Anda di halaman 1dari 126

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN

ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI BARU LAHIR


DI RSUD BANGKINANG KABUPATEN KAMPAR
PROVINSI RIAU

TESIS

OLEH
ELVINA
157032071

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


THE FACTORS WHICH INFLUENCE THE INCIDENCE OF ASPHYXIA
NEONATORUM IN NEW BORN BABIES IN RSUD BANGKINANG
KAMPAR REGENCY RIAU PROVINCE

THESIS

By
ELVINA
157032071

MASTER IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM


FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN
ASFIKSIANEONATORUM PADABAYIBARU LAHIR
DI RSUD BANGKINANGKABUPATEN KAMPAR
PROVINSI RIAU

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat ( M.K.M )
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Reproduksi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELVINA
157032071

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Telah diuji

Padatanggal : 21 Agustus 2017

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D


Anggota : 1.Dr. Asfriyati, S.K.M, M.Kes
2. Prof. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D
3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN


ASFIKSIANEONATORUM PADABAYIBARU LAHIR
DI RSUD BANGKINANGKABUPATEN KAMPAR
PROVINSI RIAU

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperolehgelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 21 Agustus 2017


Penulis

(Elvina )

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Bayi yang mengalami asfiksia neonatorum
bila tidak segera diberikan tindakan keperawatan, maka akan berakibat fatal bagi
kelangsungan hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
memengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah
Bangkinang.
Jenis penelitian observasional analitik dengan desain kasus kontrol dengan
sampel kasus dan kontrol berjumlah 130 bayi. Metode analisis data yang digunakan
meliputi analisis bivariat dengan chi-square dan analisis multivariat dengan
menggunakan uji regresi logistik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara signifikan kejadian asfiksia
neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang dipengaruhi oleh umur
dengan nilai p= 0.005; OR= 2,92; 95% CI= 1,43-5,96, paritas dengan nilai p= 003;
OR= 3,12; 95% CI= 1,52-6,40, usia kehamilan dengan nilai p= < 0.001; OR= 5,8
95% CI= 2,75-12,52, berat bayi lahir dengan nilai p= < 0.001; OR= 3,84 95% CI=
1,85-7,96 dan ketuban pecah dini dengan nilai p= 0.016; OR= 3,01 95% CI= 1,29-
7,00. Analisis regresi logistik mendapatkan faktor yang memiliki pengaruh paling
dominan kejadian asfiksia neonatorum yaitu faktor usia kehamilan, berat bayi lahir
dan ketuban pecah dini.
Untuk mencegah terjadinya kejadian asfiksia neonatorum diharapkan ibu
hamil selalu memeriksakan kehamilannya (antenatal care) secara teratur dengan
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk mendeteksi adanya kelainan
dalam kehamilannya. Dan untuk peneliti selanjutnya agar dapat melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai tindakan untuk pencegahan terjadinya asfiksia neonatorum
pada bayi baru lahir.

Kata Kunci : Bayi Baru Lahir, Asfiksia Neonatorum

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Asphyxia neonatorum is a condition when a baby cannot breathe spontaneously


and regularly immediately after it is born. It there is no immediate nursing action, it
can hardly survive. The objective of the research was to find out some factors which
influenced the incidence of asphyxia neonatorum in RSUD (Regional General
Hospital) Bangkinang.
The research used observational analytic case-control design. The samples
were 130 babies. The data were analyzed by using univariate, bivariate with chi
square test, and multivariate with logistic regression analysis.
The result of the research showed that age (p= 0.005; OR=2,92; 95% CI=1,43-
5,96), parity (p= 003; OR=3,12; 95% CI=1,52-6,40), age of pregnancy (p= < 0.001;
OR=5,8 95% CI=2,75-12,52), baby’s born weight (p= < 0.001; OR=3,84 95%
CI=1,85-7,96), and the early rupture of fetal membrane (p= 0.016; OR=3,01 95%
CI=1,29-7,00) had significant influence on asphyxia neonatorium. The result of
logistic regression analysis showed that the factors which had dominant influence
were age of pregnancy, baby’s born weight, and the early rupture of fetal membrane.
It is recommended that pregnant women have their pregnancy examined
regularly by using the available health facility in order to detect the pregnancy
disorder so that asphyxia neonatorum can be forestalled. And for further researchers
to conduct further research on the action to prevent the occurrence of asphyxia
neonatorum in newborns.

Keywords: New Born Baby, Asphyxia Neonatorum

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, dan segala puji bagi Allah

yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Memengaruhi

Kejadian Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang

Kabupaten Kampar Provinsi Riau”

Tesis ini dapat selesai dengan baik berkat limpahan rahmat dan karunia Allah

SWT, namun dalam penulisan tesis ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H, M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera

Utara.

2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

4. Destanul Aulia, S.K.M, M.B.A, M.Ec, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5. dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku ketua komisi pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dan perhatian serta dorongan moril dalam

membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.

6. Dr. Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang juga

telah banyak meluangkan waktu dan perhatian serta dorongan moril dalam

membimbing penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku ketua komisi penguji yang telah

memberikan perhatian, bimbingan, dan saran perbaikan dalam penulisan tesis

ini.

8. Ir. Etti Sudaryati, M.K.M, Ph.D selaku anggota komisi penguji yang juga

telah memberikan perhatian, bimbingan, dan saran untuk perbaikan tesis yang

lebih baik.

9. Seluruh dosen Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan

ilmu pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tesis

ini.

10. Seluruh karyawan administrasi Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah

membantu kelancaran administrasi yang dibutuhkan penulis sampai

penyelesaian tesis ini.

11. Dr. Wira Dharma, M.K.M selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah

Bangkinang yang membantu kelancaran pembuatan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara


12. Seluruh Karyawan dan Staf Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang yang

juga telah banyak membantu dalam proses pelaksanaan penelitian di

lapangan.

13. Ucapan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada kedua orang tua papa

Drs. Syamsuddin J dan mama Nuria serta abang Pascal Putra, abang Firman

Akbar dan adinda Meises Saputri dan seluruh keluarga besar DT. Hasyim

yang penulis banggakan dan cintai yang telah banyak memberikan dukungan

do’a dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi dengan baik.

14. Teman-teman seperjuangan Layla Fadhilah Rangkuti, Anni Mardiah Pohan,

Lisna Khairani Nasution, Nindya Anggiani Sembiring, Nourma Junita Daulay

dan seluruh teman-teman di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, khususnya Minat Studi Kesehatan Reproduksi

(Kespro B) atas bantuan dan semangatnya dalam penyusunan tesis ini.

15. Semua pihak yang telah turut serta membantu pembuatan tesis ini yang tidak

dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Universitas Sumatera Utara


Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari bahwa

tesis ini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu

penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam isi maupun penulisan tesis

ini.

Medan, 21 Agustus 2017


Penulis

Elvina
157032071

Universitas Sumatera Utara


RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Elvina, lahir pada tanggal 28 Oktober 1991 di Tanjung Alai.

Berasal dari Tanjung Alai (Riau) dan bertempat tinggal di Tanjung Alai (Riau)

penulis merupakan anak dari pasangan Drs. Syamsuddin J dan Nuria.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari, SD Negeri 010 Tanjung Alai

(1998-2004), SMP Negeri 1 XIII Koto Kampar (2004-2007), SMA Negeri 2

Bangkinang (2007-2010), STIKes YARSI Bukittinggi (2010-2013), STIKes Prima

Nusantara (2013-2014), dan penulis menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2015.

Saat ini penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2015 dan akan menyelesaikan studi

tahun 2017.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ................................................................................................................ i
ABSTRACT ...............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................................vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xii
DAFTAR ISTILAH .................................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................1

1.1. Latar Belakang ...............................................................................1


1.2. Permasalahan .................................................................................7
1.3. Tujuan Penelitian ...........................................................................7
1.4. Hipotesis ........................................................................................7
1.5. Manfaat Penelitian .........................................................................8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................9

2.1 AsfiksiaNeonatorum ......................................................................9


2.1.1 Defenisi ................................................................................9
2.1.2 Etiologi .................................................................................11
2.1.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kejadian
Asfiksia Neonatorum ............................................................12
2.1.4 Patofisiologi .........................................................................24
2.1.5 Klasifikasi Klinis ..................................................................26
2.1.6 Diagnosis ..............................................................................27
2.1.7 Pencegahan ...........................................................................28
2.2 Landasan Teori ..............................................................................29
2.3 Kerangka Konsep ...........................................................................34

BAB 3 METODE PENELITIAN .....................................................................36

3.1 Jenis Penelitian ..............................................................................36


3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .........................................................37
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................37
3.3.1 Populasi ................................................................................37
3.3.2 Sampel ..................................................................................38

Universitas Sumatera Utara


3.3.3 Besar Sampel ........................................................................38
3.4 Metode Pengumpulan Data............................................................40
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional ................................................41
3.5.1 Variabel Dependen ...............................................................41
3.5.2 Variabel Independen ............................................................41
3.6 Metode Pengukuran .......................................................................42
3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen .............................42
3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen ...........................42
3.7 Metode Analisa Data .....................................................................43
3.7.1 Pengolahan Data ..................................................................43
3.7.2 Analisis Data ........................................................................44

BAB 4 HASIL PENELITIAN ..........................................................................47

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................................47


4.2 Hasil Analisis Univariat dan Bivariat.............................................49
4.21. Pengaruh Umur Ibu Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum ..........................................................................50
4.2.2 Pengaruh Paritas Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum ..........................................................................51
4.2.3 Pengaruh Usia Kehamilan Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum ............................................................52
4.2.4 Pengaruh Berat Bayi Lahir Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum ............................................................54
4.2.5 Pengaruh Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum ............................................................55
4.3 Hasil Analisis Multivariat ................................................................56

BAB 5 PEMBAHASAN .....................................................................................60

5.1 Pengaruh Umur Ibu Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum ....................................................................................60
5.2 Pengaruh Paritas Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum ....................................................................................63
5.3 Pengaruh Usia Kehamilan Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum ....................................................................................66
5.4 Pengaruh Berat Bayi Lahir Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum ....................................................................................70
5.5 Pengaruh Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum .....................................................................74
5.6 Keterbatasan Penelitian .................................................................76

Universitas Sumatera Utara


BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................77

6.1 Kesimpulan ...................................................................................77


6.2 Saran .............................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................80

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Skoring APGAR Bayi Baru Lahir ....................................................................27

3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel ........................................................... 39

3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen Dan Variabel Independen ..................43

3.3 Tabel Dasar Perhitungan Odds Rasio ............................................................... 45

4.1 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda ..................................................................... 57

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.2 Landasan Teori .................................................................................................34

2.3 Kerangka Konsep Penelitian.............................................................................35

3.1 Rancangan Penelitian........................................................................................36

4.1 Distribusi Pengaruh Umur Ibu Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum


Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang .................................................. 51

4.2 Distribusi Pengaruh Paritas Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum


Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang................................................... 52

4.3 Distribusi Pengaruh Usia Kehamilan Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang.............................. 53

4.4 Distribusi Pengaruh Berat Bayi Lahri Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang.............................. 55

4.5 Distribusi Pengaruh Ketuban Pecah Dini Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang.............................. 56

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISTILAH

AAP = American Academy Of Pediactrics

AKB = Angka Kematian Bayi

AKI = Angka Kematian Ibu

AKN = Angka Kematian Neonatal

ANC = Ante Natal Care

APGAR = A (Appearance), P (Pulse), G (Grimace), A (Activity), dan R


(Respiration)

BAPELKES = Badan Pelayanan Kesehatan

BBL = Bayi Baru Lahir

BBLR = Bayi Berat Lahir Rendah

BLUD = Badan Layanan Umum Daerah

BPJS = Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

CI = Confidence Interval

Depkes RI = Departemen Kesehatan Republik Indonesia

IDAI = Ikatan Dokter Anak Indonesia

IUGR = Intra Uterine Growth Restriction

Kemenkes = Kementerian Kesehatan

KIA = Kesehatan Ibu dan Anak

KPD = Ketuban Pecah Dini

OR = Odd Rasio

PPK-BLUD = Pola Pengelolaan Keuangan- Badan Layanan Umum Daerah

Universitas Sumatera Utara


RDS = Respiratory Distress Syndrome

RSUD = Rumah Sakit Umum Daerah

SDKI = Survei Demografi Kesehatan Indonesia

UNICEF = United Nations Children’s Fund

WHO = World Health Organization

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah


Bangkinang

Lampiran 2. Surat Balasan Izin Penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang

Lampiran 3. Data Asfiksia Tahun 2016

Lampiran 4. Format Pengkajian Asuhan Bayi Baru Lahir

Lampiran 5. Data Kasus

Lampiran 6. Data Kontrol

Lampiran 7. Master Tabel Kasus

Lampiran 8. Master Tabel Kontrol

Lampiran 9. Hasil Analisis Univariat

Lampiran 10. Hasil Analisis Bivariat

Lampiran 11. Hasil Analisis Multivariat

Universitas Sumatera Utara


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Situasi derajat kesehatan di suatu wilayah digambarkan dalam berbagai

indikator derajat kesehatan. Indikator yang dinilai dan telah disepakati secara nasional

sebagai derajat kesehatan suatu wilayah meliputi umur harapan hidup, angka

kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita dan status

gizi balita/bayi. Dalam mencapai indikator tersebut diperlukan peranan baik dari

pemerintah maupun dari segi medis demi tercapainya indikator tersebut.

Angka kematian bayi (AKB) dihitung berdasarkan jumlah kematian bayi

dengan umur kehamilan lebih dari 22 minggu yang lahir dalam keadaan meninggal

dalam masa 28 hari setelah persalinan, kemudian dibandingkan dengan jumlah

kelahiran hidup. Faktor-faktor yang memengaruhi AKB salah satu diantaranya yaitu

asfiksia pada bayi baru lahir. Dampak terjadinya asfiksia dapat menyebabkan risiko

kematian BBL, sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan tepat dalam

mengatasi permasalahan tersebut.

Periode neonatus merupakan waktu yang paling rawan untuk kelangsungan

hidup anak. Pada tahun 2015, 2,7 juta neonatus meninggal, merepresentasikan 45%

dari kematian anak dibawah 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2016). Dari keseluruhan

kematian neonatus, hampir 1 juta kematian neonatus terjadi dalam 24 jam pertama

setelah kelahiran dan hampir 2 juta kematian terjadi dalam minggu pertama

Universitas Sumatera Utara


kehidupan. Selain itu, proporsi kematian di bawah lima tahun yang terjadi selama

periode neonatus meningkat meskipun angka kematian pada seluruh anak di bawah

lima tahun menurun. Begitu juga di Indonesia, proporsi kematian anak di bawah 5

tahun pada periode neonatus meningkat dari 48% tahun 2009 menjadi 50% sejak

tahun 2012 dan cenderung menetap hingga tahun 2015. Proporsi kematian anak pada

periode neonatus juga meningkat di seluruh regio WHO selama selang 25 tahun ini

(WHO, 2016). Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2014, penurunan angka

kematian neonatus (AKN) masih sangat rendah (Kemenkes, 2015).

Berdasarkan kematian neonatus di Indonesia, 85% neonatus meninggal terjadi

saat awal kelahiran. Dari 85% neonatus tersebut, 33% meninggal dalam 24 jam, 25%

meninggal dalam 24-48 jam dan 9% meninggal dalam 48-72 jam. Selain itu, hasil

Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa 78,5% dari kematian neonatal terjadi pada usia

0-6 hari (Kemenkes, 2015).85% kematian neonatus disebabkan oleh 3 hal utama,

yaitu komplikasi prematuritas, kematian neonatus terkait intrapartum termasuk

asfiksia, dan infeksi neonatal (WHO & UNICEF, 2013). Di Indonesia, komplikasi

yang menjadi penyebab kematian terbanyak yaitu asfiksia, bayi berat lahir rendah,

dan infeksi (Kemenkes, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6

juta) dari 120 juta bayi baru lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini

meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi sebanyak 57% meninggal.

Penyebab kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah bayi berat lahir rendah (29%),

Universitas Sumatera Utara


asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain dan kelainan

kongenital.

Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012

angka kematian bayi sebesar 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup dan kematian

balita adalah 26 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Adapun penyebab kematian bayi

baru lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia yaitu sebesar 27% yang merupakan

penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).

Adapun penyebab langsung kematian bayi baru lahir 29% disebabkan BBLR, asfiksia

(13%), tetanus (10%), masalah pemberian makan (10%), infeksi (6,7%), gangguan

hematologik (5%), dan lain-lain (27%).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Riau pada tahun 2015,

jumlah kematian bayi di Provinsi Riau sebanyak 8,8 per 1.000 kelahiran hidup. Dan

angka kematian bayi di Kabupaten Kampar sebanyak 1,3 per 1.000 kelahiran hidup.

(Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2015). Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten

Kampar, Angka Kematian Bayi pada tahun 2014 paling banyak disebabkan: BBLR

(34%), asfiksia (28%), kelainan konginetal (8%), tetanus neonatorum (0,29 %),

kematian karena ikterus (0,14 %) dan lain-lain.

Asfiksia merupakan suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami kegagalan

bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Kristiyanasari, 2010).

Asfiksia sangat berpengaruh pada bayi karena asfiksia juga berarti hipoksia yang

progesif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh

dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian (Prawiroharjo, 2012).

