbangkan bukti-bukti untuk mengukur

faktor-faktor yang memengaruhi maksud dan tujuan si pendonor darah.

2.3.3. Faktor Predisposisi (predisposing factors)

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

panca indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Menurut Tim Kerja WHO (1980), pengetahuan diperoleh dari pengalaman

sendiri atau pengalaman orang lain. Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor

yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena

perilaku yang didasari oeh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih

langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, dan pengetahuan

dibagi atas 6 tingkatan :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

dan merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Termasuk dalam

pengetahuan tingkat ini adalah mengingat (recall) terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat

diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Universitas Sumatera Utara


Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini artinya dapat

menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan

dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintensis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penelitian terhadap suatu materi atau objek.

Dari segi pengetahuan, sebuah perbedaan diambil dari faktual antara

pengetahuan dan evaluasi pengetahuan individu. Faktual adalah pengetahuan dinilai

terhadap pilihan ganda. Evaluasi pengetahuan mungkin dinilai untuk memberikan

keyakinan (Ferguson. 2001). Mempertimbangkan risiko dan pengetahuan merupakan

hubungan yang lebih luas untuk kepercayaan sumber informasi tentang pendonor

darah (Frewer dkk., 1996; Jungermann dkk., 1996).

2. Sikap

Menurut tim kerja WHO (1980), sikap mengambarkan suka atau tidak suka

seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari

orang lain yang paling dekat.

Universitas Sumatera Utara


Sikap adalah suatu keteraturan perasaan dan pikiran dan kecenderungan

bertindak terhadap aspek lingkungannya. Sikap seseorang tercermin dari

kecendrungan perilakunya dalam menghadapi suatu situasi lingkungan yang

berhubungan dengannya. Adapun yang menjadi komponen sikap yaitu kognitif,

afektif dan perilaku. Kompenen kognitif adalah segmen pendapat atau keyakinan dari

sikap. Kompenen afektif adalah komponen emosional atau perasaan seseorang.

Komponen afektif dipelajari dari orang tua, teman, guru. Sikap merupakan reaksi atau

respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan

komponen perilaku sikap adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu

terhadap seseorang atau sesuatu (Notoatmodjo, 2007).

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Allport (dalam Notoatmodjo, 2003)

menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek

3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

atitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting. Menurut Notoatmodjo (2003) sikap dibedakan

atas beberapa tingkatan :

Universitas Sumatera Utara


1. Menerima (Receiving )

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulasi yang

diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas

yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah

suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko

merupakan sikap yang tinggi.

Pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap

stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert

behaviour.

3. Kepercayaan

Kosa dan Robertson (dalam Notoadmodjo, 2003) mengatakan bahwa perilaku

kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang

bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang berdasarkan

pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap individu

mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau

Universitas Sumatera Utara


pencegahan yang berbeda meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada umumnya

tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin dibantu oleh

orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini menunjukkan bahwa

gangguan yang dirasakan individu menstimulasikan dimulainya suatu proses sosial

psikologis.

Sedangkan menurut Becker (1979), Health Belief Model ditentukan oleh :

1. Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan

2. Menganggap serius masalah

3. Yakin terhadap efektivitas pengobatan

4. Tidak mahal

5. Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan

Diagram di bawah ini menunjukkan Health Belief Model yang dipresentasikan

oleh Sheeran dan Abraham (1995).

Gambar.2.3 Health Belief Model yang dipresentasikan


oleh Sheeran dan Abraham (1995)

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan versi ini, tindakan dalam Health Belief Model dipandu melalui:

1. Kepercayaan mengenai dampak penyakit dan konsekuensinya (ancaman persepsi)

yang tergantung pada:

a. Persepsi kerentanan atau kepercayaan mengenai bagaimana seseorang yang

mudah diserang penyakit menganggap adanya hubungan antara dirinya

dengan penyakit tertentu atau dengan permasalahan kesehatan.

b. Persepsi beratnya sakit penyakit atau permasalahan kesehatan dan

konsekuensinya;

2. Motivasi kesehatan atau kesiapan untuk memfokuskan pada masalah

kesehatan.

3. Kepercayaan mengenai konsekuensi praktik kesehatan dan mengenai

kemungkinan serta usaha untuk melakukannya dalam sebuah praktik

kesehatan. Evaluasi perilaku tergantung pada:

a. Persepsi keuntungan dari praktik pencegahan atau pengobatan kesehatan;

b. Persepsi pembatasan, antara material dan psikologikal (contoh: kekuatan

keinginan) dengan memperhatikan praktik kesehatan yang sebenarnya.

4. Alasan untuk bertindak yang meliputi perbedaan faktor internal dan eksternal

yang memengaruhi tindakan tersebut. Sebagai contoh, alam dan intensitas

(organik dan simbol) gejala penyakit, penyuluhan media massa, masukan dari

pihak-pihak lain (keluarga, kerabat, petugas kesehatan,dll).

Universitas Sumatera Utara


Menurut Redding (2000), berdasarkan Health Belief Model, kemungkinan

bahwa seseorang akan melakukan sebuah tindakan untuk mencegah penyakit

tergantung pada persepsi masing-masing individu, yakni:

a. Secara individu mereka ada dalam kondisi yang mudah terserang penyakit;

b. Konsekuensi dari kondisi tersebut akan semakin serius;

c. Perilaku pencegahan penyakit akan mencegah kondisi ini secara efektif;

d. Keuntungan dari pengurangan ancaman kondisi ini melampaui biaya suatu

tindakan yang diambil.

2.3.4. Faktor Sosiodemografi Pendonor Darah

Pertumbuhan lingkungan yang cepat ternyata membawa permasalahan sosial

yang berdampak pada lingkungan. Kepedulian dan kesadaran donor darah lebih

banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosio demografi, seperti usia, berat badan,

jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, daerah

asal, pekerjaan, dan statusnya.

1. Usia

Lama hidup seseorang ditentukan oleh usia. Usia seseorang merupakan salah

satu syarat dalam melakukan donor darah. Menurut UTD. PMI Medan, 2009,

masyarakat yang menjadi penyumbang darah (donor darah) berusia 18 61 tahun.

Masyarakat dapat mulai menyumbangkan darahnya ketika usia menginjak 18 tahun

dan memiliki berat badan minimal 45 kilogram. Produksi sel darah akan semakin

semakin berkurang seiring bertambahnya usia. Bahkan bagi wanita yang sudah

Universitas Sumatera Utara


menginjak menopause, donor darah berarti dapat mengurangi kadar zat besi dalam

darah yang sebelumnya dapat dikeluarkan secara rutin melalui siklus menstruasi

(Depkes RI, 2009).

Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan di White River Junction,

Vermont oleh para peneliti dari Veteran Affairs Medical Center dan Dartmouth

Medical School, bahwa donor darah dapat menjaga kesehatan sistem peredaran darah

dalam tubuh dengan mengurangi penumpukkan zat besi, namun efek tersebut

mungkin tidak berlaku pada mereka yang berusia lanjut (Ketan, 2000)..

2. Berat Badan

Menurut UTD. PMI Medan (2009), darah pada orang dewasa mencapai 8%

dari berat badan. Misalnya berat badan seseorang 50 kg maka darah yang mengalir

dalam tubuhnya berkisar 4000cc dan darah yang akan diambil saat donor hanya

berkisar 350cc atau 8,75% dari jumlah seluruhnya. Seorang wanita yang memiliki

bentuk badan besar biasanya dihubungkan dengan kegemukan akibat diet (68%) dan

bias menjalani rawat inap di ruang ICU, resiko ini tidak terjadi pada pria.

Berat badan yang berlebih memang mengandung banyak risiko. Selain tubuh

tak nyaman dan penampilan kurang sedap dipandang, dari sisi medis juga tidak

menyehatkan. Data studi Framingham (AS) menunjukkan bahwa kenaikan berat

badan sebesar 10 persen pada pria akan meningkatkan tekanan darah 6,6 mmHg, gula

darah 2 mg/dl, dan kolesterol 11 mg/dl (David, 2006).

Universitas Sumatera Utara


3. Jenis Kelamin

Gender mengacu pada peran lingkungan, sifat, sikap, perilaku, nilai, kekuatan,

dan pengaruh individual yang berasal dari dua dasar seks yang berbeda. Norma

gender memengaruhi praktik dan prioritas sistem kesehatan. Banyak permasalahan

kesehatan yang merupakan sebuah fungsi status sosial atau peran dasar gender.

Gender secara eksplisit atau implisit muncul dari sebuah ide bahwa perilaku sehat

tidak hanya tergantung pada pengetahuan, keinginan, kapasitas seseorang, tetapi juga

pada posisi dimana mereka mendiami sebuah lingkungan.

Gender merupakan penentu utama transfusi darah pada pasien CABG dan hal

itu dapat berkaitan dengan usia, berat badan, praoperatif Htc, lama bedah, dan faktor

lainnya yang menentukan probabilitas transfusi (Ketan 2000). Healy (2006)

menambahkan bahwa struktur utama untuk memaksimalkan kesempatan untuk

pendonoran dan akhir resolusi untuk mendonasikan darah secara berkala, menyisakan

suatu keputusan pribadi yang tidak dapat dipisahkan. Persepsi ini mempertimbangkan

banyak faktor yang akhirnya akan menentukan perilaku baik pria maupun wanita.

4. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha yang sengaja (terencana, terkontrol, dengan sadar

dan dengan taraf yang sistematis) diberikan pada anak didik oleh pendidik agar

individunya yang potensial itu lebih berkembang terarah kepada tujuan tertentu. Di

dalam pengertian pendidikan tersebut harus terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


1. Adanya bentuk pendidikan (apakah berbentuk usaha, pertolongan, bantuan,

bimbingan, pelayanan atau pembinaan);

2. Adanya pelaku pendidikan (orang dewasa, pendidik, orang tua, pemuka agama,

pemuka masyarakat, ataupun pimpinan organisasi);

3. Adanya sasaran pendidikan (orang yang belum dewasa, anak didik, peserta didik);

adanya sifat pelaksanaan pendidikan (dengan sadar, dengan sengaja, dengan

sistematis, dengan atau secara terencana);

4. Adanya tujuan yang ingin dicapai (manusia susila, kedewasaan, manusia yang

patriot atau warga negara yang bertanggung jawab).

Proses pendidikan tersebut berlangsung didalam suatu lingkungan pendidikan

atau tempat dimana pendidikan itu berlangsung, biasanya dibedakan menjadi tiga

yaitu tri pusat pendidikan yaitu didalam keluarga (pendidikan informal), didalam

sekolah (pendidikan formal), dan didalam masyarakat (Nasution, 2004).

2.3.5. Faktor Sosiobudaya Pendonor Darah

Sepanjang sejarah umat manusia, kebudayaan-kebudayaan yang

dikembangkan diberbagai ekosistem yang berbeda mengalami perubahan-perubahan

meskipun perubahan-perubahan itu tidak selalu sama antara satu komunitas

ekosistem dengan komunitas ekosistem lainnya. Perubahan-perubahan ini terjadi

terjadi disebabkan oleh perbedaan nilai orientasi budaya yang dimiliki oleh warga

komunitas tertentu untuk berinteraksi dengan lingkungan alamnya atau ekosistemnya.

