Anda di halaman 1dari 8

Kerangka Teori

1. Radikalime
Radikalisasi adalah proses menuju tidak radikal. Sementara radikal diartikan
kondisi sosial. Isme adalah paham. Radikalisme ialah paham yang mementingkan
penanganan drastis mengubah masyarakat sehingga kondisi kehidupan sosial
meningkat.1 Dengan pengertian seperti ini, maka radikalisme mempunyai arti positif,
namun ada yang mengartikannya secara negatif, yakni suatu paham yang ingin
melakukan perombakan secara drastis atau revolusi dalam melakukan suatu perubahan
itu.2 Pengertian yang kedua ini, bersifat negatif, maka sikap radikal melakukan
pengrusakan terhadap apa saja yang dianggap negatif oleh pihak radikalis. Sedang
deradikalisasi (menurut paham yang negatif ini), berarti menjadikan sikap tidak radikal.
Berusaha merubah sikap destruktif tersebut dengan spiritiualitas agama.

Dengan pola pikir negatif inilah, maka banyak terjadinya konflik sosial yang
berlindung di bawah bendera agama atau mengatas namakan kepentingan agama
bukanlah merupakan justifikasi dari doktrin agama karena semua agama mengajarkan
kepada umatnya sikap toleransi dan menghormati sesama. Bahkan semakin shaleh
(pious) seseorang dalam penghayatan agama dan kepercayaannya akan semakin toleran
dan menghargai eksistensi agama lain3.

Radikalisme (umat) beragama dipertontonkan secara kasat mata tanpa tedeng


aling-aling oleh berbagai kelompok berbasis agama. Pembakaran pengeboman tempat-
tempat ibadah, penghancuran fasilitas umum, pembunuhan dan pembantaian berdarah
menjadi sorotan utama menghiasi media setiap hari. Umumnya radikalis dilakukan oleh
sebagian kecil pemeluk Islam. Dengan sikap seperti ini, maka tidak akan nampak wajah
agama Islam yang rahmatan lilalamin, yang mampu menghantarkan umatnya kepada

1
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, Rajawali Press, Jakarta, 1993.
2
Ada istilah yang mirip, dipahami keliru oleh sementara orang, yaitu fundamentalisme. Kata ini berarti
gerakan konservatif Protestan pada awal abad ke 20, yang bertujuan mempertahankan penafsiran tradisional kitab
suci dan ajaran pokok tentang iman terhadap apa yang dianggap sebagai ancaman dari penemuan ilmiah. (Baca
Pringgodigdo, Ensiklopedi Umum)
3
Fahrudin Salim, Pluralisme dan Toleransi Keberagamaan dalam Pluralitas Agama Kerukunan dalam
Keberagamaan, (ed) Nur Rahmad, PT Kompas Media Utama, Jakarta, 2001, hlm. 19
kebahagiaan yang hakiki. Namun sebaliknya wajah agama berubah menjadi beringas
dan bengis.

Semua orang pasti meyakini, bahwa agama, apapun agamanya, akan membawa
ajaran kasih sayang dan cinta kasih kerahmatan (sebagaimana agama Islam adalah
membawa Rahmatan lil Alamin) dan ada pula ayat yang menyatakan: Laa ikraaha
fiddin (tidak ada paksaan dalam beragama) Tidak hanya itu, Islam melindungi
kelompok-kelompok yang tertindas (mustadlafiin), seperti anak, kaum perempuan dan
orang-orang miskin. Semuan itu membuktikan, paling tidak secara doktrinal bahwa
Islam memang cinta kedamaian, sedang prasyrat tercapainya kedamaian itu, harus
dihilangkannya tindakan kekerasan semacam radikalisme dan terorisme.
Masalahnya sekarang bagaimana mengaktualkan ajaran agama yang demikian
itu di tengah masyarakat, artinya bagaimana masyarakat bisa mengembangkan sikap
positif, arif, dan konstruktif di tengah-tengah masyarakat. Untuk menuju ke arah itu,
maka diperlukan pengembangan sikap pluralisme4 menjadi kekuatan sinergis dalam
kehidupan bermasyarakat, di mana agama dijadikan landasan etik, sementara demokrasi
akan menjadi semacam common denominator5.

2. Rohani Islam (Rohis)


Pada hakekatnya Rohis merupakan sebuah organisasi untuk memperdalam dan
memperkuat ajaran Islam. Dalam hal ini termasuk fardhu ain untuk menuntut ilmu
agama Islam, baik bagi siswa Muslim, guru agama Islam maupun pimpinan sekolah
Muslim. Rohis biasanya dikemas dalam bentuk ekstra kurilkuler di SMP, SMA, MTS,
MA dan SMK. Sesungguhnya fungsi Rohis adalah sebagai forum pembelajaran,
pengajaran, dakwah, organisasi, dan berbagi pengetahuan Islam. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya, anggota Rohis memiliki kelebihan dalam penyampaian dakwah dan
cara mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah,
4
Konsep pluralisme sama sekali tidak menghendaki usaha sinkritisme agama-agama, bukan melompat-
lompat dari agama satu ke agama yang lain. Konsep ini justru menghendaki seseorang memeluk dengan konsekuen
agama yang diyakininya, tanpa menyalahkan agama lainnya. Karen skip menyalahkan seperti itu dirasakan sebagai
hal yang salah, ofensif, dan menunjukkan pandangan yang sempit. Karena tuntutan kebenaran (thruth claim)
terhadap agama sendiri seperti itu, hanya akan menjadikan seseorang eksklusif-partikularis, dan menimbulkan
hubungan yang tidak serasi antara umat beragama. Dan secara intern umat beragama, akan sangat membantu dalam
mencairkan aliran/ madzhab yang dianutnya.
5
Tobrani dan Syamsul Arifin, Islam, Pluralisme Budaya dan Politik, Sipress, Yogyakarta, 1994.
Susunan pengurus dalam Rohis identik dengan OSIS, yakni di dalamnya
terdapat ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, dan divisi-divisi yang bertugas pada
bagiannya masing-masing. Rohis ini memiliki AD, ART dan program kerja yang
mendukung dan mengembangkan mata pelajar Pendidikan Agama Islam yang diajarkan
di sekolah. Terutama untuk mengajak kepada hal-hal yang positif, kebaikan dan akhlak
mulia, serta agenda-agenda lain yang bermanfaat. Lebih jauh lagi, dinyatakan bahwa
Rohis merupakan organisasi komplit dan menyeluruh, bahkan menyejajarkan ilmu
dunia dan ilmu akhirat sekaligus. Rohis juga sebagai media pembelajaran cara
berorganisasi dengan baik, pembuatan proposal, bekerja sama dengan tim, dan
pendewasaan diri karena dituntut untuk mengutamakan kepentingan kelompok atau
jamaah di atas kepentingan pribadi.6

Kajian terdahulu
Penelitian tentang gerakan Islam radikal telah banyak dilakukan oleh para peneliti
dan ilmuan, tetapi lebih banyak berfokus pada lembaga-lembaga pesantren, ormas-ormas
Islam, LSM dan masyarakat luas. Berikut adalah penelitian-penelitian terdahulu yang sudah
dilakukan terkait dengan upaya deradikalisasi dan terorisme.

Abd. Kadir Ahmad melakukan penelitian tentang; Pesantren Hidayatullah Gunung


Tembak dan Isu Terorisme. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat 40 responden
(80%) yang secara tegas menolak sangat tidak setuju-, 5 responden (10%) sangat setuju, 2
responden (4%) setuju, dan 3 responden (6%) abstain, tentang jihad dengan jalan kekerasan.
Variasi jawaban diatas mencerminkan bahwa mayoritas santri menyesalkan beberapa oknum
mengatasnamakan agama untuk menjustifikasi tindakan radikal yang mereka pilih,
walaupun tidak dipungkiri ternyata ada juga santri yang justru menyetujui tindakan keras,
kemungkinan cara pandang yang digunakan agak berbeda dengan yang menentang. 7

Arifuddin Ismail melakukan penelitian tentang; Pesantren dan Redikalisme Agama


(Studi Kasus Pesantren Hidayatullah Ternate). menyatakan bahwa potensi yang
memungkinkan berkembang kea rah yang lebih radikal adalah paham fundamentalisme-

6
Ibid.
7
Abdul Kadir Ahmad, Pesantren Hidayatullah dan Issu Terorisme dalam al-Qolam, Jurnal Penelitian
Agana dan Sosial Budaya, No. XIX, Tahun XIII, edisi Januari- Juni 2007, hlm. 13.
puritan yang dikembangkan oleh Pesantren Hidayatullah Ternate. Kecenderungan
fundamentalisme itu dapat terlihat dari pegharaman terhadap budaya lokal, penetapan
Darul Harb, dan pemahaman secara tekstual terhadap ayat-ayat Al-Quran. Kecenderungan
faham fundamentalisme saat ini belum termanifestasikan keapada para santri karena
kapasitas mereka yang dianggap belum mampu, tapi masih di tingkat para pengajar.8

Abd. Kadir R melakukan penelitian tentang; Pondok Pesamtren dan Radikalisme


Agama. Dalam penelitian ini ditemukan ada dua faktor yang menyebabkan pesantren ini
tidak mungkin melahirkan radikalisme yaitu. Pendidikan agama merupakan bagian dari
pendidikan nasional, oleh karena itu Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama
memiliki kewenangan untuk mengontrol lewat penerapan kurikulumnya. Kedua, kurikulum
pesantren yang diterapkan di pesantren Al-Istiqamah sepenuhnya mengadopsi dari pesantren
Darussalam Gontor, yang dikenal menganut faham yang moderat.9

Sirajuddin Ismail melakukan penelitian tentang; Pondok Pesantren Issu Jihad.


(Studi pada Pondok Pesantren Karya Pembangunan Manado). Penelitain ini menyimpulkan
bahwa di dunia pesantren terutama di Pondok Pesantren Pondok Karya Pembangunan tidak
ditemukan potensi dan mengenal radikalisme. Mereka belajar kekerasan yang mereka kenal
dengan istilah jihad, karena itu merupakan salah satu pembahasan dalam masalah fikih.
Santri dari Pondok Karya pembangunan menyamakan pengertian kekerasan berupa
radikalisme, fundamental, teroris, perang, demonstrasi dan ujuk rasa dan membedakannya
dengan pengertian jihad, karena jihad adalah berjuang dalam Islam memiliki tata aturan
tersendiridalam Islam, yang tujuan untuk memeperoleh kemaslahatan.10

Hayadin melakukan penelitian tentang; Tragedi Kecolongan Rohis Keterlibatan


Alumni Rohis SMKN Anggrek Pada Aksi Radikalisme. Penelitian ini menemukan bahwa
tragedi Januari 2011 dimana terdapat 6 orang siswa dan alumninya ditangkap densus 88
anti teror. Mereka ditangkap karena diduga terlibat pada beberapa aksi teror di kota Solo.,

8
Arifuddin Ismail, Pesantren dan Radikalisme Agama (Studi Kasus Pesantren Hidayatullah Ternate),
dalam al-Qolam, Jurnal Penelitian Agana dan Sosial Budaya, No. XIX, Tahun XIII, edisi Januari- Juni 2007, hlm.
35.
9
Abdul Kadir R., Pondok Pesantren dan Radikalisme Agama, dalam al-Qolam, Jurnal Penelitian Agana
dan Sosial Budaya, No. XIX, Tahun XIII, edisi Januari- Juni 2007, hlm. 49.
10
Sirajuddin Ismail, Pondok Pesantren dan Issu Jihad, dalam al-Qolam, Jurnal Penelitian Agana dan
Sosial Budaya, No. XIX, Tahun XIII, edisi Januari- Juni 2007, hlm. 65.
Klaten dan sekitarnya. Keterlibatan mereka bersumber dari aktivitas pengajian dan
pertemanan di luar sekolah. Proses keterlibatan mereka diawali melalui keikutsertaan pada
kegiatan pengajian di luar sekolah di rumah penduduk, mengkaji ajaran ketauhidan dan
jihad, diajak oleh seseorang untuk melakukan latihan ketangkasan perang, merakit bom,
membunuh dan berlanjut ke aksi terorisme.11

Abdul Jamil melakukan penelitian tentang; Kajian Upaya Deradikalisme


Keagamaan: Studi Kasus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia
(LAKPESDAM) Nahdlatul Ulama). LAKPESDAM aktif melakukan pengembangan wacana
keagamaan yang kritis dan moderat, gerakan ini dilakukan disamping sebagai counter atas
fenomena sikap keberagamaan yang intoleran dan radikal, sekaligus memberikan tafsir
yang dinamis terhadap teks agamadan realitas sosisal-budaya sebagai terlihat dalam isi
jurnal Taswirul Afkar. Wacana keagamaan yang kritis dan moderat juga dijadikan sebagai
poin utama dan spirit bagi kerja-kerja soisal LAKSPESDAM, baik dalam bidang
pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya.12

Ali Amin melakukan penelitian tentang; Deradikalisasi Berbasis Pesantren: Kasus


Pesantren Darul Ulum Bogor. Penelitian ini menemukan bahwa ICDW (Indonesian Centre
for Deradicalization and Wisdom) melakukan 3 kegiatan utama yaitu: pertama, riset tentang
deradikalisasi meliputi ceramah umum, seminar, dialog, workshop, dalam rangka diseminasi
wacaba yang mendukung deradikalisasi di Indonesia. Kedua, ICDW juga melakukan
pogram advokasi bagi mantan pelaku lembaga radikal dari organisasi manapun demi
berubahnya maindset dan sikap agar bisa berbaur dengan masyarakat. Ketiga, melakukan
program pelayanan dan bantuan ke masyarakat yaitu dengan cara memberikan beasiswa
pendidikan kepada anak-anak mantan aktifis lembaga radikal terutama yang berstatus

11
Hayadin, Tragedi Kecolongan Rohis: Keterlibatan Alumni Rohis SMKN Anggrek pada Aksi
Radikalisme, dalam al-Qolam, Jurnal Penelitian Agana dan Sosial Budaya, No. XIX, Tahun XIII, edisi Januari-
Juni 2007, hlm. 249-250.
12
Abdul Jamil, Kajian Upaya Deradikalisasi Keagamaan: Studi Kasus Lembaga Kajian dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) dalam Harmoni, Jurnal Multikultural dan Multireligius.
Vol. X, No. 2, April Juni 2011, hlm. 382.
dhuaafa, dan yatim piatu. ICDW merupakan lembaga berbadan hukum dn sudah
didaftarkan sebagai LSM pada sebuah kantor notaris di Bogor.13

Maghfur & Siti Mumun Muniroh melakukan penelitian tentang; Perempuan di


Balik Teroris (Religiusitas, Penyesuaian Diri dan Pola Relasi Suami Istri Tersangka Teroris
di Kota Pekalongan). Hasil kajian fenomenologi ini mengungkap bahwa keberagamaan istri
tersangka teroris lebih dominan bercorak eksklusif, dibanding yang bercorak moderat atau
inklusif. Dalam hal penyesuaian diri, istri bersikap pasrah dan acuh terhadap aktivitas suami.
Istri juga melakukan pembiaran atas anggapan dan penilaian negatif masyarakat, namun ada
juga yang menutup diri dari pergaulan sosial.14

Penelitan ini berbeda dengan penelitian di atas, terutama pada subyek


penelitiannya, yaitu para Aktivis Rohis siswa SMAN Se-Kota Semarang dengan pendekatan
psikologi perkembangan. Hal ini penting mengingat siswa SMA itu termasuk kategeori
remaja yang masih mengalami transisi menuju kedewasaan, bahkan masih mengalami
ketidak-stabilan pikiran dan emosional, sehingga mudah memperoleh pengaruh negative dari
luar, termasuk paham radikalisme dan terorisme. Selanjutnya, penelitian ini melakukan aksi
deradikalisasi berbasis Islam Nusantara menuju kehidupan Islam yang ramah, damai, toleran
dan mempertahan tradisi dan kearifan budaya lokal yang baik dan mulia. Sementara itu,
penelitan deradikalisasi berbasis Islam Nusantara masih langka dilakukan karena tema
dimaksud baru digulirkan pada waktu muktamar NU ke-33 di jombang pada awal bulan
Agustus 2015 yang lalu.

13
Ali Amin, Deradikalisasi Berbasis Pesantren: Kasus Pesantren Darul Ulum Bogor, dalam Harmoni,
Jurnal Multikultural dan Multireligius. Vol. XI, No. 3, Juli September 2011, hlm. 45.

Maghfur dan Siti Mumun Muniroh, Religiusitas, Penyesuaian Diri dan Pola Relasi Suami Isteri
14

Tersangka Teroris di Kota Pekalongan, dalam Analisa, Jurnal Pengkajian Masalah Sosial-Keagamaan, Vol. 20, No.
2, Desember 2013, hlm. 181.
Daftar SMA Negeri di Semarang
Berikut ini daftar alamat dan nomor telepon SMA Negeri di Kota Semarang:

SMA Negeri 1
Alamat: Jl. Tmn Menteri Supeno No 1 Kecamatan Semarang Selatan
Nomor Telepon: 024 8310447
NPSN: 20328867

SMA Negeri 2
Alamat: Jl. Sendangguwo Baru No 1 Kecamatan Pedurungan Semarang
Nomor Telepon: 024 6715994
NPSN: 20328896

SMA Negeri 3
Alamat: Jl. Pemuda No.149 Kecamatan Semarang Tengah
Nomor Telepon: 024 3544287
NPSN: 20328895

SMA Negeri 4
Alamat: Jl. Karangrejo Raya 12A Kecamatan Banyumanik Semarang
Nomor Telepon: 024 7471540
NPSN: 20328894

SMA Negeri 5
Alamat: Jl. Pemuda 143 Kecamatan Semarang Tengah
Nomor Telepon: 024 3543998
NPSN: 20328893

SMA Negeri 6
Alamat: Jl. Ronggolawe No. 4 Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang
Nomor Telepon: 024 7605578
NPSN: 20328892

SMA Negeri 7
Alamat: Jl. Untung Surapati Kecamatan Ngaliyan
Nomor Telepon: 024 7605977
NPSN: 20328891

SMA Negeri 8
Alamat: Jl. Raya Tugu Kecamatan Ngaliyan Semarang
Nomor Telepon: 024 8664553
NPSN: 20328866
SMA Negeri 9
Alamat: Jl. Cemara Raya Padangsari Kecamatan Banyumanik Semarang
Nomor Telepon: 024 7472812
NPSN: 20328939

SMA Negeri 10
Alamat: Jl. Kapas Utara Raya Kecamatan Genuk Semarang
Nomor Telepon: 024 6594078
NPSN: 20328878

SMA Negeri 11
Alamat: Jl Lamper Tengah Kecamatan Semarang Selatan
Nomor Telepon: 024 8413670
NPSN: 20328879

SMA Negeri 12
Alamat: Jl. Raya Gunungpati Kecamatan Gunungpati
Nomor Telepon: 024 6932224
NPSN: 20328911

SMA Negeri 13
Alamat: Jl. Rowosemanding Mijen Kecamatan Mijen Semarang
Nomor Telepon: 024 7711024
NPSN: 20328910

SMA Negeri 14
Alamat: Jl. Kokrosono, Panggung Lor Kecamatan Semarang Utara
Nomor telepon: 024 3513404
NPSN: 20328899

SMA Negeri 15
Alamat: Jl. Kedungmundu Raya No.34 Kecamatan Tembalang Semarang
Nomor Telepon: 024 6719871
NPSN: 20328898

SMA Negeri 16
Alamat: Jl. Ngadirgo Tengah Kecamatan Mijen Semarang
Nomor Telepon: 024 70776790
NPSN: 20328897

Anda mungkin juga menyukai