Universitas Sumatera Utara


Asfiksia jika berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan perdarahan otak,

kerusakan otak dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Asfiksia juga dapat

menimbulkan cacat seumur hidup seperti buta, tuli, cacat otak dan kematian. Asfiksia

adalah salah satu faktor yang menyebabkan kematian neonatal, sedangkan bayi yang

dapat bertahan hidup akibat asfiksia dapat mengalami komplikasi neurologis seperti

epilepsy, cerebral palsy dan keterlambatan perkembangan. Asfiksia mengakibatkan

cedera otak parah. Cedera otak parah membuat perkembangan kognitif terhambat,

perkembangan motorik tertunda dan cerebral palsy (Nila, 2013).

Kehamilan remaja dengan usia di bawah 20 tahun mempunyai risiko terjadinya

gangguan pada bayi, salah satunya adalah risiko terjadinya bayi dengan asfiksia.

Paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit kehamilan dan persalinan yang

dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari ibu ke janin yang akan

menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score menit pertama setelah

lahir (Manuba, 2010). Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi maka makin

tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Makin rendah berat bayi lahir maka makin tinggi

kemungkinan terjadinya asfiksia dan sindroma gangguan pernafasan (Prawirohardjo,

2012).

Faktor risiko untuk terjadinya asfiksia neonatorum adalah faktor ibu (masa

gestasi, penyakit ibu, primi tua, riwayat obstetri jelek, ANC (ante natal care), paritas,

panggul sempit, dan status gizi), faktor janin (berat lahir, kelainan konginetal,

kehamilan ganda, kelainan letak dll), faktor persalinan (partus lama, kelahiran

Universitas Sumatera Utara


sungsang, persalinan dengan tindakan, ketuban pecah dini), dan faktor plasenta

(solusio plasenta, plasenta previa) (IDAI, 2012)

Hasil penelitian Aslam (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang

signifikan antara enam faktor yang menentukan kejadian asfiksia neonatorum yaitu

paritas, hipertensi, anemia, preeklampsia, perdarahan ante partum dan berat badan

lahir rendah. Pada tahun 2014 penelitian yang dilakukan oleh Rupiyanti menyatakan

bahwa faktor yang berhubungan dengan asfiksia adalah prematuritas, berat badan

lahir bayi, ketuban pecah dini, partus macet dan persalinan letak sungsang

perabdominan (Rupiyanti, 2014).

Hasil penelitian Mulia (2014) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

antara kehamilan post term dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dan besar

risiko terjadinya asfiksia 4 kali lebih besar pada persalinan dengan kehamilan post

term daripada kehamilan aterm. Hasil penelitian Lestari, dkk (2014) menunjukkan

ada hubungan antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia bayi baru lahir di

RSUD Wonosari tahun 2014 dengan nilai p-value sebesar 0,03 dan hasil odds ratio

(OR= 2,591). Penelitian Ussy (2014) menyimpulkan bahwa semakin muda usia

kehamilan (prematur atau usia kehamilan kurang dari 37 minggu) dan semakin

rendah berat lahir bayi (bayi berat lahir rendah atau berat kurang dari 2500 gram)

maka semakin tinggi terjadinya risiko asfiksia.

Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan di RSUD Bangkinang

pada tahun 2015 jumlah bayi yang mengalami asfiksia sebanyak 63 bayi baru lahir

atau 5,1% dari jumlah persalinan sebanyak 1.234 persalinan, sedangkan pada tahun

Universitas Sumatera Utara


2016 tercatat 131 bayi baru lahir atau 10% mengalami asfiksia dari jumlah persalinan

sebanyak 1.302 persalinan. Berdasarkan survei yang didapatkan angka kematian bayi

yang disebabkan asfiksia adalah 9 bayi baru lahir atau 6,8% dari yang mengalami

asfiksia. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan kejadian

asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir periode 2015-2016 (Rekam Medik RSUD

Bangkinang, 2016).

Hasil survei risiko tinggi yang ditemukan di RSUD Bangkinang antara lain

masa gestasi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau usia kehamilan lebih

dari 42 minggu, berat lahir bayi, persalinan spontan dengan lama persalinan, ketuban

pecah dini (KPD) dan persalinan dengan tindakan. Hal ini dapat berakibat buruk pada

bayi yang akan dilahirkan diantaranya kejadian asfiksia neonatorum. Namun faktor

risiko tersebut belum diketahui secara pasti apakah ada pengaruh terhadap kejadian

asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

Derajat kesehatan neonatal sangat terkait dengan tingkat kesehatan semasa

kehamilan, pertolongan persalian dan perawatan bayi baru lahir. Berbagai upaya yang

dinilai mempunyai dampak paling besar tehadap penurunan angka kematian, upaya

pendayagunaan perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) dasar dan

keluarga berencana, termasuk didalamnya pendekatan tempat pelayanan dengan

penempatan tenaga bidan desa danbidan praktek swasta yang kompeten.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kejadian Asfiksia Neonatorum pada

Bayi Baru Lahir Di RSUD Bangkinang”.

Universitas Sumatera Utara


1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dilihat bahwa adanya peningkatan

kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir periode 2015-2016 dan terdapat 9

bayi meninggal yang disebabkan asfiksia dari 131 bayi yang mengalami asfiksia pada

tahun 2016. Hal ini akan menjadi penyebab tingginya Angka Kematian Bayi (AKB)

di Indonesia.

Berdasarkan rumusan masalah diatas yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah faktor-faktor apakah yang memengaruhi kejadian asfiksia

neonatorum pada bayi baru lahir di RSUD Bangkinang?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui faktor – faktor yang memengaruhi kejadian Asfiksia

Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

1.4 Hipotesis

a. Ada pengaruh antara umur ibu dengan kejadian Asfiksia Neonatorum pada

Bayi Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

b. Ada pengaruh antara paritas dengan kejadian Asfiksia Neonatorum pada Bayi

Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

c. Ada pengaruh antara usia kehamilan dengan kejadian Asfiksia Neonatorum

pada Bayi Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

d. Ada pengaruh antara berat bayi lahir dengan kejadian Asfiksia Neonatorum

pada Bayi Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

Universitas Sumatera Utara


e. Ada pengaruh antara ketuban pecah dini dengan kejadian Asfiksia

Neonatorum pada Bayi Baru Lahir di RSUD Bangkinang.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan informasi

dan masukan dalam menyusun perencanaan pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA)

dalam upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir dengan kejadian asfiksia

neonatorum.

Universitas Sumatera Utara


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asfiksia Neonatorum

Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur penentu

status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi dilahirkan,

melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil. Pertumbuhan dan

perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode yang paling kritis karena

dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi. Kematian perinatal terbanyak

disebabkan oleh asfiksia. Hal ini ditemukan baik di lapangan atau di rumah sakit

rujukan di Indonesia.

2.1.1 Definisi

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak

Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau

beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Asfiksia adalah kegagalan untuk

memulai dan melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru

lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia

(asfiksia primer) atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia

beberapa saat setelah lahir (asfiksia sekunder) (Fauziah,2012).

Asfiksia adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gagal bernapas

secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat

Universitas Sumatera Utara


memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya

(Dewi, 2013).

Menurut The American Academy Of Pediactrics (AAP), asfiksia adalah suatu

keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai

dengan:

1. Ditemukan asidosis metabolic dan asidosis respiratorik pada pemeriksaan

tali pusat, dengan pH <7,0;

2. Nilai APGAR 0-3 menetap lebih dari lima menit pertama;

3. Menifestasi neurologis yang cepat seperti kejang, koma, atau terjadi

hypoxic–ischemia encephalopathy;

4. Gangguan multyorgan system dysfunction pada saat baru lahir.

(Purnamaningrum, 2012).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila

proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau

kematian. Asfiksia juga dapat memengaruhi fungsi organ vital lainnya. Pada bayi

yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam

periode yang singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,

denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang

secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai

apnea primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot

yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa asfiksia adalah keadaan

dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan

riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat

dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil,

kelainan tali pusat, atau masalah yang memengaruhi kesejahteraan bayi selama atau

sesudah persalinan.

2.1.2 Etiologi

Menurut Maryunani (2014) yang mengutip pendapat Pusponegoro,

Perkembangan paru-paru bayi terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan

kemudian diikuti dengan pernafasan teratur. Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi

jika terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan transport oksigen dari ibu

ke janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera

setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan

asfiksia janin. Oleh karena itu, evaluasi atau penilaian keadaan janin selama

kehamilan dan persalinan memegang peranan penting untuk keselamatan bayi atau

kelangsungan hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.

Asfiksia yang mungkin timbul pada masa kehamilan dapat diatasi/dicegah

dengan melakukan perawatan kehamilan/antenatal yang adekuat dan melakukan

koreksi sedini mungkin terhadap setiap kelainan yang terjadi. Apabila kelainan tidak

dapat diatasi dan keadaan bayi telah mengizinkan, maka terminasi kehamilan dapat

dipikirkan.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Terjadi Asfiksia Neonatorum

Asfiksia pada bayi baru lahir dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu

faktor ibu, plasenta, neonatus dan persalinan.

1. Faktor Ibu

Faktor ibu merupakan suatu kondisi atau keadaan ibu yang dapat mengakibatkan

aliran darah dari ibu melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin

menjadi berkurang, mengakibatkan suatu kondisi gawat janin dan akan berlanjut

sebagai asfiksia pada bayi baru lahir, antara lain :

a. Hipoksia Ibu

Hipoksia dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik

atau anestesi dalam. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa umumnya asfiksia

neonatorum yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari hipoksia

ibu dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.

b. Umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun

Umur muda (< 20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ

reproduksi) maupun secara mental. Umur > 35 tahun secara fisik ibu mengalami

kemunduran untuk menjalani kehamilan dan merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya preeklamsia. Pada ibu yang mengalami preeklamsia terjadi

penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta

sehingga dapat mengakibatkan asfiksia bayi baru lahir serta gawat janin karena

kekurangan oksigenasi (Dewi, 2013).

Universitas Sumatera Utara


Umur yang dianggap optimal untuk kehamilan adalah antara 20-35 tahun.

Sedangkan dibawah atau diatas usia tersebut akan meningkatkan risiko

kehamilan maupun persalinan. Hal ini sejalan dengan penelitian Rehana Majeed

menjelaskan usia yang kurang dari 18 tahun dan usia lebih dari 35 tahun menjadi

penyebab asfiksia neonatorum pada bayi. Pertambahan umur akan diikuti oleh

perubahan perkembangan dari organ–organ dalam rongga pelvis. Keadaan ini

akan memengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada wanita usia muda dimana

organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan, disertai kejiwaan

yang belum bersedia menjadi seorang ibu (Dewi, 2013).

Seorang wanita pada rentang usia 20-35 tahun pada umumnya telah

memutuskan untuk menikah dan memiliki anak. Dari segi kesehatan ibu yang

berumur < 20 tahun rahim dan panggul belum berkembang dengan baik, begitu

sebaliknya yang berumur > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik

seperti saat ibu berusia 20–35 tahun. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun

merupakan umur yang tidak reproduktif atau umur tersebut termasuk dalam

resiko tinggi kehamilan. Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada

kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga

kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan

generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda atau remaja dibawah

usia 20 tahun akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan,

hal ini disebabkan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai

anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan

Universitas Sumatera Utara


di usia tua yaitu diatas 35 tahun akan menimbulkan kecemasan terhadap

kehamilan dan persalinan serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

c. Paritas Ibu

Paritas adalah jumlah persalinan yang telah dilakukan ibu. Paritas 2-3

merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1

dan paritas lebih dari 3 mempunyai angka kematian maternal yang disebabkan

perdarahan pasca persalinan lebih tinggi. Paritas yang rendah (paritas satu),

ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor

penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi

dalam kehamilan, persalinan dan nifas.Paritas 1 berisiko karena ibu belum siap

secara medis (organ reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian

Kusmiyati tahun 2015 menunjukkan bahwa primiparity merupakan faktor risiko

yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan

paritas > 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan.

Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, plasenta

previa, rupture uteri, solution plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya

asfiksia bayi baru lahir (Kusmiyati, 2015).

Menurut Purnammingrum (2012) yang mengutip pendapat Lee, Paritas 1 dan

umur muda (<20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ

reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

primipariti merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat

terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan paritas diata 4 dan umur (>35), secara

Universitas Sumatera Utara


fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut

memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan, rupture uteri, solusio plasenta

yang dapat berakhir dengan terjadinya asfiksia bayi baru lahir .

d. Hipertensi pada Ibu

Hipertensi menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah yang mengakibatkan

kurangnya suplai darah ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Akibat lanjut

dari hipoksia janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan

karbondioksida sehingga terjadi asfiksia neonatorum. Pengembangan paru bayi

baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kemudian disusul dengan pernapasan

teratur dan tangisan bayi. Proses perangsangan pernapasan ini dimulai dari

tekanan mekanik dada pada persalinan, disusul dengan keadaan penurunan

tekanan oksigen arterial dan peningkatan tekanan karbondioksida arterial,

sehingga sinus karotikus terangsang terjadinya proses bernapas. Bila mengalami

hipoksia akibat suplai oksigen ke plasenta menurun karena efek hipertensi dan

proteinuria sejak intrauterine, maka saat persalinan maupun pasca persalinan

berisiko asfiksia (Kusmiyati, 2015).

Hipertensi dalam kehamilan bisa menyebabkan masalah yang sangat serius

untuk bayi yang ada di dalam rahim. Tekanan darah tinggi tidak hanya

menyebabkan masalah seperti preeklamsia dan juga kondisi kesehatan ibu yang

buruk saat hamil. Tekanan darah akan memberi dampak langsung pada pasokan

oksigen di tubuh janin. Hal inilah yang menyebabkan bayi akan mengalami sesak

nafas sehingga tidak bisa bernafas dengan baik setelah dilahirkan. Bahkan jika

Universitas Sumatera Utara


tekanan darah tinggi selama hamil tidak dikendalikan maka bisa menyebabkan

keracunan kehamilan yang sangat berbahaya untuk ibu dan janin. Dan

sebenarnya darah tinggi pada ibu hamil bisa diatasi dengan cara mencegah

hipertensi pada ibu hamil.

Selain tekanan darah tinggi maka bahaya tekanan darah rendah pada ibu hamil

juga bisa menjadi penyebab asfiksia pada bayi baru lahir. Ketika ibu terkena

tekanan darah rendah maka jumlah darah dalam tubuh ibu menjadi lebih sedikit.

Ini akan menganggu jumlah hemoglobin yang ada dalam tubuh ibu sehingga

kadar oksigen dalam tubuh bayi juga bisa berkurang dengan cepat. Bahkan jika

ibu terkena tekanan darah rendah maka organ bayi mungkin juga tidak

berkembang dengan sempurna. Untuk mengatasi hal ini maka proses persalinan

yang terbaik akan disarankan oleh dokter. Selain itu penyebab ibu hamil darah

rendah juga harus ditemukan oleh dokter

e. Anemia pada Ibu

Ketika ibu hamil tidak memiliki cukup zat besi maka ibu bisa terkena anemia.

Anemia pada ibu hamil memang termasuk kasus yang sangat sering terjadi.

Kebutuhan zat besi pada ibu hamil memang lebih banyak karena tubuh ibu hamil

juga harus mendapatkan hemoglobin yang cukup. Kemudian jika ibu hamil

terkena anemia maka bayi juga akan kekurangan zat besi dan hemoglobin rendah

saat hamil. Akibatnya maka tubuh bayi tidak memiliki sel darah merah yang

cukup. Dan kondisi ini membuat kadar oksigen dalam tubuh bayi sangat rendah.

Biasanya hal ini akan menyebabkan bayi terkena asfiksia awal sejak masih dalam

Universitas Sumatera Utara


rahim. Anemia sering menyebabkan ibu hamil cepat lelah, hamil cepat

ngantuk dan menjadi penyebab sering pusing saat hamil (Prasetyawati, 2012).

2. Faktor Plasenta

Plasenta merupakan akar janin untuk mengisap nutrisi dari ibu dalam bentuk

oksigen, asam amino, vitamin, mineral, dan zat lainnya ke janin dan membuang sisa

metabolisme janin dan CO2. Menurut penelitian Carolyn Salafia, gangguan yang

terjadi pada plasenta berhubungan dengan asfiksia perinatal. Plasenta dapat

memberikan latar belakang untuk membantu interpretasi dari urutan kejadian yang

menyebabkan asfiksia perinatal akut.

Gangguan pertukaran gas di plasenta yang akan menyebabkan asfiksia janin.

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta,

asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya

plasenta previa, solusio plasenta dsb (BAPELKES, 2014).

a. Plasenta Previa

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim

dan menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insidensi plasenta

previa adalah 0,4% - 0,6 % , perdarahan dari plasenta previa menyebabkan kira-

kira 20 % dari semua kasus perdarahan ante partum. Sebanyak 70% pasien

dengan plasenta previa mengalami perdarahan pervaginam yang tidak nyeri

dalam trimester ketiga, 20% mengalami kontraksi yang disertai dengan

perdarahan, dan 10% memiliki diagnosa plasenta previa yang dilakukan tidak

sengaja dengan ultrasonografi atau pemeriksaan saat janin telah cukup bulan.

Universitas Sumatera Utara


Penyulit pada ibu dapat menimbulkan anemia sampai syok sedangkan pada pada

janin dapat menimbulkan asfiksia neonatorum sampai kematian janin dalam

rahim.

b. Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang

normal pada uterus sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan

dengan masa gestasi diatas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. Terlepasnya

plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan

dinding rahim yang dapat menimbulkan gangguan pada ibu dan janin. Penyulit

terhadap janin tergantung luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan

asfiksia neonatorum ringan sampai kematian janin dalam rahim.

