Anda di halaman 1dari 19

1

FILSAFAT ILMU-ILMU KE ISLAMAN


WACANA FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN PARA
TOKOH (IBNU KHALDUN, MUH.IQBAL, K.H.AHMAD DAHLAN DAN
K.H.HASYIM ASY’ARI)
Khoirudin
NIM .: .2224100710
Munawir Hasan
NIM. . 2224100700
Program .Study .Magister .Pendidikan .Agama .Islam .(MPAI)

A. PENDAHULUAN
Dalam falsafah pendidikan Islam, Omar Mohammad al-Toumy al-
Syaibany menulis kitab-kitab falsafah pendidikan di negara-negara Arab,
sekalipun sedikit, masih tetap mengambil pemikiran dan menghadapi
persoalannya dari segi pandangan Barat. Tampak kurang sekali menyebut
tentnag karya-karya ulama di Negara kita. Kalau menghadapi persoalan tabiat
manusia misalnya, mereka selalu menyebutkan pendapat Plato, Aristoteles,
Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jaques Rousseau, John Dewey dan lain-
lain.
Tidak sedikitpun menyentuh tentang pendapat seorang ahli pikir Arab.
Mengapa kita merasa cukup dengan menyebut pendapat-pendapat Plato dan
Aristoteles dalam hali ini dan tidak menghiraukan filosof-filosof
Islam.1 Dalam makalah ini, akan kami bahas mengenai Wacana Filosof
Pendidikan Islam Dalam Pemikiran Para Tokoh.

B. PEMIKIRAN PENDIDIKAN DI DUNIA ISLAM PADA UMUNYA

1
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung,
Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 39-40.
2

1. Biografi singkat Ibnu Khaldun


Ibnu khaldun adalah seorang filsuf sejarah yang berbakat dan
cendekiawan terbesar padazamannya, salah seorang pemikir terkemuka
yang pernah dilahirkan. Beliau adalah seorang pendiri ilmu pengetahuan
sosiologi yang secara khas membedakan cara memperlakukan
sejarahsebagai ilmu serta memberikan alasan-alasan untuk mendukung
kejadian-kejadian yang nyata2. Nama lengkap Ibnu Khaldun adalah
Abu Zayd ‘Abd al-Rahman ibn Muhammad ibnKhaldun al-Hadrami.
Beliau dilahirkan di Tunisia pada 1 Ramadhan 732 H. / 27 Mei 1332
M,wafat 19 Maret 1406/808H. Beliau dikenal sebagai sejarawan dan
bapak sosiologi Islam yang hafal Alqur’an sejak usia dini, selain itu beliau
juga membahas tentang pendidikan islam. Karyanya yang terkenal adalah
Muqaddimah (Pendahuluan).
Beliau masih memiliki garis keturunan dengan Wail bin Hajar, salah
seorang sahabat Nabi Saw. Wail bin Hajar pernah meriwayatkan sejumlah
hadith serta pernah dikirim nabi untukmengajarkan agama Islam kepada
para penduduk daerah itu. Pada abad ke-8 M Khalid binUtsman datang ke
Andalusia bersama pasukan arab penakluk wilayah bagian selatan
Spanyol.Khalid kemudian lebih dikenal panggilan Khaldun sesuai dengan
kebiasaan orang Andalusia dan Afrika Barat Laut yakni dengan
penambahan pada akhir nama dengan “uns” sebagai pernyataan
penghargaan kepada keluarga penyandangnya. Dengan demikian Khalid
menjadi Khaldun.
2. Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun
Ibnu Khaldun sebagai seorang pemikir adalah produk sejarah.  Oleh
karena itu, untuk membaca pemikirannya, aspek historis yang
mengitarinya tidak dapat dilepaskan begitu saja. Namun yang jelas
pemikiran Ibnu Khaldun tidak dapat dipisahkan dari akar pemikiran
2
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 503
3

Islamnya. Disinilah letak alasan mengapa Iqbal mengatakan bahwa


seluruh semangat al-Muqaddimah yang merupakan manifestasi pemikiran
Ibnu Khaldun, diilhami pengarangnya dari Al-Qur’an sebagai sumber
utama dan pertama ajaran Islam.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu pendidikan bukanlah suatu aktivitas yang
semata-semata bersifat pemikiran dan perenungan yang jauh dari aspek-
aspek pragmatis di dalam kehidupan,akan tetapi ilmu dan pendidikan tidak
lain merupakan gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani.Tradisi
penyeledikan ilmiah yang dilakukan oleh ibnu khaldun dimulai dengan
menggunakan tradisi berfikir ilmiah dengan melakukan kritik atas cara
berfikir “model lama” dan karya-karya ilmuwan sebelumnya, dari hasil
penyelidikan mengenai karya-karya sebelumnya, telah memberikan
kontribusi akademik bagi pengembangan ilmu pengetahuan yang sahih,
pengetahuan ilmia memuat pengetahuan yang otentik3
Dengan demikian, pemikiran Ibnu Khaldun dapat dibaca
melalui setting sosial yang mengitarinya yang diungkapkan beliau, baik
secara lisan maupun tulisan, sebagai sebuah kecenderungan. Sebagai
seorang filsuf Muslim, pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah rasional dan
banyak berpegang kepada logika4.
Meskipun pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah berbeda dengan al-
Ghazali dalam masalah logika, al-Ghazali jelas-jelas menentang logika,
karena hasil pemikiran logika tidak dapat diandalkan. Sedangkan Ibnu
Khaldun masih menghargainya sebagai metode yang dapat melatih
seseorang berpikir sistematis.
Adapun pandangannya mengenai materi pendidikan, karena materi
adalah merupakan salahsatu komponen operasional pendidikan, maka

3
Jamil Ahmad, Seratus Muslim Terkemuka, Pustaka firdaus, 2003, hlm. 505
4
 Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam,  Cet. I, (Jakarta: Pusataka Firdaus, 1999), hal. 59 dan
77.
4

dalam hal ini Ibnu Khaldun telahmengklasifikasikan ilmu pengetahuan


yang banyak dipelajari manusia pada waktu itu menjadidua macam yaitu:
a. Ilmu-ilmu tradisional (Naqliyah)
Ilmu naqliyah adalah yang bersumber dari al-Qur’an dan
Hadits yang dalam hal ini peranakal hanyalah menghubungkan cabang
permasalahan dengan cabang utama, karena informasi ilmu ini
berdasarkan kepada otoritas syari’at yang diambil dari al-Qur’an dan
Hadits.
Adapun yang termasuk ke dalam ilmu-ilmu naqliyah itu antara
lain: ilmu tafsir, ilmu qiraat,ilmu hadits, ilmu ushul fiqh, ilmu fiqh,
ilmu kalam, ilmu bahasa Arab, ilmu tasawuf, dan ilmu ta’bir mimpi.
b. Ilmu-ilmu filsafat atau rasional (Aqliyah)
Ilmu ini bersifat alami bagi manusia, yang diperolehnya
melalui kemampuannya untuk berfikir. Ilmu ini dimiliki semua
anggota masyarakat di dunia, dan sudah ada sejak mulakehidupan
peradaban umat manusia di dunia.
Menurut Ibnu Khaldun ilmu-ilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi
menjadi empat macam ilmu yaitu:
1) Ilmu logika
2) Ilmu fisika
3) Ilmu metafisika
4) Ilmu matematika termasuk didalamnya ilmu, geografi, aritmatika
dan al-jabar, ilmu music, ilmu astromi, dan ilmu nujuum.
Walaupun Ibnu Khaldun banyak membicarakan tentang ilmu geografi,
sejarah dansosiologi, namun ia tidak memasukkan ilmu-ilmu tersebut
ke dalam klasifikasi ilmunya. Setelah mengadakan penelitian, maka
Ibnu Khaldun membagi ilmu berdasarkan kepentingannya bagianak
didik menjadi empat macam, yang masing-masing bagian diletakkan
5

berdasarkan kegunaandan prioritas mempelajarinya. Empat macam


pembagian itu adalah:
1) Ilmu agama (syari’at), yang terdiri dari tafsir, hadits, fiqh dan ilmu
kalam.
2) Ilmu ‘aqliyah, yang terdiri dari ilmu kalam, (fisika), dan ilmu
Ketuhanan (metafisika)
3) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu agama (syari’at), yang
terdiri dari ilmu Bahasa Arab, ilmu hitung dan ilmu-ilmu lain yang
membantu mempelajari agama.
4) Ilmu alat yang membantu mempelajari ilmu filsafat, yaitu logika.

Menurut Ibnu Khaldun, kedua kelompok ilmu yang pertama itu adalah
merupakan ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faidah dari ilmu itu
sendiri. Sedangkan kedua ilmu pengetahuan yang terakhir (ilmu alat)
adalah merupakan alat untuk mempelajari ilmu pengetahuan golongan
pertama. Demikian pandangan Ibnu Khaldun tentang materi ilmu
pengetahuan yang menunjukkan keseimbangan antara ilmu syari’at
(agama) dan ilmu ‘Aqliyah (filsafat).
Meskipun dia meletakkan ilmu agama pada tempat yang pertama, hal
itu ditinjau darisegi kegunaannya bagi anak didik, karena membantunya
untuk hidup dengan seimbang namundia juga meletakkan ilmu aqliyah
(filsafat) di tempat yang mulia sejajar dengan ilmu agama
Fathiyyah Hasan Sulaiman menyebutkan bahwa tujuan pendidikan
menurut Ibnu Khaldun adalah sebagai berikut:5
a. Memberikan kesempatan kepada pikiran untuk aktif dan bekerja,
karena aktivitas penting bagi terbukanya pikiran dan kematangan

5
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan,  Terj.
HMD. Dahlan, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1987), hal.35-36.
6

individu, yang pada gilirannya kematangan individu ini bermanfaat


bagi masyarakat.
b. Memperoleh berbagai ilmu pengetahuan, sebagai alat yang membantu
manusia agar dapat hidup dengan baik, dalam rangka terwujudnya
masyarakat yang maju dan berbudaya.
c. Memperoleh lapangan pekerjaan yang dapat digunakan untuk mencari
pekerjaan dan penghidupan.
3. Biografi Singkat Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di sialkot, Punjab, wilayah Pakistan
(sekarang), 9 November 1877 M, dari keluarga yang religious. Ayahnya
Muhammad Nur adalah seorang tokoh sufi, sedang ibunya Imam Bibi,
juga dikenal sebagai muslimah yang shaleh6. pendidikan formalnya
dimulai di Scottish Mission School, di Sialkot, di bawah bimbingan Mir
Hasan, seorang guru yang ahli sastra arab dan Persia. kemudian di
Government College, di Lahore, sampai mendapat gelar BA, pada
tahun1897, dan meraih gelar Master dalam bidang filsafat. tahun 1899, di
bawah bimbingan Mir Thomas Arnold, seorang orientalis terkenaL.
selama pendidikan ini, Iqbal menerima beasisea dan dua medali emas
karena prestasinya dalam bahasa Arab dan Inggris.7
Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studi di London di Universitas
Cambrigde dan bidang yang ditekuninya adalah filsafat moral. Ia
mendapat bimbingan dari James Wird dan seorang oe-Hegelian, James
Tagart8. Juga sering diskusi dengan pemikir lain serta mengunjungi
perpustakaan Cambridge London dan Berlin. Untuk keperluan
penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di

6
Abd Wahhab Azzam, Filsafat dan Puisi Iqbal. Terj. Rafiq Usman, (Bandung : Pustaka, 1985).
Hlm.13-16.
7
Mian M. Tufail, Iqbals, Philosophi and education, (Lahore, The Bazm Iqbal. 1996), hlm. 12, Mukti
Ali, Aliran Pikiran Islam Modern di India dan Pakistan, Hlm. 174.
8
Danusiri, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 5
7

Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar


Doctoris Philishophy grandum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada
November 1907, dengan desertasi The Development of Metaphisics in
Persia, dibawah bimbingan Hommel. Selanjutnya, balik kelondon untuk
meneruskan studi hukum dan sempat masuk school of political science.
Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan estetika Iqbal
adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM
Syarif, masyarakat jerman, saat Iqbal tinggal disana, sedang berada dalam
cengkraman filsafat Nietzsche (1844-1990), yakni filsafat kehendak pada
kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super (super-man) mendapat
perhatian besar dari pemikir Jerman, seperti Stefen George, Richard
Wagner dan Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis,
berada di bawah pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941), elan vital,
gerak dan perubahan. Sementara itu di Inggris Lloyd Morgan dan
McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai esensi kehidupan
dan dorongan perasaan keakuan sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat
vitalis yang muncul secara simultan di Eropa tersebut memberikan
pengaruh yang besar pada Iqbal.
Selanjutnya, saat di London yang kedua Kalinya, Iqbal sempat
ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas london,
menggantikan Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua jurusan filsafat
dan kesusastraan Inggris di samping mengisi ceramah-ceramah kislaman.
Namun itu tidak lama, karena Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan
membuka praktek pengacara di samping sebagai guru besar di Goverment
Colleg Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat membuat ia
keluar dari profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru
besar sejarah di universitas Aligarh 1909. Iqbal memilih sebagai penyair
yang kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang
pemikir yang mendambakan kebangkitan dunia Islam, yang kemudian
8

juga menyampaikannya untuk mendapat gelar sir dari pemerintah, sekitar


tahun, 1922.9
4. Pemikiran Pendidikan  Muhammad Iqbal
Pembaharuan pemikiran Iqbal memang sangatlah komprehensif
menyentuh semua sendi-sendi kehidupan kaum Muslim. Oleh karena itu,
sangatlah wajar apabila ia mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
bagi pembaruan dunia Islam kontemporer. menurut Nourouzzaman
Shiddiqi, pemikiran Fazlur Rahman itu sendiri mendapat pengaruh dari
pemikiran filsafat Iqbal yang berkonsentrasi pada rekonstruksi
pemikiran.10
Muhammad Iqbal selain terkenal sebagai seorang filsuf, ahli hukum,
pemikir politik, dan reformis Muslim, juga dikenal sebagai seorang
penyair Ulung. Dengan banyaknya karya-karya yang berbentuk puisi ini
kiranya dapat dipastikan bahwa pengaruh Iqbal juga ditentukan oleh syair-
syairnya.
Iqbal memandang sudah saatnya kaum Muslim melakukan
rekonstruksi terhadap segala pemikiran yang berkembang didunia Islam.
Hal utama yang dilakukan Iqbal dalam hal ini adalah menentang dualisme
filsafat klasik yang abstrak, yang telah mempertahankan pikiran dan
materi dalam wadah yang ketat. Menurut Iqbal, cita-cita yang bersumber
dari idealisme dan kenyataan yang bersumber dari realisme bukanlah dua
kekuatan yang saling bertentangan.
Keduanya kiranya dapat didamaikan. Iqbal dalam hal ini telah menarik
inspirasi dunia filsafat modern ke arah pendekatan induktif untuk

9
A. Khudari Soleh, Wacana Baru Filsafat Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 300-302
10
 Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996), hal. 122.
9

mendekati semangat Islam meskipun bedanya. Islam mengakui adanya


realitas transendental.11
Materi Pendidikan Muhammad Iqbal
a. Pertumbuhan individualitas peserta didik
Pertumbuhan dan perkembangan individu menuntut kegiatan
yang intensif dan aneka ragam serta tak kenal putus dalam pertautan
individu yang bersangkutan dengan lingkungannya yang berlangsung
terus menerus dan timbale balik, mencekup segi material maupun
budayanya.
b. Nilai sejarah dan budaya
Menurut Muhammad Iqbal materi pembelajaran hendaknya
tidak meninggalkan nilai-nilai sejarah dan budaya . seperti ungkapan
Iqbal berikut ini:
“Bila ia mengabaikan sejarah masa lewat, Kedalam ketiadaanlah ia
akan terjerat”
Karena sejarah menjalin masa lalu dengan masa kini serta
menciptakan suatu kesinambungan pada kehidupan dan kebudayaan
masyarakat.
Menurutnya, berkat tradisi religious dan filosofisnya, mereka
akan dapat menghargai dan menyetujui ide-ide dan nilai-nilai yang
bertautan dengannya.
c. Perpaduan antara sisitem nilai ilmu pengetahuan dan agama.
Ilmu pengetahuan saja tiadak akan mampu memberikan
gambaran yang menyeluruh dan memuaskan peserta didik mengenai
dunia keyataan atau realita. Sedangkan system nilai agama sumber
yang sangat vital bagi idealism dan kasih saying kemanusiaan
sehingga berkat kehidupan yang religious itu manusia akan

11
Muhammad Iqbal, Memnbangun Kembali Agama Dalam Islam, Terj. Ali Audah, dkk, Cet.
I, (Jakarta: Tintamas, 1966), hal.12.
10

menggunakan segala dayanya demi kebaikan bukan kejahatan. Oleh


karena itu agama hendaknya dipandang sebagai pelengkap yang
mengimbangi pandangan yang didapat melalui ilmu pengetahuan.

C. PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA


1. Biografi Singkat KH. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dalan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1869.[3]
Ayahnya yang bernama K.H. Abu Bakar bin Kyai Sulaiaman merupakan
khatib di masjid jami’ kesultanan Yogyakarta, sedangkan ibunya putri dari
Haji Ibrahim yang merupakan seorang penghulu.12
Semenjak kecil Dahlan diasuh dan dididik sebagai putra kiyai.
Pendidikan dasarnya di mulai dengan belajar, menulis dan mengaji Al-
Qur’an, dan kitab-kitab agama. Pendidikan ini diperoleh langsung dari
ayahnya. Menjelang dewasa ia mempelajari dan mendalami ilmu-ilmu
agama kepada beberapa ulama besar waktu itu Diantaranya ia K.H.
Muhammad Saleh (ilmu fiqh), K.H. Muhsin (ilmu nahwu), K.H. R.
Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfudz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu
hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qira’at Al-Qur’an), serta beberapa
guru lainya. Dengan data ini, tak heran jika dalam usia relatif muda, ia
telah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Ketajaman
intelektualitasnya yang tinggi membuat Dahlan selalui merasa tidak puas
dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan terus berupaya untuk lebih
mendalaminya.13
Ide pembaharuan yang berkembang di Timur Tengah sangat menarik
hati K.H. Ahmad Dahlan, terutama bila melihat realita dinamika umat
Islam Indonesia yang cukup stagnan. Sehingga, sepulangnya ke tanah air,

12
 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: (Surya Dinasti, 2016), hlm 438.
13
Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia Islam dan Indonesia), (Ciputat:Quantum Teaching, 2005), hlm. 202-203.
11

ia sangat aktif menyebarkan gagasan pembaharuan ke berbagai daerah.


Kemudian, atas desakan para muridnya dan beberapa anggota Boedi
Oetomo, maka K.H. Ahmad Dahlan merasa perlu untuk merealisasikan
ide pembaharuannya melalui sebuah organisasi keagamaan yang
permanen. Maka didirikanlah organisasi Muhammadiyah pada tanggal 18
Nopember 1912 di Yogyakarta. K.H. Ahmad Dahlan juga membentuk
suatu wadah bagi para pemudanya melalui Hizbul Wathan, sedangkan
untuk kaum perempuan dibentuk ‘Aisyiyah.14
K.H. Ahmad Dahlan dalam melakukan pembaharuannya, selalu
merujuk pada kitab-kitab “Wajib” yang mempengarui dirinya dalam
melakukan pembaharuan selain membaca kitab-kitab klasik karya ulama
terdahulu kitab-kitab terbitan baru juga dibacanya sebagai perbandingan.15
Cita-cita Kyai Haji Ahmad Dahlan sebagai seorang ulama tegas, ialah
hendak memperbaiki masyarakat Indonesia berlandaskan cita-cita agama
Islam. Usaha-usahanya ditujukan hidup beragama. Keyakinan beliau ialah
bahwa untuk membangun masyarakat haruslah terlebih dahulu dibangun
semangat bangsa..
2. Pemikiran Pendidikan Ahmad Dahlan
Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan
umat islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang
dinamis adalah melalui pendidikan. Pendidikan hendaknya ditempatkan
pada skala prioritas utama dalam proses pembangunan umat,. Mereka
hendaknya di didik agar cerdas, kritis dan memiliki daya analisis yang
tajam dalam memeta dinamika kehidupannya pada masa depan. Adapun
kunci untuk meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali
pada Al-Qur’an dan Hadis, mengarahkan umat pada pemahaman ajaran
14
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam pendekatan Historis Teoritis dan Prakti, (Jakarta: Ciputat
Pers, 2002) hlm. 102
15
Badiatul Roziqin, Bdiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 101 Jejak Tokoh Islam
Indonesia, (Yogyakarta: Nusantara, 2009), hlm. 69
12

Islam secara komfrehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu


pengetahuan.
Keterkaitan pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dalam pendidikan Islam
di Era Modern ini juga dapat dilihat dari cita-cita pendidikan yang digagas
oleh K.H. Ahmad Dahlan, yakni lahirmya manusia-manusia baru yang
mampu tampil sebagai “ulama intelek” atau "intelek-ulama”, yaitu
seorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan ruhani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut, pada saat itu K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua
tindakan, yaitu memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda
yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan
pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan tersebut di
era modern saat ini sudah menjadi fenomena umum, yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan
pendidikan Islam. Namun, ide K.H. Ahmad Dahlan tentang model
pendidikan integralistik yang mampu melahirkan Muslim ulama-intelek
masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan integralistik inilah
sebenarnya warisan yang mesti kita eksplorasi terus sesuai dengan
konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai
dengan perkembangan imu pendidikan atau atau psikologi
perkembangan.16
Ahmad Dahlan dalam melakukan pembaruan Islam melalui
Muhammadiyah dilakukan dengan empat cara yaitu:
a. Dahlan selalu menekankan perlunya penyatuan dimensi ajaran kembali
kepada Al-Qur’an dan Sunnah dengan dimensi ijtihad dan tajdid sosial
keagamaan.

16
Adi Nugroho, K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta: Garasi, 2015), hlm.
122.
13

b. Dalam mengaktualisasikan cita-cita pembaruannya Dahlan menempuh


sistem organisasi.
c. Pemikiran Dahlan dengan Muhammadiyah bercorak anti kemapanan
kelembagaan agama yang terlalu bersifat kaku.
d. Gagasan pembaruan Dahlan dengan Muhammadiyah selalu bersikap
responsif dan adaptif di dalam menghadapi perkembangan zaman.
3. Riwayat Hidup KH. Hasyim Asy’Ari
K.H. Hasyim Asy’ari lahir tanggal 14 Februari 18711, seorang yang
mempunyai predikat kekiaian yang kental. Pada masa itu beliau termasuk
ulama kharismatik dan sangat populer di kalangan ulama di Jawa.
Pengaruhnya bahkan sampai ke luar daerah Jawa. Beliau selain belajar
sendiri dengan orang tuanya sampai usia 15 tahun, juga mengaji dan
mondok di beberapa pesantren terkenal seperti daerah Madura, Sidoarjo.
Kemudian pergi ke Makkah berguru dengan Syaikh Ahmad Khatib
Minangkabau selama tujuh tahun. Kembalinya dari tanah suci, lalu
mendirikan pondok pesantren Tebu Ireng.
Dalam sejarah pendidikan islm tradisional, khususnya di Jawa, ia
digelari Hadrat Asy-Syaikh (Guru besar di lingkungan pesantren), karena
peranannya sangat besar dalam pembentukan kader-kader ulama pimpinan
pesantren, misalnya pesantren Asem Bagus di Situbs di Situbondo Jawa
Timur, pesantren Lirboyo Kediri dan lain-lain.
Nahdatul Ulama (NU) didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari
1926, yang mulanya mermbuk Hijaz. Namun atas beberapa inisiatif
kalangan ulama waktu itu telah menempatkan K.H. Hasyim Asy’ari
sebagai tokoh pendiri NU sekaligus Ketua Umum. Seorang pendiri NU
yang lain adalah K.H. Abdul Wahab Hasbullah, lahir di Jombang pada
bulan Maret 1888, dan masih mempunyai pertalian darah dengan Hasyim
karena nenek moyang mereka berasal dari keturunan yang sama.
14

Pendiri NU yang lain adalah K.H. Bisri, lahir di Taju Jawa Tengah
tahun 1887. Beliau juga belajar ilmu agama dan mondok di beberapa
pesantren, seperti Tebu Ireng, Sarang Bengkalan Madura, dan belajar di
Makkah selama empat tahun dan kawin dengan adiknya Kiai Wahab.
Sekembalinya dari makkah ia mengajar pesantren Tambak Beras selama
dua tahun, kemudian mendirikan pesantren sendiri di Den Anyer.
Di antara semua pendiri NU, yang paling bersemangat dalam
mengembangkan organisasi ini adalah K.H Abdul Wahab. Organisasi NU
menganut salah satu mazhab, dari empat mazhab yaitu Mazhab Syafi’I.
NU banyak mengadakan kegiatan keislaman yang bermanfaat dengan
mendirikan sekolah-sekolah, sert pemeliharaan anak yatim dan
membentuk badan-badan yang dapat diharapkan membantu
pengembangan organisasi ini. Tahun 1930, cabang-cabang pertama yang
berdiri di luar Jawa adalah Martapura dan Banjar (Kalimantan Selatan).
Bahkan, organisasi Hidayatul Islamiyah, organisasi lokal di Kalimantan,
bergabung dengan NU pada tahun 1936. Pada tahun 1937 NU sudah
memiliki 71 cabang dan tahun 1942 NU sudah memiliki 120 cabang di
seluruh Jawa dan Kalimantan. NU tidak semata-semata mengatasi
masalah keagamaan, karena pada periode-periode berikutnya NU dan pra
anggotanya ikut mengurusi masalah ekonomi dan terlibat dalam arus
perdagangan. Bahkan NU mendirikan badan wakaf yang mengurusi
masalah jual beli tanah. NU juga memiliki badan koperasi yang disebut
Syirkah Mu’awamah yang bergerak di bidang ekspor-impor pecah belah.17
Sebagai seorang tokoh sentral dalam komunitas pesantren, Hasyim tidak
hanya ahli dalam hal ide, namun juga cakap dalam melaksanakannya.
Hasyim senang menyelesaikan pekerjaannya secara sistematis. Setiap
pekerjaan baru beliau pikirkan secara seksama dan segera

17
Abuddin Nata. Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: Rajawali Pers. 2007. Hlm
140.
15

diselesaikannya. Jika beliau menjumpai suatu masalah serius, beliau akan


mencari pemecahannya melalui istikharah.18
4. Pemikiran Pendidikan Hasyim Asy ‘Ari
Kehadirannya Hasyim Asy’Ari dalam tubuh NU telah memberikan
kebanggaan tersendiri bagi warga NU. Sementara itu, membuat kecintaan
warga NU terhadap organisasinya semakin bertambah besar. Dalam
konteks studi Islam, tradisional memiliki pengertian yang berlawanan
dengan modernisme. Menurut Seyyed Hossein Nasr, Islsam tradisonal
dipahami sebagai fase Islam dengan beberapa karakteristik sebagai
berikut:
a. Islam tradisional menerima Al-Qur’an sebagai Kalam Tuhan, baik
kandungan maupun bentuknya.
b. Islam tradisional menerima ortodoks, yaitu shihab yang enam dari
kalangan Sunni dan Empat Buku dari kalangan Syi’ah.
c. Islam tradisional mempertahankan syari’ah sebagai hukum Illahi
selama berabad-abad. Disamping itu juga menerima kemungkinan
pandangan-pandangan segar lainnya melalui qiyas, ijma’ dan istihsan.
d. Islam tradisional memandang sufisme sebagai dimensi batini atau
jantung wahyu Islam.
KH. Hasyim Asy ‘Ari secara intelektual, sebagaimana disebutkan
Dhofier, sangat dipengaruhi oleh guru-gurunya.19 Sebagaimana Syaikh
Mahfudz al-Tarmisi, KH. Hasyim Asy ‘Ari memiliki pandangan yang
tegas untuk mempertahankan ajaran-ajaran mazhab dan pentingnya
praktik-praktik tarekat.
Pada perkembangan yang paling awal, pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang setara dengan tempat-tempat pengajian yang telah

18
Abdurrahman Mas’ud. Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek Pesantren. Jakarta:
Kencana. 2006. Hlm. 236.
19
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, op cit, hal. 328.
16

merumuskan kurikulumnya, yakni pengajian bahasa Arab, tafsir, hadis,


tauhid, fiqih, dan lain-lainnya. Bentuk ini kemudian berkembang dengan
pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang
kemudian disebut pesantren.
Meski bentuknya masih sangat  sederhana, pada waktu itu pendidikan
ini merupakan satu-satunya lembaga pendidikan yang terstruktur sehingga
pendidikan ini dianggap sangat bergengsi. Lembaga pesantren semakin
berkembang secara cepat dengan adanya sikap non kooperatif ulama
terhadap kebijakan politik etis.20
Demikianlah sekilas perkembangan pesantren dari masa kemasa.
Pesantren Tebuireng yagn didirikan oleh KH. Hasyim Asy ‘Ari pada
mulanya hanya ditujukan bagi para santri yang hampir mencapai tahap
sempurna. Untuk menghadapi santri-santri sepuh ini, metode yang
digunakannya adalah metode musyawarah. Dari pendidikan model ini,
KH. Hasyim Asy ‘Ari berharap para santrinya dapat mendirikan
pesantren-pesantren baru.
Terma ideologi dalam dunia pendidikan sering diartikan sebagai a
world view and system of values. Sebuah pandangan dunia dan sistem
nilai. Dari sini, M. Natsir mengartikan ideologi pendidikan Islam sebagai
hal yang berkaitan dengan tujuan dan asas pendidikan Islam. Didalam
teori pendidikan, suatu tujuan pendidikan yang lebih diarahkan pada
pelestarian nilai-nilai lama disebut dengan aliran esensialisme. Bagi
esensialisme, pendidikan adalah pemeliharaan kebudayaan.
Dengan pemikiran ini, esensialisme sering disebut
dengan conservative road to culture. Fungsi lembaga pendidikan dalam
hal ini adalah to transmit the cultural and historical heritage to each new

20
uhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamator 1980-
1945, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), hal. 15-17.
17

generation of learners.21 Atas dasar ini, dimasukkan dalam kategori aliran


pendidikan tradisional. Istilah pesantren dalam pesantren Islam sangatlah
berbeda rumusannya dengan istilah pesantren dalam sistem pendidikan
tradisional.
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa
Dalam falsafah pendidikan Islam, Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany
menulis kitab-kitab falsafah pendidikan di negara-negara Arab, sekalipun
sedikit, masih tetap mengambil pemikiran dan menghadapi persoalannya dari
segi pandangan Barat.
Pada perkembangan yang paling awal, pesantren merupakan lembaga
pendidikan yang setara dengan tempat-tempat pengajian yang telah
merumuskan kurikulumnya, yakni pengajian bahasa Arab, tafsir, hadis,
tauhid, fiqih, dan lain-lainnya. Bentuk ini kemudian berkembang dengan
pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), yang kemudian
disebut pesantren.

Arthur K. Ellis, dkk, Introduction to the Foundations of Education , (New Jersey: Prentice-


21

Hall, 1986), hal. 118.


18

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata. 2007, Sejarah Pemikiran Dan Tokoh Modernisme Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Abdurrahman Mas’ud. 2006, Dari Haramain Ke Nusantara Jejak Intelektual Arsitek
Pesantren. Jakarta: Kencana.
Adi Nugroho, 2015. K.H. Ahmad Dahlan Biografi Singkat 1869-1923, (Yogyakarta:
Garasi.
Ali Audah, Dari Khazanah Dunia Islam, Cet. I,  (Jakarta: Pusataka Firdaus, 1999).
Arthur K. Ellis, dkk, Introduction to the Foundations of Education ,  (New Jersey:
Prentice-Hall, 1986).
Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme
Hingga Postmodernisme, Cet. I, (Jakarta: Paramedina, 1996).
Badiatul Roziqin, Bdiatul Muchlisin Asti, Junaidi Abdul Manaf, 2009. 101 Jejak
Tokoh Islam Indonesia, Yogyakarta: Nusantara,
Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan
Pendidikan, Terj. HMD. Dahlan, Cet. I, (Bandung: Diponegoro, 1987).
Muhammad Iqbal, Memnbangun Kembali Agama Dalam Islam, Terj. Ali Audah, dkk,
Cet. I, (Jakarta: Tintamas, 1966).
19

Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Muslim, Cet. I, (Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 1996).
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan
Langgulung, Cet. I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979).
Ramayulis, Samsul Nizar, 2005. Ensiklopedia Tokoh Pendidikan Islam (Mengenal
Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia), Ciputat:Quantum
Teaching
Samsul Nizar, 2002. Filsafat Pendidikan Islam pendekatan Historis Teoritis dan
Prakti, Jakarta: Ciputat Pers.
Suhartono, Sejarah Pergerakan Nasional: Dari Budi Utomo Sampai Proklamator
1980-1945, Cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994).
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2011).

Anda mungkin juga menyukai