KELOMPOK 7 :
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pengantar Bisnis,
dengan judul: "RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA".
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga
makalah ini dapat berguna bagi saya pada khususnya dan pihak lain yang
berkepentingan pada umumnya.
Kelompok 7
2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
A. Radikalisme ................................................................... 6
B. Terorisme ...................................................................... 11
C. Contoh Kasus Radikalisme
dan Terorisme di Indonesia .......................................... 20
D. Solusi Mengatasi Radikalisme
dan Terorisme di Indonesia ........................................... 23
KESIMPULAN ............................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA................................................................... 28
3
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keharmonisan akan tercipta manakala ada keselarasan antar dua pihak atau
lebih. Terciptanya keadaan yang sinergis diantara pihak satu dan pihak lainnya yang
di dasarkan pada cinta kasih, dan mampu mengelola kehidupan dengan penuh
keseimbangan (fisik, mental, emosional dan spiritual) baik dalam tubuh keluarga
maupun hubungannya dengan yang lain, sehingga terciptanya suasana aman,
perasaan tentram dan lain sebagainya juga dapat menjalankan peran-perannya
dengan penuh kematangan sikap, serta dapat melalui kehidupan dengan penuh
keefektifan dan kepuasan batin.
Mengingat masyarakat Indonesia sampai saat ini masih salah kaprah dalam
mengartikan secara harfiah mengenai radikalisme dan terorisme. Tak jarang, karena
tidak paham, mengenai radikalisme dan aksi terorisme sering dikaitkan dengan
salah satu aliran agama. Dijelaskan, paham radikalisme ini sering dikaitkan dengan
aksi terorisme karena pada dasarnya kelompok radikal dapat melakukan cara apa
pun agar keinginannya tercapai, termasuk meneror pihak yang tidak sepaham
dengan pemikiran atau ajaran mereka. Menilik hal ini, walaupun kerap kali paham
radikalisme ini dikaitkan dengan agama tertentu, pada dasarnya radikalisme adalah
masalah politik dan bukan ajaran agama.
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
5
PEMBAHASAN
A. Radikalisme
1. Pengertian Radikalisme
Menurut KBBI, Radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam
politik; paham atau radikal yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial
dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.
Radikalisme adalah suatu paham yang dibuat oleh sekelompok orang yang
menginginkan perubahan atau pembaharuan tatanan sosial dan politik secara drastis
dengan menggunakan cara kekerasan (Ariwidodo, 2017). Radikalisme menurut
Kartodirdjo (1985) dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam
lingkup keagamaan, radikalisme merupakan gerakan keagamaan yang berusaha
merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan jalan
menggunakan kekerasan.
6
2. Ciri Radikalisme
(1) Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain yang tak
sependapat. Klaim kebenaran selalu muncul seakan-akan kelompok ini adalah
orang suci yang tak pernah melakukan kesalahan ma’sum padahal hanya manusia
biasa, sementara kebenaran oleh manusia bersifat relatif dan hanya Allah yang tahu
kebenaran absolut.
(2) Radikalisme mempersulit tata cara Islam yang dianut, bahwa sejatinya ajaran
islam bersifat samhah atau toleran dengan menganggap perilaku, hukum dan
ibadah. Memahami hukum sunnah seakan-akan wajib dan yang makruh seakan-
akan haram atau sebaliknya. Radikalisme dicirikan dengan perilaku beragama yang
lebih memprioritaskan persoalan-persoalan sekunder dan mengesampingkan yang
primer.
(3) Kelompok radikal bersikap berlebihan dalam menjalankan ritual agama yang
tidak pada tempatnya. Dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode “Bi al-
hikmah” seperti yang digunakan oleh Nabi SAW, sehingga dakwah yang dilakukan
justru membuat umat Islam yang masih awam merasa ketakutan dan keberatan.
(4) Mutlak dalam berinteraksi, keras dalam berbicara terutama terkait apa yang
diyakininya dan emosional dalam berdakwah atau menyampaikan pendapat.
(5) Kelompok radikal mudah berburuk sangka kepada orang lain diluar
golongannya yang tidak sepaham. Mereka senantiasa memandang orang lain hanya
dari aspek negatif dan mengabaikan aspek positifnya walaupun berdampak baik.
(6 ) Paham dari kelompok ini mudah mengkafirkan atau memberi label takfiri
orang atau kelompok lain yang berbeda pendapat. Pada masa lampau sikap seperti
7
ini identik dengan golongan Khawarij, kemudian pada masa kontemporer identik
dengan istilah “Jamaah Takfir wa Bid’ah” dan kelompok puritan. Kelompok ini
mengkafirkan orang lain yang berbuat maksiat, mengkafirkan pemerintah
demokratis, mengkafirkan rakyat yang menjalankan penerapan demokrasi,
mengkafirkan umat Islam di Indonesia yang menjunjung tradisi lokal, dan
mengkafirkan semua orang bahkan kelompok yang berbeda pandangan dengan
mereka, sebab mereka yakin bahwa pendapat mereka adalah pendapat yang paling
benar yang sesuai dengan Allah dan Rasul-Nya.
Faktor kedua adalah terkait dengan kian tersebar luasnya paham Wahabisme
yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang konservatif (Khammami 2002).
Wahabisme dianggap bukan sekadar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan
mentalitas yang membuat batas kelompok yang sempit dari kaum muslimin sendiri,
sehingga dengan mudah mereka mengatakan diluar kelompok mereka yang berbeda
sikap, pandangan dan pemikiran adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi.
Faktor ketiga adalah karena kemiskinan atau keadilan sosial. Kondisi ini
tidak berpengaruh langsung terhadap merebaknya aksi radikalisme, namun
perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan
kuat antara kemiskinan yang terjadi dan laten radikalisme. Situasi seperti itu
menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme (Khammami 2002).
8
Radikalisme muncul di Indonesia disebabkan perubahan tatanan sosial dan
politik (Asrori 2015) yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis. Ideologi baru
yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak dipengaruhi
oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini
menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi (Asrori 2015). Menurut Al-Qardawi
(1986). Menjelaskan kemunculan radikalisme atau gerakan “al-tatharruf”
disebabkan oleh :
(1) Pengetahuan agama yang parsial bahkan melalui proses belajar yang doktriner
pada kalangan pelajar atau mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi berlatar
belakang umum
(2) Literal dalam memahami konsep agama sehingga kalangan radikal hanya
memahami Islam dari perspektif subjektif saja tetapi dan minim wawasan tentang
esensi agama
(4) Lemah dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa paham radikalis
sering bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat,dan semangat zaman
(5) Radikalisme muncul sebagai reaksi terhadap bentuk yang dianggap radikalisme
yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama.
9
aturan syari’at kelompok yang merasa terzalimi ini akan mampu menegakkan
keadilan, namun tuntutan penerapan syariah pasti diabaikan oleh negara terutama
Indonesia karena tidak sesuai dengan paham bernegara, sehingga mereka frustasi
dan akhirnya memilih cara kekerasan dalam menyampaikan tujuannya (Al-Qardqwi
1986).
10
Al-Qardhawi (1986) menjelaskan terdapat solusi untuk mengatasi masalah
radikalisme
(3) Tidak melawan mereka dengan sikap yang sama ekstrem dan radikal, keduanya
harus ditarik ke posisi moderat agar berbagai kepentingan dapat dikompromikan
(4) Masyarakat diberikan kebebasan berpikir agar terwujud dialog sehat dan saling
mengkritik yang konstruktif sehingga berdampak empatik antar aliran
(5) Menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak membalas pengkafiran dengan
pengkafiran
(6) Mempelajari agama secara benar sesuai dengan metode yang sudah ditentukan
oleh para ulama Islam dan mendalami esensi agama agar menjadi Muslim yang
bijaksana tidak hanya literasi tanpa bimbingan.
(7) Tidak menjadi seorang Islam secara parsial dan reduktif dengan mempelajari
esensi tujuan syariat maq-a.sid syar-iah.
B. Terorisme
1. Pengertian Terorisme
Istilah teroris dan terorisme berasal dari kata latin, yaitu terrere yang artinya
membuat gemetar atau menggetarkan. Secara etimologi terorisme berarti
menakut-nakuti (to terrify). Kata terorisme dalam bahasa Indonesia berasal dari
kata teror, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang
atau golongan tertentu (KBBI, 2008).
11
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Teroris adalah orang
yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk
tujuan politik. Adapun, Terorisme menurut KBBI adalah penggunaan kekerasan
untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan
politik); praktik tindakan teror.
12
2. Jenis – jenis Terorisme
1. Irrational Terrorism.
Irrational terrorism adalah teror yang motif atau tujuannya bisa
dikatakan tak masuk akal sehat, yang bisa dikategorikan dalam kategori ini
misalnya saja salvation (pengorbanan diri) dan madness (kegilaan).
Pengorbanan diri ini kerap menjadikan para pelaku teror melakukan aksi
ekstrem berupa bom bunuh diri.
2. Criminal Terrorism.
Criminal Terrorism adalah teror yang dilatarbelakangi motif atau
tujuan berdasarkan kepentingan kelompok agama atau kepercayaan tertentu
dapat dikategorikan ke dalam jenis ini. Termasuk kegiatan kelompok
dengan motif balas dendam (revenge).
3. Political Terrorism.
Political Terrorism adalah teror bermotifkan politik.Batasan
mengenai political terrorism sampai saat ini belum ada kesepakatan
internasional yang dapat dibakukan. Contoh; seorang figur Yasser Arrafat
bagi masyarakat israel adalah seorang tokoh teroris yang harus dieksekusi,
tetap bagi bangsa Palestina dia adalah seorang Freedom fighter, begitu pula
sebaliknya dengan founding father negara Israel yang pada waktu itu dicap
sebagai teroris, setelah israel merdeka mereka dianggap sebagai pahlawan
bangsa dan dihormati.
4. State Terrorism.
Istilah state teorrism ini semula dipergunakan PBB ketika melihat
kondisi sosial dan politik di Afrika Selatan, Israel dan negara-negara Eropa
Timur. Kekerasan negara terhadap warga negara penuh dengan intimidasi
13
dan berbagai penganiayaan serta ancaman lainnya banyak dilakukan oleh
oknum negara termasuk penegak hukum. Teror oleh penguasa negara,
misalnya penculikan aktivis. Teror oleh negara bisa terjadi dengan
kebijakan ekonomi yang dibuatnya. Terorisme yang dilakukan oleh negara
atau aparatnya dilakukan dan atas nama kekuasaan, stabilitas politik dan
kepentingan ekonomi elite.
1. Separatisme.
Motivasi gerakan untuk mendapatkan eksistensi kelompok melalui
pengakuan kemerdekaan, otonomi politik, kedaulatan, atau kebebasan
beragama. Kategori ini dapat timbul dari nasionalisme dan etnosentrisme
pelaku.
2. Etnosentrisme.
Motivasi gerakan berlandaskan kepercayaan, keyakinan, serta
karakteristik sosial khusus yang mempererat kelompok tersebut sehingga
terdapat penggolongan derajat suatu ras. Penggolongan ini membuat orang
atau kelompok yang memiliki ras atas semena-mena dengan kelompok ras
yang lebih rendah. Tujuannya ialah mempertunjukan kekuasaan dan
kekuatan (show of power) demi pengakuan bahwa pelaku masuk dalam ras
yang unggul (supreme race).
3. Nasionalisme.
Motivasi ini merupakan kesetiaan dan loyalitas terhadap suatu
negara atau paham nasional tertentu. Paham tersebut tidak dapat dipisahkan
dengan kesatuan budaya kelompok, sehingga bermaksud untuk membentuk
suatu pemerintahan baru atau lepas dari suatu kedaulatan untuk bergabung
14
dengan pemerintahan yang memiliki pandangan atau paham nasional yang
sama.
4. Revolusioner.
Motivasi ini merupakan dedikasi untuk melakukan perubahan atau
menggulingkan pemerintahan dengan politik dan struktur sosial yang baru.
Gerakan ini identik dengan idealisme dan politik komunisme.
a. Peledakan bom/pengeboman
b. Pembunuhan
15
pengamanan yang baik, akan membawa efek yang cukup besar dalam
kehidupan masyarakat.
c. Pembajakan
d. Penghadangan
16
f. Perampokan
Taktik perampokan biasa dilakukan para teroris untuk mencari dana
dalam membiayai operasional-nya, teroris melakukan perampokan bank, toko
perhiasan atau tempat lainnya. Karena kegiatan terorisme sesungguhnya
memiliki biaya yang sangat mahal. Perampokan juga dapat digunakan sebagai
bahan ujian bagi program latihan personil baru.
h. Serangan bersenjata
17
4. Faktor Penyebab Tindakan Terorisme
Menurut Wahid dan Sidiq (2004), terdapat beberapa faktor yang menjadi
penyebab terjadi tindakan terorisme, antara lain :
Tindak teror ini terjadi di daerah yang dilanda konflik antar etnis atau
suku pada suatu bangsa yang ingin memerdekakan diri. Menebar teror akhirnya
digunakan pula sebagai satu cara untuk mencapai tujuan atau alat perjuangan,
sasarannya yaitu etnis atau bangsa lain yang sedang diperangi. Bom-bom yang
dipasang di keramaian atau tempat umum lain menjadi contoh paling sering.
Aksi teror semacam ini bersifat acak, korban yang jatuh pun bisa siapa saja.
c. .Non demokrasi
18
d. Pelanggaran harkat kemanusiaan
Aksi teror akan muncul jika ada diskriminasi antar etnis atau kelompok
lam masyarakat. Ini terjadi saat ada satu kelompok diperlakukan tidak sama
hanya karena warna kulit, agama, atau lainnya. Kelompok yang direndahkan
akan mencari cara agar mereka didengar, diakui, dan diperlakukan sama dengan
yang lain. Atmosfer seperti ini akan mendorong berkembang biaknya teror.
Butir ini nampaknya tidak asing lagi, peristiwa teror yang terjadi di
Indonesia banyak terhubung dengan sebab ini. Radikalisme agama menjadi
penyebab unik karena motif yang mendasari kadang bersifat tidak nyata. Beda
dengan kemiskinan atau perlakuan diskriminatif yang mudah diamati,
radikalisme agama sebagian ditumbuhkan oleh cara pandang dunia para
penganutnya. Kesalahan dalam pemahaman jihad menjadikan teroris mengatas
namakan jihad dalam tindak terorisme, ini jelas sudah salah dalam pemahaman
jihad karena mereka menganggap jihad adalah berperang.
19
C. Contoh Kasus Radikalisme dan Terorisme di Indonesia
2. Bom Bali I
20
Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron divonis mati dan telah dieksekusi
pada November 2008.
21
ditangkap terkait kasus ini. Tiga di antaranya meninggal karena melawan saat
ditangkap. Para pelaku yang terlibat telah divonis mulai dari lima hingga 12
tahun penjara.
Ledakan bom bunuh diri terjadi saat solat Jumat di Masjid Polres
Cirebon Kota pada 15 April 2011. Dalam kejadian ini, pelaku bom bunuh diri
tewas di tempat dan lebih dari 20 orang menderita luka, satu di antaranya
Kapolres Cirebon Kota AKBP Herukoco. Para pelaku dari kelompok Cirebon
yang terlibat dalam aksi ini telah divonis lima hingga sembilan tahun penjara.
22
D. Solusi Mengatasi Kasus Radikalisme dan Terorisme di Indonesia
23
lanjut, Indonesia telah menyelenggarakan sejumlah regional workshops dan
konferensi internasional yang melibatkan banyak negara untuk saling tukar
informasi dan good practices, serta peluang penguatan kerja sama internasional
dalam penanganan isu FTF.
Lebih lanjut, dalam kerangka DRWG, Indonesia juga telah menjadi tuan
rumah penyelenggaraan Workshop on Capacity Building and Training for the
Appropriate Management of Violent Extremist Offenders di Medan pada tanggal
8-9 April 2015. GCTF DRWG juga bekerja sama dengan Global Center on
Cooperative Security (GCCS) telah menyelenggarakan Workshop on Education,
Life Skill Courses and Vocational Training for Incarcerated Violent Extremist
Offenders di Nairobi, Kenya, pada 7-8 Oktober 2015. Selain itu, Indonesia dan
Australia telah menyelenggarakan pertemuan pleno kedua GCTF DRWG di Sydney
pada tanggal 2-3 November 2015. Pertemuan Pleno Kedua GCTF DRWG ini telah
membahas mengenai pengelolaan lapas dan upaya penguatan keamanan lapas,
program rehabilitasi dan reintegrasi, dan program pengembangan kapasitas untuk
petugas lapas.
24
Indonesia juga berkontribusi aktif dalam penguatan kapasitas bagi para
aparat penegak hukum yang menangani isu terorisme dan kejahatan lintas negara.
Dalam kaitan ini, Indonesia bekerja sama dengan Australia telah
mendirikan Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC). Sejak
terbentuknya di tahun 2004, JCLEC telah menyelenggarakan 768 program
pelatihan yang melibatkan 18.398 peserta dan 4.385 pelatih dari 70 negara.
25
Indonesia juga mendukung upaya pencegahan dengan diantaranya
mengimplementasikan Resolusi DK PBB 1267 (1999) dan 1988 (2011) yang
selaras dengan hukum nasional Indonesia terkait penanggulangan pendanaan
terorisme. Atas dasar itu, Indonesia telah memiliki Daftar Terduga Teroris dan
Organisasi Teroris berdasarkan Daftar Sanksi Al-Qaeda dan Daftar Taliban untuk
proses pembekuan aset.
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/28/01150071/ka
sus-kasus-terorisme-di-indonesia-dan-penyelesaiannya Diakses pada
27/9/2022
https://psychology.binus.ac.id/2022/03/11/radikalisme-di-
indonesia/ Diakses pada 27/9/2022
https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/28/01150071/ka
sus-kasus-terorisme-di-indonesia-dan-penyelesaiannya Diakses pada
27/9/2022
28