Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM IBNU

KALDHUN

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam Dosen
pengampu : Dr. Suwendi, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 5

UMI ROHIMAH 2281130211

IMRON FARIDIANTO 2281130214

UMRI 2281130226

MUHAMMAD FACHRUR ROZI 2281130229

YONI TRI WIHARTO 2281130231

ZAINAL MUSTHOFA 2281130238


MIDAKUL FADILAH 2281130204

JURUSAN PJJ PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON 2023

1
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan proses membimbing, membina, mengajarkan


manusia agar manusia dapat mengetahui berbagai hal, dan dapat mengetahui
apa yang seharusnya dilakukan olehnya sebagai mahluk yang disebut manusia,
oleh karena itu pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, dengan
adanya pendidikan manusia akan mampu melakukan apapun yang dia inginkan,
dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensi dalam dirinya serta
mengembangkan akal pikirannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu
manusia tidak mengalami kesalahan yang fatal.

B. Rumusan Masalah

1. Siapakah Ibnu Khaldun?


2. Apa Karya-Karya Ibnu Khaldun?
3. Bagaimana Konsep Pemikiran filsafat Pendidikan Islam Menurut Ibnu
Khaldun?

C. Tujuan

1. Mengetahui ibnu khaldun secara lebih dekat


2. Mengetahui karya-karya Ibnu Khaldun
3. Mengetahui Pemikiran filsafat Pendidikan Islam ibnu khaldun

2
BAB II PEMBAHASAN

1. Biografi Tokoh Ibnu Khaldun

Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan


cendekiawan terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang
pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi
yang secara khas membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu
serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung kejadiankejadian yang
nyata[1].

Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah Abu Zayd „Abd al-Rahman ibn
Muhammad ibn Khaldun al-Hadrami. Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1
Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332 M, wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal
sebagai sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur‟an sejak usia
dini, selain itu beliau juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang
terkenal adalah Muqaddimah(Pendahuluan).[2]

Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah
seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah
hadith serta pernah dikirim nabi untuk mengajarkan agama Islam kepada para
penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid bin Utsman datang ke Andalusia
bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan Spanyol. Khalid
kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan kebiasaan orang
Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan penambahan pada akhir nama
dengan “uns” sebagai pernyataan penghargaan kepada keluarga
penyandangnya. Dengan demikian Khalid menjadi Khaldun.

Guru pertama ibnu Khaldun adalah ayahnya sendiri. Dia belajar


membaca dan menghafal al-Qur‟an. Dia fasih dalam qira’at sab’ah (tujuh cara
membaca al-Qur‟an), dia memperlihatkan caranya yang seimbang dan merata
antara mata pelajaran tafsir, hadith, fiqih dan gramatika bahasa arab yang
diambilnya dari sejumlah guru yang ada di Tunisia).

3
2. Guru-Guru Ibnu Khaldun

Dibalik keberhasilan yang dicapai oleh Ibnu Khaldun tidak luput dari jasa
guru-gurunya yang memberikan berbagai pelajaran dan mengajarkan
pengalaman mereka kepada beliau. Di bawah ini akan dipaparkan beberapa
guru-guru yang ada dibalik keberhasilan Ibnu Khladun. Antara lain:

1) Abu Abdullah Muhammad yaitu ayahnya yang menjadi guru pertama Ibnu
Khaldun. Dari ayahnya beliau belajar membaca, menulis dan bahasa Arab.
2) Abu Abdullah Muhammad Ibn Sa‟ad Ibn Burral al-Anshari, ia termasuk
pendidik Ibnu Khaldun dalam bidang al-Qur‟an dan Qira‟atul Sab‟ah.
3) Syeikh AbdullahIbn al-„Arabi al-Hasayiri, Muhammad al-SAwwas al-Zarazli
Ahmad Ibn al-Qassar, Syekh Syams al-Din Abu Abdullah Muhammad
alWadisyasyi, mereka adalah pendidik /guru dalam bidang ilmu hadist,
bahasa Arab dan Fiqh.
4) Abdullah Muhammad Ibn Abd al- Salam, ia adalah pendidik khusus kitab al-
Muwattha‟ karya imam Malik.
5) Muhammad Ibn Sulaiman al-Satti Abd al-Muhaimin al-Hadrami dan
Muhammad Ibn Ibrahim al- Abili, mereka adalah pendidik ilmu pasti, logika
dan seluruh ilmu tehnik, kebijakan dan pengajaran dan ilmu pokok al-
Qur‟an hadist.
6) Syekh Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad al-Wadiyasyi, ia
mengajarkan ilmu hadis dan fiqih serta bahasa Arab pada Ibnu Khaldun.

