PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (MPAI) IAIN PONTIANAK TAHUN 2022 JURNAL
1. MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI TOLERANSI
2. PEDIDIKAN MODERASI BERAGAMA: KAJIAN ISLAM WASATHIYAH MENURUT NURCHOLISH MADJID 3. MODERASI BERAGAMA MENURUT AL-QUR’AN DAN HADIST 4. POLICY FOR RELIGIOUS MODERATION 5. THE ISLAMIC MODERATION AND THE PREVENTION VOLUME, NO, HALAMAN : 1) Vol. 1, No. 2, Desember 2020 2) Vol. 1 Nomor 2, Desember 2020 3) Vol. 18, No. 1, Januari 2021 4) Vol. 43, No.2, Des 2020 LATAR BELAKANG Moderasi adalah sebuah kata yang diambil dari kata moderat. Moderat merupakan kata sifat, yang berasal dari kata moderation, yang bermakna tidak berlebih- lebihan, sedang atau pertengahan. Dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi moderasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstriman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia telah dijelaskan tentang kata moderasi yang berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama. Indonesia merupakan negara demokrasi, sehingga perbedaan pandangan dan kepentingan sering terjadi. Begitu juga dalam beragama, negara memiliki peran penting dalam menjamin keamanan masyarakat untuk memeluk dan menjalankan agamanya sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan yang dipilih. Dalam pandangan Islam, dari sekian banyak agama, ideologi, dan falsafah yang mengemuka di dunia, hanya Islam yang akan bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan zaman. Pendapat ini bahkan sudah menjadi keyakinan bagi sebagian dari mereka. Pandangan ini berdasarkan pada sebuah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan bahwa hanya Islam sebagai sebuah agama yang memiliki sifat universal dan komprehansif. Sifat inilah yang kemudian meniscayakan sejumlah keistimewaan-keistimewaan yang melekat pada Islam dan tidak pada agama-agama lain. HASIL REVIEW 1. MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI TOLERANSI Dari kajian ini menegaskan bahwa, moderasi dalam kerukunan beragama haruslah dilakukan, karena dengan demikian akan terciptalah kerukunan umat antar agama atau keyakinan. Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, menghormati keragaman, serta tidak terjebak pada Intoleransi, ekstremisme dan Radikalisme. Abror Moderasi Beragama dalam Bingkai . Dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi moderasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstriman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia telah dijelaskan tentang kata moderasi yang berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.Dalam pandangan Islam, dari sekian banyak agama, ideologi, dan falsafah yang mengemuka di dunia, hanya Islam yang akan bisa bertahan menghadapi tantangan-tantangan zaman. Pandangan ini berdasarkan pada sebuah kenyataan yang tidak dapat terbantahkan bahwa hanya Islam sebagai sebuah agama yang memiliki sifat universal dan komprehansif. Toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan dalam diri manusia yang berhubungan dengan akidah atau ketuhanan yang diyakininya. Dalam kehidupan sosial beragama, manusia tdak bisa menafikan adanya pergaulan, baik dengan kelomoknya sendiri atau dengan kelompok lain yang kadang berbeda agama atau keyakinan, dengan fakta demikian sudah seharusnya umat beragama berusaha untuk saling memunculkan kedamaian, ketentraman dalam bingkai toleransi sehingga kestabilan sosial dan gesekan-gesekan ideologi antar umat berbeda agama tidak akan terjadi. Kemudian sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu sumber data primer berupa buku-buku yang secara khusus membahas tentang meoderasi beragama seperti buku moderasi beragama yang disusun oleh Kementeian Agama RI serta sumber sekunder berupa buku penunjang dan jurnal-jurnal yang berhubungan dengan penelitian ini. Moderasi dalam Islam Secara mendasar moderasi sebenarnya sudah di ajarkan oleh Islam yang sudah tergambar dalam al-Quran. Dalam al-Qur`an istilah moderasi disebut dengan Al-Wasathiyyah, namun juga terdapat perdebatan tentang pemahaman moderasi di tinjau dalam konteks kekinian. Kata "al- wasathiyyah" bersumber dari kata al-wasth (dengan huruf sin yang di-sukûn-kan) dan al-wasath (dengan huruf sin yang di-fathah-kan) keduanya merupakan isim mashdâr dari kata kerja wasatha. 2. PEDIDIKAN MODERASI BERAGAMA: KAJIAN ISLAM WASATHIYAH MENURUT NURCHOLISH MADJID Kajian ini merupakan penelitian kepustakaan yang bersumber dari karya-karya Nurcholis Madjid sebagai tokoh yang diteliti, maupun sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian tentang Islam Wasathiyah. Studi ini menegaskan bahwa Islam wasathiyah perspektif Nurkholis Madjid adalah Islam yang universal. Menurutnya Islam wasathiyah adalah sebuah model keberaga-maan yang selalu mengejewantahkan keselamatan, keadilan, kedamaian, yang bersendikan pada nilai-nilai tauhid dan sifat dasar kemanusiaan yang tidak saja berpatokan pada iman, ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pemahaman aspek sosial sehingga kesuksesan dan kejayaan dan peradaban Islam dapat tercipta. Pentingnya kajian ini adalah untuk meneguhkan kembali universalitas Islam dan kedewasaan dalam beragama. Begitupun juga dengan maraknya aksi terorisme dengan menggunakan kekerasan, seperti halnya dengan cara bom bunuh diri (suicide bombing), menjadikan jihad sebagai alasan pembenaran yang didasari dengan landasan teologis. Namun pemahaman jihad yang digunakan oleh para pelaku terorisme2 tersebut tidak menjamin sesuai dengan makna sesungguhnya yang terkandung dalam ajaran agama Islam sebagai ajaran yang membawa kedamaian di bumi ini. Fakta yang terjadi di Indonesia, adanya penyimpangan dalam memahami jihad yang berawal dari disalah artikan dan kemudian disalahgunakan oleh kelompok orang yang memiliki pemahaman keras tentang ajaran Islam sehingga melegalkan kekerasan dan melakukan aksinya. Penyimpangan arti jihad tersebut juga membuat kaum orientalis memandang Islam sebagai agama yang militan dengan pemeluknya dipandang sebagai serdadu-serdadu fanatik yang menyebarkan agama serta hukum-hukumnya dengan menggunakan kekuatan senjata. Diantara faktor-faktor yang memunculkan radikalisme dalam bidang agama, antara lain, pemahaman yang keliru atau sempit tentang ajaran agama yang dianutnya, ketidakadilan sosial, kemiskinan, dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan kesenjangan sosial. Pemahaman yang dangkal dan sempit dalam pengetahuan terutama pengetahuan agama, akan membentuk karakter radikalisme. Ide pengarusutamaan ini disamping sebagai solusi untuk menjawab berbagai problematika keagamaan dan peradaban global, juga merupakan waktu yang tepat generasi moderat harus mengambil langkah yang lebih agresif. Terminologi ini merupakan terminologi dari sekian terminologi yang sering digunakan untuk menyebut label-label umat Islam seperti Islam modernis, progresif, dan reformis. Meski orang-orang moderat juga sering digambarkan sebagai kelompok modernis, progresif, dan reformis, tidak satupun dari istilah-istilah tersebut yang menggantikan istilah moderat. Hal ini didasarkan pada legitimasi al-Qura’an dan Hadits Nabi bahwa umat Islam diperintahkan untuk menjadi orang moderat. Disinilah istilah moderat menemukan akarnya di dalam tradisi Islam, apalagi terminologi wasathiyyah ini merupakan identitas dan watak dasar Islam. Islam sebagai agama menjunjung nilai-nilai keterbukaan mestinya menjadi desain besar corak Islam di Indonesia. Umat Islam harus kembali pada prinsip kemanusiaan yang berimplikasi pada masa depan Islam sebagai agama tauhid yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. 3. Moderasi Beragama menurut Al-Qur’an dan Hadist Dalam penelitiannya ini, penulis menggunakan metode tafsir maudhu'i yaitu mengangkat satu topik kemudian memilih beberapa ayat dan Hadis yang berkenaan dengan moderasi beragama kemudian menghubungkan dengan konteks-konteks yang terkait dengan masalah yang dikaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Al-Quran dan Hadis tidak mengajak umat Islam untuk melakukan kekerasan, ekstrem dan berlebih-lebihan dalam beragama. Al-Quran dan Hadis menawarkan bahwa memahami dan mengamalkan agama harus melalaui jalur keseimbangan dan berada di jalan tengah sehingga agama terkesan ramah, lembut dan kasih sayang. Di samping itu, mereka juga menganut berbagai agama seperti Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan beratus agama dan kepercayaan setempat yang menjadi bagian dari kebudayaan lokal setempat. Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang lengkap dan sempurna, dan sekaligus sebagai sumber hukum yang pertama bagi umat Islam. Dalam Islam, rujukan beragama memang satu, yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadits, namun fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam adalah banyak. Dalam konteks ini, sikap intoleran yang diperagakan oleh kelompok Muslim garis keras pada dasarnya telah mencederai citra Islam yang telah dikenal baik sebagai agama yang membawa rahmat bagi semesta alam. Sikap keras dan intoleran tentu akan mengubur tujuan utama ajaran Islam dalam memelihara jiwa, agama, harta, keturunan, dan akal. Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuth (tengahtengah), i'tidal (adil), dan tawazun (berimbang). Apa pun kata yang dipakai, semuanya menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil, yang dalam konteks ini berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem. Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit' yang memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di pertandingan (Saifuddin 2019). b. Beragama Beragama adalah memeluk atau menganut suatu agama sedangkan agama itu sendiri mengandung arti, sistem, prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu (KBBI 2020) . Di Indonesia agama yang diakui oleh negara adalah Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu. Contoh : Saya beragama Islam dan dia beragama Kristen. Oleh karenanya jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling merendahkan dan meniadakan satu dengan yang lain. Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam.
4. Policy for Religious Moderation
These movements really disturbed the community. This is because of the rampant acts of violence in the name of religion, giving rise to mutual suspicion and distrust in social life. Religious tolerance is the best way to create a harmonious community life between religious communities (Devi, 2020, p. 1). These three research trends have not revealed the promotion of religious moderation through religious higher education institutions. This study aims to complement previous studies on the need to prevent intolerant and radical actions through religious moderation education. (2) what is the concept of religious moderation? and (3) how is religious moderation implemented? Today Indonesia is a country that is often hit by the issue of radicalism. From the diversity of the Indonesian people, religious differences are the strongest in shaping radicalism. The emergence of extremist groups which are increasingly expanding their wings is supported by several factors such as the sensitivity of religious life, the influx of extreme groups from abroad, and even political and government problems. So, in the midst of the hustle and bustle of this radicalism problem, a term called "religious moderation" emerged. Religious Moderation Religious moderation, in language, has two meanings, namely reducing violence and avoiding extremes. Moderation is the process of eliminating or lessening extremes. First, moderation is an attitude and view that is not excessive, not extreme and not radical (tatharruf). They can socialize the content of religious moderation in the community in order to create a harmonious, peaceful and harmonious life. 5. THE ISLAMIC MODERATION AND THE PREVENTION Institut Agama Islam Negeri Ternate, Jl. Then in the national sphere, the influence of the emergence of radical religious organizations includes Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Negara Islam Indonesia (NII), dan Jamaah Islamiyah (JI). The concept of inclusive religion is called Islamic moderation or also called religious moderation. That is the moderation of Islam, the religious concept adopted by someone who is not biased, is in the middle to reconcile the flow of radicalism and secularism. C. RESULTS AND DISCUSSION Genealogy Roots and Meaning of Islamic Moderation In Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), the term moderation means the tendency to be at the midpoint between two extreme poles. KESIMPULAN Kebersamaan umat di Indonesia telah menjadi komitment bersama seluruh masyarakat Indonesia dari sabang sampai meroke. Nilai-nilai kebersamaan ini disatukan dan diikat oleh empat pilar utama, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Keempat komponen utama ini dapat terlaksana dengan baik jika masyarakat menerapkan konsep dan nilai-nilai moderasi beragama serta adil dalam menyikapi setiap permasalahan dengan memberikan porsi yang proporsional dan tepat tanpa berlebihan kepada masing-masing pihak. Moderasi dalam kerukunan beragama haruslah dilakukan, karena dengan demikian akan terciptalah kerukunan umat antar agama atau keyakinan. Untuk mengelola situasi keagamaan di Indonesia yang sangat beragam, kita membutuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama, menghargai keragaman, serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan tindak kekerasan. Toleransi beragama bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan dan juga bukan untuk saling bertukar agama atau keyakinan dengan kelompok lain yang memiliki keyakinan berbeda, namun toleransi di sini lebih kepada interaksi mu`amalah atau interaksi sosial antar masyarakat yang memiliki batasan-batasan yang mesti dijaga secara bersama sehingga masing-masing pihak bisa dan mampu untuk mengendalikan diri serta bisa menyediakan ruang unrtuk salaing menghormati dan manjaga kelebihan dan keunikan masing-masing tanpa ada rasa takut dan khawatir dalam melaksanakan keyakinannya, inilah esensi dari moderasi beragama dalam bingkai tolerans.