0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
336 tayangan7 halaman
Aplikasi LAWAN! direncanakan untuk memerangi pelecehan seksual di Indonesia dengan cara mengumpulkan laporan insiden secara anonim dan membuat peta lokasi berisiko, seperti aplikasi Hollaback! dan HarassMap. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu melawan pelecehan seksual yang masih sering terjadi di tempat umum maupun transportasi di Indonesia.
Deskripsi Asli:
Judul Asli
1. LAWAN! Aplikasi Untuk Melawan Pelecehan Seksual di Indonesia [1].pdf
Aplikasi LAWAN! direncanakan untuk memerangi pelecehan seksual di Indonesia dengan cara mengumpulkan laporan insiden secara anonim dan membuat peta lokasi berisiko, seperti aplikasi Hollaback! dan HarassMap. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu melawan pelecehan seksual yang masih sering terjadi di tempat umum maupun transportasi di Indonesia.
Aplikasi LAWAN! direncanakan untuk memerangi pelecehan seksual di Indonesia dengan cara mengumpulkan laporan insiden secara anonim dan membuat peta lokasi berisiko, seperti aplikasi Hollaback! dan HarassMap. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu melawan pelecehan seksual yang masih sering terjadi di tempat umum maupun transportasi di Indonesia.
Pelecehan seksual adalah perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Pelecehan seksual paling sering terjadi pada perempuan tapi tidak menutup kemungkinan juga akan terjadi pada laki-laki. Pelecehan seksual yang terjadi pada seorang perempuan dikarenakan perempuan masih dipandang sebagai second class citizens. Dalam budaya sosial perempuan ditempatkan sebagai makhluk yang jauh lebih lemah dibandingkan laki-laki dimana perempuan masih berada dalam posisi marginalisasi yang harus dieksploitasi dan diperbudak oleh laki-laki.
Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap perempuan yang
menjadi korban tindakan pelecehan seksual dapat diberikan melalui Undang- undang No. 23 Tahun 2004 tentang PKDRT dan KUHP yang menyangkut ’perkosaan’ Pasal 285 KUHP yang merupakan tindak kekerasan seksual yang sangat mengerikan dan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi yang paling kejam terhadap perempuan, juga oleh UU No. 13 Tahun 2006 khususnya dalam Pasal 5, Pasal 8, dan Pasal 9 yang merupakan hak dari seorang perempuan yang menjadi korban. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) ada beberapa perbuatan yang masuk kategori pelecehan seksual yaitu: • Merusak kesusilaan di depan umum (Pasal 281, 283, 283 bis); • Perzinahan (Pasal 284); • Pemerkosaan (Pasal 285); • Pembunuhan (Pasal 338); • Pencabulan (Pasal 289, 290, 292, 293 (1), 294, 295 (1) Upaya-upaya perempuan untuk memperjuangkan hak-hak mereka agar setara dengan kaum laki-laki sudah sering dilakukan. Namun sayangnya diskriminasi gender masih melekat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Upaya-upaya yang telah dilakukan mendapat banyak kendala seperti kendala sosial-budaya, khususnya struktur masyarakat yang patriarkal dimana hal inilah yang menjadi kendala yang paling sulit untuk disingkirkan dalam upaya meningkatkan kesetaraan gender. Di negara dan daerah konflik, kedudukan perempuan bahkan makin terpuruk dengan adanya berbagai tindakan kekerasan yang menciptakan korban-korban perempuan baru dalam jumlah yang cukup banyak, baik secara fisik (misalnya perkosaan, perbuatan cabul) maupun psikologis (pelecehan, teror). Marcheyla dalam jurnalnya mengatakan bahwa perempuan di berbagai belahan dunia hingga sekarang masih mengalami tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang berpeluang untuk melakukan perbuatan tersebut seperti polisi, pejabat sipil dan militer, dari suami, paman, guru, teman kencan dan lain sebagainya. Perempuan korban kekerasan, seperti juga pelaku kekerasannya, dapat berasal dari berbagai latar belakang usia, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, agama dan suku bangsa. Tindakan kekerasan terhadap perempuan merupakan ancaman terus menerus bagi perempuan dimanapun di dnuia, walaupun diakui bahwa angka tindak kekerasan terhadap laki-laki lebih tinggi dibandingkan terhadap perempuan. Akan tetapi, harus diingat bahwa kedudukan perempuan di sebagian dunia tidak dianggap sejajar dengan laki-laki, membuat masalah ini menjadi suatu momok bagi kaum perempuan. Terlebih lagi, rasa takut kaum perempuan terhadap kejahatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan apa yang dirasakan kaum laki-laki. Pernyataan ini berlaku di seluruh dunia tanpa memandang batas wilayah maupun waktu. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar korban kejahatan adalah laki-laki, tetapi dapat dipahami bahwa kerentanan kaum perempuan secara kodrati membuat ketakutan mereka lebih tinggi. Derita yang dialami perempuan baik pada saat maupun setelah terjadi kekerasan, pada kenyataannya jauh lebih traumatis daripada yang dialami laki-laki. Dewasa ini, pada dasarnya pelecehan seksual merupakan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat yang seringkali terjadi di mana-mana. Berdasarkan data statistik dari Better Work dan ILC Indonesia, Jakarta menduduki peringakat ke-9 kota yang berbahaya untuk perempuan. Tercatat 80% terjadi pelecehan seksual, 87% pelecehan secara fisik, dan 80% pelecehan secara verbal telah terjadi di tempat kerja. Selain itu pelecehan seksual sering sekali terjadi di jalan maupun di dalam transportaisi umum baik bis maupun kereta. Menurut cerita dari Kate Walton yang ia bagikan ke sosial media twitter menjelaskan bahwa ia telah mendapatkan 13 kali pelecehan seksual dalam waktu 35 menit di Jakarta. Pelecehan terhadap perempuan merupakan suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi, padahal perempuan berhak untuk menikmati dan memperoleh perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan asasi di segala bidang. Hal inilah yang mendasari saya ingin memerangi pelecehan seksual yang sudah terlalu sering terjadi di Indonesia apalagi dominan korbannya adalah generasi milenial yang diharapkan dapat menjadi pejuang bangsa di masa depan. Melihat masalah pelik ini, besar sekali harapan saya agar dapat menerapkan sebuah aplikasi serupa aplikasi Hollaback! di Indonesia yang merupakan sebuah aplikasi berbasis Android yang dapat menolong apabila sewaktu-waktu terjadi ancaman, pelecehan, dan gangguan lainnya di sekitar kita di mana saja. Aplikasi bernama Hollaback! diluncurkan kembali di New York City, Brooklyn oleh Ketua Dewan dan calon walikota Christine Quinn pada April 2019. Sejak dirilis pada tahun 2011, Hollaback! telah menciptakan peta insiden pelecehan jalan yang dikuasai oleh crowdsourced yang diarahkan pada wanita dan individu LGBTQ dengan harapan menghentikan pelecehan dan bentuk-bentuk pelecehan seksual lainnya. Dengan aplikasi yang diperbarui, pengguna dapat memilih untuk melaporkan pelecehan langsung ke perwakilan distrik Dewan Kota. Emily May, Direktur Eksekutif Hollaback!, mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mengumpulkan cukup banyak cerita untuk membuktikan kepada anggota parlemen bahwa pelecehan seksual di jalanan adalah masalah yang pantas ditindak lanjuti. Aplikasi ini akan memberikan akses untuk memasukkan cerita mengenai suatu daerah yang memiliki ancaman keamanan mengenai pelecahan sesksual sehingga orang lain dapat merasa mawas diri terhadap daerah tersebut. Selain itu aplikasi ini dapat dijadikan tempat untuk curhat menegenai pengalaman kejahatan seksual yang telah terjadi untuk memperlukan para pengganggu dengan cara menyebarkan foto dan perilakunya. Aplikasi ini mengajak orang untuk lebih terbuka terhadap masalah yang dihadapinya dan mencari solusi terbaik secara bersama. Banyak aplikasi serupa Hollaback!, salah satunya adalah aplikasi HarassMap dari Mesir yang juga mengumpulkan laporan anonim pelecehan seksual - apa pun dari melonggarkan serangan - dan membundelnya secara geografis menjadi titik merah di peta yang sebanding dengan jumlah pengaduan. Sejak aplikasi seluler diluncurkan pada tahun 2010, mereka telah menerima 1.243 laporan. Berbeda dengan Hollaback!, data pada HarassMap lebih berguna untuk menginformasikan upaya sukarela luring utuk para korban daripada hanya untuk sekadar sebagai bukti untuk dibawa ke pemerintahan Mesir. Indonesia membutuhkan sebuah aplikasi serupa. Maka dari itu, penulis mengharapkan dapat terciptanya aplikasi LAWAN! Aplikasi yang berfokus untuk memerangi masalah pelecehan seksual yang sudah sering sekali terjadi di Indonesia. Aplikasi serupa Hollaback! dan HarassMap. Saya merasa yakin bahwa aplikasi LAWAN! ini dapat diterapkan dengan baik di Indonesia karena meihat sejatinya Indonesia telah memasuki era revolusi industri 4.0 yang dikenal dengan era "Revolusi Digital" dimana sudah banyak kemajuan dibidang teknolgi seperti semakin kuatnya jaringan internet yang membuat kita akan selalu tersambung kejaringan raksasa tersebut, terciptanya 1001 sensor baru atau yang biasa disebut big data yang dapat merekam segalanya selama 24 jam sehari, cloud coumputing berupa perhitungan-perhitungan canggih yang besar dan machine learning yang masih terus dikembangkan oleh berbagai negara bahkan untuk negara maju sekalipun. Alasan lain dari pentingnya pembuatan aplikasi ini mengacu pada data Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII) Tahun 2017 yang menyebutkan bahwa total pengguna internet di Indonesia berjumlah 143.260.000 orang. Remaja pengguna internet di Indonesia dengan rentang usia 13-18 tahun sejumlah 23.895.768 orang (16,68%) dan rentang usia 19-34 tahun sejumlah 70.942.352 (49,52%). Aktivitas tertinggi pengguna internet ialah aktif chatting sebanyak 128.002.810 (89,35%), pengguna media sosial sebanyak 124.822.438 orang (87,13%). Angka ini tentu dapat menjadi potensi yang mumpuni untuk mewujudkan terciptanya sebuah aplikasi berbasis internet di era revolusi industri 4.0. Hal ini lah yang dapat dijadikan sebagai langkah milenial untuk melawan pelecehan suksualitas dengan terciptanya aplikasi LAWAN! untuk Indonesia yang lebih aman dalam menghadapi revolusi industri 4.0. BIODATA PENULIS
Nama Lengkap : Ayu Auralia Safira
Alamat : BTN Batu Marupa Blok G2 No.6 Kendari, Sulawesi Tenggara Email : ayuarlsfra@gmail.com No Telp Aktif : 085395503031 No WhatsApp : 085395503031 Instagram : ayuauralias