A. PENDAHULUAN
Dalam falsafah pendidikan Islam, Omar Mohammad al-Toumy al-
Syaibany menulis kitab-kitab falsafah pendidikan di negara-negara Arab,
sekalipun sedikit, masih tetap mengambil pemikiran dan menghadapi
persoalannya dari segi pandangan Barat. Tampak kurang sekali menyebut
tentnag karya-karya ulama di Negara kita. Kalau menghadapi persoalan tabiat
manusia misalnya, mereka selalu menyebutkan pendapat Plato, Aristoteles,
Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, John Dewey dan lain-
lain.
Tidak sedikitpun menyentuh tentang pendapat seorang ahli pikir Arab.
Mengapa kita merasa cukup dengan menyebut pendapat-pendapat Plato dan
Aristoteles dalam hali ini dan tidak menghiraukan filosof-filosof
Islam.1 Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai Wacana Filosof
Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Para Tokoh.
1
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung,
Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 39-40.
2
3
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 505
4
Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, Cet. I, (Jakarta: Pusataka Firdaus, 1999), hal. 59 dan
77.
4
Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah
merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu
sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat)
adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan
pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu
pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at
(agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).
Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal
itu ditinjau darisegi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya
untuk hidup dengan seimbang namundia juga meletakkan ilmu aqliyah
(filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama
Fathiyyah Hasan Sulaiman menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
menurut Ibnu Khaldun adalah sebagai berikut:5
a. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja,
karena aktivitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan
5
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, Terj.
HMD. Dahlan, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1987), hal.35-36.
6
6
Abd Wahhab Azzam, Filsafat dan Puisi Iqbal. Terj. Rafiq Usman, (Bandung : Pustaka, 1985).
Hlm.13-16.
7
Mian M. Tufail, Iqbals, Philosophi and education, (Lahore, The Bazm Iqbal. 1996), hlm. 12, Mukti
Ali, Aliran Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Hlm. 174.
8
Danusiri, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 5
7
9
A. Khudari Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 300-302
10
Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hal. 122.
9
11
Muhammad Iqbal, Memnbangun Kembali Agama Dalam Islam, Terj. Ali Audah, dkk, Cet.
I, (Jakarta: Tintamas, 1966), hal.12.
10
12
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: (Surya Dinasti, 2016), hlm 438.
13
Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia Islam dan Indonesia), (Ciputat:Quantum Teaching, 2005), hlm. 202-203.
11
16
Adi Nugroho, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta: Garasi, 2015), hlm.
122.
13
Pendiri NU yang lain adalah K.H. Bisri, lahir di Taju Jawa Tengah
tahun 1887. Beliau juga belajar ilmu agama dan mondok di beberapa
pesantren, seperti Tebu Ireng, Sarang Bengkalan Madura, dan belajar di
Makkah selama empat tahun dan kawin dengan adiknya Kiai Wahab.
Sekembalinya dari makkah ia mengajar pesantren Tambak Beras selama
dua tahun, kemudian mendirikan pesantren sendiri di Den Anyer.
Di antara semua pendiri NU, yang paling bersemangat dalam
mengembangkan organisasi ini adalah K.H Abdul Wahab. Organisasi NU
menganut salah satu mazhab, dari empat mazhab yaitu Mazhab Syafi’I.
NU banyak mengadakan kegiatan keislaman yang bermanfaat dengan
mendirikan sekolah-sekolah, sert pemeliharaan anak yatim dan
membentuk badan-badan yang dapat diharapkan membantu
pengembangan organisasi ini. Tahun 1930, cabang-cabang pertama yang
berdiri di luar Jawa adalah Martapura dan Banjar (Kalimantan Selatan).
Bahkan, organisasi Hidayatul Islamiyah, organisasi lokal di Kalimantan,
bergabung dengan NU pada tahun 1936. Pada tahun 1937 NU sudah
memiliki 71 cabang dan tahun 1942 NU sudah memiliki 120 cabang di
seluruh Jawa dan Kalimantan. NU tidak semata-semata mengatasi
masalah keagamaan, karena pada periode-periode berikutnya NU dan pra
anggotanya ikut mengurusi masalah ekonomi dan terlibat dalam arus
perdagangan. Bahkan NU mendirikan badan wakaf yang mengurusi
masalah jual beli tanah. NU juga memiliki badan koperasi yang disebut
Syirkah Mu’awamah yang bergerak di bidang ekspor-impor pecah belah.17
Sebagai seorang tokoh sentral dalam komunitas pesantren, Hasyim tidak
hanya ahli dalam hal ide, namun juga cakap dalam melaksanakannya.
Hasyim senang menyelesaikan pekerjaannya secara sistematis. Setiap
pekerjaan baru beliau pikirkan secara seksama dan segera
17
Abuddin Nata. Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2007. Hlm
140.
15
18
Abdurrahman Mas’ud. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta:
Kencana. 2006. Hlm. 236.
19
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, op cit, hal. 328.
16
20
uhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamator 1980-
1945, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hal. 15-17.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. 2007, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Abdurrahman Mas’ud. 2006, Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren. Jakarta: Kencana.
Adi Nugroho, 2015. K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta:
Garasi.
Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, Cet. I, (Jakarta: Pusataka Firdaus, 1999).
Arthur K. Ellis, dkk, Introduction to the Foundations of Education , (New Jersey:
Prentice-Hall, 1986).
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme
Hingga Postmodernisme, Cet. I, (Jakarta: Paramedina, 1996).
Badiatul Roziqin, Bdiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 2009. 101 Jejak
Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: Nusantara,
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan
Pendidikan, Terj. HMD. Dahlan, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1987).
Muhammad Iqbal, Memnbangun Kembali Agama Dalam Islam, Terj. Ali Audah, dkk,
Cet. I, (Jakarta: Tintamas, 1966).
19