Anda di halaman 1dari 19

PROSES ADAPTASI PSIKOLOGI PADA ANAK SESUAI

PERKEMBANGAN

1. Alfira Dwi Verdiana (30716576)


2. Astri Susi Sulastri (31716162)
3. Fitri Fauziah (32716890)
4. Muthia Suci Triyani (35716178)
5. Octafiani (35716658)
6. Rahma Kartika (35716984)
7. Rozita Sasa Maylani (36716697)
8. Shinta Fitria. O (37716018)
9. Siti Patimah (37716103)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


UNIVERSITAS GUNADARMA
2017
PROSES ADAPTASI PADA BAYI DAN ANAK Commented [u1]: Judul cetak tebal

A. PROSES ADAPTASI PSIKOLOGIS BAYI, BALITA DAN ANAK


Dalam masa hidupnya manusia akan selalu mengalami perubahan Commented [u2]: Pembukaan kalimat tidak menggunakan kata
sambung
diantaranya perubahan struktur maupun fungsi, karena itu perubahan ini tergantung
pada hal-hal yang dialami sebelumnya dan akan mempengaruhi hal-hal yang terjadi
sesudahnya.

Dalam konteks psikologi ada 2 (dua) macam perubahan, yaitu: Commented [u3]: Pembukaan kalimat tidak menggunakan kata
sambung

1. Pertumbuhan, diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif (Soemantri,


2005). Pendapat tersebut memperkuat pernyataan Monks, dkk (1998) bahwa
pertumbuhan, khusus dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya
ukuran badan dan fungsi fisik yang murni. Dari dua pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa sifat dari pertumbuhan adalah evolutif.
2. Perkembangan, diartikan sebagai suatu proses ke arah yang lebih sempurna,
dan tidak begitu saja dapat diulang kembali (Monks, dkk, 1998). Pendapat ini Commented [u4]: Jik dalam satu sumber maka ditulis satu saja
diakhir kalimat yang dikutip
searah dengan Werner (dalam Monks, dkk., 1998) yang menyatakan
perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat
diputar kembali. Lebih lanjut Monks, dkk (1998) menjelaskan bahwa
perkembangan lebih dapat mencerminkan sifat yang khas mengenai gejala
psikologis yang muncul. Sedangkan Soemantri (2005) berpendapat,
perkembangan adalah perubahan kualitatif, yaitu perubahan progressive, dan
teratur. Adapun Santrock (2007) memberikan pendapat yang lebih mendasar,
yaitu bahwa perkembangan adalah pola perubahan yang dimulai sejak
pembuahan dan berlanjut sepanjang rentang hidup. Disini Santrock
mendefinisikan perkembangan tidak hanya dalam konteks evolusi, tetapi juga
involusi.
Berdasar uraian di atas, maka perkembangan psikologi merupakan suatu proses
yang dinamis, yang dalam proses tersebut sifat individu dan sifat lingkungan
menentukan tingkah laku apa yang akan menjadi actual dan terwujud, dimana
dalam proses tersebut setiap individu memerlukan adanya adaptasi.
1. Tahap Adaptasi
Pieter (2011) mengatakan bahwa, adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri
seseorang yang berlangsung terus-menerus untuk memenuhi segala
kebutuhannya dengan tetap memelihara hubungan harmonis pada situasi
lingkungannya. Tahapan adaptasi antara lain :
a. Adaptif
Menurut Mansur (2011: 12) mengatakan bahwa “Manusia sebagai makhluk
hidup mempunyai daya upaya untuk menyesuaikan diri secara aktif maupun
pasif. Pada dasarnya seseorang secara aktif melakukan penyesuaian diri bila
keseimbangannya terganggu. Manusia akan merespon dari tidak seimbang
menjadi seimbang. Ketidakseimbangan tersebut ditimbulkan frustasi dan
konflik.”
b. Frustasi
Dalam mencapai tujuan, seseorang terkadang justru mengalami kendala
sehingga tujuan tersebut gagal dicapai. Hal tersebut akan menyebabkan
kecewa atau frustasi. Ini berarti bahwa frustasi timbul karena adanya
Iblocking dari perilaku yang disebabkan adanya kendala yang
menghadangnya.
c. Konflik
Salah satu sumber frustasi adalah adanya konflik antara beberapa motif
dalam diri individu yang bersangkutan. Motif-motif itu tidak dapat
dikompromikan satudengan yang lain, tetapi harus mengambil pilihan dari
bermacam-macam motif tersebut. Keadaan ini dapat menimbulkan konflik
dalam diri individu yang bersangkutan.
d. Maladaptif
Frustasi dan konflik yang terjadi pada individu merupakan sumber atau
penyebab stres psikologis. Dengan demikian, individu harus melakukan
adaptasi dengan menggunakan Mekanisme Mempertahankan Ego.
Mekanisme pertahanan ego antara lain:
1) Rasionalisasi (berpikir rasional)
2) Menarik diri
3) Identifikasi
4) Regresi
5) Kompensasi
6) Represi
7) Mengisar

