Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU: YULIANTORO, M.Pd

KELOMPOK 7 :

1. ANGGIAT BANCIN (2205111230)


2. ANISA ULMA SUMAH (2205111224)
3. DILARA FAKHIRA PUTRI (2205136451)
4. NURFARADILAH ADELLA (2205114008)
5. RAJA ANNISA (2205124806)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Bisnis,
dengan judul: "RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA".

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga
makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.

Pekanbaru, 22 September 2022

Kelompok 7

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................. 2

DAFTAR ISI ................................................................................ 3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................. 4


B. Rumusan Masalah ......................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................... 5

PEMBAHASAN

A. Radikalisme ................................................................... 6
B. Terorisme ...................................................................... 11
C. Contoh Kasus Radikalisme
dan Terorisme di Indonesia .......................................... 20
D. Solusi Mengatasi Radikalisme
dan Terorisme di Indonesia ........................................... 23

KESIMPULAN ............................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA................................................................... 28

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia sedang di goncang dengan isu-isu kekerasan yang di analisir


timbulnya dari gerakan gerakan radikal, Pemahaman yang terlalu ekstrim serta
kelompok-kelompok puritan dalan pemahaman tertentu atau kelompok tertentu.

Keharmonisan akan tercipta manakala ada keselarasan antar dua pihak atau
lebih. Terciptanya keadaan yang sinergis diantara pihak satu dan pihak lainnya yang
di dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh
keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik dalam tubuh keluarga
maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga terciptanya suasana aman,
perasaan tentram dan lain sebagainya juga dapat menjalankan peran-perannya
dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui kehidupan dengan penuh
keefektifan dan kepuasan batin.

Sementara paham yang radikal, ekstrim, dan fundamental akan melahirkan


acaman terhadap dirinya serta sekitarnya yang akan dirasakan dalam jang waktu
yang perlahan sehingga menjadi isu teror dimana-mana sbagaimana yang telah dan
sedang terjadi saat ini.

Mengingat masyarakat Indonesia sampai saat ini masih salah kaprah dalam
mengartikan secara harfiah mengenai radikalisme dan terorisme. Tak jarang, karena
tidak paham, mengenai radikalisme dan aksi terorisme sering dikaitkan dengan
salah satu aliran agama. Dijelaskan, paham radikalisme ini sering dikaitkan dengan
aksi terorisme karena pada dasarnya kelompok radikal dapat melakukan cara apa
pun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham
dengan pemikiran atau ajaran mereka. Menilik hal ini, walaupun kerap kali paham
radikalisme ini dikaitkan dengan agama tertentu, pada dasarnya radikalisme adalah
masalah politik dan bukan ajaran agama.

4
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari radikalisme ?


2. Apa pengertian dari terorisme ?
3. Bagaimana kasus radikalisme dan terorisme di Indonesia ?
4. Bagaimana solusi terhadap kasus radikalisme dan terorisme
diindonesia ?

C. Tujuan

1. Dapat mengetahui pengertian radikalisme


2. Dapat mengetahui pengertian terorisme
3. Mampu menganalisis kasus radikalisme dan radikalisme di
Indonesia
4. Dapat menjelaskan bagaimana solusi terhadap kasusu
radikalisme dan terorisme di Indonesia

5
PEMBAHASAN

A. Radikalisme
1. Pengertian Radikalisme

Menurut KBBI, Radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam
politik; paham atau radikal yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.

Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan tatanan sosial dan politik secara drastis
dengan menggunakan cara kekerasan (Ariwidodo, 2017). Radikalisme menurut
Kartodirdjo (1985) dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam
lingkup keagamaan, radikalisme merupakan gerakan keagamaan yang berusaha
merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan
menggunakan kekerasan.

Studi ilmu sosial mengartikan radikalisme sebagai pandangan yang ingin


melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap
realitas sosial atau ideologi yang dianutnya (Rubaidi 2007) (Hasani & Napospos
2010). Hafid (2020) menjelaskan bahwa gerakan radikalisme adalah sikap atau
semangat yang membawa pada tindakan bertujuan melemahkan dan mengubah
tatanan yang mapan dengan menggantinya dengan gagasan atau pemahaman baru.
Gerakan perubahan kadang disertai dengan tindak kekerasan (Hafid 2020).

6
2. Ciri Radikalisme

Kelompok radikal memiliki ciri yang hampir sama dalam berhubungan


dengan lingkungannya maupun dengan diri sendiri, disebutkan oleh Masduki
(2013) antara lain :

(1) Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak
sependapat. Klaim kebenaran selalu muncul seakan-akan kelompok ini adalah
orang suci yang tak pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal hanya manusia
biasa, sementara kebenaran oleh manusia bersifat relatif dan hanya Allah yang tahu
kebenaran absolut.

(2) Radikalisme mempersulit tata cara Islam yang dianut, bahwa sejatinya ajaran
islam bersifat samhah atau toleran dengan menganggap perilaku, hukum dan
ibadah. Memahami hukum sunnah seakan-akan wajib dan yang makruh seakan-
akan haram atau sebaliknya. Radikalisme dicirikan dengan perilaku beragama yang
lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan mengesampingkan yang
primer.

(3) Kelompok radikal bersikap berlebihan dalam menjalankan ritual agama yang
tidak pada tempatnya. Dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode “Bi al-
hikmah” seperti yang digunakan oleh Nabi SAW, sehingga dakwah yang dilakukan
justru membuat umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.

(4) Mutlak dalam berinteraksi, keras dalam berbicara terutama terkait apa yang
diyakininya dan emosional dalam berdakwah atau menyampaikan pendapat.

Karakteristik seperti ini sangat bertolak belakang dengan kesantunan dan


kelembutan bagaimana Nabi ketika menyampaikan suatu wahyu.

(5) Kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain diluar
golongannya yang tidak sepaham. Mereka senantiasa memandang orang lain hanya
dari aspek negatif dan mengabaikan aspek positifnya walaupun berdampak baik.

(6 ) Paham dari kelompok ini mudah mengkafirkan atau memberi label takfiri
orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat. Pada masa lampau sikap seperti

7
ini identik dengan golongan Khawarij, kemudian pada masa kontemporer identik
dengan istilah “Jamaah Takfir wa Bid’ah” dan kelompok puritan. Kelompok ini
mengkafirkan orang lain yang berbuat maksiat, mengkafirkan pemerintah
demokratis, mengkafirkan rakyat yang menjalankan penerapan demokrasi,
mengkafirkan umat Islam di Indonesia yang menjunjung tradisi lokal, dan
mengkafirkan semua orang bahkan kelompok yang berbeda pandangan dengan
mereka, sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah pendapat yang paling
benar yang sesuai dengan Allah dan Rasul-Nya.

3. Penyebab Kemunculan Radikalisme

Paham radikalisme berkembang di Indonesia disebabkan tiga faktor utama


(Khammami 2002).

Faktor pertama adalah perkembangan global bahwa kelompok radikal


menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata
dan aksi teror atas dasar penderitaan sesama muslim. Kondisi di Afghanistan,
pencaplokan Palestina oleh Zionis, Irak, Yaman, Syiria, dan seterusnya dipandang
sebagai campur tangan kerjasama Amerika Israel dengan bantuan blok
pendukungnya (Khammami 2002).

Faktor kedua adalah terkait dengan kian tersebar luasnya paham Wahabisme
yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif (Khammami 2002).
Wahabisme dianggap bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan
mentalitas yang membuat batas kelompok yang sempit dari kaum muslimin sendiri,
sehingga dengan mudah mereka mengatakan diluar kelompok mereka yang berbeda
sikap, pandangan dan pemikiran adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi.

Faktor ketiga adalah karena kemiskinan atau keadilan sosial. Kondisi ini
tidak berpengaruh langsung terhadap merebaknya aksi radikalisme, namun
perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan
kuat antara kemiskinan yang terjadi dan laten radikalisme. Situasi seperti itu
menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme (Khammami 2002).

8
Radikalisme muncul di Indonesia disebabkan perubahan tatanan sosial dan
politik (Asrori 2015) yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis. Ideologi baru
yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi
oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini
menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi (Asrori 2015). Menurut Al-Qardawi
(1986). Menjelaskan kemunculan radikalisme atau gerakan “al-tatharruf”
disebabkan oleh :

(1) Pengetahuan agama yang parsial bahkan melalui proses belajar yang doktriner
pada kalangan pelajar atau mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi berlatar
belakang umum

(2) Literal dalam memahami konsep agama sehingga kalangan radikal hanya
memahami Islam dari perspektif subjektif saja tetapi dan minim wawasan tentang
esensi agama

(3) Berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang memberatkan umat

(4) Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa paham radikalis
sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat,dan semangat zaman

(5) Radikalisme muncul sebagai reaksi terhadap bentuk yang dianggap radikalisme
yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama.

(6) Perlawanan terhadap ketidakadilan perlakuan sosial, ekonomi, hukum dan


politik ditengah masyarakat.

Radikalisme muncul dari respon rasa frustasi dan pemberontakan terhadap


ketidakadilan sosial yang disebabkan oleh lemah dan mandulnya kinerja lembaga
hukum (Al-Qardqwi 1986). Lembaga hukum di Indonesia yang masih carut marut,
tebang pilih dalam penanganan kasus, putusan pengadilan dalam menjatuhkan
vonis hukum yang tidak adil, serta keberpihakan hukum dapat menjadi stimulus
penyebab paham radikalisme berkembang. Kegagalan pemerintah dalam
menegakkan keadilan akhirnya direspon oleh kalangan radikal dengan tuntutan
penerapan syari’at Islam Al-Qardqwi (1986). Dengan harapan, bila menerapkan

9
aturan syari’at kelompok yang merasa terzalimi ini akan mampu menegakkan
keadilan, namun tuntutan penerapan syariah pasti diabaikan oleh negara terutama
Indonesia karena tidak sesuai dengan paham bernegara, sehingga mereka frustasi
dan akhirnya memilih cara kekerasan dalam menyampaikan tujuannya (Al-Qardqwi
1986).

Menurut Khammami (2002), kemunculan radikalisme dari sisi agama


disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dari dalam umat Islam karena
adanya penyimpangan norma agama dengan pemahaman agama yang totalistik
sempit dan formalistik yang bersikap kaku dalam memahami konsep agama. Paham
ini memandang agama dari satu arah yaitu tekstual, tanpa melihat dari sumber lain.
Faktor kedua berasal dari kondisi eksternal diluar umat Islam yang menjadi
pendukung untuk melakukan penerapan syari`at Islam dalam sendi-sendi
kehidupan (Kammami 2002).

4. Usaha Deradikalisasi Radikalisme

Paham radikal akan berkembang ditengah masyarakat ketika ketidakadilan


sosial dan hukum, kondisi kemiskinan serta penyimpangan paham islam yang
sempit, maka dibutuhkan keterlibatan semua pihak dari pemangku kepentingan
masyarakat dan pemerintahan negara Indonesia. Negara diharapkan hadir secara
cepat dan tanggap dalam meredam konflik atas nama agama dan SARA sekaligus
memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat
(Hafid 2020). Negara melalui perangkat aparaturnya wajib menjunjung tinggi nilai-
nilai Pancasila sebenar-benarnya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dari sisi
perlakuan hukum, pelayanan fasilitas dan pemenuhan kebutuhan segenap warga
negara. Pembinaan mental dan spiritual generasi muda di lembaga pendidikan
formal maupun nonformal agar terhindar dari paham radikal (Hafid 2020).

10
Al-Qardhawi (1986) menjelaskan terdapat solusi untuk mengatasi masalah
radikalisme

(1) Menghormati aspirasi kalangan Islamis radikalis melalui cara-cara yang


dialogis dan demokratis

(2) memperlakukan mereka secara manusiawi dan penuh persaudaraan

(3) Tidak melawan mereka dengan sikap yang sama ekstrem dan radikal, keduanya
harus ditarik ke posisi moderat agar berbagai kepentingan dapat dikompromikan

(4) Masyarakat diberikan kebebasan berpikir agar terwujud dialog sehat dan saling
mengkritik yang konstruktif sehingga berdampak empatik antar aliran

(5) Menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak membalas pengkafiran dengan
pengkafiran

(6) Mempelajari agama secara benar sesuai dengan metode yang sudah ditentukan
oleh para ulama Islam dan mendalami esensi agama agar menjadi Muslim yang
bijaksana tidak hanya literasi tanpa bimbingan.

(7) Tidak menjadi seorang Islam secara parsial dan reduktif dengan mempelajari
esensi tujuan syariat maq-a.sid syar-iah.

B. Terorisme
1. Pengertian Terorisme

Istilah teroris dan terorisme berasal dari kata latin, yaitu terrere yang artinya
membuat gemetar atau menggetarkan. Secara etimologi terorisme berarti
menakut-nakuti (to terrify). Kata terorisme dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata teror, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang
atau golongan tertentu (KBBI, 2008).

11
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Teroris adalah orang
yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk
tujuan politik. Adapun, Terorisme menurut KBBI adalah penggunaan kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan
politik); praktik tindakan teror.

Menurut Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Terorisme, pengertian tindak pidana terorisme adalah setiap
tindakan dari seseorang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap
publik secara luas. Tindakan dengan cara merampas kemerdekaan atau
menghilangkan nyawa dan harta benda orang lain atau menghancurkan obyek-
obyek vital yang strategis atau fasilitas publik/internasional tersebut, bahkan
dapat menimbulkan korban yang bersifat massal.

Menurut Presiden Jokowi bahwa terorisme merupakan kejahatan


kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama, Minggu (28/03/21).

“Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya


dengan agama apa pun. Semua ajaran agama menolak terorisme apa pun
alasannya,” tegasnya pasca kejadian bom bunuh diri di Gereja Katedral
Makassar.

Terorisme adalah suatu tindakan yang melibatkan unsur kekerasan sehingga


menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia dan melanggar hukum
pidana dengan bentuk mengintimidasi atau menekan suatu pemerintahan,
masyarakat sipil atau bagian-bagiannya untuk memaksakan tujuan sosial politik
seperti pertentangan agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi dan
perbedaan pandangan politik.

12
2. Jenis – jenis Terorisme

Menurut Firmansyah (2011), beberapa tindak kejahatan yang termasuk


dalam kategori tindak pidana terorisme adalah sebagai berikut:

1. Irrational Terrorism.
Irrational terrorism adalah teror yang motif atau tujuannya bisa
dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini
misalnya saja salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan).
Pengorbanan diri ini kerap menjadikan para pelaku teror melakukan aksi
ekstrem berupa bom bunuh diri.

2. Criminal Terrorism.
Criminal Terrorism adalah teror yang dilatarbelakangi motif atau
tujuan berdasarkan kepentingan kelompok agama atau kepercayaan tertentu
dapat dikategorikan ke dalam jenis ini. Termasuk kegiatan kelompok
dengan motif balas dendam (revenge).

3. Political Terrorism.
Political Terrorism adalah teror bermotifkan politik.Batasan
mengenai political terrorism sampai saat ini belum ada kesepakatan
internasional yang dapat dibakukan. Contoh; seorang figur Yasser Arrafat
bagi masyarakat israel adalah seorang tokoh teroris yang harus dieksekusi,
tetap bagi bangsa Palestina dia adalah seorang Freedom fighter, begitu pula
sebaliknya dengan founding father negara Israel yang pada waktu itu dicap
sebagai teroris, setelah israel merdeka mereka dianggap sebagai pahlawan
bangsa dan dihormati.

4. State Terrorism.
Istilah state teorrism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat
kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan, Israel dan negara-negara Eropa
Timur. Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi

13
dan berbagai penganiayaan serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh
oknum negara termasuk penegak hukum. Teror oleh penguasa negara,
misalnya penculikan aktivis. Teror oleh negara bisa terjadi dengan
kebijakan ekonomi yang dibuatnya. Terorisme yang dilakukan oleh negara
atau aparatnya dilakukan dan atas nama kekuasaan, stabilitas politik dan
kepentingan ekonomi elite.

Menurut USA Army Training and Doctrine Command (2007), berdasarkan


motivasi yang digunakan, tindakan terorisme dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Separatisme.
Motivasi gerakan untuk mendapatkan eksistensi kelompok melalui
pengakuan kemerdekaan, otonomi politik, kedaulatan, atau kebebasan
beragama. Kategori ini dapat timbul dari nasionalisme dan etnosentrisme
pelaku.

2. Etnosentrisme.
Motivasi gerakan berlandaskan kepercayaan, keyakinan, serta
karakteristik sosial khusus yang mempererat kelompok tersebut sehingga
terdapat penggolongan derajat suatu ras. Penggolongan ini membuat orang
atau kelompok yang memiliki ras atas semena-mena dengan kelompok ras
yang lebih rendah. Tujuannya ialah mempertunjukan kekuasaan dan
kekuatan (show of power) demi pengakuan bahwa pelaku masuk dalam ras
yang unggul (supreme race).

3. Nasionalisme.
Motivasi ini merupakan kesetiaan dan loyalitas terhadap suatu
negara atau paham nasional tertentu. Paham tersebut tidak dapat dipisahkan
dengan kesatuan budaya kelompok, sehingga bermaksud untuk membentuk
suatu pemerintahan baru atau lepas dari suatu kedaulatan untuk bergabung

14
dengan pemerintahan yang memiliki pandangan atau paham nasional yang
sama.

4. Revolusioner.
Motivasi ini merupakan dedikasi untuk melakukan perubahan atau
menggulingkan pemerintahan dengan politik dan struktur sosial yang baru.
Gerakan ini identik dengan idealisme dan politik komunisme.

3. Bentuk Tindakan erorisme

Menurut Nasution (2012), bentuk-bentuk tindakan terorisme adalah sebagai


berikut:

a. Peledakan bom/pengeboman

Pengeboman adalah taktik yang paling umum digunakan oleh kelompok


teroris dan merupakan aksi teror yang paling populer dilakukan karena selain
mempunyai nilai mengagetkan (shock value), aksi ini lebih cepat mendapat
respon karena korbannya relatif lebih banyak. Selain itu pengeboman juga
sebagai salah satu yang paling sering digunakan dan paling disukai karena
biayanya murah, bahannya mudah didapat, mudah dirakit dan mudah digunakan
serta akibatnya bisa dirasakan langsung dan dapat menarik perhatian publik dan
media massa.

b. Pembunuhan

Pembunuhan adalah bentuk aksi teroris yang tertua dan masih


digunakan hingga saat ini. Dengan model pembunuhan yang sering digunakan
yaitu pembunuhan terpilih/selektif, yaitu tindakan serangan terhadap target atau
sasaran yang dipilih atau pembunuhan terhadap figur yang dikenal masyarakat
(public figure) dengan sasaran pejabat pemerintah, pengusaha, politisi dan
aparat keamanan. Semakin tinggi tingkatan target dan semakin memperoleh

15
pengamanan yang baik, akan membawa efek yang cukup besar dalam
kehidupan masyarakat.

c. Pembajakan

Pembajakan adalah perebutan kekuasaan dengan paksaan terhadap


kendaraan dipermukaan, penumpang-penumpangnya, dan/atau barang-
barangnya. Dengan kata lain, pembajakan adalah kegiatan merampas barang
atau hak orang lain. Pembajakan yang sering dilakukan oleh para teroris adalah
pembajakan terhadap sebuah pesawat udara, karena dapat menciptakan situasi
yang menghalangi sandera bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, yang
melibatkan sandera-sandera dari berbagai bangsa dengan tujuan agar
menimbulkan perhatian media atau publik.

d. Penghadangan

Aksi terorisme juga sering menggunakan taktik penghadangan. Dimana


penghadangan tersebut biasanya telah dipersiapkan terlebih dahulu secara
matang oleh para teroris dengan melakukan berbagai latihan-latihan terlebih
dahulu, serta perencanaan medan dan waktu. Oleh karena itu taktik ini disinyalir
jarang sekali mengalami kegagalan.

e. Penculikan dan Penyanderaan

Penculikan adalah salah satu tindakan terorisme yang paling sulit


dilaksanakan, tetapi bila penculikan tersebut berhasil, maka mereka akan
mendapatkan uang untuk pendanaan teroris atau melepaskan teman-teman
seperjuangan yang di penjara serta mendapatkan publisitas untuk jangka
panjang. Sementara itu, perbedaan antara penculikan dan penyanderaan dalam
dunia terorisme sangatlah tipis. Berbeda dengan penculikan, penyanderaan
menyebabkan konfrontasi atau perlawanan dengan penguasa setempat. Misi
penyanderaan sifatnya kompleks dari segi penyediaan logistik dan berisiko
tinggi, termasuk aksi penculikan, membuat barikade dan penyanderaan
(mengambil alih sebuah gedung dan aksi mengamankan sandera).

16
f. Perampokan
Taktik perampokan biasa dilakukan para teroris untuk mencari dana
dalam membiayai operasional-nya, teroris melakukan perampokan bank, toko
perhiasan atau tempat lainnya. Karena kegiatan terorisme sesungguhnya
memiliki biaya yang sangat mahal. Perampokan juga dapat digunakan sebagai
bahan ujian bagi program latihan personil baru.

g. Pembakaran dan Penyerangan dengan Peluru Kendali


(Firebombing)

Pembakaran dan penyerangan dengan peluru kendali lebih mudah


dilakukan oleh kelompok teroris yang biasanya tidak terorganisir. Pembakaran
dan penembakan dengan peluru kendali diarahkan kepada hotel, bangunan
pemerintah, atau pusat industri untuk menunjukkan citra bahwa pemerintahan
yang sedang berkuasa tidak mampu menjaga keamanan objek vital tersebut.

h. Serangan bersenjata

Serangan bersenjata oleh teroris telah meningkat menjadi sesuatu aksi


yang mematikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Teroris Sikh di India
dalam sejumlah kejadian melakukan penghentian bus yang berisi penumpang,
kemudian menembak sekaligus membunuh seluruh penumpang yang beragama
hindu yang berada di bus tersebut dengan menggunakan senapan mesin yang
menewaskan sejumlah korban, yaitu anak-anak, wanita dan orang tua
seluruhnya.

i. i.enggunaan Senjata Pemusnah Massal

Perkembangan teknologi tidak hanya berkembang dari dampak


positifnya untuk membantu kehidupan umat manusia, akan tetapi juga
membunuh umat manusia itu sendiri dengan kejam. Melalui penggunaan
senjata-senjata pembunuh massal yang sekarang mulai digunakan oleh para
terorisme dalam menjalankan tujuan dan sebagai salah satu bentuk teror yang
baru dikalangan masyarakat.

17
4. Faktor Penyebab Tindakan Terorisme

Menurut Wahid dan Sidiq (2004), terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadi tindakan terorisme, antara lain :

a. Kesukuan, nasionalisme dan separatisme

Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis atau
suku pada suatu bangsa yang ingin memerdekakan diri. Menebar teror akhirnya
digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan,
sasarannya yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi. Bom-bom yang
dipasang di keramaian atau tempat umum lain menjadi contoh paling sering.
Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun bisa siapa saja.

b. Kemiskinan, kesenjangan, serta globalisasi

Kemiskinan dan kesenjangan ternyata menjadi masalah sosial yang


mampu memantik terorisme. Kemiskinan memiliki potensi lebih tinggi bagi
munculnya terorisme. Dengan terjadinya kesenjangan dan kemiskinan dapat
menimbulkan terorisme, ini timbul karena merasa tidak adanya keadilan dalam
kehidupan.

c. .Non demokrasi

Negara non demokrasi juga disinyalir sebagai tempat tumbuh suburnya


terorisme. Di negara demokratis semua warga negara memiliki kesempatan
untuk menyalurkan semua pandangan politiknya, iklim demokratis menjadikan
rakyat sebagai representasi kekuasaan tertinggi dalam pengaturan negara,
artinya rakyat merasa dilibatkan dalam pengelolaan negara, hal serupa tentu
tidak terjadi di negara non demokratis. Selain tidak memberikan kesempatan
partisipasi masyarakat penguasa non demokratis sangat mungkin juga
melakukan tindakan represif terhadap rakyatnya. Keterbatasan ini menjadi
kultur subur bagi tumbuhnya awal mula kegiatan terorisme.

18
d. Pelanggaran harkat kemanusiaan

Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok
lam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama
hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya. Kelompok yang direndahkan
akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan
yang lain. Atmosfer seperti ini akan mendorong berkembang biaknya teror.

e. Radikalisme Ekstrimisme Agama

Butir ini nampaknya tidak asing lagi, peristiwa teror yang terjadi di
Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi
penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda
dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati,
radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para
penganutnya. Kesalahan dalam pemahaman jihad menjadikan teroris mengatas
namakan jihad dalam tindak terorisme, ini jelas sudah salah dalam pemahaman
jihad karena mereka menganggap jihad adalah berperang.

f. Rasa Putus Asa dan Tidak Berdaya

Kondisi psikologis ini sangat rawan untuk diprovokasi karena orang


yang merasa terabaikan dalam lingkungan masyarakat, menderita secara sosial
ekonomi dan merasa diperlakukan tidak adil secara politis akan dengan mudah
diberikan sugesti untuk meluapkan kemarahan dengan cara kekerasan untuk
memperoleh perhatian dari masyarakat sekeliling maupun pemerintah yang
berkuasa.

19
C. Contoh Kasus Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

1. Bom Gereja di Malam Natal


Ledakan bom terjadi di gereja-gereja di 13 kota di Indonesia pada
malam Natal tahun 2000. Mulai dari Medan, Pekanbaru, Jakarta, Mojokerto,
Mataram, dan kota lainnya. Serangan yang terjadi secara serentak ini
menyebabkan 16 orang meninggal dan 96 orang terluka.
Serangan-serangan bom tersebut dikomandoi oleh Encep Nurjaman
alias Ridwan Isamuddin alias Hambali, salah satu pemimpin Jama'ah Islamiyah,
kelompok afiliasi Al-Qaida di Asia Tenggara. Saat ini, Hambali berada dibawah
penahanan militer Amerika Serikat di pangkalan militer Amerika di Teluk
Guantanamo, Kuba. Ia ditetapkan sebagai kombatan dan akan menjalani
persidangan militer Amerika atas tuduhan bertanggung jawab dalam beberapa
serangan teroris.
Bagi Amerika, seseorang yang menjadi bagian atau mendukung Taliban
atau kekuatan Al-Qaida, atau kekuatan terkait yang terlibat permusuhan dengan
Amerika Serikat atau mitra koalisinya dianggap sebagai kombatan atau musuh.

2. Bom Bali I

Tiga bom meledak di Bali pada 12 Oktober 2002. Ledakan ini


menewaskan 202 orang dan ratusan orang menderita luka. Ledakan pertama
terjadi di depan Diskotek Sari Club, Jalan Legian, Kuta. Tidak berselang lama,
ledakan kedua terjadi Diskotek Paddy’s yang berada di seberang Sari Club.
Setelah itu, ledakan ketiga terjadi tak jauh dari Konsulat Amerika Serikat di
wilayah Renon, Denpasar.

Selain korban jiwa, ledakan bom ini juga merusak bangunan-bangunan


di sekitar lokasi kejadian. Polisi kemudian menangkap Amrozi, Imam Samudra
alias Abdul Aziz, Ali Ghufron, Ali Imron, Mubarok alias Utomo Pamungkas,
dan Suranto Abdul Gani. Tersangka lain, Dulmatin, tewas saat penangkapan.
Mereka terbukti bersalah melakukan pengeboman tersebut. Dalam persidangan,
terungkap bahwa para pelaku merupakan anggota Jamaah Islamiyah (JI).

20
Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron divonis mati dan telah dieksekusi
pada November 2008.

Sedangkan Ali Imron, Mubarok dan Suranto Abdul Gani divonis


penjara seumur hidup. Terbaru, Koordinator Bom Bali I, Arif Sunarso alias
Zulkarnaen alias Daud alias Abdullah Abdurrohman divonis 15 tahun penjara
pada Januari 2022. Ia ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada 10 Desember
2020 setelah buron 18 tahun. Tak hanya menjadi otak dalam aksi Bom Bali I
saja, Zulkarnaen juga menjadi dalang dalam peledakan gereja serentak pada
malam Natal tahun 2000.

3. Bom JW Marriot dan Ritz Carlton

Ledakan bom terjadi di dua hotel berbintang lima yang merupakan


jaringan hotel Amerika, JW Marriot dan Ritz Carlton, di kawasan Mega
Kuningan, Jakarta, 17 Juli 2009 pagi. Jumlah yang tewas dalam dua kejadian
ini sembilan orang, enam di antaranya warga negara asing, dan lebih dari 40
orang luka-luka. Dua di antara yang tewas merupakan pelaku bom bunuh diri.
Kejadian ini merupakan bagian dari aksi kelompok JI yang didalangi Noordin
M. Top. Para pelaku yang terlibat dalam teror ini telah divonis enam tahun tahun
hingga seumur hidup. Sementara dua bulan kemudian, Noordin M. Top tewas
dalam baku tembak yag terjadi saat penangkapan di Solo.

4. Perampokan Bank CIMB Niaga di Medan

Perampokan bersenjata terjadi di Medan pada 18 Agustus 2010. Dalam


kejadian ini, seorang polisi yang bertugas di bank tersebut tewas ditembak dan
dua petugas keamanan terluka. Kawanan perampokan berhasil menggasak uang
sekitar Rp200 juta. Tak hanya CIMB Niaga, mereka juga diketahui merampok
sejumlah tempat lain, seperti Bank Sumut, money changer di Belawan, Medan,
Bank BRI, dan sebagainya. Belakangan terungkap bahwa kawanan ini berkaitan
dengan jaringan teroris Aceh-Banten-Jabar yang termasuk di antaranya
kelompok JI. Dana hasil perampokan akan digunakan untuk mendanai sejumlah
aksi terorisme, termasuk membeli senjata api dan granat. Sebanyak 16 orang

21
ditangkap terkait kasus ini. Tiga di antaranya meninggal karena melawan saat
ditangkap. Para pelaku yang terlibat telah divonis mulai dari lima hingga 12
tahun penjara.

5. Bom Masjid Polres Cirebon Kota

Ledakan bom bunuh diri terjadi saat solat Jumat di Masjid Polres
Cirebon Kota pada 15 April 2011. Dalam kejadian ini, pelaku bom bunuh diri
tewas di tempat dan lebih dari 20 orang menderita luka, satu di antaranya
Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco. Para pelaku dari kelompok Cirebon
yang terlibat dalam aksi ini telah divonis lima hingga sembilan tahun penjara.

6. Penyerangan terhadap tokoh agama

Rentetan penyerangan terhadap tokoh agama terjadi secara beruntun


pada 2018. Dua kasus yang menarik perhatian publik adalah penganiayaan
terhadap Pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah di Cicalengka, Kabupaten
Bandung, KH Umar Basri, dan tokoh organisasi keagamaan dari Persis
(Persatuan Islam), Ustaz Prawoto. Umar Basri dianiaya seseorang usai solat
Subuh, 27 Januari 2018. Akibat dipukul kayu, Umar mengalami luka parah.
Namun, pelaku Asep Ukin yang dinyatakan bersalah tidak bisa dipidana karena
menderita gangguan jiwa.

Kasus kedua adalah penganiayaan yang menyebakan tewasnya tokoh


Persis, organisasi massa Islam terbesar di Jawa Barat, Prawoto. Pelaku, Asep
Maftuh, telah divonis tujuh tahun penjara. Ia dinyatakan tidak menderita
gangguan jiwa seperti yang disebut sebelumnya. Berbagai kasus penyerangan
terhadap tokoh agama juga terjadi setelah itu. Sebagian besar pelaku dinyatakan
mengalami gangguan jiwa

22
D. Solusi Mengatasi Kasus Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

Indonesia senantiasa berkomitmen dalam upaya penanggulangan terorisme,


termasuk diantaranya upaya penanggulangan terorisme di bawah kerangka PBB.
Dalam kaitan ini, Indonesia berperan aktif dalam melakukan kerja sama
dengan United Nations Counter Terrorism Implementation Task Force
(CTITF), Terrorism Prevention Branch-United Nation Office for Drugs and Crime
(TPB-UNODC), dan United Nations Counter-Terrorism Executive Directorate
(UNCTED). Lebih lanjut, Indonesia melakukan upaya untuk
mengimplementasikan 4 (empat) pilar United Nations Global Counter-Terrorism
Strategy (UNGCTS).

Pada tahun 2010, Indonesia menjadi tuan rumah


penyelenggaraan "Workshop on the Regional Implementation of the United
Nations Global Counter-Terrorism Strategy in Southeast Asia", bekerja sama
dengan UN CTITF. Hasil pertemuan telah dilaporkan pada pertemuan tingkat
menteri International Counter-Terrorism Focal Points Conference on Addressing
Conditions Conducive to the Spread of Terrorism and Promoting Regional
Cooperation di Jenewa pada tahun 2013.

Peran penting Indonesia dalam penanggulangan terorisme internasional


telah diakui oleh PBB dengan terpilihnya kembali Indonesia sebagai anggota dari
Dewan Penasihat UN Counter-Terrorism Center untuk periode 2015-2018.

Indonesia juga menggarisbawahi pentingnya hukum internasional dalam


penanggulangan terorisme internasional. Dalam kaitan ini, Indonesia telah
meratifikasi 8 (delapan) konvensi internasional terkait penanggulangan terorisme
yang memperkuat kerangka hukum nasional.

Terkait isu Foreign Terrorist Fighters (FTF), Indonesia merupakan co-


sponsor dari Resolusi DK PBB 2178 (2014) yang meminta negara-negara untuk
melakukan berbagai upaya yang diperlukan dalam penanganan isu FTF, termasuk
pencegahan rekrutmen dan fasilitasi keberangkatan para FTF, pengawasan
perbatasan, saling tukar informasi, serta program rehabilitasi dan reintegrasi. Lebih

23
lanjut, Indonesia telah menyelenggarakan sejumlah regional workshops dan
konferensi internasional yang melibatkan banyak negara untuk saling tukar
informasi dan good practices, serta peluang penguatan kerja sama internasional
dalam penanganan isu FTF.

Selain dukungan Indonesia yang berkesinambungan di bawah kerangka


PBB, Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam Global Counter-Terrorism
Forum (GCTF), terutama sebagai co-chairs Southeast Asia Capacity Building
Working Group (SEAWG) bersama Australia untuk periode 2011-2013, dan
melanjutkan peran aktifnya bersama Australia sebagai co-chairs dari Detention and
Reintegration Working Group (DRWG).

Pembentukan working group ini digagas oleh Indonesia dengan tujuan


untuk memperkuat kapasitas para pemangku kepentingan yang menangani
pengelolaan violent extremist offenders di lembaga pemasyarakatan, serta
menjawab kebutuhan untuk saling tukar informasi dan good practices terkait.
Dalam kaitan ini, Indonesia telah menjadi tuan rumah penyelenggaraan Inaugural
Meeting GCTF DRWG di Bali pada tanggal 12-13 Agustus 2014 yang telah
mengadopsi work plan DRWG untuk periode 2014-2016.

Lebih lanjut, dalam kerangka DRWG, Indonesia juga telah menjadi tuan
rumah penyelenggaraan Workshop on Capacity Building and Training for the
Appropriate Management of Violent Extremist Offenders di Medan pada tanggal
8-9 April 2015. GCTF DRWG juga bekerja sama dengan Global Center on
Cooperative Security (GCCS) telah menyelenggarakan Workshop on Education,
Life Skill Courses and Vocational Training for Incarcerated Violent Extremist
Offenders di Nairobi, Kenya, pada 7-8 Oktober 2015. Selain itu, Indonesia dan
Australia telah menyelenggarakan pertemuan pleno kedua GCTF DRWG di Sydney
pada tanggal 2-3 November 2015. Pertemuan Pleno Kedua GCTF DRWG ini telah
membahas mengenai pengelolaan lapas dan upaya penguatan keamanan lapas,
program rehabilitasi dan reintegrasi, dan program pengembangan kapasitas untuk
petugas lapas.

24
Indonesia juga berkontribusi aktif dalam penguatan kapasitas bagi para
aparat penegak hukum yang menangani isu terorisme dan kejahatan lintas negara.
Dalam kaitan ini, Indonesia bekerja sama dengan Australia telah
mendirikan Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Sejak
terbentuknya di tahun 2004, JCLEC telah menyelenggarakan 768 program
pelatihan yang melibatkan 18.398 peserta dan 4.385 pelatih dari 70 negara.

Indonesia berkomitmen untuk mendukung penanggulangan terorisme,


termasuk dalam penanggulangan pendanaan terorisme. Dalam kaitan ini, Indonesia
berpartisipasi aktif sebagai anggota Asia Pacific Group on Money Laundering
(APG-ML), serta anggota dari Steering Group mewakili negara-negara di kawasan
Asia Tenggara. Selain itu, atas peran aktif diplomasi Indonesia, pada Sidang Pleno
FATF yang dilaksanakan di Brisbane, Australia, 21-26 Juni 2015, Indonesia telah
dikeluarkan secara keseluruhan dari daftar "negara yang memiliki kelemahan
strategis dalam rezim anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan
terorisme" atau dari proses review International Cooperation Review
Group (ICRG) FATF. Lebih lanjut, Indonesia melalui Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK) telah menandatangani Nota Kesepahaman
dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari 48 negara untuk memperkuat rezim
penanganan pencucian uang dan pendanaan terorisme.

Pada tingkat nasional, Indonesia memiliki strategi komprehensif dalam


penanggulangan terorisme yang mengkombinasikan hard dan soft approach.
Dalam kaitannya dengan hard approach, Indonesia telah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penanggulangan Terorisme dan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme. Lebih lanjut, dalam rangka penguatan upaya
penanggulangan pendanaan terorisme, Indonesia juga telah mengesahkan Peraturan
Bersama tentang Pencantuman Identitas Orang dan Korporasi dalam Daftar
Terduga Teroris dan Organisasi Teroris dan Pemblokiran secara Serta Merta atas
Dana Milik Orang atau Korporasi yang Tercantum dalam Daftar Terduga Teroris
dan Organisasi Teroris.

25
Indonesia juga mendukung upaya pencegahan dengan diantaranya
mengimplementasikan Resolusi DK PBB 1267 (1999) dan 1988 (2011) yang
selaras dengan hukum nasional Indonesia terkait penanggulangan pendanaan
terorisme. Atas dasar itu, Indonesia telah memiliki Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris berdasarkan Daftar Sanksi Al-Qaeda dan Daftar Taliban untuk
proses pembekuan aset.

Dalam kaitannya dengan soft approach, Indonesia melakukan program


deradikalisasi dan kontra-radikalisasi. Dalam kaitan ini, Indonesia melalui Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme telah meluncurkan Blueprint Deradikalisasi
serta mendirikan Pusat Deradikalisasi bagi narapidana teroris. Mengacu pada
dokumen Blueprint, program deradikalisasi mencakup rehabilitasi, reintegrasi, dan
reedukasi bagi narapidana teroris dengan memberdayakan para tokoh agama serta
psikolog untuk memberikan counter-narratives.

26
KESIMPULAN

Radikalisme di Indonesia umumnya didasari oleh isu agama. Radikalisme


terjadi karena adanya ketimpangan baik dalam segi sosial, politik, dan ekonomi.
Radikalisme terbentuk dari respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung,
respon tersebut diwujudkan dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan.
Tindakan radikal yang terjadi bahkan memunculkan kasus terorisme atas dasar
keagamaan.

Radikalisme dan terorisme bagi Indonesia harus diletakkan sebagai


persoalan serius. Mengapa? karena baik dilihat dari sisi ideologi, prinsip negara
demokrasi dan negara hukum serta karakter nasional Indonesia secara dassolen
sebenarnya tidak ada tempat bagi radikalisme dan terorisme itu. Secara ideologi
sangat jelas dalam Pancasila ada prinsip ketuhanan Yang Maha Esa, Prinsip
kemanusiaan yang adil dan beradab, prinsip persatuan, prinsip musyawarah, dan
keadilan sedangkan radikalisme ujung-ujungnya jatuh pada keadaan yang
bertentangan dengan prinsip demokrasi dan perikemanusiaan yang adil dan
beradab. Mengembangkan sikap kritis-prinsipiil dan kepekaan hati nurani termasuk
kritis kepada diri sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat yang bebas, tertib,
adil dan sejahtera merupakan tugas semua pihak.

27
DAFTAR PUSTAKA

Riadi, Muchlisin. (2020). Terorisme (Pengertian, Jenis, Bentuk


dan Faktor yang Mempengaruhi). Diakses pada 7/10/2022, dari
https://www.kajianpustaka.com/2020

https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/28/01150071/ka
sus-kasus-terorisme-di-indonesia-dan-penyelesaiannya Diakses pada
27/9/2022

https://psychology.binus.ac.id/2022/03/11/radikalisme-di-
indonesia/ Diakses pada 27/9/2022

https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/28/01150071/ka
sus-kasus-terorisme-di-indonesia-dan-penyelesaiannya Diakses pada
27/9/2022

28

Anda mungkin juga menyukai