Anda di halaman 1dari 6

RESENSI BUKU

ISLAM MODERAT VERSUS ISLAM RADIKAL


(DINAMIKA POLITIK ISLAM KONTEMPORER)

A. Identitas buku
1. Judul buku : Islam moderat versus islam radikal
2. Penulis : Dr. Sri Yunanto
3. Penerbit : Media Pressindo
4. Tahun terbit : Cetakan pertama, 2018
5. Tebal : 270 hlm
B. Sinopsis

Era tahun 1998 sampai sekarang jelas merupakan masa perubahan sistem politik yang diikuti
banyak perubahan di berbagai bidang kehidupan; ekonomi, keamanan, sosial budaya dan
keagamaan, Kebebasan vang lahir dari reformasi telah mendorong penguatan Civil Society
Organization (CSO) dalam bentuk Ormas, LSM dan organisasi profesi. Seperti semak belukar
para tokoh Civil Society tumbuh sendiri-sendiri hampir tanpa kekangan dan hambatan dari
negara yang pada masa otoriter dulu diwakili aparat yang represif.
Sebagian tokoh-tokoh CSO terutama dari LSM dan ormas-menyeberang menjadi politisi.
Mereka menukar baju tokoh atau aktivis civil society menjadi jaket political society. Sebagian
mereka berhasil masuk Senayan dan menjadi anggota parlemen, menteri, kepala daerah atau
penasihat kebijakan. Lebih banyak lagi gagal menjadi anggota legislatif atau pemikir partai.
Padahal, dalam posisi terakhir, para aktivis CSO bisa memasukkan ide cemerlang ke dalam
kebijakan pemerintah. Kerugianya, mereka tidak bias bebas berbicara, karena terikat komitmen
partai.
Kelompok lain melanjutkan karier sebagai aktivis CSO. Mereka bisa saja pindah dari satu
CSO ke CSO lain. Sambil memperjuangkan nilai, mereka juga mencari kenaikan gaji atau
honorarium. Mereka tetap bisa bebas berbicara di media berperan sebagai watch dog kritis.
Kelompok ketiga adalah pimpinan CSO yang berkembang menjadi akademisi atau intelektual.
Mereka melanjutkan studi untuk mendapatkan gelar lebih tinggi dari gelar yang sudah mereka
peroleh sebelumnya misalnya magister atau doktoral. Dengan aktivisme, kemampuan intelektual
dan bahasa Inggris mereka mendapatkan beasiswa dari universitas dan lembaga donor di luar
negeri. Setelah selesai studi dan kembali ke tanah air mereka kemudian menjadi dosen dan
intelektual yang bebas berbicara dan menulis di media. Sebagian kelompok ini kemudian juga
menjadi penasihat kebijakan pemerintah.
Dr. Sri Yunanto penulis buku ini tampaknya salah satu dari kelompok terakhir. Tulisan-
tulisan yang dikumpulkan dalam buku ini menunjukkan bahwa dia agaknya tidak terlalu sengaja
terlibat menjadi pimpinan sebuah NGO thinks tanks ‘The Ridep Institute'. Tapi kemudian ia
melanjutkan kuliah S2 dan doktoral untuk selanjutnya menjadi anggota Kelompok Ahli
(Penasihat Kebijakan) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Dalam pengamatan saya, minat akademisnya dalam pemi- kiran politik Islam, radikalisme dan
terorisme muncul pada saat banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, disibukkan upaya
menghadapi ancaman keamanan yang muncul dari radikalisme dan terorisme. Gejala ini terkait
perkembangan situasi politik dan keamanan dunia pasca perang dingin yang
Artikel-artikel Yunanto pada bagian pertama menunjuk kan kecenderungan intelektualnya
untuk memberi interpretasi tentang berbagai hal terkait isu kebangkitan Islam secara lebih
substantif, tidak menakutkan dan kooperatif bersama umat lain dalam tatanan sistem
internasional dan ketatanegaraan Indonesia. Selain itu Yunanto juga menganalisis CSO Islam.
strategi kebudayaan, dan pendidikan Islam yang kadang-kadang dituduh kalangan Barat sebagai
menyemai gagasan radikal.
Dalam bagian dua, Yunanto berusaha menganalisis kelompok-kelompok yang merindukan
kebangkitan Islam tetapi dengan cara-cara yang salah dalam bentuk kekerasan, radika- lisme dan
terorisme. Pada bagian kedua ini Yunanto tidak hanya menganalisis masa hnya saja, tetapi
sebagai pakar muda yang juga penasihat kebijakan pada BNPT, mencoba menawarkan solusi
dalam bidang pencegahan, khususnya deradikalisasi. Selain respons dari pemerintah, masyarakat
diharapkan dapat pula berpartisipasi dalam upaya penang- gulangan terorisme. Partisipasi
masyarakat merupakan prinsip yang sangat penting dalam penanggulangan terorisme.
Penulis buku ini telah mengembara di dunia aktivis, akademis maupun penasihat kebijakan
pemerintah dan aktif pula menjadi narasumber dalam forum ilmiah dan advokasi kebijakan.
Karena itu subtansi materi dalam buku ini juga bisa digunakan sebagai referensi akademis dan
inspirasi untuk melakukan advokasi maupun masukan guna merumuskan kebijakan dalam
mengatasi radikalisme dan terorisme.
Publikasi buku ini jelas dapat membantu siapa saja: pelajar, akademisi, aktivis dan aparat
pemerintah sebagai pengambil kebijakan untuk merespons radikalisme dan terorisme. Membaca
dan memahami substansi buku ini dapat menginspirasi berbagai pihak yang harus melakukan
upaya bersama untuk mengatasi radikalisme dan terorisme. Dengan kata lain pesan-pesan artikel
dalam buku ini sangat bermanfaat untuk memahami radikalisme dan terorisme yang berkembang
saat ini beserta kerangka solusinya.
C. Kelebihan dan Kekurangan Buku
1. Kelebihan
Buku ini sangat mudah di pahami, penjelasan didalam nya sangat luas sekali, akan sangat
bermanfaat untuk menambah wawasan pengetahuan kita terhadap isalm moderat dan islam
radikal
2. Kekurangan
Didalam nya agak sedikit berbelit jadi sulit untuk dipahami secara cepat membutuhkan waktu
untuk dapat memahaminya

RESUME BUKU
Pertama, radikalisme merupakan sebuah respons dalam bentuk evaluasi, penolakan atau
penentangan gagasan, lembaga, atau nilai. Kedua, radikalisme adalah ideologi yang bertujuan
melakukan perubahan secara mendasar atas apa yang ditolak atau dievalusi agar sesuai
dengan kondisi yang diinginkan. Ketiga, radikalisme menuntut kepercayaan tinggi para
aktornya terhadap ideologi atau program yang ditawar kan."Harun Yahya menilai konsep
radikalisme sebagai sebuah ideologi yang mendorong perubahan mendasar dan serentak
dengan tanpa kompromi dan menggunakan cara-cara kekerasan." Dengan ciri semacam ini,
beberapa tindakan radikal cenderung mengarah pada tindak kekerasan.
Penggunaan istilah radikal dalam menjelaskan gerakan kelompok Islam merujuk pada
perilaku yang berupaya meng- evaluasi, menentang, menolak, sistem politik yang ada seperti
demokrasi, negara nasionalis, serta berusaha mengubahnya sesuai dengan cita-cita
masyarakat Islam, dengan cara, misalnya, formalisasi hukum Islam melalui amandemen
undang- undang. Beberapa kelompok bahkan menolak gagasan negara nasionalistik yang
berlandaskan Pancasila dan ingin menggan- tinya dengan negara Islam dan/atau kekhalifahan
Islam. Bagi mereka, Islam adalah agama dengan sistem politik yang tepat yang berperan
sebagai landasan relasi yang integral antara negara dan agama. Tetapi, ada gerakan yang
menggunakan cara-cara damai, seperti dialog, diseminasi, publikasi, seminar untuk
menyebarkan misi mereka. Di sisi lain, ada juga yang menggunakan kekerasan seperti
terlibat dalam konflik sektarian dan teror bom. Dengan ciri semacam ini, terlepas dari asal-
usulnya, kelompok Islam radikal dianggap mengancam keberadaan negara nasionalis dan
keamanan nasional.
Secara umum, radikalisme merupakan paham yang ingin melakukan perubahan
terhadap sistem kepercayaan dan situasi secara mendasar, yang disertai dengan penafikan
pandangan orang lain, mengecam sistem dan keyakinan yang ada, mengesampingkan hukum,
dan sering menggunakan caracara kekerasan. Radikalisme lazim bertabrakan dengan prinsip-
prinsip toleransi, pluralisme, dan penentangan terhadap kemapanan. Sementara radikalisasi
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh kelompok dalam melakukan sosialisasi paham-
paham radikal.
Radikalisme tidak selalu berujung pada aksi terorisme. Sebaliknya, aksi terorisme selalu
berpangkal pada pemikiran radikal. Pemilahan ini diperlukan untuk menentukan metode
penanganan yang tepat untuk tiap-tiap kelompok yang berhaluan radikal sebagai landasan
ideologisnya. Radikalisme lebih mengacu pada paham, ideologi, hingga gagasan yang cende-
rung normatif, namun pada intinya melihat kekerasan bukan sebagai satu hal yang terlarang
dalam kondisi tertentu serta tidak jarang mengesampingkan aturan hokum yang berlaku dan
ditetapkan.
Salah satu upaya dalam pendekatan lunak adalah dengan melakukan deradikalisasi yang
didefinisikan sebagai sebuah proses, baik itu bersifat mengurangi, mengubah, bahkan
sekaligus menghilangkan pemikiran, sikap, dan aksi radikal anti NKRI, menjadi suatu
pemikiran yang toleran, moderat, nasionalis, serta sejalan dengan eita-cita Islam yang
bereirikan ke Indonesiaan, Deradikalisasi merupakan pendekatan yang multi disipliner
mencakup ekonomi, sosial, pendidikan, ideologis dan psikologis melibatkan keterlibatan dari
semua pihak, baik ari unsur pemerintah hingga masyarakat secara keseluruhan.
Program deradikalisasi pada umumnya memiliki beberapa .
1. Pertama, mencegah proses radikalisasi.
2. Kedua, mencegah provokasi, penyebaran kebencian, dan permusuhan
3. Ketiga, mencegah masyarakat dari indoktrinasi.
4. Keempat, meningkatkan pengetahuan masyarakat untuk menolak paham teror.
Secara sederhana deradikalisasi didefinisikan sebagai proses, mengurangi, mengubah,
menghilangkan pemikiran, sikap dan aksi radikal anti NKRI menjadi pemikiran yang toleran,
moderat, nasionalis sejalan dengan cita-cita Islam keindonesiaan. Deradikalisasi sebagai
sebuah konsep memerlukan pendekatan multidisipliner: Pemikiran keagamaan, ekonomi,
psikologi, hukum sosial, dan politik. Secara umum berbagai pendekatan itu bisa
diklasifikasikan menjadi dua:
1) Counter narrative: Mengeounter paham-paham radi- kal yang dibangun dengan
interpretasi keagamaan yang spesifik, eksklusif, skriptualistik, dengan inter- pretasi
yang moderat inklusif, comparatif, hermentik dan compatible dengan paham-paham
kebangsaan.
2) Winning heart and mind: melakukan program-pro- gram pemberdayaan ekonomi,
sosial, politik, hukum, dan psikologi.
a. Rehabilitasi ekonomi kepada individu dan ke- lompok radikal yang secara
ekonomi marjinal. Mengintegrasikan kelompok-kelompok ini dengan program
UMKM.
b. Sosial: Melakukan reintegrasi (inkusivikasi) ke- lompok-kelompok radikal yang
selama ini mem- punyai kehidupan yang eksklusif dengan membuat semacam
lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan Yayasan, perhimpunan, hingga
mengintegrasikan ke partai politik,
c. Psikologis sosial: membantu mereka dalam memenuhi kebutuhan sosial,
mengurusi pendidikan anak-anak mereka yang pendidikannya terlantar misalnya
dengan memberi beasiswa dan mema sukkan mereka ke sekolah yang tidak
ekslusif
d. Politik dan Hukum: Penegakan Hukum terhadap kemungkaran, menyalurkan
grievences mereka kepada partai politik, perbaikan sistem Lapas.
Memperjuangkan keadilan politik internasional misanya soal Palestina dan nasib
negara-negara Islam.

Upaya dalam melaksanakan pendidikan mencakup penguatan dalam dimensi akal (kognitif),
rasa (efektif), dan tindakan (motorik). Dalam perspektif kognitif ini deradikalisasi mencakup
kegiatan reorientasi dari pemikiran yang radikal menjadi pemikiran yang moderat, yakni
mengajarkan interpretasi moderat dengan argumen dan fakta sehingga seseorang yang akan atau
sudah terpengaruh pemikiran radikal akan mem- punyai alternatif pemikiran yang moderal dan
inklusif. Deradikalisasi yang bersifat kognitif ini harus bisa memberikan argumen-argunmen
tekstual maupun kontektualyang memperkuat posisi interprtasi kelompok moderat. Bahkan
argumen-argumen yang disampaikan harus lebih kuat dari argument yang disampaikan oleh
kelompok radikal. Sehingga orang- rang yang sudah mempunyai paham radikal akan mengguna-
kan argumen moderat untuk mendiskusikan atau nantinya mengkoreksi paham yang selama ini
sudah diyakini.
Dalam dimensi afeksi, program deradikalisasi diarahkan kepada suatu konsep yang sering
disebut memenangkan hati pikiran (Winning heart and mind) dari para aktivis radikal. Strategi
afeksi ini bisa menggunakan beberapa sosial ekonomi dan psikologi. Dalam bidang ekonomi
misalnya dengan cara memberdayakan mereka dalam kewirausahaan maupun memberikan
ketrampilan agar mereka bisa berwiraswasta atau mencari pekerjaan. Dalam bidang sosial
misalnya deradikalisasi dijalankan dengan cara mengajak orang-orang atau kelompok radikal
untuk bergaul dengan masyarakat atau kelompok-kelompok lain sehingga menimbulkan kesan
bahwa kelompok ini tidak "seburuk" yang mereka pikirkan. Dalam bidang psikologi dilakukan
dengan membantu kelompok-kelompok radikal dalam mengatasi persoalan-persoalan misalnya
dendam, trauma, kebencian, dan lain-lain. Gabungan dari pendekatan ekonomi dan psikologi
misalnya memberikan beasiswa kepada anak-anak para napi atau mantan napi terorisme yang
hinBsa at mi masih belum terurus, dan bahkan didekati oleh anggota komunitas radikalnya.
Contoh kegagalan mengurus anak-anak para aktivis radikal adalah keterlibatan Farhan seorang
teroris yang menembak polisi di Solo pada bulan September 2012. Farhan adalah anak seorang
aktivis Dl yang ferlibat dalam aksi teroriame juga.
Dalam dimensi motorik terlihat jika individu yang terpapar oleh ideologi radikal sudah
melakukan aktivitas-aktivitas sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok moderat. Secara
simbolik, mereka sudah mendeklarasikan dirinya dalam mengutuk aksi-aksi radikalisme,
terorisme. Dalam bidang sosial ekonomi mereka telah secara inklusif membaur melakukan
kegiatan muamalah dengan kelompok moderat lainnya. Mereka melakukan ibadah ritual di
masjid-masjid tempat kelompok moderat melakukan ibadah, terlibat dalam kegiatan-kegiatan
keagamaan lainnya bersama kelompok-kelompok moderat.

Anda mungkin juga menyukai