Anda di halaman 1dari 18

Ada 3 Macam Pola asuh yang selama ini digunakan dalam masyarakat yakni Pola Asuh Koersif, Pola

Asuh Permisif dan Pola Asuh dialogis. Pola -pola Asuh ini tidak pernah lepas dari konteks sosial suatu masyarakat. Dan bahkan tingkah laku anak hanya dapat dipahami dengan konteks sosialnya. Ketiga bentuk pola asuh ini datang silih berganti, sejarahnya sudah 8000 tahun. Kadangkadang koersif lebih dominan, lalu menyusul permisif kemudian datanglah dialogis untuk mengembalikan manusia ke jalan para nabi dan Rasul . Pola Asuh Koersif berasal dari satu fase masyarakat otokratis. Suatu masyarakat yang meyakini bahwa mereka memiliki tanggung jawab untuk mengatur perilaku kelompok lain( yang inverior) karena merasa memiliki superioritas . Sebagian besar kita para orang tua mewarisi pola Asuh yang kita dapatkan secara turun temurun dari orang tua kita. Lalu sering kali timbul dalam benak kita, dulu orang tua kita menggunakan pola Asuh koersif dan ternyata mereka berhasil menghantarkan kita seperti apa yang kita rasakan saat ini. Namun pada saat kita mencoba menerapkan persis apa yang telah orang tua kita polakan kepada kita kenapa yang terjadi tidak seperti yang kita harapkan ? Ternyata penyebabnya adalah karena telah terjadi pergeseran nilai tatanan dalam masyarakat tempat anak-anak kita dibesarkan yang ternyata jauh berbeda dengan masyarakat tempat dahulu kita dan orang tua kita dibesarkan. Dahulu masyarakat berada pada fase otokrasi sedang sekarang sudah cenderung kepada fase permisif, sehingga banyak orang tua dibuat tak berdaya oleh anak-anak mereka yang beberapa tahun lalu masih nunut saja dengan keinginan mereka, sekarang sudah mahir untuk membrontak dan lebih-lebih lagi mereka dilindungi oleh undang-undang. 1. Pola Asuh Koersif : tertib tanpa kebebasan Pola Asuh koersif hanya mengenal Hukuman dan Pujian dalam berinteraksi dengan anak. Pujian akan diberikan mana kala anak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan manakala anak tidak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua. Akibat penerapan pola asuh koersif ini akan muncul empat tujuan anak berperilaku negatif yakni : Mencari perhatian, Unjuk kekuasaan , Pembalasan dan Penarikan diri. Ketika seorang anak dipaksa untuk melakukan perbuatan yang sesuai dengan keinginan orang tua dan dengan cara yang dikehendaki olah orang tua maka anak akan kembali menuntut orang tuanya untuk memberikan perhatian atau pujian kepadanya. Sebaliknya jika anak tidak dapat memenuhi tuntutan orang tuanya maka dia akan merasa hidupnya tidak berharga maka dia akan menarik dirinya dari kehidupan.

Pada saat orang tua menghukum anak karena anak tidak mematuhi keinginannya maka anak akan belajar untuk mencari kekuasaan karena dia merasakan bahwa karena dia tidak memiliki kekuasaanlah dia jadi terhina, jika dia tidak mendapatkan kekuasaan tersebut maka dia akan menanti-nanti saat yang tepat baginya untuk membalasi semua perilaku tak enak yang dia terima selama ini. Orang tua yang koersif beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan cara mencongkel perilaku itu lalu menggantikannya dengan perilaku yang mereka kehendaki tanpa memperdulikan perasaan anaknya. 2. Pola Asuh Permisif : bebas tanpa ketertiban. Pola asuh ini muncul karena adanya kesenjangan atas pola asuh. Orang tua merasa bahwa pola asuh koersif tidak sesuai dengan kebutuhan fitrah manusia, sebagai pengambil keputusan yang aktif, penuh arti dan berorientasi pada tujuan dan memiliki derajat kebebasan untuk menentukan perilakunya sendiri. Namun disisi lain orang tua tidak tahu apa yang seharusnya dilakukan terhadap putra putir mereka, sehingga mereka menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat dan media masa yang ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi keajaiban yang datang untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi pribadi yang soleh dan sholehah. Di satu sisi orang tua tidak tahu apa yang baik untuk anaknya, disisi yang lain anak menafsirkan ketidak berdayaan orang tua mereka dengan "orang tua tidak punya pengharapan terhadap mereka." Akibatnya anak akan terjebak kepada gaya hidup yang serba boleh persis tepat dan sesuai dengan pola yang berlaku pada masyarakat tempat dia dibesarkan saat ini. Di satu sisi orang tua akan selalu menanggung semua akibat perilaku anaknya tanpa mereka sendiri menyadari hal ini. 3. Pola Asuh Dialogis : tertib dengan kebebasan. Pola Asuh ini datang sebagai jawaban atas ketiadaannya pola asuh yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia . Dia merupakan pola asuh yang diwajibkan oleh Allah swt terhadap para utusannya. Berpijak kepada dorongan dan konsekuensi dalam membangun dan memelihara fitrah anak. orang tua menyadari bahwa anak adalah amanah Allah swt pada mereka dia merupakan makhluk yang aktif dan dinamis. Aktivitas mereka bertujuan agar mereka dapat diakui keberadaannya, diterima kontribusinya dan dicintai dan dimiliki oleh keluarganya. Dalam memperbaiki kesalahan ,anak orang tua menyadari bahwa kesalah itu muncul karena mereka belum trampil dalam melakukan kebaikan, sehingga mereka akan mencoba untuk membangun ketrampilan tersebut dengan berpijak kepada kelebihan yang anak miliki, lalu mencoba untuk memperkecil hambatan yang mebuat anak berkecil hati untuk memulai kegiatan yang akan menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Lalu juga orang tua akan berusaha menerima keadaan anak apa adanya tanpa membanding-bandingkan mereka