3. Faktor Neonatus

Faktor neonatus merupakan keadaan bayi yang dapat mengakibatkan terjadi

asfiksia pada bayi baru lahir walaupun kadang-kadang tanpa didahului adanya

gawat janin, antara lain :

a. Prematur

Bayi lahir kurang bulan mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum

berfungsi normal untuk bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur

kehamilan, fungsi organ tubuh bayi makin kurang sempurna, prognosis juga

semakin buruk. Karena masih belum berfungsinya organ-organ tubuh secara

sempurna seperti sistem pernafasan. Timbulnya asfiksia pada bayi prematur

disebabkan belum maksimalnya tingkat kematangan fungsi sistem organ tubuh

Universitas Sumatera Utara


sehingga sulit untuk beradaptasi dengan kehidupan ektsrauterin. Kesukaran

bernapas pada bayi prematur dapat disebabkan karena belum sempurnanya

pembentukan membrane hialin surfaktan paru yang merupakan suatu zat yang

dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru

mencapai maksimum pada minggu ke-35 kehamilan. Bayi lahir kurang bulan

mempunyai organ dan alat-alat tubuh yang belum berfungsi normal untuk

bertahan hidup diluar rahim. Makin muda umur kehamilan, fungsi organ tubuh

bayi makin kurang sempurna, prognosis juga semakin buruk. Karena masih belum

berfungsinya organ-organ tubuh secara sempurna seperti sistem pernafasan maka

terjadilah asfiksia (Kusmiyati, 2015).

Menurut Purnammingrum (2012) yang mengutip pendapat Katwinkel, bayi

prematur (<37 minggu) lebih berisiko untuk meninggal karena asfiksia.

Umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan, misalnya gawat janin atau

stres janin saat proses kelahirannya. Kegagalan pernafasan pada bayi prematur

berkaitan dengan defisiensi kematangan surfaktan pada paru-paru bayi. Bayi

prematur mempunyai karakteristik yang berbeda secara anatomi maupun fiiologi

jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Karakteristik tersebut adalah :

1) Kekurangan surfaktan pada paru-paru sehingga menimbulkan kesulitan

pada saat ventilasi.

2) Perkembangan otak yang imatur sehingga kurang kemampuan memicu

pernafasan.

3) Otot yang lemah sehingga sulit bernapas spontan.

Universitas Sumatera Utara


4) Kulit yang tipis, permukaan kulit yang luas dan kurangnya jaringan lemak

kulit memudahkan bayi kehilangan panas

5) Bayi seringkali lahir disertai infeksi.

6) Pembuluh darah otak sangat rapuh sehingga mudah menyebabkan

perdarahan pada keadaan stress.

7) Volume darah yang kurang, makin rentan terhadap kehilangan darah

8) Jaringan imatur, yang mudah rusak akibat kekurangan oksigen.

Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi 42

minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena fungsi plasenta yang tidak

maksimal lagi akibat proses penuaan sehingga mengakibatkan transportasi

oksigen dari ibu ke janin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada

kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu,

hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.

Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin

dengan risiko 3 kali (Kusmiyati, 2015).

b. Bayi Berat Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan

pernapasan dan alat pencernaannya belum sempurna, kemampuan metabolisme

panas masih rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan

mudah terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu

meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga berakibat pada terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan

Universitas Sumatera Utara


hidupnya, selain itu juga akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi

karena rentan terhadap infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Kusmiyati,

2015).

c. Kehamilan Ganda

Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Kehamilan

ganda dapat memberikan resiko yang lebih tinggi terhadap ibu dan bayi.

Pertumbuhan janin pada kehamilan ganda tergantung dari faktor plasenta apakah

menjadi satu atau bagaimana lokasi implementasi plasentanya. Hal ini dikuatkan

oleh penelitian Rehana Majeed bahwa kehamilan ganda menaikkan risiko

terjadinya asfiksia neonatorum sebesar 4,8%. Kemungkinan terdapat jantung

salah satu janin lebih kuat dari yang lainnya, sehingga janin mempunyai jantung

yang lemah mendapat nutrisi dan menyebabkan pertumbuhan terhambat, sehingga

menyebabkan asfiksia neonatorum sampai kematian janin dalam rahim

(BAPELKES, 2014).

4. Faktor Persalinan

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari

uterus melalui vagina kedunia luar yang kurang. Menurut Manuaba, persalinan adalah

proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat

hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan

atau tanpa bantuan/kekuatan sendiri.

Universitas Sumatera Utara


a. Persalinan Tindakan

Persalinan dengan tindakan dapat menimbulkan asfiksia neonatorum yang

disebabkan oleh tekanan langsung pada kepala, menekan pusat-pusat vital pada

medula oblongata, aspirasi air ketuban, mekonium, cairan lambung dan

perdarahan atau odema. Persalinan anjuran dengan menggunakan prostaglandin

akan menimbulkan kontraksi otot rahim yang berlebihan mengganggu sirkulasi

darah sehingga menimbulkan asfiksia janin.

b. Persalinan Lama

Persalinan lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primipara, dan lebih dari 18 jam pada multipara. Partus lama masih merupakan

masalah di Indonesia. Mochtar menyebutkan bahwa kejadian partus lama sebesar

2,8% - 4,9%. Persalinan pada primipara biasanya lebih lama 5 - 6 jam dari pada

multipara. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik

terhadap ibu maupun pada bayi yang dapat meningkatkan angka kematian ibu dan

bayi (BAPELKES, 2014).

Partus lama menimbulkan efek berbahaya bagi ibu dan janin, beratnya cedera

meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan. Risiko tersebut naik

dengan cepat setelah waktu 24 jam. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi

semakin memperburuk bahaya bagi ibu sedangkan bahaya bagi janin semakin

lama persalinan semakin tinggi morbiditas dan mortalitas janin dan semakin

sering pula terjadi keadaan asfiksia neonatorum. Semakin lama persalinan

semakin tinggi morbilitas janin dan sering terjadi asfiksia akibat partus lama.

Universitas Sumatera Utara


Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi pada partus lama

memerlukan perawatan yang khusus. Bahaya partus lama lebih besar lagi apabila

kepala bayi macet di perineum untuk waktu yang lama dan tengkorak kepala janin

terus terbentur pada panggul ibu. Pada partus lama kala II, bradikardia janin

kadang terjadi ketika ibu menahan nafas dalam waktu lama, dan usaha mengejan

ibu dapat meningkatkan tekanan terhadap kepala janin. Efek pada janin

mengakibatkan oksigen dalam darah turun dan aliran darah ke plasenta menurun

sehingga oksigen yang tersedia untuk janin menurun, pada akibatnya dapat

menimbulkan hipoksia janin (Kusmiyati, 2015).

c. Ketuban Pecah Dini

Keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan 22 minggu.

Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan

belangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm

sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm (BAPELKES, 2014).

Ketuban Pecah Dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah

sebelum terjadinya persalinan yang disebabkan oleh kurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri. Hal ini dapat terjadi pada akhir

kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini

adalah salah satu kejadian yang diluar normal atau semestinya terjadi pada ibu

yang mengalami komplikasi penyulit atau bermacam masalahyang terjadi di

waktu kehamilan. Tidak semua ibu yang bersalin normal akan mengalami hal

yang normal terhadap kehamilan mereka, namun ada juga yang mengalami

Universitas Sumatera Utara


masalah terhadap kehamilan mereka seperti pecahnya ketuban sebelum waktu

kelahiran (Prasetyawati, 2012).

2.1.4 Patofisiologi

Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada

masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan

asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transient), proses ini

dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoresepor pusat pernafasan agar

terjadi “primary gasping” yang kemudian berlanjut dengan pernafasan.

Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan oksigen selama

kehamilan dan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini

akan memengaruhi fungsi sel tubuh dan tidak teratasi akan menyebabkan

kematian. Asfiksia yang tejadi dimulai dengan suatu periode apnu ( primary

apnea) disertai dengan penurunan frekuensi jantung, selanjutnya bayi akan

memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh

pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak

tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua ( secondary

apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, akan terjadi pula gangguan

metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada

tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis

respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme

Universitas Sumatera Utara


anaerobik yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh

terutama pada jantung dan hati akan berkurang asam organik terjadi akibat

metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis metabolik. Pada tingkat

selanjutnya akan terjadi perubahan tingkat kardiovaskuler yang disebabkan

oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung

akan mempengaruhi fungsi jantung.

Terjadinya metabolik asidosis menyebabkan penurunan sel jaringan

termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian

udara alveolus yang kurang adekuat dan menyebabkan tingginya resistensinya

pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain

akan mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi

dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi

kematian.

Bayi baru lahir mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari

kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukan

perubahan sebagai berikut, alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru.

Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru

dan cairan paru diabsorbsi oleh jaringan paru.

Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk ke alveoli bertambah

banyak dan cairan paru diabsorbsi sehingga kemudian seluruh alveoli berisi

udara yang mengandung oksigen. Aliran darah paru meningkat secara dramatis.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini disebabkan ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi

dan tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan peningkatan

tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan penurunan resistensi vaskuler

paru dan meningkatkan aliran darah setelah lahir.

Aliran intrakardinal dan ekstrakardinal mulai beralih arah yang kemudian

diikuti penutupan dukus arteriosus. Kegagalan penurunan resistensi vaskuler

paru menyebabkan hipertensi pulmonal persisten pada bayi baru lahir, dengan

aliran darah paru yang inadekuat dan hipoksemia relatif. Ekspansi paru yang

inadekuat menyebabkan gagal nafas (Dewi, 2013).

2.1.5 Klasifikasi Klinis

Beberapa literarur mengklasifikasikan atau menggolongkan asfiksia

neonatorum sebagai berikut :

1. Atas dasar pengalaman klinis, Asfiksia Neonatorum dibagi dalam :

a. “Vigorous baby”, nilai Apgar 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat

dan tidak memerlukan tindakan istimewa

b. “Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang)”, nilai Apgar 4-6, pada

pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100

kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflex iritabilitas

tidak ada

c. “Severe asphyxia (Asfiksia berat)”, nilai Apgar 0-3. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus

Universitas Sumatera Utara


otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas

tidak ada (Fauziah, 2012).

7Tabel 2.1 Skoring APGAR bayi baru lahir sebagai berikut:

Tanda Angka 0 Angka 1 Angka 2


Frekuensi jantung Tidak ada <100 x/menit > 100 x/menit
Pernafasan Tidak ada Menangis lemah; Baik, menangis
hipoventilasi
Refleks Tidak ada Sedikit Menangis atau
Rangsangan respon aktif
Tonus otot Lumpuh Sedikit fleksi Gerak aktif
Warna Birupucat Tubuh merah, Seluruh tubuh
ekstermitas biru merah

Nilai Apgar merupakan metode obyektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir

dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara keseluruhan

dan keberhasilan tindakan resusitasi. Nilai Apgar dinilai pada menit 1 kemudian pada

menit ke 5. Jika dinilainya pada menit ke 5 kurang dari 7, tambahan penilaian harus

dilakukan setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai ini tidak digunakan untuk memulai

tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai

penilaian manit pertama (Purnamaningrum, 2012).

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis asfiksia neonatorum tidak hanya ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi

juga dapat ditegakkan sewaktu janin masih berada dalam rahim. Hal ini sesuai dengan

kenyataan bahwa umumnya asfiksia neonatorum yang terjadi pada bayibiasanya

merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia janin. Diagnosis anoksia/hipoksia

Universitas Sumatera Utara


janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda- tanda gawat janin.

Hal yang perlu dilakukan untuk penegakan diagnosis asfiksia neonatorum :

1. Anamnesa

Ditanyakan adanya tanda-tanda high risk pregnancy (kehamilan risiko tinggi)

dan high risk baby yang mengarah ke gawat bayi .

2. Pemeriksaan Fisik

Pada saat memeriksa fisik bayi, ditemukan:

a. Bayi tidak bernafas atau menangis

b. Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit

c. Tonus otot menurun

d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa

mekonium pada tubuh bayi (Dewi, 2013).

2.1.7 Pencegahan

Pencegahan, eliminasi dan antisipasi terhadap faktor-faktor risiko asfiksia

neonatorum menjadi prioritas utama. Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum

adalah dengan menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia

neonatorum. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi

saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Bila ibu memiliki faktor

risiko yang memungkinkan bayi lahir dengan asfiksia neonatorum, maka langkah-

langkah antisipasi sangat perlu dilakukan yaitu dengan langkah promotif dan

preventif :

Universitas Sumatera Utara


1. Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas, sehingga skrinning

kejadian gawat janin saat kehamilan dan ibu hamil risiki tinggi, ketika persalinan

nanti bayinya terjadi asfiksia dapat dirujuk dengan cepat dan tepat

2. Meningkatkan status nutrisi ibu

3. Manajemen persalinan yang baik dan benar

4. Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukn resusitasi

yang baik dan benar yang sesuai standar (Dewi, 2013).

2.2 Landasan Teori

Tingginya angka kematian bayi dan balita tidak dapat dibiarkan begitu saja,

mengingat kelangsungan hidup anak sangat menentukan kualitas sumber daya

manusia di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan intervensi yang tepat

untuk mengurangi angka kematian tersebut. Intervensi yang efektif hanya dapat

dilakukan, jika diketahui faktor-faktor yang memengaruhi kelangsungan hidup anak.

Penyebab angka kematian bayi yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak

langsung. Salah satu penyebab tidak langsung adalah asfiksia pada bayi baru lahir.

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas secara spontan dan

teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami

asfiksia pada saat dilahirkan. Faktor risiko untuk terjadinya asfiksia neonatorum

adalah faktor ibu (hipoksia, umur, paritas, hipertensi dan anemia), faktor plasenta

(solusio plasenta, plasenta previa), faktor neonatus (berat lahir, kelainan konginetal,

Universitas Sumatera Utara


kehamilan ganda, kelainan letak dll) dan faktor persalinan (partus lama, kelahiran

sungsang, persalinan dengan tindakan, ketuban pecah dini).

Beberapa teori dan studi empiris menggambarkan kesehatan sebagai fungsi

produktif, yang menunjukkan adanya hubungan struktural antara outcomes kesehatan

dengan variabel-variabel seperti umur, pengaturan jarak kelahiran, dan sebagainya.

Sejalan dengan hal tersebut, terdapat keterkaitan antara faktor sosial ekonomi dengan

kelangsungan hidup anak. Hubungan ini dapat dijelaskan oleh Teori Mosley dan

Chen. Berkurangnya/mengecilnya probalitas kelangsungan hidup anak dipengaruhi

oleh faktor sosial, ekonomi, biologi dan lingkungan.

Determinan kelangsungan hidup anak (child survival) menurut Mosley dan Chen

(1988) di pengaruhi 4 faktor yaitu:

1. Faktor Ibu

Kelangsungan hidup anak salah satunya dipengaruhi oleh faktor ibu yaitu

Dari Segi Umur Ibu, Paritas/Jumlah Anak Dan Jarak Kelahiran. Masing-

masing faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil kehamilan dan

kelangsungan hidup bayi. Selain itu, di mungkinkan juga terdapat sinergisme

diantara variabel-variabel faktor ibu, misalnya jarak kelahiran yang dekat di

tambah dengan umur ibu yang muda.Umur seorang ibu akan berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup anak, karena seorang ibu hamil yang umurnya msih

tergolong usia muda akan mempengaruhi kelangsungan hidup anak masa yang

akan datang yaitu dalam hal merawat anak. Ibu tersebut memiliki pengetahuan

yang kurang dalam hal perawatan anak, khususnya sewaktu bayi dalam

Universitas Sumatera Utara


kandungan si ibu tersebut kurang memahami hal apa saja yang perlu di

perhatikan selama kehamilan. Selain hal tersebut umur ibu akan berpengaruh

terhadap risiko tinggi yang akan dialaminya sewaktu persalinan. Selain umur ibu,

paritas/jumlah anak akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup anak dan

jarak kelahiran seorang ibu juga berdampak terhadap kelangsungan hidup anak

ke masa yang akan datang.

2. Pencemaran Lingkungan

Determinan Kelangsungan Hidup Anak juga di pengaruhi “Pencemaran

Lingkungan”. Dalam kondisi lingkungan yang optimal sekitar 95% bayi baru

lahir diharapkan dapat bertahan hidup selama 5 tahun pertama kehidupannya.

Bagian dari pencemaran lingkungan yang berpengaruh akan kelangsungan hidup

anak adalah:

• Udara

• Air

• Tanah dan Vektor pembawa penyakit

Udara, air tanah dan vektor pembawa penyakit memengaruhi kelangsungan

hidup anak. Pencemaran lingkungan berkaitan dengan penularan penyakit dari ibu

keanaknya.

3. Kekurangan Gizi

Kekurangan gizi merupakan salah satu determinan kelangsungan hidup anak

baik Gizi Mikro maupun Gizi Makro. Gizi merupakan hal yang sangat penting

Universitas Sumatera Utara


dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, sehingga anak yang tidak

mendapatkan gizi yang cukup sejak dalam kandungan akan berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup anak tersebut. Kekurangan gizi berhubungan dengan kalori,

protein dan gizi mikro.

Gizi dan diet ibu selama hamil mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan, dan

selama masa menyusui memengaruhi jumlah dan kualitas gizi susu ibu.

