Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PEMBELAJARAN ISLAM DAN KEILMUAN

DI SD

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPA


DI SD

Dosen Pengampu :
Dr. Firdaus, S.Pd.I., M.Pd.I.
Oleh :
Nama : Kemala Putri (226910392)
Sonia dwi Novalin (226910362)
Vernia Rosbiana (226913011)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-NYA sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
“RADIKALISME DAN FENIMISME”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi
syarat nilai mata kuliah Pembelajaran IPA di SD. Sholawat serta salam tak lupa
pula tersurahkan kepada nabi besar kita yakni baginda Nabi Muhammad SAW.
yang syafaatnya kita nantikan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut
memberikan kontribusi dan penyusunan makalah ini. Tentunya tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Serta atas dukungan
moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu yakni Bapak Dr. Firdaus,
S.Pd.I., M.Pd.I.

Pekanbaru, 3 Desember 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A. Pengertian Radikalisme...............................................................................4
B. Sebab Muncul Paham Radikalisme..............................................................7
C. Contoh Perilaku Radikal dalam Kehidupan Beragama................................8
D. Bahaya Faham Radikalisme dalam Kehidupan Beragama..........................8
E. Pengertian Fenimisme..................................................................................8
G. Contoh Perilaku Yang Menunjukkan Sikap Fenimisme..............................9
H. Pandangan Islam Terhadap Paham Fenimisme.........................................10
I. Bahaya Paham Fenimisme..........................................................................11
KESIMPULAN......................................................................................................12
Daftar Pustaka........................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar. Maksudnya
yakni berpikir secara mendalam terhadap sesuatu sampai ke akarakarnya.
Merupakan istilah yang digunakan pada akhir abad ke-18 untuk pendukung
gerakan radikal.1 Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya
perubahan, pergantian, dan penjebolan terhadap suatu sistem di masyarakat
sampai ke akarnya. Radikalisme menginginkan adanya perubahan secara total
terhadap suatu kondisi atau semua aspek kehidupan masyarakat. Tentu saja
melakukan perubahan (pembaruan) merupakan hal yang wajar dilakukan bahkan
harus dilakukan demi menuju masa depan yang lebih baik. Namun perubahan
yang sifatnya revolusioner sering kali “memakan korban” lebih banyak sementara
keberhasilannya tidak sebanding. Sebagian ilmuwan sosial menyarankan
perubahan dilakukan secara perlahanlahan, tetapi kontinu dan sistematik,
ketimbang revolusioner tetapi tergesagesa.2 Beberapa tahun belakangan ini marak
terjadi kasus yang berhubungan dengan ISIS (Islamic State of Iraq and Syiria).
Problematika tersebut sudah memasuki kancah internasional dan sudah diliput
diberbagai media.

ISIS merupakan salah satu gerakan yang berpaham radikalisme. Orang-


orang yang menganut paham radikalisme menginginkan terbentuknya negara
Islam dengan model tatanan yang berbasiskan nilai-nilai ajaran Islam
fundamental, yakni al-Qur’an, hadits, dan praktik kehidupan sahabat nabi generasi
pertama.3 Mereka menolak tatanan yang ada terutama yang dinilai berasal dari
Barat. Fenomena gerakan Islam radikal di Indonesia belakangan ini, pemicunya
sangat kompleks, baik secara lokal, nasional maupun global. Menurut Giora
Eliraz dalam bukunya Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, gerakan radikalisme
merupakan respon terhadap lamban atau bahkan kegagalan proyek modernisasi di
dunia Islam. Tidak sedikit umat Islam mengalami kendala teologis, sosiologis dan

1
intelektual dalam menyikapi modernisasi. Akibatnya mereka menjadi marjinal,
baik secara ekonomi, sosial, pendidikan, maupun politik. Mereka menuduh ada
“konspirasi Barat” sehingga umat Islam tertinggal.4 Mark Juergensmeyer dalam
bukunya "Teror atas nama Tuhan", membandingkan kelompok teroris dalam
beberapa tradisi kepercayaan, ia menyimpulkan bahwa teroris agama berbagi
atribut berikut: Pertama, mereka menganggap bentuk kontemporer agama sebagai
versi melemah dari yang benar, iman yang otentik. Teroris mengajak lebih
menuntut, agama "keras" yang membutuhkan pengorbanan. Kedua, mereka
menolak untuk berkompromi dengan lembaga sekuler, mengkritisi agama "lunak"
untuk mudah menampung dengan budaya mainstream. Dengan demikian Islam
radikal menyerukan sikap lebih kuat terhadap pengaruh Barat. Akhirnya,
Juergensmeyer mencatat bahwa teroris agama menolak perpecahan publikswasta
dimana kepercayaan dianggap sebagai masalah pribadi untuk disimpan di luar
bidang politik. Beberapa bahkan berharap bahwa aksi mereka akan berkontribusi
pada runtuhnya negara sekuler, pada akhirnya mengarah pada pembentukan
teokrasi

Membicarakan kaum wanita dan kedudukannya dalam kehidupan sosial


tentulah menarik. Apalagi dalam masyarakat yang secara umum bersifat
patrilineal (memuliakan kaum lelaki dalam semua aspek kehidupan). Diketahui
bahwa wanita adalah bagian dari eksistesi komunitas basyari (insan). Kaitannya
dengan kaum maskulin, dia adalah sebagai ibu, saudari, istri, bibi. Kehidupan
masyarakat tidak akan ada tanpa perempuan danlaki-laki, memikul beban
kebangkitan bersama sesuai dengan fitrah yang telah Allah SWT ciptakan dengan
bimbingan petunjuk samawi Pada masa jahiliyah yang beragam, kondisi kaum
hawa ini sangat terpojokkan , hak-haknya dirampas,dan pandangan terhadapnya
sangat mendiskreditkan, hingga datang Islam membebaskannya dari kezaliman
Jahiliyah, mengembalikan dan memuliakannya sebagai insan, anak, istri, ibu dan
anggota masyarakat. Dan dalam masyarakat modern hal tersebut biasa
disebutdengan istilah “emansipasi”. Dan di Barat hal ini dikenal dengan istilah
“feminisme”. Namun dalam pelaksanaannya, bentuk pemuliaan terhadap
perempuan yang terjadi di dunia Barat dan di dunia Islam sangat jauh berbeda.

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang pengertian radikalisme ?


2. Apa sebab muncul paham radikalisme ?
3. Apa contoh perilaku radikalisme dalam kehidupan beragama ?
4. Apa Bahasa paham radikalisme dalam kehidupan beragama ?
5. Apa pengertian finimisme ?
6. Apa sebab muncul fenimisme ?
7. Apa contoh perilaku yang menunjukkan sikap fenimisme ?
8. Apa pandangan islam terhadap paham fenimisme ?
9. Apa Bahasa paham fenimisme ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Agar Pembaca mengetahui Apa itu Radikalisme.


2. Agar Pembaca Mengetahui Sebab muncul Paham Radikalisme.
3. Agar Pembaca Mengetahui Apa itu Fenimisme.
4. Agar Pembaca Mengetahui Sebab Muncul Fenimisme.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Radikalisme

Radikalisme sering diasosiasikan dengan pandangan atau tindakan yang


identik dengan penggunaan kekerasan, padahal pada dasarnya memiliki makna
yang netral. Seperti, untuk mencapai kebenaran dalam studi filsafat haruslah
dicari hingga akar- akarnya (radikal), radix. Akan tetapi, ketika istilah ini
dilekatkan dengan isu terorisme maka radikalisme bermakna negatif. Kemudian
radikalisme identik dengan kekerasan, dipersepsikan sebagai anti-sosial. Terdapat
pandangan yang menyebutkan bahwa seseorang akan bersikap radikal atau
melawan dan siap berkorban demi mempertahankan dirinya. Perlawanan dapat
muncul dari orang yang lemah atau terancam sehingga ia akan menggunakan
segala kekuatannya untuk mempertahankan diri. Jadi perlawanan muncul ketika
orang merasa terancam. Dilain pihak, orang terancam yang berada dalam posisi
lebih kuat maka ia bisa menindas dan jika berada pada posisi yang lemah maka ia
akan melawan dan menantang. Salah satu alasan mengapa seseorang merasa
terancam karena mereka memiliki alasan ideologis (Hidayat, 2012).

Istilah radikalisme sendiri diambil dari kata dasar radikal dalam bahasa
Latin yakni radix yang berarti akar. Roger Scruton mendefinisikan bahwa radikal
“...is one who wishes to take his political ideas to their roots, and to affirm in a
thoroughgoing way the doctrines that are delivered by that exercise” (Scruton,
2007:576-577). Menurutnya, radikal dikaitkan dengan orang yang ingin
membawa ide-ide politik ke akar-akarnya dan dipertegas dengan doktrin-doktrin
yang dihasilkan oleh usaha tersebut. Selanjutnya ia menyatakan bahwa radikal
cenderung memusuhi status quo dan ingin sekali mendesakkan perubahan. Jika
dikembalikan kepada istilah radikalisme adalah gerakan yang ingin membawa ide-
ide politik ke akar-akarnya dibarengi doktrindoktrin tertentu untuk mendesakkan
perubahan dalam suatu masyarakat.

4
Konsep Radikalisme sendiri, kadang dimaknai berbeda diantara kelompok
kepentingan. Dalam lingkup keagamaan, radikalisme diartikan sebagai
gerakangerakan keagamaan yang berusaha merombak secara total tatanan sosial
dan politik yang ada dengan menggunakan jalan kekerasan (Rubaidi, 2007:33).
Sedangkan radikalisme agama, bertolak dari gerakan politik yang mendasarkan
diri pada suatu doktrin keagamaan yang paling fundamentalis, secara penuh dan
literal bebas dari kompromi, penjinaan, dan reinterpretasi (penafsiran) (Azra,
1993:4). Bila dicermati secara mendalam, radikalisme berpangkal pada ideologi.
Stephen Crook kemudian menyatakan bahwa radikalisme dapat dijodohkan
dengan radikalisme politik, karena titik pangkalnya konflik adalah ideologi
(Crook, 1991:4). Agus Surya Bakti menilai faktor ideologi ini tidak berdiri
sendiri, ia bersahutan dengan faktor pemicu yang multivariabel. Terdapat rumusan
bahwa jika ideologi tidak bertemu dengan faktor pemicu (trigger) yang serba
kompleks ini, maka niscaya aksi terorisme akan sulit untuk terjadi. Artinya,
radikalisme muncul dengan berbagai penyebab.

Keterbelakangan pendidikan, perubahan politik, kemiskinan atau


rendahnya peradaban budaya dan sosial seseorang akan memicu radikalisme yang
bisa berujung pada terorisme (Bakti, 2016:40-50). Penelitian yang dilakukan
Bambang Pranowo terhadap 590 guru (327 guru PAI SMP dan 263 guru PAI
SMA) serta terhadap 993 siswa (401 siswa SMP & 592 SMA) pada tahun 2010
(Pranowo, 2010) menunjukkan, bahwa radikalisme di benak siswa dan guru yang
ditelitinya, sudah pada taraf mengkhawatirkan. Kesediaan siswa dan guru dalam
perilaku radikal, meski tidak mencapai angka tertinggi dalam prosentase, namun
fakta dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa radikalisme khususnya di
kalangan pendidikan, perlu mendapatkan perhatian khusus. Karena jika tidak,
maka ada potensi terorisme banyak di masa yang akan datang.

Radikalisme di Indonesia selalu dikaitkan dengan radikalisme politik


menurut Vedi R. Hadis. Ia meminta kehati-hatian dalam membuat definisi politik
radikal ini. Politik radikal di Indonesia ini selalu dikaitkan dengan radikal Islam,
karena tinjauan sosial dan historis politik di Indonesia. Kehati-hatian ini

5
diperlukan, karena bicara tentang radikalisme akan sangat mudah berkonotasi
fundamentalisme, militant atau Islamist. (Hadiz, 2008). Penelitian Alexander R.
Arifianto tentang radikalisme di kampus-kampus di Indonesia memperlihatkan
bahwa radikalisme ada pada tataran ide, tetapi tidak dalam tataran implementasi.
Arifianto membenarkan bahwa sejumlah aktifis kampus dan lembaga didalamnya
sudah dijangkau oleh Hizbut Tahir Indonesia (HTI). politik. Kesatuan Aksi
Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) menjadi perpanjangan dakwah dari
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Arifianto mengungkapkan kegiatan kampus
yang diduga radikal, ternyata agendanya tetap moderat dan menolak kekerasan.
Radikalisme dalam pemahaman tidak terwujudkan dalam agenda aksi (Arifianto,
2018:1-20). Hikam menyebut, gerakan terorisme dapat muncul sebagai akibat
ketidakadilan dan kesenjangan ekonomi. Munculnya fenomena terorisme,
semakin muncul ketika negara sedang mengalami kesulitan ekonomi, atau bahkan
wilayahnya sedang mengalami kesejahteraan yang tidak merata (Hikam,
2016:64). Kenyataan ini diperkuat oleh temuan yang memperlihatkan radikalisme
dapat disebabkan oleh kegagalan bangsa-bangsa tertentu melakukan modernisasi
(Siva, 2003:28). Penduduk perdesaan masuk ke kota-kota dan tidak berhasil
mendapatkan pekerjaan yang memuaskan. Mereka hidup di daerah-daerah kumuh
yang rawan penyakit, di mana pemerintah menyediakan hanya sedikit, kalau ada,
pendidikan, layanan sosial, dan sanitasi bagi mereka. Mereka tidak mendapatkan
manfaat-manfaat modernisasi dengan memadai, lantas lahirlah anomi. Situasi
seperti ini dengan mudah dapat memunculkan protes sosial dan penggunaan
kekerasan dalam masyarakat.

Selain faktor-faktor tersebut di atas, maka ada faktor lain yang penting
untuk dicermati sebagai faktor penting pencegahan dan penangkalan terhadap
berkembangnya radikalisme, yakni faktor kebudayaan. Bisa disebut, bahwa faktor
budaya sangat penting dalam rangka untuk pintu masuk jalan menuju program
deradikalisasi. Dalam hal ini, strategi kebudayaan dapat dimanfaatkan untuk
menekan potensi radikalisme. Kebudayaan di suku bangsa Indonesia sendiri,
menurut Bakti, berumur lebih tua dari agama-agama yang ada. Salahsatu ciri khas
yang ada di semua suku di Indonesia adalah penekanannya yang menonjol pada

6
aspek keselarasan atau harmoni. Ini menjadi satu pilar penting bagi
pengembangan deradikalisasi terorisme dari perspektif nilai-nilai tradisi dan
kearifan local (Bakti, 2008:182).

B. Sebab Muncul Paham Radikalisme

Radikalisme dapat muncul dan berkembang karena adanya pemikiran


bahwa segala sesuatu hal harus diubah ke arah yang mereka inginkan, meskipun
harus menggunakan cara kekerasan .

Radikalisme muncul di Indonesia disebabkan perubahan tatanan sosial dan


politik (Asrori 2015) yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis. Ideologi
baru yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, sebab banyak
dipengaruhi oleh mazhab pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi
yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi (Asrori 2015).
Menurut Al-Qardawi (1986). Menjelaskan kemunculan radikalisme atau gerakan
“al-tatharruf” disebabkan oleh (1) Pengetahuan agama yang parsial bahkan
melalui proses belajar yang doktriner pada kalangan pelajar atau mahasiswa dari
sekolah atau perguruan tinggi berlatar belakang umum (2) Literal dalam
memahami konsep agama sehingga kalangan radikal hanya memahami Islam dari
perspektif subjektif saja tetapi dan minim wawasan tentang esensi agama (3)
Berlebihan dalam mengharamkan banyak hal yang memberatkan umat (4) Lemah
dalam wawasan sejarah dan sosiologi sehingga fatwa paham radikalis sering
bertentangan dengan kemaslahatan umat, akal sehat,dan semangat zaman (5)
Radikalisme muncul sebagai reaksi terhadap bentuk yang dianggap radikalisme
yang lain seperti sikap radikal kaum sekular yang menolak agama. (6) Perlawanan
terhadap ketidakadilan perlakuan sosial, ekonomi, hukum dan politik ditengah
masyarakat.

Menurut Khammami (2002), kemunculan radikalisme dari sisi agama


disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dari dalam umat Islam karena
adanya penyimpangan norma agama dengan pemahaman agama yang totalistik
sempit dan formalistik yang bersikap kaku dalam memahami konsep agama.

7
Paham ini memandang agama dari satu arah yaitu tekstual, tanpa melihat dari
sumber lain. Faktor kedua berasal dari kondisi eksternal diluar umat Islam yang
menjadi pendukung untuk melakukan penerapan syari`at Islam dalam sendi-sendi
kehidupan (Kammami 2002).

C. Contoh Perilaku Radikal dalam Kehidupan Beragama

Dalam kehidupan sehari-hari, prilaku radikalisme bisa termanifestasikan


dalam sikap yang sangat keras terhadap ideologi atau keyakinan tertentu tanpa
toleransi terhadap sudut pandang yang berbeda. Misalnya, menolak
mendengarkan pandangan orang lain dan bersikeras bahwa hanya satu cara
pandang yang benar adalah contoh dari perilaku radikalisme dalam kehidupan
sehari-hari.

D. Bahaya Faham Radikalisme dalam Kehidupan Beragama.

Faham radikalisme dalam kehidupan beragama bisa membawa berbagai


bahaya. Salah satunya adalah memicu intoleransi terhadap pandangan atau
keyakinan lain, menyebabkan konflik antar kelompok, dan menghalangi dialog
serta pemahaman yang lebih luas terhadap perbedaan. Selain itu, bisa
menciptakan lingkungan yang tidak aman serta memicu tindakan kekerasan atas
nama agama, yang pada akhirnya merusak kedamaian dan keharmonisan dalam
masyarakat.

E. Pengertian Feminisme.

Islam tidak mengenal istilah feminisme dan gender dengan berbagai


bentuk konsep dan implementasinya dalam melakukan gugatan atas nilai-nilai
subbordinasi kaum perempuan, karena dalam Islam tidak membedakan kedudukan
seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias genderdalam Islam. Islam
mendudukkan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang sama dan kemuliaan
yangsama ( Asghar Ali Engineer, 1990: 38; Mansour Fakih, 1996: 4). Contoh
konkretnya adalah islam tidak membedakan laki-laki dan wanita dalam hal
tingkatan takwa,dan surga juga tidak dikhususkan untuk laki-laki saja. Tetapi

8
untuk laki-laki dan perempuan yang bertakwa dan beramal sholih. Islam
mendudukkan wanita dan laki-laki pada tempatnya. Tak dapat dibenarkan
anggapan para orientalis dan musuh islam bahwa islam menempatkan wanita pada
derajat yang rendah atau di anggap masyarakat kelas dua. Dalam Islam,
sesungguhnya wanita dimuliakan. Banyak sekali ayat Al-qur’an ataupun hadis
nabi yang memuliakan dan mengangkat derajat wanita. Baik sebagai ibu, anak,
istri, ataupun sebagai anggota masyarakat sendiri. Tak ada diskriminasi antara
laki-laki dan perempuan dalam islam, akan tetapi yang membedakan keduanya
adalah fungsionalnya, karena kodrat dari masing-masing (Hassan, Riffat, Jurnal
Ulumul Qur’an No. 4/1991: 65-66).

F. Sebab Muncul Fenimisme.

Dalam kajian-kajian tafsir yang dihubungkan dengan penafsiran ilmiah


menemukan juga beberapa sudut pandang yang lebih relevan untuk mendapatkan
titik temu. Dalam perbedaan individu atau kelompok berdasarkan “tingkah laku”
melibatkan sejumlah persoalan yang berhubungan dengan nilai perempuan dalam
masyarakat dan nilai perempuan sebagai suatu individu. Meskipun al-Qur’an
membedakan berdasarkan amal saleh, al-Qur’an tidak membangun perangkat nilai
untuk tingkah laku tertentu. Hal ini membuat setiap sistem sosial menentukan
nilai prilaku yang berbeda. Setiap sistem sosial biasa melakukan dan setiap
masyarakat telah membuat perbedaan antara pekerjaan kaum laki- laki dan
pekerjaan perempuan. Masalahnya terletak pada tradisi bahwa pekerja pria biasa
dipandang lebih berharga daripada pekerja perempuan. Betapun tidak adilnya
pembagian tenaga kerja tersebut.

G. Contoh Perilaku Yang Menunjukkan Sikap Fenimisme.

Beberapa respon teologis dalam al-Qur’an yang menilai adanya persamaan


gender:

1. Kemanusian perempuan dan kesejajaran nya dengan laki-laki (Q.S. al-


Hujurat:13).

9
2. Perempuan dan laki-laki diciptakan dari unsur tanah yang sama dan dari
jiwa yang satu (Q.S. al-A’raf: 189).
3. Proses dan fase pembentukan janin laki-laki dan perempuan tidak berbeda
(Q.S. al-Qiyamah: 37-39)
4. Islam menjamin kebahagian di dunia dan akherat bagi perempuan bila
komitmen dengan iman dan menempuh jalan yang saleh, seperti halnya
dengan laki-laki (Q.S. al-Nahl: 97).
5. Perbuatan yang dilakukan perempuan setara dengan apa yang dilakukan
laki-laki, amal masing-masing dihargai Allah (Q.S. Ali Imron: 195).
6. Islam tidak menilai perempuan adalah penghalang kemajuan (Q.S. al-
Ahzab: 35)
7. Diluar peran kodrati seperti dalam politik, sosial budaya, ekonomi, pranata
sosial lainnya, Islam memberikan ajaran tanggung jawab dan bahu
membahu antara laki-laki dan perempuan sebagai mitra sejajar (Q.S al-
Taubah: 71).

H. Pandangan Islam Terhadap Paham Fenimisme.

Gender adalah arti yang di berikan menurut klasifikasi jenis kelamin


(biologis) juga merupakan tuntutan dalam masyarakat bagaimana seseorang harus
bersikap menurut jenis kelaminnya. Kata kata ÊĀz¥ yang di artikan sebagai
gender sendiri mengalami banyak perdebatan/penolakan di kalangan cendekiawan
ataupun ulama’ islam sendiri karena bukan berasal dari akar kata bahasa arab.
Dalam islam kita mengenal kata ÊĀz¥ yang sering di artikan sebagai gender. Kata
tersebut sesungguhnya berasal dari bahasa Yunani. Apabila di telaah lebih jauh,
perlakuan dan anggapan masyarakat yang merendahkan wanita dan menganggap
wanita sebagai masyarakat kelas dua sesungguhnya merupakan pengaruh cultural
(kebudayaan) yang berlaku di masyarakat tertentu. Bukan berasal dari ajaran
islam. Sebagai contoh adalah kultur atau budaya masyarakat jawa, terutama
masyarakat zaman dulu yang menganggap bahwa wanita tidak perlu menuntut
ilmu (sekolah) tinggi-tinggi karena nantinya mereka hanya akan Kembali ke
dapur, walaupun akhirnya seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi,

10
anggapan seperti ini mulai pudar namun tidak jarang kebanyakan kaum adam,
khususnya dalam pergaulan rumah tangga menganggap secara mutlak bahwa laki-
laki adalah pemimpin bagi wanita. juga anggapan bahwa Wanita tugasnya 3M
(macak, manak, masak) ataupun pandangan bahwa wanita akan ikut menanggung
perbuatan suaminya (surga nunut neraka katut).

I. Bahaya Paham Fenimisme.

Alqur’an sendiri dijelaskan bahwa tiap orang menanggung akibat/dosa dari


perbuatannya masing- masing dan islam tidak mengenal dosa turunan. Bentukan
cultural yang merendahkan wanita ini menyebabkan laki-laki memegang otoritas
di segala bidang kehidupan masyarakat (patriarki), baik dalam pergaulan domestic
(rumah tangga), pergaulan sosial ataupun dalam politik. Ayat Alqur’an surah An-
Nisaa’ ayat 34, seringkali di jadikan dalil bagi mereka yang beranggapan bahwa
dalam islam, kedudukan laki-laki lebih mulia dari pada wanita. Padahal jika di
telaah lebih dalam, sesungguhnya ayat tersebut sebenarnya memuliakan wanita
karena dalam ayat tersebut, tugas mencari nafkah di bebankan kepada laki-laki.
Pada akhirnya ketika terjadi penafsiran yang “nyeleneh” terhadap Nash, maka
kearifan semua untuk segera kembali kepada nilai sesungguhnya Islam yang
membangun emansipasi manusia secara proporsional.

11
KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa : Konsep Radikalisme


sendiri, kadang dimaknai berbeda diantara kelompok kepentingan. Dalam lingkup
keagamaan, radikalisme diartikan sebagai gerakangerakan keagamaan yang
berusaha merombak secara total tatanan sosial dan politik yang ada dengan
menggunakan jalan kekerasan. Radikalisme dapat muncul dan berkembang karena
adanya pemikiran bahwa segala sesuatu hal harus diubah ke arah yang mereka
inginkan, meskipun harus menggunakan cara kekerasan. Misalnya, menolak
mendengarkan pandangan orang lain dan bersikeras bahwa hanya satu cara
pandang yang benar adalah contoh dari perilaku radikalisme dalam kehidupan
sehari-hari. Faham radikalisme dalam kehidupan beragama bisa membawa
berbagai bahaya.

Islam tidak mengenal istilah feminisme dan gender dengan berbagai


bentuk konsep dan implementasinya dalam melakukan gugatan atas nilai-nilai
subbordinasi kaum perempuan, karena dalam Islam tidak membedakan kedudukan
seseorang berdasarkan jenis kelamin dan tidak ada bias genderdalam Islam.
Feminism terjadi karena ada nya kesenjangan gender.

12
Daftar Pustaka

https://www.nu.or.id/opini/feminisme-dalam-islam-s8Pvn

Zuly Qodir, Radikalisme Agama di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2014,


hlm.116.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Radikalisme_(sejarah) , diakses pada hari rabu tanggal 1


maret 2017.

Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, Agama dan Radikalisme di Indonesia, (ttp:t.p,t.t),
hlm.228.

Bahtiar Effendy dan Soetrisno Hadi, Agama dan Radikalisme…, hlm. 235.

Daftar pustaka: Junaidi, H., Abdul Hadi, "GENDER DAN FEMINISME DALAM
ISLAM", diakse melalui (GENDER DAN FEMINISME DALAM
ISLAM - Neliti https://media.neliti.com/media/publications/153164-
ID-gender-dan-feminisme-dalam-islam.pdf?shem=ssc), pada tanggal
02 Desember 2023.

13

Anda mungkin juga menyukai