dengan orang lain atau bahkan saudara kandung mereka sendiri, atau teman bermainnya. Orang tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam menemani pertumbuh kembangan anak mereka. setiap kali ada persoalan anak dilatih untuk mencari akar persoalan, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan secara bersama. Dengan demikian anak akan merasakan bahwa hidupnya penuh arti sehingga dengan lapang dada dia akan merujuk kepada orang tuanya jika dia mempunyai persoalan dalam kehidupannya. Yang berarti pula orang tua dapat ikut bersama anak untuk mengantisipasi bahaya yang mengintai kehidupan anak-anak setiap saat. Selain itu orang tua yang dialogis akan mebrusaha mengajak anak agar terbiasa menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya. sehingga anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya.

Perilaku dan Pola Asuh Pada Anak


Perilaku dan pola asuh pada anak | Ketika anak sudah menunjukan perilaku seperti mulai memberontak, bersikap kasar, menjadi pemurung. Sebagai orang tua sudah bisan menerapkan kedisiplinan. dengan menerapkan sistem ini akan mengajarkannya untuk berlatih tanggung jawab dengan memotivasi. langkah tersebut untuk membangun percaya diri dan akan membuat mereka merasa di cintai. dan ini sangat membantu perkembangan mental dalam bergaul. langkah langkah yang harus dilakukan guna membantu perkembangan dengan prilaku dan pola asuh yang tepat adalah sebagai berikut : 1. Meluangkan waktu untuk anak anak perlu mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua, sehingga harus dapat meluangkan waktu bersama mereka. bukan apa yang harus diberikan kepada anak tapi waktu bersama anak. 2. Buatlah diri kita menjadi contoh perilaku anak biasanya mencerminkan tentang apa yang dilihat, maka kita harus berhati hati dalam bertindak apabila berada di sekitar mereka. 3. Melatih anak untuk mandiri Walaupun anak masih kecil masih usia dua tahunan larutkan anak dalam kesibukan sehari hari, anak akan memahami bagaimana melakukan sesuatu yang terbaik untuk dirinya, dapat mengajak belanja, mengajaknya memilih sayur, membuang sampah, dan kegiatan lainnya yang dirasa anak sudah mampu. 4. Perlihatkan anak dengan sebab akibat

jangan terlalu banyak mencampuri urusan serta memperhatikan mereka secara berlebihan. Apabila hal ini terjadi akan menciptakan pribadi pribadi manja pada anak. biarkan mereka menanggung konsekuensi yang timbul akibat perbuatannya. 5. Gunakan hukuman yang masuk akal Dalam perjalanan pasti banyak kesalahan yang diperbuat oleh anak boleh menghukum asal hukuman itu bersifat mendidik anak untuk tanggung jawab.

kita

6. Jangan memperlihatkan amarah pada anak Dihadapan anak anak jangan sampai marah walaupun mereka memancing kemarahan. bila itu terjadi menghindarlah, dan jika ia mengulangi hadapi jangan meninggalkannya dalam keadaan marah. 7. Jangan memberikan penilaian jelak pada anak jangan sekali kali mengatakan kamu nakal karena hal seperti ini akan merusak harga dirinya. berikan pengarahan untuk meyakini bahwa bukan dia yang dibenci tapi perbuatannya. 8. Bersikap tegas terhadap anak kita harus berisikap ramah tetapi tegas dan jangan memanjakannya melainkan mendidik untuk belajar disipilin. anak harus dapat menjalankan kewajibannya dengan baik jangan sampai membuat anak terima kasih tetapi dengan rasa takut. 9. Bersikap konsisten Bila ada aturan yang melarang anak untuk jajan sembarangan, kita harus tegas jangan sampai kalah ketika menangis, merengek, bahkan berteriak untuk minta jajan yang mungkin itu tidak baik untuk anak. Semua itu adalah perilaku yang dapat diterapkan pada anak untuk mendidik. keluarga akan membentuk sikap dan perilaku mereka. kesembilan point diatas merupakan sebagian pola asuh untuk mendapatkan anak yang berhasil kognitif, afektif dan perilakunya. Amiin

Pola Asuh Dalam Keluarga


13/12/2012
mintotulus Artikel 2 Komentar

Rudi Gunawan J, S.Pd Konselor Sekolah Pada era globalisasi ini terdapat berbagai dampak pada masyarakat, baik yang positif maupun yang negatif. Dampak positif globalisasi adalah perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga mempermudah seseorang untuk memperoleh berbagai informasi yang tidak terbatas. Informasi dapat berupa hiburan, pengetahuan dan teknologi, yang diperoleh dan berbagai cara seperti : TV, Video, Film-Film, Internet dan sebagainya. Kemudahan informasi memang memuaskan keinginan tahu kita serta dapat mengubah nilai dan pola hidup seseorang, termasuk sikap orang tua terhadap anaknya dan pola asuh yang diterapkan dalam mendidik anak. Sedangkan dampak negatif yang ditakuti adalah gaya hidup Barat, yang sangat menonjolkan sif at individualistik dan bebas. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak timbulnya masalah psikososial pada remaja seperti penyalah gunaan narkotika dan obat terlarang, perilaku seks bebas dan menyimpang, kriminalitas anak, perkelahian masal (tawuran), sehingga banyak mengakibatkan kegagalan pendidikan, atau kegagalan dibidang lain. Dampak negatif era globalisasi ini lebih cepat diadopsi oleh anak- anak sehingga mereka sangat rentan terhadap pengaruh negatif globalisasi tersebut. Bagaimana semua informasi dan pengaruh asing itu agar tidak berdampak buruk? Sebagai orang tua tentu berharap mereka dapat menyaring informasi apa yang berguna yang patut dicontoh dan apa yang dapat merugikan yang harus dijauhinya. Kepandaian anak dan remaja dalam menyiasati hal tersebut tentu tidak lepas dan peran orang tua dalam memberikan pola asuh dan pendidikan yang tepat bagi anak- anaknya. Anak merupakan masa depan keluarga bahkan bangsa oleh sebab itu perlu dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berguna bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. Seharusnya perlu dipersiapkan sejak dini agar mereka mendapatkan pola asuh yang benar saat mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat, tak mudah putus asa, dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Ada tiga faktor yang berpengaruh dalam membentuk kepribadian anak yaitu: 1. Faktor Individu/Faktor bawaan : Sifat yang dibawa anak sejak lahir seperti pnyabar, pemarah, pendiam, banyak bicara, dll.

1. Faktor Pola asuh orang tua, sejak anak lahir sampai akhir masa remaja 2. Faktor lingkungan (dan luar diri anak) yang mempengaruhi proses perkembangan anak. Meliputi lingkungan rumah atau keluarganya, dan hal lain sepenti budaya, sarana dan prasarana yang tersedia. Tahapan-tahapan perkembangan psikososial Pola asuh anak harus disesuaikan dengan tahap perkembangan. Perkembangan anak sejak lahir sampai akhir masa remaja, merupakan fondasi dalam membentuk kepribadian anak. Erik Erikson menggambarkan tahapan-tahapan perkembangan yang harus dilalui seseorang dan masa anak sampai kemasa tua. Apabila tahapan-tahapan itu dapat dilalui dengan baik, maka akan tercermin dalam fungsi kepribadiannya yang matang. Tahapan perkembangan psikososial adalah : 1. Rasa percaya/aman (sense of basictrust) yang berkembang sekitar sejak lahir usia I tahun, nasa percaya ini akan mendukung anak hidup di lingkungan yang baru dengan rasa aman dan nyaman. 2. Rasa otonomi diri (sense of autonomy) yang berkembang sekitar usia 1 3 tahun, rasa otonorni diri ini mngakibatkan terbentuknya self confidence dan self awareness yang penting untuk berkembangnya anak dikemudian hari mempunyai nasa keyakinan diri (lebih percaya din). 3. Rasa mampu berinisiatif (sense of initiative) yang berkembang sekitar usia umur 3 8 tahun, rasa mampu berinisiatif itu menjadi bekal untuk terbentuknya role anticipation and role experimentation (kemampuan antisipasi dan kemampuan untuk mecoba). Tahap ini penting untuk menimbulkan keinginan dan rasa mampu berperan secara bermakna dalam masyrakat di kemudian hari. 4. Rasa mampu menghasilkan sesuatu (sense of industiy) yang berkembang sekitar usia 6 12 tahun, rasa mampu menghasilkan ini menjadi terbentuknya task identification (identifikasi peran) dan apprenticeship (keberanian untuk mengambil risiko). Pada tahap ini mempunyai peran penting untuk menimbulkan keyakinan akan kemampuannya untuk berkarya dan produktif dikemudian hari. 5. Identitas atau citra diri (sense of identity). Berkembang sekitar usia 12 18 tahun (sampai akhir masa remaja). Mengembangkan rasa identitas adalah tugas utama dan periode ini, yang bertepatan dengan masa pubertas dan masa remaja. Identitas didefinisikan sebagai karakteristik yang membentuk seseorang dan kemana tujuan mereka. Identitas yang sehat dibangun pada keberhasilan mereka melewati stadium yang lebih awal. Bagaimana keberhasilan mereka mendapatkan kepercayaan, rasa otonomi, inisiatif, dan industri mempunyai banyak pengaruh dengan perkembangan rasa identitas. Pola Asuh Pola asuh adalah kegiatan kompleks yang meliputi banyak perilaku spesifik yang bekerja sendiri atau bersama yang memiliki dampak pada anak. Tujuan utama pola asuh yang normal adalah menciptakan kontrol. Meskipun tiap orang tua berbeda dalam cara mengasuh anaknya, namun tujuan utama orang tua dalam mengasuh anak adalah sama yaitu untuk mempengaruhi, mengajari dan menaontrol anak mereka. Gaya Pola Asuh Gaya pola asuh memiliki 2 elemen penting, yaitu : parental responsiveness (respons orang tua) dan parental demandingness (tuntutan orang tua).

