Anda di halaman 1dari 18

Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Pemikiran Pendidikan Islam Dr. Yanti, M.Ag

Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Khaldun

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 7

Nama NIM

Irma Nur Rahmawati : 12210122473

Linda Astria : 12210122746

Salsabila Afifah Riswana : 12210122758

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2023/2024
PENDAHULUAN

Pendidikan Islam adalah landasan utama yang telah membentuk dan


membimbing perkembangan peradaban Islam selama berabad-abad. Dalam
perjalanan yang panjang dan berliku ini, banyak pemikir dan sarjana ulung telah
muncul, memberikan kontribusi berharga untuk pemahaman dan pengembangan
sistem pendidikan Islam. Salah satu nama yang bersinar dalam gemerlap
peradaban Islam adalah Ibnu Khaldun, seorang filsuf, sejarawan, dan pemikir
ulung abad pertengahan.
Ibnu Khaldun, lahir pada tahun 1332 di Tunis, adalah seorang intelektual
yang telah melewati berbagai fase dalam hidupnya. Sebagai seorang penulis
produktif, dia mencatat pengalaman dan pemikirannya dalam berbagai karya
monumental, termasuk "Al-Muqaddimah," yang menjadi landasan bagi kajian
ilmiah modern dalam berbagai disiplin ilmu. Namun, sebelum kita menggali
lebih dalam pemikirannya, kita harus memahami latar belakang sosial dan politik
pada masa Ibnu Khaldun.
Abad ke-14 adalah masa yang penuh dengan gejolak politik di dunia Islam.
Kekhalifahan Abbasiyah yang dulu perkasa telah runtuh, dan berbagai dinasti,
seperti Mongol dan Ottoman, tengah bersaing memperebutkan wilayah dan
pengaruh. Dalam situasi ini, Ibnu Khaldun menyaksikan transformasi besar-
besaran dalam struktur politik dan sosial dunia Islam, yang akan sangat
memengaruhi pemikirannya tentang pendidikan.
Salah satu aspek yang paling mencolok dari pemikiran Ibnu Khaldun
adalah pendekatannya yang interdisipliner terhadap ilmu pengetahuan. Dia tidak
hanya seorang sejarawan, tetapi juga seorang ahli sosiologi, ekonom, dan
pendidik. Pemikirannya yang mendalam tentang siklus sejarah dan teori
"Asabiyyah" (solidaritas sosial) telah menjadi landasan penting dalam
memahami dinamika masyarakat dan pendidikan dalam konteks Islam.
Pemikirannya tidak hanya teoretis, tetapi juga aplikatif, dan relevansinya masih
dapat diidentifikasi dalam pemikiran pendidikan modern.

2
3

Dengan menggali lebih dalam ke dalam pemikiran Ibnu Khaldun tentang


pendidikan, kita akan mengeksplorasi warisan intelektualnya yang kaya dan
memberikan wawasan yang berharga tentang pendidikan Islam. Pemahaman
akan pemikiran ini dapat membantu kita mengkaji tantangan dan peluang
pendidikan Islam di era kontemporer dan bagaimana kita dapat mengambil
inspirasi dari seorang pemikir ulung yang telah memimpin jalan dalam
memahami esensi pendidikan dalam dunia Islam. Dalam makalah ini akan
membahas dengan mendalam pemikiran pendidikan Islam menurut Ibnu
Khaldun.
PEMBAHASAN

A. Profile Ibnu Khaldun


1. Sejarah Hidup Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun adalah seseorang yang sejak kecil haus akan ilmu
pengetahuan, selalu tidak puas dengan ilmu yang telah diperolehnya,
sehingga memungkinkan beliau mempunyai banyak guru. Tidak heran jika
beliau termasuk orang yang pandai dalam ilmu Islam, tidak saja dalam
bidang agama, tetapi juga bidang-bidang umum, seperti sejarah, ekonomi
sosiologi, antropologi, dan lain-lain.
Ibnu Khaldun mempunyai nama lengkap Abu Zaid Abdurrahman bin
Muhammad bin Khaldun al-Hadrami. la dilahirkan di Tunisia pada bulan
Ramadhan 732 H/1332 M dari keluarga ilmuwan dan terhormat yang telah
berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan pemerintahan. Suatu
jabatan yang jarang dijumpai dan mampu diraih orang pada masa itu.
Sebelum menyeberang ke Afrika, keluarganya adalah para pemimpin
politik di Moorish (Spanyol) selama beberapa abad. Dengan latar belakang
keluarganya yang demikian, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang
kuat. Pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan. Kedua, cinta jabatan
dan pangkat. Menurut H. Ramayulis dan Samsul Nizar, kedua faktor
tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirannya.
Ayahnya bernama Abu Abdullah Muhammad. la berkecimpung
dalam bidang politik, kemudian mengundurkan diri dari bidang politik
serta menekuni ilmu pengetahuan dan kesufian. la ahli dalam bahasa dan
sastra Arab. la meninggal pada 794 H/1384 M akibat wabah pes yang
melanda Afrika Utara dengan meninggalkan lima orang anak. Ketika
ayahnya meninggal, lbn Khaldun baru berusia I8 tahun. 1
Pada tahun 1349 M, Ibnu Khaldun sempat menutuskan pindah ke
Maroko. Namun, keputusamya ini dicegah oleh kakaknya, sehingga baru

1
Syamsul Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Ar-ruzz Media, 2011), hlm. 100.
4
5

pada tahun 1354 ia melaksanakan niatnya pergi ke Maroko. Di negara


inilah, Ibnu Khaldun berhasil memperoleh pendidikan. Setelah sekian lama
berkhidmat untuk ilmu, dan mengabdi kepada Afrika Utara dan Andalusia,
ia wafat pada hari Rabu, 25 Ramadhan 808 H, bertepatan dengan tanggal
17 Maret 1406 M. Jenazahnya lantas dimakamkan di pemakaman orang
Orang sufi an- Nasr di Kairo.2

2. Riwayat Pendidikan Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun mengawali pendidikannya di bawah bimbingan sang
ayah. Kemudian, ia mulai mengaji kepada sejumlah ulama terkemuka di
Seville. Ketika itu, ia sudah tertarik untuk mendalami ilmu agama, bahasa,
logika, dan filsafat. Bahkan, ia juga belajar ilmu fisika dan matematika. 3
Beliau mengawali pendidikannya dengan membaca Al-Quran, Hadis,
fiqih, sastra, nahwu sharaf pada sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu.
Tunisia pada waktu itu merupakan pusat ulama dan sastrawan di daerah
Maghrib. Akan tetapi, setelah Tunisia dan sebagian besar kota-kota di
Masyriq dan Maghrib dilanda wabah Pes yang dahsyat pada 749 H,
mengakibatkan ia tidak dapat melanjutkan studinya. Bahkan dalam
peristiwa tersebut, ia kehilangan orangtuanya dan beberapa orang
pendidiknya. Dengan kondisi yang demikian, pada tahun 1362 ia pindah
ke Spanyol.
Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan ada dua faktor yang
menyebabkan Ibnu Khaldun tidak dapat melanjutkan studinya. Pertama,
peristiwa wabah pes yang melanda sebagian besar dunia Islam mulai dari
Samarkand sampai Maghrib. Kedua, hijrahnya sebagian besar ulama dan
sastrawan yang selamat dari wabah pes dari Tunisia ke Maghrib Al-Aqsa
pada tahun 750 H/I349 M bersama-sama dengan Sultan Abu Al-Hasan,
penguasa Daulah Bani Marin.

2
Yanuar Arifin, Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan IsIam, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2018),
hlm. 312.
3
Ibid, hlm. 310.
6

Di antara pendidik Ibn Khaldun yang terkenal adalah Abu Abdullah


Muhammad Ibnu Saad Ibnu Burral Al-Anshari. Darinya, ia belajar Al-
Quran dan qiraat al-sab'ah. Selain itu, gurunya yang lain adalah Syaikh
Abu Abdullah Ibnu Al-Arabi Al-Hasayiri, Muhammad. Al-Syawwas Al-
Zarazli, Ahmad Ibnu Al-Qassar, Syaikh Syamsudin Abu Abdullah
Muhammad Al-Wadisyasyi (belajar ilmu hadis, bahasa Arab, figh), dan
Abdullah Muhammad Ibnu Abd Al-Salam (belajar kitab a-Muwattha'
karya Imam Malik), Muhammad Ibnu Sulaiman Al-Satti Abd Al-
Muhaimin Al-Hadrami dan Muhammad Ibnu Ibrahim Al-Abili (belajar
ilmu-ilmu pasti, logika, dan seluruh ilmu/teknik kebijakan dan pengajaran
di samping dua ilmu pokok, Al-Quran dan Hadis. Di antara sekian banyak
pendidik tempat Ibnu Khaldun menimba ilmu, ada dua orang yang
dianggap paling berjasa terhadapnya, yaitu Syaikh Muhammad Ibnu
Ibrahim Al-Abili dalam ilmu-ilmu filsafat dan Syaikh Abdul Muhaimin
Ibnu Al-Hadrami dalam ilmu-ilmu agama. Dari kedua pendidik tersebut, ia
mempelajari kitab-kitab hadis seperti al-Kutub al-Sittah dan al-
Muwattha'.4

3. Profesi dan Karier Ibnu Khaldun


Memasuki tahun ke 20 dari usianya, Ibnu Khaldun mulai tertarik
dengan kehidupan politik, sehingga pada tahun 755 H/1354 M karena
kecakapannya, ia diangkat menjadi sekretaris sultan di Maroko. Namun,
jabatan ini tidak lama dipangkunya, karena pada tahun 1357 ia terlibat
dalam persekongkolan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, Amir
Abu Abdullah Muhammad. Alhasil, ia pun sempat dijebloskan ke dalam
jeruji besi.
Tidak lama kemudian, pada tahun itu juga, Ibnu Khaldun dibebaskan
dari penjara. Sebab, sultan telah meninggal, dan kekuasaan berhasil direbut
oleh Al-Mansur bin Sulaiman. Maka, Ibnu Khaldun segera bergabung
dengan Al-Mansur, dan ia diangkat menjadi sekretarisnya. Tidak lama

4
Syamsul K, op. cit., hlm. 102.
7

setelah itu, ia meninggalkan Al Mansur dan bekerja sama dengan Abu


Salim.
Pada masa Abu Salim berhasil menduduki singgasana kekuasaan,
Ibnu Khaldun diangkat menjadi sekretarisnya, dan dua tahun kemudian ia
diangkat menjadi mahkamah agung. Saat itulah, ia berhasil menunjukkan
prestasinya yang luar biasa. Tetapi, jabatan ini tidak lama disandangnya,
sebab pada tahun 762 H/1361 M timbul pemberontakan di kalangan
keluarga istana. 5
Setelah memutuskan untuk menetap di daerah Bani Arif untuk
menyusun buku karyanya, ia kembali ke Tunisia untuk menyelesaikan
karyanya karena kekurangan referensi. Namun, ketenangannya bergelut di
bidang keilmuan sempat diganggu oleh Timur Lenk, sang penakluk dan
penguasa yang sangat terkenal di Syiria yang meminta Ibnu Khaldun untuk
terjun ke dunia politik. Tetapi, ia menolak, dan memutuskan untuk pergi
ke Mesir. Kedatangan Ibnu Khaldun di Mesir memperoleh sambutan
hangat dari masyarakatnya. Sebab, karya-karyanya telah terlebih dahulu
menyebar disana. Sebagai orang baru, ia segera diberi dua jabatan penting,
yaitu sebagai hakim tinggi dan guru besar di perguruan tinggi A-Azhar
Kairo.6

4. Karya-Karya Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun tampaknya tidak lagi menggeluti dunia politik. Maka
itu, ia memutuskan kembali berkiprah di dunia ilmu pengetahuan yang
sebelumnya amat akrab dengannya. Akhirnya, ia memutar haluan, bertolak
ke daerah Bani Arif bersama keluarganya yang mana di tempat barunya
itu, ia baru menemukan kedamaian. Sejak itu pula, ia mulai menulis karya
utamanya, Muqaddimah Ibnu Khaldun.
Selama empat tahun tinggal di daerah Bani Arif, Ibnu Khaldun
ternyata juga menyusun kitab sejarah, Al-'Ibar. Namun, karena kekurangan

5
Yanuar A, op. cit., hlm. 311.
6
Ibid, hlm. 312.
8

referensi maka ia pergi ke Tunisia, dan di sanalah ia menyelesaikan


karyanya.
Meskipun telah wafat, terdapat beberapa karyanya yang masih terus
menjadi sumber referensi umat, di antaranya ialah:
a. Muqaddimah ibnu Khaldun.
b. Al-'lbar wa Diwanul Mubyada' awil Khabar fi Ayyamil 'Arab wal
'Ajam wal Barbar wa Man 'Asharahum min Dzawis Sulthan al-Akbar.
c. At- Ta’ariff bi ibnu Khaldun.
d. Lubab al- Mushassal fi Ushul ad-Diin.
Bryan S. Turner, guru besar sosiologi di University of Aberdeen,
Scotland, dalam artikelnya "The lslamic Review & Arabic Affair", pada
tahun 1970-an, mengomentari karya-karya Ibnu Khaldun. la menyatakan
bahwa tulisan-tulisan sosial dan sejarah Ibnu Khaldun ialah satu-satunya
tradisi intelektual Islam yang diterima dan diakui di dunia Barat, terutama
oleh ahli-ahli sosiologi yang menerjemahkan karya-karyanya ke dalam
bahasa Inggris7. Dengan demikian, amat wajar bila Ibnu Khaldun disebut
sebagai salah seorang ilmuwan terbesar pada zamannya. Bahkan, dunia
mendaulatnya sebagai "Bapak Sosiologi Islam".

B. Situasi Politik Pada Masa Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun hidup pada abad ke 14 Masehi atau abad ke-8 H. Abad
sekarang adalah periode terjadinya perubahan historis yang masif, dibidang
perpolitikan ataupun pemikiran bagi orang barat, di saat masa sekarang
merupakan lahirnya bibit zaman Renaisans. Untuk Islam sendiri, periode
sekarang adalah saat terjadinya kemunduran serta disintegrasi.
Ibnu Khaldun menghabiskan lebih dari dua pertiga umurnya di kawasan
Afrika Barat Laut, yang sekarang ini berdiri beberapa negara seperti Tunisia,
Aljazair dan Maroko serta Andalusia yang terletak di ujung selatan Spanyol.
Pada masa itu kawasan tersebut menjadi kancah perebutan dan pertarungan
kekuatan antara dinasti, serta pemberontakan sehingga kawasan tersebut

7
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2011), hlm. 14.
9

sering berpindah tangan dari satu dinasti ke dinasti lain. Ibnu Khaldun pun
berperan dalam percaturan politik yang sarat dengan perebutan kekuasaan.
Beliau sering kali berpindah jabatan dan bergeser loyalitas dari seorang
penguasa ke penguasa lain dari dinasti yang sama. Jabatan pemerintahan
pertama yang cukup berarti baginya adalah menjadi keanggotaan majelis
ilmuwan Sultan Abu Inan dari Bani Marin di ibu kota negara itu, yaitu Fez.
Kemudian diangkat menjadi sekretaris Sultan dengan tugas mencatat semua
keputusan Sultan terhadap semua permohonan rakyat, juga dokumen-
dokumen lain yang diajukan kepada sultan. 8
Selama berada di Fez, Ibnu Khaldun masih terus belajar kepada para
ulama dan sastrawan dari Andalusia dan Tunisia. Beliau sering mendatangi
perpustakaan Fez yang dianggap sebagai perpustakaan terbesar dan
terlengkap ketika itu. Kesenangan menuntut ilmu serta terjun ke dunia politik
menjadi salah satu ambisinya untuk memegang jabatan penting agar bisa
mengusai dan memerintah suatu daerah.
Ambisi tersebut adalah untuk mengembalikan kejayaan masa lalu
kakeknya, bahwa ketika masa pemerintahan Bani Hafs, kakeknya yang
pertama memerintah di Tunisia dan kakeknya yang kedua memerintah di
Bijayah. Sebagaimana pemikir Islam lainnya, Ibnu Khaldun ikut serta
menyaksikan keruntuhan peradaban Islam yang sudah tidak lagi utuh seperti
pada masa-masa sebelumnya. Peradaban Islam yang dulunya mengalami
kejayaan, pada masa Ibnu Khaldun telah berubah menjadi negara-negara kecil
yang saling memusuhi. Hal ini terjadi diakibatkan oleh lemahnya
pemerintahan, sering terjadinya pemberontakan, perang antar etnis, serta
kerakusan Negara Eropa dalam menaklukkan wilayah-wilayah Arab Islam.
Hal tersebut secara otomatis mempengaruhi pemikiran Ibnu Khaldun.
Setelah berkarier politik dengan berbagai jabatan seperti penulis naskah
pidato sultan, duta keliling kerajaan, penasihat, dan sebagai hakim kepala

8
Sholikah & Ismail, "Pemikiran Politik Ibnu Kholdun (732 H-808 H/332 H-1406 M) ", Jurnal
Studi Keislaman, Vol. 9 No. 1(Maret, 2019), hlm. 68.
10

pengadilan di berbagai negara dalam perjalanan yang panjang, akhirnya Ibnu


Khaldun memutuskan untuk berhenti mengejar karier politik yang sepertinya
tidak pernah memuaskan dan meminta maaf kepada raja Talmishan. Karena
tidak mampu melaksanakan perintah yang telah di perintahkan kepadanya.
Beliau pun meminta izin kepada raja untuk mengasingkan diri di benteng Ibnu
Salamah (sebuah wilayah di Privinsi Tojin) agar bisa berkonsentrasi dalam
memikirkan realita peradaban Islam dan menulis sebuah karya ilmiah.
Melalui penulisan terhadap sejarah masa lalu, Ibnu Khaldun berusaha
mengetahui penyebab problematika peradaban Islam yang sedang terjadi pada
masanya. Kajian tersebut mencakup semua ilmu sosial, meliputi segi
ekonomi. Geografi, agama, intelektual dan politik pada tiap-tiap peradaban
manusia tanpa mengabaikan karakteristik peradaban Arab Islam. Setelah
memutuskan untuk berhenti dalam menggeluti dunia politik, maka Ibnu
Khaldun pergi meninggalkan Tunisia dan berlayar menuju Alexandria, Mesir
pada tahun 784 H.
Disana beliau bercita-cita menduduki suatu jabatan bagi pengembangan
pengetahuan apalagi popularitasnya telah sampai Kairo- Mesir. Rakyat Mesir
telah banyak mengenal tentang dirinya, auto biografinya serta pembahasan-
pembahasan sosial dan sejarahnya. Lembaga ilmu pengetahuan, pemikiran
dan kesusasteraan yang berada di Kairo telah mengenal kitab Muqaddimah
nya. Raja Mesir saat itu bernama Al Dzahir Burquq. Ternyata beliau juga
mendengar kemasyhuran Ibnu Khaldun tentang kemahirannya sebagai fakih
Mazhab Maliki. Sehingga pada tahun 786 H, Raja tersebut memecat ketua
pengadilan kerajaan disebabkan ada pertentangan yang tidak dapat
diselesaikan dan menggantikannya dengan Ibnu Khaldun. 9
Dengan kemasyhuran kitab Muqaddimah dan kepiawaiannya sebagai
fakih mazhab Maliki, akhirnya Ibnu Khaldun diangkat sebagai dosen fikih
Maliki pada lembaga Pendidikan Qamiyah di Kairo, lalu diangkat pula
menjadi hakim agung mazhab Maliki di kerajaan Mesir saat itu. Namun,

9
Ibid, hlm. 69.
11

kendala utama bagi Ibnu Khaldun ialah persaingan antara para pejabat tinggi
dan ilmuan, khususnya para ahli hukum, Karena itulah beliau berhasil difitnah
karena pernah melakukan reformasi hukum hingga dipecat dari jabatan
tersebut, ternyata kehidupan Ibnu Khaldun di Mesir pun selalu mengalami
pasang-surut, sebagaimana beliau pernah di penjarakan dalam karier
politiknya.

C. Karakteristik Pemikiran Ibnu Khaldun


Ibnu Khaldun merupakan seorang pemikir pendidikan yang andal, hal
ini dibuktikan dengan pemikiran-pemikiran pendidikannya yang brilian.
Pemikiran nya di bidang pendidikan mencakup banyak aspek, mulai dari
pengertian dan tujuan pendidikan Islam, konsepsi tentang kurikulum dan
materi pendidikan, metode pembelajaran, dan ilmu pengetahuan. 10
Pemikiran Ibnu Khaldun mengenai pendidikan dimulai dengan
penjelasannya tentang hakekat manusia. Karena manusia memiliki topik
sekaligus objek dalam pendidikan Islam dalam pandangan psikologi,
pandangan manusia terhadap peribadinya sendiri sangat memengaruhi
pendidikannya. Ibnu Khaldun berpandangan bahwa manusia adalah salah satu
makhluk yang berakal. Hal inilah yang membedakannya dengan binatang dan
makhluk ciptaan lainnya. Kemampuan untuk berpikir ini adalah merupakan
sumber dari semua kesempurnaan, puncak dari semua kemuliaan dan
keagungan di atas makhluk lain. Sementara binatang hanya memiliki
kemampuan untuk menunjukan indra, yaitu kesadaran subjek sesuatu yang
ada di luarnya, karena adanya indra pendengaran, penglihatan, perasaan, dan
mengecap. 11

1. Pengertian Pendidikan Islam


Pengertian pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah “Penerangan
ilmu pengetahuan dan keterampilan serta berbagai aspeknya pada karya

10
Yanuar A, op. cit., Hal. 313.
11
Komarudin, "Pendidikan Perspektif Ibnu Khaldun", Jurnal Pendidikan dan Dakwah, Vol. 4 No.
1, (Januari, 2022), hlm. 28
12

nyata untuk memperoleh rizki menuju kepada masyarakat lebih maju


sesuai dengan kecenderungan individu”. 12 Ibnu Khaldun menganggap
bahwa pendidikan merupakan hakikat dari eksistensi manusia. Ia
menjelaskan bahwa manusia mempunyai kesanggupan untuk memahami
keadaan dengan kekuatan pemahaman melalui perantara pikirannya yang
ada dibalik panca indera. Manusia juga memiliki kecenderungan untuk
mengembangkan diri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga
tercapai realitas kemanusiaan dengan pendidikan yang merupakan hasil
pengembangan diri. Dengan hal tersebut akan membentuk kehidupan
masyarakat yang berbudaya dan masyarakat yang mampu bekerja untuk
melestarikan dan meningkatkan kehidupan.
Selain dari pada itu, Ibnu Khaldun memberikan rumusan tentang
pendidikan yaitu pendidikan merupakan proses mentranformasikan nilai-
nilai dari pengalaman sebagai usaha mempertahankan eksistensi manusia
dalam peradaban yang terus berkembang, dan untuk mempertahankan
diperlukan satu kemampuan dan keberanian, berbuat dan bertindak yang
didasarkan kepada pendidikan, pengalaman, pergaulan dan sikap mental
serta kemandirian yang biasanya disebut dengan sumber daya manusia
yang berkualitas.13

2. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan merupakan batas yang diinginkan yang pada
akhirnya akan dicapai melalui upaya pendidikan. Menurutnya, tujuan
pendidikan adalah perubahan yang dikehendaki yang diupayakan oleh
proses pendidikan, baik dalam tingkah laku individu maupun dalam
kehidupan pribadi seseorang, kehidupan sosial, dan alam kehidupan

12
Siti Rohmah. "Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun Dengan Pendidikan
Modern." Edukasia Islamika, Vol. 10 No. 2 (2012), hlm. 269.
13
Riri Nurandriani dan Sobar Alghazal. "Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun dan
Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional." Jurnal Riset Pendidikan Agama Islam (2022),
hlm 29.
13

lingkungan anak. 14 Menurut Ibnu Khaldun, tujuan pendidikan itu beragam


dan universal, yaitu:
a. Tujuannya meningkatkan pemikiran.
Ibnu Khaldun melihat bahwa salah satu tujuan pendidikan adalah
memberikan kesempatan kepada pikiran agar lebih aktif dan
melakukan aktivitas.
b. Tujuan peningkatan Kemasyarakatan.
Ibnu Khaldun berpendapat bahwa ilmu pengetahuan dan pengajaran
adalah hal yang lumrah bagi peradaban manusia, pengetahuan dan
pendidikan sangat penting untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat manusia menjadi lebih baik.
c. Tujuan Pendidikan dari segi keruhanian.
Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana dijelaskan Jawariyah, ilmu
pendidikan bukanlah kegiatan yang hanya melibatkan refleksi dan
kontemplasi, jauh dari aspek pragmatis. 15
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan (Islam),
menurut Ibnu Khaldun, tidak hanya bertujuan untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, tetapi juga untuk memperoleh keterampilan. Pendidikan
harus mampu melahirkan generasi manusia yang sempurna, terutama
dalam hal akhlak atau perilaku, karena ilmu dan keterampilan yang
dikuasai justru tidak akan ada artinya jika akhlak pemiliknya dirugikan.

3. Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Ibnu Khaldun


Salah satu inti dari kurikulum adalah adanya materi yang merupakan
bagian dari ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, Ibnu Khaldun membagi ilmu
mejadi tiga kelompok, yaitu:
a. Al-Ulum al-Naqliyyah (pengetahuan-pengetahuan penukilan); Ilmu-
ilmu yang ada pada kelompok ini, menurut Ibnu Khaldun adalah ilmu-

14
Syamsul K, op, cit, hlm, 107.
15
Muhammad Insan Jauhari. "Konsep pendidikan Ibnu Khaldun dan relevansinya terhadap
pendidikan di era modern." Al-Manar: Jurnal Komunikasi Dan Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 1
(2020), hlm. 195
14

ilmu tradisional, konvensional (al-‘ulum an-naqliyyah al-wadh’iyyah)


yang semuanya bersandar kepada informasi berdasarkan autoritas
syariah yang diberikan. Misalnya, Ilmu-ilmu tafsir Qur’an dan qiraat
Qur’an, Ilmu-ilmu hadis, Ilmu-ilmu fiqh dan cabang-cabangnya,
hukumhukum waris Fiqh, Ilmu Faraidh, Ilmu ushul fiqh dan cabang-
cabangnya, dialektika dan soal-soal yang controversial, Ilmu Kalam,
Ilmu Tasawuf, dan mu ta’bir mimpi.
b. Al-Ulum al-Aqliyah (pengetahuan-pengetahuan rasional); Kelompok
ilmu yang kedua ini juga disebut dengan ulum al-fasafah wa al-
hikmah atau ilmu-ilmu filsafat dan hikmah. Secara garis besar, ilmu-
ilmu aqliyah ini dikelompokkan lagi oleh Ibnu Khaldun ke dalam 4
macam, yaitu: Ilmu logika (manthiq), Ilmu alam, atau disebut juga
“fisika”, Ilmu “metafisika”, dan Ilmu matematika (Geometri,
Aritmetika, Musika, Astronomi).
c. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Bahasa Arab (ilmu alat); Bagi Ibnu
Khaldun, sendi bahasa Arab itu ada empat, yaitu: Ilmu Nahwu, Ilmu
Leksikografi, Ilmu Bayan, dan Ilmu Sastra (Adab).

Ibnu Khaldun selain dari klasifikasi di atas, juga mengklasifikasikan


ilmu berdasarkan kepentingannya untuk pelajar, yaitu:
a. Ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedahnya yang sebenarnya
dari ilmu itu sendiri, seperti ilmu-ilmu syar’iyyah (tafsir, hadis, fiqh,
dan ilmu kalam), ilmu-ilmu alam (thabi’iyyat) dan sebagian dari
filsafat yang berhubungan dengan ketuhanan, metafisika (ilahiyyat).
b. Ilmu-ilmu yang merupakan alat untuk mempelajari golongan ilmu
pengetahuan jenis pertama di atas. Jenis kedua ini termasuk ilmu
bahasa Arab, ilmu hitung, dan ilmuilmu lain yang membantu
mempelajari agama, serta ilmu logika yang membantu untuk
mempelajari filsafat. Kadang-kadang ilmu logika juga dipergunakan
15

oleh para sarjana yang datang kemudian untuk mempelajari ilmu


kalam dan ushul fiqh.16

Klasifikasi Ilmu yang telah dibuat oleh Ibnu Khaldun tersebut, dapat
dasar untuk mengetahui dengan jelas bahwa pemikirannya tentang
kurikulum (materi pendidikan) memiliki karakteristik tersendiri.

4. Metode Pengajaran
Ibnu khaldun telah banyak mengemukakan metode dalam proses
pendidikan di antaranya adalah pada pandangan Ibnu Khaldun seorang
pengajar dalam kuliahnya harus menjalani tiga tahap atau uraian. Pada
uraian pertama cukup ia memberi ide yang umum dan ringkas tentang
perkara yang ingin di perkuliahkannya. Kemudian kembali ia
menguraikannya untuk kedua kali dimana diuraikannya lebih jelas
daripada yang pertama mengandung penjelasan tentang perkara itu
berpindah dari pandangan secara umum secara rinci, menyebutkan titik
perbedaan pendapat para ahli dalam perkara tersebut. Kemudian pada
tahap ketiga diuraikan perkara itu lebih mendalam dan menyeluruh, tidak
ada suatu perkara rumit atau kabur yang tidak dijelaskannya.
Ibnu Khaldun memandang sangat penting sekali metode secara
bertingkat ini, dan sangat besar faedahnya dalam upaya menjelaskan dan
memantapkan ilmu ke dalam jiwa anak serta memperkuat kemampuan
jiwanya untuk memahami ilmu. Tujuan mempelajari ilmu tersebut adalah
kemahiran anak dalam mengamalkan serta mengambil manfat dalam
kehidupan seharihari, alasan pengulangan sampai ketiga kali pengulangan
ini adalah agar anak siap memahami ilmu pengetahuan atau seni secara
bertahap. 17
Ibnu Khaldun juga mengkritik para pendidik (guru) yang tidak
memahami metode mengajar dengan baik, misalnya memaksa anak untuk
memforsir tanaga dan pikirannya. Maka beliau menyarankan agar tidak

16
Riri N, op. cit., hlm 30
17
Siti R. op. cit., hlm 272
16

terlalu lama memberikan materi. Ibnu Khaldun menyarankan agar tidak


menggunakan metode kekerasan. Sebab, bila dididik dengan kekerasan
maka akan membentuk karakter yang buruk serta dipengaruhi bayang-
bayang kekerasan itu sendiri. Dalam pandangan Ibnu Khaldun, hukum
yang keras di dalam pengajaran dapat berbahaya bagi peserta didik,
karena akan menyebabkan timbulnya kebiasaan buruk. Kekasaran dan
kekerasan dalam pengajaran dapat mengakibatkan bahwa kekerasan itu
sendiri akan menguasai jiwa dan mencegah perkembangan pribadi anak
yang bersangkutan. Kekerasan membuka jalan ke arah kemalasan dan
penipuan guna menghindari hukuman.18
Dengan demikian, pandangan Ibnu Khaldun terhadap metode
pendidikan menekankan pada pendekatan holistik yang melibatkan aspek
kognitif, karakter, dan aplikatif.

18
Muhammad Insan J, op.cit., hlm 199
KESIMPULAN

Ibnu Khaldun adalah seorang pemikir besar yang memiliki kontribusi


penting dalam berbagai bidang ilmu, seperti sejarah, ekonomi, sosiologi, dan
antropologi. Profilnya menunjukkan bahwa ia memiliki latar belakang keluarga
yang terhormat, dididik oleh ulama-ulama terkemuka, dan memiliki karier yang
beragam dalam politik dan ilmu pengetahuan. Ia juga terkenal dengan karya-
karyanya yang masih menjadi referensi hingga saat ini, seperti "Muqaddimah."
Situasi politik pada masa Ibnu Khaldun mencerminkan perubahan dan
perebutan kekuasaan antar-dinasti di wilayah tempatnya tinggal, seperti Tunisia,
Aljazair, dan Maroko. Ia sendiri terlibat dalam berbagai posisi politik selama
kariernya, seringkali bergeser loyalitas antara penguasa-penguasa yang berbeda.
Ibnu Khaldun juga menyaksikan kemunduran peradaban Islam pada masanya,
dengan berbagai konflik dan perpecahan di dunia Islam.
Karakteristik pemikiran Ibnu Khaldun mencakup pemikiran pendidikan
yang mendalam. Ia memandang bahwa pendidikan harus mencakup ilmu agama,
moral, aspek sosial, profesional, pemikiran kritis, dan aspek artistik. Tujuan
pendidikan menurutnya adalah menghasilkan individu yang memiliki keimanan
yang kuat, moral yang baik, mampu berpartisipasi dalam masyarakat, memiliki
keterampilan, berpikir kritis, dan memiliki bakat seni. Pendidikan, menurutnya,
harus mencapai tujuan ini secara holistik.
Ibnu Khaldun juga mengklasifikasikan ilmu menjadi tiga kelompok, yaitu
ilmu naqliyah, ilmu aqliyah, dan ilmu berbahasa arab. Ia merinci berbagai ilmu
yang seharusnya diajarkan dan dipelajari, dengan penekanan pada ilmu syariah
sebagai ilmu fundamental.
Dalam pandangan Ibnu Khaldun, pendidikan adalah salah satu elemen
kunci dalam membentuk peradaban dan kemajuan masyarakat. Ia menganggap
ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagai faktor utama yang membantu
meningkatkan peradaban manusia. Pemikirannya tentang pendidikan mencakup
aspek-aspek moral, sosial, profesional, dan spiritual, yang mencerminkan
visinya untuk menciptakan generasi yang unggul secara holistik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Yanuar. 2018. Pemikiran Emas Para Tokoh Pendidikan IsIam,


Yogyakarta: IRCiSoD.
Khaldun, Ibnu Khaldun. 2011. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Al
Kautsar.
Komarudin. 2022. Pendidikan Perspektif Ibnu Khaldun", Jurnal Pendidikan dan
Dakwah, Vol. 4 No. 1
Kurniawan, Syamsul & Erwin Mahrus. 2011. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Muhammad Insan Jauhari. "Konsep pendidikan Ibnu Khaldun dan relevansinya
terhadap pendidikan di era modern." Al-Manar: Jurnal Komunikasi Dan
Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 1 (2020)
Riri Nurandriani dan Sobar Alghazal. "Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibnu
Khaldun dan Relevansinya dengan Sistem Pendidikan Nasional." Jurnal
Riset Pendidikan Agama Islam (2022)
Sholikah & Ismail. 2019. "Pemikiran Politik Ibnu Kholdun(732 H-808 H/332 H-
1406 M) ", Jurnal Studi Keislaman, Vol. 9 No. 1l
Siti Rohmah. "Relevansi Konsep Pendidikan Islam Ibnu Khaldun Dengan
Pendidikan Modern." Edukasia Islamika, Vol. 10 No. 2 (2012)

18

Anda mungkin juga menyukai