Anda di halaman 1dari 7

MEMBANGUN KARAKTER GENERASI MILENIAL ANTI-

HOAX BERBASIS BIG DATA (MILEA HOBI BIG DATA)

Subtema: Sains dan Teknologi


Perkembangan teknologi semakin memudahkan kita dalam mengakses
informasi yang kita butuhkan. Apalagi dalam era revolusi industri 4.0 ini, jarak tidak
lagi menjadi halangan, baik dalam menyebarluaskan maupun memperoleh informasi
karena semakin gencarnya pemanfaatan big data. Big data adalah salah satu komponen
dalam revolusi industri 4.0 yang cukup berpengaruh secara signifikan dalam berbagai
kegiatan di kehidupan kita saat ini.

Contoh sederhana dari pemanfaatan big data adalah search recommendation


pada mesin pencari Google. Google merekam data historis dari entri pengguna tersebut
kemudian dianalisis dengan algoritma sedemikian rupa sehingga Google dapat
menampilkan search recommendation yang paling sering dicari dan tentunya relevan
dengan apa yang ingin kita cari. Walaupun sederhana, fitur tersebut sangat bermanfaat
bagi pengguna smartphone untuk efisiensi dalam mengetik. Selain itu, Big data pada
umumnya digunakan oleh industri tersier seperti perbankan, rumah sakit, dan restoran
franchise maupun industri sekunder seperti industri manufaktur, industri pangan, dan
industri tekstil. Data yang disimpan seperti data rekam medis pasien, data pesanan
palanggan, data pembelian bahan baku selama satu tahun, dan data rekening koran
sangat berguna untuk berbagai hal. Kegunaan data-data tersebut diantaranya adalah
untuk perbaikan sistem, mengidentifikasi demand pasar, menganalisis kecurangan atau
penipuan, dan mengurangi redundansi dari data.

Perkembangan teknologi yang semakin maju juga berbanding lurus dengan


masalah-masalah baru yang muncul. Di era yang serba digital ini, orang lebih sering
menggunakan gadget seperti smartphone untuk mengakses informasi, terutama kaum
milenial. Sekitar 97% milenial menggunakan atau memiliki smartphone 1. Milenial
lebih memilih mengakses informasi berupa berita melalui media elektronik
dibandingkan dengan media konvensional seperti koran, majalah, tabloid, dan lain-lain.

1
Nielsen, “Millennials Are Top Smartphone Users” (https://www.nielsen.com/us/en/insights/news/2016/millennials-are-top-
smartphone-users.html, Diakses pada 11 April 2019, 2016)
Kaum milenial atau biasa disebut Gen Y yang memiliki rentang kelahiran dari
tahun 1981 sampai 2000 dinilai lebih melek teknologi dibanding GenX (kelahiran
1965-1980) dan Baby Boomers (kelahiran 1946-1964) karena terdapat perbedaan trend
pada rentang waktu tersebut. Milenial lahir pada era dimana video game, smartphone,
dan internet sedang berkembang pesat. Milenial kerap kali disebut sebagai big data
generation karena milenial adalah generasi pertama yang tumbuh ‘online’ dan
menggunakan media sosial secara konstan2. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial
sangat bermanfaat bagi milenial untuk memperluas koneksi, mencari pekerjaan,
mencari informasi atau hanya sekadar untuk hiburan. Mengesampingkan sisi
positifnya, media sosial juga menjadi sasaran empuk oknum tidak bertanggung jawab
untuk menyebarluaskan keburukan, seperti berita bohong atau hoax.

Hoax bukanlah perkara main-main. Alasan dibuatnya hoax adalah untuk


membuat propaganda palsu tentang suatu isu yang beredar dengan metode yang tidak
beradab untuk merugikan satu atau lebih pihak terkait dengan tujuan untuk
menguntungkan pihak pelaku. Alhasil, dari cara tersebutlah sasaran yang terpapar
berita hoax, dalam hal ini adalah pengguna media sosial menjadi bingung dan resah
terhadap kebenaran dari isu yang sedang terjadi.

Di Indonesia, hoax sudah menjadi santapan sehari-hari. Setidaknya ada sekitar


800.000 situs di Indonesia yang terindikasi menyebar berita hoax.3 Kaum milenial
sangat rentan termakan berita hoax karena rata-rata kaum milenial mengunakan media
elektronik untuk memperoleh informasi yang notabenenya adalah ‘sarang’ bagi oknum
tertentu untuk menyebarkan hoax. Oleh sebab itu, sebagai generasi penerus bangsa,
milenial harus memiliki karakter yang kritis dalam meghadapi hoax dengan
memanfaatkan perkembangan teknologi di era revolusi industri 4.0 ini.

2
Sarah Landrum, “Here's Why Millennials Are the Most Data-driven Generation”
(https://www.forbes.com/sites/sarahlandrum/2017/08/29/an-inside-look-at-millennials-love-of-data/#47f30420271e, Diakses
pada 11 April 2019, 2017)
3
Ayu Yuliani, “Ada 800.000 Situs Penyebar Hoax di Indonesia” (https://kominfo.go.id/content/detail/12008/ada-800000-situs-
penyebar-hoax-di-indonesia/0/sorotan_media, Diakses pada 11 April 2019, 2017)
Milenial diharuskan untuk mengetahui dan mengaplikasikan information
technology (IT) untuk mengambil langkah preventif dalam menghadapi hoax yang
semakin masif di era revolusi industri 4.0. Perlu adanya pengambilan langkah konkret
dalam membangun karakter milenial yang dapat memandang informasi secara holistik
dan komprehensif, logis, dan kritis agar tidak mudah dibohongi berita hoax. Pada
dasarnya, milenial memiliki kondisi psikologis yang cenderung lebih baik dalam
menangkal hoax. Milenial adalah generasi dengan asupan data paling deras dan
cenderung lebih mampu dalam memanfaatkan data dibanding generasi sebelumnya.
Melihat fakta ini, generasi milenial menjadi sangat potensial dalam menjadi garda
utama dalam menangkal hoax yang bertebaran di Indonesia.

Membangun karakter tidak hanya melihat dari segi teknis, melainkan juga dari
segi fundamental individu tersebut. Milenial cenderung apatis dan tidak
memperdulikan keadaan sekitar. Ketergantungan dengan gadget yang berlebihan
menyebabkan kebanyakan milenial kesulitan dalam berinteraksi dan berkomunikasi di
dunia nyata.4 Faktanya, 4 dari 10 milenial berinteraksi menggunakan smartphone
dengan orang terdekatnya seperti pasangan, orang tua, teman, anak dan lain-lain.5
Tidak dapat dipungkiri, penggunaan media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram,
dan Google+ sangat bermanfaat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan kerabat-
kerabat kita yang jauh. Namun, perlu adanya keseimbangan antara interaksi melalui
media sosial dengan interaksi secara langsung. Poinnya adalah, milenial harus
memiliki kepedulian terhadap masyarakat disekitarnya yang dilatih dengan
berinteraksi dengan masyaraka secara langsung. Apabila mereka hanya dilatih secara
teknis tanpa adanya fondasi kepedulian sosial yang kuat, kaum milenial nantinya hanya
akan bersikap “bodo amat” terhadap hoax yang beredar tanpa adanya tindakan

4
Brian Rashid, “Two Reasons Millennials Leaders Struggle with Communication And How To Help Them”
(https://www.forbes.com/sites/brianrashid/2017/05/04/two-reasons-millennials-leaders-struggle-with-communication-and-how-
to-help-them/#1c5e0dc8c671, Diakses pada 11 April 2019, 2017)
5
Catey Hill, “Millennials engage with their smartphones more than they do actual humans”
(https://www.marketwatch.com/story/millennials-engage-with-their-smartphones-more-than-they-do-actual-humans-2016-06-
21, Diakses pada 11 April 2019, 2016)
preventif. Imbasnya, masyarakat akan percaya begitu saja dengan hoax dan berujung
kepada perpecahan bangsa.

Dalam membangun fondasi, pemerintah dan institusi pendidikan seperti


universitas, politeknik, sekolah tinggi, maupun akademi harus menyematkan budaya
peduli terhadap lingkungan sosial. Perlu adanya training atau seminar untuk
membangun kesadaran dari kaum milenial terhadap pentingnya peduli lingkungan
sosial disekitar kita. Tidak hanya secara eksplisit, pendekatan secara implisit juga
sangat diperlukan dalam membangun sudut pandang baru dari kaum milenial.
Contohnya saat penyampaian materi kuliah di kelas, Dosen memberikan insight
tentang pentingnya peduli lingkungan sosial.

Tahap selanjutnya adalah pengembangan dari segi teknis. Memanfaatkan


teknologi untuk membasmi hoax memang sudah sepatutnya dilakukan generasi
milenial. Teknologi di era revolusi industri 4.0 yang menjadi tren dalam memberantas
kecurangan adalah big data. Untuk mempelajari big data, milenial perlu memahami
konsep dasar dari database. Database atau basis data, menjadi tools dasar milenial
dalam berpikir logis dan terintegrasi. Basis data adalah kumpulan data yang tersimpan
di dalam komputer (server) untuk diolah dan dimanipulasi menjadi data yang saling
terintegrasi satu sama lain. Data tersebut nantinya membentuk suatu bangunan data
yang dapat memberikan informasi tertentu.

