Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUBUNGAN NU DENGAN ASWAJA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Agama Islam
Dosen Pengampu: M.Zaky Abroriansyah.M

Disusun Oleh:
Rio Satria Amrillah/21701071051
Husnul Amaliah/21701071049

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

September 2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah,dan inayah-nya kepada kami,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
“Hubungan Nu dengan Aswaja”

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlacar pembuatan makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan
banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu,kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini. Merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
khususnya untuk penulis sendiri. Kritik dan saran dari pembaca akan sangat perlu untuk
memperbaiki dalam penyusunan makalah dan akan di terima dengan senang hati. Serta
semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan menjadi motivator bagi penulis untuk
menyusun makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Amiin.
BABI
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Nahdatul ‘ulama sebagai organisasi keagamaan (Jam’iyah Islamiyah) besar, malah
mungkin “terbesar” dalam anggotanya di indonesia, sejak berdirinya pada tanggal 31 Januari
1926 M telah menyatakan diri sebagai organisasi Islam berhaluan “Ahlussunnah wal
Jama’ah”, yang dalam aqidah mengikuti aliran Asy’ariyah-Maturidiyah, dalam syari’ah
fiqih mengikuti salah satu madzab empat Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, dan dalam
Tashawuf mengikuti AL-Junaidi dan Al-Ghazali. Disamping itu, dalam mukhtamar NU di
Situbondo 1994, dirumuskan watak dan karakter NU sebagai organisasi (Jam’iyah) dan
komunitas NU (Jama’ah), mempunyai sikap kemasyarakatan dan budaya (sosio-kultural)
yang Tawassuth (moderat), Tasamuh (toleran), dan Tawazun (harmoni). Kepemimpinan NU
selama ini dipercayakan kepada para Ulama yang dipandang memiliki dimensi
kepemimpinan yang memadai, yakni dimensi kepemimpinan ilmiah, kepemimpinan sosial,
kepemimpinan spiritual dan kepemimpinan administratif. Organisasi NU ini sejak dulu
mempunyai kepedulian terhadap kehidupan bangsa dan negara (politik), dan partisipasinya
dalam masalah berbangsa dan bernegara tersebut telah diwujudkan dengan berbgai macam
manifestasi politik, mulai dari gerakan kebangsaan, perang merebut kemerdekaan, masuk
dalam pemerintahan menjadi partai politik dan aktifitas politik praktis lainnya. Sampai
menjadi kekuatan moral bangsa yang ikut mempengaruhi warna politik nasional. Semua
sikap, prilaku dan kiprah, serta perannya dalam semua hal tersebut ternyata tidak terlepas dari
akar dan nilai-nilai teologis ysng diyakini dan norma-norma syariah yang dijunjung tinggi,
serta kesadaran sepiritual/rohaniah yang dihayati, yakni keyakinan ahlussunnah wal jama’ah,
serta doktrin-doktrin dan metodologi pemahamannya. Visi kejam’iyahan dan kejama’ahan ini
kiranya tidak di ambil secara kebetulan, tetapi karena kesadaran dan pertimbangan obyektif,
bahwa NU didirikan untuk kemaslahatan bangsa indonesia yang dipluralistik (majemuk) baik
dalam keagamaan, kesukuan, kedaerahan maupun kebudayaannya. NU merasa membawa
missi keislamannya sebagai rahmat bagi kehidupan semesta (rahmatan li al’alamin).

Dari segi bahasa, ”ahlussunnah”( ) berarti penganut sunnah Nabi, sedangkan ahlul
jama’ah ( )berarti penganut kepercayaan jama’ah para sahabat Nabi. Karena itu, kaum
“Ahlussunnah wal Jama’ah” (ahl al-sunnah wa al-jamâ’ah) adalah kaum yang menganut
kepercayaan yang dianut oleh Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Kepercayaan
Nabi dan sahabat-sahabatnya itu telah termaktub dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi secara

Terpencar-pencar, yang kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh


seorang ulama besar, yaitu Syeikh Abu al-Hasan al-Asy’ari (lahir di Basrah tahun 260 H dan
wafat di kota yang sama pada tahun 324 H dalam usia 64 tahun). Dr. Ahmad ‘Abd Allah At-
Thayyar dan Dr. Mubarak Hasan Husayn dari Universitas Al-Azhar mengatakan bahwa
Ahlussunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang mendapat petunjuk Allah Swt., dan
mengikuti sunnah Rasul, serta mengamalkan ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan
sunnah secara praktik dan menggunakannya sebagai manhaj (jalan pikiran) dan tingkah laku
dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah menurut ‘urf khâshsh (adat kebisaaan)
adalah kelompok muhadditsin, shufiyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pengikut mereka inilah
yang kemudian juga dapat disebut Ahlussunnah wal Jama’ah, dan selainnya tidak, dalam
konteks ‘urf khâshsh tadi. Adapun menurut pengertian ‘âmm Ahlussunnah wal Jama’ah
adalah kelompok atau golongan yang senantiasa setia melaksanakan sunnah Nabi Saw. dan
petunjuk para sahabatnya. Pengertian substansi Ahlussunnah wal Jama’ah dalam konteks
akidah adalah paham yang membendung paham akidah Syi’ah (dalam konteks historis juga
paham akidah Mu’tazilah) yang dinilai sebagai kelompok bid’ah, yakni kelompok yang
melakukan penyimpangan dalam agama karena lebih mengutamakan akal dari pada naql
(Qur’an) dalam merumuskan paham keagamaan Islamnya.selain aliran dua diatas ulas
kedepan Selain ahli sunnah wal jamaah ada aliran aliran islam yang di sebut dalam hadits
nabi.

1.2 Rumusan Masalah

1.Bagaimana kandungan NU sebagai jamiyah Diniyah dan jamiyah ijtimiyah?


2.Bagaimana makna akidah NU dan Ahlussunah Waljamaah?
3.Bagaimana kasus mengenai amaliyah aswaja dalam NU?

1.2 Tujuan

1.Agar dapat mengetahui kandungan NU sebagai jamiyah Diniyah dan jamiyah


ijtimaiyah
2.Agar dapat mengetahui makna akidah NU dan Ahlussunah Waljamaah?
3.Agar dapat mengetahui contoh kasus mengenai amaliyah aswaja dalam NU?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bagaimana kandungan NU sebagai jam ‘iyah Diniyah dan Jam’iyah Ijtima’iyah
Jam’iyah artinya berasal dari bahasa arab artinya perkumpulan / organisasi, Diniyah
artinya keagamaan. Jadi jam’iyah diniyah artinya perkumpulan / organisasi keagamaan. Arti
yang lebih luas yaitu NU merupakan organisasi keagamaan yang memiliki azas/dasar, tujuan,
pimpinan, anggota dan aturan yang harus diikuti berdasrkan akidah ahlussunnah wal jamaah
dengan tujuan izzul islam wal muslimin / kejayaan islam dan umat islam. Sbg jamiyah
diniyah, kegiatan pokok NU yaitu melaksanakan dakwah islam dalam rangka amar makruf
(perintah kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemaksiatan). Berbagai cara dilakukan
diantaranya dengan lailatul ijtima’/kegiatan rutin bulanan, dimana para kiyai dan ustad
memberikan pengajian tentang islam dan faham ahlussunnah waljamaah. Selain itu juga
dilaksanakan kegiatan lain diantaranya tahlilan, dibaan manaqib, istighotsah diberbagai
masjid, musholla dan rumah rumah. Selain itu kegiatan dakwah juga dilakukan berbagai pada
peringatan hari besar islam (PHBI). Sasaran kegiatan dakwah yaitu seluruh umat islam,
terutama warga NU. Tujuannya agar mereka mengenal NU dan ajarannya serta meyakini
kebenaran islam yang azas ahlussunnah wal jamaah.
Ijtimaiyah artinya perkumpulan / organisasi kemasyarakatan. Yang dimaksud NU
sebagai Ijtimaiyah artinya NU sebagai organisasi keagamaan yangkegitannya tidak terbatas
pada bidang agama saja tapi juga pada bidang kemasyarakatan, oleh sebab itu  NU
melakukan usaha dibidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dll dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan umat. Dibidang pendidikan NU berusaha meningkatkan kualitas pendidikan
dengan menata dan mengembangkan lembaga pendidikan seperti pondok pesantren,
madrasah dan sekolahan bahkan sampai ke perguruan tinggi, yang menanganinya yaitu : LP
Maarif dan RMI. Dibidang ekonomi, NU berusaha meningkatkan kesejahteraan umat  yang
terutama diarahkan kepada kalangan ekonomi lemah meliputi bidang pertanian, perikanan,
kerajinan dan industri kecil. Lembaga yg menanganinya LPNU/lembaga perekonomian NU
dan  LPPNU/lembaga pengembangan pertanian. Dibidang kesehatan, kemaslahatan dan
kesejahteraan NU yang ditangani oleh Lembaga kemaslakhatan keluarga (LKKNU) dan
lembaga peningkatan kesehatan (LPKNU) serta badan otonom seperti fatayat dan muslim
2.2 Bagaimana makna akidah NU dan Ahlussunah Waljamaah
Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah
(Aswaja) menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat
Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’tazilah mengutamakan dalil akal dari pada
dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal mereka,
sehingga ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan akal mereka. Apabila ada hadits yang
bertentangan dengan akal, mereka ditinggalkan itu dan mereka berpegang kepada akal
pikirannya. Ini merupakan suatu these (aksi) yang akhirnya menimbulkan antithesa (reaksi)
yang disebut golongan Ahlul Atsar(‫)أهل األثار‬. Cara berpikir Ahlul Atsar adalah kebalikan cara
berpikir golongan Mu’tazilah. Ahlul Atsar hanya berpegangan kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Mereka tidak berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal, karena khawatir takut
keliru, khususnya dalam ayat-ayat Al-Mutasyabihaat mereka menyerahkan maknanya kepada
Allah SWT.

Seperti firman Allah SWT dalam surat al-Fath [48] ayat 10:

َ‫ق أَ ْي ِد ْي ِه ْم‬
َ ْ‫ي ُدهللاِ فَو‬
“Tangan Allah di atas tangan mereka”

Ahlul Atsar tidak mau menafsirkan apa yang dimaksud dengan tangan pada ayat tersebut,
mereka menyerahkan maknanya kepada Allah SWT. Fatwa mereka hanya berdasarkan Al-
Qur’an dan As-Sunnah semata. Apabila mereka tidak menjumpai dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah mereka tidak berani untuk berfatwa. Dari golongan ini lahirlah seorang Imam yang
bernama Muhammad bin Abdul Wahab. Beliau dilahirkan di Nejed tahun1703 M. Dengan
demikian, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah yang dibawakan oleh Al-Imam Abdul Hasan
Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi mengembalikan ajaran Islam kepada Sunnah
Rasulullah SAW dan para shahabatnya dengan berpegangan kepada dalil Al-Qur’an dan As-
Sunnah dengan tidak meninggalkan dalil-dalil akal. Artinya memegang kepada dalil akal
tetapi lebih mengutamakan dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Madzhab Ahlusunnah wal Jama’ah mendahulukan atau mengutamakan dalil naqli dari
pada dalil aqli. Jika akal manusia diibaratkan mata, maka dalil naqli diibaratkan pelita. Agar
mata kita tidak tersesat, maka pelita kita letakkan di depan kemudian mata mengikuti pelita.
Akal manusia mengikuti dalil Qur’an dan Hadits bukan Qur’an dan hadits yang disesuaikan
dengan akan manusia. Rasulullah SAW bersabda: (ُ‫)الَ ِد ْينَ ِل َم ْن الَ َع ْق َل لَه‬  tidak ada agama bagi
orang yang tidak berakal. Maksudnya, orang yang berakal menerima agama. Akal menerima
agama, bukan agama menerima akal, karena akal manusia bermacam-macam. Agama ialah
syariat yang diletakkan oleh Allah SWT bersumberkan kepada wahyu dan sunnah Rasulullah
SAW bukan bersumberkan kepada akal. Agama bukan akal manusia dan akal manusia bukan
agama.

Fatwa agama yang datang dari mana pun saja kalau tidak berdasarkan Al-Qur’an, As-
Sunnah, Al-Ijma’ dan Al-Qiyas wajib kita tolak. Maka di dalam ilmu Tauhid kita
berpegangan kepada Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi.
Al-Imam Abul Hasan Al-Asy’ari dilahirkan di Bashrah pada tahun 260 H dan wafat tahun
324 H. Beliau belajar kepada ulama’ Mu’tazilah, di antaranya Al-Imam Muhammad bin
Abdul Wahab Al-Jabal. Karena pada masa itu Mu’tazilah merupakan madzhab pemerintah
pada zaman khalifah Abbasiyah; khalifah Al-Ma’mun bin Harun Al-Rasyid al-Mu’tashim
dan Al-Watsiq, dan beliau termasuk pengikut setia madzhab mu’tazilah. Setelah beliau
banyak melihat kekeliruan faham Mu’tazilah maka beliau menyatakan keluar dari Mu’tazilah
di depan khalayak ramai dengan tegas, bahkan akhirnya beliau menolak pendapat-pendapat
Mu’tazilah dengan dalil-dalil yang tegas. Dalam ilmu Tauhid, rukun iman menurut
Ahlussunnah wal Jama’ah ada 6 (enam): Iman kepada Allah, kepada para Nabi/Rasul Allah,
Kitab Suci Allah, Malaikat Allah, Hari Akhir, dan Qadla/Qadar Allah.
2.3 Bagaimana contoh kasus mengenai amaliyah aswaja dalam NU

1. Amaliyah Aswaja NU seiring waktu semakin kerap diselenggarakan orang Indonesia.


Tahlil, doa, zikir, istighotsah, ziarah, syukuran, arwahan, dan ibadah lain yang acap dilakukan
warga NU kini semakin merata diadakan di kantor, swalayan, perumahan, komunitas PKK,
hingga kampus. Demikian disampaikan H Bisri Adib Hattani yang lazim disapa Gus Adib
saat menerima kunjungan silaturahmi pengurus IPNU dan IPPNU Rembang, Sabtu (3/8)
pagi. Meski tidak menyebut dirinya sebagai warga NU, kata Gus Adib, kebanyakan muslim
di Indonesia mempraktikkan amaliyah dan tradisi warga NU. Tetapi, kalau pun mereka yang
enggan menjalankan tradisi NU, jumlahnya tidak seberapa banyak. "Meski mereka tidak
mengaku dirinya sebagai pengikut Kiai Hasyim Asy'ari yang merupakan pendiri NU, tetapi
pada faktanya mereka kental dengan tradisi NU dalam keseharian,” ujar Gus Adib.

Selama ini Nahdlatul Ulama sering distigmatisasi sebagai kelompok pengamal bid'ah.
Namun, stigma ini, Gus Adib melanjutkan, tidak berpengaruh. Justru di lapangan kebanyakan
masyarakat di kampung dan perkotaan banyak membentuk kelompok jamaah tahlilan dan
yasinan. Amaliyah NU bahkan menjadi bagian akrab dari komunitas ibu-ibu arisan.
Gus Adib mengimbau kepada pelajar NU Rembang untuk terus memperjuangkan NU secara
amaliyah maupun secara simbolis. "Dalam hal ini, sebagai kader ujung tombak NU kalian
harus berani mengibarkan bendera NU sebagai upaya memperluas ajaran Aswaja NU,”
tandas Gus Adib. (Ahmad Asmu'i/Alhafiz K).

2. Majalengka, NU Online
Pesantren Riyadlush Sholawat lahir dari sebuah langgar kecil di dusun Bangbayang Hilir
desa Cieurih kecamatan Cipaku kabupaten Ciamis. Dengan lima santri asuhan Kiai Nana
Kusdiana Najmudin pada 2005, sebuah pesantren selanjutnya mulai menjalankan
aktifitasnya.Awalnya mereka beraktifitas mengaji Al-Qur’an seperti lazimnya pendidikan
sebuah langgar. Namun dengan berbagai pertimbangan, akhirnya rumah milik Kiai Nana
difungsikan sebagai pesantren. Pesantren Riyadlush Sholawat terus melanjutkan aktifitasnya
hingga berkembang pesat dari tahun ke tahun dengan mempertahankan kekhasannya sebagai
pendidikan salaf. “Sudah 9 tahun lamanya, pesantren ini mengembangkan ajaran kitab-kitab
Islam,” Dede Rusyadi (5/8).

Sementara pada 2009 pesantren Riyadlush Sholawat melebarkan sayap pendidikannya


dengan mendirikan SMP Plus Ma’arif NU Cipaku. “SMP Plus ini cukup menarik karena
mengajarkan kitab kuning kepada pelajar dengan metode terbaru,” kata Dede yang dipercaya
sebagai Kepala Tata Usaha SMP Plus Ma’arif  NU Cipaku.Pengurus pesantren asuhan Kiai
Nana pada tahun ini berencana mendirikan SMK dalam rangka memberikan keterampilan
khusus bagi para santri, tandas Dede. (Aris Prayuda/Alhafiz K)
BAB 3

PENUTUP

3.1 Saran

Demikianlah makalah ini saya buat.penulis sadar akan banyaknya kekurangan dari jauh
dari hal sempurna.masih banyak kesalahan dari makalah ini,penulis juga membutuhkan saran
dan saran agar bisa menjadikan motivasi bagi penulis agar ke depannya bisa lebih baik lagi.

3.2Kesimpulan

Jam’iyah artinya berasal dari bahasa arab artinya perkumpulan / organisasi, Diniyah
artinya keagamaan. Jadi jam’iyah diniyah artinya perkumpulan / organisasi keagamaan. Arti
yang lebih luas yaitu NU merupakan organisasi keagamaan yang memiliki azas/dasar, tujuan,
pimpinan, anggota dan aturan yang harus diikuti berdasrkan akidah ahlussunnah wal jamaah
dengan tujuan izzul islam wal muslimin / kejayaan islam dan umat islam. Sbg jamiyah
diniyah, kegiatan pokok NU yaitu melaksanakan dakwah islam dalam rangka amar makruf
(perintah kebaikan) dan nahi munkar (mencegah kemaksiatan). Berbagai cara dilakukan
diantaranya dengan lailatul ijtima’/kegiatan rutin bulanan, dimana para kiyai dan ustad
memberikan pengajian tentang islam dan faham ahlussunnah waljamaah. Selain itu juga
dilaksanakan kegiatan lain diantaranya tahlilan, dibaan manaqib, istighotsah diberbagai
masjid, musholla dan rumah rumah.

Ijtimaiyah artinya perkumpulan / organisasi kemasyarakatan. Yang dimaksud NU sebagai


Ijtimaiyah artinya NU sebagai organisasi keagamaan yangkegitannya tidak terbatas pada
bidang agama saja tapi juga pada bidang kemasyarakatan, oleh sebab itu  NU melakukan
usaha dibidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dll dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan umat. Dibidang pendidikan NU berusaha meningkatkan kualitas pendidikan
dengan menata dan mengembangkan lembaga pendidikan seperti pondok pesantren,
madrasah dan sekolahan bahkan sampai ke perguruan tinggi, yang menanganinya yaitu : LP
Maarif dan RMI.

Di dalam mempelajari Ilmu Tauhid atau aqidah, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah
(Aswaja) menggunakan dalil nadli dan aqli. Dalil naqli ialah dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW dan dalil Aqli ialah dalil yang berdasarkan akan pikiran yang sehat
Sebagaimana dikemukakan bahwa madzhab Mu’tazilah mengutamakan dalil akal dari pada
dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mereka berani menafsirkan Al-Qur’an menurut akal mereka,
sehingga ayat-ayat Al-Qur’an disesuaikan dengan akal mereka. Apabila ada hadits yang
bertentangan dengan akal, mereka ditinggalkan itu dan mereka berpegang kepada akal
pikirannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://zainuddinst.blogspot.com/2012/10/nahdlatul-ulama-sebagai-jamiyah.html

https://islam.nu.or.id/post/read/9405/ahlussunnah-wal-jamaamp8217ah-dalam-ilmu-tauhid

https://www.nu.or.id/post/read/53717/gp-ansor-bandung-barat-tasyakuran-gedung-
sekretariat-baru.

Anda mungkin juga menyukai