Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM


RANGKA MENCEGAH RADIKALISME DI INDONESIA

DISUSUN OLEH
MUHAMMAD RAFI MAHARDIKA (C3218110103)
DAFTAR ISI

Daftar Isi................................................................................................................................

BAB 1. PENDAHULUAN..................................................................................................
a.       Latar Belakang
b.      Rumusan Masalah
c.       Tujuan Penulisan

BAB 2. PEMBAHASAN.....................................................................................................
1.      SEJARAH RADIKALISME
-     Definisi Radikalisme
-      Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Gerakan Radikalisme
2.       PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENCEGAH
RADIKALISME
-     Membentengi Pemuda Dari Radikalisme

BAB 3.PENUTUP................................................................................................................
Kesimpulan............................................................................................................................
Saran.....................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia dikenal sebagai negara pluralis, di mana kemajemukan hadir dan berkembang di
dalamnya, kemajemukan tersebut terdiri dari suku, ras, budaya, bahkan agama. Kemajemukan yang
terjadi di Indonesia pun tidak terlepas dari kemajuan di berbagai bidang ilmu yang menyentuh
berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Semua keragaman suku, ras, budaya di Indonesia
menjadikan Indonesia negara yang kaya karena semua terangkum menjadi satu yaitu sebuah ragam
seni budaya yang ber- Bineka Tunggal Ika dengan menunjukkan adat ketimuran dan
berasaskan Pancasila.
Indonesia tidak hanya kaya akan budaya yang beraneka ragam tetapi juga negara religius
dengan beragam agama dan kepercayaan yang tumbuh didalamnya. Di Indonesia, terdapat 6 agama
yang diakui secara resmi yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Cu.
Walaupun terdapat berbagai agama, Indonesia mampu dan dapat hidup berdampingan satu dengan
yang lainya. Keadaan yang harmonis ini tentunya tidak mudah diwujudkan, tetap terdapat persoalan
dan polemik baik dari dalam maupun dari luar yang harus disikapi dengan bijaksana.
Indonesia dewasa ini dihadapkan dengan persoalan dan ancaman radikalisme, terorisme
dan separatisme yang kesemuanya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Khusus radikalisme
yang merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Apabila Ideologi negara sudah tidak kokoh
maka akan berdampak terhadap ketahanan nasional.
Dalam kamus Bahasa Inggris, kata radical diartikan sebagai ekstrem atau bergaris keras.
Radikalisme berarti suatu paham aliran yang menghendaki perubahan secara drastis atau
fundamental reform.1 Inti dari radikalisme adalah paham radikal yang menghendaki perubahan
dengan kecenderungan menggunakan kekerasan. Paham ini sebenernya paham politik yang
menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai dengan pengejawantahan ideologi yang mereka anut.
Istilah radikalisme tidak jarang dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam
lingkup kelompok keagamaan, radikalisme merupakan gerakan-gerakan keagamaan yang berusaha
merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan.2
Radikalisme juga dapat diartikan sebagai sikap atau paham yang secara ekstrim,
revolusioner dan militan untuk memperjuangkan perubahan dari arus utama yang dianut
masyarakat. Radikalisme tidak harus muncul dalam wujud yang berbau kekerasan fisik. Ideologi
pemikiran, kampanye yang masif dan demonstrasi sikap yang berlawanan dan ingin mengubah
mainstream dapat digolongkan sebagai sikap radikal.
Lunturnya identitas lokal yang melanda generasi muda belakang ini dikatakan sebagai
salah satu faktor pemicu radikalisme. Lunturnya identitas lokal menyebabkan kekosongan nilai
yang dianut, sehingga paham radikal mulai mengisi kekosongan tersebut. Sekarang ini budaya lokal
negeri kita sendiri sudah banyak yang terkikis, yang memberi ruang lebih kepada sikap radikalisme
untuk tumbuh secara subur.
Maraknya radikalisme di Indonesia dinilai makin mengkhawatirkan, bahkan berada di
zona merah atau sangat perlu diwaspadai. Upaya kongkrit perlu dilakukan salah satunya
pengamalan terhadap nilai-nilai luhur pancasila dan melakukan revitalisasi terhadap kearifan lokal
agar benih-benih radikalisme tidak melanda generasi muda. Selain itu meningkatnya radikalisme
dalam agama di Indonesia menjadi fenomena sekaligus bukti nyata yang tidak bisa begitu saja
diabaikan ataupun dihilangkan. Radikalisme keagamaan yang semakin meningkat di Indonesia ini
ditandai dengan berbagai aksi kekerasan dan teror.
Berdasarkan hal tersebut kiranya cukup alasan untuk diadakan suatu pembahasan
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan masalah“PERAN PANCASILA SEBAGAI
IDEOLOGI BANGSA DALAM RANGKA MENCEGAH RADIKALISME DI
INDONESIA”.

B.      RUMUSAN MASALAH


Dari sekian banyak materi yang ada, dalam Makalah ini penyusun mencoba menguraikan
mengenai :
-          Lahirnya radikalisme,

1
A.S Hornby, 2000, Oxford Advanced : Dictionary of Current English, Oxford University Press, UK, h. 691
2
A Rubaidi, 2007, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di Indonesia, Logung
Pustaka, Yogyakarta, h. 33
-          Peran pancasila sebagai idiologi bangsa dalam mencegah radikalisme
C.       TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pancasila
dan untuk menambah pengetahuan tentang Peran Pancasila Untuk Mencegah Radikalisme.

BAB II
PEMBAHASAN

1. LAHIRNYA RADIKALISME

Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang artinya
akar (pohon). Bahkan anak-anak sekolah menengah lanjutan pun sudah mengetahuinya dalam
pelajaran biologi. Makna kata tersebut, dapat diperluas kembali, berarti pegangan yang kuat,
keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman, dan makna-makna lainnya. Kata ini
dapatdikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif. Hingga dapat dipahami secara
kilat, bahwa orang yang berpikir radikal pasti memiliki pemahaman secara lebih detail dan
mendalam, layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan kepercayaannya. Memang
terkesan tidak umum, hal inilah yang menimbulkan kesan menyimpang di masyarakat. Setelah itu,
penambahan sufiks –isme sendirri memberikan makna tentang pandangan hidup (paradigma),
sebuah faham, dan keyakinan atau ajaran. Penggunaannya juga sering disambungkan dengan suatu
aliran atau kepercayaan tertentu.3
Kenyataan adanya radikalisme keagamaan sebenarnya merupakan fenomena yang bisa
terjadi di dalam agama apa pun. Radikalisme sangat berkaitan dengan fundamentalisme yang
ditandai oleh kembalinya masyarakat kepada dasar-dasar agama. Fundamentalisme akan diiringi
oleh radikalisme dan kekerasan ketika kebebasan untuk kembali ke agama dihalangi oleh situasi
sosial politik yang mengelilingi masyarakat. fenomena ini dapat menimbulkan konflik terbuka atau
bahkan kekerasan antardua kelompok yang berhadapan.4
Secara historis, radikalisme yang diwarnai oleh agama bukanlah hal yang baru dinegeri
ini, khususnya yang terkait dengan kelompok radikalisme islam. Dalam sejarah Indonesia, dikenal
misalnya Perang Padri di sumatra Barat antara kaum ulama puritan dengan kaum adat, yang
sesungguhnya penganut Islam namun bukan puritan. Kaum Paderi dikenal sebagai para penganut
aliran wahabi yang upayanya melakukan gerakan pemurnian agama, serta melakukan kekerasan
yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah di dalam masyarakat Minangkabau. Gerakan
radikal Islam inilah yang saat ini muncul kembali, walaupun dalam konteks yang berbeda namun
melalui gagasan dan pemahaman keagamaan yang tidak jauh berbeda.5
Radikalisme erat dikaitkan dengan agama islam, padahal sesungguhnya tidak satu
agamapun mengajarkan kekerasan pada sesamanya termasuk agama Islam. Namun tidak dapat
menutup mata bahwa oknum yang menyebarkan isu perpecahan tersebut berkedok Islam sebagai
pemeluk agama mayoritas di Indonesia.
Sesungguhnya, sejarah kemunculan gerakan radikalisme dan kelahiran kelompok
fundamentalisme dalam islam lebih di rujuk karena dua faktor, yaitu:6
1.      Faktor internal
Faktor internal adalah adanya legitimasi Teks keagamaan, dalam melakukan “perlawanan”
itu sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks keagamaan maupun teks “cultural”) sebagai
penopangnya. untuk kasus gerakan “ekstrimisme islam” yang merebak hampir di seluruh kawasan
islam(termasuk indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical
sources- kitab kuning) sebagai basis legitimasi teologis, karena memang teks tersebut secara
tekstual ada yang mendukung terhadap sikap-sikap eksklusivisme dan ekstrimisme ini.7 Seperti
ayat-ayat yang menunjukkan perintah untuk berperang seperti; Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan
apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar
(agama Allah), (Yaitu orang-orang) yang diberikan Kitab kepada mereka, sampai mereka
membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk. (Q.S. Attaubah: 29)8 Faktor
internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi yang mendalam karena belum
mampu mewujudkan cita-cita berdirinya ”negara islam internasional”sehingga pelampiasannya
dengan cara anarkis; mengebom fasilitas publik dan terorisme.

3
Muhammad ShobahusSadad, Ahmad Muzaqqi, Dan Erlina, Menelisik Kembali Arti Radikalisme Dan
Integrasinya Dengan Praktek Kekerasan Dalam Perspektif Agama,
Http://2beahumanbeing.Blogspot.Co.Id/2012/06/Makalah-Radikalisme-Pengertian-Konsep.Html
4
Endang Turmudzi dkk, 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, LIPI Press, Jakarta, h.5
5
Muhammad A.S. Hikam, 20016, Deradikalisasi : Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung
Radikalisme, Kompas, Jakarta, h. 34
6
Muhammad ShobahusSadad, Ahmad Muzaqqi, Dan Erlina, op.cit.
7
Sumanto Alqurtuby, 2009, Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif, Borobudur
Indonesia , Semarang h al.49
8
Ahmad Norma Permata, 2005, Agama dan Terorisme, Muhammadiyah University Press, Yogyakarta h.78.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen
keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh
kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan
bukan agama (wahyu suci yang absolut).

2.      Faktor eksternal


Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : pertama, dari aspek ekonomi-
politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari nilai-nilai fundamental islam.
Kemudian faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang mendominasi kehidupan
saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
Terakhir faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam mengendalikan masalah teroris
ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor masih maraknya radikalisme di kalangan umat
islam.9

2. PERAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DALAM MENCEGAH


RADIKALISME
Pancasila merupakan pegangan hidup Bangsa Indonesia. Kini nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila mulai terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kuatnya arus
Informasi di Era Globalisasi saat ini. Padahahal seharusnya jika nilai-nilai Pancasila ini diserap
baik oleh Bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap faham-faham radikalisme, sebab
Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat fleksibel terhadap perkembangan zaman
namun tetap memiliki cirinya sendiri.

Idiologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, hanya
saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak dijiwai oleh bangsanya sendiri. Sehingga paham
radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa ini. Padahal Pancasila sebagai
idiologi bangsa ini sangatlah penting dipahami dan dijiwai. Sebab nilai-nilai yang terkandung
didalamnya memiliki tujuan yang mulia dan dapat membawa bangsa ini kedalam peradaban yang
baik.

Pemuda adalah aset bangsa yang sangat berharga. Masa depan negeri ini bertumpu
padakualitas mereka. Namun ironisnya, kini tak sedikit kaum muda yang justru menjadi pelaku
terorisme. Serangkaian aksiterorisme mulai dari Bom Bali-1, Bom Gereja Kepunton, bom di JW
Marriot dan Hotel Ritz-Carlton,hingga aksi penembakan Pos Polisi Singosaren di Solo dan Bom di
Beji dan Tambora, melibatkan pemuda. Sebut saja, Dani Dwi Permana, salah satu pelaku Bom di
JW Marriot dan Hotel Ritz-Carlton, yang saat itu berusia 18 tahun dan baru lulus SMA.10

Rentannya pemuda terhadap aksi kekerasan dan radikalisme patut menjadi keprihatinan
kitabersama. Banyak faktor yang menyebabkan para pemuda terseret ke dalam hal tersebut, mulai
dari kemiskinan, kurangnya pendidikan agama yang damai, gencarnya infiltrasi kelompok radikal,
lemahnya semangat kebangsaan, kurangnya pendidikan kewarganegaraan, kurangnya keteladanan,
dan tergerusnya nilai kearifan lokal oleh arus modernitas negatif.

Untuk membentengi para pemuda dan masyarakat umum dari radikalisme dan
terorisme,Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), menggunakan upaya pencegahan
9
Sumanto Alqurtuby, op.cit.
10
M. Arib Herzi S, Radikalisme, http://aribherzi020696.blogspot.co.id/2015/04/makalah-radikalisme.html
melalui kontra-radikalisasi (penangkalan ideologi). Hal ini dilakukan dengan membentuk Forum
Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di daerah, Pelatihan anti radikal-terorisme bagi ormas,
Training of Trainer (ToT) bagi sivitas akademika perguruan tinggi, serta sosialiasi kontra radikal
terorisme siswa SMA di empat provinsi.Ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam
pencegahan terorisme di kalangan pemuda:11

1. Pertama, memperkuat pendidikan kewarganegaraan (civic education) dengan


menanamkanpemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila,
UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Melalui pendidikan kewarganegaraan, para
pemuda didorong untuk menjunjung tinggi dan menginternalisasikan nilai-nilai luhur yang
sejalan dengan kearifan lokal seperti
toleransi antar-umat beragama, kebebasan yang bertanggungjawab, gotong royong, kejujuran,
dan cinta tanah air sertakepedulian antar-warga masyarakat.
2. Kedua, mengarahkan para pemuda pada beragam aktivitas yang berkualitas baik di
bidangakademis, sosial, keagamaan, seni, budaya, maupun olahraga.
3. Ketiga, memberikan pemahaman agama yang damai dan toleran, sehingga pemuda tidakmudah
terjebak pada arus ajaran radikalisme. Dalam hal ini, peran guru agama di lingkungan sekolah
dan para pemuka agama di masyarakat sangat penting.
4. Keempat, memberikan keteladanan kepada pemuda. Sebab, tanpa adanya keteladanan daripara
penyelenggara negara, tokoh agama, serta tokoh masyarakat, maka upaya yang dilakukan akan
sia-sia.
Pancasila diakui negara sebagai falsafah hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi kehidupan
berbangsa. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ideologi yang masuk ke
Indonesia sebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan bangsa yang majemuk
(bhinneka). Bangsa Indonesia tidak menafikan kehadiran budaya luar maupun ideologi luar, tapi
melalui Pancasila negara dapat memilah pengaruh mana yang dapat diterima atau tidak. Negara
juga mampu menyesuaikan pengaruh luar tersebut dengan konteks budaya Indonesia ataupun
menolak karena tidak sesuai dengan falsafah, cita-cita, moral, dan ideologi nasional.12
Selain itu Pancasila turut berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa yang konsep dan visinya
dapat dijabarkan ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Terdapat lima sila yang secara
komprehensif menjabarkan arti kehidupan bernegara yang dapat dijadikan landasan melawan
ancaman ideologi radikal.
1. Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila ini mengandung makna toleransi, kemajemukan dan moderat yang seimbang. Ideologi
fundamentalis radikal bertentangan dengan Pancasila karena ia memaksakan kehendak dengan
menolak memberikan ruang kepada penafsiran yang berbeda.
2. Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Sila ini mengandung makna pengakuan terhadap hak asasi manusia, termasuk hak sipil, politik,
ekonomi, dan hak sosial budaya. Dengan demikian, pemaksaan kehendak oleh kelompok
radikal secara hakiki bertentangan dengan Pancasila karena jelas melanggar HAM yang
menjadi landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Sila Ketiga, Persatuan Indonesia
Sila ini mengandung makna bahwa Indonesia adalah negara yang dibentuk berdasarkan asas
kebangsaan, bukan atas dasar agama, suku, atau ras tertentu. Kelompok fundamentalis radikal
11
Ibid.
12
Muhammad A.S. Hikam, op.cit.,
yang ingin mengubah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dari negara kebangsaan
menjadi negara dengan agama tertentu. Hal ini tentunya jelas bertentangan dengan landasan
ideologi nasional Pancasila.
4. Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Sila ini mengandung arti bahwa sistem kemasyarakatan dan kenegaraan di Indonesia harus
berlandaskan pada prinsip demokrasi dan kedaulatan berada di tangan rakyat. Bagi kelompok
fundamentalis radikal bahwa demokrasi adalah haram. Pada umumnya ideologi agama radikal
menolak kedaulatan rakyat dan hanya mengakui kedaulatan Tuhan yang dilaksanakan melalui
sistem teokrasi.
5. Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini mengandung makna bahwa kesejahteraan menjadi hak warga negara RI. Kelompok
fundamentalis radikal tidak mengakui adanya hak bagi warga negara untuk memperoleh
kesejahteraan sebagai hak dasar mereka.
Indonesia telah menerima Pancasila sebagai dasar negara yang dirumuskan oleh para
pendiri bangsa dengan melalui proses dan musyawarah yang panjang. Pancasila menjadi kontrak
sosial kita untuk hidup di negara Indonesia dan karena itu dipahami sebagai paham kebangsaan.
Menurut Abdurrahman Wahid, penerimaan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa
juga merupakan bentuk kesadaran akan realitas keberagaman di Indonesia. Islam di Indonesia
bukanlah satu-satunya agama yang ada. Dengan demikian, negara harus memberikan pelayanan
yang adil kepada semua agama yang diakui. Itu juga berarti negara harus menjamin pola pergaulan
yang serasi dan berimbang antarsesama umat.13
Dalam sejarah panjang Indonesia, Pancasila merupakan nilai-nilai dasar kebangsaan yang
disepakati sebagai pengikat dan perekat bagi persatuan dan kesatuan Indonesia yang multikultur.
Bangsa indonesia juga memiliki pandangan hidup, filsafat hidup, dan pegangan hidup dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yaitu Pancasila yang dibentuk berdasarkan
suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada diri bangsa Indonesia sendiri.14

13
Ahmad Nurcholish dan Alamsyah M. jakfar, 2015, Agama Cinta, Menyelami Samudra Cinta Agama-Agama,
Elex Media Komputindo, Jakarta, h.205
14
Agus SB, 2016, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan Radikalisasi
dan Terorisme, Daulat Press, Jakarta, h. 238
BAB III
PENUTUP

1. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat ditarik dari pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1) Radikalisme merupakan ancaman terhadap ketahanan ideologi. Radikalisme adalah
paham radikal yang menghendaki perubahan dengan kecenderungan menggunakan kekerasan.
Paham ini sebenernya paham politik yang menghendaki perubahan yang ekstrem, sesuai
dengan pengejawantahan ideologi yang mereka anut. Indonesia sebagai negara yang plural
dimana terdapat berbagai macam suku, ras, budaya dan juga agama menjadi sasaran faham
radikal berbau SARA tumbuh dan berkembang.
2) Pancasila adalah falsafah hidup, cita-cita moral, dan ideologi bagi kehidupan bangsa
Indonesia. Pancasila diyakini mampu menyaring berbagai pengaruh ideologi yang masuk ke
Indonesia sebagai konsekwensi logis dari sebuah masyarakat dan bangsa yang majemuk
(bhinneka). Namun sayangnya nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila tidak dijiwai oleh
bangsanya sendiri, sehingga paham radikalisme bisa dengan mudahnya menembus pemikiran
bangsa ini dan tumbuh subur di Indonesia.
2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan sehubungan dengan permasalah yang ada adalah
sebagai berikut :
1) Kepada generasi muda pentingnya pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan
radikalisme, sehingga dengan mengetahui secara jelas dan mengetahui dampak negatif dari
penyebaran faham radikalisme generasi muda dapat membentengi diri agar tidak mudah
terhasut dan dapat menyikapi secara bijak polemik yang terjadi terkait pluralisme di
Indonesia.
2) Kepada generasi muda penerus bangsa tidak hanya hafal tetapi juga paham akan nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila dan mengamalkanya karena kita sebagai bangsa yang
majemuk rentan akan masuknya faham-faham radikalisme yang berbau SARA yang dapat
memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka pengaruh buruk radikalisme dapat
dicegah.
DAFTAR PUSTAKA

Agus SB, 2016, Deradikalisasi Nusantara: Perang Semesta Berbasis Kearifan Lokal Melawan
Radikalisasi dan Terorisme, Daulat Press, Jakarta.
Ahmad Norma Permata, 2005, Agama dan Terorisme, Muhammadiyah University Press,
Yogyakarta.
Ahmad Nurcholish dan Alamsyah M. jakfar, 2015, Agama Cinta, Menyelami Samudra Cinta
Agama-Agama, Elex Media Komputindo, Jakarta.
A Rubaidi, 2007, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama Masa Depan Moderatisme Islam di
Indonesia, Logung Pustaka, Yogyakarta.
A.S Hornby, 2000, Oxford Advanced : Dictionary of Current English, Oxford University Press,
UK.
Endang Turmudzi dkk, 2004, Islam dan Radikalisme di Indonesia, LIPI Press, Jakarta.
Muhammad A.S. Hikam, 20016, Deradikalisasi : Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung
Radikalisme, Kompas, Jakarta.
Sumanto Alqurtuby, 2009, Jihad Melawan Ekstrimis Agama, Membangkitkan Islam Progresif,
Borobudur Indonesia , Semarang.

Anda mungkin juga menyukai