TESIS
OLEH
ELVINA
157032071
THESIS
By
ELVINA
157032071
TESIS
Oleh
ELVINA
157032071
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperolehgelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
(Elvina )
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum
bila tidak segera diberikan tindakan keperawatan, maka akan berakibat fatal bagi
kelangsungan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah
Bangkinang.
Jenis penelitian observasional analitik dengan desain kasus kontrol dengan
sampel kasus dan kontrol berjumlah 130 bayi. Metode analisis data yang digunakan
meliputi analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara signifikan kejadian asfiksia
neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang dipengaruhi oleh umur
dengan nilai p= 0.005; OR= 2,92; 95% CI= 1,43-5,96, paritas dengan nilai p= 003;
OR= 3,12; 95% CI= 1,52-6,40, usia kehamilan dengan nilai p= < 0.001; OR= 5,8
95% CI= 2,75-12,52, berat bayi lahir dengan nilai p= < 0.001; OR= 3,84 95% CI=
1,85-7,96 dan ketuban pecah dini dengan nilai p= 0.016; OR= 3,01 95% CI= 1,29-
7,00. Analisis regresi logistik mendapatkan faktor yang memiliki pengaruh paling
dominan kejadian asfiksia neonatorum yaitu faktor usia kehamilan, berat bayi lahir
dan ketuban pecah dini.
Untuk mencegah terjadinya kejadian asfiksia neonatorum diharapkan ibu
hamil selalu memeriksakan kehamilannya (antenatal care) secara teratur dengan
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk mendeteksi adanya kelainan
dalam kehamilannya. Dan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai tindakan untuk pencegahan terjadinya asfiksia neonatorum
pada bayi baru lahir.
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, dan segala puji bagi Allah
Tesis ini dapat selesai dengan baik berkat limpahan rahmat dan karunia Allah
SWT, namun dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara.
2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Utara.
4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi
Sumatera Utara.
6. Dr. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang juga
telah banyak meluangkan waktu dan perhatian serta dorongan moril dalam
7. Prof. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku ketua komisi penguji yang telah
ini.
8. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku anggota komisi penguji yang juga
telah memberikan perhatian, bimbingan, dan saran untuk perbaikan tesis yang
lebih baik.
ini.
11. Dr. Wira Dharma, M.K.M selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
lapangan.
13. Ucapan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada kedua orang tua papa
Drs. Syamsuddin J dan mama Nuria serta abang Pascal Putra, abang Firman
Akbar dan adinda Meises Saputri dan seluruh keluarga besar DT. Hasyim
yang penulis banggakan dan cintai yang telah banyak memberikan dukungan
do’a dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis
15. Semua pihak yang telah turut serta membantu pembuatan tesis ini yang tidak
tesis ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu
penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam isi maupun penulisan tesis
ini.
Elvina
157032071
Penulis bernama Elvina, lahir pada tanggal 28 Oktober 1991 di Tanjung Alai.
Berasal dari Tanjung Alai (Riau) dan bertempat tinggal di Tanjung Alai (Riau)
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari, SD Negeri 010 Tanjung Alai
Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2015 dan akan menyelesaikan studi
tahun 2017.
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................ i
ABSTRACT ...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv
LAMPIRAN
No Judul Halaman
No Judul Halaman
CI = Confidence Interval
OR = Odd Rasio
Lampiran 2. Surat Balasan Izin Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang
PENDAHULUAN
indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara nasional
sebagai derajat kesehatan suatu wilayah meliputi umur harapan hidup, angka
kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita dan status
gizi balita/bayi. Dalam mencapai indikator tersebut diperlukan peranan baik dari
dengan umur kehamilan lebih dari 22 minggu yang lahir dalam keadaan meninggal
kelahiran hidup. Faktor-faktor yang memengaruhi AKB salah satu diantaranya yaitu
asfiksia pada bayi baru lahir. Dampak terjadinya asfiksia dapat menyebabkan risiko
kematian BBL, sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan tepat dalam
hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45%
dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari keseluruhan
kematian neonatus, hampir 1 juta kematian neonatus terjadi dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran dan hampir 2 juta kematian terjadi dalam minggu pertama
periode neonatus meningkat meskipun angka kematian pada seluruh anak di bawah
lima tahun menurun. Begitu juga di Indonesia, proporsi kematian anak di bawah 5
tahun pada periode neonatus meningkat dari 48% tahun 2009 menjadi 50% sejak
tahun 2012 dan cenderung menetap hingga tahun 2015. Proporsi kematian anak pada
periode neonatus juga meningkat di seluruh regio WHO selama selang 25 tahun ini
(WHO, 2016). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2014, penurunan angka
saat awal kelahiran. Dari 85% neonatus tersebut, 33% meninggal dalam 24 jam, 25%
meninggal dalam 24-48 jam dan 9% meninggal dalam 48-72 jam. Selain itu, hasil
Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada usia
0-6 hari (Kemenkes, 2015).85% kematian neonatus disebabkan oleh 3 hal utama,
asfiksia, dan infeksi neonatal (WHO & UNICEF, 2013). Di Indonesia, komplikasi
yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah,
juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%),
kongenital.
Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
angka kematian bayi sebesar 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian
balita adalah 26 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian bayi
baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan
penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
Adapun penyebab langsung kematian bayi baru lahir 29% disebabkan BBLR, asfiksia
(13%), tetanus (10%), masalah pemberian makan (10%), infeksi (6,7%), gangguan
jumlah kematian bayi di Provinsi Riau sebanyak 8,8 per 1.000 kelahiran hidup. Dan
angka kematian bayi di Kabupaten Kampar sebanyak 1,3 per 1.000 kelahiran hidup.
(Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten
Kampar, Angka Kematian Bayi pada tahun 2014 paling banyak disebabkan: BBLR
(34%), asfiksia (28%), kelainan konginetal (8%), tetanus neonatorum (0,29 %),
Asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kristiyanasari, 2010).
Asfiksia sangat berpengaruh pada bayi karena asfiksia juga berarti hipoksia yang
progesif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh
kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat
menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan kematian. Asfiksia
adalah salah satu faktor yang menyebabkan kematian neonatal, sedangkan bayi yang
dapat bertahan hidup akibat asfiksia dapat mengalami komplikasi neurologis seperti
cedera otak parah. Cedera otak parah membuat perkembangan kognitif terhambat,
gangguan pada bayi, salah satunya adalah risiko terjadinya bayi dengan asfiksia.
Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang
menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score menit pertama setelah
lahir (Manuba, 2010). Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi maka makin
tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Makin rendah berat bayi lahir maka makin tinggi
2012).
Faktor risiko untuk terjadinya asfiksia neonatorum adalah faktor ibu (masa
gestasi, penyakit ibu, primi tua, riwayat obstetri jelek, ANC (ante natal care), paritas,
panggul sempit, dan status gizi), faktor janin (berat lahir, kelainan konginetal,
kehamilan ganda, kelainan letak dll), faktor persalinan (partus lama, kelahiran
signifikan antara enam faktor yang menentukan kejadian asfiksia neonatorum yaitu
paritas, hipertensi, anemia, preeklampsia, perdarahan ante partum dan berat badan
lahir rendah. Pada tahun 2014 penelitian yang dilakukan oleh Rupiyanti menyatakan
bahwa faktor yang berhubungan dengan asfiksia adalah prematuritas, berat badan
lahir bayi, ketuban pecah dini, partus macet dan persalinan letak sungsang
antara kehamilan post term dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dan besar
risiko terjadinya asfiksia 4 kali lebih besar pada persalinan dengan kehamilan post
term daripada kehamilan aterm. Hasil penelitian Lestari, dkk (2014) menunjukkan
ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir di
RSUD Wonosari tahun 2014 dengan nilai p-value sebesar 0,03 dan hasil odds ratio
(OR= 2,591). Penelitian Ussy (2014) menyimpulkan bahwa semakin muda usia
kehamilan (prematur atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu) dan semakin
rendah berat lahir bayi (bayi berat lahir rendah atau berat kurang dari 2500 gram)
pada tahun 2015 jumlah bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 63 bayi baru lahir
atau 5,1% dari jumlah persalinan sebanyak 1.234 persalinan, sedangkan pada tahun
sebanyak 1.302 persalinan. Berdasarkan survei yang didapatkan angka kematian bayi
yang disebabkan asfiksia adalah 9 bayi baru lahir atau 6,8% dari yang mengalami
asfiksia. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan kejadian
asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir periode 2015-2016 (Rekam Medik RSUD
Bangkinang, 2016).
Hasil survei risiko tinggi yang ditemukan di RSUD Bangkinang antara lain
masa gestasi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau usia kehamilan lebih
dari 42 minggu, berat lahir bayi, persalinan spontan dengan lama persalinan, ketuban
pecah dini (KPD) dan persalinan dengan tindakan. Hal ini dapat berakibat buruk pada
bayi yang akan dilahirkan diantaranya kejadian asfiksia neonatorum. Namun faktor
risiko tersebut belum diketahui secara pasti apakah ada pengaruh terhadap kejadian
kehamilan, pertolongan persalian dan perawatan bayi baru lahir. Berbagai upaya yang
dinilai mempunyai dampak paling besar tehadap penurunan angka kematian, upaya
pendayagunaan perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dasar dan
kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir periode 2015-2016 dan terdapat 9
bayi meninggal yang disebabkan asfiksia dari 131 bayi yang mengalami asfiksia pada
tahun 2016. Hal ini akan menjadi penyebab tingginya Angka Kematian Bayi (AKB)
di Indonesia.
1.4 Hipotesis
a. Ada pengaruh antara umur ibu dengan kejadian Asfiksia Neonatorum pada
b. Ada pengaruh antara paritas dengan kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi
d. Ada pengaruh antara berat bayi lahir dengan kejadian Asfiksia Neonatorum
Adapun manfaat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi
dan masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA)
dalam upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia
neonatorum.
TINJAUAN PUSTAKA
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu
melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan
perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena
disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik di lapangan atau di rumah sakit
rujukan di Indonesia.
2.1.1 Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia adalah kegagalan untuk
memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru
lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia
(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia
Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat
(Dewi, 2013).
keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai
dengan:
hypoxic–ischemia encephalopathy;
(Purnamaningrum, 2012).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila
proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat memengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada bayi
yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam
periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,
secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai
apnea primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot
yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya.
dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan
riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat
dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusat, atau masalah yang memengaruhi kesejahteraan bayi selama atau
sesudah persalinan.
2.1.2 Etiologi
kemudian diikuti dengan pernafasan teratur. Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi
jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan transport oksigen dari ibu
ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera
setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan
asfiksia janin. Oleh karena itu, evaluasi atau penilaian keadaan janin selama
kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi atau
koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Apabila kelainan tidak
dapat diatasi dan keadaan bayi telah mengizinkan, maka terminasi kehamilan dapat
dipikirkan.
Asfiksia pada bayi baru lahir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
1. Faktor Ibu
Faktor ibu merupakan suatu kondisi atau keadaan ibu yang dapat mengakibatkan
aliran darah dari ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin
menjadi berkurang, mengakibatkan suatu kondisi gawat janin dan akan berlanjut
a. Hipoksia Ibu
atau anestesi dalam. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asfiksia
neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia
ibu dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Umur muda (< 20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ
reproduksi) maupun secara mental. Umur > 35 tahun secara fisik ibu mengalami
sehingga dapat mengakibatkan asfiksia bayi baru lahir serta gawat janin karena
kehamilan maupun persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rehana Majeed
menjelaskan usia yang kurang dari 18 tahun dan usia lebih dari 35 tahun menjadi
penyebab asfiksia neonatorum pada bayi. Pertambahan umur akan diikuti oleh
akan memengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana
Seorang wanita pada rentang usia 20-35 tahun pada umumnya telah
memutuskan untuk menikah dan memiliki anak. Dari segi kesehatan ibu yang
berumur < 20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, begitu
sebaliknya yang berumur > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik
seperti saat ibu berusia 20–35 tahun. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun
merupakan umur yang tidak reproduktif atau umur tersebut termasuk dalam
resiko tinggi kehamilan. Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada
kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda atau remaja dibawah
usia 20 tahun akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,
hal ini disebabkan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai
anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan
kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
c. Paritas Ibu
Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3
merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1
dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan
perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu),
dalam kehamilan, persalinan dan nifas.Paritas 1 berisiko karena ibu belum siap
paritas > 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.
previa, rupture uteri, solution plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya
umur muda (<20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ
terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas diata 4 dan umur (>35), secara
kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut
dari hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan
baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian disusul dengan pernapasan
teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari
hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun karena efek hipertensi dan
untuk bayi yang ada di dalam rahim. Tekanan darah tinggi tidak hanya
menyebabkan masalah seperti preeklamsia dan juga kondisi kesehatan ibu yang
buruk saat hamil. Tekanan darah akan memberi dampak langsung pada pasokan
oksigen di tubuh janin. Hal inilah yang menyebabkan bayi akan mengalami sesak
nafas sehingga tidak bisa bernafas dengan baik setelah dilahirkan. Bahkan jika
keracunan kehamilan yang sangat berbahaya untuk ibu dan janin. Dan
sebenarnya darah tinggi pada ibu hamil bisa diatasi dengan cara mencegah
Selain tekanan darah tinggi maka bahaya tekanan darah rendah pada ibu hamil
juga bisa menjadi penyebab asfiksia pada bayi baru lahir. Ketika ibu terkena
tekanan darah rendah maka jumlah darah dalam tubuh ibu menjadi lebih sedikit.
Ini akan menganggu jumlah hemoglobin yang ada dalam tubuh ibu sehingga
kadar oksigen dalam tubuh bayi juga bisa berkurang dengan cepat. Bahkan jika
ibu terkena tekanan darah rendah maka organ bayi mungkin juga tidak
berkembang dengan sempurna. Untuk mengatasi hal ini maka proses persalinan
yang terbaik akan disarankan oleh dokter. Selain itu penyebab ibu hamil darah
Ketika ibu hamil tidak memiliki cukup zat besi maka ibu bisa terkena anemia.
Anemia pada ibu hamil memang termasuk kasus yang sangat sering terjadi.
Kebutuhan zat besi pada ibu hamil memang lebih banyak karena tubuh ibu hamil
juga harus mendapatkan hemoglobin yang cukup. Kemudian jika ibu hamil
terkena anemia maka bayi juga akan kekurangan zat besi dan hemoglobin rendah
saat hamil. Akibatnya maka tubuh bayi tidak memiliki sel darah merah yang
cukup. Dan kondisi ini membuat kadar oksigen dalam tubuh bayi sangat rendah.
Biasanya hal ini akan menyebabkan bayi terkena asfiksia awal sejak masih dalam
ngantuk dan menjadi penyebab sering pusing saat hamil (Prasetyawati, 2012).
2. Faktor Plasenta
Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk
oksigen, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa
metabolisme janin dan CO2. Menurut penelitian Carolyn Salafia, gangguan yang
memberikan latar belakang untuk membantu interpretasi dari urutan kejadian yang
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,
asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
a. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insidensi plasenta
previa adalah 0,4% - 0,6 % , perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-
kira 20 % dari semua kasus perdarahan ante partum. Sebanyak 70% pasien
perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak
sengaja dengan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan.
rahim.
b. Solusio Plasenta
normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan
dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. Terlepasnya
dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit
3. Faktor Neonatus
asfiksia pada bayi baru lahir walaupun kadang-kadang tanpa didahului adanya
a. Prematur
Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur
kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga
pembentukan membrane hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang
mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan. Bayi lahir kurang bulan
mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk
bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh
bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum
Umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan, misalnya gawat janin atau
stres janin saat proses kelahirannya. Kegagalan pernafasan pada bayi prematur
pernafasan.
Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi 42
minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena fungsi plasenta yang tidak
oksigen dari ibu ke janin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada
hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan
panas masih rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan
mudah terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu
2015).
c. Kehamilan Ganda
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan
ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi.
Pertumbuhan janin pada kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta apakah
menjadi satu atau bagaimana lokasi implementasi plasentanya. Hal ini dikuatkan
salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung
(BAPELKES, 2014).
4. Faktor Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari
uterus melalui vagina kedunia luar yang kurang. Menurut Manuaba, persalinan adalah
proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat
hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan
disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada
b. Persalinan Lama
Persalinan lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Partus lama masih merupakan
2,8% - 4,9%. Persalinan pada primipara biasanya lebih lama 5 - 6 jam dari pada
terhadap ibu maupun pada bayi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan
Partus lama menimbulkan efek berbahaya bagi ibu dan janin, beratnya cedera
dengan cepat setelah waktu 24 jam. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi
semakin memperburuk bahaya bagi ibu sedangkan bahaya bagi janin semakin
lama persalinan semakin tinggi morbiditas dan mortalitas janin dan semakin
semakin tinggi morbilitas janin dan sering terjadi asfiksia akibat partus lama.
memerlukan perawatan yang khusus. Bahaya partus lama lebih besar lagi apabila
kepala bayi macet di perineum untuk waktu yang lama dan tengkorak kepala janin
terus terbentur pada panggul ibu. Pada partus lama kala II, bradikardia janin
kadang terjadi ketika ibu menahan nafas dalam waktu lama, dan usaha mengejan
ibu dapat meningkatkan tekanan terhadap kepala janin. Efek pada janin
mengakibatkan oksigen dalam darah turun dan aliran darah ke plasenta menurun
sehingga oksigen yang tersedia untuk janin menurun, pada akibatnya dapat
Ketuban Pecah Dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri. Hal ini dapat terjadi pada akhir
adalah salah satu kejadian yang diluar normal atau semestinya terjadi pada ibu
waktu kehamilan. Tidak semua ibu yang bersalin normal akan mengalami hal
yang normal terhadap kehamilan mereka, namun ada juga yang mengalami
2.1.4 Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient), proses ini
kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan memengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan
kematian. Asfiksia yang tejadi dimulai dengan suatu periode apnu ( primary
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua ( secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.
metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme
terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain
dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi
kematian.
perubahan sebagai berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru.
Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah
banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi
udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis.
dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan
paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan
aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang
a. “Vigorous baby”, nilai Apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat
kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas
tidak ada
Nilai Apgar merupakan metode obyektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir
dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan
dan keberhasilan tindakan resusitasi. Nilai Apgar dinilai pada menit 1 kemudian pada
menit ke 5. Jika dinilainya pada menit ke 5 kurang dari 7, tambahan penilaian harus
dilakukan setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai ini tidak digunakan untuk memulai
tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis asfiksia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi
juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai dengan
1. Anamnesa
2. Pemeriksaan Fisik
2.1.7 Pencegahan
neonatorum. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi
saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Bila ibu memiliki faktor
risiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia neonatorum, maka langkah-
langkah antisipasi sangat perlu dilakukan yaitu dengan langkah promotif dan
preventif :
kejadian gawat janin saat kehamilan dan ibu hamil risiki tinggi, ketika persalinan
nanti bayinya terjadi asfiksia dapat dirujuk dengan cepat dan tepat
Tingginya angka kematian bayi dan balita tidak dapat dibiarkan begitu saja,
manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan intervensi yang tepat
untuk mengurangi angka kematian tersebut. Intervensi yang efektif hanya dapat
Penyebab angka kematian bayi yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak
langsung. Salah satu penyebab tidak langsung adalah asfiksia pada bayi baru lahir.
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan
teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Faktor risiko untuk terjadinya asfiksia neonatorum
adalah faktor ibu (hipoksia, umur, paritas, hipertensi dan anemia), faktor plasenta
(solusio plasenta, plasenta previa), faktor neonatus (berat lahir, kelainan konginetal,
Sejalan dengan hal tersebut, terdapat keterkaitan antara faktor sosial ekonomi dengan
kelangsungan hidup anak. Hubungan ini dapat dijelaskan oleh Teori Mosley dan
Determinan kelangsungan hidup anak (child survival) menurut Mosley dan Chen
1. Faktor Ibu
Kelangsungan hidup anak salah satunya dipengaruhi oleh faktor ibu yaitu
Dari Segi Umur Ibu, Paritas/Jumlah Anak Dan Jarak Kelahiran. Masing-
tambah dengan umur ibu yang muda.Umur seorang ibu akan berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup anak, karena seorang ibu hamil yang umurnya msih
tergolong usia muda akan mempengaruhi kelangsungan hidup anak masa yang
akan datang yaitu dalam hal merawat anak. Ibu tersebut memiliki pengetahuan
yang kurang dalam hal perawatan anak, khususnya sewaktu bayi dalam
perhatikan selama kehamilan. Selain hal tersebut umur ibu akan berpengaruh
terhadap risiko tinggi yang akan dialaminya sewaktu persalinan. Selain umur ibu,
jarak kelahiran seorang ibu juga berdampak terhadap kelangsungan hidup anak
2. Pencemaran Lingkungan
Lingkungan”. Dalam kondisi lingkungan yang optimal sekitar 95% bayi baru
anak adalah:
• Udara
• Air
hidup anak. Pencemaran lingkungan berkaitan dengan penularan penyakit dari ibu
keanaknya.
3. Kekurangan Gizi
baik Gizi Mikro maupun Gizi Makro. Gizi merupakan hal yang sangat penting
mendapatkan gizi yang cukup sejak dalam kandungan akan berpengaruh terhadap
Gizi dan diet ibu selama hamil mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan, dan
selama masa menyusui memengaruhi jumlah dan kualitas gizi susu ibu.
Persediaan gizi untuk bayi (atau ibu selama hamil dam menyusui) dapat diukur
kurang cermat dapat diperoleh dengan mengamati apa yang dimakan, atau dengan
cara mengingat riwayat diet. Pengukuran-pengukuran yang lebih kasar ini dapat
Kekurangan gizi tertentu dalam makanan dapat juga diukur dengan ukuran-
4. Kecelakaan
Kecelakaan adalah salah satu faktor determinan kelangsungan hidup anak baik
sedangkan kecelakaan yang tidak disengaja adalah abortus yang dialami seorang
ibu hamil sehingga janin yang ada dalam kandungan tidak dapat menikmati hidup
diluar rahim. Hal ini akan berdampak terhadap kelangsungan hidup anak tersebut.
preventif yang diambil oleh orang sehat untuk mencegah penyakit. Hal ini meliputi
tingkah laku tradisional seperti mengikuti hal-hal tabu dalam masyarakat, dan
antenatal (sebelum lahir). Komponen kedua dalam kategori ini adalah perawatan
juga kesakitan seseorang. Dalam hal ini untuk mencapai kesehatan yang baik maka
demikian juga dengan kesakitan. Dengan adanya kesakitan maka diperlukan suatu
atau akibat kumulatif dari berbagai penyakit. Kematian anak jarang disebabkan
DETERMINAN SOSIAL
EKONOMI
Pencegahan Pengobatan
sebagai berikut : variabel dependen dalam penelitian ini adalah Asfiksia Neonatorum
ibu, paritas, usia kehamilan, berat badan lahir dan ketuban pecah dini. Kerangka
Variabel Independen
Faktor Ibu :
1. Umur ibu
2. Paritas
3. Usia Kehamilan
Variabel Dependen
Faktor Neonatus:
Berat badan lahir
Asfiksia
Neonatorum
Faktor Persalinan
Ketuban Pecah Dini
METODE PENELITIAN
desain case control dengan memilih ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia
neonatorum sebagai kasus dan ibu yang melahirkan bayi tanpa asfiksia
neonatorum sebagai kontrol. Adapun alasan menggunakan desain ini karena studi
status paparannya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari catatan rekam medik ibu yang dirawat di RSUD Bangkinang tahun 2016,
kemudian secara retrospektif diteliti faktor risiko sehingga dapat menjelaskan faktor–
Agustus 2017.
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan dana, tenaga
dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk
itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (Sugiyono,
2011).
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini semua ibu yang melahirkan bayi dan dirawat di
RSUD Bangkinang periode Januari 2016 sampai 31 Desember 2016 berjumlah 1.302
orang.
b. Kelompok Kontrol : data ibu yang melahirkan bayi non asfiksia neonatorum
(Lameshow,et.al,1997)
(OR) P2
P1 = ------------------------
(OR) P2 + (1 – P2)
hasil penelitian terdahulu. Berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan peneliti
Variabel Peneliti P1 P2 OR P n
Umur Herianto (2013) 0,47 0,198 3,55 0,334 38
Paritas Herianto (2013) 0,67 0,365 3,49 0,517 40
Usia kehamilan Ussy (2014) 0,54 0,143 7,2 0,343 14
Berat lahir bayi Herianto (2013) 0,33 0,125 3,5 0,455 49
Ketuban pecah dini Lestari (2014) 0,54 0,307 2,591 0,421 63
Berdasarkan dari penyajian Tabel 3.1 diatas digunakan P2 dan OR dari hasil
penelitian Lestari sebagai dasar perhitungan sampel, hal ini didasarkan pada OR
yang paling kecil untuk mendapatkan besar sampel minimal. Perhitungan variabel
jumlah sampel sebanyak 63 bayi, maka jumlah sampel untuk kasus ditetapkan
sebanyak 65 orang dengan perbandingan kasus kontrol 1:1, sehingga jumlah sampel
kontrol sebanyak 65 orang. Dengan demikian jumlah sampel seluruhnya adalah 130
orang.
Pemilihan sampel dengan cara mengumpulkan data ibu yang melahirkan di RSUD
tentukan N populasi misalnya dalam penelitian ini ingin diambil 65 responden dari
1.171 populasi yang ada, probabilitas untuk terambil sampel adalah 1.171/65 = 18,
sampel. Untuk menentukan responden yang pertama kali di jadikan sampel nomor
urut responden 1-18 di undi, dalam penelitian ini responden dengan nomor urut 18
terpilih sebagai sampel pertama. Tiap ibu yang melahirkan ke-18 diambil sebagai
sampel, sehingga pada akhirnya yang diikut sertakan dalam sampel adalah nomor 18,
36, 54, 72 dan seterusnya sampai didapatkan jumlah responden untuk kontrol
sebanyak 65 responden.
neonatorum (kasus) sebanyak 65 bayi dan tidak asfiksia 1.171 bayi (kontrol). Untuk
pengambilan sampel kasus dan kontrol dengan cara sistematis random sampling
(Murti B, 2013).
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber
dari catatan rekam medik ibu yang melahirkan sebanyak 1.302 status ibu (kasus dan
kontrol), baik yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum maupun non asfiksia
Januari sampai dengan Desember 2016, dalam pengumpulan data penulis dibantu
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen, yaitu kejadian
asfiksia neonatorum dan terdiri dari variabel independen, yaitu umur ibu, paritas, usia
a. Asfiksia Neonatorum
Adalah riwayat bayi baru lahir pada menit pertama dan menit kelima setelah
lahir gagal bernafas secara spontan dengan nilai APGAR ≤ 6 sesuai dengan
diagnosa dokter/bidan.
adalah bayi lahir dengan tangisan kuat, bernafas baik dan gerakan aktif
a. Umur ibu adalah usia ibu saat melahirkan bayi pada tahun 2016
b. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu baik hidup maupun mati,
kehamilan ibu yang berisiko yaitu paritas kurang atau sama dengan satu dan
lebih dari empat orang dan tidak berisiko dua dan empat orang.
c. Usia kehamilan adalah lama waktu kehamilan ibu yang dikatagorikan usia
kehamilan yang berisiko yaitu kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42
d. Berat bayi lahir adalah berat badan bayi baru lahir yang katagorikan
e. Ketuban Pecah Dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah
membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri sesuai dengan catatan pada
status pasien.
asfiksia neonatorum dan tidak yaitu bayi tidak asfiksia neonatorum. Penilaian
risiko dengan kejadian asfiksia neonatorum dan kategori 1 yang tidak masuk
berdasarkan catatan yang ada pada status pasien sesuai dengan variabel yang diteliti.
Data yang dikumpulkan dari catatan rekam medik akan dianalisa secara
Daftar isian yang telah diisi pada saat pengumpulan data dicek tentang
kelengkapan data, dalam pengumpulan data tidak dijumpai kekurangan maka tidak
dalam komputer.
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
yaitu variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan test kemaknaan
variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p, bila dari hasil perhitungan
statistik nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi
berikut :
A/C AD
𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = =
B/D BC
c. Analisis Multivariat
Logistik dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan nilai p < 0,025
suatu hasil dapat dilakukan dengan metode regressi logistik dengan rumus:
1
𝑓(𝑦) =
1+𝑒 B0+B1XI+B2X2+B3X3+... Bi Xi
HASIL PENELITIAN
Daerah Kabupaten Kampar yang berdiri sejak Pemerintahan Hindia Belanda dan
diresmikan menjadi Rumah Sakit milik Pemerintah pada tahun 1979, memiliki letak
yang strategis di pinggir jalan raya Riau-Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sejak
tahun 1981 RSUD Bangkinang hanya tergolong rumah sakit Type-D. Sesuai dengan
Bangkinang diakui sebagai rumah sakit yang tergolong tipe C, dan pada tanggal 19
Desember 2011 RSUD Bangkinang menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
penetapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang sebagai satuan kerja
Rumah Sakit Umum Daerah termasuk salah satu Organsiasi Sosial yang
dalampelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Saat ini dengan tingginya
pelayanan kesehatan di rumah sakit, hal ini mendorong rumah sakit untuk
dan memuaskan.
VISI:
MISI:
sertamenyenangkan pelanggan.
variabel bebas maupun variabel terikat. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat
dengan menggunakan test kemaknaan berupa test 𝑥 2 (chi square) dengan derajat
hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p,
bila dari hasil perhitungan statistik nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik
bermakna yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk
independen
Data karakteristik responden dilihat dari segi umur ibu, paritas, usia
kehamilan, berat bayi lahir, ketuban pecah dini dan kejadian asfiksia pada penelitian
Pada kelompok kasus proporsi umur ibu berisiko (<20, >35 tahun) sebanyak
42 orang (64,6%) dan pada kelompok kontrol umur ibu yang berisiko (<20, >35
tahun) sebanyak 25 orang (38,5%). Pada Kelompok kasus proporsi umur ibu yang
tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 23 orang (35,4%) dan pada kelompok kontrol
umur ibu yang tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 40 orang (61,5%).
nilai p (value) = 0,005 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,005< 0,05 yang berarti
menunjukan ada pengaruh antara umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum pada
bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa umur ibu mempunyai peluang 2,92
kali untuk berisiko mengalami kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir
dibandingkan dengan umur ibu yang tidak berisiko sebesar 2,92 (95% CI 1,43 –
5,96).
50 n=23
n=40
35,4% Berisiko (<20,
40 38,5%
>35 tahun)
30 Tidak Berisiko
(20-35 tahun)
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65
Gambar 4.1 Distribusi Proporsi Umur Ibu yang Melahirkan dalam Kelompok
Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang
Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2016
Pada kelompok kasus proporsi paritas yang berisiko (<1, >4) sebanyak 40
orang (61,5%) dan pada kelompok kontrol paritas yang berisiko (<1, >4) sebanyak 22
orang (33,8%). Pada Kelompok kasus proporsi paritas yang tidak berisiko (2-4)
sebanyak25 orang (38,5%) dan pada kelompok kontrol paritas yang tidak berisiko (2-
nilai p (value) = 0,003 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,003< 0,05 yang berarti
menunjukan ada pengaruh antara paritas dengan kejadian asfiksia neonatorum pada
bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa paritas mempunyai peluang 3,12
dibandingkan dengan paritas yang tidak berisiko sebesar 3,12 (95% CI 1,52 – 6,40).
berikut ini :
n=43
n=40
70 66,2%
61,5%
60
50 n=25
38,5 % n=22
40 33,8%
Berisiko (≤1, >4)
30 Tidak Berisiko (2-4)
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65
Pada kelompok kasus proporsi usia kehamilan yang berisiko (<37, >42 minggu)
sebanyak 45 orang (69,2%) dan pada kelompok kontrol usia kehamilan yang berisiko
(<37, >42 minggu) sebanyak 24 orang (27,7%). Pada Kelompok kasus proporsi usia
kehamilan yang tidak berisiko (37-42 minggu) sebanyak 20 orang (30,8%) dan pada
orang (72,3%).
nilai p (value) = < 0,001 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang
berarti menunjukan ada pengaruh antara usia kehamilan dengan kejadian asfiksia
neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa usia kehamilan berisiko mempunyai
peluang 5,8 kali untuk terjadinya asfiksia neonatorum dibandingkan dengan usia
n= 47
n=45
80 72,3%
69,2%
70
60
50
Berisiko (<37, >42
n=20 n=18
40 minggu)
30,8% 27,7%
30 Tidak Berisiko (37-42
minggu)
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65
Pada kelompok kasus proporsi berat bayi lahir yang berisiko (<2500 gr)
sebanyak 45 orang (69,2%) dan pada kelompok kontrol berat bayi lahir yang berisiko
(<2500 gr) sebanyak 24 orang 36,9%. Pada Kelompok kasus proporsi berat bayi lahir
yang tidak berisiko (>2500 gr) sebanyak 20 orang (30,8%) dan pada kelompok
kontrol berat bayi lahir yang tidak berisiko (>2500 gr) sebanyak 41orang (63,1%).
nilai p (value) = < 0,001 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang
berarti menunjukan ada pengaruh antara berat bayi lahir rendah dengan kejadian
asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa berat bayi lahir dengan
dibandingkan dengan berat bayi lahir yang normal sebesar 3,84 (95% CI 1,85 –
7,96).
Pengaruh berat bayi lahir dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65
Pada kelompok kasus proporsi ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD)
sebanyak 55 orang (84,6%) dan pada kelompok kontrol ibu yang mengalami ketuban
pecah dini (KPD) sebanyak 42 orang (64,6%). Pada Kelompok kasus proporsi ibu
yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 10 orang (15,4%) dan
pada kelompok kontrol ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD)
nilai p (value) = 0,016 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,016< 0,05 yang berarti
menunjukan ada pengaruh antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia
neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa terjadinya ketuban pecah dini
Pengaruh berat bayi lahir dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada
n=55
90 84,6%
80 n=42
70 64,6%
60
50 n=23
35,4% Ya
40
Tidak
30 n=10
15,4%
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65
pengaruh paling besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum
Daerah Bangkinang tahun 2016. Analisis multivariat yang digunakan uji regresi
logistik ganda. Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel yang diduga berpengaruh
dini. Tahap selanjutnya seluruh variabel ini dimasukkan sebagai kandidat untuk
neonatorum pada bayi baru lahir. Dalam pemodelan ini semua variabel yang memiliki
nilai p < 0,025 pada analisis bivariat akan dimasukkan ke dalam uji regresi logistik
Seluruh variabel dengan nilai p < 0,05 maka masuk sebagai kandidat model,
sehingga secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh umur,
paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini sebesar 76,2%
Variabel yang sangat berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum pada bayi
diketahui dari nilai koefisien B. Adapun persamaan regresi logistik yang diperoleh
sebagai berikut :
P(X)= 1
Keterangan :
Nilai P sebesar 0,762 artinya ibu hamil berpeluang melahirkan bayi dengan
kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir sebesar 0,762 atau 76,2%.
paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini terhadap kejadian
asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Berdasarkan hasil uji regresi logistik pada
Tabel 4.7 dari 5 variabel (umur, paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban
pecah dini) ternyata tiga variabel yang berpengaruh yaitu usia kehamilan, berat bayi
lahir dan ketuban pecah dini. Diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk usia kehamilan
sebesar 4,919 dengan p value 0,000 berarti usia kehamilan berpeluang 4,9 kali untuk
mengalami asfiksia neonatorum. Nilai koefisien eksp (B) untuk berat bayi lahir
sebesar 2,873 dengan p value 0,012 berarti berat bayi lahir berpeluang 2,8 kali untuk
mengalami asfiksia neonatorum. Nilai koefisien eksp (B) untuk ketuban pecah dini
PEMBAHASAN
Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, tetapi
umur berpengaruh terhadap proses reproduksi.Umur kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru
lahir. Hasil uji statistik Chi-square diperolehnilai p (value) = 0,005 pada α = 0,05.
Karena nilai p (value) 0,005< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara
umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio
diketahui bahwa umur ibu mempunyai peluang 2,92 kali untuk berisiko mengalami
kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dibandingkan dengan umur ibu
yang tidak berisiko sebesar 10,5 (95% CI 2,6-40,9). Hal ini disebabkan ibu berusia
di bawah 20 tahun (usia muda) dan ada ibu yang berusia diatas 35 tahun (usia tua),
yang mempengaruhi dari kesiapan alat reproduksi dan kemampuan psikologis ibu
dalam melahirkan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) ada
hubungan faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia dapat dilihat dari faktor
ibu yang meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan dan paritas
ibu. Umur muda (< 20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ
Menurut hasil penelitian Yuliana (2012) bahwa umur muda (< 20 tahun)
berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara
yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur
tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani
plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya
asfiksia bayi baru lahir. Juga mengemukakan hasil penelitian Hartatik dan Yuliaswati
Umur kehamilan yang berisiko di bawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun,
seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan berat lahir kurang. Hal ini disebabkan
karena wanita yang hamil muda belum bisa memberikan suplai makanan dengan baik
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan
pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat
reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Hal ini sesuai dengan pendapat
Prawirohardjo, 2012, bahwa umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada
sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi
penerus dapat terjamin. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan
Hal ini juga sejalan dengan pendapat ( Kristiyanasari, 2010) bahwa umur ibu
yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan
bayi asfiksia. Untuk usia ibu yang melahirkan lebih dari 35 tahun, maka pada wanita
umur tersebut ada kecenderungan besar untuk terjadinya pre eklamsi dan hipertensi
memengaruhi organ tubuh seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan berat lahir
kurang. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil muda belum bisa memberikan
suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke janin di dalam rahimnya (Marmi,
2012).
Penelitian Almeida et al (2015) menyatakan bahwa ibu dengan usia yang tua
(mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap keluaran perinatal (OR : 0,59, CI 95% =
kehamilan, paritas, dan terutama pada tingkat pendidikan wanita hamil. Dan
penelitian Koirala dkk (2013) menunjukkan bahwa ibu dengan usia berisiko
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan
padausia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat
reproduksiibu belum siap untuk hamil.Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh
pada kesiapan ibu untuk menerimatanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun)
reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa
usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 35 tahun.
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada
terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Hasil uji statistik chi – squareuji
Chi-square diperoleh nilai p (value) = 0,003 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)
0,003< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara paritas dengan kejadian
asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa paritas
sebesar 3,12 (95% CI 1,52 – 6,40). Ibu yang baru pertama kali melahirkan cenderung
mengalami kesulitan dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan, hal ini
disebabkan karena ibu dengan paritas primipara akan mengalami kesulitan saat
persalinan akibat otot-otot masih kaku dan belum elastis sehingga akan memengaruhi
ibu dengan paritas multipara mengalami kelemahan ataupun kurangnya kekuatan otot
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuliana (2012) bahwa primiparity
merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas
asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk
perdarahan, plasenta previa, ruptur uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan
terjadinya asfiksia bayi baru lahir. Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 42
minggu (posterm) berisiko 3,571 kali lebih besar melahirkan bayi yang mengalami
asfiksia dibandingkan dengan ibu hamil kurang dari 42 minggu (aterm).Pada anak
pertama adanya kekakuan dari otot atau cervik yang kaku memberikan tahan yang
jauh lebih besar dan dapat memperpanjang persalinan, sedangkan pada anak ke empat
atau lebih adanya kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang
dinding rahim dan dinding perut sudah kendor, kekenyalan sudah berkurang hingga
persalinan.
merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas
asfiksia, sedangkan paritas >4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk
terjadinya asfiksiabayi baru lahir (Kusmiyati, 2015). Dan penelitian Koirala dkk
umur muda (<20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ
merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas
asfiksia, sedangkan paritas diata 4 dan umur (>35), secara fisik ibu mengalami
untuk terjadi perdarahan, ruptur uteri, solusio plasenta yang dapat berakhir dengan
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pasca (2013)
neonatorum pada bayi baru lahir dengan nilai p= 0.007.Dan juga penelitian dari
Sabine, dkk (2013) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ibu
teori yang menyatakan bahwa paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit
ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score
letak ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin.Hal ini dapat
mempengaruhi suplai gizi maupun oksigen dari ibu ke janin dan semakin tinggi
paritas maka risiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia juga akan semakin tinggi
(Prawirohardjo, 2012).
Hasil uji Chi-quare menunjukkan bahwa p (value) = < 0,001 pada α = 0,05.
Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara
usia kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui
bahwa usia kehamilan berisiko mempunyai peluang 5,8 kali untuk terjadinya asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan usia kehamilan yang tidak berisiko sebesar 5,8
(95% CI 2,75 – 12,52). Dan dari hasil analisa multivariat diperoleh nilai koefisien
eksp (B) untuk usia kehamilan sebesar 4,919 yang berarti usia kehamilan berisiko
(2010) yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kehamilan lewat waktu
Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ussy yang dilakukan di RSU PKU
kontrol yaitu sebesar 64,1%, hal ini terjadi karena kehamilanyang berlangsung
selama 42 minggu atau lebih menyebabkan plasenta terus mengalami penuaan yang
pada akhirnya berdampak pada penurunan fungsi plasenta itu sendiri sehingga
terjadigangguan sirkulasi oksigen dari ibu ke janin. Akibat dari kekurangan oksigen
dari ibu maka janin akan buang air besar dalam rahim. Pada saat janin lahir akan
terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran nafas), keadaan inilah yang dapat
Penelitian Farhana, dkk (2014) menunjukkan bahwa kematian bayi yang yang
megalami kejadian asfiksia sebagian besar dipengaruhi oleh usia kehamilan dibawah
mengalami asfiksia karena bayi yang lahir kurang umur akan mengalami kesulitan di
dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Artana, 2012) bahwa kelahiran
bayi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu mempunyai risiko tinggi
prematur juga merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan memberikan
kontribusi lebih terhadap penyebab kematian perinatal pada bayi tanpa kelainan
bawaan.
Hal ini sejalan juga dengan pendapat Chapman (2013) bayi prematur lebih
Katwinkel, bayi prematur (<37 minggu) lebih berisiko untuk meninggal karena
asfiksia. Umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan, misalnya gawat janin
atau stres janin saat proses kelahirannya. Kegagalan pernafasan pada bayi prematur
Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi 42
minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena fungsi plasenta yang tidak maksimal
lagi akibat proses penuaan sehingga mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke
janin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan
dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta
berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali (Kusmiyati,
2015).
Hal yang sama juga diuraikan dari hasil penelitian oleh Nayeri dkk (2012) di
Iran juga menunjukkan bahwa usia kehamilan di bawah 37 minggu memiliki risiko
mengalami kejadian asfiksia 2,57 kali lipat dibandingkan usia kehamilan normal.
merupakan salah satu faktor risiko asfiksia dengan nila p = < 0,001, OR 4,055 (2,939-
kelahiran lewat waktu dan bedah sesar. Bayi prematur dan berat lahir rendah
umumnya kondisi paru belum matang dan kekuatan otot pernafasan masih terbatas.
Pemberian ventilasi dan tindakan resusitasi dibutuhkan pada kelahiran bayi prematur
(Utomo.MT, 2011).
Kehamilan lebih dari 42 minggu juga berisiko asfiksia neonatorum, hal ini
kental dan hijau. Sehinggacairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru dan
menyumbat pernafasan bayi. Janinjuga dapat lahir dengan berat badan yang berlebih
kehamilanmaka berat badan janin akan semakin bertambah. Pada umur kehamilan 28
bayiyang terlalu muda mempunyai prognosis buruk. Lamanya kehamilan mulai dari
ovulasi sampai partus adalah kira– kira 280 hari(40 minggu), dan tidak lebih dari 300
hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan).
sampai dengan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini
bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis buru. Ditinjau dari tuanya kehamilan,
pertama alat–alat mulai dibentuk. Dalam triwulan kedua alat–alat telah dibentuk,
tetapi belum sempurna dan viabilitas janin masih disangsikan. Janin yang dilahirkan
Berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya angka
kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia. Berdasarkan hasil
statistik dengan uji Chi-square diperoleh nilaip (value)= < 0,001 pada α = 0,05.
Karena nilai p (value) = < 0,001, < 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh
antara berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds
untuk berisiko asfiksia neonatorum dibandingkan dengan berat bayi lahir yang
normal sebesar 3,84 (95% CI 1,85 – 7,96).Dan dari hasil analisa multivariat
diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk berat bayi lahir sebesar 2,873 yang berarti
berat bayi lahir berisiko 2,8 kali untuk mengalami kejadian asfiksia neonatorum.
Kejadian asfiksia juga disebabkan karena bayi dengan BBLR tersebut lahir
disebabkan karena kurangnya kebutuhan nutrisi dari tubuh ibu untuk keperluan janin
sehingga ibu mengalami anemia. Bayi dengan berat badan lahir rendah berisiko
sehingga mempengaruhi dari kondisi fisik bayi. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Anita (2013) bahwa bayi dengan BBLR adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Driviana (2011) bahwa hubungan BBLR
Tulungagung tahun 2011 dari uji statistik Chi square dengan signifikan 0.05
didapatkan p value 0,001dimana 0,001 <0,05 yang berarti ada hubungan antara
temuan dilahan bahwa ada hubungan antara bayi BBLR dengan asfiksia dari uji
Asfiksia banyak dialami oleh bayi BBLR dikarenakan bayi BBLR memiliki
paru belum berkembang sehingga belum kuat melakukan adaptasi dari intrauterin ke
fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil,
jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, kapiler-kapiler paru mudah
rusak dan tidak matur, ototpernapasan yang masih lemah sehingga sering terjadi
apneu, asfiksia dan sindroma gangguan pernapasan. Hal ini juga sesuai dengan hasil
antara lain prematur, BBLR, IUGR, gemelli, tali pusat menumbung, kelainan
konginetal (Muslihatun 2010). Masalah jangka pendek yang terjadi akibat BBLR
asfiksia, apneu periodik (henti napas), paru belum berkembang, retrolental fibroplasi
Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan
panas masih rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan mudah
terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu meredam
juga akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap
Salah satu akibat dari berat badan lahir rendah pada bayi adalah
terjadinyaasfiksia. Asfiksia atau gagal nafas secara spontan saat lahir atau beberapa
menit setelahlahir sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini
disebabkan olehkekurangan surfaktan (Ratio lesitin atau sfingomielin kurang dari 2),
pertumbuhan dan perkembangan yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih
lemah dan tulang iga yang mudah melengkung atau pliable thorax. Berat lahir
berkaitan dengan masa gestasi. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi
maka makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya prognosis bayi berat lahir rendah
tergantung berat ringannya masalah perinatal. Makin rendah berat lahir bayi makin
tinggi terjadiya asfiksia dan sindroma pernafasan. Asfiksia atau gagal bernafas secara
spontan saat lahir atau beberapa menit setelah lahir sering menimbulkan penyakit
berat pada BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (ratio lesitin atau
sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan yang belum sempurna,
otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung atau
Penelitian yang dilakukan oleh Gilang menyatakan bahwa dari hasil uji regresi
pada ibu yang melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Berat Bayi
sebesar 53,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan
berat lahir normal. Berat badan bayi mempunyai pengaruh langsung terhadap
beratbadan lahir rendah adalah salah satu penyebab utama untuk menyebabkan
asfiksia lahir. Risiko untuk terjadinya asfiksia lahir lebih tinggi pada bayi berat 1-2
kg (OR 0,13, CI 95%, 0,05-0,32, p = < 0,01) dibandingkan dengan bayi dengan berat
2,5 kg hingga >3,5 kg. Faktor risiko dari janin yang lain adalah oligohidramnion,
Hasil uji uji Chi-square diperolehnilaip (value) = 0,016 pada α = 0,05. Karena
nilai p (value) 0,016< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara ketuban
pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa
terjadinya ketuban pecah dini mempunyai peluang 3,01 kali untuk berisiko asfiksia
neonatorum dibandingkan dengan yang tidak berisiko sebesar 3,01 (95% CI 1,29 –
7,00). Dan dari hasil analisa multivariat diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk
ketuban pecah dini sebesar 3,545 yang berarti ketuban pecah dini berisiko 3,5 kali
asfiksia disebabkan oleh ketuban pecah dini karena saat terjadipengurangan cairan
ketuban dapat meningkatkan kompresi tali pusat dini dan timbulnya berbagai
aliran darah dalam pembuluh darah tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara
ibu danjanin. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari
ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Azusa dkk (2013) yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang
signifikankematian neonatal dini karena asfiksia intrapartum pada bayi baru lahir
yang terpapar pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD).Terjadinya KPD
karena bahwa di dalam persalinan terjadi kekurangan cairan ketuban sehingga janin
tidak terdorong keluar, sehingga memperlambat jalannya aliran darah ke dalam aliran
tali pusat.Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lia (2013) yang
menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat ketuban pecah
dini mempunyai risiko 4,295 kali terhadap kejadian asfiksia dibandingkan dengan
bayi yang dilahirkan dari ibu tanpa riwayat ketuban pecah dini.
Selain itu dengan pecahnya ketuban lebih dini akan terjadi oligohidramnion
yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan
antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2010). Dari penelitian ini juga
menghasilkan nila odd ratioyang menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan riwayat ketuban pecah dini mempunyai risiko 4,295 kali lipat terhadap
ketuban pecah dini. Menurut Nugroho (2010) bahwa komplikasi paling sering terjadi
pada KPD adalah sindrom distress pernafasan (RDS: Respiratory Distress Syndrome)
yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir, sehingga hasil penelitian yang didapatkan
peneliti sesuai dengan teori ini.Ketuban pecah dini merupakan salah satu risiko tinggi
dalam kehamilan dan persalinan. Hal ini juga di ungkapkan dari hasil penelitian yang
asfiksia dengan kehamilan risiko tinggi di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang dengan hasil uji korelasi pearson didapatkan p=0,000 dengan taraf
kepercayaan 0,05.
rawat inap ibu melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang periode 1
Januari – 31 Desember 2016, dan dari catatan rekam medik bayi yang lahir
dengan asfiksia neonatorum(Apgar Skor ≤ 6) dan bayi yang lahir tidak asfiksia
neonatorum(Apgar Skor 7–10). Oleh karena itu variabel yang diteliti terbatas
pada variabel yang tersedia sesuai data pada catatan rekam medik di Rumah
6.1 Kesimpulan
1. Usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini merupakan faktor
neonatorum.
2. Faktor yang paling berpengaruh diantara faktor lain dalam penelitian ini
terhadap kejadian asfiksia neonatorum adalah usia kehamilan, yaitu bayi yang
lahir dengan usia kehamilan <37 minggu atau >42 minggu berisiko 4,9 kali
6.2 Saran
(< 37 minggu) atau kehamilan postmatur (> 42 minggu), bayi yang lahir
dengan berat lahir rendah, ketuban pecah dini, dan lain-lain pada ibu ataupun
neonatorum dapat diatasi dengan baik dan dapat memberikan penyuluhan dan
informasi mengenai faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum pada ibu hamil
3. Institusi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan
asfiksia neonatorum.
kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir ataupun kematian yang
Andi, S.R, 2013. AnalisisFaktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di
RsudSyekh Yusuf Gowa Dan Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar
Alaro, D, 2014. Prevalence and outcomes of acute kidney injury in term neonates
with perinatal asphyxia. African Health Sciences, vol. 14, no. 3,hlm. 682 – 688,
doi :http://dx.doi.org/10.4314/ahs.v14i3.26
Almeida, N.K.O., Almeida, R.M.V.R., Pedreira, C.E. 2015. Adverse perinatal
outcomes for advanced maternalage: a cross-sectional study of Brazilian births.
Jornal de Pediatria, vol. 9, no. 3, hlm. 1 – 6, doi : 10.1016/j.jped.2014.12.002
Aslam, H.M, 2014. Risk Factors Of Birth Asphyxia
Azusa, dkk. 2013. Maternal infection and risk of intrapartum death: a population
based observational study in South Asia
Fauziah, S.A, 2012, Asuhan Neonatus Risiko Tinggi Dan Kegawatan, Yogyakarta:
NuhaMedika
Gaiva, M.A.M., Fujimori, E., dan Sato, A.P.S. 2014. Neonatal mortality in infants
with low birth weigh. Rev Esc Enferm USP, vol. 48, no. 5, hlm. 778-785, doi:
10.1590/S0080-62342014000050000252
Gilang., Notoatmojo R., dan Rakhmawatie M.D. 2012. Faktor – faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo
Semarang). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.
Koirala, dkk (2013). Factors determining birth asphyxia among newborn babies in
selected hospitals
Lia, L. 2013. Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Periode 2010-2012
Marmi.,dan Rahardjo, K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Maryunani, A, 2014, Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neoantus,
Jakarta: Trans Info Media
Rahma A.S, 2013. Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayibaru Lahir di
RSUD Syech Yusuf Gowadan RSUP dr Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Jurnal Kesehatan, Vol. VII, No. 1/2014: 277-287
Riyanto, Bambang. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :Alfabeta.Salmah. 2006.
Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC.
Sabine, dkk (2013). Maternal and neonatal risk factors for asphyxia related perinatal
mortality at term
Ussy, P.M, 2013. Hubungan Kehamilan Post Term Dengan Kejadian Asfiksia Pada
Bayi Baru Lahir Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.
Wahyu, U.E, 2015. Pengaruh Umur Ibu, Paritas, Usia Kehamilan, Dan Berat Lahir
Bayi Terhadap Asfiksia Bayi Pada Ibu Pre Eklamsia Berat.
Paritas Kategori Usia Kehamilan Kategori Usia Berat Bayi Kategori Berat
No No. RM Umur (tahun) Kategori Umur (orang) Paritas (Minggu) kehamilan Lahir (gram) Bayi Lahir KPD Kejadian Asfiksia
1 126510 19 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
2 126646 37 Berisiko 1 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2500 Normal Tidak Ya
3 126863 17 Berisiko 0 Berisiko 36 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
4 126947 17 Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
5 127479 38 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
6 127480 40 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
7 127632 44 Berisiko 0 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
8 127822 46 Berisiko 5 Berisiko 36 Berisiko 2800 Normal Tidak Ya
9 128070 36 Berisiko 1 Berisiko 43 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
10 128336 40 Berisiko 5 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
Tidak
11 128391 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 3000 Normal Tidak Ya
Tidak
12 128392 27 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2500 BBLR Ya Ya
13 128615 15 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2200 BBLR Tidak Ya
14 126099 16 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
15 130057 21 Tidak Berisiko 3 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2500 BBLR Ya Ya
16 130192 16 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Tidak Ya
17 130309 17 Berisiko 0 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2200 BBLR ya Ya
18 131341 18 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
Tidak
19 131355 22 Tidak Berisiko 2 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
20 132763 23 Tidak Berisiko 2 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
21 132795 18 Berisiko 0 Berisiko 43 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
22 132854 19 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
23 133074 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
24 133160 24 Tidak Berisiko 3 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
25 133835 19 Berisiko 0 Berisiko 33 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Universitas Sumatera Utara
Tidak
26 134283 33 Tidak Berisiko 5 Berisiko 30 Berisiko 2600 Normal Tidak Ya
Tidak
27 134918 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 35 Berisiko 2800 Normal Ya Ya
Tidak
28 134938 23 Tidak Berisiko 2 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
29 135224 19 Berisiko 1 Berisiko 36 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
30 135489 25 Tidak Berisiko 3 Berisiko 33 Berisiko 2900 Normal Ya Ya
Tidak
31 135649 33 Tidak Berisiko 3 Berisiko 43 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
Tidak
32 135924 28 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Tidak Berisiko 3000 Normal Ya Ya
Tidak
33 135965 31 Tidak Berisiko 2 Berisiko 35 Berisiko 2600 Normal Tidak Ya
34 136061 19 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
35 136220 33 Tidak Berisiko 4 Berisiko 41 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
36 136221 17 Berisiko 0 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
37 136283 35 Tidak Berisiko 4 Berisiko 43 Berisiko 2800 Normal Tidak Ya
Tidak
38 136464 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2500 Normal Ya Ya
Tidak
39 136600 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2900 Normal Ya Ya
Tidak
40 136670 22 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2500 Normal Ya Ya
41 136756 19 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2600 Normal Ya Ya
42 136813 17 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2800 Normal Ya Ya
43 136857 18 Berisiko 0 Berisiko 43 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
44 137025 19 Berisiko 0 Berisiko 46 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
45 137092 37 Berisiko 3 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
46 137093 19 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
47 137248 36 Berisiko 5 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
48 137307 40 Berisiko 5 Berisiko 35 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
Tidak
49 138122 23 Tidak Berisiko 4 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
50 138124 18 Berisiko 1 Berisiko 33 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Universitas Sumatera Utara
Tidak
51 138174 26 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
Tidak
52 138176 24 Tidak Berisiko 2 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
53 138337 30 Berisiko 5 Berisiko 45 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
54 138438 19 Berisiko 0 Berisiko 34 Berisiko 2300 BBLR Tidak Ya
55 131630 18 Berisiko 0 Berisiko 36 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
56 132210 18 Berisiko 1 Berisiko 33 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
57 132255 19 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
58 132716 17 Berisiko 1 Berisiko 30 Berisiko 2000 BBLR Tidak Ya
59 132760 36 Berisiko 5 Berisiko 35 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
60 132809 19 Berisiko 0 Berisiko 34 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
61 132796 17 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
62 132809 36 Berisiko 1 Berisiko 30 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
Tidak
63 133194 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 43 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
64 133248 18 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
65 133870 17 Berisiko 1 Berisiko 36 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
DATA KASUS
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 42 64.6 64.6 64.6
Tidak Berisiko 23 35.4 35.4 100.0
Total 65 100.0 100.0
Paritas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 40 61.5 61.5 61.5
Tidak Berisiko 25 38.5 38.5 100.0
Total 65 100.0 100.0
Usia Kehamilan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 45 69.2 69.2 69.2
Tidak Berisiko 20 30.8 30.8 100.0
Total 65 100.0 100.0
DATA KONTROL
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 25 38.5 38.5 38.5
Tidak Berisiko 40 61.5 61.5 100.0
Total 65 100.0 100.0
Paritas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 22 33.8 33.8 33.8
Tidak Berisiko 43 66.2 66.2 100.0
Total 65 100.0 100.0
Usia Kehamilan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 18 27.7 27.7 27.7
Tidak Berisiko 47 72.3 72.3 100.0
Total 65 100.0 100.0
Kejadian Asfiksia
Crosstab
Kejadian Asfiksia
Ya Tidak Total
Umur Berisiko Count 42 25 67
Expected Count 33.5 33.5 67.0
% within Kejadian Asfiksia 64.6% 38.5% 51.5%
Tidak Berisiko Count 23 40 63
Expected Count 31.5 31.5 63.0
% within Kejadian Asfiksia 35.4% 61.5% 48.5%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.901a 1 .003
Continuity Correctionb 7.884 1 .005
Likelihood Ratio 9.006 1 .003
Fisher's Exact Test .005 .002
Linear-by-Linear Association 8.832 1 .003
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstab
Kejadian Asfiksia
Ya Tidak Total
Paritas Berisiko Count 40 22 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
% within Kejadian Asfiksia 61.5% 33.8% 47.7%
Tidak Berisiko Count 25 43 68
Expected Count 34.0 34.0 68.0
% within Kejadian Asfiksia 38.5% 66.2% 52.3%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
\
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.991a 1 .002
Continuity Correctionb 8.911 1 .003
Likelihood Ratio 10.124 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .001
Linear-by-Linear Association 9.914 1 .002
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstab
Kejadian Asfiksia
Ya Tidak Total
Usia Berisiko Count 45 18 63
kehamila
Expected Count 31.5 31.5 63.0
n
% within Kejadian Asfiksia 69.2% 27.7% 48.5%
Tidak Berisiko Count 20 47 67
Expected Count 33.5 33.5 67.0
% within Kejadian Asfiksia 30.8% 72.3% 51.5%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 22.452a 1 .000
Continuity Correctionb 20.820 1 .000
Likelihood Ratio 23.151 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 22.279 1 .000
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstab
Kejadian Asfiksia
Ya Tidak Total
Berat Bayi Lahir BBLR Count 45 24 69
Expected Count 34.5 34.5 69.0
% within Kejadian Asfiksia 69.2% 36.9% 53.1%
Normal Count 20 41 61
Expected Count 30.5 30.5 61.0
% within Kejadian Asfiksia 30.8% 63.1% 46.9%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 13.621a 1 .000
Continuity Correctionb 12.354 1 .000
Likelihood Ratio 13.873 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.516 1 .000
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Crosstabs
Crosstab
Kejadian Asfiksia
Ya Tidak Total
Ketuban Pecah Dini Ya Count 55 42 97
Expected Count 48.5 48.5 97.0
% within Kejadian Asfiksia 84.6% 64.6% 74.6%
Tidak Count 10 23 33
Expected Count 16.5 16.5 33.0
% within Kejadian Asfiksia 15.4% 35.4% 25.4%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.863a 1 .009
Continuity Correctionb 5.848 1 .016
Likelihood Ratio 7.010 1 .008
Fisher's Exact Test .015 .007
Linear-by-Linear Association 6.811 1 .009
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Logistic Regression
Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
Ya 0
Tidak 1
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 39.015 5 .000
Block 39.015 5 .000
Model 39.015 5 .000
Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 141.204a .259 .346
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Predicted
Kejadian Asfiksia
Percentage
Observed Ya Tidak Correct
Step 1 Kejadian Asfiksia Ya 47 18 72.3
Tidak 13 52 80.0
Overall Percentage 76.2
a. The cut value is .500
Classification Tablea,b
Predicted
Kejadian Asfiksia
Percentage
Observed Ya Tidak Correct
Step 0 Kejadian Asfiksia Ya 0 65 .0
Tidak 0 65 100.0
Overall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Score df Sig.
Step 0 Variables umur 8.901 1 .003
paritas 9.991 1 .002
usia_kehamilan 22.452 1 .000
Berat_Bayi_Lahir 13.621 1 .000
KPD 6.863 1 .009
Overall Statistics 35.228 5 .000