Parental Responsiveness (respons orang tua) Respons orang tua adalah orang tua yang secara sengaja dan mengatur dirinya sendiri untuk sejalan, mendukung dan menghargai kepentingan dan tuntutan anaknya. Parental demandingness (tuntutan orang tua) Tuntutan orang tua adalah orang tua menuntut anaknya untuk menjadi bagian dari keluarga dengan pengawasan, penegakkan disiplin dan tidak segan memberi hukuman jika anaknya tidak menuruti. Selain respons dan tuntutan, gaya pola asuh juga ditentukan oleh faktor yang ketiga, yaitu kontrol psikologis (menyalahkan, kurang menyayangi atau mempermalukan). Pembagian Pola Asuh secara Umum Secara individual, orang tua memiliki hubungan yang khas dengan anak namun para peneliti telah mengidentifikasikan 3 macam pola asuh yang umum. Ketiga pola asuh ini telah terbukti berhubungan dengan perilaku dan kepribadian anak. Pembagian 3 macam pola asuh secara umum ini dinamakan : Authoritative, Authoritarian, dan Permissive. 1. Pola asuh Authoritative/Demokrasi Pola asuh ini ditandai dengan orang tua yang memberikan kebebasan yang memadai pada anaknya tetapi memiliki standar perilaku yang jelas. Mereka memberikan alasan yang jelas dan mau mendengarkan anaknya tetapi juga tidak segan untuk menetapkan beberapa perilaku dan tegas dalam menentukan batasan. Mereka cenderung memiliki hubungan yang hangat dengan anaknya dan sensitive terhadap kebutuhan dan pandangan anaknya. Mereka cepat tanggap memuji keberhasilan anaknya dan memiliki kejelasan tentang apa yang mereka harapkan dan anaknya. Pola asuh yang paling baik adalah jenis Authoritative. Anak yang diasuh dengan pola ini tampak lebih bahagia, mandiri dan mampu untuk mengatasi stress. Mereka juga cenderung lebih disukai pada kelompok sebayanya, karena memiliki ketrampilan sosial dan kepercayaan diri yang baik. 1. Pola asuh Authoritarian/Otoriter Pola asuh ini cukup ketat dengan apa yang mereka harapkan dan anaknya dan hukuman dan perilaku anak yang kurang baik juga berat. Peraturan diterapkan secara kaku dan seringkali tidak dijelaskan secara memadal dan kurang memahami serta mendengarkan kemamuan anaknya. Penekanan pola asuh ini adalah ketaatan tanpa bertanya dan menghargai tingkat kekuasaan. Disiplin pada rumah tangga ini cenderung kasar dan banyak hukuman. Anak dan orang orang tua yang Authoritarian cenderung untuk lebih penurut, taat perintah dan tidak agresif, tetapi mereka tidak memiliki rasa percaya din dan kemampuan mengontrol dirinya terhadap teman sebayanya. Hubungan dengan orang tua tidak juga dekat. Pola asuh jenis ini terutama sulit untuk anak laki-laki, mereka cenderung untuk lebih pemarah dan kehilangan minat pada sekolahnya lebih awal. Anak dengan pola asuh ini jarang mendapat pujian dan orang tuanya sehingga pada saat mereka tumbuh dewasa, mereka cenderung untuk melakukan sesuatu karena adanya imbalan dan hukuman, bukan karena pertimbangan benar atau salah. 1. Pola asuh Permissive/Permisif Orang tua pada kelompok ini membiarkan anaknya untuk menampilkan dirinya dan tidak membuat aturan yang jelas serta kejelasan tentang perilaku yang mereka harapkan. Mereka seringkali

menenima atau tidak peduli dengan perilaku yang buruk. Hubungan mereka dengan anaknya adalah hangat dan menerima. Pada saat menetukan batasan, mereka mencoba untuk memeberikan alasan kepada anaknya dan tidak menggunakan kekuasaan untuk mencapai keinginan mereka. Hasil pola asuh dan orang tua permisif tidak sebaik hasil pola asuh anak dengan orang tua Authoritative. Meskipun anak-anak ini terlihat bahagia tetapi mereka kurang dapat mengatasi stress dan akan marah jika mereka tidak memperoleh apa yang mereka inginkan. Anak-anak ini cenderung imatur. Mereka dapat menjadi agresif dan dominant pada teman sebayanya dan cenderung tidak berorientasi pada hasil. Meskipun hasil penelitian cukup jelas, tetapi perilaku manusia tidaklah hitam putih. Hampir semua orang tua melakukan ketiga jenis pola asuh ini. Bagaimana cara mengasuh Mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik dan ketika dewasa menjadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab. Mengasuh anak bukanlah dimulai saat anak dapat berkomunikasi dengan baik, tetapi dilakukan sendiri mungkin (sejak lahir). Cara mengasuh anak sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak yaitu : 1. 1. Sejak lahir sampai 1 tahun Dalam kandungan, anak hidup serba teratur, hangat, dan penuh penlindungan. Setelah dilahinkan, anak sepenuhnya bengantung terutama pada ibu atau pengasuhnya. Pada masa ini anak perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya. Pencapaian pada tahap ini untuk mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya. Bila nasa percaya tak didapat, maka timbul rasa tak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum bisa bercakap-cakap untuk menyampaikan keingmnannya, ia menangis untuk menarik perhatian orang. Tangisannya menunjukkan bahwa bayi membutuhkan bantuan. Ibu harus belajar mengerti maksud tangisan bayi. Keadaan dimana saat bayi membutuhkan bantuan, dan mendapat respon yang sesuai akan menimbulkan rasa percaya dan aman pada bayi. ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. Dengan pemberian ASI seorang bayi akan didekap ke dada sehingga merasakan kehangatan tubuh ibu dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya. Segala hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam hubungan ibu anak pada tahap ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan rasa percaya dan rasa aman. 1. 2. Usia 1 3 tahun Pada tahap ini umumnya anak sudah dapat berjalan. Ia mulai menyadari bahwa gerakan badannya dapat diatur sendiri, dikuasai dan digunakannya untuk suatu maksud. Tahap ini merupakan tahap pembentukan kepercayaan diri. Pada tahap ini, akan tertanam dalam diri anak perasaan otonomi diri, makan sendiri, pakai baju sendiri dll. Orang tua hendaknya mendorong agar anak dapat bergerak bebas, menghargai dan meyakini kemampuannya. Usahakan anak mau bermain dengan anak yang lain untuk mengetahui aturan permainan. Hal ini jadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri di kemudian hari. 1. 3. Usia 3 6 tahun (prasekolah) Tahap ini anak dapat meningkatnya kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan, anak mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya.

Anak bersifat ingin tahu, banyak bertanya, dan meniru kegiatan sekitarnya, libatkan diri dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu tapi tidak mementingkan hasilnya, mulai melihat adanya perbedaan jenis kelamin kadang-kadang terpaku pada alat kelaminnya sendiri. Pada tahap ini ayah punya peran penting bagi anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang pada ibunya dan anak perempuan lebih sayang pada ayahnya. Melalui peristiwa ini anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati, bersaing, memiliki, dll. Ia dapat pula mengalami perasaan takut dan cemas. Pada masa ini, kerjasama ayah-ibu amat penting artinya. 1. 4. Usia 6 12 tahun Pada usia ini teman sangat penting dan ketrampilan sosial mereka semakin berkembang. Hubungan mereka menjadi lebih baik dalam berteman, mereka juga mudah untuk mendekati teman baru dan menjaga hubungan pertemanan yang sudah ada. Pada usia ini mereka juga menyukai kegiatan kelompok dan petualangan, keadaan ini terjadi karena terbentuknya identifikasi peran dan keberanian untuk mengambil risiko. Orang tua perlu membimbing mereka agar mereka memahami kemampuan mereka yang sebenarnya dan tidak melakukan tindakan yang berbahaya. Anak pada usia ini mulai tertarik dengan masalah seks dan bayi, sehingga orang tua perlu untuk memberikan informasi yang dianggap sensitive ini secara Dalam perkembangan ketrampilan mentalnya, mereka dapat mempertahankan keteratrikannya dalam waktu yang lama dan kemampuan menulis mereka baik. Anak pada usia ini seringkali senang membaca buku ilmu pengetahuan atau CD ROM. Mereka menikmati mencari dan menemukan informasi yang menarik minat mereka. Anak mulai melawan orang tuanya, mereka menjadi suka berargumentasi dan tidak suka melakukan pekerjaan rumah. Orang tua perlu secara bijaksana menjelaskann pada mereka tugas dan tanggung jawabnya. Keberhasiln pada masa kanak akhir terlihat, jika mereka dapat berkarya dan produktif dikemudian han. 1. 5. Usia 12 18 tahun Masa remaja bervariasi pada setiap anak, tapi pada umumnya berlangsung antara usia 11 sampai 18 tahun. Di dalam masa remaja pembentukan identitas diri merupakan salah satu tugas utama, sehingga saat masa remaja selesai sudah terbentuk identitas diri yang mantap. Pertanyaan yang sering pada masa remaja saat pembentukan identitas diri adalah : siapakah saya?, serta : kemanakah arah hidup saya? Jika masa remaja telah berakhir dan pertanyaan itu tidak dapat dijawab dan diselesaikan dengan baik, dapat terjadi apa yang dinamakan : krisis identitas, pada krisis identitas terjadi dapat menimbulkan kebingungan/kekacauan identitas dirinya. Unsur-unsur yang memegang peran penting dalam pembentukan identitas diri adalah : pembentukan suatu rasa kemandirian, peran seksual, identifikasi gender, dan peran sosial serta perilaku. Berkembangnya masa remaja terlihat saat Ia mulai mengambil berbagai macam nilai-nilai etik, baik dan orang tua, remaja lain dan ia menggabungkannya menjadi suatu sistem nilai dan dirinya sendiri.

Pada masa remaja, numah merupakan landasan dasar (base), sedangkan dunianya adalah sekolah maka bagi remaja hubungan yang paling penting selain dengan keluarganya adalah dengan teman sebaya. Pengertian dari rumah sebagai landasan dasar adalah, anak dalam kehidupan seahari-hani tampaknya ia seolah-olah sangat bergantung kepada teman sebayanya, tapi sebenarnya Ia sangat membutuhkan dukungan dan orang tuanya yang sekaligus harus berfungsi sebagai pelindung di saat ia mengalami krisis, baik dalam dirinya atau karena faktor lain. Pada masa ini penting sekali sikap keluarga yang dapat berempati, mengerti, mendukung, dan dapat bersikap komunikatif dua anak dengan sang remaja dalam pembentukan identitas diri remaja itu. Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah dalam suatu identias diri. Keberhasilan yang diperoleh atau kegagalan yang dialami dalam proses pencapaian kemandirian merupakan pengaruh dari fase-fase perkembangan sebelumnya. Kegagalan keluarga dalam memberikan bantuan/dukungan itu secara memadai, akan berakibat dalam ketidak mampuan anak untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan emosinya. Sedangkan keberhasilan keluarga dalam pembentukan remaja telah mengambil nilai-nilai etik dari orang tua dan agama, ia mengambil nilainilai apa yang terbaik bagi dia dan masyanakat pada umumnya. Jadi penting bagi onang tua untuk memberi teladan yang baik bai remaja, dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tapi orang tua sendiri tidak berbuat demikian Kesimpulan Dan apa yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pola asuh penting untuk diperhatikan. Pola asuh yang paling baik adalah jenis authoritative/ demokrasi, anak dengan pola asuh ini tampak lebih bahagia, mandiri, mampu untuk mengatasi stress, memiliki ketrampilan sosial dan mempunyai kepercayaan diri yang baik. Dengan mendapatkan pola asuh yang baik dan tepat dapat membentuk kepribadian yang kuat pada seseorang. Kepribadian yang kuat menjadikan anak dan remaja siap menghadapi pengaruh lingkungan dan mengambil nilai-nilai etik yang positif sehingga anak dan remaja mampu produktif dan didasari oleh kepribadian yang sehat (kemampuan remaja untuk bertahan terhadap pengaruh negatif lingkungan). Kepribadian yang sehat ini dapat mencegah timbulnya berbagai masalah psikososial pada dirinya, antara lain masalah seks bebas, penyalahgunaan zat dan obat terlarang, dll.

A. Konsep Keluarga 1. 1. Pengertian Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling tergantung.(Depkes RI, 1988). Keluarga adalah dua orang atau lebih yang bergabung karena ikatan tertentu untuk berbagi pengalaman dan pendekatan emosional serta mengodentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.(Friedman, 1998). 1. 2. Tipe/Bentuk Keluarga Dalam masyarakat ditemukan tipe/bentuk keluarga: 1. Keluarga Inti (Nuclear Family) : keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anakanak. 2. Keluarga Besar (Extended Family) : keluarga inti ditambah sanak saudara misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi, dsb.

3. Keluarga Berantai (Serial Family) : keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti. 4. Keluarga Duda/Janda (Single Family) : keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian. 5. Keluarga Berkomposisi (Composite) : keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama-sama. 6. Keluarga Kabitas (Cahabitation): dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga. 7. 3. Peran Keluarga Peran keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal yang berhubungan dengan posisi dan situasi tertentu. Berbagai peran ayng terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1. Peran ayah sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala rumah tangga, anggota dari kelompok sosialnya dan anggota masyarakat. 2. Peran ibu sebagai isteri, ibu dari anaknya, mengurus rumah tangga, pengasuh, pendidik dan pelindung bagi anak-anaknya, anggota kelompok social dan anggota masyarakat serta berperan sebagai pencari nafkah tambahan bagi keluarga. 3. Peran anak-anak sebagai pelaksana peran psikososial sesuai dengan tingkat perkembangan baik fisik, mental dan spiritual. 4. 4. Fungsi Keluarga Fungsi dari keluarga adalah memenuhi kebutuhan anggota individu keluarga dan masyarakat yang lebih luas, fungsi keluarga adalah: 1.

a. Fungsi Afektif

Merupakan suatu basis sentral bagi pembentukan dan kelangsungan keluarga. Kebahagiaan keluarga diukur dengan kekuatan cinta keluarga. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak kegembiraan dan kebahagiaan seluruh anggota keluarga, tiap anggota keluarga mempertahankan hubungan yang baik. 1.

b. Fungsi Sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Proses sosialisasi dimulai sejak lahir. Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar sosialisasi. Anggota keluarga belajar disiplin, belajar tentang norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga. 1.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. 1.

d. Fungsi Ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.

1.

e. Fungsi Perawatan Kesehatan

Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu mencegah terjadi gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kesanggupan keluarga untuk melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan, memberikan perawatan, memelihara lingkungan dan menggunakan fasilitas kesehatan. B. Tahap Perkembangan Keluarga Perkembangan keluarga adalah proses perubahan dari sistem keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu meliputi perubahn interaksi dan hubungan di antara keluarga dari waktu ke waktu. Perkembangan ini terbagi dalam beberapa tahapan, setiap tahapan memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui denagn sukses. Menurut Duvall (1977) siklus kehidupan keluarga terdiri dari 8 tahapan yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada setiap tahapan perkembangannya. Adapun 8 tahapan perkembangan tersebut adalah: 1. Tahap 1 keluarga pemula: dimulai saat individu membentuk keluarga melalui perkawinan. Tugas perkembangan: 1. Membina hubungan intim yang memuaskan kehidupan baru. 2. Membina hubungan dengan teman lain, keluarga lain. 3. Membina keluarga berencana. Masalah kesehatan: masalah

seksual, peran perkawinan, kehamilan yang

kurang direncanakan.
1. Tahap 2 keluarga dengan kelahiran anak pertama: dimulai sejak anak pertama lahir sampai berusia 30 bulan. Tugas perkembangan: 1. Perubahan peran menjadi orang tua. 2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga. 3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangannya. Masalah kesehatan: pendidikan

meternitas, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi, tumbuh kembang dan lain-lain.
1. Tahap 3 keluarga dengan anak pra sekolah: dimulai anak pertama berusia 2,5 tahun sampai dengan 5 tahun. Tugas perkambangan: 1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga. 2. Membantu anak bersosialisasi, beradaptasi dengan lingkungan. 3. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir sementara kebutuhan anak yang lain juga harus dipenuhi.

4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik di dalam maupun di luar keluarga. 5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak-anak. 6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga. 7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak. Masalah kesehatan: 1. a. Masalah kesehatan fisik: penyakit menular pada anak. 2. b. Masalah kesehatan psikososial: hubungan perkawinan, perceraian. 3. c. Persaingan antara kakak adik. 4. d. Pengasuhan anak. 5. Tahap 4 keluarga dengan anak usia sekolah: dimulia saat anak pertama berusia 6 tahun samapi 13 tahun. Tugas perkembangan: 1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan. 2. Mempertahankan hubungan perkawinan bahagia. 3. Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat. 4. Meningkatkan komunikasi terbuka. 5. Tahap 5 keluarga dengan anak remaja: dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun sampai 19-20 tahun. Tugas perkembangan: 1. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, meningkatkan otonominya. 2. Mempererat hubungan yang intim dalam keluarga. 3. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dn orang tua. 4. Perubahan sistem peran dan peraturan tumbuh kembang keluarga. Masalah kesehatan: penyalahgunaan obat-obatan dan penyakit jantung. 1. Tahap 6 keluarga dengan anak dewasa: dimulai saat anak pertama meninggalkan rumah sampai anak terakhir, lamanya tergantung dengan jumlah anak atau banyaknya anak belum menikah dan tinggal dalam rumah: Tugas perkembangan: 1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar. 2. Mempertahankan keintiman pasangan. 3. Membantu orang tua yang sedang sakit dan memasuki masa tua 4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat 5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga Masalah kesehatan: 1. a. Masa komunikasi dewasa muda 2. b. Transisi peran suami istri. 3. c. Memberi perawatan. 4. d. Kondisi kesehatan kronis 5. e. Masalah menopause

dengan orang tua tidak lancar.

6. f. Efek dari obat-obatan, merokok, diet dan lain-lain. 7. Tahap 7 keluarga dengan usia pertengahan: dimulai saat anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiunan atau salah satu pasangan meninggal. Tugas perkembangan: 1. Mempertahankan kesehatan. 2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak. 3. Meningkatkan keakraban pasangan. Masalah kesehatan: 1. a. Promosi kesehatan. 2. b. Masalah hubungan dengan perkawinan. 3. c. Komunikasi dan hubungan dengan anak cucu dan lain-lain. 4. d. Masalah hubungan dengan perawatan. 5. Tahap 8 keluarga dengan usia lanjut: dimulai salah satu meninggal atau pension sampai dengan dua-duanya meninggal.

POLA ASUH ANAK

Menurut Brofenbenner, konteks sosial dimana anak tinggal akan banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak. Nah, keluarga merupakan agen sosialisasi yang pertama kali dikenal oleh anak sehingga tak perlu dipertanyakan lagi, bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak jelas memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan si anak tersebut.

Beberapa orang tua selalu siap mendukung anak mereka. Orang tua lainnya selalu menyalahkan anak dalam setiap hal yang mereka lakukan. Beberapa anak memiliki orang tua yang selalu menekan anaknya untuk melakukan apa yang mereka inginkan, anak lainnya memiliki orang tua yang mau mendengarkan pendapat mereka. Ya, anak-anak tumbuh dan berkembang di kondisi keluarga yang berbeda-beda. Kondisi yang berbeda-beda inilah yang memberikan perbedaan antara anak yang satu dengan yang lain. Apakah ada cara terbaik dalam mengasuh anak? Seorang pakar parenting, Diana Baumrind, menyatakan ada! Ia mengatakan bahwa orang tua tidak boleh terlalu menghukum anak atau terlalu mengabaikan anak. Diana Baumrind mengatakan ada empat bentuk pola pengasuhan : 1. Authoritarian parenting adalah pola asuh yang bersifat membatasi dan menghukum. Orang tua yang mengasuh anaknya dengan pola ini selalu memerintahkan anaknya untuk mengikuti segala yang mereka katakan tanpa memberi kesempatan anak untuk mengutarakan pendapat mereka. Orang tua selalu mengambil alih atas apa yang harus dilakukan anak sehingga anak-anak dari orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung tidak kompeten secara sosial. Mereka cenderung cemas menghadapi situasi sosial, tidak bisa mengambil keputusan bertindak dengan cepat, dan kemampun berkomunikasi yang buruk. 2. Authoritative parenting adalah pola asuh yang memberi kebebasan pada anak tetapi masih dalam batasan atau kontrol dari orang tua. Anak bebas mengutarakan pendapatnya pada orang tua dan orang tua pun bersifat membimbing dan mendukung. Anak-anak dari orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung kompeten secara sosial. Mereka cenderung bisa mandiri, tidak cepat puas, dan memperlihatkan harga diri yang tinggi. Diana Baumrind mendukung pola asuh ini karena hasil pola asuh yang positif ini. 3. Neglectful parenting adalah pola asuh dimana orang tua tidak terlibat secara aktif terhadap kehidupan anaknya. Anak bebas bertindak sesuai yang diinginkannya tanpa ada batasan atau kontrol dari orang tua. Orang tua yang mengasuh anaknya dengan pola ini juga mengabaikan apa yang dilakukan anaknya dan anak-anak dari orang tua ini pun menganggap aspek lain dari kehidupan orang tuanya lebih penting dari pada kehidupan anak tersebut.

Anak-anak dari orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung tidak kompeten secara sosial. Mereka cenderung kurang bisa mengontrol diri, kurang mandiri, dan mempunyai hasrat berprestasi yang rendah. 4. Indulgent parenting adalah pola asuh dimana orang tua sangat aktif dalam kehidupan anaknya tetapi sedikit sekali memberikan batasan atau kontrol terhadap perilaku anak. Orang tua yang mengasuh anaknya dengan pola ini membiarkan anak untuk melakukan apa yang diinginkannya dan memberi kebebasan pada anak untuk meraih tujuannya. Orang tua ini beranggapan bahwa dengan cara ini, anak akan menjadi kreatif dan percaya diri. Anak dengan pola asuh ini cenderung tidak bisa mengontrol perilakunya sendiri.
Pola asuh anak usia dini Anak usia dini adalah masa-masa yang butuh perhatian dan kasih sayang total dari kedua orangtuanya.Apabila anak diasuh dengan pola asuh demokratis maka tumbuh kembang anak akan lebih baik. Karena jika pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anaknya demokratis anak akan cenderung bebas melakukan aktivitas pembelajaran dalam dirinya tetapi bertanggungjawab akan akibat yang akan diterima kelak,pemberani, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi,tidak tergantung kepada orangtuanya karena dia akan mencoba melakukan aktivitasnya sendiri dengan pengawasan orangtuanya yang selalu memberikannya kebebasan beraktivitas tetapi tetap diarahkan orangtuanya,berani mengungkakpkan pendapat,riang gembira,sebaliknya jika pola asuh orangtua kepada anaknya otoriter anak akan cenderung takut untuk melakukan sesuatu untuk perkembangannya yang lebih baik karena apapun aktivitas anak selalu dikekang dan orangtua terlalu takut membebaskan anaknya beraktivitas. Anak akan cenderung penakut, tidak percaya diri, tergantung kepada orangtua,cenderung pendiam,pemurung,tidak mudah tersenyum gembira.Usahakan agar anak menikmati kehangatan kasih sayang dan rasa aman yang cukup ketika berada dalam rumah. Selain itu, jika menghadapi anak yang

suka berbohong, orangtua harus introspeksi diri dan harus mengubah cara dalam menjatuhkan hukuman. Bila terlalu keras dan diktator akan membuat anak semakin suka berbohong supaya terhindar dari hukuman. Beberapa akhli psikologi pendidikan menyampaikan bahwa untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, memulainya harus dari pendidikan anak usia dini, oleh karena itu penting mempelajari pola perkembangan anak. Kebanyakan waktu anak diisi oleh berbagai kegiatan untuk mengembangkan potensi dirinya, yang cenderung bersifat akademis seperti sekolah, les atau bimbingan belajar. Atau ada juga orangtua yang mengikutsertakan anak ke berbagai les di luar bidang akademis, tapi mungkin tidak sesuai dengan minat anak. Beruntungnya jika orangtua masih bisa sampai rumah pada sore hari. Namun, jika hal itu tidak terjadi, maka jalan satu-satunya adalah dengan melakukan aktivitas pada saat hari libur. Maka tidak heran jika banyak anak yang tertekan karena tuntutan orangtua. Padahal yang juga mereka butuhkan adalah bermain.Bermain adalah salah satu cara bagi anak untuk belajar dan merasakan pengalaman yang baru. Bermain akan mengasah kecerdasan mental, fisik, maupun sosial anak dalam memahami nilai-nilai kehidupan. Biarkan anak memilih permainannya. Bisa dengan permainan yang tidak diarahkan (bebas), di sini anak belajar untuk bernegosiasi, bekerja sama, berbagi dan menyelesaikan konflik. Bisa permainan yang diputuskan sendiri oleh anak, di sini anak belajar untuk memutuskan suatu pilihan, bergerak sesuai iramanya sendiri, menentukan minatnya, berperan penuh untuk mencapai tujuannya.Secara fisik pun anak menjadi lebih aktif dan lebih sehat.Disarankan bagi orangtua untuk memberikan permainan yang kreatif jika permainan dilakukan di dalam rumah. Selain itu, sebaiknya bermain pun tidak hanya dilakukan bersama anak saja, juga bersama orangtua. Bila orangtua ikut bermain bersama anak, maka orangtua dapat semakin memahami bagaimana sudut pandang anak terhadap berbagai hal.Anak juga menjadi merasa diperhatikan oleh orangtua, dan ini adalah modal yang tak

ternilai dalam meningkatkan kualitas kedekatan orangtua dan anak, tuturnya.Lewat bermain, orangtua bisa mengembangkan komunikasi yang lebih baik dengan anak, memberikan bimbingan dengan cara yang menyenangkan. Orangtua bisa benar-benar terlibat dengan anak mereka.Bermain bersama orangtua juga dapat menenangkan anak, terutama untuk anak yang sulit beradaptas

Anda mungkin juga menyukai