Persediaan gizi untuk bayi (atau ibu selama hamil dam menyusui) dapat diukur

secara langsung dengan menimbang berat semua makanan sebelum dimakan,

disertai analisis biokimia dengan mengambil sampel makanan. Pengukuran yang

kurang cermat dapat diperoleh dengan mengamati apa yang dimakan, atau dengan

cara mengingat riwayat diet. Pengukuran-pengukuran yang lebih kasar ini dapat

berguna khususnya dalam mengukur tingkat relatif gizi yang dikonsumsi.

Kekurangan gizi tertentu dalam makanan dapat juga diukur dengan ukuran-

ukuran badan atau biokimia.

4. Kecelakaan

Kecelakaan adalah salah satu faktor determinan kelangsungan hidup anak baik

itu yang “Disengaja maupun yang Tidak disengaja”. Kecelakaan yang

disengaja adalah dengan melakukan aborsi terhadap kehamilan yang tidak

diinginkan yang secara langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan anak

sedangkan kecelakaan yang tidak disengaja adalah abortus yang dialami seorang

ibu hamil sehingga janin yang ada dalam kandungan tidak dapat menikmati hidup

diluar rahim. Hal ini akan berdampak terhadap kelangsungan hidup anak tersebut.

Universitas Sumatera Utara


5. Pengendalian Penyakit Perorangan

Pengendalian Penyakit Perorangan merupakan salah satu faktor determinan

terhadap kelangsungan hidup anak yang termasuk didalamnya adalah:

- Perawatan orang tua (Preventif)

- Perawatan tenaga kesehatan

Salah satu komponen dalam pengendalian penyakit perorangan adalah tindakan

preventif yang diambil oleh orang sehat untuk mencegah penyakit. Hal ini meliputi

tingkah laku tradisional seperti mengikuti hal-hal tabu dalam masyarakat, dan

praktek-praktek modern seperti imunisasi atau pencegahan penyakit malaria dan

perawatan antenatal. Variabel ini biasanya diukur dengan pemakaian pelayanan

preventif yang dilaporkan seperti imunisasi, pencegahan malaria, atau perawatan

antenatal (sebelum lahir). Komponen kedua dalam kategori ini adalah perawatan

dokter, yang berkaitan dengan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengobati

penyakit setelah timbulnya penyakit.

Dari ke 5 faktor diatas dapat diketahui akan berdampak terhadap kesehatandan

juga kesakitan seseorang. Dalam hal ini untuk mencapai kesehatan yang baik maka

diperlukan pencegahan terhadap gangguan yang dapat memengaruhi kesehatan

demikian juga dengan kesakitan. Dengan adanya kesakitan maka diperlukan suatu

pengobatan untuk mendapatkan kelangsungan hidup anak yang baik. Gangguan

pertumbuhan dan akhirnya menyebabkan kematian anak merupakan konsekuensi

atau akibat kumulatif dari berbagai penyakit. Kematian anak jarang disebabkan

oleh satu penyebab saja.

Universitas Sumatera Utara


Berikut ini skema kejadian asfiksia berdasarkan landasan teori diatas :

DETERMINAN SOSIAL
EKONOMI

• Faktor ibu Pencemaran Kekurangan Kecelakaan


• Faktor lingkungan gizi
plasenta
• Faktor
neonatus
• Faktor
persalinan

Kesehatan Sakit (Asfiksia)

Pencegahan Pengobatan

Pengendalian Penyakit Gangguan Mati


Perorangan pertumbuhan

Gambar 2.2 Landasan Teori


(Mosley dan Chen, 1988)

2.3 Kerangka Konsep


Berdasarkan landasan teori diatas dapat dirumuskan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut : variabel dependen dalam penelitian ini adalah Asfiksia Neonatorum

Universitas Sumatera Utara


pada bayi baru lahir, sedangkan variabel independen dari penelitian ini adalah umur

ibu, paritas, usia kehamilan, berat badan lahir dan ketuban pecah dini. Kerangka

konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen

Faktor Ibu :
1. Umur ibu
2. Paritas
3. Usia Kehamilan
Variabel Dependen

Faktor Neonatus:
Berat badan lahir
Asfiksia
Neonatorum

Faktor Persalinan
Ketuban Pecah Dini

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Universitas Sumatera Utara


BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik observasional dengan

desain case control dengan memilih ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia

neonatorum sebagai kasus dan ibu yang melahirkan bayi tanpa asfiksia

neonatorum sebagai kontrol. Adapun alasan menggunakan desain ini karena studi

kasus kontrol merupakan studi observasional yang menilai hubungan paparan

penyakit dengan membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan

status paparannya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber

dari catatan rekam medik ibu yang dirawat di RSUD Bangkinang tahun 2016,

kemudian secara retrospektif diteliti faktor risiko sehingga dapat menjelaskan faktor–

faktor yang memengaruhi kejadian asfiksia neonatorum. Rancangan penelitian seperti

terlihat pada gambar 3.1.

Faktor Risiko (+) Asfiksia


Neonatorum
Faktor Risiko (-)

Faktor Risiko (+) Asfiksia Non


Neonatorum
Faktor Risiko (-)

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Penelitian dilakukan di RSUD Bangkinang. Penelitian dilakukan Februari –

Agustus 2017.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011).

Menurut Sugiyono sampel adalah bagian atau jumlah dan karakteritik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin

mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena keterbatasan dana, tenaga

dan waktu, maka peneliti akan mengambil sampel dari populasi itu. Apa yang

dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk

itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (Sugiyono,

2011).

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini semua ibu yang melahirkan bayi dan dirawat di

RSUD Bangkinang periode Januari 2016 sampai 31 Desember 2016 berjumlah 1.302

orang.

Universitas Sumatera Utara


3.3.2 Sampel

a. Kelompok Kasus : data ibu yang melahirkan bayi asfiksia neonatorum di

RSUD Bangkinang periode Januari 2016 sampai 31 Desember 2016

berjumlah 131 orang.

b. Kelompok Kontrol : data ibu yang melahirkan bayi non asfiksia neonatorum

dan dirawat di RSUD Bangkinang periode Januari 2016 sampai 31

Desember 2016 berjumlah 1.171 orang.

3.3.3 Besar Sampel

Besarnya sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(Lameshow,et.al,1997)

{ (Z1 - / 2[ 2P2 (1 – P2) ] + Z1- [ P1 (1 – P1) + P2 (1 – P2) ] } 2


n= --------------------------------------------------------------------------------
(P1 – P2)2
Keterangan :

n : besar sampel minimal

Z 1-α/2 : 1,96 pada derajat kepercayaan 95%

Z 1-  : 0,84 pada kekuatan uji 80%

P1 : kelompok kasus yang terpapar

P2 : kelompok kontrol yang terpapar dengan tingkatkemaknaan 5%

Untuk mendapatkan jumlah sampel minimal dengan menggunakan rumus di

atas, maka terlebih dahulu dicari P1 dengan menggunakan rumus :

(OR) P2
P1 = ------------------------
(OR) P2 + (1 – P2)

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan persamaan di atas dan didasarkan pada perhitungan P2 dan OR

hasil penelitian terdahulu. Berikut ini adalah hasil penelitian yang dilakukan peneliti

terdahulu sebagai dasar dalam perhitungan sampel.

Tabel 3.1 Nilai Odd Rasio Untuk Setiap Variabel

Variabel Peneliti P1 P2 OR P n
Umur Herianto (2013) 0,47 0,198 3,55 0,334 38
Paritas Herianto (2013) 0,67 0,365 3,49 0,517 40
Usia kehamilan Ussy (2014) 0,54 0,143 7,2 0,343 14
Berat lahir bayi Herianto (2013) 0,33 0,125 3,5 0,455 49
Ketuban pecah dini Lestari (2014) 0,54 0,307 2,591 0,421 63

Berdasarkan dari penyajian Tabel 3.1 diatas digunakan P2 dan OR dari hasil

penelitian Lestari sebagai dasar perhitungan sampel, hal ini didasarkan pada OR

yang paling kecil untuk mendapatkan besar sampel minimal. Perhitungan variabel

Ketuban Pecah Dini dengan P2 = 0,307, OR 2,591 dan n = 63

Berdasarkan perhitungan rumus besar sampel minimal di atas dapat diketahui

jumlah sampel sebanyak 63 bayi, maka jumlah sampel untuk kasus ditetapkan

sebanyak 65 orang dengan perbandingan kasus kontrol 1:1, sehingga jumlah sampel

kontrol sebanyak 65 orang. Dengan demikian jumlah sampel seluruhnya adalah 130

orang.

Jumlah kasus dan kontrol adalah 130 orang, dengan perbandingan 1 : 1.

Pemilihan sampel dengan cara mengumpulkan data ibu yang melahirkan di RSUD

Bangkinang periode 1 Januari sampai 31 Desember 2016 (1.302 orang), Kemudian

tentukan N populasi misalnya dalam penelitian ini ingin diambil 65 responden dari

1.171 populasi yang ada, probabilitas untuk terambil sampel adalah 1.171/65 = 18,

Universitas Sumatera Utara


maka di dapat nilai n = 18, artinya setiap responden yang ke 18 di ambil sebagai

sampel. Untuk menentukan responden yang pertama kali di jadikan sampel nomor

urut responden 1-18 di undi, dalam penelitian ini responden dengan nomor urut 18

terpilih sebagai sampel pertama. Tiap ibu yang melahirkan ke-18 diambil sebagai

sampel, sehingga pada akhirnya yang diikut sertakan dalam sampel adalah nomor 18,

36, 54, 72 dan seterusnya sampai didapatkan jumlah responden untuk kontrol

sebanyak 65 responden.

Kemudian dipisahkan antara ibu yang melahirkan bayi dengan asfiksia

neonatorum (kasus) sebanyak 65 bayi dan tidak asfiksia 1.171 bayi (kontrol). Untuk

pengambilan sampel kasus dan kontrol dengan cara sistematis random sampling

(Murti B, 2013).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber

dari catatan rekam medik ibu yang melahirkan sebanyak 1.302 status ibu (kasus dan

kontrol), baik yang melahirkan bayi dengan asfiksia neonatorum maupun non asfiksia

neonatorum. Pengambilan data berdasarkan sistematis random sampling mulai bulan

Januari sampai dengan Desember 2016, dalam pengumpulan data penulis dibantu

oleh petugas rekam medik yang ada di RSUD Bangkinang.

Universitas Sumatera Utara


3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen, yaitu kejadian

asfiksia neonatorum dan terdiri dari variabel independen, yaitu umur ibu, paritas, usia

kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini.

3.5.1 Variabel Dependen

a. Asfiksia Neonatorum

Adalah riwayat bayi baru lahir pada menit pertama dan menit kelima setelah

lahir gagal bernafas secara spontan dengan nilai APGAR ≤ 6 sesuai dengan

diagnosa dokter/bidan.

b. Bayi lahir Non Asfiksia Neonatorum

adalah bayi lahir dengan tangisan kuat, bernafas baik dan gerakan aktif

dengan nilai APGAR ≥ 7 berat badan lahir ≥ 2500 gram.

3.5.2 Variabel Independen

a. Umur ibu adalah usia ibu saat melahirkan bayi pada tahun 2016

dikategorikan berdasarkan kelompok usia risiko tinggi ibu melahirkan yaitu

antara usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun.

b. Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan ibu baik hidup maupun mati,

lahir tunggal maupun kembar yang dikatagorikan berdasarkan jumlah

kehamilan ibu yang berisiko yaitu paritas kurang atau sama dengan satu dan

lebih dari empat orang dan tidak berisiko dua dan empat orang.

c. Usia kehamilan adalah lama waktu kehamilan ibu yang dikatagorikan usia

kehamilan yang berisiko yaitu kurang dari 37 minggu dan lebih dari 42

Universitas Sumatera Utara


minggu dan tidak berisiko yaitu lebih atau sama dengan 37 minggu dan usia

kehamilan 42 minggu berdasarkan catatan medik.

d. Berat bayi lahir adalah berat badan bayi baru lahir yang katagorikan

berdasarkan kelompok risiko terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi baru

lahir yaitu bayi dengan berat badan BBLR(< 2500 gr)

e. Ketuban Pecah Dini adalah suatu keadaan dimana selaput ketuban pecah

sebelum terjadinya persalinan yang disebabkan oleh kurangnya kekuatan

membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri sesuai dengan catatan pada

status pasien.

3.6 Metode Pengukuran Variabel

Metode pengukuran untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut :

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen

Pengukuran variabel dependen menggunakan skala pengukuran nominal,

dimana pengukurannya dilakukan dengan membagi 2 kategori yaitu bayi dengan

asfiksia neonatorum dan tidak yaitu bayi tidak asfiksia neonatorum. Penilaian

kategori berdasarkan diagnosa dokter pada status pasien.

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel independen menggunakan skala nominal,

dimana pengukurannya dibagi menjadi 2 kategori yaitu kategori 0 yang mempunyai

risiko dengan kejadian asfiksia neonatorum dan kategori 1 yang tidak masuk

Universitas Sumatera Utara


kelompok risiko kejadian asfiksia neonatorum. Penilaian kategori tersebut

berdasarkan catatan yang ada pada status pasien sesuai dengan variabel yang diteliti.

Tabel 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Dependen dan Variabel Independen

Variabel Kategori Skala


Pengukuran

I. Variabel Dependen 0. Ya Nominal


Asfiksia Neonatorum 1. Tidak
II. Variabel Independen
1. Umur ibu 0. Berisiko ( <20, >35) Ordinal
1. Tidak berisiko (20-35)

2. Paritas 0. Berisiko (< 1, > 4) Ordinal


1. Tidak berisiko (2-4)

3. Usia kehamilan 0. Berisiko (<37, >42) Ordinal


1. Tidak berisiko (37-42)

4. Berat bayi lahir 0. BBLR (< 2500 gr) Ordinal


1. Norma l(≥2500 gr)

5. Ketuban pecah 0. Ya Nominal


dini 1. Tidak

3.7 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari catatan rekam medik akan dianalisa secara

univariat, bivariat dan multivariat.

3.7.1 Pengolahan Data

Daftar isian yang telah diisi pada saat pengumpulan data dicek tentang

kelengkapan data, dalam pengumpulan data tidak dijumpai kekurangan maka tidak

Universitas Sumatera Utara


dilakukan pendataan ulang, kemudian diedit dan diberi kode sebelum dimasukkan

dalam komputer.

3.7.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Analisa univariat untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi atau

besarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variabel yang diteliti baik

untuk variabel bebas maupun variabel terikat.

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan test kemaknaan

berupa test 𝑥 2 (chi square) dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil perhitungan

statistik dapat menunjukkan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara

variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p, bila dari hasil perhitungan

statistik nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna yang berarti

terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel dengan variabel lainnya.

Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk melihat estimasi

risiko terjadinya outcome, sebagai pengaruh adanya variabel independen. Yang

dimaksud OR adalah suatu perbandingan paparan diantara kelompok kasus

terhadap paparan pada kelompok kontrol.

Perubahan satu unit variable independen akan menyebabkan perubahan nilai

OR pada variabel dependen. Estimasi confidence interval (CI) untuk OR

Universitas Sumatera Utara


ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%. Interpretasinya adalah sebagai

berikut :

Bila OR > 1 berarti sebagai faktor risiko menyebabkan terjadinya outcome.

Bila OR = 1 berarti bukan sebagai faktor risiko dengan kejadian

Bila OR < 1 berarti sebagai faktor proteksi atau pelindung

Tabel 3.3 Tabel Dasar Perhitungan Odds Rasio

Faktor Risiko Kasus Kontrol


Faktor Risiko (+) A B
Faktor Risiko (-) C D

A/C AD
𝑂𝑑𝑑𝑠𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = =
B/D BC

Sel a = kasus mengalami pajanan

Sel b = kontrol mengalami pajanan

Sel c = kasus yang tidak mengalami pajanan

Sel d = kontrol tidak mengalami pajanan

c. Analisis Multivariat

Analisa ini diperlukan untuk melihat hubungan antara satu variabel

dependendengan seluruh variabel independen, sehingga dapat diketahui

variabel independen yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian

asfiksia neonatorum dengan menggunakan uji Regressi Logistik. Uji Regressi

Logistik dilakukan melalui beberapa tahapan untuk mendapatkan nilai p < 0,025

pada setiap variabel independen yang berpengaruh terjadinya asfiksia

Universitas Sumatera Utara


neonatorum. Analisis secara simultan dari beberapa variabel faktor terhadap

suatu hasil dapat dilakukan dengan metode regressi logistik dengan rumus:

1
𝑓(𝑦) =
1+𝑒 B0+B1XI+B2X2+B3X3+... Bi Xi

Universitas Sumatera Utara


BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian


Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang adalah Rumah Sakit milik Pemerintah

Daerah Kabupaten Kampar yang berdiri sejak Pemerintahan Hindia Belanda dan

diresmikan menjadi Rumah Sakit milik Pemerintah pada tahun 1979, memiliki letak

yang strategis di pinggir jalan raya Riau-Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Sejak

tahun 1981 RSUD Bangkinang hanya tergolong rumah sakit Type-D. Sesuai dengan

perkembangan kebutuhan pelayanan maka pada tanggal 05 Juni 1996, berdasarkan

SK Menkes Nomor : 551/Menkes/SK/VI/1996 tentang Peningkatan Kelas RSUD

Bangkinang milik Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Kampar, maka RSUD

Bangkinang diakui sebagai rumah sakit yang tergolong tipe C, dan pada tanggal 19

Desember 2011 RSUD Bangkinang menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

dengan surat Keputusan Bupati Kampar Nomor; 060/ORG/303/2011 tentang

penetapan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkinang sebagai satuan kerja

perangkat daerah kabupaten Kampar yang menerapkan pola pengelolaan keuangan

Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) secara penuh.

Rumah Sakit Umum Daerah termasuk salah satu Organsiasi Sosial yang

memiliki tanggung jawab moral atau akuntabilitas kepada rakyat banyak,

dengandemikian RumahSakit berkewajiban melayani semua golongan masyarakat.

Rumah Sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan dengan menyediakan

Universitas Sumatera Utara


tenaga ahli dibidang kesehatan sesuai profesi juga tenaga perawat yang profesional

dalampelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Saat ini dengan tingginya

kesadaran masyarakat terhadap penting kesehatan dan didukung oleh program

pemerintah terhadap jaminan kesehatan nasional (BPJS Kesehatan)telah dibuktikan

dengan bertambahnya jumlah kunjungan pasien yang datang untukmendapatkan

pelayanan kesehatan di rumah sakit, hal ini mendorong rumah sakit untuk

meningkatkan kualitas mutu pelayanan yang diberikan agar terwujudnya

pelayanankesehatan yang berkualitas yang memenuhi harapan-harapan masyarakat

dan memuaskan.

VISI:

Terwujudnya Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum

Daerah Bangkinang yang modern, profesional dan menyenangkan.

MISI:

1. Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia pada semua lini pelayanan

dalamrangka memberikan pelayanan kesehatan perorangan yang

profesional,santun dan meningkatkan daya saing di Provinsi Riau.

2. Mengembangkan pembangunan gedung rumah sakit sesuai master plan secara

bertahap, melengkapi peralatan medis dan non medis serta pengembangan

fasilitas umum agar mampu memberikan rasa aman dan nyaman,

sertamenyenangkan pelanggan.

3. Mengembangkan manajeman modern berbasis informasi teknologi melalui

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

Universitas Sumatera Utara


4. Mengembangkan pelayanan unggulan sesuai dengan tuntutan lingkungan dan

perkembangan penyakit di Kabupaten Kampar.

5. Dukungan terhadap pengembangan argobisnis di Kabupaten Kampar melalui

pelayanan kesehatan perorangan agar mampu meningkatkan produktifitas

sumber daya manusia.

4.2 Hasil Analisis Univariat dan Bivariat


Analisisunivariatuntuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi

ataubesarnya proporsi menurut berbagai karakteristik variabel yang diteliti baikuntuk

variabel bebas maupun variabel terikat. Sedangkan analisis bivariat digunakan untuk

mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat

dengan menggunakan test kemaknaan berupa test 𝑥 2 (chi square) dengan derajat

kepercayaan 95 %. Hasil perhitungan statistik dapat menunjukkan ada tidaknya

hubungan yang signifikan antara variabel yang diteliti yaitu dengan melihat nilai p,

bila dari hasil perhitungan statistik nilai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik

bermakna yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara satu variabel dengan

variabel lainnya. Selain itu dilakukan juga perhitungan Odd Rasio (OR) untuk

melihat estimasi risiko terjadinya outcome, sebagai pengaruh adanya variabel

independen

Data karakteristik responden dilihat dari segi umur ibu, paritas, usia

kehamilan, berat bayi lahir, ketuban pecah dini dan kejadian asfiksia pada penelitian

ini dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


4.2.1 Pengaruh Umur Ibu dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada kelompok kasus proporsi umur ibu berisiko (<20, >35 tahun) sebanyak

42 orang (64,6%) dan pada kelompok kontrol umur ibu yang berisiko (<20, >35

tahun) sebanyak 25 orang (38,5%). Pada Kelompok kasus proporsi umur ibu yang

tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 23 orang (35,4%) dan pada kelompok kontrol

umur ibu yang tidak berisiko (20-35 tahun) sebanyak 40 orang (61,5%).

Hasil analisisstatistik dengan uji Chi-square diperolehnilai p< 0,05diperoleh

nilai p (value) = 0,005 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,005< 0,05 yang berarti

menunjukan ada pengaruh antara umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum pada

bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa umur ibu mempunyai peluang 2,92

kali untuk berisiko mengalami kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir

dibandingkan dengan umur ibu yang tidak berisiko sebesar 2,92 (95% CI 1,43 –

5,96).

Pengaruh umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada

gambar berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


n=42 n=25
70 64,6%
61,5%
60

50 n=23
n=40
35,4% Berisiko (<20,
40 38,5%
>35 tahun)
30 Tidak Berisiko
(20-35 tahun)
20

10

0
Kasus Kontrol
n=65 n=65

Gambar 4.1 Distribusi Proporsi Umur Ibu yang Melahirkan dalam Kelompok
Kasus dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang
Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2016

4.2.2 Pengaruh Paritas dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada kelompok kasus proporsi paritas yang berisiko (<1, >4) sebanyak 40

orang (61,5%) dan pada kelompok kontrol paritas yang berisiko (<1, >4) sebanyak 22

orang (33,8%). Pada Kelompok kasus proporsi paritas yang tidak berisiko (2-4)

sebanyak25 orang (38,5%) dan pada kelompok kontrol paritas yang tidak berisiko (2-

4) sebanyak 43 orang (66,2%).

Hasil analisisstatistik dengan uji Chi-square diperolehnilai p< 0,05diperoleh

nilai p (value) = 0,003 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,003< 0,05 yang berarti

menunjukan ada pengaruh antara paritas dengan kejadian asfiksia neonatorum pada

bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa paritas mempunyai peluang 3,12

Universitas Sumatera Utara


kali untuk berisiko mengalami kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir

dibandingkan dengan paritas yang tidak berisiko sebesar 3,12 (95% CI 1,52 – 6,40).

Pengaruh paritas dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada gambar

berikut ini :
n=43
n=40
70 66,2%
61,5%
60

50 n=25
38,5 % n=22
40 33,8%
Berisiko (≤1, >4)
30 Tidak Berisiko (2-4)
20

10

0
Kasus Kontrol
n=65 n=65

Gambar 4.2Distribusi Proporsi Paritas dalam Kelompok Kasus dan Kontrol


di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang Kabupaten
KamparProvinsi Riau Tahun 2016

4.2.3 Pengaruh Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada kelompok kasus proporsi usia kehamilan yang berisiko (<37, >42 minggu)

sebanyak 45 orang (69,2%) dan pada kelompok kontrol usia kehamilan yang berisiko

(<37, >42 minggu) sebanyak 24 orang (27,7%). Pada Kelompok kasus proporsi usia

kehamilan yang tidak berisiko (37-42 minggu) sebanyak 20 orang (30,8%) dan pada

Universitas Sumatera Utara


kelompok kontrol usia kehamilan yang tidak berisiko (37-42 minggu) sebanyak 41

orang (72,3%).

Hasil analisisstatistik dengan uji Chi-square diperolehnilai p< 0,05diperoleh

nilai p (value) = < 0,001 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang

berarti menunjukan ada pengaruh antara usia kehamilan dengan kejadian asfiksia

neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa usia kehamilan berisiko mempunyai

peluang 5,8 kali untuk terjadinya asfiksia neonatorum dibandingkan dengan usia

kehamilan yang tidak berisiko sebesar 5,8 (95% CI 2,75 – 12,52).

Pengaruh usia kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada

gambar berikut ini :

n= 47
n=45
80 72,3%
69,2%
70
60
50
Berisiko (<37, >42
n=20 n=18
40 minggu)
30,8% 27,7%
30 Tidak Berisiko (37-42
minggu)
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65

Gambar4.3Distribusi Proporsi Usia Kehamilandalam Kelompok Kasus dan


Kontrol di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang Kabupaten
Kampar Provinsi Riau Tahun 2016

Universitas Sumatera Utara


4.2.4 Pengaruh Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada kelompok kasus proporsi berat bayi lahir yang berisiko (<2500 gr)

sebanyak 45 orang (69,2%) dan pada kelompok kontrol berat bayi lahir yang berisiko

(<2500 gr) sebanyak 24 orang 36,9%. Pada Kelompok kasus proporsi berat bayi lahir

yang tidak berisiko (>2500 gr) sebanyak 20 orang (30,8%) dan pada kelompok

kontrol berat bayi lahir yang tidak berisiko (>2500 gr) sebanyak 41orang (63,1%).

Hasil analisisstatistik dengan uji Chi-square diperolehnilai p< 0,05diperoleh

nilai p (value) = < 0,001 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang

berarti menunjukan ada pengaruh antara berat bayi lahir rendah dengan kejadian

asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa berat bayi lahir dengan

BBLR mempunyai peluang 3,84 kali untuk berisiko asfiksia neonatorum

dibandingkan dengan berat bayi lahir yang normal sebesar 3,84 (95% CI 1,85 –

7,96).

Pengaruh berat bayi lahir dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada

gambar berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


n=45
69,2% n=41
70 63,1%
60
50 n=24
40 n=20 36,9% Berisiko (<2500 gr)
30,8%
30
Tidak Berisiko (≥ 2500
20 gr)

10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65

Gambar 4.4Distribusi Proporsi Berat Bayi Lahir dalam Kelompok Kasusdan


Kontrol di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang Kabupaten
Kampar Provinsi Riau Tahun 2016
4.2.5 Pengaruh Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Pada kelompok kasus proporsi ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD)

sebanyak 55 orang (84,6%) dan pada kelompok kontrol ibu yang mengalami ketuban

pecah dini (KPD) sebanyak 42 orang (64,6%). Pada Kelompok kasus proporsi ibu

yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD) sebanyak 10 orang (15,4%) dan

pada kelompok kontrol ibu yang tidak mengalami ketuban pecah dini (KPD)

sebanyak 23 orang (35,4%).

Hasil analisisstatistik dengan uji Chi-square diperolehnilai p< 0,05diperoleh

nilai p (value) = 0,016 pada α = 0,05. Karena nilai p (value) 0,016< 0,05 yang berarti

menunjukan ada pengaruh antara ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia

neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa terjadinya ketuban pecah dini

Universitas Sumatera Utara


mempunyai peluang 3,01 kali untuk berisiko asfiksia neonatorum dibandingkan

dengan yang tidak berisiko sebesar 3,01 (95% CI 1,29 – 7,00).

Pengaruh berat bayi lahir dengan kejadian asfiksia neonatorum di uraikan pada

gambar berikut ini

n=55
90 84,6%
80 n=42
70 64,6%
60
50 n=23
35,4% Ya
40
Tidak
30 n=10
15,4%
20
10
0
Kasus Kontrol
n=65 n=65

Gambar 4.5Distribusi Proporsi Ketuban Pecah Dinidalam Kelompok Kasus


dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang
Kabupaten Kampar Provinsi Riau Tahun 2016

4.3 Hasil Analisis Multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang memiliki

pengaruh paling besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum

Daerah Bangkinang tahun 2016. Analisis multivariat yang digunakan uji regresi

logistik ganda. Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel yang diduga berpengaruh

dengan kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang

Universitas Sumatera Utara


tahun 2016yaitu umur ibu, paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah

dini. Tahap selanjutnya seluruh variabel ini dimasukkan sebagai kandidat untuk

dilakukan analisis multivariat.

Analisis multivariat bertujuan untuk mendapatkan model yang terbaik dalam

menentukan variabel dominan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia

neonatorum pada bayi baru lahir. Dalam pemodelan ini semua variabel yang memiliki

nilai p < 0,025 pada analisis bivariat akan dimasukkan ke dalam uji regresi logistik

seperti pada Tabel 4.1 berikut ini :

B S.E. Wald Sig. Exp(B)


Umur ibu 0,031 1,083 0,001 0,977 1,032
Paritas 0,303 1,098 0,076 0,783 1,353
Usia 1,593 0,442 13,019 0,000 4,919
Kehamilan
Berat Bayi 1,055 0,418 6,369 0,012 2,873
Lahir
KPD 1,266 0,513 6,094 0,014 3,545
Konstanta -1,824 0,417 19,152 0,000 0,161
Overall percentage : 76,2%
* = dikeluarkan secara bertahap
Tabel 4.1 Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Untuk Identifikasi Variabel yang
Akan Masuk Dalam Model

Seluruh variabel dengan nilai p < 0,05 maka masuk sebagai kandidat model,

sehingga secara keseluruhan model ini dapat memprediksi besarnya pengaruh umur,

paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini sebesar 76,2%

(overall percentage 76,2%) sedangkan 23,8% dipengaruhi oleh faktor lainnya.

Variabel yang sangat berpengaruh terhadap kejadian asfiksia neonatorum pada bayi

Universitas Sumatera Utara


baru lahir adalah usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini yang

diketahui dari nilai koefisien B. Adapun persamaan regresi logistik yang diperoleh

sebagai berikut :

P(X)= 1

1+ e(-1,824 +0,031X1- 0,303X2 +1,593X3 + 1,055X4 +1,266X5)


P(X) = 0,762

Keterangan :

X1 = Umur X4 = Berat Bayi Lahir


X2 = Paritas X5 = Ketuban Pecah Dini
X3 = Usia Kehamilan

Nilai P sebesar 0,762 artinya ibu hamil berpeluang melahirkan bayi dengan

kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir sebesar 0,762 atau 76,2%.

Persamaan regresi logistik tersebut untuk memprediksikan besarnya pengaruh umur,

paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini terhadap kejadian

asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Berdasarkan hasil uji regresi logistik pada

Tabel 4.7 dari 5 variabel (umur, paritas, usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban

pecah dini) ternyata tiga variabel yang berpengaruh yaitu usia kehamilan, berat bayi

lahir dan ketuban pecah dini. Diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk usia kehamilan

sebesar 4,919 dengan p value 0,000 berarti usia kehamilan berpeluang 4,9 kali untuk

mengalami asfiksia neonatorum. Nilai koefisien eksp (B) untuk berat bayi lahir

sebesar 2,873 dengan p value 0,012 berarti berat bayi lahir berpeluang 2,8 kali untuk

mengalami asfiksia neonatorum. Nilai koefisien eksp (B) untuk ketuban pecah dini

Universitas Sumatera Utara


sebesar 3,545 dengan p value 0,014 berarti ketuban pecah dini berpeluang 3,5 kali

untuk mengalami asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

Universitas Sumatera Utara


BAB 5

PEMBAHASAN

Variabel-variabel yang sangat berpengaruh pada kejadian asfiksia neonatorum

adalah sebagai berikut :

5.1 Pengaruh Umur dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Umur ibu tidak secara langsung berpengaruh terhadap kejadian asfiksia, tetapi

umur berpengaruh terhadap proses reproduksi.Umur kurang dari 20 tahun atau lebih

dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru

lahir. Hasil uji statistik Chi-square diperolehnilai p (value) = 0,005 pada α = 0,05.

Karena nilai p (value) 0,005< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara

umur ibu dengan kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio

diketahui bahwa umur ibu mempunyai peluang 2,92 kali untuk berisiko mengalami

kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dibandingkan dengan umur ibu

yang tidak berisiko sebesar 10,5 (95% CI 2,6-40,9). Hal ini disebabkan ibu berusia

di bawah 20 tahun (usia muda) dan ada ibu yang berusia diatas 35 tahun (usia tua),

yang mempengaruhi dari kesiapan alat reproduksi dan kemampuan psikologis ibu

dalam melahirkan.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) ada

hubungan faktor yang berkaitan dengan terjadinya Asfiksia dapat dilihat dari faktor

ibu yang meliputi usia ibu waktu hamil, umur kehamilan saat melahirkan dan paritas

ibu. Umur muda (< 20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ

Universitas Sumatera Utara


reproduksi) maupun secara mental. Adanya pertambahan umur akan memengaruhi

perubahan perkembangan dari organ-organ dalam pelvis. Keadaan ini akan

memengaruhi kehidupan janin dalam rahim.

Menurut hasil penelitian Yuliana (2012) bahwa umur muda (< 20 tahun)

berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ reproduksi) maupun secara

mental. Hasil penelitian menunjukan bahwa primiparity merupakan faktor risiko

yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan umur

tua (> 35 tahun), secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk menjalani

kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi perdarahan,

plasenta previa, rupture uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan terjadinya

asfiksia bayi baru lahir. Juga mengemukakan hasil penelitian Hartatik dan Yuliaswati

(2012) bahwa ibu-ibu yang melahirkan denganumur kehamilan berisiko lebih

berpeluangmelahirkan bayi asfiksia 2,9 kali di bandingkan yang tidak berisiko.

Umur kehamilan yang berisiko di bawah usia 20 tahun dan diatas 35 tahun,

dapat menimbulkan banyak permasalahan karena bisa mempengaruhi organ tubuh

seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan berat lahir kurang. Hal ini disebabkan

karena wanita yang hamil muda belum bisa memberikan suplai makanan dengan baik

dari tubuhnya ke janin di dalam rahimnya. Kehamilan di usia muda akan

mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan

pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat

reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Hal ini sesuai dengan pendapat

Prawirohardjo, 2012, bahwa umur pada waktu hamil sangat berpengaruh pada

Universitas Sumatera Utara


kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas

sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi

penerus dapat terjamin. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan

menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat

reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat ( Kristiyanasari, 2010) bahwa umur ibu

yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, berisiko tinggi untuk melahirkan

bayi asfiksia. Untuk usia ibu yang melahirkan lebih dari 35 tahun, maka pada wanita

umur tersebut ada kecenderungan besar untuk terjadinya pre eklamsi dan hipertensi

yang dapat menyebabkan perdarahan dan persalinan terlalu dini. Kehamilan di

bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan banyak permasalahan karena bisa

memengaruhi organ tubuh seperti rahim, bahkan bayi bisa prematur dan berat lahir

kurang. Hal ini disebabkan karena wanita yang hamil muda belum bisa memberikan

suplai makanan dengan baik dari tubuhnya ke janin di dalam rahimnya (Marmi,

2012).

Penelitian Almeida et al (2015) menyatakan bahwa ibu dengan usia yang tua

(mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap keluaran perinatal (OR : 0,59, CI 95% =

0.34-1.04). Namun pengaruh tersebut dapat dikurangi tergantung pada usia

kehamilan, paritas, dan terutama pada tingkat pendidikan wanita hamil. Dan

penelitian Koirala dkk (2013) menunjukkan bahwa ibu dengan usia berisiko

berpeluang melahirkan bayi dengan kejadian asfiksia neonatorum.

Universitas Sumatera Utara


Kehamilan di usia muda atau remaja (di bawah usia 20 tahun) akan

mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan

padausia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat

reproduksiibu belum siap untuk hamil.Umur pada waktu hamil sangat berpengaruh

pada kesiapan ibu untuk menerimatanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga

kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan

generasi penerus dapat terjamin. Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun)

akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat

reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa

usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20 tahun sampai dengan 35 tahun.

Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun

ternyata 2 sampai 5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada

usia 20 sampai 35 tahun (Prawirohardjo, 2012).

5.2 Pengaruh Paritas dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Kehamilan dan persalinan yang dianggap aman adalah paritas 2 dan 3.

Kehamilan. Paritas dengan primipara dan multipara merupakan faktor risiko

terjadinya kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Hasil uji statistik chi – squareuji

Chi-square diperoleh nilai p (value) = 0,003 pada α = 0,05. Karena nilai p (value)

0,003< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara paritas dengan kejadian

asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa paritas

mempunyai peluang 3,12 kali untuk berisiko mengalami kejadian asfiksia

Universitas Sumatera Utara


neonatorum pada bayi baru lahir dibandingkan dengan paritas yang tidak berisiko

sebesar 3,12 (95% CI 1,52 – 6,40). Ibu yang baru pertama kali melahirkan cenderung

mengalami kesulitan dibandingkan dengan ibu yang sudah pernah melahirkan, hal ini

disebabkan karena ibu dengan paritas primipara akan mengalami kesulitan saat

persalinan akibat otot-otot masih kaku dan belum elastis sehingga akan memengaruhi

lamanya persalinan sehingga menyebabkan bayi mengalami asfiksia, sedangkan pada

ibu dengan paritas multipara mengalami kelemahan ataupun kurangnya kekuatan otot

rahim sehingga dapat memperpanjang proses perslinan.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yuliana (2012) bahwa primiparity

merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas

asfiksia, sedangkan paritas di atas 4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk

menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi

perdarahan, plasenta previa, ruptur uteri, solutio plasenta yang dapat berakhir dengan

terjadinya asfiksia bayi baru lahir. Ibu yang mengalami kehamilan lebih dari 42

minggu (posterm) berisiko 3,571 kali lebih besar melahirkan bayi yang mengalami

asfiksia dibandingkan dengan ibu hamil kurang dari 42 minggu (aterm).Pada anak

pertama adanya kekakuan dari otot atau cervik yang kaku memberikan tahan yang

jauh lebih besar dan dapat memperpanjang persalinan, sedangkan pada anak ke empat

atau lebih adanya kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang

kali diregangkan kehamilan, sehingga nutrisi yang dibutuhkan janin berkurang,

dinding rahim dan dinding perut sudah kendor, kekenyalan sudah berkurang hingga

Universitas Sumatera Utara


kekuatan mendesak kebawah tidak seberapa sehingga dapat memperpanjang proses

persalinan.

Hasil penelitian Kusmiyati tahun 2015 menunjukkan bahwa primiparity

merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas

asfiksia, sedangkan paritas >4, secara fisik ibu mengalami kemunduran untuk

menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi untuk terjadi

perdarahan,plasenta previa, ruptur uteri, solusio plasentayang dapat berakhir dengan

terjadinya asfiksiabayi baru lahir (Kusmiyati, 2015). Dan penelitian Koirala dkk

(2013) juga menunjukkan bahwa primiparity juga bekontribusi untuk melahirkan

bayi dengan kejadian asfiksia neonatorum.

Menurut Purnammingrum (2012) yang mengutip pendapat Lee, Paritas 1 dan

umur muda (<20 tahun) berisiko karena ibu belum siap secara medis (organ

reproduksi) maupun secara mental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa primipariti

merupakan faktor risiko yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap mortalitas

asfiksia, sedangkan paritas diata 4 dan umur (>35), secara fisik ibu mengalami

kemunduran untuk menjalani kehamilan. Keadaan tersebut memberikan predisposisi

untuk terjadi perdarahan, ruptur uteri, solusio plasenta yang dapat berakhir dengan

terjadinya asfiksia bayi baru lahir.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Pasca (2013)

yang menujukkan bahwa adanya hubungan paritas dengan kejadian asfiksia

neonatorum pada bayi baru lahir dengan nilai p= 0.007.Dan juga penelitian dari

Sabine, dkk (2013) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara ibu

Universitas Sumatera Utara


nuliparitas dengan kejadian asfiksia neonatorum. Hasil penelitian ini sejalan dengan

teori yang menyatakan bahwa paritas yang tinggi memungkinkan terjadinya penyulit

kehamilan dan persalinan yang dapat menyebabkan terganggunya transport O2 dari

ibu ke janin yang akan menyebabkan asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR Score

menit pertama setelah lahir (Manuba, 2010).Kehamilan grande multigravida (paritas

tinggi) menyebabkan kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah

berulang kali direngangkan kehamilan. Sehingga cenderung untuk timbul kelainan

letak ataupun kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin.Hal ini dapat

mempengaruhi suplai gizi maupun oksigen dari ibu ke janin dan semakin tinggi

paritas maka risiko untuk melahirkan bayi dengan asfiksia juga akan semakin tinggi

(Prawirohardjo, 2012).

5.3 Pengaruh Usia Kehamilan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Hasil uji Chi-quare menunjukkan bahwa p (value) = < 0,001 pada α = 0,05.

Karena nilai p (value)< 0,001< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara

usia kehamilan dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui

bahwa usia kehamilan berisiko mempunyai peluang 5,8 kali untuk terjadinya asfiksia

neonatorum dibandingkan dengan usia kehamilan yang tidak berisiko sebesar 5,8

(95% CI 2,75 – 12,52). Dan dari hasil analisa multivariat diperoleh nilai koefisien

eksp (B) untuk usia kehamilan sebesar 4,919 yang berarti usia kehamilan berisiko

4,9 kali untuk mengalami kejadian asfiksia neonatorum.

Universitas Sumatera Utara


Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmayanti

(2010) yang menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kehamilan lewat waktu

dengan kejadian asfiksia neonatorumdi Ruang Bersalin RSUD Dr Soedomo

Trenggalek, dimana pada hasil analisis didapatkan p-value 0,000 <0,05.

Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Ussy yang dilakukan di RSU PKU

Muhammadiyah Bantul (2013), bahwa ibu yang mengalami kehamilanpost

termpaling banyak ditemukan pada kelompok kasus dibandingkan pada kelompok

kontrol yaitu sebesar 64,1%, hal ini terjadi karena kehamilanyang berlangsung

selama 42 minggu atau lebih menyebabkan plasenta terus mengalami penuaan yang

pada akhirnya berdampak pada penurunan fungsi plasenta itu sendiri sehingga

terjadigangguan sirkulasi oksigen dari ibu ke janin. Akibat dari kekurangan oksigen

dari ibu maka janin akan buang air besar dalam rahim. Pada saat janin lahir akan

terjadi aspirasi (cairan terisap ke dalam saluran nafas), keadaan inilah yang dapat

menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir.

Penelitian Farhana, dkk (2014) menunjukkan bahwa kematian bayi yang yang

megalami kejadian asfiksia sebagian besar dipengaruhi oleh usia kehamilan dibawah

37 minggu (prematur).Kelahiran bayi di bawah usia kehamilan 37 minggu

mengalami asfiksia karena bayi yang lahir kurang umur akan mengalami kesulitan di

bagian pernafasan, hal ini disebabkan karena ketidak sempurnaan organ-organ di

dalam tubuhnya. Hal ini sesuai dengan pendapat (Artana, 2012) bahwa kelahiran

bayi dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu mempunyai risiko tinggi

Universitas Sumatera Utara


terhadap berbagai penyakit yang berhubungan dengan prematuritas. Kelahiran

prematur juga merupakan penyebab utama kematian neonatal dini dan memberikan

kontribusi lebih terhadap penyebab kematian perinatal pada bayi tanpa kelainan

bawaan.

Hal ini sejalan juga dengan pendapat Chapman (2013) bayi prematur lebih

rentan mengalami hipotermia, hipoglikemia, ikterus, infeksi,dan gawat nafas

(Chapman, 2013).Menurut Purnammingrum (2012) yang mengutip pendapat

Katwinkel, bayi prematur (<37 minggu) lebih berisiko untuk meninggal karena

asfiksia. Umumnya gangguan telah dimulai sejak dikandungan, misalnya gawat janin

atau stres janin saat proses kelahirannya. Kegagalan pernafasan pada bayi prematur

berkaitan dengan defisiensi kematangan surfaktan pada paru-paru bayi.

Pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan umur kehamilan melebihi 42

minggu kejadian asfiksia bisa disebabkan karena fungsi plasenta yang tidak maksimal

lagi akibat proses penuaan sehingga mengakibatkan transportasi oksigen dari ibu ke

janin terganggu. Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan

kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat dibuktikan

dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta

berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan risiko 3 kali (Kusmiyati,

2015).

Hal yang sama juga diuraikan dari hasil penelitian oleh Nayeri dkk (2012) di

Iran juga menunjukkan bahwa usia kehamilan di bawah 37 minggu memiliki risiko

mengalami kejadian asfiksia 2,57 kali lipat dibandingkan usia kehamilan normal.

Universitas Sumatera Utara


Risiko ini meningkat 11,0 kali lipat pada usia kehamilan di bawah 35 minggu (Nayeri

F, et all, 2012). Penelitian Utomo (2011) menunjukkan bahwa prematuritas

merupakan salah satu faktor risiko asfiksia dengan nila p = < 0,001, OR 4,055 (2,939-

5,595), selain faktor perdarahan antepartum, preeklampsia, berat lahir rendah,

kelahiran lewat waktu dan bedah sesar. Bayi prematur dan berat lahir rendah

umumnya kondisi paru belum matang dan kekuatan otot pernafasan masih terbatas.

Pemberian ventilasi dan tindakan resusitasi dibutuhkan pada kelahiran bayi prematur

(Utomo.MT, 2011).

Kehamilan lebih dari 42 minggu juga berisiko asfiksia neonatorum, hal ini

disebabkan karena plasenta akan mengalami prosespenuaan sehingga fungsinya akan

menurunatau berkurang. Menurunnya fungsi plasentaini akan berakibat pada

pertumbuhan danperkembangan bayi. Bayi mulai kekuranganasupan gizi dan

persediaanoksigen dariibunya. Selain itu cairan ketuban bisa berubahmenjadi sangat

kental dan hijau. Sehinggacairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru dan

menyumbat pernafasan bayi. Janinjuga dapat lahir dengan berat badan yang berlebih

sebagian besar bayi lahir tanpa masalah.Akan tetapi pada kehamilan

dengankomplikasi dapat menjadi proses yangbermasalah untuk janin. Salah satunya

yaitubayi mengalami asfiksia.

Usia kehamilan dapat menentukan berat badan janin, semakin tua

kehamilanmaka berat badan janin akan semakin bertambah. Pada umur kehamilan 28

mingguberat janin kurang lebih 1000 gram, sedangkan pada kehamilan 37 – 42

minggu beratjanin diperkirakan mencapai 2500 – 3500 gram. Kehamilan antara

Universitas Sumatera Utara


28sampai dengan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir

iniakan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena

bayiyang terlalu muda mempunyai prognosis buruk. Lamanya kehamilan mulai dari

ovulasi sampai partus adalah kira– kira 280 hari(40 minggu), dan tidak lebih dari 300

hari (43 minggu). Kehamilan 40 minggu ini disebut kehamilan matur (cukup bulan).

Kehamilan lebih dari 42 minggu disebut kehamilan postmatur. Kehamilan antara 28

sampai dengan 36 minggu disebut kehamilan prematur. Kehamilan yang terakhir ini

akan mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang dilahirkan, karena

bayi yang terlalu muda mempunyai prognosis buru. Ditinjau dari tuanya kehamilan,

kehamilan dibagi dalam 3 bagian yaitu kehamilantriwulan pertama (antara 0 sampai

dengan 12 minggu), kehamilan triwulan kedua(antara 12 sampai dengan 28 minggu),

dan kehamilan triwulan terakhir (antara 28 sampai 40 minggu). Dalam triwulan

pertama alat–alat mulai dibentuk. Dalam triwulan kedua alat–alat telah dibentuk,

tetapi belum sempurna dan viabilitas janin masih disangsikan. Janin yang dilahirkan

dalam trimester terakhir telah viable (dapat hidup).

5.4 Pengaruh Berat Bayi Lahir Rendah dengan Kejadian AsfiksiaNeonatorum

Berat badan lahir merupakan salah satu faktor risiko meningkatnya angka

kejadian dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia. Berdasarkan hasil

statistik dengan uji Chi-square diperoleh nilaip (value)= < 0,001 pada α = 0,05.

Karena nilai p (value) = < 0,001, < 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh

antara berat bayi lahir rendah dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds

Universitas Sumatera Utara


Ratio diketahui bahwa berat bayi lahir dengan BBLR mempunyai peluang 3,84 kali

untuk berisiko asfiksia neonatorum dibandingkan dengan berat bayi lahir yang

normal sebesar 3,84 (95% CI 1,85 – 7,96).Dan dari hasil analisa multivariat

diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk berat bayi lahir sebesar 2,873 yang berarti

berat bayi lahir berisiko 2,8 kali untuk mengalami kejadian asfiksia neonatorum.

Kejadian asfiksia juga disebabkan karena bayi dengan BBLR tersebut lahir

dengan kondisi kembar.Kehamilan kembar berkaitan dengan kejadian asfiksia

disebabkan karena kurangnya kebutuhan nutrisi dari tubuh ibu untuk keperluan janin

sehingga ibu mengalami anemia. Bayi dengan berat badan lahir rendah berisiko

mengalami asfiksia disebabkan karena tidak sempurnanya pertumbuhan bayi

sehingga mempengaruhi dari kondisi fisik bayi. Hal ini sejalan dengan hasil

penelitian Anita (2013) bahwa bayi dengan BBLR adalah bayi dengan berat lahir

kurang dari 2500 gram merupakan salah satu faktor risiko yang mempunyai

kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal, Angka kejadian

dan kematian BBLR akibat komplikasi seperti asfiksia.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Driviana (2011) bahwa hubungan BBLR

dengan kejadian asfiksia neontorum di ruang mawar RSUD dr. IskakKabupaten

Tulungagung tahun 2011 dari uji statistik Chi square dengan signifikan 0.05

didapatkan p value 0,001dimana 0,001 <0,05 yang berarti ada hubungan antara

BBLR dengan kejadian asfiksia neonatorum. Penelitian tersebut sesuai dengan

temuan dilahan bahwa ada hubungan antara bayi BBLR dengan asfiksia dari uji

statistik di dapatkan p value = < 0,001.Penelitian Erni (2015) juga menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


bahwa semakin rendah berat bayi lahir semakin memengaruhi untuk terjadinya

kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir.

Asfiksia banyak dialami oleh bayi BBLR dikarenakan bayi BBLR memiliki

beberapa masalah yang timbul dalam jangka pendek diantaranya gangguan

metabolik, gangguan imunitas seperti ikterus, gangguan pernafasan seperti asfiksia,

paru belum berkembang sehingga belum kuat melakukan adaptasi dari intrauterin ke

ekstrauterin. BBLR cenderung mengalami kesulitan dalam melakukan transisi akibat

berbagai penurunan pada sistem pernapasan, diantaranya : penurunan jumlah alveoli

fungsional, defisiensi kadar surfaktan, lumen pada sistem pernapasan lebih kecil,

jalan napas lebih sering kolaps dan mengalami obstruksi, kapiler-kapiler paru mudah

rusak dan tidak matur, ototpernapasan yang masih lemah sehingga sering terjadi

apneu, asfiksia dan sindroma gangguan pernapasan. Hal ini juga sesuai dengan hasil

penelitian menurut Musalihatun (2010), salah satu faktorpenyebab asfiksia padajanin

antara lain prematur, BBLR, IUGR, gemelli, tali pusat menumbung, kelainan

konginetal (Muslihatun 2010). Masalah jangka pendek yang terjadi akibat BBLR

diantaranya adalah gangguan pernapasan seperti sindroma gangguan pernapasan,

asfiksia, apneu periodik (henti napas), paru belum berkembang, retrolental fibroplasi

(gangguan oksigen berlebihan) (Proverawati & Ismawati, 2010).

Bayi berat lahir rendah mempunyai masalah antara lain : pusat pengaturan

pernapasan dan alat pencernaannya belum sempurna, kemampuan metabolisme

panas masih rendah sehingga dapat berakibat terjadinya asfiksia, asidosis dan mudah

terjadi infeksi. Bayi yang dilahirkan BBLR umumnya kurang mampu meredam

Universitas Sumatera Utara


tekanan lingkungan yang baru, sehingga berakibat pada terhambatnya pertumbuhan

dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya, selain itu

juga akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap

infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Kusmiyati, 2015).

Salah satu akibat dari berat badan lahir rendah pada bayi adalah

terjadinyaasfiksia. Asfiksia atau gagal nafas secara spontan saat lahir atau beberapa

menit setelahlahir sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini

disebabkan olehkekurangan surfaktan (Ratio lesitin atau sfingomielin kurang dari 2),

pertumbuhan dan perkembangan yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih

lemah dan tulang iga yang mudah melengkung atau pliable thorax. Berat lahir

berkaitan dengan masa gestasi. Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi

maka makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya prognosis bayi berat lahir rendah

tergantung berat ringannya masalah perinatal. Makin rendah berat lahir bayi makin

tinggi terjadiya asfiksia dan sindroma pernafasan. Asfiksia atau gagal bernafas secara

spontan saat lahir atau beberapa menit setelah lahir sering menimbulkan penyakit

berat pada BBLR. Hal ini disebabkan oleh kekurangan surfaktan (ratio lesitin atau

sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan yang belum sempurna,

otot pernafasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung atau

pliable thorax (Prawirohardjo, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Gilang menyatakan bahwa dari hasil uji regresi

logistik menunjukkan bahwa OR 53,737 berarti risiko terjadinya asfiksia neonatorum

pada ibu yang melahirkan bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), Berat Bayi

Universitas Sumatera Utara


Lahir Sangat Rendah (BBLSR), dan Berat Bayi Lahir Ekstra Rendah (BBLER)

sebesar 53,7 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi dengan

berat lahir normal. Berat badan bayi mempunyai pengaruh langsung terhadap

kualitas bayi (Gilang, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Aslam et al (2014) menyatakan bahwa

beratbadan lahir rendah adalah salah satu penyebab utama untuk menyebabkan

asfiksia lahir. Risiko untuk terjadinya asfiksia lahir lebih tinggi pada bayi berat 1-2

kg (OR 0,13, CI 95%, 0,05-0,32, p = < 0,01) dibandingkan dengan bayi dengan berat

2,5 kg hingga >3,5 kg. Faktor risiko dari janin yang lain adalah oligohidramnion,

ketuban yang tercampur mekonium, persalinan prematur, resusitasi pada persalinan

preterm, dan berat lahir rendah (Aslam, 2014).

5.5Pengaruh Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum

Hasil uji uji Chi-square diperolehnilaip (value) = 0,016 pada α = 0,05. Karena

nilai p (value) 0,016< 0,05 yang berarti menunjukan ada pengaruh antara ketuban

pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum. Nilai Odds Ratio diketahui bahwa

terjadinya ketuban pecah dini mempunyai peluang 3,01 kali untuk berisiko asfiksia

neonatorum dibandingkan dengan yang tidak berisiko sebesar 3,01 (95% CI 1,29 –

7,00). Dan dari hasil analisa multivariat diperoleh nilai koefisien eksp (B) untuk

ketuban pecah dini sebesar 3,545 yang berarti ketuban pecah dini berisiko 3,5 kali

untuk mengalami kejadian asfiksia neonatorum.

Universitas Sumatera Utara


Hal ini sejalan dengan teori oleh Winkjosastro(2007)yang menyatakan bahwa

asfiksia disebabkan oleh ketuban pecah dini karena saat terjadipengurangan cairan

ketuban dapat meningkatkan kompresi tali pusat dini dan timbulnya berbagai

perlambatan jantung janin. Kompresi tali pusat akan mengakibatkan terganggunya

aliran darah dalam pembuluh darah tali pusat dan menghambat pertukaran gas antara

ibu danjanin. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari

ibu ke janin akan terjadi asfiksia janin. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Azusa dkk (2013) yang menunjukkan bahwa adanya peningkatan yang

signifikankematian neonatal dini karena asfiksia intrapartum pada bayi baru lahir

yang terpapar pada ibu yang mengalami ketuban pecah dini (KPD).Terjadinya KPD

karena bahwa di dalam persalinan terjadi kekurangan cairan ketuban sehingga janin

tidak terdorong keluar, sehingga memperlambat jalannya aliran darah ke dalam aliran

tali pusat.Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lia (2013) yang

menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu dengan riwayat ketuban pecah

dini mempunyai risiko 4,295 kali terhadap kejadian asfiksia dibandingkan dengan

bayi yang dilahirkan dari ibu tanpa riwayat ketuban pecah dini.

Selain itu dengan pecahnya ketuban lebih dini akan terjadi oligohidramnion

yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan

antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air

ketuban, janin semakin gawat (Prawirohardjo, 2010). Dari penelitian ini juga

menghasilkan nila odd ratioyang menunjukkan bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu

dengan riwayat ketuban pecah dini mempunyai risiko 4,295 kali lipat terhadap

Universitas Sumatera Utara


kejadian asfiksia dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan dari ibu tanpa riwayat

ketuban pecah dini. Menurut Nugroho (2010) bahwa komplikasi paling sering terjadi

pada KPD adalah sindrom distress pernafasan (RDS: Respiratory Distress Syndrome)

yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir, sehingga hasil penelitian yang didapatkan

peneliti sesuai dengan teori ini.Ketuban pecah dini merupakan salah satu risiko tinggi

dalam kehamilan dan persalinan. Hal ini juga di ungkapkan dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Hariyanto (2012) menghasilkan fakta bahwaada hubungan kejadian

asfiksia dengan kehamilan risiko tinggi di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar

Malang dengan hasil uji korelasi pearson didapatkan p=0,000 dengan taraf

kepercayaan 0,05.

5.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder dari beberapa catatan medik

rawat inap ibu melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Bangkinang periode 1

Januari – 31 Desember 2016, dan dari catatan rekam medik bayi yang lahir

dengan asfiksia neonatorum(Apgar Skor ≤ 6) dan bayi yang lahir tidak asfiksia

neonatorum(Apgar Skor 7–10). Oleh karena itu variabel yang diteliti terbatas

pada variabel yang tersedia sesuai data pada catatan rekam medik di Rumah

Sakit Umum Daerah Bangkinang.

Universitas Sumatera Utara


BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil

beberapa kesimpulan mengenai faktor-faktor yang paling berpengaruh

(dominan)terhadap kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit Umum Daerah

(RSUD) Bangkinang tahun 2016.

1. Usia kehamilan, berat bayi lahir dan ketuban pecah dini merupakan faktor

yang memengaruhi terhadap kejadian asfiksia neonatorum, sedangkan umur

ibu dan paritas tidak mempunyai pengaruh terhadap kejadian asfiksia

neonatorum.

2. Faktor yang paling berpengaruh diantara faktor lain dalam penelitian ini

terhadap kejadian asfiksia neonatorum adalah usia kehamilan, yaitu bayi yang

lahir dengan usia kehamilan <37 minggu atau >42 minggu berisiko 4,9 kali

mengalami kejadian asfiksia neonatorum dibandingkan dengan bayi yang

lahir dengan usia kehamilan 37-42 minggu.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas faktor yang sangat dominan berpengaruh

terjadinya asfiksia neonatorumyaitu usia kehamilan, berat bayi lahir dan

ketuban pecah dini.

Universitas Sumatera Utara


1. Ibu hamil

Diharapkan kepada ibu hamil untuk selalu memeriksakan kehamilannya

(antenatal care) secara teratur dengan memanfaatkan fasilitas kesehatan

yang tersedia untuk mendeteksi adanya kelainan seperti kehamilan prematur

(< 37 minggu) atau kehamilan postmatur (> 42 minggu), bayi yang lahir

dengan berat lahir rendah, ketuban pecah dini, dan lain-lain pada ibu ataupun

janin dan memperkecil kemungkinan penyebab asfiksia neonatorum.

2. Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit)

Diharapkan kepada petugas kesehatan di rumah sakit khususnya bidan agar

lebih meningkatkan ilmu dan keterampilan agar dapat mendeteksi sedini

mungkin terjadinya asfiksia neonatorum sehingga kejadian asfiksia

neonatorum dapat diatasi dengan baik dan dapat memberikan penyuluhan dan

informasi mengenai faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum pada ibu hamil

saat melakukan kunjungan kehamilan (antenatal care) dan pemerikaan di poli

kebidanan di rumah sakit sehingga ibu dapat mengetahui penyebab dari

kejadian asfiksia neonatorum tersebut.

3. Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan

bacaan dan materi pembelajaran serta masukan sebagaisumber ilmu untuk

meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan perkembangan pengetahuan

Universitas Sumatera Utara


dibidang maternitas dan dapat melaksanakan pencegahan terhadap kejadian

asfiksia neonatorum.

4. Bagi peneliti lainnya

Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai tindakan untuk

pencegahanterjadinya asfiksia neonatorum sehingga dapat menurunkan

kejadian asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir ataupun kematian yang

disebabkan oleh asfiksia neonatorum

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Andi, S.R, 2013. AnalisisFaktor Risiko Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di
RsudSyekh Yusuf Gowa Dan Rsup Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar
Alaro, D, 2014. Prevalence and outcomes of acute kidney injury in term neonates
with perinatal asphyxia. African Health Sciences, vol. 14, no. 3,hlm. 682 – 688,
doi :http://dx.doi.org/10.4314/ahs.v14i3.26
Almeida, N.K.O., Almeida, R.M.V.R., Pedreira, C.E. 2015. Adverse perinatal
outcomes for advanced maternalage: a cross-sectional study of Brazilian births.
Jornal de Pediatria, vol. 9, no. 3, hlm. 1 – 6, doi : 10.1016/j.jped.2014.12.002
Aslam, H.M, 2014. Risk Factors Of Birth Asphyxia
Azusa, dkk. 2013. Maternal infection and risk of intrapartum death: a population
based observational study in South Asia

BAPELKES PROV.SUMUT, 2014, Modul Diklat Penanganan Bayi Barulahir


Dengan Asfiksia Dan BBLR Bagi Tenaga Pendidik Tenaga Kesehatan
Chapman, V dan Charles, C. 2013. Persalinan dan Kelahiran Asuhan Kebidanan.
Jakarta : EGC
Chiabi, A., Nguefack, S., Mah, E., Nodem, S., Mbuagbaw, L., Mbonda, E.,
Tchokoteu,
Dassah, E.T., Odoi A.T., danOpoku B.F. 2014. Stillbirths And Very Low Apgar
ScoresAmong Vaginal Births In A Tertiary Hospital In Ghana A Retrospective
Cross –Sectional Analysis. Biomed Central Pregnancy and Chilbirth, vol. 14,
no. 289,hlm. 1 – 7, doi:10.1186/1471-2393-14-289
Dika, A, 2012.Hubungan Prematuritas Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di
RSUD Wonosari.
Dewi, V.N.L, 2013, Resusitasi Neonatus, Jakarta: SalembaMedika
Erna, E.W, Hubungan Kehamilan Lewat Waktu Dengan KejadianAsfiksia Bayi Baru
Lahir (Di RSUD dr. R. KoesmaTuban)
Erni, Y.L, 2015. Characteristics of Asphyxia Neonatorum in Luwuk, Banggai
Regency, Indonesia

Universitas Sumatera Utara


Farhanadkk. 2014. Risk Factors Associated with Birth Asphyxia in Rural District
Matiari, Pakistan: A Case Control Study

Fauziah, S.A, 2012, Asuhan Neonatus Risiko Tinggi Dan Kegawatan, Yogyakarta:
NuhaMedika

Gaiva, M.A.M., Fujimori, E., dan Sato, A.P.S. 2014. Neonatal mortality in infants
with low birth weigh. Rev Esc Enferm USP, vol. 48, no. 5, hlm. 778-785, doi:
10.1590/S0080-62342014000050000252
Gilang., Notoatmojo R., dan Rakhmawatie M.D. 2012. Faktor – faktor yang
berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum (Studi Di RSUD Tugurejo
Semarang). Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang.

Hariyanto.2012. Hubungan kejadian asfiksia dengan kehamilan risiko tinggi di


Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang
Hidayat, A. A. A. 2011. Metode Penelitian Kesehatan; Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Kelapa Pariwara.

Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Neonatus dan Anak. Yogyakarta


:NuhaMedika

Kusmiyati, 2015.Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan KejadianAsfiksia


Neonatorumdi RSUD Liun Kendage Tahuna

Koirala, dkk (2013). Factors determining birth asphyxia among newborn babies in
selected hospitals

Lia, L. 2013. Hubungan ketuban pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum
di RSU PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta Periode 2010-2012

Lemeshow. 1997. BesarSampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : UGM.

Manuaba, I. B. G. 2010.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB edisi


2.Jakarta :Yayasan Bina Pustaka.

Marmi.,dan Rahardjo, K. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra
Sekolah.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Maryunani, A, 2014, Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neoantus,
Jakarta: Trans Info Media

Universitas Sumatera Utara


Murti, B. 2013.Desaindan Ukuran Sampel Untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
di Bidang Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nursalam. 2013. Konsepdan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis, danInstrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta
:Salemba Medika
Pascal, dkk. 2013. Risk factors of clinical birth asphyxia and subsequent newborn
death following nuchal cord in a low-resource setting
P. F., Doh, A. 2013. Risk Factors for Birth Asphyxia in an Urban Health Facility in
Cameroon. Iran J Child Neurol. Vol. 7, no. 3, hlm. 46- 54, PMID : 24665306
[PubMed]
Prasetyawati, A.E, 2012, KesehatanIbu Dan Anak (KIA) Dalam Millenium
Development Goals (MDGs), Yogyakarta: Nuha Medika
Prawirohardjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Purnamaningrum, E.Y, 2012, Penyakit Pada Neonatus, Bayi Dan Balita, Yogyakarta:
Fitramaya

Rahma A.S, 2013. Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayibaru Lahir di
RSUD Syech Yusuf Gowadan RSUP dr Wahidin Sudirohusodo Makassar.
Jurnal Kesehatan, Vol. VII, No. 1/2014: 277-287
Riyanto, Bambang. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :Alfabeta.Salmah. 2006.
Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC.

Rukiyah, A. Y. 2012. AsuhanKebidanan 4 ( Patologi). Jakarta : Trans Info Media

Rupiyanti, R, 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Asfiksia Pada


Neonatus Di Rumah Sakit Islam Kendal

Sabine, dkk (2013). Maternal and neonatal risk factors for asphyxia related perinatal
mortality at term

Sastroasmoro, Sudigdo, danSofyan Ismael. 2010. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian


Klinisedisi ketiga. In: Pemilihan Subyek Penelitiandan Desain Penelitian.
Jakarta: SagungSeto.

Suciati, 2013.Hubungan Bayi Berat Lahir Rendah (Bblr) DenganKejadianAsfiksia Di


Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.

Universitas Sumatera Utara


Sudarti. dan Fauziah, A. 2013. Asuhan Neonatus Risiko Tinggi dan Kegawatan.
Yogyakarta :Nuha Medika

Ussy, P.M, 2013. Hubungan Kehamilan Post Term Dengan Kejadian Asfiksia Pada
Bayi Baru Lahir Di Rsu Pku Muhammadiyah Bantul.
Wahyu, U.E, 2015. Pengaruh Umur Ibu, Paritas, Usia Kehamilan, Dan Berat Lahir
Bayi Terhadap Asfiksia Bayi Pada Ibu Pre Eklamsia Berat.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
DATA KASUS

