AMIN SUDARSONO Training Parlemen Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Ciputat Sabtu, 5 Juni 2010 ORDE BARU
ideologi politik ORBA—yaitu developmentalisme dan
korupsi, kolusi dan bisnis keluarga—telah menjadi hegemonik bagi warga negaranya sendiri. dalam kondisi seperti itu, pemerintah yang korup dan bobrok tetap mampu mengendalikan gejolak rakyatnya. kelompok yang masih waras dan terlindung dari hegemoni itu adalah kalangan kampus, karena mereka tetap melakukan kajian dan pembacaan kritis. Pada masa Orde Baru, mahasiswa Indonesia dengan segenap kemampuan, terus berusaha mengkritisi kebijakan pemerintah yang pada prakteknya justru membuat kerugian bagi bangsa dan rakyat. Mereka turun ke jalan, masuk ke denyut parlemen, dan melakukan negosiasi dengan para decision maker (pembuat kebijakan) di republik ini. Dalam menjalankan pemerintahannya, terutama pada pertengahan tahun 1970-an, Soeharto mulai menuai kritik dari mahasiswa dan rakyat karena terjadinya selain adanya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang dipelopori keluarga Cendana, juga berlimpahnya produk luar negeri di Indonesia. Itu dianggap sebagai bentuk penjajahan gaya baru. PERISTIWA MALARI
Hingga, terjadilah sebuah tragedi yang membuat
Jakarta membara. Peristiwa ini lebih dikenal dengan nama Tragedi Malari (15 Januari 1974) yang salah satu tokohnya adalah Hariman Siregar. Peristiwa itu terjadi saat Perdana Menteri Jepang Tanaka Kakuei berkunjung ke Jakarta pada 14-17 Januari 1974. Mahasiswa berencana menyambut kedatangannya dengan demonstrasi di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Karena dijaga ketat, rombongan mahasiswa tidak berhasil menerobos masuk pangkalan udara. Kedatangan Ketua Inter-Governmental Group on Indonesia (IGGI), Jan P. Pronk dijadikan momentum untuk demonstrasi antimodal asing. Klimaksnya, kedatangan PM Jepang, disertai demonstrasi dan kerusuhan. Usai terjadi demonstrasi yang disertai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan, Jakarta berasap. LAHIRNYA NKK/BKK
Simbol institusi perlawanan mahasiswa saat itu
adalah Dewan Mahasiswa, organisasi intra kampus yang berkembang di semua kampus. Karena Dewan Mahasiswa menjadi pelopor gerakan mahasiswa dalam menolak pencalonan Soeharto pasca Pemilu 1977, kampus dianggap tidak normal saat itu dan dirasa perlu untuk dinormalkan. Lahirlah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sekaligus pembubaran dan pelarangan organisasi intra universitas di tingkat perguruan tinggi yaitu Dewan Mahasiswa. Untuk menormalkan keadaan di kampus, pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Daoed Joesoef mengeluarkan SK No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Disusul dengan SK No. 0230/U/J/1980 tentang Pedoman Umum Organisasi dan Keanggotaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). NKK/BKK adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis. Dan sejak tahun 1978 itulah, NKK/BKK diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan kembali terkonsentrasi di kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. PECAH BERBASIS ILMU
Mahasiswa dipecah-pecah dalam disiplin
ilmu mereka masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus yang diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) dan sebagainya. DIPAGARI PADA MINAT, BAKAT, ROHANI, PENALARAN
Dalam konsep NKK/BKK, kegiatan kemahasiswaan
diarahkan pada pengembangan diri mahasiswa sebagai bagian masyarakat ilmiah. Sehingga dunia mahasiswa pada kurun masa itu terasa jauh dari denyut nadi persoalan riil masyarakat sekitarnya. Awalnya, aktivitas mahasiswa dikatakan sebagai kegiatan politik praktis yang tidak sesuai iklim masyarakat ilmiah. Kekuatan mahasiswa kemudian “dipagari” pada wilayah minat dan bakat, kerohanian, dan penalaran. HANTU BERNAMA ‘SKS’
Disusul kemudian dengan kebijakan sistem
kredit semester, mahasiswa digiring menjadi insan akademis yang hanya berkutat dengan pelajaran dan berlomba menyelesaikan kuliah. Mulai saat itu gerakan mahasiswa menurun massivitasnya karena pemerintah semakin otoriter, represif, paranoid dan manipulatif terhadap aksi-aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. MENGGANTI DEMA DENGAN BKK
Perjalanan upaya realisasi organisasi
kemahasiswaan terpusat dalam kemahasiswaan di kampus-kampus Indonesia berjalan sangat beragam. Pemerintah memang mengganti keberadaan Dewan Mahasiswa (Universitas) dengan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Menurut peraturan menteri, Ketua BKK adalah dosen yaitu Pembantu Rektor III. Bayangkan, betapa absurd-nya dan anehnya peraturan itu. Sebuah Lembaga Kemahasiswaan, tetapi diketuai oleh dosen. PENGALAMAN KAMPUS-KAMAPUS
Di ITB, kampus yang paling keras menolak
kebijaksanaan tersebut, BKK nyaris tak pernah jelas eksistensinya. Para dosen juga tampaknya enggan bermusuhan dengan para yuniornya, para mahasiswa yang jelas menentang habis keberadaan BKK. Di UGM, de facto BKK memang ada namun juga tidak berjalan. Tidak ada Senat Mahasiswa di tingkat Fakultas yang peduli dengan lembaga tersebut. Yang ajaib di UII Yogyakarta. Di Kampus Perguruan Tinggi Islam tertua di Indonesia itu, Dewan Mahasiswa memang dibubarkan. Tetapi reinkarnasi menjadi BKK. Hanya saja Ketua BKK adalah mahasiswa juga, jadi masih dalam format Dewan Mahasiswa juga. Di Salatiga, Kampus Universitas Kristen Satya Wacana juga melakukan kreasi serupa. Keberadaan BKK diakui namun pengurusnya berasal dari mahasiswa sendiri. Sedangkan di ibukota negara, Universitas Indonesia memang memiliki BKK tetapi fungsi sehari-hari dijalankan oleh Forum para Ketua Senat Mahasiswa Fakultas, dan dinamakan Forkom UI. HAK INTERPELASI DEWAN
Saat itu, beberapa anggota DPR RI sempat
mengusulkan pengajuan hak interpelasi oleh Syafi'i Sulaiman dan kawan-kawan tentang NKK/BKK, pada tahun 1979. Pengusul adalah anggota Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dari Nahdlatul Ulama (NU), sedangkan para 24 pengusul lainnya terdiri dari anggota F-PP dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Secara hukum, NKK/BKK habis masa berlakunya semenjak terbitnya SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hassan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi. Melalui peraturan baru ini, wadah organisasi mahasiswa difasilitasi oleh Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT). Namun, tidak ada perubahan yang mendasar antara NKK/BKK dan SMPT. Hal ini tercermin dalam status dan kedudukannya yang berada di bawah Rektor. Berbeda dengan Dewan Mahasiswa yang memiliki hubungan sejajar dengan Rektor.