ABSTRACT
In the early of 21st century there has been a surprisingly develop on information. Social
media has huge influence on human life in this modern period. As the development of science
and technology, there has been many new inventions particularly in communication and
information as well as in forms of goods like smartphone and tablet, or in forms of social
media applications such as whatsapp, twitter, BBM, instagram and many others which is
successing the freedom of information period.
Despite the fact that the freedom of information has benefit, it also has many drawbacks
that influence young generation in terms of their character. Hence, Islamic education appears
as an information filter to protect the young generation consequently. They will use those
information in good way as well as away form bad things that might be occurred because of
unfilter information.
A. PENDAHULUAN
[1]
merupakan salah satu efek yang timbul dari revolusi industri yang terjadi di negara-negara
barat.
Hegemoni Barat dalam kemajuan telekomunikasi...tak diragukan lagi sarat dengan nilai-
nilai tertentu, seperti ucapan terkenal ahli komunikasi Marshall McLuhan: “Medium is the
message”...melalui program inilah terjadi ekspansi dan penetrasi nilai-nilai semacam
“keserbalonggaran” (permissiveness) hubungan antara laki-laki dan perempuan, kehidupan
yang serba materialistik dan hedonistik, atau kultur kekerasan, yang tidak semuanya cocok
dengan nilai-nilai budaya dan agama masyarakat Indonesia.1
Dengan melihat fenomena-fenomena tersebut, muncullah pertanyaan bagaimana peran
pendidikan Islam dalam membentengi masyarakat, khususnya peserta didik dari pengaruh-
pengaruh negatif kebebasan informasi? Langkah apa yang ditawarkan pendidikan Islam untuk
memfilter informasi-informasi yang beredar di sosial media?
B. PEMBAHASAN
1. ERA KEBEBASAN INFORMASI
Sejak berakhirnya rezim orde baru, di Indonesia terjadi suatu perubahan yang cukup
signifikan, mulai dari sistem pemerintahan yang otoriter sentral menjadi lebih demokratis
desentral. Hingga terkait informasi pun yang awal mulanya begitu ketat dan tertutup serta
tidak setiap individu dapat dengan mudah mengakses ataupun menyebarkan berita/informasi.
Sejak beralihnya ke masa reformasi, hak untuk memperoleh dan menyebarkan
berita/informasi berubah menjadi suatu kebebasan atas nama hak asasi manusia bagi setiap
warga. Menurut A. Patra M. Zen, hak untuk informasi selain merupakan bagian dari hak sipil
dan politik, namun juga terkait erat dengan pemenuhan hak asasi lainnya, termasuk hak
ekonomi, sosial dan budaya. Ini tercermin dari pasal 17 konvensi hak-hak anak yang
merumuskan betapa pentingnya untuk dijamin negara, hak atas informasi, khususnya dalam
rangka mewujudkan standar kesehatan yang tinggi bagi anak dan remaja.2
Kebebasan informasi sebenarnya juga telah dilegitimasi UUD 1945, yang mana pada
masa reformasi mengalami perubahan sebanyak 4 kali yaitu tahun 1999, 2000, 2001, 2002.
Salah satu muatannya adalah penegasan eksistensi hak asasi manusia secara komprehensif
1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru, (Jakarta: PT
Logos Wacana Ilmu. 1999) hlm. 44.
2
R. Muhammad Mihradi, Kebebasan Informasi Publik Versus Rahasia Negara, (Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia, 2011), hlm. 25.
[2]
termasuk hak atas kebebasan memperoleh informasi publik. Hal ini tertuang pada Pasal 28 F
yang berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” 3
Dengan demikian kebebasan terkait informasi telah digaungkan sebagai hak asasi
manusia yang dilindungi oleh negara, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan rakyat dalam
rangka meningkatkan kualitas sumber daya anak bangsa. Namun pada kenyataannya,
kebebasan yang diberikan oleh negara dengan tujuan kebaikan ini tidak selamanya digunakan
sebagaimana mestinya, ada saja pihak-pihak yang menyalahgunakan kesempatan hanya untuk
kepentingan-kepentingan individu/kelompok. Mereka sudah terpengaruh dengan arus
globalisasi yang terjadi di dunia barat beserta ideologi-ideologinya yang kapitalisme,
materialisme, naturalisme, pragmatisme, liberalisme dan lain sebagainya. Oleh karena itu di
era kebebasan informasi ini, media sosial khususnya tidak selamanya berdampak positif bagi
kehidupan manusia khususnya bagi warga negara Indonesia, hal ini dikarenakan informasi
yang ada di dalamnya baik itu berita, fakta, prasangka, gosip bahkan fitnah bercampur aduk
jadi satu. Banyak kasus-kasus kriminal, kekerasan, tawuran, perkelahian yang ditimbulkan
hanya bermula dari informasi yang ada di media sosial.
Terkait informasi, Islam telah memberikan solusi yang tepat kepada umatnya agar tidak
terjerumus dalam kenistaan akibat sebuah informasi/berita yang tidak jelas arah tujuannya.
a. Tabayyun (konfirmasi)
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak gegabah dalam menerima,
membaca, maupun mendengar suatu informasi. Seseorang yang mendapatkan suatu
informasi harus meyakinkan kepada dirinya bahwa informasi yang ia dapat merupakan
suatu kebenaran bukan kebohongan. Bagaimana ia dapat mengetahui benar tidaknya
informasi tersebut?.
Langkah konkret yang harus dilakukan oleh penerima informasi/berita adalah
untuk ber-tabayyun (konfirmasi), men-check dan re-check dahulu asal muasal
berita/informasi tersebut kepada orang yang lebih mengetahui dalam hal terkait, atau
3
Ibid, hlm. 56.
[3]
jika memungkinkan mengkonfirmasi pihak/instansi yang tercantum lebih utama. Dalam
al-Qur’an telah ditegaskan dalam hal meng-cek kebenaran suatu informasi/berita:
ِِ ٍ ِ ِ ِ ِﱠ
ﲔ ْ ُﻳﻦ َآﻣﻨُﻮا إِن َﺟﺎءَ ُﻛ ْﻢ ﻓَﺎﺳ ٌﻖ ﺑِﻨَـﺒٍَﺈ ﻓَـﺘَـﺒَـﻴﱠـﻨُﻮا أَن ﺗُﺼﻴﺒُﻮا ﻗَـ ْﻮًﻣﺎ ﲜَ َﻬﺎﻟَﺔ ﻓَـﺘ
َ ﺼﺒِ ُﺤﻮا َﻋﻠَ ٰﻰ َﻣﺎ ﻓَـ َﻌ ْﻠﺘُ ْﻢ َ دﻣ َ َ أَﻳـﱡ َﻬﺎ اﻟﺬ
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 06)
Maka sebelum anda mempercayai suatu berita ataupun menyebarkannya kepada
yang lain, seyogyanya untuk memastikan terlebih dahulu status informasi tersebut.
Suatu berita/informasi tidak jarang di dalamnya memuat prasangka atau yang sering
disebut dengan zhan. Islam mengajarkan untuk berhati-hati terhadap zhan (prasangka),
karena suatu prasangka ‘membicarakan orang lain’ jika itu benar berarti ia masuk dalam
ghibah, namun jika ternyata itu salah akan masuk dalam kategori fitnah. Keduanya
tidaklah dibenarkan dalam Islam, baik itu ghibah terlebih fitnah. Dalam bahasa Inggris
zhan disebut “pre judice” yang berarti menghukumi seseorang/sesuatu sebelum
mengetahui secara pasti apa yang sebenarnya.
[4]
“Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Cukuplah seseorang (dicurigai)
sebagai pendusta, apabila ia mengabarkan/menyebarluaskan setiap apa yang ia dengar
(tanpa menelusuri kebenarannya).”(HR. Muslim, No: 05)4
4
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairy an-Nisabury, Shahih Muslim, Tahqiq: Muhammad Fuad
Abd al-Baqi, (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Araby), Jilid I, hlm. 10
5
Bashori Muchsin dan Abdul Wahid, Pendidikan Islam Kontemporer.(Bandung: PT Refika Aditama,
2009), hlm. 1.
6
Tim Dosen FII-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998),
hlm. 7.
7
Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Seleksi Pendidikan Islami, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1999), hlm. 9.
8
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21. (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), hlm.
139.
[5]
Pendidikan Islam mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai karakter ke-Islaman dan
akhlaq yang baik kepada peserta didik baik dalam hal hubungan manusia dengan Tuhannya,
manusia dengan sesamanya, maupun manusia dengan alam lingkungannya. Pendidikan Islam
mengajarkan kejujuran, kedamaian, serta kerukunan saling menghargai dan menghormati,
menjauhkan sifat suka berprasangka terhadap orang lain dan lain sebagainya. Hal ini
bertujuan untuk memberikan pondasi serta tameng yang kuat kepada peserta didik agar tidak
mudah terbawa dan terpengaruh oleh arus globalisasi khususnya terkait kebebasan informasi.
Pendidikan Islam juga mengajarkan batas aurat, serta hak dan kewajiban Muslim yang
menginjak dewasa atau baligh dan mukallaf, untuk membentengi peserta didik dari arus
globalisasi yang mana marak dimuatnya pornografi dan pornoaksi dalam media massa baik
itu media cetak terlebih elektronika seperti televisi dan internet.
Dunia remaja menjadi fokus masalah dalam pendidikan Islam kontemporer, karena
remaja menjadi sasaran empuk bagi para perusak moral yang hanya mementingkan
keuntungan pribadi, di samping itu juga dalam berbagai tindak kriminal yang muncul, pelaku
utama dan korban paling banyak adalah remaja itu sendiri. Di dalam bukunya Nalar Spiritual
Pendidikan, Abdul Munir Mulkan menyatakan bahwa, “ daya pesona dan fitalitas di satu sisi
serta kebelumjadian dirinya membuat remaja melihat dirinya berada dalam dua dunia citra
dengan realitas dan sosialnya. Psikolog sering melukiskan dilemma ini sebagai fenomena dan
momen krisis jati diri. Tampaklah dunia remaja yang serba tanggung dan membuatnya mudah
dipengaruhi hal-hal serba baru yang ditayangkan dunia citra iklan.9
Arah perkembangan hidup iptek yang terus melaju, harus dipandang sebagai tantangan
pendidikan Islam yang penuh resiko, oleh karena itu perlu ditanggulangi dengan perencanaan
kegiatan kependidikan yang berstrategi pada wawasan sesuai dengan aspirasi agama Islam
yang diturunkan Allah untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam.10
Dalam konteks pendidikan Islam untuk merespon berbagai tantangan yang sekaligus
peluang tersebut pendidikan Islam, diperlukan sebuah paradigma yang jelas baik secara
konseptual atau pun pelaksanaan praktis di lapangan. Tentunya untuk merealisasikan idealitas
tersebut dibutuhkan kerjasama dan sinergitas antara seluruh komponen pendidikan Islam,
sehingga dalam menghadapi arus globalisasi pendidikan Islam akan tetap memberikan respon
9
Abdul Munir Mulkan, Nalar spiritual Pendidikan. (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2002), hlm.
53.
10
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm.
[6]
positif dan tetap mempertahankan karakter yang dimilikinya dalam rangka membantu
memberikan kontribusi penyelesaian problem yang dihadapi masyarakat global.11
C. PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa era kebebasan informasi merupakan suatu
tantangan baru bagi kehidupan manusia pada abad 21 ini. Dunia semakin terbuka dan terang-
terangan dalam segalanya. Manusia jika tidak dibekali pondasi kepribadian dan akhlaq yang
kuat akan sangat mudah terbawa dan terombang-ambing oleh arus globalisasi dunia.
Permusuhan dimana-mana, tindak kriminal, kekerasan merajalela, bahkan pornografi dan
pornoaksi berada sangat dekat dengan mata.
Pada situasi yang krisis moral dan spiritual ini, pendidikan Islam diharapkan mampu
membentengi para peserta didik dalam menghadapi tantangan zaman ini, dengan
menanamkan karakter dan nilai-nilai mulia ajaran Islam. Terkait informasi yang bebas, Islam
mengajarkan beberapa hal:
1. Ber-tabayyun (konfirmasi) terhadap kebenaran suatu berita, sehingga tidak mudah
terprovokasi dan diadu domba.
2. Jika telah diketahui asalnya, perlu ditinjau apakah informasi tersebut sesuai dengan
fakta ataukah hanya sekedar prasangka?.
3. Memikirkan kembali apakah informasi tersebut perlu disebarkan kembali ataukah
tidak? Dan jika disebarkan kembali mana yang lebih banyak antara manfaat ataukah
justru menimbulkan permusuhan yang tak diinginkan?
Dengan langkah tersebut, diharapkan masyarakat terlebih peserta didik, dapat memfilter
(memilah-milah) terhadap informasi yang ia dapatkan, sehingga tidak mudah terprovokasi
atas apa yang ia dengar, lihat di media sosial sebelum ia benar-benar menge-cek kebenaran
informasi tersebut.
11
Musthofa Rembangy, “Pendidikan Islam dalam Formasi Sosial Globalisasi” dalam Imam Machali dan
Mustofa, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi, (Yogyakarta: Presma Fak. Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga dan Ar-Ruzz Media, 2004), hlm. 148-149.
[7]
D. DAFTAR PUSTAKA
An-Nisabury, Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairy, Shahih Muslim, Tahqiq:
Muhammad Fuad Abd al-Baqi, (Beirut: Daar Ihya at-Turats al-‘Araby) Jilid I.
Arifin, 1991. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). (Jakarta: Bumi Aksara).
Azra, Azyumardi, 1999. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
(Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu).
Djamaluddin dan Abdullah Aly, 1999. Kapita Seleksi Pendidikan Islami, (Bandung: CV.
Pustaka Setia).
Langgulung, Hasan, 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21. (Jakarta: Pustaka Al-
Husna).
Mihradi, R. Muhammad, 2011. Kebebasan Informasi Publik Versus Rahasia Negara, (Bogor:
Penerbit Ghalia Indonesia).
Muchsin, Bashori dan Abdul Wahid, 2009. Pendidikan Islam Kontemporer.(Bandung: PT
Refika Aditama).
Mulkan, Abdul Munir, 2002. Nalar spiritual Pendidikan. (Yogyakarta: PT Tiara Wacana
Yogya).
Rembangy, Musthofa, 2004. “Pendidikan Islam dalam Formasi Sosial Globalisasi” dalam
Imam Machali dan Mustofa, Pendidikan Islam dan Tantangan Globalisasi,
(Yogyakarta: Presma Fak. Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga dan Ar-Ruzz
Media).
Tim Dosen FII-IKIP Malang, 1998. Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional).
[8]
BIOGRAFI PENULIS
Alamat Saat ini : Komplek K2, Pon-Pes Al-Munawwir, Krapyak Kulon RT 05/52
Panggungharjo, Kec. Sewon, Kab. Bantul, Yogyakarta 55002
Pendidikan
[9]