Anda di halaman 1dari 5

PMII DAN KARAKTER ISLAM INDONESIA

Oleh : Rizki ramadhon


PMII Mercu Buana-Cabang Jakarta Barat

Belum lama kita sama-sama memperingati harlah PMII ke-58 di bandung, maka dirasa
perlu adanya Refleksi sejarah PMII sebagai organisasi mahasiswa islam. Sejak ditetapkan
17 April 1960 sebagai tonggak berdirinya wadah pergerakan mahasiswa islam indonesia,
dan 17 April kita peringati sebagai hari kelahiran PMII. Namun timbul pertayaan dalam
kepala saya, apakah 17 April setiap tahunya hanya kita peringati sebagai prosesi kelahiran
atau seremonial saja yang setelah itu kita kembali pada hirupikuk kehidupan materialis
dan lupa dengan apa tujuan besar para founding father, apa lagi memangku nama islam?
ya…ya…ya…mari kita flash back pada sejarah. Ide dasar berdirinya Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari adanya hasrat kuat para mahasiswa
Nahdliyin untuk membentuk suatu wadah (organisasi) mahasiswa yang berideologi
Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sebelum terbentuknya wadah untuk mengakomodir para
mahasiswa yang beridelogi aswaja secara nasional telah terbentuk wadah-wadah
mahasiswa yang berafiliasi pada nahdlatul ulama seperti IMANU di Jakarta pada tahun
1955, KMNU di surakarta, PMNU di bandung, namun keberadaan wadah tersebut tidak
direstui pimpinan IPNU dan PBNU dengan alasan bahwa adanya wadah tersebut akan
memperlemah eksistensi IPNU yang belum lama berdiri,gagasan untuk legalisasi
mendirikan wadah mahasiswa NU terus muncul disetiap mukhtamar IPNU, pada
mukhtamar II IPNU di pekalongan, mukhtamar III IPNU di Cirebon tetap ditolak, hingga
mencapai puncaknya pada koferensi besar IPNU I di kaliurang pada tanggal 14-16 maret
1960 menghasilkan keputusan perumusan wadah untuk mahasiswa NU di perguruan
tinggi,serta tim perumusan organisasi dari mahasiswa Nahdliyin yang berjumlah 13 orang
mahasiswa NU dari berbagai daerah. Ketiga belas panitia tersebut kemudian mengadakan
pertemuan yang disebut dengan Musyawarah Mahasiswa NU. Pertemuan tersebut
diselenggarakan pada tanggal 14-16 April 1960 di Gedung Madrasah Muallimin
Nahdlatul Ulama (Gedung Yayasan Khadijah) Wonokromo Surabaya. Selanjutnya hasil
musyawarah tersebut dideklarasikan di Balai Pemuda pada tanggal 21 Syawal 1379
Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 17 April 1960.1

1
http://www.pmii.or.id/sejarah-pmii/
Islam nusantara yang menjadi identitas PMII tentunya tak dapat dilepaskan dari Nahdlatul
Ulama (NU), karena tidak bisa kita pungkiri bahwa PMII memang benar lahir dari rahim
Nahdlatul Ulama, hanya saja pada tahun 1972 dalam Mubes III di Malang, PMII
menyatakan diri independen dari NU, karena PMII organisasi Kemahasiswaan, PMII
harus bersifat idealis dengan statusnya organisasi mahasiswa tidak wajar terjebak dalam
politik praktis, kala itu NU masih menjadi partai politik. Meskipun pada tahun 1984
akhirnya menyatakan diri untuk kembali ke khittah 1926 dan menarik diri dari percaturan
politik praktis pada muktamar NU ke-27 di situbondo.
Setelah kembalinya NU Sebagai Organisasi keagamaan apakah PMII akan kembali ke
NU atau tetap independen. Pada tahun 1991 dalam Kongres X di Jakarta, PMII memilih
merekontruksi kembali hubungan dengan NU dikenal dengan istilah Interdependensi,
secara organisasi tidak ada garis komando antara PMII dan NU, namun secara kultur
keislaman PMII menjadi perpanjangan tangan NU. Secara sadar kontruksi keislaman
PMII tidak lepas dari NU yaitu Aswaja An-Nahdliyah yang terpatri dalam landasan
pemikiran serta perbuatan setiap kader-kader PMII, berbicara soal kebangsaan pun PMII
berkomitmen, keislaman dan keindonesiaan yang merupakan kesadaran beragama,
berbangsa dan bernegara. dan atas dasar hal tersebut maka menjadi keharusan untuk
mempertahankan Bangsa dan Negara Indonesia serta menjaga paham Islam Nusantara
dari ancaman kalangan ekstremis walaupun dalam perjalananya begitu banyak golongan
yang merongrong dan sebenarnya inilah porsi kita PMII yang membawa nama islam.
Aswaja An-Nahdliyah Sebagai Identitas PMII
Marwah dari sebuah organisasi adalah berjalanya suatu pengkaderan dengan
memperhatikan kualitas tentu menjadi acuan dalam proses kaderisasi yang dilakukan
PMII. Meski mayoritas kader-kader PMII di isi oleh mahasiswa yang memiliki latar
belakang NU, tak menutup kemungkinan pula bagi kalangan luar NU untuk bisa
bergabung dengan PMII sejatinya keislaman yang ditawarkan oleh PMII adalah
Islam Ahlussunnah wal jamaah (Aswaja) yang memiliki makna global dengan segenap
prinsip-prinsip di dalamnya. Kondisi sekarang banyak anggota PMII yang bukan
kalangan NU karena dilihat dari klasifikasi anggota PMII hanya ada 2 kategori yaitu.
Pertama,yang menjadi anggota PMII adalah Mahasiswa NU yang cerdas, karana NU
memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah bawah jadi untuk
melanjutkan jenjang Pendidikan yang lebih tinggi termasuk hal yang sulit alternatifnya
melalui beasiswa dll. Kedua,anggota PMII adalah mahasiswa Cerdas yang di NU kan
yaitu mahasiswa yang bukan terlahir dari kalangan NU namun memilki peran dan
kemampuan lebih didalam kampus dan menjadi perhitungkan karena strategi dalam
mempertahankan ASWAJA dan memberi pengaruh pada lingkungan dimana PMII
berkembang maka harus ada perekrutan anggota yang bukan kalangan NU tetapi
memiliki kemampuan lebih, beitulah analogi mengenai pengkaderan di PMII.
Aswaja An-nahdliyah kemudian dianggap sebagai identitas pembeda antara PMII dengan
organisasi pergerakan mahasiswa lainnya. Aswaja dimaknai sebagai manhajul
fikr walharakah (kerangka berpikir dan kerangka gerakan). Di dalamnya terkandung
prinsip tawassuth (moderat), tawazun(seimbang), tasamuh (toleransi), ta’addul (tegak
lurus), dan amar makruf nahi munkar. Tak hanya itu, Aswaja kemudian disandingkan
dengan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) yang memuat nilai hubungan manusia dengan
Allah (hablumminallah) sebagai garis vertikal sikap penghambaan, manusia dengan
manusia (hablumminannas) sebagai garis horizontal sikap humanis, dan manusia dengan
alam (hablumminal alam) sebagai bagian dari kosmos. Dalam praktiknya, Aswaja dan
NDP dijadikan sebagai pisau analisis bagi PMII untuk membedah berbagai persoalan
yang ada. Maka, menjadi keharusan bagi kader PMII dalam setiap gerak langkahnya
untuk dapat mengedepankan dua pedoman tersebut.
Dalam konteks keislaman, selama PMII mengisi dinamika kemahasiswaan dan
kenegaraan, sama halnya dengan NU, PMII kerap dibenturkan dengan kelompok Islam
modernis dan puritan kalua saya bilang islam melayu yang berpandangan berbeda dengan
Islam nusantara yang cenderung tradisionalis sebagaimana yang digondeli PMII. Apalagi
ketika kini nilai-nilai keislaman yang dianggap sesuai dengan lokalitas masyarakat
Indonesia kian diusik oleh radikalisme yang mengatasnamakan Islam.
Hal itu bisa dilihat melalui media massa di mana sekarang masyarakat dipertontonkan
dengan wajah keislaman yang penuh konflik, radikalisasi, intoleran, dan tidak humanis.
Faktanya Pada tahun 80-an penduduk Muslim di Indonesia masih lebih dari 90 persen,
maka pada tahun 2000 populasi muslim turun ke angka 88,2 persen dan tahun 2010 turun
lagi menjadi 85,1 persen2. Ini terbuti bahwa media masa termasuk faktor yang
menyebabkan banyak pemurtadan minimal brain wash dalam tubuh islam dan harus
disadari bahwa islam diindonesia sedang di benturkan dan sengaja di kotak-kotakan

2
http://www.nu.or.id/post/read/73565/mengapa-jumlah-umat-islam-di-indonesia-menurun
terutama NU karena yang memiliki sembuyan hubbul wathon minal iman hanyalah NU.
Padahal tentunya sudah menjadi konsensi bersama bahwa hal intoleran, konflik,
radikalisme, tidak sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam Islam sebagai agama
yang sejatinya membawa dan menebar kasih sayang juga keramahan bagi seluruh alam
(rahmatan lil alamin).
Beragam tindakan yang mengarahkan pada intoleransi pemikiran radikal dan menurut
hemat saya yang efektif adalah pada ruang lingkup Pendidikan untuk itu dalam agenda
meneguhkan Aswaja dan kedaulatan bangsa PMII memiliki peran besar didalamnya
dimana PMII Orrganisasi mahasiswa islam yang memang wilayah teritorialya dalam
lingkup Pendidikan. Sebab apabila PMII tidak segera diambil langkah antisipasi yang
tegas untuk membentengi negara dari radikalisme tersebut, maka ancaman terbesar yang
akan muncul adalah disintegrasi bangsa.
Tanggung Jawab Pmii Dalam Rangka Menjaga Islam Nusantara
Begitu masifnya tindakan radikalisme, yang terus menjadi sorotan pada media masa yang
seolah-olah dunia ini sedang genting dan mengarahkan pandanganya pada islam. Islam
di identikan dengan kekerasan, intoleran, radikal, teroris hingga mengakibatkan
islamopobhia ini merupakan pengkodisian dimana ada sesuatu dibalik penggunaan isu
tersebut, kalua sahabat/i melihat sejarah kenapa indonesia dijajah dan begitu nafsunya
colonial ingin memiliki indonesia selamanya ? pertama adalah sumber daya alam, semua
negara butuh yang Namanya SDA sebagai syrat untuk menghidupi negaranya, luhat di
indonesia sumber daya alam begitu melimpah ruah terbentang dari timur sampai dengan
barat indonesia benar tanah karunia Allah, indonesia benar negeri yang baldatun
thoyyibatun warobbun ghofur.sudah sepantasnya kita sebagai bangsa indonesia
bersyukur dengan mengokohkan islam di bumi nusantara ini. Kedua wilayah geografis,
indonesia negara yang terletak di antara Benua Australia dan Asia, serta di antara
Samudra Hindia dan Samudra Pasifikini menjadikan wilayah Indonesia sangat strategis
sebab dilalui oleh persimpangan lalu lintas internasional baik itu di udara dan juga di laut.
Dengan kenyataan tersebut, Indonesia kemudian menjadi Negara yang potensi
perekonomiannya baik sebab Negara industri dan Negara berkembang menjadikan
Indonesia sebagai titik industri mereka. Yang ketiga budaya, Pengaruh letak geografis
Indonesia menyentuh soal budaya. Kekayaan kultur di Indonesia tidak lepas dari
kebudayaan Negara yang terletak di sekitarnya. Derasanya kebudayaan ini lambat laun
memasuki proses asimilasi dan sebagai hasilnya Indonesia memiliki kebudayaan lain
yang beragam dan khas. Kalau kita lihat sejarah mengapa para ulama dulu berjuang
mengorbankan seluruh jiwa dan raganya demi kemerdekaan indonesia ini? Sampai
sampai para ulama berfatwa berjihad melawan penjajah adalah suatu kewajiban? Karena
memang dalam hal beragama dan bernegara tidak bisa dipisahkan ibarat dua sisi mata
uang dua hal yang berbeda tapi tidak bisa dipisahkan. PMII lah yang bertanggung jawab
terhadap bangsa indonesisa ini karena PMII didalamnya adalah mahsiswa/ pemuda yang
nantinya akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini serta PMII
bertanggung jawa atas keislaman Bangsa Indonesia ini dimana kader PMII adalah
penerus dari ulama-ulama. Dalam rangka menjaga islam nusantara ini adalah tanggung
jawab Bersama, sebab islam masuk di indonesia ini tanpa ada pertumpahan darah, para
ulama berdakwah dengan bil hikmah dimana lebih menitik beratkan pada substansial
isinya dari pada keseluruhanya. Untuk menolak paham-paham yag tidak sesuai dengan
karakter bangsa dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta
tegaknya islam di indonesia islam yang rahmatan lil’alamin harus muhasabah diri,
terutama dalam soal tradisi keislaman apabila tidak mau disebut kontradiksi antara ide
yang digagas dengan gerakan yang dilakukan tidak sesuai. Karena tantangan zaman
khususnya yang berkenaan dengan keberagamaan di Indonesia semakin rentan dengan
konflik, maka PMII sebagai penjaga islam nusantara perlu berbenah, mawas diri.
Ideologisasi Aswaja dan internalisasi NDP perlu lebih di galakan. Wacana keislaman
yang sesuai dengan karakter kearifan lokal dan penuh keramahan sudah sepatunya
menjadi identitas PMII untuk bisa ditawarkan kepada mahasiswa, masyarakat, dan
pemerintah sebagai jawaban akan keringnya identitas keislaman dan keberagamaan di
bangsa Indonesia yang majemuk ini. Hingga tecapailah tujuan PMII "Terbentuknya
pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu,
cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen
memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia".3

3
Hasil-hasil kongres PB PMII Jambi

Anda mungkin juga menyukai