Anda di halaman 1dari 6

“Rekonstruksi Arah Gerakan Demi Adil Gender Anti Kekerasan Seksual”

HAPUSKAN DISKRIMINASI GENDER UNTUK MENCEGAH


KEKERASAN SEKSUAL

Khoirunnisa Az Zahro (210210204170)

SEKOLAH ISLAM GENDER


JEMBER
2022
BERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM (PIDANA) BAGI PEREMPUAN
DARI PERILAKU PELECEHAN SEKSUAL
Khoirunnisa Az Zahro
Universitas Jember

PENDAHULUAN

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia.
Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas
menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki,
perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya. Sosok perempuan
yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir menjadi
sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena
tuntutan perannya sebagai ibu rumah tangga.
Data yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada
pada posisi yang lebih dirugikan daripada laki-laki. Salah satu isu utama dan
contoh kesenjangan gender, terutama pada kekerasan fisik dan kekerasan seksual.

Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi


perempuan dari kekerasan fisik. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah umum di Indonesia.
Menurut survey Demografi dan Kesehatan 2003, hampir 25% perempuan yang
pernah menikah menyetujui anggapan bahwa suami dibenarkan dalam memukul
istrinya karena beberapa alasan. Meskipun pelecehan seksual dianggap kejahatan,
akan tetapi hal itu umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Departemen
Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa 90% perempuan mengaku
telah mengalami beberapa bentuk pelecehan seksual di tempat kerja. Juga
dilaporkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas
Perempuan) tahun 2020, pada kanal lembaga negara tahun 2015-2020, sebanyak
27 persen kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan
tinggi. Sementara itu, berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota,
sebanyak 89 persen perempuan dan 4 persen laki-laki menjadi korban kekerasan
seksual. Sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi
di kampus dan 63 persen dari korban tidak melaporkan kasus yang diketahuinya
kepada pihak kampus.
PEMBAHASAN

Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi
peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.

Kata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat
serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara
perempuan dan laki-laki-namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini
menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku, dan
pada gilirannya hak-hak, sumber daya, dan kuasa. Kendati tuntutan ini bervariasi
di setiap masyarakat, tapi terdapat beberapa kemiripan yang mencolok. Misalnya,
hampir semua kelompok masyarakat menyerahkan tanggung jawab perawatan
anak pada perempuan, sedangkan tugas kemiliteran diberikan pada laki-laki.
Sebagaimana halnya ras, etnik, dan kelas, gender adalah sebuah kategori sosial
yang sangat menentukan jalan hidup seseorang dan partisipasinya dalam
masyarakat dan ekonomi. Tidak semua masyarakat mengalami diskriminasi
berdasarkan ras atau etnis, namun semua masyarakat mengalami diskriminasi
berdasarkan gender-dalam bentuk kesenjangan dan perbedaan-dalam tingkatan
yang berbeda-beda. Seringkali dibutuhkan waktu cukup lama untuk mengubah
ketidakadilan ini. Pengertian kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan
setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban.

Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek


kehidupan, di seluruh dunia. Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali
atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-
mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat
ketidaksetaraan yang terjadi, namun pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan
semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu
tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.
Pada era sekarang ini telah berkembang upaya penyetaraan kedudukan
antara laki-laki dan perempuan. Peranan individu dalam masyarakat telah berubah
sebagai akibat perkembangan kehidupan pergaulan manusia. Perempuan tidak lagi
hanya berperan pada ranah domestik melainkan merambah ke ranah publik.
Namun demikian, ada saja potensi dominasi laki-laki pada perempuan. Termasuk
dalam memenuhi kebutuhan seks. Fakta menunjukkan masih terjadinya
pemaksaan, dari tindakan-tindakan seksualitas tingkat yang paling ringan hingga
yang terberat seperti perkosaan yang merupakan tindakan pelecehan seksual.

Pelecehan seksual terhadap perempuan, khususnya perkosaan, tidak lagi


hanya dipandang sebagai masalah antar individu belaka, melainkan merupakan
problem sosial yang terkait dengan masalah hakhak azasi manusia, khususnya
yang berkaitan dengan perlindungan dari segala bentuk penyiksaan, kekerasan,
kekejaman, dan pengabaian martabat manusia (Nursyahbani Katjasungkana, 1995:
18). Perlindungan tersebut dapat diupayakan dengan menggunakan hukum pidana,
mengingat adanya fungsi hukum pidana yang umum dan yang khusus (Sudarto,
1990: 12). Fungsi umum hukum pidana adalah menyelenggarakan pengaturan
untuk menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Sedangkan fungsi
khususnya melindung kepentingan hukum terhadap perbuatan yang merugikan
dengan sanksi pidana yang diharapkan dapat menimbulkan daya preventif tidak
melakukan kejahatan (pelecehan seksual).

Salah satu hak fundamental yang diakui oleh masyarakat internasional


ialah hak setiap orang untuk menikmati standar kesehatan yang tertinggi termasuk
kesehatan reproduksi. ICPD di Kairo 1994 mengakui bahwa memenuhi kebutuhan
kesehatan reproduksi bagi perempuan dan pria merupakan syarat utama dalam
membangun sumber daya manusia dan pembangunan sosial. Kesehatan
reproduksi tersebut bukan hanya berarti bebas dari kesakitan dan gangguan
penyakit, melainkan juga mencakup kemampuan bagi setiap orang untuk
melakukan dan menikmati hubungan seksual secara aman, memperoleh
keturunan, menjalani kehamilan dan persalinan yang aman, mengatur fertilitas
tanpa mengorbankan kesehatan dirinya, serta menjalani kehamilan dengan hasil
persalinan bayi yang sehat dan ibu selamat (Abdullah Cholil, 1996: 6).
Memberikan perlindungan hukum (pidana) bagi perempuan dari perilaku
pelecehan seksual menjadi penting, karena perilaku ini menyerang hak
fundamental yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan bisa menimbulkan
gangguan rasa aman dalam melakukan hubungan seksual.

Anda mungkin juga menyukai