Namun sebagaimana yang dikatakan Ramayulis dan Samsul Nizar


dalam buku” ensiklopedi tokoh pendidikan” bahwa ada dua guru Ibnu Khaldun
yang sangat berjasa kepada beliau yaitu Muhammad Ibnu Ibrahim al-Abili
dalam bidang ilmu filsafat dan syekh Abd al-Muhaimin Ibn alHadramani dalam
ilmu-ilmu agama. Dari kedua guru inilah beliau belajar alKutubu Sittah dan al-
Muwattha‟.

3. Murid-Murid Ibnu Khaldun

Keilmuan Ibnu Khaldun memberikan bias menjadi guru yang diakui


keilmuan yang dimilikinya, hal ini terbukti dengan banyaknya murid-murid Ibnu

4
Khaldun yang berhasil dalam keilmuannya. Para murid beliau belajar bersama
beliau ketika di al-Azhar selain menjadi seorang pengajar beliau juga diangkat
sebagai hakim tinggi. Ada dua orang murid Ibnu Khaldun yang terkenal dengan
keilmuannya dan telah mengarang beberapa buku. Mereka adalah:

1) Taqiyuddin Ahmad Ibnu Ali al-Maqrizi, ia adalah sejarawan dan telah


mengarang buku al-Suluk li Ma‟rifah Duwal al-mulk. Buku tentang sejarah
yang dikarang oleh Al-Maqrizi sampai sekarang menjadi rujukan para
sejarawan modern.
2) Ibnu Hajar al- „Asqalani, ia adalah murid Ibnu Khaldun yang terkenal
sebagai ahli hadis dan sejarawan terkemuka.

Ibnu Khaldun mulai berkarir dalam bidang pemerintahan dan politik di


kawasan Afrika Barat Laut dan Andalusia selama hampir seperempat Abad.
Dalam kurun waktu itu dari sepuluh kali dia pindah jabatan dari satu dinasti
ke dinasti yang lain. Jabatan pertaman Ibnu Khaldun pertama adalah sebagai
anggota Majlis keilmuwan Sultan Abu Inal dari Bani Marin di ibu kota Fez.
Kemudian dia diangkat menjadi sekertaris Sultan pada Tahun 1354.

Selain di dunia politik, Ibnu Khaldun juga mengajarkan ilmunya di


masjid. Kemudian dia pindah ke Biskarah. Dari Biskarah kembali ke
Andalusia baru dan menuju Tilimsan tahun 1374 M. Di Tilimsan ini ibnu
Khaldun menemukan tempat untuk menulis dan membaca di rumah bani
Arif di dekat benteng Qal‟at Ibn Salamah sebagai tempat tinggal dan tinggal
di Istana Ibnu Salamah. Di tempat inilah selama empat tahun dia memulai
karnya yang terkenal dengan Kitab al-Ibar (sejarah Universal).

Ibnu Khaldun meninggal pada usia 76 Tahun. Untuk menghormati


nama besarnya dia dimakamkan di pemakaman sufi di Bab al-Nashr Kairo,
yang merupakan makam para ulama dan orang-orang penting.

Sebagai pelopor sosiologi, sejarah-filsafat, dan ekonomi-politik,


karya-karyanya memiliki keaslian yang menajubkan. “Kitab alI’bar” termasuk
al-Taarif adalah buku sejarahnya yang monumental, berisi Muqaddimah
serta otobiografinya. Bukunya dibagi menjadi tiga bagian.

5
Bagian pertama terkenal dengan muqaddimah, dalam bagian ini
membicarakan tentang masyarakat, asal-usulnya,kedaulatan, lahirnya
kotakota dan desa-desa, perdagangan, cara orang mencari nafkah, dan ilmu
pengetahuan. Bagian kedua kitab al-I‟bar, terdiri dalam empat jilid,
membicarakan tentang sejarah bangsa arab dan orang-orang muslim
lainnya dan juga dinasti-dinasti pada masa itu, termasuk dinasti syiria,
persia, seljuk, turki, yahudi, romawi, dan prancis. Dan bagian ketiga terdiri
dari dua jilid, membicarakan bangsa barbar dan suku tetangga, otobiografi
yaitu Al-Taarfi.[3]

Untuk mempelajari Ibnu Khaldun, perjalanan panjang hidupnya dapat


dipetakan dalam 4 fase:

1. Fase pertama, dimulai sejak awal kelahiran, menuntut ilmu sampai


terjadinya wabah besar di sebagian wilayah dunia Pada masa ini talenta
keulamaannya sangat terlatih. Waktunya habis untuk menghafal
Al-Qur‟an beserta tajwid dan qiraatnya. Juga digunakan untuk
mendalami berbagai disiplin ilmu agama, termasuk fikih bermadzhab
maliki. Fase ini berlangsung sekitar 20 tahun, mulai tahun 732 H sampai
751 H.

2. Fase kedua, berlasung sekitar 15 tahun dimulai tahun 751 H – 776 H.


Pada fase ini kehidupannya habis dalam berbagai aktivitas politik.
Beliau berhijrah dari satu daerah ke daerah lainnya, seperti Maghrib
AlAdna, Al-Ausath, dan Al-Aqsa juga sebagian wilayah Andalusia. Sifat
oportunis Ibnu Khaldun muncul pada masa ini. Selain itu, ketajaman
analisa politik dan sosiologi pun juga terasah.

3. Fase ketiga, berlangsung sekitar 8 tahun, mulai tahun 776 H – 784 H.


Fase ini adalah fase kontemplasi. Setengahnya habis di Qal‟ah Ibnu
Salamah, dan setengah selanjutnya dihabiskan di Tunis. Pada masa
inilah magnum opus-nya yang berjudul “Kitâb Al-Ibar wa Dîwân
AlMubtada‟ wa Al-Khabar, fi Ayyâm Al-Arab wa Al-Ajam wa Al-Barbar, Wa
Man Âsharahum min dzi Al-Sulthân Al-Akbar ” ditulis. Kitab ini terdiri dari

6
7 jilid, jilid pertama dari kitab inilah yang disebut sebagai Kitab
Mukaddimah Ibnu Khaldun.

4. Fase keempat, adalah masa mengajar dan menjadi Qadhi di Mesir. Masa
ini berlangsung selama 24 tahun. Sejak tahun 784 H – akhir 808 H.

4. Karya-Karya Ibnu Khaldun

Adapun hasil karya-karyanya yang terkenal di antaranya adalah:[4]

a) Kitab Muqaddimah

Merupakan buku pertama dari kitab al-„Ibar, yang terdiri dari bagian
muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang panjang inilah yang
merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut pulalah yang
mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Adapun tema
muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial dan sejarahnya.

b) Kitab al-„Ibar, wa Diwan al-Mubtada‟ wa al-Khabar, fi Ayyam al-„Arab wa


al-„Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani
al„Akbar.

Atau “Kitab Pelajaran dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan


Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang-orang
Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa dengan
Mereka”, yang kemudian terkenal dengan kitab „Ibar, yang terdiri dari tiga
buku dan beberapa jilid.

c) Kitab al-Ta‟rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-


Ta‟rif).

Oleh orang-orang Barat disebut dengan Autobiografi, merupakan


bagian terakhir dari kitab al-„Ibar yang berisi tentang beberapa bab
mengenai kehidupan Ibnu Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara
sistematis dengan menggunakan metode ilmiah, karena terpisah dalam
bab-bab, tapi saling berhubungan antara satu dengan yang lain.

7
d) Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
e) Syifa „al syail li Tahdz.

5. Konsep Pemikiran Filsafat Pendidikan Islam Ibnu Khaldun

Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang


semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspekaspek
pragmatis di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain
merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.

Tradisi penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai


dengan menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara
berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil
penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan kontribusi
akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih, pengetahuan
ilmia memuat pengetahuan yang otentik[5].

a. Tujuan Pendidikan

Pendidikan bukan hanya merupakan proses belajar mengajar yang


dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi pendidikan adalah suatu proses, di
mana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati
peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman. Menurut Ibnu Khaldun bahwa
manusia itu secara esensial bodoh (jahil) layaknya seperti binatang, manusia
hanya berupa setetes sperma, segumpal darah, sekerat daging dan masih
ditentukan rupa mentalnya. Artinya manusia itu adalah jenis hewan, namun
Allah SWT telah membedakan manusia dan hewan dengan memberi akal
pikiran kepada manusia. Pada mulanya manusia menggunakan akal
pemilah, kemudian akal eksperimental dan akhirnya menggunakan akal
kritis. Melalui akal pikiran inilah, manusia mampu bertindak secara teratur
dan terencana.

Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :

8
a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat
potensi iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain

b) menyiapkan seseorang dari segi akhlak


c) menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial
d) menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan
e) menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran
seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan
tertentu dan
f) menyiapkan seseorang dari segi kesenian.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan bukan


hanya bertujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan akan tetapi juga
untuk mendapatkan keahlian.

Ibnu Khaldun telah memberikan porsi yang sama antara tujuan apa
yang akan dicapai dalam urusan ukhrowi dan duniawi, karena baginya
pendidikan adalah jalan untuk memperoleh rizki. Atas dasar itulah Ibnu
Khaldun beranggapan bahwa target pendidikan adalah memberikan
kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja, karena dia memandang
aktivitas ini sangat penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan individu
dan kematangan berfikir adalah alat bagi kemajuan ilmu industri dan sistem
sosial.

Pandangan Ibnu Khaldun tentang Pendidikan Islam berpijak pada


konsep dan pendekatan filosofis-empiris. Menurutnya ada tiga tingkatan
tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan yaitu:

1) Pengembangan kemahiran (al-malakah atau skill) dalam bidang


tertentu.
2) Penguasaan keterampilan professional sesuai dengan tuntutan
zaman
3) Pembinaan pemikiran yang baik

9
b. Materi Pendidikan

Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi


adalah merupakan salah satu komponen operasional pendidikan, maka
dalam hal ini Ibnu Khaldun telah mengklasifikasikan ilmu pengetahuan
yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadi dua macam yaitu:

1) Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)

Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur‟an dan


Hadits yang dalam hal ini peran akal hanyalah menghubungkan
cabang permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu
ini berdasarkan kepada otoritas syari‟at yang diambil dari al-Qur‟an
dan Hadits.

Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara


lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh, ilmu
kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta‟bir mimpi.

2) Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)

Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya melalui


kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua anggota
masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mula kehidupan peradaban
umat manusia di dunia.

Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi


menjadi empat macam ilmu yaitu:

1) Ilmu logika,
2) Ilmu fisika,
3) Ilmu metafisika dan
4) Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi,
aritmatika dan al-jabar, ilmu music, ilmu astromi, dan ilmu
nujuum.

10
Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi,
sejarah dan sosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut ke
dalam klasifikasi ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka Ibnu
Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagi anak didik menjadi
empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan berdasarkan
kegunaan dan prioritas mempelajarinya. Empat macam pembagian itu
adalah:

1) Ilmu agama (syari‟at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu
kalam.
2) Ilmu „aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu Ketuhanan
(metafisika)
3) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari‟at), yang
terdiri dari ilmu bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang
membantu mempelajari agama.
4) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu


adalah merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari
ilmu itu sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu
alat) adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan
pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu
pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari‟at
(agama) dan ilmu „Aqliyah (filsafat).

Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama,


hal itu ditinjau dari segi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya
untuk hidup dengan seimbang namun dia juga meletakkan ilmu aqliyah
(filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama.

c. Metode Pendidikan

Metode pendidikan adalah segala segi kegiatan yang terarah yang


dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran
yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta didik dan suasana alam

11
di sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses
belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku
mereka.

Metode pendidikan sama halnya dengan metode pembelajaran


(pengajaran), yang mana pemikiran Ibnu Khaldun tentang metode
pendidikan terungkap lewat empat sikap reaktifnya terhadap gaya para
pendidik (guru) dimasanya dalam dasar empat dasar persoalan
pendidikan.

1) kebiasaan mendidik dengan metode “indoktrinasi” terhadap anakanak


didik, para pendidik memulai dengan masalah-masalah pokok yang
ilmiah untuk diajarkan kepada anak-anak didik tanpa
mempertimbangkan kesiapan mereka untuk menerima dan
menguasainya. Maka Ibnu Khaldun lebih memilih metode secara
gradual sedikit demi sedikit, pertama-tama disampaikan
permasalahan pokok tiap bab, lalu dijelaskan secara global dengan
mempertimbangkan tingkat kecerdasan dan kesiapan anak didik,
hingga selesai materi per-bab.
2) memilah-milah antara ilmu-ilmu yang mempunyai nilai instrinsik,
semisal ilmu-ilmu keagamaan, kealaman, dan ketuhanan, dengan
ilmu-ilmu yang instrumental, semisal ilmu-ilmu kebahasa-Araban, dan
ilmu hitung yang dibutuhkan oleh ilmu keagamaan, serta logika yang
dibutuhkan oleh filsafat.
3) Ibnu Khaldun tidak menyukai metode pendidikan yang terkait dengan
strategi berinteraksi dengan anak yang “militeristik” dan keras, anak
didik harus seperti ini dan seperti itu, karena berdampak buruk bagi
anak didik berupa munculnya kelainan-kelainan psikologis dan
perilaku nakal.
4) Ibnu Khaldun mengajarkan agar pendidik bersikap sopan dan halus
pada muridnya. Hal ini termasuk juga sikap orang tua terhadap
anaknya, karena orang tua adalah pendidik yang utama. Selanjutnya

12
jika keadaan memaksa harus memukul si anak, maka pemukulan
tidak boleh lebih dari tiga kali.
5) Ibnu Khaldun memberikan sedikitnya ada dua bentuk pembelajaran
yaitu:

1) Tahapan pembelajaran

Pembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta


dpembelajaran yang efektif dan efisien terhadap peserta didik
apabila dilakukan secara berangsur-angsur, setapak-demi
setapak dan apabila dilakukan secara berangsur-angsur.

Berkaitan dengan itu semua ibnu khaldun menganjurkan


agar para guru dan orang tua sebagai pendidik seharusnya
berlaku sopan dan adil dalam mengingatkan siswa, lain dari itu
ibnu khaldun membolehkan memukul siswa apabila dalam
keadaan memaksa akan tetapi pukulan tersebut tidak lebih tiga
kali.

Dalam literatur yang lainnya lagi dengan metode


pengajaran ini ibnu khaldun menjelaskan bahwa tiap-tiap
pemikiran dan ilmu akan mengembangkan pada akal yang
cerdas, lebih lnjut beliau menjelaskan ilmu berhitung tidak sama
dengan metode problem-problem kemasyarakatan dan falsafah
atau sejarah, dari sini seorang pendidik harus mampu
mengklasifikasi mata pelajaran dan metode pengajaran.

2) Concertie method (metode pemusatan)

Dalam kaitan ini komponin pendidikan sama-sama dituntut


untuk lebih fokus pada satu atau dua pilihan bidang pendidikan
saja, baik guru, para orang tua dan siswa. Dalam beberapa
referensi yang ada sepertinya sosok ibnu khaldun adalah seorang
yang menjunjung tinggi metode itu (specialisasi pelajaran) dan
telaten.

13
Selain metode diatas Ibnu Khaldun dalam buku Muqaddimahnya
menjelaskan bahwa didalam memberikan pengetahuan kepada anak didik,
pendidik hendaknya:

a. memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan


menyeluruh, dengan memperhatikan kemampuan akal anak didik.
b. Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari
pengetahuan tadi baru pendidik membahasnya secara lebih detail dan
terperinci.
c. Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada
anak didik secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha
membahas semua persoalan bagaimapaun sulitnya agar anak didik
memperoleh pemahaman yang sempurna.

Ibnu Khaldun juga menyebutkan keutamaan metode diskusi, karena


dengan metode ini anak didik telah terlibat dalam mendidik dirinya sendiri
dan mengasah otak, melatih untuk berbicara, disamping mereka
mempunyai kebebasan berfikir dan percaya diri. Atau dengan kata lain
metode ini dapat membuat anak didik berfikir reflektif dan inovatif. Lain
halnya dengan metode hafalan, yang menurutnya metode ini membuat
anak didik kurang mendapatkan pemahaman yang benar.

Disamping metode diskusi Isbnu Khaldun juga menganjurkan


metode peragaan, karena dengan metode ini proses pengajaran akan lebih
efektif dan materi pelajaran akan lebih cepat ditangkap anak didik. Satu hal
yang menunjukkan kematangan berfikir Ibnu Khaldun, adalah prinsipnya
bahwa belajar bukan penghafalan di luar kepala, melainkan pemahaman,
pembahasan dan kemampuan berdiskusi. Karena menurutnya belajar
dengan berdiskusi akan menghidupkan kreativitas pikir anak, dapat
memecahkan masalah dan pandai menghargai pendapat orang lain,
disamping dengan berdiskusi anak akan benar-benar mengerti dan paham
terhadap apa yang dipelajarinya.

14
d. Pendidik

Seorang pendidik hendaknya memiliki pengetahuan yang memadai


tentang perkembangan psikologis peserta didik. Pengetahuan ini akan sangat
membantunya untuk mengenal setiap individu peserta didik dan
mempermudah dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Para pendidik
hendaknya mengetahui kemampuan dan daya serap peserta didik.

Kemampuan ini akan bermanfaat bagi menetapkan materi pendidikan


yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Bila pendidik
memaksakan materi di luar kemampuan peserta didiknya, maka akan
menyebabkan kelesuan mental dan bahkan kebencian terhadap ilmu
pengetahuan yang diajarkan. Bila ini terjadi, maka akan menghambat proses
pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan keseimbangan
antara materi pelajaran yang sulit dan mudah dalam cakupan pendidikan.

Ibnu Kholdun menganjurkan agar para guru bersikap dan berperilaku


penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap
lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar,
sebab sikap demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat
merusak mental mereka, peserta didik bisa menjadi berlaku bohong, malas
dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena didorong rasa takut dimarahi guru
atau takut dipukuli.

Dalam hal ini, keteladanan guru yang merupakan keniscayaan dalam


pendidikan, sebab para peserta didik menurut Ibnu Kholdun lebih mudah
dipengaruhi dengan cara peniruan dan peneladanan serta nilai-nilai luhur
yang mereka saksikan, dari pada yang dapat dipengaruhi oleh nasehat,
pengajaran atau perintah-perintah.

Dalam melaksanakan tugasnya, seorang pendidik hendaknya mampu


menggunakan smetode mengajar yang efektif dan efisien. Ibnu Khaldun
mengemukakan 6 (enam) prinsip utama yang perlu diperhatikan pendidik,
yaitu:

15
1) Prinsip pembiasaan
2) Prinsip tadrij (berangsur-angsur)
3) Prinsip pengenalan umum (generalistik)
4) Prinsip kontinuitass
5) Memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didik 6) Menghindari
kekerasan dalam mengajar.

e. Pesetra Didik

Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki


sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini
peserta didik merupakan makhluk Allah yang memiliki fitrah jasmani maupun
rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun
perimbangan pada bagian- bagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki
bakat, kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu
dikembangkan.

Pada dasarnya peserta didik adalah:

a) Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi


memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar
perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan
dengan pendidikan orang dewasa, bahkan dalam aspek metode,
mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan
dan sebagainya.
b) Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Aktivitas kependidikan Islam
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang pada
umumnya dilalui oleh setiap peserta didik. Karena kadar kemampuan
peserta didik ditentukan oleh faktor-faktor usia dan periode
perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya.
c) Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik
menyangkut kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani yang harus
dipenuhi.

16
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual
(diferensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan
maupun lingkungan di mana ia berada.
e) Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur alam, yaitu jasmani dan
rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan
pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara
unsur rohani memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk
mempertajam daya akal maka proses pendidikan hendaknya melalui
ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat
dilakukan melalui pendidikan akhlak dan ibadah.
f) Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Dari Penjelasan diatas menunjukkan bahwa terdapat 4 faktor pendidikan


yang ditawarkan Ibnu Khaldun yakni tujuan, pendidik, peserta didik, metode
pengajaran dan materi pendidikan. Semua komponen pendidikan tersebut sesuai
dengan konsep pemikiran para ahli pendidikan sekarang. Namun, ada beberapa
pemikiran beliau yang berbeda dengan para ahli pendidikan yakni tentang tujuan
pendidikan.

Disini pemikiran Ibnu Khaldun lebih kepada realistis. Bahwa pendidikan


bukan hanya untuk mengangkat derajat manusia. Namun, agar manusia mampu
memperoleh penghasilan dan menghasilkan industri-indutri untuk eksistensi hidup
manusia selanjutnya. Selain itu, pemikiran beliau tentang jangan berhenti terlalu
lama dalam proses belajar, belum ditemukan dalam teori para ahli pendidikan masa
sekarang. Serta hal-hal yang menghambat proses pendidikan belumlah berlaku
pada masa sekarang yakni tentang banyaknya buku dan banyaknya ringkasan.
Konsep pemikiran Ibnu Khaldun juga sangat relevan dengan konsep pendidikan
masa sekarang, dan sangat cocok untuk diterapkan dalam kegiatan belajar dimana
pun.

Keunikan pemikiran Ibnu Khaldun bila dibandingkan dengan ahli pendidikan


pada masanya bahwa apakah prestasi dan keberhasilan dalam pembelajaran -
hingga kini masih diperdebatkan- ditentukan oleh bawaan atau kemampuan hasil

17
belajar, dan Ibnu Khaldun tampaknya cenderung pada pendapat terakhir yaitu hasil
kemampuan.

BAB III PENUTUP

Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan cendekiawan
terbesar pada zamannya, salah seorang pemikir terkemuka yang pernah dilahirkan.
Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan sosiologi yang secara khas
membedakan cara memperlakukan sejarah sebagai ilmu serta memberikan alasan-
alasan untuk mendukung kejadian-kejadian yang nyata.

Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang semata-
semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-aspek pragmatis
di dalam kehidupan, akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan gejala
sosial yang menjadi ciri khas jenis insane

Karya-karya Ibnu Kaldun antara lain ;

a) Kitab Muqaddimah
b) Kitab al-„Ibar, wa Diwan al-Mubtada‟ wa al-Khabar, fi Ayyam al-„Arab wa
al-„Ajam wa al-Barbar, wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-
„Akbar.
c) Kitab al-Ta‟rif bi Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban (al-
Ta‟rif).
d) Lubab al-Muhashshal fi Ushuluddin
e) Syifa „al syail li Tahdz.

Menurut Ibnu Khaldun Ada Enam Tujuan Pendidikan, yaitu :

18
a) menyiapkan seseorang dari segi keagamaan dengan memperkuat potensi
iman, sebagaimana dengan potensi-potensi lain
b) menyiapkan seseorang dari segi akhlak
c) menyiapkan seseorang dari segi kemasyarakatan atau sosial
d) menyiapkan seseorang dari segi vokasional atau pekerjaan
e) menyiapkan seseorang dari segi pemikiran, sebab dengan pemikiran
seseorang dapat memegang berbagai pekerjaan atau ketrampilan tertentu
dan
f) menyiapkan seseorang dari segi kesenian.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abu Al Maira, http://jaksite.wordpress.com/biografi. Ibnu Khaldun, diunduh pada


tanggal 8 mei 2015.

Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, Bandung: Rosda Karya,

1995. http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun

Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka firdaus, 2003

Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2003.

Sulaiman, Fathiyah Hasan, 1987, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan
Pendidikan, (Bandung: Diponegoro). 1987.

Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun, (POKJA
:‟UIN Sunan Kalijaga, 2008) hlm.17.

[1]Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 503.

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu_khaldun

[3]Ibid, hlm. 505.

[4] Fuad Baali dan Ali Wardi, Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam, ( Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2003), hlm. 20.

[5] Syarifudin Jurdi, Sosiologi Islam Elaborasi Pemikiran Sosial Ibn Khaldun,
(POKJA :‟UIN Sunan Kalijaga, 2008) hlm.17.

20

Anda mungkin juga menyukai