PENDIDIKAN
Maisun Nurotul Jannah1, Gunawan2, Asyrofatun Nisa3, Dianatu Zuhroh4
1234
UIN Sultan Mulana Hasanuddin Banten
Maisunnurr11@gmail.com Diatuzuhroh03@gmail.com
Abstrak:
Dunia pendidikan saat ini sering diwarnai oleh tindak kekerasan, tawuran
antar sekolah, perkelahian siswa, bahkan pembunuhan siswa. Ironisnya, masalah ini
terjadi di institusi pendidikan formal, yang menjadi tempat budaya dan karakter
peserta didik dibentuk. Padahal Tujuan dari pendidikan adalah memanusiakan
manusia dengan cara yang manusiawi sehingga terwujud tatanan saling menghormati
dan menghargai. Idealisme tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Maka
dari itu beberapa cara untuk Untuk mencegah radikalisme dalam pendidikan, sekolah
harus memperkuat jaringan kerjasama masyarakat dan orang tua. Ketentuan yang
terapan dalam Undang-Undang Guru dan Dosen, terutama yang berkaitan dengan
perlindungan guru dalam menjalankan tugas profesinya, adalah salah satu metode
untuk mengurangi penyebaran radikalisme dalam Pendidikan
LATAR BELAKANG
Problem kekerasan yang terjadi antara siswa tingkat dasar dan siswa tingkat atas
di perguruan tinggi, bahkan di sekolah dasar, menyebabkan kematian. Radikalisme
dalam pendidikan baru-baru ini dikaitkan dengan kasus tawuran antar siswa di
sekolah menengah, penganiayaan, perusakan, dan pembunuhan antar siswa. Sangat
menyedihkan bahwa hal-hal seperti itu terjadi di dunia pendidikan. Dunia pendidikan
di Indonesia mungkin menjadi salah satu tempat di mana budaya menghukum dan
kekerasan sering didengar, dibaca, atau bahkan ditonton di media, termasuk situasi di
mana siswa ditampar, dipukul, atau mengalami kekerasan lainnya. Ini adalah salah
satu contoh bagaimana para pendidik memperlakukan siswa mereka dengan buruk.
Namun, hal-hal seperti itu seharusnya tidak ada di dunia pendidikan. Kemudian
muncul pertanyaan: siapa yang bertanggung jawab? Apakah dia bekerja sebagai guru?
Siswa? Kurikulum? atau bahan pelajaran? Setiap orang memiliki peran yang
signifikan dalam mengantisipasi hal itu.
KAJIAN TEORITIS.
A. Pengertian Radikalisme.
"Radikalisme" berasal dari kata Latin "radix", yang berarti "akar", "dasar",
atau "menyeluruh", "luas", atau "luas". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), "radikalisme" dapat didefinisikan sebagai "sikap ekstrem dalam
pergerakan politik"; aliran atau paham politik radikal; atau mazhab atau paham
yang mengejar perubahan atau reformasi sosial dan politik melalui
kekerasanSecara terminologis, radikalisme didefinisikan dalam penelitian ilmu
sosial sebagai cara pandang yang ingin menimbulkan perubahan mendasar sesuai
dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau ideologi yang dianutnya.
Di sisi lain, Harun Nasution mengatakan bahwa radikalisme adalah
gerakan dengan sikap lama dan sering menggunakan kekerasan untuk
menyebarkan keyakinannya. Pada saat yang sama, slam adalah agama yang
menganjurkan perdamaian dan mendukung perdamaian. Islam tidak pernah
melarang penggunaan kekuatan untuk menyebarkan agama, kepercayaan politik,
atau pemahaman politik.
Hafid (2020) berpendapat bahwa gerakan radikalisme didefinisikan
sebagai sikap atau semangat yang mendorong tindakan yang bertujuan untuk
melemahkan dan mengubah sistem yang sudah ada dengan menambahkan ide
atau pemahaman baru. Tindak kekerasan kadang-kadang disertai dengan gerakan
perubahan. Menurut Kartodirdjo (1985), radikalisme adalah gerakan keagamaan
yang bertujuan untuk mengubah sistem sosial dan politik yang ada secara
menyeluruh dengan menggunakan kekerasan. Ariwidodo (2017) menjelaskan
radikalisme sebagai gagasan yang dianut oleh sekelompok orang yang berusaha
mengubah atau mereformasi sistem sosial dan politik secara drastis dengan
menggunakan kekerasan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Wahid Foundation (2016). Salah satu
definisi dari radikalisme adalah sikap atau tindakan yang diambil atas nama suatu
agama yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar negara. Kelompok yang
berbeda sering berdebat tentang radikalisme. Radikalisme dalam konteks
keagamaan didefinisikan sebagai gerakan keagamaan yang berusaha
memperbaiki sistem menggunakan kekerasan dalam konteks sosial dan politik
saat ini. Dalam kajian "radikalisme" dalam ilmu sosial " didefinisikan sebagai
perspektif yang ingin mengubah fundamental berdasarkan apa yang dia ketahui
tentang ideologi atau realitas sosial. Oleh karena itu, radikalisme adalah
fenomena umumnya dapat terjadi di masyarakat dengan berbagai alasan Bidang-
bidang yang terdampak meliputi aspek sosial, politik, budaya, dan agama, serta
dicirikan oleh tindakan yang drastis, ekstrim, dan anarkis sebagai upaya untuk
Kajian Unesco (2016) menemukan bahwa ada banyak hal yang mendorong
radikalisme.
Penulisan ini menggunakan studi kepusatakaan. Penelitian ini mengacu kepada isi
kajian atau karya tulis. Sehingga data dari karya tulis baik itu buku, jurnal dan artikel
ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan masalah dan tujuan artikel akan di telaah lalu di
analisis untuk menemukan jawaban dari penulisan artikel. Studi kepustakaan merupakan
suatu kegiatan yang berhubungan dengan pengumpulan berbagai informasi, melalui
membaca dan menulis data Pustaka, serta mengolah bahan penelitian. Tujuan dari teknik
ini adalah untuk menemukan berbagai teori yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
1. Pendidikan
Pendidikan memiliki maksud dan peran yang sangat mulia untuk memanusiakan
individu, yaitu mengajarkan manusia untuk berperilaku sebagai manusia dan
memahami nilai-nilai dan hakikat sebagai manusia. Hal ini krusial karena apabila
manusia tidak memiliki pemahaman akan nilai-nilai kemanusiaan, maka mereka akan
dan tindakan yang berpotensi memicu tindakan kekerasan yang tidak pantas . standar
pendidikan. Sikap-sikap seperti itu dapat menyebabkan situasi sekolah dan lingkungan
yang tidak menyenangkan bagi siswa.
Sejumlah institusi publik, baik di tingkat universitas maupun sekolah dasar, telah
berpartisipasi dalam gerakan radikal ini. Setelah munculnya gerakan radikalisme, muncul
gejala yang menunjukkan bahwa sektor sekolah secara keseluruhan menjadi tempat
monopoli, ketidaktoleranan, dan anti-kebhinekaan, terutama bagi siswa sekolah
menengah atas. Selain itu, dianggap sebagai katalisator untuk munculnya gerakan
ekstremisme dan radikalisme, yang cenderung tidak toleran terhadap perbedaan,
menentang demokrasi, dan menentang hak asasi manusia.
Radikalisme pendidikan tidak selalu berarti kekerasan. muncul dari capan dan
perilaku yang dapat memprovokasi tindakan agresif yang bertentangan dengan standar
pendidikan. Teori-teori yang mungkin menyebabkan kekerasan itu berkontribusi pada
keadaan dan lingkungan pendidikan yang tidak menyenangkan bagi siswa. Sekolah
sekarang menjadi institusi yang menakutkan, khawatir, dan menggelikan, bahkan
menyiksa psikologis dan emosional siswa, dan tidak lagi memiliki tujuan membimbing,
mengarahkan, dan mendidik siswa. Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Pendidikan
dulunya merupakan bagian dari proses penyadaran, tetapi sekarang merupakan proses
pemaksaan untuk mengetahui, memahami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
3. Membendung Radikalisme Dalam Pendidikan
Pembinaan atau bimbingan perspektif atau cara berpikir tentang suatu fenomena
adalah langkah pertama menuju eliminasi atau penghapusan radikalisme. Dalam buku
Tantangan Multikulturalisme Indonesia, Nur Syam (2009) membahas dengan menarik
bahwa belajar dari empat hal filosofi Ahlussumah wal Jamaah (NU), diperlukan untuk
menciptakan perspektif yang tepat.
1. 1. Tawasuth (sederhana). Doktrin ini menyatakan bahwa meskipun manusia
memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang mereka mau, kehendak Tuhan
Yang Maha Kuasa akan mengontrol mereka. Ini berarti bahwa dapam berhasil,
dan orang harus berusaha sebaik mungkin. Namun, Ingatlah bahwa Allah juga
menentukan kesuksesan. Orang harus berdoa dan pasrah kepada Dia. setelah
melakukan upaya.
2. Tawazun, yang berarti keseimbangan. Menurut doktrin ini, manusia tidak
boleh terlalu ekstrim, apakah itu ke kiri atau ke kanan, dalam melihat realitas.
Dengan kata lain, Orang-orang yang tidak terlalu banyak ketika mereka enang
atau benci sesuatu. Berdasarkan sifatnya pada gagasan bahwa apa yang baik
menurut pandangan manusia belum tentu baik menurut Allah swt, dan apa
yang buruk menurut pandangan manusia juga belum tentu buruk menurut
Allah swt.
3. I’tidal adalah keadilan. Menurut doktrin ini, orang harus saling mempercayai
satu sama lain dan kepercayaan ini harus memberikan pers secara
proporsional. Jika semua elemen tidak tahu bagaimana melakukan tugasnya
dunia akan runtuh dengan cepat secara proporsional.
4. Tatharruf, yang berarti universalisme. Doktrin ini mendorong semua orang
untuk meningkatkan pemahaman islam yang universal. Dilihat dari standar
seperti keadilan, kemanusiaan, keamanan dan kesejahteraan , kebenaran Islam
dapat diidentifikasi.
Perkuat jaringan kerja sekolah yang bekerja sama dengan masyarakat dan
orang tua siswa adalah langkah berikutnya yang dapat diambil untuk
menghilangkan atau mencegah radikalisme dalam pendidikan. Kerjasama dalam
organisasi adalah kerjasama yang halus dan teratur antara pendidik dan sesama
pendidik dalam menangani, memahami, dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi siswa. Sehingga tidak ada kesan berbeda-beda dalam menangani masalah
siswa, prosedur yang dilakukan oleh guru dan pimpinan harus sama. Jika ada
masalah, sekolah bekerja sama dengan masyarakat dan orang tua secara teratur.
Tidak peduli jenis masalah apa yang dihadapi, kerjasama harus dilakukan untuk
mengantisipasi atau mencegah masalah pendidikan muncul kembali.
4. Upaya Sekolah untuk Mencegah Radikalisme
Dikhawatirkan bahwa gerakan Islam radikal yang baru muncul dapat
menyebar di kalangan remaja, terutama siswa sekolah. Segera tindakan harus diambil
untuk mencegah pemahaman tersebut mencemari pikiran siswa di sekolah. Sekolah
dapat melakukan hal-hal berikut untuk memerangi radikalisme:
1. Memberikan penjelasan Islam Yang Cukup
Dengan memahami Islam secara menyeluruh, seseorang tidak akan
membuat keputusan yang salah dan tidak mudah terpengaruh oleh
kelompok tertentu yang membawa ketidakbenaran.
2. Mengedepankan dialog dalam Pembelajaran Agama Islam.
alah satu cara terbaik untuk mencegah radikalisme di sekolah adalah
dengan mengajarkan siswa berbicara tentang agama. Diskusi ini dapat
terjadi antara siswa dan guru mereka atau antara siswa dan guru mereka.
Ini akan membantu siswa belajar lebih banyak tentang agama dan
bagaimana Islam itu sendiri.
3. Monitor Aktivitas Dan Materi Keagamaan.
Kegiatan monitoring sekolah sangat bermanfaat dalam menyebarkan
ideologi radikal di dalamnya. Mereka yang ingin menyebarkan misi
tertentu akan sangat terbatas oleh pemantauan yang intensif dan
berkelanjutan. Untuk memantau setiap perkembangan atau peristiwa yang
terjadi, sekolah dan pengurus rohani Islam harus bekerja sama dengan
baik. Pengurus Rohis sekolah segera berkomunikasi dengan guru dan
sekolah untuk mengatasi masalah.
4. Perkenalan dan Implementasi Pendidikan Multikultural
Pada dasarnya, Pendidikan multikultural adalah konsep dan metode
pendidikan yang mengutamakan persamaan tanpa mempertimbangkan
perbedaan budaya, sosial-ekonomi, etnis, agama, gender, atau jenis
kelamin. atau latar belakang lainnya. Hak pendidikan sama untuk semua
orang. Pendidikan multikultural diharapkan untuk mencegah konflik
dengan orang lain dan mencegah sikap eksklusif. Seseorang yang benar-
benar multukulturalis adalah orang yang selalu menerima dan menghargai
orang lain tanpa kehilangan identitasnya.
5. Strategi Pencegahan Radikalisme Dalam Dunia Pendidikan
Pertama, para pendidik harus mengubah diri mereka menjadi pengajar
yang sungguh-sungguh mengajar. semua pengajar mata pelajaran harus memiliki
pengetahuan yang baik tentang kebangsaan karena mereka adalah pengajar yang
tidak terlepas dari tujuan kebangsaan; untuk meningkatkan kehidupan bangsa.
"ideologis" yang dimiliki oleh para guru , terutama untuk para calon guru, dalam
sektor swasta, perekrutan guru baru memerlukan empat keterampilan inti, bersama
dengan kemampuan memahami dan mengapresiasi kebangsaan. Salah satunya
adalah memantau materi pembelajaran guru. Bisa ditempelkan ke siswa. Siswa
juga beranilah untuk melaporkan kepada wali kelas. atau kepala sekolah jika ada
pendidik yang menunjukkan sikap tidak toleran dalam kelas. Siswa tidak perlu
takut untuk menyuarakan atau memprotes tentu saja dengan cara yang baik. Guru,
wali kelas, dan siswa (orang tua) harus terus berkomunikasi satu sama lain. Dalam
mengatur kegiatan siswa, Kepala sekolah juga harus tegas dan ketat jika mereka
sudah mengetahui profil alumni atau pembicara luar, keterlibatan alumni dan
orang luar tidak masalah. Sekolah harus memiliki kontrol yang baik atas aktivitas
dan kreativitas siswa. agar radikalisme tidak menyebar melalui pihak luar.
Keempat, sangat penting untuk Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Kemdikbud, Puskurbuk untuk menerapkan Untuk mencegah radikalisme di
sekolah, model pembelajaran bermuatan untuk mencegah radikalisme, intoleransi,
dan terorisme bagi semua guru mata pelajaran dan jenjang, termasuk pelatihan
berjenjang, berkelanjutan, dan berkualitas. adalah tanggung jawab semua guru,
bukan hanya guru PPKn dan Pendidikan Agama.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Muchith, M. Saekan, Ilmu Pendidikan Islam, Kudus: STAIN Kudus Press, 2007
Turmudzi, Endang dan Riza Sihbudi (ed)., Islam dan Radikalisme Di Indonesia,
Jakarta: LIPI Press, 2005.
Dodi Ilham, Penguatan Nilai Anti Radikalisme Dan Anti Korupsi Dalam
Pembelajaran Di Satuan Pendidikan Dasar, Cipta Media Nusantara (CMN)
2023