Anda di halaman 1dari 7

LAWAN!

: Aplikasi Untuk Melawan Pelecehan Seksual di


Indonesia

Sub tema : Sosial-Budaya


Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait
dengan seks yang tak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan
perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan
seksual paling sering terjadi pada perempuan tapi tidak menutup kemungkinan
juga akan terjadi pada laki-laki. Pelecehan seksual yang terjadi pada seorang
perempuan dikarenakan perempuan masih dipandang sebagai second class
citizens. Dalam budaya sosial perempuan ditempatkan sebagai makhluk yang
jauh lebih lemah dibandingkan laki-laki dimana perempuan masih berada dalam
posisi marginalisasi yang harus dieksploitasi dan diperbudak oleh laki-laki.

Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan yang


menjadi korban tindakan pelecehan seksual dapat diberikan melalui Undang-
undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang
menyangkut ’perkosaan’ Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan
seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak
asasi yang paling kejam terhadap perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006
khususnya dalam Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang
perempuan yang menjadi korban. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) ada beberapa perbuatan yang masuk kategori pelecehan seksual yaitu:
• Merusak kesusilaan di depan umum (Pasal 281, 283, 283 bis);
• Perzinahan (Pasal 284);
• Pemerkosaan (Pasal 285);
• Pembunuhan (Pasal 338);
• Pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293 (1), 294, 295 (1)
Upaya-upaya perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar
setara dengan kaum laki-laki sudah sering dilakukan. Namun sayangnya
diskriminasi gender masih melekat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat
Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan mendapat banyak kendala seperti
kendala sosial-budaya, khususnya struktur masyarakat yang patriarkal dimana hal
inilah yang menjadi kendala yang paling sulit untuk disingkirkan dalam upaya
meningkatkan kesetaraan gender. Di negara dan daerah konflik, kedudukan
perempuan bahkan makin terpuruk dengan adanya berbagai tindakan kekerasan
yang menciptakan korban-korban perempuan baru dalam jumlah yang cukup
banyak, baik secara fisik (misalnya perkosaan, perbuatan cabul) maupun
psikologis (pelecehan, teror).
Marcheyla dalam jurnalnya mengatakan bahwa perempuan di berbagai
belahan dunia hingga sekarang masih mengalami tindak kekerasan dan pelecehan
seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang berpeluang untuk melakukan
perbuatan tersebut seperti polisi, pejabat sipil dan militer, dari suami, paman, guru,
teman kencan dan lain sebagainya. Perempuan korban kekerasan, seperti juga
pelaku kekerasannya, dapat berasal dari berbagai latar belakang usia, pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, agama dan suku bangsa. Tindakan kekerasan terhadap
perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di
dnuia, walaupun diakui bahwa angka tindak kekerasan terhadap laki-laki lebih
tinggi dibandingkan terhadap perempuan. Akan tetapi, harus diingat bahwa
kedudukan perempuan di sebagian dunia tidak dianggap sejajar dengan laki-laki,
membuat masalah ini menjadi suatu momok bagi kaum perempuan. Terlebih lagi,
rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan apa yang dirasakan kaum laki-laki. Pernyataan ini berlaku di seluruh dunia
tanpa memandang batas wilayah maupun waktu. Kenyataan menunjukkan bahwa
sebagian besar korban kejahatan adalah laki-laki, tetapi dapat dipahami bahwa
kerentanan kaum perempuan secara kodrati membuat ketakutan mereka lebih
tinggi. Derita yang dialami perempuan baik pada saat maupun setelah terjadi
kekerasan, pada kenyataannya jauh lebih traumatis daripada yang dialami laki-laki.
Dewasa ini, pada dasarnya pelecehan seksual merupakan kenyataan yang
terjadi dalam masyarakat yang seringkali terjadi di mana-mana. Berdasarkan data
statistik dari Better Work dan ILC Indonesia, Jakarta menduduki peringakat ke-9
kota yang berbahaya untuk perempuan. Tercatat 80% terjadi pelecehan seksual,
87% pelecehan secara fisik, dan 80% pelecehan secara verbal telah terjadi di
tempat kerja. Selain itu pelecehan seksual sering sekali terjadi di jalan maupun di
dalam transportaisi umum baik bis maupun kereta. Menurut cerita dari Kate
Walton yang ia bagikan ke sosial media twitter menjelaskan bahwa ia telah
mendapatkan 13 kali pelecehan seksual dalam waktu 35 menit di Jakarta.
Pelecehan terhadap perempuan merupakan suatu tindakan yang sangat
tidak manusiawi, padahal perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh
perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi di segala bidang. Hal inilah
yang mendasari saya ingin memerangi pelecehan seksual yang sudah terlalu
sering terjadi di Indonesia apalagi dominan korbannya adalah generasi milenial
yang diharapkan dapat menjadi pejuang bangsa di masa depan.
Melihat masalah pelik ini, besar sekali harapan saya agar dapat
menerapkan sebuah aplikasi serupa aplikasi Hollaback! di Indonesia
yang merupakan sebuah aplikasi berbasis Android yang dapat menolong apabila
sewaktu-waktu terjadi ancaman, pelecehan, dan gangguan lainnya di sekitar kita
di mana saja. Aplikasi bernama Hollaback! diluncurkan kembali di New York
City, Brooklyn oleh Ketua Dewan dan calon walikota Christine Quinn pada April
2019. Sejak dirilis pada tahun 2011, Hollaback! telah menciptakan peta insiden
pelecehan jalan yang dikuasai oleh crowdsourced yang diarahkan pada wanita dan
individu LGBTQ dengan harapan menghentikan pelecehan dan bentuk-bentuk
pelecehan seksual lainnya.
Dengan aplikasi yang diperbarui, pengguna dapat memilih untuk
melaporkan pelecehan langsung ke perwakilan distrik Dewan Kota. Emily May,
Direktur Eksekutif Hollaback!, mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk
mengumpulkan cukup banyak cerita untuk membuktikan kepada anggota
parlemen bahwa pelecehan seksual di jalanan adalah masalah yang pantas
ditindak lanjuti. Aplikasi ini akan memberikan akses untuk memasukkan cerita
mengenai suatu daerah yang memiliki ancaman keamanan mengenai pelecahan
sesksual sehingga orang lain dapat merasa mawas diri terhadap daerah tersebut.
Selain itu aplikasi ini dapat dijadikan tempat untuk curhat menegenai pengalaman
kejahatan seksual yang telah terjadi untuk memperlukan para pengganggu dengan
cara menyebarkan foto dan perilakunya. Aplikasi ini mengajak orang untuk lebih
terbuka terhadap masalah yang dihadapinya dan mencari solusi terbaik secara
bersama.
Banyak aplikasi serupa Hollaback!, salah satunya adalah aplikasi
HarassMap dari Mesir yang juga mengumpulkan laporan anonim pelecehan
seksual - apa pun dari melonggarkan serangan - dan membundelnya secara
geografis menjadi titik merah di peta yang sebanding dengan jumlah pengaduan.
Sejak aplikasi seluler diluncurkan pada tahun 2010, mereka telah menerima 1.243
laporan. Berbeda dengan Hollaback!, data pada HarassMap lebih berguna untuk
menginformasikan upaya sukarela luring utuk para korban daripada hanya untuk
sekadar sebagai bukti untuk dibawa ke pemerintahan Mesir.
Indonesia membutuhkan sebuah aplikasi serupa. Maka dari itu, penulis
mengharapkan dapat terciptanya aplikasi LAWAN! Aplikasi yang berfokus untuk
memerangi masalah pelecehan seksual yang sudah sering sekali terjadi di
Indonesia. Aplikasi serupa Hollaback! dan HarassMap. Saya merasa yakin bahwa
aplikasi LAWAN! ini dapat diterapkan dengan baik di Indonesia karena meihat
sejatinya Indonesia telah memasuki era revolusi industri 4.0 yang dikenal dengan
era "Revolusi Digital" dimana sudah banyak kemajuan dibidang teknolgi seperti
semakin kuatnya jaringan internet yang membuat kita akan selalu tersambung
kejaringan raksasa tersebut, terciptanya 1001 sensor baru atau yang biasa disebut
big data yang dapat merekam segalanya selama 24 jam sehari, cloud coumputing
berupa perhitungan-perhitungan canggih yang besar dan machine learning yang
masih terus dikembangkan oleh berbagai negara bahkan untuk negara maju
sekalipun.
Alasan lain dari pentingnya pembuatan aplikasi ini mengacu pada data
Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) Tahun 2017 yang menyebutkan
bahwa total pengguna internet di Indonesia berjumlah 143.260.000 orang. Remaja
pengguna internet di Indonesia dengan rentang usia 13-18 tahun sejumlah
23.895.768 orang (16,68%) dan rentang usia 19-34 tahun sejumlah 70.942.352
(49,52%). Aktivitas tertinggi pengguna internet ialah aktif chatting sebanyak
128.002.810 (89,35%), pengguna media sosial sebanyak 124.822.438 orang (87,13%).
Angka ini tentu dapat menjadi potensi yang mumpuni untuk mewujudkan
terciptanya sebuah aplikasi berbasis internet di era revolusi industri 4.0. Hal ini lah
yang dapat dijadikan sebagai langkah milenial untuk melawan pelecehan
suksualitas dengan terciptanya aplikasi LAWAN! untuk Indonesia yang lebih
aman dalam menghadapi revolusi industri 4.0.
BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Ayu Auralia Safira


Alamat : BTN Batu Marupa Blok G2 No.6 Kendari, Sulawesi Tenggara
Email : ayuarlsfra@gmail.com
No Telp Aktif : 085395503031
No WhatsApp : 085395503031
Instagram : ayuauralias

Anda mungkin juga menyukai