Anda di halaman 1dari 64

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP

TINGKAT DEPRESI PASIEN TB PARU


DI KECAMATAN SUKOWONO
KABUPATEN JEMBER

MINI RESEARCH

Oleh :
Daning Yuniartika 132011101010
Irene Qitta Pranindita 132011101100

Pembimbing:
dr. Andy Maulana A
dr. Ida Srisurani WA, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS SUKOWONO
KABUPATEN JEMBER
2019
PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
TINGKAT DEPRESI PASIEN TB PARU
DI KECAMATAN SUKOWONO
KABUPATEN JEMBER

MINI RESEARCH
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya
SMF/Lab. Ilmu Kesehatan Masyarakat

Oleh :
Daning Yuniartika 132011101010
Irene Qitta Pranindita 132011101100

Pembimbing:
dr. Andy Maulana A
dr. Ida Srisurani WA, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS SUKOWONO
KABUPATEN JEMBER
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Miniresearch berjudul “Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat


Depresi Pasien TB Paru di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember” telah
disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember pada:
hari/tanggal :
tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Tim Pembimbing

Kepala Puskesmas Sukowono Dosen Pembimbing

dr. Andy Maulana A dr. Ida Srisurani W.A., M. Kes


NIP 19820302201001 1 013 NIP.19820901 200812 2 001

Koordinator Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat

dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M.Kes


NIP. 19801027 200812 2 002

iii
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan miniresearch yang berjudul
Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi Pasien TB Paru di
Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Miniresearch ini disusun untuk
menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan miniresearch ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Supangat, M. Kes, Ph. D., Sp. BA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
2. dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M. Kes selaku koordinator IKM Fakultas
Kedokteran Universitas Jember
3. dr. Ida Srisurani Wijiastuti, M. Kes selaku pembimbing miniresearch;
4. dr. Andy Maulana A selaku Kepala Puskesmas Sukowono dan
pembimbing lapangan yang telah memberikan banyak pengetahuan dan
masukan selama menempuh pendidikan IKM;
5. Rekan kerja di Puskesmas Sukowono yang telah memberikan dukungan
dan bantuannya;
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan
miniresearch ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan miniresearch ini. Semoga miniresearch ini bermanfaat bagi
pembaca khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan di Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Jember, Januari 2019

Penulis

iv
ABSTRAK

Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi Pasien TB Paru di


Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember; Daning Yuniartika, Irene Qitta
Pranindita; 132011101010, 132011101100; 2019; 65 halaman; Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.

Micobacterium Tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk


dunia dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15 -55
tahun). Menurut data pada profil kesehatan Jawa Timur tahun 2016, terdapat
47.478 kasus TB dengan BTA positif (Dinkes Jatim, 2007). Dukungan keluarga
sangat menunjang keberhasilan pengobatan pasien TB Paru. Menurut Zahara
(2007), dalam penelitiannya menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan
faktor penting keberhasilan pasien TB dalam mematuhi program pengobatan.
Depresi merupakan satu masa tergangunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Menurut Nahda
(2017) angka kejadian depresi pada pasien TB di RSUP Dr. Kariadi Semarang
adalah 51,9%
Jenis penelitian ini adalah analitik menggunakan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2019 dengan sampel 30
responden terdiri dari pasien TB paru dalam masa pengobatan 0-6 bulan yang
telah didiagnosis oleh dokter dan pasien TB paru yang memiliki kartu obat yang
terdata sebagai pasien rawat jalan di Puskesmas Sukowono. Masing-masing
responden mengisi kuisioner tentang dukungan keluarga dan tingkat depresi.
Karakteristik responden pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian
besar responden berusia antara 18-60 tahun, jumlah perempuan lebih banyak
daripada laki-laki, sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga, tingkat
pendidikan terbanyak pada strata sekolah dasar, sebagian besar responden sudah
menjalankan pengobatan selama 1-3 bulan dan berstatus sebagai istri/suami dalam

v
keluarga. Hasil analisis data didapatkan nilai p dukungan keluarga terhadap
tingkat depresi pasien TB paru adalah p 0,008 artinya terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pasien TB paru.
Didukung pula dengan kekuatan korelasi (r= -0,478) yang artinya ada hubungan
cukup antara dukungan keluarga dan tingkat depresi pada pasien TB paru.
Korelasi memiliki arah negative, artinya semakin besar dukungan yang diberikan
oleh keluarga maka semakin kecil depresi yang dialami oleh pasien TB paru.

Kata kunci: Dukungan Keluarga, Tingkat Depresi, TB Paru

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
HALAMAN JUDUL............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
PRAKATA ............................................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 2
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Keluarga .............................................................................................................. 5
2.1.1 Pengertian ......................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Fungsi Keluarga ............................... Error! Bookmark not defined.
2.1.3 Dukungan Keluarga ......................... Error! Bookmark not defined.
2.2 Depresi ............................................................................................................... 10
2.2.1 Etiologi ............................................................................................ 10
2.2.2 Epidemiolgi ...................................... Error! Bookmark not defined.
2.2.3 Manifestasi Klinis ........................................................................... 12
2.2.4 Klasifikasi ........................................ Error! Bookmark not defined.
2.2.5 Diagnosis ......................................................................................... 14
2.2.6 Skala Penilaian Depresi................................................................... 16
2.3 Tuberkulosis Paru ........................................................................................... 17
2.3.1 Epidemiologi ................................................................................... 17
2.3.2 Patogenesis ...................................................................................... 18
2.3.3 Manifestasi Klinis ........................................................................... 20
2.3.4 Terapi ............................................... Error! Bookmark not defined.
2.4 Peran Dukungan Keluarga terhadap Depresi pada Pasien TB Paru . 25

vii
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 27
3.1 Jenis Penelitian................................................................................................. 27
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................................... 27
3.2.1 Tempat Penelitian............................................................................ 27
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................. 27
3.3 Identifikasi Penelitian ..................................................................................... 27
3.2.1 Variabel Bebas ................................................................................ 27
3.2.2 Variabel Terikat .............................................................................. 27
3.4 Definisi Operasional........................................................................................ 27
3.5 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 28
3.6 Teknik Pengambilan Sampel ........................................................................ 29
3.7 Instrumen Penelitian ...................................................................................... 29
3.8 Uji Validitas dan Reabilitas .......................................................................... 30
3.9 Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 31
3.10 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 31
3.11 Pengolahan Data .............................................................................................. 32
3.12 Analisis Data ..................................................................................................... 32
3.13 Masalah Etika .................................................................................................. 33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 34
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 34
4.1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ......... 34
4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia ........................ 34
4.1.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama .................... 34
4.1.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 35
4.1.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ................ 36
4.1.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status dalam Keluarga
36
4.1.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan ... 36
4.1.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga 37
4.1.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Depresi...... 37
4.2. Analisis Data ..................................................................................................... 39
4.2.1. Uji Normalitas ................................................................................. 39

viii
4.2.2. Uji Korelasi ..................................................................................... 40
4.3. Pembahasan ...................................................................................................... 40
4.4. Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 43
BAB 5. PENUTUP............................................................................................... 45
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 45
5.2 Saran .................................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46
LAMPIRAN ......................................................................................................... 48

ix
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Micobacterium Tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk
dunia dimana sebagian besar penderita TB adalah usia produktif (15 -55
tahun). Setiap tahunnya diseluruh dunia didapatkan sembilan koma empat juta
kasus baru TB menular (3,3 juta diantaranya perempuan) dengan kematian
(mortalitas) satu koma tujuh juta orang per tahun (600.000 diantaranya
perempuan). Dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS di dunia jumlah
penderita TB akan meningkat (WHO, 2009).
Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 647/100.000
penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya, angka
insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar
183/100.000 penduduk pada tahun 2013, demikian juga dengan angka mortalitas
pada tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk, dari 25/100.000 penduduk pada
tahun 2013 (Kemenkes RI, 2016). Menurut data pada profil kesehatan Jawa Timur
tahun 2016, terdapat 47.478 kasus TB dengan BTA
positif, daerah penyumbang TB terbanyak diduduki Surabaya dengan 5.428 kasus
ba, disusul Jember 3.324 kasus, Sidoarjo 2.877 kasus, Pasuruan 2.195 kasus dan
Malang 2.034 kasus (Dinkes Jatim, 2017).
Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan pasien TB
Paru dengan cara selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian
yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi semangat agar
tetap rajin berobat. Dukungan keluarga yang diperlukan untuk mendorong pasien
TB Paru dengan menunjukkan kepedulian dan simpati, dan merawat pasien.
Dukungan keluarga, yang melibatkan keprihatinan emosional, bantuan dan
penegasan, akan membuat pasien TB Paru tidak kesepian dalam menghadapi
situasi serta dukungan keluarga dapat memberdayakan pasien TB Paru selama
masa pengobatan dengan mendukung terus menerus, seperti mengingatkan pasien
untuk mengambil obat-obatan dan menjadi peka terhadap penderita TB Paru jika
2

mereka mengalami efek samping dari obat TB. Menurut Zahara (2007), dalam
penelitiannya ia menemukan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor penting
keberhasilan pasien TB dalam mematuhi program pengobatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan lima orang pasien TB Paru Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan 3 orang pasien
mengatakan datang ke poliklinik kadang-kadang diantar oleh keluarga, 2 orang
sering datang sendiri. Dari 5 orang pasien tersebut, 2 orang pasien mengatakan
sudah bosan dengan penyakitnya dan merasa membebani keluarga, sedangkan 3
orang pasien lainnya mengatakan sulit melakukan aktifitas keseharian karena sakit
yang diderita serta merasa kurang diperhatikan oleh keluarganya (Septia, 2014).
Depresi merupakan satu masa tergangunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan
pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan,
rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Menurut Nahda
(2017) angka kejadian depresi pada pasien TB di RSUP Dr. Kariadi Semarang
adalah 51,9%. Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti
pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pasien TB paru di
Puskesmas Sukowono Jember.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh
dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pasien TB paru di Puskesmas
Sukowono?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis pengaruh dukungan
keluarga terhadap tingkat depresi pasien TB paru di Puskesmas Sukowono.
3

1.3.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini adalah:
a. Menganalisis dukungan keluarga pasien pada pasien TB Paru di Puskesmas
Sukowono.
b. Menganalisis tingkat depresi pada pasien TB Paru di Puskesmas Sukowono.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah:
a. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan memperdalam
pengalaman peneliti tentang penyakit TB paru.
b. Bagi Penderita dan Masyarakat
Dapat menambah informasi tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap
tingkat depresi pada pasien TB paru.
c. Bagi Puskesmas
Mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat depresi pada
pasien TB paru sehingga puskesmas diharapkan mampu memberikan
konseling kepada pasien dan keluarga.
d. Bagi institusi pendidikan
Bagi dunia pendidikan dapat memberikan tambahan khasanah penelitian
berdasarkan evidence based medicine dan sebagai bahan kajian di bidang
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan masyarakat.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga
2.1.1 Pengertian
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan
darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu
dengan laiinnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya (Ali, 2010). Menurut BKKBN, keluarga adalah dua orang atau lebih yang
dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
hidup spiritual, dan materi yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki
hubungan selaras, serasi, dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat
serta lingkungannya (BKKBN, 1999). Sedangkan menurut UU No. 52 Tahun
2009, mendifinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri
dari suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
(Wirdhana et al., 2012). Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama
bagi perkembangan individu, karena sejak kecil anak tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan keluarga. Karena itulah peranan orang tua menjadi amat sentral
dan sangat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik itu secara
langsung maupun tidak langsung (Ariani, 2009).

2.1.2 Tipe Keluarga


Ada beberapa tipe keluarga menurut Jhonson R-Leny R, 2010 yakni :
a. Keluarga inti, yang terdiri dari suami, isteri, dan anak atau anak-anak.
b. Keluarga konjugal, yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah)
dan anak-anak mereka, dimana terdapat interaksi dengan kerabat dari
salah satu atau dua pihak orang tua.
c. Selain itu terdapat juga keluarga luas yang ditarik atas dasar garis
keturunan diatas keluarga aslinya. Keluarga luas ini meliputi hubungan
antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keuarga nenek (Jhonson, 2010)
.
6

Tipe keluarga menurut Sri setyowati dan Arita murwani (2007) yaitu:
Keluarga tradisional:
1) Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, isteri,
dan anak (kandung dan angkat).
2) Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan,
paman, bibi.
3) Keluarga “Dyad“, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
isteri tanpa anak.
4) “Single Parent“, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang
tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat
disebabkan oleh perceraian atau kematian (Setyowati, 2007).

2.1.3 Peran Keluarga


Peranan keluarga menggambarkan pola perilaku interpersonal, sifat, dan
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan posisi tertentu.
Adapun macam peranan dalam keluarga antara lain (Istiati, 2010):
a. Peran Ayah
Sebagai seorang suami dari istri dan ayah dari anak-anaknya, ayah
berperan sebagai kepala keluarga, pendidik, pelindung, mencari
nafkah, serta pemberi rasa aman bagi anak dan istrinya dan juga
sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat di lingkungan di mana dia tinggal.
b. Peran Ibu
Sebagai seorang istri dari suami dan ibu dari anak-anaknya, dimana
peran ibu sangat penting dalam keluarga antara lain sebagai
pengasuh 6 dan pendidik anak-anaknya, sebagai pelindung dari
anak-anak saat ayahnya sedang tidak ada dirumah, mengurus
rumah tangga, serta dapat juga berperan sebagai pencari nafkah.
Selain itu ibu juga berperan sebagai salah satu anggota kelompok
7

dari peranan sosial serta sebagai anggota masyarakat di lingkungan


di mana dia tinggal.
c. Peran Anak
Peran anak yaitu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan
tingkat perkembangan baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.

2.1.4 Fungsi Keluarga


Terdapat 8 fungsi keluarga dan berikut penjelasannya antara lain
(Wirdhana et al., 2013) :
a. Fungsi Keagamaan
Fungsi keluarga sebagai tempat pertama seorang anak mengenal,
menanamankan dan menumbuhkan serta mengembangkan nilai-
nilai agama, sehingga bisa menjadi insan-insan yang agamis,
berakhlak baik dengan keimanan dan ketakwaan yang kuat kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
b. Fungsi sosial budaya
Fungsi keluarga dalam memberikan kesempatan kepada seluruh
anggota keluarganya dalam mengembangkan kekayaan sosial
budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan.
c. Fungsi cinta kasih
Fungsi keluarga dalam memberikan landasan yang kokoh terhadap
hubungan suami dengan istri, orang tua dengan anak-anaknya,
anak dengan anak, serta hubungan kekerabatan antar generasi
sehingga keluarga menjadi tempat utama bersemainya kehidupan
yang punuh cinta kasih lahir dan batin.
d. Fungsi perlindungan
Fungsi keluarga sebagai tempat berlindung keluarganya dalam
menumbuhkan rasa aman dan tentram serta kehangatan bagi setiap
anggota keluarganya
8

e. Fungsi reproduksi
Fungsi keluarga dalam perencanaan untuk melanjutkan
keturunannya yang sudah menjadi fitrah manusia sehingga dapat
menunjang kesejahteraan umat manusia secara universal.
f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan
Fungsi keluarga dalam memberikan peran dan arahan kepada
keluarganya dalam mendidikketurunannyasehingga dapat
menyesuaikan kehidupannya di masa mendatang.
g. Fungsi ekonomi
Fungsi keluarga sebagaiunsur pendukung kemandirian dan
ketahanan keluarga
h. Fungsi pembinaan lingkungan
Fungsi keluarga dalam memberi kemampuan kepada setiap
anggota keluarganya sehingga dapat menempatkan diri secara
serasi, selaras, dan seimbang sesuai dengan aturan dan daya
dukung alam dan lingkungan yang setiap saat selalu berubah secara
dinamis.

2.1.5 Dukungan keluarga


Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang
melindungi seseorang dari efek setres yang buruk (Kaplan, 2010). Dukungan
keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga
terhadap anggota keluargannya, berupa dukungan informasional, dukungan
penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukunan
keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap,
tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga
merasa ada yang memperhatikannya. Jadi dukungan sosial keluarga mengacu
kepada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai
sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap
memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).
9

Menurut Friedman (1998), menyatakan bahwa keluarga berfungsi sebagai


sistem pendukung bagi anggotanya. Anggota keluarga memandang bahwa orang
yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan. Terdapat empat dimensi dari dukungan keluarga yaitu:
1. Dukungan emosional berfungsi sebagai pelabuhan istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan emosional serta meningkatkan
moral keluarga (Friedman, 2010). Dukungan emosianal melibatkan
ekspresi empati, perhatian, pemberian semangat, kehangatan pribadi,
cinta, atau bantuan emosional. Dengan semua tingkah laku yang
mendorong perasaan nyaman dan mengarahkan individu untuk percaya
bahwa ia dipuji, dihormati, dan dicintai, dan bahwa orang lain bersedia
untuk memberikan perhatian (Sarafino, 2011).
2. Dukungan informasi, keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar) informasi tentang dunia (Friedman, 1998).
Dukungan informasi terjadi dan diberikan oleh keluarga dalam bentuk
nasehat, saran dan diskusi tentang bagaimana cara mengatasi atau
memecahkan masalah yang ada (Sarafino, 2011).
3. Dukungan instrumental, keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit (Friedman, 1998). Dukungan
instrumental merupakan dukungan yang diberikan oleh keluarga secara
langsung yang meliputi bantuan material seperti memberikan 13
tempat tinggal, memimnjamkan atau memberikan uang dan bantuan
dalam mengerjakan tugas rumah sehari-hari (Sarafino, 2011).
4. Dukungan penghargaan, keluarga bertindak (keluarga bertindak
sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing dan
memerantai pemecahan masalah dan merupakan sumber validator
identitas anggota (Friedman, 2010). Dukungan penghargaan terjadi
melalui ekspresi penghargaan yang positif melibatkan pernyataan
setuju dan panilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa
orang lain yang berbanding positif antara individu dengan orang lain
(Sarafino, 2011).
10

2.2 Depresi
Depresi adalah gangguan perasaan (afek) yang ditandai dengan afek
disforik (kehilangan kegembiraan/gairah) disertai dengan gejala-gejala lain,
seperti gangguan tidur dan menurunnya selera makan. Depresi biasanya terjadi
saat stress yang dialami oleh seseorang tidak kunjung reda, dan depresi yang
dialami berorelasi dengan kejadian dramatis yang beru saja terjadi atau menimpa
seseorang (Lubis, 2009). Rathus (Lubis, 2009) meyatakan orang yang mengalami
depresi umumnya mengalami gangguan yang meliputi keadaan emosi, motivasi,
fungsional dan gerakan tingkah laku serta kognisi. Menurut Atkison (Lubis, 2009)
depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan taka da harapan dan patah
hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan
memulai suatu kegiatan, tak mampu konsentrasi, tak punya semangat hidup,
selalu tegang, dan mencoba bunuh diri.

2.2.1 Etiologi
Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada
amin biogenik, seperti 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA
(Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di
dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood.
Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan
epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan,
2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal
tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin
seperti respirin dan penyakit dengan konsentrasi dopamin menurun seperti
Parkinson. Kedua penyakit tersebut disertai gejala depresi. Obat yang
meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan
bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). Adanya disregulasi
neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis
11

neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter


amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi
neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang
mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi
aksis Hypothalamic- Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan
perubahan pada amin 4 biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling
sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan.
Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld,
2004). Hipersekresi Cortisol Releasing Hormone (CRH) merupakan
gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi.
Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan
balik kortisol di sistem limbik atau adanya kelainan pada sistem
monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan,
2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut
dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang
merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh
sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan
peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004).

b. Faktor genetic
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di
antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita
depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan
populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan
40% pada kembar monozigot (Kaplan, 2010).
c. Faktor Psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi
adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial
yang mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stresor
lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori
kognitif, dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan yang
12

menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan


mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa
kehidupan memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain
menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas
dalam onset depresi. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan
onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010).
Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang
dicintai, atau stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang
berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan
dapat menimbulkan depresi (Hardywinoto, 1999). Dari faktor kepribadian,
beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti
kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko
tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).

2.2.2 Klasifikasi Depresi


Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis, yaitu:
1. Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu
makan dan berat badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan
energi, perasaan bersalah, dan pikiran untuk bunuh diri yang
berlangsung setidaknya ± 2 minggu (Kaplan, et al, 2010).
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejalagejala
dysthmia berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2
tahun atau lebih. Dysthmia bersifat lebih berat dibandingkan dengan
gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan gangguan ini masi
dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya (National Institute of
Mental Health, 2010).
3. Gangguan depresi minor
13

Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor


dan dysthmia, tetapi gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau
berlangsung lebih singkat (National Institute of Mental Health, 2010).

Tipe-tipe lain dari gangguan depresi adalah:


4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti:
halusinasi dan delusi (National Institute of Mental Health, 2010)
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan
menghilang pada musi semi dan musim panas (National Institute of
Mental Health, 2010).
2.2.3 Manifestasi Klinis
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa),
menyatakan bahwa seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan
adanya kehilangan minat dan kegembiraan, serta berkurangnya energi
yang menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa lelah meskipun
hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain:
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b) Harga diri dan kepercayaan berkurang.
c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e) Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang.
Menurut Lumbantobing (2004), gejala-gejala depresi meliputi:
a) Gangguan tidur atau insomnia.
b) Keluhan somatik berupa nyeri kepala, dizzi (pusing), rasa nyeri,
pandangan kabur, gangguan saluran cerna, gangguan nafsu makan
(meningkat atau menurun), konstipasi, dan perubahan berat badan
(menurun atau bertambah).
14

c) Gangguan psikomotor berupa aktivitas tubuh meningkat (agitasi


atau hiperaktivitas) atau menurun, aktivitas mental meningkat atau
menurun, tidak mengacuhkan kejadian di sekitarnya, fungsi seksual 7
berubah (mencakup libido menurun), variasi diurnal dari suasana hati.
Gejala biasanya lebih buruk di pagi hari.
d) Gangguan psikologis berupa suasana hati (disforik, rasa tidak
bahagia, letupan menangis), kognisi yang negatif, gampang tersinggung,
marah, frustasi, toleransi rendah, emosi meledak, menarik diri dari
kegiatan sosial, kehilangan kenikmatan dan perhatian terhadap kegiatan
yang biasa dilakukan, banyak memikirkan kematian dan bunuh diri,
perasaan negatif terhadap diri sendiri, persahabatan, serta hubungan sosial

2.2.4 Diagnosis
Penegakan diagnosis berdasarkan PPDGJ-III (Maslim, 2013) adalah
sebagai berikut.
a. Episode depresif ringan
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti tersebut di atas.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya : (1) sampai
dengan (7).
3) Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar
2 minggu.
5) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang
biasa dilakukannya.
b. Episode depresif sedang
1) Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi
seperti pada episode depresi ringan.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala
lainnya.
3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu.
15

4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,


pekerjaan dan urusan rumah tangga.
c. Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
1) Semua 3 gejala utama depresi harus ada.
2) Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa
di antaranya harus berintensitas berat.
3) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor)
yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu
untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal
demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode depresif
berat masih dapat dibenarkan.
4) Epsiode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya
2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat
cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
kurun waktu kurang dari 2 minggu.
5) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang
sangat terbatas.
d. Episode depresif berat dengan gejala psikotik
1) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut episode
depresif berat tanpa gejala psikotik.
2) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya
melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfatorik biasanya berupa suara yang
menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika
diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afek (mood congruent).
16

2.2.5 Skala Penilaian Depresi


Depresi dapat diukur dengan berbagai macam alat ukur depresi yaitu
sebagai berikut:
a. Beck Depression Inventory II (BDI II)
Beck Depression Inventory II merupakan suatu alat screening depresi yang
sering digunakan untuk mengukur depresi pada kelompok usia remaja
sampai dewasa. Alat ukur ini terdiri dari 21 kelompok gejala yang
menggambarkan kesedihan,membenci diri sendiri, keinginan bunuh diri,
menangis, perubahan bentuk tubuh, insomnia, dan perununan libido. BDI
merupakan behavioral assessment dalam bentuk self report rating
inventory yang terdiri dari kriteria sikap dan gejala depresi dengan isi yang
merupakan gambaran 6 karakteristik depresi dari 9 karakteristik yang
disebut dalam DSM IV (Arnau et al, 2001). Alat ukur BDI II memiliki
Alpha cronbach sebesar 0,86 (McDowell, 2005).
b. Hamilton Depression Rating Scale (RDRS)
Hamilton Depression Rating Scale adalah suatu tes untuk mengukur
tingkat keparahan dari gejala depresi pada individu anak-anak maupun
pada orang dewasa. HDRS dikembangkan oleh Max Hamilton (1960)
sebagai pengukur gejala depresi yang dapat digunakan dalam
hubungannya dengan interview klinis pada pasien depresi. HDRS
memiliki 2 versi yaitu 17 item dan 21 item interview yang mengandung
rating. Versi 17 item lebih umum digunakan daripada versi 21 item yang
mengandung 4 item tambahan yang mengukur gejala yang berhubungan
dengan depresi, seperti paranoia dan obsesi. Penilaian terhadap variabel
depresi dilakukan dengan scoring. Masing-masing item interview
mempunyai score 0-2 atau 0-4 (Nezu, et. al., 2000). Alat ukur HDRS
memiliki Alpha cronbach sebesar 0,83 (McDowell, 2005).
c. Zung Self-Rating Depression Scale (ZSDS)
Instrumen ini dikembangkan untuk mengukur keparahan depresi pada
semua usia berdasarkan laporan pasien sendiri. Item dalam instrumen
meliputi aspek afektif, kognitif, perilaku, dan fisiologis depresi. Alat ukur
17

ZSDS terdiri dari 20 item pertanyaan dengan 10 pertanyaan positif dan 10


pertanyaan negatif. Keuntungan dari Zung SDS adalah sederhana dan
mudah digunakan serta telah banyak digunakan. Zung Self Rating
Depression Scale digunakan diklinik untuk memantau perubahan pada
perawatan praktek di keluarga dan penelitian lintas budaya. Instrumen ini
singkat dan sederhana untuk digunakan, namun sangat komprehensif. Alat
ukur ini memiliki Alpha cronbach 0,87 (McDowell, 2005).

2.3 Tuberkulosis Paru


Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ
terutama paru-paru (Kemenkes RI, 2015).
2.3.1 Epidemiologi
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta
pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.
Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi
pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat
TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas.
18

Gambar 1.2. Angka Insidens TB didunia (WHO, 2009)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling


produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya
sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan
dikucilkan oleh masyarakat. Pada tahun 1990-an, situasi TB didunia
semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak
berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam
22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi
hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).

2.3.2 Patofisiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang
paru-paru. Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif,
19

berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida


serta lilin (wax) yang sulit ditembus zat kimia. Umumnya Mycobacterium
tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain. Kuman
ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan,
hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga
disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis
cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman dapat
dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul berdasarkan
kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit (Depkes
RI, 2005).
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat
terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi
penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan
perlengkapan tidur Depkes RI, 2005).
Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran
nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya
penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut
(Depkes RI, 2005).
Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska
primer. Infeksi primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk
20

pertama kalinya. Setelah terjadi infeksi melalui saluran pernafasan, di


dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan. Hal ini disebabkan
oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri di
paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer
adalah sekitar 4-6 minggu (Depkes RI, 2005).
Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan
kuman TB dengan cara menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat.
Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister” atau “dormant”,
sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan perkembangbiakan
kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB dalam
beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses
(terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas
berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat
timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan bersifat sangat
menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan (Depkes RI, 2005).
Infeksi paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
setelah infeksi primer. Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru
yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura (Depkes RI, 2005).

2.3.3 Manifestasi Klinis


Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
• batuk ≥ 3 minggu
• batuk darah
Gejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif),
kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan
21

sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah
• sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
• nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita
terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat
dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru
tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa
akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis,
sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
• Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini
sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya
infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
• gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun
22

2.3.4 Diagnosis
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat
digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Pemeriksaan dahak berfungsi untuk
menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS),
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa
sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari
kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua,
segera setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua,
saat menyerahkan dahak pagi. Pengambilan 3 spesimen dahak
masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak mengingat
masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu
eksternal pemeriksaan laboratorium
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
23

2.3.5 Pengobatan
Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar
dapat mencegah perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah
menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan tambahan yang
berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk memastikan
kepatuhannya. WHO juga telah menetapkan resimen pengobatan standar yang
membagi pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut.
Resimen Pengobatan Saat Ini (metode DOTS)
a. Kategori 1
Pasien TB paru dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TB paru lainnya
dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris,
perikarditis, peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan
gangguan neurologik, sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas,
tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan fase inisial resimennya
24

terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan. Sputum BTA yang
awal positif setelah dua bulan diharapkan menjadi negatif, dan kemudian
dilanjutkan ke fase lanjutan 4 HR atau 4 H3R3 atau 6 HE. Apabila sputum
BTA masih tetap positif selama dua bulan, fase intensif diperpanjang dengan
4 minggu lagi, tanpa melihat apakah sputum sudah negatif atau tidak.

Tabel 2.1 Resimen Pengobatan Tuberkulosis

Resimen Pengobatan
Kategori Pasien TB
Fase Awal Fase Lanjutan

1 TBP sputum BTA positif 2 SHRZ (EHRZ) 6 HE


baru bentuk TBP berat,
TBP ekstra-paru (berat), 2 SHRZ (EHRZ) 4 HR
TBP BTA-negatif
2 SHRZ (EHRZ) 4 H3R3

2 Relaps 2 SHZE/1 HRZE 5 H3R3E3


kegagalan pengobatan
kembali ke default 2 SHZE/1 HRZE 5 HRE

3 TBP sputum BTA- 2 HRZ/2 H3R3Z3 6 HE


negatif ,
TP ekstra-paru 2 HRZ/2 H3R3Z3 2 HR/4H
(menengah berat)
2 HRZ/2 H3R3Z3 2 H3R3/4H

4 Kasus kronis (masih Tidak dapat diaplikasikan


BTA-positif setelah (mempertimbangkan menggunakan
pengobatan ulang yang obat-obatan barisan kedua)
disupervisi)
Singkatan: TB = TB; TBP = Tuberkulosis Paru; S = Streptomisin; H = Isoniazid; R
= Rifampisin; Z = Pirazinamide; E = Etambutol.
Sumber: (Sudoyo et al., 2009).

b. Kategori 2
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan
fase inisisal terdiri dari 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap hari
selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum
BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa segera dimulai. Apabila sputum BTA
masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat dilanjutkan 1
bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih positif, semua obat
25

dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur sputum untuk uji kepekaan.
Obat dilanjutkan memakai resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.
c. Kategori 3
Pasien TB paru dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas
dan kasus ekstra-pulmonal (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial
terdiri dari 2HRZ atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan
2HR atau H3R3.
d. Kategori 4
Pasien dengan tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami
resistensi ganda, sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Untuk
seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk
pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB) (Sudoyo et al., 2009).

2.4 Peran Dukungan Keluarga terhadap Depresi pada Pasien TB Paru


Berdasarkan Jurnal Tuberkulosis Indonesia (2010) pasien yang
sedang mengalami pengobatan sebagai MDR-TB pasti mengalami
kegelisahan dan ketakutan. Betapa tidak, pasien harus diinjeksi setiap hari
selama 6 bulan, disamping harus minum obat sekian banyak macam di
hadapan petugas, setiap hari selama hampir 2 tahun, tepatnya 18 bulan
setelah konversi dahak. Meskipun demikian tidak dijamin dapat sembuh
100%. Pasien dengan tuberkulosis paru mengalami depresi sebagai respon
alaminya. Depresi di sini bukan merupakan suatu tanda adanya gangguan
mental, namun merupakan suatu respon terhadap kehilangan yang amat
sangat sehingga menarik diri dari kehidupan, menyendiri, sangat bersedih,
dan tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Pada fase ini, seseorang mulai
membangun kembali diri mereka dari awal.
Hal ini juga dipaparkan oleh Rachmawati dan Turniani (2009)
bahwa TB Paru merupakan penyakit kronis dan memerlukan pengobatan
secara teratur selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu
yang lama maka penderita TB Paru sangat memungkinkan mengalami
depresi yang cukup berat sehingga selain diperlukan pengobatan secara
26

medis juga diperlukan dukungan sosial dari keluarga maupun orang di


sekitarnya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Riskiyani et al. (2013) di Desa
Ajangale, TB Paru dapat sembuh bila dilakukan pengobatan secara teratur
selama 6-8 bulan. Karena pengobatan memerlukan waktu yang lama maka
penderita TB Paru berisiko mengalami kebosanan yang cederung akan
mengakibatkan putus obat. Di samping itu setelah mengonsumsi OAT
(Obat Anti Tuberculosis), penderita mengalami efek samping obat yang
sangat keras sehingga penderita berhenti minum obat karena kurangnya
informasi tentang pengobatan penyakit TB paru yang diterima.
Salah satu bentuk intervensi untuk mengatasi depresi yaitu
dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga. Keluarga merupakan
lingkungan yang paling dekat sehingga dukungan keluarga diperlukan
untuk mencegah ancaman kesehatan mental dan mangatasi gangguan
psikologis individu. Individu yang mendapatkan dukungan keluarga yang
tinggi akan memiliki perasaan optimis dalam menjalani kehidupannya saat
ini dan masa akan datang, lebih mampu memenuhi kebutuhan psikologis
dan mampu menekan gejala-gejala depresi yang muncul (Amelia, 2007).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian korelasi, yang bertujuan untuk
menemukan ada tidaknya hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat
depresi pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Sukowono. Penelitian
korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna
menentukan, apakah ada hubungan antara dua variabel atau lebih (Sukardi, 2009).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Sukowono, Jember
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian berlangsung selama 3 minggu dimulai dari tanggal 8
Februari 2018 sampai dengan tanggal 1 Maret 2019.

3.3 Identifikasi Penelitian


3.2.1 Variabel Bebas
Variabel bebas penelitian ini adalah dukungan keluarga pada pasien
tuberkulosis paru.
3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat penelitian ini adalah tingkat depresi pasien tuberkulosis
paru.
3.4 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel yang dapat
dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut:
28

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi
Instrument Skala Hasil
Penelitian Operasional
Bebas Persepsi Kuisioner terdiri Interval Skor
(Independent) penderita TB dari 33 33-132
Dukungan mengenai pertanyaan yang
Keluarga bantuan yang diadopsi dari
diterima dan penelitian oleh
dirasakan dari Fadilah (2013).
seluruh
anggota
keluarga yang
tinggal satu
rumah dengan
penderita TB
Terikat Tingkatan Alat ukur Interval Skor
(Dependent) perasaan sedih menggunakan 20-80
Depresi dan kecewa lembar kuisioner
Penderita yang dialami depresi yang
TB penderita TB diadopsi dari
setelah Zung Self-Rating
mendapatkan Depression Scale
diagnosa TB (ZSDS) yang
berjumlah 20
pertanyaan

3.5 Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi penelitian ini adalah semua pasien tuberculosis paru yang berobat
ke Puskesmas Sukowono.
b. Sampel
Jumlah sampel yang dijadikan sebagai responden adalah 30 orang. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Roscoe bahwa setiap penelitian, ukuran sampel
harus berkisar 30-500 (Sarwono, 2011). Metode sampling yang digunakan
adalah non-probability sampling yaitu Purposive Sampling dengan kriteria
inklusi sebagai berikut
1. Pasien TB paru dalam masa pengobatan 0-6 bulan yang telah
didiagnosis oleh dokter.
2. Pasien TB paru yang memiliki kartu obat yang terdata sebagai
pasien rawat jalan di Puskesmas Sukowono.
29

kriteria ekslusi sebagai berikut :


1. Pasien TB paru Anak.
2. Pasien TB paru dewasa yang belum mendapat pengobatan.
3. Pasien TB paru yang menolak menjadi responden.
4. Pasien sedang sakit berat.

3.6 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling,
yaitu salah satu teknik dalam penentuan sampel yang menggunakan pertimbangan
tertentu. Peneliti mengambil data dengan target minimal 30 lembar kuisioner.

3.7 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. lembar informed consent
Informed Consent berupa pernyataan yang berisi tentang kesediaan
sampel untuk menjadi subjek penelitian.
2. lembar identitas
lembar yang berisi tentang informasi responden baik identitas maupun
status responden
3. kuisioner penelitian
Pada penelitian ini digunakan 2 kuisioner, yaitu kuisioner
mengenai dukungan keluarga dan kuisioner mengenai tingkat depresi.
Dalam kuisioner dukungan keluarga terdiri dari 33 poin pertanyaan
mengenai dukungan keluarga yang diterima responden berkaitan
dengan penyakit TB paru yang dideritanya. Jawaban pada variabel
dukungan keluarga akan dibagi menjadi jawaban selalu, kadang-
kadang, jarang, dan tidak pernah. Masing-masing pertanyaan terdiri
dari pertanyaan yang mendukung atau positif (favorable), sistem
penilaian pertanyaan tersebut dimulai dari Selalu = 4, Kadang-kadang
= 3, Jarang = 2, Tidak Pernah = 1. Sedangkan bobot penilaian item
pertanyaan yang tidak mendukung atau negatif (unfavourable)
30

pertanyaan dimulai dari angka Selalu = 1, Kadang-kadang = 1, Jarang


= 3, Tidak Pernah = 4 (Fadilah, 2013).
Sedangkan kuisioner kedua adalah kuisioner depresi. Pengukuran
depresi diadopsi dari Zung Self-Rating Depression (ZSDS) yang telah
banyak digunakan yang meliputi 20 pertanyaan. Kuisioner ini juga
disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan menggunakan skala
Likert. Nilai masing-masing jawaban pada variabel depresi akan
dibagi menjadi jawaban selalu, kadang-kadang, jarang, dan tidak
pernah Masing-masing item pertanyaan terdiri dari pertanyaan yang
mendukung atau positif (favorable), sistem penilaian pertanyaan
tersebut dimulai dari Selalu = 4, Kadang-kadang = 3, Jarang = 2,
Tidak Pernah = 1. Sedangkan bobot penilaian item pertanyaan yang
tidak mendukung atau negatif (unfavourable) pertanyaan dimulai dari
angka Selalu = 1, Kadang-kadang = 1, Jarang = 3, Tidak Pernah = 4
(Fadilah, 2013).

3.8 Uji Validitas dan Reabilitas


Uji validitas dan reliabilitas digunakan untuk menguji data yang
menggunakan daftar pertanyaan atau kuisioner untuk melihat pertanyaan dalam
kuisioner yang diisi oleh responden tersebut layak atau belum untuk mengambil
data. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir pertanyaan
dalam mendefinisikan suatu variabel. Hasil r hitung dibandingkab dengan r tabel
dimana df = n-2 dengan sig 5%, jika r tabel < r tabel maka dianggap tidak valid.
Sedangkan uji reliabilitas merupakan ukuran kestabilan dan konsistensi responden
dalam menjawab hal yang berkaitan dengan pertanyaan yang merupakan dimensi
variabel dan disusun dalam bentuk kuisioner. Jika nilai Alpha > 0,60 maka
dikatakan reliabel (Sujarweni, 2015).
Kuisioner depresi diadopsi dari Zung Self-Rating Depression Scale (ZSDS)
yang berupa pernyataan tertutup dan memiliki nilai Alpha Cronbach 0,87. Peneliti
sebelumnya telah melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan
skor total. Teknik korelasi yang digunakan adalah korelasi Pearson Product
31

Moment. Nilai r tabel untuk jumlah sampel yang telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya sebanyak 20 adalah 0,444. Kesimpulan : bila r hitung > dari 0,444,
maka variabel valid dan tidak valid jika r hitung < 0,444. Sehingga pada penelitin
sebelumnya hasil uji validitas didapatkan hasil yaitu 33 pertanyaan valid pada
variabel dukungan keluarga dan 20 pertanyaan valid pada variabel depresi
(Fadilah, 2013).

3.9 Jenis dan Sumber Data


Jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
langsung diperoleh dari kuisioner.

3.10 Prosedur Penelitian

Data Pasien TB Paru PKM Sukowono

Penentuan sampel menggunakan kriteria


inklusi

Pengambilan data menggunakan


kuisioner

Pengumpulan data dan pengolahan data

Kesimpulan

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian


32

3.11 Pengolahan Data


Data yang terkumpul diolah menggunakan Microsoft Excel 2016 dan IBM
SPSS Statistic version. Adapun tahap-tahap pengolahannya adalah
1. Cleaning yaitu memeriksa kelengkapan kuisioner yang telah diisi.
2. Coding yaitu memberikakan kode identitas responden berupa angka
untuk menjaga kerahasiaannya dan mempermudah penelusuran
biodata responden.
3. Scoring yaitu memberikan nilai pada setiap jawaban responden.
4. Entering yaitu memasukkan data ke dalam program computer.
5. Penyajian data dalam bentuk tabel dan narasi.

3.12 Analisis Data


Teknik analisis data dilakukan secara univariat dan bivariat. Data disajikan
dalam analisis p-value, prevalensi rasio (PR), dan 95% interval kepercayaan (CI).
Metode analisis data yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini
hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi dari setiap variabel.
Sehingga analisis univariat dalam penelitian ini dapat menegetahui pola
distribusi frekuensi masing-masing variabel.
b. Analisis Bivariat
Untuk menguji signifikan atau pengaruh dukungan keluarga terhadap
tingkat depresi pasien TB paru di Puskesmas Sukowono dalam penelitian ini
digunakan Uji Korelasi Spearman’s rho. Derajat kemaknaan yang dipilih
adalah α = 0,05, artinya jika uji signifikansi dua sisi (Sig. 2-tailed)
menunjukkan p ≤ 0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara
variabel independen dan variabel dependen. Koefisien korelasi adalah indeks
atau bilangan yang digunakan untuk mengukur derajat hubungan, meliputi
kekuatan hubungan dan bentuk/arah hubungan (Hasan, 2010).
33

Sarwono (2009) menyatakan bahwa untuk memudahkan


interpretasi kekuatan hubungan antara dua variabel maka diberikan kriteria
seperti pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Interpretasi koefisien korelasi


Koefisien Korelasi (r) Derajat Hubungan
r=0 tidak ada korelasi
-0,25 ≤ r < 0 atau 0 < r ≤ 0,25 korelasi sangat lemah
-0,5 ≤ r < -0,25 atau 0,25 < r ≤ 0,5 korelasi cukup kuat
-0,75 ≤ r < -0,5 atau 0,5 < r ≤ 0,75 korelasi kuat
-0,99 ≤ r < -0,75 atau 0,75 < r ≤ 0,99 korelasi sangat kuat
r = -1 atau r = 1 korelasi sempurna

3.13 Masalah Etika


Menurut Notoatmodjo pada tahun 2010, penelitian memiliki beberapa
etika yang meliputi:
1. Lembar persetujuan
Lembar persetujuan merupakan bentuk persetujuan responden yang
diberikan sebelum dilakukan penelitian. Tujuan pemberian lembar
persetujuan ini adalah untuk menghormati harkat dan martabat manusia.
2. Tanpa nama
Merupakan sebuah jaminan untuk subjek penelitian dengan tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuisioner dan hanya
menuliskan kode pada lembar kuisioner atau hasil penelitian yang
disajikan.
3. Kerahasiaan
memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, informasi dan masalah
lainnya. Hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil
penelitian.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Data diperoleh melalui kuisioner yang diberikan kepada responden yang
datang ke poli TB atau melalui kunjungan peneliti ke rumah-rumah. Responden
yang terlibat pada penelitian ini berjumlah 30 orang, terdiri dari pasien dengan
karakteristik yang sesuai dengan kriteria inklusi penelitian.

4.1.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian
ini dapat dilihatpada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas


Sukowono
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Laki-Laki 14 46,67
Perempuan 16 53,33
Total 30 100
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, sebagian responden berjenis kelamin laki-laki (46,67%), sisanya
berjenis kelamin perempuan (53,33%).

4.1.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia


Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia di Puskesmas Sukowono
Usia (tahun) Frekuensi Persentase (%)
15-50 21 70
51- 9 30
Total 30 100

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas


Sukowono, sebagian besar responden berusia 15-50 tahun (70%).
35

4.1.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama


Distribusi frekuensi responden berdasarkan agama dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan agama di Puskesmas Sukowono


Agama Frekuensi Persentase (%)
Islam 30 100
Protestan 0 0
Katholik 0 0
Hindu 0 0
Budha 0 0
Total 30 100
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, seluruh responden beragama Islam (100%).

4.1.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas


Sukowono
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak Sekolah 3 10
SD 12 40
SMP 3 10
SMA 9 30
Sarjana 3 10
Total 30 100

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas


Sukowono, sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah SD (40%).
36

4.1.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan


Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan di Puskesmas Sukowono

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)


Tidak Bekerja 2 6,67
Ibu Rumah Tangga 8 26,67
Petani 5 16,67
Swasta 6 20
Guru 2 6,67
Buruh 3 10
Pedagang 2 6,67
Lainnya 2 6,67
Total 30 100
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, sebagian besar pekerjaan responden adalah Ibu Rumah Tangga
(26,67%).

4.1.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status dalam Keluarga


Distribusi frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga dalam penelitian
ini dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga di Puskesmas
Sukowono

Status dalam Keluarga Frekuensi Persentase (%)


Istri/Suami 24 80
Ayah 2 6,67
Ibu 2 6,67
Anak 2 6,67
Total 30 100

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas


Sukowono, sebagian besar responden berstatus sebagai istri/suami dalam keluarga
(80%).
37

4.1.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan


Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengobatan TB paru di Puskesmas
Sukowono dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan lama pengobatan TB paru di
Puskesmas Sukowono

Lama pengobatan (bulan) Frekuensi Persentase (%)


1-3 18 60
4-6 12 40
7-9 0 0
10-12 0 0
Total 30 100
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, sebagian besar responden telah menjalankan pengobatan TB paru
selama 1-3 bulan (60%).

4.1.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga


Distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga di Puskesmas
Sukowono dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga di Puskesmas


Sukowono

Score Dukungan Keluarga Frekuensi Persentase (%)


75 2 6,67
92 1 3,33
96 1 3,33
97 1 3,33
102 1 3,33
104 1 3,33
106 1 3,33
107 1 3,33
108 1 3,33
109 1 3,33
110 2 6,67
111 1 3,33
113 1 3,33
114 1 3,33
117 1 3,33
38

119 1 3,33
121 2 6,67
122 1 3,33
123 2 6,67
124 2 6,67
126 3 10,0
128 2 6,67
Total 30 100
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, score dukungan keluarga yang sering muncul adalah 126 (10,0%)

4.1.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Depresi


Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat depresi di Puskesmas
Sukowono dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat depresi di Puskesmas


Sukowono

Score Tingkat Depresi Frekuensi Persentase (%)


20 1 3,33
21 1 3,33
22 2 6,67
23 1 3,33
24 2 6,67
26 1 3,33
28 1 3,33
29 2 6,67
30 1 3,33
31 2 6,67
33 3 10,0
34 2 6,67
35 1 3,33
37 2 6,67
38 2 6,67
40 1 3,33
41 1 3,33
44 1 3,33
45 1 3,33
39

47 1 3,3
50 1 3,3
Total 30 100
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, score depresi yang sering muncul adalah 33 (10,0%).

4.1.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan APGAR Score


Tabel 4.10 Distribusi frekuensi responden berdasarkan APGAR Score di
Puskesmas Sukowono

Fungsi Fisiologis APGAR Frekuensi Persentase (%)


Score
Buruk 1-5 1 3,33
Sedang 6-7 9 30
Baik 8-10 20 66,67
Total 30 100
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa dari 30 responden TB paru di Puskesmas
Sukowono, sebanyak 1 (3,33%) responden memiliki fungsi fisiologis
keluarga yang buruk (APGAR Score 1-5). Sebanyak 9 (30%) responden
memiliki fungsi fisiologis keluarga yang sedang (APGAR Score 6-7).
Sebanyak 20 (66,67%) responden memiliki fungsi fisiologis keluarga yang
baik.

4.2. Analisis Data


4.2.1. Uji Normalitas
Uji normalitas pada uji statistik digunakan untuk mengetahui distribusi data
normal atau tidak. Pada penelitian ini digunakan Shapiro-Wilk karena sampel
berjumlah 30 (kurang dari 50 sampel). Hasil uji normalitas data dengan Shapiro-
Wilk diketahui bahwa nilai uji menunjukkan P 0,003 (kurang dari 0,05). Sebuah
data berdistribusi normal apabila mempunyai nilai P lebih dari 0,05 (Sarwono,
2013). Maka dari hasil uji normalitas, distribusi data penelitian tidak normal. Oleh
karena distribusi data tidak normal maka uji korelasi antar variabel pada penelitian
menggunakan uji korelasi Spearman’s rho.
40

4.2.2. Uji Korelasi


Pada penelitian, variabel dukungan keluarga dan tingkat depresi akan diuji
korelasi. Uji korelasi yang akan digunakan adalah uji korelasi Spearman’s rho.
Hasil uji korelasi antar variabel :
Tabel 4.8 Hasil korelasi antar variabel
Hasil Uji Korelasi Data
Variabel Bebas Variabel Terikat Uji Korelasi r P
Dukungan Keluarga Tingkat Depresi Spearman’s rho -0.478 0,008
Dua buah variabel dikatakan memiliki korelasi bermakna apabila nilai P
adalah kurang dari 0,05 (Sarwono, 2013). Pada tabel diatas, antara dukungan
keluarga dan tingkat depresi memiliki nilai signifikansi (P) kurang dari 0,05 artinya
ditemukan hubungan antara kedua variabel.

4.3. Pembahasan
Penelitian ini, distribusi responden berdasarkan jenis kelamin didapatkan
responden perempuan daripada laki-laki. Hal ini berbeda dengan penelitian
Rukmini tahun 2010 bahwa di Indonesia laki-laki mempunyai risiko menderita TB
1,6 kali dibandingkan dengan perempuan. Menurut Data Riskesdas 2013 juga
menunjukkan bahwa kelompok laki-laki 10% lebih banyak ditemukan kasus TB
dibandingkan dengan perempuan (Badan Litbang Kesehatan, 2014). Tidak
ditemukannya hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian TB karena proporsi
penderita TB pada laki-laki dan perempuan berdasarkan Riskesdas 2013 hampir
sama, meskipun ditemukan perbedaan jumlah penderita TB pada laki laki dan
perempuan (Badan Litbang Kesehatan, 2014).
Distribusi responden pada penelitian ini berdasarkan usia didapatkan usia
terbanyak adalah 15-50 tahun yang termasuk dalam usia produktif. Hal ini sesuai
dengan WHO tahun 2009 yang menyatakan bahwa sekitar 75% pasien TB adalah
kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).
Distribusi responden penelitian ini berdasarkan tingkat pendidikan
didapatkan tingkat pendidikan terbanyak penderita TB adalah sekolah dasar. Hal ini
sesuai dengan penelitian Ratnaningsih tahun 2012 yang menunjukkan bahwa
rendahnya tingkat pendidikan akan menyebabkan rendahnya tingkat pengetahuan
41

dalam hal menjaga kebersihan lingkungan yang tercermin dari perilaku penderita
yang masih banyak membuang dahak serta meludah sembarang tempat.
Distribusi responden penelitian ini berdasarkan pekerjaan didapatkan
pekerjaan responden terbanyak adalah ibu rumah tangga. Hal ini bertentangan
dengan penelitian Nurjana tahun 2015 yang menyebutkan bahwa lingkungan yang
paling potensial untuk terjadinya penularan di luar rumah adalah lingkungan atau
tempat kerja karena lingkungan yang spesifik dengan populasi yang terkosentrasi
pada waktu yang sama, pekerja umumnya tinggal di sekitar perusahaan di
perumahan yang padat dan lingkungan yang tidak sehat.
Distribusi responden penelitian ini berdasarkan fungsi fisiologis keluarga
didapatkan sebagian besar keluarga responden memiliki fungsi fisiologis keluarga
yang baik. Fungsi fisiologis keluarga dinilai dengan APGAR score dimana salah
satu penilaian yaitu Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal
yang baru dilakukan anggota keluarga tersebut.
Hasil analisis data didapatkan p-value 0,008 dimana lebih kecil dari 0,05,
artinya didapatkan hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada
pasien TB paru. Didukung pula dengan kekuatan korelasi (r= -0,478) yang artinya
ada hubungan cukup antara dukungan keluarga dan tingkat depresi pada pasien TB
paru. Korelasi memiliki arah negative, artinya semakin besar dukungan yang
diberikan oleh keluarga maka semakin kecil depresi yang dialami oleh penderita
TB paru.
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif, berbentuk batang, dinding
selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit ditembus
zat kimia.
Waktu pengobatan yang lama menyebabkan penderita sering terancam
putus berobat sehingga dukungan keluarga mempunyai peran yang sangat penting
bagi kepatuhan pasien TB paru. Selain sebagai pihak yang selalu mendukung untuk
kesembuhan, keluarga juga bertanggung jawab sebagai Pengawas Minum Obat
(PMO) (Septia, 2014).
42

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi


kepatuhan untuk pengobatan TB Paru, dimana keluarga inti maupun keluarga besar
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota keluarganya. Fungsi dasar
keluarga yaitu fungsi perawatan kesehatan. Fungsi perawatan kesehatan adalah
kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan (Septia, 2014).
Mayoritas penderita TB Paru pada penelitian ini mendapatkan dukungan
keluarga positif. Dukungan keluarga yang positif berupa mengantar langsung untuk
periksa di puskesmas maupun di rumah sakit, dokter atau petugas kesehatan
lainnya. Dukungan keluarga yang positif adalah berpartisipasi penuh pada
pengobatan penderita (Limbu dan Marni, 2007). Responden yang mendapat
dukungan baik menunjukkan keluarga menyadari bahwa klien sangat membutuhkan
kehadiran keluarga. Keluarga sebagai orang terdekat bagi klien yang selalu siap
memberikan dukungan berupa informasi, perhargaan, instrumental dan emosional
bagi klien. Friedman (1998, dalam Susanti, 2007) mengatakan keluarga berfungsi
sebagai sistem yang mendukung bagi anggotanya dan anggota keluarga
memandang bahwa orang yang bersifat mendukung, selalu siap memberikan
pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dukungan yang baik akan memberikan
koping yang positif bagi klien dalam pemecahan masalah yang sedang dihadapinya.
Responden yang sebagian besar mendapat dukungan baik dari keluarganya,
yang berupa dukungan moril maupun materiil selama menjalani perawatan, tidak
akan terbebani dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini disebabkan karena adanya
perhatian dari keluarganya, sehingga responden tidak merasa sendirian. Keluarga
mengerti dan menjalankan 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yaitu mengenal
gangguan perkembangan kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan
tindakan yang tepat, memberikan perawatan anggota keluarga yang sakit,
mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan bagi kesehatan dan
mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada (Friedman, 1986 dalam
Setiawati dan Darmawan, 2007). Menurut Cohen dan Syme (1985, dalam
Agustini, 2010), bahwa baik, cukup dan buruknya dukungan sosial yang diberikan
keluarga kepada pasien dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pemberi
43

dukungan, jenis dukungan, penerima dukungan, permasalahan yang dihadapi,


waktu pemberian dukungan, lama pemberian dukungan dan kapasitasnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 1 responden yang mengalami
tingkat depresi sedang dengan skor 50. Responden yang mengalami stres dapat
terlihat dari gejala-gejala yang timbul antara lain klien menjadi gelisah, mudah
tersinggung, tidak sabaran, merasa dirinya tidak berguna dan tidak layak, mudah
cemas, panik dan kesal, merasa sedih dan depresi, menjadi marah pada hal hal
kecil, kesulitan untuk beristirahat dan tenang, kehilangan minat pada banyak hal
dan merasa ketakutan. Selain itu secara fisik, klien merasa cepat lelah, badan terasa
lemas, sering berkeringat tanpa melakukan aktifitas fisik, muncul gangguan dalam
bernafas, sulit untuk menelan dan mulut terasa kering.
Hasil penelitian Aamir, et al menyebutkan miskonsepsi tentang tuberkulosis
yaitu tuberkulosis merupakan penyakit berat yang tidak dapat disembuhkan dan
menyebabkan kematian merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya depresi
pada penderita tuberkulosis. Adanya rasa khawatir bahwa penyakit yang diderita
dapat menular pada anggota keluarga yang lain dan kekhawatiran terhadap masa
depan anak juga merupakan yang dapat memicu terjadinya depresi pada penderita
tuberkulosis.
Hal ini dapat berdampak buruk pada kepatuhan terhadap kelangsungan
terapi yang diterima. Hal ini diperberat dengan lamanya terapi, terganggunya
kehidupan rutin sehari-hari (Nahda, 2017). Depresi merupakan faktor utama
terjadinya putus obat dalam pengobatan tuberkulosis. Deteksi dini adanya depresi
menyebabkan kepatuhan dalam mengikuti protokol terapi tuberkulosis yang
diberikan (Husain et al, 2008).

4.4. Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan penelitian yang dihadapi oleh peneliti adalah sebagai berikut:
 Beberapa responden kesulitan memahami beberapa pertanyaan pada
kuisioner yang menyebabkan bisa terjadi salah persepsi saat pengisian
kuisioner.
44

 Banyak faktor lain pada responden yang mungkin bisa menyebabkan


depresi tetapi peneliti tidak bisa melakukan karena keterbatasan jumlah
responden. Faktor lain seperti lingkungan, pekerjaan, pendidikan, dan
karakteristik lain pada responden yang dimungkinkan dapat mempengaruhi
jawaban pada kuisioner.
 Pencatatan data pasien TB tidak semua dilengkapi dengan alamat lengkap
dan nomor telepon pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan, sehingga
peneliti kesulitan untuk melakukan home visit.
 Tidak semua kader mengetahui dengan pasti jumlah dan alamat rumah
pasien TB di wilayah kerjanya, sehingga pencatatan pasien baru atau pasien
meninggal tidak terdata dengan baik.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Karakteristik responden pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian
besar responden memasuki usia produktif, jumlah responden perempuan
lebih banyak daripada laki-laki, sebagian besar responden bekerja sebagai
ibu rumah tangga, tingkat pendidikan terbanyak pada strata sekolah dasar,
sebagian besar responden sudah menjalankan pengobatan selama 1-3
bulan dan berstatus sebagai istri/suami dalam keluarga.
b. Terdapat hubungan antara antara dukungan keluarga dan tingkat depresi
pada pasien TB paru. Hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat
depresi memiliki arah negatif, artinya semakin besar dukungan keluarga
maka semakin kecil depresi yang dialami oleh penderita TB paru.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan di atas, disarankan bagi pihak
terkait dan peneliti selanjutnya adalah bagi peneliti selanjutnya, apabila di
kemudian hari melakukan penelitian sejenis tentang tingkat depresi pasien TB
Paru, dapat dilakukan penelitian tentang faktor-faktor lain seperti kondisi ekonomi
keluarga, faktor sosial dan lingkungan yang dapat mempengaruhi depresi pada
pasien selain faktor dukungan keluarga.
46

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, I D. (2010), Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stres Klien


Pasca Stroke di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, PSIK STIKES
Aisyiyah Yogyakarta. Skripsi tidak dipublikasikan.

Ali, Z. 2010, Pengantar Keperawatan Keluarga. EGC. Jakarta.

Ariani. (2009). Korelasi Pola Hubungan Orangtua-Anak dan Keberfungsian


Keluarga dengan Perkembangan Anak Usia Prasekolah.

Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta; 2014

BKKBN, 1999. Informasi pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN.

Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Tuberkulosis. Jakarta:


Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.

Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2017. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun
2016. Surabaya: Dinkes Jatim.

Fadilah, S. Zaidatul. 2013. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Depresi


Penderita Kusta di Dua Wilayah Tertinggi Kusta di Kabupaten Jember.
Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Friedman, 1998. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

Friedman, M.M., Boyden, V.R. & Jones, E.G., 2010. Keperawatan Keluarga
“Riset, Teori Dan Peraktik". Jakarta: EGC.

Istiati., 2010. Hubungan Fungsi Keluarga dengan Kecemasan pada Lanjut Usia.
PhD Thesis. Surakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret
Surakarta.

Jhonson , L., & Leny, R. 2010. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Kaplan. S. 2010. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis.


Jakarta: Binarupa Aksara.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Tuberkulosis Temukan Obati


Sampai Sembuh. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian RI.

Limbu, R., & Marni. (2007). Peran keluarga sebagai pengawas minum obat
(PMO) dalam mendukung proses pengobatan penderita tb parudi wilayah
47

kerja puskesmas baumata kecamatan taebenu kabupaten kupang. Diakses


dari www.artikel31 tuberkulosis.com.doc.pdf pada tanggal 20 Januari
2019

Nahda, N. D., Kholis, F. N., Wardani, N. D. 2017. Faktor – faktor yang


Berpengaruh terhadap Kejadian Depresi pada Pasien Tuberkulosis di
RSUP dr. Kariadi Semarang. Jurnal Kedokteran Diponegoro, Vol. 6, No.
4, Oktober 2017 : 1529-1542.

Nurjana, M.A. 2015. Faktor Risiko Terjadinya TB Paru pada Usia Produktif di
Indonesia. Media Litbangkes, Vol. 25 No. 3, September 2015, 165 – 170.

Ratnaningsih NY. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup pada


Penderita Tubercuosis Paru (TB Paru) di Balai Pengobatan Penyakit Paru
(BP4) Yogyakarta Unit Minggiran. J Tuberkulosis Indones. 2012;8:18-23

Rukmini, Chatarina UW. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian TB


Paru Dewasa di Indonesia (Analisis Data Riset Kesehatan dasar Tahun
2010). Bul Penelit Sist Kesehat. 2011;14(4):320-331.11.

Setiawati, S dan Dermawan, A C. (2008). Penuntun Praktis Asuhan Keperawatan


Keluarga, Edisi ke 2, Jakarta, Trans Info Media.

Setyowati, Sri dan Murwani, Arita. 2007. Asuhan Keperawatan Keluarga Konsep
dan Aplikasi Kasus. Edisi revisi. Mitra Cendika : Jogjakarta

Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

World Health Organization (WHO). 2009. Global Tuberculosis Report. Geneva:


WHO.

Wirdhana, I., et al. (2012). Komunikasi Efektif Orangtua dengan Remaja. Jakarta:
BKKBN.
48

LAMPIRAN

LAMPIRAN 6.1 Kuisioner Penelitian


INFORMED CONSENT
(LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


nama : ____________________________________________
usia : ____________________________________________
jenis kelamin : ____________________________________________
status perkawinan : ____________________________________________
pekerjaan : ____________________________________________
pendidikan terakhir : ____________________________________________
alamat : ____________________________________________
menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden atau subjek penelitian yang
dilakukan oleh:
nama : Daning Yuniartika & Irene Qitta Pranindita
angkatan : 2013
fakultas : Kedokteran, Universitas Jember
judul penelitian : Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi pada
Penderita Tuberculosis Paru Di Puskesmas Sukowono
Kabupaten Jember
pembimbing : 1. dr. Andy Maulana A
2. dr. Ida Srisurani Wiji Astuti, M.Kes
dengan catatan sebagai berikut:
1. Penelitian ini tidak berisiko membahayakan diri saya;
2. Data atau catatan pribadi tentang penelitian ini akan dirahasiakan dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian; dan
3. Saya berhak mengundurkan diri dari penelitian tanpa ada sanksi.
Demikian secara sukarela saya bersedia menjadi responden dalam penelitian Pengaruh
Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Depresi pada Penderita Tuberculosis Paru Di
Puskesmas Sukowono Kabupaten Jember.
No. Responden: ___
Jember, ___-___-______

Tanda Tangan
Responden,

__________________
49
KODE RESPONDEN:
LEMBAR KUISIONER

Petunjuk Pengisian :

- Berilah tanda CENTANG (√) pada jawaban yang sesuai dengan yang

Bapak/Ibu/Saudara/I. rasakan saat ini.


- Satu jawaban untuk 1(satu) soal dan SEMUA soal harus diisi.
A. Data Demografi
1. Jenis kelamin :
Laki-laki Perempuan

2. Usia : ….. Tahun

3. Agama :
Islam Protestan Hindu
Budha Katholik

4. Tingkat pendidikan :
Tidak sekolah SMP Akademi/PerguruanTinggi
SD SMA

5. Pekerjaan :
Pegawai Swasta Wiraswasta Lainnya
Pegawai Negeri Sipil Pensiunan

6. Status Dalam Keluarga :


Istri/ Suami Ayah
Ibu Anak

7. Lama Pengobatan Tuberkulosis Paru :


1-3 bulan 10-12 bulan
4-6 bulan 7-9 bulan
50
KODE RESPONDEN:
PETUNJUK PENGISIAN KUISIONER

1. Bacalah dengan teliti setiap pernyataan. Kemudian jawablah pernyataan sesuai


dengan keadaan anda yang sesungguhnya. Apabila terdapat pernyataan yang tidak
dimengerti dapat menanyakannya kepada pihak kami.
2. Berikan jawaban dari pertanyaan dibawah ini dengan menggunakan tanda centang (√)
di kolom jawaban. Hampir selalu atau selalu pada kolom (SL), cukup sering pada
kolom (SR), kadang –kadang atau jarang pada kolom (JR), tidak pernah atau sedikit
pada kolom (TP). Setiap pertanyaan harus dijawab tanpa terkecuali sesuai dengan
keadaan anda.
3. Kriteria :
a. Selalu (SL) : selalu terjadi
b. Kadang-kadang (KK) : terjadi dan tidak terjadi sama banyaknya
c. jarang (JR) : lebih banyak tidak terjadi
d. Tidak Pernah (TP) : tidak pernah terjadi
4. Dalam kuisioner ini tidak terdapat penilaian benar atau salah, sehingga tidak terdapat
jawaban yang dianggap salah. Semua jawaban dianggap benar jika anda memberikan
jawaban sesuai dengan keadaan anda sebenarnya.
51

KODE RESPONDEN:
KUISIONER DUKUNGAN KELUARGA

Tidak
No. Pertanyaan Selalu Kadang Jarang
Pernah
1 Keluarga ikut merasa senang karena saya
telah melaksanakan pengobatan TBC
2 Keluarga mengatakan kepada saya untuk
tidak khawatir tentang penyakit TBC
3 Keluarga memberikan dorongan kepada saya
untuk tetap menjaga kesehatan
4 Keluarga tidak senang ketika saya
membicarakan pengobatan TBC
5 Saya merasa keluarga sudah tidak peduli lagi
pada saya
6 Keluarga memberikan kasih saying kepada
saya sama seperti dulu sebelum saya
menderita TBC
7 Keluarga meyakinkan pada saya bahwa
penyakit saya bisa sembuh
8 Keluarga tidak lagi memberikan perhatian
pada saya sejak saya menderita TBC
9 Keluarga membanding-bandingkan saya
dengan anggota keluarga yang lain
10 Keluarga percaya bahwa saya bisa merawat
penyakit saya
11 Keluarga memberi pujian setelah saya minum
obat
12 Saya merasa tidak dihargai di keluarga
13 Saya mendapat teguran dari keluarga jika
saya tidak minum obat
14 Keluarga memberikan pujian kepada saya
ketika ada kemajuan kesehatan
52

15 Keluarga sulit menerima saya dengan segala


keterbatasan saya
16 Keluarga tidak mau tau terhadap kemajuan
pengobatan TBC
17 Keluarga tidak mau mengantarkan saya ke
tempat pelayanan kesehatan
(puskesmas/dokter/rumah sakit)
18 Keluarga tidak mengingatkan saya untuk
meminum obat
19 Keluarga membantu merawat penyakit TBC
20 Keluarga melayani dan membantu ketika
saya membutuhkan sesuatu
21 Keluarga memberikan uang untuk kebutuhan
sehari-hari saya
22 Keluarga membatasi saya dalam membeli
obat-obat penyakit TBC
23 Keluarga mencarikan informasi tentang
tempat pengobatan TBC
24 Saya tidak mendapatkan informasi dari
keluarga tentang perlunya pengobatan TBC
25 Saya mendapat nasehat dari keluarga untuk
rutin berobat
26 Keluarga mengingatkan tentang jadwal
minum obat saya
27 Keluarga mengajak saya rekreasi (bepergian
keluar rumah)
28 Keluarga tidak mau mengajak saya bicara
29 Keluarga menemani saya untuk melupakan
masalah
30 Keluarga mau memeluk saya
31 Keluarga mendengarkan ketika saya bercerita
tentang masalah pribadi
32 Keluarga tidak mau menemani ketika
53

saya sulit tidur


33 Keluarga menyediakan sarana dan prasarana
yang saya butuhkan untuk merawat TBC saya
54
KODE RESPONDEN:

Kuisioner Zung Self-Rating Depression Scale

Silahkan membaca setiap penyataan dibawah ini dan berilah tanda centang (√) pada
kolom SL, SR, JR dan TP yang menunjukkan seberapa besar pernyataan tersebut sesuai
dengan keadaan anda selama beberapa hari terakhir. Empat pilihan jawaban yang disediakan
untuk setiap pernyataan dapat diartikan sebagai berikut:
a. Selalu (SL) : selalu terjadi
b. Kadang-kadang (KK) : terjadi dan tidak terjadi sama banyaknya
c. jarang (JR) : lebih banyak tidak terjadi
d. Tidak Pernah (TP) : tidak pernah terjadi

Tidak
No. Pertanyaan Selalu Kadang Jarang
Pernah
1 Saya merasa tidak bersemangat dan sedih
2 Saya merasa paling semangat pada pagi hari
3 Saya menangis atau merasa seperti ingin
menangis
4 Saya mengalami kesulitan tidur pada malam
hari
5 Saya makan sebanyak yang biasa saya makan
6 Saya tertarik dengan lawan jenis
7 Saya merasa berat badan saya turun
8 Saya mengalami kesulitan dalam buang air
besar
9 Jantung saya berdetak lebih cepat dari biasanya
10 Saya merasa lelah tanpa sebab
11 Pikiran saya tenang seperti biasanya
12 Saya merasa mudah melakukan hal-hal yang
biasa saya lakukan
13 Saya merasa gelisah dan tidak dapat tenang
14 Saya merasa penuh harapan akan masa depan
15 Saya lebih mudah tersinggung daripada
biasanya
16 Saya merasa mudah membuat keputusan
17 Saya merasa saya berguna dan dibutuhkan
18 Hidup saya baik-baik saja
55

19 Saya merasa orang lain akan lebih baik jika


saya meninggal
20 Saya masih menikmati hal-hal yang biasa saya
lakukan

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Tingkat_depresi .091 30 .200* .969 30 .524


Dukungan_keluarga .139 30 .143 .883 30 .003

*. This is a lower bound of the true significance.


a. Lilliefors Significance Correction

Correlations

Dukungan_kelu Tingkat_depresi
arga

Correlation Coefficient 1.000 -.478**

Dukungan_keluarga Sig. (2-tailed) . .008

N 30 30
Spearman's rho
Correlation Coefficient -.478** 1.000

Tingkat_depresi Sig. (2-tailed) .008 .

N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Anda mungkin juga menyukai