Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

RADIKALISME DAN LIBERALISME AGAMA

Dosen Pengampu: Fitria Melinda M.Pd.I

Disusun Oleh :
Oktavia Rahmadani BIA023403
Fadilah Hazirah BIA023390
Rafa Ardhian BIA023422
Suci Nurul Rofika BIA023421
Khaula Alhanif Syafania BIA023402
Rusma Renal Cholif BIA023426
Habib Dwi Putra BIA023420
Rahmad Rizziawan BIA023401

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS BENGKULU
UNIVERSITAS NEGERI BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Makalah Radikalisme dan
Liberalisme Agama” sebagai salah satu tugas mata kuliah. Penulis mengucapkan
terimakasih kepada ibu Fitria Melinda, M.Pd.I sebagai dosen pengampu mata kuliah
yang telah membimbing kami dalam menyelesikan penulisan makalah ini. Penulis
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan Makalah ini. Apabila masih
terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan, penulis mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak guna perbaikan selanjutnya.

Bengkulu, 29 Januari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI ........................................................................... 3
2.1 Pengertian Radikalisme.......................................................................... 3
2.2 Pengertian Liberalisme Agama ............................................................. 6
2.3 Upaya mengatasi sikap Radikalisme dan Liberalisme Agama .............. 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 11
3.2 Saran ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia yang merupakan negara dengan semboyan “Bhinneka tunggal
ika” yang diartikan sebagai berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Hal ini berarti
bahwa bangsa Indonesia memiliki banyak suku, bangsa, as, serta agama. Namun
mereka tetap menjalankan hidup dengan satu kesatuan sebagai rakyat Indonesia.
Dengan perbedaan agama yang dianut oleh rakyat Indonesia, bukan tidak mungkin
bahwa akan terjadi perbedaan pendapat hingga terjadinya konflik1.
Hal ini dipengaruhi adanya pendapat atau spekulasi bahwa agama yang
dianut merupakan agama yang paling benar. Spekulasi ini ada karena agama
lainnya dipandang keliru atau menyimpang. Saat ini, dunia kembali digemparkan
dengan munculnya isu - isu kekerasan yang disinyalir berasal dari Gerakan-
gerakan radikal. Kekerasan yang mengatasnamakan agama tentu bukanlah
ajara n dari agama manapun. Seseorang yang melakukan tindak kekerasan
sebagai anggota agama tertentu bukanlah tujuan dari agama. Kekerasan terjadi
karena adanya konflik politik, ekonomi, maupun lembaga tertentu dari agama
tersebut.
Dalam berbagai pengertian, radikalisme memiliki makna ganda yakni
dapat dimaknai secara positif dan secara negative. Dalam arti yang positif,
radikalisme merupakan sebuah usaha guna mencari penyelesaian dengan cara
lain/berbeda, benar, mendalam, serta mendasar. Sedangkan radikalisme bis a
bermakna negatif jika menjadi suatu paham yang bertujuan untuk melakukan
perubahan dengan drastis melalui cara - cara kekerasan.
Dalam upaya mengatasi radikalisme dan liberalisme agama dapat
ditanggulangi dengan peningkatan kualitas pendidikan. Dalam hal ini pendidikan
agama diindonesia harus mampu mengantar peserta didik dalam memiliki
kecerdasan kognitif terkait dengan pengetahuan agama dan berbudi luhur. Pesan
undang-undang tersebutmenyiratkan bahwa dalam pendidikan agama

1
Agil Syauqi Rabbi Maulana, dkk.“Radikalisme Dalam Perspektif Ilmu Psikologi Agama,” Jurnal Al
Ghazali Jurnal Kajian Pendidikan Islam Dan Studi Islam 4, no. 2 (2021): 153–166.

1
seharusnya mampu mengantarkan peserta didikuntuk memiliki sikap dan
perilaku yang mencerminkan nilai-nilai agama yaitu kasih sayang,kedamaian,
toleransi, dan kelembutan. Pendidikan agama tidak hanya mengandung ajaran
agarseorang hamba bermuamalah dengan baik kepada sang pencipta (Tuhan)
yaituhablu minallah,akan tetapi lebih dari itu manusia adalah mahluk sosial
yang juga harus mampu bermuamalahdengan sesama atau hablu minannas.
Keduanya, baik secara vertikal maupun horizontal harusseimbang, karena
diantara manifestasi ibadah adalah berbuat baik antarsesama manusia dan alam
semesta.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Radikalisme?
2. Apa yang dimaksud dengan Liberalisme agama?
3. Bagaimana Upaya dalam mengatasi sikap Radikalisme dan Liberalisme
agama?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari radikalisme.
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Liberalisme agama.
3. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana upaya dalam mengatasi sikap
radikalisme dan liberalisme.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Radikalisme


Radikalisme berasal dari kata radikal yang berarti masif dan menyeluruh,
keras, kokoh, maju dan tajam (dalam berpikir)2. Sedang kata radicalisme berarti
doktrin atau praktik penganut paham radikal. Menurut Amstrong, radikalisme
terjadi pada setiap agama, entah itu Yahudi, Nasrani, Kristen, Islam, dan lainnya3.
Menurut Kamus ilmiah karya Pius A Partanto dan M.Dahlan Al-Barry radikalisme
didefinisikan sebagai sebuah paham politik kenegaraan yng menginginkan adanya
suatu perubahan serta perombakan besar sebagai jalan guna tercapainya taraf
kemajuan.
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi berasal dari kata al-tatharuf yang
bermakan berdiri di ujung, jauh dan pertengahan. Juga bisa dimaknai dengan
berlebihan dalam menyikapi sesuatu, seperti berlebihan dalam beragama, berpikir
dan bertingkah laku. Radikalisme memiliki 3 tingkatan yaitu radikal dalam
pemikiran (Radical in Mind), Radikal dalam perilaku (Radical in Attittude) dan
radikal dalam Tindakan (Radical in action). Radikalisme dalam bentuk pemikiran
dapat berupa wacana, konsep ataupun gagasan yang masih diperbincangkan,
sedangkan radikalisme dalam dimensi perilaku atau Tindakan dapat berada pada
ranah sosial politik dan agama. Para ahli, menyamakan radikalisme sebagai
fundamentalisme, revivalisme, salafisme, puritalisme, maupun islam kaffah.
Dalam hal radikalisme ini, terdapat faktor yang menyebabkan terjadinya
radikalisme. Yakni sebagai berikut :
a. Faktor pemikiran, Radikalisme ini dapat berkembang karena timbulnya
pemikiran jika segala sesuatunya perlu dikembalikan kepada agama, meskipun
melalui cara yang kaku dan dengan kekerasan.

2
Nurman Achmad Ricky Shahriza Ramadhan Dalimunthe, Badaruddin, “Onstruction of the Meaning
of Radicalism and Efforts to Prevent the Spread of Radicalism (Study at Al-Azhar Senior High School
Medan),” BIRCI-Journal 4, no. 3 (2021).
3
Abdul Jamil Wahab, Islam Radikal Dan Moderat (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019).

3
b. Faktor ekonomi, Permasalahan ekonomi berperan dalam membuat paham
radikalisme munculdi berbagai negara. Telah menjadi kodrat manusia untuk
bertahan hidup, dan ketikasudah terdesak akibat ekonomi, maka manusia dapat
melakukan apa saja, termasukmeneror orang lain. Keadaan ekonomi yang
kurang serta dengan adanya sikapapatis terhadap kondisi lingkungan sekitar,
dianggap sebagai salah satu faktorpenyebab untuk membuat generasi muda
melakukan tindakan radikal. Karena biayasekolah yang mahal, membuat
sebagian dari mereka menjadi putus sekolah dantidak memiliki pekerjaan
hingga menganggur, terkadang hal ini dijadikan sebagaifaktor kesadaran
terhadap sistem perekonomian yang dianggap liberal, karenasistem yang ada
dinilai tidak mendukung terhadap rakyat dan tidak memberikankesejahteraan.
Dengan begitu, penghancuran terhadap dirinya dan orang laindianggap sebagai
hal yang lumrah, karena materi yang saat ini tidak diperoleh akantergantikan
dengan kenikmatan akhirat sebagai imbalan telah melakukanperjuangan dan
pengorbanan setelah mati syahid.
c. Faktor Politik, terdapat pemikiran sebagian masyarakat jika seorang pemimpin
sebuah negara hanya berpihak pada pihak tertentu, akan menyebabkan
munculnya berbagai kelompok masyarakat yang terlihat ingin menegakkan
keadilan. Alih-alih untuk menegakkan keadilan, kelompok ini justru
memperparah keadaan. Aspirasi politik yang tidak dapat tersalurkan melaui
jalur politik formal berdasarkan kaidah hukum yang berlaku, seringkali
menjadi suatu alasan kelompok dalam melahirkan aksi radikal.
d. Faktor sosial, Sebagian masyarakat kelas ekonomi rendah, pada umumnya
memiliki pikiran sempit sehingga mudah untuk percaya kepada kelompok-
kelompok radikal karena dianggap dapat membawa perubahan drastis pada
hidup mereka. Adanya rasa kebersamaan antar sesama umat dalam satu agama
seringkali membangun sebuah hubungan tali persaudaraan yang kuat
meskipun berbeda suku, budaya dan negara. Rasa solidaritas ini menciptakan
rasa empati yang mendalam. Misalnya saja apabila ada sekelompok umat yang
merasa tertindas oleh pemerintah, maka bisa menjadi faktor munculnya
kelompok radikal untuk membantu kelompok yang mengalami penindasan.

4
e. Faktor Psikologis, Pengalaman pahit yang dialami seseorang juga dapat
menjadi faktorpenyebab timbulnya radikalisme. Permasalahan ekonomi,
keluarga, percintaan,dendam dan rasa benci, berpotensi menyebabkan
seseorang menjadi radikalis. Padadasarnya, kelompok radikal lebih memilih
kelompok generasi muda yang masihdalam tahap pencarian jati diri untuk
direkrut sebagai anggota. Hal ini karenagenerasi muda masih rentan terhadap
tekanan kelompok dan membutuhkan panutanhidup. Kelompok radikal
melakukan perekrutan dengan berkedok kelompokkeagamaan dan forum studi
yang terbatas. Apabila telah ada generasi muda yangmasuk ke dalam kelompok
tersebut, selanjutnya salah seorang kelompok radikalmelakukan tahapan
komunikasi yang lebih intensif untuk mempengaruhi pola pikirdan perilaku
generasi muda tersebut.
f. Faktor Pendidikan, Pendidikan yang salah menjadi faktor penyebab munculnya
radikalisme di berbagai tempat, terlebih lagi dalam pendidikan agama. Guru
yang memberikan ajaran dengan cara yang salah, dapat menimbulkan
radikalisme dalam diri seseorang. Selain itu, tingkat pendidikan yang rendah
dianggap sebagai penyebab generasi muda terlibat dalam kegiatan radikal4.
g. Faktor Emosi Keagamaan, Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan
radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah
solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu.
Kelompok-kelompok gerakan yang muncul di tengah masyarakat dengan
mengatasnamakan agama secara terang- terangan memperlihatkan emosi
kemarahan menolak pemimpin yang dianggap kafir. Propaganda dan demo
besar-besaran sebagai wujud kemarahan yang diperlihatkan di depan media
serta di berbagai daerah. Emosi keagamaan masyarakat adalah sebagai suatu
getaran jiwa yang dapat menggerakkan mereka untuk melakukan aktifitas
religi. Bagi kelompok yang memiliki sikap perilaku beragama secara agresif
dan memiliki akal budi yang melebur dalam kemarahan dapat melakukan
pengrusakan dan membunuh pemimpin yang dianggap kafir.

4
Nuria Reny Hariyati dan Hespi Septiana, Radikalisme Dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis
(Gresik: Graniti, 2019).

5
h. Faktor Kultural, faktor kultural di sini adalah sebagai anti tesa terhadapbudaya
sekularisme Barat. Sekularisme di Indonesia selalu dikait-kaitkan
dengankapitalisme, liberalisme, atheisme sebagai sebuah paham anti agama.
SekularismeBarat dianggap sebagai paham anti agama karena menentang suatu
agama diberihak istimewa dalam pengambilan kebijakan dalam sebuah negara.
Oleh karena itu,bagi kelompok yang mengatasnamakan agama berusaha
melepas dari jeratankebudayaan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agam
Islam. Melalui sebuahorganisasi keagamaan beberapa kelompok keagamaan
melakukan pemberantasanterhadap budaya sekularisme dengan cara radikal.
i. Faktor pemahaman yang tekstualis dan kaku terhadap teks-teks suci. Ada
beberapa teks-teks suci yang secara harfiah dapat dipahami secara keras dan
perlu melakukan tindakan yang tegas tanpa kompromi terhadapnya. Lebih dari
itu, teks tersebut harus kita pahami secara mendalam dan komprehensif agar
pesan lain dari agama tersebut dapat tersampaikan. Semisal adanya pesan
kemanusiaan yang tidak bisa diabaikan. sebagai contoh pemahaman yang
tekstualis dan kaku oleh sebagian umat Islam tentang kafir, kekejaman, dan
kesesatan Yahudi.

2.2 Pengertian Liberalisme


Liberalisme secara etimologi berasal dari bahasa latin “Liber”, yang artinya
bebasatau merdeka. Hingga akhir abad ke-18 Masehi. Istilah ini masih terkait
dengan konsep manusia merdeka sejak lahir, ataupun setelah dibebaskan dari
perbudakan. Liberalisme adalah satu paket dengan ideologi kapitalisme.
Liberalisme sendiri lahir dari masyarakat sakit Eropa pada abad kegelapan.
Belenggu dominasi para raja yang mengatasnamakan Tuhan mengancam
perkembangan, sains dan teknologi. Raja pun berkolaborasi dengan para agamawan
untuk menindas rakyat. Solusinya, belenggu ini harus dihilangkan dengan
memberikan manusia kebebasan, sebebas-bebasnya.
Menurut perspektif filsafat, liberalisme yang merupakan sistem atau aliran
menjunjung tinggi suatu kebebasan dan kemerdekaan individual dan memberikan

6
suatu perlindungan dari segala ben bentuk penindasan. Lawan aliran ini adalah
absolutisme kekuasaan, depotisme atau aliranotoriter.
Liberalisme dalam bidang ekonomi adalah aliran yang memberikan
kepadaindividu secara bebas untuk melakukan aktifitas ekonomi tanpa ada infiltrasi
negara dalam kehidupan kehidupan ekonomi. Diantara pendukung aliran ini adalah
Adam Smith pada abad XVIII. Aliran ini adalah lawan dari aliran sosialisme dan
komunisme. Dalam bidang social, liberalisme bisa berarti banyak, tergantung
subjektnya. Bagi kaum wanita, misalnya ia berarti emansipasi, penyetaraan gender,
pupusnya control socialpada individu dan runtuhnya nilai-nilai kekeluargaan.
Membiarkan wanita untuk menentukkan nasibnya sendiri dan tidak boleh seorang
pun boleh memaksanya untuk hamil dan melahirkan.
Tapi menurut Lewis, liberalisme Islam, dalam manifestasinya yang mutakhir
adalah merupakan bagian dari liberalisme global. Liberalisme disini diartikan
sebagai paham yang menjunjung tinggi kebebasan individu, terutama dari negara.
Dengan menjunjung tinggi asas kebebasan individu ini, maka setiap warga negara
memiliki hak-hak asasi manusia disegala bidang kehidupan, politik, ekonomi,
social dan kultural. Hakasasi manusia ini harus dilindungi dan diperjangkan di
negara-negara yang kurang memahami hak-hak asasi manusia.
Kebebasan dan hak-hak asasi manusia ini adalah merupakan fondasi dari
demokrasi, karena asas-asas itu setiap warga negara diberi hak pilih dan dipilih.
Juga setiap warga negaraberhak terhadap kebutuhan keamanan (freedom from fear)
dan kebebasan berpendapat dan kebebasan beragama (freedom of speech and
expresion), yang semuanya ini dijamin dalam UUD 1945. Namun didunia Islam,
nilai kebebasan itu merupakan gejala baru yang sedang diperjuangkan, terutama
oleh kelompok Islam liberal di Indonesia dan didunia Islam pada umumnya5.

2.3 Upaya dalam Mengatasi Radikalisme dan Liberalisme Agama


Radikalisme di Indonesia sudah hampir terjadi di berbagai lingkungan, baik
di lingkungan sekolah, oknum pebisnis, dan pemerintah, yaitu dengan
adanyagejolak ingin mengganti ideologi Pancasila dan sistem di Indonesia,

5
Muhibbudin Ahmad Luthfi, “Liberalisasi Pemikiran Islam Dan Kritik Terhadap Islam Liberal,”
Tahdzib Al-Akhlaq:Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (2021): 81–92.

7
denganmenggunakan oknum-oknum yang berkepentingan dalam paham
radikalismemelalui berbagai cara hingga menggunakan cara yang bertentangan
dengan hukum.Dan hal ini perlu diantisipasi terutama dalam momen pilkada, pileg,
dan pilpreskarena kekuatan yang tidak terkendali bisa saja terjadi di momen
tersebut6.
Gerakan radikalisme dilakukan dengan cara pencucian otak. Dan
sudahseharusnya pemerintah perlu mengantisipasi dengan cara membuka ruang
diskusikeagamaan yang lebih terbuka dengan mengandalkan dan melibatkan pihak-
pihakyang berkompeten dalam hal itu. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah
dalammenyikapi radikalisme ini salah satunya adalah deradikalisasi. Akan
tetapi,program tersebut hanya dirasakan atau berdampak pada seseorang atau
pelaku yang telah mendapatkan dakwaan sebagai teroris dan belum berdampak bagi
masyarakatsecara umum. Oleh karena itu, perlu adanya stakeholder lain yang dapat
pulamemberikan pemahaman komprehensif kepada masyarakat untuk
dapatmeminimalisasi radikalisme.
Peran pemerintah dalam mencegah Tindakan Radikalisme yaitu dengan
menerapkan Pendidikan Multikultural karena pendidikan mengambil peran penting
dalam menentukan kemajuan suatu bangsa muaki dari zaman kemerdekaan hingga
zaman setelah kemerdekaan, para pahlawan menyadari bahwa pendidikan
merupakan sentral dalam usaha untuk membrantas kebodohan dan membebaskan
dari penjajahan. Pendidikan multikultural merupakan usaha yang dilakukan secara
sengaja secara sistematis dan digunakan sebagai alat untuk mengembangkan
potensi yang dimiliki manusia mengenai pemahaman dalam keberagaman
kebudayaan, agar terwujud suatu kerukunan dan kedamaian hidup dengan tetap
bertoleransi antar sesama. Upaya pemerintah yang dapat diambil pemerintah dalam
mencegah tindakan radikalisme melalui pendidikan, diantaranya yaitu:
1. Pemerataan Pendidikan
Adapun upaya pemerintah dalam mencegah tindakan radikalisme melalui
pendidikan multicultural disekolah yaitu sebagai berikut:
a. Menjadikan pendidikan Multikultural sebagai pengembangan Kurikulum

6
Tony Yuri Rahmanto and Oki Wahju Budijanto, “Pencegahan Paham Radikalisme Melalui
Optimalisasi Pendidikan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,” Jurnal HAM 12, no. 1 (2021): 63.

8
Dalam upaya mencegah timbulnya radikalisme pemerintah
mengandalkanpendidikan multikultural sebagai alat untuk meredakan
penyebaranradikalisme. Pendidikan multikultural merupakan pendidikan
yangmenanamkan nilai-nilai multikulturalisme agar masyarakat Indonesia
memilikikehidupan yang rukun serta damai meskipun Indonesia diidentik
dengannegara yang banyak memiliki keberagaman, mulai dari budaya,
etnis, bahasa,agama dll. Dalam pengembangan kurikulum yang
menggunakan pendekatan pendidikan, kurikulum harus memiliki empat
prinsip yaitu penentuan filsafat keberagaman budaya sebagai dasar dalam
mengembangkan berbagai komponen kurikulum, menjadikan sumber
belajar dan objek belajar sebagai budaya di lingkungan unit pendidikan,
kurikulum dijadikan sbegai media dalam mengembangkan dan
mempertahankan kebudayaan.
b. Menjadikan pendidikan multicultural sebagai Solusi dari permasalahan
yang timbul dari adanya keberagamaan.
c. Menjadikan pendidikan multicultural sebagai alat untuk menanamkan
moral, yakni mengenai sikap toleransi antar sesame, menghargai satu sama
lain.
2. Moderasi Beragama
Dalam upaya mengatasi perilaku atau sikap radikalisme dan liberalisme dapat
dilakukan upaya moderasi beragama. Dalam konteks kehidupan beragama,
moderasi beragama yang diartikan sebagai suatu pandangan, sikap dan
perilaku agama yang memegang pada prinsip keseimbangan dan keadilan serta
mencari posisi ditengah yakni eksterm kanan (radikal) dan ekstrem kiri
(liberal). Moderasi beragama adalah konsep perilaku dalam kehidupan
beragama untuk tidak bersikap fanatik, selalu toleran dan inklusif, menjunjung
tinggi nilaikeseimbangan, keadilan dan egaliter.Moderasi beragama adalah
cara beragama yang santun dan toleran, tidak radikal yaitu konservatif
tekstualis serta mengabaikan konteks dan tidak pula liberal yaitu terlalu
mendewakan akal dan mengabaikan teks. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa moderasi beragama adalah cara pandang, sikap dan perilaku
beragama yang menjauhi ekstreminitas, menjaga keseimbangan dan keadilan

9
serta memilih jalan Tengah.Moderasi beragama menjadi harapan semua pihak
sebagai solusi mengatasi konflik keagamaan dan konsep untuk dapat
mewujudkan kehidupan beragama di dalam bingkai keharmonisan dan
toleransi7.
3. Radikalisasi Persepektif Ilmu Psikologi Agama
Pemahaman radikalisme menurut Thomas tercipta sebagai hasil labelisasi
terhadap gerakan beragamaan dan politik yang bercirikhas kan sangat berbeda
dengan gerakan keagamaan dan politik yang mainstream. Gerakan radikalisme
yang terkait dengan agama sebenarnya lebih berkaitan dengan a community of
believe dibanding dengan body of believe. Radikalisme terkait agama memiliki
gerakan yang berpandangan tidak luas dan sering menggunakan kekerasan
dalam mengajarkan dan menularkan keyakinan agamanya. Seringkali
radikalisme melakukan displacement. Misalnya,radikalis sangat memusuhi
Amerika Serikat dan para sekutunya karena menganggap mereka telah
merusak stabilitas berbagai negara Islam dan dianggap melancarkan hegemoni
atas negara-negara tersebut. Akan tetapi, kebencian tersebut sering
diungkapkan pada objek yang tidak tepat. Sehingga, bisa jadi radikalis
memenyerang simbol-simbol yang mempresentasikan Amerika Serikat dan
parasekutunya. Contoh, melakukan pengeboman dan menyerang kedutaan
besar Amerika Serikat, padahal di dalamnya terdapat banyak orang Indonesia
dan orang Islam yang bekerja di tempat itu. Selain itu, tidak setiap orang yang
berada dikedutaan berhubungan langsung dengan hegemoni Amerika Serikat.
Contoh lain yaitu para dikali seringkali menyandera orang berkulit putih.
Padahal belum tentuorang tersebut adalah orang Amerika Serikat.Dengan
demikian, radikalisme tidak dapat dianggap sebagai aktualisasi diri.Hal ini
disebabkan karena banyaknya proses psikologis yang abnormal, misaladanya
pola pikir tanpa adanya pertimbangan yang menyeluruh dan terjadinya
displacement. Di sisi lain, para perilaku radikal tersebut justru membuat
kerugian dalam skala yang cukup besar dan mengancam keselamatan orang
lain.

7
Umar Al Faruq and Dwi Noviani, “Pendidikan Moderasi Beragama Sebagai Perisai Radikalisme Di
Lembaga Pendidikan,” Jurnal TAUJIH:Jurnal Pendidikan Islam 14, no. 1 (2021): 59–77.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Radikalisme yang merupakan suatu paham atau aliran yang radikal. Radikal
yang diinginkan adalah adanya suatu perubahan atau pembaharuan sosial, agama
maupun politik dengn cara kekerasan baik dalam perkataan sampai dengan sikap
ekstrem dalam aliran politik. Tindakan radikal ini memaksakan suatu gagasan atau
pemahaman baru. Hal tersebut dapat memecahkan persatuan bangsa Indonesia,
memecahbelahkan rakyat Indonesia. Yang dapat juga merusak tatanan dalam
Masyarakat.
Selain adanya radikalisme, terdapat sikap liberalisme. Liberalisme sendiri
diartikan sebagai suatu aliran ketatanegaraan dan ekonomi yang menghendaki
kebebasan pribadi untuk berusaha dan berniaga dalam artian pemerintah tidak
boleh ikut campur. Hal ini dilakukan untuk mencapai suatu kebebasan.
Dalam upaya mengatasi sikap radikalisme dan liberalisme dalam beragama
yang diartikan memaksakan suatu gagasan agama kepada agama lain dengan
kekerasan dan menghendaki adanya suatu liberalism atau keinginan untuk
menghendaki suatu kebebasan tanpa adanya campur tangan pemerintah. Upaya
yang dapat dilakukan yakni dengan moderasi beragama, pemerataan pendidikan,
dan radikalisasi persepektif ilmu psikologi agama.

3.2 Saran
Makalah ini jauh akan kata sempurna, Penulis mengharap Kritik yang
membangun dari Pembaca agar Penulis dapat memperbaiki makalah mengenai
hakikat ilmu hukum. Semoga dengan adanya makalah ini akan membantu pembaca
dalam memahami akan hakikat ilmu hukum.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agil Syauqi Rabbi Maulana, dkk. “Radikalisme Dalam Perspektif Ilmu Psikologi
Agama.” Jurnal Al Ghazali Jurnal Kajian Pendidikan Islam Dan Studi Islam 4,
no. 2 (2021): 153–166.

Ahmad Luthfi, Muhibbudin. “Liberalisasi Pemikiran Islam Dan Kritik Terhadap Islam
Liberal.” Tahdzib Al-Akhlaq:Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 2 (2021): 81–92.

Faruq, Umar Al Dan, and Dwi Noviani. “Pendidikan Moderasi Beragama Sebagai
Perisai Radikalisme Di Lembaga Pendidikan.” Jurnal TAUJIH:Jurnal
Pendidikan Islam 14, no. 1 (2021): 59–77.

Nuria Reny Hariyati dan Hespi Septiana. Radikalisme Dalam Perspektif Analisis
Wacana Kritis. Gresik: Graniti, 2019.

Oki Wahju Budijanto, dan Tony Yuri Rahmanto. “Pencegahan Paham Radikalisme
Melalui Optimalisasi Pendidikan Hak Asasi Manusia Di Indonesia.” Jurnal HAM
12, no. 1 (2021): 63.

Ricky Shahriza Ramadhan Dalimunthe, Badaruddin, and Nurman Achmad.


“Onstruction of the Meaning of Radicalism and Efforts to Prevent the Spread of
Radicalism (Study at Al-Azhar Senior High School Medan).” BIRCI-Journal 4,
no. 3 (2021).

Wahab, Abdul Jamil. Islam Radikal Dan Moderat. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai