Anda di halaman 1dari 200

BAB I

MEMBACA PERUBAHAN

Sebagai titik tumpu utama dalam organisasi kader, kaderisasi


terkait erat dengan bagaimana efektifitas proses. Proses yang memakan
waktu bertahun-tahun dengan berbagai kendalanya. Karenanya,
kaderisasi tidak semata-mata bertujuan untuk menyiapkan kader yang
siap menghadapi masa pada saat pendidikan atau pelatihan di dalam
kaderisasi berlangsung melainkan juga disiapkan untuk menghadapi masa
sesudahnya. Atas argumen itulah, perlu pembacaan atas perubahan yang
tidak hanya sekedarto know tapi juga know-why dan know-how.
Pembacaan terhadap perubahan bisa dianalisis dari berbagai
indikator yang saat ini tengah terjadi, melacak berbagai pola historis, dan
mengkalkulasi berbagai kemungkinan.Sebagai pendahuluan buku ini,
maka di bawah akan dijelaskan berbagai perubahan yang tengah terjadi di
level internasional, nasional, maupun kondisi internal. Pembacaan tiga
variabel tadi kemudian diturunkan ke dalam strategi-taktik gerakan.

1.1 Perubahan Geopolitik Global


Globalisasi merupakan fenomena empat hal. Pertama, etno-scape
adalah orang modern yang terus menerus memperbaharui
kemodernannya dengan cara mendatangi etnis yang menurutnya
terbelakang. Kedua, capital-scape adalah perputaran uang pada ranah
global sehingga uang itu sendiri tidak memiliki “kewarganegaraan” lagi.
Ketiga, ideo-scape, artinya ide yang dapat melewati batas trans-national.
Sebagai contoh, gejala terorisme yang ada di Timur Tengah dapat
merembet ke Indonesia. Keempat, media-scape yang mendorong dan
mengkonstruksi pemikiran kita. Saat ini kita tidak dapat membendung
arus informasi yang semakin kuat pasca adanya teknologi, seperti internet.
Konsekuensi dari globalisasi adalah ancaman perang asimetris.
Asymetrical warfare (perang asimetris) mulai dikenal dalam
perang Franco-Spanish pada tahun 1823, dan sekarang semakin dianggap
sebagai salah satu komponen utama dari peperangan generasi
keempat(fourth generation warfare) yaitu perang atau konflik ditandai
oleh kaburnya batas antara perang dan politik atau antara tentara dan
sipil, dengan ciri menonjol dari peperangan ini adalah melibatkan dua
aktor atau lebih, dengan kekuatan yang tidak seimbang yang mencakup
spektum peperangan yang sangat luas. Kerajaan Belanda mempraktekan
peperangan asimetris ini ketika menjajah Indonesia dengan menjalankan
politik devide et impera atau politik pecah belah yang merupakan
kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan

1
mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok
besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan dan
mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah
kelompok besar yang lebih kuat sehingga mampu memerdekakan diri.
Perkembangan mutakhir dari asymetrical warfare ini terlihat jelas
dalam kasus Arab Spring 1 di mana sepeninggal rezim-rezim mapan
terpecahnya masyarakat yang menolak dikuasai satu sama lain.
Mengkristalkan konflik horizontal berdasarkan aliran keagamaan,
ideologi, etnik, atau klan. Melalui Arab spring, destabilisasi dan
ketidakbersatuan,negara-negara kuat-lama berkehendak
mempertahankan hegemoni dan dominasi atas pasokan minyak.
Setelah menggunakan taktik hard power (invasi) berhasil di
Afghanistan dan Irak maka langkah berikutnya adalah dengan
menggunakan softpower yang menggunakan berbagai kelompok LSM
untuk menggalang gerakan sosial menumbangkan rezim. Jika upaya damai
terhambat maka langkah berikutnya adalah dengan memberikan donasi,
suplai senjata, mengaktifkan para pelarian di luar negeri, dan melegitimasi
pihak oposisi sebagai perwakilan resmi negara.
Terjadi juga perebutan pengaruh kawasan di Jalur-jalur
perdagangan dan kawasan sumberdaya alam antar kekuatan ekonomi
besar dan aliansinya. Hal ini misalnya dapat dilihat dari ketegangan di
Selat Hormuz (Teluk Persia). Bisa dibayangkan jika meletus peperangan di
Teluk Persia, maka distribusi 40% minyak dunia ke berbagai belahan bumi
dari Teluk akan macet, dan sebagai dampak langsung ialah naiknya harga-
harga barang dan jasa akibat melambungnya harga energi karena
kelangkaan. Inilah hikmah yang dapat dipetik, betapa tinggi urgensi
sebuah selat bagi geostrategi banyak negara. Perebutan pengaruh ini juga
terlihat di negara-negara sekitar Selat Malaka yang menjadi jalur perairan
tersibuk (di dunia) setelah Selat Hormuz di Teluk Persia. Keberadaan
tersebut membuat Selat Malaka dijuluki choke points of shipping in the
world baik untuk ekspor-impor, sosial politik, keamanan, lingkungan
maupun militer dan lain-lainnya. Data Kementerian Pertahanan menyebut,
sejak tahun 1999-2008 kapal-kapal yang melewati Selat Malaka meningkat
74% dan era 2020-an nanti prakiraan hilir mudik pelayaran mencapai
114.000 kapal. Menurut Goldman Sachs, kelompok negara yang bakal

1 Arab spring tidak hanya sekedar mengganti rezim-rezim di Timur

Tengah tetapi juga secara perlahan menghabisi kekuatan sosial-politik Islam


berhaluan Ahlussunah wal Jama’ah (Aswaja). Faksionalisasi kelompok Islam saat
ini diarahkan hanya kepada dua kelompok wahabi atau salafi, yang kerap
menyebut diri sebagai Sunni, dan Syi’ah.

2
menguasai perekonomian tahun 2050 kelak adalah Brasil, Rusia, India dan
Cina (BRIC), terutama sekali Cina dan India yang paling aktif melintasi
baik Selat Malaka, Selat Sunda, maupun Selat Lombok. Bagi Indonesia
sendiri, selain Selat Malaka atau selat-selat lainnya, tampaknya Selat
Sunda tergolong sebagai lintasan utama dalam konteks pelayaran dunia,
terutama di lingkungan Asia Tenggara, ASEAN dan kawasan Asia Pasifik.
Lebih utama lagi, kevitalan Selat Sunda, adalah pelayaran dari Laut China
Selatan menuju Lautan Hindia.
Dalam konteks geopolitik global yang juga perlu dicermati adalah
terbentuknya organisasi-organisasi kerjasama baru. Pertama,
terbentuknya BRICS. BRICS merupaka akronim dari Brazil, Russia, India,
Cina, dan disusul Afrika Selatan (South Africa) yang didirikan di
Yaketirinburg, Rusia pada tahun 2009. Kumpulan negara industri baru
(new industrial countries) yang semula terkategorisasi sebagai
underdevelopment atau third world ini pada tahun 2012 mewakili 40
persen populasi dunia, 25 persen daratan, 20 persen GDP, dan mengontrol
43 persen cadangan devisa global. Kelompok ini bermula hanya fokus
pada situasi peningkatan ekonomi dan reformasi institusi keuangan
global. Belakangan orientasi BRICS sudah bergeser, sebagaimana dikutip
dari pernyataan Presiden Cina, Hu Jintao, baru-baru ini bahwa BRICS
merupakan penjaga dan promotor bagi negara-negara berkembang dan
sebagai kekuatan perdamaian dunia.
Tampilnya negara-negara BRICS menjadi kekuatan besar ekonomi
dunia berdampak pada peningkatan anggaran pertahanan. Situs
europiangeostrategy mengklasifikasi Cina sebagai potentialsuperpower di
bawah AS yang masuk sebagai superpower, Rusia dan India sebagai great
power di tingkat regional, dan Brazil sebagai middle power.Berdasarkan
kekuatan ekonomi dan pertahanan maka BRICS memiliki daya tekan yang
luar biasa dalam isu-isu ekonomi dan keamanan dunia.
Kedua, terbentuknya Shanghai Cooperation Organization (SCO).
Organisasi kerjasama keamanan ini semula bernama Shanghai Five yang
didirikan pada tahun 1996 di Shanghai, Cina. Terdiri dari Rusia, Cina,
Kazakhstan, Kyrgistan, dan Tajikistan. Setelah masuknya Uzbekistan,
tahun 2001, organisasi ini mengalami perubahan nama. SCO berfokus
pada kerjasama keamanan, ekonomi, budaya, dan aktivitas militer. Tahun
2004 Mongolia ditetapkan sebagai peninjau dalam partisipasinya di dalam
SCO. India, Pakistan, dan Iran menyusul di tahun berikutnya.
Ketiga, terbentuknya “Uni-Eurasia”. Gagasan ini dilontarkan
Perdana Menteri Rusia, Vladimir Putin. Dalam artikelnya yang berjudul
"Proyek Integrasi Eurasia Baru: Masa Depan yang Dimulai Hari Ini"
(Harian Izvestia, 4 Oktober 2011). Gagasan yang memiliki tujuan

3
"persatuan baru" negara-negara bekas Uni Soviet tersebut berpotensi
menjadikan euro-asia sebagai poros kekuatan baru di bawah tatanan baru
dunia Rusia dan Cina. Gagasan itu dimunculkan Putin di tengah
menurunnya pengaruh Amerika Serikat dan Jepang di Asia-Pasifik, dan
melemahnya Uni-Eropa akibat krisis ekonomi. Selain itu Putin juga
bermaksud menaikkan pamor Rusia setelah diterima dalam East Asia
Summit (EAS).
Apa konsekuensinya? Tatanan dunia baru akan menempatkan
pengaruh yang kuat Rusia dan Cina atas negara-negara Asia Tengara dan
Pasifik Barat Daya yang nantinya mampu mengurangi dominasi Amerika
Serikat di kawasan Pasifik. Poros kekuatan baru dunia tersebut menjadi
sangat strategis karena membentuk satu aliansi dengan potensi kekayaan
alam yang besar. Banyak pengamat yang menganggap gagasan Putin ini
sebagai "Uni Soviet" dengan wajah baru dimana Cina tetap merupakan
sekutu tradisonalnya. Selain itu, perkembangan wacana geopolitik global
tersebut merupakan upaya Rusia untuk menggiatkan tatakelola
multilateralnya dengan negara-negara bekas Uni Soviet dan Asia.
Putin telah melakukan testing the water atas kesiapan dan
soliditas negara-negara NATO dalam kasus aneksasi wilayah Crimea,
Ukraina. Belanja pertahanan yang minim, kekuatiran atas memburuknya
kondisi ekonomi, dan perbedaan friksi internal telah membuat NATO
menjadi macan ompong. Rusia telah mengirimkan tanda bahwa kekuatan
mereka kini telah mengalami peningkatan. Pun Cina demikian, melakukan
testing the water dengan menetapkan secara sepihak zona identifikasi
pertahanan udara (ADIZ) di wilayah yang disengketakan dengan Jepang
dan Korea Selatan. Bahkan, baru-baru ini Cina meningkatkan eskalasi
dengan Vietnam dan Filipina di kepulauan Spartly dan Paracel yang masih
disengketakan. Bukan tidak mungkin, Cina kelak akan melakukannya
terhadap Indonesiamengingat mereka secara sepihak telah memasukan
pulau Natuna ke dalam nine dash line peta terbaru negaranya.
Beberapa bentuk organisasi kerjasama multilateral maupun ide
baru yang muncul belakangan merefleksikan perubahan geopolitik dunia.
Laju dunia saat ini tidak lagi hanya ditentukan oleh Amerika Utara dan
Eropa Barat tetapi juga sangat mempertimbangan eksistensi negara-
negara yang menjadi kekuatan ekonomi dan militer baru.
Kekuatan lama tidak tinggal diam menerima keadaan dalam
menyikapi perubahan pergeseran kekuatan dari Atlantik ke Pasifik. AS
telah membangun pangkalan militernya di Darwin dan tetap
mempertahankan pangkalan militernya di Jepang untuk mengimbangi
pesatnya kekuatan militer Cina. Filipina yang terancam dalam sengketa

4
dengan Cina, kembali menandatangi perjanjian pertahanan dengan AS
yang terkait dengan penempatan alutista dan prajurit.
War of position, meminjam istilah Gramsci, dilakukan oleh AS yang
memproyeksikan penempatan bertahap 60 persen armada lautnya berada
di Pasifik pada tahun 2020 sebagaimana disampaikan oleh Leon E.
Panetta, Menteri Pertahanan AS, pada Juni 2012 dalam Shangri-La Dialog
di Singapura. Hal ini sekaligus upaya merealisasikan doktrin kebijakan
luar negeri Obama yang bernama ‘Pivot To Asia’. Doktrin ini menekankan
bahwa ke depan politik luar negeri AS akan ditentukan di Asia Timur
terutama terkait dengan strategi membendung (containment strategy)
dan meningkatkan sphere of influence atas tampilnya Cina sebagai
kekuatan baru dunia.
Perlombaan pembelian dan produksi senjata canggih di Asia
terlihat jelas dari hampir imbangnya anggaran pertahanan negara-negara
Asia yang mencapai US $ 262 trilyun pada tahun 2011 dengan negara-
negara Eropa yang tergabung di dalam NATO yang berada di bawah
kisaran US $ 270 trilyun. Dari jumlah tersebut, anggaran pertahanan Cina
mengambil porsi tertinggi sebanyak 30 persen.

1.2 Membaca Dinamika Perubahan Nasional


Sejak 1998 Indonesia mengalami satu perubahan besar.
Perubahan ini menyangkut sejumlah hal: reformasi kelembagaan,
reformasi ekonomi, dan transformasi masyarakat secara luas. Pertama,
reformasi kelembagaan di tingkat Negara yang berhasil menggusur
pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik ke bentuk pemerintahan
yang mencerminkan hubungan pusat dan daerah yang bersifat
desentralistik dan memberi ruang bagi otonomi daerah yang lebih luas.
Bersamaan dengan itu pula tumbuh lembaga-lembaga baru yang berfungsi
melakukan pengawasan kekuasaan, seperti Komnas HAM, Komisi Yudisial,
Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pemberantasan
Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan lain-lainnya.
Lembaga-lembaga baru ini menjalankan fungsi-fungsi yang
spesifik, namun secara umum ditujukan untuk merespon tuntutan
masyarakat akan kebebasan (berpendapat, berkumpul dan berserikat),
demokratisasi, dan pengelolaan sistem pemerintah yang dilandasi oleh
prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas dan
rule of law. Perubahan ini juga mencakup kebebasan pers yang
memungkinkan tumbuhnya banyak media massa cetak maupun elektronik
(online) yang membawa konsekuensi-konsekuensi besar baik negatif
maupun positif.

5
Kedua, reformasi ekonomi. Krisis moneter 1997-1998 yang
menyebabkan kebangkrutan ekonomi yang luar biasa, membuat
pemerintah RI terjerat utang yang menumpuk dan terpaksa patuh pada
lembaga-lembaga donor dan lembaga keuangan internasional untuk
melakukan reformasi kebijakan ekonomi. Akibatnya, sejumlah perundang-
undangan yang direkayasa dan disusun dibawah tekanan lembaga-
lembaga donor itu mendorong pemerintah untuk meliberalisasi
perdagangan dan privatisasi pengelolaan sumberdaya ekonomi di sector-
sektor strategis seperti Migas, Minerba, dan lainnya. Dalam hal ini kita
kalah dalam "strategi": lewat aturan perundang2an, dan SDM kalah
Berbeda dg strategi Cina yg menyekolahkan dulu SDM dipersiapkan untuk
mengelola SDA sendiri
Terjerat pinjaman utang yang bukannya tanpa syarat itu,
pemerintah RI berhasil didikte untuk mengubah “space of law”,seperti UU
Migas, UU Minerba,dan lain-lain yang pada akhirnya membuka “space of
place” (ruang wilayah) seperti megaproyek MP3EI dan eksploitasi sumber-
sumber daya alam strategis yang dimiliki rakyat. Oleh karena itu,
meskipun negara ini mampu keluar dari krisis, semua “kemajuan” (mis.
diukur dari pertumbuhan ekonomi rata-rata 6%) harus dibayar dengan
hilangnya aset-aset strategis negara, melemahnya kemandirian
pengelolaan sumberdaya alam, dan pertumbuhan ekonomi yang tak
menyentuh sektor-sektor ekonomi riil masyarakat. Reformasi ekonomi
harus diakui cenderung dinikmati oleh sekelompok elit belaka, baik elit
lama maupun elit baru yang berhasil merapat atau memeroleh sokongan
dan membentuk oligarki politik-ekonomi baru.
Gejala perubahan besar yang ketiga adalah transformasi
kemasyarakatan dan kebudayaan yang begitu cepat dan bisa dianggap
“liar” yang entah itu berkaitan langsung ataukah tidak langsung secara
struktural dan institusional dengan dua perubahan besar di atas. Di ranah
ini, sikap pragmatis, hedonis dan konsumeris menjadi gaya hidup utama
kehidupan sehari-hari. Arus globalisasi yang diterima tanpa filter (sebagai
alat/sarana sekaligus nilai) telah mengkooptasi kesadaran sosial yang
membuat selera pasar bukan hanya menjadi penanda status sosial
seseorang, tetapi menjadi tempat perburuan kenikmatan yang tanpa
ujung, tanpa jeda, dan tanpa mempertanyakan cara apapun bisa ditempuh
(termasuk suap dan korupsi).
Praktek menghalalkan segala cara (budaya instan) bukan hanya
dikatalisasi oleh globalisasi produk-produk budaya, nilai dan gaya hidup,
tetapi juga kesempatan yang tersedia dan kebutuhan akan identitas atau
prestise pada masyarakat transisi yang salah satunya ditandai oleh
mobilitas vertikal yang sangat cepat. Mobilitas mendadak ini melahirkan

6
culture shock yang menggunakan semangat “aji mumpung” untuk meraih
dambaan material sebesar-besarnya sebagai pelampiasan dendam
kemiskinan masa lalu. Sementara bagi mereka yang sudah mapan
membutuhkan sabuk pengaman (safety belt) untuk melestarikan
kenyamanan baik setelah mereka pensiun maupun untuk kelangsungan
anak cucu.
Transformasi kebudayaan ini mencakup sikap-sikap materialisme
dimana kekayaan material menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan.
Simbol-simbol material dan prestise yang bersifat artifisial dikejar lewat
jalan pintas dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji,
termasuk merampas ruang publik (media, pendidikan) dan mencuri hak-
hak publik (korupsi pajak, perampasan tanah, dan sumber daya alam).
Tanpa suatu counter-culture yang memadai, konsumsi budaya material
semacam ini ikut menjerat masyarakat dan kita ke dalam budaya pasar
dan mendorong masuk ke dalam suatu prilaku anarkis baik secara sosial,
politik maupun ekonomi. Di tengah situasi masyarakat yang prihatin,
konsumerisme dan hasrat mengejar prestise yang artifisial semacam itu
adalah pertunjukan kekuasaan atau sejenis ketamakan yang diam-diam
dipamerkan. Di lain tempat atau di ruang politik, korupsi dan money-
politics dalam proses-proses pemilu adalah sejenis penghinaan terhadap
rakyat.
Dalam situasi yang akumulatif seperti ini kita menemukan
ironisme. Demokrasi memang berkembang secara prosedural, tapi nilai-
nilai dan kearifan lokal masyarakat justeru merosot. Pemilu digelar secara
rutin dan agen-agen politisi baru menempati lembaga-lembaga penentu
kebijakan. Tapi justru di situlah agen-agen mediokratik ini menikmati hak-
hak demokrasi tanpa memproduksi nilai-nilai kepublikan. Elit politik
dengan mudah mengisi ruang demokrasi itu dengan persengkongkolan
bisnis-politik untuk kepetingan menjarah negara baik sumber-sumber
ekonominya maupun nilai-nilai dasar kepublikan politiknya.
Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa setelah lebih dari satu
dekade umur reformasi Indonesia belum benar-benar keluar dari krisis.
Demokrasi menjadi kemerosotan nilai, kebebasan bergeser menjadi
anarki. Gejala-gejala krisis ini paling tidak mengambil bentuk hal-hal
berikut ini:

Gejala 1: Korupsi dan suap menjadi praktek sosial


Bukan rahasia lagi, para pejabat yang berkuasa banyak melakukan
berbagai praktek penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan
menerima suap. Mereka berasal dari lembaga-lembaga negara mulai
eksekutif (menteri, birokrat, kepala daerah), lembaga legislative (DPR dan

7
DPRD) dan lembaga yudisial (hakim), serta melibatkan lembaga penegak
hukum (polisi dan jaksa). Bentuknya bisa beraneka ragam mulai dari yang
paling terang-terangan sampai gelap-gelapan. Spektrumnya bisa sangat
luas dari menghapus atau menyelipkan pasal-pasal ketika menyusun
perundang-undangan, sampai kongkalingkong antara actor politik dan
pengusaha atau antara petugas dan pembayar pajak. Kendatipun upaya-
upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan, tidak bisa dimungkiri
bahwa kenyataannya selalu ada upaya serangan balik dari para koruptor
atau pihak-pihak yang kepentingannya terancam, untuk menggagalkan
atau melemahkan institusi pemberantasan korupsi.
Bila kita cermati fenomena korupsi dan praktek suap yang akut ini
maka bisa dianalisasi bahwa akar politik-ekonominya adalah anarki dalam
perebutan alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi, sementara akar
budayanya dibalut oleh pengejaran tanpa akhir terhadap kedudukan,
status sosial, gaya hidup dan prestise sosial dengan konsumsi budaya
material sebagai penyangga utamanya. Pragmatisme individual dan
kenikmatan pribadi ditonjolkan, sebaliknya kepentingan bangsa
ditinggalkan.

Gejala 2: Produk Perundang-undangan yang merugikan


rakyat
Ada banyak produk peraturan perundang-undangan yang
berpotensi kuat merugikan rakyat karena lahir dari sistem perekonomian
Indonesia yang berwatak kolonial. Sejak awal reformasi ekonomi bahkan
sebagian jauh sebelumnya pada era Orde Baru, berbagai revisi
perundangan-undangan bercorak liberal dilakukan untuk memenuhi
tekanan internasional yang menghendaki system perekonomian Indonesia
yang pro-pasar seluas-luasnya. Ini adalah bagian dari skema ekonomi yang
sepenuhnya didikte oleh kepentingan lembaga-lembaga donor dan
keuangan internasional yang berkolaborasi dengan korporasi
multnasional untuk mengeruk kekayaan bumi Indonesia. Dengan dalih
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, lembaga-lembaga tersebut
bukan saja menggelontorkan utang kepada RI, tetapi juga menuntut
konsesi agar RI membuka diri terhadap investasi asing, privatisasi dan
liberalisasi perdagangan dan keuangan lewat reformasi kebijakan.
Situasi ini semakin berlanjut ketika RI dililit utang saat krisis
ekonomi 1997 dan IMF kembali memaksakan resep ekonomi dalam
bentuk program penyesuaian structural (structural adjustment policy) agar
pemerintah membuka seluas-luasnya terhadap pasar dan investasi.
Sejumlah peraturan perundangan-perundangan pun lahir, seperti UU
Penanaman Modal, UU Minerba, UU Migas, UU Sumberdaya Air dan

8
lainnya. Selain RI dijajah lewat perundang-undangan, lemahnya SDM dan
teknologi yang ketinggalan menjadi alasan penyerahan pengelolaan SDA
dan sector finansial dikuasi asing. Dus, sistem hukum ekonomi RI tidak
berpihak pada kemandirian, sementara aktor-aktor dalam pemerintah tidak
memiliki keberpihakan pada rakyat.

Gejala 3: Merosotnya kebajikan bersama (common good) dan


kesukarelaan
Ada fenomena sosial yang berkembang pesat di tengah-tengah
masyarakat kita belakangan ini yakni suatu praktis sosial yang ditandai
oleh merosotnya kesadaran bersama tentang tanggung jawab, kebajikan
bersama, saling percaya dan kesukarelaan. Dalam hampir semua kagiatan,
uang dan imbalan materi lainnya menjadi dasar bagi berlangsungnya
partisipasi warga. Dalam semua kegiatan itu, segala aktivitas dijalankan
secara transaksional. Sementara kesukarelaan, keikhlasan, dan altruism
sebagai basis tindakan sosial kolektif berkurang. Datang ke pertemuan-
pertemuan komunitas, rapat-rapat organisasi, kampanye partai, preferensi
pilihan dalam pemilu, kesediaan untuk membantu dan bersolidaritas dan
lain-lainnya hampir-hampir saja mustahil tanpa melibatkan imbalan
dalam bentuk yang berbeda-beda. Secara sinikal fenomena ini dinyatakan
lewat ungkapan “wani piro?” pada sebuah iklan produk di televisi dan
tiba-tiba menjadi sedemikian popular dalam perbincangan sehari-hari.
Pada giliran gejala ini menjadi habitus sosial dimana imbalan dan uang
tiba-tiba menjadi sangat penting dan menentukan kebaikan bersama
(common good).

Gejala 4: Intoleransi dan Kekerasan


Apa yang membuat gusar kita hari ini adalah bahwa demokrasi
menjadi “democrazy”, dan kebebasan menjadi anarki. Orde reformasi yang
mengakhiri belenggu otoritarianisme dan sentralisme pemerintahan Orde
Baru, ternyata berkembang sedemikian jauh sehingga kebebasan terasa
melampaui batas yang menghancurkan ikatan batin kita sebagai sebuah
bangsa. Meningkatnya intoleransi terhadap perbedaan identitas dan
disharmoni sosial yang diwarnai dengan aksi kekerasan seolah-olah
menjadi harga yang harus dibayar. Kekerasan dan intimidasi semacam ini
seringkali digunakan sebagai jalan keluar untuk menyelesaikan masalah,
sementara dialog rasional, kritis dan dari hati ke hati dianggap sebagai
jalan yang bertele-tele. Hal yang amat menggelisahkan kita juga adalah
capaian demokrasi yang menyediakan kebebasan ternyata digunakan oleh
sebagian kelompok untuk memaksakan keyakinannya atas yang lain

9
berdasarkan superioritas dan klaim kebenaran tunggal. Dalam konteks ini,
kebersamaan dilukai dan kebhinnekaan dicampakkan.

Gejala 5: Media Massa sebagai alat propaganda ekonomi,


politik dan budaya
Pers bebas dianggap sebagai salah satu elemen pilar demokrasi.
Fungsinya sebagai medium informasi public sangat efektif untuk
menyampaikan pesan, protes dan bahkan alat control kekuasaan. Kendati
demikian, media massa baik cetak maupun elektronik tak diragukan lagi
menjadi salah satu kekuatan penting dalam pembentukan opini public
ketimbang sekedar menyalurkan pandangan dan pendapat masyarakat.
Sering kita lihat media massa membawa sendiri pesan politiknya atau
bahkan membawa pesan pesanan orang lain. Kerap kali pula media massa
menyamarkan peran sebenarnya sebagai actor yang juga memiliki
kepentingan politik atau ekonomi terkait owner-nya.
Dalam konteks ini, media massa seringkali menyajikan berita atau
informasi yang terseleksi dan tidak berimbang bahkan pada momen-
momen tertentu bersifat disinformatif dimana public dihadapkan pada
situasi yang sulit mencerna antara informasi yang benar, gossip atau
propaganda politik. Lebih dari itu semua, media massa cenderung
menampakkan diri sebagai alat ideologis dari suatu kebudayaan besar
yang memanfaatkan pasar konsumen Indonesia sebagai objek distribusi
produk-produk luar yang dibarengi dengan industri gaya hidup yang
hedonis dan konsumeris yang merayu public. Dus, media massa hari ini
bukan hanya agen informasi yang merepresentasi kepentingan ekonomi dan
politik kelompok-kelompok kepentingan tertentu, tetapi sekaligus agen
kebudayaan penting yang melemahkan kepribadian kebudayaan
masyarakat sendiri.

Gejala 6: Ekstrimisme agama


Ekstrimisme keagamaan muncul karena pandangan melampaui
batas yang dianut oleh sekelompok aliran yang memahami ayat-ayat suci
secara tekstual tanpa mempertimbangkan konteks sosial, kesejarahan dan
lokalitas. Di Indonesia, ekspresi ekstrimisme keagamaan ini muncul dalam
bentuk mulai dari sesat-menyesatkan, kafir-mengkafirkan, kengganan
untuk berdialog secara sehat dan adil, hingga tindak kekerasan dan
kehendak untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi khilafah.
Tidak bisa dimungkiri bahwa ideologi ekstrimisme ini terus
menerus diproduksi dan direproduksi baik melalui perebutan masjid-
masjid maupun lewat sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Yang lebih
menggusarkan lagi, semakin lama ideologi ini berkembang di kalangan

10
mahasiswa dan anak-anak muda yang bagaimanapun keberadaannya bisa
merobek-robek corak pandangan keagamaan masyarakat yang tawasuth
dan ramah terhadap tradisi budaya yang hidup dan berkembang di
masyarakat.
Bagaimana cara memahami secara lebih tepat gejala-gejala krisis politik
dan kebudayaan di Indonesia yang sedang berubah ini dengan situasi dan
kondisi-kondisi yang terjadi di arena global? Kapan situasi local terkait
dengan situasi global, dan kapan pula yang local berkembang dalam
dinamikanya?
Adalah globalisasi yang memungkinkan peristiwa yang terjadi di
suatu tempat berpengaruh terhadap kejadian di tempat lain yang berbeda.
Globalisasi dicirikan oleh “intensifikasi relasi-relasi sosial mendunia yang
menghubungkan lokalitas-lokalitas yang berjauhan dalam satu cara yang
sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung di suatu tempat
tertentu dibentuk oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi bermil-mil
jaraknya, dan demikian pula sebaliknya”. Secara kelembagaan relasi-relasi
mengglobal ini didukung oleh kapitalisme, industrialisme, sistem negara
bangsa, dan militerisme. Perkembangan teknologi yang semakin pesat
memungkinkan kemajuan pesat pula pada empat institusi di atas sehingga
relasi-relasi antar peristiwa dan kejadian semakin intensif.
Globalisasi juga ditandai oleh konsep-konsep seperti etno-scape
dimana orang modern terus menerus memperbaharui kemodernannya
dengan cara mendatangi etnis yang menurutnya terbelakang; capital-scape
dimana perputaran uang pada ranah global sehingga uang itu sendiri tidak
memiliki “kewarganegaraan” lagi; ideo-scape, artinya ide yang dapat
melewati batas trans-national. Sebagai contoh, gejala terorisme yang ada
di Timur Tengah dapat merembet ke Indonesia; dan media-scape yang
mendorong dan mengkonstruksi pemikiran kita. Saat ini kita tidak dapat
membendung arus informasi yang semakin kuat paska adanya teknologi,
seperti internet. Misalnya: peristiwa G30S terkait dengan perebutan
pengaruh dalam perang dingin antara blok Barat dan Blok Timur;
demonstrasi aktifis PKS di KFC Surabaya berhubungan erat dengan film
“The Innocence of Muslim” yang dibuat di Amerika; atau naiknya harga
minyak di pelosok desa Kulon Progo terkait erat dengan ketegangan
politik dan militer di Selat Hormuz, Teluk Persia.
Kendati demikian, bukan berarti lokalitas sepenuhnya ditentukan
secara total dan menyeluruh oleh situasi global. Lokalitas juga memiliki
dinamika sendiri akibat dari basis material dan kebudayaan dimana
proses persaingan dan aspirasi kepentingan, pandangan hidup dan ide-ide
antar actor dan kelompok-kelompok dalam masyarakat tersebut
berlangsung. Dinamika antar aktor ini sangat menentukan apakah

11
lokalitas tunduk pada skenario global, mengabsorbsi, menegosiasi atau
justeru melawannya.
Situasi ini sebenarnya bisa diprediksi dan diramal meskipun tidak
secara tepat sempurna. Karena itu selalu ada jalan untuk mengantisipasi,
membangun strategi, dan menyusun agenda bersama.

1.3 Membaca Kondisi PMII


Dalam satu dekade terakhir kita menyadari bahwa organisasi
pergerakan kita telah berkembang sedemikian pesat baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif. Terbukti bahwa PMII sudah berada
di hampir semua universitas dan perguruan tinggi di Indonesia dengan
kuantitas kader yang sangat bervariasi. Di antara organisasi sejenis pun
PMII menjadi organisasi dengan jumlah cabang dan cakupun wilayah
terbesar di Indonesia. Era reformasi telah membuka peluang
pengembangan PMII secara lebih massif. Apalagi dukungan kader alumni
yang berhasil melakukan mobilitas vertikal dan menempati jabatan-
jabatan politik di birokrasi pemerintah, lembaga-lembaga negara non-
departemen (KPU, Panwaslu, KPI, misalnya) maupun lembaga legislatif
(jadi tidak hanya di LSM saja) tidak bisa dimungkiri sangat membantu
perkembangan ini.Namun demikian, di luar perkembangan positif yang
kita rasakan, kita juga mencatat sejumlah hal yang kurang membesarkan
hati.
Sebelum bergerak ke berbagai masalah internal PMII berikut
diajikan sejumlah data yang didapat selama Rakornas Bidang Kaderisasi
tanggal 14-18 Februari 2012 bertempat di Jakarta.
Ruang lingkup rekrutmen: 1) mayoritas kader PMII memiliki
keterkaitan dengan Nahdlatul Ulama, seperti dalam bentuk latar belakang
keluarga, masyarakat, dan pendidikan; 2) sebanyak 95% menyatakan
bahwa anggota/kader PMII tidak berlatar belakang keluarga PMII; 3)
secara umum, proses rekrutmen anggota PMII di beberapa kampus tidak
melalui proses pendekatan akademik (ilmiah), tapi melalui proses
pertemanan dan 56% responden menyatakan kader yang bergabung di
PMII tidak didasari oleh minat (keinginan dengan sadar) untuk bergabung
ke PMII; 4) kebanyakan (65%) responden menyatakan tidak melakukan
test identifikasi potensi diri dan test kecenderungan aktif di PMII dalam
proses rekruitmen anggota. Sebanyak 51% responden juga menyatakan
tidak pernah melakukan kegiatan pra Mapaba dalam proses rekruitmen,
dan; 5) faktor penghambat yang dominan dalam proses pengkaderan di
kampus adalah keterbatasan aspek financial, intervensi kampus, dan
stigma buruk anggota/kader PMII. Sedangkan keberadaan PMII sebagai
organisasi minoritas, dalam suatu kampus, tidak dinilai sebagai hambatan.

12
Ruang lingkup ideologisasi: 1) Sekitar 80% responden
menyatakan dalam 1 tahun melakukan Mapaba lebih dari 1 kali dan 78%
menganggap materi yang ada di Mapaba masih efektif sebagai sarana
ideologisasi; 2) Sebanyak 49% responden menyatakan materi Mapaba
tidak sesuai dengan karakteristik kampus umum dan ada 17%
menyatakan materi tersebut tidak sesuai dengan karakteristik kampus
agama, dan 73% responden menganggap metode yang digunakan saat ini
sudah membantu proses ideologisasi yang diharapkan; 3) Sebanyak 88%
responden menyatakan bahwa pemateri Mapaba saat ini sudah memiliki
kompetensi dalam menyampaikan materi; 4) Sebanyak 61% responden
tidak mengacu pada buku multi level strategi dalam pelaksanaan Mapaba,
dan ada 5% (2 cabang) yang menyatakan belum pernah mengenal buku
multi level strategi; 5) 78% responden menyatakan perlu ada materi
tambahan dalam menumbuhkan rasa memiliki (sense of belonging)
anggota/kader terhadap organisasi, dan; 6) Secara umum, kegiatan follow
up Mapaba yang paling banyak dilakukan oleh PC dalam bentuk diskusi
nonformal.
Ruang lingkup peran aktif dan daya juang: 1)Sebanyak 83%
responden tidak bisa melaksanakan PKD lebih dari 2 kali dalam 1 tahun.
Sebanyak 56% menyatakan terdapat pengurus komisariat yang belum
lulus PKD. Padahal, 78% responden menilai PKD adalah proses
penempaan utama untuk membangun kompetensi kader dalam
mengorganisasikan institusinya; 2) Ada sebanyak 44% responden menilai
materi PKD tidak sesuai dengan karakteristik kampus umum dan ada 20%
menilai materi tersebut juga tidak sesuai dengan karakteristik kampus
agama; 3) Sebanyak 78% responden menyatakan bahwa pemateri PKD
saat ini sudah memiliki kompetensi dalam menyampaikan materi dan 73%
menganggap materi PKD sudah mampu menumbuhkan kesadaran
berperan aktif dan berdaya juang bagi kader PMII; 4) Sebanyak 44%
responden menyatakan pelaksanaan PKD tidak mengacu pada buku
multilevel strategi, dan; 5) Follow up yang dilakukan oleh cabang setelah
PKD sebagian besar dilakukan dalam bentuk diskusi nonformal dan
informal.
Ruang lingkup supporting system dan leading sector: 1) Sebanyak
93% responden menyatakan tidak bisa melakukan PKL lebih dari 1 kali
dalam 1 tahun; 2) Sebagian besar (63%) responden meyakini, kader yang
lulus PKL tidak memiliki orientasi untuk menduduki the leading sectors,
dan 66% materi dan metode yang dilaksanakan dalam PKL tidak
mendukung kader untuk survive di ranah the leading sectors; 3) sebanyak
54% responden menyatakan pemateri yang ada saat ini tidak memiliki
kompetensi dalam menyampaikan materi PKL, dan; 4) Mayoritas

13
responden menghendaki, model PKL yang diharapkan dapat mengarah
pada survive kader pada ranah the leading sectors (spesialisasi profesi)
adalah dalam bentuk penugasan social researchdan pelatihan keprofesian.
Ruang lingkup assesment dan evaluasi: 1) Sebanyak 63% mengaku
melakukan penilaian terhadap daya serap peserta setelah menerima
materi dalam setiap jenjang pengkaderan atau pelatihan. Dan sebanyak
83% mengaku melakukan penilaian terhadap setiap metode dan
narasumber dalam pengkaderan dan pelatihan; 2) sebanyak 56%
responden juga mengaku melakukan penilaian terhadap perkembangan
akademik dan peran aktif kader dalam berorganisasi, dan; 3) Sebanyak
41% responden menyatakan melakukan penilaian dan evaluasi kinerja
organisasi setiap 3 bulan sekali dan 31% menyatakan tidak pernah
melakukan penilaian dan evaluasi terhadap kinerja organisasinya.
Ruang lingkup relasi PMII dengan alumni: 1) Sebanyak 73%
responden menyatakan bahwa alumni membantu secara financial setiap
pengkaderan yang dilakukan. Sebanyak 45% juga menyatakan bahwa
bantuan financial dari alumni dalam setiap pengkaderan kurang dari 25%
biaya yang dibutuhkan; 2) Sebanyak 85% responden juga menyatakan
bahwa alumni senantiasa memberikan gagasan konstruktif dalam
penguatan institusi dan pengembangan kualitas kader; 3) Sebanyak 68%
responden menyatakan keberadaan organisasi alumni (IKA PMII) tidak
mampu mendorong peningkatan peran alumni pengembangan dan
penguatan institusi PMII, dan; 4) Sebanyak 61% responden juga
menyatakan, bahwa alumni tidak melakukan peran distribusi kader
potensial ke ranah produktif.
Sesi analisa potensi diri dan tantangan secara kuantitatif tersusun
dalam empat ruang lingkup: potensi kader dan mandat sosial, proyeksi
realitas dan visualisasi tantangan, kapasitas yang dibutuhkan kader, dan
pemetaan pilihan kebutuhan kader. Sesi ini berlangsung pada tanggal 16
Februari 2012 bertempat di Gedung Serbaguna 3 Asrama Haji Pondok
Gede, Jakarta Timur.
Secara garis besar, angket potensi diri dan tantangan dapat
disimpulkan sebagai berikut:Ruang lingkup potensi kader dan mandat
sosial: 1) latar belakang kampus kader sebanyak 41% kampus umum dan
59% berasal dari kampus agama; 2) kampus agama negeri 65% dan
sisanya berasal dari kampus swasta; 3) kampus umum negeri 64% dan
sisanya berasal dari kampus swasta; 4) 53% kader berasal dari jurusan
tarbiyah atau pendidikan, syariah atau hukum 15%, FISIP, ekonomi, dan
TIK masing-masing 6%, teknik, Mipa, filsafat atau ushuludin, kesehatan,
dan pertanian masing-masing 3%; 5) pekerjaan orang tua yang berasal
dari unsur petani dan nelayan sebanyak 50%, wiraswasta 24%, buruh

14
atau karyawan sebanyak 15 %, PNS sebanyak 9%, dan guru sebanyak 3%;
6) latar belakang pendidikan orang tua sebanyak 47% lulusan SD, 35%
sekolah menengah, 15% perguruan tinggi, dan 6% tidak tamat sekolah
dasar; 7) sumber pembiayaan kuliah dari orang tua sebanyak 65%,
mandiri dan beasiswa sebanyak 29%, dan hanya dari beasiswa sebanyak
6%; 8) latar belakang pendidikan kader sebelum atau pra kuliah sebanyak
61% alumni madrasah aliyah, 27% alumni SMU, dan 12% alumni SMK; 9)
fokus akademik yang diminati sebanyak 74% menyatakan sesuai dengan
disiplin akademik dan sisanya sebanyak 26% menyatakan tidak sesuai;
10) potensi ekonomi wilayah kader sebanyak 53% menyatakan berada di
wilayah dengan potensi pertanian, perkebunan, perikanan atau kelautan,
dan peternakan, 15% di kawasan industrial, 12% perkebunan dan
perikanan, 9% di daerah perdagangan dan jasa, 9% di daerah perkebunan
dan pertambangan, dan pertambangan sebanyak 3%;
Ruang lingkup proyeksi realitas dan visualisasi tantangan:
sebanyak 29% menyatakan terbatasnya network (jaringan), kapasitas
atau kompetensi kader mencapai 27%, lingkungan sosial, budaya, dan
politik sebesar 18%, keterbatasan modal ekonomi 12%, terbatasnya
lowongan pekerjaan 10%, dan aspek birokrasi yang menghambat
sebanyak 4%.
Ruang lingkup kapasitas yang dibutuhkan kader: sebanyak 44%
menjawab kapasitas yang dibutuhkan adalah ideologi, kepemimpinan,
network, dan kompetensi, menyatakan hanya kompetensi sebesar 21%,
kompetensi 16%, network 16%, dan ideologi 3%.
Ruang lingkup pemetaan pilihan sektor kader: sebanyak 26%
ingin menjadi akademisi atau intelektual, 26% ingin menjadi entrepreneur
atau industriawan, 18% ingin menjadi PNS atau berada di dalam lembaga
negara, 15% ingin menjadi profesional, 9% ingin berkiprah sebagai aktivis
lembaga sosial kemasyarakatan, dan 6% menjadi politisi.
Dari data kuantitatif dan kualitatif selama Rakornas Bidang
Kaderisasi setidaknya tersaji delapan masalah sebagai berikut:
Masalah Pertama : Sumberdaya Anggota
Kaderisasi dijalankan setiap tahun dan menghasilkan anggota
yang melimpah. Tapi harus diakui,semua proses di dalamnya belum
menjamin terciptanya kader-kader yang mumpuni dibidangnya dan
berkarakter sebagai leader. hendak berkecimpung dan berkontribusi pada
sektor-sektor kehidupan sosial, ekonomi, akademik dan politik.
Hampir di semua universitas dan perguruan tinggi di Indonesia,
sudah ada rayon atau komisariat PMII di sana. Tetapi di sejumlah kampus
memperlihatkan bahwa organisasi PMII belum menjadi pilihan utama,
bahkan di beberapa kampus negeri atau swasta yang dinilai qualified PMII

15
belum ada apalagi untuk berkembang pesat. Mengenai hal ini ada
beberapa sebab. Pertama, PMII dianggap kurang memberi nilai tambah
bagi mahasiswa dan para anggotanya sehingga kurang memiliki daya tarik
secara kualitatif (prestasi). Kedua, aktivitas pemikiran dan kegiatan-
kegiatan PMII tidak nyambung dengan kebutuhan-kebutuhan yang
berkembang di lingkungan kampus yang selalu bersifat khas. Ketiga, PMII
kurang memiliki daya tarik psikologis dan simbolik kepada mahasiswa
karena kurang mampu mengelola organisasinya sebagai institusi
mahasiswa bergengsi dan mengemas citra kadernya sebagai agen
perubahan sesuai dengan citra diri kader PMII.
Masalah Kedua : Kehidupan Intelektual
Ada sejumlah hal yang kurang menggembirakan dalam dunia
intelektual kita. Gairah intelektual tak sebergairah masa lalu. Sebenarnya
ini sangat ironis, karena banyak informasi dan bacaan yang tersedia di
internet. Bahan-bahan bacaan juga bisa diakses lewat perpustakaan.
Memang semangat untuk meraih prestasi kesarjanaan (akademis) sudah
sangat maju dan tak perlu khawatir bahwa semangat ini akan terus
berkembang di kalangan warga pergerakan. Hanya saja ada gejala baru
yang khas modern, yakni menurunnya kegemaran membaca ide-de besar
dan bergulat dengan gagasan-gagasan besar. Sekarang ini iklim
mahasiswa cenderung pragmatis, mereka memilih terjun pada
pengetahuan yang sempit dan terspesifikasi.
Kendati demikian, PMII jangan meratapi penurunan membaca
ide-ide besar ini, karena memang ada konteks akademis yang berubah.
Watak keilmuan sudah berbeda dan semakin terspesialisasi. Tapi kita
tidak boleh rela dengan penurunan ini. Spesialisasi keilmuan warga
pergerakan sangat penting karena negara ini membutuhkan para ahli yang
mendalami pengetahuan yang spesifik dan kompeten dalam bidang-
bidang yang khas. Karakter intelektual semacam ini memang dibutuhkan
agar negara maju mengejar ketertinggalan. Meskipun begitu sebagai
organisasi yang berupaya mencetak kader menjadi seorang leader,
pengetahuan yang spesifik ini tidaklah cukup. Seorang kader PMII harus
memiliki kompetensi dan keahlian dalam bidang tertentu sekaligus juga
memiliki visi leadership.
Masalah Ketiga: Reputasi Organisasi
Reputasi organisasi menyangkut wibawa institusi, pimpinan dan
kader pergerakan. Idealnya reputasi organisasi ini ditentukan oleh
integritas, prestasi akademik dan sepak terjang kadernya di medan
pergerakan. Misalnya sejaumana kader-kader pergerakan mencerminkan
nilai-nilai dan pergerakan dan citra diri kader di lingkungan akademik dan
sosialnya, dan pada akhirnya peran mereka dalam mengambil

16
kepemimpinan untuk merespon isu-isu sosial dan politik yang
berkembang di sekitarnya. Memiliki kader-kader yang berprestasi atau
menempati jabatan-jabatan sosial-politik dan dilingkungan kampus jelas
akan meningkatkan reputasi PMII sebagai organisasi kader, begitu pula
inisiatif-inisitif untuk mendorong tampilnya PMII dalam pentas
pergerakan.
Membangun reputasi sangat penting untuk menambah daya tarik
organisasi dihadapan calon-calon anggota, dan bagi anggota kader sendiri
untuk menambah kebanggaan dan kepercayaan dirinya. Masyarakat juga
tidak akan meragukan kiprah PMII sebagai organisasi kemahasiswaan
yang memiliki integritas, responsive dan mengemban tanggung jawab
sosial. Bagaimanapun reputasi PMII masih kalah dengan organisasi-
organisasi lain yang lebih tua meskipun peran yang dimainkan belakangan
ini semakin meningkat.
Masalah Keempat: Kesiapan Menempati Sektor-Sektor
Strategis
Diantara kegusaran yang kita alami sekarang ini adalah minimnya
kader-kader PMII yang mempersiapkan diri untuk berkiprah di sektor-
sektor penting seperti finansial, pertambangan dan perminyakan.
Umumnya dunia politik masih merupakan wilayah pengabdian favorit
kader pergerakan dalam menjalani karirnya. Sebagian besar
berkecimpung di dunia akademik di kampus-kampus, meskipun
kenyataannya kuantitasnya masih belum menggembirakan terutama
kiprahnya di kampus-kampus negeri maupun swasta bergengsi. Padahal
kenyataannya sektor-sektor yang tersebut di atas terbukti sangat
menentukan kehidupan perekonomian nasional. Bahkan pertumbuhan
ekonomi Indonesia ditopang sepenuhnya oleh pertambangan yang
diekploitasi secara besar-besaran. Ironisnya, sebagian besar sector ini
dikuasai oleh asing yang berkolaborasi dengan elit-elit bisnis-politisi
nasional yang memiliki kepentingan untuk ikut menjarah kekayaan
negara.
Kebanyakan kader-kader PMII enggan memasuki sektor-sektor
ini, atau memang tidak ada kader PMII yang mengambil spesialisasi dan
kompetensi di bidang-bidang tersebut. Bisa dikatakan bahwa sektor ini
merupakan wilayah asing, tak tersentuh dan terisolasi dari wacana dan
social activism kader PMII. Kendatipun kaderisasi sudah berekspansi ke
kampus-kampus umum, fakultas-fakultas favorit dalam bidang-bidang
tersebut masih belum dijangkau.

17
Masalah Kelima : Perangkat nilai yang konstruktif dan
sistemik
Sebagaimana setiap organisasi, sistem nilai adalah ruh
pergerakan, adapun struktur dan perangkat organisasi merupakan
tubuhnya. Tanpa sistem nilai atau ideologi ini mustahil organisasi tersebut
bisa bergerak, dan struktur dan perangkat tersebut tak mungkin pula ia
merealisasikan tujuan hidup dan keberadaannya. Sistem nilai PMII ini
terumuskan dalam suatu doktrin normative bernama NDP atau Nilai-Nilai
Dasar Pergerakan, yang isinya merupakan sublimasi dari nilai-nilai
keaswajaan dan keindonesiaan. “Keaswajaan” sendiri bisa dikatakan satu
dimensi spiritualisme ideologis kaum pergerakan yang bersifat khas kaum
ahlus-sunnah wal-jamaah dimana segala aktivitas PMII pada dirinya
sendiri adalah suatu bentuk ibadah kepada Sang Penguasa Semesta Jagad
Raya.
Dalam doktrin Aswaja, manusia adalah kholifah fil-ardh,
pemimpin/penguasa di dunia. Karena itu menjadi tugas besar setiap kader
pergerakan untuk memanggul tanggung jawab itu dalam rangka
merealisasikan visi rahmatan lil-alamin. Dan seorang pemimpin, atau
kolektivitas kepemimpinan, adalah pemimpin dunia yang pada akhirnya
harus menghadapi realitas “dunia yang apa adanya dengan seluruh seluk
beluknya”. Dengan kata lain, seorang kholifah (PMII sebagai “kholifah
kolektif”) perlu dilengkapi satu perangkat metodologis untuk memahami
“dunia yang apa adanya dengan seluruh seluk beluknya” itu untuk
memandu gerak langkah kaum pergerakan untuk mencapai cita-citanya
abadinya. Perangkat itulah yang kita namakan: “paradigma gerakan”.
Masalah kita adalah kini dirasakan oleh para kader pergerakan
akan pentingnya suatu paradigm gerakan yang relevan dengan gerak
jaman, dengan situasi dunia yang sedang berubah. Masalah itu tercermin
dari satu pertanyaan: Apakah Paradigma Kritis Transformatif (PKT) masih
relevan bagi PMII kini dan yang akan datang?
Sebagian berpendapat bahwa argumen-argumen yang mendasari
PKT sudah rontok. Dengan demikian, PKT sudah tidak relevan sama sekali.
Sayangnya, dasar alasannya kurang diuraikan: kurang menjawab mengapa
rontok, bagian mana yang rontok; apakah rontoknya pada sebagian asumsi
ataukah rontok pada asumsi-asumsinya secara keseluruhan. Lalu
pendapat ini menawarkan suatu paradigma baru yang diberi nama
“Paradigma Berbasis Realitas”. Terhadap paradigma baru ini pun masih
bisa diajukan satu pertanyaan: apakah paradigm ini berbasis pada filsafat
pragmatisme? Lalu apakah paradigm baru ini koheren dengan seluruh
sistem nilai yang selama ini dianut oleh PMII?

18
Selain Paradigma Berbasis Realitas, ditawarkan pula “Paradigma
Menggiring Arus” (PMA). Di dalam ilmu sosial atau ilmu politik dan
hubungan internasional, sebenarnya tidak dikenal jenis paradigma
semacam ini. Nampaknya gagasan ini dicetuskan dari hasil bacaan baru
terhadap dinamika realitas dunia belakangan ini dalam wawasan
geopolitik dan teori sistem dunia. Namun harus diakui perspektif PMA
tetaplah bersifat “kritik struktural” sebagaimana asumsi dasar yang
digunakan dalam PKT Hanya saja yang membedakan keduanya adalah
pada “unit analisis”-nya. Jika unit analisis PKT adalah negara, maka unit
analisis PMA adalah sistem-dunia. Dan bila PKT masih kuat terpengaruh
oleh teori modernisasi, pada PMA kuat terpengaruh oleh varian dalam
teori globalisasi. Kendati begitu keduanya (baik PKT maupun PMA)
disatukan oleh perspektif “kritik struktural”. Dus, paradigmanya tetaplah
paradigma kritik.
Masalah Keenam: Strategi dan taktik sebagai prasyarat gerak
Nampaknya harus diakui bahwa di kalangan kader pergerakan,
ideologi, strategi dan taktik gerakan PMII belum dipahami betul. Sehingga
seringkali terjadi perdebatan dan diskusi tanpa ujung dengan membawa
akibat-akibat kesalahpahaman atau konflik berlarut-larut yang memecah
belah diri sendiri. Masalah kita adalah apa sebenarnya strategi dan
bagaimana taktik gerakan PMII? Apakah kita memiliki kedua-duanya, atau
jangan-jangan kita hanya berjalan natural saja? Kaburnya pembedaan
yang jernih antara aspek ideologi, strategi dan taktik ini seringkali
membawa kesalahpahaman berikutnya. Misalnya kita perlu menjernihkan
masalah yang dipertanyakan kader-kader kita, yakni: apakah “Menggiring
Arus” dalam PMA (Paradigma Menggiring Arus) sebenarnya adalah suatu
strategi, dan taktiknya adalah anti/non-sistemik yang ujudnya bisa
kolaborasi, adaptasi, negosiasi dan ataukah perlawanan frontal?
Sebagaimana disinggung diatas taktik adalah penjabaran
operasional jangka pendek agar strategi dapat diterapkan. Maka suatu
taktik tertentu kita pilih, kita ambil dan kita jalankan atas dasar
pertimbangan situasi aktual dan kenyataan riil di lapangan. Dan oleh
karena itu sudah sewajarnya bila suatu taktik tertentu selalu harus
berbasis realitas, kenyataan riil! Lalu kita pun bisa bertanya: apakah yang
kita sebut “Berbasis Realitas/Kenyataan” dalam PBA (Paradigma Berbasis
Realitas) sebenarnya adalah bahasa yang digunakan dengan pengertian
yang sama dengan taktik yang dipahami disini? Tentu hal ini bukan semata
masalah linguistik, bukan?!

19
Masalah Ketujuh: Membangun Akumulasi Kesadaran dan
Pengetahuan Bersama
Kesenjangan pengetahuan dan keterbatasan wawasan membuat
diskusi untuk membicarakan masalah-masalah substansial seolah bertele-
tele dan dianggap buang-buang waktu atau terlalu teoritis. Seringkali
anggapan ini diperburuk oleh egoisme sektoral, perbedaan otoritas,
senioritas dan gengsi diri yang terlalu berlebihan. Pada akhirnya faktor-
faktor ini telah menghalangi kesediaan untuk bekerjasama, saling
mendengarkan, saling menghormati dan menghargai. Oleh karena itu tidak
mengherankan bila kesepakatan-kesepakatan atau keputusan-keputusan
penting yang bersifat substansial tidak mudah dicapai atau diambil tanpa
masukan-masukan serta pertimbangan kritis, konstruktif dan solutif.
Padahal sesungguhnya tradisi semacam inilah yang
memungkinkan proses-proses akumulasi pengetahuan bersama dan
memupuk kesadaran kolektif. Didalamnya mencakup sharing ide dan
pemikiran, praktek berbagi pengalaman, kegelisahan dan keprihatinan,
serta berbagi ketahuan dan ketidaktahuan. Tradisi ini hanya bisa dicapai
jika satu sama lain di dalam “lingkaran kader-kader penting” organisasi ini
memiliki kesabaran untuk mendengarkan, saling menghargai dan tepo
seliro, saling memperkaya dan mengakui kekurangan, serta saling mencari
titik temu atas berbagai pendapat yang berbeda. Bagaimanapun setiap
perbedaan pendapat dalam diskusi pada akhirnya harus tunduk pada
kesepakatan bersama yang dicapai secara maksimal dan didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan yang rasional dan bertanggung jawab
terhadap visi, amanat dan strategi kolektif pergerakan.
Masalah Kedelapan: Etika Komunitas Pergerakan
Terkait dengan poin di atas, kita jelas merasakan kurang
tumbuhnya etika pergerakan yang positif, konstruktif dan bersifat
metodis. Yang dimaksudkan adalah etika komunitas pergerakan dalam
praktek hidup sehari-hari yang merupakan pengejawantahan dari etika
keaswajaan yang bersifat menyeluruh, koheren dan sistematik. Ini tidak
hanya terbatas pada sikap normative seperti tawasuth, tawazun, dan
i’tidal, tetapi juga mencakup habituasi nilai-nilai kesederhanaan,
kejujuran, keberanian, kepercayaan diri, saling kerjasama, kooperasi,
gotong royong, kesantunan publik, saling percaya, saling menghormati,
relasi junior-senior yang konstruktif, semangat kreativitas dan
entreprenership, optimistik, teguh pada prinsip, dan lain-lainnya yang
perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari warga pergerakan.
Etika semacam ini bukan hanya bersifat konstruktif bagi
terbangun kohesi sosial dan pemupukan modal sosial yang kuat. Tetapi
juga menjadi spirit yang bisa dipraktekkan secara metodis dalam

20
hubungannya dengan kurikulum tersembunyi (hidden curriculum)
kaderisasi guna memperkuat daya resilency, kedisiplinan, dan membentuk
tradisi counter-culture (oposisi-budaya) terhadap anarkisme politik dan
kebudayaan yang kita hadapi.

1.4 Strategi-Taktik Gerakan


Posisi paradigma dalam gerakan PMII sangatlah vital. Ini lantaran
paradigma memberikan keyakinan metodologis bagi setiap kader PMII
dalam memahami dan memaknai setiap peristiwa, atau kenyataan sosial.
Pada puncaknya dari hasil pemaknaan bersama itu lalu bisa dirumuskan
model sebuah gerakan kolektif, strategi, dan taktik perjuangan. Gerak
tanpa paradigma bukanlah sebuah gerakan dalam arti sebenarnya,
melainkan sebuah kerumunan, gerak acak tak beraturan.
Setiap pergerakan haruslah memiliki strategi perjuangan untuk
mencapai tujuan organisasi. Selain strategi juga diperlukan taktik. Strategi
biasanya berkaitan dengan “apa” yang seharusnya kita lakukan, yakni
mengerjakan sesuatu yang benar (doing the right things). Sementara taktik
berkaitan dengan “bagaimana” untuk mengerjakan sesuatu itu, yakni
mengerjakan sesuatu dengan benar (doing the things right). Dalam
organisasi militer, strategi dianalogikan sebagai seni menggunakan
pertempuran untuk memenangkan suatu perang, sedangkan taktik adalah
seni menggunakan tentara dalam sebuah pertempuran.
Adapun taktik merupakan penjabaran operasional jangka pendek
dari strategi agar strategi tersebut dapat diterapkan. Strategi sendiri
merupakan alat/program-program indikatif untuk mencapai tujuan suatu
organisasi. Ia bersifat menyatu (unified) yakni menyatukan seluruh
bagian-bagian dalam organisasi; menyeluruh (comprehensive) dalam arti
mencakup seluruh aspek dalam organisasi; dan integral (integrated) yakni
seluruh strategi akan cocok/sesuai untuk seluruh tingkatan (organisasi,
kegiatan dan fungsinya).Biasanya strategi dibuka untuk publik, sementara
taktik cenderung dirahasiakan.
Penggunaan paradigma PKT, sementara dalam proses
revitalisasinya, tidak hanya sekedar menekankan kekuatan kritik pada
wilayah nalar tetapi juga transformasi melalui gerakan.Nalar dan gerakan
PMII tidak seharusnya hanya melihat negara semata-mata sebagai arena
bagi para “setan” berkuasa tetapi juga dapat menjadi “malaikat” kebaikan
bagi warganya. Negara merupakan arena kontestasi warga negara yang
memiliki afiliasi nilai atau ideologi untuk berkuasa. Sesat pikir bahwa PMII
selamanya vis a vis dengan negara hanya membuat PMII menjadi phobia
dengan kekuasaan dan output-nya hanya berada di LSM atau Ormas.

21
Strategi gerakan PMII bertumpu pada kekuatan untuk
mengantisipasi perubahan di masa mendatang di tiga front sekaligus:
global front, local front, dan internal-movement front.Berdasarkan berbagai
bacaan dan input maka terdapat dua strategi gerakan PMII: menjadi avant-
garde gerakan dan penguasaan the leading sectors.

A. Menjadi Avant-garde Gerakan


Mungkin, sudah tidak ada yang menyangsikan bahwa PMII
merupakan gerakan extra- universiter yang kerap terlibat dalam
memperjuangkan perubahan di tingkat nasional dan daerah. Lewat
doktrin liberation theology berupa keberpihakan terhadap kaum
mustadh’afin serta paradigma kritis transformatif kader-kader PMII begitu
terampil memainkan perannya sebagai aktor gerakan sosial. Radikalisasi
nilai di dalam PMII ditujukan untuk membangun resistensi atas
ketidakadilan.
Supaya gerakan tidak sekedar menjadi “asal gerak” maka PMII
menggunakan multi-level strategy sebagai strategi gerakan PMII.
Multi-level strategi merupakan langkah mengatasi kuatnya
penetrasi struktur global atas penetrasi struktur lokal. 2Dalam bacaan
PMII, perubahan tidak hanya ditentukan dari struktur lokal tetapi juga di
pengaruhi oleh struktur global. Oleh karena itu, gerakan PMII berupaya
melakukan perebutan (warring position) di tiga front: global front, local
front, dan internal-movement front. Perebutan tiga front tadi memerlukan
central planner untuk mengatur ritme di multi centers.
Secara praktis, gerakan di tiga front memerlukan kelenturan atau
fleksibilitas. Misalnya, struktur global diperlukan untuk menghapus local
struktur constraint yang membahayakan gerakan atau merugikan
masyarakat di tataran lokal. Sementara struktur lokal diperlukan untuk
menghambat gerak maju struktur global tersebut. Dalam tesis Andre
Gunder Frank dan Marta Fuentes kita bisa menghambat penetrasi struktur
global dengan melepas kopling (delinking) melalui tiga mekanisme: pasar,
hukum, dan parlemen.Penggunaan mekanisme pasar adalah dengan upaya
memboikot produk atau upaya secara luas melaui kampanye berupa iklan
atau tekanan opini di surat kabar. Adapun melalui mekanisme hukum
adalah dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Sedangkan mekanisme
parlemen digunakan untuk memberikan tekanan melalui pemotongan
anggaran, kritik terhadap kebijakan pemerintah, dan pembuatan

2Multi-level strategy secara legal digunakan oleh PMII berdasarkan

keputusan Muspimnas 2004 Nomor 09.MUSPIMNAS 2004.PMII.03.2004.

22
regulasi.Skema gerakan di tiga front ini dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Geopolitik Lokal Global Structure


Geopolitik Global
Transnational
Corporation

Local Front Global Front

 Pasar  Pasar
 Hukum  Hukum
 Parlemen  Parlemen

Local Structure
Internal-movement
Front

Contoh penggunaan skema di atas dengan menggunakan isu


kerusakan hutan yang melibatkan perusahaan transnasional adalah
sebagai berikut. PMII bersama dengan kelompok masyarakat tercerahkan
lainnya melakukan advokasi secara langsung dengan melobi parlemen
untuk menghentikan laju kerusakan hutan. Hasil lobinya bisa berupa
regulasi yang memaksa penghentian eksploitasi hutan. Cara berikutnya
adalah dengan melakukan judicial reviewatas regulasi yang merugikan
melalui Mahkamah Konstitusi atau membawa bukti-bukti kerusakan
lingkungan ke meja pengadilan agar terjadi penghentian dan terjadi ganti
rugi. Jika kedua cara ini tidak mempan maka melakukan kampanye boikot
produk dari perusahaan tersebut yang dipasarkan di Indonesia. Ketiga
cara ini bisa dilakukan di tingkat nasional maupun daerah melalui tiap
tahap atau ketiga tahap sekaligus. Apabila ketiga mekanisme tersebut
kandas di tingkat lokal maka PMII harus melakukan pertempuran di global
front misalnya dengan membangun jejaring kelompok gerakan sosial
lainnya untuk melakukan hal serupa di negara di mana perusahaan
transnasional tersebut berpusat. Kelompok gerakan sosial yang menjadi

23
rekan seperjuangan PMII dapat melakukan kampanye boikot produk hasil
hutan Indonesia, meminta anggota parlemen untuk menekan pemerintah
dan pemilik perusahaan, dan melakukan upaya hukum sesuai dengan
aturan yang berlaku di negaranya. Pelibatan organisasi gerakan sosial
global lainnya di global front sangat dimungkinkan untuk menghadapi
ganjalan dari domestic comprador classes.Mekanisme inilah yang disebut
delinking.
Di luar contoh di atas masih terdapat banyak lagi contoh lainnya,
misalnya terkait advokasi Blok Migas yang akan habis masa kontraknya
dan advokasi terhadap UU yang diinisiasi atau disponsori oleh lembaga-
lembaga asing sebaimana tabel di bawah ini :

Nama
No Tahun Kontraktor Lokasi
Blok
1 2013 Blok Siak PT Chevron Pacific Riau
Blok Sumatera
2 2015 JOB Pertamina – Costa
Gebang Selatan
Blok
Kalimanta
3 2017 Offshore Total E & P Indonesia
n Timur
Mahakam
Blok
4 2017 PT Pertamina HE Laut Jawa
ONWJ
Blok Kalimanta
5 2017 Inpex Corp
Attaka n Timur
Blok PT Medco E & P Sumatera
6 2017
Lematang Indonesia Selatan
Blok JOB Pertamina – Jawa
7 2018
Tuban Petrochina Timur
Blok Ogan
JOB Pertamina – Sumatera
8 2018 Komering
Talisman Selatan
Ilir
Blok NSO Sumatera
9 2018 Exxon Mobil
B Utara
Southeast Sumatera
10 2018 CNOOC
Sumatera Selatan
Blok Kalimanta
11 2018 Total EP
Tengah n Timur
NSO-NSO Sumatera
12 2018 Exxon Mobil
Extent Utara
13 2018 Blok Vico Kalimanta

24
Sanga- n Timur
sanga
Blok W
Chevron Indonesia Kalimanta
14 2018 Pasir dan
Company n Timur
Attaka
15 2019 Blok Bula Kalrez Petroleum Maluku
Seram-
Pulau
16 2019 Non Bula Citic
Seram
Block
Blok
JOB Pertamina – Golden Sumatera
17 2019 Pendapa
Spike Selatan
dan Raja
Blok
Sumatera
18 2019 Jambi JOB Pertamina – HESS
Selatan
Merang
Blok
19 2020 South Conoco Philips Jambi
Jambi B
Blok Selat
20 2020 Kondur Petroleum Riau
Malaka
Blok Jawa
21 2020 Lapindo
Brantas Timur
Blok JOB Pertamina –
22 2020 Papua
Salawati Petrochina
Blok
Petrochina International
23 2020 Kepala Papua
Bermuda
Burung A
Blok Sulawesi
24 2020 Energy Equity
Sengkang Selatan
Blok
Chevron Indonesia Sulawesi
25 2020 Makassar
Company Selatan
Strait
Blok
26 2021 Sagat Kalila Riau
Bentu
Blok Chevron Pacivic
27 2021 Riau
Rokan Indonesia
Blok Jawa
28 2021 Petronas
Muriah Tengah
Blok Selat
29 2021 Petroselat Riau
Panjang

25
Tabel Contoh Beberapa Undang-undang yang Diinisiasi atau
Disponsori oleh Lembaga-Lembaga Asing

No Undang-undang Keterangan
UU No. 5 Tahun Tentang Larangan Praktek Monopoli
1
1999 dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
UU No. 14 Tahun
2 Tentang Paten
2001
UU No. 15 Tahun
3 Tentang Merek
2001
UU No. 16 Tahun
4 Tentang Yayasan
2001
UU No. 22 Tahun
5 Tentang Minyak dan Gas Bumi
2001
UU No. 15 Tahun
6 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
2002
UU No. 19 Tahun
7 Tentang Hak Cipta
2003
UU No. 18 Tahun
8 Tentang Hak Advokat
2003
UU No. 25 Tahun Tentang Perubahan atas RUU Tentang
9
2003 Pertambangan Mineral dan Batubara
UU No. 36 Tahun
10 Tentang Telekomunikasi
1999
UU No. 25 Tahun Tentang Perimbangan Keuangan antara
11
1999 Pemerintah Pusat dan Daerah
UU No. 23 Tahun
12 Tentang Bank Indonesia
1999
UU No. 8 Tahun
13 Tentang Perlindungan Konsumen
1999
Tentang Perubahan Kedua atas Undang-
UU No. 16 Tahun Undang No.6
14
2000 Th.1993 Tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan
Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-
UU No. 17 Tahun
15 Undang No.7 Th.1983 Tentang Pajak
2000
Penghasilan
UU No. 24 Tahun
16 Tentang Perjanjian Internasional
2000

26
Tentang Program
UU No. 25 Tahun
17 PembangunanNasional (PROPENAS)
2000
Tahun 2000-2004
UU No. 14 Tahun
18 Tentang Pengadilan Pajak
2002
UU No. 20 Tahun
19 Tentang Ketenagalistrikan
2002
UU No. 32 Tahun
20 Tentang Penyiaran
2002
UU No. 17 Tahun
21 Tentang Keuangan Negara
2003
UU No. 27 Tahun
22 Tentang Panas Bumi
2003
UU No. 3 Tahun Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999
23
2004 Tentang Bank Indonesia
UU No. 7 Tahun
24 Tentang Sumber Daya Air
2004
Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
UU No. 19 Tahun
25 No. 1 Tahun 2004 Tentang Perubahan
2004
atas UU No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang

Penggunaan skema di atas, baik di global front dan local front,


harus sangat hati-hati karena perlu kedalaman analisis sehingga dapat
menentukan siapa pihak yang bisa dijadikan sebagai potential allies
(sekutu potensial), contender (lawan), dan challenger(penantang). Sangat
mungkin posisinya bisa saling bergeser dalam menghadapi isu-isu
tertentu.
Perebutan atau pertarungan di global front dan local front sangat
dipengaruhi oleh internal-movement front karena front inilah yang
menyediakan mekanisme kaderisasi dan kontinuitas gerakan. Internal-
movement front harus memastikan semua gerakan terencana dan terukur
dengan menjadikan bacaan geopolitik lokal, geopolitik global, dan sejarah
sebagai pijakan. Dengan demikian, pilihan pada isu harus dilakukan
dengan tingkat kecermatan yang tinggi dengan tetap memprioritaskan
common will (UUD 45 dan Pancasila) dan national interest (cita-cita
kemerdekaan). Mengadopsi semua langkah di atas akan menjadi PMII
sebagai avant-garde gerakan mahasiswa di Indonesia.

27
Semua perencanaan gerakan dan proses kaderisasi harus totally
secured.

B. PenguasaanThe Leading Sectors


Sejauh ini, proses pelembagaan sistem demokrasi di Indonesia
terus berlangsung dan dianggap oleh sebagian kelangan berada on the
track menuju fase konsolidasi demokrasi atau sedang menuju kekhasan
demokrasi ala Indonesia. Dari luar, proses transform the system dilakukan
dan dikawal oleh berbagai elemen masyarakat sipil, pers, dan juga
organisasi gerakan mahasiswa. Dari dalam, pilar-pilar demokrasi terus
mengalami koreksi mendasar dan meskipun lambat terus mengalami
perbaikan.
Dalam situasi demikian, political opportunity untuk berada di
dalam pusaran kekuasaan menjadi sangat terbuka bagi siapapun dengan
latar belakang apapun. Kekuasaan menjadi sulit dimonopoli oleh salah
satu unsur, seperti: militer, intelektual-aktivis, teknokrat, pengusaha atau
industriawan, kalangan profesional, dan lain-lain sebagaimana yang
pernah terjadi di masa lalu.
Terdapat berbagai tantangan dan pelajaran dalam relasi
kenegaraan dan kebangsaan yang berpotensi menghambat atau
memperkaya proses pematangan demokrasi yang berpijak terhadap
kebaikan bersama, yakni: fundamentalisme agama yang berwujud pada
terorisme dan tindakan intoleran, benturan identitas, tindakan separatis,
konflik masyarakat dan korporasi di daerah pertambangan dan kawasan
industrial, konflik agraria, kemiskinan, korupsi, dan liberalisasi pasar
secara berlebihan. Adapun tantangan dari luar yang dampaknya
berpengaruh adalah resesi ekonomi global, perang memperebutkan
sumber daya alam dan batas-batas teritorial, dan kegagalan sistem
demokrasi politik dan liberalisasi pasar.
Bagi PMII, perubahan politik, ekonomi, dan sosial harus bisa
direspon dengan menyiapkan resources yang bisa ditempatkan di berbagai
sektor terutama yang berkategori sebagai the leading sectors
(pemerintahan, industri, dan akademik) dalam perspektif sosiologi inovasi
agar internalisasi nilai dapat terjadi.Internalisasi nilai perlu dilakukan
mengingat PMII sebagai organisasi kader yang memiliki karakteristik nilai
ke-Islam-an ahlussunah wal jama’ah dan ke-Indonesia-an yang bertujuan
untuk mencapai cita-cita kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang
tercantum di dalam tujuan organisasinya. Tentu saja hal tersebut akan
sulit diwujudkan jika ruang yang banyak dimasuki oleh kader-kader PMII
cenderung monolitik akibat resources yang homogen.

28
Semangat dan kreativitas internal saat berinteraksi dengan kepentingan neo-liberal.
Mengkritisi sambil menawarkan solusi dalam dunia baru.

Kapasitas yg dibutuhkan:
*Kompetensi
Medan Negara: Proteksi sosial *Kepemimpinan
Gerak produksi dan keberpiha- *Landasan ideologi
regulasi dan kan regulasi paradigmatik
untuk rakyat

Politik

Siapa Industri: Teknologi sesuai


Produksi kebutuhan, akses
Kita
ekonomi rakyat atas TRISAKTI
sumberdaya alam

Ekonomi
Akademik:
Siapa Produksi ,
reproduksi, Research &
Musuh transformasipenge development
tahuan & teknologi

Pengetahuan &
Budaya

Unit analisis:
29
Negara dan sistem dunia
Penguasaan leading sectors mengandaikan bahwa perubahan
dapat dilakukan dari dalam (endogenous). Perubahan bukan hanya berasal
dari luar exogenous melalui intervensi, rekayasa, atau tekanan dari
kelompok penekan (pressure group) lokal maupun global, TNC, atau
negara lain. Tekanan yang dilakukan oleh PMII dalam berbagai bentuk
protes sosial (social protest) pada gilirannya hanya akan sangat efektif jika
aktor di dalam kekuasaan memiliki agenda yang sama, visi, misi, dan nilai-
nilai yang ada di PMII. Proses ini mengandaikan bahwa internalisasi nilai-
nilai PMII dilakukan oleh agen atau aktor, dalam hal ini kader-kader PMII,
ke seluruh sektor strategis.
Ketiga sektor yang harus dikuasai oleh kader-kader PMII post-
struktur yakni: negara, industri, dan akademik. Ketiganya hanya dapat
dikuasai jika proses kaderisasi sebagai kawah candradimuka kader PMII
dapat terjadi dengan baik. Proses kaderisasi bukan lagi hanya dimaknasi
sebagai proses internalisasi values melainkan juga peningkatan kapasitas
atas kompetensi yang dibutuhkan di masa mendatang dan penempaan
kualitas leadership.
Hingga saat ini akselerasi kader-kader PMII di sektor-sektor
strategis, lebih dari 50 tahun kelahirannya, belum sesuai dengan apa yang
diharapkan.Hal ini tercermin dari sebaran alumninya.

Tabel Kelemahan dan Kekuatan di Sektor Strategis


Sektor Strategis Kelemahan Kekuatan
Pemerintah karir Kementerian strategis Kementerian non-strategis
Pemerintah non-karir Partai besar Partai kecil
Industri Menengah-besar kecil
Akademik Kampus agama Kampus Umum

Sektor Lain
LSM/NGO Pertambangan, pertanian Keagamaan, HAM
Perikanan, perkotaan perempuan, demokrasi
Profesi scientist, advokat, dokter pekerja kerah biru,
pendidik
Lembaga negara ekonomi, hukum, keuangan sosial, politik
Non-departemen

30
Tabel di atas menjelaskan bahwa penguasaan kader PMII di ranah
sektor strategis sangat kecil. Pemerintah karir yang dimaksud di sini
adalah ranah birokrasi yang mencapai level eselon I. Sangat sulit
menenemukan kader PMII yang mencapai eselon I kecuali di Kemenag.
Baru muncul belakangan ada juga di Kemenkumham serta Kemendikbud
dengan jumlah yang sangat kecil. Sementara di kementerian lain yang
dianggap strategis atau berimplikasi terhadap hajat hidup orang banyak
seperti di kementerian keuangan, perdagangan, perindustrian, pertanian,
dan ESDM, tidak terdapat satu pun kader PMII yang mencapai posisi
eselon I. Bahkan, memang nyaris tidak ada sama sekali yang berkarir di
dalamnya.Di ranah pemerintahan non-karir adalah kekuasaan di
pemerintahan yang didapat dari mekanisme pemilu. Partai politik yang
dimasuki oleh banyak kader PMII umumnya hanya menempati posisi
menengah-bawah dalam tiap kali penyelenggaraan pemilu legislatif
digelar. Posisi menengah-bawah membuatnya menjadi sulit dalam
melakukan fungsi controling, legislasi, danbudgeting. Khusus penguasaan
ranah eksekutif implikasinya adalah sukarnya mendudukkan kader-kader
PMII dalam pemilukada bahkan atau pilpres.
Di sektor industri pun demikian. Nyaris tidak ada kader-kader
PMII yang menjadi pemain besar padahal konsumen terbesar di Indonesia
adalah nahdliyin. Umumnya mereka baru berada di sektor usaha
menengah-bawah. Padahal, potensi Indonesia sebagai kekuatan ekonomi
dunia sangat besar di masa mendatang. 3

3Pada saat terjadinya krisis ekonomi global 2008-2009, ekonomi

Indonesia berhasil bertahan bahkan menduduki peringkat atas dunia dengan


pertumbuhan ekonomi sebesar 6.5 persen. Potensi ekonomi Indonesia terlihat dari
data-data sebagai berikut. Jumlah penduduk hampir 250 Juta Jiwa (3.41%)yang
merupakan negara dengan penduduk terbesar ke 4 di dunia atau sekitar 6% dari
total penduduk Asia dan 42% dari keseluruhan penduduk di ASEAN. Indonesia
memiliki kekuatan tenaga kerja sebesar 116.5 juta jiwa, tahun 2010, yang tersasar
di bidang pertanian (38.3%), industri (12.8%) dan jasa (48.9%). Selain itu, rata-
rata usia penduduk 28 tahun. Dari populasi keseluruhan, 70% diantaranya berusia
kurang dari 40 tahun.
Dilihat dari sisi pergerakan global, Indonesia adalah negara dengan
pelabuhan tersibuk ke-12 di dunia dan merupakan peringkat ke-4 di ASEAN.
International Air Transport Association (IATA) memperkirakan laju pertumbuhan
penerbangan Indonesia, selama periode 2010-2014,dari penerbangan domestik
bisa mencapai 10%/tahun sehingga pada 2014, jumlah penumpang domestik
sebesar 38,9 juta orang (terbesar kesembilan di dunia), internasional 9,3%/tahun
atau menduduki peringkat keenam di dunia sehingga pada 2014 jumlah
penumpang internasional sekitar 22,7 juta orang. Kontribusi Indonesia dan negara

31
Adapun di sektor akademik terlihat dari minimnya jumlah alumni
yang menjadi rektor perguruan tinggi negeri (PTN). Dari 80-an PTN hanya
dua orang yang berasal dari alumni PMII. Kebanyakan alumni PMII
menjadi akademisi di kampus agama negeri maupun swasta. Inipun masih
belum maksimal mengingat kampus agama negeri banyak dikuasai oleh
bukan kader PMII.
Oleh karena inti strategi ini terletak pada upaya menyiapkan
kader PMII untuk dapat memiliki kapasitas spesialis dari berbagai disiplin
akademik guna berkompetisi di semua sektor strategis maka upaya yang
harus dilakukan adalah dengan memperbaiki kualitas kader yang berasal
dari berbagai disiplin akademik.
Untuk menjalankan kedua strategi di atas maka taktik gerakan
dan kaderisasi PMII adalah melakukan penguatan kaderisasi kampus
umum, penguasaan organisasi intra-universitas, dan membangun global-
network.

di Asia-Pasifik mencapai 30%bagi lalu lintas penerbangan dunia pada 2014. Pada
2014, Amerika Utara hanya menyumbang 23%.
Tahun 2011 GDP Indonesia sebesar $823 billion. Meningkat cukup
drastis hanya dalam waktu 2 tahun di mana pada tahun 2009 hanya sebesar $539
billion. Pertumbuhan ekonomi (annual growth) terus meningkat. Pada tahun 2009
(4.5%), 2010 (6.1%), dan 2011 (6.2%). Demikian juga dengan income per capita
pada tahun 2010 sebesar $ 4,394. Di luar sumber daya manusia, potensi sumber
daya alam Indonesia masih sangat besar.

32
BAB II
PENGEMBANGAN KAMPUS

Secara umum, kampus diklasifikasikan menjadi dua jenis: kampus


umum dan kampus agama. Seiring bertransformasinya banyak IAIN
menjadi UIN yang mengadopsi banyak jurusan umum maka
identifikasinya juga mengalami perubahan. Untuk selanjutnya, jenis
kampus diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: kampus umum, kampus
agama, dan kampus agama-umum. Oleh karena masalah terbesar dari
kaderisasi PMII adalah sulitnya melakukan kaderisasi di kampus atau
fakultas umum maka tulisan di bawah ini akan menjelaskan signifikasi
kaderisasi di kampus atau fakultas umum tersebut.
Sejak lama PMII berupaya untuk membangun kekuatan di kampus
umum.Berbagai rekayasa dilakukan meskipun sejauh ini masih
menghadapi tantangan yang kuat. Perekayasaan ini secara kasat mata
terlihat dari background 15 Ketua Umum PB PMII di mana sembilan di
antaranya berasal dari kampus umum, antara lain: Mahbub Djunaidi (UI),
Ahmad Bagja (IKIP Jakarta/UNJ), Muhyidin Arubusman (Unija), M. Aqbal
Assegaf (IPB), Ali Masykur Musa (Unej), Muhaimin Iskandar (UGM),
Nusron Wahid (UI), A. Malik Haramain (Unmer), dan M. Rodli Kaelani
(Unsrat). Selain upaya untuk memotivasi dan memperkuat kaderisasi PMII
di kampus umum, perekayasaan tersebut bertujuan untuk mengakselerasi
kader PMII di level kepemimpinan nasional karena dianggap memiliki
modal sosial lebih.
Di tingkat lokal, perekayasaan ini belum bisa berjalan secara
sempurna. Terdapat beberapa kendala di antaranya: 1) kampus umum
belum dilihat sebagai arena rekrutmen yang perlu mendapat prioritas dari
pengurus cabang; 2) kesulitan mempertahankan kader yang terekrut
karena gagal mengadaptasi model kaderisasi yang tepat; 3) pendekatan
melalui materi-materi kaderisasi formal PMII diasumsikan sarat dengan
pendalaman pengetahuan keislaman bagi mereka yang sudah terkategori
di atas pemula, dan; 4) dalam kontestasi perebutan struktur di lingkup
cabang kerap kali terkalahkan karena posisinya minoritas. Akibatnya,
terjadi kefrustasian berupa hilangnya motivasi berorganisasi karena akses
masuk ke dalam struktur menjadi macet.
Penguatan kampus umum harus dilihat sebagai sarana
mereproduksi kader yang memiliki berbagai macam disiplin pengetahuan
akademik.Untuk dapat mendudukkan kader di leading sectors maka mau
tidak mau penguatan kampus umum menjadi prasyarat mutlak.Penguatan
kampus umum bukan berarti menafikkan resources kader PMII yang
berasal dari kampus agama tetapi harus dilihat semata-mata sebagai

33
upaya memperkaya resources mengingat banyak kampus agama kini juga
memiliki fakultas dan jurusan umum seperti di berbagai Universitas Islam
Negeri.Keduanya harus sinergis.

2.1 Membaca Pesaing dan Penantang


Pesaing (contender) tradisional PMII adalah organisasi ekstra
kampus lainnya, yakni HMI, GMNI, IMM, GMKI, PMKRI, dan KAMMI. Dari
sisi pengembangan kampus, yang cukup eksplosif hanya PMII dan KAMMI.
Perbedaan yang cukup mencolok adalah bahwa PMII menguatkan jejaring
kampus di berbagai kampus yang bertebaran di daerah (semi-peryphery &
periphery) sementara KAMMI fokus memperkuat diri di kampus-kampus
unggulan yang berada di kota-kota besar. Basis-basis kampus yang selama
ini rutin dikuasai oleh HMI sudah mulai tergeser oleh KAMMI dan PMII.
Hanya sedikit sekali basis PMII yang dapat digeser oleh organisasi lain.
Demoralisasi serta integritas yang rendah baik dari kader dan alumni HMI
menjadi penyebabnya. Nampaknya, ke depan hanya tinggal KAMMI yang
menjadi pesaing utama karena kesungguhan mereka menggarap kampus-
kampus unggulan. Sementara HMI, jika tumbuh kesadaran baru yang
disertai dukungan alumninya maka ada kemungkinan mereka akan
kembali ter-recovery.
Kelemahan PMII di dalam pengembangan kampus umum sedikit
demi sedikit telah berusaha di atasi. Di berbagai cabang tumbuh kesadaran
dan telah melakukan sejumlah langkah untuk masuk maupun memperkuat
kaderisasi di kampus-kampus umum unggulan di tingkat nasional maupun
lokal. Jika proses ini terus berjalan baik maka output kader yang dimiliki
akan memilki probabilitas yang cukup tinggi dalam upaya melakukan
mobilitas vertikal.
Selain organisasi-organisasi tadi, ada juga penantang (challenger)
yang sangat potensial dalam menduduki jabatan di pemerintahan,
legislatif, yudikatif, maupun berbagai lembaga negara lainnya. Untuk
memudahkannya, mereka dilabeli istilah ‘kaum profesional non-ideologi’.
Ciri-cirinya adalah mereka yang kuliah S1 di luar negeri, terutama di
negara-negara Barat, karena kemampuan finansial keluarga. Secara umum
mereka berlatar anak pejabat maupun anak pengusaha yang ketika
kembali ke Indonesia dapat dengan cepat menduduki berbagai jabatan di
dalam negara maupun perusahaan karena memiliki sejumlah kualifikasi
yang dibutuhkan. Pengetahuan mereka akan sejarah, norma, dan nilai-nilai
ke-Indonesia-an umumnya sangat dangkal. Kelompok inilah yang akan
menjadi penantang utama kader-kader PMII di masa mendatang.
Upaya untuk mengimbangi output kaderisasi KAMMI, HMI, GMNI,
PMKRI, dan GMKI (contender) dan ‘kaum profesional non-ideologi’

34
(challenger) harus dilakukan dengan cara melakukan proses kaderisasi di
berbagai universitas unggulan yang memiliki fakultas atau jurusan favorit.
Selain itu, karena realitasnya sebagian besar kader-kader PMII berada di
sebagian besar kampus non-qualified maka kader harus meng-upgrade
kapasitasnya sesuai dengan disiplin akademiknya maupun dengan
peningkatan skill non-akademik. Langkah berikutnya adalah dengan
berusaha masuk kampus-kampus negeri unggulan saat menempuh jenjang
pendidikan S2.
Penguatan kampus umum dan umum-agama unggulan harus
dilihat sebagai sarana mereproduksi kader yang memiliki pengetahuan
dan keahlian dari berbagai macam disiplin akademik. Pentingnya input-
outputresources ini dapat dilihat dari bagan berikut:

Pemerintah karir/non-karir

RESOURCES
PMII

Akademik Industri

2.2 Proyeksi Penguatan Kampus Unggulan


Sejak kelahirannya, PMII sudah memiliki anggota/kader di
kampus umum dan agama. Bahkan, kampus-kampus umum yang dimasuki
oleh PMII di masa-masa awal merupakan kampus-kampus negeri
unggulan meski dengan jumlah keanggotaan yang minim. Dalam
perjalanannya, secara kuantitatif kader-kader PMII di kampus tersebut
mengalami kondisi yang relatif stagnan atau eksistensinya lenyap. Hanya
sebagian kecil di antaranya bisa berkembang.
Kerja kreatif pengurus cabang dalam menghidupkan kembali
kaderisasi di kampus-kampus unggulan yang berada di bawah wilayahnya
menjadi jalan utama yang harus ditempuh. Sebagai panduan, berikut ini
adalah peta kampus umum unggulan di Indonesia versi Quacquerelli
Symonds tahun 2013 berdasarkan enam indikator: academic reputation,

35
employee reputation, faculty/student ratio, cititations per faculty,
international faculty, dan international students.

Ranking universitas terbaik di y • UGM


Indonesia berdasarkan fakultas- • IPB
jurusan. • ITS
Accountin • UI
Fak. Jurusan Kampus g& • Unibra
Chemistry Finance w
• ITB
• UGM • Unair
• ITS • Undip
• Unair • ITB
Communi • UI
Earth and • ITS cation & • Unair
Marine • UI Media • Unibra
Sciences • UGM Studies w
Envirome • ITB • Univ.
ntal • UI
Social Sciences & Management

Sanata
Sciences • UGM Dharma
• IPB • UGM
• Univ. Economic • UI
Natural Sciences

Kristen & • UGM


Petra Economet • Unpad
Geograph • UI rics • Undip
y • ITB • ITB
• UGM Law • Unair
• IKJ
• ITB
• ITS
• UI
Materials • ITB • Univ.
Sciences • UI Atmajay
• UGM a
• ITS Yogyaka
Mathemat • ITB rta
ic • UGM Politics & • UGM
• Unair Internatio • UI
• UI nal • Unika
• UMM Studies Atmajay
Physic & • ITB a
Astronom • UI Jakarta

36
• ISI • ITB
Yogyaka • Unsyiah
rta • Unika
• Unair Atmajay
Sociology • UI a
• UGM Jakarta
• Unair Computer • ITB
• ISIYogy Science & • UI
akarta Informati • ITS
• UMM on • UGM
Statistics • ITB Systems • UII
& • UI Engineeri • ITB
Operation • UGM ng • UGM
al Studies • ITS Chemical • UI
• UMS • ITS
Agricultur • IPB • Undip
al & • ITB Engineeri • ITB
Forestry • UGM ng – Civil • UGM
• UI & • UI
• Unair Structural • Unibra
Biological • UI w
Sciences • UGM • ITS
Life Sciences and Management

• ITB Engineeri • ITB


IPB ng • UI
• Univ. Electrical • UGM
Engineering & Technology

Kristen & • ITS


Satya Electronic • IPB
Wacana Engineeri
Medicine • UI ng
• ITB
• UGM Mechanic
• UI
• ITB al &
• UGM
• UNP Aeoronau
ITS
• UII tical
Manufact • IPB
Pharmacy • ITB
& • Unair uring
Pharmaco • UI English • UI
Humanities

logy • Undip Language • Univ.


Art &

• UGM & Sanata


Pscycholo Literature Dharma
• UI
gy • UGM • UPI
37
• Undip
• UGM

History • UI
• UGM
• ITB
• Ubaya
• Unika
Soegijap
ranata
Linguistic • UI
s • UGM
• UPI
• Unair
• Undip
Modern • UGM
Language • UI
• Unair
• UPI
• UII
Philospoh • Undip
y • UGM

Sumber:
http://www.topuniversities.com/sit
es/qs.topuni/files/In donesia.pdf

38
Di ranah eksekutif nasional dan lokal serta di berbagai lembaga
negara, kampus yang paling banyak menyumbang alumni dapat dipetakan
sebagai berikut:

Pulau Besar Kampus


Sumatera Universitas Sumatera Utara (USU)
Universitas Andalas (Unand)
Univesitas Sriwijaya (Unsri)
Jawa Universitas Indonesia (UI)
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Universitas Air Langga (Unair)
Institut Teknologi Sepuluh November
(ITS)
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Universitas Diponegoro (Undip)
UIN Syarif Hidayatullah
Kalimantan Universitas Mulawarman (Unmul)
Universitas Lambung Mangkurat (Unlam)
Sulawesi Universitas Hasanudin (Unhas)
Maluku Universitas Pattimura (Unpati)
Papua Universitas Cendrawasih (Uncen)

Kedua tabel di atas digunakan sebagai peta panduan bagi PMII


dalam jangka pendek untuk segera membangun dan mengembangkan
kader di kampus-kampus unggulan. Titik koordinat sudah didapat, tinggal
daya juang seluruh tingkatan struktur untuk mencapainya.
Disadari atau tidak, perekayasaan PMII untuk mempercepat
mobilitas vertikal terlihat dari background kampus Ketua Umum PMII.

Nama Ketua Kampus Periode


Umum
Mahbub Djunaidi Universitas Indonesia Tahun 1960 –
1967
M. Zamroni IAIN Jakarta Tahun 1967 –
1970 dan 1970 –
1973
Abduh Paddare IAIN Jakarta Tahun 1973 –
1977
Ahmad Bagja IAIN Jakarta-IKIP Tahun 1977 –
39
Jakarta 1981
Suryadharma Ali IAIN Jakarta Tahun 1985 –
1988
M. Iqbal Assegaf Institut Pertanian Tahun 1988 –
Bogor 1991
Ali Masykur Musa Universitas Jember Tahun 1991 –
1994
Muhaimin Iskandar Universitas Gadjah Tahun 1994 –
Mada 1997
Nusron Wahid Universitas Indonesia Tahun 2000 –
2003
Hery Haryanto UIN Syarif Tahun 2005 –
Azzumi Hidayatullah 2008
M. Rodli Kaelani Universitas Sam Tahun 2008 –
Ratulangi 2011
Meskipun beberapa nama lainnya: Muhyidin Arubusman
(Universitas Jakarta) dan A. Malik Haramain (Universitas Merdeka,
Malang) tidak berasal dari kampus unggulan tetapi keduanya memiliki
keunggulan personal yang berada di atas rata-rata pada masanya.

2.3 Model Rekrutmen


Hampir setiap kampus memiliki keunikan tersendiri jika dilihat
dari kehidupan sosial seluruh civitas akademiknya. Tulisan di bawah ini
tidak berlaku secara kaku melainkan hanya sekedar saran bagi segenap
pengurus cabang, komisariat, maupun rayon ketika ingin melakukan
penetrasi di berbagai kampus. Adapun model pendekatan seperti yang
selama ini sudah dilakukan di tiap kampus mungkin saja tetap memiliki
efektivitas dan karenanya tidak serta merta diabaikan.
Sebelum melakukan penguatan kaderisasi di kampus umum ada
baiknya melihat perbedaan karakteristik mahasiswa antara kampus
agama dan umum sebagaimana yang terlihat di dalam gambar di bawah
ini.
Tipologi mahasiswa
Kampus Agama Kampus Umum
Kohesi sosial solidaritas tinggi solidaritas rendah-menengah
Strata sosial menengah-bawah menengah-atas
Latar pendidikan MA/SMU Islam SMU/SMK
Lingkungan sosial rural urban
Orientasi pengetahuan non-eksakta non-eksakta dan eksakta

40
Penggunaan tipologi di atas untuk fakultas-fakultas umum yang
berada di dalam kampus agama punya kecenderungan yang sama dengan
karakteristik kampus umum.
Berdasarkan tipologi mahasiswa di atas maka berikutnya kita
dapat melakukan upaya rekrutmen dengan skema segmentasi-targeting-
positioning.

Segmentation Targeting Positioning

Taktik Rekrutmen

Segmentasi merupakan arena pembagian mahasiswa di dalam


kampus yang heterogen ke dalam satuan-satuan yang bersifat homogen
dilihat dari aspek geografis, demografis, dan psikografi. Setelah
segmentasi membagi mahasiswa ke dalam identifikasi tertentu maka
langkah berikutnya adalah melakukan targeting. Targeting merupakan
merupakan usaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam sebuah
proses kampanye pengenalan PMII berdasarkan masing-masing segmen.
Untuk melakukan upaya ini perlu memperhatikan empat langkah sebagai
berikut: 1) memperhitungkan segala sumber daya yang dimiliki dan
dibutuhkan; 2) menganalisa kekuatan sumber daya kompetitor lain, dalam
hal ini berupa organisasi eksta-universitas lainnya; 3) melakukan
komparasi kekuatan dengan organisasi ekstra-universitas lainnya; 4)
mengambil keputusan bentuk dan media pengenalan yang akan digunakan
untuk membangun pencitraan atau image.
Hasilnya adalah positioning yang membedakan PMII dengan
kompetitor lainnya. Positioning merupakan suatu proses menempatkan
PMII ke dalam pikiran mahasiswa sesuai dengan keinginan pengurus PMII.
Untuk bisa menentukan positioning maka perlu menentukan karakteristik
berupa added value yang dimiliki oleh PMII.

41
Skema di atas jika diturunkan sebagai berikut:
Segmentasi Targeting Positioning
Geografi Perkotaan Hobi , performance berbakat di luar bidang akademik
peduli life style Rapih, fashionable, tidak urakan
Pedesaan Ketekunan belajar Cerdas
Intens dalam berkawan Solidaritas tinggi, kolektivitas
Demografi Etnik Asal daerah Menghargai ikatan komunal dan
budaya
Agama NU, non-afiliasi Islam moderat, menghargai pluralitas
Ritus keagamaan: tahlil, ziarah, dll.
Psikografi Strata sosial Menengah Kritis, agen perubahan
Karakter Berorientasi prestasi Prestasi akademik, prestasi kompetisi
di dalam dan luar kampus

Berdasarkan kolom di atas maka brand awareness dalam


positioning PMII di kampus umum adalah: berbakat di luar bidang
akademik, rapih atau fashionable, cerdas, solidaritas tinggi atau punya
semangat kolektivitas, menghargai ikatan komunal berdasarkan asal
daerah atau etnik, berhaluan Islam-moderat dan menghargai pluralitas,
menjalankan ritus keagamaan tertentu seperti tahlil atau ziarah, kritis,
serta memiliki prestasi akademik di dalam dan luar kampus. Saat ini
positioning PMII baru terbatas pada pemahaman Islam-moderat dan
kekhasan dalam berbagai ritus ibadahnya.
Untuk mencapai positioning maka dalam targeting perlu
mendapatkan medium yang tepat berdasarkan pemetaan segmentasi yang
sudah didapatkan.

Targeting Media/Sarana
Hobi, performance UKM, klub hobby
Ketekunan belajar Kelompok studi, perpustakaan
Asal daerah organisasi kedaerahan,
asrama mahasiswa, tempat kost
NU, non afiliasi masjid kampus
Menengah kelompok studi, kantin kampus
Berorientasi prestasi kelompok studi, UKM,

42
Penggunaan besaran targeting ditentukan oleh kapasitas
resources yang dimiliki. Peningkatan jumlah targeting bisa dilakukan
seiring dengan terjadinya proses penambahan resources. Cara yang paling
sederhana jika kekuatan sangat minimal yakni:1) mencari alumni
pesantren atau orang tua yang memiliki afiliasi keagamaan dengan NU.
Cara ini bisa dilakukan melalui pendekatan kultural lewat jaringan alumni
pesantren dan penilaian terhadap ritus keagamaan di masjid kampus.
Khusus untuk mahasiswi bisa diidentifikasi dari jilbab yang dikenakannya;
2) jaringan pertemanan dalam satu sekolah umum; 3) mendorong
produktivitas karya akademik kader-kader PMII yang sudah ada sehingga
terlihat seperti achievement. Dorongan achievement ini diperlukan
mengingat kebanyakan mahasiswa kampus umum berorientasi pada hasil.
Kader PMII yang berprestasi akan menjadi magnet bagi teman seangkatan
maupun junior-juniornya yang belum terekrut. Hal ini perlu dilakukan
untuk mematahkan stigma bahwa aktif berorganisasi secara otomatis
akan menghambat prestasi akademik.
Di luar tahapan-tahapan di atas, ada baiknya melakukan upaya
pra-rekrutmen. Pra-rekrutmen adalah proses pengenalan PMII di SMU
atau MA favorit yang dapat dilakukan oleh pengurus cabang. Sekolah
favorit biasanya menjadi pemasok mahasiswa di perguruan tinggi umum
negeri. Terdapat dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan
mengadakan program bimbingan belajar lulus UAN dan atau SPMB. Kedua,
melibatkan perwakilan OSIS dalam kegiatan-kegiatan yang di
selenggarakan oleh PMII misalnya dalam kegiatan diskusi publik.
Biasanya, Mereka yang tergabung di dalam OSIS adalah siswa-siswi
berprestasi dan mempunyai gairah berorganisasi yang tinggi.
Setelah melakukan berbagai langkah di atas maka fase yang tidak
kalah pelik adalah mempertahankan positioning. Mereka yang telah
terekrut harus mendapat pembinaan yang terencana dan terukur sehingga
positioning yang diharapkan dapat terbentuk dan bertahan. Program
kegiatan hendaknya hanyak diprioritaskan pada dua hal besar:
internalisasi nilai dan dorongan meraih prestasi.
Adapun taktik pengembangannya adalah dengan mendorong
berdiasporanya kader-kader PMII di berbagai klub studi/hobby, UKM, dan
BEM sebagai sarana melakukan rekrutmen, mengakumulai pengetahuan
akademik, menambah jejaring profesional dan alumni almamater, serta
mewarnai (menginternalisasi) institusi dengan values PMII.
Rekrutmen Aktif. Seluruh mahasiswa pada hakekatnya potensial
untuk direkrut menjadi kader PMII. Namun, seringkali perekrutan hanya
dinilai dari sisi kuantitas. Kalau dulu Soekarno menyatakan bahwa dengan

43
sepuluh orang pemuda dapat mengguncang dunia maka tentu saja
kesepuluhnya adalah pemuda dengan kapasitas luar biasa. Oleh
karenanya, perlu ada pola khusus yang hendaknya dilakukan untuk
mendapatkan calon kader yang memiliki modal sosial besar. Pengurus
Rayon atau Komisariat sebaiknya melakukan monitoring terhadap
mahasiswa yang memiliki kecakapan dan latarbelakang khusus untuk
kemudian diusahakan terekrut.

Kecakapan Latarbelakang Keluarga


• Prestasi akademik dan non- • Tokoh dan kyai NU
akademik • Tokoh adat atau
• Memiliki ketrampilan, mis: masyarakat
berbakat dalam bidang seni atau • Pejabat
dalam hal ini terutama dalam • Pengusaha
musik, kemampuan menulis • Akademisi, dll.
dengan baik, menonjol di bidang
olahraga/beladiri, dll.
• Menempati jabatan strategis di
organisasi intrakampus
• Punya kemampuan untuk
memobilisasi

Tabel di atas hanya sekedar contoh. Mungkin akan ada beberapa


pertanyaan terkait model rekrutmen aktif tersebut. Agar lebih jelas akan
diuraikan sebagai berikut: Mengapa latarbelakang keluarga penting?
Umumnya, dukungan keluarga dapat mengakselerasi kader melakukan
mobilitas vertikal setelah lulus kuliah. Lingkungan keluarga berkontribusi
besar dalam membentuk cara pandang, bersikap, dan pilihan dalam
menjalani realitas. Secara kasat mata, hal ini dapat menjelaskan mengapa
banyak orang yang berusia muda dapat menjadi pejabat di jajaran
eksekutif, legislatif, atau bahkan pemimpin perusahaan. Apakah
mahasiswa yang berlatarbelakang dari keluarga biasa tidak perlu
direkrut? Tentu saja tidak. Banyak orang berlatarbelakang keluarga biasa
dapat menempati berbagai posisi strategis di berbagai tempat. Mereka
bemental diehard. Gejala ini bisa dibaca dari kecakapan yang dimiliki
sebagaimana yang termaktub di dalam kolom di atas. Lantas, bagaimana
jika yang terekrut tidak memenuhi kedua unsur di atas? Tidak masalah,
meskipun probabilitasnya menjadi rendah. Proses kaderisasi yang baik
akan menghasilkan output yang baik. Walaupun berlatarbelakang keluarga
biasa dan keunggulan individual belum terlihat pada saat kuliah sangat
44
mungkin akibat proses yang baik di kemudian hari dapat berkiprah
maksimal.

2.4 Penguasaan organisasi intra-universitas


Di hampir seluruh kampus, organisasi intra-universitas
merupakan arena kontestasi mahasiswa yang tergabung dalam organisasi
gerakan baik dalam sekup lokal kampus maupun ekstra-universitas. Di
luar kedua kelompok tadi biasanya terdapat berbagai kelompok berbasis
hobby, etnik, maupun atas dasar disiplin akademik di jurusan atau
fakultas.
Organisasi intra-universitas perlu dikuasai karena memiliki tiga
aspek yang dapat membantu pengembangan PMII. Pertama, dari aspek
finansial, organisasi ini mendapatkan biaya dari pihak kampus dalam
menjalankan kegiatan-kegiatannya secara periodik. Kedua, dari aspek
infrastruktur, organisasi ini memiliki sekretariat beserta perlengkapan
kantor di dalam kampus. Ketiga, dari aspek legalitas, umumnya organisasi
ini yang hanya boleh menjalankan berbagai kegiatan mahasiswa non-
akademik di dalam kampus.
Penguasaan organisasi intra-universitas sangat bergantung
dengan kekuatan PMII atau, dalam kasus tertentu, kekuatan personal
kader PMII. Mengkalkulasi kekuatan menjadi penting untuk dapat
menentukan organisasi intra-universitas yang diproyeksikan untuk
direbut yang dalam wujudnya berbentuk UKM, Himaju, BEM Fakultas,
BEM Universitas, dan DPM. Bila berhasil dikuasai maka pendanaan
kegiatan PMII dapat disubsidi dari anggaran kampus melalui sisa anggaran
kegiatan formal. Dari aspek infrastruktur dapat memanfaatkan fasilitas
yang dimiliki oleh kampus, misalnya menjadikan sekretariat sebagai
sarana untuk rapat dan berdiskusi kegiatan-kegiatan PMII. Adapun dari
aspek legalitas, kegiatan-kegiatan yang dijalankan menjadi sarana
sosialisasi kader-kader PMII. Dalam kegiatan-kegiatan formal tersebut
dapat melihat dan menilai mahasiswa potensial yang sangat perlu untuk
direkrut oleh PMII.
Taktik penguasaan organisasi intra-universitas sesungguhnya
dapat dijadikan ukuran sejauh mana tingkat penerimaan kualitas
kepemimpinan dan ketrampilan berorganisasi kader-kader PMII bagi
mahasiswa lainnya. Proses penempaan kepemimpinan akan menjadi
berbeda mengingat tantangannya juga berbeda. Selain meningkatkan skill
kepemimpinan dorongan untuk berada di organisasi intra-universitas
bertujuan meningkatkan kompetensi berdasarkan potensi dan minat
akademik .

45
2.5 Membangun Global-network
Sebagai bagian pertarungan PMII di dalam global front maka
langkah yang harus dilakukan adalah membangun global-network dengan
organisasi gerakan sosial lainnya.Global-networkakan sangat berfungsi
manakala PMII menggunakan instrumen kekuatan global untuk turut
memberikan tekanan dalam melakukan advokasi pada perebutan local
front.
Pada level pengembangan institusi, global-network dapat
membantu untuk mengakselerasi pengetahuan dan jaringan. Global-
network, selain organisasi gerakan sosial transnasional, yang dimaksud
dalam hal ini adalah negara. Sebagai organisasi kemahasiswaan, PMII
dapat membuka (opportunity) berjejaring dengan berbagai aktor dalam
negara. Modal sosial yang dimiliki adalah oleh PMII untuk berjejaring
dengan negara adalah pengalaman dan kemampuannya dalam
mengkampanyekan Islam moderat.Hal ini bisa menjadi alat tawar dalam
membangun relasi internasional dengan negara-negara yang tergabung di
dalam BRICS.Negara-negara BRICS memiliki potensi menjadi kekuatan
baru di dunia dalam hal ekonomi, politik, teknologi, dan pertahanan.
Saat ini yang banyak terjadi di negara-negara tersebut adalah
potensi distabilitas akibat separatisme atau konflik horizontal berbasis
sentimen keagamaan. Di Cina, India, dan Rusia keberadaan umat Islam
menduduki persentase yang cukup tinggi. Dan pastinya, negara-negara
tersebut tidak ingin mengalami kendala ketika berambisi menjadi
kekuatan baru.
Kelebihan PMII dalam mempromosikan dan mempraktekkan
Islam moderat tentu dapat menjadi “penggedor” dalam membangun
relasi.Islam yang dikampanyekan bukan merupakan Islam berwatak
konfrontatif yang memaksakan ajaran Islam diadopsi dalam sistem
kenegaraan melainkan pemahaman Islam yang selaras atau dapat
bernegosiasi dengan pembangunan (development) negara dan masyarakat.
Pengalaman mengkampanyekan Islam moderat selama puluhan tahun
yang dilakukan oleh PMII telah menjaga integritas nasional Indonesia dari
berbagai isu sektarian (agama, etnik, dan golongan) yang berpotensi
mengancam kedaulatan teritorial Indonesia dan konflik dalam skala
massive di masyarakat. Hingga kini, keberagaman di Indonesia dapat
tumbuh dan berkembang tanpa harus takut terhadap terjadinya
homogenisasi oleh kelompok sektarian tertentu.
Selain itu, potensi lain yang bisa di maksimalkan PMII adalah
menggelorakan lagi semangat Konferensi Asia-Afrika di mana Indonesia

46
menjadi pionirnya, solidaritas Selatan-selatan, dan terintegrasinya
masyarakat ASEAN pada tahun 2015.
Jika global-network dengan negara, civil society, institusi
pendidikan, institusi agama, dan institusi budaya, dan berbagai asosiasi
kepemudaan berhasil dilakukan maka PMII akan menjadi organisasi
gerakan mahasiswa yang bervisi global dan mendapatkan banyak akses
untuk terlibat secara aktif. Secara khusus, global-network dimanfaatkan
untuk mendapatkan akses pendidikan, berupa beasiswa untuk up grading
disiplin akademik, bagi kader-kader PMII dan membangun ikatan
emosional serta kerjasama dengan organisasi kepemudaan di negara-
negara tersebut.

47
BAB III
SISTEM PENGKADERAN PMII

Perubahan geopolitik di kawasan maupun berbagai belahan dunia


lain kini berlangsung sangat cepat. Tidak lagi membutuhkan waktu
berabad-abad meski secara fundamental tetap berlangsung dalam kurun
beberapa dekade. Perubahan lingkup politik, ekonomi, sosial, dan budaya
nasional dipengaruhi oleh kemajuan pesat sarana informasi, teknologi, dan
transportasi.
Sebagai organisasi kader, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia,
sudah sepatutnya menyiapkan instrument kaderisasi yang dapat
menunjang kemampuan operasional setiap kader. Bukan hanya di masa
kini tetapi juga di masa mendatang. Mau tidak mau, berpikir futuristik
melalui analisis serangkaian kemungkinan atas situasi yang kelak akan
dihadapi oleh tiap kader. Berbagai uraian di bab terdahulu sekiranya telah
cukup menjelaskan kemungkinan yang akan dihadapi dan bagaimana
menghadapinya.
Sekedar tahu tanpa melakukan persiapan hanya akan
menghasilkan kepanikan di kemudian hari. Kelambatan dalam melangkah
harus seminimal mungkin ditoleransi. Cara yang paling mumpuni adalah
dengan memperbaiki kinerja kaderisasi untuk menjawab tantangan
bagaimana output kader yang dihasilkan dapat bertahan, compatible, atau
bahkan menciptakan arus perubahan.
Organisasi PMII dalam perjalananya telah melahirkan berbagai
berita, cerita, kontribusi dan karya para kader bangsa. Semua yang
dilakukan oleh PMII adalah bentuk kontribusi para kader, organisasi
untuk Islam dan bangsa tercinta.
Sedikit ulasan, bahwa PMII telah banyak mengajarkan kepada kita
untuk belajar tentang tiga hal ; Pertama, tentang keislaman, kedua,
kemahasiswaan, ketiga, kebangsaan. Kita semua memahami ketiga hal
tersebut secara detail, sistematis dan terarah. PMII telah banyak mamandu
kita, sekaligus menentukan posisi kita, dimana, dan melakukan apa?
Dalam keislaman, selama ber PMII kita diajarkan tentang dua hal ;
pertama, bagaimana memahami Islam tidak hanya transendental
melainkan juga harus membumi. Dengan prinsip bahwa Islam itu bersifat
universal dan tidak bertentangan dengan kemajuan zaman, tetapi selaras
dengan perkembangan zaman. Oleh kerana itu Islam bisa menjadi
panduan dan praksis kehidupan kita sehari-hari. Kedua, islam menjadi
landasan dan spirit dalam berorganisasi. Organisasi PMII mempunyai
kekuatan ruh dan spirit keislaman yang tinggi. Itu sebabnya, tidak akan

48
lekang di makan waktu, karena selalu kaya akan sejarah, tradisi, simbol,
idiom, serta icon perjuangan.
Dalam kemahasiswaan, PMII telah mengajarkan kita tentang
perjuangan, politik kampus dan pengembangan basis profesionalitas.
Menjadi anggota organisasi pada akhirnya bukan hanya pilihan tapi
panggilan hati nurani, dimana kita semua adalah makhluk sosial yang
mempunyai tanggung jawab kolektif, mempunyai visi komunitas yang
kuat.
Dalam soal kebangsaan, PMII mengajari kita tentang arti
pentinganya mencintai bangsa.Rasa kebangsaan telah terpatri dalam diri
kita. Islam sama sekali tidak bertentangan dengan kebangsaan yang
selama ini kita anut, bahkan Islam memandu kita untuk menjaga, merawat
dan mempertahankan bangsa ini dari berbagai gangguan. PMII telah
mengajarkan kita untuk memahami secara baik sejarah bangsa ini, sejarah
Islam Indonesia, sejarah NKRI hingga tercipta sebuah optimisme dalam
diri kita, bahwa bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat, maju dan
berjaya.
Karena kecintaan kita terhadap PMII yang begitu besar, maka
sudah sepantasnya kitapun menggunakan gagasan, ide, dan pemikiran kita
tentang PMII.PMII adalah rumah besar, yang harus selalu tampil indah,
nyaman, bersih dan kuat bagi para penghuninya. Dan bagi yang melihat
dari luar, juga akan selalu memandang sebagai bangunan yang kokoh, dan
siap menampung berapapun jumlah penghuninya.

3.1. Pandangan Umum Pengkaderan


Menurut Horby, “cadre is a small group of people who are specially
chosen and trained for a particular purpose.” Berdasarkan definisi
tersebut maka kata kunci dalam pengkaderan adalah: dipilih, dilatih, dan
tujuan khusus. Dipilih dimaknai sebagai proses rekrutmen, dilatih
dimaknai sebagai proses pendidikan atau biasa disebut pengkaderan, dan
tujuan dimaknai sebagai pencapaian cita-cita kolektif sebagaimana yang
tertuang di dalam AD pasal 4. Proses rekrutmen secara khusus telah
dijabarkan di Bab Pengembangan Kampus dan akan dijabarkan kembali
secara lebih teknis di Bab terakhir yang terkait dengan kegiatan Pra-
Mapaba.

49
Bagan 1: Skema Pengkaderan

INPUT PROSES OUTPUT


Rekrutmen Pendidikan Kader

Pengkaderan di PMII bukan semata-mata hendak menjadikan


orang terdidik secara intelektual, berwawasan, dan terampil secara
teknis,melainkan juga membekali (tepatnya: mengingatkan) individu atas
tugas-tugas kekhalifahan yang harus diemban manusia sebagai hamba
tuhan (‘abdullah). Selain itu pengkaderan juga bermaksud membangun
keberpihakan individu terhadap masyarakat besar darimana dia berasal.
Sehingga pengetahuan dan keterampilan individual apapun yang didapat
oleh kader, baik dari PMII maupun dari luar PMII, setelah mengikuti
pengkaderan PMII seorang kader diharapkan akan mengabdikan
pengetahuan dan keterampilan tersebut bagi kolektivitas. Bukan
diabdikan bagi kebesaran dan kejayaan individual.
Di sini terletak tugas besar pengkaderan PMII. Bila dirinci, kurang
lebih ada tiga titik tekan umum yang hendak dicapai dalam pengkaderan
PMII. Pertama membangun individu yang percaya dengan kapasitas
individualitasnya sekaligus memiliki keterikatan dengan kolektivitas,yakni
individu yang menemukan kesadaran subyek namun pada saat yang sama
tetap berkesadaran primordial (istilah dalam Pendidikan Kritis
Transformatif). Sejarah Eropa menunjukkan penemuan subyek dan
individualitas sangat mudah tergelincir pada individualisme.
Keduamembebaskan individu dari belenggu-belenggu yang
tercipta selama berabad-abad sepanjang sejarah nusantara, tanpa
memangkas individu dari sejarah itu sendiri. Kita mengidealkan lahirnya
kader yang tidak mudah menyerah oleh tekanan sejarah sekaligus mampu
memahami bandul gerak sejarah serta mampu bergerak di dalamnya.
Ketigapengkaderan PMII hendak membangun Keimanan,
pengetahuan dan keterampilan sekaligus. Pengetahuan bukan semata-
mata olah intelek, melainkan juga pemahaman kenyataan atau medan
gerak. Di dalamnya termasuk tatapan kritis atas (sebagai misal) HAM yang
telah kita perjuangkan dengan sepenuh hati ternyata bagi Eropa atau
Amerika, HAM menjadi semacam alat negosiasi ekonomi. Keimanan

50
penting bukan semata-mata PMII adalah Islam, melainkan dari situlah élan
vitale dan keyakinan kader terhadap jalan gerakan semakin diperkuat.
Dengan tiga titik tekan di atas dapat dipastikan bahwa PMII tidak
dapat mengambil salah satu dari dua model pendekatan pendidikan yang
dikenal yakni andragogi atau pedagogi. Bagi intern PMII sendiri, dua
pendekatan tersebut dapat digunakan secara bergantian menurut format
dan tujuan kegiatan pengkaderan.
Pengkaderan PMII harus pula mampu menjawab tiga pertanyaan
besar yang pasti tersodor bagi setiap organisasi gerakan. Tiga pertanyaan
itu ialah ruang macam apa yang menjadi medan gerak dan medan
pertarungan PMII? Kemudian siapa sesungguhnya PMII (atau kita secara
kolektif)? yang notabene adalah subyek, aktor dan pelaku pergerakan.
Kemudian lagi di medan tersebut siapa yang menjadi musuh bagi PMII.
Bagan 2:

Kenali
Di i

Kenali Medan Kenali Lawan

1. TAHU konfigurasi sosial-politik-ekonomi yang terdapat di medan gerakan yang


dihadapi
2. PAHAM aturan main yang berlaku di medan gerakan yang dihadapi
3. MAMPU menyelami identitas serta posisi PMII baik secara teologis, sosio-
a jawaban darisosio-ekonomi,
antropologis, tiga pertanyaan di atas dapat ditandai dari 7 (tujuh)
dan sosio-politik
4. MAMPU
besaran mengukur seberapa
pengetahuan berikut:kekuatan (potensial) PMII serta keterbatasannya
5. TAHU DAN TEGAS tentang siapa yang PMII bela dan siapa/apa yang
menghalanginya.
6. MAMPU memenuhi kebutuhan-kebutuhan gerakan PMII.
7. TAHU DAN MAMPU menguasai ragam spesifikasi life skill dan keahlian yang
dibutuhkan kader di dalam medan gerakan.

Tujuh point di atas harus digali baik melalui pengalaman lapangan


maupun dalam kegiatan-kegiatan pengkaderan.

51
3.2. Argumentasi Pengkaderan
Ada lima argumentasi mengapa harus ada pengkaderan di PMII
(Eman Hermawan, Menjadi Kader Pergerakan, PB PMII; 2000 dan
Pendidikan Kritis Transformatif,PB PMII; 2002) . Lima argumentasi
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pewarisan Nilai-Nilai (Argumentasi Idealis)
Pengkaderan ada sebagai media pewarisan nilai-nilai luhur yang
difahami, dihayati dan diacu oleh PMII. Nilai-nilai harus diwariskan karena
salah satu sumber elan-gerak PMII adalah nilai-nilai, seperti
penghormatan terhadap sesama, perjuangan, kasih-sayang. Nilai-nilai
tersebut selain disampaikan melalui materi-materi pengkaderan juga
ditularkan dalam pergaulan sehari-hari sesama anggota/kader PMII.
b. Pemberdayaan Anggota (Argumentasi strategis)
Pengkaderan merupakan media bagi anggota dan kader untuk
menemukan dan mengasah potensi-potensi individu yang masih
terpendam. Secara lebih luas, pengkaderan merupakan upaya pembebasan
individu dari berbagai belenggu yang menyekap kebebasannya. Sehingga
individu dapat lebih terbuka untuk menyatakan diri dan mengarahkan
potensinya bagi tujuan perjuangan.
c. Memperbanyak Anggota (Argumentasi praktis)
Manusia selalu membutuhkan orang lain untuk dijadikan teman.
Semakin banyak teman semakin manusia merasa aman dan percaya diri.
Hukum demikian berlaku dalam organisasi. Di samping itu kuantitas
anggota sering menjadi indikator keberhasilan organisasi, meskipun tidak
bersifat mutlak. Setidaknya semakin banyak anggota, maka human
resources organisasi semakin besar.
d. Persaingan Antar-Kelompok (Argumentasi Pragmatis)
Hukum alam yang berlaku di tengah masyarakat adalah kompetisi.
Bahkan teori Charles Darwin, survival of the fittest, nyaris menjadi
kenyataan yang tidak dapat dielak siapapun. Dalam persaingan di tingkat
praktek, cara yang sehat dan tidak sehat campur aduk dan sulit
diperkirakan berlakunya. Melalui pengkaderan, PMII menempa kadernya
untuk menjadi lebih baik dan ahli daripada organisasi yang lain. Dengan
harapan utama, apabila (kader) PMII memenangkan persaingan,
kemenangan tersebut membawa kebaikan bersama. Hanya sekali lagi,
persaingan itu sendiri tidak dapat dielakkan.
e. Mandat Organisasi (Argumentasi Administratif)
Regenerasi merupakan bagian mutlak dalam organisasi, dan
regenarasi hanya mungkin terjadi melalui pengkaderan. Tujuan PMII yang
termaktub dalam AD/ART Pasal 4 mengharuskan adanya pengkaderan.

52
Melalui pengkaderan penggemblengan dan produksi kader dapat
sinambung. Oleh karena menjadi mandat organisasi, maka pengkaderan
harus selalu diselenggarakan.

3.3 REFLEKSI KADERISASI PMII


PMII sebagi organisasi kader tentu harus mampu merefleksikan
perjalanan dirinya atas situsai dan kondisi yeng terus berubah,
berubahnya arah bangsa, masyarakat, kampus dan dunia. Perubahan
dunia dimulai dengan perubahan ekonomi-politik kawasan, dimana akan
diterapkannya zona perdagangan bebas kawasan ASEAN plus tahun 2015
hal ini tentu berimplikasi terhadap semua sector, baik itu politik, ekonomi,
social-budaya, maka perlu system pertahanan yang kuat agar kita bias
menjadi bagian dari perubahan ekonomi politik kawasan tersebut, jika
tidak maka kita hanya akan menjadi penonton yang baik. Terintegrasinya
ekonomi-politik kawasan membuat suasan semakin terbuka, pertarungan
capital, sumber daya manusia semakin terlihat. Maka pertarungan
kedepan ditentukan oleh tiga hal ; factor kekuasaan, Kapital, dan sumber
daya manusia.
Reformasi 1998 ditandai dengan munculnya Lima (5) ketetapan MPR
Tahun 1998, pertama, Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 Tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN, kedua,
Ketetapan MPR No XIII/MPR/1998 Tentang Pembatasan masa Jabatan
presiden dan wakil presiden, ketiga, Ketetapan MPR No XV/MPR/1998
Tentang Penyelenggaraan Otonomi daerah; pengaturan, pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan
keuangan pusat dan daerah dalam rangka NKRI, keempat, Ketetapan MPR
No XVI/MPR/1998 Tentang Politik, Ekonomi dalam rangka demokrasi
ekonomi dan kelima, Ketetapan MPR No XVII/MPR/1998 Tentang Hak
Asasi Manusia (HAM). Dari Lima (5) Ketetapan MPR inilah arah perjalan
bangsa dimulai.
Lima ketetapan MPR ini menjadi jawaban reformasi terhadap pola
pembangunan yang dilaskanakan rezim orde baru selama ini. Harus diakui
lima tap MPR ini menjadi jawaban yang cukup jitu ditengah hiruk pikuk
politik nasional tahun 1998, jika salah merumuskan kebijakan ketika itu,
maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi balkanisasi Indonesia.
Bukan berarti bahwa Lima (5) ketetapan MPR itu tanpa koreksi, faktanya
sampai hari ini banyak koreksi atas berbagai kebijakan yang dilahirkan
selama refromasi bergulir.Hal yang paling terlihat adalah mencuatnya
kebebasan tanpa batas dan otonomi daerah yang cenderung mengarah
pada federalism. Kebebasan tanpa batas pada akhirnya memunculkan dua

53
sisi implikasi ; menguatnya liberalism ekonomi politik disemua sector dan
munculnya gerakan fundamentalisme agama sebagai jawaban darin
munculnya liberalisme tanpa batas. Otonomi daerah berimplikasi pada
munculnya berbagai kesemerawutan, dari mulai aspek regulasim
kebijakan dampai teknis.Dan dalam kontek organisasi, era otonomi daerah
ini telah berimplikasi pada otonomisasi individu, organisasi dan
ideologi.Semua ukuran organisasi, baik organisasi kemasyarakatan, partai
politik mapun Negara, orientasinya adalah kesejahteraan dan keadilan.
Sementara pada sisi lain moralitas, ideology, prinsip dasar menjadi hilang,
padahal kesejahteraan, kedailan tidak akan muncul tanpa adanya mralitas,
kekuatan idelogi dan prinsip kebangsaan.
Dalam kontek gerakan kampus atau mahasiswa, gejala deideologisasi
maupun deorganisasi juga mencuat.Kalau dulu masa ordee baru
deideologisasi organisasi mahasiswa dilakukan oleh Negara emlalui
penerapan NKK/BKK kampus, kalau sekarang dilakukan nelalui system
pasar. Orientasi kampus lebih menitikberatkan pada penyelesaian kuliah
dengan cepat, nilai akademik, dan pada sisi lain menafikan organisasi
kemahaiswaan. Inlah dua hal yang kedepan akan menjadi wajah indoensia,
sumber daya kampus yang akan melahirkan individu yang sukses tetapi
tidak memliki kepekaan social dan tidak mempunyai komunitas
(organisasi). Inilah yang kemudian menjadi tesisnya Daniel bell,
menciptakan masyarakat tanpa idelogi, tanpa organisasi. Ukuran ndivisud
itu akan dilihat dari kompetensinya. Idelogi bukan lagi menjadi bahsa yang
penting jika perutmasih lapar, organisais bukanlagi sesuatu yang oenting
jika kompetensi dan kesejehtaraan tidka terwujud. Jika ni yang terjadi,
maka bangsa ini kedepan hanya akan bertumpu pada liberalisme individu
bukan pada kekuatan kolektif masyarakat, sementara bangsa ini didirikan
atas prakarsa munculnya berbagai organsiasi dan komunitas kebangsaan
berbasis suku, agama, budaya, lalu menjadi indoensia. Sumpah pemuda
dan perlawanan berbaga organisasi pada masa kolonila meniunjukan
bahwa bangsa ini atas dasar gotong royong, kolektivisme, dan
tradisi.Bukan seperti di barat.
Oleh karena itu PMII mengantisipasi berbagai hal, pertama,
mengantisipasi munculnya otonomi gerakan yang berimpliaksi tidak akan
jalannya disiplin kesamaan gerak, idelogi dan cara pandang dalam
mencapai tujuan organisasi, kedua, liberalisasi organisai yang akan
berakibat pada lemahnya komandi, instruksi . ketia, harus mampu
menjawab dan menurunjkan secara konsepsional antara memperkuat
ideology dengan kapasitas, yang pada akhirnya mahasiswa berorganisasi
di PMII akan mendapatkan tigal hal ; belajar keorganisasi dan

54
kepemimpinan secara baguis, kedua, belahar pengembangan akademik
sehingga akan emlahirkan kompetensi yang focus dan bagus dan ketiga,
belajar soal idelogi, sehingga akan menjadi kader organsiasi yang kuat dan
mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Maka, dengan refleksi dioatas tadi. Organsiasi PMII sudah saatnya
bverfikri strategis dan merenungkan kembali agar semua perdebatan kita
soal hal-hal teknis yang selalu berualang-ualang dihentiikan, perdebatan
apakah kita organisasi kiri, atau kanan, diluar pemerintah atau didalam
pemerintah.

3.4. REORIENTASI KADERISASI PMII


Dengan perkembangan geopoitik-ekonomim internasional yang
begitu cepat dan terbuka yang mengintegrasikan kawasan global tanpa
batas, lalu berubahnya skema berbangsa dan bernegara, dan berdampak
pada perubahan masyarakat dan kampus.Maka tentu PMII sebagai
organisasi kader yang punya mimpi dan cita-cita luhur, juga mesti
berbenah untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi.
Pertama, dalam kontek menghadapi perubahan gelobal, maka yang
dibutuhkan oleh kader PMII adalah menyiapkan kader-kadr unggulan
yang mempunyai penguasaan bahasa asing secara bagus, terutama bahasa
inggris, bahasa arab dan bahasa mandarin. Disamping itu membuka
cakrawala pemikiran tenatang ekonomi politik internasional. Kalau dahulu
orientasi studi kita kebanyakan adalah barat kalau gak di perguruan tinggi
Amerika, wilayah Eropa, sedikit Asia, maka sekarang sudah seharusnya
merambah wilayah timur dan latin. Pemertaan pendidikan ini perlua
mengingat setiap bangsa memiliki keunggulan masing-masing, dan
hakekatnya tidak ada yang bebas nilai, semua Negara mencerminkan
iedloginnegaranyamasing-masing-masing.
Kedua, dala rangka menghadapi perubahan berbangsa dan
bernegara, maka kaderisasi kita diarahkan penguasaan leading sector,
sector-sektor unggulan, merebut kampus unaggulan, fakultas unggulan,
jurusan unggulan, merebut kemepimpinan sector-sektor strategis, baik itu
birkrasi, politik maupun professional, serta meminimalisir praktek.
Ketiga, agenda-agenda kebangsaan yang didalamnya agenda
kemasyarakatan perlu di reorientasi, agar kiprah PMII bias menjadi
kebanggaan masyarakat sekitar maupun secara nasional. Sudah saatnya
masjid-masjid yang ada disekitar kampus ataupun disekitar tempat tingga;
mendapat perhatian penuh dari kader-kader PMII, agar tidakl dikuasai
oleh berbbagai kelompok islam ekstrim.

55
Keempat, egenda kampus adalah agenda yang paling utama,
didalamnya terkait menyiapkan rekrutmen kaderisasi, serta isu-isu
kampus. Gas kita adalah memimpin pergerakan di kampus, menjadi kader
terbaik di berbagai kampus dan memimpin kelembagan di kampus dari
mulai rektorat, tenaga pengajjar sampai kelembagaan mahasiswa
termasuk menajdikan mushola dan masjid kampus sebagai basis dakwah
PMII.Oleh akrena itu, performance kader PMII harus di rubah, era hari ini
tentu bukan era tahun 1980 an, dimana gerakan masih menjadi heroism
dan menjadi factor, pertarungan hari ini adalah pertarungan gagasan,
kompetensi dan sumberdaya yang unggul. Modal social yang telah dimiliki
oleh PMII berupa, jaringan NU, alumni, pesantren, dan para kyai agar
sekiranya dimaksimalkan untuk bersama-sama menjadikan PMII sebagai
kelepmpok strategis yang harus di jaga, di rawat dibesarkan dan
diperjuangkan. Ketika semua kelompok tadi memilioki common sense
yang sama. Maka PMII akan menjadi besar dan pilihan banyak orang.
Oleh karena itu, dalam konten reorientasi kaderisasi PMII, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, Pertama, komponen kaderisasi
harus dibenahi dari mulai Enam (6) hal ; i) aspek kader, ujung tombak
kaderisasi adalah kader, oleh karena itu penekanannya ada pada model
rekruuitmen, yang itu rekrutimen aktif yang mampu melihat latar
belakang ekonomi social para kader sebelum dilatih, sehingga ketika
prooses pengkaderan berlangsung para kader betul-betul bias dipersiapan
menjadi kader inti, bahkan kedepan bias disipalkan untuk untuk mengisi
kepengurusan dan kepemimpinan di level rayon, komisariat, cabang, PKC
hingga PB maupun diluar struktur PMII, kepemimpinan di orgeniasai BEM
atau senat kampus, organisasi gerakan, organisasi kajian, organisasi
jurusan maupun kelompok-kelompok professional lainnya. ii). Aspek
intsruktur, ini menjadi ujung tombak kaderisasi, instruktur memagang
peranan penting selama kaderisasi berlangsung, oleh karena itu instruktur
tidak boleg berganti-ganti, harus di tetapkan setelah mengikuti
pelatiahndan mendapatkan sertifikai sebagai instruktur iii) aspek mentor,
mentor akan melakukan pendampinagan para kader selepas mengikuti
kaderisais formal ; MAPABA,. PKD maupun PKL.Peran mento sangat
penting dalam rangka membina dan menjaga kader agar keaktifsnnya
tetap terjaga.iv) aspek pembicara, aspek pembicara menjadio penting
karena terkait soal pemahaman para kader terhadap materi-materi inti
kaderisasi, olehb karena itu terhadap materi inti PMII , misalnya soal
aswaja, NDP, paradigm itu btidak boleh sembarangan, harus teruji
kompetensinya dan jangan berganti-ganti, diutamakan yang ada di
struktur, jika tidak ada maka alumni yang kmpeten, dan tiakl boleh orang

56
diluar PMII mengingat ini adalah materio inti ke PMII an. v) aspek
kurikulum, aspek kurikulum agar dilaksanakan secara todatal sesuai
bukubpanduan yang ada, tidak ada standarisasi kurikulkum selain
stabndasrisasi yang telah dirumuskan oleh PB PMII, terkecuali
penambahan materi muatan local, tanpa menghilangkan yang substsansi.
dan vi) system kaderisasi, sisten kaderisasi tentunya yanga ada selama ini
harus dibenahi terutama menyangkut disiplin dan menggunakan atribut
lengkap organisasi, setiap pelatihan mencakup 4 aspek ; aspek
pengetahuan, disiplik, fisik dan spritiual.
Kedua, aspek nilai dan ideologi. Pada soal aspek idelogi agar terus
dibenahi dan dipahami secara baik. Rumusan soal Aswaja, NDP dan
Paradigma pergerakan harus menjadi rujukan dalam setiap aktifitas kader
dan organisasi.

3.5 Profil Kader PMII


a. Orientasi Dan Filosofi
Termaktub dalam Anggaran Dasar Pasal 4, tujuan PMII adalah
terbentuknya pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,
berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan
ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Dari rumusan itu dapat dipahami bahwa orientasi paling mendasar PMII
adalah pembinaan individu, baik anggota maupun kader (Menuju Aksi
Sosial, PB PMII: 1997). Dengan kata lain, PMII adalah organisasi kader
tempat menempa segenap potensi kader sehingga memiliki kesiapan
spiritual, pengetahuan dan teknikal untuk mewujudkan tujuan akhir
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara: mencapai cita-cita
kemerdekaan Indonesia.
Secara filosofis pengkaderan PMII hendak menciptakan manusia
merdeka (independen). Yaitu sosok manusia yang mampu berdiri di atas
kapasitas individualnya berbekal kemampuan (syakilah) dan kekuatan
(wus’a) yang telah dianugerahkan Allah SWT. Kemampuan dan kekuatan
tersebut adalah bekal yang diberikan kepada manusia untuk mengelola
dunia dalam posisi manusia sebagai wakil Tuhan di bumi (khalifatullah fi
al-ardh). Di hadapan sesama manusia dan dunia, kader PMII tidak
mengenal takut karena takut hanyalah kepada Allah SWT. Kepada sesama
manusia, kader PMII memiliki rasa hormat dan tawadhu’ yang tulus,
berdasar kesadaran sebagai sesama hamba Tuhan. Sebagai manusia
merdeka seorang individu secara total menempatkan dirinya di jalan
pergerakan, menyediakan dirinya bagi kepentingan umat manusia sebagai
penggenapan atas kewajiban sebagai hamba Allah (‘abdullah).

57
b. Profil Kader Ulul Albab
Proses pengkaderan di PMII menuju pada satu titik, yakni
menciptakan manusia Ulul Albab. Secara umum manusia Ulul Albab ialah
manusia yang peka terhadap kenyataan, mengambil pelajaran dari
pengalaman sejarah, giat membaca tanda-tanda alam yang kesemuanya
dilakukan dalam rangka berdzikir kepada Allah SWT. Sehingga kehidupan
dunia selalu dijalani oleh manusia Ulul Albab dengan berpedoman pada
‘peta’ yang telah Dia sajikan, baik melalui peristiwa alam, peristiwa sejarah
masyarakat, serta firman-firmanNya. Pengertian Ulul Albab disarikan
dalam motto dzikir, fikr, amal sholeh.
Secara lengkap kita dapat menyimak dan mempelajari sendiri ayat-
ayat yang menggambarkan dan menjelaskan mengenai Ulul Albab berikut
ini:
Q.S al-Baqarah (2: 179)
Dan dalam hukum qisas itu terdapat (jaminan) kehidupan bagimu
wahai Ulul Albab, agar kamu bertaqwa.
Q.S al-Baqarah (2: 197)
Segala yang baik yang kamu kerjakan, Allah mengetahuinya.
Berbekallah, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.
Dan bertaqwalah kepada-Ku wahai Ulul Albab!
Q.S. al-Baqarah (2: 269)
Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang Dia Kehendaki.
Barang siapa yang dianugerahi hikmah, sungguh-sungguh ia telah
dilimpahi karunia yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil
pelajaran kecuali Ulul Albab.
Q.S. Ali-Imran (3: 7, 8 )
Dia-lah yang Menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad).
Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab
(al-Qur’an) dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-
orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan, mereka mengikuti
ayat-ayat mutasyabihat untuk mencari-cari fitnah dan untuk mencari-
cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali
Allah. Dan orang-orang yang ilmunya mendalam berkata, “Kami
beriman kepadanya (al-Qur’an), semuanya dari sisi Tuhan kami.”
Tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali Ulul Albab.
(Mereka berdo’a), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati
kami kepada kesesatan setelah Engkau Berikan petunjuk kepada kami,
dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya
Engkau Maha Pemberi.”

58
Q.S. Ali-Imran (3: 190, 191)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulul Albab. (yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan
semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari adzab
neraka”.
Q.S. al-Mai’dah (5: 99, 100)
Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah menyampaikan (amanat Allah),
dan Allah Mengetahui apa yang kamu tampakkan dan apa yang kamu
sembunyikan. Katakanlah (Muhammad), “Tidaklah sama (antara)
yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya keburukan itu
menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah wahai Ulul Albab.”
Q.S. al-Ra’du (13: 19 – 20)
Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang Diturunkan
Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta?
Hanya Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang
yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.
Q.S. Ibrahim (14: 52)
(Al Qur’an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia, agar
mereka diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa
Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar Ulul Albab mengambil
pelajaran.
Q.S. Shaad (38: 29)
Kitab (Al Qur’an) yang Kami Turunkan kepadamu penuh berkah agar
mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar Ulul Albab mendapat
pelajaran.
Q.S. Shaad (38: 43)
Dan Kami Anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali)
keluarganya dan Kami Lipatgandakan jumlah mereka, sebagai rahmat
dari kami dan pelajaran bagi Ulul Albab.
Q.S. az-Zumar (39: 9)
(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena
takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sebenarnya hanya Ulul Albab
yang dapat menerima pelajaran.

59
Q.S. az-Zumar (39: 17, 18)
Dan orang-orang yang menjauhi Thagut (yaitu) tidak menyembahnya
dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat berita gembira;
sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hambaku,
(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah
Diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah Ulul Albab.
Q.S. az-Zumar (39: 21)
Apakah engkau tidak memperhatikan bahwa Allah menurunkan air
dari langit, lalu diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi,
kemudian dengan air itu ditumbuhkan-Nya tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, kemudian menjadi kering, lalu engkau
melihatnya kekuning-kuningan, kemudian Dijadikan-Nya hancur
berderai. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi
Ulul Albab.
Q.S. al-Mu’min (40: 53, 54, 55)
Dan sungguh, Kami telah Memberikan petunjuk kepada Musa; dan
Mewariskan Kitab (Taurat) kepada Bani Israil, untuk menjadi
petunjuk dan peringatan bagi Ulul Albab. Maka bersabarlah kamu,
sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk
dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhan-mu pada waktu
petang dan pagi.
Q.S. at-Talaq (65: 8, 9, 10, 11)
Dan betapa banyak (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah
Tuhan mereka dan rasul-rasul-Nya, maka Kami Buat perhitungan
terhadap penduduk negeri itu dengan perhitungan yang ketat, dan
Kami Azab mereka dengan azab yang mengerikan. Sehingga mereka
merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan akibat
perbuatan mereka itu adalah kerugian yang besar. Allah menyediakan
azab yang keras bagi mereka, maka bertakwalah kepada Allah wahai
Ulul Albab! (yaitu) orang-orang yang beriman. Sungguh, Allah telah
Menurunkan peringatan kepadamu, (dengan mengutus) seorang Rasul
yang membacakan ayat-ayat Allah kepadamu yang menerangkan
(bermacam-macam hukum), agar Dia Mengeluarkan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan kebajikan, dari kegelapan kepada cahaya.
Secara ringkas, kader Ulul Albab adalah kader yangmemiliki ciri-ciri
sebagai berikut ;
a. Manusia Yang Bertaqwa Kepada Allah Swt, yaitu ; 1) Manusia
bertaqwa adalah yang hanya takut kepada Allah, dan tidak takut

60
selain kepadanya, 2) Merdeka dari rasa takut, 3) Rasa takut hanya
kepada ALLAH SWT
b. Manusia Yang Beriman, yaitu ; 1). Manusia yang beriman tidak
ada keraguan dan kebingungan dalam kehidupan sehari-hari, 2)
Keraguannya hanya pada apakah tindakannya telah melanggar
perintah AllAh SWT apa tidak?
c. Manusia Yang Selalu Mengingat Allah Swt Disetiap Saat, yaitu ; 1)
Mengingat Allah adalah selalu mengakui keabadiannya dan sifat-
sifat Allah, 2). Keterkaitan hati dengan Allah yang begitu dalam, 3)
Maka tidak ada rasa kehilangan apabila perubahan memaksanya
harus bergeser, semua milik Allah, dan, 4) Tidak ada rasa ragu
apabila perubahan memaksanya harus bertindak
d. Manusia Yang Setia Dengan Janji Allah Swt Dan Tidak Melanggar
Perjanjian Dengan-Nya, yaitu ; 1) Manusia yang setia dengan janji
Allah adalah manusia yang berharap dan meminta kepadanya, 2)
Sebagai hamba dan sebagai khlifah hanyaberharap dan meminta
kepada Allah SWT, 3) Tidak kecewa dengan urusan duniawi, 4)
Senantiasa menatap kenyataan dunia dengan optimis
e. Manusia Yang Mengambil Pelajaran Dari Sejarah Umat Manusia,
Perjalanan Alam Semesta Dan Dari Ayat-Ayatnya, yaitu ; 1)
Manusia yang bisa mengambil pelajaran adalah manusia yang
melihat kecataan secara kompleks, secara keseluruhan, secara
komprehensip, 2) Selalu membaca bagaimana bangsa-bangsa dulu
tumbang dan berdiri dan mengambil pelajaran, 3) Mengamati
bagaiman semesta berjalan, 4). Manusia sseperti itu harus peka
apa yang disampaikan oleh kitab suci dan pada alam semesta. 5).
Manusia yang selalu mengambil pelajaran akan senantiasa hati-
hati dan awas terhadap kenyataan

Ciri Khas Kader Ulul Albab :


1. Kader ulul albab bukanlah sosok yang pasif yang menyerah pada
keadaan.
2. Bukan sosok yang berfikir dan bertindak dengan sembarangan.
3. Iman, taqwa dan pengetahuan mutlak dimiliki oleh para kader
4. Oleh karena itu, dia dituntut untuk menguasai kemampuan
khusus, cakap dan trampil, sehingga dia mampu menjalankan
peran dan fungsinya sebagai manusia ditengah kenyataan
bangsanya.
5. Pribadi ulul albab adalah seseorang yang selalu haus akan ilmu,
dengan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT, berkesadaran

61
historis primodial atas relasi Tuhan-manusia-alam, berjiwa
optimis transendental sebagai kemampuan untuk mengatasi
masalah kehidupan, berpikir dialektis, bersikap kritis dan
bertindak transformatif. (Penjelasan Pasal 4 Anggaran Dasar).

3.6 Kader dan Pengkaderan


KADER berasal dari bahasa Yunani cadre yang berarti bingkai.
Bila dimaknai secara lebih luas berarti orang yang mampu menjalankan
amanat, memiliki kapasitas pengetahuan dan keahlian, pemegang tongkat
estafet sekaligus membingkai keberadaan dan kelangsungan suatu
organisasi.Kader adalah ujung tombak sekaligus tulang punggung
kontinuitas sebuah organisasi.
Secara lebih luas, tugas kader tidak hanya berhenti pada titik
mempertahankan keberlangsungan organisasi. Dalam definisi KBBI, kader
adalah orang yang diharapkan akan memagang peran penting di
pemerintahan. Dengan demikian kader pada masa post-PMII atau pada
masa pengabdian berarti orang yang telah disiapkan untuk dapat masuk
menempati pos-pos strategis baik di berbagai institusi pemerintah
maupun non-pemerintah. Melakukan internalisasi nilai PMII untuk
mencapai tujuan akhirnya, yakni: mewujudkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia.
Di PMII sebutan KADER disandang oleh anggota yang telah
mengikuti Pelatihan Kader Dasar (PKD). Sementara ANGGOTA disandang
oleh mereka yang telah mengikuti MAPABA namun belum mengikuti PKD.
Secara utuh dan lebih luas, kader adalah mereka yang telah tuntas dalam
mengikuti seluruh Pengkaderan Formal, teruji dalam Pengkaderan
Informal dan memiliki bekal melalui Pengkaderan Non Formal. Dari
mereka bukan saja diharapkan eksistensi organisasi dapat tetap terjaga,
melainkan juga diharapkan kader tetap akan membawa misi gerakan PMII
hingga paripurna.
PENGKADERAN adalah proses mendidik dan membentuk
seseorang menjadi kader. Proses pendidikan yang dilakukan dengan cara
bertahap atau berjenjang sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang
dimiliki. Pengkaderan memungkinkan seorang kader dapat
mengembangkan potensi akal, kemampuan fisik, moral dan sosialnya.
Sehingga, kader dapat membantu orang lain dan dirinya sendiri untuk
memperbaiki keadaan sekarang dan mewujudkan masa depan yang lebih
baik ─sesuai dengan cit a-cita yang diidealkan, nilai-nilai yang diyakini
serta misi perjuangan yang diemban. Hakekatnya, pengkaderan adalah
kawah candradimuka bagi pembentukan kader.

62
SISTEM berasal dari kata Yunani sustema yang bertarti kumpulan.
Bila kita maknai, artinya adalah kumpulan utuh menyeluruh dari bagian-
bagian atau hal-hal yang bersifat konsisten, teratur, saling terkait,
interaktif, bekerja bersama-sama; terbentuk atas dasar prinsip, rencana,
skema, dan metode yang rasional, mudah dimengerti dan dijalankan,
untuk mencapai hasil atau tujuan tertentu berdasarkan situasi dan
kebutuhan yang nyata.
SISTEM PENGKADERAN PMII adalah totalitas upaya
pembelajaran yang dilakukan secara terarah, terencana, sistemik, terpadu,
berjenjang dan berkelanjutan untuk mengembangkan potensi, mengasah
kepekaan, melatih sikap, memperkuat karakter, mempertinggi harkat dan
martabat, memperluas wawasan, dan meningkatkan kecakapan insan-
insan pergerakan agar menjadi manusia yang muttaqin, beradab, berani,
santun, cerdik-cendekia, berkarakter, terampil, loyal, peka, mampu dan
gigih menjalankan roda organisasi dalam segala upaya pencapaian cita-
cita dan tujuan perjuangannya.
Sistem Pengkaderan PMII mengenal tiga bentuk pengkaderan
yang berkait satu dengan yang lain yaitu Pengkaderan Formal (MAPABA,
PKD, PKL), Pengkaderan Informal dan Pengkaderan Non-Formal
(pelatihan-pelatihan).Secara bersama-sama, ketiganya terpadu dengan
suasana dan kebiasaan sehari-hari di lingkungan PMII yang memiliki andil
menentukan dalam proses pengkaderan (lihat Bagan 2).
Karena diorientasikan untuk membentuk serta mengembangkan
karakter, sikap, etika, produktivitas dan kreatifitas para kader, maka
pengkaderan bisa dikategorikan sebagai aktivitas asasi dan sekaligus
profetik. Terutama dalam upayanya mewujudkan misi, peran dan fungsi
dalam kehidupan pribadi dan organisasi serta kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Bagan 2

Kaderisasi

Kaderisasi Informal Kaderisasi Non-Formal

Lingkungan sehari-hari organisasi

63
Pengkaderan PMII juga merupakan sarana “perkaderan gerakan
sosial”, yakni pembelajaran sosial atau pendidikan “politik gerakan” yang
sistemik, terarah dan kontinyu. Melalui pengkaderan, insan-insan
pergerakan diperluas pengetahuan dan wawasannya, ditempa keberanian
dan karakternya, dikembangkan potensi dan kemampuan dirinya, dipupuk
kemandiriannya, serta diasah kesadaran, kepekaan, kehendak dan
kecakapan (“life-skill”, gerak dan ‘naluri petarung”) sosialnya.

3.7. Tiga Pilar Pengkaderan


Upaya pengkaderan PMII haruslah selalu bersumber pada nilai-
nilai dan prinsip-prinsip yang digali serta dikembangkan dari
pemahamannya atas kenyataan, keberadaan, potensi dan dimensi-dimensi
lingkungan strategis yang melingkupi dirinya secara utuh dan otentik.
Karenanya maka talenta, kehendak dan gerak seluruh kader pergerakan
selalu merupakan perwujudan dan kesatuan yang utuh dan inherent dari
ketiga pilar yakni: pertama semangat gerakan, ketrampilan dan daya
intelektualitasnya sebagai mahasiswa; kedua keyakinan, pemahaman,
pelaksanaan dan penghayatannya atas ajaran agama Islam; serta ketiga
pengetahuan, wawasan, komitmen dan pembelaannya atas kelangsungan
negara-bangsa Indonesia. Wacana, nilai-nilai dan model gerakan apapun
yang diperjuangkan oleh PMII selalu merujuk sekaligus bermuara pada
penegasan ketiga pilar di atas, yakni Kemahasiswaan, Ke-Islam-an dan
Ke-Indonesia-an.

Kemahasiswaan

Pergerakan

Ke-Islam-an Ke-Indonesia-an

64
Ketiga pilar tersebut dengan sendirinya menjadi model dasar untuk
memandang serta merancang suatu model gerakan (yang bersifat dinamis
dan transformatif, bahkan bersifat revolusioner) karena ─hanya jika
dimengerti─ dengan cara itulah makna singkatan dan fungsi PMII memiliki
relevansi serta pertanggung-jawaban ‘intelektual’ pada gerak peradaban,
sejarah dan mandat sosialnya, serta masyarakat, bangsa dan negaranya.
Sehingga pengertian istilah ‘pergerakan’ itu jelas sangat berbeda dengan
─misalnya─ istilah ‘hi mpunan’(dalam bahasa aljabar, himpunan artinya
bersifat statis dan sekadar berfungsi dalam penjumlahan).
Dalam situasi ‘zaman bergerak’ yang ditandai dengan carut-
marutnya berbagai pranata sosial dan ‘ketidak-tahuan pengetahuan’ untuk
mengerti problem dasar masyarakat dan umat manusia, maka tugas kader
pergerakan bukanlah pertama-tama memberi jawaban, tetapi justru
merumuskan sebanyak mungkin pertanyaan pada dirinya sendiri, dan
baru kemudian pada lingkungannya. Tanpa kesediaan mengoreksi dirinya
sendiri dalam kontinum gerak sejarah dan dinamika perkembangan
pengetahuan, maka apapun yang dilakukan dan dihasilkan oleh kaum
pergerakan akan selalu ahistoris dan tercerabut dari akar sosio-kultural
dan sosio-humanistiknya; terlepas dari alam bawah sadar dan
psikodinamika masyarakatnya.
Selain tiga pilar diatas tadi, semua landasan teologis, etis maupun filosofis
PMII bermula dari tiga hal yakni Tri Motto PMII (Dzikir, Fikir dan Amal
Sholeh), Tri Khidmad PMII (Taqwa, Intelektual dan Profesional), dan Tri
Komitmen PMII (Kejujuran, Kebenaran dan Keadilan).

65
BAB IV
PILAR MATERI PENGKADERAN

Pengkaderan PMII bertopang pada tiga pilar materi yakni


Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan. Di setiap jenjang
Pengkaderan Formal, masing-masing pilar tersebut diturunkan kedalam
berbagai materi yang berbeda, dengan titik tekan dan target tujuannya
masing-masing. Melalui ketiga pilar materi tersebut, diharapkan untuk
masa yang akan datang proses Pengakaderan Formal di PMII benar-benar
akan berjalan sesui tujuan dan fungsinya.
Bab ini akan memaparkan gambaran materi di masing-masing pilar.
Pembahasan akan diurutkan mulai dari Kemahasiswaan, Keislaman dan
Keindonesiaan. Dalam masing-masing pilar akan dijelaskan bagaimana
muatan materinya di setiap jenjang Pengkaderan Formal. Cara seperti ini
berguna untuk memudahkan mengenali titik beda dan perkembangan
antar materi-materi yang berasal dari pilar materi sama namun berada di
jenjang Pengkaderan Formal yang berbeda. Namun sebelumnya akan kami
sampaikan gambaran tentang materi Pengkaderan Formal.

4.1. Materi Pengkaderan Formal


Total jumlah materi Pengkaderan Formal adalah 37 materi, di luar
sessi Bina Suasana/Prakurikula, General Review dan RTL serta Evaluasi.
Jumlah tersebut terbagi kedalam MAPABA berjumlah 10 materi, PKD 14
materi dan PKL 13 Materi. Keseluruhan materi dapat dipilah dalam
materi-materi yang bertujuan membangun afeksi (solidaritas, semangat
juang), membangun pengetahuan dan intelektualitas serta materi yang
bertujuan pengasahan ketrampilan. Menurut hemat kami, melihat dan
belajar dari isi serta penyampaian materi yang kami temukan di lapangan
dalam kegiatan Pengkaderan Formal, satu materi dapat menyentuh lebih
dari satu tujuan sekaligus.
Materi-materi dimaksud dapat dibaca di tabel berikut:

TABEL 1
Materi-Materi Menurut Tujuan
Jenjang Afeksi Pengetahuan Ketrampilan
1. Mahasiswa dan 1. Keorganisasian Keorganisasian
Tanggungjawab PMII. PMII
Sosial 2. Studi Gerakan
2. Nilai Dasar Perempuan dan
MAPABA Pergerakan Kelembagaan
66
3. Islam Indonesia KOPRI.
3. NDP
4. Islam Indonesia.
5. Sejarah Negara
Bangsa
Indonesia
6. Sejarah PMII
Lokal
7. Kajian Disiplin
Ilmu
1. Paradigma PMII 1. Paradigma 1. Strategi
2. Islam Sebagai PMII Pengembangan
Teologi 2. Strategi PMII
Pembebasan Pengembanga 2. Pengorganisiran
3. Studi Banding n PMII Kampus
Keprofesian 3. Pengelolaan 3. Pengelolaan
Opini dan Opini dan
Gerakan Gerakan Massa
PKD Massa 4. Analisis Sosial
4. Aswaja 5. Analisis Wacana
Sebagai 6. Studi Advokasi
Manhaj al-fikr Kebijakan dan
5. Islam Sebagai Anggaran
Teologi
Pembebasan
6. Analisis Sosial
7. Analisis
Wacana
8. Studi Advokasi
Kebijakan dan
Anggaran.
9. Rekayasa
Sosial/
Teknologi/
Genetika
10. Sumber Daya
Ekonomi
Maritim
11. Sejarah
Gerakan PMII
67
Lokal
12. Studi Banding
Keperofesian
1. Membedah PMII 1. Membedah 1. Analisis Isu dan
Perspektif PMII Media
Ideologi perspektif 2. Teknik Lobby
2. Membedah PMII Ideologi dan Membangun
Perspektif 2. Membedah Jaringan
Organisasi PMII 3. Community
PKL 3. Membedah PMII Perspektif Organizing
Perspektif Organisasi 4. Manejemen
Strategi dan 3. Membedah Asset Daerah
Gerakan PMII 5. Manajemen
4. Membedah PMII Perspektif informasi,
Perspektif Strategi dan komunikasi, dan
Kepemimpinan Gerakan ilmu intelejen
4. Membedah
PMII
Perspektif
Kepemimpina
n
5. Peta
Pemikiran dan
Gerakan Islam
6. Kritik Wacana
Agama
7. Geopolitik,
Geoekonomi
dan
Geostrategi
8. Sejarah
Masyarakat
Indonesia
9. Strategi
Kebijakan
Pembangunan
Berbasis
Maritim
10. Manajemen
Asset Daerah
68
11. Manajemen
informasi,
komunikasi,
dan ilmu
intelejen

Apabila disusun berdasar tiga pilar materi yaitu Kemahasiswaan, Ke-


Islam-an dan Ke-Indonesia-an, 36 materi di atas akan terbagi sebagai
berikut:

TABEL 2
Materi-Materi Menurut Tiga Pilar Dasar

JenjangKemahasiswaan Keislaman Keindonesiaan


1. Mahasiswa dan 1. Nilai Dasar 1. Sejarah
Tanggung Jawab Pergerakan Negara
Sosial (NDP) Bangsa
2. Keorganisasian 2. Islam Indonesia
MAPABA PMII Indonesia
3. Antropologi
Kampus
4. Sejarah PMII
Lokal
5. Kajian Disiplin
Ilmu
1. Paradigma 1. Aswaja 1. Analisis
Pergerakan Sebagai Sosial
2. Strategi Manhaj al- 2. Analisis
Pengembangan Fikr Wacana
PMII 2. Islam 3. Studi
3. Pengorganisiran Sebagai Advokasi
Kampus Teologi Kebijakan
4. Pengelolaan Pembebasa dan
PKD Opini dan n Anggaran
Gerakan Massa 4. Sumber
5. Ilmu Bumi Daya
Kampus Ekonomi
6. Sejarah Gerakan Maritim
PMII Lokal
7. Studi Banding
69
Keprofesian
1. Membedah 1. Peta 1. Geopolitik,
PMII Perspektif Pemikiran Geoekonom
Ideologi dan Gerakan i dan
2. Membedah Islam Geostrategi.
PMII Perspektif 2. Kritik 2. Sejarah
PKL Organisasi Wacana Masyarakat
3. Membedah Agama Indonesia
PMII Perspektif 3. Strategi
Strategi dan Kebijakan
Gerakan Berbasis
4. Membedah Maritim
PMII Perspektif 4. Analisis Isu
Kepemimpinan dan Media
5. Teknik
Lobby dan
Membangun
Jaringan
6. Community
Organizing

Di antara materi PKD terdapat dua materi tawaran yaitu Rekayasa


Sosial/Teknologi/Genetika dan Ilmu Bumi Kampus. Pada materi Rekayasa
kami memaksudkan agar materi tersebut dipilih sesuai kebutuhan peserta
PKD. Apabila mayoritas peserta adalah mahasiswa eksakta lebih tepat
apabila materi Rekayasa difokuskan pada Rekayasa Teknologi atau
Rekayasa Genetika. Sementara Untuk materi Ilmu Bumi Kampus kami
maksudkan materi ini dapat disampaikan sesuai pertimbangan
penyelenggara.

4.2. Pilar Materi Kemahasiswaan


a. Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA)
Mahasiswa saat ini dapat dimengerti hanya apabila kita mampu
menyelami cara berpikir mahasiswa, bukannya mahasiswa yang dipaksa
untuk mengikuti cara berpikir PMII. Ini boleh jadi merupakan jalan primer
untuk ditempuh sehingga PMII dapat diterima oleh mahasiswa. Dengan
kalimat lain, bukan mahasiswa yang pertama-tama harus mengikuti jalan
pikiran PMII melainkan PMII-lah yang pertama-tama mesti mengikuti
jalan pikiran mahasiswa. Dalam buku Pendidikan Kritis Transformatif (PB

70
PMII, 2002) strategi tersebut dinamai “masuk dari pintu mereka, keluar
dari pintu kita”.
Sehingga model ‘pembahasaan’ atas situasi mahasiswa kontemporer
di bawah ini (Tabel 3 di halaman berikut) boleh jadi tidak 100% tepat
untuk menyatakan kenyataan sehari-hari mahasiswa, karena
pembahasaan tersebut disampaikan dari sudut cara berpikir dan sistem
pengetahuan dan sistem nilai PMII.
Situasi yang tergambar pada Tabel 3 di bawah ini merupakan setting
situasi mahasiswa yang umum ditemui di berbagai kampus di Indonesia
dewasa ini. Faktanya memang situasi tersebut tidak bersifat monolitik dan
homogen, mahasiswa tidak dapat dipandang sebagai hedonis atau apatis
seluruhnya. Maka tidak ada cara lain bagi PMII kecuali menerima
kenyataan tersebut sebagai arena yang harus disiasati dalam rekruitmen
dan pengkaderan
Tabel 3
Situasi Mahasiswa Kontemporer

Situasi Keterangan
Apatis Acuk tak acuh terhadap
keadaan sosial dan
politik
Pragmatis • Memperhitungkan
keuntungan dan manfaat
pribadi dan sesaat
• Memilih organisasi yang
secara langsung
mendukung perkuliahan
dan menjamin masa
depan
Hedonis Gemar bersenang-senang
Agamis Mengutamakan
religiusitas formal-
simbolis
Study Bersegera dalam kuliah,
Oriented IPK tinggi, lulus dan
bekerja
Idolisasi Mencari
panutan/tauladan, tokoh
untuk diikuti atau ditiru
baik dalam hal
71
intelektualitas,
religiusitas, akademik
dan aktivitas sosial.
Citra Aktivis nilainya anjlok,
Mahasiswa lulus lambat, IPK rendah,
Aktivis masa depan monolitik
(politik dan sosial).
Idealis Menggebu-gebu dalam
mensikapi keadaan
sekeliling (sosial,
ekonomi, politik, agama)
dan berpandangan biner
(ini yang benar dan itu
salah)

Untuk itu dalam MAPABA, materi kemahasiswaan diarahkan untuk


memberikan pemahaman mengenai tanggung jawab sosial mahasiswa dan
bagaimana PMII sebagai organisasi merespon tanggung jawab tersebut.
Untuk membangkitkan minat dan penerimaan mahasiswa terhadap ‘takdir
tanggung jawab sosial’ mereka, disampaikan juga dalam materi
kemahasiswaan seluk-beluk peranan mahasiswa dalam sejarah serta
seluk-beluk PMII.
b. Pelatihan Kader Dasar (PKD)
PKD adalah jenjang kedua Pengkaderan Formal di PMII. Peserta PKD
ialah anggota PMII yang telah mengikuti Pengkaderan Non Formal dan
menjalani Pengkaderan Informal. Dengan pengalaman dua pengkaderan
tersebut, secara logis kualitas kader peserta PKD sudah lebih meningkat
dari mahasiswa umumnya di kampus atau organ lain. Peserta PKD
memiliki kualitas untuk mampu hidup di tengah ‘mahasiswa umum’
sebagaimana biasa, tidak terasing dari gaya hidup dan cara berpikir
mereka sekaligus tidak larut dalam situasi tersebut.
Dalam PKD materi kemahasiswaan diarahkan untuk menyelami cara
pandang PMII (paradigma) terhadap kehidupan sosial, politik dan
ekonomi mulai level lokal hingga global; di dalamnya termasuk posisi
mahasiswa dalam sistem-dunia dan kehidupan sehari-hari mayarakat
Indonesia. Kemudian diberikan wawasan dan pembekalan kemampuan
pengorganisiran mahasiswa-kampus serta pengelolaan opini dan gerakan
massa. Dua materi tersebut signifikan untuk menegaskan posisi peserta
PKD di tengah mahasiswa umum. Oleh karena itu pemahaman tentang

72
pola dan strategi pengembangan PMII, khususnya di basis mahasiswa
harus disampaikan seblumnya.
Materi kemahasiswaan dalam PKD menjadi unsur penopang utama,
selain Keislaman dan Keindonesiaan, untuk melahirkan kader mujahid
PMII. Yakni kader yang memiliki militansi dan semangat juang dalam
organisasi pergerakan.
c. Pendidikan Kader Lanjut (PKL)
Evaluasi Kuningan menegaskan bahwa kader PMII harus memiliki
kesadaran posisi dan fungsi baik dalam kehidupan kampus maupun
masyarakat. Secara sosiologis mahasiswa masih dipandang sebagai
komunitas intelektual yang memiliki status terhormat dan didambakan
sebagai pemegang estafet nasib bangsa di masa depan – meski mahasiswa
lambat laun dipandang biasa-biasa saja, namun posisi dan fungsi kampus-
mahasiswa belum tergoyahkan. Artinya bagi seluruh kader PMII, sadar
posisi dan sadar fungsi harus ditumbuhkan secara serius agar missi
organisasi tidak terkacaukan dengan hasrat atau faktor emosional yang
normal ditemui dalam diri setiap individu.
Penegasan pentingnya sadar posisi dan sadar fungsi di kehidupan
berbangsa dalam konteks pergerakan mengarahkan pada pemahaman
secara utuh tentang ruang dalam organisasi PMII dan letaknya di tengah
konteks kebangsaan. Dari sebab itu dalam Pelatihan Kader Lanjut (PKL)
besaran materi kemahasiswaan diharapkan dapat membahas secara jelas
dan terarah tentang empat topik yaitu ideologi, organisasi, strategi
gerakan kepemimpinan di PMII. Keempat topik tersebut merupakan jalan
menuju penegasan identitas diri kader dan identitas kolektif PMII serta
penegasan missi organisasi. Sehingga dengan materi-materi
kemahasiswaan, kader diharapkan telah mampu untuk menjalankan missi
organisasi dalam lini spesifik dengan gabungan bekal yang diperoleh dari
kampus maupun dari PMII.
Materi-materi kemahasiswaan dalam PKL diarahkan merupakan
penopang utama untuk menciptakan kader dengan kualitas mujtahid,
kreator, avant guard atau ujung tombak bagi missi organisasi. Mereka
memiliki kualitas pengetahuan yang luas dan mendalam sekaligus
keahlian tertentu yang bersifat spesifik.

4.3 Pilar Materi Keislaman


a. Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA)
Keberagamaan PMII telah mendapat banyak kritik baik dari internal
organisasi maupun dari lingkungan yang lebih besar di luar organisasi.
Kritik-kritik tersebut harus diterima sebagai masukan positif tanpa harus

73
mengorbankan bahkan mematikan keyakinan dasar PMII dalam
penghayatan dan pelaksanaan ajaran Islam. Kebanyakan kritik tersebut
menyentuh wilayah dan bentuk-bentuk formal-simbolik yang mudah
tertangkap oleh mata telanjang. Keengganan untuk melacak pijakan, dasar
argumentasi dan sistem penghayatan ajaran PMII seringkali menjadi latar
belakang bagi sebagian kritik. Tapi bagaimanapun kritik tidak bisa
ditanggapi dengan apologi, melainkan dengan pembacaan diri khususnya
pada wilayah yang menjadi sasaran kritik tersebut.
Telah disampaikan di muka, kecenderungan mainstream mahasiswa
saat ini adalah menyukai religiusitas formal-simbolik. Dalam MAPABA
harus ditegaskan bahwa PMII memandang setiap yang dititahkan Allah
adalah baik dan karena itu harus dijalankan, sebaliknya setiap yang
dilarang oleh Tuhan adalah buruk oleh karena itu harus ditinggal. Artinya
setiap wujud formal-simbolik keberagamaan yang dititahkan Allah, adalah
juga kewajiban bagi seluruh anggota/kader PMII. Pandangan ini berangkat
dari prinsip dalam Ahlussunnah Waljama’ah, aqidah yang dianut oleh PMII
bahwa apa yang diperintahkan Allah itu baik dan apa yang dilarang itu
buruk. Oleh sebab itu PMII tidak pernah menganggap remeh apalagi
sampai meninggalkan aturan-aturan agama.

Bagan 4
Wujud Ideal Hubungan Manusia Dengan Alam

Utuh - Lengkap

Seimbang Teratur

Sesuai Baik

Serasi Indah

Sumber Daya Alam

Mengerti, sadar & Mengerti, sadar & Mensyukuri Tahu & cakap Manfaat optimal,
memperlakukan memperlakukan sbg (sebagai wujud (filosofis, praktis, (proporsional &
sebagai amanah sesama makhluk keimanan) operasional) berkelanjutan)

Manusia

74
Prinsip Aswaja sepanjang sejarah hingga saat ini adalah yang
paling cocok dan relevan dalam kenyataan masyarakat Indonesia.
Penghayatan ajaran Islam Ahlussunnah Waljama’ah di Indonesia memiliki
karakter dan perwujudan sendiri tanpa menyimpang dari ajaran Islam.
Oleh sebab itu dalam MAPABA harus diperkenalkan kepada anggota baru,
dasar-dasar nilai universal sebagaimana terkandung dalam NDP serta
kewajiban-kewajiban manusia dalam hubungannya dengan Allah, sesama
manusia dan dengan alam semesta. Segala bentuk hubungan tersebut bagi
PMII diikat oleh sebuah prinsip mutlak yang tidak boleh dilanggar yakni
Tauhid. Sebagi contoh ideal perwujudan keberagaman dalam hubungan
manusia dengan alam, diilustrasikan dalam bagan 4 di atas
Selain itu juga perlu disampaikan dalam MAPABA watak dan
wujud Islam Indonesia dalam kaitannya dengan Ahlussunnah Waljama’ah.
Dalam pembahasan materi ini, PMII hendak menunjukkan sisi historisitas
agama yang kerap menjadi ajang pencampuradukan antara ajaran dengan
sifat dan kebiasaan manusia pemeluk agama. Meteri ini perlu disampaikan
kepada calon anggota MAPABA untuk memupuk kesadaran beragama
sekaligus pemahaman ruang keberagamaan di Indonesia.
Materi Keislaman bertujuan menempatkan Iman yang diiringi oleh
pengetahuan sebagai pijakan pergerakan. Artinya Iman yang diterangi
wawasan medan pergerakan, dimana Iman tersebut direalisasikan.
Dengan demikian semenjak MAPABA Keimanan dan pengetahuan harus
mulai ditumbuhkan dalam diri kader PMII.
b. Pelatihan Kader Dasar (PKD)
PKD bertujuan untuk menciptakan kader mujahid yakni kader yang
militan dan memiliki semangat juang tinggi dalam melakukan amar ma’ruf
nahi munkar. Kader semacam ini tidak suka berputus asa dan mengeluh
karena mengalami kesulitan baik pribadi maupun dalam kehidupan
organisasi. Segala persoalan yang dihadapi diyakini sebagai ujian duniawi
yang semata-mata berasal dari-Nya dan harus dilalui oleh manusia sebagai
hamba Allah, dan yakin bahwa ada hikmah serta jalan keluar di balik
semua kesulitan.
Besaran materi Keislaman di jenjang PKD, sebagaimana dalam
MAPABA, disepakati oleh peserta Evaluasi Kuningan agar mengarah pada
dua aspek. Pertama mengasah ketajaman pikiran dalam ruang
keberagamaan di Indonesia dan kedua mengasah ketajaman batiniah atau
keimanan kader. Alumni PKD membutuhkan keduanya dari sumber
keagamaan yang kokoh untuk meyakinkan bahwa perjuangan PMII tidak
semata-mata bermakna dalam ukuran duniawi melainkan secara langsung
bermakna secara ilahiah; bagian dari posisi manusia sebagai ‘Abdullah.

75
Oleh sebab itu dalam PKD disampaikan dua materi Keislaman yakni
Ahlussunnah Waljama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir) dan
Islam Sebagai Teologi Pembebasan. Baik kader-kader di Perguruan Tinggi
Agama (PTA) maupun Perguruan Tinggi Umum (PTU), sudah selayaknya
memahami dan mengerti aqidah Islam Aswaja karena aqidah itulah yang
dihayati dan dijalani oleh PMII. Dalam forum evaluasi Kuningan muncul
kritik bahwa Aswaja hanya relevan bagi mahasiswa PTA serta yang
berlatar belakang pesantren dan tidak relevan bagi mahasiswa PTN
khususnya bagi fakultas-fakultas eksakta.
Akan tetapi kritik tersebut tidak mengena karena dengan dua materi
tersebut, kader justru akan diajak untuk lebih mendalami Keislaman PMII
di tingkat pengetahuan sekaligus tingkat formal-simboliknya. Sehingga di
samping memiliki keyakinan dalam menghayati dan menjalankan ajaran
Islam, peserta PKD akan menjadi kader yang memahami model
keberagamaan yang dihayati dan dijalaninya tersebut. Selanjutnya
keyakinan dan pengetahuan tersebut akan menghindarkan kader dari
fanatisme agama yang secara membabi-buta mudah menyalahkan dan
mengkafirkan model keberagamaan yang berbeda.
Melalui materi Islam Sebagai Teologi Pembebasan kader diajak untuk
menselami hakikat teologi sebagai pembebas dalam tiga makna. Pertama
pembebas diri manusia dari belenggu kecemasan, kekhawatiran,
ketakutan dan kesedihan yang muncul karena urusan duniawi. Kedua
pembebas umat manusia dari belenggu dan keterikatan duniawi tanpa
meninggalkan segala kenyataan, urusan dan tantangan duniawi. Dalam
makna kedua ini, Teologi Pembebasan merupakan kelanjutan langsung
dari materi NDP dalam MAPABA, membebaskan diri-individu dari
ketergantungan permanen terhadap segala sesuatu selain Allah SWT.
Makna pembebas ketiga teologi bersifat memperkuat dua makna di
atas dalam bentuk pergerakan. Dengan dua makna pembebasan tersebut,
seorang diri-kader akan lebih lepas dan leluasa menjalankan missinya
sebagai khalifatullah, justru karena faham dan sadar bahwa dunia yang dia
tinggali semata-mata hak-Nya serta tidak abadi. Sehingga kenyataan
kompleks seperti sekarang ini, dengan segala rule of the game-nya,
difahami sebagai medan gerakan dan medan tarung yang niscaya untuk
dihadapi dan bukan dihindari atau ditolak.
c. Pendidikan Kader Lanjut (PKL)
Pendidikan Kader Lanjut adalah Pengkaderan bagi kader, yakni
individu yang sedikit-banyak telah mengenyam dan mengenal PMII secara
mendalam. Sehingga diharapkan, kader yang mengikuti PKL telah
menemukan bentuk keberagamaan yang relatif mantap.

76
Dalam PKL, tekanan mendalami Keislaman dari sisi pengetahuan lebih
diutamakan. Aspek batin dari Keislaman bukan berarti ditinggalkan
melainkan diharapkan dan diandaikan telah menjadi nafas hidup sehari-
hari kader PMII. Bagi peserta PKL sudah saatnya melihat dan berhitung
secara lebih matang, bagaimana agama dalam kenyataan sehari-hari
menjadi sumbu politik, sumbu ekonomi dan sumbu sosial-budaya. Melihat
secara lebih jelas bahwa dalam kehidupan sehari-hari agama bisa menjadi
faktor yang sangat menentukan agenda-agenda sebuah kelompok baik
sebagai motif, sebagai selubung (cover) motif non-agama atau bahkan
sebagai komoditas.
Oleh sebab itu PKL menyajikan dua materi Keislaman yaitu Peta
Pemikiran dan Gerakan Islam serta Kritik Wacana Agama. Materi pertama
berguna dan ditujukan untuk memahami silang-sengkarut pemikiran
Islam secara internasional dan turunannya di Indonesia. Kemudian
memotret secara historis gerakan-gerakan Islam berpengaruh baik di level
internasional maupun di Indonesia. Dengan materi ini kader diharapkan
mampu mengidentifikasi posisi PMII, nilai strategis, peluang-peluang,
potensi dan keterbatasan PMII dalam kancah gerakan Islam di tengah
masyarakat bangsa Indonesia.
Materi Kritik Wacana Agama bertujuan untuk mengungkap bagaimana
dalam kenyataan sehari-hari agama menjadi salah satu faktor pembangun
dan penyebar kuasa. Dengan kalimat lain, bagaimana ketika Islam muncul
sebagai wacana di muka publik ternyata tidaklah netral dari kepentingan
dan agenda pribadi, kelompok, golongan atau bahkan bangsa.
PKL diharapkan mampu memberikan pengetahuan yang cukup
mengenai posisi agama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Sehingga kader PMII selanjutnya tidak lagi mudah terkejut dan reaksioner
dengan berbagai issu-issu atau wacana pemikiran Islam yang bergerak
menurut trend politik, trend ekonomi dan trend sosial-budaya di level
global hingga nasional.

4.4 Pilar Materi Keindonesiaan


a. Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA)
Besaran materi Keindonesiaan memberikan pengenalan awal kepada
peserta MAPABA akan setting ruang dimana PMII bergerak. Dalam setting
ruang tersebut, segala corak kehidupan mulai ekonomi, politik, agama dan
sosial-budaya terbentuk. Bahkan mentalitas, perwatakan manusia, serta
psikologi sosial tercipta dalam sebuah setting ruang yang berjalan
melintasi waktu. Dengan pemahaman dasar terhadap setting ruang

77
tersebut, peserta MAPABA diharapkan memiliki bekal pengetahuan
mendasar mengenai bentuk dari gerakan dan pola berorganisasi PMII.
Dalam MAPABA, peserta diberi dua materi wajib Keindonesiaan yaitu
Sejarah Negara Bangsa Indonesia, serta Sejarah Perencanaan
Pembangunan Indonesia. Keduanya memiliki unsur dasar yang sama yakni
sejarah. Materi pertama diarahkan untuk memberikan wawasan kepada
peserta mengenai proses kemenjadian Indonesia sampai tercipta keadaan
dan bentuk seperti yang didapati saat ini. Materi ini mengupas Indonesia
sebagai buah dari gerakan nasionalisme yang bertumbuhan di negeri-
negeri jajahan seluruh dunia awal abad XX. Selanjutnya dibahas
bagaimana situasi politik dunia berlangsung ketika Perang Dunia I dan
Perang Dunia II, hingga Indonesia mampu mengambil kesempatan untuk
memproklamirkan diri sebagai negara pada tahun 1945. Melalui materi ini
juga disampaikan posisi Indonesia dalam Perang Dingin dan setelahnya,
ketika Jerman Barat-Jerman Timur bersatu dan Komunisme di Uni Sovyet
runtuh. Pada muaranya materi ini adalah untuk membaca posisi Indonesia
ini, di tengah sistem-dunia neo liberal.
Materi kedua secara khusus mengupas sistem perencanaan
pembangunan yang pernah dipakai dan sedang dijalankan oleh Indonesia.
Materi ini juga mengambil perspektif sejarah, karena dalam durasi
panjang sistem pembangunan di Indonesia tidak terlepas dari
kompleksitas gejolak politik dan gejolak ekonomi internasional. Sistem
perencanaan pembangunan ini boleh dikata adalah salah satu pembentuk
terpenting perwajahan dan isi Indonesia saat ini.
Dari pengalaman bersama peserta Evaluasi Kuningan istilah sejarah
identik dengan pelajaran sejarah di sekolah menengah dan sekolah dasar
yang penuh hafalan waktu, tempat, nama dan peristiwa. Namun dalam
mempelajari sejarah, ketiga unsur tersebut (waktu, tempat, nama dan
peristiwa) memang senantiasa melekat. Apa yang sering luput dalam
mengkaji sejarah adalah makna penting bahwa sejarah telah
mengantarkan bentuk keadaan saat ini dan mempengaruhi masa yang
akan datang, sehingga sejarah layak untuk dikaji dan dipelajari. Oleh sebab
itu, agar makna penting tersebut tidak terpeleset menjadi pengulangan
pelajaran sekolah, penyampaian materi-materi Keindonesiaan dalam
MAPABA harus menggunakan pendekatan yang tepat.
b. Pendidikan Kader Dasar (PKD)
Anggota peserta PKD diharapkan telah mengikuti berbagai kegiatan
PMII di lingkungannya masing-masing secara aktif. Sehingga peserta
adalah mereka yang benar-benar telah memiliki bekal cukup untuk
mengikuti PKD, dan dapat diharapkan menambah pemahaman mengenai

78
setting Indonesia melalui forum tersebut. Berbagai persoalan, masalah
serta pertanyaan mengenai fakta real Indonesia seperti tertangkap dari
berita di media massa, buku atau diskusi adalah bekal utama untuk
mendalami materi-materi Keindonesiaan.
Di jenjang PKD ini, materi-materi Keindonesiaan diarahkan pada
topik-topik strategis dan spesifik. Materi-materi tersebut meliputi Analisis
Sosial, Analisis Wacana, Studi Advokasi Kebijakan dan Anggaran, Rekayasa
Sosial/Teknologi/ Genetika (tawaran) dan Sumberdaya Ekonomi Maritim.
Lima materi tersebut diarahkan untuk membaca kenyataan Indonesia
secara lebih kompleks dengan membacanya dari sudut kontemporer.
Analisis Sosial dan Analisis Wacana dimaksudkan sebagai pembacaan
kenyataan masyarakat Indonesia dari dua sudut yang berbeda. Materi
pertama dari sudut sosio-antropologis dalam bingkai ekonomi serta
politik di level nasional maupun global, sedang materi kedua dari sudut
sistem pengetahuan kontemporer sebagaimana bertebaran di media-
media masa, buku atau diskusi-diskusi. Materi Analisis Wacana khususnya
akan memperlihatkan bagaimana wacana tersebar, mempengaruhi pikiran
publik, menggoyahkan atau memapankan kekuasaan, sebagai bentuk
kekuasaan itu sendiri, dan faktor yang menggerakkan wacana. Lebih jauh
peserta PKD juga diberi bekal strategi melakukan Analisis Wacana.
Materi Studi Advokasi Kebijakan dan Anggaran dibutuhkan untuk
menyerap kebutuhan pergerakan dalam mengetahui bagaimana proses
perumusan kebijakan dan penetapan anggaran, besaran alokasinya, target
dan bentuk program serta signifikansinya dengan kehidupan nyata
masyarakat. Materi ini mengarahkan peserta untuk lebih peka kepada
proses dalam tubuh negara di lini teknis yang sangat erat berkaitan
dengan kehidupan publik.
Materi Rekayasa Sosial/Teknologi/Genetika merupakan materi
tawaran, untuk dipilih salah satu sebagai materi PKD. Materi tersebut
diarahkan untuk membaca ‘nalar rekayasa’ dalam berbagai lini kehidupan
yakni sosial, teknologi dan genetika (dalam dunia biologi). Dengan
mempelajari rekayasa sebagaimana dalam teori dan dari pengalaman
peserta PKD diharapkan mampu membaca proses transformasi sosial di
Indonesia.
Materi terakir yaitu Sumberdaya Ekonomi Maritim. Indonesia adalah
negeri kepulauan dengan sebagian terbesar wilayah terdiri dari perairan.
Namun nalar penduduknya hingga saat ini tidak mencerminkan nalar
manusia perairan. Fakta ini menjadi salah satu sebab, perairan Indonesia
yang memiliki potensi besar secara ekonomi, baik kandungan maupun
sebagai lalu lintas transportasi, belum tergarap secara optimal. Melalui

79
materi ini, peserta PKD diajak untuk membaca potensi ekonomi yang
terkandung di perairan Indonesia serta untuk mengasah nalar maritim.
Pada muaranya, kelima materi di atas bermuara pada sebuah
kesimpulan tentang kondisi dan potensi Indonesia mutakhir. Dengan
materi-materi tersebut, diharapkan peserta PKD akan memiliki
pengetahuan yang relevan mengenai situasi Indonesia dewasa ini, potensi-
potensinya kedepan serta positioning PMII sebagai organisasi pergerakan.

c. Pendidikan Kader Lanjut (PKL)


Materi-materi Keindonesiaan dalam PKL diarahkan untuk memberi
gambaran tentang kenyataan Indonesia dalam bingkai dan detail yang
lebih kompleks dan utuh. Peserta PKL diharapkan mampu untuk
menganalisis dan menempatkan diri sebagai warga bangsa di sebuah
negeri yang terkepung secara geopolitik, geoekonomi dan geostrategi
dunia. Dalam berbagai posisi, keadaan Indonesia sebagai sebuah bangsa
jauh dari menggemberikan. Bahkan sejarah masyarakatnyapun
menunjukkan sisi yang suram. Sehingga melalui materi ini, kader juga
diharapkan untuk mampu merancang strategi pergerakan yang relevan
dan operasional dengan kenyataan Indonesia.
Materi Keindonesiaan dibagi dalam enam materi yaitu Geo Politik-
Ekonomi dengan tawaran khusus materi Geografi, Geopolitik dan Geo
Strategi, kemudian Sejarah Masyarakat Indonesia, Strategi Kebijakan
Pembangunan Berbasis Maritim, Analisis Isu dan Media serta Teknik
Lobby dan Strategi Membangun Jaringan. Tujuh materi tersebut diarahkan
untuk memberikan pemahaman mengenai kompleksitas medan gerak
PMII, dan sebagai ikhtiar lanjutan dalam mencari dan menciptakan
condition of possibilities bagi pergerakan PMII.
Kader peserta PKL merupakan kader lanjut yang telah memiliki
banyak pengalaman keorganisasian di PMII maupun di luar PMII, memiliki
bekal pengetahuan, pengalaman lapangan serta diharapkan telah memiliki
ketrampilan operasional. Di tangan mereka khususnya, pergerakan PMII
kedepan diharapkan dapat terus berlanjut.
Apabila dalam PKD kader telah mendapat wawasan mengenai topik-
topik strategis dan spesifik, di PKL ini materi-materi Keindonesian meluas
dari yang bersifat teknis-strategis (Analisis Isu dan Media, Teknik Lobby
Dan Jaringan), hingga pengetahuan-strategis mengenai sejarah dan posisi
Indonesia dalam peta geopolitik internasional. Kedua jenis materi tersebut
perlu disampaikan agar keahlian, dan ketrampilan apapun yang nantinya
dimiliki oleh kader, dapat menjadi bagian dari misi besar pergerakan PMII

80
dengan selalu awas dan menimbang perkembangan geopolitik,
geoekonomi dan geostrategi dunia.
Dalam sepenggal diskusi dalam Evaluasi Kuningan, seluruh peserta
menyadari bahwa kesadaran geopolitik kalangan aktivis mahasiswa
dewasa ini jauh lebih rendah dibanding aktivis pergerakan awal abad XX
seperti Tan Malaka dan Soekarno. Aktivis mahasiswa sekarang dipandang
lebih canggih dalam pengetahuan ideologi-teoritik namun sangat lemah
bagaimana gerak-pertarungan politik, ekonomi dan strategi di belahan
dunia yang lain, ikut menentukan bandul nasib bangsa Indonesia kedepan.
Sehingga kejelian generasi aktivis awal abad XX tersebut, seperti ketika
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, tidak didapati saat sekarang
ini.
Kenyataan sebagai bangsa maritim juga diulas dalam PKL. Di PKL
peserta diajak untuk memahami strategi kebijakan pembangunan berbasis
maritim. Melalui materi ini, sebagai calon pemimpin di tiap sektor
kehidupan, kader PMII diharapkan memiliki perhatian dan ruang imajinasi
yang lebih konkrit dalam melihat Indonesia masa depan yang harus sudah
berjalan dalam wawasan kemaritiman.

4.5 Rangkuman & Penutup


Tiga pilar materi Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan
dirancang untuk meneguhkan identitas, medan gerak dan arah pergerakan
PMII. Oleh karena itu masing-masing pilar tidak dapat dipisah satu dari
lainnya. Identitas sebagai mahasiswa bukan merupakan faktor yang
berdiri di luar Keislaman dan Keindonesiaan. Demikian halnya, Keislaman
PMII adalah Islam Indonesia dengan haluan Ahlussunnah Waljama’ah,
sehingga pergerakan yang muncul selalu berdiri di atas pijakan Keimanan
dan pengetahuan yang mendalam terhadap medan gerak. Tugas
selanjutnya yang mesti diseriuasi oleh kader PMII adalah mengasah
keahlian melalui proses Pengkaderan Non Formal, Informal dan medium-
medium lainnya baik di dalam maupun di luar PMII. Kami yakin, andai
saja tiga pilar tersebut mulai dikembangkan di PMII untuk menopang
pengkaderan secara sungguh-sungguh, pergerakan PMII di masa yang
akan datang akan jauh lebih bertenaga daripada saat ini.
Selain itu upaya penting yang harus dilakukan PMII dalam situasi
Indonesia yang seperti sekarang ini adalah melalui perbaikan kualitas
pengkaderan, pelatihan dan pendidikan di tubuh PMII. Kesemua itu yang
memungkinkan strategi pergerakan PMII dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Karena sebagus apapun sebuah strategi pergerakan atau

81
semulia apapun missi pergerakan, tanpa diimbangi dengan proses
pengkaderan yang berkualitas, akan mudah patah di tengah jalan[.]

82
BAB V
PENGKADERAN INFORMAL DAN NON FORMAL

Sistem Pengkaderan PMII mengenal Pengkaderan Informal dan


Pengkaderan Non Formal di samping Pengkaderan Formal. Kedua jenis
pengkaderan tersebut diatur secara formal dan diakui resmi sebagai
bagian dari Sistem Pengkaderan PMII.
Dalam Evaluasi Kuningan hampir seluruh peserta menyatakan
bahwa Pengkaderan Informal dan Pengkaderan Non Formal lebih sering
diadakan dibanding Pengkaderan Formal. Gejala tersebut wajar mengingat
Pengkaderan Formal diselenggarakan secara periodik sementara kedua
jenis pengkaderan lainnya diadakan menurut pertimbangan dan
kebutuhan strategis – bahkan tidak jarang insidental dan spontan. Hanya
perlu dicatat, pada dasarnya ketiga jenis pengkaderan tersebut disusun
dengan tujuan untuk saling menopang.
Bab ini akan membahas posisi dan fungsi Pengkaderan Informal dan
Non Formal serta ragam kegiatan yang dapat diadakan dalam kedua jenis
pengkaderan tersebut. Untuk menghindari bias dengan fungsi
Pengkaderan Formal, di bagian pertama akan kami sampaikan hubungan
antara kedua jenis pengkaderan tersebut dengan Pengkaderan Formal
serta posisi ketiganya dalam Sistem Pengkaderan PMII.

5.1 Formal, Informal & Non Formal


a. Posisi Dalam Sistem Pengkaderan PMII
Sistem Pengkaderan PMII mengenal tiga bentuk pengkaderan yakni
Pengkaderan Formal, Pengkaderan Informal dan Pengkaderan Non
Formal. Satu jenis pengkaderan menopang dan menentukan pengkaderan
yang lain. Namun di luar tiga jenis pengkaderan tersebut, satu faktor lain
yang juga sangat menentukan adalah kebiasaan sehari-hari kader dan
iklim keorganisasian PMII atau yang kami sebut lingkungan sehari-hari
organisasi.
Dalam sebuah acara seremonial baik kegiatan Pengkaderan Formal,
Informal, Non Formal, atau kegiatan formal lain, seorang individu dapat
memakai ‘topeng peran’ sebagaimana biasa dituntut oleh forum-forum
resmi. Namun dalam kehidupan sehari-hari, perilaku dan kebiasaan akan
muncul lebih jujur dan natural. Semua ini sangat berpengaruh bagi
perkembangan diri kader serta persepsi mereka terhadap PMII.
Artinya bila lingkungan sehari-hari organisasi tampak nyaman dan
kondusif bagi pengembangan diri, seorang kader (terlebih anggota baru)
akan lebih mantap untuk aktif di PMII. Di halaman berikut izinkan kami

83
sajikan kembali bagan Sistem Pengkaderan PMII yang sudah kami
tampilkan di bab I.

Bagan 1Sistem Pengkaderan PMII

Bagan 2
Sistem Pengkaderan PMII

Melalui bagan di atas dapat kita lihat empat unsur dari Sistem
Pengkaderan PMII. Empat unsur itu terdiri dari tiga jenis Pengkaderan
(Formal, Informal dan Non Formal) serta lingkungan sehari-hari
organisasi. Unsur keempat ini merupakan ruang bagi ketiga jenis
Pengkaderan – harus diingat pula bahwa keempatnya juga berada dalam
ruang yang jauh lebih besar yakni masyarakat. Untuk menjadi seorang
kader, anggota PMII harus melalui keempatnya secara intens.
Pengkaderan Formal, Informal dan Non Formal terkait satu sama
lain dalam hubungan segitiga, artinya satu sama lain saling berkait dan
mempengaruhi. Ketiganya terikat secara timbal-balik dengan lingkungan
sehari-hari organisasi. Maka, sebagai misal, semangat yang tumbuh dalam
Pengkaderan Formal dapat termentahkan ketika lingkungan sehari-hari
organisasi ternyata tidak mampu menjadi lahan yang kondusif bagi
berkembangnya semangat tersebut.
Sebaliknya Pengkaderan Formal akan mungkin berhasil jika
ditopang oleh pengasahan keahlian melalui Pengkaderan Non Formal,
Pengkaderan Informal dan lingkungan yang kondusif; demikian
seterusnya. Sebagai satu bagian dari Sistem Pengkaderan, sekali saja
sebuah elemen sistem tidak berjalan akan mengakibatkan kegoyahan pada
elemen yang lain dan kemudian terhadap sistem itu sendiri.

84
b. Informal & Non Formal Sebagai Penopang Formal
Menurut hemat kami PMII harus mulai memposisikan Pengkaderan
Informal dan Non Formal sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Pengkaderan Formal, khususnya PKD dan PKL. Keterujian seorang kader
dalam melewati proses Pengkaderan Informal serta bekal yang didapat
dalam Pengkaderan Non Formal merupakan bahan utama bagi kader
untuk menerima materi-materi Pengkaderan Formal. Sehingga, dalam
Pengkaderan Formal kapasitas pengetahuan dan keahlian kader sudah
dapat diidentifikasi berdasar dua jenis pengalaman pengkaderan selain
Formal. Dengan begitu, kualitas kader pasca Pengkaderan Formal relatif
dapat dikontrol.
Sebagai syarat dari Pengkaderan Formal, hubungan ketiganya dapat
diilustrasikan melalui Bagan 2 berikut.

Bagan 2
Informal & Non Formal Sebagai Syarat Formal

Non Formal Non Formal

MAPABA PKD PKL

Informa Informa

Dalam buku Membangun Sentrum Gerakan Di Era Neo Liberal (PB


PMII, 2004) disebutkan bahwa Pengkaderan Informal dan Non Formal
diarahkan untuk mengisi ‘ruang kosong’ yang diakibatkan penyusutan
peserta dalam jenjang Pengkaderan Formal. Di situ, melalui ilustrasi
piramida terbalik, diidealkan jumlah Peserta PKD dan PKL adalah konstan,
sama dengan peserta MAPABA. Dalam hal ini kami memiliki catatan lain.

85
Kami berpandangan PMII harus menerima kenyataan bahwa
semakin tinggi jenjang Pengkaderan Formal, jumlah peserta akan semakin
sedikit. Penerimaan tersebut bukan karena kita memaklumi atau terlalu
permisif terhadap keadaan yang berjalan di lapangan. Secara logis
semakin tinggi jenjang Pengkaderan Formal, semakin ketat pula proses
seleksinya, sehingga wajar apabila peserta PKD atau PKL tidak sebesar
jumlah peserta MAPABA. Artinya dalam kadar dan titik tertentu,
penyusutan peserta Pengkaderan Formal merupakan konsekuensi dari
sebuah design seleksi.
Namun kita juga melihat dan mengerti bersama bahwa
penyusutan peserta Pengkaderan Formal seringkali bukanlah disebabkan
oleh kualitas dan keketatan proses seleksi peserta Pengkaderan Formal.
Padatnya jadwal kuliah, keraguan terhadap manfa’at mengikuti acara,
kesan dan pengalaman dari pengkaderan yang diikuti sebelumnya,
kurangnya sosialisasi oleh penyelenggara, dan kelemahan penyelenggara
dalam menunjukkan nilai penting pengkaderan adalah beberapa faktor
yang mungkin melatarbelakangi penyusutan tersebut.
Dalam hal ini Pengkaderan Informal dan Non Formal, selain
diarahkan untuk melatih alumni peserta Pengkaderan Formal, juga
dimaksudkan untuk mengisi ‘ruang kosong’ yang ditimbulkan karena
terjadinya penyusutan.
Sehingga apabila kita dapat menerima penyusutan peserta
Pengkaderan Formal sebagai konsekuensi dari seleksi, ilustrasi piramida
terbalik akan berubah menjadi bentuk piramida, seperti terlihat pada
bagan di bawah ini.

MAPABA

PKD

PKL
PKL
PKD

MAPABA

Situasi Sekarang Situasi Ideal

86
Sebelum beralih ke topik Informal dan Non Formal, sejauh
mungkin akan kami perjelas dua kegiatan penting yang berkaitan
sekaligus sering dibingungkan dengan Pengkaderan Informal dan
Pengkaderan Non Formal. Dua kegiatan tersebut adalah Pra MAPABA dan
Follow-Up Pengkaderan Formal.
PRA MAPABA merupakan kegiatan yang diselenggarakan dengan
tujuan untuk mempromosikan PMII dan menjaring calon anggota PMII.
Bentuk-bentuk kegiatan tersebut bisa sangat beragam seperti studium
general untuk mahasiswa baru, try-out, diskusi di dalam kampus, atau
sarana-sarana yang lain. Namun harus diingat bahwa tujuan Pra MAPABA
itu sendiri bersifat mutlak. Tanpa boleh mengesampingkan tujuan
tersebut, kegiatan Pra MAPABA dapat menjadi sarana Pengkaderan
Informal dengan melibatkan anggota sebagai panitia dan ujung tombak
rekruitmen calon anggota PMII.
FOLLOW UP merupakan kegiatan yang secara khusus ditujukan
untuk memperdalam dan mengembangkan materi-materi dalam
Pengkaderan Formal, khususnya tiga pilar materi pengkaderan yaitu
Kemahasiswaan, Keislaman dan Keindonesiaan. Follow Up bisa diawali
dengan pembentukan korps atau forum alumni Pengkaderan Formal
sesuai jenjangnya (MAPABA, PKD, PKL) kemudian merencanakan
kegiatan-kegiatan sesuai dengan tujuan Follow Up tersebut. Korps atau
forum alumni tersebut dipantau secara langsung oleh Pengurus PMII,
khususnya oleh Bidang Pengkaderan di levelnya. Perkembangan dalam
kegiatan follow up dapat menjadi rekomendasi diadakannya Pelatihan
atau Kursus (Pengkaderan Non Formal).

5.2 Pengkaderan Informal


Pengkaderan Informal dilaksanakan setelah Pengkaderan Formal.
Tujuannya untuk menguji kader dan membiasakan kader dengan misi,
tugas, tanggung jawab, dan berbagai suasana keseharian organisasi. Selain
itu, Pengkaderan Informal memiliki manfa’at untuk menumbuhkan atau
mengasah naluri dan nalar berorganisasi PMII. Dalam kaitannya dengan
Pengkaderan Formal dan Sistem Pengkaderan PMII secara umum,
Pengkaderan Informal berfungsi untuk mempraktikkan apa yang telah
didapat dalam Pengakaderan Formal dan mengendapkan pengalaman bagi
jenjang Pengkaderan Formal berikutnya.
Dengan kalimat lain Pengkaderan Informal merupakan proses yang
diarahkan untuk mensenyawakan kader dengan berbagai segi dinamika
PMII. Melalui proses tersebut anggota/ kader mulai dibiasakan dengan
PMII dan memahami PMII dalam makna yang positif. Karena pada masa

87
Pengkaderan Informal ini, secara diam-diam atau terbuka, kader akan
mulai membandingkan serta menilai antara PMII dalam forum formal
(atau yang dipromosikan) dengan PMII senyatanya. Sehingga apabila fase
ini tidak diantisipasi dengan awas, pengalaman banyaknya kader yang
ogah-ogahan aktif atau bahkan keluar dari PMII, akan terus terjadi.
Paparan di atas menurut hemat kami telah cukup untuk
membedakan tujuan dari Pengkaderan Informal dengan Pengkaderan
Formal (dan Non Formal nantinya). Berikut ini kami sampaikan beberapa
contoh ragam kegiatan Pengkaderan Informal.

Tabel 4
Ragam Kegiatan Pengkaderan Informal

1 Selalu mengundang dan mengajak anggota/kader dalam diskusi-


diskusi yang diadakan PMII.
2 Melibatkan anggota/kader dalam kepanitiaan acara yang
diselenggarakan oleh PMII.
3 Selalu mengundang dan mengajak anggota/kader dalam agenda-
agenda PMII di publik (demonstrasi, bakti sosial, study banding
dll.)
4 Membentuk kelompok-kelompok diskusi, minat dan bakat
(pecinta alam, kelompok seni-sastra dll.) sesuai dengan
kebutuhan anggota/kader; dalam format small group atau format
yang lain.
5 Mendatangi anggota/kader baik ke kos atau kampus, atau
bahkan di rumahnya, mengajak diskusi ringan (ngobrol enak),
merangsang pikiran untuk tetap awas.
6 Mengajak anggota/kader mengunjungi PMII Cabang atau
Komisariat lain baik dalam suatu acara tertentu atau hanya
silaturrahim.
7 Mendorong dan memantau anggota/kader untuk terlibat dalam
kepanitiaan acara-acara yang diselenggarakan oleh kampus.
8 Mendorong dan memantau anggota/kader untuk terlibat di
organisasi-organisasi intra kampus (HMJ, UKM, BEM).
9 Mendelegasikan anggota/kader, dengan tetap didampingi, dalam
diskusi atau kegiatan yang diadakan oleh organisasi lain.
10 Memberikan tugas-tugas khusus kepada anggota/kader seperti
menggali informasi, menyebarkan opini dll. di luar PMII.
11 Menugaskan anggota/kader untuk menyelenggarakan sebuah
kegiatan lengkap dengan kepanitiaannya (bazar buku, bakti
sosial, donor darah, bedah buku, seminar dll.)

88
AJAK DAN RANGSANG INTEGRASIKAN DALAM INTEGRASIKAN DENGAN
PIKIRANNYA UNTUK KEGIATAN-KEGIATAN KE- KEGIATAN-KEGIATAN
TERUS BERDISKUSI KE- PMII-AN DILUAR
PMII-AN

PERKENALKAN DENGAN DATANGI RUMAHNYA, MEMBENTUK SMALL


KOMISARIAT- JADIKAN PMII BAGIAN GROUP BERDASARKAN
KOMISARIAT DARI KELUARGANYA KECENDRUNGAN

INTEGRASIKAN DENGAN MENGINTEGRASIKAN DELEGASIKAN DIKEGIATAN


KEGIATAN-KEGIATAN DI KEDALAM STRUKTUR OKP-OKP LAIN
KAMPUS KAMPUS

PENUGASAN II : PENUGASAN I :
DELEGASIKAN UNTUK MANAJEMEN INFORMASI/
BUAT KEGIATAN MELAKUKAN PROPAGANDA

Catatan tambahan perlu kami sertakan bahwa dalam Pengkaderan


Informal tidak ada kegiatan yang bersifat mutlak. Dengan berpegang pada
tujuannya, yaitu menguji dan membiasakan anggota baru atau kader
dengan misi, tugas, tanggung jawab, dan berbagai suasana organisasi maka
bentuk-bentuk kegiatan Pengkaderan ini dapat selalu dikembangkan.
Selain itu mesti diperhatikan bahwa setiap jenjang Pengkaderan
Formal secara logis harus diikuti dengan Pengkaderan Informal yang
berbeda, yakni semakin meningkat dalam kekerapan dan kualitasnya.
Sehingga Pengkaderan Informal bagi alumni PKD dan PKL tidak bisa
disamakan dengan Pengkaderan alumni MAPABA. Bahkan alumni kedua
Pengkaderan Formal tersebut sudah saatnya untuk dibiasakan melakukan
Pengkaderan Informal alumni MAPABA secara terkoordinir dengan
pengurus.

5.3 Pengkaderan Non Formal


Pengkaderan Non Formal diselenggarakan dalam masa yang sama
dengan Pengkaderan Informal. Tujuannya untuk membekali kader dengan
pengetahuan dan ketrampilan spesifik yang dibutuhkan dalam aktivitas

89
keorganisasian, kehidupan kampus, atau yang dinilai strategis bagi
pergerakan dan pengembangan diri kader di masa yang akan datang.
Sementara fungsi dari Pengkaderan ini adalah untuk menopang dua
Pengkaderan lainnya. Sehingga dalam Pengkaderan Formal di jenjang
berikutnya (PKD atau PKL), karakter pengetahuan dan spesifikasi keahlian
kader telah dapat dinilai.
Bekal pengetahuan dan ketrampilan spesifik kader secara ideal juga
berfungsi untuk memudahkan proses distribusi kader di ruang-ruang
strategis di luar PMII. Diharapkan dalam jangka panjang penumpukan
kader di PMII dapat dikurangi, sekalian untuk mulai mencegah pemusatan
ruang gerak alumni PMII yang saat ini banyak berdiam di Partai Politik
dan LSM.
Di sisi lain kita bersama menyadari, seperti juga muncul dalam
Evaluasi Kuningan, dari sekian banyak kegiatan Pengkaderan Non Formal
yang PMII adakan, sebagian besar belum mampu mengasah pengetahuan
dan ketrampilan khusus kader. Selain itu setelah sebuah pelatihan
diadakan PMII tampak kurang sigap menindaklanjuti hasil pelatihan baik
dalam hal jaringan, atau variasi tugas dan kegiatan lanjutan bagi kader.
Padahal jaringan, tugas dan kegiatan lanjutan tersebut sangat penting
sebagai pra-syarat bagi mungkinnya distribusi kader dilakukan nanti.
Fakta tersebut tidak berarti membatalkan nilai penting
Pengkaderan Non Formal, melainkan justru menjadi pijakan faktual untuk
mempertimbangkan secara serius setiap bentuk Pengkaderan Non Formal
yang dipilih untuk diselenggarakan. Sebelum pelatihan diadakan, akan
lebih baik bila kerangka tindak lanjut dimatangkan terlebih dahulu.
Kemudian memastikan tersedianya jaringan yang dapat dirangkul untuk
bekerja sama dalam tindak lanjut tersebut. Selain itu pertimbangan
kebutuhan kader, kebutuhan pergerakan serta derajat kemampuan
penyelenggara dalam memfasilitasi sebuah pelatihan juga harus dihitung.
Sebagai contoh, adalah tidak tepat apabila anggota PMII yang
membutuhkan pengetahuan serta kemampuan membaca Al-Qur’an, buru-
buru disodori dengan kursus Filsafat dan Teori Sosial.
Berikut ini kami sampaikan ragam kegiatan Pengkaderan Non
Formal (tabel 5) bagi alumni di setiap Jenjang Pengkadern Formal.
Pemilahan kegiatan menurut jenjang Pengkaderan Formal ini
dimaksudkan untuk memudahkan dalam mengukur jalannya proses
pengkaderan secara umum. Sehingga Pengkaderan Formal yang
berjenjang juga berfungsi menandai proses akumulasi pengalaman,
pengetahuan, ketrampilan dan komitmen kader terhadap misi PMII.

90
Tabel 5
Ragam Kegiatan Pengkaderan Non Formal

1 Kursus Agama
2 Kursus Bahasa Asing (Inggris/ Mandarin/ Arab dll
3 Kursus Epistemologi
4 Pelatihan penulisan ilmiah dan populer
5 Pelatihan Manajemen Forum
6 Pelatihan Tata Administrasi PMII
7 Pelatihan Manajemen
8 Pelatihan Analisis Kebijakan Publik
9 Pelatihan Filsafat dan teori Sosial
10 Pelatihan IT
11 Pelatihan Jurnalistik
12 Kursus politik
13 Training of trainers / instructors
14 Pelatihan kepemimpinan
15 Pelatihan Information Communication and Technology
16 Pelatihan intelegent
17 Pelatihan pasar modal
18 Pelatihan legal drafting
19 Pelatihan CO
20 Pelatihan dakwah

Tabel 5
Ragam Kegiatan Pengkaderan Non Formal

NO KLASIFIKASI URAIAN

PASCA MAPABA Follow Up Wajib Pasca MAPABA


Sekolah Kader Kopri (SKK) Ke-I
PASCA PKD Follow Up Wajib Pasca PKD
Sekolah Kader Kopri (SKK) Ke-II
PASCA PKL Follow Up Wajib Pasca PKL
Sekolah Kader Kopri (SKK) Ke-III
PENDIDIKAN KADER
NASIONAL (PKN)
TRAINING OF Training Of Instructute (TOI) Untuk MAPABA
INSTRUCTURE (TOI)
Training Of Instructure (TOI) Untuk PKD
Training Of Instructure (TOI) Untuk PKL
PENDIDIKAN Pendidikan Mentor Untuk MAPABA
91
MENTORING
Pendidikan Mentor Untuk PKD
Pendidikan Mentor Untuk PKL
PENDIDIKAN BERBASIS POTENSI DAERAH

WORKSHOP Out Put :


ADVOKASI TAMBANG 1. Mendirikan Pusat Kajian dan Advokasi tambang
(Didaerah/Cabang 2. Mensinkronkan kaderisasi PMII dengan
Berbasis Sumber kebutuhan potensi daerah/cabang
Daya Alam Tambang) 3. Menciptakan Kader yang memahami secara focus
pada isu-isu Pertambangan
WORSHOP Out Put :
PENGEMBANGAN 1. Mendirikan Pusat Kajian dan Pengembangan Agro
AGRO INDUSTRI Industri
(Didaerah/Cabang 2. Mensinkronkan kaderisasi PMII dengan
Berbasis Sumber kebutuhan potensi daerah/cabang
Daya Alam 3. Menciptakan Kader yang memahami secara focus
Perkebunan atau pada isu-isu Pengembangan Agro Industri
Pertanian
WORKSHOP Out Put :
PENGEMBANGAN 1. Mendirikan Pusat Kajian dan Hubungan Industrial
HUBUNGAN 2. Mensinkronkan kaderisasi PMII dengan
INDUSTRIAL kebutuhan potensi daerah/cabang
(Didaerah/Cabang 3. Menciptakan Kader yang memahami secara focus
Berbasis Industri pada isu-isu industry Manufacture
Manufactur
PENDIDIKAN BERBASIS PROFESI/ SKILL

PELATIHAN Out Put :


KEWIRAUSAHAAN 1. Mendirikan Pusat Pengembangan Ekonomi dan
DAN KOPERASI Koperasi
2. Menjadi tempat belajar berwirausaha dan
keuangan melalui praktiek berwirausaha dan
kelembagaan koperasi
3. Menciptakan Kader-kader yang mempunyai
talenta berwirausaha
PELATIHAN Out Put :
TEKNOLOGI, 1. Mendirikan Pusat Kajian dan Pengembangan
INFORMASIO DAN Teknologi, Informasi dan Komunikasi
KOMUNIKASI (TIK) 2. Pada setiap struktur PMII (PB, PKC, PC, PK dan
PR) memiliki web masing-masing
3. Mensinkronkan kaderisasi PMII dengan
kebutuhan Perkembangan Teknologi
4. Menciptakan Kader yang mahir dalam bidang

92
TIK
PELATIHAN LEGAL Out Put :
DRAFTING 1. Mendirikan Pusat Kajian Hukum (perundang-
undangan, dan kelembagaan Hukum)
2. Mendirikan Lembaga Bantuan Hukum
3. Menciptakan Kader yang memahami secara
focus pada isu-isu hokum

Dalam daftar ragam kegiatan Pengkaderan Non Formal di atas, kami


menggunakan dua istilah yaitu Kursus dan Pelatihan. Keduanya
mempunyai maksud yang berbeda.
KURSUS kami maksudkan sebagai kegiatan reguler yang diadakan
secara rutin-berkala. Sebagai contoh Kursus Bahasa Asing, Kursus Politik
dan Kursus Analisis Pasar Modal. Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan
lebih dari satu kali pertemuan dalam waktu yang berbeda, dengan asumsi
bahwa satu kali pertemuan belum cukup untuk memenuhi tujuan
diadakannya kegiatan tersebut.
PELATIHAN kami maksudkan sebagai paket kegiatan yang
diselenggarakan dalam jangka waktu tertentu. Sebagai contoh Pelatihan
Teknologi Informasi, Pelatihan Advokasi dan Pelatihan Kewirausahaan.
Kegiatan-kegiatan tersebut diasumsikan cukup diselenggarakan beberapa
hari (tiga hari atau lebih) untuk mencapai tujuan khusus diadakannya
pelatihan tersebut.
Perlu dicatat bahwa dengan pertimbangan tertentu, bentuk Kursus
dapat menjadi Pelatihan dan begitu sebaliknya. Sebagai misal, Pelatihan
Kewirausahaan, dengan pertimbangan materi pelatihan yang cukup
banyak, dapat dirubah menjadi kursus. Perubahan semacam itu
dimungkinkan dilakukan. Beberapa istilah juga sering digunakan seperti
sekolah (untuk kursus) atau training (istilah Inggris dari Pelatihan), variasi
istilah semacam itu terkadang juga penting untuk mencegah kejemuan
kader mendengar istilah-istilah tertentu. Hanya harus diingat bahwa
tujuan besar dari kedua macam ragam Pengkaderan Formal tersebut
adalah membekali kader dengan pengetahuan dan ketrampilan yang
bersifat spesifik atau khusus. Sehingga dengan bekal tersebut nantinya
seorang kader PMII mampu menjalankan missi organisasi pergerakan
dengan baik.

PELATIHAN INSTRUKTUR
Deskripsi
Pelatihan instruktur ini bertujuan agar kader dapat menjadi seorang ideolog di
cabangnya masing-masing dengan memiliki pengetahuan berbasis values yang
93
dapat ditransformasikan dalam setiap proses kegiatan kaderisasi dan memiliki
pengetahuan minimum terkait dengan metode pelatihan formal dan non-formal.
NO MATERI SUB MATERI KETERANGAN

1 PRE-TEST 1. Self assesment


2. Interview
3. perintah belajar
2 STRATEGI 1. Perkembangan
PENGEMBANGAN Geopolitik dan
PMII geoekonomi dunia dan
Indonesia kontemporer
2. Perkembangan
organisasi dan alumni
PMII dari masa ke masa
3. Strategi pengembangan
PMII di masa kini dan
mendatang
3 ISLAM AHLUSSUNNAH 1. Aswaja dalam
WAL JAMA’AH kontestasi ideologi di
Indonesia
2. Perspektif ekonomi
Aswaja
3. Perspektif politik
Aswaja
4. Perspektif sosial-
budaya Aswaja
5. Perspektif sosial-
budaya Aswaja
4 NASIONALISME 1. Nasionalisme Indonesia
INDONESIA DAN sebagai antitesa
PANCASILA kolonialisme-
imperialisme
2. Historisitas dan
interpretasi nilai-nilai
Pancasila

94
5 SEJARAH DAN 1. Embrio dan
PERKEMBANGAN latarbelakang
NAHDLATUL ULAMA berdirinya NU
(NU) 2. NU di masa kolonial dan
perjuangan
kemerdekaan
3. NU di masa Orde Lama;
kontestasi gerakan
politik dan ideologi
4. NU di masa Orde Baru;
marjinalisasi, gerakan
kembali ke khittah dan
penerimaan asas
tunggal
5. NU dalam geopolitik
nasional dan global
kontemporer
6 PENGANTAR 1. Metode andragogi dan
PENELITIAN pedagogi
2. Prinsip-prinsip dasar
trainer/fasilitator
7 ANALISA KEBUTUHAN 1. Penilaian dalam
PENELITIAN pelatihan
2. Standar panduan
penilaian
3. Instrumen untuk
mengukur kebutuhan
8 MERENCANAKAN DAN 1. Menulis laporan
MENGORGANISASI kebutuhan pelatihan
PELATIHAN 2. Tahapan-tahapan untuk
merencanakan
implementasi pelatihan
3. Cara memilih partisipan
4. Menseleksi kurikulum
pelatihan
5. Penggunaan alat-alat
pelatihan untuk
mengembangkan
pengetahuan dan
keahlian
6. Memilih dan
mengembangkan
tempat pelatihan

95
9 TEKNIK 1. Empat jenis role play
IMPLEMENTASI 2. Jenis-jenis teknik
PELATIHAN brainstorming
3. Mengembangkan studi
kasus
4. Teknik pemetaan
pemikiran
5. Teknik pengajaran
6. Teknik diskusi
7. Teknik games dan
pengujian
10 TEKNIK EVALUASI 1. Evaluasi reaksi
PELATIHAN 2. Evaluasi pembelajaran
3. Evaluasi perilaku
4. Evaluasi hasil
5. Tujuan follow up
11 TEKNIK FOLLOW UP 1. Teknik merumuskan
PELATIHAN dan merancang follow
up
2. Kaderisasi Formal, non
formal, dan informal
PMII

5.4 Rangkuman & Penutup


Sistem Pengkaderan PMII pada dasarnya merupakan sistem terpadu
yang menekankan pengembangan kader dalam segi kognisi, afeksi dan
psikomotorik. Dengan kalimat lain, pengkaderan PMII hendak mencetak
sosok kader yang memiliki pengetahuan luas dan mendalam serta
memiliki ketrampilan dengan landasan pijak Keimanan yang kuat. Kader
semacam itu dibutuhkan agar misi pergerakan baik dalam jangka pendek
maupun panjang dapat direalisasikan.
Oleh karena itu PMII menggunakan tiga jenis pengkaderan sekaligus
dalam Sistem Pengkaderannya. Disadari bahwa kualitas ketiganya
dipengaruhi secara penuh dan sekaligus mempengaruhi lingkungan
sehari-hari organisasi. Mengingat faktor lingkungan tersebut maka PMII
harus mulai berbenah menciptakan kualitas keorganisasian yang lebih
relevan dan sambung dengan misi pergerakan. Selain itu harus diingat,
PMII merupakan bagian kecil dari masyarakat besar Indonesia. Sehingga
sangat mungkin PMII menyimpan kecenderungan perilaku dan mental
manusia Nusantara (pra/) kolonial – seberapapun ‘modern’ bentuk yang
menyelubungi perilaku dan mental tersebut. Dan tidak ada jalan lain,

96
hanya dengan keawasan, kecenderungan semacam itu dapat dipantau dan
mulai ditepis.
Kami mengakui bahwa Sistem Pengkaderan PMII yang coba kami
ingatkan ulang ini bukanlah rumus siap saji yang dalam waktu sekejap
akan mampu memajukan gerakan PMII. Perlu kerja keras dan keawasan
untuk menurunkan konsep kedalam tindakan. Seperti juga dibutuhkan
sifat pantang putus asa dari seluruh kader PMII untuk mendialektikakan
konsep dengan kenyataan, terutama di wilayah pengkaderan kader
pergerakan. Untuk itu di bab selanjutnya kami akan memaparkan kaidah-
kaidah pelaksanaan Sistem Pengkaderan PMII[.]

97
RISALAH PERGERAKAN
A. PENDAHULUAN
Risalah pergerakan adalah agenda pergerakan yang akan kita bahas
di tulisan ini. Agenda ini akan menguraikan tentang pentingnya sebuah
agenda besar yang mengintegrasikan pikiran, hati dan langkah kita.
Selama ini ada banyak problem yang tidak terintegrasi secara gagasan,
hati dan langkah kita sehingga membuat kita tidak satu pikiran, satu hati
dan satu perbuatan. Pikiran kita tentang keindonesiaan, keislaman,
kemahasiswaan dan ke NU an harus terintegrasi secara penuh. Sebagai
catatan kritis, ada beberapa poin yang kita rumuskan, pertama, kita
mempunyai fikroh yang jelas yaitu FIKROH NAHDLIYYAH, yaitu ;cara
berfikir ke-NU-an, yang banyak rumusannya, misalnya rumusan cara
berfikir NUnya KH.Ahmad Shiddiq yang disusun oleh KH. Muchit Muzadi,
atau MABADIL KHOMSAH.
Fikroh Nahdliyyah adalah kerangka berfikir NU baik itu yang pernah
dirumuskan oleh NU melalui forum muktamar atau konferensi besar
ataupun yang secara pribadi-pribadi tokoh NU telah merumuskan,
misalnya kerangka berfikir ala NU yang disusun oleh KH, Ahmad Sidiq
dengan bukunya “Cara Berfikir NU” ataupun hasil rumusan forum-forum
NU tentang kembalinya NU ke Khittoh, hubungan NU dengan Pancasila,
politik kebangsaan dan kerakyatan NU maupun amaliyah nahdliyyah.
Kedua, RISALAH QIYADAH ini dalam rangka membangkitkan kembali
semangat organisasi, bahwa PMII adalah organisasi jalan tengah untuk
kemaslahatan mahasiswa, masyarakat bangsa dan Negara.Kenapa disebut
jalan tengah? Karena PMII bagian dari penyatuan keislaman dan
keIndonesiaan, antara kiri dan kanan.
a. AGENDA PEMIKIRAN
Agenda gerakan pemikiran telah menjadi brand yang selalu
menempel pada tubuh Mahasiswa. Karena Mahasiswa adalah
bagian dari kelompok intektual muda, yang punya tanggung jawab
dua sekaligus yakni menjawab kebutuhan gerakan dan pemikiran.
Disampimg itu hal ini juga berkaitan dengan embrio berdirinya NU
dengan Taswirul Afkarnya. Agenda tersebut mesti selalu ada dalam
ruang-ruang gerakan PMII secara umum , termasuk meneguhkan
pemikiran-pemikiran A’la Nahdliyyin.
b. AGENDA GERAKAN
1. Membumikan Interdependensi PMII
Sudah jamak diketahui bahwa PMII terlahir dari rahim
Nahdlatul Ulama. Tetapi pada perjalanannya PMII mengalami
fase Independen, yakni memisahkan diri secara organisatoris

98
dengan NU dengan Deklarasi Murnajati pada 12 Juli 1972 di
Lawang Malang. Tetapi keputusan independen tersebut
mendapat koreksi pada KongresXI di asrama Haji Pondok Gede
Jakarta dengan memperbarui relasi hubungan PMI dengan NU
dengan istilah Interdependensi yakni bahwa hubungan PMII
dengan NU adalah Hubungan Historis, Ideologis dan Kultural.
Interdependensinya PMII dengan NU bukan kemudian kita
lepas total dengan NU dalam segala, tetapi pada aspek-aspek
tertentu harus dilakukan sinergi antar keduanya.
2. Menggerakkan NU di Kampus-Kampus
Organisasi Kemahasiswaan Islam yang meneguhkan dirinya
sebagai penjaga aqidah ahlussunnah wal jama’ah di Kampus
hanyalah PMII. Karena PMII punya latar belakang historis,
ideologis dan kultural dengan Nahdlatul Ulama. Tentu ini
menjadi keniscayaan jika PMII menggerakkan NU dan tradisi
ahlussunah wal jama’ah di kampus-kampus.
3. Mempertajam Manhaj Dakwah PMII
Pada usia 54 tahun PMII tentu mengalami banyak mengalami
perubahan minimal pada pada dua aspek, yakni strategi dan
taktik gerakan dan sistem, metode serta kurikulum kaderisasi.
Pada saat ini berbagai srategi dan taktik tersebut harus
dipertajam, sesuai dengan kebutuhan kader dan kebutuhan
gerakan yang sedang aktual. Tantangan yang dihadapi saat ini
minimal datang dari dua arah sekaligus, yakni liberalisasi dan
fundamentalisme agaman. Maka dalam gerakannya, PMII
harus lebih mempertajam metode gerakan dakwah untuk
menghadapi berbagai tantangan yang ada.
4. Memperkuat tradisi Amaliyah Nahdlatul Ulama.
Sebagai organisasi Mahasiwa Islam yang meneguhkan dirinya
menjadi penjaga ahlussunnah wal jama’ah, maka menjadi
keniscayaan untuk melestarikan tradisi amaliyah NU. Hal ini
dijadikan sebagai identitas diri dan kelompok ditengah
gempuran identitas-identitas kelompok lain.
c. DESAIN KADERISASI (Kurikulum, Instruktur dan Modifikasi
strategi)
1. Mengurai Interdependensi PMII-NU
Berbicara soal hubungan PMII-NU sebetulnya masih
membutuhkan koreksi dan evaluasi setelah PMII menyatakan
interdependensinya dengan NU melalui keputusan Kongres XI
di asrama Haji Pondok Gede tahun 1991. Koreksi dan evaluasi

99
itu harus dilihat pada aspek kesejarahan dan latar belakang
dari sekian keputusan-keputusan yang sudah diambil oleh
PMII secara kelembagaan.
Dalam kepentingan yang lebih besar dan jangka panjang, maka
harus ada sikap yang lebih arif dan bijaksana, dalam situasi
yang serba menghimpit.
2. MENYUSUN RISALAH PERGERAKAN >> Fikroh Nahdiyyah,
Manifesto, NDP.
Salah satu agenda besar PMII saat ini adalah menyusun agenda
besar pergerakan (Risalah Pergerakan). Hal ini untuk
menyusun perangkat2 nilai, meluruskan alur berfikir dan
muara mana hendak dituju secara kolektif. Penyusunan risalah
pergerakan mesti berangkat dari bangunan nilai, tradisi, dan
kerangka berfikir ‘ala Nahdliyyin yang merupakan basis yang
kita miliki.
3. STRATEGI DAKWAH KAMPUS>> PMII Back To Mosque
Dalam konteks pertarungan ideologi, salah satu hal yang mesti
dikembalikan adalah PMII kembali merebut Masjid-Masjid,
khususnya di Kampus. Warga Nahdliyyin tidak boleh hanya
dengan berpangku tangan, meratapi ketika Masjid diambil oleh
kelompok lain, yang ideologinya bertentangan dengan NU
dalam konteks berbangsa dan bernegara. Karena NU dan PMII
memiliki kesamaan pandangan bahwa NKRI adalah bentuk
final dalam bernegara.

II. STRATEGI IMPLEMENTASI


Sebuah organisasi pergerakan tentu membutuhkan strategi dan
taktik untuk mewujudkan tujuan-tujuan pergerakan. Jika
didasarkan pada pasal 4 Anggaran Dasar, maka paling tidak ada 2
tujuan besar dari PMII. Dua tujuan itu adalah Pertama untuk
menjawab kebutuhan kader dengan “membentuk pribadi muslim
yang bertaqwa kepada Alloh, berilmu, cakap dan bertanggung
jawab dalam mengamalkan ilmunya”. Artinya pada ruang ini
sesungguhnya titik tekannya adalah pada keseriusan dalam
melakukan proses kaderisasi. Kedua adalah untuk menjawab
kebutuhan gerakan dengan “komitmen memperjuangkan cita-cita
kemerdekaan indonesia”. Artinya dalam menjawab kebutuhan
gerakan, maka PMII berbasis pada realitas yang ada baik di level
Global, Nasional maupun PMII itu sendiri.

100
A. FIKROH NAHDLIYYAH
1. Trilogi NU : Nahdlatut Tujjar (NT), Nahdlatul Wathon (NW),
Taswirul Afkar (TA.
Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan
terbesar di Indonesia dalam menggerakkan aktifitas
organisasinya selalu bertumpu pada Gerakan Ekonomi
(Nahdlatut Tujjar)), Gerakan Kebangsaan (Nahdlatul
Wathon) dan Gerakan Pemikiran (Taswirul Afkar). Tiga hal
ini harus menjadi titik tumpu dalam setiap aktifitas gerakan
dan aktifitas organisasi.
2. Khittoh Nahdiyyah
Pada Muktamar ke-27 di Pondok Pesantren Salafiyah
Syafiiyah Asembagus Sukerojo Situbondo pada tahun 1984,
NU meneguhkan untuk tidak berpolitik praktis. Artinya NU
lebih menitik beratkan program-program organisasinya pada
aspek sosial kemasyarakatan.
3. Mabadiul khomsah

B. FIKROH HAROKIAH
PMII dalam menggerakkan organisasi gerakannya, selalu
berlandaskan pada nilai-nilai ideal yang sangat teguh dipegang
sampai saat ini. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah
Ahlussunnah Wal Jamaah, Nilai Dasar Pergerakan dan Paradigma
Pergerakan. Tiga komponen tersebut menjadi pilar yang tidak
boleh dipisahkan satu sama lain. Aswaja digunakan sebagai
kerangka berfikir, NilaI Dasar Pergerakan digunakan untuk
memberikan argumentasi baik itu argumentasi teologis, Filosofis
ataupun Etika Sosial. Sedangkan paradigma digunakan sebagai
cara pandang untuk memperjelas kenyataan yang sesungguhya.
Disamping tiga hal tersebut ada hal lain , yakni metode bergerak
atau dalam istilahnya sering disebut sebagai Srategi dan taktik
gerakan berbasis pada realitas.
Semuanya komponen tersebut, menjadi satu kesatuan menjadi
kerangka berfikir kaum pergerakan dalam mewujudkan cita-cita
besarnya (Maqoosidul A’dhom)

C. INFRASTRUKTUR RISALAH
Perangkat yang sudah dimiliki oleh PMII sesungguhnya sudah
sangat luar biasa. Mulai dari hubungan kesejarahan, ideologis dan
kultural dengan NU sebagai organisasi Keagamaan terbesar di

101
Indonesia, begitu juga dalam menyelesaian segala persoalan yang
dihadapi, baik secara organisatoris maupun secara individu kader
PMII lebih mengedepankan musyawaroh. Ada nilai dan tradisi
dalam diri PMII, ketika ada persoalan yang dihadapi, selalu
melakukan istikhoroh, untuk mendapat keputusan terbaik. Hal ini
menjadi tradisi yang sudah dilakukaol oleh para Ulama NU.
Adapun dalam memanifestasikan seluruh gagasan, ide dan
seluruh bangunan yang ada maka penting kiranya untuk
membikin manifesto pergerakan dan simbol-simbol organisasi
misalnya peci, sarung, kopyah hitam, lencana, dan lain sebagainya.

102
MASA PENERIMAAN ANGGOTA BARU
(MAPABA)
A. Kegiatan Pra MAPABA
Kegiatan Pra MAPABA adalah segala jenis kegiatan yang berorientasi
untuk perekrutan mahasiswa calon peserta MAPABA. Kegiatan pra-
Mapaba perlu dilakukan mengingat seluruh mahasiswa berpotensi untuk
direkrut menjadi anggota dan kader PMII.
Ragam kegiatan Pra-Mapaba yang dapat dipilih dan dilakukan, antara
lain:
1. Mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan siswa/i setingkat
SLTA seperti seminar terkait pendidikan, jambore atau
perkemahan pelajar, lomba-lomba kategori pengetahuan, seni
maupun olahraga. Seluruh kegiatan diupayakan melibatkan
mereka yang aktif di OSIS dan UKS serta siswa/i berprestasi.
Prioritas tertingginya adalah keikutsertaan perwakilan sekolah-
sekolah favorit. Kegiatan ini bertujuan mengenalkan PMII bagi
mereka yang kemungkinan akan melanjutkan pendidikan ke
jenjang perguruan tinggi serta untuk membangun hubungan
emosional antara kader-kader PMII dengan siswa/i potensial;
2. Penyelenggaraan bimbingan tes masuk perguruan tinggi negeri
maupun swasta dan umum maupun agama.
3. Membuat studium general yang mengangkat berbagai macam
topik seperti pengenalan kampus, pendidikan, perkembangan
teknologi, ataupun wacana keagamaan dan kebangsaan
kontemporer. Topik yang diangkat harus menarik sehingga
diminati oleh mahasiswa baru sekaligus untuk menunjukan sisi
kepemimpinan intelektual kader-kader PMII.
4. Kader-kader PMII yang menjadi pengurus organisasi intra
kampus seperti BEM dan UKM dapat menyelenggarakan berbagai
kegiatan diskusi atau pelatihan berbasis disiplin akademik
maupun life skill yang ditujukan sebagai wahana pengenalan PMII.
5. Kader-kader PMII yang menguasai BEM Universitas, Fakultas,
ataupun Jurusan harus menyebar formulir data diri (curriculum
vitae) yang berisi tiga kategori: (i) identitas diri, antara lain: nama
lengkap, tempat tanggal lahir, agama, alamat tinggal, nomor
telepon, alamat email, dan hobby atau minat; (ii) pendidikan dan
organisasi, antara lain: jenjang pendidikan formal, prestasi di
sekolah dan luar sekolah, latar pendidikan non-formal, dan
organisasi di sekolah atau masyarakat yang pernah diikuti; (iii)
latarbelakang keluarga, antara lain: pekerjaan orangtua,

103
pendapatan perbulan orangtua, pendidikan terakhir orangtua,
dan pengalaman organisasi orang tua. Data diri yang terkumpul
dapat dijadikan sebagai bahan analisis untuk menentukan
pendekatan rekrutmen yang tepat terhadap tiap mahasiswa/i.
Selain itu, data yang dimiliki berguna untuk memetakan
mahasiswa/i baru potensial yang perlu mendapat prioritas
perekrutan.

B. KETENTUAN UMUM MAPABA


1. Pengertian
Masa Penerimaan Anggota Baru atau MAPABA merupakan sarana
rekrutmen mahasiswa untuk menjadi anggota PMII. Fase ini adalah
masa orientasi dan pengenalan PMII kepada mahasiswa.Dalam sistem
kaderisasi formal, MAPABA merupakan tahap pertama dalam Jenjang
Pengkaderan Formal PMII.
2. Tujuan
Secara umum, mahasiswa peserta MAPABA diharapkan menjadi
anggota berkualitas MU’TAKID, yakni anggota yang memiliki loyalitas
atau kesetiaan terhadap organisasi.
Secara khusus, setelah mengikuti MAPABA anggota diharapkan:
a. Memiliki keyakinan bahwa PMII adalah organisasi
kemahasiswaan yang paling tepat untuk pengembangan diri.
b. Memiliki keyakinan bahwa PMII adalah organisasi mahasiswa
Islam yang paling tepat untuk memperjuangkan idealisme.
c. Mengikuti Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah (ASWAJA) sebagai
prinsip pemahaman, pengamalan, dan penghayatan Islam di
Indonesia.
3. Penyelenggara
MAPABA diselenggarakan oleh Pengurus Rayon atau Pengurus
Komisariat. Bidang Pengkaderan mengkoordinasi penyelenggaraan
dan pelaksanaan MAPABA secara umum.
4. Surat Keputusan Keanggotaan
Surat Keputusan (SK) Keanggotaan ialah surat resmi yang
ditandatangani dan dikeluarkan oleh Pengurus Cabang untuk
melegalisasi status keanggotaan seorang mahasiswa yang telah
mengikuti MAPABA. SK Keanggotaan diserahkan kepada calon
anggota setelah calon anggota dibai’at menjadi ANGGOTA PMII.
(format SK terlampir).
5. Model Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan MAPABA adalah:

104
a. Doktrinasi, yaitu penanaman nilai, keyakinan, dan paham PMII.
b. Persuasi, yaitu pendekatan positif untuk meyakinkan dan
menarik minat lebih lanjut calon anggota terhadap PMII.
6. Atribut Keorganisasian
Atribut keorganisasian adalah seperangkat atribut keorganisasin
yang diserahkan oleh panitia pelaksana kepada anggota yang
dianggap telah LULUS mengikuti pelatihan MAPABA, berupa ; Peci
PMII, slempang, PIN, Badge bertuliskan MU’TAKID, sertifikat
MAPABA yang tandatangani oleh Ketua Komisasiat dan Kartu Tanda
Anggota (KTA)
7. Ruang Lingkup dan Metodologi Pelatihan
Selama pelatihan berlangsung, para anggota/kader akan di didik
oleh tim instruktur dengan empat hal ;
1) Mengembangkan pengetahuan
2) Menegakkan kedisiplinan,
3) Melakukan Mujahadah di malam hari dan
4) Olahraga di pagi hari
Secara detail akan diuraikan sebagai berikut:
1) Pengetahuan yang akan disampaikan oleh narasumber dan
instruktur MAPABA terutama materi inti ke PMII an akana
dilakukan dengan cara doktrinasi, sehingga akan memantapkan
nilai dan ideology organisasi, tidak ada keraguan dari para
anggota yang baru masuk PMII.
2) Selama kegiatan pelatihan berlangsung, peserta akan didik
dengan ketat dan disiplin, dengan menggunakan ketentuan
belajar sebagai berikut ;
a. System class, lengkap dengan semua peralatan belajar ; meja,
kursi dan alat pendukung lainnya
b. Sessi belajar akan dimulai dari jam 08.00-22.00 WIB, dan
selama belajar dilarang merokok, menggunakan baju kemeja,
sepatu, peci PMII/Hitam, perlengkapan alat tulis belajar dan
tidak boleh meninggalkan materi
c. Setiap malam akan dilakukan Mujahadah, yaitu bangun
disepertiga malam, lalu melaksanakan sholat-sholat sunnah,
wirid, baca qur’an dan nasihat agama yang akan dibimbing
oleh Kyai, tokoh agama atau alumni setempat dengan
mengunakan pakaian Muslim (baju Koko), sarung dan
membawa tasbih hingga sholat subuh berjamaah.
d. Setelah sholat suhub berjama’ah, peserta akan diwajibkan
melakukan olahraga, senam baris berbaris, yang akan

105
dipandu oleh instruktur olahraga, baikyang berasal dari
instruktur professional atau tentara setempat (Kodim,
Koramil) dengan menggunakan Pakaian baju kaos, celana
training dan sepatu olahraga.
8. Konseling
Diakhir sessi pengkaderan, tim instruktur akan memanggil
para peserta secara bertahap untuk dilakukan proses konseling.
Proses konseling ini akan dilakukan dalam bentuk dialog antara
instruktur dengan peserta, akan ditanyakan seputar ; bagaimana
kesan dan pesan menurut peserta mengenai pelatihan ini? Apa
saja kelemahan dan kelebihan pelatihan ini? Apa yang akan
dilakukan oleh peserta setelah mengikuti pelatihan ini
(memberikan penugasan)
9. Peserta
Peserta MAPABA diprioritaskan mahasiswa baru (semester
pertama) atau maksimal mahasiswa semester empat. Prioritas
tersebut dimaksudkan agar nantinya anggota lebih memiliki
kesempatan untuk berproses dan berkembang di PMII.

C. UNSUR PELAKSANA MAPABA


Unsur Pelaksana MAPABA adalah tim atau individu yang terlibat
secara langsung dalam pelaksanaan MAPABA. Sebagian Unsur
Pelaksana MAPABA ditugaskan untuk tetap berada di dalam forum.
Unsur Pelaksana MAPABA adalah sebagai berikut.
1. Panitia
Panitia adalah tim yang dibentuk oleh penyelenggara MAPABA
untuk melaksanakan MAPABA dan disyahkan melalui Surat
Keputusan (SK) dari penyelenggara MAPABA. Susunan pokok
panitia terdiri dari Steering Committee (SC) dan Organizing
Committee (OC). Secara detail susunan kepanitiaan dibentuk sesuai
kebutuhan pelaksanaan MAPABA. Tugas Panitia MAPABA adalah:
a. Merancang konsep dan teknis pelaksanaan MAPABA
b. Bersama penyelenggara, menetapkan Narasumber, Instruktur,
Moderator dan Notulen beserta cadangan-cadangannya
c. Mempersiapkan sertifikat untuk Panitia, Narasumber,
Instruktur, Moderator dan Notulen
d. Menggalang kebutuhan dan perlengkapan MAPABA
e. Mendata dan mendokumentasikan identitas peserta MAPABA
serta mengkoordinasikannya dengan Bidang Pengkaderan
Rayon/Komisariat.

106
f. Menciptakan dan menjaga keberlangsungan serta kondusifitas
MAPABA
g. Menyusun laporan kegiatan dan
mempertanggungjawabkannya kepada penyelenggara
MAPABA.
2. Narasumber
Narasumber MAPABA adalah orang yang diundang untuk
memberikan materi sebagaimana ditentukan, mengerti tujuan
MAPABA, dan menguasai materi yang disampaikan. Narasumber
dalam MAPABA mengikuti ketentuan sebagai berikut:
a. Kader PMII yang minimal telah mengikuti PKD, dipandang
memiliki kompetensi dan maksimal duduk di jajaran
Pengurus Cabang.
b. Kader PMII yang telah paripurna (alumni) dan dipandang
memiliki kompetensi.
c. Tokoh masyarakat, akademisi atau profesional yang
dipandang memiliki kompetensi.
d. Narasumber bertugas memberikan materi dan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan materi.
e. Terkait materi wajib berbasis nilai/ideologi dan ke-PMII-an
hanya boleh diisi oleh narasumber sebagaimana yang
termaktub dalam point a dan b.
3. Instruktur 4
Instruktur MAPABA adalah kader yang minimal telah
mengikuti PKD, dinilai memiliki pengetahuan cukup atas materi-
materi MAPABA, mendapat rekomendasi dari Pengurus Cabang,
dan memiliki sertifikat instruktur.Instruktur MAPABA berjumlah
maksimal tiga orang. Instruktursaling bekerjasama dan saling
melengkapi dalam menjalankan tugasnya. Tugas instruktur dalam
MAPABA adalah sebagai berikut:
a. Menjembatani antara narasumber dengan peserta terkait
pemahaman materi-materi yang disampaikan, jika ada materi
yang kurang mendalam atau keluar dari pokok bahasan, maka
tugas Instrukturlah yang akan meluruskan sehingga, peserta

4 Instruktur menurut kamus Oxford Dictionary didefinisikan sebagai orang yang

teach a scholl subject, a skill -- give order or direction. Jika diterjemahkan berarti
orang yang mengajarkan sebuah pelajaran dan memberikan perintah atau arah
(pengertian atau pemahaman). Istilah fasilitator yang selama ini digunakan diganti
karena dianggap tidak sesuai dengan karakteristik pendidikan ataupun pelatihan
kaderisasi.
107
akan memahami secara mendalam dan sungguh-sungguh
materi yang disampaikan.
b. Selalu mendampingi diantara narasumber dan moderator
selama kegiatan berlangsung
c. Memantau perkembangan forum secara utuh (kondisi peserta,
isi materi, peralatan materi, perlengkapan MAPABA dll.)
d. Memberikan orientasi umum kepada peserta terkait MAPABA
di awal kegiatan.
e. Mengarahkan peserta untuk meninjau kembali pemahaman
mereka terhadap seluruh materi MAPABA di akhir kegiatan.
f. Membimbing peserta dalam pengambilan kesimpulan umum
dari seluruh materi MAPABA.
g. Mengantarkan dan mengakhiri sesi sebelum dan setelah
materi dipandu oleh moderator.
h. Menjadi narasumber pengganti apabila terdapat narasumber
yang tiba-tiba berhalangan hadir.
i. Menegakan kedisiplinan untuk menjamin keberlangsungan
kegiatan sesuai dengan peraturan MAPABA.

Kualifikasi Instruktur MAPABA: a)Pernah mengikuti dan


dinyatakan lulus dalam mengikuti Pendidikan Kader Dasar (PKD); b)
Pernah mengikuti training of facilitator (ToF) atau training of instructor
(ToI) di tingkat daerah atau cabang; c) Minimal berkedudukan sebagai
pengurus komisariat.
Secara detail kualifikasi Instruktur adalah:
1) Telah LULUS mengikuti pelatihan instruktur yang
diselenggarakan oleh cabang dan dibuktikan dengan sertifikat
2) Mampu memahami dan mendalami agama secara baik.
a. Bisa membaca al-qur’an beserta dengan tajwidnya
b. Memahami rukun islam dan rukun iman dengan baik
c. Memahami dan mengamalkan amaliyah NU dengan baik
3) Jumlah Instruktur MAPABA sebanyak 5 orang, masing-masing
intruktur menguasai satu materi secara baik
4) Menguasai materi pengkaderan MAPABA secara baik, yaitu:
a. Memahami materi Ke-PMII-an secara baik
b. Memahami materi Kopri secara baik
c. Memahami Materi ke-Mahasiswa-an secara baik
d. Memahami materi ke-Islam-an secara baik
e. Memahami materi ke-Indonesia-an secara baik

108
4. Moderator
Moderator MAPABA adalah anggota/kader yang minimal telah
mengikuti MAPABA, dinilai memiliki pengetahuan cukup atas materi
yang akan dipandu, dan lebih dianjurkan telah mengikuti ToT
MAPABA. Tugas Moderator adalah sebagai berikut:
a. Memberi orientasi kepada peserta atas materi yang akan
disampaikan oleh narasumber sebelum narasumber berceramah.
b. Mengatur proses dialog.
c. Membuat kesimpulan materi berdasar ceramah dan hasil dialog.
d. Menyampaikan catatan-catatan dialog dan kesimpulannya kepada
instruktur.
5. Notulen
Notulen MAPABA adalah anggota atau kader yang dinilai cakap
dalam menyusun proceding. Tugas notulen adalah sebagai berikut:
a. Mencatat pembicaraan yang terjadi dalam setiap sesi MAPABA.
b. Menyusun dan merapikan catatan dalam bentuk proceding yang
mudah dibaca.
c. Menyiapkan kebutuhan instruktur yang berkaitan dengan
tugasnya sebagai notulen.
6. Petugas Forum
Petugas Forum adalah anggota atau kader yang dinilai tanggap
dan cekatan dalam merespon dan melayani kebutuhan forum serta
kebutuhan instruktur sejauh menyangkut pelaksanaan MAPABA.
Instruktur berjumlah maksimal tiga orang dan merupakan bagian dari
panitia yang secara khusus ditugaskan untuk mengawal kebutuhan
teknis forum. Tugas Petugas Forum adalah:
a. Melayani kebutuhan forum serta instruktur ketika memandu sesi.
b. Melayani kebutuhan unsur-unsur pelaksana MAPABA sejauh
menyangkut proses yang tengah berlangsung di dalam forum
MAPABA.

D. KURIKULUM MAPABA
Kurikulum MAPABA adalah sebagai berikut:
Materi/Kegiatan Waktu Keterangan
Bina Suasana dan Orientasi 120 menit Materi Wajib
Mapaba
Mahasiswa dan Tanggungjawab 120 menit Materi Wajib
Sosial
Keorganisasian PMII 120 menit Materi Wajib
StudiGerakan Perempuan dan 120 menit Materi Wajib
109
kelembagaan Kopri
Nilai Dasar Pergerakan 120 menit Materi Wajib
Islam Indonesia 120 menit Materi Wajib
Sejarah Negara Bangsa Indonesia 120 menit Materi Wajib
Sejarah Perencanaan 120 Menit Materi Komplemen
Pembangunan Indonesia
Muatan Lokal 90 Menit Materi Komplemen
Antropologi Kampus 120 menit Materi Wajib
Sejarah PMII Lokal 90 menit Materi Komplemen
Kajian Disiplin Ilmu 90 menit Materi Komplemen
(fakultas/jurusan)
General review dan RTL 120 menit Materi Wajib
Evaluasi 90 Menit

Jika di klasifikasikan kurikukum kaderisasi di level MAPABA, maka


dapat dijelaskan sebagai berikut :

NO KLASIFIKASI MATERI
1 Belajar dan Memahami Ke- Belajar tentang
PMII-an Keorganisasian PMII
Belajar tentang Nilai Dasar
Pergerakan
Belajar tentang Studi
Gerakan Perempuan dan
kelembagaan KOPRI
Belajar tentang Sejarah PMII
Lokal
2 Belajar dan Memahami Ke- Belajar tentang Mahasiswa
Mahasiswa-an dan Tanggung Jawab Sosial
Belajar tentang Antropologi
Kampus
Belajar tentang Kajian
Disiplin Ilmu (Fakultas/
Jurusan)
3 Belajar dan Memahami Ke- Belajar tentang Islam
Islam-an Indonesia
Belajar Sejarah masuknya
Islam Ke Indonesia

110
4 Belajar dan Memahami Ke- Sejarah Negara bangsa
Indonesia-an Indonesia
Sejarah Perencanaan
pembangunan Indonesia

E. PEDOMAN PELAKSANAAN MAPABA


1. SESI I : Bina Suasana dan Orientasi Kegiatan
a. Tujuan
Peserta memahami:
(1) Latar belakang, tujuan, dan alur kegiatan MAPABA
(2) Unsur dan tugas pelaksana MAPABA: panitia, instruktur,
moderator, notulen, petugas forum beserta tugas-tugasnya
(3) Hak dan kewajiban sebagai peserta
(4) Identitas pelaksana MAPABA dan peserta lainnya
b. Pokok Bahasan
(1) Latar belakang, tujuan, dan alur kegiatan MAPABA
(2) Identitas Peserta
(3) Unsur-unsur pelaksana MAPABA
(4) Penyusunan Tata Tertib
c. Metode
(1) Brain storming
(2) Simulasi
d. Waktu: 90 menit
2. Peralatan
(1) Kertas metaplan ukuran 10 x 15 cm secukupnya
(2) Spidol besar (whiteboard dan/atau marker) secukupnya
(3) Spidol kecil secukupnya (sesuai jumlah peserta)
(4) Papan tulis dan/atau Kertas Plano
3. Pemandu: Instruktur
4. Proses Kegiatan
(1) Instruktur membuka acara dan memperkenalkan diri,
selanjutnya menjelaskan tujuan sesi ini dan pentingnya untuk
saling mengenal sesama peserta, mengemukakan beberapa
cara perkenalan dan memilih salah satu.
(2) Instruktur membagi peserta dalam kelompok-kelompok kecil
dengan ketentuan:
• Jumlah anggota kelompok harus genap, maksimal 10 orang
per kelompok.
• Pembagian kelompok dilakukan secara acak.

111
• Peserta dari Jurusan/Rayon/Komisariat yang sama tidak
boleh mengumpul dalam satu kelompok.
(3) Instruktur menjelaskan tujuan perkenalan dan selanjutnya
menginstruksi masing-masing kelompok untuk membagi diri
berpasang-pasangan.
(4) Masing-masing pasangan dipersilahkan untuk saling
berkenalan dengan menanyakan nama, alamat, jurusan,
hobby dll. selama beberapa menit.
(5) Instruktur meminta masing-masing peserta memperkenalkan
pasangannya secara bergantian hingga semua anggota
kelompok selesai diperkenalkan.
(6) Instruktur meminta peserta mengutarakan kesan-kesannya
tentang proses perkenalan yang baru saja berlangsung.
(7) Instruktur menyimpulkan pentingnya proses perkenalan
dalam suatu komunitas untuk menciptakan suasana interaksi
yang hangat dan terbuka.
(8) Instruktur menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam
pelaksanaan MAPABA.
(9) Instruktur mengakhiri sesi dengan menyusun kesepakatan
tata-tertib yang harus dipatuhi selama proses MAPABA.
Catatan : Teknik perkenalan dapat menggunakan variasi yang lain.

2. SESI II : Mahasiswa Dan Tanggungjawab Sosial


a. Tujuan
Memberikan pemahaman mengenai tanggungjawab sosial, posisi,
dan fungsi mahasiswa sebagai kelompok sosial maupun individu
dalam konteks kebangsaan.
b. Pokok Bahasan
(1) Mahasiswa sebagai agensi sosial
(2) Peran dan posisi mahasiswa dalam sejarah Indonesia (1928
s.d. 1998).
(3) Keberadaan mahasiswa dalam sistem kehidupan
kontemporer
(4) Nilai penting organisasi pergerakan mahasiswa
c. Metode: Ceramah dan dialog.
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas Plano
(3) Makalah

112
f. Pemandu: Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan 5 menit
Narasumber oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 Menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
Sejarah mahasiswa Indonesia sesungguhnya tidak dapat
dilepaskan dari dunia sosial dan politik. Mahasiswa menjadi salah satu
elemen pemuda yang menggelorakan api kemerdekaan awal abad 20.
Artinya mahasiswa mendapat tuntutan lebih, yakni menguasai bidang
ilmunya sekaligus memahami dan menguasai keadaan sosial-politik
Indonesia. Dengan demikian mahasiswa tidak teralienasi dari
masyarakat. Organisasi penting dalam konteks tersebut untuk
mengasah kepekaan sosial mahasiswa.

3. SESI III : Keorganisasian PMII


a. Tujuan
Peserta memahami profil PMII sebagai organisasi Pergerakan,
konstitusi dan tertib administrasi PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian PMII sebagai organisasi Pergerakan.
(2) Visi Misi dan AD/ART PMII.
(3) Struktur dan format organisasi PMII dari Rayon hingga PB
(4) Sejarah PMII
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas Plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan

113
PMII dilahirkan pada 17 April 1960 sebagai organisasi underbouw
Partai NU. Dalam perkembangannya PMII menjadi organisasi
independen dan menekankan diri sebagai organisasi pergerakan,
dengan tujuan menciptakan pribadi Muslim yang memiliki komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia (Pasal 4 AD/ART).
Struktur organisasi PMII meliputi Pengurus Besar (nasional),
Koordinator Cabang (provinsi), Cabang (kabupaten/kota), Komisariat
(kampus) dan Rayon (fakultas). Proses berorganisasi diatur melalui
berbagai jenis rapat mulai dari Kongres (nasional) hingga RTAR.

4. SESI IV : Studi Gender dan Kelembagaan KOPRI


a. Tujuan
Peserta memahami konstruksi sosial gender dan sistem
kelembagaan aktivis perempuan di PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian gender sebagai konstruksi sosial
(2) Sistem sosial berkeadilan gender
(3) Sejarah dan Sistem kelembagaan Korp PMII Putri (KOPRI)
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
Spidol besar
(1) Kertas Plano
(2) Makalah
f. Pemandu: Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
Citra bahwa laki-laki itu kuat dan rasional sementara perempuan
lemah dan emosional merupakan konstruksi budaya. Citra tersebut
bukanlah kodrat. Pembeda laki-laki dan perempuan terletak pada
biologisnya, itulah yang disebut kodrat. Konstruksi budaya di atas
seringkali disalahartikan sebagai kodrat sehingga menimbulkan rantai
ketidakadilan yang cenderung menindas baik laki-laki dan khususnya
perempuan. Ketidakadilan tersebut telah berlangsung selama berabad-
abad, setua peradaban manusia. PMII memiliki komitmen terhadap

114
keadilan gender, dan diwujudkan melalui pelembagaan gerakan
perempuan bernama KOPRI. Dalam perjalanan, KOPRI melewati berbagai
dinamika. Sempat dibekukan kemudian dalam KONGRES di Kutai (2003)
direkomendasikan untuk diaktifkan kembali.

5. SESI V : Nilai Dasar Pergerakan (NDP)


a. Tujuan
Peserta memahami perangkat nilai dasar yang menjadi pijakan
pergerakan PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Fungsi dan Kedudukan NDP dalam PMII
(2) Rumusan NDP PMII
(3) Filosofi NDP
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas Plano
(3) Naskah NDP dan Makalah
f. Pemandu: Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
Gerakan PMII bertolak dari Nilai Dasar Pergerakan. NDP
merupakan ikhtiar PMII untuk mensublimasi nilai-nilai Keislaman
bagi tujuan pergerakan. Di dalamnya terkandung muatan Tauhid,
Hubungan Manusia dengan Allah, Manusia dengan Manusia, dan
Manusia dengan Alam. Tauhid merupakan prinsip dasar dari gerakan
PMII. Dengan Tauhid, yaitu keyakinan bahwa Tidak Ada Tuhan Selain
Allah, kader PMII menyerahkan ketundukkan, ketakutan dan
pengharapan mutlaknya hanya kepada Allah. Sehingga kader PMII
tidak pernah takut dengan kenyataan dunia, dan selalu siap
menghadapi apapun kenyataan yang dihadapi.

115
6. SESI VI : Islam Indonesia
a. Tujuan
Peserta memahami sistem pengamalan dan penghayatan ajaran
Islam Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah di tengah ruang sosio-
kultural Indonesia.
b. Pokok Bahasan
(1) Latar belakang sosio-kultural Islam Indonesia.
(2) Nilai-nilai universal ajaran Islam.
(3) Aqidah Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai sistem
pengamalan dan penghayatan ajaran Islam.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120 menit.
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas Plano
(3) Makalah
f. Pemandu : Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
Bebagai agama dan keyakinan hidup di Indonesia. Sebelum Islam
masuk, Hindu dan Budha sempat menjadi kepercayaan mayoritas di
Nusantara. Keduanya, beserta kepercayaan asli penduduk nusantara,
memberikan dasar sosio-budaya yang kuat di dalam masyarakat.
Konteks sosio-budaya yang telah terbangun itu berbeda dengan
konteks sosio-budaya di Arab Saudi ketika Islam diturunkan. Sehingga
warna Islam yang diterima dan hidup di Indonesiapun memiliki
perbedaan dengan Islam di Arab Saudi. Dalam konteks Madzhab, Islam
Indonesia mayoritas menganut Syafi’i. Islam Indonesia terbentuk dari
pertemuan antara nilai-nilai universal Islam (keadilan, kesederajatan,
kasih-sayang, kearifan) dengan budaya lokal.

116
7. SESI VII : Sejarah Negara Bangsa Indonesia
a. Tujuan
Peserta mampu memahami proses pembentukan negara-bangsa
(nation-state) Indonesia serta posisi Indonesia dalam
perkembangan konstalasi internasional.
b. Pokok Bahasan
(1) Posisi Indonesia pada masa kolonialisme.
(2) Pengaruh Eropa terhadap gagasan negara-bangsa Indonesia.
(3) Posisi Indonesia di Era Perang Dunia II (1939–1945) dan
Perang Dingin (1946 – 1991)
c. Metode : Ceramah dan dialog
d. Waktu : 120 menit
e. Peralatan
(1) Peta Indonesia dan Peta Dunia
(2) Spidol besar
(3) Kertas Plano
(4) Makalah
f. Pemandu : Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
Sepanjang abad 17 hingga awal abad 20, nusantara merupakan
sumber pendapatan ekonomi penting bagi negara-negara Eropa,
khususnya Belanda, Portugis, Inggris dan Spanyol. Ketika itu
kolonialisme merupakan bentuk hubungan antar bangsa. Dalam pola
hubungan tersebut, apa yang terjadi di Eropa memiliki dampak
kepada Indonesia. Diantaranya adalah kesadaran nasionalisme serta
hak untuk merdeka. Juga ketika Perang Dunia II terjadi, Indonesia
sebagai jajahan Jepang merasakan dampaknya. Cerdasnya, ketika PD II
tersebut, kaum pergerakan Indonesia mampu memanfaatkan
kekalahan Jepang (kubu Axis) untuk memproklamasikan
kemerdekaan (1945). Di era Perang Dingin, Indonesia juga tidak lepas
dari peristiwa dunia. Perseteruan ideologi dan ekonomi menjadikan
Indonesia sebagai panggung pertarungan komunisme vs kapitalisme.
Itu berlangsung hingga era orde baru yang didukung oleh blok
kapitalis-liberal. Pada akhirnya, ketika Perang Dingin usai, dukungan

117
terhadap Indonesia sebagai negeri penting secara geopolitik pun
dicabut. Dalam kecompang-campingannya, Indonesia sudah harus
bertarung di arena pasar bebas neoliberalisme.

8. SESI X : Sejarah PMII Lokal


a. Tujuan
Peserta memahami peran dan peristiwa penting PMII di
lingkungan Cabang, Komisariat dan Rayon setempat.
b. Pokok Bahasan
(1) Proses kelahiran dan perkembangan PMII setempat.
(2) Peranan dan aktivitas PMII di lingkungan kampus dan
masyarakat setempat.
(3) Tokoh-tokoh PMII setempat dan peran strategis mereka.
(4) Pokok bahasan lain yang dipandang relevan.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
(1) Dokumentasi foto, kliping koran dan sejenisnya.
(2) Spidol besar
(3) Kertas plano
(4) Makalah
f. Pemandu : Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan
PMII setempat (Penyelenggara MAPABA) memiliki sejarahnya
sendiri. Mulai dari proses pendiriannya, tokoh-tokoh serta peran
masing-masing. Juga harus disampaikan kiprah PMII setempat di
lingkungan terdekatnya, kiprah PMII setempat di lingkungan PMII
yang lebih besar.

9. SESI XI : Kajian Disiplin Ilmu/ Kajian Fakultatif


a. Tujuan
Memberikan support dan tambahan argumentasi bagi peserta
untuk serius dalam menekuni disiplin ilmu yang dipilih di
Perguruan Tinggi.

118
b. Pokok Bahasan
(5) Materi Fakultatif (tergantung dari jurusan/fakultas darimana
calon anggota berasal).
(6) Posisi dan fungsi strategis disiplin ilmu yang bersangkutan
dalam kehidupan kontemporer.
(7) Posisi dan fungsi strategis disiplin ilmu yang bersangkutan
bagi pergerakan.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang mendukung dan relevan dengan materi.
f. Pemandu : Moderator
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan pengenalan Narasumber 5 menit
oleh Moderator
(2) Presentasi Materi 45 menit
(3) Dialog 60 menit
(4) Penyimpulan oleh Moderator 10 menit
h. Ringkasan (Contoh fakultas TEKNIK)
Dalam jangka panjang, gerakan PMII membutuhkan energi
sumber daya manusia yang sangat banyak dengan keahlian yang
beragam. Di antaranya adalah kader fakultas Teknik. Perkembangan
dunia membutuhkan banyak ahli teknik (industri, arsitektur, mesin)
dan teknologi secara umum. Bagi PMII ruang tersebut harus dimasuki
mengingat banyak teknokrat saat ini yang murni profesional dan
sedikit memiliki kepekaan terhadap kepentingan kolektif bangsa. Dari
ahli teknik yang memiliki latar belakang pergerakan diharapkan lahir
teknologi yang sejalan dengan Tujuan PMII.

10. SESI XII : General review dan Rencana Tindak Lanjut (RTL)
a. Tujuan
Meninjau ulang keseluruhan materi dan tingkat pemahaman
peserta terhadap setiap materi, kesimpulan umum dari seluruh
materi dan merancang kegiatan lanjutan pasca MAPABA.
b. Pokok Bahasan
(8) Ringkasan setiap materi dari kesimpulan yang diambil oleh
Moderator.

119
(9) Mencari keterkaitan antar materi.
(10) Tingkat pemahaman peserta terhadap materi-materi
MAPABA.
(11) Rancangan kegiatan pasca MAPABA
c. Metode: Semi partisipatoris
d. Waktu: 120 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Lembar penilaian untuk setiap peserta (terlampir)
f. Pemandu : Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Instruktur membuka acara kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan sesiGeneral review dan RTL.
(2) Instruktur membuka kesempatan bagi peserta untuk
menyampaikan pemahamannya terhadap setiap materi.
(3) Instruktur mengingatkan kesimpulan-kesimpulan yang telah
diambil oleh Moderator di tiap akhir sesi.
(4) Instruktur memberikan catatan-catatan, pelurusan dan
merangkum pertanyaan-pertanyaan yang berlum terjawab
atau oleh peserta dinilai masih belum jelas.
(5) Instruktur memaparkan keterkaitan antar materi dan
kesimpulan umum dari keseluruhan materi.
(6) Instruktur membagikan lembar penilaian pemahaman kepada
setiap peserta, selanjutnya setelah semua diisi, lembar isian
segera diolah oleh tim yang telah ditunjuk.
(7) Instruktur memimpin acara untuk membahas Rencana
Tindak Lanjut (RTL).
(8) Instruktur menutup sesi.
Catatan : Apabila jeda waktu antara sesi ini dan sesi berikutnya tidak cukup
panjang, lembar penilaian dapat dibagikan di awal sesi. Setelah semua diisi
diserahkan kepada tim yang telah ditunjuk untuk mengolah hasil isian
lembar penilaian tersebut.

11. SESI XIII : Evaluasi


a. Tujuan
Seluruh unsur pelaksana MAPABA mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari penyelenggaraan MAPABA serta mengumpulkan
catatan sebagai antisipasi bagi penyelenggaraan acara serupa di

120
masa yang akan datang. Kegiatan ini tidak mencakup keterlibatan
peserta MAPABA.

b. Pokok Bahasan
(12) Kritik dan otokritik antar unsur pelaksana MAPABA
sepanjang acara MAPABA diselenggarakan.
(13) Menginventarisasi kekurangan dan kelebihan dari acara
MAPABA yang telah diselenggarakan.
(14) Merumuskan langkah-langkah perbaikan bagi acara serupa di
masa yang akan datang.
(15) Menyampaikan hasil olahan lembar penilaian sebagai salah
satu cermin bagi keberhasilan MAPABA.
c. Metode: Semi Partisipatoris
d. Waktu: 90 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Proses Kegiatan
(1) Instruktur mengundang seluruh unsur pelaksana MAPABA.
(2) Instruktur membuka sesi kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan dari diadakannya sesi Evaluasi.
(3) Instruktur mengarahkan forum untuk merumuskan langkah-
langkah antisipatif bagi acara serupa di masa yang akan
datang.
(4) Instruktur menyampaikan hasil pengolahan lembar penilaian
yang telah dibagikan di sesi sebelumnya, kemudian
memberikan paparan singkat dari hasil tersebut.
(5) Instruktur menutup sesi kemudian mengajak seluruh unsur
pelaksana MAPABA.

F. PEMBAIATAN
1. Pengertian
Pembaiatan adalah acara pengambilan ikrar peserta MAPABA
untuk bergabung dan bersetia dalam organisasi PMII. Pembaiatan
dilakukan setelah seluruh rangkaian acara dalam kegiatan MAPABA usai
dilaksanakan. Pelaksanaannya dilakukan di antara sesi terakhir dan acara
penutupan. Setalah dibaiat, peserta MAPABA telah sah sebagai ANGGOTA
MU’TAKID PMII.
2. Tujuan
Tujuan Pembaiatan adalah meneguhkan, menegaskan dan
mengesahkan mahasiswa peserta MAPABA sebagai ANGGOTA MU’TAKID

121
dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Dengan dibaiat,
seorang anggota diharapkan akan lebih merasa memiliki keterikatan
formal-spiritual yang kuat dengan PMII.
3. Penyelenggara
Pembaiatan diselenggarakan oleh penyelenggara MAPABA dengan
disaksikan oleh jajaran Pengurus Harian Pengurus Cabang PMII dan
alumni yang diundang.
4. Pembaiat
Pembaiat adalah Ketua Umum PMII Cabang atau yang mewakili.
5. Perlengkapan Pembaitan
Perlengkapan wajib dalam Pembaiatan adalah:
a. Bendera Nasional dua buah
b. Bendera PMII dua buah
c. Lilin atau penerang non-elektrik
6. Petugas Pembaiatan
Petugas dalam acara Pembaiatan terdiri dari enam orang yaitu:
a. Empat orang yang bertugas memegang bendera
b. Satu orang yang bertugas memanggil peserta
c. Satu orang (atau lebih) yang bertugas mengkondisikan peserta
sebelum acara dimulai.
7. Seremoni Pembaiatan
Setting Ruang: suasana hening dan khidmat dengan hanya
diterangi cahaya lilin. Kecuali yang mempunyai tugas di luar,
seluruh unsur pelaksana MAPABA menempatkan diri dengan tertib
dan rapi di dalam ruangan. Seluruh peserta di kondisikan oleh
petugas di luar ruangan.
a. Peserta dipanggil satu per satu, menurut urutan abjad,
kemudian berdiri berjajar dalam formasi dua shaf.
b. Sepasang bendera Nasional dan bendera PMII diletakkan di
setiap ujung barisan peserta dengan posisi bendera Indonesia
di belakang, bendera PMII di depan.
c. Masing-masing tiang bendera dipegang oleh panitia, peserta
memegang ujung kain bendera.
d. Diawali dengan pembacaan kalam ilahi.
e. Lalu Menyanyikan lagu Indonesia raya, mars dan Hymne PMII
f. Semua peserta berbaris lalu di panggil satu persatu oleh
petugas MC untuk maju kedepan, lalu peserta tersebut
membubuhkan tanda tangan keanggotaan dikertas yang sudah
disiapkan panitia, disertai dengan penyematan Peci, Pin dan
slempang PMII, dan pemberin sertifikat kelulusan MAPABA

122
dan SK keanggotaan oleh Panitia, lalu peserta mencium
bendera Merah putih, dan bendera PMII, lalu berbalik
ketempat semula
g. Penanggung jawab penyelenggara (Ketua Rayon/Ketua
Komisariat) menyampaikan sambutan singkat yang bersifat
untuk menambah suasana khidmat.
h. Pembaiat memimpin acara, memberikan sambutan singkat.
i. Pembaiat menanyakan kepada peserta apakah siap untuk
dibaiat atau tidak. Bagi yang tidak siap, dipersilahkan untuk
meninggalkan acara. Pertanyaan tersebut diulang sebanyak
tiga kali.
j. Pembaiat meminta seluruh peserta mengikuti ikrar yang
dibacakan oleh Pembaiat kemudian membaca Naskah Bai’at
(terlampir)
k. Pembaiat menyampaikan kata penutup secara singkat. Lampu
dinyalakan.
l. Peserta masih tetap berada pada posisi.
m. Petugas memanggil peserta satu per satu, untuk menerima
stofmap berisi sertifikat MAPABA, SK Keanggotaan dan badge
MU’TAKID.
n. Seluruh unsur penyelenggara berdiri berjajar di samping
Pembaiat menyalami ANGGOTA MU’TAKID BARU PMII.
Catatan :
• Acara Pembaiatan dianjurkan dilakukan pada malam hari untuk
memperkuat suasana khidmat.
• Penyerahan Sertifikat untuk Instruktur, Moderator, Notulen dan
Petugas Forum dilaksanakan dalam acara penutupan.

123
NASKAH BAI’AT ANGGOTA BARU
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Rayon ……
Komisariat…..
Cabang……

Bismillaahirrahmaanirahiim,
Asyhadu alla Ilaaha Illa Allah, Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Radhiitubillahirabba, wabil islaamidiina, wabim muhammadinnabiyya wa
rasuula, wabil qur’aani imaama

Dengan memohon ridlo, rahmat, dan maghfiroh Allah SWT, saya berikrar :
Bahwa saya :
1) Menyerahkan diri menjadi KADER MUJAHID Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia.
2) Sebagai KADER MUJAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunah wal
Jama’ah, Nilai Dasar Pergerakan, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga, Nilai-nilai, Norma-norma, dan produk hukum PMII lainnya,
serta cinta tanah air dan bangsa
3) Sebagai KADER MUJAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
dalam menjalankan tugas dan kewajiban organisasi pantang
berputus asa, pantang menyerah, dan pantang meninggalkan PMII
dalam situasi dan kondisi apapun
4) Sebagai KADER MUJAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
senantiasa patuh dan taat kepada pimpinan organisasi; bahwa
ketidaksetiaan kepada pimpinan organisasi, adalah suatu bentuk
pengkhianatan kepada organisasi dan pasti akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT

Astaghfirullaah al adhiim, Astaghfirullah al adhiim, Astaghfirullaah al adhiim


Khasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir
Laa haula walaa quwwata illa billah….

……….,……………………………………2014

124
G. FOLLOW UP MAPABA
1. Pengertian
Follow up atau tindak lanjut MAPABA adalah serangkaian kegiatan
yang diselenggarakan bagi/oleh Anggota Baru PMII. Rangkaian kegiatan
tersebut selain bersifat membekali dan mengarahkan dalam hal
keorganisasian juga dimaksudkan sebagai media bimbingan bagi Anggota
Baru.
2. Tujuan
Follow up bertujuan untuk menjaga, memperdalam dan
mengembangkan pemahaman Anggota Baru PMII atas materi-materi
MAPABA. Selain itu Follow up bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan khusus Anggota Baru.
3. Penyelenggara.
Penyelenggaraan Follow up dikoordinasi oleh Bidang Pengkaderan
Rayon atau Komisariat bekerja sama dengan Korps Anggota Baru yang
dibentuk dalam SesiGeneral review dan RTL MAPABA.
4. Kegiatan Follow up
Kegiatan follow up terbagi dua yaitu kegiatan yang dirancang bersama
melalui kesepakatan alumni MAPABA dan kegiatan follow up MAPABA
yang bersifat wajib. Kegiatan wajib tersebut dimaksudkan sebagai upaya
pembekalan ketrampilan dasar berorganisasi dan ketrampilan tambahan
sehingga diharapkan Anggota Baru benar-benar memiliki kemampuan
lebih dibanding mahasiswa non-PMII. Kegiatan follow upyang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a) Kursus Agama
b) Kursus Bahasa Asing (Inggris/ Mandarin/ Arab dll.)
c) Kursus Epistemologi
d) Pelatihan penulisan ilmiah dan populer
e) Pelatihan Manajemen Forum
f) Pelatihan Tata Administrasi PMII
g) Pelatihan Manajemen
h) Pelatihan Analisis Kebijakan Publik
i) Pelatihan SKK
j) Pelatihan Filsafat dan teori Sosial
k) Pelatihan IT
l) Pelatihan Jurnalistik
Berikut adalah kegiatan follow up di dalam program mentoring
yang wajib diikuti oleh anggota agar dapat memenuhi persyaratan untuk
dapat menjadi peserta Pendidikan Kader Dasar (PKD)

125
Kategori Materi
Spiritualitas / Pendidikan Tajwid dasar, Fiqh dasar, Juz Amma,
agama mengamalkan amaliyah NU.
Bahasa Inggris Grammar dasar
Pemahaman keorganisasian Manajemen organisasi
(administrasi) dan manajemen
forum
Filsafat Filsafat dasar
Penulisan Teknik dasar penulisan ilmiah dan
popular
Teknologi Informasi Word, excel, dan power point

H. MENTORING
1. Pengertian
Mentoring adalah program pendampingan anggota dalam proses
pembelajaran agar mereka dapat memaksimalkan potensinya,
mengembangkan keahliannya, dan mengembangkan kinerjanya.
Mentor adalah orang yang melakukan pendampingan anggota
yang memiliki kualifikasi telah lulus PKD, memiliki prestasi akademik,
memiliki cukup pengetahuan agama, dapat memahami psikologi kader,
dan memiliki kecakapan berkomunikasi.
2. Tujuan
Program mentoring bertujuan untuk menjaga keaktifan dan memandu
tiap anggota melalui pembentukan small group.
3. Implementasi Program
Program mentoring dijabarkan sebagai berikut:
i) Program mentoring berlangsung selama tiga bulan, terhitung
sejak kegiatan MAPABA berakhir;
ii) Pengurus Rayon atau Komisariat menentukan siapa saja
pengurus yang memiliki kapasitas sebagai mentor sesuai
dengan kualifikasi di atas;
iii) Jumlah mentor disesuaikan dengan jumlah peserta MAPABA.
Setiap mentor mendampingi small group yang terdiri dari 5
hingga 10 orang anggota;
iv) Mentor berkewajiban mengetahui latarbelakang keluarga,
latar pendidikan, hobi, potensi atau bakat, dan karakter
individu tiap anggotanya. Sangat disarankan mentor dapat
membina hubungan baik dengan orang tua anggota;
v) Mentor menjadi pembimbing akademik untuk membantu
kesulitan akademik, terkait dengan mata kuliah, anggotanya.
126
Contoh: membantu atau menjadi teman diskusi saat anggota
mengerjakan tugas mata kuliah dan berupaya mengadakan
buku-buku referensi yang dibutuhkan;
vi) Mentor menjadi pembimbing spiritual dan motivator bagi
anggotanya;
vii) Mentor merangsang ghiroh ke-PMII-an dengan cara-cara
kreatif;
viii) Mentor menentukan dan mengadakan berbagai teknik
pengembangan anggota melalui kegiatan di dalam small
group maupun yang dapat disinergikan dengan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pengurus Rayon, Komisariat, atau
Cabang;
ix) Mentor berusaha keras agar tiap anggota, secara minimal,
dapat memiliki tujuh kompetensi dasar yang dibutuhkan
dalam proses seleksi peserta PKD;
x) Evaluasi program mentoring dilakukan oleh bidang internal
atau kaderisasi Pengurus Rayon atau Pengurus Komisariat
terhadap tiap anggota melalui uji tulis dan uji lisan yang
terkait dengan tujuh kompetensi dasar.

127
PENDIDIKAN KADER DASAR
(PKD)
A. KETENTUAN UMUM PKD
1. Pengertian
Pendidikan Kader Dasar adalah fase penanaman nilai-nilai dan misi
pergerakan serta pembentukan militansi kepada anggota untuk menjadi
kader PMII. Dengan mengikuti PKD, seorang Anggota secara resmi telah
menjadi Kader PMII. PKD merupakan fase kedua dalam Pengkaderan
Formal PMII dan diselenggarakan antaraenam bulan hingga dua belas
bulan setelah MAPABA.
2. Tujuan
Secara umum PKD bertujuan membentuk kader MUJAHID yakni kader
militan dan memiliki komitmen terhadap nilai-nilai pergerakan.
Secara khusus, setelah mengikuti PKD kader diharapkan:
a. Siap untuk mengabdikan diri bagi kepentingan pergerakan
b. Memiliki pengetahuan teoritik dan pengetahuan lapangan yang
mumpuni.
c. Memiliki kemampuan dan ketrampilan berorganisasi.
3. Penyelenggara
PKD diselenggarakan oleh Pengurus Komisariat atau Pengurus
Cabang. Penyelenggara PKD melalui Bidang Pengkaderan mengkoordinasi
pelaksanaan PKD secara umum.
4. Model Pendekatan
PKD diselenggarakan bagi mahasiswa yang telah menjadi Anggota
PMII. Untuk itu secara umum dalam PKD digunakan dua pendekatan:
a. Doktrinasi, yaitu penanaman nilai, keyakinan, dan paham PMII.
b. Partisipatoris,yang memberikan ruang kepada peserta untuk
mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan gagasannya
sesuai dengan materi yang diberikan.
5. Ruang Lingkup dan Metodologi Pelatihan
Selama pelatihan berlangsung, para kader akan di didik oleh tim
instruktur dengan empat hal ;
1) Mengembangkan pengetahuan
2) Menegakkan kedisiplinan,
3) Melakukan Mujahadah di malam hari dan
4) Olahraga di pagi hari

Secara detail akan diuraikan sebagai berikut ;


1) Pengetahuan yang akan disampaikan oleh narasumber dan
instruktur PKD terutama materi inti ke PMII an akan dilakukan

128
dengan cara doktrinasi, sehingga akan memantapkan nilai dan
ideology organisasi.
2) Selama kegiatan pelatihan berlangsung, peserta akan didik
dengan ketat dan disiplin, dengan menggunakan ketentuan
belajar sebagai berikut ;
a. System class, lengkap dengan semua peralatan belajar ; meja,
kursi dan alat pendukung lainnya
b. Sessi belajar akan dimulai dari jam 08.00-22.00 WIB, dan
selama belajar dilarang merokok, menggunakan baju kemeja,
sepatu, peci PMII/Hitam, perlengkapan alat tulis belajar dan
tidak boleh meninggalkan materi
c. Setiap malam akan dilakukan Mujahadah, yaitu bangun
disepertiga malam, lalu melaksanakan sholat-sholat sunnah,
wirid, baca qur’an dan nasihat agama yang akan dibimbing
oleh Kyai, tokoh agama atau alumni setempat dengan
mengunakan pakaian Muslim (baju Koko), sarung dan
membawa tasbih hingga sholat subuh berjamaah.
d. Setelah sholat suhub berjama’ah, peserta akan diwajibkan
melakukan olahraga, senam baris berbaris, yang akan
dipandu oleh instruktur olahraga, baik yang berasal dari
instruktur professional atau tentara setempat (Kodim,
Koramil) dengan menggunakan Pakaian baju kaos, celana
training dan sepatu olahraga.
6. Konseling
Diakhir sessi pengkaderan, tim instruktur akan memanggil para
peserta secara bertahap untuk dilakukan proses konseling. Proses
konseling ini akan dilakukan dalam bentuk dialog antara instruktur
dengan peserta, akan ditanyakan seputar ; bagaimana kesan dan
pesan menurut peserta mengenai pelatihan ini? Apa saja kelemahan
dan kelebihan pelatihan ini? Apa yang akan dilakukan oleh peserta
setelah mengikuti pelatihan ini (memberikan penugasan)?
7. Atribut Keorganisasian
Atribut keorganisasian adalah seperangkat atribut keorganisasian
yang dipakai oleh seluruh peserta pelatihan, antara lain; Peci PMII,
slempang, dan Pin.
8. Peserta
Peserta PKD adalah anggota PMII Mu’takid yang aktif, maksimal
semester 7 dan bersedia mengikuti seluruh peraturan PKD antara
lain: a) Mengenakan pakaian rapih, pakaian atas berupa kemeja dan
pakaian bawah celana panjang (L) atau rok panjang (P); b) Tidak

129
merokok selama kegiatan di dalam forum; c) Tidak menggunakan
telepon seluler selama kegiatan di dalam forum; d) Wajib mengikuti
sholat wajib berjama’ah dan mujahadah, dan; e) Mengikuti seluruh
sesi pemberian materi dan rangkaian kegiatan lainnya.
9. Seleksi
Seleksi dimaksudkan untuk menyaring peserta sehingga PKD
dapat berlangsung sesuai tujuan dengan tujuan PKD dan tujuan
diadakannya pengkaderan. Seleksi juga dimaksudkan untuk menjaga
konsistensi semakin tinggi jenjang Pengkaderan Formal, semakin
tinggi pula kualitas pengkaderan yang dilaksanakan.
Dalam seleksi diperlakukan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat
umum mengikuti PKD adalah:
a. Mengikuti kegiatan-kegiatan follow up Mapaba berupa
Pengkaderan Non Formal dan Informal.
b. Menguasai tujuh kompetensi dasar, antara lain:
(1) Mampu membaca al Qur’an sesuai tajwid dan makhraj yang
tepat (uji lisan)
(2) Mampu menghapal 15 surat pendek (uji lisan)
(3) Memahami 16 tenses bahasa Inggris (uji tulis)
(4) Memahami teknik penulisan surat formal PMII (uji tulis)
(5) Memahami dasar filsafat: ontologi, epistimologi dan aksiologi
(uji tulis)
(6) Membuat karya tulis (uji tulis)
(7) Menguasai dasar-dasar teknologi Informasi:Ms. Word, Excel,
Power Point (praktek)
c. Lolos screening: uji lisan, uji tulis, dan wawancara
Syarat-syarat khusus dapat ditambahkan oleh penyelenggara
sesuai dengan ragam dinamika PMII setempat.
10. Standar Kelulusan PKD
Peserta PKD dinyatakan lulus PKD setelah mengikuti seluruh
kegiatan PKD dan berhasil menyelesaikan tugas individual yang
diberikan pada saat sesi konseling. Peserta yang dinyatakan lulus,
berhak mendapat sertifikat kelulusan yang ditandatangani oleh
Pengurus Cabang.

B. UNSUR PELAKSANA PKD


Unsur Pelaksana PKD ialah tim atau individu yang terlibat secara
langsung dalam pelaksanaan PKD dengan tugasnya masing-masing.
Mereka terdiri dari:

130
1. Panitia
Panitia adalah tim yang dibentuk oleh penyelenggara untuk
melaksanakan Pelatihan Kader Dasar yang disyahkan melalui SK
Kepanitiaan PKD. Susunan pokok panitia PKD terdiri atas Steering
Committee (SC) dan Organizing Committee (OC). Secara detail susunan
kepanitiaan PKD dibentuk menurut kebutuhan pelaksanaan PKD. Tugas
Panitia PKD adalah:
a. Merancang konsep dan teknis pelaksanaan PKD.
b. Bersama penyelenggara menetapkan Narasumber, Pemandu Ahli,
Instruktur, dan Notulen beserta cadangan-cadangannya.
c. Menyusun sertifikat untuk Panitia, Narasumber, Pemandu Ahli,
Instruktur, dan Notulen.
d. Menggalang kebutuhan dan perlengkapan PKD.
e. Mendata dan mendokumentasikan identitas peserta PKD serta
mengkoordinasikannya dengan Bidang Pengkaderan
Komisariat/Cabang.
f. Melaksanakan dan menjaga keberlangsungan serta kondusifitas
PKD.
g. Menyusun laporan kegiatan dan mempertanggungjawabkannya
kepada penyelenggara PKD.
2. Narasumber
Narasumber adalah orang yang ditunjuk untuk memberikan materi
tertentu sebagaimana diminta oleh Panitia PKD. Narasumber selain harus
menguasai materi yang ditentukan juga memahami tujuan materi serta
memahami tujuan diselenggarakannya PKD. Narasumber adalah:
a. Kader PMII yang minimal telah mengikuti PKLdan TOI, dipandang
memiliki kompetensi dan minimal duduk di jajaran Pengurus
Cabang.
b. Kader PMII yang telah paripurna (alumni) dan dipandang
memiliki kompetensi.
c. Tokoh masyarakat, akademisi atau profesional yang dipandang
memiliki kompetensi.
d. Narasumber bertugas memberikan materi dan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan tujuan materi.
e. Untuk materi inti hanya bisa di isi oleh Kader PMII yang telah
mengikuti PKL, dipandang memiliki kompetensi dan maksimal
duduk di jajaran Pengurus Koordinator Cabang, atau Kader PMII
yang telah paripurna (alumni) dan dipandang memiliki
kompetensi.

131
f. Untuk materi pendukung bisa dari struktur pengurus, alumni
maupun Tokoh masyarakat, akademisi atau profesional yang
dipandang memiliki kompetensi.
3. Pemandu Ahli
Pemandu Ahli adalah kader atau orang yang ditunjuk untuk
mendampingi peserta PKD secara khusus dalam Sesi Studi Banding
Keprofesian. Pemandu Ahli sebaiknya telah memiliki pengalaman dan
memahami seluk-beluk dunia profesi yang akan dikunjungi. Tugas-tugas
Pemandu Ahli adalah:
a. Mendampingi peserta melakukan studi banding.
b. Menjelaskan kepada peserta seluk-beluk keprofesian yang tengah
dikunjungi, sesuai tujuan sesi tersebut.
c. Memberikan perspektif posisi dan fungsi strategis dari dunia
keprofesian yang dikunjungi.
4. Instruktur
Instruktur adalah kader yang minimal telah mengikuti PKL, dinilai
memiliki pengetahuan cukup atas materi-materi PKD. Instruktur PKD
berjumlah maksimal tiga orang. Mereka bekerja sama dan dapat saling
menggantikan dalam menjalankan tugas sebagai Instruktur. Secara detail
Syarat menjadi Instruktur PKD adalah :
1) Telah LULUS mengikuti pelatihan instruktur yang
diselenggarakan oleh Pengurus Koordinator Cabang {PKC},
dibuktikan dengan sertifikat
2) Mampu memahami agama secara baik ;
a. Bisa membaca al-qur’an beserta dengan tajwidnya
b. Memahami rukun islam dan rukun iman dengan baik
c. Memahami dan mengamalkan amaliyah NU dengan baik
3) Jumlah Instruktur MAPABA sebanyak 5 orang, masing-masing
intruktur menguasai satu materi secara baik
4) Menguasai materi pengkaderan PKD secara baikyaitu:
a. Memahami materi Ke-PMII-an secara baik, yaitu: Materi
Paradigma, Materi PMII Lokal, dan Materi ASWAJA
b. Memahami materi Kopri secara baik
c. Memahami Materi ke-Mahasiswa-an secara baik, yaitu ;
Materi Pengorganisiran kampus
d. Memahami materi ke-Islam-an secara baik, yaitu ; Materi
Pribumisasi islam
e. Memahami materi tentang Skill secara baik, yaitu ; Materi
Analisis Sosial, Materi Analisis Wacana, Materi Studi
Kebijakan Advokasi dan anggaran, Materi Rekayasa sosial/

132
teknologi/ Genetika, materi Sumber daya ekonomi maritim,
materi Pengelolaan Opini dan Gerakan Massa, Materi Ilmu
Bumi Kampus dan Materi Studi Banding Keprofesian
Tugas Instruktur dalam PKD adalah sebagai berikut:
a. Menjembatani antara narasumber dengan peserta terkait
pemahaman materi-materi yang disampaikan, jika ada materi
yang kurang mendalam atau keluar dari pokok bahasan, maka
tugas Instrukturlah yang akan meluruskan, sehinggapeserta akan
memahami secara mendalam dan sungguh-sungguh materi yang
disampaikan.
b. Selalu mendampingi diantara narasumber dan moderator selama
kegiatan berlangsung.
c. Memantau perkembangan forum secara utuh (kondisi peserta, isi
materi, peralatan materi, perlengkapan PKD dll.).
d. Memberikan orientasi umum kepada peserta tentang arah yang
dituju dari PKD di awal kegiatan.
e. Mengarahkan peserta untuk meninjau kembali penangkapan dan
pemahaman mereka terhadap seluruh materi PKD di akhir
kegiatan.
f. Membimbing peserta dalam pengambilan kesimpulan umum dari
seluruh materi PKD.
g. Mengantarkan dan mengakhiri sesi sebelum dan setelah materi
oleh Narasumber.
h. Menegakan kedisiplinan untuk menjamin keberlangsungan
kegiatan sesuai dengan peraturan PKD.
i. Menemani narasumber serta memberikan komentar atau
pertanyaan kritis untuk memancing dan mengarahkan perhatian
peserta.
j. Membuat kesimpulan-kesimpulan khusus di setiap sesi dan
kesimpulan umum yang merangkai keseluruhan materi dari setiap
sesi.
Kualifikasi Instruktur PKD: a)Pernah mengikuti dan dinyatakan
lulus dalam mengikuti Pendidikan Kader Lanjut (PKL); b) pernah
mengikuti training of facilitator (ToF) atau training of instructor (ToI) di
tingkat regional atau wilayah; c) minimal berkedudukan sebagai pengurus
cabang.

5. Notulen
Notulen adalah orang yang ditunjuk untuk mencatat setiap diskusi
dan perbincangan yang terjadi dalam setiap sesi PKD. Notulen berjumlah

133
maksimal tiga orang dan dapat saling menggantikan dalam bertugas.
Tugas-tugas notulen adalah:
a. Mencatat presentasi, diskusi, dan brainstorming yang dilakukan
dalam setiap sesi PKD.
b. Melayani kebutuhan instruktur menyangkut catatan-catatan hasil
presentasi, diskusi dan brainstorming yang telah dilakukan.
c. Merapikan setiap notulensi sehingga mudah dibaca sebagai bahan
tertulis untuk melakukan evaluasi forum.
6. Petugas Forum
Petugas Forum adalah bagian dari panitia yang secara khusus ditunjuk
untuk melayani kebutuhan forum dan instruktur. Petugas Forum
berjumlah maksimal tiga orang dan dapat saling menggantikan dalam
menjalankan tugas. Tugas-tugas Petugas Forum adalah:
a. Menyediakan dan menata perangkat-perangkat presentasi,
diskusi dan brainstorming.
b. Membantu instruktur atau narasumber ketika membutuhkan
tenaga ekstra untuk mengatur forum.
c. Membantu Unsur Pelaksana PKD yang lain sejauh menyangkut
proses yang tengah berlangsung dalam PKD.

C. KURIKULUM PKD
Kurikulum PKD adalah sebagai berikut:
1. Pra-Kurikula 180 menit
2. Paradigma PMII 240 menit
3. Strategi Pengembangan PMII 150 menit
4. Antropologi dan Pengorganisiran Kampus 150 menit
5. Pengelolaan Opini dan Gerakan Massa 150 menit
6. Aswaja Sebagai Manhaj al-Fikr 150 menit
7. Islam Sebagai Teologi Pembebasan 150 menit
8. Analisis Sosial 150 menit
9. Analisis Wacana 150 menit
10. Studi Advokasi Kebijakan dan Anggaran 150 menit
11. Rekayasa Sosial/Teknologi/Genetika 150 menit
Muatan Lokal
12. Studi Banding Keprofesian 240 menit
14. Konseling, General review dan RTL 150 menit
Total Waktu 2520 menit

134
D. PEDOMAN PELAKSANAAN
1. SESI I Pra-Kurikula
a. Tujuan
Peserta memahami tujuan PKD, mampu membaca posisi dan
fungsinya sebagai kader PMII serta tersusunnya aturan-aturan
yang harus dipatuhi oleh seluruh Unsur Pelaksana PKD.
b. Pokok Bahasan
(1) Analisis diri dan tugas
• Citra diri peserta
• Tugas dan tanggungjawab kader
(2) Pembacaan kewajiban peserta selama kegiatan berlangsung
sesuai dengan Ketentuan Umum PKD butir 5.
(3) Tujuan PKD
(4) Unsur Pelaksana PKD, materi-pemateri, pendekatan yang
digunakan dalam PKD
c. Metode:Intruksi dan semi-partisipatoris
d. Waktu: 180 menit
e. Peralatan
(1) Kertas ukuran folio/kwarto dan kertas ukuran 10 x 15 cm
secukupnya.
(2) Spidol besar dan spidol kecil secukupnya
(3) Papan tulis atau kertas plano
f. Pemandu:instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Analisis Diri dan Tugas
• Instruktur membuka sesi, menyampaikan maksud dan
tujuan sesi kemudian membagikan selembar kertas folio
kepada setiap peserta.
• Instruktur membagi peserta kedalam beberapa kelompok.
• Setiap peserta diminta untuk menggambar sosok kader
dalam bentuk simbol, misalnya gambar akar, rumah atau
air.
• Instruktur meminta setiap peserta untuk
mempresentasikan simbol yang dibikin di dalam
kelompoknya. Tugas kelompok adalah merangkum simbol-
simbol tersebut menjadi satu simbol utuh yang
menggambarkan profil diri seorang kader.
• Setiap kelompok menyampaikan hasil rangkumannya di
hadapan kelompok lain. Kelompok lain dipersilahkan
memberi pertanyaan atau komentar.
135
• Instruktur meminta beberapa peserta mengomentari
proses yang baru berlangsung. Kemudian instruktur
membuat kesimpulan mengenai posisi kader dalam sebuah
pergerakan dan kader yang dibutuhkan.

Catatan: teknik Pra Kurikula dapat menggunakan variasi lain


sepanjang relevan dengan tujuan sesi ini.

2. SESI II Paradigma PMII


a. Tujuan
Peserta memahami dan menginternalisasi cara pandang PMII
dalam melihat kenyataan atau medan gerak yang dihadapi. Lebih
jauh, peserta mulai didorong untuk mampu memposisikan diri
berada dalam sebuah medan gerak, menemukan fungsi dari posisi
tersebut untuk menjalankan missi pergerakan.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian Paradigma dan pilihan paradigmatik PMII
(2) Kenyataan masyarakat sebagai basis paradigma.
(3) Paradigma sebagai salah satu landasan strategi dan taktik
gerakan.
c. Metode
(1) Ceramah/ presentasi
(2) Dialog
(3) Diskusi kelompok
(4) Pleno diksusi kelompok
d. Waktu: 240 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar dan spidol kecil
(2) Kertas Plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
narasumber
oleh instruktur.
(2) Presentasi materi narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama narasumber 120 menit
(4) Diskusi bersama instruktur 60 menit
(5) Penyimpulan bersama dipimpin instruktur 30 menit
h. Ringkasan

136
Kenyataan global nyaris bukan lagi menjadi realitas yang ada di luar
diri kita. Melainkan kita, mau tidak mau, telah dan masih akan lagi menjadi
bagian dari kenyataan tersebut. Kenyataan saat ini ditandai oleh besarnya
daya tekan modal, lobby politik, issu-issu sosial dan budaya. Pada saat ini
kemiskinan tidak dapat lagi dijelaskan dari varibel kegagalan negara
semata. Mengapa? Setiap fenomena berjejalin dengan fenomena yang lain
dalam pola hubungan yang rumit. Demikian kurang lebih gambar kasar
dari titik berangkat paradigma PMII. Oleh sebab itu, kenyataan bukan
dihadapi dengan perlawanan karena kenyataan tidak mengikuti hukum
oposisi biner sebagaimana dalam teori-teori Hegelian-Marxian atau
intelektual modernis umumnya. Kenyataan hanya dapat dihadapi dengan
strategi yang disusun untuk jangka waktu panjang. Sehingga dalam sebuah
strategi, selain dibutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan loyalitas
terhadap organisasi, juga dibutuhkan kesabaran revolusioner. Sebuah
paradigma akan melahirkan gerakan yang bernas hanya ketika paradigma
tersebut sebangun dengan kenyataan dimana gerakan tersebut berada.

3. SESI III Strategi Pengembangan PMII


a. Tujuan
Peserta mampu memahami strategi pengembangan organisasi
PMII di lingkungan kampus dan di tengah masyarakat.
b. Pokok Bahasan
(1) Pemahaman lingkungan organisasi PMII.
(2) Strategi pengembangan PMII
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar/spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan

137
PMII merupakan organisasi Mahasiswa Islam. Status sebagai
mahasiswa (beragama) Islam mengandung energi intelektualitas dan
religiusitas yang sangat kuat. Dasar strategi pengembangan PMII dapat
dirumuskan dalam empat besaran: 1) mengelaborasi kekuatan
intelektualitas yang berbasis pada historisitas masyarakat Indonesia; 2)
penghayatan dan elaborasi keislaman dalam kenyataan masyarakat
Indonesia; 3) mengarahkan gerak dan seluruh kegiatan organisasi bagi
pengembangan kapasitas kader dan bagi kepentingan masyarakat
Indonesia, dan; 4) mengambil kepemimpinan atau berpartisipasi aktif
dalam aktifitas-aktifitas yang bersifat publik baik di level kampus (antar
mahasiswa) maupun masyarakat non kampus.

4. SESI IV Antropologi dan Pengorganisiran Kampus


a. Tujuan
Peserta mampu memahami kampus sebagai medan strategis yang
menjadi perebutan kelompok-kelompok politik. Setelah itu
peserta diharapkan mendapat ketrampilan teknis untuk
melakukan pengorganisiran kekuatan kampus.
b. Pokok Bahasan
(1) Ilmu bumi kampus
(2) Kampus sebagai institusi strategis saat ini dan masa depan.
(3) Kelompok-kelompok strategis dan berpengaruh di dalam
kampus.
(4) Strategi menggalang kekuatan di dalam kampus
(5) Prinsip-prinsip dan teknik melakukan pengorganisiran
kampus.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar/ spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu : Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit

138
h. Ringkasan
Di dalam kampus terdapat berbagai macam tipologi mahasiswa yang
memiliki karakter saling berbeda. Selain itu, kampus juga merupakan
arena kontestasi ideologi-politik dan merupakan arena strategis bagi
pengasahan berbagai potensi. Terdapat jargon student activist now, society
leader tomorrow. Kemampuan untuk mengorganisir dan mengambil
kepemimpinan di kampus sama artinya merebut modal besar bagi
kepemimpinan publik di masa yang akan datang. Prinsip dasar
pengorganisiran kampus adalah: 1) memahami kepentingan
pengorganisiran; 2) pengenalan medan, mengetahui ragam sub-kultur
mahasiswa dan aturan main birokrasi kampus; 3) menguasai ‘bahasa’
masing-masing sub-kultur mahasiswa dan program birokrasi kampus, dan
siap memanfa’atkannya, dan; 4) melakukan pendekatan dan penggalangan
kekuatan.

5. SESI V Pengelolaan Opini dan Gerakan Massa


a. Tujuan
Peserta memahami nilai strategis opini dan massa bagi misi
perjuangan PMII. Setelah itu peserta mendapat ketrampilan
pengelolaan opini dan teknik mobilisasi massa sebagai bagian dari
strategi gerakan PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Pola hubungan antara opini serta isu dengan sikap dan
perilaku massa.
(2) Menempatkan missi dan target pergerakan di dalam opini dan
mobilisasi massa.
(3) Strategi dan teknik mengelola opini dan penyebarannya ke
massa.
(4) Strategi dan teknik menggalang massa dan menggerakkannya
untuk sebuah misi pergerakan.
c. Metode
(1) Ceramah dan dialog
(2) Studi kasus
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar/ spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan

139
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Sebuah contoh kasus, hampir seluruh masyarakat Indonesia
mengatakan Gus Dur bersalah dalam Buloggate dan Bruneigate ketika
media massa menyudutkan Gus Dur dalam berita. Dalam gerakan,
keberhasilan menguasai opini massa adalah pintu pertama keberhasilan
perjuangan. Menurut ilmu psikologi sosial, karakter massa adalah
mengikuti suara dominan yang terkesan kuat. Dominan bukan dalam arti
banyak secara jumlah, melainkan karena tingginya intensitas kemunculan
opini. Pengelolaan opini massa bagi PMII merupakan sebuah jalan untuk
mencapai missi pergerakan. Sehingga setiap agenda perjuangan harus
selalu diperjelas sebelum melakukan penyebaran opini atau mobilisasi
massa.

6. SESI VI Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah Sebagai Manhaj al-Fikr


a. Tujuan
Peserta memahami sejarah munculnya ASWAJA dan menempatkan
ASWAJA sebagai metodologi berpikir untuk memahami ajaran Islam.
Dengan materi ini peserta diharapkan memiliki pengetahuan dalam
mendefinisikan pola keberagamaan yang dipraktikkan PMII dan
mengembangkannya dalam merumuskan keberagamaan dalam
masyarakat luas.
b. Pokok Bahasan
(1) Latar belakang sosio-politik dan sosio-kultural kemunculan
Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah.
(2) Latar belakang sosio-politik kekhalifahan Islam dalam proses
pelembagaan madzhab.
(3) Ringkasan Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai doktrin.
(4) Ahlu al-Sunnah Wa al-Jama’ah sebagai Manhaj al-Fikr.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas Plano
(3) Makalah

140
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Secara konvensional, Aswaja dinisbatkan pada produk-produk hukum
fiqh, pengalaman dan pemikiran tasawuf dan teologi. Pada masa sekarang
pemahaman Aswaja semacam itu dinilai kurang relevan. Lebih relevan
untuk mengkaji metode yang dipergunakan para Ulama salaf dalam
merumuskan hukum fiqh atau pemikirannya. Sehingga bukan lagi
kodifikasi produk pemikiran, aswaja menjadi sebuah metode (manhaj).
Bagaimanapun para ‘Ulama salaf yang menjadi rujukan Aswaja
konvensional juga hidup dalam setting sosio-politik tertentu di era
kekhalifahan Islam, sebagaimana misal Hasan Al-Bashri, salah satu tokoh
penting dalam rujukan Aswaja. Bahkan seluruh ‘Ulama fiqh dari empat
madzhab wafat akibat konflik politik. Mempelajari latar belakang dan
konteks sosio-politik tersebut sangat membantu dalam memahami Aswaja
sebagai metode berpikir.

7. SESI VII Islam sebagai Teologi Pembebasan


a. Tujuan
Peserta memahami hakikat Islam sebagai pembebas dari segala
jenis pemberhalaan dunia. Dengan pemahaman tersebut, peserta
nantinya diharapkan mampu menempatkan diri sebagai kader
atau manusia bebas yang hanya tunduk dan takut kepada-Nya,
tanpa meninggalkan urusan dunia sebagai kenyataan/ medan
gerakan yang harus dihadapi.
b. Pokok Bahasan
(1) Islam sebagai teologi pembebasan, menelaah sari pemikiran
Hassan Hanafi dan Asghar Ali Engineer.
(2) Prinsip dan implementasi prinsip amar ma’ruf nahy munkar
dalam konteks pribadi dan konteks gerakan.
(3) Prinsip dan implementasi prinsip Tauhid dalam konteks
pribadi dan konteks gerakan.
(4) Menempatkan teologi sebagai kekuatan batin perjuangan
dalam sebuah kenyataan empiris.

141
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar/spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Islam hakikatnya adalah pembebas, agama yang membawa
keselamatan bagi umat manusia. Bahkan sebelum dikenal terminologi
baru ‘teologi pembebasan’, secara hakiki Islam merupakan teologi
pembabasan. Dalam perkenalan dengan terminologi baru tersebut,
pengaruh teologi Katolik Amerika Latin sangat berpengaruh. Di kalangan
Islam peran Hassan Hanafi dan Asghar Ali Engineer sangat penting. Asghar
misalnya membawa pemahaman historis bahwa Muhammad SAW
sesungguhnya membawa missi berpihak kepada kaum proletar.
Sementara Hassan Hanafi, diantaranya, mengajak umat Islam untuk
melawan imperialisme. Bagi PMII, Islam sebagai Teologi Pembebasan
difahami dari Tauhid. Lafadz laa ilaaha illa Allah merupakan dasar
pertama pembebasan. Dengan berpangkal pada Tauhid, maka tidak ada
keterikatan mutlak antara manusia dengan sesuatu yang bukan Dia, baik
itu jabatan (posisi) atau benda-benda duniawi. Islam sebagai Teologi
Pembebasan memiliki tiga makna, 1) pembebas diri manusia dari
belenggu kekhawatiran, ketakutan dan kesedihan yang muncul karena
urusan duniawi. 2) Pembebas diri manusia dari belenggu dan keterikatan
duniawi tanpa berarti meninggalkan kenyataan dan urusan duniawi, dan
3) pembebas umat manusia dari cengekeraman dan penindasan yang
dilakukan oleh sesama makhluk Tuhan.

8. SESI VIII Analisis Sosial


a. Tujuan
Peserta memiliki perangkat konseptual untuk memahami
kenyataan masyarakat di tingkat lokal, nasional dan global. Lebih

142
dari itu peserta diharapkan mampu memahami karakter dan pola
sosial dalam kenyataan masyarakat sebagai pengetahuan dasar
bagi mungkinnya sebuah gerakan.
b. Pokok Bahasan
(1) Kenyataan sosial sebagai medan gerakan PMII
(2) Prinsip-prinsip dan model analisis sosial.
(3) Membaca kenyataan sosial sebagai medan gerakan PMII
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur.
(2) Presentasi materi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Analisis sosial merupakan upaya untuk memahami kenyataan
masyarakat. Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis sosial. 1)
Pendekatan konservatif, dalam pendekatan ini kenyataan ditandai oleh
sifat manusia dan hukum alam. Dalam membaca masalah pendekatan ini
cenderung menyalahkan manusia. 2) Pendekatan liberal yang melihat
kenyataan sebagai proses linear yang selalu mengarah pada kemajuan.
Sehingga setiap masalah dipandang sebagai kegagalan
individu/masyarakat dalam mengakses fasilitas hasil kemajuan. 3)
Pendekatan konflik yang melihat bahwa kenyataan ditandai oleh
pertentangan kelas. Pendekatan ini melihat bahwa masalah timbul karena
adanya penindasan struktural. Pendekatan ini cenderung
merekomendasikan langkah perlawanan frontal, sebagaimana sifat
teoritik Marxian. Pendekatan 4) ialah pendekatan relasional. Pendekatan
ini memandang kenyataan sebagai jejalin dari berbagai variabel. Dalam
menganalisis masalah pendekatan ini memandang secara holistik berbagai
keterkaitan antar variabel. Sebagai misal mentalitas sosial dan individu
tidak dapat dilepas dari proses kesejarahan yang lebih luas, baik dalam
skala ruang maupun waktu. Sehingga dalam penentuan gerakan,

143
pendekatan relasional lebih dahulu menetapkan strategi bagi sebuah
keberhasilan jangka panjang.

9. SESI IX Analisis Wacana


a. Tujuan
Peserta memahami fungsi strategis wacana bagi missi pergerakan.
Tujuan selanjutnya peserta diharapkan mampu menempatkan
wacana sebagai bagian dari strategi dan taktik gerakan.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian teoritik dan konseptual wacana.
(2) Prinsip dan metode analisis wacana.
(3) Menganalisis kepentingan di balik wacana.
(4) Wacana sebagai alat bagi missi pergerakan.
c. Metode: Ceramah, dialog dan eksperimen.
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu : Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi dan praktik bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Setiap wacana mengandung pendapat dan pesan. Lebih dari itu,
setiap wacana juga mencerminkan logika berpikir serta sistem
pengetahuan, sebagai misal wacana demokrasi. Dalam wacana
demokrasi terkandung semangat liberalisme dan pesan-pesan
liberalisme yang bersifat khas Amerika atau Eropa. Setiap wacana
menyembunyikan kepentingan, sehingga wacana tidak dapat
dihadapi sebagai sebuah teks suci yang bernilai mulia secara
intrinsik. Selain itu, sebuah wacana dapat dimainkan untuk
memberikan tekanan politik, ekonomi atau militer. Sebagai misal
adalah demokrasi dan terrorisme yang digunakan oleh AS untuk
menekan Afganistan serta Indonesia. Di Indonesia wacana
modernisme pernah meminggirkan masyarakat yang dianggap
bukan modern seperti NU.

144
10. SESI X Studi Advokasi Kebijakan dan Anggaran
a. Tujuan
Peserta memahami proses penyusunan kebijakan dan anggaran,
ragam kebijakan, besaran alokasi anggaran program-program
pemerintah. Selanjutnya peserta diharapkan mampu mengambil
posisi terhadap kebijakan-kebijakan dan anggaran pemerintah.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian advokasi kebijakan dan anggaran
(2) Proses serta mekanisme penyusunan kebijakan dan anggaran.
(3) Ragam kebijakan dan besaran alokasi anggaran program
pemerintah.
(4) Advokasi kebijakan dan anggaran sebagai salah satu bentuk
strategi pergerakan.
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan
Setiap tahun pemerintah selalu menyusun anggaran
pembangunan. Anggaran tersebut pada dasarnya dialokasikan
untuk kepentingan masyarakat. Sayangnya, masyarakat sendiri
sedikit yang mengerti alokasi anggaran pembangunan sehingga
tidak mampu mengakses anggaran pembangunan. Setiap
anggaran dapat diturunkan melalui pengajuan proposal program.
Selain berkepentingan dengan pengawasan, PMII juga
berkepentingan untuk mengetahu besaran dan alokasi anggaran
pemerintah.

145
11. SESI XI Rekayasa Sosial
a. Tujuan
Peserta memiliki pandangan holistik dalam proses rekayasa
sosial. Selanjutnya peserta memahami prinsip-prinsip dasar dan
alternatif rekayasa sosial.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian rekayasa sosial dan perubahan sosial
(2) Pengalaman rekayasa sosial di Indonesia
(3) Prinsip-prinsip teoritik rekayasa sosial
c. Metode: Ceramah dan dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar/spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Makalah
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi materi dan memperkenalkan 5 menit
Narasumber
oleh Instruktur
(2) Presentasi materi Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin Instruktur 30 menit
h. Ringkasan (Contoh, Rekayasa Sosial)
Rekayasa sosial merupakan perubahan sosial yang disengaja. Di
Indonesia rekayasa sosial dilakukan bersama dengan agenda
pembangunan ekonomi. Ketika itu ujung tombak teoritiknya
adalah teori modernisasi. Dalam teori tersebut diasumsikan
bahwa masyarakat berkembang secara linear dari tahap primitif,
tradisional, modern dan pada akhirnya masyarakat industri. Di
samping pandangan linear, dalam konsep rekayasa dan
perubahan sosial terdapat pula pandangan multilinear dan siklus.
Dalam pandangan siklus, masyarakat berkembang melalui tahap-
tahap formasi (tumbuh), jaya, dan merosot. Setiap masyarakat
atau bangsa tidak akan pernah mengalami kemerosotan atau
kejayaan selamanya. Tantangannya adalah apa yang dipersiapkan
untuk menunda kemerosotan atau merebut kejayaan. Dalam
sejarah, tahap-tahap tersebut seringkali memakan waktu puluhan
hingga ratusan tahun.

146
Catatan: Materi ini dapat disesuaikan dengan asal jurusan atau
fakultas mayoritas peserta. Ada opsi yang lain seperti rekayasa
teknologi atau rekayasa genetika.

12. SESI XII Studi Banding Keprofesian


a. Tujuan
Peserta mengetahui secara langsung sistem dan cara kerja dalam
dunia profesional. Selanjutnya diharapkan peserta akan lebih
terpacu untuk menempa diri dalam keahlian khusus bagi
kepentingan gerakan dalam jangka panjang.
b. Pokok Bahasan
(1) Sistem kerja dari obyek profesi yang dikunjungi.
(2) Keahlian-keahlian khusus yang dibutuhkan dalam obyek
profesi yang dikunjungi.
(3) Posisi dan fungsi strategis obyek profesi yang dikunjungi
dalam kenyataan kontemporer.
(4) Dunia profesional sebagai jalan bagi missi pergerakan PMII.
c. Metode: Kunjungan lapangan dan diskusi.
d. Waktu: 240 menit
e. Peralatan :
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah studi kasus (sesuai dengan obyek profesi yang
dikunjungi)
f. Pemandu: Instruktur dan Pemandu ahli
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi Sesi dan memperkenalkan 10 menit
Pemandu Ahli
oleh Instruktur
(2) Studi banding 150 menit
(3) Diskusi bersama Pemandu Ahli 60 menit
(4) Penyimpulan bersama dipimpin oleh 20 menit
Instruktur
h. Ringkasan (Contoh: Redaksi Media Massa)
Dunia media memiliki sistem kerja yang khas. Media massa
merupakan dunia industri yang mengelola opini dan berita (fakta)
untuk disampaikan kepada publik. Kepentingan bisnis dan
idealisme menyampaikan fakta kepada masyarakat bercampur
menjadi satu. Kader PMII penting melihat secara lebih dekat dunia
(bisnis) media sehingga mengetahui seluk beluk nyata dunia

147
tersebut. Bagi peminat jurnalistik, manfa’at kegiatan ini sangat
besar. Selain itu bagi organisasi materi ini merupakan media
untuk mengetahui aturan main dunia media, sehingga PMII dapat
mengatur langkah untuk membangun hubungan strategis.

13. SESI XIIIGeneral review, RTL, dan Konseling


a. Tujuan
Meninjau ulang keseluruhan materi yang telah disampaikan
dalam PKD dan mengamati pemahaman peserta terhadap materi
secara umum, serta merancang kegiatan-kegiatan tindak lanjut
(follow up) yang bersifat small group, large group, maupun
individual.
b. Pokok Bahasan
(1) Memadukan kesimpulan-kesimpulan bersama yang telah
disusun di setiap akhir sesi.
(2) Pemahaman peserta terhadap materi-materi PKD secara
umum.
(3) Merancang kegiatan tindak lanjut (Follow up).
c. Metode: Partisipatoris dan Instruksional
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar dan spidol kecil
(2) Kertas plano
(3) Lembar penilaian untuk masing-masing peserta (terlampir)
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Instruktur membuka acara kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan sesiGeneral review dan RTL.
(2) Instruktur membuka kesempatan bagi peserta untuk
menyampaikan pemahamannya secara umum terhadap
materi-materi yang telah disampaikan.
(3) Instruktur mengingatkan kesimpulan-kesimpulan yang telah
diambil bersama di setiap akhir sesi. Selanjutnya
Instrukturmemaparkan keterkaitan antar materi dan
kesimpulan umum dari keseluruhan materi.
(4) Instruktur memberikan catatan-catatan, pelurusan dan
merangkum pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab
atau oleh peserta dinilai masih belum jelas.

148
(5) Instruktur membagikan lembar penilaian pemahaman kepada
setiap peserta, selanjutnya setelah semua diisi, lembar isian
segera diolah oleh tim yang telah ditunjuk.
(6) Instruktur memimpin acara untuk membahas Rencana
Tindak Lanjut (RTL) bagi small group atau large group.
(7) Instruktur memberikan instruksi ke masing-masing peserta
mengenai tugas individual apa yang harus dikerjakan pasca
PKD pada saat program konseling. Contoh: setiap kader harus
dapat merekrut minimal 5 orang mahasiswa/i untuk dapat
menjadi peserta MAPABA atau ditarget untuk menguasai
organisasi intra kampus setingkat Himaju, BEM Fakultas, atau
UKM.
Sertifikat kelulusan PKD hanya dapat diberikan oleh Panitia
Pelaksana PKD jika tugas individual tersebut sudah
terlaksana.
(8) Instruktur menutup sesi.

Catatan: Apabila jeda waktu antara sesi ini dan sesi berikutnya
tidak cukup panjang, lembar penilaian dapat dibagikan di awal
sesi. Setelah semua diisi diserahkan kepada tim yang telah
ditunjuk untuk mengolah hasil isian lembar penilaian tersebut.

14. SESI XIV Evaluasi


a. Tujuan
Seluruh unsur pelaksana PKD mengetahui kekurangan dan
kelebihan dari penyelenggaraan PKD serta menjaring masukan
bagi penyelenggaraan acara serupa di masa yang akan datang.
Kegiatan ini dilakukan tanpa pelibatan peserta.
b. Pokok Bahasan
(1) Kritik dan otokritik antar unsur pelaksana PKD.
(2) Menginventarisir kekurangan dan kelebihan dari acara PKD
yang telah diselenggarakan.
(3) Merumuskan langkah-langkah perbaikan bagi acara serupa di
masa yang akan datang.
(4) Menyampaikan hasil olahan lembar penilaian sebagai salah
satu cermin kualitas pelaksanaan PKD.
c. Metode: Partisipatoris
d. Waktu: 90 menit
e. Peralatan
(1) Spidol besar

149
(2) Kertas plano
(3) Hasil olahan lembar penilaian
f. Pemandu : Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Instruktur mengundang seluruh unsur pelaksana PKD untuk
berkumpul bersama.
(2) Instruktur membuka sesi kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan dari diadakannya sesi Evaluasi.
(3) Instruktur membuka forum kritik otokritik dengan
mengambil perwakilan peserta dan unsur pelaksana PKD
secara proporsional.
(4) Instruktur mengarahkan forum untuk merumuskan langkah-
langkah antisipatif bagi acara serupa di masa yang akan
datang.
(5) Instruktur menyampaikan hasil pengolahan lembar penilaian
yang telah dibagikan di sesi sebelumnya, kemudian
memberikan paparan singkat dari hasil tersebut.

E. KADER MUJAHID
Setelah selesai mengikuti PKD, Anggota PMII secara resmi telah
menjadi KADER PMII dengan gelar KADER MUJAHID. Sebagai
seremoni perubahan status tersebut ditandai dengan penyerahan
stofmap berisi Sertifikat PKD serta badge bertuliskan MUJAHID.
Seremoni tersebut dapat diselenggarakan di sela-sela acara
penutupan atau dalam acara tersendiri.

F. Pembaiatan Peserta
1) Pengertian
Pembaiatan adalah acara pengambilan ikrar peserta PKD untuk
menjadi KADER MUJAHID dan bersetia dalam organisasi PMII.
Pembaiatan dilakukan setelah seluruh rangkaian acara dalam
kegiatan PKD usai dilaksanakan. Pelaksanaannya dilakukan di
antara sessi terakhir dan acara penutupan. Setalah dibaiat,
peserta PKD telah syah sebagai KADER MUJAHID PMII.
2) Tujuan
Tujuan Pembaiatan adalah meneguhkan, menegaskan dan
mengesahkan mahasiswa peserta PKD sebagai KADER MUJAHID
dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Dengan
dibaiat, seorang anggota diharapkan akan lebih merasa memiliki

150
keterikatan formal-spiritual yang kuat dengan PMII dan mampu
melaksanakan amanah organisasi.
3) Penyelenggara
Pembaiatan diselenggarakan oleh penyelenggara PKD dengan
disaksikan oleh jajaran Pengurus Harian Pengurus Koordinator
Cabang PMII dan alumni yang diundang.
4) Pembaiat
Pembaiat adalah Ketua Umum Pengurus Koordinator Cabang PMII
atau yang mewakili.
5) Perlengkapan Pembaitan
Perlengkapan wajib dalam Pembaiatan adalah:
a. Bendera Nasional dua buah
b. Bendera PMII dua buah
c. Lilin atau penerang non-elektrik
6) Petugas Pembaiatan
Petugas dalam acara Pembaiatan terdiri dari enam orang yaitu:
a. Empat orang yang bertugas memegang bendera
b. Satu orang yang bertugas memanggil peserta
c. Satu orang (atau lebih) yang bertugas mengkondisikan
peserta sebelum acara dimulai.
7) Seremoni Pembaiatan
Setting Ruang: suasana hening dan khidmat dengan hanya
diterangi cahaya lilin. Kecuali yang mempunyai tugas di luar,
seluruh unsur pelaksana PKD menempatkan diri dengan tertib
dan rapi di dalam ruangan. Seluruh peserta di kondisikan oleh
petugas di luar ruangan.
a. Peserta dipanggil satu per satu, menurut urutan abjad,
kemudian berdiri berjajar dalam formasi dua shaf.
b. Sepasang bendera Nasional dan bendera PMII diletakkan
di setiap ujung barisan peserta dengan posisi bendera
Indonesia di belakang, bendera PMII di depan.
c. Masing-masing tiang bendera dipegang oleh panitia,
peserta memegang ujung kain bendera.
d. Diawali dengan pembacaan kalam ilahi
e. Lalu Menyanyikan lagu Indonesia raya, mars dan Hymne
PMII
f. Semua peserta berbaris lalu di panggil satu persatu oleh
petugas MC untuk maju kedepan, lalu peserta tersebut
membubuhkan tanda tangan sebagai KADER MUJAHID
dikertas yang sudah disiapkan panitia, disertai dengan

151
pemberin sertifikat kelulusan PKD, lalu peserta mencium
bendera Merah putih, dan bendera PMII, lalu berbalik
ketempat semula
g. Penanggung jawab penyelenggara (Ketua Umum Cabang)
menyampaikan sambutan singkat yang bersifat untuk
menambah suasana khidmat.
h. Pembaiat memimpin acara, memberikan sambutan
singkat.
i. Pembaiat meminta seluruh peserta mengikuti ikrar yang
dibacakan oleh Pembaiat kemudian membaca Naskah
Bai’at (terlampir)
j. Pembaiat menyampaikan kata penutup secara singkat.
Lampu dinyalakan.
k. Peserta masih tetap berada pada posisi.
l. Seluruh unsur penyelenggara berdiri berjajar di samping
Pembaiat menyalami KADER MUJAHID PMII.

Catatan :
o Acara Pembaiatan dianjurkan dilakukan pada malam hari untuk
memperkuat suasana khidmat.
o Penyerahan Sertifikat untuk Instruktur, Moderator, Notulen dan
Petugas Forum dilaksanakan dalam acara penutupan

152
NASKAH BAI’AT KADER MUJAHID
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Rayon…..
Komisariat…..
Cabang……

Bismillaahirrahmaanirahiim,
Asyhadu alla Ilaaha Illa Allah, Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Radhiitubillahirabba, wabil islaamidiina, wabim muhammadinnabiyya wa
rasuula, wabil qur’aani imaama

Dengan memohon ridlo, rahmat, dan maghfiroh Allah SWT, saya berikrar:
Bahwa saya :
1) Menyerahkan diri menjadi KADER MUJAHID Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia.
2) Sebagai Kader Mujahid Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunah wal
Jama’ah, Nilai Dasar Pergerakan, Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, Nilai-nilai, Norma-norma, dan produk hukum
PMII lainnya, serta cinta tanah air dan bangsa
3) Sebagai Kader Mujahid Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
dalam menjalankan tugas dan kewajiban organisasi pantang
berputus asa, pantang menyerah, dan pantang meninggalkan
PMII dalam situasi dan kondisi apapun
4) Sebagai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia senantiasa
patuh dan taat kepada pimpinan organisasi; bahwa
ketidaksetiaan kepada pimpinan organisasi, adalah suatu
bentuk pengkhianatan kepada organisasi dan pasti akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT

Astaghfirullaah al adhiim, Astaghfirullah al adhiim, Astaghfirullaah al


adhiim
Khasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir
Laa haula walaa quwwata illa billah….

……….,……………………………………2014

153
G. FOLLOW UP PKD
1. Pengertian
Follow up atau tindak lanjut PKD adalah serangkaian kegiatan
yang diselenggarakan bagi/oleh Kader Baru PMII dalam durasi
waktu tertentu. Follow up dapat diselenggarakan oleh
Penyelenggara PKD dengan sasaran khusus Kader Baru atau
diselenggarakan oleh Kader Baru itu sendiri.
2. Tujuan
Follow up bertujuan untuk menjaga, memperdalam dan
mengembangkan pemahaman Kader Baru PMII atas materi-
materi PKD. Selain itu Follow up bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan khusus bagi Kader Baru.
3. Penyelenggara
Penyelenggaraan Follow up dikoordinasi oleh Bidang
Pengkaderan Komisariat atau Cabang bekerja sama dengan Korps
Kader Baru yang dibentuk dalam Sesi General review dan RTL
PKD.
4. Kegiatan Follow up Wajib
Diantara kegiatan Follow up PKD terdapat kegiatan yang sifatnya
wajib diselenggarakan dan diikuti oleh Kader Baru. Kegiatan
wajib tersebut dimaksudkan sebagai upaya pembekalan
ketrampilan dasar bagi Kader Baru. Kegiatan Follow up yang wajib
diselenggarakan untuk Kader Baru PMII adalah sebagai berikut:
a) Pelatihan Keinstrukturan (Training of Trainer/Instructors)
b) Pelatihan Kepemimpinan
c) Kursus Politik

Pelatihan Keinstrukturan harus menjadi pelatihan wajib melihat PMII


saat ini membutuhkan banyak sekali instruktur bagi materi-materi
pengkaderan. Selain itu, kemampuan instruktur juga merupakan bekal
penting bagi kader dalam berinteraksi dengan organisasi atau masyarakat
yang lebih luas.
Pelatihan Kepemimpinan menjadi follow up wajib dengan
pertimbangan bahwa secara massif kader PMII harus mulai memahami
posisi dirinya sebagai pemimpin. Pelatihan Kepemimpinandiarahkan untuk
melatih dan mengasah mental kepemimpinan kakder, sehingga mereka
siap berperan sebagai pemimpin baik formal maupun pemimpin informal.
Kursus Politik diarahkan untuk mengasah kepekaan naluri relasi sosial
kader di tengah masyarakat. Dalam status sebagai kader, seorang individu
harus mulai dapat melihat posisi dan fungsi dirinya baik di dalam

154
organisasi maupun di lingkungan yang lebih luas. Memahami diri sebagai
kader yang mengemban missi, yang bertanggung jawab terhadap keadaan
lingkungan dan dirinya merupakan salah satu dari tujuan kursus ini.
Berbagai kegiatan follow up yang lain dapat disimak di Bab 4 bagian
sebelumnya, tentang Pengkaderan Non Formal.
Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan melalui small group
ataupun pengembangan secara individual agar dapat lolos seleksi peserta
PKL (lihat pembahasan tentang PKL).

NO KLASIFIKASI MATERI
I BELAJAR KEORGANISASIAN Pelatihan Manajemen
Konflik
Pelatihan Manajemen
Organisasi
Pelatihan Kepemimpinan
II BELAJAR MENGORGANISIR Pelatihan Pemetaan Politik
KAMPUS Kampus
III BELAJAR PENGEMBANGAN Pelatihan Advokasi
PROFESI Pelatihan Analisis Sosial
Pelatihan Monitoring
Anggaran
Pelatihan Manajemen Aksi
Pelatihan Keistrukturan
Kursus Politik

155
PENDIDIKAN KADER LANJUT
(PKL)

A. KETENTUAN UMUM
1. Pengertian
Pelatihan Kader Lanjut adalah fase pengkaderan untuk membangun
dan memperkuat basis pengetahuan dan keterampilan yang akan
menopang pilihan gerak kader PMII untuk masa sekarang dan masa yang
akan datang. PKL merupakan fase ketiga dalam proses Pengkaderan
Formal PMII, diselenggarakan secepat-cepatnya sembilan bulan setelah
PKD.
2. Tujuan
Secara umum PKL bertujuan membentuk Kader Mujtahid yakni
kategori kader pelopor, pembaru, atau kreator.
Secara khusus, setelah mengikuti PKL kader diharapkan:
a. Mampu mengembangkan kualitas kepemimpinan pergerakan.
b. Mampu merancang strategi gerakan jangka pendek dan jangka
panjang bagi misi PMII.
c. Memiliki kematangan dalam pengetahuan, sikap, dan perilaku
organisasi.
d. Mampu mengidentifikasi ruang gerak dirinya saat ini dan masa
yang akan datang.
e. Berkembang sebagai subyek yang percaya pada kapasitas
individualitasnya sekaligus terikat pada pertaruhan kolektif.
3. Penyelenggara
PKL diselenggarakan oleh Pengurus Koordinator Cabang (PKC) atau
Pengurus Cabang, yang direkomendasikan oleh PKC dan mendapat
persetujuan Pengurus Besar (PB). Bagi Cabang yang belum ada PKC, harus
meminta rekomendasi dan persetujuan PB.Penyelenggara PKL melalui
Bidang Pengkaderan mengkoordinasi dan mengarahkan pelaksanaan PKL
secara umum. PKL dilaksanakan untuk ruang lngkup kaderisasi maksimal
se wilayah provinsi
4. Model Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam PKL adalah pendekatan doktrin
dan partisipatoris. Pendekatan ini menekankan kedisiplinan dan keaktifan
peserta untuk mengungkapkan pengalaman, pengetahuan dan
pendapatnya. Pendekatan partisipatoris dan doktrinasi dalam PKL
digunakan dengan tetap dalam koridor tujuan pengkaderan, tujuan PKL
dan tujuan per sesi.

156
5. Atribut keorganisasian
Atribut keorganisasian adalah seperangkat atribut keorganisasin
yang digunakan selama pelatihan berlangsung, yaitu ; Peci PMII, slempang,
Pin dan Jas PMII
6. Peserta
Peserta adalah kader PMII yang memenuhi syarat untuk mengikuti
PKL. Syarat yang harus terpenuhi adalah:
a) Telah mengikuti PKD, minimal satu tahun sebelum pelaksanaan
PKL. Dibuktikan dengan sertifikat asli PKD atau photo copy
sertifikat yang telah dilegalisir oleh Pengurus Cabang.
b) Dinilai teruji dalam Pengkaderan Informal dan dinilai aktif dalam
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh PMII, dibuktikan
dengan surat rekomendasi dari Ketua Komisariat (bila PKL
diselenggarakan PC) atau Ketua Umum Cabang (bila PKL
diselenggarakan oleh PKC);
c) Telah mengikuti proses Pengkaderan Non Formal pasca PKD,
ditunjukkan dengan photo copy sertifikat pelatihan/kursus.
d) Menyusun makalah sesuai dengan topik yang ditetapkan oleh
panitia PKL dan dapat dipresentasikan secara baik dihadapan
instruktur. Adapun spesifikasi teknis makalah sebagai berikut;
1) Makalah harus karya asli. Apabila bisa dibuktikan oleh panitia
makalah merupakan hasil plagiat maka keikutsertaan peserta
gugur secara otomatis;
2) Menggunakan minimal tujuh buku sebagai referensi makalah;
3) Dicetak di atas kertas ukuran A4 berorientasi portrait,
menggunakan font times new roman (size 12) atau calibri
(size 11), berjarak 1,5 spasi, dan minimal 7.000 karakter atau
2.000 kata.
e) Mempunyai situs digital berupa web atau blog pribadi;
f) Mempunyai minimal tiga karya tulis berupa artikel, opini, atau
resensi buku yang pernah dipublikasi oleh media cetak atau
elektronik. Karya tulis tersebut dibuktikan dengan photo copy
kliping karya tulis;
g) Peserta membuat surat pernyataan tertulis untuk bersedia
mengikuti seluruh peraturan PKL, antara lain: a) Mengenakan
pakaian rapih, pakaian atas berupa kemeja dan pakaian bawah
celana panjang (L) atau rok panjang (P); b) Menggunakan jas
almamater PMII dan bagi peserta laki-laki wajib mengenakan peci
hitam selama kegiatan di dalam forum; c) Memakai sepatu selama
kegiatan di dalam forum; d) Tidak merokok selama kegiatan di
157
dalam forum; e) Tidak menggunakan telepon seluler selama
kegiatan di dalam forum; f) Wajib mengikuti sholat wajib
berjama’ah dan mujahadah; g) Wajib mengikuti olahraga pagi,
dan; h) Mengikuti seluruh sesi pemberian materi dan rangkaian
kegiatan lainnya.
7. Seleksi
a. Pengertian
Seleksi adalah tahap penyaringan (screening) calon peserta untuk
menjadi peserta PKL. Selain itu seleksi merupakan pengumpulan
informasi yang bermanfa’at bagi Instruktur untuk mengetahui
profil peserta PKL.
b. Tujuan
Tujuan seleksi adalah sebagai berikut:
(1) Memvalidasi dan menyaring calon peserta untuk menjadi
peserta PKL.
(2) Mengumpulkan bahan mentah bagi data base kader PMII.
(3) Sebagai informasi dini bagi instruktur mengenai profil kader
peserta PKL
c. Ketentuan Umum Seleksi
(1) Seleksi diselenggarakan paling lambat tujuh hari sebelum
PKL dilaksanakan.
(2) Penilaian dalam seleksi mengacu pada kelengkapan syarat
administratif, hasil wawancara, dan presentasi makalah.
(3) Proses seleksi dilakukan oleh tim khusus yang ditunjuk
atau diminta oleh penyelenggara melalui Bidang
Pengkaderan.
(4) Instruktur mendapatkan hasil seleksi selambat-lambatnya
lima hari sebelum pelaksanaan PKL.
d. Ruang Lingkup dan Metodologi Pelatihan
Selama pelatihan berlangsung, para anggota/kader akan di didik
oleh tim instruktur dengan empat hal ;
1. Mengembangkan pengetahuan
2. Menegakkan kedisiplinan,
3. Melakukan Mujahadah di malam hari dan
4. Olahraga di pagi hari
Secara detail akan diuraikan sebagai berikut ;
a. Pengetahuan yang akan disampaikan oleh narasumber dan
instruktur/fasilitator PKL terutama materi inti ke PMII an
akan dilakukan dengan cara doktrinasi, sehingga akan
memantapkan nilai dan ideology organisasi.
158
b. Selama kegiatan pelatihan berlangsung, peserta akan didik
dengan ketat dan disiplin, dengan menggunakan ketentuan
belajar sebagai berikut ;
c. System class, lengkap dengan semua peralatan belajar ; meja,
kursi dan alat pendukung lainnya
d. Sessi belajar akan dimulai dari jam 08.00-22.00 WIB, dan
selama belajar dilarang merokok, menggunakan baju kemeja,
sepatu, peci PMII/Hitam, slempang, Pin, Jas PMII,
perlengkapan alat tulis belajar dan tidak boleh meninggalkan
materi
e. Setiap malam akan dilakukan Mujahadah, yaitu bangun
disepertiga malam, lalu melaksanakan sholat-sholat sunnah,
wirid, baca qur’an dan nasihat agama yang akan dibimbing
oleh Kyai, tokoh agama atau alumni setempat dengan
mengunakan pakaian Muslim (baju Koko), sarung dan
membawa tasbih hingga sholat subuh berjamaah.
f. Setelah sholat suhub berjama’ah, peserta akan diwajibkan
melakukan olahraga, senam baris berbaris, yang akan
dipandu oleh instruktur olahraga, baik yang berasal dari
instruktur professional atau tentara setempat (Kodim,
Koramil) dengan menggunakan Pakaian baju kaos, celana
training dan sepatu olahraga.

8. Konseling
Diakhir sessi pengkaderan, tim instruktur akan memanggil para
peserta secara bertahap untuk dilakukan proses konseling. Proses
konseling ini akan dilakukan dalam bentuk dialog antara instruktur
dengan peserta, akan ditanyakan seputar ; bagaimana kesan dan
pesan menurut peserta mengenai pelatihan ini? Apa saja kelemahan
dan kelebihan pelatihan ini? Apa yang akan dilakukan oleh peserta
setelah mengikuti pelatihan ini (memberikan penugasan)?
9. Pembaitan Peserta
a) Pengertian
Pembaiatan adalah acara pengambilan ikrar peserta PKL untuk
menjadi KADER MUJTAHD bersetia dalam organisasi PMII.
Pembaiatan dilakukan setelah seluruh rangkaian acara dalam
kegiatan PKL usai dilaksanakan. Pelaksanaannya dilakukan di
antara sessi terakhir dan acara penutupan. Setalah dibaiat, peserta
PKL telah syah sebagai KADER MUJTAHID PMII.

159
b) Tujuan
Tujuan Pembaiatan adalah meneguhkan, menegaskan dan
mengesahkan mahasiswa peserta PKL sebagai KADER MUJTAHID
dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Dengan
dibaiat, seorang anggota diharapkan akan lebih merasa memiliki
keterikatan formal-spiritual yang kuat dengan PMII dan mampu
melaksanakan amanah organisasi.
c) Penyelenggara
Pembaiatan diselenggarakan oleh penyelenggara PKD dengan
disaksikan oleh jajaran Pengurus Harian Pengurus Koordinator
Cabang PMII dan alumni yang diundang.
d) Pembaiat
Pembaiat adalah Ketua Umum Pengurus Besar PMII atau yang
mewakili.
e) Perlengkapan Pembaitan
Perlengkapan wajib dalam Pembaiatan adalah:
1. Bendera Nasional dua buah
2. Bendera PMII dua buah
3. Lilin atau penerang non-elektrik
f) Petugas Pembaiatan
Petugas dalam acara Pembaiatan terdiri dari enam orang yaitu:
1. Empat orang yang bertugas memegang bendera
2. Satu orang yang bertugas memanggil peserta
3. Satu orang (atau lebih) yang bertugas mengkondisikan
peserta sebelum acara dimulai.
g) Seremoni Pembaiatan
Setting Ruang: suasana hening dan khidmat dengan hanya
diterangi cahaya lilin. Kecuali yang mempunyai tugas di luar,
seluruh unsur pelaksana PKL menempatkan diri dengan
tertib dan rapi di dalam ruangan. Seluruh peserta di
kondisikan oleh petugas di luar ruangan.
1. Peserta dipanggil satu per satu, menurut urutan abjad,
kemudian berdiri berjajar dalam formasi dua shaf.
2. Sepasang bendera Nasional dan bendera PMII
diletakkan di setiap ujung barisan peserta dengan posisi
bendera Indonesia di belakang, bendera PMII di depan.
3. Masing-masing tiang bendera dipegang oleh panitia,
peserta memegang ujung kain bendera.
4. Diawali dengan pembacaan kalam ilahi
160
5. Lalu Menyanyikan lagu Indonesia raya, mars dan Hymne
PMII
6. Semua peserta berbaris lalu di panggil satu persatu oleh
petugas MC untuk maju kedepan, lalu peserta tersebut
membubuhkan tanda tangan sebagai KADER MUJTAHID
dikertas yang sudah disiapkan panitia, disertai dengan
pemberin sertifikat kelulusan PKL, lalu peserta
mencium bendera Merah putih, dan bendera PMII, lalu
berbalik ketempat semula
7. Penanggung jawab penyelenggara (Ketua Umum
Cabang/ Ketua Umum PKC) menyampaikan sambutan
singkat yang bersifat untuk menambah suasana
khidmat.
8. Pembaiat memimpin acara, memberikan sambutan
singkat.
9. Pembaiat meminta seluruh peserta mengikuti ikrar
yang dibacakan oleh Pembaiat kemudian membaca
Naskah Bai’at (terlampir)
10. Pembaiat menyampaikan kata penutup secara singkat.
Lampu dinyalakan.
11. Peserta masih tetap berada pada posisi.
12. Seluruh unsur penyelenggara berdiri berjajar di
samping Pembaiat menyalami KADER MUJTAHID PMII.

161
NASKAH BAI’AT KADER MUJTAHID
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Cabang……
PKC….

Bismillaahirrahmaanirahiim,
Asyhadu alla Ilaaha Illa Allah, Wa Asyhadu anna Muhammadarrasulullah
Radhiitubillahirabba, wabil islaamidiina, wabim muhammadinnabiyya wa
rasuula, wabil qur’aani imaama

Dengan memohon ridlo, rahmat, dan maghfiroh Allah SWT, saya berikrar :
Bahwa saya :
1) Menyerahkan diri menjadi KADER MUJTAHID Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia.
2) Sebagai KADER MUJTAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
senantiasa berpegang teguh pada ajaran Islam Ahlussunah wal
Jama’ah, Nilai Dasar Pergerakan, Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, Nilai-nilai, Norma-norma, dan produk hukum PMII
lainnya, serta cinta tanah air dan bangsa
3) Sebagai KADER MUJTAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
dalam menjalankan tugas dan kewajiban organisasi pantang
berputus asa, pantang menyerah, dan pantang meninggalkan PMII
dalam situasi dan kondisi apapun
4) Sebagai KADER MUJTAHID Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
senantiasa patuh dan taat kepada pimpinan organisasi; bahwa
ketidaksetiaan kepada pimpinan organisasi, adalah suatu bentuk
pengkhianatan kepada organisasi dan pasti akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT

Astaghfirullaah al adhiim, Astaghfirullah al adhiim, Astaghfirullaah al


adhiim
Khasbunallah wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir
Laa haula walaa quwwata illa billah….

……….,……………………………………2014

162
B. UNSUR PELAKSANA PKL
Unsur Pelaksana PKL adalah tim atau orang yang terlibat secara
langsung dalam pelaksanaan PKL. Unsur Pelaksana PKL tertera di
bawah ini:
1. Panitia
Panitia adalah tim yang dibentuk oleh penyelenggara untuk
melaksanakan Pelatihan Kader Lanjut yang disahkan melalui SK
Kepanitiaan PKL dengan persetujuan PB. Susunan pokok panitia PKL
terdiri atas Steering Committee (SC) berjumlah minimal tiga orang
yang telah mengikuti PKL dan Organizing Committee (OC). Secara
detail susunan kepanitiaan PKL dibentuk menurut kebutuhan
pelaksanaan PKL. Tugas Panitia PKL adalah:
a. Mematangkan konsep dan teknis pelaksanaan PKL.
b. Bersama penyelenggara menetapkan Narasumber, Instruktur,
Notulen, Petugas Forum beserta cadangan-cadangannya.
c. Mempersiapkan sertifikat untuk Peserta, Narasumber, Instruktur
dan Notulen.
d. Menggalang kebutuhan dan perlengkapan PKL.
e. Mendata dan mendokumentasikan identitas peserta PKL serta
mengkoordinasikannya dengan Bidang Pengkaderan Cabang/
Koordinator Cabang.
f. Menyusun laporan kegiatan dan mempertanggungjawabkannya
kepada PB.
2. Narasumber
Narasumber adalah orang yang ditunjuk untuk memberikan materi
tertentu sebagaimana diminta oleh Panitia PKL. Narasumber selain
harus menguasai materi yang ditentukan juga memahami tujuan
materi serta memahami tujuan diselenggarakannya PKL. Narasumber
adalah:
a) Kader PMII yang minimal telah mengikuti PKL dan TOT,
dipandang memiliki kemampuan dan minimal aktif di jajaran
Pengurus Koordinator Cabang.
b) Kader PMII yang telah paripurna (alumni) dan dipandang
memiliki kemampuan dengan bidang materi yang dimintakan.
c) Tokoh masyarakat, akademisi atau profesional yang dipandang
memiliki kemampuan dalam bidang materi yang dimintakan.
d) Narasumber bertugas memberikan materi dan menanggapi
pertanyaan-pertanyaan sesuai tujuan materi.

163
3. Instruktur
Instruktur adalah orang yang ditunjuk untuk memimpin dan
membimbing pelaksanaan sesi-sesi PKL. Instruktur PKL berjumlah
dua sampai tiga orangdan dapat bertugas secara bergantian. Tugas-
tugas Instruktur adalah:
a. Memberikan orientasi kepada peserta mengenai tujuan PKL,
materi-materi dan metode yang digunakan dalam PKL.
b. Memantau perkembangan forum secara utuh serta memberikan
pemecahan-pemecahan ketika forum mengalami stagnasi.
c. Menggali pengetahuan, pengalaman dan pendapat peserta dalam
setiap sesi PKL.
d. Menemani Narasumber dalam proses pemberian materi serta
memberikan komentar atau pertanyaan kritis untuk memancing
dan mengarahkan perhatian peserta.
e. Membangun konsentrasi peserta untuk tetap fokus pada materi
yang tengah dibahas.
f. Membuat kesimpulan-kesimpulan khusus di setiap sesi dan
kesimpulan umum yang merangkai keseluruhan materi dari
setiap sesi.
g. Memberikan orientasi lanjutan bagi peserta seusai mereka
mengikuti PKL.
h. Menegakan kedisiplinan untuk menjamin keberlangsungan
kegiatan sesuai dengan peraturan PKL
Kualifikasi Instruktur PKL: a) Pernah mengikuti dan dinyatakan
lulus dalam mengikuti Pendidikan Kader Lanjut (PKL); b) pernah
mengikuti training of facilitator (ToF) atau training of instructor (ToI) di
tingkat nasional; c) Pernah menjadi intruktur dalam PKD dan pelatihan
non-formal; d) minimal berkedudukan sebagai Pengurus Koordinator
Cabang.

4. Notulen
Notulen adalah orang yang ditunjuk untuk mencatat setiap diskusi
dan perbincangan yang terjadi dalam setiap sesi PKL. Notulen
berjumlah maksimal tiga orang dan dapat saling menggantikan dalam
bertugas. Tugas-tugas notulen adalah:
a. Notulensi berbasis soft file dan recording. Melakukan transkrip
recording.
b. Melayani kebutuhan Instruktur menyangkut catatan-catatan hasil
presentasi, diskusi dan brainstorming yang telah dilakukan.

164
c. Merapikan setiap notulensi sehingga mudah dibaca sebagai bahan
tertulis untuk melakukan evaluasi forum

5. Petugas Forum
Petugas Forum adalah bagian dari panitia yang secara khusus ditunjuk
untuk melayani kebutuhan forum dan Instruktur. Petugas Forum
berjumlah maksimal tiga orang dan dapat saling menggantikan dalam
menjalankan tugas. Tugas-tugas Petugas Forum adalah:
a. Mencatat presentasi, diskusi dan brainstorming yang dilakukan
dalam setiap sesi PKL.
b. Melayani kebutuhan Instruktur menyangkut catatan-catatan hasil
presentasi, diskusi dan brainstorming yang telah dilakukan.
c. Merapikan setiap notulensi sehingga mudah dibaca sebagai bahan
tertulis untuk melakukan evaluasi forum.

C. KURIKULUM PKL
Kurikulum PKL adalah sebagai berikut:
1. Prakurikula 180 menit
2. Membedah PMII Perspektif Ideologi 150 menit
3. Membedah PMII Perspektif Organisasi 150 menit
4. Membedah PMII Perspektif Strategi dan Gerakan 150 menit
5. Membedah PMII Perspektif Kepemimpinan 150 menit
6. Panel Materi Ke-PMII-an 180 menit
7. NU dan Peta Gerakan Islam 150 menit
8. Kritik Wacana Agama 150 menit
9. Panel Materi Keislaman 180 menit
10. Geopolitik, Geoekonomi dan Geostrategi 240 menit
11. Sejarah Masyarakat Indonesia 180 menit
12. Strategi Kebijakan Pembangunan Berbasis 150 menit
Maritim/agraris/industri
13. Panel materi Keindonesiaan 180 menit
14. Analisis Isu dan Media 180 menit
15. Teknik Lobby dan Membangun Jaringan 180 menit
16. Community Organizing 180 menit
17. Manajemen Aset Nasional dan Daerah 150 menit
18. Manajemen Komunikasi dan Informasi / Pengantar 150 menit
Ilmu Intelejen 180 menit
19. Konseling, General Review dan RTL 180 menit

Total Waktu 3390 menit

165
D. PEDOMAN PELAKSANAAN
1. SESI I PRA KURIKULA
a. Tujuan
Peserta memahami tujuan PKL, mampu membaca posisi dan
fungsinya dalam konteks strategi gerakan PMII serta tersusunnya
aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh seluruh Unsur Pelaksana
PKL.
b. Pokok Bahasan
(1) Analisis Diri
• Citra diri peserta
• Posisi dan fungsi Kader Pergerakan
(2) Pembacaan kewajiban peserta selama kegiatan
berlangsung
sesuai dengan Ketentuan Umum PKL butir 5.
(3) Tujuan PKL
(4) Unsur Pelaksana PKL, Mater-Pemateri, pendekatan yang
digunakan dalam PKL
c. Metode: Instruksi dan semi-partisipatoris
d. Waktu: 180 menit
e. Peralatan
(1) Kertas Kertas ukuran folio/kwarto dan kertas ukuran 10 x
15 cm
secukupnya.
(2) Spidol besar dan spidol kecil secukupnya
(3) Papan tulis atau kertas plano
f. Pemandu : Instruktur
g. Proses Kegiatan
(1) Analisis Diri dan Tugas
• Instruktur membuka sesi, menyampaikan maksud dan
tujuan sesi kemudian membagikan selembar kertas folio
kepada setiap peserta.
• Instruktur membagi peserta kedalam beberapa kelompok.
• Setiap peserta diminta untuk membuat kiasanposisi
seorang kader pergerakan dan fungsinya bagi masyarakat
dan organisasi. Kiasan berbentuk kata dengan panjang
maksimal tiga kata dan fungsi ditulis dalam kalimat pendek.
• Instruktur meminta setiap peserta untuk
mempresentasikan setiap kiasan yang telah disusun di
166
dalam kelompoknya. Tugas kelompok adalah merangkum
kiasan-kiasan tersebut menjadi satu kiasan atau maksimal
tiga kiasan yang menggambarkan posisi dan fungsi kader
pergerakan dalam masyarakat dan organisasi.
• Setiap kelompok menyampaikan hasil rangkumannya di
hadapan kelompok lain. Kelompok lain dipersilahkan
memberi pertanyaan atau komentar.
• Instruktur meminta beberapa peserta mengomentari
proses yang baru berlangsung. Kemudian Instruktur
membuat kesimpulan mengenai posisi dan fungsi kader
pergerakan dalam masyarakat dan organisasi.
Catatan: teknik Pra Kurikula dapat menggunakan variasi lain
sepanjang relevan dengan tujuan sesi ini.

2. SESI II Membedah PMII Perspektif Ideologi


a. Tujuan
Peserta mampu memposisikan dan melihat fungsi ideologi dalam
gerakan PMII. Selain itu peserta juga diharapkan mampu merumuskan
pengertian ideologi sebagaimana digunakan dan difahami oleh PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian-pengertian ideologi secara teoritik dan
konseptual
(2) Pengertian konsep ideologi sebagaimana istilah tersebut
biasa
digunakan.
(3) Pengertian dan bentuk transendensi, kritis, dialektika dan
transformasi dalam PMII.
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 10 menit
Narasumber oleh Instruktur
167
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 80 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
PMII tidak menggunakan ideologi secara verbal. Ideologi PMII
terdapat pada tujuan organisasi, karakter gerakan, sikap hidup
anggota/kader dan keberpihakan PMII terhadap kaum lemah.
Sehingga bagi PMII, idologi bukan idiom yang diletakkan sebagai
bagian dari perangkat norma organisasi. Bagi PMII, ideologi
merupakan sistem sikap dan penghayatan terhadap realitas sosial,
sehingga soal nama ideologi bukan merupakan hal penting. Kata
ideologi berasal dari bahasa Yunani idea (ide/gagasan) dan logos
(studi tentang, ilmu pengetahuan tentang). Dalam bahasa Inggris
disebut ideology. Dalam pandangan Karl Marx dan Engels, ideologi
mengacu kepada seperangkat keyakinan yang disajikan sebagai obyek,
padahal sebenarnya tidak lain hanya mencerminkan kondisi-kondisi
material masyarakat. Memahami ideologi PMII harus memahami
secara utuh gerakan PMII, NDP serta berbagai konsep seperti
transendensi, kritis dan dialektika.

3. SESI III Membedah PMII Perspektif Organisasi


a. Tujuan
Peserta mampu memahami pengertian organisasi secara
konseptual-teoritik, dan pengertian organisasi sebagaimana
dijalankan PMII. Selanjutnya kader diharapkan mampu
merekonstruksi konsep organisasi PMII dari kenyataan PMII.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian organisasi secara konseptual-teoritik.
(2) Pengertian organisasi sebagaimana dijalankan PMII.
(3) Sistem dan kultur organisasi PMII
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano

168
(3) Makalah
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 10 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 80 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
Organisasi semacam PMII merupakan perkembangan salah satu
bentuk perkumpulan modern yang dikenal di Indonesia sejak
awal abad ke-20. Secara kelembagaan, PMII menggunakan sistem
kelembagaan organisasi modern, ditandai adanya sistem
administrasi, pembagian tugas, hierarki otoritas dan mekanisme
pengambilan keputusan. Namun pada saat yang sama kehidupan
berorganisasi PMII menunjukkan watak paguyuban yang kental.
Berbagai aturan organisasi dapat dengan mudah dilompati oleh
proses-proses non organisasi. Banyak suara yang menginginkan
PMII menjadi organisasi profesional tanpa kehilangan watak
paguyubannya. Materi ini penting untuk menyampaikan bahwa
kita (anggota/kader) PMII sesungguhnya memiliki agenda besar
menemukan format ‘organisasi’ yang pas dengan sejarah dan
kenyataan masyarakat Indonesia. Apakah benar-benar organisasi
modern-profesional? Apakah organisasi komando? Organisasi
kekeluargaan yang serba longgar? Atau ada bentuk lain yang lebih
pas? Itu yang tengah dicari.

4. SESI IV Membedah PMII Perspektif Format dan Strategi


Pergerakan
a. Tujuan
Peserta mampu memahami secara utuh strategi pergerakan PMII
dalam jangka pendek dan jangka panjang.
b. Pokok Bahasan
(1) Detail penjelasan tujuan dan misi PMII.
(2) Strategi dan taktik pergerakan untuk mencapai misi
PMII.
(3) Perangkat pengetahuan dan ketrampilan kader yang
dibutuhkan dalam menjalankan strategi dan taktik
pergerakan.

169
c. Metode:
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 10 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 80 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
Pasal 4 AD/ART PMII menyebutkan Tujuan PMII adalah
Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah
SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia. PMII memandang bahwa Indonesia saat ini
belum merdeka 100%. Mencapai kemerdekaan semacam itu tidak
mudah dan butuh waktu panjang. Merdeka 100% sama artinya
dengan meraih puncak kejayaan. Dalam kenyataan dunia saat ini, PMII
tidak dapat menggunakan strategi tunggal, seperti misalnya melawan
globalisasi atau mengikuti arus globalisasi. Bagi PMII, gerakan hanya
akan dapat mampu leading apabila diimbangi oleh kader yang
mumpuni di lapangan, mampu survive dalam kenyataan mutakhir
serta mampu menginternalisir missi gerakan PMII. Atas dasar itu,
strategi harus ditimbang secara sangat serius. PMII menggunakan
multy level strategy, yang artinya tidak ada strategi tunggal yang dapat
digunakan untuk mencapai Indonesia merdeka 100%.

170
5. SESI V Membedah PMII Perspektif Kepemimpinan
a. Tujuan
Peserta memahami pengertian kepemimpinan secara utuh dan
kualitas kepemimpinan yang dibutuhkan oleh pergerakan dan
masyarakat.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian kepemimpinan dalam organisasi.
(2) Pengertian kepemimpinan dalam Islam.
(3) Kepemimpinan dalam organisasi PMII.
(4) Model kepemimpinan PMII yang menopang pencapaian
misi PMII
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Bermain peran (role play)
(4) Diskusi kelompok
(5) Diskusi bersama
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Alat-alat lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 10 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 80 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
“Student activist now, society leader tomorrow” demikian salah
satu jargon menyebut masa depan mahasiswa. Bagi PMII
kepemimpinan memprasyaratkan kepemilikan empat faktor: 1)
visi jangka panjang yang akan dituju, 2) setia terhadap
kepentingan kolektif, 3) keahlian memainkan strategi dan taktik,
3) mampu berkomunikasi secara egaliter dengan orang lain dan
4) berani mengambil keputusan beserta konsekuensinya.
Kepemimpinan sangat menentukan dalam setiap perkumpulan,

171
baik organisasi formal maupun informal. Bahkan dalam Islam,
setiap Individu pada hakikatnya adalah pemimpin bagi dirinya
sendiri. Indonesia memiliki sejarah kepemimpinan yang beraneka
ragam. Mulai dari kepemimipinan kharismatis Soekarno, otoriter
Soeharto atau gaya informal sebagaimana Gus Dur. Kader PMII
disodori dengan pertanyaan, kepemimpinan semacam apakah
yang pas bagi PMII? Bagaimana model kepemimpinan di PMII
selama ini?

6. SESI VI Panel Materi ke-PMII-an


a. Tujuan
Peserta mampu memahami secara utuh PMII dipandang dari
seluruh perspektif dan mampu merekonstruksi gerakan PMII baik
di tingkat pengetahuan maupun tingkat ketrampilan.
b. Pokok Bahasan
(1) Kesimpulan-kesimpulan bersama yang telah dibuat di
tiap materi
(2) Relasi kepemimpinan, organisasi, ideologi dan strategi-
taktik
pergerakan dengan misi PMII.
c. Metode
(1) Diskusi kelompok
(2) Diskusi panel
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur
(2) Diskusi kelompok
(3) Diskusi panel
(4) Penyimpulan bersama

7. SESI VII NU dan Peta Gerakan Islam


a. Tujuan
Peserta mampu melihat peta pemikiran dan gerakan Islam di
tingkat nasional dan internasional, mengetahui positioning NU

172
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu
memposisikan gerakan PMII dalam peta tersebut.
b. Pokok Bahasan
(2) Pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia dalam sejarah dan
masa sekarang
(3) Relasi pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia dengan
pemikiran dan gerakan Islam internasional
(4) Sejarah dan dinamika NU dilihat dari perspektif sebagai
organisasi sosial-keagamaan dan kultur politik
(5) Posisi gerakan PMII di antara gerakan Islam di Indonesia
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peta Indonesia dan dunia
(4) Makalah
(5) Alat-alat lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 10 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 80 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
Geliat gerakan Islam di Indonesia mulai terasa sejak awal abad 20,
ketika kaum Wahabi di Saudi Arabia mengadakan gerakan anti
bid’ah, hingga melahirkan gerakan Komite Hijaz dari kalangan
pesantren Indonesia. Sebelumnya gerakan pembaharuan telah
terorganisir bersama lahirnya Muhammadiyah (1912) yang
dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad Abduh dan Jamaluddin
al-Afghani. Saat ini varian-varian gerakan Islam telah berkembang
sangat pesat dan beragam. Sebagai misal pengaruh Hasan al-
Banna di Messir yang mendirikan Ikhwanul Muslimin (1928) dan
Hizbut Tahrir yang didirikan di Palestina tahun 1952 terasa
sangat besar di Indonesia 10 tahun terakhir. Masing-masing

173
memiliki agenda dan corak pemikiran tersendiri. Di sayap lain
juga berkembang pemikiran Islam liberal yang salah satunya
digawangi oleh JIL. Sementara PMII menegaskan diri sebagai
bagian dari generasi Islam Indonesia, yang menyadari titik beda
historis dan sosio kultural Islam Indonesia dari negeri-negeri asal
baik pemikiran liberal maupun fundamentalis.

8. SESI VIII Kritik Wacana Agama


a. Tujuan
Peserta diharapkan mampu memahami secara kritis, dialektika
antara teks dengan relasi kuasa dan mampu membongkar misi
atau kepentingan di balik (tafsir) teks.
b. Pokok Bahasan
(1) Hubungan dialektis antara teks-konteks dan relasi kuasa
(2) Kepentingan di balik tafsir atas teks
(3) Kritik wacana a la Muhammad ‘Abed al-Jabiri,
Muhammad
Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, dll.
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Alat-alat lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber
(3) Dialog bersama Narasumber
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh Instruktur
h. Ringkasan
Begitu turun ke bumi, firman Tuhan masuk dalam bahasa
manusia. Selanjutnya melalui proses panjang peradaban, tafsir
agamawan dan sejarah politik mengkonstruksi wacana agama.
Agama bercampur dengan tradisi, kebudayaan, kebiasaan dan
kepentingan. Studi Nasr Hamid Abu Zayd tentang kaum Quraisy,
studi Arqoun mengenai nalar Arab dan nalar Islam menunjukkan

174
pertautan antara agama-kepentingan-tradisi. Kritik Wacana
Agama memandang secara kritis setiap wacana agama yang
selama ini menjadi bagian yang sudah ‘terberi’ dalam sejarah.
Tujuan utamanya ialah memilah secara hati-hati antara unsur
manusia yang tersembunyi dalam sebuah wacana dari Firman
Tuhan. Sehingga agama dapat kembali ditempatkan dalam
kedudukannya yang mulia.

9. SESI IX Panel Materi Ke-Islam-an


a. Tujuan
Peserta mampu memahami secara utuh pemikiran, gerakan dan
wacana Keislaman dalam kenyataan masyarakat Indonesia saat
ini.
b. Pokok Bahasan
(1) Pemikiran, gerakan dan wacana Islam di Indonesia
(2) Wacana dan sistem keberagamaan Islam di Indonesia
masa Sekarang
(3) Posisi dan fungsi PMII dalam peta pemikiran, gerakan
dan
wacana ke-Islam-an di Indonesia
c. Metode
(1) Diskusi kelompok
(2) Diskusi panel
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 10 menit
(2) Diskusi kelompok 60 menit
(3) Diskusi panel 80 menit
(4) Penyimpulan bersama 30 menit

10. Geopolitik, Geoekonomi dan Geostrategi


a. Tujuan
Peserta mampu menangkap nilai strategis letak geografis
Indonesia dalam bidang politik dan ekonomi baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Peserta juga diharapkan memiliki

175
pegangan untuk membaca peristiwa-peristiwa politik dan
ekonomi internasional serta nasional yang menuntut pensikapan
organisasi PMII. Peserta diharapkan mampu untuk mulai
mengatur dan mengasah diri sebagai kader pergerakan dalam
kenyataan geopolitik, geoekonomi dan geostrategis di berbagai
level.
b. Pokok Bahasan
(1) Tahap-tahap perkembangan Sistem Dunia (world system)
(2) Teori dependensia dan interdependensia
(3) Posisi Indonesia secara geopolitik, geoekonomi dan
geostrategi selama Perang Dingin dan Era Neoliberal
(4) Misi gerakan dalam kenyataan geopolitik dan geoekonomi
kontemporer
(5) Kualitas-kualitas kader pergerakan yang dibutuhkan dalam
kenyataan geopolitik dan geoekonomi
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 240 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peta dunia dan peta Indonesia
(4) Makalah
(5) Alat-alat lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 5 menit
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 175 menit
(4) Penyimpulan bersama 30 menit
h. Ringkasan
Di mata dunia internasional, khususnya blok kapitalis-liberal,
Indonesia pernah menempati posisi geopolitik penting sepanjang
Perang Dingin. Indonesia ketika itu penting sebagai bumper bagi
blok tersebut untuk menahan ekspansi sosialis-komunis. Posisi
geografi Indonesia, yang terletak di persimpangan samudera dan
benua, menaikkan nilai politik Indonesia di kawasan Asia
Tenggara. Pasca runtuhnya Komunisme Sovyet, Perang Dingin

176
berakhir sehingga praktis peta dunia didominasi oleh blok
kapitalis-liberal. Dalam arena tunggal semacam itu, pertarungan
besar bukan lagi terjadi dalam ranah politik-ideologi, melainkan
politik-ekonomi. Perebutan kandungan alam strategis (minyak,
emas, air, uranium dll) yang memiliki nilai ekonomi tinggi menjadi
peristiwa besar di samping permainan moneter. Perebutan
kandungan alam serta permainan moneter biasa membawa
implikasi politik, atau malah bersenjata politik. Sebagai misal ulah
Amerika di Irak dan Afghanistan, serta isu terrorisme yang juga
mengenai Indonesia. Indonesia belum mampu bangkit dari
posisinya yang lemah meskipun secara geografis posisi Indonesia
demikian strategis baik secara politik maupun ekonomi. Visi
geoekonomi belum tampak dalam kebijakan pemimpin kita,
hingga kita kalah sangat jauh dari Singapura yang mampu
memanfaatkan posisi geografisnya sebagai negara persinggahan
bisnis dunia di kawasan Asia Tenggara.

11. SESI XI : Sejarah Masyarakat Indonesia


a. Tujuan
Peserta mampu menangkap watak, nalar dan pola perilaku
masyarakat Indonesia. Selanjutnya peserta mampu memahami
karakteristik masyarakat dimana gerakan PMII berada. Terakhir
peserta diharapkan mampu menangkap energi gerak dan
perubahan dari kenyataan sejarah masyarakat Indonesia.
b. Pokok Bahasan
(1) Warisan Nusantara-Kerajaan dalam nalar, watak dan
pola Perilakumasyarakat Indonesia
(2) Warisan kolonialisme dalam nalar, watak dan pola
perilaku masyarakat Indonesia.
(3) Watak, nalar dan perilaku masyarakat lokal (sesuai
sejarah lokal dimana PKL diselenggarakan)
(4) Pola gerakan-gerakan sosial di Indonesia dan dunia.
(5) Pengaruh kolonialisme dan masa Perang Dingin dalam
pembentukan logika dikotomik nalar gerakan sosial di
Indonesia.
(6) Ruang strategis gerakan PMII dalam kenyataan sejarah
masyarakat Indonesia
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog

177
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peta dunia dan peta Indonesia
(4) Makalah
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 5 menit
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber 120 menit
(4) Penyimpulan bersama 25 menit
h. Ringkasan
Sejarah masyarakat Indonesia akan didekati dari beberapa sudut
sekaligus. 1) Melihat posisi politik dan ekonomi
Nusantara/Indonesia di tengah perkembangan politik dan
ekonomi dunia. Pada masa Nusantara (pra-kolonial) kerajaan-
kerajaan di Nusantara relatif mampu menjadi ‘penguasa’ di
kawasan Asia Tenggara, meski kalah pamor dari negeri Tiongkok.
Peran ekonomi dan politik kerajaan-kerajaan Nusantara mulai
tersingkir begitu Portugis menguasai Malaka dan Spanyol
menguasai Maluku. 2) Melihat sejarah agama dan kebudayaan di
Nusantara. Pada masa Nusantara kita telah memiliki Hindu-Budha
serta kepercayaan asli Nusantara. Begitu Islam mulai tersebar,
ketiganya tersingkir. Namun massifnya pemeluk Islam bukan
berarti hilangnya ciri khas watak Hindu-Budha dalam sosio-
budaya Nusantara. Demikian pula kedatangan Kristen, tidak
menghilangkan watak tersebut. Masyarakat Indonesia
menyimpan lapis-lapis memori bawah sadar yang berperan
penting dalam bangunan mental dan watak sosialnya. 3) Melihat
efek kolonialisme terhadap bangunan sosio-kultural masyarakat
Indonesia. Menjadi bangsa terjajah selama 350 tahun bukanlah
waktu yang singkat. Selama itu perubahan mental masyarakat
sangat mungkin terjadi. Kita dapat membacanya sejak pasca 1945,
saat upaya membangun kemandirian bangsa oleh Soekarno selalu
dapat digagalkan oleh hasrat untuk mengikuti apa yang diminta
oleh pihak asing. Demikian sampai saat ini, masyarakat Indonesia
tampaknya lebih mudah terpikat oleh sesuatu yang berasal dari
luar. Dari tiga sudut di atas sebuah kenyataan historis akan

178
terbaca. Dan selanjutnya PMII dengan lega hati harus jujur bahwa
beginilah historisitas medan gerak PMII.

12. SESI XII : Strategi Kebijakan Pembangunan Berbasis Maritim


a. Tujuan
Dengan materi ini peserta diharapkan mampu menangkap
kekuatan dan potensi Indonesia sebagai negeri maritim yang
belum optimal dimanfaatkan. Lebih dari itu peserta diharapkan
akan memiliki perspektif dalam menata Indonesia sebagai negeri
maritim.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengalaman Nusantara sebagai negeri maritim.
(2) Pengalaman pembangunan negeri-negeri berbasis maritim.
(3) Kekuatan dan potensi negeri maritim
(4) Desain pembangunan berbasis maritim
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Diskusi bersama
d. Waktu: 150 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peta dunia dan peta Indonesia
(4) Makalah
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 5 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Ringkasan
Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan dan kepulauan
negerinya. Selama ini, secara mental laut masih dipandang sebagai
batas daratan (pulau), bukan sebagai penghubung pulau. Sehingga
nilai ekonomis yang dapat dikembangkan dari laut justru terabai.
Padahal dalam sejarah Nusantara, kejayaan negeri ini terbukti
ketika kerajaan-kerajaan maritim berdiri, seperti Mataram Hindu,

179
Samudera Pasai, Sriwijaya dan Majapahit. Sesungguhnya
Indonesia dapat memperkuat basis ekonominya dari perdagangan
antar pulau. Secara ekonomi masing-masing pulau di Indonesia
sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif, apa yang dimiliki
oleh Papua dapat dijual di Sulawesi, begitu sebaliknya. Apabila
sistem perdagangan antar pulau dapat berjalan sinambung, dalam
jangka panjang ekonomi Indonesia akan mampu berdiri secara
mandiri. Selain itu, perdagangan antar pulau dengan
memanfaatkan jalur laut sekaligus mengembalikan haluan
Indonesia kepada kodrat geografisnya yakni negeri maritim.

13. SESI XIII : Panel Materi Ke-Indonesia-an


a. Tujuan
Peserta diharapkan memiliki bacaan yang utuh mengenai
kenyataan masyarakat Indonesia sebagai medan gerak PMII.
Selanjutnya peserta diharapkan memiliki pengetahuan sebagai
salah satu bekal pengembangan potensi diri sebagai kader
pergerakan.
b. Pokok Bahasan
(1) Segi-segi dalam totalitas kenyataan masyarakat Indonesia
(2) Posisi dan fungsi gerakan PMII dalam kenyataan
masyarakat Indonesia
(3) Kualitas-kualitas kader yang dibutuhkan pergerakan
c. Metode
(1) Diskusi kelompok
(2) Diskusi panel
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Peta Indonesia dan peta dunia
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 10 menit
(2) Diskusi kelompok 60 menit
(3) Diskusi panel 80 menit
(4) Penyimpulan bersama 30 menit

180
14. SESI XIV : Analisis Isu dan Media
a. Tujuan
Peserta mampu menganalisis kepentingan dan isu dalam media.
Selanjutnya peserta diharapkan mampu menangkap nilai strategis
media sebagai ruang perebutan wacana publik.
b. Pokok Bahasan
(1) Konstruksi kepentingan dan isu dalam media.
(2) Teknik analisis media dan strategi pengemasan isu
(3) Nilai strategis media sebagai ruang gerakan
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Eksperimen teknik analisis
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 5 menit
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber/ 120 menit
eksperimen teknis analisis
(4) Penyimpulan bersama 25 menit
h. Ringkasan
Fakta yang diberitakan dalam media selalu berbeda maknanya
dari yang sesungguhnya berlangsung di lapangan. Setiap tampil di
dalam media, sebuah fakta selalu mengalami penyusutan atau
pertambahan makna. Kenyataan ini oleh sebagian kalangan
dimanfa’atkan sepenuhnya untuk mengkonstruksi citra, memoles
kepentingan dan menyampaikan pesan. Berbagai metode dapat
digunakan untuk mengetahui pesan dan kepentingan, diantaranya
analisis framing dan containt analysis.

181
15. SESI XV Teknik Lobby dan Membangun Jaringan
a. Tujuan
Peserta memiliki perspektif human relation dari yang bersifat
kenal-emosional semata menjadi hubungan strategis dalam
konteks pergerakan. Selanjutnya peserta mengetahui bagaimana
meletakkan agenda pergerakan dalam berjejaring.
b. Pokok Bahasan
(1) Nilai strategis jaringan sebagai perangkat gerakan
(2) Teknik lobby dan strategi berjejaring
(3) Menempatkan missi gerakan dalam lobby dan berjejaring
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
(3) Simulasi
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 5 menit
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber dan 120 menit
simulasi teknik lobby
(4) Penyimpulan bersama 25 menit
h. Rangkuman
Lobby dan jaringan merupakan proses meraih tujuan. Lobby
berarti pendekatan atau persuasi yang dilakukan dengan tujuan
tercapainya sebuah maksud atau kepentingan tertentu. Sementara
jaringan merupakan sebuah bentuk hubungan sosial yang
memiliki nilai transaksional. Setiap lobby dan membangun
jaringan dilakukan untuk mencapai empat sasaran, 1)
memperoleh bantuan dana, 2) mendapatkan informasi, akses dan
pengetahuan, 3) memperoleh fasilitas dan 4) mendapat dukungan
dan perlindungan. Dalam organisasi keempatnya sangat penting
untuk memperlancar aktivitas.

182
16. SESI XVICommunity Organizing
a. Tujuan
Peserta memahami nilai strategis pengorganisiran masyarakat
dalam konteks pergerakan. Selanjutnya peserta diharapkan
memiliki bekal pengetahuan teknis dalam melakukan
pengorganisasian masyarakat.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian Community Organizing
(2) Community Organizing sebagai bagian dari strategi dan
taktik pergerakan
(3) Strategi dan teknik Community Organizing.
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Diskusi
(3) Simulasi
d. Waktu: 180 menit
e. Pemandu: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi oleh Instruktur 5 menit
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Diskusi bersama Narasumber dan 120 menit
simulasi Community Organizing
(4) Penyimpulan bersama 25 menit
h. Ringkasan
Community Organizing atau pengorganisiran masyarakat ialah
proses memadukan potensi-potensi yang tersebar di tengah
masyarakat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sebelum
community organizing dilakukan, seorang organizer harus telah
memiliki pengetahuan mengenai ikatan yang akan dapat
menyatukan seluruh potensi. Issu bersama dapat menjadi ikatan,
namun harus segera dinilai apakah issu tersebut berpengaruh
terhadap tercapainya tujuan atau justru sebaliknya. Sehingga
seorang organizer juga harus faham seutuhnya dimensi ruang
terealisasinya tujuan serta waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai tujuan pengorganisiran.

183
17. SESI XVII Manajemen Aset Daerah
a. Tujuan
Peserta memahami teori dan konsep manajemen aset daerah.
Selanjutnya peserta diharapkan mampu memetakan aset-aset
daerah yang ada dan menempatkan diri sebagai monitor terhadap
pengelolaan aset daerah.
b. Pokok Bahasan
(1) Pengertian manajemen aset daerah.
(2) Pemetaan aset-aset daerah.
(3) Posisi dan peran PMII dalam mengawasi pengelolaan aset
daerah.
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Pendamping: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 5 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Rangkuman
Kekayaan daerah biasanya hanya diketahui oleh level tertentu di
kalangan Pemerintah Daerah. Sementara masyarakat luas warga
daerah tidak mengetahui seberapa banyak kekayaan yang mereka
miliki. Bagi PMII mengetahui kekayaan daerah termasuk
pengetahuan strategis bagi gerakan. Selain akan lebih
mempermudah monitoring kinerja pemerintah daerah, kader juga
dapat mengambil posisi tertentu terhadap aset daerah yang dapat
dijangkau.

184
18. SESI XVIIIManajemen Informasi dan Komunikasi / Pengantar
Ilmu Intelejen
a. Tujuan
Peserta memahami teori dan teknik pengelolaan informasi, cara
berkomunikasi, dan intelejen sebagai pengetahuan.
b. Pokok Bahasan
(1) Teknik pengumpulan data atau informasi
(2) Teknik mengolah informasi melalui evaluasi, analisis,
korelasi, penafsiran, dan penggunaan
(3) Model-model komunikasi publik atau massa
(4) Teknik dasar melakukan propaganda
(5) Intelejen sebagai pengetahuan
c. Metode
(1) Ceramah
(2) Dialog
d. Waktu: 150 menit
e. Pendamping: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
(3) Makalah
(4) Peralatan lain yang relevan
g. Proses Kegiatan
(1) Orientasi sesi dan pengenalan 5 menit
Narasumber oleh Instruktur
(2) Presentasi oleh Narasumber 30 menit
(3) Dialog bersama Narasumber 85 menit
(4) Penyimpulan bersama dipandu oleh 30 menit
Instruktur
h. Rangkuman
Dalam setiap pertempuran, informasi selalu menjadi pondasi
dalam pengambilan keputusan yang diterjemahkan melalui taktik
di lapangan. Hal ini tidak hanya berlaku dalam pertempuran
militer tetapi juga dalam perebutan pasar antar korporasi atau
perebutan dominasi di antara organisasi mahasiswa, sosial,
keagamaan, politik, dan lain-lain. Kemampuan mengelola
informasi yang baik akan menghasilkan ‘kemenangan’.

185
19. SESI XIXGeneral review dan RTL
a. Tujuan
Meninjau ulang keseluruhan materi yang telah disampaikan
dalam PKL dan mengamati pemahaman peserta terhadap materi
secara umum, serta merancang kegiatan-kegiatan tindak lanjut
(follow up) yang bersifat small group, large group, maupun
individual.
b. Pokok Bahasan
1. Memadukan kesimpulan-kesimpulan bersama yang telah
disusun di setiap akhir sesi.
2. Pemahaman peserta terhadap materi-materi PKD secara
umum.
3. Merancang kegiatan tindak lanjut (Follow up).
c. Metode: Partisipatoris dan Instruksional
d. Waktu: 150 menit
e. Peralatan
Spidol besar dan spidol kecil
Kertas plano
Lembar penilaian untuk masing-masing peserta (terlampir)
f. Pemandu: Instruktur
g. Proses Kegiatan
i) Instruktur membuka acara kemudian menyampaikan maksud
dan tujuan sesiGeneral review dan RTL.
ii) Instruktur membuka kesempatan bagi peserta untuk
menyampaikan pemahamannya secara umum terhadap
materi-materi yang telah disampaikan.
iii) Instruktur mengingatkan kesimpulan-kesimpulan yang telah
diambil bersama di setiap akhir sesi. Selanjutnya Instruktur
memaparkan keterkaitan antar materi dan kesimpulan umum
dari keseluruhan materi.
iv) Instruktur memberikan catatan-catatan, pelurusan dan
merangkum pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab
atau oleh peserta dinilai masih belum jelas.
v) Instruktur membagikan lembar penilaian pemahaman kepada
setiap peserta, selanjutnya setelah semua diisi, lembar isian
segera diolah oleh tim yang telah ditunjuk.
vi) Instruktur memimpin acara untuk membahas Rencana
Tindak Lanjut (RTL) bagi small group atau large group.
vii) Instruktur memberikan instruksi ke masing-masing peserta
mengenai tugas individual apa yang harus dikerjakan pasca

186
PKL pada saat program konseling. Contoh: setiap peserta
harus dapat merekrut minimal 5 orang mahasiswa/i untuk
dapat menjadi peserta MAPABA atau ditarget untuk
menguasai organisasi intra kampus setingkat Himaju, BEM
Fakultas, atau UKM.
viii) Sertifikat kelulusan PKL hanya dapat diberikan oleh Panitia
Pelaksana PKL jika tugas individual tersebut sudah
terlaksana.
ix) Instruktur menutup sesi.

Catatan : Apabila jeda waktu antara sesi ini dan sesi berikutnya tidak
cukup panjang, lembar penilaian dapat dibagikan di awal sesi. Setelah
semua diisi diserahkan kepada tim yang telah ditunjuk untuk mengolah
hasil isian lembar penilaian tersebut.

20. SESI XIX Evaluasi


a. Tujuan
Sesi terakhir ini ditujukan sebagai ruang kritik dan otokritik
antara peserta dengan Unsur Pelaksana PKL. Melalui sesi ini
diharapkan peserta serta seluruh Unsur Pelaksana saling
mendapat masukan bagi penyelenggaraan acara serupa di masa
yang akan datang.
b. Pokok Bahasan
(1) Kritik dan otokritik antar peserta dengan unsur pelaksana
PKL.
(2) Mendaftar kelemahan dan kelebihan peleksanaan PKL
(3) Menyusun dan mencatat langkah-langkah perbaikan untuk
penyelenggaraan acara serupa di masa yang akan datang
(4) Menyampaikan hasil olahan lembar penilaian sebagai salah
satu
cermin kualitas pelaksanaan PKL.
c. Metode : Diskusi bersama
d. Waktu: 120 menit
e. Pendamping: Instruktur
f. Peralatan
(1) Spidol besar
(2) Kertas plano
g. Proses Kegiatan
(1) Instruktur mengundang seluruh unsur pelaksana PKL.
(2) Instruktur membuka sesi kemudian menyampaikan
maksud
187
dan tujuan dari diadakannya sesi Evaluasi.
(3) Instruktur membuka forum kritik otokritik dengan unsur
pelaksana PKL.
(4) Instruktur mengarahkan forum untuk merumuskan
langkah-
langkah antisipatif bagi acara serupa di masa yang akan
datang.
(5) Instruktur menyampaikan hasil pengolahan lembar
penilaian
yang telah dibagikan di sesi sebelumnya, kemudian
memberikanpaparan singkat dari hasil tersebut.

E. KADER MUJTAHID
Setelah mengikuti PKL, KADER MUJTAHID PMII secara resmi telah
menjadi KADER MUJTAHID. MUJTAHID merupakan gelar tertinggi
dalam Sistem Pengkaderan PMII yang diberikan kepada KADER
peserta PKL. Pengesahan sebagai KADER MUJTAHID ditandai dengan
pembaiatan dan penyerahan Sertifikat PKL dan Badge MUJTAHID.
Serah terima tersebut dapat diselenggarakan dalam acara
tersendiriatau disisipkan dalam acara Penutupan PKL.

F. FOLLOW UP PKL
- Pengertian
Follow up atau tindak lanjut PKL adalah serangkaian kegiatan yang
diselenggarakan bagi/oleh Kader Mujtahid PMII. Follow up dapat
diselenggarakan oleh Penyelenggara PKL dengan sasaran khusus
Kader Kader Mujtahid atau diselenggarakan oleh kader itu sendiri.
- Tujuan
Follow up bertujuan untuk menjaga, memperdalam dan
mengembangkan pemahaman Kader Mujtahid PMII atas materi-
materi PKL. Selain itu Follow up bertujuan untuk mengembangkan
ketrampilan khusus bagi Kader Mujtahid.
Penyelenggara
Penyelenggaraan Follow up dikoordinasi oleh Bidang Pengkaderan
Cabang atau Koordinator Cabang bekerja sama dengan Korps Kader
Mujtahid yang dibentuk dalam SesiGeneral review dan RTL PKL.
Penyelenggaraan kegiatan oleh Pengurus Koordinator Cabang
dilaksanakan dengan koordinasi bersama dengan Bidang
Pengkaderan Pengurus Cabang.
- Kegiatan Follow up Wajib

188
Selain kegiatan yang dirancang bersama oleh alumni PKL, terdapat
Follow up wajib diikuti oleh Kader Mujtahid. Kegiatan wajib itu ialah
PelatihanHuman Relation. Pemilihan Pelatihan Human Relation
sebagai follow up wajib ini didasari beberapa pertimbangan.
Pertama, setiap Kader Mujtahid diharapkan telah memiliki gambaran
bidang yang akan digeluti seusai paripurna sebagai mahasiswa.
Masing-masing mereka telah memiliki minat yang berbeda dari masa
ketika menjadi Kader PKD. Sehingga diperlukan Pelatihan yang secara
umum dapat mempertemukan masing-masing bidang, sekaligus
berguna untuk menambah keterampilan.
Kedua, human relation tetap menjadi kunci penting dalam gerakan,
apapun bidang yang digeluti oleh masing-masing kader.
Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia belum sampai
menyingkirkan wilayah hubungan antar manusia sebagai ruang
strategis dalam interaksi sosial. Human relation bermanfa’at bagi
kader peminat advokasi, politik, wirausaha, dakwah, jurnalistik dan
lain sebagainya.
Selain PelatihanHuman Relation, kegiatan bagi alumni PKL dapat lebih
beragam. Diantaranya:
a. Pelatihan Information Communication and Technology
b. Pelatihan intelegent
c. Pelatihan pasar modal
d. Pelatihan legal drafting
e. Pelatihan CO
f. Pelatihan dakwah

NO KLASIFIKASI MATERI
1 BELAJAR MEMAHAMI MANHAJ Pelatihan dakwah
DAKWAH PMII
2 BELAJAR PENGORGANISIRAN Pelatihan Community Organizer
PMII, KAMPUS DAN
MASYARAKAT
3 BELAJAR HUKUM Pelatihan Legal Drafting

4 BELAJAR KEWIRAUSAHAAN Kursus Analisis Pasar Modal


DAN KEMANDIRIAN EKONOMI Pelatihan Teknologi Industri Kecil
Pelatihan Agrobisnis.

189
SUSUNAN PENGURUS BESAR
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
MASA KHIDMAT 2011-2013

MAJELIS PEMBINA NASIONAL ( MABINAS )


Ketua : Drs. H. Muhyidin Arubusman
Wakil Ketua : Dr. Ali Masykur Musa, M.Si
Wakil Ketua : Dr. Affandi Muchtar
Sekretaris : Khotibul Umam Wiranu, M.Si
Anggota : Drs. H. Suryadharma Ali, M,Si
Drs. H. Muhaimin Iskandar, M.Si
Drs. Saiful Bahri Ansori, M.Si
Nusron Wahid, SS
Dr. H. Arief Mudatsir Mandan
Dr.H. Mundzir Suparta, M.A
Prof. Dr. H. Ahmad Mubarok
Drs. H. Muzayyin Mahbub
Amsar A Dul Manan, M.Si
Drs. H. Nu’man Abdul Hakim
Drs. H. Hasan Basri Agus, MM
H. Indra Sahnun Lubis, S.H
Prof. Dr. A.Hafidz Anshary AZ, M.A
Prof.Dr. Mansyur Ramli
Drs.H. Endin AJ. Soefihara
Ir. Suwadi D. Pranoto
Akhmad Muqowam
Zaeni Rahman
M. Lutfi Iskandar
Idrus Marham
Drs. A. Malik Kharomain
Hery Haryanto Azzumi
Dra. Wahidah Suaib, M.Si
Dra. Luluk Nur Hamidah, M.Si
Dra. Maria Ulfah Ansor, M.Si
Prof.Dr. H. Abd Muiz Kabry
Drs. H. Nurdin M Jusuf Dewantara, MM
Muamir Mun’im Syam
Hamra Litiloly, S.H
Amir M Madubun, S.H, M.H
Prof. Dr. Nur Syam
Muhamad Rodli Kaelani
190
BADAN PENGURUS HARIAN ( BPH )

KETUA UMUM: Addin Jauharudin


Ketua Bidang Kaderisasi Nasional: Dwi Winarno
Ketua Bidang Penataan Aparatur Organisasi: M.Luhamul Amani
Ketua Bidang Jaringan Org. Kepemudaan, Kemahasiswaan dan Ornop: Ahmad Muslim
Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pemberdayaan Ekonomi : Ella Nuryamah
Ketua Bidang Jaringan Pengembangan Profesi Akademik: M. Jaelani
Ketua Bidang Hukum dan HAM: Sabaruddin Rery
Ketua Bidang Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan SDA: Aidil Azhari
Ketua Bidang Jaringan dan Pengembangan Perguruan Tinggi: Haeruddin
Ketua Bidang Keagamaan dan Kerukunan Umat Beragamaan: Abdul Aziz
Ketua Bidang Kajian dan Advokasi dan Kebijakan Publik: Yek Agif
Ketua Bidang Jaringan Alumni dan kemasyarakatan: Budi Khairannoor albanjari
Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional: Ivan Aulia Ahsan
Ketua Bidang Jaringan Media dan Opini Publik: Ucuy Masyhuri
Ketua Bidang Seni dan Budaya: Abdullah Ali

SEKRETARIS Jenderal: A. Jabidi Ritonga


Sekretaris Bidang Kaderisasi Nasional: Abidurrahman
Sekretaris Bidang Penataan Aparatur Organisasi: Muammarullah Umam
Sekretaris Bidang Jaringan Org. Kepemudaan, Kemahasiswaan & Ornop: Irawan
Sekretaris Bidang Kewirausahaan dan Pemberdayaan Ekonomi : Dandeu Rifai Hilmi
Sekretaris Bidang Jaringan Pengembangan Profesi Akademik: Heri Kristanto
Sekretaris Bidang Hukum dan HAM: Bambang Tri Anggono
Sekretaris Bidang Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan SDA: Burhanuddin Thomme
Sekretaris Bidang Jaringan dan Pengembangan Perguruan Tinggi: Ishak A. Tuanakota
Sekretaris Bidang Keagamaan dan Kerukunan Umat Beragamaan: Nasir Takomodoran
Sekretaris Bidang Kajian dan Advokasi dan Kebijakan Publik: Sarfan
Sekretaris Bidang Jaringan Alumni dan kemasyarakatan: Kaisar A. Hanifah
Sekretaris Bidang Hubungan Luar Negeri & Kerjasama Internasional: MuhammadZaid
Sekretaris Bidang Jaringan Media dan Opini Publik: M. Zaini Mustakim
Sekretaris Bidang Seni dan Budaya: Arif Taufiq, NA

BENDAHARA UMUM: Andi Tansi


Bendahara: Afrioga Felmi
Bendahara: Ali Taufiq
Bendahara: Agung Setiyo Wibowo
Bendahara: Fatikhul Khoiriyah
191
Bendahara: Afnan Hidayat
Bendahara: Munawwir Arafat
Bendahara: Pujianto

BIRO – BIRO

Biro Penataan dan Pengembangan Organisasi


Ketua : A. Deri Saleh
Sekretaris : M. Romadlon
Anggota : 1. Sonhaji
2. Ahmad Riyanto
3. Ashar Ma’mun
4. Sadik Alhabsy
5. Syamsudin Fauzi

Biro Penataan Arsip dan Data Base Anggota


Ketua : Supriyadi
Sekretaris : Amroni
Anggota : 1. Turhamun
2. Muhibin
3. Aksar
4. Raden Danu Wijaya
5. M. Ihsan Nurul Maki

Biro Pengembangan dan Kurikulum

Ketua : Kurnia Hidayat


Sekretaris : Aliful Ma’arif
Anggota : 1. Muhammad Said
2. Bambang Rismayanto
3. Iqbal Alam

Biro Training dan Pelatihan


Ketua : Miftah Farid Mh
Sekretaris : Amal Amarullah
Anggota : 1. Amin Setiawan
2. Fasikhul Lisan
3. Ahmad Junaidi
4. Bambang Rismayanto

192
Biro Jaringan OKP
Ketua : Abel Ali
Sekretaris : Abdul Rouf
Anggota : 1. Jufrie
2. Mar’ad Fahri Said

Biro Jaringan Ornop


Ketua : Kaka Hanifah
Sekretaris : Abdul Muluk
Anggota : 1. Munandar
2. Ahmad Zani

Biro Kewirausahaan dan Pengembangan Ekonomi


Ketua : Aminuddin Ma’ruf
Sekretaris : Abdul Malik
Anggota : 1. Encep Nazmudin
2. Marto Firmansyah
3. Abdul Basyir
4. Hamim Enha
5. Ali Imron
6. Faisal Serang

Biro Pengembangan Profesi Akademik


Ketua : Halman Muhdar
Sekretaris : Jazuli
Anggota : 1. Haryantoman Hayadi
2. Anwar Arif Wibowo
3. M.Rizal
4. Mutmainah
5. Ahmad Riyadi
6. M.Syarif Ilham
7. Deni Mahmud Fauzi

Biro Kajian Perundang Undangan dan Tata Negara


Ketua : Fairus Huda
Sekretaris : Hisbul Bahar
Anggota : 1. Ulil Albab
2. Muhammad Nur
3. M. Sahid
4. Evan Parayuda
5. M. Nurul Huda
193
6. Muhammad Idrus
7. M. Jamil

Biro Kajian Pertambangan, Geologi dan Kelautan


Ketua : Muchid Jaelani
Sekretaris : Herry Cahyono
Anggota : 1. Indra Irawan
2. Rusmin
3. Samsul Ma’arif
4. Akhlis Priya P.

Biro Lingkungan Hidup


Ketua : Sudianto
Sekretaris : M. Iqbal
Anggota : 1. Ika Agus Setyarukmi
2. Rinaldi
3. Mudzakir
4. Suardi Abang

Biro Pengembangan Perguruan Tinggi Agama


Ketua : Ahmad Sugiyono
Sekretaris : M. Jazuli
Anggota : 1. Heri Aslam wahid
2. Hendra Daya
3. M. Syafri Al Gazali
4. Fathul Ilmi
5. Abbas Firdaus Basyuni

Biro Pengembangan Perguruan Tinggi Umum


Ketua : Lalu Kurniawan
Sekretaris : Ahmad Munir
Anggota : 1. Abdurrahman Fauzi
2. Erwin Abdillah
3. M. Faisal
4. Arif Hermanto
5. Andi irsan

Biro Dakwah dan Hubungan Pesantren


Ketua : Iwan Doa Sampena
Sekretaris : Nedy Sugianto
Anggota : 1. Sabriadi Elmahadi
194
2. Andik Budiarto
3. Sukan
4. Uswatun Hasanah
5. Fajar Ilham
6. Syafril Umar

Biro Hubungan Antar Agama


Ketua : Ismail Marzuki
Sekretaris : Jamali
Anggota : 1. Awaludin
2. M. Arif
3. M. Yahya
4. Yadi
5. Maftukhi
6. Ahmad Fauzi

Biro Riset dan Kajian Advokasi Kebijakan Publik


Ketua : Ismail Abdul Kadir
Sekretaris : Desi Arbani
Anggota : 1. Iwan Adi Kusuma
2. Carman Anshori El Latif
3. Burhanuddin Buamona
4. Rihlata
5. M. Faruq
6. Wage Wardana
7. Arisandi
8. Aan Anwarudin

Biro Jaringan Alumni


Ketua : Munfaizin Imamah
Sekretaris : Ubaidillah
Anggota : 1. M. Dahlan
2. Ade Kosasih
3. Herdianto Marzuki
4. Masrifani
5. Adriangan

Biro Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat


Ketua : Johan Bahdi Putra
Sekretaris : Jakfar Sodiq
Anggota : 1. M. Husni Hasan
195
2. Roby Amin
3. Fajar Sodiq
4. M. Sulhan
5. Faisal

Biro Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional


Ketua : Ida Bagus Zulkarnain
Sekretaris : A. Saefuddin Abbas
Anggota : 1. M. Kholis Khamdy
2. M. Zuhri
3. Arif hidayat
4. Ahmad Romzy

Biro Jaringan Media dan Opini Publik


Ketua : Aries Fakhruddin As’ad
Sekretaris : Hendri
Anggota : 1. Wahyu Satriadi
2. Nur Muchlisin
3. Maulana Ismail
4. Agus Jaelani
5. Adi Saputra
6. Misbahul Munir
7. Isman
8. M.Umar Fadloli
9. Ferdinan
10. Hendrianto
11. Ibnu Handun

Biro Seni, Budaya dan Olahraga


Ketua : Juwiarto
Sekretaris : Abdul Aziz Nuril Huda
Anggota : 1. Fauziati
2. Peradana
3. Irfandi Pasha
4. Hamrul Marsula
5. Purwadi

196
LEMBAGA-LEMBAGA SEMI OTONOM

Lembaga Riset Dan Kajian Strategis


Ketua : Syukron Jamal
Sekretaris : M. Sulthon
Anggota : 1. Cecep Ibnu Mas’ad
2. Muhammad Reza
3. Asep Saepudin
4. Faisal
5. Hasan Tiro

Lembaga Penerbitan, Cyber dan Jurnal


Ketua : Danu
Sekretaris : M. Fathoni Fikri
Anggota : 1. Iskandar Wiratmadja
2. M. Ziki
3. Bambang Riadi
4. Yowan Pratama
5. Lukmanul Hakim

Lembaga Urusan Rumah Tangga


Ketua : Ulil Amri
Sekretaris : Syarif Susanto
Anggota : Irfan Affandi

Lembaga Kajian Pengembangan Kawasan Tertinggal Dan Daerah Perbatasan


Ketua : Dendy Zuhairil Finsa
Sekretaris : Dodi Cahyadi
Anggota : 1. Abdul Aziz Imron
2. M. Ilham Ustman
3. Abdullah
4. Fatkhu Yasik
5. Muhamad Adnan Assegaf

Lembaga Kajian Dan Pengembangan Maritim


Ketua : Sofyan
Sekretaris : Rusli

Lembaga Penanggulangan Bencana


Ketua : Zayyinul Fatah
Sekretaris : Yakin Simatupang
197
Anggota : 1. Ahmad Dzakirin
2. Ade Jaelani

Lembaga Pengembangan Koperasi dan Kewirausahaan


Ketua : Izzuddin al Anshory
Sekretaris : Aris Adi Laksono
Anggota : 1. Masruri Mahali
2. Asep Sudiya
3. M. Arif
4. A. Abrori Arif

Lembaga Bantuan Hukum (LBH)


Ketua : Kartini
Sekretaris : Saidah Sahlah
Anggota : 1. Fatkhul Zawad
2. Asgar Tuhulele SH
3. Erfandi
4. Agung ari wibowo
5. Hendara Supriatna SH
6. Rahmat hidayat
7. Kamal Rahmat
8. Suhendra

PENGURUS BESAR
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

TTD

ADDIN JAUHARUDIN A. JABIDI RITONGA


Ketua Umum Sekretaris Jenderal

198
STRUKTUR PENGURUS
KORPS PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA PUTERI
(KOPRI PB PMII)
Masa Khidmat 2011-2013

Ketua : IRMA MUTOHAROH


KetuaBidang kaderisasi : Endang Istianti
Bidang Pengembangan organisasi dan jaringan: Ervi El-Ma’ani
Bidang Advokasi dan kebijakan publik : Indah Maya Sari
Bidang Litbang dan data base : Nina Nurfalah
Bidang Kajian dan pengembangan wacana : Eka Fitri Rohmawati
Bidang Ekonomi dan kewirausahaan : Elina Dian Karmila
Bidang Pendidikan dan Seni budaya : Nina Batuatas
Bidang Pers dan media center : Nurul Aulia
Bidang Keagamaan&Kerjasama Lintas Agama : Desmiati
Bidang Hubungan Internasional : Syarifah Jahra
Bidang Globalisasi dan Lingkungan Hidup : Luqi Syafiani

Sekertaris : HERWANITA
SekertarisBidang kaderisasi : Sarifatun Nisa
Bidang Pengembangan organisasi dan jaringan : Mujiyati
Bidang Advokasi dan kebijakan publik : Uyunul Mauidhoh
Bidang Litbang dan data base: Nurlaila
Bidang Kajian dan pengembangan wacana : Ani Rufaidah
Bidang Ekonomi dan kewirausahaan : Maimanah Angkat
Bidang Pendidikan dan Seni budaya : Siti Masraha
Bidang Pers dan media center : Yuyun Libriyanti
Bidang Keagamaan&Kerjasama Lintas Agama : Sri Purwanti
Bidang Hubungan Internasional : Al Mas’udah
Bidang Globalisasi dan Lingkungan Hidup : Aminah Hasibuan

Bendahara : Hanifah Zumzumi


Wakil bendahara : Nuri
Wakil bendahara : Muzairoh
Wakil bendahara : Muliana

Biro-Biro
Bidang kaderisasi
Koodinator : Deta Anggraeni
: Ratih S. Puspita
:Fauziah
199
: Marta Nely
Bidang pengembangan organisasi dan jaringan
Koodinator :Rukmini
: Ana Astriana
: Rida Farida Mustopa
Advokasi dan kebijakan publik
Koodinator : Hasmarani Nento
: Titin Zaetun karmila
:Cut Rayani
: Adisti Novarina
Litbang dan data base
Koodinator :Susilawati
: Eti Lusiana
: Hera Sa’diyati
Kajian dan pengembangan wacana
Koodinator : Atik Hidayatul Ummah
: Cica Nayati
: Ayu Paramita
Ekonomi dan kewirausahaan
Koodinator :Siti Bariyah
: Lesmita Dewi
: Nurhidayati
Pendidikan dan seni budaya
Koodinator : Wiwin Yulistiawati
: Siti Nurlatif
:Ana Lusiana
Pers dan Media center
Koodinator :Irfana Muthi’ah
: Randa Fatma Wilis
: Nur Selviana Sungkar
Bidang Agama
Koordinator : Qori’ fauziyah
: Rofi’ah
: Alfi Sumiati
Hubungan Internasional
Koordinator : Kamrida Habe
: Nayla Indah
: Zuliana Mufarrikhah

200

Anda mungkin juga menyukai