Sedangkan menurut penyelidikan E.A. Suchman (1965), konteks sosial budaya cukup

Universitas Sumatera Utara


memberikan harapan dan menyangkut hubungan yang bersifat hipotesis antara

orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial atau struktur kelompok.

1. Etnis

Kebutuhan untuk meningkatkan donor darah yang hanya dapat dicapai dengan

memahami perbedaan ras dan etnik juga merupakan faktor yang memengaruhi dalam

perekrutan pendonor. Masalah unik dalam transfusi darah dan donor darah

sehubungan dengan ras Afrika Amerika (AA) di Amerika melingkupi proses

pendonoran, pemeroduksian, dan layanan transfusi di rumah sakit. Karena ras AA

merupakan penduduk yang besar jumlahnya, suplai langsung darah yang didonorkan

oleh ras AA sangat penting untuk mendukung pertumbuhan. Secara nasional, ras AA

merupakan kurang representatif dalam pengumpulan darah yang mana ras AA (Beth,

2008).

Ditinjau dari aspek budaya yang berkaitan dengan etnis (suku) di Kota Medan

bersifat heterogen. Hal ini dapat dilihat pada Sensus Penduduk (2007) BPS Kota

Medan bahwa etni (suku) pribumi terdiri dari Melayu, Karo, Simalungun, Toba,

Madina, Pakpak, Nias, Jawa, Minang, Aceh, Cina dan lainnya. Dengan banyaknya

jenis suku masyarakat di Kota Medan, semakin beragam perilaku pendonor darah.

Setelah negara Indonesia merdeka, orang Tionghoa yang berkewarganegaraan

Indonesia digolongkan sebagai salah satu suku dalam lingkup nasional Indonesia,

sesuai Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


2. Agama

Kota Medan dikenal dengan karakteristik penduduknya yang multietnik atau

memiliki keberagaman ras, suku maupun agama. Mayoritas penduduk Kota Medan

beragama Islam, selebihnya Kristen Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Kultur

budaya masyarakat yang heterogen ini menyebabkan warga Kota Medan menjadi

sangat terbuka,toleran dan akomodatif terhadap para pendatang.

Pemerintah memberikan pengakuan resmi dalam bentuk perwakilan di

Departemen Agama kepada lima agama besar yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu,

dan Budha. Mayoritas agama pribumi di Kota Medan adalah Islam.

Menurut agama Islam, hukum mendonorkan darah adalah boleh, dengan

syarat dia tidak boleh menjual darahnya. Sedangkan darah termasuk dari hal-hal yang

dilarang untuk memakannya, sehingga harganya pun (diperjual belikan) diharamkan.

Adapun jika yang membutuhkan darah memberikan kepadanya sesuatu sebagai balas

jasa, maka boleh bagi sang pendonor untuk mengambilnya, tapi dengan syarat, tidak

meminta sebelum dan sesudah donor, tidak mempersyaratkannya, baik secara

langsung maupun tidak langsung, baik secara jelas maupun dengan isyarat, baik

secara zhohir maupun batin (Anonimus, 2010).

Warga keturunan Tionghoa membentuk 60 persen dari penganut agama

Buddha. Dari persepektif agama Buddha, kebudayaan mengandung nilai kebebasan

dimulai dengan kedermawanan (dana), yang membawa kepada kehidupan yang

Universitas Sumatera Utara


bermoral (sila), yang akan membawa kepada keadaan berhati-hati (bhavana). Ini yang

akan menciptakan kebebasan dan kebahagian sejati.

2.4. Perilaku Masyarakat Pribumi dan Non Pribumi di Kota Medan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berperilaku dalam segala

aktivitas. Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku merupakan suatu kegiatan atau

aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku hakikatnya adalah suatu aktivitas

dari manusia itu sendiri. Perilaku berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,

sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam

diri manusia.

Setiap individu sejak lahir terkait didalam suatu kelompok, terutama

kelompok keluarga. Dalam keterkaitannya dengan kelompok ini membuka

kemungkinan untuk dipengaruhi dan memengaruhi anggota-anggota kelompok lain.

Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan-aturan atau norma-

norma sosial tertentu maka perilaku tiap individu anggota kelompok berlangsung

didalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap

masalah-masalah kesehatan.

Dalam upaya melakukan aktivitas donor darah, mayoritas masyarakat Pribumi

di Kota Medan memiliki komunitas besar Muslim dan dapat dibagi menjadi dua

kelompok aktivitas yakni modernis, yang berpegang teguh kepada teologi ortodoks

yang ada dalam kitab suci sembari merangkul pengajaran dan konsep modern; dan

kelompok tradisionalis Jawa yang lebih dominan, yang sering merupakan pengikut

ulama karismatis dan dibentuk di lingkungan pesantren Islam. Organisasi sosial

Universitas Sumatera Utara


modernis nasional terdepan adalah Muhammadiyah, yang didirikan pada tahun

1912 dan memiliki sekitar 30 juta pengikut dan cabang-cabang di seluruh negeri.

Kelompok ini mendirikan masjid, tempat ibadah, klinik, panti asuhan, tempat

penampungan orang-orang miskin, sekolah dan perpustakaan umum, dan mengelola

universitas.

Organisasi sosial tradisionalis terbesar adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang

punya 40 juta anggota, yang terkonsentrasi di Jawa dan didirikan pada tahun 1926,

sebagian sebagai reaksi atas berdirinya Muhammadiyah. NU berfokus pada banyak

kegiatan yang sama (Biro Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Perburuhan, 2003).

Sedangkan masyarakat non pribumi, salah satunya masyarakat tionghoa

biasanya dilakukan melalui yayasan-yayasan amal agama Budha. Tzu Chi merupakan

organisasi amal agama Buddha di Kota Medan yang mayoritas masyarakat Tionghoa.

Dengan berpegang teguh pada semangat (kebersamaan dalam sepenanggungan dan

sependeritaan) dari Sang Buddha, Tzu Chi bagaikan samudera luas yang mampu

menampung seluruh aliran anak sungai, semua orang dengan usia, pengetahuan,

profesi, dan latar belakang yang berbeda-beda dapat membuktikan kekuatan dari

(sirkulasi kebajikan), dapat ikut bergabung ke dalam barisan (memberikan kasih

sayang), dan merasakan kepuasan dari implementasi sikap melakukan dengan ikhlas

dan menerima dengan sukacita. Baik yang berada di setiap pelosok Taiwan, atau yang

berada di kediamannya di luar negeri, semua insan Tzu Chi selalu dengan senang hati

dan tanpa menyesal, berpartisipasi dalam berbagai kegiatan pemberian bantuan

kemiskinan dan darurat, perlindungan kesehatan, memperkokoh dasar pendidikan dan

kegiatan sosial budaya. Berbuat baik itu paling dijunjung tinggi dalam ajaran Buddha.

Universitas Sumatera Utara


Atas latar belakang tersebut masyarakat Tionghoa selalu melakukan tindakan donor

darah (Hood, 1995).

2.5. Landasan Teori

Perilaku merupakan faktor terbesar yang memengaruhi kesehatan. Menurut

Green (1980), menganalisa perilaku terbentuk dari salah satunya faktor-faktor

predisposisi (predisposing factors), mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Kepedulian dan kesadaran donor darah lebih banyak dipengaruhi oleh faktor-

faktor sosio demografi, seperti usia, berat badan, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, daerah asal, pekerjaan, dan statusnya.

Menurut Barbara (2008), faktor psikologi, sosiodemografi, organisasi, faktor-faktor

yang memengaruhi kerelaan masyarakat untuk donor darah sebagai upaya untuk

memusatkan perhatian terhadap donor darah.

Konteks sosial budaya cukup memberikan harapan dan menyangkut hubungan

yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan

sosial atau struktur kelompok. Menurut Beth (2008), perbedaan ras dan etnik juga

merupakan faktor yang memengaruhi dalam perekrutan pendonor.

Universitas Sumatera Utara


2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

PREDISPOSISI
PERILAKU
PENGETAHUAN (X1)
MENDONORKAN
DARAH SUKARELA (Y)
SIKAP (X2) Masyarakat Pribumi
Masyarakat Non Pribumi

KEPERCAYAAN (X3)

Karakteristik:
1. Golongan Darah
2. Usia
3. Berat Badan
4. Jenis Kelamin
5. Alasan
6. Sumber Informasi
7. Persyaratan

Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survei dengan pendekatan explanatory research

yaitu mencari penjelasan atau menguji pengaruh antar variabel yang terumus pada

hipotesis penelitian.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UTD-PMI Kota Medan. Waktu yang digunakan

dalam penelitian di lapangan berlangsung selama 1 bulan, terhitung sejak bulan

Januari 2010 sampai bulan Februari 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi adalah pendonor darah sukarela pada masyarakat Pribumi dan

masyarakat Non Pribumi di UTD PMI Kota Medan pada Tahun 2009. Jumlah

pendonor darah pribumi (2960 orang) lebih sedikit dibandingkan pendonor darah non

pribumi (5889 orang), maka jumlah populasi adalah 8849 orang. Adapun datanya

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Populasi Penelitian UTD PMI Kota

No Populasi Jumlah Pendonor Darah


1 Pribumi 2960 orang 33%
2 Non Pribumi 5889 orang 67%
Jumlah 8849 orang 100%
Sumber : UTD. PMI Medan, 2009

Universitas Sumatera Utara


3.3.2. Sampel

Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah data kunjungan

pendonor darah pada tahun 2009. Besar sampel diperoleh dengan menggunakan

rumus Taro Yamane berikut : (Riduwan, 2008).

N
n = -----------------
1 + N ( d )2
Keterangan :

N = Total Populasi
N = Besar sampel yang dibutuhkan
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan 10%

Berdasarkan jumlah kunjungan pendonor darah pada tahun 2009 sebanyak

8849 orang maka besar sampel yang dibutuhkan adalah :

8849
n = -----------------------
1 + 8849 (0,1)2

n = 99 orang

Berdasarkan rumus diatas, maka jumlah sampel yang diperlukan dalam

penelitian ini adalah 99 orang.

Penentuan sampel dilakukan sesuai dengan kelompok masyarakat pribumi dan

masyarakat non pribumi yang proporsional. Teknik pengambilan sampel secara

proporsional stratified random sampling yaitu penarikan sampel secara berimbang

setiap kelompok. Alokasi pengambilan sampel sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel.3.2. Alokasi Proposional Sampel di UTD PMI Kota Medan pada Tahun
2009

Pendonor Darah
No Kelompok (Berdasarkan Kelompok Masyarakat)
Populasi (N) Sampel (n)
1 Pribumi 2960 orang 33 orang
2 Non Pribumi 5889 orang 66 orang
Jumlah 8849 orang 99 orang
Sumber : UTD. PMI Kota Medan Tahun 2009 (Diolah )

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

a. Karakteristik responden (usia, berat badan, jenis kelamin, pendidikan, etnis, dan

agama) menggunakan wawancara berpedoman kuesioner.

b. Faktor predisposisi (pengetahuan, sikap dan kepercayaan) menggunakan

wawancara berpedoman kuesioner.

3.4.2. Data Sekunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi dokumen mengenai

pendonor darah pribumi dan non pribumi di UTD PMI Kota Medan.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Untuk menguji apakah instrumen yang dipakai cukup layak digunakan

sehingga mampu menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan

pengukurannya maka dilakukan uji validitas. Pengukuran validitas dapat

dilakukan dengan korelasi bivariate antara masing-masing skor indikator dengan

total skor konstruk. Perhitungan korelasi bivariate masing-masing skor indikator

Universitas Sumatera Utara


dengan total skor konstruk dengan menggunakan perangkat lunak.

Jika korelasi bivariat masing-masing skor indikator dengan total skor

konstruk di atas tabel r product moment, maka butir pertanyaan tersebut

mempunyai korelasi yang signifikan (valid). Sebaliknya jika hasil uji validitas di

bawah r tabel product moment maka butir pertanyaan tersebut mempunyai

korelasi yang tidak signifikan (invalid).

Reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu

hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Split Half. Dikatakan reliabel

bila hasil Alpha > 0,6 dengan rumus Alpha.

Hasil penelitian uji validitas dan reliabitas yang dilakukan di PMI Medan

tanggal Maret 2010 diperoleh hasil bahwa seluruh item pertanyaan valid (r hitung >r tabel )

dan reliabel (r hitung > 0,6).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1 Variabel

Berdasarkan hubungan fungsional antara variabelvariabel satu dengan

lainnya, variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel tergantung, akibat,

terpengaruh atau variabel dependen, dan variabel bebas, sebab, mempengaruhi atau

variabel independen.

Variabel Dependen yaitu variabel perilaku mendonorkan darah sukarela masyarakat

pribumi dan non pribumi di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


Variabel Independen yaitu variabel pengetahuan, sikap, dan kepercayaan.

3.5.2 Definisi Operasional

Pada penelitian ini diajukan variabel-variabel yang akan dianalisis dengan

definisi sebagai berikut:

1. Pengetahuan adalah hasil tahu responden terhadap donor darah sukarela.

2. Sikap adalah respon pendonor darah sukarela melakukan donor darah

3. Kepercayaan adalah keyakinan yang dimiliki pendonor darah sukarela tanpa

adanya pembuktian terdahulu

4. Perilaku masyarakat pribumi dan non pribumi adalah kegiatan atau aktivitas

masyarakat sebagai pendonor darah sukarela.

3.6 Metode Pengukuran

Untuk mengukur variabel pengetahuan, sikap, kepercayaan dan perilaku

mendonorkan darah sukarela masyarakat Pribumi dan Non Pribumi, peneliti

menggunakan instrumen berupa kuesioner.

Tabel 3.3. Variabel, Indikator, Hasil Pengukuran, Kategori dan Skala Ukur

Variabel Indikator Hasil Pengukuran Kategori Skala Ukur


Ya =2 - Tinggi, 10,5
Pengetahuan 10 Ordinal
Tidak =1 - Rendah, < 10,5
Sikap Setuju =2 - Tinggi, 10,5
10 Ordinal
Tidak setuju = 1 - Rendah, < 10,5
Setuju =2 - Tinggi, 8,5
Kepercayaan 8 Ordinal
Tidak setuju = 1 - Rendah, < 8,5
Perilaku Pendonor
14 Ya =2 - Tinggi, 14,5 Ordinal
Darah Tidak =1 - Rendah, < 14,5
3.7. Metode Analisis Data

Universitas Sumatera Utara


Data yang telah terkumpul dari hasil penelitian dianalisis dengan korelasi dan

regresi. Teknik ini dimaksud untuk menguji masing-masing hipotesis dengan

langkah-langkah analisis pengujian persyaratan, yaitu :

1. Analisis Distribusi Frekuensi, untuk mendeskripsikan karakteristik distribusi skor

dari hasil pengumpulan data penelitian. Deskripsi data akan disajikan dengan

melihat skor tertinggi, skor terendah, harga rata-rata, simpangan baku, median,

dan modus dari masing-masing variabel penelitian.

2. Analisis bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang digunakan untuk melihat hubungan antara

variabel independen (pengetahuan, sikap dan kepercayaan) dengan dependen

(perilaku pendonor darah) menggunakan uji chi-square pada taraf kemaknaan

95%.

3. Analisis multivariat

Teknik analisis data yang dipergunakan adalah uji regresi liner berganda

bertujuan untuk melihat faktor yang paling domain berpengaruh pada variabel

penelitian, dengan rumus:

Y = a + b1 X1 + b2X2 + b3X3 + e

Keterangan :

Y = Perilaku pendonor darah


a = Konstanta
b = Koefisien regresi linier berganda
X1 = Pengetahuan
X2 = Sikap
X3 = Kepercayaan
e = Error (tingkat kesalahan) yaitu 0,05 (5%).

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENfELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.4.1 Sejarah Singkat Palang Merah Indonesia

Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak masa

sebelum Perang Dunia Ke-II. Saat itu, tepatnya pada tanggal 21 Oktober 1873

Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama

Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (Nerkai), yang kemudian dibubarkan pada

saat pendudukan Jepang.

Perjuangan untuk mendirikan Palang Merah Indonesia sendiri diawali sekitar

tahun 1932. Kegiatan tersebut dipelopori oleh Dr. RCL Senduk dan Dr Bahder

Djohan. Rencana tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar

Indonesia. Mereka berusaha keras membawa rancangan tersebut ke dalam sidang

Konferensi Nerkai pada tahun 1940 walaupun akhirnya ditolak mentah-mentah.

Terpaksa rancangan itu disimpan untuk menunggu kesempatan yang tepat. Seperti tak

kenal menyerah, saat pendudukan Jepang, mereka kembali mencoba untuk

membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat

halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk kedua kalinya rancangan itu

harus kembali disimpan.

Tujuh belas hari setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yaitu pada

tanggal 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah untuk

Universitas Sumatera Utara


membentuk suatu badan Palang Merah Nasional. Atas perintah Presiden, maka Dr.

Buntaran yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Kabinet I, pada tanggal 5 September 1945 membentuk Panitia 5 yang terdiri dari: dr

R. Mochtar (Ketua), dr. Bahder Djohan (Penulis), dan dr Djuhana; dr Marzuki; dr.

Sitanala (anggota).

Akhirnya Perhimpunan Palang Merah Indonesia berhasil dibentuk pada 17

September 1945 dan merintis kegiatannya melalui bantuan korban perang revolusi

kemerdekaan Republik Indonesia dan pengembalian tawanan perang sekutu maupun

Jepang. Oleh karena kinerja tersebut, PMI mendapat pengakuan secara Internasional

pada tahun 1950 dengan menjadi anggota Palang Merah Internasional dan disahkan

keberadaannya secara nasional melalui Keppres No.25 tahun 1959 dan kemudian

diperkuat dengan Keppres No.246 tahun 1963.

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi independen dan

netral di Indonesia yang kegiatannya di bidang sosial kemanusiaan. dalam

melaksanakan seluruh aktifitasnya PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip

Palang Merah dan Bulan sabit merah Internasional yaitu kemanusiaan, kesukarelaan,

kenetralan, kesamaan, kemandirian, kesatuan, dan kesemestaan. Palang Merah

Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu.

Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan

tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera

untuk keselamatan jiwanya. Kini jaringan kerja PMI tersebar di 30 Daerah Propinsi /

Universitas Sumatera Utara


Tk.I dan 323 cabang di daerah Tk.II serta dukungan operasional 165 unit Transfusi

Darah di seluruh Indonesia.

Daerah Sumatera Utara memiliki 24 cabang yaitu : (1) PMI Cabang Medan,

(2) PMI Cabang Binjai, (3) PMI Cabang Tebing Tinggi, (4) PMI Cabang Pematang

Siantar, (5) PMI Cabang Tanjung Balai, (6) PMI Cabang Sibolga, (7) PMI

Padangsidempuan, (8) PMI Cabang Deli Serdang, (9) PMI Cabang Langkat, (10)

PMI Cabang Asahan, (11) PMI Cabang Dairi, (12) PMI Cabang Labuhan Batu, (13)

PMI Cabang Tapanuli Utara, (14) PMI Cabang Tapanuli Tengah, (15) PMI Cabang

Tapanuli Selatan, (16) PMI Cabang Toba Samosir, (17) PMI Cabang Mandailing

Natal, (18) PMI Cabang Karo, (19) PMI Cabang NIas, (20) PMI Cabang Humbang

Hasundutan, (21) PMI Cabang Pakpak Bharat, (22) PMI Cabang Serdang Bedagai,

(23) PMI Cabang Nias Selatan, (24) PMI Cabang Batubara.

Cabang Se-Sumatera Utara memiliki yang berada di sekolah-sekolah. Palang

Merah Remaja Se-Sumatera Utara pada periode 2006 2011 yang berTotal 197

sekolah yang memiliki PMR, Dengan Total 12.999 jiwa.Sedangkan KSR ada di 10

Cabang, yang berTotal 607 Jiwa.Sedangkan Satgana berTotal 284 jiwa.

4.1.2 Peran dan Tugas Palang Merah Indonesia

Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan,

terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan

Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik

Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.

Universitas Sumatera Utara


Tugas Pokok PMI :

1. Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana

2. Pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan

3. Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat

4. Pelayanan transfusi darah (sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 18 tahun

1980)

Dalam melaksanakan tugasnya PMI berlandaskan pada 7 (tujuh) prinsip dasar

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yaitu Kemanusiaan, Kesukarelaan,

Kenetralan, Kesamaan, Kemandirian, Kesatuan dan Kesemestaan.

4.1.3 Sekilas Kinerja Palang Merah Indonesia dari Masa ke Masa

1. Dasa Warsa I (1945-1954)

Pada masa perang kemerdekaan RI, peranan PMI yang menonjol adalah di

bidang Pertolongan pertama, Pengungsian, Dapur Umum, pencarian dan pengurusan

repatriasi, bekerjasama dengan ICRC dan Palang Merah Belanda untuk Romusha,

Heiho , Tionghoa; anak-anak Indo Belanda dan 35.000 tawanan sipil Belanda dan

para Hoakian yang kembali ke RRC. Sementara itu diadakan pula pendidikan untuk

para juru rawat yang akan dikirim ke pos-pos P3K di daerah pertempuran.

Saat itu sudah ada 40 cabang PMI di seluruh Indonesia dan setiap cabang

memiliki dua buah Pos P3K sebagai Tim Mobil Collone. Rumah Sakit Umum Palang

Merah di Bogor yang semula di bawah pengelolaan Nerkai, pada tahun 1948

Universitas Sumatera Utara


disumbangkan kepada PMI Cabang Bogor dengan nama Rumah Sakit Kedunghalang

dan sejak tahun 1951 dikelola menjadi Rumah Sakit Umum PMI hingga sekarang.

PMI juga mulai menyelenggarakan kegiatan pelayanan sumbangan darah yang

masih terbatas di Jakarta dan beberapa kota besar seperti Semarang, Medan, Surabaya

dan Makasar dengan nama Dinas Dermawan Darah. Dalam peristiwa pemberontakan

RMS (Republik Maluku Selatan), PMI bekerjasama dengan ICRC melaksanakan

pelayanan kesehatan yang dipimpin oleh Dr. Bahder Djohan dan BPH Bintara berupa

Rumah Sakit terapung di Ambon. Juga diadakan penyampaian berita keluarga yang

hilang atau terpisah serta mengunjungi tawanan.

PMI mulai mengembangkan kegiatn kepemudaan dengan 7.638 anggota

remaja di 29 Cabang PMI. Bekerjasama dengan Yayasan Kesejahteraan Guru, murid

dan anak-anak sepakat membentuk unit PMR di sekolah-sekolah, penerbitan majalah

PMR, korespodensi, pertukaran album, lomba, pameran lukisan, serta

penyelenggaraan sanatoria (perawatan paru-paru untuk anak-anak).

2. Dasa Warsa II (1955-1964)

Akibat Pemberontakan PRRI di Sumatera Barat dan Permesta di Sulawesi

Utara, Markas Besar PMI mengirimkan kapal-kapal PMI ke daerah tersebut untuk

menjemput orang-orang asing di sana dan juga mengirimkan 4 tim medis ke

Sumatera serta 6 tim ke Sulawesi Utara.

Setelah Presiden Soekarno mencetuskan Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk

membebaskan Irian Barat pada tanggal 19 Desember 1961, Pengurus Besar PMI

Universitas Sumatera Utara


memanggil Kesatuan Sukarela seluruh Cabang untuk siap siaga. Kemudian

terbentuklah Kesatuan Nasional yang terdiri dari 11 cabang yang telah diseleksi.

Sukarelawan Palang Merah yang ditugaskan sebagai perawat berTotal 259 orang dan

770 orang sebagai cadangan.

Pada peristiwa Aru 15 Januari 1952, yaitu tenggelamnya Kapal Perang RI

Macan Tutul, sebanyak 55 orang awak kapal perang tersebut menjadi tawanan

Belanda sehingga atas permintaan Menteri/KSAL, PMI menghubungi ICRC untuk

menangani tawanan tersebut. Berkat usaha Sekjen PBB, pihak Belanda menyetujui

penyerahan awak kapal di Singapura.

Pada tahun 1963 ketika Gunung Agung di Bali meletus, PMI bersama Dinkes

Angkatan Darat RI membantu penanggulangan para korban bencana tersebut. Ketika

Tim Kesatuan Nasional PMI ke Kalimantan Barat dalam rangka Dwikora (Dwi

Komando Rakyat), telah dikirimkan Tim Kesehatan Nasional untuk membantu

Operasi TUMPAS di Sulawesi Selatan.

3. Dasa Warsa III (1965-1975)

Penerbitan Surat Keputusan mengenai Peraturan menteri Kesehatan RI No.23

dan No.024 mengenai pengakuan Pemerintah RI untuk pertamakali terhadap

keberadaan Usaha Transfusi Darah (UTD) PMI. Dalam peringatan HUT PMI ke-25,

17 September 1970, Pengurus Besar PMI mengeluarkan suatu medali khusus dan

penghargaan kepada perintis-perintis PMI, seperti: Drs. Moh. Hatta dan Prof. Dr.

bahder Johan dan Pengurus PMI Daerah/Cabang seluruh Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


Setahun kemudian ,1971 diresmikan berdirinya suatu DAJR (Dinas Ambulance Jalan

Raya) Jakarta-Bandung sebanyak 7 pos yang dipusatkan di RSU-PMI Bogor.

Ambulans yang digunakan adalah ambulance Falcon yang dilengkapi personil, alat-

alat pertolongan pertama, dan telepon radio.

4. Dasa Warsa IV (1975-1984)

PMI mulai berperan di Timor Timur bulan Agustus 1975 sejak mengalirnya

pengungsi Timor Timur ke perbatasan Timor Barat di Atambua. Operasi

kemanusiaan di Dili dimulai bulan Desember 1975 atas permintaan PSTT

(Pemerintah Sementara Timor Timur). Kemudian kelak pada bulan Oktober tahun

1979 PMI bekerja sama dengan ICRC mulai membuka pos bantuan relief di 7

Kecamatan terpencil di Timor Timur.

Atas permintaan Pemerintah RI, PMI didukung UNHCR membentuk

pengungsi Vietnam di Pulau Galang dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan

social, antara lain dengan mendirikan RS Pulau Galang. PMI juga mengadakan

Tracing and Mail Service bekerjasama dengan ICRC.

2.1.4 Prinsip Dasar Palang Merah Indonesia

Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti

Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui

promosi prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan

penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi

(United for Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana,

Universitas Sumatera Utara


penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah,

organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun

Plan of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit

Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999. Dalam konferensi tersebut Pemerintah

Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.

Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah

Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang

meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan Penanggulangan Bencana, Pelatihan

Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan

Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan

kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini antara lain sebagai

berikut:

1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan

PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa

Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian

Jaya, Timor Timur dengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau

Galang.

2. Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976),

membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya,

bencana |Gunung Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan

Tsunami di Banyuwangi (1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter

Universitas Sumatera Utara


(1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan di Maluku Utara

(2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala

Richter, serta membantu korban banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias,

Jawa Barat, Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, Pantai Pangandaran, dan

gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan

jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus

membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan

evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur

umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai

dan sebagainya.

3. Transfusi darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan

Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang

tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi

Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para

pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan

jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah

PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di

berbagai daerah memiliki poliklinik secara lengkap guna memberikan pelayanan

kepada masyarakat secara murah (PMI Pusat, 2008).

Universitas Sumatera Utara


Sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah se-dunia,

maka Palang Merah Indonesia memegang prinsip dasar kepalangmerahan, yang

terdiri dari :

1. Kemanusiaan

Gerakan bulan sabit merah dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan

berdasarkan keinginan memberi pertolongan tanpa membedakan korban yang

terluka di dalam pertempuran, mencegah dan mengatasi penderitaan sesama

manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian persahabatan, kerjasama

dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.

2. Kesamaan

Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama

atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia

sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan keadaan yang paling parah.

3. Kenetralan

Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh

memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama atau

ideologi.

Universitas Sumatera Utara


4. Kemandirian

Gerakan ini bersifat mandiri, perhimpunan nasional disamping membantu

Pemerintahnya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan

negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sejalan

dengan prinsip-prinsip gerakan ini.

5. Kesukarelaan

Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela yang tidak didasari oleh

keinginan untuk mencari keuntungan apapun.

6. Kesatuan

Didalam suatu negara hanya ada satu perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit

Merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di

seluruh wilayah

7. Kesemestaan

Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat

semesta. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai hak dan tanggung jawab yang

sama dalam menolong sesama manusia.

Universitas Sumatera Utara


4.2 Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Reponden

Dalam penelitian ini ada dua kelompok responden yaitu masyarakat pribumi

dan non pribumi. Dari tabel diatas diketahui masyarakat pribumi paling banyak

memiliki golongan darah AB sebesar 14 orang atau 42,30%, sedangkan pada

masayarakat non pribumi yang terbanyak juga golongan darah AB sebesar 25 orang

atau 37,90%. masyarakat pribumi lebih banyak pada kelompok umur produktif (20-

40 tahun) sebesar 28 orang atau 84,90%, sedangkan pada masayarakat non pribumi

lebih banyak berusia tidak produktif (diatas 40 tahun) sebesar 35 orang atau 53,00%.

Masyarakat pribumi paling banyak memiliki berat badan > 82 kg sebesar 17 orang

atau 51,50%, sedangkan pada masayarakt non pribumi yang terbanyak pada berat

badan 61 70 kg sebesar 29 orang atau 43,90%. Pendonor darah berdasarkan jenis

kelamin yang terbanyak yaitu laki-laki. Pada masyarakat pribumi laki-laki yang

mendonorkan darah sebanyak 27 orang atau 78,80%, sedangkan pada masayarakt non

pribumi laki-laki yang mendonorkan darah sebanyak 41 orang atau 62,10%.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Golongan Darah

Responden
No Karakteristik Pribumi Non Pribumi
n % n %
Golongan Darah
1 A 0 0 1 1,50
2 B 11 33,30 23 34,80
3 AB 14 42,30 25 37,90
4 O 8 24,40 17 25,80
Total 33 100 66 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.1. (Lanjutan)

Usia (tahun)
1 Produktif (20-40) 28 84,90 35 53,00
2 Tidak produktif 5 15,10 31 47,00
(>40)
Total 33 100 66 100
Berat Badan (kg )
1 50 60 3 9,10 2 3,00
2 61 70 10 30,30 30 45,50
3 72 82 3 9,10 14 21,20
4 > 82 17 51,50 20 30,30
Total 33 100 66 100
Jenis Kelamin
1 Laki-laki 26 78,80 41 62,10
2 Perempuan 7 21,20 25 37,90
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Mendonorkan Darah

Karakteristik responden berdasarkan alasan mendonorkan darah pada Tabel

4.2 menunjukkan bahwa masyarakat pribumi terbesar yang memiliki kegiatan

menyumbang darah tanpa unsur paksaan sebesar 26 orang atau 78,80%, sedangkan

pada masyarakat non pribumi yang memiliki kegiatan menyumbang darah tanpa

unsur paksaan sebesar 47 orang atau 71,20%.:

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Alasan Mendonorkan Darah

Alasan Responden
No Mendonorkan Pribumi Non Pribumi
Darah n % n %
1 Karena dibutuhkan 7 21,20 19 28,80
2 Karena tanpa unsur
26 78,80 47 71,20
paksaan (sukarela)
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Universitas Sumatera Utara


4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kegiatan
Donor Darah

Sumber informasi responden tentang kegiatan donor darah pada Tabel 4.3

menunjukkan bahwa masyarakat pribumi yang menjadi pendonor darah terbesar yang

mengetahui sumber informasi kegiatan donor darah dari teman sebesar 11 atau

33,30%, sedangkan pada masayarakat non pribumi sumber informasi kegiatan donor

darah dari teman sebesar 21 atau 31,80%.

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kegiatan


Donor Darah

Responden
No Sumber Informasi Pribumi Non Pribumi
Total % Total %
1 Dari teman 11 33,30 21 31,80
2 Dari media cetak /
9 27,30 6 9,10
elektronik
3 Dari organisasi 7 21,20 18 27,30
4 Dari saudara 2 6,10 2 3,00
5 Dari petugas
3 9,10 6 9,10
kesehatan
6 Dari tokoh agama 1 3,00 13 19,70
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang Donor


Darah

Pada Tabel 4.4 berikut ini dapat dilihat persyaratan donor darah bahwa

pribumi yang berTotal 15 orang mengatakan bahwa salah satu persyaratan untuk

mendonorkan darah adalah harus istirahat selama 6 jam sedangkan responden non

Universitas Sumatera Utara


pribumi berjumlah 21 orang mengatakan bahwa salah satu persyaratan untuk

mendonorkan darah adalah harus istirahat selama 6 jam.

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Persyaratan untuk Pendonor


Darah

Responden
Persyaratan Untuk
No Pribumi Non Pribumi
Pendonor Darah
n % n %
1 Harus memiliki berat 5 15,20 19 28,80
badan diatas 50 kg
2 HB darah sesuai dengan 3 9,10 6 9,10
tes
3 Tekanan darah minimal 10 30,30 20 30,30
110/70 mmhg
4 Harus istirahat lebih dari 15 45,50 21 31,80
6 jam
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.3 Analisis Distribusi Frekuensi

Berdasarkan hasil analisis distribusi frekuensi, maka dapat diketahui hasil

distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang akan menjelaskan makna

variabel penelitian secara deskriptif.

4.3.1. Variabel Pengetahuan

Pengetahuan adalah pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain sebagai

pendonor darah sukarela. Berdasarkan hasil tabulasi data responden untuk variabel

pengetahuan seperti pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pendonor pribumi dan non

pribumi relatif atau hampir sama memiliki pengetahuan tentang donor darah., antara

lain kegiatan mendonorkan darah bersifat suka rela, sangat berguna bagi anda dengan

Universitas Sumatera Utara


kegiatan mendonorkan darah dapat membuat badan sehat serta dapat mengetahui

tentang keadaan kesehatan diri sendiri.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Pengetahuan


Masyarakat Pribumi dan Non Pribumi

No. Pengetahuan Pribumi Non Pribumi


n % n %
1 Mendonorkan darah dilakukan
karena dibutuhkan dan tanpa unsur
apapun
a. Ya 31 93,90 66 100
b. Tidak 2 6,10 0 0
Total 33 100 66 100
2
Sebelum melakukan kegiatan
mendonor darah, anda sangat
memerlukan informasi penting
tentang kegiatan donor darah tersebut
a. Ya 30 90.90 65 98,50
b. Tidak 3 9,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
3 Kegiatan mendonorkan darah sangat
berguna bagi anda.
a. Ya 29 87,90 66 100
b. Tidak 4 12,10 0 0
Total 33 100 66 100
4 Kegiatan mendonorkan darah dapat
membuat badan sehat serta dapat
mengetahui tentang keadaan
kesehatan diri sendiri.
a. Ya 29 87,90 65 98,50
b. Tidak 4 12,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
5 Sebaiknya seseorang dapat
mendonorkan darahnya ketika
berusia 18 tahun.
a. Ya 30 90.90 65 98,50
b. Tidak 3 9,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
6 Kegiatan mendonorkan darah tidak
memandang permasalahan gender
atau jenis kelamin.
a. Ya 29 87,90 62 93,90
b. Tidak 4 12,10 4 6,10
Total 33 100 66 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.5. (Lanjutan)

7 Kegiatan mendonorkan darah dapat


dilakukan apabila beberapa syarat
yang ditentukan dipenuhi oleh si
pendonor.
a. Ya 30 90.90 66 100
b. Tidak 3 9,10 0 0
Total 33 100 66 100
8 Syarat dan ketentuan untuk
mendonorkan darah merupakan hal
yang paling utama sebelum
dilakukannya kegiatan donor darah

a. Ya 30 90.90 63 95,50
b. Tidak 3 9,10 3 4,50
Total 33 100 66 100
9 Mendonorkan darah dapat
memelihara dan meningkatkan
kesehatan tubuh
a. Ya 28 84,80 64 97,00
b. Tidak 5 15,20 2 3,00
Total 33 100 66 100
10 Mendonorkan darah merupakan
suatu kegiatan peduli sosial yang
dilakukan tanpa pamrih dan hanya
tujuan kemanusiaan
a. Ya 31 93,90 65 98,50
b. Tidak 2 6,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas, perhitungan kategori faktor pengetahuan

pendonor non pribumi termasuk kategori tinggi yaitu 65 orang (98,5%), sedangkan

pendonor pribumi juga termasuk kategori tinggi yaitu 29 orang (87,9%).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang
Donor Darah

Pribumi Non Pribumi


Pengetahuan
Total % Total %
Tinggi 29 87.9 65 98.5
Rendah 4 12.1 1 1.5
Total 33 100.0 66 100.0
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.3.2. Variabel Sikap

Sikap adalah suka atau tidak suka pendonor darah sukarela melakukan donor

darah. Berdasarkan hasil tabulasi data responden untuk variabel sikap seperti pada

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa sikap pendonor pribumi dan non pribumi relatif atau

hampir sama memiliki sikap suka atau tidak suka tentang donor darah, hanya

beberapa item pertanyaan yang berbeda antara lain jadwal mendonorkan sesuai

dengan aturan kesehatan yang telah ditentukan, Pendonor darah tidak harus

mengetahui kepada siapa darahnya diberikan dengan melakukan donor darah

memang ingin mebantu sesama manusia tanpa melihat suku, agama dan ras.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Sikap Masyarakat
Pribumi dan Non Pribumi

No. Sikap Pribumi Non Pribumi


n % n %
1 Mendonorkan darah harus dilakukan
setiap orang
a. Setuju 31 93,90 62 93,90
b. Tidak setuju 2 6,10 4 6,10
Total 33 100 66 100
2 Jadwal mendonorkan darah sesuai
dengan aturan kesehatan yang telah
ditentukan
a. Setuju 28 84,80 65 98,50
b. Tidak setuju 5 15,20 1 1,50
Total 33 `100 66 100
3 Saya mau mendonorkan darah
walaupun tidak ada perintah dari atasan
/ seseorang yang membutuhkan
a. Setuju 28 84,80 63 95,50
b. Tidak setuju 5 15,20 3 4,50
Total 33 `100 66 100
4 Mendonorkan darah membuat perasaan
bahagia karena bisa membantu
menyelamatkan nyawa orang lain
a. Setuju 27 81,80 63 95,50
b. Tidak setuju 6 18,20 3 4,50
Total 33 100 66 100
5 Setelah mendonorkan darah maka
badan terasa lebih sehat
a. Setuju 27 81,80 62 93,90
b. Tidak setuju 6 18,20 4 6,10
Total 33 100 66 100
6 Pendonor darah tidak harus mengetahui
kepada siapa darahnya diberikan
a. Setuju 28 84,80 65 98,50
b. Tidak setuju 5 15,20 1 1,50
Total 33 100 66 100
7 Saya melakukan donor darah bukan
untuk mendapatkan penghargaan dari
orang lain
a. Setuju 27 81,80 63 95,50
b. Tidak setuju 6 18,20 3 4,50
Total 33 100 66 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7. (Lanjutan)

8 Saya mendonorkan darah karena


memang niat dari hati nurani tanpa
paksaan
a. Setuju 30 90.90 62 93,90
b. Tidak setuju 3 9,10 4 6,10
Total 33 100 66 100
9 Saya melakukan donor darah memang
ingin mebantu sesama manusia tanpa
melihat suku, agama dan ras
a. Setuju 27 81,80 64 97,00
b. Tidak setuju 6 18,20 2 3,00
Total 33 100 66 100
10 Saya melakukan donor darah karena
badan saya sehat sehingga dapat
membantu orang yang sakit
a. Setuju 31 83,90 62 93,90
b. Tidak setuju 2 6,10 4 6,10
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Berdasarkan Tabel 4.8 diatas perhitungan kategori faktor sikap pendonor non

pribumi lebih banyak dengan kategori tinggi yaitu 63 orang (95,5%) sedangkan

pendonor pribumi kategori tinggi hanya 28 orang (84,8%).

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Sikap Responden

Pribumi Non Pribumi


Sikap
Total % Total %
Tinggi 28 84.8 63 95.5
Rendah 5 15.2 3 4.5
Total 33 100.0 66 100.0
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Universitas Sumatera Utara


4.3.3. Variabel Kepercayaan

Kepercayaan adalah keyakinan yang dimiliki pendonor darah sukarela tanpa

adanya pembuktian terdahulu. Berdasarkan hasil tabulasi data responden untuk

variabel kepercayaan seperti pada tabel berikut 4.8 menunjukkan bahwa kepercayaan

pendonor pribumi dan non pribumi relatif atau hampir sama memiliki kepercayaan

tentang donor darah, hanya item pertanyaan tentang kepercayaan bahwa peralatan

donor darah steril.

Tabel 4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Kepercayaan Masyarakat


Pribumi dan Non Pribumi

Pribumi Non Pribumi


No. Kepercayaan
n % n %
1 Saya melakukan donor darah karena
mendonorkan darah merupakan
pekerjaan yang mulia
a. Setuju 30 90.90 66 100,00
b. Tidak setuju 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100
2 Saya percaya donor darah bermanfaat
meskipun belum ada pembuktian
terlebih dahulu
a. Setuju 30 90.90 63 95,50
b. Tidak setuju 3 9,10 3 4,50
Total 33 100 66 100
3 Saya percaya bahwa tidak ada akibat
yang timbul setelah mendonorkan
darah
a. Setuju 29 87,90 63 95,50
b. Tidak setuju 4 12,10 3 4,50
Total 33 100 66 100
4 Saya melakukan donor darah karena
dipengaruhi oleh teman yang telah
melakukan donor darah
a. Setuju 29 87,90 62 93,90
b. Tidak setuju 4 12,10 4 6,10
Total 33 100 66 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.9. (Lanjutan)

5 Saya percaya bahwa peralatan donor


darah steril
a. Setuju 30 90.90 66 100,00
b. Tidak setuju 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100
6 Saya percaya darah yang saya
donorkan diberikan kepada yang
membutuhkan
a. Setuju 30 90.90 63 95,50
b. Tidak setuju 3 9,10 3 4,50
Total 33 100 66 100
7 Saya percaya bahwa mendonorkan
darah merupakan pekerjaan yang
mulia karena membantu
menyelamatkan nyawa orang lain
tanpa memandang suku, agama dan ras
a. Setuju 28 84,80 64 97,00
b. Tidak setuju 5 15,20 2 3,00
Total 33 100 66 100
8 Saya percaya selain memberikan
sumbangan dana, mendonorkan darah
merupakan salah satu ajaran agama
dalam menolong orang lain
a. Setuju 31 93,90 65 98,50
b. Tidak setuju 2 6,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Berdasarkan Tabel 4.10 diatas perhitungan kategori faktor kepercayaan

pendonor non pribumi lebih banyak dengan kategori tinggi yaitu 60 orang (90,9%)

dan lebih sedikit dengan kategori rendah yaitu 6 orang (9,1%). Sedangkan pendonor

pribumi lebih banyak dengan kategori tinggi yaitu 26 orang (78,8%) dan lebih sedikit

dengan kategori rendah yaitu 7 orang (21,2%).

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.10. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepercayaan Responden

Pribumi Non Pribumi


Kepercayaan
Total % Total %
Tinggi 26 78.8 60 90.9
Rendah 7 21.2 6 9.1
Total 33 100.0 66 100.0
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.3.4. Variabel Perilaku Pendonor Darah

Perilaku masyarakat Pribumi dan Non Pribumi adalah kegiatan atau aktivitas

masyarakat sebagai pendonor darah sukarela. Berdasarkan hasil tabulasi data

responden untuk variabel perilaku seperti pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa

perilaku pendonor pribumi dan non pribumi relatif atau hampir sama perilakunya

tentang donor darah, hanya beberapa item pertanyaan yang berbeda dan lebih

mendominasi pendonor non pribumi antara lain mendonorkan darah karena ingin

membantu orang lain, Menolong orang lain tidak hanya dengan memberikan materi,

tetapi dapat juga dengan menyumbangkan darah, mendonorkan darah merupakan

tindakan peduli sosial yang benar-benar tanpa pamrih dan atas satu tujuan

kemanusiaan, mengajak orang lain untuk menjadi pendonor karena mendonorkan

darah membantu sesama manusia, tidak pernah menyesal menjadi pendonor darah

dan mendonorkan darah karena ingin membantu menyelamatkan jiwa seseorang.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11. Distribusi Responden Berdasarkan Faktor Perilaku Masyarakat
Pribumi dan Non Pribumi

Pribumi Non Pribumi


No. Perilaku
n % n %
1 Saya mendonorkan darah karena ingin
membantu orang lain
a. Ya 30 90.90 66 100,00
b. Tidak 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100
2 Saya mendonorkan darah secara rutin
sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan
a. Ya 30 90.90 65 98,50
b. Tidak 3 9,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
3 Menolong orang lain tidak hanya
dengan memberikan materi, tetapi dapat
juga dengan menyumbangkan darah
a. Ya 30 90.90 66 100,00
b. Tidak 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100
4 Menurut saya, mendonorkan darah
merupakan tindakan peduli sosial yang
benar-benar tanpa pamrih dan atas satu
tujuan kemanusiaan
a. Ya 29 87,90 65 98,50
b. Tidak 4 12,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
5 Kemauan mendonorkan darah
selanjutnya dipengaruhi pengalaman
pertama sekali menjadi pendonor
a. Ya 31 93.90 64 97,00
b. Tidak 2 6,10 2 3,00
Total 33 100 66 100
6 Saya mengajak orang lain untuk menjadi
pendonor karena mendonorkan darah
membantu sesama manusia
a. Ya 28 84,80 64 97,00
b. Tidak 5 15,20 2 3,00
Total 33 100 66 100
7 Saya tidak pernah menyesal menjadi
pendonor darah
a. Ya 30 90.90 66 100,00
b. Tidak 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.11. (Lanjutan)

8 Saya bangga menjadi pendonor darah


karena telah menyelamatkan nyawa
orang lain
a. Ya 30 90.90 63 100,00
b. Tidak 3 9,10 3 0,00
Total 33 100 66 100
9 Saya menjadi pendonor darah karena
keinginan dari hati nurani tanpa paksaan
a. Ya 29 87,90 63 100,00
b. Tidak 4 12,10 3 0,00
Total 33 100 66 100
10 Mendonorkan darah merupakan
pekerjaan yang mulia
a. Ya 29 87,90 64 97,00
b. Tidak 4 12,10 2 3,00
Total 33 100 66 100
11 Saya mendonorkan darah karena ingin
membantu menyelamatkan jiwa
seseorang
a. Ya 30 90.90 66 100,00
b. Tidak 3 9,10 0 0,00
Total 33 100 66 100
12 Saya menjadi pendonor darah sukarela
karena badan menjadi lebih sehat
a. Ya 30 90.90 63 100,00
b. Tidak 3 9,10 3 0,00
Total 33 100 66 100
13 Saya menjadi pendonor darah tidak
untuk mendapatkan uang
a. Ya 28 84,80 64 97,00
b. Tidak 5 15,20 2 3,00
Total 33 100 66 100
14 Saya menjadi pendonor darah tidak
untuk dihormati orang lain
a. Ya 31 93.90 65 98,50
b. Tidak 2 6,10 1 1,50
Total 33 100 66 100
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.12 diatas perhitungan kategori faktor kepercayaan

pendonor non pribumi lebih banyak dengan kategori tinggi yaitu 63 orang (93,7%)

dan lebih sedikit dengan kategori rendah yaitu 3 orang (6,3%), sedangkan pendonor

pribumi lebih banyak dengan kategori tinggi yaitu 32 orang (90,9%) dan lebih sedikit

dengan kategori rendah yaitu 1 orang (9,1%).

Tabel 4.12. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Tindakan Responden

Perilaku Pribumi Non Pribumi


Pendonor
Total % Total %
Darah
Tinggi 32 90.9 63 93.7
Rendah 1 9.1 3 6.3
Total 33 100.0 66 100.0
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

4.4. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil pengolahan data SPSS model regresi linier berganda

diperoleh informasi sebagai berikut :

Berdasarkan Tabel di 4.13 dibuat persamaan sebagai berikut :

Y 0,913 + 0,697 X 1 + 0,229 X 2 + 0,491 X 3

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi X 1

(pengetahuan) bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pengetahuan

adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor darah pribumi, sehingga

apabila semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat pribumi akan

Universitas Sumatera Utara


aktivitas donor darah, maka semakin tinggi minat masyarakat pribumi untuk

mendonorkan darahnya.

Koefisien regresi X 2 (sikap) bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa

pengaruh sikap adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor darah pribumi.

Sehingga apabila sikap masyarakat pribumi positif atas aktivitas donor darah, maka

perilaku atau tindakan masyarakat pribumi untuk mendonorkan darahnya semakin

meningkat.

Koefisien regresi X 3 (kepercayaan) bernilai positif, hal ini menunjukkan

bahwa pengaruh kepercayaan adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor

darah pribumi. Sehingga apabila semakin tinggi kepercayaan masyarakat terhadap

aktivitas donor darah, maka akan meningkatkan perilaku atau tindakan masyarakat

pribumi untuk melakukan kegiatan donor darah.

Tabel 4.13. Hasil Regresi Berganda Masyarakat Pribumi

Model Unstandardized Standardized


Coefficients Coefficients
t Sig,
B Std, Error Beta
1 (Constant) 0,913 0,146 2,822 0,029
Pengetahuan 0,697 0,120 0,487 6,803 0,000
Sikap 0,229 0,081 0,226 2,824 0,008
Kepercayaan 0,491 0,110 0,310 4,454 0,000
a. Dependent Variabel VAR_Y
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan Tabel 4.14, dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Y = 1,233 + 0,604 X 1 + 0,354 X 2 + 0,920 X 3

Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisien regresi X 1

(pengetahuan) bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh pengetahuan

adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor darah non pribumi, sehingga

apabila semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat non pribumi

akan aktivitas donor darah, maka semakin tinggi minat masyarakat non pribumi untuk

mendonorkan darahnya.

Koefisien regresi X 2 (sikap) bernilai positif, hal ini menunjukkan bahwa

pengaruh sikap adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor darah pribumi.

Sehingga apabila sikap masyarakat non pribumi positif atas aktivitas donor darah,

maka perilaku atau tindakan masyarakat non pribumi untuk mendonorkan darahnya

semakin meningkat.

Koefisien regresi X 3 (kepercayaan) bernilai positif, hal ini menunjukkan

bahwa pengaruh kepercayaan adalah searah dengan perilaku atau tindakan pendonor

darah non pribumi. Sehingga apabila semakin tinggi kepercayaan masyarakat

terhadap aktivitas donor darah, maka akan meningkatkan perilaku atau tindakan

masyarakat non pribumi untuk melakukan kegiatan donor darah.

Begitu juga halnya dengan masyarakat non pribumi dengan hasil regresi

berganda sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.14. Hasil Regresi Berganda Masyarakat Non Pribumi
Model Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients t Sig,
B Std, Error Beta
1 (Constant) 1,233 0,116 3,500 0,019
Pengetahuan 0,604 0,122 0,351 4,943 0,000
Sikap 0,354 0,016 0,047 2,329 0,023
Kepercayaan 0,920 0,110 0,625 8,371 0,000
a. Dependent Variabel VAR_Y
Sumber : Hasil Penelitian (2010)

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

5.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Perilaku Pendonor Darah

Hasil analisis multivariat pengetahuan pribumi berpengaruh terhadap perilaku

pendonor darah di Kota Medan (p=0,000). Demikian juga pengetahuan non pribumi

berpengaruh terhadap perilaku pendonor darah (p=0,000). Jika dikaitkan hasil

pengukuran pengetahuan pribumi (87.9%) dan non pribumi (98.5%), maka

pengetahuan non pribumi terhadap donor darah sukarela lebih tinggi dibandingkan

pengetahuan non pribumi.

Pengetahuan atau kognitif merupakan faktor yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan. Data di atas menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat

pribumi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini lebih baik dibandingkan

masyarakat non pribumi. Namun secara keseluruhan, tingkat pengetahuan masyarakat

pribumi dan non pribumi memberikan dampak yang positif terhadap perilaku mereka

dalam mendonorkan darahnya.

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi

perilaku baru, orang tersebut mengalami suatu proses yang berurutan. Diawali dengan

kesadaran, yaitu menyadari bahwa mendonorkan darah itu dibutuhkan. Kemudian

adanya ketertarikan terhadap kesadaran mendonorkan darah sangat berguna bagi

Universitas Sumatera Utara


pendonor. Adanya evaluasi yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya

mendonorkan darah sehingga menimbulkan keputusan yang baik untuk bertindak

dengan tepat. Hal ini mendorong orang untuk mencoba mendonorkan darahnya.

Kemudian akan ada adopsi sehingga mendorong seseorang berperilaku untuk

mendonorkan darah berdasarkan pengetahuan, kesadaran dan ketertarikannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendonor pribumi dan non pribumi

memiliki pengetahuan tinggi tentang donor darah. Ini mengindikasikan bahwa

pendonor darah sudah mengetahui berbagai persyaratan dan ketentuan untuk

mendonorkan darah secara sukarela. Namun demikian masih ditemukan sebagian

yang belum memahami arti dan pentingnya doroh darah untuk meningkatkan

kesehatan sesama manusia (12,1%) pribumi dan non pribumi (1,5%). Jika dikaitkan

dengan hasil uji statistik bahwa faktor pengetahuan berpengaruh terhadap aktivitas

pendonor darah sukarela. Ini disebabkan pendonor darah baik pribumi maupun non

pribudmi memiliki kepedulian yang tinggi untuk berbagi dalam meningkatkan derajat

kesehatan umat manusia, tetapi tingkat pengetahuan masyarakat non pribumi lebih

tinggi dibandingkan pribumi, berarti masyarakat non pribumi yang sudah menjadi

warga negara Indonesia tetapi memiliki partisipasi yang tinggi dalam

menyumbangkan darahnya untuk berbagi dalam meningkatkan kesehatan sesamanya.

Pengetahuan yang dimiliki pendonor darah pribumi dan non pribumi semakin

tinggi akan aktivitas donor darah, maka semakin tinggi minat masyarakat pribumi

untuk mendonorkan darahnya.

Universitas Sumatera Utara


Untuk itu program sosialisasi tentang kegiatan donor darah perlu ditingkatkan

melalui promosi kesehatan berupa iklan di media massa baik cetak (brosur-brosur)

maupun elektronik dalam bentuk iklan yang peduli untuk mendonorkan darah karena

masih banyak masyarakat (pendonor darah tidak tetap) yang belum memahami akan

pentingnya kegiatan tersebut bagi kesehatan mereka sehingga masyarakat mau

mendonorkan darahnya secara berkala.

5.2. Pengaruh Sikap terhadap Perilaku Pendonor Darah

Hasil analisis multivariat sikap pribumi berpengaruh terhadap perilaku

pendonor darah di Kota Medan (p=0,008). Demikian juga sikap non pribumi

berpengaruh terhadap perilaku pendonor darah (p=0,023). Jika dikaitkan hasil

pengukuran sikap pribumi (84.8%) dan non pribumi (95.5%), maka sikap non

pribumi terhadap donor darah sukarela lebih tinggi dibandingkan sikap non pribumi.

Hal ini membuktikan bahwa sikap yang diberikan oleh masyarakat non

pribumi masih lebih baik dibandingkan masyarakat pribumi walaupun secara

keseluruhan sikap masyarakat pribumi dan non pribumi tersebut berdampak pada

perilaku mereka dalam mendonorkan darahnya.

Sesuai beberapa teori yang menyatakan sikap adalah suatu keteraturan

perasaan dan pikiran dan kecenderungan bertindak terhadap aspek lingkungannya

(Milton, 1981). Sikap seseorang tercermin dari kecendrungan perilakunya dalam

menghadapi suatu situasi lingkungan yang berhubungan dengannya. Adapun yang

menjadi komponen sikap yaitu kognitif, afektif dan perilaku. Kompenen kognitif

Universitas Sumatera Utara


adalah segmen pendapat atau keyakinan dari sikap, dengan mendonorkan darah

mereka akan merasa sehat. Kompenen afektif adalah komponen emosional atau

perasaan seseorang. Komponen afektif dipelajari dari orang tua, teman, dan guru.

Mendonorkan darah secara sukarela akan membuat perasaan bahagia karena bisa

membantu menyelamatkan nyawa orang lain. Sedangkan komponen perilaku sikap

adalah maksud untuk berperilaku dalam cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu

(kecenderungan untuk bertindak) seperti keinginan untuk mendonorkan darah bukan

untuk mendapatakan penghargaan dari orang lain tapi berdasarkan niat dari hati

nurani untuk membantu sesama manusia tanpa melihat suku, agama dan ras.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendonor pribumi dan non pribumi

memiliki sikap tentang donor darah yang tinggi. Ini mengindikasikan bahwa

pendonor darah mendukung sepenuhnya kegiatan donor darah yang diselenggarakan

PMI Medan. Pendonor darah tidak harus mengetahui kepada siapa darahnya

diberikan dengan melakukan donor darah memang ingin membantu sesama manusia

tanpa melihat suku, agama dan ras, walaupun kuantitas dan kualitas belum memadai.

Sikap pribumi yang mendukung tersebut antara lain mendonorkan darah harus

dilakukan setiap orang menjawab setuju (93,9%) dan non pribumi (93,9%),

mendonorkan darah walaupun tidak ada perintah yang dilakukan pendonor pribumi

dari atasan/seseorang menjawab setuju (84,8%0 dan non pribumi (95,5%),

mendonorkan darah membuat perasaan bahagia bagi pendonor pribumi karena bisa

membantu menyelamatkan nyawa orang lain menjawab setuju (81,8%) dan non

Universitas Sumatera Utara


pribumi (95,5%), pendonor pribumi melakukan donor darah bukan untuk

mendapatkan penghargaan menjawab setuju (81,8%) dan non pribumi (95,5%),

pendonor pribumi melakukan donor darah karena badan saya menjawab setuju

(83,9% dan non pribumi (93,9%).

Jika dikaitkan dengan hasil uji statistik bahwa faktor sikap berpengaruh

terhadap aktivitas pendonor darah sukarela. Ini disebabkan pendonor darah mrmiliki

penghasilan yang baik dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Seperti yang

disajikan dalam Depkes RI, (2009) bahwa ada beberapa Vihara di pinggir Kota

Medan yang tingkat perekonomian masyarakatnya kurang, juga rutin melakukan

kegiatan menjadi pendonor darah sukarela. Para pemuka agama di Vihara tersebut

selalu memberikan motivasi kepada para pengikutnya untuk selalu berbuat kebaikan

sesama manusia tanpa memandang suku, ras ataupun agama yang salah satunya

kegiatan dengan menjadi pendonor darah sukarela setelah melakukan ibadah di

Vihara tersebut.

Untuk itu peningkatan jumlah pendonor darah sukarela, perlu diperluas lagi,

tidak hanya di kantor Palang Merah Indonesia saja tetapi ke beberapa instansi dan

institusi lainnya terutama institusi pendidikan sebagai bahan pembelajaran bagi

mereka yang belum memahami arti pentingnya mendonorkan darah.

5.3. Pengaruh Kepercayaan terhadap Perilaku Pendonor Darah

Hasil analisis multivariat kepercayaan pribumi berpengaruh terhadap perilaku

pendonor darah di Kota Medan (p=0,000). Demikian juga kepercayaan non pribumi

Universitas Sumatera Utara


berpengaruh terhadap perilaku pendonor darah (p=0,000). Jika dikaitkan hasil

pengukuran faktor kepercayaan dalam perilaku mendonorkan darah bagi pendonor

pribumi (78.8%) dan non pribumi (90.9%), maka kepercayaan yang dimiliki

pendonor non pribumi terhadap donor darah sukarela lebih tinggi dibandingkan

kepercayaan pendonor non pribumi.

Sesuai teori, Kosa dan Robertson (dalam Notoadmodjo, 2003) mengatakan

bahwa perilaku kesehatan individu cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang

yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang diinginkan dan kurang

berdasarkan pada pengetahuan biologi. Memang kenyataannya demikian, tiap

individu mempunyai cara yang berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan

atau pencegahan yang berbeda meskipun gangguan kesehatannya sama. Pada

umumnya tindakan yang diambil berdasarkan penilaian individu atau mungkin

dibantu oleh orang lain terhadap gangguan tersebut. Penilaian semacam ini

menunjukkan bahwa gangguan yang dirasakan individu menstimulasikan dimulainya

suatu proses sosial psikologis.

Seperti yang tertuang dalam Depkes RI, (2010) bahwa masyarakat suku

bangsa pribumi dengan tingkat perekonomian yang baik juga menunjukan populasi

yang tinggi tetapi kesadaran dan kepedulian sesama manusia kurang dengan

mengungkapkan berbagai alasan seperti takut akan jarum suntik, takut darah akan

habis, darah yang telah didonorkan takut akan dijual untuk kepentingan pribadi

seseorang atau petugas PMI (Depkes RI, 2010).

Universitas Sumatera Utara


Selain program sosialisasi tentang aktivitas donor darah, perlu juga

diperhatikan tentang jaminan akan kesterilan alat transfusi yang selama ini

dikhawatirkan masyarakat yang akan melakukan donor darah dan memberikan

penghargaan yang menjadi pendonor darah tetap selama 5 tahun serta kemudahan

dalam mendapat pelayanan kesehatan.

5.4. Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Kepercayaan Secara Simultan


terhadap Perilaku Pendonor Darah

Ini membuktikan bahwa konteks sosial budaya cukup memberikan harapan

dan menyangkut hubungan yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau

perilaku dengan hubungan sosial atau struktur kelompok. Menurut Beth H. Shaz

(2008), perbedaan ras dan etnik juga merupakan faktor yang mempengaruhi dalam

perekrutan pendonor.

Masyarakat non pribumi yang lebih didominasi oleh etnis Tionghoa memiliki

hubungan sosial yang lebih tinggi serta memiliki struktur kelompok yang cukup baik,

sehingga mereka dapat memberikan respon yang positif diantara sesama untuk

melakukan kegiatan sosial secara bersama-sama, sehingga berdampak pada tindakan

untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam lingkungan sosial mereka saat ini.

Perilaku merupakan faktor terbesar yang mempengaruhi kesehatan. Menurut

Green (1980), menganalisa perilaku terbentuk dari salah satunya faktor-faktor

predisposisi (predisposing factors), mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan,

tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penelitian diketahui pengetahuan, sikap, dan kepercayaan

terhadap mendonorkan darah secara sukarela oleh masyarakat pribumi dan non

pribumi memiliki koefisien regresi yang bernilai positif (searah). Hal ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan, sikap, dan kepercayaan masyarakat

pribumi dan non pribumi terhadap aktivitas mendonorkan darah, maka akan

meningkatkan perilaku atau tindakan masyarakat pribumi dan non pribumi untuk

melakukan kegiatan donor darah secara sukarela.

Menurut Barbara M. Masser, dkk, (2008), faktor psikologi, sosiodemografi,

organisasi, faktor-faktor yang mempengaruhi kerelaan masyarakat untuk donor darah

sebagai upaya untuk memusatkan perhatian terhadap donor darah. Hal ini jugalah

yang menyebabkan bahwa masyarakat non pribumi lebih mendominasi untuk

melakukan aktivitas donor darah dibandingkan masyarakat pribumi yang kebanyakan

belum memiliki kerelaan dalam memberikan darahnya pada orang lain diluar etnis,

suku, dan agama mereka.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA.

Aziz Auda, S, 2000. Upaya Menghimpun dan Melestarikan Donor Darah. Buletin
Transfusi Darah No.279/November Tahun ke XXVII, UTD-PMI Pusat.
Jakarta.

Andersen, R. & Neuman, J.F. 1975. Societal and Individual Determinants of Medical
Care Utilization in the United States. Milbank Memorial Fund
Quaterly/Health and Society. 51: 95-124.

Barbara M. Masser, Katherine M. White, Melissa K. Hyde, and Deborah J. Terry,


2008, The Psychology of Blood Donation: Current Research and Future
Directions, Transfusion Medicine Reviews, Vol 22, No 3, pp 215-233.

Beth H. Shaz, et, al, 2008, Blood Donation dan Blod Transfusion: Special
Consideration for African Americans, Transfusion Medicine Reviews, Vol 22,
No 3, pp 202-214.

Conner, M. & Spark, P. 1995. The Theory of Planned Behaviour, in Predicting


Health Behaviour (Conner, M. & Norman, P. eds.). Buckingham: Open
University Press.

David Lee, 2006, Perception of Blood Transfusion Risk, Transfusion Medicine


Reviews, Vol 20, No 2, pp 141-148.

Depdiknas, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta.

Depkes RI, 2008. Pengertian Transfusi Darah. Jakarta. www.pmi.co.id.

Depkes RI, 2009. Donor Darah, Hidup Sehat Sambil Beramal. Jakarta. www. health.
detik.com.

Depkes RI, 2010. Donor Darah, Hidup Sehat Sambil Beramal. Jakarta. www.
redaksi@neraca.co.id.

Erickson dan Nosanchuk .1996. Memahami Data Statistik Untuk Ilmu Sosial,
Penerbit, LP3ES, Jakarta

Ferguson E, 1996, Predictors of future behaviour: A review of the psychological


literature on blood donation, Br J Health Psychol 1:287-308.

Universitas Sumatera Utara


______ E,2001, The roles of contextual moderation and personalityin relation to the
knowledge-risk link in the workplace. Journal of Risk Research, 4, 323340.

_______, 2007, Improving blood donor recruitment and retention: Integrating


theoretical advances from social and behavioral sciences research agendas.
Transfusion 47.

Fichman RG, 1992. Information Technology Diffusion: A review of Empirical


Research, Proceedings of the 13th International Conference on IS, Dallas,
http://www2.bc.edu/~fichman/Fichman 1992 ICIS 1T Diff Review.pdf.

Fishbein M, Ajzen I,1975, Belief, attitude, intention, and behavior: An introduction


to theory and research. Reading (MA), Addison-Wesley.

Frewer, L.J., Howard, C., Hedderley, D. & Shepherd, R, 1996, What determines trust
in information about food-related risks? Underlying psychological constructs.
Risk Analysis, 6, 473486.

Green, Lawrence, 1980, Health Education Planning, A Diagnostic Approuch. The


John Hopkins University:Mayfield Publishing Co.

Healy, KJ, 2006, Last best gifts:Altruism and themarket for humanblood and organs,
Chicago, University of Chicago Press.

Hood, Salleh, 1995 Dunia Pribumi dan Alam Sekitar: Langkah Ke Hadapan. . ISBN
967-942- 316-6. 56 hlm.

J. R. Mansoben, 2003, Konservasi Sumber Daya Alam Papua Ditinjau Dari Aspek
Budaya, Antropologi Papua, Vol.2 No.4, ISSN 1693-2099

Jungermann, H., Pfster, H. R. & Fischer, 1996, Credibility,information references,


and information interests, Risk Analysis, 16, 251261.

Ketan Shevde, MD, Murali Pagala, PhD, Ananth Kashikar, MD,Changa Tyagaraj,
MS, Noreen Shahbaz, MD, Mohammad Iqbal, MD, Raghu Idupuganti, 2000,
Gender Is an Essential Determinant of Blood Transfusion in Patients
Undergoing Coronary Artery Bypass Graft Procedure, Journal of Clinical
Anesthesia 12:109 116

Kuncoro, Mudrajad ,2001, Metode Kuantitatif; Teori dan Aplikasi, Penerbit AMP
YKPN, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


Lubis, Suwardi, 2002. Teknik Penarikan Sampel, USU Press, Medan
Marco Ranucci, MD, Alfredo Pazzaglia, MD, Chiara Bianchini, MD,Giuseppe
Bozzetti, MD, and Giuseppe Isgr, MD, 2007, Body Size, Gender, and
Transfusions as Determinants of Outcome After Coronary Operations The
Society of Thoracic Surgeons Published by Elsevier Inc.

Milton, C.R. (1981). Human Behaviour in Organization. New Jersey, Prestice Hall
Inc. Englewood Cliffts.

Munandar, Haris. 2008. Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) & Badan SAR
Nasional (BASARNAS). Erlangga . Jakarta.

Muninjaya.A.A.Gde, 2004, Manajemen Kesehatan, E/2, Ed2., Jakarta, ISBN 979-


448-669-8.

Muslichan.MZ, 1991, Transfusi Darah Tepat Guna, FK-UI Jakarta.

Nasution, Siti Khadijah. 2004. Meningkatkan Status kesehatan melalui pendidikan


Kesehatan dan penerapan pola hidup sehat. FKM-USU, Medan.

Nasution. S, 2003. Metode Research; Penelitian Ilmiah, Penerbit Bumi Aksara


Jakarta.

Notoatmodjo Soekidjo, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta,


Cetakan Kedua, Jakarta.

Notoatmodjo.S, 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Penerbit Rineka Cipta
Jakarta

O'Brien SF, 2006, Donor research: The foundation for a healthy blood supply.
Transfusion 46:1069-1071

PMI Medan, 2009. Pelayanan Penyediaan Darah, antara Fakta dan Kenyataan.
Medan.

PMI Pusat, 2009. Kumpulan Peraturan perundang-Undangan Bidang


Kesehatan/Transfusi Darah dan Surat Keputusan Pengurus PMI tentang
Transfusi Darah. Jakarta

Prawira, Ingerani S, dan Winowatan, D., 2010. New Blood for the World,
International SOS Journal.

Universitas Sumatera Utara


Rakhmat, J., 2007. Psikologi Komunikasi. Bandung: CV. Remaja Karya.

Riduawan, 2008. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian, Penerbit Alfabeta


Bandung.

Sheeran, P. & Abraham, C. 1995. The Health Belief Model, in Predicting Health
Behaviour (Conner, M. & Norman, P. eds.), Buckingham: Open University
Press.

Shillewaert N, Ahearne MJ, Frambach RT, Moenaert RK, 2001. The Acceptance of
Information Technology in the Sales Force, Working Paper. E Business
Research Center, The Pennsylvania State University,
http://www.ebrc.psu.edu.

Singarimbun, Masri dan Sofian Efendi, 1995. Metode Penelitian Survai, Penerbit
LP3ES Jakarta.

Suchman, E.A, 1965, Social Patterns of Illness and Medical Care, Journal of Health
and Social Behavior, 2-16

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi, Penerbit Alfabeta Bandung

Trevor J. Cobain, 2004, Fresh Blood Product Manufacture, Issue, and Use: A Chain
of Diminishing Returns? Transfusion Medicine Reviews, Vol 18, No 4, pp
279-292

WHO, Depkes & UNFPA. 2008. Buku Pedoman Pelayanan Transfusi Darah Modul
X. Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 :

KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENDONOR DARAH
SUKARELA PADA MASYARAKAT PRIBUMI DAN NON PRIBUMI DI UTD PMI KOTA
MEDAN

No. Responden : .
Golongan Darah : .

I. Identitas Responden
A. Nama : .
B. Alamat : .
..

II. Sosio Demografi


A. Usia : .............Tahun
B. Berat Badan : ............. Kg
C. Jenis Kelamin : 1. Laki-Laki 2. Perempuan
D. Pendidikan : 1. Tidak Sekolah/Tamat SD
2. SLTP
3. SLTA
4. Akademi/Perguruan Tinggi

III. Sosio Budaya


A. Etnik : 1. Pribumi
2. Non Pribumi

IV. Predisposisi
A. Menurut Anda, Donor Darah adalah :
1. Menyumbangkan darah karena memerlukan uang
2. Menyumbangkan darah agar dihargai orang lain
3. Menyumbangkan darah karena dibutuhkan
4. Menyumbang darah tanpa unsur apapun

B. Darimanakah Anda mendapatkan informasi tentang donor darah?


1. Teman
2. Tokoh Agama
3. Tokoh Masyarakat
4. Saudara
5. Media cetak / elektronik
6. Petugas Kesehatan

Universitas Sumatera Utara


7. Orang tua
8. Organisasi

C. Menurut Anda, syarat apa yang harus dipenuhi sebelum mendonorkan darah?
1. BB > 50 kg
2. Hb darah yang dites terapung
3. Tekanan darah 110/70 mmhg
4. Pendonor darah harus istirahat lebih kurang 6 jam

Petunjuk Pengisian
1. Mohon memberi tanda cheklist () pada jawaban yang dianggap paling benar.
2. Setiap pertanyaan hanya membutuhkan satu jawaban saja dan mohon memberikan jawaban yang
sebenar-benarnya.

I. PENGETAHUAN
Jawaban
No Daftar Pernyataan
YA TIDAK
1 Mendonorkan darah dilakukan karena dibutuhkan dan tanpa unsur apapun
2 Sebelum melakukan kegiatan mendonor darah, anda sangat memerlukan
informasi penting tentang kegiatan donor darah tersebut
3 Kegiatan mendonorkan darah sangat berguna bagi anda.
4 Kegiatan mendonorkan darah dapat membuat badan sehat serta dapat
mengetahui tentang keadaan kesehatan diri sendiri.
5 Sebaiknya seseorang dapat mendonorkan darahnya ketika berusia 18 tahun.
6 Kegiatan mendonorkan darah tidak memandang permasalahan gender atau
jenis kelamin.
7 Kegiatan mendonorkan darah dapat dilakukan apabila beberapa syarat yang
ditentukan dipenuhi oleh si pendonor.
8 Syarat dan ketentuan untuk mendonorkan darah merupakan hal yang paling
utama sebelum dilakukannya kegiatan donor darah
9 Mendonorkan darah dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan tubuh
10 Mendonorkan darah merupakan suatu kegiatan peduli sosial yang dilakukan
tanpa pamrih dan hanya tujuan kemanusiaan

Universitas Sumatera Utara


II. SIKAP
Jawaban
No Daftar Pernyataan Setuju Tidak
Setuju
1 Mendonorkan darah harus dilakukan setiap orang
2 Jadwal mendonorkan darah sesuai dengan aturan kesehatan yang telah
ditentukan
3 Saya mau mendonorkan darah walaupun tidak ada perintah dari atasan /
seseorang yang membutuhkan
4 Mendonorkan darah membuat perasaan bahagia karena bisa membantu
menyelamatkan nyawa orang lain
5 Setelah mendonorkan darah maka badan terasa lebih sehat
6 Pendonor darah tidak harus mengetahui kepada siapa darahnya diberikan
7 Saya melakukan donor darah bukan untuk mendapatkan penghargaan dari
orang lain
8 Saya mendonorkan darah karena memang niat dari hati nurani tanpa paksaan
9 Saya melakukan donor darah memang ingin membantu sesama manusia
tanpa melihat suku, agama dan ras
10 Saya melakukan donor darah karena badan saya sehat sehingga dapat
membantu orang yang sakit

III. KEPERCAYAAN
Jawaban
No Daftar Pernyataan Setuju Tidak
Setuju
1 Saya melakukan donor darah karena mendonorkan darah merupakan
pekerjaan yang mulia
2 Saya percaya donor darah bermanfaat meskipun belum ada pembuktian
terlebih dahulu
3 Saya percaya bahwa tidak ada akibat yang timbul setelah mendonorkan darah
4 Saya melakukan donor darah karena dipengaruhi oleh teman yang telah
melakukan donor darah
5 Saya percaya bahwa peralatan donor darah steril
6 Saya percaya darah yang saya donorkan diberikan kepada yang membutuhkan
7 Saya percaya bahwa mendonorkan darah merupakan pekerjaan yang mulia
karena membantu menyelamatkan nyawa orang lain tanpa memandang suku,
agama dan ras
8 Saya percaya selain memberikan sumbangan dana, mendonorkan darah
merupakan salah satu ajaran agama dalam menolong orang lain

Universitas Sumatera Utara


IV. PERILAKU
Jawaban
No Daftar Pernyataan
YA TIDAK
1 Saya mendonorkan darah karena ingin membantu orang lain
2 Saya mendonorkan darah secara rutin sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan
3 Menolong orang lain tidak hanya dengan memberikan materi, tetapi dapat
juga dengan menyumbangkan darah
4 Menurut saya, mendonorkan darah merupakan tindakan peduli sosial yang
benar-benar tanpa pamrih dan atas satu tujuan kemanusiaan
5 Kemauan mendonorkan darah selanjutnya dipengaruhi pengalaman pertama
sekali menjadi pendonor
6 Saya mengajak orang lain untuk menjadi pendonor karena mendonorkan
darah membantu sesama manusia
7 Saya tidak pernah menyesal menjadi pendonor darah
8 Saya bangga menjadi pendonor darah karena telah menyelamatkan nyawa
orang lain
9 Saya menjadi pendonor darah karena keinginan dari hati nurani tanpa
paksaan
10 Mendonorkan darah merupakan pekerjaan yang mulia
11 Saya mendonorkan darah karena ingin membantu menyelamatkan jiwa
seseorang
12 Saya menjadi pendonor darah sukarela karena badan menjadi lebih sehat
13 Saya menjadi pendonor darah tidak untuk mendapatkan uang
14 Saya menjadi pendonor darah tidak untuk dihormati orang lain

---terima kasih---

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai