Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN AL IBNU KHALDUN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Dr. Hepi Ikmal, M.Pd.I

Disusun Oleh:

1. A. Zakiyatul Fuatdi

2. Ahmad Nur Huda

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN 2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan manusia agar

manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan

olehnya sebagai mahluk yang disebut manusia, oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan

setiap manusia, dengan adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia

inginkan, dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta

mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu manusia tidak

mengalami kesalahan yang fatal.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Ibnu Khaldun?

2.Apa Karya-Karya Ibnu Khaldun?

3.Bagaimana Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun?

4.Bagaimana Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun dengan

Pendidikan Masa Kini?

C. Tujuan dan Kegunaan

1. Mengetahui ibnu khaldun secara lebih dekat

2.Mengetahui karya-karya Ibnu Khaldun

3. Mengetahui pemikiran ibnu khaldun tentang Pemikiran Pendidikan Islam

4. Untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Tokoh Ibnu Khaldun

Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada

zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang

pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah

sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.1

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn

Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M,

wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang

hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam.

Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan) 2

Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah seorang sahabat

Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah hadith serta pernah dikirim nabi untuk

mengajarkan agama Islam kepada para penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin

Utsman datang ke Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol.

Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang Andalusia dan

Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama dengan “uns” sebagai pernyataan

penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.

1 Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 503.

2 http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun

3
Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar membaca dan menghafal

al-Qur’an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara membaca al-Qur’an), dia memperlihatkan

caranya yang seimbang dan merata antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika

bahasa arab yang diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).

GURU-GURU IBNU KHALDUN

Dibalik keberhasilan yang dicapai oleh Ibnu Khaldun tidak luput dari jasa guru-gurunya yang

memberikan berbagai pelajaran dan mengajarkan pengalaman mereka kepada beliau. Di bawah

ini akan dipaparkan beberapa guru-guru yang ada dibalik keberhasilan Ibnu Khladun. Antara

lain:

1) Abu Abdullah Muhammad yaitu ayahnya yang menjadi guru pertama Ibnu Khaldun. Dari

ayahnya beliau belajar membaca, menulis dan bahasa Arab.

2) Abu Abdullah Muhammad Ibn Sa’ad Ibn Burral al-Anshari, ia termasuk pendidik Ibnu

Khaldun dalam bidang al-Qur’an dan Qira’atul Sab’ah.

3) Syeikh AbdullahIbn al-‘Arabi al-Hasayiri, Muhammad al-SAwwas al-Zarazli Ahmad Ibn al-

Qassar, Syekh Syams al-Din Abu Abdullah Muhammad al-Wadisyasyi, mereka adalah

pendidik /guru dalam bidang ilmu hadist, bahasa Arab dan Fiqh.

4) Abdullah Muhammad Ibn Abd al- Salam, ia adalah pendidik khusus kitab al-Muwattha’ karya

imam Malik.

5) Muhammad Ibn Sulaiman al-Satti Abd al-Muhaimin al-Hadrami dan Muhammad Ibn Ibrahim

al- Abili, mereka adalah pendidik ilmu pasti, logika dan seluruh ilmu tehnik, kebijakan dan

pengajaran dan ilmu pokok al-Qur’an hadist.

6) Syekh Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad al-Wadiyasyi, ia mengajarkan ilmu hadis dan

fiqih serta bahasa Arab pada Ibnu Khaldun.

4
Namun sebagaimana yang dikatakan Ramayulis dan Samsul Nizar dalam buku” ensiklopedi

tokoh pendidikan” bahwa ada dua guru Ibnu Khaldun yang sangat berjasa kepada beliau yaitu

Muhammad Ibnu Ibrahim al-Abili dalam bidang ilmu filsafat dan syekh Abd al-Muhaimin Ibn

al-Hadramani dalam ilmu-ilmu agama. Dari kedua guru inilah beliau belajar al-Kutubu Sittah

dan al-Muwattha’.

MURID-MURID IBNU KHALDUN

Keilmuan Ibnu Khaldun memberikan bias menjadi guru yang diakui keilmuan yang dimilikinya,

hal ini terbukti dengan banyaknya murid-murid Ibnu Khaldun yang berhasil dalam keilmuannya.

Para murid beliau belajar bersama beliau ketika di al-Azhar selain menjadi seorang pengajar

beliau juga diangkat sebagai hakim tinggi. Ada dua orang murid Ibnu Khaldun yang terkenal

dengan keilmuannya dan telah mengarang beberapa buku. Mereka adalah:

1) Taqiyuddin Ahmad Ibnu Ali al-Maqrizi, ia adalah sejarawan dan telah mengarang buku al-

Suluk li Ma’rifah Duwal al-mulk. Buku tentang sejarah yang dikarang oleh Al-Maqrizi sampai

sekarang menjadi rujukan para sejarawan modern.

2) Ibnu Hajar al- ‘Asqalani, ia adalah murid Ibnu Khaldun yang terkenal sebagai ahli hadis dan

sejarawan terkemuka.

Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di kawasan Afrika

Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad. Dalam kurun waktu itu dari sepuluh

kali dia pindah jabatan dari satu dinasti ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun

pertama adalah sebagai anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota

Fez. Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan  pada Tahun 1354.

5
Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di masjid. Kemudian dia

pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374

M. Di Tilimsan ini ibnu Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani

Arif di dekat benteng Qal’at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan tinggal di Istana Ibnu

Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai karnya yang terkenal dengan Kitab

al-Ibar (sejarah Universal).

Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati nama besarnya dia

dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo, yang merupakan makam para ulama dan

orang-orang penting.

Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik, karya-karyanya memiliki

keaslian yang menajubkan. “Kitab al-I’bar” termasuk al-Taarif adalah buku sejarahnya yang

monumental, berisi Muqaddimah serta otobiografinya. Bukunya dibagi menjadi tiga bagian.

Bagian pertama terkenal dengan muqaddimah, dalam bagian ini membicarakan tentang

masyarakat, asal-usulnya,kedaulatan, lahirnya kota-kota dan desa-desa, perdagangan, cara orang

mencari nafkah, dan ilmu pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I’bar, terdiri dalam empat jilid,

membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim lainnya dan juga dinasti-

dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria, persia, seljuk, turki, yahudi, romawi, dan

prancis. Dan bagian ketiga terdiri dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga,

otobiografi yaitu Al-Taarfi. 3

3 Ibid, hlm. 505.

6
Untuk mempelajari Ibnu Khaldun, perjalanan panjang hidupnya dapat dipetakan dalam 4 fase:

1. Fase pertama, dimulai sejak awal kelahiran, menuntut ilmu sampai terjadinya wabah

besar di sebagian wilayah dunia Pada masa ini talenta keulamaannya sangat terlatih.

Waktunya habis untuk menghafal Al-Qur’an beserta tajwid dan qiraatnya. Juga

digunakan untuk mendalami berbagai disiplin ilmu agama, termasuk fikih bermadzhab

maliki. Fase ini berlangsung sekitar 20 tahun, mulai tahun 732 H sampai 751 H.

2. Fase kedua, berlasung sekitar 15 tahun dimulai tahun 751 H – 776 H. Pada fase ini

kehidupannya habis dalam berbagai aktivitas politik. Beliau berhijrah dari satu daerah ke

daerah lainnya, seperti Maghrib Al-Adna, Al-Ausath, dan Al-Aqsa juga sebagian wilayah

Andalusia. Sifat oportunis Ibnu Khaldun muncul pada masa ini. Selain itu, ketajaman

analisa politik dan sosiologi pun juga terasah.

3. Fase ketiga, berlangsung sekitar 8 tahun, mulai tahun 776 H – 784 H. Fase ini adalah fase

kontemplasi. Setengahnya habis di Qal’ah Ibnu Salamah, dan setengah selanjutnya

dihabiskan di Tunis. Pada masa inilah magnum opus-nya yang berjudul “Kitâb Al-Ibar

wa Dîwân Al-Mubtada’ wa Al-Khabar, fi Ayyâm Al-Arab wa Al-Ajam wa Al-Barbar,

Wa Man Âsharahum min dzi Al-Sulthân Al-Akbar ” ditulis. Kitab ini terdiri dari 7 jilid,

jilid pertama dari kitab inilah yang disebut sebagai Kitab Mukaddimah Ibnu Khaldun.

4. Fase keempat, adalah masa mengajar dan menjadi Qadhi di Mesir. Masa ini berlangsung

selama 24 tahun. Sejak tahun 784 H – akhir 808 H.

2. Karya-Karya Ibnu Khaldun

Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:4

a)      Kitab Muqaddimah

4 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hlm. 20.

7
Merupakan buku pertama dari kitab al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah

(pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan,

dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun

tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.

b)      Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-

Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.

Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang

mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja

Besar yang Semasa dengan Mereka”, yang kemudian terkenal dengan kitab ‘Ibar, yang terdiri

dari tiga buku dan beberapa jilid.

c)      Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).

Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan bagian terakhir dari kitab

al-‘Ibar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis

autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam

bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.

d)     Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin

e)      Syifa ‘al syail li Tahdz.

3. Konsep Pemikiran Pendidikan Islam Menurut Tokoh Ibnu Khaldun

Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata

bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan,

akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis

insani.

8
Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai dengan

menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara berfikir “model lama”

dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil penyelidikan mengenai karya-karya

sebelumnya, telah memberikan kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang

sahih, pengetahuan ilmia memuat pengetahuan yang otentik5.

a.      Tujuan Pendidikan

Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang dibatasi oleh ruang dan

waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di mana manusia secara sadar menangkap,

menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. .Menurut Ibnu Khaldun

bahwa manusia itu secara esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang, manusia hanya

berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih ditentukan rupa mentalnya.

Artinya manusia itu adalah jenis hewan, namun Allah SWT telah membedakan manusia dan

hewan  dengan memberi akal pikiran kepada manusia. Pada mulanya manusia menggunakan akal

pemilah, kemudian akal eksperimental dan akhirnya menggunakan akal kritis. Melalui akal

pikiran inilah, manusia mampu bertindak secara teratur dan terencana.

Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :

a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman, sebagaimana

dengan potensi-potensi lain

 b) menyiapkan seseorang dari segi akhlak

 c) menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial

 d) menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan

5 SyarifudinJurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN


Sunan Kalijaga,   2008) hlm.17.
9
  e) menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat

memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu dan

 f) menyiapkan seseorang dari segi kesenian.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan hanya bertujuan untuk

mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga untuk mendapatkan keahlian.

            Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara tujuan apa yang akan dicapai

dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya pendidikan adalah jalan untuk memperoleh

rizki. Atas dasar itulah Ibnu Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan

kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang aktivitas ini sangat

penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu dan kematangan berfikir adalah alat

bagi kemajuan ilmu industri dan sistem sosial.

Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada konsep dan pendekatan

filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan tujuan yang hendak dicapai dalam proses

pendidikan yaitu:

1)      Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang tertentu.

2)       Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan zaman

3)       Pembinaan pemikiran yang baik

b.      Materi Pendidikan

Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi adalah merupakan salah

satu komponen operasional pendidikan, maka dalam hal ini Ibnu Khaldun telah

mengklasifikasikan ilmu pengetahuan yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi

dua macam yaitu:

10
1)      Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)

Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits yang dalam hal ini peran

akal hanyalah menghubungkan cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi

ilmu ini berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits.

Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat,

ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu

ta’bir mimpi.

2)      Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)

Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui kemampuannya untuk

berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula

kehidupan peradaban umat manusia di dunia.

Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu

yaitu:

1)      Ilmu logika,

2)      Ilmu fisika,

3)      Ilmu metafisika dan

4)      Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika dan al-jabar, ilmu music,

ilmu astromi, dan ilmu nujuum.

Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi, sejarah dan

sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah

mengadakan penelitian, maka Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi

11
anak didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan kegunaan

dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu adalah:

1)      Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu kalam.

2)      Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan (metafisika)

3)      Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari ilmu bahasa

Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama.

4)      Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah merupakan ilmu

pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu

pengetahuan yang terakhir (ilmu alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu

pengetahuan golongan pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu

pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at (agama) dan ilmu ‘Aqliyah

(filsafat).

Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal itu ditinjau dari

segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya untuk hidup dengan seimbang namun

dia juga meletakkan ilmu aqliyah (filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama.

c.      Metode Pendidikan

Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam

rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta

didik dan suasana alam di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai

proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.

12
Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran (pengajaran), yang mana

pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya

terhadap gaya para pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan pendidikan.

1)      kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anak-anak didik, para pendidik

memulai dengan masalah-masalah pokok yang ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik

tanpa mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan menguasainya. Maka Ibnu

Khaldun lebih memilih metode secara gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan

permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan mempertimbangkan tingkat

kecerdasan dan kesiapan anak didik, hingga selesai materi per-bab.

2)       memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik, semisal ilmu-ilmu

keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu

kebahasa-Araban, dan ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang

dibutuhkan oleh filsafat.

3)       Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan strategi berinteraksi

dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak didik harus seperti ini dan seperti itu, karena

berdampak buruk bagi anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan perilaku

nakal.

4)      Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus pada muridnya. Hal ini

termasuk juga sikap orang tua terhadap anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama.

Selanjutnya jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan tidak boleh lebih

dari tiga kali.

Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran yaitu:

1)   Tahapan pembelajaran

13
Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta dpembelajaran yang efektif dan

efisien terhadap peserta didik apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi setapak

dan apabila dilakukan secara berangsur-angsur.

 Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan agar para guru dan orang tua

sebagai pendidik seharusnya berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu ibnu

khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam keadaan memaksa akan tetapi pukulan

tersebut tidak lebih tiga kali.

Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode pengajaran ini ibnu khaldun

menjelaskan bahwa tiap-tiap pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang cerdas,

lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama dengan metode problem-problem

kemasyarakatan dan falsafah atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu

mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran.

2) Concertie method (metode pemusatan)

Dalam kaitan ini komponin pendidikan sama-sama dituntut untuk lebih fokus pada satu

atau dua pilihan bidang pendidikan saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam beberapa

referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang yang menjunjung tinggi metode

itu (specialisasi pelajaran) dan telaten.

Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya menjelaskan bahwa

didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya:

a.       memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan

memperhatikan kemampuan akal anak didik.

14
b.       Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan tadi baru

pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.

c.        Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik secara lebih

terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar

anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna.

Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena dengan metode ini

anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri dan mengasah otak, melatih untuk

berbicara, disamping mereka mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata

lain metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain halnya dengan

metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat anak didik kurang mendapatkan

pemahaman yang benar.

Disamping metode diskusi Isbnu Khaldun juga menganjurkan metode peragaan, karena

dengan metode ini proses pengajaran akan lebih efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat

ditangkap anak didik. Satu hal yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah

prinsipnya bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman, pembahasan

dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar dengan berdiskusi akan menghidupkan

kreativitas pikir anak, dapat memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain,

disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham terhadap apa yang

dipelajarinya.

15
d. Pendidik

Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai tentang perkembangan

psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat membantunya untuk mengenal setiap

individu peserta didik dan mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para

pendidik hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik.

Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan yang sesuai dengan

tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik memaksakan materi di luar kemampuan peserta

didiknya, maka akan menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu

pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses pencapaian tujuan

pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan antara materi pelajaran yang sulit dan

mudah dalam cakupan pendidikan.

Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku penuh kasih sayang

kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap lembut dan saling pengertian, tidak

menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik,

bahkan dapat merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan

bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.

Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam pendidikan, sebab

para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah dipengaruhi dengan cara peniruan dan

peneladanan serta nilai-nilai luhur yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh

nasehat, pengajaran atau perintah-perintah.

16
Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu menggunakan

smetode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun mengemukakan 6 (enam) prinsip

utama yang perlu diperhatikan pendidik, yaitu:

1)      Prinsip pembiasaan

2)      Prinsip tadrij (berangsur-angsur)

3)      Prinsip pengenalan umum (generalistik)

4)      Prinsip kontinuitass

5)      Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik

6)      Menghindari kekerasan dalam mengajar.

e. Peserta Didik

Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi

(kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini peserta didik merupakan makhluk

Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik

bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia

memiliki bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan.

Pada dasarnya peserta didik adalah:

a)      Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki dunianya sendiri.

Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses

kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode,

mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan dan sebagainya.

17
b)      Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi perkembangan dan

pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan

perkembangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan

peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan

potensi yang dimilikinya.

c)       Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik menyangkut kebutuhan jasmani

maupun kebutuhan rohani yang harus dipenuhi.

d)      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (diferensiasi

individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana ia berada.

e)       Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan rohani. Unsur

jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui

proses pendidikan. Sementara unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa.

Untuk mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui ilmu-ilmu rasional.

Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.

f)        Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan

berkembang secara dinamis.

18
BAB III

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM

IBNU KHALDUN

1. Relevansi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Ibnu Khaldun

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan yang ditawarkan Ibnu

Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode pengajaran dan materi pendidikan. Semua

komponen pendidikan tersebut sesuai dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang.

Namun, ada beberapa pemikiran beliau yang berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang

tujuan pendidikan.

Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan bukan hanya

untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu memperoleh penghasilan dan

menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup manusia selanjutnya. Selain itu, pemikiran

beliau tentang jangan berhenti terlalu lama dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori

para ahli pendidikan masa sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah

berlaku pada masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan. Konsep

pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan masa sekarang, dan

sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana pun.

19
 Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan pada

masanya bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran - hingga kini masih

diperdebatkan- ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil belajar, dan Ibnu Khaldun

tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil kemampuan.

BAB IV

PENUTUP

1. Menurut Ibnu Khaldun“ Political is quite important in human life and its distinguish

the human being to animal” yang dimaksudkan disini adalah politik merupakan mekanisme

yangmengajarkan manusia untuk mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Dalam politik,

manusiadituntut harus berusaha keras untuk mempertahakan dirinya dari serangan orang luar,

dan itu merupakan jihad.

2. Dalam pemikiran lainnya Ibnu Khaldun mengatakan bahwa Negara itu menjadi penting

bagi setiap masyarakat, karena kewajiban negara adalah untuk mensejahterakanmasyarakatnya.

Dalam konteks tersebut dapat dijabarkan menjadi negara merupakan lembaga yangtepat untuk

mengatur urusan masyarakat dan mekanisme memilih pemimpin.Tanpa negara yang terorganisir

dengan baik maka kehidupan manusia akan menjadi tidak jelas dan bisa dikatakan sebagai

masyarakat anarki. Ibnu Khaldun berkata“State Must Have the Identity” karena adanya negara

itu muncul karena manusia, manusia disini merupakan makhluksosial yang tidak mungkin

bertahan hidup tanpa adanya bantuan dari orang lain. Atas dasar tersenutuntuk memenuhi

kebutuhan manusia diperlukan perasaan persatuan dan solidaritas yang kuat antarsesama. Jika

saya tadi banyak berbicara tentang masyarakat didalam sebuah negara tersebut, didalamsebuah

negara pasti memerlukan seorang pemimpin. Jika masyarakatnya menginginkan kehidupanyang

20
sejahtera, maka sebuah negara tersebut memerlukan pemimpin yang baik dan

memilikisuperioritas atau keunggulan, sehingga mempunyai otoritas untuk mengabil

keputusan.Jika seorang pemimpin tidak memiliki hati nurani atau tidak memiliki agama yang

sebagaifondasi hidupnya maka seorang pemimipin tersebut sangat mudah goyah, sehingga dapat

dikontrololeh orang-orang yang mempunyai power yang dapat mengontrol pemimpin

tersebut. Ketika sebuahnegara memiliki seorang pemimpin seperti itu maka masyarakatnya tidak

jauh beda dengan pemimpinnya, hal tersebut sudah dikatakan oleh Ibnu

 Khaldun“Seorang Pemimpin AdalahCerminan dari Masyarakatnya”.

Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan terbesar pada

zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang

pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah

sebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.

Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-semata

bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis di dalam kehidupan,

akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis

insane

Karya-karya Ibnu Kaldun antara lain ;

a)      Kitab Muqaddimah

b)      Kitab al-‘Ibar, wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-

Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar.

c)      Kitab al-Ta’rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-Ta’rif).

d)      Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin

21
e)       Syifa ‘al syail li Tahdz.

Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :

a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi iman,     sebagaimana

dengan potensi-potensi lain

 b) menyiapkan seseorang dari segi akhlak

 c) menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial

 d) menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan

 e) menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran seseorang dapat

memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu dan

 f) menyiapkan seseorang dari segi kesenian.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al Maira, http://jaksite.wordpress.com/biografi. Ibnu Khaldun, diunduh pada tanggal 8 mei

2015.

Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Karya, 1995.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003

 Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003.

Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1987, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan,

(Bandung: Diponegoro). 1987.

Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN Sunan

Kalijaga, 2008) hlm.17.

[1]Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 503.

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun

[3]Ibid, hlm. 505.

[4] Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta: Pustaka

Firdaus, 2003), hlm. 20.

23
[5] Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA :’UIN

Sunan Kalijaga,   2008) hlm.17.

24

Anda mungkin juga menyukai