Untuk mengerti basis data, diperlukan keterampilan dalam membuat Entity


Relationship Diagram (ERD). ERD merupakan diagram yang menggambarkan
hubungan antar data dalam suatu basis data yang memiliki relasi tertentu. ERD
membantu milenial memandang masalah dengan helicopter view atau secara
menyeluruh dan terintegrasi. Perlunya menelaah informasi secara menyeluruh dan
terintegrasi agar nantinya milenial dapat melakukan cross-check informasi satu dengan
informasi terkait lainnya. Apabila terdapat inkonsistensi, maka perlu dilakukan validasi
dari informasi tersebut.
Selain melihat permasalahan secara holistik dan komprehensif, milenial harus
dapat berpikir secara logis. Berpikir secara logis merupakan komponen yang tidak
kalah penting bagi milenial dalam mengidentifikasi hoax. Terkadang, hanya dengan
menggunakan logika sederhana, kita sudah dapat membedakan mana berita benar dan
mana berita hoax. Kemampuan dalam berpikir logis tiap individu memang berbeda-
beda. Tools yang dapat melatih logika dari milenial dalam konteks ini adalah dengan
menggunakan software Database Management System (DBMS) seperti Structured
Query Language (SQL) Server. SQL Server, adalah software yang berfungsi untuk
mengimplementasikan hasil rancangan database yang telah dibuat dalam bentuk ERD.
Dengan mempelajari algoritma yang terdapat di SQL Server, milenial dapat melatih
diri untuk berpikir logis, runut, dan sistematis. Tidak hanya itu, mempelajari algoritma
dalam bahasa pemrograman SQL Server membantu milenial untuk berpikir secara
efektif dan efisien.

Selain menguasai kemampuan seperti membuat ERD dan


mengimplementasikan ERD dengan software SQL Server, milenial perlu memahami
Big Data Analytics. Big Data Analytics adalah pemeriksaan data dalam jumlah yang
banyak untuk mencari korelasi, pola, dan pencerahan lainnya dengan tujuan untuk
dijadikan referensi dalam mengambil keputusan. Dalam melakukan pengambilan
keputusan, perlu dilakukan analisis yang mendalam dan kritis untuk memperoleh
keputusan yang tepat. Pentingnya milenial mempelajari Big Data Analytics adalah
karena adanya relevansi dengan berpikir kritis. Big Data Analytics melatih kemampuan
milenial dalam encoding data yang tidak terstruktur menjadi suatu informasi yang
bermakna. Hal tersebut dapat meningkatkan kinerja otak dalam memproses informasi.
Selain itu, Big Data Analytics juga meningkatkan kemampuan teknis milenial dalam
mengolah data. Kemampuan teknis ini juga berguna untuk mendeteksi adanya
perbuatan curang di perusahaan atau pemerintahan.

Semua hal tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Perlu adanya dukungan dari
instansi pendidikan dan pemerintah dalam memfasilitasi pembelajaran tentang big data
dengan memasukkan kedalam kurikulum dan membuat mata kuliah tersendiri yang
menggabungkan antara pembelajaran yang bersifat teknis seperti bahasa pemrograman
dan bersifat fundamental seperti pengabdian masyarakat. Milenial yang sudah atau
tidak kuliah juga perlu mendapatkan pembelajaran yang sama. Pemerintah juga perlu
menyediakan fasilitas seperti workshop atau seminar bagi milenial yang mau
berkontribusi dalam memberantas hoax.

Karakter seperti melihat masalah secara holistik dan komprehensif, logis, dan
berpikir kritis adalah karakter yang perlu dimiliki milenial dalam era yang perputaran
informasinya sangat dinamis ini. Dengan generasi milenial yang berkarakter inilah
niscaya kita dapat mengurangi hoax dan dapat mempersiapkan Indonesia menuju
bonus demografi 2020-2035.

Biodata Penulis
Nama Lengkap : Alfandy Surya

Alamat : Jl. Sekeloa Tengah No.5, RT.01/RW.03, Sekeloa, Coblong


Kota Bandung, Jawa Barat 40132
Email : alfandy.surya2@gmail.com

No Telp Aktif : +621219896069


No WhatsApp : +62895343276673

Instagram : alfandysurya

Anda mungkin juga menyukai