2. Proses Adaptasi Psikologis pada Masa Bayi


Masa bayi berlangsung selama dua tahun pertama kehidupan setelah
periode bayi baru lahir selama dua minggu.
Masa bayi neonatal merupakan masa terjadinya penyesuaian radikal. Ini
adalah suatu peralihan dari lingkungan (kandungan) ke lingkungan luar.
Seperti halnya semua peralihan, hal itu memerlukan penyesuaian.
Penyesuaian diri radikal pada bayi neonatal antara lain:
a. Menyesuaikan terhadap perubahan suhu.
b. Menyesuaikan diri terhadap cara bernafas.
c. Menyesuaikan diri terhadap pola makan.
d. Menyesuaikan diri terhadap sistem ekresi. Commented [u5]: Penjelasan dari masing-masing adaptasi

Kemudian beralih kemasa terhentinya perkembangan untuk sementara


waktu kira-kira 1 minggu, seperti berkurangnya berat badan dan selalu sakit-
sakitan. Pada akhir periode neonate perkembangan dan kesehatan bayi akan
berjalan seperti semula. Sebenarnya terhentinya perkembangan dan
pertumbuhan bayi tersebut merupakan ciri khas dari periode neonatal dan
dianggap normal.

Setelah mengalami penyesuaian tahap neonatal bayi mengalami periode


babyhood secara umum adalah usia 2 minggu hingga 2 tahun. Periode
babyhood merupakan dasar pembentukan sikap, perilaku dan pola ekspresi.
Adanya ketidakmampuan penyesuaian diri pada masa dewasa merupakan efek
pengalaman periode babyhood dan masa kana-kanak yang kurang baik. Pada
periode babyhood ini bayi sudah memahami senyum, merangkak dan berdiri.
Selain itu bayi senang memegang mainan dengan kedua tangannya sembari
melihat kesana-kemari dan berusaha untuk mencari-cari suara atau musik yang
didengarnya. Bayi juga sudah mampu membedakan suara ibunya dengan suara
orang lain. Pada akhir periode babyhood bayi seringkali takut didekati orang
yang tidak dikenalnya namun bayi akan merasa senang dengan anak lain.
Kemudian bayi biasanya akan selalu menolak untuk ditidurkan, karena mereka
lebih suka menghabiskan waktunya dengan bermain. (Bethsaida & Herri,
2012)

3. Proses Adaptasi Psikologis pada Masa Balita


Sebagian besar orang tua memandang masa balita sebagai usia yang
mengandung masalah atau usia sulit, dengan munculnya masalah perilaku
anak. Sebenarnya pada masa ini adalah masa dimana anak mempelajari dasar-
dasar perilaku sosial untuk persiapan penyesuaian diri pada masa selanjutnya.
Masa ini disebut juga sebagai usia menjelajah, dimana anak belajar menguasai
dan mengendalikan lingkungan. Salah satu caranya untuk menjelajah
lingkungan ialah dengan sering bertanya kepada orang-orang terdekatnya.
Anak-anak pada usia ini juga sering meniru tindakan dan pembicaraan orang
lain.
Orang tua hendaknya memahami proses adaptasi psikologi pada masa balita
karena pada masa ini perkembangan balita sangat pesat dengan ditandai oleh
hal-hal kreatif yang dilakukan oleh balita tersebut.
4. Proses Adaptasi pada Masa Anak-Anak
Menurut teori Vygotsky, anak secara aktif menciptakan pengalaman mereka
sendiri. Vygotsky memberikan peran yang lebih penting pada interaksi sosial
dan budaya dalam perkembangan kognitif anak. Dengan kata lain,
perkembangan kognitif anak sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari
aktivitas sosial dan budaya. Vygotsky percaya bahwa perkembangan
ingatan/memori, atensi, dan penalaran, mencakup belajar menggunakan
penemuan masyarakat seperti bahasa, sistem matematis, dan strategi ingatan.
Menurut teori ini, pengetahuan tidak dihasilkan dari dalam diri individu,
melainkan dibangun melalui interaksi dengan orang lain dan benda budaya,
seperti buku. Ini menunjukkan bahwa pemahaman dapat ditingkatkan melalui
interaksi dengan orang lain dalam aktivitas yang kooperatif (Santrock, 2002
dan 2008). Lebih lanjut Vygotsky (Santrock, 2002 dan 2008) menegaskan
bahwa secara aktif anak-anak menyusun pengetahuan dan mengembangkan
konsep-konsep mereka secara sistematis, logis dan rasional yang diperoleh dari
koneksi-koneksi sosial dengan orang lain yang kompeten. Jadi dalam teori
Vygotsky orang lain dan bahasa, memegang peranan penting dalam
perkembangan kognitif anak. Interaksi sosial anak dengan orang dewasa yang
lebih terampil dan teman sebaya, akan meningkatkan perkembangan
kognitifnya. Melalui interaksi ini pula anggota masyarakat yang kurang
terampil dapat belajar dari anggota masyarakat lain untuk beradaptasi dan
berhasil di masyarakat yang lebih luas.
Selain itu juga pada masa anak- anak ada fase yang dinamakan
perkembangan emosi, fase ini merupakan peranan yang sangat penting dalam
perkembangan anak, antara lain (Hurlock, 1991, Soemantri, 2005, Santrock,
2008):
1. Emosi menimbulkan kesenangan terhadap pengalaman sehari-hari (after
effect: efek yang dirasakan anak sesudah mengalami suatu kejadian).
2. Emosi mempersiapkan tubuh anak untuk memberikan reaksi-reaksi
fisiologis yang menyertai emosi yang dialami.
3. Ketegangan emosi menyebabkan terganggunya ketrampilan motorik,
misalnya: anak menjadi gugup, gagap, dsb.
4. Emosi juga dapat berperan sebagai bentuk komunikasi. Artinya ketika
seorang anak menunjukkan emosinya melalui ekspresi maupun reaksi-
reaksi fisik, maka disitu anak menyampaikan perasaannya kepada orang
lain.
5. Emosi merupakan sumber penilaian sosial dan penilaian diri. Cara individu
mengekspresikan emosinya akan mempengaruhi penilaian sosial yang pada
gilirannya akan mempengaruhi penilaian diri.
6. Emosi mempengaruhi aktivitas mental secara umum. Ketika seseorang
mengalami kondisi emosi yang tidak menyenangkan, maka sangat
memungkinkan akan terjadi penurunan prestasi, begitu juga sebaliknya.
7. Emosi mempengaruhi pandangan seseorang terhadap kehidupan. Bila
seorang anak lebih sering mengalami emosi yang menyenangkan (misalnya:
affection, happiness, dll), maka pandangan anak tentang kehidupan positif,
sehingga hal ini dapat mempengaruhi kemampuan penyesuaian
diri/kemampuan untuk berinter-aksi dengan orang lain.
8. Respon emosional yang terus menerus akan menjadi kebiasaan/habit.
ekspresi emosi yang dilakukan berulang-ulang, akan menjadi kebiasaan
anak.
9. Emosi membekas pada ekspresi wajah dan mewarnai tingkah laku
seseorang. Ketika seseorang mengalami emosi gembira, maka kondisi
tersebut akan terpancar pada ekspresi wajahnya.
10. Emosi mempengaruhi iklim psikologis lingkungan sekelilingnya.

B. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN


PSIKOLOGIS
Pola perkembangan dapat dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi di dalam
diri si anak itu sendiri, ataupun oleh keadaan atau kondisi di luar si anak. Secara
umum perkembangan anak selama masa perkembangannya akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang terangkum dalam dua faktor yakni faktor internal dan faktor
eksternal.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah segala sesuatu yang ada dalam diri individu yang
keberadaannya mempengaruhi dinamika perkembangan. Termasuk ke dalam
faktor-faktor internal tersebut adalah faktor jasmaniah, faktor psikologis, dan
faktor kematangan fisik (genetic) dan psikis, maupun perbedaan ras/etnik.
2. Faktor Eskternal
Faktor eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar diri individu
yang keberdaannya mempengaruhi terhadap dinamika perkembangan. Yang
termasuk faktor eksternal antara lain: faktor sosial, faktor budaya, faktor
lingkungan fisik, dan faktor lingkungan non fisik.
Dengan demikian perkembangan tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor
saja, melainkan dari banyak faktor yang saling berhubungan dan saling
bergantung. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan individu :
a. Faktor Keturunan bagi Perkembangan
Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu
adalah keturunan yang merupakan pembawaan sejak lahir. Berbeda
dengan faktor lingkungan, faktor keturunan pada umumnya cenderung
bersifat kodrati yang sulit untuk dimodifikasi. Commented [u6]: Gunaakan rata tengah untuk semua
paragraph agar penulisan rapi
Ada beberapa asas tentang keturunan, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Asas Reproduksi
Menurut asas ini, kecakapan (achievement) dari masing-
masing ayah atau ibunya tidak dapat diturunkan kepada anak-
anaknya. Sifat-sifat atau ciri-ciri perilaku yang diturunkan orang
tua kepada anaknya hanyalah bersifat reproduksi, yaitu
memunculkan kembali mengenai apa yang sudah ada pada hasil
perpaduan benih saja, dan bukan didasarkan pada perilaku
orang tua yang diperolehnya melalui hasil belajar atau hasil
berinteraksi dengan lingkungannya.
2) Asas Variasi
Penurunan sifat pembawaan dari orang tua kepada anak-
anaknya akan bervariasi, baik mengenai kuantitas maupun
kualitasnya. Hal ini karena pada waktu terjadinya pembuahan,
komposisi gen berbeda-beda, baik yang berasal dari ayah
maupun ibu. Oleh karena itu, didapati beberapa perbedaan sifat
dan ciri-ciri perilaku individu dari orang yang bersaudara,
walaupun berasal dari ayah dan ibu yang sama.
3) Asas Regresi Filial
Terjadi penyurutan sifat atau ciri perilaku dari kedua orang
tua pada anaknya yang disebabkan oleh gaya arik menarik
dalam perpaduan pembawaan ayah dan ibunya, sehingga
didapati sebagian kecil dari sifat-sifat ayahnya dan sebagian
kecil pula dari sifat-sifat ibunya. Perbandingan mana yang lebih
besar antara sifat-sifat ayah dan ibunya? Ini sangat bergantung
kepada daya kekuatan tarik menarik dari masing-masing sifat
keturunan tersebut.
4) Asas Jenis Menyilang
Menurut asas ini, apa yang diturunkan oleh masing-masing
orang tua kepada anak-anaknya mempunyai sasaran menyilang
jenis. Seorang anak perempuan akan lebih banyak memiliki
sifat-sifat dan tingkah laku ayahnya, sedangkan anak laki-laki
akan lebih banyak memiliki sifat dan tingkah laku ibunya.
5) Asas Konformitas
Berdasarkan asas ini, seorang anak akan lebih banyak
memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri tingkah laku yang diturunkan
oleh kelompok rasnya atau suku bangsanya.
b. Faktor Keluarga bagi Perkembangan
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama
bagi perkembangan individu. Sejak kecil, anak tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan keluarga. Dalam hal ini, peranan
orang tua menjadi amat sentral dan sangat besar pengaruhnya
bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, baik secara langsung
maupun idak langsung. Ada empat pola dasar relasi orang tua –
