Anda di halaman 1dari 96

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN

ISPA PADA BALITA DI KAMPUNG PUBEHABU DISTRIK


KEMTUK GRESI

HASIL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

SENTIKE YOHANA BETY ANGGRESU


NIM : 2019071014099

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN KESELAMATAN KERJA


JURUSAN/PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2023

1
2
LEMBAR PERSETUJUAN

Proposal ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian Proposal pada Program

Studi Strata Satu (S1) Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih.

Disetujui :

Nama : Sentike Yohana Bety Anggresu

Hari / Tanggal :

Tempat / Ruang : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Cenderawasih

Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Anton Wambrauw S. KM., M. Sc Apriyana Irjayanti S. KM., M. Kes


NIP: 19810409 200004 1 001 NIP:19800425 200812 2 002

Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Cenderawasih

Dr. Novita Medyati, S. KM., M.Kes


NIP. 19761126 200112 1 001

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Telah diuji dan diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (S.KM) pada Peminatan Kesehatan Lingkungan dan Keselamatan
Kerja, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Cenderawasih,
Jayapura, Tahun 2022.

Nama : Edison Meop


NIM : 20170711014265
Hari/Tanggal :
Judul Skripsi : Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada

Balita Di Kampung Pupehabu Distrik Kemtuk Gresi

Mengesahkan
Dekan Ketua Jurusan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Kesehatan Masyarakat

Dr. Semuel Piter Irab, S.KM., M.P.H. Dr. Novita Medyanti, S. KM., M.Kes
NIP. 19761216 200604 1 002 NIP. 19761126 200112 1 001

Tim Penguji
1 Anton Wambrauw, S.KM., M.Sc (Ketua) 1............
. NIP. 19810409 200604 1 001
2 Apriyana Irjayanti S. KM., M. Kes, (Sekertaris) 2...........
. NIP.
3 Dr. Novita Medyati, S.KM., M.Kes (Anggota) 3............
. NIP. 19761126 200112 1 001
4 Natalia Paskawati Adimuntja, S.KM., M.Kes (Anggota) 4............
. NIP. 19921204 201903 2 024
5 Yane Tambing, S.KM., M.PH (Anggota) 5............
. NIP. 19830205 200604 2 002

iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Sentike Yohana Bety Anggresu

Nim : 20170711014265

Judul Skripsi : Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA

Pada Balita Di Kampung Pupehabu Distrik Kemtuk Gresi

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis untuk diterbitkan oleh orang lain,

yang secara tertulis diacuh dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Jayapura, 16 September 2022

SENTIKE YOHANA BETY ANGGRESU


NIM. 20170711014265

iv
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN
ISPA PADA BALITA DI KAMPUNG PUPEHABU DISTRIK
KEMTUK GRESI

Oleh :

SENTIKE YOHANA BETY ANGGRESU


NIM : 2019071014099

ABSTRAK

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu


masalah kesehatan yang angka kejadianya cukup tinggi di dunia. Hal ini di
sebabkan masih tinggi angka kesakitanya dan angka kematian karna ISPA
khususnya pneumonia menjadi pembunuh utama khususnya pada anak di
bawah usia lima tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Kejadian ISPA pada Balita di
Kampung Pupehabu Distrik Kemtuk Gresi.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross sectional
dengan studi korelasi analitik. dimana penelitian dilakukan pada bulan
September 2023, bertempat di Kampung Pupehabu Distrik Kemtuk Gresi
Kabupaten Jayapura. Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 98
balita ditentukan berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Slovin.
Dengan penambahan 10%. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner
dan lembar observasi/ pengukuran. Analisis data menggunakan uji chi
square dengan derajat kemaknaan ( α = 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ventilasi rumah berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita (p = 0.004, PR 6.462). Sedangkan jenis
kelamin balita tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita (p =
1,000, PR 1.146), umur balita tidak berhubungan dengan kejadian ISPA
pada balita (p = 0.874, PR 0. 762), pendidikan ibu tidak berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita (p = 0.847, PR 1.521), pekerjaan ibu
tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita (p = 1.000, PR
0.733), lantai rumah tidak berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita
(p = 1.000, PR 0.911). Masyarakat Kampung Pupehabu diharapkan
memperhatikan ventilasi apakah berfungsi dengan baik agar suhu dan
kelembaban tetap terjaga dan mengatur ulang jumlah penghuni rumah.

Kata kunci: Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Balita

v
THE RELATIONSHIP OF THE PHYSICAL CONDITION OF THE
HOUSE AND THE INCIDENT OF ISPA IN TODDLER IN
PUPEHABU VILLAGE, KEMTUK GRESI DISTRICT

By :

SENTIKE YOHANA BETY ANGGRESU


NIM : 2019071014099

ABSTRACT

Acute respiratory tract infection (ARI) is a health problem with a


fairly high incidence rate in the world. This is because the morbidity and
mortality rates are still high because ISPA, especially pneumonia, is the
main killer, especially of children under the age of five. This research aims
to determine the relationship between the physical condition of the house
and the incidence of ISPA in toddlers in Pupehabu Village, Kemtuk Gresi
District.
The type of research used in this research is descriptive quantitative
using a cross sectional approach with analytical correlation studies. where
the research was conducted in September 2023, located in Pupehabu
Village, Kemtuk Gresi District, Jayapura Regency. The sample in this
study was 98 toddlers determined based on a formula developed by Slovin.
With an addition of 10%. The instruments used were questionnaires and
observation/measurement sheets. Data analysis used the chi square test
with a degree of significance (α = 0.05).
The results showed that house ventilation was related to the
incidence of ARI in toddlers (p = 0.004, PR 6.462). Meanwhile, the gender
of toddlers is not related to the incidence of ISPA in toddlers (p = 1,000,
PR 1.146), the age of toddlers is not related to the incidence of ISPA in
toddlers (p = 0.874, PR 0.762), maternal education is not related to the
incidence of ISPA in toddlers (p = 0.874, PR 0.762), maternal education is
not related to the incidence of ISPA in toddlers ( p = 0.847, PR 1.521),
mother's occupation is not related to the incidence of ISPA in toddlers (p =
1.000, PR 0.733), the floor of the house is not related to the incidence of
ISPA in toddlers (p = 1.000, PR 0.911). The people of Pupehabu Village
are expected to pay attention to whether the ventilation is functioning
properly so that temperature and humidity are maintained and to regulate
the number of residents in the house.

Keywords : Infection Channel Breathing Acute (ARI), Toddler

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

yang mana telah melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada penulis,

sehingga dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Kondisi

Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik

Kemtuk Gresi” dengan baik. Penulisan hasil penelitian ini dapat terselesaikan juga

karena dukungan serta bantuan berbagai pihak terkait. Untuk itu penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu

dalam penulisan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut :

1. Dr. Oscard Oswald Wambrauw, S.E., M.Sc,agr, selaku Rektor

Universitas Cenderawasih.

2. Dr. Semuel Piter Irab, S.KM., MPH., selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat

3. Dr. Novita Medyati, S.KM., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat.

4. Yane Tambing, S.KM., MPH., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat.

5. Apriyana Irjayanti S. KM., M. Kes, selaku Ketua Peminatan Kesehatan

Lingkungan Falkutas Kesehatan Masyarakat Universitas Cendrawasih.

Sekaligus selaku pembimbing II

6. Anton Wambrauw S. KM., M. Sc, selaku pembimbing I atas arahan dan

bimbingannya dalam penulisan proposal penelitian ini

7. Dr. Novita Medyati, S. KM., M.Kes., Selaku Dosen Penguji II

8. Yane Tambing, S.KM., M.PH., Selaku Dosen Penguji II

vii
9. Asriati, S.KM., M.PH., Selaku Dosen Penguji II

10. Teman-teman peminatan kesehatan lingkungan 2019

11. Serta seluruh responden balita di Kampung Pupehabu

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil penelitian ini

bermanfaat serta berguna bagi yang memerlukannya, dan semoga Tuhan

Yang Maha Esa membalas segala budi baik semua yang turut membantu

penulis dalam penuliasan. Amin.

Jayapura, 17 Septermber 2023

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.........................................................................................

LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................ii

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.................................................iv

RIWAYAT HIDUP...........................................................................................v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN....................................................................vi

KATA PENGANTAR.......................................................................................vii

DAFTAR ISI......................................................................................................viii

DAFTAR TABEL..............................................................................................ix

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xi

DAFTAR SINGKATAN...................................................................................xii

ABSTRAK.........................................................................................................xiii

ABSTRACK......................................................................................................xiv

BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................5

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................5

D. Manfaat Penelitian....................................................................................6

E. Keaslian Penelitian...................................................................................7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................9

A. Tinjaun Teori...........................................................................................9

ix
C. Kerangka Teori........................................................................................24

D. Kerangka Konsep....................................................................................25

BAB III. METEOLOGI PENELITIAN .........................................................32

A. Jenis dan rancangan Penelitian ................................................................26

B. Waktu dan Lokasi Penetian .....................................................................26

C. Populasi dan Sampel ................................................................................26

D. Kriteria Inklusi dan Eksklusi....................................................................28

E. Hipotesis Penelitian .................................................................................28

F. Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Penelitian ...........30

H. Teknik Pengumpulan Data.......................................................................32

I. Alat dan Cara Penelitian............................................................................32

J. Teknik Pengolahan dan Analisis Data.......................................................32

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................40

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian.......................................................40

B. Hasil........................................................................................................42

C. Pembahasan.............................................................................................46

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN.................................................................54

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

LAMPIRAN.......................................................................................................

x
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1 Keaslian Penelitian………………………………………………………... 7

2 Persyaratan Fisik Kualitas Udara dalam Ruang Rumah………………….


16

3 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran………………………………


30

xi
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................................. 24


Gambar 2.2 Kerangka Konsep.......................................................................... 25

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Observasi dan Pengukuran

Lampiran 3. Master Tabel

Lampiran 4. Output Data SPSS

Lampiran 5. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian

Lampiran 6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ISPA : Infeksi saluran pernapasan akut

RSV : Respiratory syncytial viris

PHBS : Perilaku hidup bersih dan sehat

AC : Air Condition

MS : Memenuhi syarat

TMS : Tidak memenuhi syarat

PT : Perguruan tinggi

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

SD : Sekolah Dasar

WHO : World Health Organizatioan

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Infeksi saluran pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang

sering terjadi pada masyarakat dan sudah dianggap biasa atau tidak

membahayakan. ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau

bawah disebabkan oleh virus atau bakteri yang biasanya menular sehingga

dapat menimbulkan berbagai spectrum penyakit yang berkisar dari

penyakit tanpa gejala sampai kepada penyakit yang parah dan mematikan,

tergantung kepada pathogen penyebabnya, faktor lingkungan dan faktor

penjamu. sekelompok penyakit yang termasuk kedalam ISPA yaitu

pneumonia, influenza, dan Respiratory syncytial viris (RSV) ( Jupri, n.d.

2022)

ISPA masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas

penyakit menular di dunia. Angka mortalitas ISPA mencapai 4,25 juta

setiap tahun di dunia. World Health Organization (WHO) pada tahun 2020

di ketahui ISPA pada balita umur 1-5 tahun terdapat 1.988 kasus dengan

prevalensi 42,91% (WHO, 2020). Kelompok yang paling beresiko adalah

balita, sekitar 20-40% pasien dirumah sakit dan puskesmas dikalangan

anak-anak karena ISPA dengan sekitar 1,6 juta kematian karena

pneumonia sendiri pada anak balita per tahun. Penyakit ISPA pada negara

berkembang, merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama

pada bayi usia kurang dari dua bulan. Indonesia termasuk kedalam salah

xv
satu negara berkembang dengan kasus ISPA tertinggi. Di Indonesia selalu

menempati urutan pertama penyebab kematian pada bayi dan balita. ISPA

juga sering menempati daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit dan

puskesmas. Penyakit ISPA pada negara berkembang, merupakan 25%

penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi usia kurang dari dua

bulan. Indonesia termasuk kedalam salah satu negara berkembang dengan

kasus ISPA tertinggi (Zolanda et al., 2021).

Cakupan penemuan pneumonia pada balita di Indonesia berkisar

antara 20 – 30% dari tahun 2010 sampai dengan 2014, dan sejak tahun

2015 hingga 2019 terjadi peningkatan cakupan dikarenakan adanya

perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%. Namun, pada

tahun 2020 terjadi penurunan kembali menjadi 34,8%. Penurunan ini lebih

di sebabkan dampak dari pandemi COVID – 19, dimana adanya stigma

pada penderita COVID – 19 yang berpengaruh pada penurunan jumlah

kunjungan balita batuk atau kesulitan bernapas di puskesmas, pada tahun

2019 jumlah kunjungan balita batuk atau kesulitan bernapas sebesar

7.047.834 kunjungan, pada tahun 2020 menjadi 4.972.553 kunjungan,

terjadi penurunan 30% dari kunjungan tahun 2019 yang pada akhirnya

berdampak pada penemuan pneumonia balita (Kemenkes RI, 2021).

Berdasarkan data perkembangan ISPA pada 2020 dilaporkan terjadi

pada Provinsi Papua menunjukkan bahwa penemuan kasus Pneumonia

Balita Menurut Jenis Kelamin Provinsi Papua Tahun 2019 terdapat 1.475

kasus perkiraan pneumonia balita, sedangkan untuk Pneumonia berat yaitu

sebanyak 1.183 (Rekap Profil Kesehatan Kab/Kota Tahun 2019)

xvi
Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura tahun

2021, menunjukkan bahwa Kabupaten Jayapura memiliki angka prevalensi

kasus balita penderita Pnumonia yaitu sebesar 2.533. Sedangkan menurut

jenis kelamin yaitu laki-laki sebanyak 1.308 (51,7%). dan perempuan

sebesar 1.225 (48,3%)

Rumah sehat adalah proporsi rumah yang memenuhi kriteria sehat

minimum komponen rumah dan sarana sanitasi tiga komponen

(rumah, sarana sanitasi dan perilaku) di satu wilayah kerja pada

kurun waktu tertentu. Parameter yang dipergunakan untuk menentukan

rumah sehat adalah sebagaimana yang tercantum dalam Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan Bahan bangunan dan kondisi rumah serta

lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan faktor

risiko dan sumber penularan berbagai penyakit. Penyakit infeksi saluran

pernafasan akut (ISPA) erat kaitannya dengan kondisi hygiene bangunan

perumahan dan merupakan penyebab kematian nomor 2 dan 3 di

Indonesia. (Freddy et al,. 2022)

Hasil penelitian (Azinatus Sa’diyah 2022) menunjukan bahwa

menggunakan analisis bivariat didapatkan faktor risiko yang signifikan

dengan kejadian Pneumonia adalah pencahayaan (pvaleu 0,000 dan

OR=9,048),ventilasi (pvaleu 0,002 dan OR=6,935), kelembaban (pvaleu

0,012 dan OR=4,536), kepadatan penghuni (p valeu 0,014 dan OR=3,889.

Analisis multivariat menunjukan komponen fisik yang paling berpengaruh

adalah pencahayaan (pvaleu 0,003 dan OR=6,151)

xvii
Berdasarkan penelitian (Hikmandari et al 2022) menunjukkan bahwa

pada variabel jenis lantai (p=0,417 dan OR=1,765), jenis dinding (p=0,327

dan OR=2,970), dan penggunaan bahan bakar (p=0,689 dan OR=1,364).

Analisis multivariat menunjukan komponen fisik yang paling berpengaruh

adalah pencahayaan (p=0,003 dan OR=6,151.

Data Puskesmas Sawoy (2022) menunjukkan kasus Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) sangat meningkat pada tahun 2021 yaitu

sebanyak 3.673 (36,7), dan pada tahun 2022 yaitu sebesar 3.943 (39,4).

Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

bahayanya infeksi saluran pernapasan pada balita, dikarenakan masyarakat

setempat lebih sering menghangatkan tubuh dengan api tungku. Adanya

perapian api/tungku api yang berada didalam rumah menjadi salah satu

faktor utama balita terkena infeksi pada saluran pernapasan, hal ini

dikarenakan asap yang terkumpul didalam rumah yang ditinggali ibu dan

anak serta perilaku masyarakat yang kurang baik seperti merokok didalam

rumah ini juga dapat memicu kejadian ISPA pada balita dan juga jumlah

jiwa yang menempati rumah rumah dalam satuan per keluarga melebihi

dari 5 jiwa, balita dengan mudah terkena penyakit menular seperti, batuk,

pilek dan penyakit menular lainnya dengan kondisi fisik rumah yang tidak

memadai.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian

ISPA Pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi”

xviii
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah

“Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di

Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi”

C. Tujuan penelitian

a. Tujuan umum

Mengetahui Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian ISPA

Pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi.

b. Tujuan khusus
1. Mengetahui hubungan karakteristik (jenis kelamin, umur,

pendidikan, dan pekerjaan) dengan kejadian ISPA pada Balita Di

Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

2. Mengetahui hubungan ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita

Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

3. Mengetahui hubungan kondisi lantai rumah dengan kejadian ISPA

pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

D. Manfaat penelitan

1. Bagi Masyarakat :

Manfaat penelitian ini bagi masyarakat Genyem Distrik Kemtuk

Gresi Kabupaten Jayapura khususnya kepada kepala keluarga untuk

Menambah wawasan tentang penanganan kejadian penyakit ISPA pada

balita secara baik dan benar.

xix
2. Bagi Peneliti :

Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang permasalahan

gizi pada anak balita. Menambah wawasan mengenai kejadian

penyakit ISPA pada balita yang terjadi pada pukesmas tersebut.

3. Bagi Pemerintah Daerah (Kabupaten)

Menjadi acuan dalam mengambil kebijakan mengenai program

yang berkaiatan dengan ISPA pada balita.

4. Instansi kesehatan (Puskesmas)

Memberikan masukan kepada pihak puskesmas agar bisa

menjadi rujukan dalam memperbaiki serta meningkatkan pelayanan

kesehatan yang optimal.

xx
E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian

No Judul/Peneliti/Lokasi Tahun Desain Hasil Penelitian


1. Faktor Risiko Yang Berhubungan 2020 Case Hasil penelitian menunjukkan karakteristik umur balita kasus umur 12 – 24
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Control bulan (50,0%) dan kontrol umur 36 – 48 bulan (60,0%), jenis kelamin balita
Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita Di laki-laki (70,0%) dan perempuan (45,0%), suhu dan kelembaban (suhu 25,4 °C
Wilayah Kerja Puskesmas Waena – 31,5 °C dan kelembaban udara rata-rata 84,5%), terdapat hubungan antara
Kota Jayapura / Arin Difah Indriani / kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita (p-
Puskesmas Waena Kota Jayapura. value: 0,017), tidak terdapat hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan
kejadian ISPA pada balita (p-value: 0,657), terdapat hubungan antara luas
ventilasi dengan kejadian ISPA pada balita (p-value: 0,024). Hasil uji regresi
logistik, faktor risiko dominan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja
Puskesmas Waena adalah kebiasaan merokok anggota keluarga (p-value:
0,038; OR: 12,187; CI 95% = 1,142–130,008). Hasil analisis spasial
menunjukkan sebaran kasus berdasarkan Kelurahan/Kampung pada kelurahan
yabansai (60,0%), kepadatan penduduk pada daerah dengan kepadatan
penduduk sedang (60,0%), dan ketinggian wilayah pada 85meter diatas
permukaan air laut (mdpal) (80,0%).

2. Hubungan Kualitas Fisik Rumah Dan 2020 Case Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu ruangan berhubungan dengan
Perilaku Penghuni Dengan Penyakit control penyakit ISPA pada balita (p 0,036, PR 2,900), ventilasi rumah berhubungan
Ispa Pada Balita Di Kelurahan Sei dengan penyakit ISPA pada balita (p 0,037, PR 2,850), kepadatan hunian

7
No Judul/Peneliti/Lokasi Tahun Desain Hasil Penelitian
Kera Hilir Ii Kota Medan/ Latiffah kamar berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita (p 0,025, PR 3,806).
Hanum. Sedangkan kelembaban ruangan tidak berhubungan dengan penyakit ISPA
pada balita (p 0,617), kebiasaan merokok tidak berhubungan dengan penyakit
ISPA pada balita (p-Valeu/kesalahan penelitian 0,458), penggunaan obat
nyamuk bakar tidak berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita (p 0,203).

3. PM10 Dalam Udara Ruang Kelas 2020 Cross p=0,006;OR=3,111), dan kepadatan hunian kelas (p=0,002;OR=2,952). Setelah
dengan Kejadian ISPA Pada Siswa sectional dikontrol dengan variabel konfonding, didapatkan bahwa siswa yang berada
SD/MI di Wilayah Kerja Puskesmas dalam ruang kelas dengan konsentrasi PM10 di atas median dan kepadatan
Cilebut, Kecamatan Sukaraja, hunian yang tidak memenuhi syarat berisiko 4,5 kali untuk mengalami kejadian
Kabupaten Bogor. Fidya, A. N., & ISPA dibandingkan dengan siswa yang berada di ruang kelas dengan
Hartono, B. konsentrasi di bawah median dan kepadatan hunian yang memenuhi syarat.

4. Faktor Risiko Kondisi Fisik Rumah 2022 Case Menggunakan analisis bivariat didapatkan faktor risiko yang signifikan dengan
dengan Kejadian Pneumonia pada control kejadian Pneumonia adalah pencahayaan (p=0,000 dan OR=9,048),ventilasi
Balita / Azminatus Sa’diyah, Budi (p=0,002 dan OR=6,935), kelembaban (p=0,012 dan OR=4,536), kepadatan
Utomo, Hikmandari. penghuni (p=0,014 dan OR=3,889), serta faktor yang tidak signifikan dengan
kejadian Pneumonia adalah temperatur (p=1,000 dan OR=1,000), jenis lantai
(p=0,417 dan OR=1,765), jenis dinding (p=0,327 dan OR=2,970), dan
penggunaan bahan bakar (p=0,689 dan OR=1,364). Analisis multivariat
menunjukan komponen fisik yang paling berpengaruh adalah pencahayaan

8
(p=0,003 dan OR=6,151).

No Judul/Peneliti/Lokasi Tahun Desain Hasil Penelitian


5. Hubungan Kondisi Fisik Rumah 2022 Cross Deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan 1.
Dengan Kejadian Ispa Pada Balita sectional Kondisi kepadatan hunian rumah penderita ISPA pada balita yang tidak
memenuhi syarat sebesar 46.7% dan yang memenuhi syarat sebesar 53.3%. 2.
Di Wilayah Kerja Puskesmas Sawoy Kondisi luas ventilasi penderita ISPA pada balita yang tidak memenuhi syarat
Distrik Kemtuk Gresi Kabupaten sebesar 33.3% dan yang memenuhi syarat sebesar 66.7%. 3. Kondisi jenis
Jayapura / Edison Meop / Puskesmas lantai penderita ISPA pada balita yang tidak memenuhi syarat sebesar 60.0%
Sawoy Kabupaten Jayapura. dan yang memenuhi syarat sebesar 40.0%.

6. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan 2023 Cross Kuantitatif


Personal Hygiane Dengan Kejadian sectional
Ispa Pada Balita Di Kampung
Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi.

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

1. Pengertian ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran

pernafasanatas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik

atau bakteri, virus,maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang

parenkim paru. ISPA adalah masuknya microorganisme (bakteri, virus

dan riketsia) ke dalam saluran pernafasan yang menimbulkan gejala

penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari (Wijayaningsih, 2013).

ISPA merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan

melalui udara. Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus atau

bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih

gejala berupa tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering atau

batuk berdahak (Mansbridge, 1998).

2. Etiologi ISPA

Etiologi ISPA lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan jamur.

Bakteri penyebabnya antara lain genus streptokokus, stafilokokus,

pneumokokus, hemofilus, bordetella, dan korinebacterium. Virus

penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus,

pikornavirus, mikoplasma, herpes virus. Bakteri dan virus yang paling

sering menjadi penyebab ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan

streptokokus serta virus influenza yang di udara bebas akan masuk dan

10
menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan

hidung. (Wijayaningsih, 2013)

3. Manifestasi Klinis ISPA

Tanda dan gejala ISPA pada anak antara lain (Wijayaningsih, 2013):

a. Pilek biasa;

b. Keluar sekret cair dan jernih atau mukus dari hidung;

c. Kadang bersin – bersin. Sakit tenggorokan, Nafas cepat, Batuk, Sakit

kepalah, Sekret menjadi kental, Demam, Nauseak, Muntah,

Anoreksiam, Diare, Nyeri abdomen.

4. Klasifikasi ISPA

Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian

atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk paru – paru) dan organ

aksesoris saluran pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru

termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract). Program

pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2 golongan yaitu (Depkes,

2018)

a. ISPA Non – Pneumonia merupakan penyakit yang banyak dikenal

masyarakat dengan istilah batuk dan pilek (commoncold).

b. ISPA Pneumonia merupakan proses infeksi akut yang

mengenai jaringan paru - paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh

invasi kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai

adanya nafas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah.

Berdasarkan kelompok umur program – program pemberantasan

11
ISPA (P2 – ISPA) mengklasifikasikan ISPA (Depkes, 1996) sebagai

berikut:

1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:

a) Pneumonia berat: apabila dalam pemeriksaan ditemukan

adanya penarikan yang kuat padadinding dada bagian

bawah ke dalam dan adanya nafas cepat, frekuensinafas 60

kali per menit atau lebih.

b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa): Bila tidak ditemukan

tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke

dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60

menit.

2) Kelompok umur 2 bulan – <5 tahun diklasifikasikan atas:

a) Pneumonia berat: apabila dalam pemeriksaan ditemukan

adanya tarikan dinding dada dan bagian bawah ke dalam.

b) Pneumonia: Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam,

adanya nafas cepat, frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada

umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada

umur 12 bulan – <5 tahun.

c) Bukan pneumonia: tidak ada tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam, tidak ada nafascepat, frekuensi kurang dari

50 kali per menit pada anak umur 2 – <12 bulan dan kurang

dari 40 permenit 12 bulan – <5 tahun.

12
5. Patofisiologi

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab

seperti bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya

disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat

disebabkan oleh bakteri, virus dan 11 mycloplasma. ISPA bagian

bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai

manifestasi klinik yang berat sehingga menimbulkan beberapa

masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain

adalah Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Strepcoccus aureus,

Haemophilus Influenza dan lain-lain virus penyebab ISPA antara lain

adalah golongan Influenza, Adenovirus (Kti__Lady Diana Br

Sinuraya, n.d.)

Penyakit ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia atau

protozoa. Virus yang termasuk penggolong ISPA adalah rinovius,

koronavitus, adenavirus, dan koksakievirus, influenza, virus sinsial

pernapasan. Virus yang ditularkan melalui ludah yang dibatukkan

atau dibersinkan oleh penderita adalah virus influenza, virus sinsial

dan rino virus (Kti__Lady Diana Br Sinuraya, n.d.)

6. Pemeriksaan Penunjang ISPA

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah

pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab): hasil yang didapatkan

adalah biakan kuman positif sesuai dengan jenis kuman,

pemeriksaan hitung darah (diferential count): laju endap darah

meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai

13
dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika

diperlukan.

7. Penatalaksaan Medis ISPA

a. Upaya pencegahan ISPA

Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak

antara lain:

1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik

diantaranya dengan caramemberikan makanan kepada anak

yang mengandung cukup gizi.

2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar

daya tahan tubuhterhadap penyakit baik.

3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap

bersih.

4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.

b. Upaya perawatan ISPA

Prinsip perawatan ISPA antara lain (Sehat, 2016)

1) Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari.

2) Meningkatkan makanan bergizi.

3) Bila demam beri kompres dan banyak minum.

4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang

hidung.

5) Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak

terlalu ketat.

14
6) Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI.

c. Penatalaksaan medis: pemberian antibiotik sesuai jenis kuman

penyebab.

B. Faktor Risiko ISPA

1. Faktor Lingkungan Fisik Rumah

Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal

yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan

martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (Kemenkes RI,

2011). Kondisi fisik rumah yang tidak sehat akan menyebabkan

penghuni rumah mengalami gangguan kesehatan atau penyakit

misalnya penyakit ISPA.

Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria:

a. Suhu Ruangan Suhu

ruangan adalah keadaan panas atau dinginnya udara dalam

ruangan. Suhu udara nyaman yang memenuhi syarat kesehatan

adalah berkisar 180C sampai 300C. Suhu dalam ruang rumah yang

terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga

hypotermia sedangkan suhu udara yang terlalu tinggi dapat

menyebabkan dehidrasi. Suhu yang rendah pada musim dingin

dapat meningkatkan viskositas lapisan mukosa pada saluran napas

dan mengurangi gerakan silia, sehingga meningkatkan penyebaran

virus influenza di saluran napas (Hayati, 2017)

15
b. Kelembaban Ruangan

1) Bila kelembaban udara kurang dari 40%, maka dapat dilakukan

dengan menggunakan alat untuk meningkatkan kelembaban

seperti humidifier (alat pengatur kelembaban udara), membuka

jendela rumah, menambah jumlah dan luas jendela rumah,

memodifikasi fisik bangunan (meningkatkan pencahayaan,

sirkulasi udara).

2) Bila kelembaban udara lebih dari 60% maka dapat dilakukan

upaya penyehatan antara lain : Memasang genteng kaca,

menggunakan alat untuk menurunkan kelembaban seperti

humidifier (alat pengatur kelembaban udara) (Kemenkes RI,

2011).

c. Ventilasi

Ventilasi adalah tempat pertukaran atau keluar masuknya

udara baik secara alami maupun mekanis. Ventilasi sangat penting

untuk suatu rumah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah

tetap segar dan keseimbangan O2 yang diperlukan penghuni rumah

tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan

kurangnya O2 yang berarti kadar CO2 bersifat racun bagi

penghuninya meningkat (Hanifah, 2011) Pertukaran udara dalam

ruang yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme yang mengakibatkan gangguan

terhadap kesehatan manusia Berdasarkan Kepmenkes RI

829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan

16
Perumahan menyatakan bahwa luas penghawaan atau ventilasi

alami yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Kemenkes RI,

1999). Untuk rumah ber AC (Air Condition) pemeliharaannya

dilakukan secara berkala sesuai buku petunjuk serta harus

melakukan pergantian udara dengan membuka jendela minimal

pada pagi hari secara rutin (Kemenkes RI, 2011).

d. Pencahayaan

Pencahayaan yang memenuhi syarat adalah pencahayaan

alam dan atau buatan yang langsung maupun tidak langsung dapat

menerangi seluruh ruangan dengan minimal intensitas 60 lux dan

tidak menyilau (Kemenkes RI,1999). Pencahayaan alami didalam

rumah sangat baik untuk membunuh mikroorganisme patogen.

Oleh karena itu, rumah sangat membutuhkan jalan masuknya

cahaya. Hasil penelitian Mahendrayasa & Farapti (2018)

menyatakan bahwa ada hubungan antara pencahayaan dengan

kejadian ISPA (PR=3.35 ; p=0,01)

Tabel 2.1 Persyaratan Fisik Kulitas Udara Dalam Ruang Rumah


Kadar yang
No Jenis Parameter Satuan
dipersyaratkan

1 Suhu 0C 18-30

2 Pencahayaan Lux Minimal 60

3 Kelembapan %Rh 40-60

4 Laju Ventilasi m/dtk 0,15-0,25

5 PM 2,5 Ug/m3 35 dalam 24 jam

6 PM 10 Ug/m3 <70 dalam 24 jam

17
Sumber:(Kemenkes RI, 2011)
e. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian didalam rumah dapat mempengaruhi

kesehatan penghuni rumah. Jumlah penghuni yang berada dalam

satu rumah dapat mempermudah penyebaran penyakit menular

dalam kecepatan transmisi organisme (Krismeandari, 2015). Salah

satu contoh penyakitnya adalah ISPA.

Penelitian Putri & Mantu (2019) juga menunjukkan hasil

yang sama yaitu ada hubungan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita (p=0,0001). Menurut Kepmenkes RI No

829/MENKES/ SK/VII/1999 bahwa kepadatan hunian rumah tidur

balita dengan luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak

dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang

tidur kecuali anak dibawah umur 5 tahun

f. Dinding

Dinding berfungsi untuk membentuk ruang, dinding dapat

bersifat masif, transparan, atau semi transparan. Dinding masif

memungkinkan tidak tembus pandang sehingga fungsinya adalah

sebagai pemisah ruang. Dinding transparan berfungsi untuk bukaan

bagi pengaliran cahaya dan udara alami (Kementrian Pekerjaan

Umum, 2011). Dinding yang memenuhi persyaratan kesehatan

adalah dinding yang permanen yang terbuat dari tembok/pasangan

bata atau batu yang diplester dan bisa juga papan kedap air. Rumah

dengan dinding bukan tembok (terbuat dari anyaman bambu akan

18
memudahkan udara masuk dengan membawa partikel debu

sehingga dapat membahayakan penghuni rumah secara terus

menerus terutama pada balita.

g. Lantai

Lantai yang baik adalah lantai yang menggunakan bahan

bangunan yang kedap air dan tidak bisa ditembus binatang melata

ataupun serangga dibawah tanah. Permukaan lantai harus selalu

terjaga dalam kondisi kering (tidak lembab) dan tidak licin

sehingga tidak membahayakan penghuni rumah. Lantai yang

memenuhi persyaratan kesehatan terbuat dari

ubin/keramik/papan(rumah panggung)/diplester. Lantai yang

terbuat dari tanah cenderung menghasilkan debu apabila tidak rajin

disiram. Hal tersebut berisiko terhadap kesehatan balita yang

tinggal didalamnya. (Kementrian Pekerjaan Umum, 2011).

h. Atap dan langit – langit

Rumah yang baik adalah rumah yang memiliki atap dan

langit -langit yang mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.

Sebuah penelitian Mahendrayasa & Farapti (2018) menyatakan ada

hubungan antara atap rumah dengan penyakit ISPA pada balita

dengan (PR=3.07; p=0,02)

C. Penyakit ISPA pada Balita

1. Pengertian Balita

Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak dibawah lima tahun atau

19
biasa digunakan perhitungan bulan yaitu 12-59 bulan. Para ahli

menggolongkan usia balita sebagai tahapan perkembangan anak yang

cukup rentan terhadap berbagai serangan penyakit (Kemenkes RI,

2015).

2. ISPA pada Balita

Balita dan anak-anak merupakan kelompok umur yang sangat

rentan terhadap penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena sistem

pertahanan tubuh balita dan anak-anak masih rendah. Gejala batuk

pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun

yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek

sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. ISPA yang berlanjut menjadi

pneumonia sering terjadi pada anak terutama apabila terdapat gizi

kurang dan didukung dengan kondisi lingkungan yang tidak higienis

serta pencemaran udara yang tinggi (Purnama, 2017).

20
D. Kerangka Teori

Penderita ISPA dengan membawa agent penyakit merupakan

sumber penyakit yang dapat menyimpan dan menggandakan

mikroorganisme patogen dan sewaktu-waktu dapat mengeluarkan agent

penyakit. Komponen lingkungan fisik rumah dapat memindahkan agent

penyakit ke host (manusia) melalui media transmisi berupa udara.

Kemudian menimbulkan kejadian akhir berupa sakit dan tidak sakit yang

merupakan manifestasi akhir hubungan antara penduduk dan

lingkungannya.

Penderita ISPA Komponen Sakit


dengan Lingkungan fisik
Membawa Rumah Host
agent penyakit 1. Suhu Tidak
2. Bahan bakar Sakit
3. Kepadaatn hunian
4. Pencahayaan
5. Kelembapan
6. Atap
7. Lantai
8. Dinding
9. Ventilasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1077/Menkes/PER/2011 tentang Pedoman Penyehatan Dalam Ruang

Rumah menyebutkan bahwa kualitas udara dalam ruang rumah

dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah ventilasi dan lantai

rumah.

Sumber : (Pramulia, Rahmi Fitri S, 2020) dan (Kesehatan et al., 2023)

21
E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah suatu uraian ddan visualisasi konsep-konsep

serta variabel-variabel yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2012). Kerangka

konsep dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Karakteristik

1. Jenis kelamin

2. Umur

3. Pendidikan
Kejadian ISPA Pada
4. Pekerjaan
Balita Di Kampung

Pubehabu Disrtik

Kemtuk Gresi
Ventilasi

Lantai rumah

Keterangan :

= Variabel Bebas (Indenpendent Variable)

= Variabel Terikat (Dependent Variable)

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

22
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan kuantitatif dengan menggunakan

pendekatan cross sectional. Studi korelasi analitik adalah suatu penelitian

yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih pada suatu situasi atau

kelompok subjek. Sedangkan yang dimaksud pendekatan cross sectional

yaitu merupakan jenis penelitian diukur dan dikumpulkan secara stimultan,

sesaat atau satu kali saja dalam waktu yang bersamaan dan tidak ada follow

up (Sukijo & Notoadmojdo, 2010). Dalam hal ini peneliti berusaha

mengetahui Apakah Ada Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian

ISPA Pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi.

B. Waktu dan lokasi penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk

Gresi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di bulan Juli - Agustus Tahun 2023.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah semua Ibu yang memiliki balita

berobat di Puskesmas Sawoy dan tercacat dalam buku register pada

periode 2022 sebanyak 3.943 balita.

23
2. Sampel

Sampel adalah Jumlah populasi ISPA tahun 2022 di Puskesmas

Sawoy sangat banyak sehingga peneliti meneliti menghitung besar

sampel berdasarkan rumus menurut Slovin yaitu: Nilai e =0,1 (10%)

untuk populasi dalam jumlah besar. Nilai e = 0,2(20%) untuk populasi

dalam jumlah kecil. Jadi, rentang sampel yang dapat di ambil dari rumus

Slovin adalah antara 10-20% dari populasi (Sastroasmoro, 2012.)

N
n=
1+ N ¿ ¿

Keterangan:

n : Ukuran Sampel

N : Ukuran Populasi

e : Nilai kritis batas ketelitian yang di inginkan penelitian

menggunakan 10%

3.943
n=
1+3.943 ¿ ¿

3.943
n=
1+3.943 (0.01)

3.943
n=
1+39 , 43

3.943
n=
40 , 43

n=97 , 52

n=98

24
Berdasarkan perhitungan rumus diatas, maka dalam penelitian yang

menjadi sampel adalah 98 responden.

D. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu secara purposive sampling yaitu berdasarkan kriteria-kriteria yang

dibuat oleh peneliti untuk mendapatkan sampel yang akurat. Kriteria

tersebut yaitu balita ISPA tercatat lengkap karakteristiknya di buku register

ruang pelayanan umum.

1. Kriteria Inklusi

a. Telah tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sawoy 1 bulan.

b. Balita yang yang datang berobat di Puskesmas Sawoy 1 bulan

terakhir.

c. Responden adalah Ibu balita sebanyak 98

2. Kriteria Eksklusi

a. Penderita menolak menjadi responden penelitian

b. Responden tidak berada ditempat pada saat penelitian dilakukan.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis suatu penelitian merupakan jawaban sementara dari

pertanyaan penelitian, patokan duga, atau dalil sementara yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo,

2010). Berdasarkan rumusan dan tujuan dari penelitian, maka dapat disusun

hipotesis kerja sebagai berikut:

1. Ha = Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada

Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

25
Ho = Tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA

pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ha = Ada hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada Balita Di

Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ho = Tidak ada hubungan antara umur dengan kejadian ISPA pada Balita

Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ha = Ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada Balita

Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ho = Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan kejadian ISPA pada

Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ha = Ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian ISPA pada Balita

Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ho = Tidak ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian ISPA pada

Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

2. Ha = Ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada Balita

Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ho = Tidak ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada

Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

3. Ha = Ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA pada

Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

Ho = Tidak ada hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA

pada Balita Di Kampung Pubehabu Distrik Kemtuk Gresi

26
F. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Pengukuran Kriteria Skala

1. 0. Laki-Laki =
Jenis Jenis kelamin adalah sifat (keadaan) laki-laki atau perempuan
Kuesioner 1. Perempuan = Nominal
kelamin yang dikodratkan pada seseorang.
Mufidah, Ch.(2013) dan (PER-MENKES, 2014)
Umur Umur balita dihitung dalam tahun, dari tahun kelahiran Kuesioner 0. 1-2 tahun Ordonal
sampai pada saat penelitian dilakukan 1. 3-5 tahun
(Septiari, 2012)
0. Tidak berpendidikan
Pendidikan Pendidikan sangat diperlukan tidak hanya terhindar dari Kuesioner 1. Berpendidikan Ordonal
penyakit tetapi juga untuk peningkatan pengetahuan dan
kualitas hidup. (Notoatmodjo (2005) (Kesehatan et al., 2023)

Ordonal
Pekerjaan Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama Kuesioner
untuk menunjang kehidupan keluarganya. Bekerja umumnya 0. Tidak bekerja
merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu- 1. Bekerja
ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. (Notoatmodjo, 2018)
(Suliha 2010)

2. Ventilasi Ventilasi adalah tempat pertukaran atau keluar masuknya Lembar 0. TMS : < 1-4 m/s minimal 10% dari luas Nominal
udara baik secara alami maupun mekanis. Kurangnya Observasi lantai
ventilasi akan menyebabkan kurangnya O2 yang berarti kadar dan 1. MS : 1-4 m/s minimal 10% dari luas lantai
CO2 bersifat racun bagi penghuninya meningkat. Kecepatan Rollmater
angin rendah, yakni berkisar 1-4 m/s (Hanifah, 2011). (Sumber: Kemenkes, 2011)

31
No Variabel Definisi Operasional Pengukuran Kriteria Skala
3. Lantai Lantai yang memenuhi persyaratan kesehatan terbuat dari Lembar 0. TMS: kedap air dan tidak lembab (kramik Nominal
rumah ubin/keramik/papan(rumah panggung)/diplester. Lantai yang Observasi dan ubin)
terbuat dari tanah cenderung menghasilkan debu apabila tidak 1. MS: menghasilkan debu dan lembab (semen
rajin disiram. Hal tersebut berisiko terhadap kesehatan balita dan tanah)
yang tinggal didalamnya. (Kementrian Pekerjaan Umum,
2011). (Notoatmodjo, 2007).
4. ISPA Anak bawah lima tahun atau anak usia 0-59 bulan yang Data rekam 0. Sakit = apabila dalam 3 bulan terakhir balita Ordinal
mengalami infeksi akut pada salah satu bagian/lebih saluran medik pernah mengalami sakit dan tercover dalam
napas diawali dengan panas disertai gejala seperti: data rekam medik
1. Tidak sakit = apabila tidak memenuhi kriteria
tenggorokan sakit atau nyeri telah, pilek, batuk kering dan
di atas
berdahak (Oktarina, 2016;Ditjen PP dan PL, 2016; Kemenkes
RI, 2015) Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1077/Menkes/Per/V/2011

32
H. Teknik pengumpulan data

1. Data primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang di peroleh

lansung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan

pedoman wawancara yaitu kuesioner.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari tangan kedua. Data

penelitian ini data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti

Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota Jayapura, buku, jurnal, internet, dan

sumber-sumber lain yang ada kaitannya dengan penelitian.

I. Instrument Penelitian

1. Kuesioner

Kuesioner adalah instrumen untuk mendapatkan informasi yang

bersumber langsung dari subjek penelitian. Kuisioner mencakup

karakteristik responden.

2. Lembar observasi

Lembar observasi diperlukan dalam penelitian ini sebaai panduan dalam

mengobservasi variabel-variabel yang diobservasi seperti luas ventilasi

dan lantai rumah.

3. Alat

a. Alat tulis untuk mengisi kuesioner

b. Rollmater untuk mengukur luas ventilasi.

c. Kamera untuk dokumentasi penelitian.


J. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

1. Observasi dan wawancara ke rumah responden

Peneliti mendatangi setiap rumah yang memiliki balita usia 0- 59

bulan dan meminta izin untuk dilakukan wawancara dan pengukuran di

rumahnya sebagai tempat penelitian. Apabila diizinkan, tahap selanjutnya

adalah mewawancarai responden dengan lembar kuesioner yang telah

disediakan.

2. Melakukan pengukuran

Persiapkan alat ukur seperti rollmeter (alat ukur kepadatan hunian

kamar dan ventilasi) dan termohygrometer (alat ukur suhu dan

kelembaban). Mulailah dengan mengukur suhu dan kelembaban ruangan.

Ruangan yang akan diukur adalah ruangan dimana tempat balita paling

lama menghabiskan waktu pada saat pengukuran. Sembari menunggu hasil

pengukuran suhu dan kelembaban, lanjutkan dengan pengukuran luas

kamar balita.

a. Pengukuran suhu dan kelembaban udara dalam ruang

Alat Ukur : Termohygrometer dan Stopwatch

Cara Kerja :

1. Letakkan alat diatas meja, jangan selalu dipegang karena tangan

yang lembab dapat mempengaruhi kelembaban.

2. Perhatikan waktu saat mengukur suhu dan kelembaban udara

ruangan selama 15 menit.

34
3. Kemudian baca dan catat skala yang ditunjukkan searah pandangan

mata.

4. Skala kelembaban dibagian bawah dan skala suhu dibagian tengah

dengan derajat celcius (Arrazy, 2019).

b. Pengukuran kepadatan hunian kamar

Alat Ukur: Rollmeter

Cara Kerja:

1. Ukur luas lantai kamar tidur dengan menggunakan rollmeter

2. Catat hasilnya kemudian bagi dengan jumlah orang yang tidur

dalam kamar tersebut.

c. Pengukuran Ventilasi Rumah

Alat Ukur: Roll meter dan lembar observasi

Cara Ukur:

1. Ukur luas lantai ruangan dengan menggunakan rollmeter

2. Ukur luas ventilasi dan jendela dengan menggunakan rollmeter

3. Catat hasilnya kemudian luas ventilasi dan jendela bandingkan

dengan luas lantai kamar tidur lalu dikali 100%. dibawah ini rumus

untuk pengukuran ventilasi rumah:

¿ Luas jendela kamar +luas pintu kamar +luas lubang angin kamar
¿ x 100 ¿
Luas lantai kamar tidur
¿

1. Ventilasi rumah yang memenuhi syarat kesehatan jika luas

ventilasi dalam ruangan ≥ 10% dari l uas lantai.

2. Tidak memenuhi syarat kesahatan jika < 10% luas ventilasi

ruangan dari luas lantai. (Observasi, 2020)

35
K. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi

editing, coding, entry dan tabulating data.

a. Memeriksa Data/Editing

Editing adalah memeriksa data hasil pengumpulan data karena

kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul tidak logis

dan meragukan atau proses memeriksa kelengkapan, kejelasan, makna

jawaban, konsistensi maupun kesalahan antar jawaban pada kuisioner.

b. Coding

Coding adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data

yang termasuk dalam kategori yang sama dalam bentuk huruf atau

angka untuk memudahkan proses pengolahan data.

Coding berdasarkan kategori pendidikan menurut Arikunto, 2012 :

1. Pendidikan rendah (SD-SMP)

2. Pendidikan tinggi (SMA-Perguruan tinggi)

Mufidah, Ch.(2013) dan (PER-MENKES, 2014):

1. Laki-Laki

2. Perempuan

Septiari, 2012:

1. 1-2 tahun

2. 3-5 tahun

Pekerjaan menurut (Notoatmodjo, 2018)

1. Tidak bekerja

36
2. PNS

3. SWASTA

4. Petani

5. Nelayan

Ventilasi menurut Kemenkes, 2011:

1. MS : Minimal 60

2. TMS : < 60

1. MS : 1-4 m/s

2. TMS : < 1-4 m/s

Lantai Menurut Notoatmodjo, 2007:

1. Baik: kedap air dan tidak lembab (kramik dan ubin)

2. Tidak baik: menghasilkan debu dan lembab (semen dan tanah)

ISPA pada balita

1. Sakit = apabila dalam 3 bulan terakhir balita pernah mengalami

sakit dan tercover dalam data rekam medik

2. Tidak sakit = apabila tidak memenuhi kriteria di atas

c. Entry

Memasukkan data ke dalam master tabel untuk diolah dengan

menggunakan komputer/laptop.

d. Tabulasi (Tabulating)

Tabulasi data adalah menyusun dan mengorganisir data sedemikian

rupa, sehingga akan dapat dengan mudah untuk dilakukan

penjumlahan, disusun dan disajikan dalam bentuk tabel atau grafik

37
(Imron, 2014). Tabulasi adalah mengelompokkan data sesuai variabel

yang akan diteliti guna memudahkan analisis data.

2. Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan beberapa uji

analisis antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik

responden dengan menganalisis distribusi variabel umur, jenis

kelamin, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, dll. Dengan

rumus frekuensi sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) :

P = 𝐹/𝑁 𝑥 100%

Keterangan:

P = Presentase alternative jawaban dari tiap responden

F = Distribusi frekuensi jawaban dari tiap responden

N = Jumlah keseluruhan jawaban

% = Angka konstanta

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji Chi square

dengan ketentuan jenis data yang dihubungkan adalah kategorik dan

kategorik. Untuk keputusan uji statistik dengan cara membandingkan

nilai p (p value) dengan (alpha) dengan tingkat kemaknaan = 5%.

Dalam statistik, P-value adalah probabilitas untuk memperoleh

hasil setidaknya sama ekstrimnya dengan hasil pengamatan dari uji

hipotesis statistik, dengan asumsi bahwa hipotesis nol benar. Nilai p

38
digunakan sebagai alternatif untuk titik penolakan untuk memberikan

tingkat signifikansi terkecil di mana hipotesis nol akan ditolak.P-value

yang lebih kecil berarti ada bukti yang lebih kuat yang mendukung

hipotesis alternatif. Bila (p ) maka keputusannya adalah ada hubungan

antara variabel independen dan variabel dependen. Sedangakan bila

(p>) maka keputusannya adalah tidak ada hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen dapat dilihat pada tebel berikut.

Tabel contigency 2x2, chi-square (X2 ) statistik

Variabel 2

Category 1 Category 2

Variabel 1 Category 1 A B

Category 2 C D

2
x =( a+b+ c+ d) ¿ ¿

a. Ho ditolak jika nilai (p < 0,05), berarti ada hubungan yang

bermakna.

b. Ho diterima jika nilai (p > 0,05), berarti tidak ada hubungan

yang bermakna.

39
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis

Kampung Pupehabu merupakan salah satu kampung yang terletak

di Distrik Kemtuk Gresi, Kabupaten Jayapura dengan luas wilayah 23,00

Km² kampung ini memiliki batas-batas wilayah administrasi yang dapat

di jabarkan sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Kampung Bring

b. Sebelah Selatan : Kampung Hyansip

c. Sebelah Barat : Kampung Sawoy

d. Sebelah Timur : Kampung Iwon

2. Kondisi Geografis

a. Ketinggian Tanah dari Permukan Laut : +100 M

b. Banyaknya Curah Hujan : -MM/h

3. Orbitasi

a. Jarak dari Pusat Pemerintah Distrik : 3 Km

b. Jarak dari Pusat Pemerintah Kota : -Km

c. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten : 20 Km

d. Jarak dari Ibu Kota Provinsi : 37 Km

Kampung Pupehabu juga memiliki sarana dan prasarana yang

dapat menunjang kegiatan administrasi kampung seperti balai Desa dan

40
Rumah Adat di wilayah Kampung Pupehabu. (Sumber: Data Sekunder,

2023).

4. Iklim

Kondisi iklim Kampung Pupehabu pada saat penelitian adalah

musim hujan, kondisi cuaca di Kampung Pupehabu cukup unik karena

cuaca akan berganti setiap 3 bulan sekali. Misalnya musim hujan kali ini

Bulan Desember sampai Bulan Februari dan selanjutnya akan musim

panas (Sumber: Data Sekunder, 2023).

5. Kondisi Topografi

Berdasarkan pada hasil observasi, Kampung Pupehabu memiliki

topografi dataran tinggi dengann kondisi lokasi yang berbukit-bukitan

serta kondisi tanah yang subur, kondisi tanah yang subur ini memiliki

kontribusi bagi Masyarakat Kampung Pupehabu untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari dengan hasil pertanian dan perkebunan. pola

pemukiman Masyarakat Pupehabu merupakan pemukiman yang menetap

pada pinggir jalan atau pemukiman memanjang jalan.

41
B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Univariat

a. Karakteristik ibu dan balita berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan,

pekerjaan, ventilasi dan lantai rumah di Kampung Pupehabu ditampilkan

pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi ibu dan balita berdasarkan jenis


kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, ventilasi dan lantai rumah di
Kampung Pupehabu Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
Variabel ո %
Jenis kelamin
Laki-laki 35 35,7
Perempuan 63 64,3
Umur balita

1-2 tahun 51 52,2


3-5 tahun 47 48,0
Pendidikan ibu
Tidak berpendidikan 17 17,3
Berpendidikan 81 82,7
Pekerjaan ibu
Tidak bekerja 86 87,8
Bekerja 12 12,2
Ventilasi rumah
TMS = < 10% 20 20,4
MS = 10% 78 79,6
Lantai rumah
Sumber: data primer 2023
TMS 91 92,9
MS 7 7,1
Jumlah 98 100

Berdasarkan tabel 4.1, menunjukkan bahwa jenis kelamin

balita sebagian besar perempuan 35 (35,7%). Balita berdasarkan umur

sebagian besar umur 1-2 tahun 51 (52,2%). Ibu dengan tingkat

pendidikan tertinggi sebagian besar berpendidikan 81 (82,7%). Ibu

tingkat pekerjaan sebagian besar tidak bekerja 86 (87,8%). Ventilasi

42
rumah sebagian besar TMS 20 (20,4%) dan lantai rumah sebagian

besar TMS 91 (92,9%).

b. Kejadian ISPA

Hasil analisis deskriptif variabel Kejadian ISPA di Kampung

Pupehabu ditampilkan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kejadian ISPA di Kampung


Pupehabu Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
Kejadian ISPA ո %
Sakit 13 13,3
Tidak sakit 85 86,7
Jumlah 98 100
Sumber: data primer 2023

Berdasarkan tabel 4.2, menunjukkan kejadian ISPA paling

banyak yaitu sakit 13 (13,3%), sebagian kecil tidak sakit 85 (86,7%)

43
2. Hasil Analisis Bivariat

a. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.3 Hubungan Jenis Kelamin balita dengan Kejadian ISPA di


Kampung Pupehabu Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
Penyakit ISPA p- PR
Total
Sakit Tidak sakit value (95%CI)
n % n % n %
Jenis Laki-laki 5 14,3% 30 85,7% 35 100 1,000 1,146
Kelamin Perempuan 8 12,7% 55 87,3% 63 100 (0,3-3,8)
Umur 1-2 tahun 6 11,8% 45 88,2% 51 100 0,874 0,762
Balita (0,2-2,4)
3-5 tahun 7 14,9% 40 85,1% 47 100
Pendidikan Tidak
3 17,6% 14 82,4% 17 100 0,847 1,521
Ibu berpendikan
Berpendidikan 10 12,3% 71 87,7% 81 100 (0,3-6,2)

Pekerjaan Tidak bekerja 11 12,8% 75 87,2% 86 100


Ibu Bekerja 2 16,7% 10 83,3% 12 100 1,000 0,733
(0,1-3,7)

Sumber: data primer 2023

Berdasarkan tabel 4.3, menunjukkan jenis kelamin perempuan

yang sakit ISPA sebanyak 8 (12,7%) dan yang tidak sakit ISPA sebanyak

55 (87,3%). Hasil analisis diperoleh nilai p value 1,000 yang artinya tidak

signifikan antara jenis kelamin balita dengan kejadian ISPA. Nilai PR

sebesar 1,146 (0,3-3,8) bahwa jenis kelamin tidak merupakan faktor

resiko. Berdasarkan umur balita 3-5 tahun yang sakit ISPA sebanyak 7

(14,9%) dan yang tidak sakit ISPA sebanyak 40 (85,1%). Hasil analisis

diperoleh nilai p value 0,874 yang artinya tidak signifikan antara umur

balita dengan kejadian ISPA dan nilai PR sebesar 0,762 (0,2-2,4) bahwa

variabel umur balita tidak merupakan faktor resiko. Berdasarkan

pendidikan Ibu dari yang berpendidikan mengalami kejadian sakit ISPA

44
10 (12,3%) sedangkan tidak sakit ISPA 71 (87,7%). Hasil analisis

diperoleh nilai p value 0,847 yang artinya tidak signifikan antara

pendidikan Ibu dengan kejadian ISPA dan nilai PR sebesar 0,762 1,521

(0,3-6,2) bahwa pendidikan Ibu bukan merupakan faktor resiko.

Berdasarkan pekerjaan ibu yang tidak bekerja kemudian sakit ISPA 11

(12,8%) sedangkan tidak sakit ISPA 75 (87,2%). Nilai p value 1,000

bahwa tidak signifikan antara pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA dan

nilai PR 0,733 (0,1-3,7) yang artinya variabel pekerjaan ibu bukan

merupakan faktor resiko.

b. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.7 Hubungan Ventilasi Rumah dengan Kejadian ISPA di


Kampung Pupehabu Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
Penyakit ISPA p- PR
Ventilasi Total
Sakit Tidak sakit value (95%CI)
Rumah
n % ո % ո %
TMS =
7 35,0% 13 65,0% 20 100 0,004 6,462
<10%
MS = 10% 6 7,7% 72 92,3% 78 100 (1,8-22,3)

Sumber: data primer 2023

Berdasarkan tabel 4.7, menunjukkan ventilasi rumah TMS yang

sakit ISPA 7 (35,0%) dan tidak sakit ISPA 13 (65,0%). Hasil analisis

nilai pvalue 0,004 yang artinya signifikan ventilasi rumah dengan

kejadian ISPA sedangkan nilai PR sebesar 6,462 (1,8-22,3) yang artinya

variabel ventilasi rumah merupakan faktor resiko.

45
c. Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA

Tabel 4.8 Hubungan Lantai Rumah dengan Kejadian ISPA di


Kampung Pupehabu Kabupaten Jayapura Provinsi Papua
Penyakit ISPA PR
Lantai Total p-value
Sakit Tidak sakit (95%CI)
Rumah
n % ո % n %
13,2
TMS 12 79 86,8% 91 100
% 1,000 0,911
14,3 (0,1-8,2)
MS 1 6 85,7% 7 100
%
Sumber: data primer 2023

Berdasarkan tabel 4.8, menunjukkan lantai rumah TMS yang sakit

ISPA 12 (35,0%) sedangkan tidak sakit ISPA 79 (65,0%). Hasil analisis

diperoleh nilai p value 1,000 yang artinya tidak signifikan lantai rumah

dengan kejadian ISPA. dan nilai PR sebesar 0,911 (0,1-8,2) bahwa lantai

rumah bukan merupakan faktor resiko.

C. Pembahasan

1. Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini jenis kelamin tidak signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 1,000). Berdasarkan fakta yang di peroleh peneliti

saat wawancara bersama responden yakni minoritas balita berjenis

kelamin laki-laki suka bermain dan bersentuhan dengan tanah tanpa

kenakan kaos tangan dan alas kaki dan data observasi dilihat anak balita

tergeletak dilantai rumah yang mudah tergolong faktor pemicu ISPA dan

adapun alas lain sehingga Jenis kelamin dengan kejadian ISPA balita

tidak berhubungan juga dapat dimungkinkan karena data penelitian ini

terdistribusi rata antara ISPA pada balita laki-laki dan perempuan. adapun

kebersihan rumah seperti menyapu lantai, mengepel lantai dan

membersihkan debu yang masih kurang. dimana pada saat obervasi

46
peneliti melihat ada hubungan dari kebiasaan anak suka bermain di

tempat yang berdebu dan ibu membaringkan anak saat ibu sedang

memasak di dapur yang bisa menjadi pemicu atau faktor penyebab

terjadinya ISPA. tetapi kemudian dari hasil analisis menunjukkan tidak

terdapat hubungan yang signifikan dan juga bukan faktor pemicu

terjadinya penyakit ISPA. Selain itu, penelitian ini tidak

memperhitungkan faktor perancu. sebagai saran bahwa Penelitian

hubungan jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di Indonesia

dengan memperhitungkan faktor perancu masih perlu dilakukan.

Penelitian ini sejalan dengan (Harokan & Gustina, 2023) tidak ada

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin terhadap kejadian ISPA di

Puskesmas Tanjung Tebat Kabupaten Lahat tahun 2023 terlihat

berdasarkan uji yang diperoleh p value = 0,98 maka dapat disimpulkan

hasil perhitungan prevalensi rasio diperoleh PR = 0,8. Bila nilai PR < 1

dan rentang interval kepercayaan tidak melewati angka 1, berarti variabel

jenis kelamin merupakan faktor proteksi terhadap kejadian ISPA.

Para peneliti telah menyimpulkan bahwa tidak ada variasi biologis

yang jelas antara usia anak balitayang menyebabkan perbedaan yang

diamati dalam prevalensi ISPA antara jenis kelamin. ISPA lebih

seringterjadi pada balita laki-laki dibandingkan balita perempuan. Bayi

laki-laki mungkin berisiko lebih besar terkena ISPA dari pada

bayiperempuan. Ini mungkin karena variasi hormonal dan sistem

kekebalan antara jenis kelamin. Karena laki-laki sering kali lebih aktif

47
dari pada perempuan, mereka juga lebih mungkin terpapar bahan kimia

penyebab ISPA. (Sudaryani & Abd, 2023)

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan

bahwa 58% laki –laki menderita ISPA (p= 0,02) dan laki- laki lebih

berisiko 1,839 kali terkena ISPA dibandingkan dengan perempuan. Hal

ini disebabkan karena anak laki –laki memiliki aktivitas yang lebih aktif

dan karena faktor hormonal terdapat perbedaan respons imunologis antara

laki-laki dan perempuan (Iskandar ,Suganda, & Lelly, 2015). (Iskandar &

Lelly, 2023)

2. Hubungan Umur Balita dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini umur balita tidak signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 0,874). Berdasarkan observasi peneliti bahwa balita

yang mendiami Kampung Pupehabu Kelompok umur < 2 memiliki

ketahanan tubuh yang belum sempuma sehingga masih rentan terhadap

berbagai penyakit infeksi. Sistem kekebalan tubuh atau imunitas sangat

berkaitan dengan perlawanan infeksi bakteri atau virus di tubuh manusia

dimana Ketika kekebalan tubuh seseorang lemah maka risiko mengalami

infeksi akan semakin meningkat karena perlawanan terhadap infeksi

lemah. Kondisi ini cenderung terjadi pada anak-anak karena imunitasnya

belum optimal. Dari observasi diatas ada hal lain yang dimana terdapat

bahwa ada beberapa responden ibu balta 2 tahun yang mengatakan kalau

anakanya sedang dalam kondisi sakit seperti batuk, dahak atau infeksi

ringan tetapi pada saat analisis data peneliti melihat sebetulnya terjadi

48
perubahan yang mana tidak ada hubungan antara uumuranak dan kejadian

ISPA pada balita.

Anak balita dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok yaitu

batita (1-2 tahun), dan anak pra sekolah (3-5 tahun). Saat usia 1-3 tahun

disebut kelompok pasif dimana anak-anak masih tergantung penuh

kepada kedua orangtua atau orang lain yang mengasuhnya untuk

melakukan kegiatan penting seperti mandi. Setelah memasuki usia 4

tahun kelompok ini sudah mulai dimasukkan kedalam kelompok

konsumen aktif dimana ketergantungan terhadap orangtua atau pengasuh

mulai berkurang (Borrego, 2021)

Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh (Fitriana, 2015) yang

menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia balita dengan

kejadian ISPA yang berusia 1-4 tahun (P=value 0,24). berbeda dengan

penelitian sebelumnya oleh (Yelvita, 2022) menemukan bahwa terdapat

hubungan antara usia balita dengan kejadian ISPA yang berusia 1-4

tahun (P=value 0,024).

Masalah perkembangan pada anak di Indonesia dan di negara

berkembang pada umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu keadaan gizi

yang tidak baik dan penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

masih menjadi masalah pada anak yaitu infeksi saluran pernafasan.

Infeksi Saluran Pernapasan melibatkan organ saluran pernapasan bagian

atas maupun bagian bawah. Pada usia balita bisa dengan mudah

terserang berbagai jenis penyakit termasuk penyakit ISPA oleh karena

49
sistem imunitas balita belum optimal. Seseorang bisa terkena ISPA jika

kekebalan tubuh atau imunitasnya menurun. (Giroth et al., 2022)

3. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini pendidikan ibu tidak signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 0,847). Dari hasil wawancara diperoleh hasil

sebagian besar responden balita berpendidikan, dimana dalam penerapan

perilaku hidup bersih dan sehat sudah baik. Tingkat pendidikan ibu erat

kaitannya dengan kesehatan keluarga. Ibu memilliki peran yang sangat

penting dalam pemeliharaan kesehatan balita. Semakin meningkatnya

pendidikan masyarakat akan berpengaruh positif terhadap pemahaman

masyarakat dalam menjaga kesehatan balita agar tidak terkena ISPA.

Rendahnya tingkat pendidikan ibu mempengaruhi perilaku dalam

mencegah penyakit ISPA dan melakukan perawatan pada balita yang

mengalami ISPA. kemudian terlihat fakta diatas bahwa ibu balita di

Kampung Pupehabu yang tidak berpendidikan sebetulnya lebih dominan

sehinnga peneliti menarik kesimpulan bahwa kejadian ISPA mudah

terserang kepada anak balita responden karena minimnya pendidikan ibu,

tetapi dari analisis data yang di peroleh bahwa nilai menunjukkan tidak

terdapat hubungan antara kejadian penyakit ISPA dengan penyakit ISPA

pada balita di Kampung Pupehabu.

Berbeda dengan hasil penelitian terdahulu didapatkan nilai p-value

sebesar 0,021 dan nilai PR (95% CI) sebesar 2,122 (1,026-4,390). Besar

p-value 0,021 yang bernilai < 0,05 menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara status pendidikan ibu dengan kejadian

50
penyakit pneumonia balita. Besar nilai PR (95% CI) sebesar 2,122

menunjukkan bahwa balita yang memiliki ibu dengan tingkat

pendidikan rendah berisiko 2,122 kali lebih tinggi untuk terkena

penyakit pneumonia dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu

dengan tingkat pendidikan tinggi (95% CI, 1,026 < PR < 4,390).

(Mardani et al., 2019)

4. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini pekerjaan ibu tidak signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 1,000). Pekerjaan responden di Kampung Pupehabu

paling dominan adalah tidak bekerja dimana pekerjaan seseorang ibu itu

menentukan keadaan sehat balita, dari hasil diketahui bahwa terdapat

status kejadian ISPA tergolong rendah karena ibu sibuk terhadap

pekerjaan rumah namun dalam mengasuh anak dapat juga diperhatikan

walaupun tidak seluruhnya. Sehingga sangat disayangkan anak tidak

mendapatkan pola asuh dengan baik yang selanjutnya berpengaruh

terhadap kesehatan dan perkembangan otak anak. Juga terdapat beberapa

responden bisa dimelihat kondisi kesehatan anak minim, karena biaya

dalam kebutuhan hygiene anak tidak terpenuhi sehingga peneliti menduga

hal tersebut merupakan faktor pemicu akan tetapi jauh berbeda dengan

hasil analisi data yang memperoleh nilai bahwa bahasannya tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit

ISPA di Kampung Pupehabu.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Syahidi et al., 2016) diketahui bahwa variabel umur responden dan

51
pekerjaan responden tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

kejadian ISPA pada anak berusia 12-59 bulan dengan hasil analisis

P=valeu (0,87). Beberapa hal menyangkut pendidikan yang dapat

mempengaruhi perilaku pencegahan seseorang, pendidikan dapat

meningkatkan individu untuk memahami informasi mengenai kesehatan.

Hal ini akan menyebabkan individu lebih waspada untuk memeriksakan

dirinya sebelum terjadinya penyakit. Pendidikan juga dapat meningkatkan

motivasi seseorang. Seseorang yang termotivasi, akan lebih antusias

untuk menerapkan pola hidup sehat. Hasil penelitian menyatakan bahwa

84,8% anak yang terkena ISPA dengan kelompok responden

berpendidikan Rendah.

5. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini ventilasi rumah signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 0,004). Berdasarkan observasi dilapangan

menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kondisi ventilasi

rumah yang memenuhi syarat yaitu > 10% dari luas lantai. Hasil

penelitian ini memiliki hubungan dengan penyakit ISPA sehingga dapat

diasumsikan bahwa walaupun sebagian besar luas ventilasi memenuhi

syarat, namun fungsi ventilasi pada sebagian rumah yang diobservasi

tidak berfungsi dengan baik sebagai jalur pertukaran udara. Hal ini

disebabkan karena ventilasi terhalang oleh kain jendela. Selain itu,

jendela tidak terbuka dengan lebar dan ada pula jendela yang tidak

terbuka. Kondisi ini akan menyebabkan pertukaran udara lambat dan

terhambat. Pertukaran udara yang kurang baik juga akan memicu

52
pertumbuhan mikroorganisme tertentu yang berisiko menginfeksi saluran

napas.

Penelitian ini mendapat dukungan dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh (Amalia Yunia Rahmawati, 2020) diperoleh nilai p-value

< 0,05 sehingga Ho ditolak, dan berarti terdapat hubungan yang

signifikan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA. dengan

Nilai OR yang diperoleh sebesar 2,534 sehinga balita 2,534 kali lebih

berisiko mengalami kejadian 59 ISPA

Rumah sehat salah satunya ada ventilasi dalam kamar tidur. Syarat

ventilasi sesuai standar bangunan nasional adalah luas bersih dari jendela

atau lubang hawa sekurang-kurangnya 1/10 dari luas lantai ruangan,

lubang hawa harus meluas ke arah atas sampai setinggi minimal 1,95

meter dari permukaan lantai serta adanya adanya lubang hawa yang

berlokasi di bawah langit-langit sekurang- kurangnya 0,35% luas lantai

yang bersangkutan. disimpulkan pada penelitian ini sebagian besar

ventilasi memenuhi syarat dibandingkan tidak memenuhi syarat. Ventilasi

merupakan tempat pertukaran udara, dimana dengan adanya ventilasi

yang sesuai dengan standar rumah sehat dapat mencegah terjadinya

penyebaran penyakit yang ditularkan melalui udara. (Harokan & Gustina,

2023)

53
6. Hubungan Lantai rumah dengan Kejadian ISPA

Pada penelitian ini lantai rumah tidak signifikan dengan kejadian

ISPA (pvalue sebesar 1.000). Hasil pengamatan peneliti bahwa kebiasaan

menjaga kebersihan rumah sudah baik, namun sebagian besar lantai

masih tanah. tidak kedap air dan debu, dindingnya juga sebagian papan

kayu dan semi permanen dan masih berdebu, sehingga debu yang tidak

terlihat masih dapat mengganggu saluran pernafasan kita. Satu dari sekian

tips untuk menghindari ISPA adalah menjaga kebersihan kamar tidur kita,

terutama peralatan tidur kita secara teratur. Di mana partikel debu juga

dapat terkumpul di tempat tidur dan peralatan kita. Kurangnya sinar

matahari di dalam ruangan, kurangnya saluran udara, lantai yang masih

basah menjadi pemicu gangguan pernapasan. Kita merasa tidak nyaman

tidur dengan perangkat yang kotor dan berdebu. berdasarkan uraian diatas

memang lebih dominan responden balita yang mempunyai rumah semi

permanen bahkan ada yang mengunakan papan seluruhnya dan kayu

pohon sejenis pinang yang digunakan sebagai alas lantai rumah sehinnga

peneliti berasumsi bahwa kondisi tidak memenuhi syarat ini akan sangat

berhubungan dengan kejadian ISPA, sedangkan berdasarkan data yang

diperoleh menunjukkan tidak terdapat hubungan antara jenis lantai

dengan kejadian penyakit ISPA di Kampung Pupehabu.

Selaras dengan penelian oleh (Raenti et al., 2019) di Wilayah Kerja

Puskesmas 1 Purwokerto Timur Tahun 2018. Berdasarkan uji statistik

Chi Square menunjukkan nilai P-value 0,412 dengan demikian nilai P-

value lebih besar dari α : 0,05 maka dinyatakan tidak terdapat hubungan

54
yang signifikan antara jenis lantai dengan kejadian ISPA pada balita,

pengujian Odds ratio menunjukkan nilai OR : 1,833 (95% Confidence

Interval (CI) = 0,614 – 5,471). Responden yang jenis lantainya tidak

memenuhi syarat memiliki risiko dapat terkena ISPA 1,833 kali lebih

besar dibandingkan dengan responden yang jenis lantainya memenuhi

syarat.

55
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Hubungan jenis kelamin balita tidak signifikan dengan kejadian ISPA

terlihat (Pvalue 1,000 dan RP 1,146). Umur balita dengan kejadian

ISPA tidak signifikan bahwa nilai analisis (Pvalue 1.874 dan RP

0,762). Pendidikan ibu tidak signifikan dengan kejadian ISPA (Pvalue

0,847 sedangkan RP sebesar 1,521). Pekerjaan ibu tidak signifikan

dengan kejadian ISPA yang menunjukkan nilai (Pvalue sebesar 1,000

dan RP sebesar 0,733).

2. Hubungan antara ventilasi rumah dengan kejadian ISPA signifikan

(Pvalue sebesar 0,004 dan RP sebesar 6,462).

3. Hubungan antara lantai rumah dengan kejadian ISPA tidak signifikan

(Pvalue sebesar 1,000 dan RP sebesar 0,911).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, saran yang dapat

diberikan adalah sebagai berikut :

1. Sebaiknya masyarakat Kampung Pupehabu memperhatikan apakah

ventilasi rumah berfungsi dengan baik, membuka lebar semua jendela

agar sirkulasi udara berjalan lancar dan suhu atau kelembaban ruangan

tetap terjaga. Untuk kedepannya agar masyarakat lebih memperhatikan

aspek rumah sehat pada saat membangun rumah seperti membuat

ventilasi rumah 10%> luas lantai, luas kamar minimal 8 m 2 .

56
Diharapkan kepada masyarakat juga untuk mengatur jumlah penghuni

kamar agar tidak menyebabkan over crowding.

Contohnya jumlah penghuni telah melebihi batas maksimal. maka

sesuai yang dianjurkan menurut KEMENKES RI No.

829/Menkes/SK/VII/1999 adalah luas kamar tidur minimal 8 meter

persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.

(Rahdiansyah, 2023)

2. Dengan adanya penelian ini mampu meningkatkan pengetahuan pada

orang tua yang memiliki anak bayi dan balita mengenai pentingnya

tindakan pencegahan ISPA yang dapat dilakukan, menghindari faktor

risiko ISPA, dan gejala ISPA

3. Penelitian ini menjadi rujukan bahwa bahasanya di kampung Pupehabu

terdapat maslah ISPA maka diperlukan kerja sama antara masyarat dan

petugas kesehatan atau stakeholder terkait untuk memerangi kejadian

ISPA tersebut.

4. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa anak balita yang

mengalami sakit ISPA diharapkan reponden ibu balita mampu ditekan

angka ISPA tersebut atau bebas dari ISPA pada Kampung Pupehabu

serta melakukan pemantauan pertumbuhan balita.

57
DARTAR PUSTAKA

Amalia Yunia Rahmawati. (2020). Jurnal Kesehatan Masyarakatat. July, 1–23.


Arrazy, S. (2019). Modul Praktikum Laboratorium Kesehatan Lingkungan.
Medan: Prodi Ilmu Kesehatan Masyarakat UINSU.
Borrego, A. (2021). Metodologi penelitian. penerbit.03022000.THF
Depkes, R. (1996). Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita dalam Pelita
VI. Departemen Kesehatan RI, 15–41.
Fidya, A. N., & Hartono, B. (2020). PM10 Dalam Udara Ruang Kelas dengan
Kejadian ISPA Pada Siswa SD/MI di Wilayah Kerja Puskesmas Cilebut,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor Tahun 2018. Jurnal Nasional
Kesehatan Lingkungan Global, 1(2).
Fitriana, D. dkk. (2015). Hubungan Status Gizi, Riwayat Pemberian Vitamin A,
Riwayat Imunisasi (Bcg,Dpt,Campak) Dan Kebiasaan Merokok Anggota
Keluarga Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007).
Nutrire Diaita, 7(2).
Freddy, Rangkuti. Strategi Promosi Yang Kreatif. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2022
Giroth, T. M., Manoppo, J. I. C., & Bidjuni, H. J. (2022). Hubungan Status Gizi
Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Tompaso Kabupaten
Minahasa. Jurnal Keperawatan, 10(1), 79.
https://doi.org/10.35790/jkp.v10i1.36338
Harokan, A., & Gustina, E. (2023). Analisis kejadian infeksi saluran pernafasan
akut pada anak. 8(2).
Hanifah, E. (2011). Cara Hidup Sehat - Erma Hanifah.
https://books.google.com/books?
hl=id&lr=&id=dJw2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=cara+hidup+sehat
+erma+hanifah&ots=MRTT9km5a1&sig=_MewvxJUDa2eWP3XIq1DC7H
QfU4%0Ahttps://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=dJw2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=cara+hidup+sehat
&ots=MRSU9on
Hanum, L. (2020). Oleh: LATIFFAH HANUM NIM: 0801162036.
Hayati, R. Z. (2017). Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan

58
Dalam Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan,
2017.
Irjayanti, A., Wambrauw, A., Wahyuni, I., & Maranden, A. A. (2023). Personal
Hygiene with the Incidence of Skin Diseases. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 12(1), 169–175.
( Jupri, n.d. 2022)

Junilantivo, F., Priyadi, P., & Noviadi, P. (2022). Kondisi Fisik Rumah dengan
Kejadian Penyakit Ispa pada Balita di Kota Palembang. Jurnal Sanitasi
Lingkungan, 2(2), 93–100.
Kesehatan, M., & Indonesia, R. (2011). No Title. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman
Penyehatan Udara Dalam Ruang.
Kesehatan, M., Indonesia, R., Mahendrayasa, I. G. A. P., Soekidjo, N., Purnama,
S. G., Putri, P., Mantu, M. R., Wijayaningsih, K. S., Wati, N., Ramon, A.,
Husin, H., Pondesta, F., Putri, R., Podesta, F., Putri, R., Muhammadiyah
Bengkulu, U., Suharsimi, A., Junilantivo, F., Priyadi, P., … Umum, K. P.
(2023). Pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita
di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon periode Juli-Agustus 2016. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pusat Penelitian Dan Pengembagan
Pemukiman. Jakarta, 1(2), 14–19.
https://doi.org/10.21070/medicra.v4i1.1435
Krismeandari, D. (2015). (2015). Faktor lingkungan rumah dan faktor perilaku
penghuni rumah yang berhubungan dengan kejadian ispa pada balita di
wilayah kerja puskesmas sekaran.
Kti__Lady Diana Br Sinuraya. (n.d.).
Mahendrayasa, I. G. A. P. (2018). Hubungan antara kondisi fisik rumah dengan
kejadian infeksi saluran pernafasan atas pada Balita di Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 6(3), 227–235.
Mufidah, C. (2013). Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender Edisi Revisi.
Malang: UIN-Maliki Press.
Mansbridge, J. (1998). Skin substitutes to enhance wound healing. Expert Opinion
on Investigational Drugs, 7(5), 803–809.
https://doi.org/10.1517/13543784.7.5.803
Mardani, R. P. P. K., Wardani, H. E., & Gayatri, R. W. (2019). Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik Rumah, Status Pendidikan Ibu, Dan Status Pekerjaan Ibu
Terhadap Kejadian Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Diyono

59
Malang. Jurnal Sport Science And Health, 1(3), 233–242.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka
Cipta: Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Rineka
Cipta: Jakarta.
Observasi, L. (2020). 4. Pensiun 9. Tidak bekerja 5. Pelajar/Mahasiswa.
Purnama, S. G. (2017). Diktat Kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan (p. 164).
Bali: Universitas Udayana, 164.
Putri, P., & Mantu, M. R. (2019). Pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap
kejadian ISPA pada balita di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon periode
Juli-Agustus 2016. Tarumanagara Medical Journal, 1(2), 389–394.
Pramulia, Rahmi Fitri S, D. (2020). Faktor Lingkungan Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita.
Dinamika Lingkungan Indonesia, 7(1), 31.
Profil Kesehatan Provinsi Papua Tahun 2019. Penyajiannya Dalam Bentuk Tabel-
Tabel. Rekap Profil Kesehatan Kab/Kota Tahun 2019
Raenti, R. A., Gunawan, A. T., & Subagiyo, A. (2019). Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik Rumah Dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas 1 Purwokerto Timur Tahun 2018. Buletin Keslingmas, 38(1), 85–
94. https://doi.org/10.31983/keslingmas.v38i1.4079
Rafaditya, S. A., Saptanto, A., & Ratnaningrum, K. (2021). MEDICA
ARTERIANA (MED-ART) Ventilasi dan Pencahayaan Rumah Berhubungan
dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita: Analisis Faktor
Lingkungan Fisik. Medica Arteriana (MED-ART_, 3(2), 115–121.
Rahdiansyah, P. (2023). Kotaku : Kota Tanpa Kumuh. In Kotaku, PU.go.id (p. 1).
https://kotaku.pu.go.id/view/3112/problematika-bangsa-dan-solusinya
Riawati, D., & Hanifah, L. (2017). Evaluasi Pertumbuhan Balita Berdasarkan
Umur dan Berat Badan. Jurnal Kebidanan Indonesia, 8(2)

Sehat, M. K. (2016). Issn : 2549-0931 1000.

Sudaryani, S., & Abd, S. (2023). Risiko Kejadian Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut pada Balita di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol. 15(2), 1–8.

Fidya, A. N., & Hartono, B. (2020). PM10 Dalam Udara Ruang Kelas dengan
Kejadian ISPA Pada Siswa SD/MI di Wilayah Kerja Puskesmas Cilebut,

60
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor Tahun 2018. Jurnal Nasional
Kesehatan Lingkungan Global, 1(2).
Fitriana, D. dkk. (2015). Hubungan Status Gizi, Riwayat Pemberian Vitamin A,
Riwayat Imunisasi (Bcg,Dpt,Campak) Dan Kebiasaan Merokok Anggota
Keluarga Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Usia 1-4 Tahun Di Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007).
Nutrire Diaita, 7(2).. Strategi Promosi Yang Kreatif. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2022
Giroth, T. M., Manoppo, J. I. C., & Bidjuni, H. J. (2022). Hubungan Status Gizi
Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Tompaso Kabupaten
Minahasa. Jurnal Keperawatan, 10(1), 79.
https://doi.org/10.35790/jkp.v10i1.36338
Harokan, A., & Gustina, E. (2023). Analisis kejadian infeksi saluran pernafasan
akut pada anak. 8(2).
Hanifah, E. (2011). Cara Hidup Sehat - Erma Hanifah.
https://books.google.com/books?
hl=id&lr=&id=dJw2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=cara+hidup+sehat
+erma+hanifah&ots=MRTT9km5a1&sig=_MewvxJUDa2eWP3XIq1DC7H
QfU4%0Ahttps://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=dJw2DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=cara+hidup+sehat
&ots=MRSU9on
Hanum, L. (2020). Oleh: LATIFFAH HANUM NIM: 0801162036.
Hayati, R. Z. (2017). Hubungan Konsentrasi PM10 dan Faktor Lingkungan
Dalam Rumah Dengan Keluhan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Pada Balita di Puskesmas Rawa Terate Kecamatan Cakung Tahun 2017.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan,
2017.
Irjayanti, A., Wambrauw, A., Wahyuni, I., & Maranden, A. A. (2023). Personal
Hygiene with the Incidence of Skin Diseases. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 12(1), 169–175.
( Jupri, n.d. 2022)

Junilantivo, F., Priyadi, P., & Noviadi, P. (2022). Kondisi Fisik Rumah dengan
Kejadian Penyakit Ispa pada Balita di Kota Palembang. Jurnal Sanitasi
Lingkungan, 2(2), 93–100.
Kesehatan, M., & Indonesia, R. (2011). No Title. Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1077/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman

61
Penyehatan Udara Dalam Ruang.
Kesehatan, M., Indonesia, R., Mahendrayasa, I. G. A. P., Soekidjo, N., Purnama,
S. G., Putri, P., Mantu, M. R., Wijayaningsih, K. S., Wati, N., Ramon, A.,
Husin, H., Pondesta, F., Putri, R., Podesta, F., Putri, R., Muhammadiyah
Bengkulu, U., Suharsimi, A., Junilantivo, F., Priyadi, P., … Umum, K. P.
(2023). Pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita
di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon periode Juli-Agustus 2016. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pusat Penelitian Dan Pengembagan
Pemukiman. Jakarta, 1(2), 14–19.
https://doi.org/10.21070/medicra.v4i1.1435
Krismeandari, D. (2015). (2015). Faktor lingkungan rumah dan faktor perilaku
penghuni rumah yang berhubungan dengan kejadian ispa pada balita di
wilayah kerja puskesmas sekaran.
Kti__Lady Diana Br Sinuraya. (n.d.).
Mahendrayasa, I. G. A. P. (2018). Hubungan antara kondisi fisik rumah dengan
kejadian infeksi saluran pernafasan atas pada Balita di Surabaya. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 6(3), 227–235.
Mufidah, C. (2013). Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender Edisi Revisi.
Malang: UIN-Maliki Press.
Mansbridge, J. (1998). Skin substitutes to enhance wound healing. Expert Opinion
on Investigational Drugs, 7(5), 803–809.
https://doi.org/10.1517/13543784.7.5.803
Mardani, R. P. P. K., Wardani, H. E., & Gayatri, R. W. (2019). Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik Rumah, Status Pendidikan Ibu, Dan Status Pekerjaan Ibu
Terhadap Kejadian Pneumonia Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Diyono
Malang. Jurnal Sport Science And Health, 1(3), 233–242.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka
Cipta: Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Rineka
Cipta: Jakarta.
Observasi, L. (2020). 4. Pensiun 9. Tidak bekerja 5. Pelajar/Mahasiswa.
Purnama, S. G. (2017). Diktat Kuliah Penyakit Berbasis Lingkungan (p. 164).
Bali: Universitas Udayana, 164.
Putri, P., & Mantu, M. R. (2019). Pengaruh lingkungan fisik rumah terhadap
kejadian ISPA pada balita di Kecamatan Ciwandan Kota Cilegon periode
Juli-Agustus 2016. Tarumanagara Medical Journal, 1(2), 389–394.

62
Pramulia, Rahmi Fitri S, D. (2020). Faktor Lingkungan Yang Berhubungan
Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Balita.
Dinamika Lingkungan Indonesia, 7(1), 31.
Profil Kesehatan Provinsi Papua Tahun 2019. Penyajiannya Dalam Bentuk Tabel-
Tabel. Rekap Profil Kesehatan Kab/Kota Tahun 2019
Raenti, R. A., Gunawan, A. T., & Subagiyo, A. (2019). Hubungan Faktor
Lingkungan Fisik Rumah Dan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Dengan
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas 1 Purwokerto Timur Tahun 2018. Buletin Keslingmas, 38(1), 85–
94. https://doi.org/10.31983/keslingmas.v38i1.4079
Rafaditya, S. A., Saptanto, A., & Ratnaningrum, K. (2021). MEDICA
ARTERIANA (MED-ART) Ventilasi dan Pencahayaan Rumah Berhubungan
dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita: Analisis Faktor
Lingkungan Fisik. Medica Arteriana (MED-ART_, 3(2), 115–121.
Rahdiansyah, P. (2023). Kotaku : Kota Tanpa Kumuh. In Kotaku, PU.go.id (p. 1).
https://kotaku.pu.go.id/view/3112/problematika-bangsa-dan-solusinya-

Riawati, D., & Hanifah, L. (2017). Evaluasi Pertumbuhan Balita Berdasarkan


Umur dan Berat Badan. Jurnal Kebidanan Indonesia, 8(2)
Sehat, M. K. (2016). Issn : 2549-0931 1000.

Sudaryani, S., & Abd, S. (2023). Risiko Kejadian Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut pada Balita di Puskesmas Momunu Kabupaten Buol. 15(2),
1–8.

Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang


Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313
Umum, K. P. (2011). Modul Rumah Sehat. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pusat Penelitian Dan Pengembagan Pemukiman. Jakarta.
Wati, N., Ramon, A., Husin, H., Pondesta, F., & Putri, R. (2023). Pengaruh
Penyuluhan Personal Hygiene Pada Warga RT 11 RW 03 Kelurahan
Lempuing Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. JURNAL PENGABDIAN
KESEHATAN, 1(2), 14–19.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Yasmin, I., Pramesty, I. A., Affandi, T. T., & Naldi, Y. (2019). Hubungan antara
Tingkat Pengetahuan , Tingkat Pendidikan Ibu , serta Status Gizi Balita
terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) pada Balita di

63
Puskesmas Kesunean Kota Cirebon Jawa Barat. Jurnal Kedokteran &
Kesehatan, 5(1), 1–8.

Zolanda, A., Raharjo, M., & Setiani, O. (2021). Faktor Risiko Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Pada Balita Di Indonesia. Link, 17(1), 73–80.
Syahidi, M. H., Gayatri, D., & Bantas, K. (2016). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Tebet, Jakarta Selatan, Tahun 2013. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Indonesia, 1(1), 23–27. https://doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1313
Umum, K. P. (2011). Modul Rumah Sehat. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pusat Penelitian Dan Pengembagan Pemukiman. Jakarta.
Wati, N., Ramon, A., Husin, H., Pondesta, F., & Putri, R. (2023). Pengaruh
Penyuluhan Personal Hygiene Pada Warga RT 11 RW 03 Kelurahan
Lempuing Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu. JURNAL PENGABDIAN
KESEHATAN, 1(2), 14–19.
Wijayaningsih, K. S. (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: CV. Trans Info
Media.
Yasmin, I., Pramesty, I. A., Affandi, T. T., & Naldi, Y. (2019). Hubungan antara
Tingkat Pengetahuan , Tingkat Pendidikan Ibu , serta Status Gizi Balita
terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut ( ISPA ) pada Balita di
Puskesmas Kesunean Kota Cirebon Jawa Barat. Jurnal Kedokteran &
Kesehatan, 5(1), 1–8.
Zolanda, A., Raharjo, M., & Setiani, O. (2021). Faktor Risiko Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Pada Balita Di Indonesia. Link, 17(1), 73–80.

64
Lampiran 1

KUISIONER
HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI KAMPUNG PUBEHABU DISTRIK KEMTUK GRESI
A. IDENTITAS IBU
Nomor responden :
Nama :
B. IDENTITAS ANAK
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
C. SOSIAL EKONOMI
6. Pendidikan
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. PT
7. Pekerjaan
a. Tidak bekerja
b. PNS
c. SWASTA
d. Petani
e. Nelayan
D. PERTANYAAN
a. Kejadian Penyakit ISPA pada Balita
8. Apakah dalam 3 bulan terakhir balita pernah mengalami sakit
ISPA dan tercover dalam data rekam medik atau buku register?
a. Pernah
b. Tidak pernah

Sumber : (Hanum, 2020) dan (Kesehatan et al., 2023)

66
Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI DAN PENGUKURAN


HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA
PADA BALITA DI KAMPUNG PUBEHABU DISTRIK KEMTUK GRESI
I. OBSERVASI DAN PENGUKURAN

1. Ventilasi rumah
- Luas Ventilasi :……………m2
- Luas Lantai :……………m2
a. TMS (Apabila < 10% dari luas lantai)
b. MS (Apabila > 10% dari luas lantai)
2. Lantai rumah
- TMS
- MS
a. TMS: menghasilkan debu dan lembab (semen dan tanah)
b. MS: kedap air dan tidak lembab (kramik dan ubin)

Sumber : (Hanum, 2020)

67
Lampiran 3

Master Tabel Responden dan Balita Responden

J Pendidika Lantai
No Nama K Umur n Pekerjaan Ventilasi rumah ISPA
1 Sarlota Tegai 1 1 1 0 0 0 1
2 Ruth Naomi Udam 0 0 1 0 1 0 1
3 Ana Udam 1 0 1 0 1 0 1
4 Engelina Keyambe 1 0 1 0 1 0 1
5 Alphin S Udam 0 0 1 0 1 0 1
6 Agusjulia Samon 0 0 1 0 0 0 1
7 Renci Rumkorem 1 1 1 0 1 1 1
8 Olivia Udam 1 1 0 0 1 0 1
9 Lisa Hubusa 1 1 0 1 1 1 1
10 Georgina Waipon 1 1 1 0 0 0 0
11 Santo Anriel 0 0 1 0 1 0 0
12 Ketsia Udam 1 1 1 0 1 0 0
13 Ruben Udam 0 0 1 0 0 0 0
14 Rafles Yaas 0 0 0 0 0 1 0
15 Lunia Yaas 1 1 1 0 1 0 0
16 Julia Hubusa 1 1 1 0 1 0 0
17 Yeheskiel Waisimon 0 1 1 1 0 0 0
18 Melanesia D Wey 1 0 1 0 1 0 0
19 Aprilia Tapatkedim 1 1 1 0 0 0 0
20 Vioneta Yansip 1 1 0 1 0 0 0
21 Yanset Tegai 0 0 0 0 1 0 0
22 Martince Yansip 1 0 1 0 0 0 0
23 Anjeli Usmani 1 0 1 0 1 0 1
24 Vera Sanggrangway 1 0 1 0 1 1 1
25 Yakub Bemey 0 1 1 0 0 0 1
26 Abraham Udam 0 0 0 1 1 0 1
27 Dona Mewet 1 1 1 0 1 0 1
28 Yafet Waipon 0 1 0 0 1 0 1
29 Rina Yansip 1 1 0 0 1 0 1
30 Marlina Yaas 1 0 1 0 1 0 1
31 Orpa Tabiru 0 1 1 0 0 0 1
32 Dian Sanggrangway 0 0 1 0 0 0 1
33 Rio Tegai 0 0 1 0 1 0 1
34 Fiji Udam 1 1 1 0 1 0 1
35 Mirakel Nensip 1 0 1 1 1 0 1
36 Firmansyah Nsasitgot 1 0 1 0 1 0 1
37 George Kayambe 0 1 1 0 1 0 1

68
3
8 Mina Nsasitgot 1 1 1 0 1 0 1
3
9 Daut Udam 0 1 1 0 1 0 1
4
0 Gloria Yaru 1 0 0 0 1 0 1
4
1 Dina Nensip 1 0 0 1 1 1 1
4
2 Evanjelik Nsasitgot 1 1 1 1 1 0 1
4
3 Petro Udam 0 0 1 0 0 0 1
4
4 Julian Hubusa 0 1 1 0 0 0 1
4
5 Irpa Usmani 1 0 1 0 1 0 1
4
6 Leni Sanggrangway 1 0 1 0 1 0 1
4
7 Yosua Sanggrangway 0 1 1 0 1 0 1
4
8 Sonia Yaru 1 1 1 0 1 0 1
4
9 Serli Udam 1 1 1 0 1 0 1
5
0 Melani Mewet 1 1 1 0 0 1 1
5
1 Kezia Nian 1 0 1 0 1 0 1
5
2 Petrus Nsasitgot 0 0 1 0 1 0 1
5
3 Vika Mess 1 1 0 0 0 0 1
5
4 Frengky Tabiru 0 1 0 0 1 0 1
5
5 Tinus Eli 0 0 1 0 1 0 1
5
6 Yustus Nensip 0 0 1 0 1 0 1
5
7 Marlin Nian 1 1 1 0 1 0 1
5
8 Ellia Mess 0 0 1 0 0 0 1
5
9 Novita Nensip 1 0 1 0 1 0 1
6
0 Jolinda Eli 1 0 1 1 1 0 1
6
1 Rafi Mewet 0 1 1 0 1 0 1
6
2 Jesika Yaru 1 1 1 0 1 0 1
6
3 Irine Usmani 1 1 0 0 1 0 1
6
4 Reza Udam 0 0 1 0 1 0 1
6
5 Jelin Nensip 1 0 1 0 1 0 1
6
6 Alfons Tabiru 0 0 1 0 1 0 1
6
7 Ketty Nian 1 1 1 0 0 0 1
6
8 Firti Mess 1 1 1 0 1 0 1
6
9 Pegi Mewet 1 0 1 1 1 0 1
7
0 Steven Yaru 0 1 0 0 1 0 1
7
1 Valen Tabiru 1 0 1 0 1 0 1
7
2 Amanda Waly 1 0 1 0 1 0 1
7
3 Rosita Sanggrangway 1 1 1 1 1 0 1
7
4 Manu Tabiru 0 1 1 1 1 0 1
7
5 Thresia Usmani 1 0 0 0 0 0 1
7
6 Emelinda Eli 1 0 1 0 1 0 1
7
7 Alfano Udam 0 0 1 0 1 0 1
7
8 Regina Samon 1 0 1 0 1 0 1
7
9 Elsa Yaru 1 1 1 0 1 0 1
8
0 Elisabeth Tegai 1 1 1 0 1 0 1

70
8
1 Wahyu Nian 0 1 1 0 1 0 1
8
2 Viktor Eli 0 0 1 0 1 0 1
8
3 Karel Anriel 0 1 1 0 1 0 1
8
4 Kayla Yoku 1 1 1 0 1 0 1
8
5 Jondry Hubusa 0 1 1 0 1 0 1
8
6 Musa Tegai 0 0 1 0 1 0 1
8
7 Maria Mewet 1 1 1 0 0 0 1
8
8 Ribka Nensip 1 0 1 0 1 0 1
8
9 Yohana Nian 1 0 1 1 1 1 1
9
0 Rika Sanggrangway 1 0 0 0 1 0 1
9
1 Prisilia Usmani 1 0 0 0 1 0 1
9
2 Agnes Nensip 1 1 1 0 1 0 1
9
3 Evi Samon 1 0 1 0 1 0 1
9
4 Purti Samon 1 0 1 0 1 0 1
9
5 Aleda Nian 1 1 1 0 1 0 1
9
6 Desi Mewet 1 0 1 0 1 0 1
9
7 Lidia Eli 1 1 1 0 1 0 1
9
8 Mona Usmani 1 0 1 0 1 0 1
Lampiran 4
Hasil Analisis Univariat

Karakteristik Ibu dan Balita


Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 35 35.7 35.7 35.7

Perempuan 63 64.3 64.3 100.0

Total 98 100.0 100.0

Umur Balita

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 1-2 tahun 51 52.0 52.0 52.0

3-5 tahun 47 48.0 48.0 100.0

Total 98 100.0 100.0

Pendidikan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak berpendidikan 17 17.3 17.3 17.3

Berpendidikan 81 82.7 82.7 100.0

Total 98 100.0 100.0

Pekerjaan Ibu

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak bekerja 86 87.8 87.8 87.8

Bekerja 12 12.2 12.2 100.0

Total 98 100.0 100.0


Ventilasi Rumah, Lantai Rumah, dan Kejadian ISPA
Ventilasi rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TMS = <10% 20 20.4 20.4 20.4

MS = 10% 78 79.6 79.6 100.0

Total 98 100.0 100.0

Lantai rumah

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TMS 91 92.9 92.9 92.9

MS 7 7.1 7.1 100.0

Total 98 100.0 100.0

Kejadian ISPA

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Sakit 13 13.3 13.3 13.3

Tidak sakit 85 86.7 86.7 100.0

Total 98 100.0 100.0


Lampiran 5
Hasil Analisis Univariat
1. Hubungan Jenis Kelamin Balita dengan Kejadian ISPA Pada balita
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Kejadian


98 100.0% 0 .0% 98 100.0%
ISPA

Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Jenis Kelamin Laki-Laki Count 5 30 35

% within Jenis Kelamin 14.3% 85.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 38.5% 35.3% 35.7%

% of Total 5.1% 30.6% 35.7%

Perempuan Count 8 55 63

% within Jenis Kelamin 12.7% 87.3% 100.0%

% within Kejadian ISPA 61.5% 64.7% 64.3%

% of Total 8.2% 56.1% 64.3%

Total Count 13 85 98

% within Jenis Kelamin 13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 13.3% 86.7% 100.0%


Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value Df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .049a 1 .824

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .049 1 .825

Fisher's Exact Test 1.000 .526

Linear-by-Linear Association .049 1 .825

N of Valid Casesb 98

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.64.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Jenis Kelamin


1.146 .344 3.814
(Laki-Laki / Perempuan)

For cohort Kejadian ISPA =


1.125 .398 3.177
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


.982 .833 1.158
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

2. Hubungan Umur Balita Dengan Kejadian ISPA Pada Balita


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur Balita * Kejadian ISPA 98 100.0% 0 .0% 98 100.0%

75
Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Umur Balita 1-2 tahun Count 6 45 51

% within Umur Balita 11.8% 88.2% 100.0%

% within Kejadian ISPA 46.2% 52.9% 52.0%

% of Total 6.1% 45.9% 52.0%

3-5 tahun Count 7 40 47

% within Umur Balita 14.9% 85.1% 100.0%

% within Kejadian ISPA 53.8% 47.1% 48.0%

% of Total 7.1% 40.8% 48.0%

Total Count 13 85 98

% within Umur Balita 13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 13.3% 86.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .208a 1 .648

Continuity Correctionb .025 1 .874

Likelihood Ratio .208 1 .648

Fisher's Exact Test .769 .436

Linear-by-Linear Association .206 1 .650

N of Valid Casesb 98

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.23.

b. Computed only for a 2x2 table


Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Umur Balita


.762 .236 2.456
(1-2 tahun / 3-5 tahun)

For cohort Kejadian ISPA =


.790 .286 2.182
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


1.037 .887 1.212
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

3. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan Ibu * Kejadian


98 100.0% 0 .0% 98 100.0%
ISPA

Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Pendidikan Ibu Tidak berpendidikan Count 3 14 17

% within Pendidikan Ibu 17.6% 82.4% 100.0%

% within Kejadian ISPA 23.1% 16.5% 17.3%

% of Total 3.1% 14.3% 17.3%

Berpendidikan Count 10 71 81

% within Pendidikan Ibu 12.3% 87.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 76.9% 83.5% 82.7%

% of Total 10.2% 72.4% 82.7%

Total Count 13 85 98

% within Pendidikan Ibu 13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 13.3% 86.7% 100.0%

77
78
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .343a 1 .558

Continuity Correctionb .037 1 .847

Likelihood Ratio .322 1 .571

Fisher's Exact Test .693 .400

Linear-by-Linear Association .340 1 .560

N of Valid Casesb 98

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.26.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pendidikan


Ibu (Tidak berpendidikan / 1.521 .371 6.243
Berpendidikan)

For cohort Kejadian ISPA =


1.429 .439 4.650
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


.940 .743 1.188
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

4. Hubungan Pekerjaan Ibu Dengan Kejadian ISPA Pada Balita


Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Pekerjaan Ibu Tidak bekerja Count


11 75 86

% within Pekerjaan Ibu


12.8% 87.2% 100.0%

% within Kejadian ISPA 84.6% 88.2% 87.8%


% of Total
11.2% 76.5% 87.8%

Bekerja Count
2 10 12

% within Pekerjaan Ibu


16.7% 83.3% 100.0%

% within Kejadian ISPA


15.4% 11.8% 12.2%

% of Total
2.0% 10.2% 12.2%

Total Count
13 85 98

% within Pekerjaan Ibu


13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA


100.0% 100.0% 100.0%

% of Total
13.3% 86.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .138a 1 .711


b
Continuity Correction .000 1 1.000

Likelihood Ratio .130 1 .718

Fisher's Exact Test .659 .497

Linear-by-Linear Association .136 1 .712


b
N of Valid Cases 98

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.59.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Pekerjaan Ibu


.733 .142 3.799
(Tidak bekerja / Bekerja)

80
For cohort Kejadian ISPA =
.767 .193 3.051
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


1.047 .802 1.365
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

5.

81
6. Hubungan Ventilasi Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Ventilasi rumah * Kejadian


98 100.0% 0 .0% 98 100.0%
ISPA

Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Ventilasi rumah TMS = <10% Count


7 13 20

% within Ventilasi rumah


35.0% 65.0% 100.0%

% within Kejadian ISPA


53.8% 15.3% 20.4%

% of Total
7.1% 13.3% 20.4%

MS = 10% Count
6 72 78

% within Ventilasi rumah


7.7% 92.3% 100.0%

% within Kejadian ISPA


46.2% 84.7% 79.6%

% of Total
6.1% 73.5% 79.6%

Total Count
13 85 98

% within Ventilasi rumah


13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA


100.0% 100.0% 100.0%

% of Total
13.3% 86.7% 100.0%

Chi-Square Tests
Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 10.317a 1 .001

Continuity Correctionb 8.080 1 .004

Likelihood Ratio 8.511 1 .004

Fisher's Exact Test .004 .004

Linear-by-Linear Association 10.212 1 .001

N of Valid Casesb 98

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.65.

b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Ventilasi


rumah (TMS = <10% / MS = 6.462 1.870 22.331
10%)

For cohort Kejadian ISPA =


4.550 1.719 12.045
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


.704 .507 .977
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

7. Hubungan Lantai Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lantai rumah * Kejadian


98 100.0% 0 .0% 98 100.0%
ISPA

83
Crosstab

Kejadian ISPA

Sakit Tidak sakit Total

Lantai rumah TMS Count


12 79 91

% within Lantai rumah


13.2% 86.8% 100.0%

% within Kejadian ISPA


92.3% 92.9% 92.9%

% of Total
12.2% 80.6% 92.9%

MS Count
1 6 7

% within Lantai rumah


14.3% 85.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA


7.7% 7.1% 7.1%

% of Total
1.0% 6.1% 7.1%

Total Count
13 85 98

% within Lantai rumah


13.3% 86.7% 100.0%

% within Kejadian ISPA


100.0% 100.0% 100.0%

% of Total
13.3% 86.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .007a 1 .934

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .007 1 .935

Fisher's Exact Test 1.000 .643

Linear-by-Linear Association .007 1 .935

N of Valid Casesb 98

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93.

84
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper

Odds Ratio for Lantai rumah


.911 .101 8.245
(TMS / MS)

For cohort Kejadian ISPA =


.923 .140 6.108
Sakit

For cohort Kejadian ISPA =


1.013 .741 1.385
Tidak sakit

N of Valid Cases 98

85

Anda mungkin juga menyukai