Paritas Kategori Usia Kehamilan Kategori Usia Berat Bayi Kategori Berat
No No. RM Umur (tahun) Kategori Umur (orang) Paritas (Minggu) kehamilan Lahir (gram) Bayi Lahir KPD Kejadian Asfiksia
1 126510 19 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
2 126646 37 Berisiko 1 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2500 Normal Tidak Ya
3 126863 17 Berisiko 0 Berisiko 36 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
4 126947 17 Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
5 127479 38 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
6 127480 40 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
7 127632 44 Berisiko 0 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
8 127822 46 Berisiko 5 Berisiko 36 Berisiko 2800 Normal Tidak Ya
9 128070 36 Berisiko 1 Berisiko 43 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
10 128336 40 Berisiko 5 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
Tidak
11 128391 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 3000 Normal Tidak Ya
Tidak
12 128392 27 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2500 BBLR Ya Ya
13 128615 15 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2200 BBLR Tidak Ya
14 126099 16 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
15 130057 21 Tidak Berisiko 3 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2500 BBLR Ya Ya
16 130192 16 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Tidak Ya
17 130309 17 Berisiko 0 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2200 BBLR ya Ya
18 131341 18 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
Tidak
19 131355 22 Tidak Berisiko 2 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
20 132763 23 Tidak Berisiko 2 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
21 132795 18 Berisiko 0 Berisiko 43 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
22 132854 19 Berisiko 0 Berisiko 35 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
23 133074 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
24 133160 24 Tidak Berisiko 3 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
25 133835 19 Berisiko 0 Berisiko 33 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Universitas Sumatera Utara
Tidak
26 134283 33 Tidak Berisiko 5 Berisiko 30 Berisiko 2600 Normal Tidak Ya
Tidak
27 134918 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 35 Berisiko 2800 Normal Ya Ya
Tidak
28 134938 23 Tidak Berisiko 2 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
29 135224 19 Berisiko 1 Berisiko 36 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
30 135489 25 Tidak Berisiko 3 Berisiko 33 Berisiko 2900 Normal Ya Ya
Tidak
31 135649 33 Tidak Berisiko 3 Berisiko 43 Berisiko 2500 Normal Ya Ya
Tidak
32 135924 28 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Tidak Berisiko 3000 Normal Ya Ya
Tidak
33 135965 31 Tidak Berisiko 2 Berisiko 35 Berisiko 2600 Normal Tidak Ya
34 136061 19 Berisiko 0 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
35 136220 33 Tidak Berisiko 4 Berisiko 41 Tidak Berisiko 2700 Normal Ya Ya
36 136221 17 Berisiko 0 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
Tidak
37 136283 35 Tidak Berisiko 4 Berisiko 43 Berisiko 2800 Normal Tidak Ya
Tidak
38 136464 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 42 Tidak Berisiko 2500 Normal Ya Ya
Tidak
39 136600 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2900 Normal Ya Ya
Tidak
40 136670 22 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2500 Normal Ya Ya
41 136756 19 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2600 Normal Ya Ya
42 136813 17 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2800 Normal Ya Ya
43 136857 18 Berisiko 0 Berisiko 43 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
44 137025 19 Berisiko 0 Berisiko 46 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Tidak
45 137092 37 Berisiko 3 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
46 137093 19 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
47 137248 36 Berisiko 5 Berisiko 37 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
48 137307 40 Berisiko 5 Berisiko 35 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
Tidak
49 138122 23 Tidak Berisiko 4 Berisiko 38 Tidak Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
50 138124 18 Berisiko 1 Berisiko 33 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
Universitas Sumatera Utara
Tidak
51 138174 26 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Tidak Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
Tidak
52 138176 24 Tidak Berisiko 2 Berisiko 30 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
53 138337 30 Berisiko 5 Berisiko 45 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
54 138438 19 Berisiko 0 Berisiko 34 Berisiko 2300 BBLR Tidak Ya
55 131630 18 Berisiko 0 Berisiko 36 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
56 132210 18 Berisiko 1 Berisiko 33 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
57 132255 19 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2100 BBLR Ya Ya
58 132716 17 Berisiko 1 Berisiko 30 Berisiko 2000 BBLR Tidak Ya
59 132760 36 Berisiko 5 Berisiko 35 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
60 132809 19 Berisiko 0 Berisiko 34 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya
61 132796 17 Berisiko 1 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
62 132809 36 Berisiko 1 Berisiko 30 Berisiko 2200 BBLR Ya Ya
Tidak
63 133194 27 Tidak Berisiko 4 Berisiko 43 Berisiko 2000 BBLR Ya Ya
64 133248 18 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2400 BBLR Ya Ya
65 133870 17 Berisiko 1 Berisiko 36 Berisiko 2300 BBLR Ya Ya

Universitas Sumatera Utara


DATA KONTROL
Kategori Kategori
Paritas Kategori Usia Kehamilan Usia Berat Bayi Berat Bayi Kejadian
No No. RM Umur (tahun) Kategori Umur (orang) Paritas (Minggu) kehamilan Lahir (gram) Lahir KPD Asfiksia
Tidak Tidak
1 126388 23 Tidak Berisiko 3 Berisiko 37 Berisiko 2600 Normal Tidak Tidak
Tidak
2 127830 18 Berisiko 0 Berisiko 39 Berisiko 2800 Normal Ya Tidak
Tidak
3 131566 19 Berisiko 0 Berisiko 37 Berisiko 3000 Normal Ya Tidak
Tidak
4 131758 36 Berisiko 5 Berisiko 38 Berisiko 2600 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
5 132813 25 Tidak Berisiko 2 Berisiko 39 Berisiko 2700 Normal Ya Tidak
Tidak
6 132831 37 Berisiko 5 Berisiko 37 Berisiko 2500 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
7 135744 30 Tidak Berisiko 4 Berisiko 39 Berisiko 2800 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
8 116190 28 Tidak Berisiko 3 Berisiko 41 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
9 138951 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 37 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
10 128676 27 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
11 138138 26 Tidak Berisiko 3 Berisiko 38 Berisiko 2200 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
12 101474 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 41 Berisiko 2100 BBLR Tidak Tidak
13 123290 19 Berisiko 1 Berisiko 43 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
14 134582 19 Berisiko 2 Berisiko 42 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
15 134861 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 38 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
16 135527 18 Berisiko 1 Berisiko 36 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak
17 135757 36 Berisiko 1 Berisiko 37 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
18 113847 19 Berisiko 2 Tidak 35 Berisiko 2400 BBLR Tidak Tidak
Universitas Sumatera Utara
Berisiko
Tidak Tidak
19 117660 34 Tidak Berisiko 4 Berisiko 39 Berisiko 3000 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
20 118645 36 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Berisiko 2800 Normal Ya Tidak
Tidak
21 138689 30 Tidak Berisiko 2 Berisiko 34 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
22 139235 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Berisiko 2300 BBLR Tidak Tidak
Tidak Tidak
23 134492 25 Tidak Berisiko 2 Berisiko 42 Berisiko 2100 BBLR Tidak Tidak
Tidak Tidak
24 135973 33 Tidak Berisiko 3 Berisiko 38 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
25 129983 30 Tidak Berisiko 4 Berisiko 37 Berisiko 2500 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
26 136230 32 Tidak Berisiko 4 Berisiko 42 Berisiko 2700 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
27 116563 20 Tidak Berisiko 3 Berisiko 39 Berisiko 3000 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
28 137750 28 Tidak Berisiko 3 Berisiko 41 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
29 127205 26 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Berisiko 2600 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
30 119673 38 Berisiko 3 Berisiko 42 Berisiko 2800 Normal Ya Tidak
Tidak
31 129953 19 Berisiko 1 Berisiko 39 Berisiko 2700 Normal Tidak Tidak
Tidak
32 130186 18 Berisiko 0 Berisiko 37 Berisiko 2600 Normal Ya Tidak
33 130773 19 Berisiko 1 Berisiko 34 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
Tidak
34 130843 36 Berisiko 0 Berisiko 41 Berisiko 3000 Normal Ya Tidak
Tidak Tidak
35 131593 29 Tidak Berisiko 3 Berisiko 39 Berisiko 3100 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
36 132809 33 Tidak Berisiko 4 Berisiko 38 Berisiko 3200 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
37 133370 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 37 Berisiko 2900 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
38 126550 31 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Berisiko 3000 Normal Tidak Tidak
Universitas Sumatera Utara
39 126866 35 Berisiko 1 Berisiko 35 Berisiko 2800 Normal Ya Tidak
Tidak
40 127195 19 Berisiko 1 Berisiko 39 Berisiko 2600 Normal Ya Tidak
Tidak
41 128615 37 Berisiko 1 Berisiko 37 Berisiko 3000 Normal Ya Tidak
Tidak
42 129861 39 Berisiko 0 Berisiko 40 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
43 129922 36 Berisiko 0 Berisiko 32 Berisiko 3100 Normal Ya Tidak
Tidak
44 133870 19 Berisiko 1 Berisiko 39 Berisiko 2900 Normal Ya Tidak
Tidak
45 134163 18 Berisiko 0 Berisiko 42 Berisiko 2700 Normal Ya Tidak
Tidak
46 134757 18 Berisiko 1 Berisiko 38 Berisiko 2200 BBLR Tidak Tidak
47 134914 17 Berisiko 0 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Tidak Tidak
Tidak
48 135038 19 Berisiko 1 Berisiko 37 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak
49 136812 18 Berisiko 0 Berisiko 42 Berisiko 2000 BBLR Tidak Tidak
Tidak
50 137097 33 Tidak Berisiko 4 Berisiko 32 Berisiko 2100 BBLR Ya Tidak
Tidak
51 137140 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 34 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
52 138618 26 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Berisiko 2100 BBLR Tidak Tidak
Tidak
53 139245 30 Tidak Berisiko 3 Berisiko 35 Berisiko 2300 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
54 139359 28 Tidak Berisiko 2 Berisiko 36 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
55 132845 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 42 Berisiko 2400 BBLR Ya Tidak
Tidak Tidak
56 135311 27 Tidak Berisiko 2 Berisiko 40 Berisiko 2900 Normal Tidak Tidak
Tidak
57 136359 29 Tidak Berisiko 2 Berisiko 32 Berisiko 2400 BBLR Tidak Tidak
Tidak
58 139581 33 Tidak Berisiko 3 Berisiko 30 Berisiko 3000 Normal Tidak Tidak
Tidak
59 139622 30 Tidak Berisiko 2 Berisiko 32 Berisiko 2900 Normal Tidak Tidak
60 139795 29 Tidak Berisiko 3 Tidak 39 Tidak 2700 Normal Ya Tidak
Universitas Sumatera Utara
Berisiko Berisiko
Tidak
61 139873 20 Tidak Berisiko 2 Berisiko 34 Berisiko 3200 Normal Ya Tidak
Tidak
62 140021 29 Tidak Berisiko 3 Berisiko 43 Berisiko 2800 Normal Ya Tidak
Tidak
63 140670 31 Tidak Berisiko 2 Berisiko 32 Berisiko 2600 Normal Tidak Tidak
Tidak
64 141054 33 Tidak Berisiko 3 Berisiko 34 Berisiko 2900 Normal Tidak Tidak
Tidak Tidak
65 141183 20 Tidak Berisiko 3 Berisiko 40 Berisiko 3000 Normal Tidak Tidak

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN UNIVARIAT

DATA KASUS
Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 42 64.6 64.6 64.6
Tidak Berisiko 23 35.4 35.4 100.0
Total 65 100.0 100.0

Paritas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 40 61.5 61.5 61.5
Tidak Berisiko 25 38.5 38.5 100.0
Total 65 100.0 100.0

Usia Kehamilan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 45 69.2 69.2 69.2
Tidak Berisiko 20 30.8 30.8 100.0
Total 65 100.0 100.0

Berat Bayi Lahir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid BBLR 45 69.2 69.2 69.2
Normal 20 30.8 30.8 100.0
Total 65 100.0 100.0

Ketuban Pecah Dini

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 55 84.6 84.6 84.6
Tidak 10 15.4 15.4 100.0
Total 65 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Kejadian Asfiksia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 65 100.0 100.0 100.0

DATA KONTROL

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 25 38.5 38.5 38.5
Tidak Berisiko 40 61.5 61.5 100.0
Total 65 100.0 100.0

Paritas
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 22 33.8 33.8 33.8
Tidak Berisiko 43 66.2 66.2 100.0
Total 65 100.0 100.0

Usia Kehamilan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Berisiko 18 27.7 27.7 27.7
Tidak Berisiko 47 72.3 72.3 100.0
Total 65 100.0 100.0

Berat Bayi Lahir

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid BBLR 24 36.9 36.9 36.9
Normal 41 63.1 63.1 100.0
Total 65 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


Ketuban Pecah Dini

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Ya 42 64.6 64.6 64.6
Tidak 23 35.4 35.4 100.0
Total 65 100.0 100.0

Kejadian Asfiksia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Tidak 65 100.0 100.0 100.0

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN BIVARIAT

Umur * Kejadian Asfiksia

Crosstab

Kejadian Asfiksia

Ya Tidak Total
Umur Berisiko Count 42 25 67
Expected Count 33.5 33.5 67.0
% within Kejadian Asfiksia 64.6% 38.5% 51.5%
Tidak Berisiko Count 23 40 63
Expected Count 31.5 31.5 63.0
% within Kejadian Asfiksia 35.4% 61.5% 48.5%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 8.901a 1 .003
Continuity Correctionb 7.884 1 .005
Likelihood Ratio 9.006 1 .003
Fisher's Exact Test .005 .002
Linear-by-Linear Association 8.832 1 .003
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Umur (Berisiko
2.922 1.432 5.960
/ Tidak Berisiko)
For cohort Kejadian Asfiksia =
1.717 1.181 2.497
Ya
For cohort Kejadian Asfiksia =
.588 .409 .844
Tidak
N of Valid Cases 130

Universitas Sumatera Utara


Paritas * Kejadian Asfiksia

Crosstab

Kejadian Asfiksia

Ya Tidak Total
Paritas Berisiko Count 40 22 62
Expected Count 31.0 31.0 62.0
% within Kejadian Asfiksia 61.5% 33.8% 47.7%
Tidak Berisiko Count 25 43 68
Expected Count 34.0 34.0 68.0
% within Kejadian Asfiksia 38.5% 66.2% 52.3%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%
\
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 9.991a 1 .002
Continuity Correctionb 8.911 1 .003
Likelihood Ratio 10.124 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .001
Linear-by-Linear Association 9.914 1 .002
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.00.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Paritas
3.127 1.527 6.404
(Berisiko / Tidak Berisiko)
For cohort Kejadian Asfiksia =
1.755 1.222 2.521
Ya
For cohort Kejadian Asfiksia =
.561 .383 .822
Tidak
N of Valid Cases 130

Universitas Sumatera Utara


Usia Kehamilan * Kejadian Asfiksia

Crosstab

Kejadian Asfiksia

Ya Tidak Total
Usia Berisiko Count 45 18 63
kehamila
Expected Count 31.5 31.5 63.0
n
% within Kejadian Asfiksia 69.2% 27.7% 48.5%
Tidak Berisiko Count 20 47 67
Expected Count 33.5 33.5 67.0
% within Kejadian Asfiksia 30.8% 72.3% 51.5%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 22.452a 1 .000
Continuity Correctionb 20.820 1 .000
Likelihood Ratio 23.151 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 22.279 1 .000
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 31.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Umur (Berisiko
5.875 2.757 12.521
/ Tidak Berisiko)
For cohort Kejadian Asfiksia =
2.393 1.606 3.566
Ya
For cohort Kejadian Asfiksia =
.407 .267 .620
Tidak
N of Valid Cases 130

Universitas Sumatera Utara


Berat Bayi Lahir * Kejadian Asfiksia

Crosstab

Kejadian Asfiksia

Ya Tidak Total
Berat Bayi Lahir BBLR Count 45 24 69
Expected Count 34.5 34.5 69.0
% within Kejadian Asfiksia 69.2% 36.9% 53.1%
Normal Count 20 41 61
Expected Count 30.5 30.5 61.0
% within Kejadian Asfiksia 30.8% 63.1% 46.9%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 13.621a 1 .000
Continuity Correctionb 12.354 1 .000
Likelihood Ratio 13.873 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear Association 13.516 1 .000
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 30.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Berat Bayi
3.844 1.855 7.967
Lahir (BBLR / Normal)
For cohort Kejadian Asfiksia =
1.989 1.335 2.963
Ya
For cohort Kejadian Asfiksia =
.517 .358 .747
Tidak
N of Valid Cases 130

Crosstabs

Universitas Sumatera Utara


Ketuban Pecah Dini * Kejadian Asfiksia

Crosstab

Kejadian Asfiksia

Ya Tidak Total
Ketuban Pecah Dini Ya Count 55 42 97
Expected Count 48.5 48.5 97.0
% within Kejadian Asfiksia 84.6% 64.6% 74.6%
Tidak Count 10 23 33
Expected Count 16.5 16.5 33.0
% within Kejadian Asfiksia 15.4% 35.4% 25.4%
Total Count 65 65 130
Expected Count 65.0 65.0 130.0
% within Kejadian Asfiksia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 6.863a 1 .009
Continuity Correctionb 5.848 1 .016
Likelihood Ratio 7.010 1 .008
Fisher's Exact Test .015 .007
Linear-by-Linear Association 6.811 1 .009
N of Valid Casesb 130
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for Ketuban Pecah
3.012 1.295 7.005
Dini (Ya / Tidak)
For cohort Kejadian Asfiksia =
1.871 1.084 3.230
Ya
For cohort Kejadian Asfiksia =
.621 .451 .856
Tidak
N of Valid Cases 130

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN MULTIVARIAT

Logistic Regression

Case Processing Summary


Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 130 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 130 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 130 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total number of
cases.

Dependent Variable
Encoding
Original
Value Internal Value
Ya 0
Tidak 1

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.
Step 1 Step 39.015 5 .000
Block 39.015 5 .000
Model 39.015 5 .000

Model Summary
Cox & Snell R Nagelkerke R
Step -2 Log likelihood Square Square
1 141.204a .259 .346
a. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.

Universitas Sumatera Utara


Classification Tablea

Predicted

Kejadian Asfiksia
Percentage
Observed Ya Tidak Correct
Step 1 Kejadian Asfiksia Ya 47 18 72.3
Tidak 13 52 80.0
Overall Percentage 76.2
a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 1a umur .031 1.083 .001 1 .977 1.032
paritas .303 1.098 .076 1 .783 1.353
usia_kehamilan 1.593 .442 13.019 1 .000 4.919
Berat_Bayi_Lahir 1.055 .418 6.369 1 .012 2.873
KPD 1.266 .513 6.094 1 .014 3.545
Constant -1.824 .417 19.152 1 .000 .161
a. Variable(s) entered on step 1: umur, paritas, usia_kehamilan, Berat_Bayi_Lahir, KPD.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Predicted

Kejadian Asfiksia
Percentage
Observed Ya Tidak Correct
Step 0 Kejadian Asfiksia Ya 0 65 .0
Tidak 0 65 100.0
Overall Percentage 50.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500

Universitas Sumatera Utara


Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step 0 Constant .000 .175 .000 1 1.000 1.000

Variables not in the Equation

Score df Sig.
Step 0 Variables umur 8.901 1 .003
paritas 9.991 1 .002
usia_kehamilan 22.452 1 .000
Berat_Bayi_Lahir 13.621 1 .000
KPD 6.863 1 .009
Overall Statistics 35.228 5 .000

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai