Anda di halaman 1dari 14

K.H.

ABDULLAH BIN BUH

D iIihat dari segi statusnya, lembaga pendidikan dapat dibagi ke


dalam lembaga pendidikan pemerintah (negeri), dan lembaga
pendidikan non pemerintah (swasta). Sedangkan dHihat dari segi ben-'
tllknya terdapat lembaga pendidikan formal, dan lembaga pendidikan
non~formal. Dalam perjalanannya lembaga pendidikan pemerintah ber­
mula dari lembaga pendidikan non-pemerintah. Demikian pula lembaga
pendidikan formal juga berawal dari lembaga pendidikan non-formal.
K.H.Abdullah bin Nuh, ulama asal Jawa Barat yang pernah belajar di
Universitas AI-Azhar, Kairo adalah termasllk tokoh pembaru pendidikan
Islam yang berhasil mengembangkan lembaga pendidikan non-pemerin­
tah (swasta), dan mengembangkan bentuk pendidikan formal dan non­
formal. Namanya amat populer di Jawa Barat, khususnya di Bogor, karena
sebagian besar lembaga pendidikan yang didirikannya ilu berada di
daerah Bogor. Sebagaimana halnya Hasyim Asy'ari, Abdullah Syafi'i,
Abdullah bin Nuh juga menghendaki lahirnya ulama plus dari lembaga
pendidikan. Oleh karena itu, ke dalam kurikulum pendidikan Islam, ia
menganjurkan agar dimasukkan mata pelajarall umum. Ulama yang satu
ini termasuk pengagum berat Imam AI-Ghazali. Buku Imam Al-Ghazali
yang berjudul AI-Munqidz min AI-Dlalal telah berhasil ia terjemahkan,
dan berbagailembaga pendidi.kan yang didirikannya ia bed nama al-II/ya',
yaitu nama dari salah satu kitab Imam AI-Ghazali, Ihya Ulum aI-Din
(menghidupkan ilmu-ilmu agama).

11
A. Riwayat Hidup
Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama yang lahir di Cianjur, Jawa
Barat pada tanggal30 Juni 1905 Masehi, bertepatan dengan tahun 1324
Hijriah, dan wafat di Bogor pada tanggal 26 Oktober 1987 Masehi
bertepatan dengan 1407 Hijriah, dalam usia 82 tahun.
Ayahnya bernama K.H.Raden Muhammad Nuh, salah seorang ulama
terkenal di kota Cianjur pada zamanya. Dan ibunya, Nyi Raden Hj Aisyah,
seorang ibu rumah tangga yang taat menjalankan agama serta taat p~da
suami.
Dilihat dad silsilahnya, Abdullah bin Nuh termasuk turunan ningrat,
suatu kelompok priyayi yang memiliki status sosial yang terhormat.
Abdullah bin Nuh putra dari KH Raden Muhammad Nuh, putra Raden
H, idris, putra dari Raden Arifin, putra dari Raden H. Soleh, putra dari
Raden H. Muhyidin Natapraja, puna dari Raden Aria Wiratanudatar V
(Dalem Muhyidin), putra dari Raden Aria Wiranudatar IV (Dalem
Sabiruddin), putra dari Raden Aria Wiranudaar III (Dalem Astramanggala),
putra dad Raden Aria Wiranudatar II (Dalem Wiramanggala), putra dari
Raden Aria Wiratanudatar I (Dalem Cikundul).1
Selain hidup dalam keluarga ningrat, ia juga hidup dalam lingkungan
hidup yang islami, taat beragama. Dari sejak kecil, Abdullah bin Nuh telah
memperlihatkan karakteristik yang ramah serta memiliki akhlak yang
baik. Sungguhpun ia berasal dari keluarga yang terhormat, tapi ia memper­
lihatkan sikap rendah hati, ramah dan suka bergaul dengan kalangan
masyarakat kebanyakan.
Riwayat pendidikannya, dimulai dengan belajar agama Islam di
Madrasah I'anatut Thalibin Muslimin, suatu lembaga pendidikan Islam
yang didirikan oleh ayahnya sendiri, di Cianjur. Karena didukung oleh
kes.ungguhan belajar dan kecerdasannya, sejak usia muda ia telah
memperlihatkan kemampuannya dalam berbahasa Arab dengan orang

'Ahmad Zaini Dahlan, al-Hijrah mill Allah ila Allah, (al-Ihya, Bogor, 1987), hIm. 3.
Lihat pula Khairul Shalih, Abd Allah bin Nuh Kifahuh wa Syi'ruh, (al-Ihya, Bogor, 1991),
hIm. 56.

KH. Abdullah Bin Nuh II


~,!,f~-'

'''~_~,-to:,::~

tua dan keluarga di Iingkungan keluar~anya sehari-hari, dan telah sanggup


menghafal kitab aI-FiaII , yaitu kitab tentang gramatika bahasa Arab
karangan Imam Malik, sambil disaksikan oleh gunmya sendiri.2
Setelah tamat dari Madrasah al-Ianah, ia melanjutkan studinya ke
Madrasah Arabiyah yang bernama Syamailul Huda di kota Semarang,
Jawa Tengah. Madrasah ini diasuh oleh seorang ulama yang berpandangan
luas, yaitu Sayyid Muhammad bin Hasim bin Thahir al-Alawy ai-Hadad
al-Hadrami, keturunan dari Hadramaut. 3
Dalam usia 17 tahun, Abdullah bin Nuh meninggalkan kota Semarang
melanjutkan studinya di Surabaya, Jawa Timur. Di kota ini bersama
gurunya ia mendirikan sekolah yang bernama Hadramaut School. Di
lembaga pendidikan inilah ia melatih diri dalam berdiskusi, belajar
berpidato, keterampilan berbahasa asing, seperi oahasJ. /uab, Inggris,
Jerman, Prancis, dan Belanda.
Dengan bekal bahasa Arab yang kuat, ia kemudian dikirim oleh
gurunya ke Kairo, Mesir pada tahun 1929 untuk mendalami ajaran Islam.
Bersama 15 orang temannya dari Surabaya, Abdullah bin Nuh menimba
ilmu agama Islam kepada Syaikh Ahmad AI-Dirham, dan selanjutnya ia
diterima belajar di Universitas AI-Azhar, Kairo. Setelah beberapa tahun ia
bela jar di Universitas tersebut, ia berhasil memperoleh gelar Syahadatul
Alimiyyah sehingga ia berhak mengajar. Di Universitas ini ia banyak
mendalami ilmu fiqih Mazhab Syafi'i, dan bidang studi lainnya. 4
Setelah merasa memiliki bekal ilmu yang memadai, Abdullah bin Nuh
mulai melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan di masyarakat. Menurut
catatan sejarah, Abdullah bin Nuh termasuk salah seorang anggota Pembela
Tanah Air (PETA), bahkan ia diangkat sebagai Daidanco atau Koman­
dannya. Sehubungan dengan perannya ini, maka di sekitar tahun 45-an
ia termasuk kader PETA yang aktif mempertahankan kemerdekaan

lMansur Menas, Abdurahim, Alai(//(/Ir SU(/f(/ Masiid, Jakarta, Januari, 1989, him.
49.
3Raden Hjh. Siti Amin binti Nuh, \\'l(/wat/e(/ra Isk(/ndar ElIgkll di rUn/(/!z kedi(//1/(/nny(/
di Cim/illr, ta nggaI 15 Agustus 1999.
~K.H.Drs.Muh. Husni Thamrin, w(/n'at/tar(/, 1999.

II 1jlkoh-tohoh Pcmbaman Pcndidinan Islam eli Indonesia


Republik Indonesia, melalui Barisan Hizbullah dan Badan Keamanan
Rakyat (BKR) di kota Bogor dan Cianiur.5
Selanjutnya di tahun 1946, ketika Ibukota Republik Indonesia
pindah ke Yogyakarta dan negara dalam keadaan gawat, tegang dan penuh
dengan pergolakan, Abdullah bin Nuh ikut pindah ke Yogyakarta. Di kota
ini, ia ikut serta memelopori berdirinya Radio Republik Indonesia (RRI)
bersama-sama dengan tokoh-tokoh yang berkecimpung dalam bidang
penerangan dan dakwah Islam. Dalam kaitan ini, Abdullah bin Nuh di­
percaya sebagai Kepala Bagian Siaran Khusus bahasa Arab.
Selain itu, selama di Yogyakarta Abdullah bin Nuh juga berhasil men­
dirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) yang selanjutnya berubah meniadi
Universitas Islam Indonesia (UII).
Selanjutnya di tahun 1949, Abdullah bin Nuh yang saat itu berusia
44 tahun, pindah kembali ke Jakarta, seiring dengan pindahnya ibukota
Republik Indonesia dari Yogyakarta ke Jakarta. Ketika di Jakarta ini ia
aktif sebagai guru di sekolah-sekolah dan berdakwah di berbagai Majelis
Ta'lim, sambi! memimpin siaran bahasa Arab di Radio Republik Indonesia
(RRI), dan berdakwah keliling di berbagai daerah yang meliputi Jakarta,
Bogor, Cipanas, Cianjur, Bandung, Tasikmalaya, dan beberapa daerah
Iainnya di Jawa Barat.
Selain itu, Abdullah bin Nuh juga berperan aktif dalam memelopori
berdirinya Arabian Press Board (APB) serta menjadi dosen Program Sastra
Arab di Universitas Indonesia. Bersamaan dengan itu ia juga bertindak
sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Pembina. Melalui majaiah ini, Abdullah
bin Nuh banyak mengemukakan gagasannya ten tang Ukhuwah Islamiyah,
terutama kepada para peserta Konferensi Islam Asia Afrika (KIM) yang
dilaksanakan di Bandung.
. Sehubungan dengan:kjprahnya itu, K.H. Achmad Syaichu, mantan
Ketua Sidang Konferensi Islam Asia Afrika mengatakan, bahwa KH. Raden
Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama besar dan tokoh terkemuka

SWawancara dengan Raden Hj.Siti Aminah, pada tanggal 19 Desember 1998,


sebagaimana terdapat dalam Iskandar Engku, Disertasi Program Pascasarjana UIN Syarif
HidayatuUah Jakarta, tahun 2001, him. 49.

KH. Abdullah Bin Nuh II


~

khususnya di Jawa Barat. la telah iktit serta menyukseskan berlangsung­


nya Konferensi Islam Asia Afrika (KIM) dengan peran sebagai juru
penerang yang terampil dan dinamis.
Peran lain yang dilakukan oleh Abdullah bin Nuh adalah dalam bidang
pendidikan Islam, teologi/tasawuf, sejarah dan aktivitas kenegaraan
lainnya.
Di tengah-tengah kesibukannya melakukan berbagai kegiatan
sebagaimana tersebut di atas, Abdullah bin Nuh juga ternyata sebagai
seorang penulis yang amat produktif. Berbagai karya ilmiah dalam ber­
bagai bidang studi Islam telah berhasil ditulisnya. Karya-karya ilmiah
tersebut antara lain.
1. Kitab Fi Dzilal al-Ka'balt ai-Bait al-Haram. Di dalam kitabnya, Abdullah
bili Nuh mencoba menjelaskan peranan Ka'bah sebagai lambang
pemersatu umat Islam, dan rumah pertama yang dibangun sebagai
tempat perlindungan di bawah kalimah tauhid. Dengan ka'bah ini
berbagai perbedaan mamab dan aliran yang terdapat di kalangan
umat Islam dapat disatukan, sehingga tidak ada lagi sektarian dan
fanatisme dalam ajaran Islam. Sikap yang demikian itu antara lain
terlihat dalam pribadi Abdullah bin Nuh.
2. La TIUli(iyata (i a/-Islam. Di dalam kitabnya ini, Abdullah bin Nuh
mencoba menjelaskan tentang pentingnya ijtihad bagi seorang
Muslim yang memiliki persyaratan. Menurutnya, ijtihad adalah meru­
pakan penyebab timbulnya mazhab dalam Islam, dan mazhab ini
(substansinya) sudah ada sejay. zaman Rasulullah. Lebih lanjut
Abdullah bin Nuh mengatakan dalam bukunya ini, bahwa berpe­
gang pada mamab adalah amat penting dengan ketentuan tetap
menjadi keutuhan dan menjauhkan diri dari perpecahan.
3. A/-Alam al-/slamiy. Dalam bukunya ini Abdullah bin Nuh rp.encoba
menjelaskan dunia Islam yang amat kaya dengan ilmu pengetahuan
dan peradaban.
4. Terjemall Kitab al-Munqiz min al-Dla/al (Terbebas dad Kesesatan) karya
Imam al-Ghazali. Kitab ini menceritakan perjalanan batin Imam ai­
Chazali dari satu negeri ke negeri lain dalam rangka mencari kebe-

II ToIwh-tokoh Pembaruan P,,*,-n Islam di Indonesia


naran. Al-Ghazali telah mengalami keraguan dan ketidakyakinan
terhadap kebenaran ilmu kalam, filsafat yang di dalamnya banyak
pendapat yang saling bertentangan. Ia menginginkan kebenaran
yang meyakinkan. Kebenaran yang demikian itu ia jumpai dalam
tasawuf dengan menggunakan kendaraan fiqih. Hal ini tercer min
dalam karyanya yang amat monumental, lhya Ufum AI-Din, yang
memadukan antara fiqih dan tasawuf.
5. Mu'allimu al-Arabiyah (Guru Bahasa Arab). Buku ini berisi uraian
tentang cara-cara mengajar bahasa Arab yang efektif. Buku ini amat
berguna bagi para guru yang mengajar bahasa Arab.
6. AI-Lu'lu al-Mantsur. Buku ini berbicara tentang nilai-nilai luhur yang
seharusnya berpengaruh di dalam kehidupan manusia, yang dalam
hal ini adalah niIai-nilai ajaran Islam.
7. AI-Mustash{a'. Buku ini 5ama dengan judul buku yang ditulis oleh al­
GhazaIi, yaitu tokoh yang sangat dikagumi dan sekaligus sangat
memengaruhi pandangan pemikiran keagamaan Abdullah bin Nuh.
Buku ini berbicara tentang kajian fiqih dalam Islam.
8. lalan Bag; Alzli lbadall. Sesuai dengan judulnya, buku ini berbicara
tentang keutamaan orang yang senatiasa beribadah kepada Allah Swt.,
yaitu mereka yang akan senantiasa memperoleh ketenangan jiwa
serta senantiasa dekat dengan Allah dengan implikasinya berupa
terciptanya keadaan moral dan akhlak yang mulia.
9. Ana Muslim Sunniyul1 Sya{i'iyyun. Buku ini merefleksikan sikap yang
tegas dan gamblang dad Abdullah bin Nuh sebagai seorang penganut
paham sunnl. Paham yang demikian itu sekaligus menunjukkan sikap
yang dianut oleh al-Ghazali, dan banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia. Dengan buku tersebut akan hilang dugaan dan spekulasi
masyarakat terhadap sikap keagamaan Abdullah bin Nuh.
10. Zakat Modem. Dad segi judulnya dapat diketahui, bahwa Abdullah
bin Nuh ingin melakukan terobosan baru dalam memahami dan
mengamalkan zakat dad keadaan yang tradisional kepada keadaan
yang modern yang membawa misi perbaikan kehidupan sosial
ekonomi masyarakat dan menghilangkan kesenjangan sosiaL

KH. Abdullah Bin Nuh II


11. Keutamaan Keluarga Rasulullah. ,Melalui buku ini tampak Abdullah
bin Nuh ingin memperkenalkan akhlak Rasulullah dan sekaligus
mengajak masyarakat agar meneladaninya.
12. Hadits-Itadis Mahdi. Buku ini kelihatannya ingin berbicara ten tang
hadis-hadis yang mengandung kontroversial, yaitu hadis-hadis ten­
tang mahdi, yaitu hadis yang menceritakan kemungkinan datangnya
al-mahdi menjelang hari kiamat tiba.
13. Islam dan Marxisme. Melalui buku ini Abdullah bin Nuh ingin
mengatakan bahwa ajaran Marxisme tidak sejalan dengan ajaran
Islam yang mendasari pada ajaran tauhid. Marxisme adalah ajaran
tanpa Tuhan. Sedangkan ajaran Islam adalah ajaran yang dibangun
dari kepercayaan kepada Allah. Buku ini menepis adanya paham
komunisme yang pada saat itu tengah berupaya menggantikan
ideologi Pancasila.
14. Sejarah Islam di Jawa Barat. Melalui buku ini, AbduHah bin Nuh
ingin mengajak kepada masyarakat Jawa Barat, khususnya tentang
sejarah masuknya Islam di Jawa Barat. Dengan pengetahuan ter­
sebut, masyarakat akan tahu watak dan karakter ajaran Islam yang
berkembang di Jawa Barat, serta cara-cara yang ditempuh para da'i
dalam memasyarakatkan ajaran Islam tersebut.
15. Baraltin Nuayyid AM al-Sunnah wa al-Jama'all. Buku ini berbicara
tentang beberapa keterangan yang memperjelas ahlu al-Sunnah wa
al-jama'ah. Dengan buku ini, Abdullah bin Nuh ingin menp.gaskan
sekali lagi tentang sikap dan pandangannya tentang Ahlu Sunnah
wa al-jama'ah sebagai paham yang mayoritas dianut masyarakat
Indonesia.
16. Nusltush fi al-Hibbah. Sesuai dengan judulnya buku ini berbicara
tentang ketentuan yang berkaitan dengan penerapan hibah.
17. AI-Islam wa al-Syubltat aI-A sl"iyall . Buku ini berbicara ten tang
pandangan Islam terhadap masalah syubhat yang berkembang di
masyarakat.
18. Ummalt wahidalt. Dengan buku ini, Abdullah bin Nuh mencoba
mengemukakan gagasan dan pandangannya ten tang cara-cara

II Tolwh-lDiwh Pembaruan Pcndidilum Islam di Indonesia


mempersatukan umat Islam. Hal yang demikian dipandang penting
untuk menyatukan masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai
latar belakang agama dan budaya serta lainnya yang amat beragam.
Melalui buku tersebut, Abdullah bin Nuh ingin agar berbagai latar
belakang perbedaan terse but tidak menyebabkan terjadinya per­
pecahan.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui, bahwa Abdullah bin Nuh
selain sebagai seorang ulama yang amat dalam dan luas Hmu agamanya
serta memiliki karisma yang kuat di masyarakat, juga termasuk orang
yang memiliki kepekaan dan komitmen yang tinggi terhadap tegaknya
Negara Kesatuan Republik Indonesia serta mencapai kemajuan dengan
cara memberikan bekal pendidikan yang sebaik-baiknya kepada rakyat­
nya. Teori dan gagasan-gagasannya yang d~mikian besar itu ia imple­
mentasikan melalui berbagai lembaga pendidikan yang didirikannya,
baik lembaga pendidikan formal maupun informal.

B. Kiprah dalam Pendidikan Non-Formal


Pada usia 29 tahun (tahun 1934) Abdullah bin Nuh meninggalkan
kota Kairo, Mesir kembali ke Indonesia dan menetap di Ciwaringin,
Bogor. Di kota ini selain melakukan dakwah di berbagai tempat, ia juga
mengajar di Madrasah lslamiyah, dalam rangka mendidik calon ulama,
serta mengajar di berbagai tempat. Selain itu ia juga mengajar di sekolah
MULO, mendirikan Madrasah Pondok Sekolah Agama (PSA) yang meru­
pakan persatuan madrasah yang ada di kota Bogor pada waktu itu, serta
berfungsi sebagai kordinator sekolah-sekolah agama.
Aktivitas lainnya yang dilakukan Abdullah bin Nuh dalam rangka
mendidik calon ulama adalah dengan mendirikan Islamic Center ai­
Ghazali di kota Bogor. Di lembaga pendidikan inilah, Abdullah bin Nuh
menyelenggarakan program pendidikan Islam mulai dari Taman Kanak­
kanak Islam, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah,
serta pendidikan formal seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) al-Ghazali.
Islamic Center al-Ghazali tersebut memiliki cabang di berbagai daerah
sebagai berikut.

KH. Abdullah Bin Nuh II


Pertama, Islamic Center, cabang'Bogor. Pesantren al-Ihya al-Ghazali
ini tepatnya di daerah Batutapak, Desa Pasir Jaya Kabupaten Bogor.
Lembaga ini dilengkapi dengan Majelis Ta'lim al-Ihya' yang cukup terkenal
di kalangan masyarakat kota Bogor. Para pelajar atau santri yang menimba
ilmu di lembaga ini sebagian besar berasal dari kalangan pelajar dan
mahasiswa yang berasal dad berbagai daerah di Indonesia. Yaitu para
mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Ibn Khaldun, Uni­
versitas Pakuan, Universitas luanda, dan lain sebagainya. Mereka yang
kuliah pada berbagai perguruan tinggi tersebut berasal dari berbagai
o dacrah di Indonesia. Khusus untuk Pesantren dan Majelis yang terletak di
Parungkl.lda, Kotamadya Bogor ini pengelolaannya diserahkan kepada
Drs.K.H. Muhammad Husni Thamrin, khususnya sete!ah Abdullah bin
Nuh meninggal dunia.
Kedua, Islamic Center cabang Darmaga. Pesantren ini dinamai
i.embaga Pendidikan Insan Kamil dan Nurul Ihya yang terletak di Dermaga,
satu kilometer dari Kampus IPB Bogor. Di lembaga ini terdapat program
pendidikan formal yang terdiri dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Lembaga ini
didirikan oIeh Abdullah bin Nuh pada tahun 1986, setahun sebelum ia
meninggal dunia. Di tempat ini terdapat pula Majelis Ta'lim yang
pengelolaannya diserahkan kepada Ibu Hj.Sumirat. Melalui lembaga
pendidikan ini, Abdullah bin Nuh mengharapkan lahirnya manusia­
manusia yang se1ain memiliki kemampuan akademik, juga memiliki jiwa
dan kepribadian Muslim sejati. Selain diberikan pelajaran yang sesuai
ketentuan formal, pada lembaga pendidikan tersebut juga diberikan mata
pelajaran ekstra kurikuler yang mengarah kepada pembinaan profesi dan
keahlian yang diperlukan untuk lapangan kerja. Untuk pelajaran Sekolah
Menengah Atas misalnya, diberikan tambahan pelajaran bahasa Arab dan
Inggris, keterampilan komputer, elektronika, pelajaran bela diri, mengetik,
home industri. Berkat kemajuan dan prestasinya yang baik, SMA al-Ihya
ini statusnya diakui oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
sehingga lulusannya dapat memasuki jenjang pendidikan tinggi.
Ketiga, Islamic Center cabang Layungsari. Di lembaga pendidikan
yang didirikan pada tahun 1987 ini terdapat kegiatan Majelis Ta'lim yang
bernama al-Husna yang pengelolaannya diserahkan kepada Betty Yasin.

II TollOh-tokoh Pembaruan Pcrulidihan Islam di Indonesia


Keempat, Islamic Center cabang Babakan. Oi lembaga ini terdapat
Majelis Ta'lim yang pengelolaannya diserahkan kepada K.H.Elon Zaini
Oahlan. Lokasinya berada di sebelah utara kampus utama Institut Perta­
nian Bogor, tepatnya di Jalan Malabar, lebih kurang 200 meter dari pintu
timur Kebon Raya Bogor.
Kdima, Islamic Center cabang Sukaraja. Di lembaga pendidikan ini
terdapat Majelis Ta'lim Nahyus Salam yang pengelolaannya diserahkan
ag kepada K.H.Hasanuddin dan H.R. Hidayat.
;ti Keenam, Islamic Center cabang Jakarta. Lembaga pendidikan yang
di berada di Jakarta ini bernama Nael al-Manaki. Didirikan oleh Abdullah
bin Nuh pada tahun 1986 yang pengelolaannya diserahkan kepada
in K.H.Mohammad Syukur Ya'kub.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dicatat beberapa hal
sebagai berikut.
~a,

m Pertama, dilihat dad segi lingkungan tempat tinggal dan keluarganya,


ar, tampak sangat mendukung untuk tampilnya Abdullah bin Nuh sebagai
m seorang ulama. la tinggal dalam lingkungan yang taat beragama dan
ia keluarga yang tergolong mampu dan dnta terhadap i1mu pengetahuan.
:l.g Kedua, dilihat dari segi kepribadiannya, tampak bahwa ia memiliki
ga bakat dan potensi yang besar untuk menjadi ulama besar. Terlihat dari
:a- kesungguhannya menuntut ilmu dari sejak kedl, serta kemampuannya
va menghafal Kitab Alfiyah yang merupakan kitab standar yang amat besar
:ai pengaruhnya dalam mendukung kemampuan memahami literatur ber­
ta bahasa Arab.
In
Ketiga, dilihat dari latar belakang pendidikannya, tampak bahwa ia
memiliki bekal pendidikan yang kuat. Selain ia belajar pada berbagai
In
pesantren yang terkenal di tanah air, ia juga merupakan jebolan Univer­
k, sitas al-Azhar, Kairo yang hingga saat ini kredibilitas intelektualisanya amat
,a dikagumi Ounia Islam dan Barat.
n,
Keempat, dilihat dari segi aktivitasnya, dapat dikatakan bahwa
Abdullah bin Nuh adalah pelopor berdirinya Majelis Ta'lim untuk kalangan
to
masyarakat bawah hingga kaum elit, khususnya di kota Bogor dan
umumnya di Indonesia. Berdirinya berbagai Majelis Ta'lim di berbagai kota

K H. Abdullah Bin Null II


besar seperti Jakarta, Bandung dan sebagainya tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh Abdullah bin Nuh.
Kelima, dilihat dari segi pengelolanya, dapat dikatakan bahwa
Abdullah bin Nuh telah berhasil melakukan kaderisasi ulama, sesuai
dengan cita-citanya. Hal ini terlihat dari sejumlah majelis ta'lim yang
didirikannya selalu ia serahkan pengelolaannya kepada para muridnya
yang telah menjadi ustadz.
Keenam, dilihat dari segi pergaulannya, dapat dikatakan bahwa
Abdullah bin Nuh adalah sosok ulama yang memiliki pergaulan yang luas.
Hal ini terlihat banyaknya dukungan yang diberikan oleh masyarakat
dalam mengembangkan berbagai kegiatan pendidikannya itu.
Ketujult, dari sekian banyak majelis ta'lim yang didirikannya, kita dapat
mengi\takan bahwa Abdullah bin Nuh adalah pelopor berdirinya lembaga
pendidikan non-formal di Jawa Sarat pada umumnya, dan di kota Bogor
pada khususnya.

c. Kiprah dalam Pendidikan Formal


Kiprah Abdullah bin Nuh dalam bidang pendidikan formal dapat
dilihat dari peran sertanya dalam Yayasan Perguruan Islam (YPI). Oi
lembaga pendidikan yang merupakan peninggalan ayahandanya ini
terdapat program pendidikan Taman Kanak-kanak, Madrasah Ibtidaiyah,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Al-I'anah, SMU Al-l'anah, Sekolah
Teknologi Menengah al-l'anah, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Al-l'anah.
Selain itu di lembaga pendidikan ini terdapat pula Perguruan Tinggi yang
bernama Fakultas Tarbiyah Al-I'anah, Cianjur.
Pada tahun 1983, Fakultas Tarbiyah Al-I'anah tersebut dikukuhkan
dengan Surat Keputusan Oirektur Jenderal Bimbingan KelembagaanAgama
Islam, dan diubah namanya menjadi Sekolah Tinggi Tarbiyah Al-I'anah
yang disingkat menjadi (STTA). Selanjutnya pada tahun 1988 STTA ini
diubah lagi menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah AI-I'anah (STITA).
Perubahan ini didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Agama Repu blik
Indonesia Nomor 219/1988. Pada tahap selanjutnya, STITA berubah lagi
menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Al-I'anah dan memiliki dua
jurusan yaitu: 1. Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam

II Tohoh-Iokoh Panbaruan Pendidiknn islam di Indonesia

dan 2)Jurusan Syari'ah dengan program studi Ahwal al-Syahsyiyah. Dad


lembaga pendidikan ini telah dihasilkan Sarjana Agama sebanyak 93 orang
yang terdiri dari 70 orang Sarjana Tarbiyah, dan 23 orang Sarjana Syari'ah ..
Di antara tujuan didirikannya perguruan tinggi tersebut adalah untuk
mencetak kader ulama yang handal dan profesionaL Tujuan ini tidak terlalu
berlebihan, karena dari sekian banyak sarjana yang dihasilkannya itu
banyak di antaranya yang menjadi ulama yang disegani masyarakat.
Mereka itu antara lain K.HAhmad Zaini Dahlan, K.H. Abdullah Afandi,
dan K.H.Abdul Halim (pernah menjadi Ketua MUI Kabupaten Cianjur).
Berdasarkan cacatan tersebut di atas, dapat diketahui dengan jelas,
bahwa Abdullah bin Nuh termasuk pelopor yang berhasil mendirikan
lembaga pendidikan swasta yang secara bertahap diakui keberadaannya
oleh masyarakat dan pemerintah. Hal yang demikian terjadi karena
melalui lembaga pendidikannya itu dapat dihasilkan kader-kader ulama
yang handal dan dipercaya kemampuannya oleh masyarakat.

D. Gagasan dan Pemikiran Pendidikan


Gagasan dan pemikiran pendidikan Abdullah bin N uh secara implisit
dapat ditelusuri dari berbagai karya tulis serta aktivitasnya sebagaimana
tersebut di atas. Dari 18 buku yang ditulisnya sebagaimana tersebut di
atas secara eksplisit tidak ada yang berjudul pendidikan dalam arti sebagai
ilmu pendidikan. Yang dijumpai dalam buku tersebut adalah pemikiran
dan gagasan ten tang nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan ke dalam
jiwa masyarakat. Dengan demikian, Abdullah bin Nuh dapat dikatakan
sebagai praktisi pendidikan, yaitu orang yang mengabdikan seluruh jiwa
dan raganya untuk mendidik masyarakat. Dari berbagai upaya dan
kiprahnya itu dapat diidentifikasi aspek-aspek pendidikan yang dimaju­
kan oleh Abdullah bin Nuh.
. Pertama, tujuan pendidikan. Abdullah bin Nuh menginginkan agar .
pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia yang dapat
mengabdikan dirinya kepada Allah Swt. melalui berbagai aktivitas yang
seluas-Iuasnya. Manusia yang demikian itulah yang akan dirasakan
manfaatnya baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.
Rumusan tujuan pendidikan yang demikian didasarkan pada penga-

KH. Abdullah Bin Nuh II


matannya di mana umat Islam pada saat itu masih kurang memperlihat­
kan perhatiannya bagi kemajuan masyarakat. Pendidikan harus meno­
long masyarakat agar dapat melakukan perannya itu.
Kedua, materi pendidikan. Berdasar pada sejumlah karya tulis serta
kiprahnya di lembaga pendidikan sebagaimana tersebut di atas, Abdullah
bin Nuh menginginkan agar materi pendidikan di samping memuat
mata pelajaran agama, juga memuat mata pelajaran umum, penguasaa'n
• terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi serta berbagai keterampilan
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Hal yang demikian sejalan dengan
tujuan pendidikan tersebut di atas, serta adanya kenyataan di mana umat
Islam pada saat itu masih banyak yang memusuhi ilmu pengetahuan
umum dan melihat pengetahuan agama dan pengetahuan umum sebagai
dua bidaog ilmu yang dikotomis. Abdullah bin Nuh ingin mengintegrasi­
kan antara kedua ilmu tersebut seita menghilangkan dikotomi tersebut.
Ketiga, guru. Secara teoretis Abdullah bin Nuh tidak berbicara tentang
guru. Namun secara substantif fungsional ia begitu kuat keinginannya
untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru yang handal dan profesional. Hal
yang demikian ia lakukan dengan cara memberikan kepercayaan kepada
para muridnya yang senior untuk bertugas sebagai guru dan sekaligus
memimpin lembaga pendidikan.
Keempar, manajemen pendidikan. Abdullah bin Nuh menyadari
benar bahwa untuk memajukan pendidikan perlu adanya manajemen
pendidikan yang kuat dan handaL Gagasan ini ia wujudkan dengan cara
membentuk yayasan lengkap dengan sistem organisasinya yang handal
sebagaimana tersebut di atas.
Kelimtl, bentuk pendidikan. Abdullah bin N uh melihat pendidikan
bukan hanya yang berlangsung di kelas-kelas secara formal, melainkan
juga yang berlangsung di masyarakat. Untuk itu bentuk pendidikan yang
dikembangkan oleh Abdullah bin Nuh meliputi lembaga pendidikan
formal dan pendidikan non formaL

E. Penutup
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dikemukakan beberapa
catatan sebagai berikut.

11 Tohoh·/ohoh Pcmbaruan I'cndidikan Islam dl Indonesia

,.L'
Pertama, Abdullah bin Nuh menunjukkan bahwa umat Islam Indo­
nesia juga dapat mencapai prestasi dalam bidang ilmu agama Islam
sebagaimana yang dicapai oleh umat Islam dari negara lain. Keber­
hasilannya menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar, Kairo menunjukkan
pernyataan tersebut.
Kedua, Abdullah bin Nuh telah membuktikan bahwa sesungguhnya
tidak ada perbedaan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya.
Abdullah bin Nuh yang memiliki latar belakang aristokrat yang bergelar
Raden, ternyata telah menunjukkan kepeduliannya yang tinggi terhadap
kepentingan masyarakat pada umumnya.
Ketiga, sesuai dengan zamannya Abdullah bin Nuh adalah sosok ulama
yang memiliki kesadaran yang tinggi terhadap tegaknya kemajuan dan
kejayaan bangsa dan negara.
Keemf1at, gagasan dan pemikiran Abdullah bin Nuh tampak sangat
dipengaruhi oleh sikap dan pandangan keagamaannya sebagai seorang
penganut mazhab Sunni yang kuat. Hal yang demikian terlihat dari
sejumlah buku yang ditulisnya yang berkaitan dengan masalah ahl Sunnah
wa al-jama'ah, serta lembaga pendidikan yang didirikannya, yaitu al­
Ihya, sebuah nama salah satu Kitab al-Ghazali yang amat terkenal, serta
bernama al-Ghazali itu sendiri.
Kelima, pandangan Abdullah bin Nuh dalam bidang tujuan, kuri­
kulum, guru, manajemen, dan bentuk kelembagaan pendidikan tampak
sangat dipengaruhi oleh sikap dan pandangan keagamaannya itu, yaitu
pandangan Sunni.

KH. Abdullah Bin Nuh III

..

Anda mungkin juga menyukai