anak yang bipolar yang berpengaruh terhadap perkembangan
anak.
1) Tolerance-Intolerance
Pengaruh yang mungkin dirasakan dari adanya sikap orang
tua yang penuh toleransi adalah anak memiliki ego yang kuat.
Sebaliknya, sikap tidak toleran cenderung menghasilkan ego
yang lemah pada diri anak.
2) Permissiveness-Strichtness
Relasi orang tua anak yang permisif dapat menunjang
proses pembentukkan control intelektual anak. Sebaliknya,
kekerasan berdampak pada pembentukkan pribadi anak ang
impulsive.
3) Involvement-Detachment
Seorang anak cenderung menjadi ekstrovert, manakala
orang tua menunjukkan sikap mau terlibat dan peduli.
Sebaliknya, sikap orang tua yang terlalu membiarkan
berdampak terhadap pembentukan pribadi anak yang introvert.
4) Warmth-Coldness
Relasi orang tua-anak yang diwarnai kehangatan
memungkinkan anak memiliki kemampuan untuk melibatkan
diri dengan lingkungan sosialnya. Sebaliknya, relasi orang tua-
anak yang dingin akan menyebabkan anak senantiasa menarik
diri dari lingkungan sosialnya.
c. Faktor Lingkungan bagi Perkembangan
Kualitas seorang anak atau individu dapat di nilai dari proses tumbuh
kembang. Adapun proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi
factor genetik dan factor lingkungan (Chamidah, 2009). Lingkungan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan dan
perkembangan perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosio-psikologis, termasuk didalamnya adalah belajar.
Manusia tidak bisa melepaskan diri secara mutlak dari pengaruh
lingkungan karena lingkungan senantiasa tersedia di sekitarnya.
1) Lingkungan Membentuk Mahluk Sosial.
Lingkungan pada uraian ini hanya meliputi orang-orang atau
manusia-manusia lain yang dapat memberikan pengaruh dan dapat
dipengaruhi, sehingga menuntut suatu keharusan sebagai mahluk
sosial untuk bergaul satu dengan yang lainnya. Terputusnya
hubungan manusia dengan masyarakat manusia pada tahun-tahun
permulaan perkembangannya akan mengakibatkan berubahnya
tabiat manusia sebagai manusia. Ini berarti ia tidak mampu bergaul
dan bertingkah laku dengan sesamanya.
2) Lingkungan Membentuk Perilaku Budaya.
Beragam kekayaan lingkungan merupakan sumber inspirasi dan
daya cipta untuk diolah menjadi kekayaan budaya bagi individu.
Adapun masa anak-anak merupakan awal kehidupan manusia yang
penuh dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa ini individu
relatif tidak berdaya dan begantung kepada orang lain, sehingga
anak mulai belajar segala macam pengetahuan yang ada dari
lingkungannya. Menurut Hurlock, Pengetahuan yang diperoleh
melalui akulturasi, sosialisasi dan penyesuaian diri agar dirinya
mendapat pengakuan dari masyarakat akan keberadaannya
(Indriana dan Kalpikawati, 2007). Lingkungan dapat membentuk
pribadi seseorang karena manusia hidup adalah manusia yang
berpikir dan serba ingin tahu serta mencoba-coba terhadap segala
apa yang tersedia di alam sekitarnya. Terkait dengan pembentukan
jiwa budaya, lingkungan memiliki peranan sebagai berikut:
a) Alat untuk kepentingan dan kelangsungan hidup individu dan
menjadi alat pergaulan sosial individu.
b) Tantangan bagi individu dan individu berusaha untuk
menundukkannya.
c) Sesuatu yang diikuti individu. Hal yang sama juga dikatakan
oleh hal yang harus diperhatikan adalah kondisi ini terkait
dengan nilai dan budaya yang ada di lingkungan sekitarnya
(Martani, 2012).
d) Objek penyesuaian diri bagi individu, baik secara alloplastis
maupun autoplastis. Penyesuaian diri alloplastis artinya
individu itu berusaha untuk mengubah lingkungannya. Contoh,
dalam keadaan cuaca panas, individu memasangkipas angin
sehingga dikamarnya menjadi sejuk. Adapun penyesuaian diri
autoplastis, penyesuaian diri yang dilakukan individu agar
dirinya sesuai dengan lingkungannya. Contoh, seorang juru
rawat dirumah sakit, pada awalnya ia merasa mual karena bau
obat-obatan, namun lama kelamaan ia menjadi terbiasa dan
tidak menjadi gangguan lagi karena dirinya telah sesuai dengan
lingkungannya.

C. MASALAH-MASALAH PSIKOLOGI PADA ANAK


Gangguan psikologisdi dunia saat ini sangat luas, dan begitu juga
jumlah anak-anak yang terkena gangguan tersebut setiap hari. Ada juga
berbagai gejala untuk setiap gangguan. Sangat penting bagi orangtua untuk
mengetahui tentang gangguan psikologis yang dapat mempengaruhi anak-
anak dan gejala untuk mengidentifikasi mereka, sehingga mereka dapat
membantu anak-anak mereka dengan cara yang cepat dan efisien. Berikut
ini adalah masalah psikologi anak berupa perubahan emosi:
1. Gangguan Kecemasan
Kecemasan adalah jenis yang paling umum dari gangguan
psikologis yang mempengaruhi anak-anak. Gejala utama dari
gangguan kecemasan adalah kekhawatiran yang berlebihan, ketakutan
atau kegelisahan. Ada berbagai jenis gangguan kecemasan, seperti
ketakutan yang tidak beralasan situasi, paling sering disebut sebagai
fobia, gangguan kecemasan umum, yang cenderung membuat anak-
anak khawatir berlebihan tentang hal-hal yang tidak realistis, serangan
panik, gangguan obsesif kompulsif, yang menyebabkan anak-anak
mengulangi pola pikiran dan perilaku, seperti mencuci tangan, dan
gangguan stres pasca-trauma, yang biasanya terjadi pada anak-anak
yang mengalami peristiwa traumatis dalam hidup. Gangguan stres
pasca-trauma menyebabkan kilas balik yang menyakitkan dan
menakutkan dari peristiwa traumatik.
2. Depresi parah
Depresi adalah gangguan psikologis lain yang sangat umum pada
anak-anak. Depresi mempengaruhi emosi anak, membuat mereka
merasa sedih atau tidak berharga. Mereka mungkin kehilangan
motivasi untuk kegiatan yang mereka gunakan untuk sangat
menikmati, dan mungkin memiliki perubahan nafsu makan dan pola
tidur. Mereka mungkin mulai melihat dunia sebagai tempat yang putus
asa, dan mereka tampaknya tidak peduli tentang apa pun. Semua gejala
ini penting untuk menyadari karena ketika mereka menggabungkan,
seorang anak dapat mempertimbangkan bunuh diri dan hidupnya
mungkin dalam bahaya.
3. Bipolar Disorder
Gangguan bipolar sering terlihat pada gejala perubahan suasana
hati berlebihan yang tampaknya berubah dengan cepat dan pergi dari
rendah ke tinggi dengan cepat. Saat-saat perubahan suasana hati
berlebihan kadang-kadang dimoderatori oleh suasana hati biasa di
antara, tapi selama periode suasana hati yang intens, anak-anak
mungkin menunjukkan tanda-tanda seperti berbicara non-stop,
menunjukkan penilaian buruk dan tidak tampak membutuhkan sangat
banyak tidur. Jika tidak diobati tanpa obat, gangguan bipolar dapat
menyebabkan depresi berat.
4. Hiperaktif
Sebuah gangguan psikologi anak yang cukup sering terjadi.
Seorang anak akan mendapatkan sebuah gangguan perilaku dimana
mereka cenderung bergerak aktif bahkan super aktif di dalam rumah
atau di lingkungan permainan bersama dengan teman-temannya. Anak-
anak yang hiperaktif bisa membahayakan teman-temannya akibat
perilaku yang terjadi secara spontan dan tanpa pikir panjang.
5. Pemurung dan penyendiri
Ketika kita telah membahas mengenai anak-anak yang ceria
bahkan hiperaktif, ada pula anak yang berperilaku sebaliknya. Mereka
sangat sulit bergaul dan cenderung merasa malu dengan keadaan
mereka sendiri. Anak-anak seperti ini juga tidak boleh dibiarkan
berlarut karena jiwa sosial mereka tidak bisa berkembang jika selalu
dibiarkan.
Selain itu, masalah psikologi pada anak berupa perilaku dalam
kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut:
a. Anak suka berbohong
Kemungkinan besar anak berbohong disebabkan oleh karena
orang tua acap kali melarang anak untuk mengatakan atau
menceritakan sesuatu peristiwa atau kejadian yang benar. Sebagai
ilusterasi, "Jagad secara terus terang mengatakan kepada ibunya
bahwa ia pernah mencubit adiknya sampai menangis meraung-
raung." Mendengar pernyataan ini Ibunya langsung mencubit paha
Jagad bahkan menampar pihinya hingga memar memerah.
Suatu ketika Jagad marah pada adiknya karena
mengganggu saat ia sedang belajar, ibunya datang, hati Jagad
masih bergolak menahan rasa marahnya, akan tetapi Jagad
mengatakan pada ibunya itu, bahwa ia sangat menyayangi
adiknya. Mendengar penuturan ini ibunya langsung merangkul
Jagad dengan mencium pipinya dan mengusap-usap kepalanya.
Solusi : Berkait dengan masalah tersebut di atas, jika orang
tua menginginkan anak-anaknya bersikap jujur, dan tidak
berbohong, maka sebaiknya harus bersedia untuk mendengarkan
suatu kebenaran baik kebenaran itu terasa manis atau pahit, baik
ataupun buruk yang dinyatakan oleh seorang anak. Jangan sampai
anak merasa takut untuk mengungkapkan segala isi hatinya.
b. Anak suka berkelahi
Berdasarkan studi Gentile dan Bushman mengatakan, ada
enam faktor yang dapat menyebabkan anak menjadi pengganggu
atau bullying terhadap temannya. “Ketika semua faktor-faktor
risiko dialami oleh anak-anak, risiko agresi dan perilaku intimidasi
akan tinggi. 1-2 faktor risiko bukanlah masalah besar bagi anak-
anak, tetapi orangtua masih membutuhkan bantuan untuk
mengatasi,” kata Gentile.
Solusi : memberi teguran dan nasihat yang baik. Ini
termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat
untuk meluruskan kesalahan anak.
c. Anak suka mencuri
Kadang-kadang orang tua merasa terkejut dan bingung
sewaktu pertama kali mengetahui anaknya mencuri. Orang tua
lantas mungkin berpikir bahwa ini merupakan hal yang wajar
dalam perkembangan anak. Anggapan ini tentu saja tidak benar.
Jadi, sekecil apa pun pencurian yang dilakukan anak, orang tua
harus melarang dan menghentikannya.Boleh dikata hal ini kerap
kali terjadi, terutama dalam keluarga yang memiliki anak berusia
empat sampai tujuh tahun. Pada usia ini anak cenderung untuk
mengambil apa yang bukan haknya.
Sebenarnya, perbuatan mencuri yang dilakukan anak-anak
balita bukanlah tingkah laku yang menyimpang. Tetapi bila orang
tua tidak menanganinya dengan benar, tingkah laku yang tidak
berbahaya itu dapat mengarah menjadi perbuatan yang berakibat
lebih jauh.Mencuri di kalangan anak-anak balita sering terjadi. Ini
disebabkan karena mereka belum mempunyai konsep kemilikan.
Anak-anak belum mempunyai batas yang tegas antara milik
sendiri dan milik orang lain. Bila mereka melihat sesuatu yang
disukainya, mereka akan mengam-bilnya. Bagi mereka seolah
berlaku prinsip: “Aku lihat, aku suka, aku mau, aku ambil. Anak
kecil belum mengerti bahwa dengan mengambil benda yang
dinginkan tanpa izin si pemilik, ia melanggar hak milik teman
tersebut dan akan merugikan si teman itu. Pada umumnya,
orangtua pasti akan merasa kaget, kecewa, dan malu bila
mengetahui bahwa anak mereka telah mencuri sesuatu milik orang
lain. Namun, janganlah orangtua bertindak tergesa-gesa, langsung
marah-marah kepada anak, apalagi menghukumnya dengan cara
yang berlebihan. Sebab, tidak semua anak mencuri karena niat
yang sudah direncanakan.

D. KEBUTUHAN BIMBINGAN PSIKOLOGIS


Pendekatan-pendekatan digunakan dalam layanan bimbingan untuk
memenuhi kebutuhan bimbingan psikolog pada anak. Menurut Myrick
(dalam Muro & Kottman, 1995) ada empat pendekatan yang dapat
dirumuskan sebagai suatu pendekatan dalam bimbingan, yaitu :
1. Pendekatan krisis
Dalam pendekatan krisis layanan bimbingan dilakukan bilamana
ditemukan adanya suatu masalah yang krisis yang harus segera
ditanggulangi, dan guru atau pembimbing bertindak membantu anak
yang menghadapi masalah tersebut untuk menyelesaikannya. Teknik
yang digunakan dalam pendekatan ini adalah teknik teknik yang
secara “pasti” dapat mengatasi krisis tersebut. Contoh : seorang anak
menangis ketika anak bermain di luar kelas karena tangannya
berdarah dilempar batu oleh teman sebayanya. Guru atau pembimbing
yang menggunakan pendekatan krisis akan meminta anak untuk
membicarakan penyelesaian masalahnya dengan teman yang telah
melukainya. Bahkan mungkin guru atau pembimbing segera
memanggil anak yang telah bersalah tersebut untuk menghadap dan
membicarakan penyelesaian masalah yang telah dilakukannya.
2. Pendekatan Remidial
Dalam pendekatan remedial, guru atau pembimbing akan
memfokuskan bantuannya kepada upaya penyembuhan atau perbaikan
terhadap kelemahan-kelemahan yang ditampakkan anak. Tujuan
bantuan dari pendekatan ini adalah untuk menghindarkan terjadinya
krisis yang mungkin dapat terjadi. Berbagai strategi dapat digunakan
untuk membantu anak, seperti mengajarkan kepada anak keterampilan
belajar, keterampilan bersosial dan sejenisnya yang belum dimiliki
anak sebelumnya. Guru atau pembimbing yang menggunakan
pendekatan remedial untuk contoh kasus di atas, akan mengambil
tindakan mengajarkan anak keterampilan berdamai sehingga anak
dapat memiliki keterampilan untuk mengatasi masalah-masalah
hubungan antar pribadi. Misal guru atau pembimbing meminta anak
yang telah melempar temannya dengan batu untuk meminta maaf atas
perbuatannya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Mereka
diminta untuk bersalaman dan bermain kembali.
3. Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif merupakan pendekatan yang mencoba
mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin akan muncul pada
anak dan mencegah terjadinya masalah tersebut. Masalah-masalah
pada anak taman kanak-kanak dapat berupaperkelahian, pencurian,
merusak, menyerang dan sebagainya. Pendekatan preventif didasarkan
pemikiran bahwa jika guru atau pembimbing dapat membantu anak
untuk menyadari bahaya dari berbagai aktivitas itu maka masalah
dapat dihindari sebaik-baiknya. Pendekatan preventif ini dapat
dilakukan dengan cara menyampaikan informasi kepada anak tentang
akibat dari suatu tindakan tertentu. Dalam contoh kasus di atas, guru
yang menggunakan pendekatan preventif akan mengajak anakuntuk
mendengarkan cerita guru atau pembimbing yang memuat pesan
untuk menjaga atau mencegah terjadinya suatu tindakan yang akan
merugikan diri sendiri dan orang lain dan belajar untuk bersikap
toleran dan memahami orang lain.
4. Pendekatan Perkembangan
Dalam pendekatan perkembangan, kebutuhan akan layanan
bimbingan di taman kanak-kanak muncul dari karakteristik dan
permasalahan perkembangan anak didik, baik permasalahanyang
berkenaan dengan perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial,
emosi, maupun bahasa. Pendekatan perkembangan dalam bimbingan
lebih berorientasi pada bagaimanamenciptakan suatu lingkungan yang
kondusif agar anak didik dapat berkembang secara optimal.
Berbagai teknik dapat digunakan dalam pendekatan ini seperti
mengajar, tukar informasi, bermain peran, melatih, tutorial dan
konseling
DAFTAR PUSTAKA

Bethsaida & Herri. 2012. Pendidikan Psikologi untuk Bidan. Yogyakarta:


Penerbit Andi
Chamidah, Atien Nur. 2009. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak. Jurnal Pendidikan Khusus. Volume 5, No. 2 November
2009. Tersedia:
http://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/download/789/613 diakses pada
27 September 2015 pukul 20.15 WIT

Gentile dan Bushman. 2012. Psychology of Popular Media Culture

Hurlock, E. B. 1991. Child Development (Alih Bahasa: Tjandrasa dan Zarkasih).


Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Indriana, Yeniar dan Kalpikawati, Ni Luh Putu Ratih. 2007. Perbedaan Tingkat
Emosional Berdasarkan Klasifikasi Derajat Asma di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Jurnal Psikologi. Volume 19, No. 1, Maret 2007. Tersedia:
http://core.ac.uk/download/pdf/11733426.pdf diakses pada 27 September
2015 pukul 20.15 WIT

Mansur. 2011. Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Martani, Wisjnu. 2012. Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia
Dini. Jurnal Psikologi. Volume 39, No. 1, Juni 2012: 112 – 120. Tersedia:
http://jurnal.psikologi.ugm.ac.id/index.php/fpsi/article/view/183/149 diakses
pada 27 September 2015 pukul 20.15 WIT

Monks, F.J.; Knoers, A.M.P.; Haditono, S.R., 1998. Psikologi Perkembangan.


Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjahmada
University Press.
Muro, James J. & Kottman, Terry. (1995) Guidance and Coubseling in The
Elementary and Middle Shcool, A Practical Approach, Madison : Brown &
Benchmark
Pieter, H.Z & Lubis N.L. 2011.Pengantar Psikologi Untuk Kebidanan. Jakarta:
Kencana Predana Media Group.

Santrock, J.W. 2002. Life-Span Development. Perkembangan Masa Hidup. (Alih


bahasa: Chusairi, dan Damanik). Jakarta: Penerbit Erlangga
Soemantri, S. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai