Anda di halaman 1dari 19

PERAN PEMERINTAH MENANGGULANGI

RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA

THE ROLE OF GOVERNMENT TO ERADICATE


RADICALISM AND TERRORISM IN INDONESIA

Sitti Aminah

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri


Jalan Kramat Raya 132-Jakarta Pusat
E-mail: sittiaminah_bappedamu@yahoo.com
Sittiaminah.kemendagri@gmail.com

Dikirim 17 Januari 2016 Direvisi 2 Maret 2016 Disetujui 28 Maret 2016

ABSTRAK

Radikalisme dan terorisme telah menimbulkan krisis keamanan nasional. Tujuan kajian
adalah mendeskripsikan faktor-faktor penyebab dan merumuskan langkah-langkah yang
dilakukan pemerintah untuk penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Pendekatan kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan kajian. Metode telaah kepustakaan
digunakan berupa literatur, hasil penelitian yang dirilis di media cetak, jurnal baik nasional
dan internasional. Hasil kajian menunjukkan terdapat multi faktor penyebab radikalisme dan
terorisme. Dari perspektif sosial politik, radikalisme timbul karena adanya dominasi
kelompok pada suatu sistem dan kesenjangan yang tajam di masyarakat sehingga
menimbulkan fatalisme. Perspektif sosiologis, pemicu radikalisme adalah krisis identitas yang
menimpa generasi muda, ketergoncangan moral dan perbedaan ideologi dan jaringan sosial.
Pemicu dari perspektif ekonomi adalah kesenjangan ekonomi yang menimbulkan
kecemburuan sosial. Peran Pemerintah untuk menanggulangi radikalisme dan aksi-aksi
terorisme melalui upaya: penguatan kebijakan, penguatan institusi pendidikan formal,
penataan pemanfaatan media, perubahan pola deradikalisasi, meningkatkan perekonomian
masyarakat dan melakukan strategi pencegahan melalui deteksi dini.
Kata kunci: radikalisme, terorisme, peran pemerintah

ABSTRACT

Radicalism and terrorism have caused a national security crisis. This paper aims is to
describe factors have caused radicalism and terrorism and formulate the steps taken by the
government to eradicate radicalism and terrorism in Indonesia. Qualitative approach is used
to answer the questions proposed in this study. The result of this research shows that there
were multiple factors that caused radicalism and terrorism. From the perspective of social
and political, radicalism arises because of the dominance of a system and the large
discrepancy in the community, giving rise to fatalism. Sociological perspective, the trigger
radicalism is the identity crisis that happened in the younger generation, moral shock and
ideological differences and social networks. Trigger from an economic perspective is the

83 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


economic inequality that cause social jealousy. The role of the Government to tackle
radicalism and terrorism through the efforts: strengthening of policies, strengthening
institutions of formal education, structuring media utilization, changes in the pattern of de-
radicalization, improve the community economy and pursuing a strategy of prevention
through early detection.
Keywords: Radicalism, Terrorism, Role of Government

PENDAHULUAN mengajarkan ilmu teror dan meyakinkan


orang-orang untuk mengikuti pemahaman
Bangsa Indonesia sedang menghadapi krisis Islam ala teroris. Dari fenomena itu, dapat
keamanan dalam negeri yang ditandai oleh dikatakan bahwa radikalisme dan terorisme
munculnya gerakan-gerakan radikal yang bukan murni ciptaan Barat, melainkan
mengumandangkan semangat anti ideologi memang fakta nyata karena ada yang
Pancasila, NKRI dan Bhinneka Tunggal meyakini, memeluk, dan
Ika. Di awal tahun 2016 aksi teror yang mengembangkannya dari kalangan umat
dilakukan oleh kelompok radikal Negara Islam sendiri.
Islam Irak-Syria (NIIS) mengguncang
Jakarta mengakibatkan keresahan Radikalisme berasal dari kata radix yang
masyarakat. Meskipun aksi teror di Jakarta berarti akar. Kamus Webster mengartikan
tergolong gagal namun aksi ini menegaskan radikalisme sebagai “the opinion and
eksistensi kelompok radikal di Indonesia. behavior of people who favors extreme
Saat ini, jumlah pengikut NIIS belum changes especially in government: radical
diketahui pasti, meski demikian, Kompas political ideas and behavior. Radikalisme
(23 Desember 2015) menyebutkan sekitar diartikan sebagai pandangan dan perilaku
700-800 warga Indonesia telah bergabung dari orang-orang yang menginginkan
dan mendukung NIIS. Keberadaan NIIS perubahan secara ekstrim khususnya di
dan sejumlah kelompok gerakan radikal pemerintahan: ide-ide politik radikal dan
lainnya di Indonesia diprediksi semakin perilaku. Rais (1998) menyatakan
massif jika negara gagal mengatasi akar seseorang yang radikal adalah seseorang
persoalan dan dan menemukan langkah yang menyukai perubahan-perubahan cepat
yang tepat mengatasinya. dan mendasar dalam hukum dan metode-
metode pemerintahan. (a radical is a
Sidney Jones seperti dikutip Fanani (2013) person who favors rapid and sweeping
pernah mengingatkan bahwa ancaman changes in laws and methods of
terorisme dan radikalisme di Indonesia itu government). Cara yang digunakan
nyata, meskipun hanya minoritas Muslim biasanya revolusioner, artinya
yang radikal dan sedikit menggunakan menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada
kekerasan. Ketika teror di Indonesia terjadi secara drastis lewat kekerasan (violence)
beruntun, diikuti oleh penangkapan para dan aksi-aksi yang ekstrem. Kementerian
teroris dan berdasarkan testimoni dan Agama RI (2014) mengartikan radikalisme
jaringan yang dibentuk oleh para pelaku, adalah paham atau aliran yang
diketahui ada orang-orang yang menghendaki perubahan sosial dan politik,
mendedikasikan hidupnya untuk menjadi dengan cara menggunakan tindakan
teroris, menggembleng para calon teroris, kekerasan sebagai batu loncatan untuk

84 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


menjustifikasi keyakinan mereka. Dalam tujuan dan kepentingan politik. (2) Perasaan
konteks yang lebih luas, Simon Tormey takut, tunduk dan takluk yang timbul dan
dalam International Enyclopedia of Social diciptakan oleh terorisme dan terorisasi.
Sciences (Vol.7, hal 48), memaknai Fanani (2013) mengutip Ahmad Syafii
radikalisme sebagai sebuah konsep yang Maarif menyatakan bahwa radikalisme
bersifat kontekstual dan posisional, dalam lebih terkait dengan model sikap dan cara
hal ini kehadirannya merupakan antitesis pengungkapan keberagamaan seseorang,
dari ortodoks atau arus utama sedangkan terorisme secara jelas mencakup
(mainstream), baik bersifat sosial, sekuler, tindakan kriminal untuk tujuan-tujuan
saintifik, maupun keagamaan. politik. Radikalisme lebih terkait dengan
problem intern keagamaan, sedangkan
Berdasarkan definisi radikalisme, maka terorisme adalah fenomena global yang
tulisan ini memahami radikalisme sebagai memerlukan tindakan global juga. Namun
paham atau ide-ide dan perilaku yang radikalisme kadang-kala bisa berubah
menghendaki perubahan mendasar dan menjadi terorisme, meskipun tidak
revolusioner di bidang sosial, politik dan semuanya dan selamanya begitu. Namun,
pemerintahan yang dilakukan dengan sejatinya radikalisme adalah satu tahapan
menggunakan cara-cara kekerasan atau atau satu langkah sebelum terorisme.
aksi-aksi yang ekstrim untuk menjastifikasi
keyakinan personal atau kelompok. Beberapa penelitian terdahulu telah
Radikalisme biasanya diwujudkan dalam mengkaji radikalisme dan terorisme.
bentuk gerakan oleh individu atau Fenomena radikalisme di kalangan muda
kelompok yang berkeinginan melakukan dikaji oleh Muhammad Najib Azca, Zora
perubahan mendasar terhadap status quo A. Sukabdi, Anis Farikhatin dan Baedowi
melalui cara-cara kekerasan. Fenomena sebagaimana disajikan dalam Jurnal Maarif
NIIS yang bertujuan membentuk khilafah Vol 8 No 1 Tahun 2013. Bibit-bibit
Islamiyah berusaha merubah tatanan radikalime kaum muda sangat tampak pada
pemerintahan negara yang ada saat ini riset Lembaga Kajian Islam dan
dilakukan dengan cara-cara ekstrim dan Perdamaian (LaKIP) yang dirilis Media
diluar batas kemanusiaan. Indonesia (2 Pebruari 2011) menemukan
Gerakan radikalisme sangat dekat dengan bahwa 21,1 persen guru agama dan 25,8
terorisme mengingat untuk mencapai tujuan persen siswa SMP dan SMA menganggap
menggunakan aksi-aksi teror. Pengertian Pancasila sudah tidak relevan lagi sebagai
Terorisme menurut The Random House ideologi negara. Berkaitan dengan
Dictionary of English Language adalah: (1) penerapan sistem demokrasi terdapat 67
the use of violence and threats to intimidate persen siswa yang menganggap bahwa
or coerce, especially for political purpose; sistem demokrasi saat ini tidak mampu
(2) the state of fear and submission melahirkan kesejahteraan bagi rakyat.
produced by terrorism or terrorization. Jadi Sementara 76,1 persen siswa beranggapan
yang dimaksudkan dengan terorisme adalah bahwa pemerintah tidak berhasil dalam
pertama, penggunaan kekerasan dan menangani sebagian besar persoalan
ancaman untuk mengintimidasi atau bangsa. Siswa menilai 67,3 persen partai
memaksakan kehendak khususnya untuk politik tidak mampu menyerap dan

85 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


menyalurkan aspirasi politik masyarakat untuk melawan penyimpangan sosial di
dan 80,7 persen menilai para anggota sebagian masyarakat akibat perubahan
DPR/DPRD cenderung mementingkan sosial. Aksi ekstrim ini dilakukan untuk
kepentingan pribadi dibandingkan melindungi sebagian masyarakat yang taat
kepentingan rakyat. Angka-angka statistik dan patuh pada norma agama dan sosial
hasil survei ini memberi sinyal bahwa di yang berlaku. Fenomena terorisme global
dalam benak generai muda, sistem dikaji oleh Kristopher (2006) menganalisis
demokrasi yang ada saat ini tidak berjalan pengaruh terorisme terhadap respek negara
sesuai dengan cita-cita ideal kehidupan untuk HAM (human right). Hasil kajian
berbangsa, yaitu keadilan dan kesejahteraan menemukan bahwa terorisme
sosial yang sering mereka baca dan mempengaruhi tidakan represif negara,
dapatkan dari proses pembelajaran di namun bergantung pada bentuk-bentuk
sekolah. kekerasan dengan tingkatan tertentu,
misalnya perang gerilya lebih berdampak
Riset MAARIF Institute pada tahun 2011 pada munculnya represif negara daripada
tentang Pemetaan Problem Radikalisme di terorisme negara dan terorisme warga.
SMU Negeri di 4 daerah (Pandeglang,
Cianjur, Yogyakarta dan Solo) Fakta dan data ini menunjukkan bahwa
mengkonfirmasi fenomena radikalisme di fenomena radikalisme dan terorisme telah
kalangan siswa pada 50 sekolah. Hasil riset membahayakan eksistensi negara terutama
ini menemukan, sekolah menjadi ruang dan rasa aman di masyarakat, oleh karena
yang terbuka bagi diseminasi paham apa itu negara (pemerintah) harus tegas
saja. Karena pihak sekolah terlalu terbuka, menumpasnya. Mas‟ud dalam Kementerian
maka kelompok radikalisme keagamaan Agama (2014) mengemukakan tiga alasan
memanfaatkan ruang terbuka ini untuk mengapa gerakan radikal harus diwaspadai
masuk secara aktif mengkampanyekan oleh negara. Pertama, gerakan radikal
paham dan memperluas jaringan mereka. bertujuan mengganti ideologi negara yang
Kelompok-kelompok keagamaan yang mapan dengan ideologi kelompok yang
masuk mulai dari yang ekstrem hingga bersangkutan tanpa mempertimbangkan
menghujat terhadap negara dan ajakan kepentingan ideologi kelompok lain.
untuk mendirikan negara Islam, hingga Kedua, kehadiran radikalisme
kelompok Islamis yang ingin menimbulkan instabilitas dan keserakahan
memperjuangkan penegakan syariat Islam. sosial karena sifatnya yang militan, keras,
cenderung anarkhis, tidak mau kompromi
Selanjutnya Studi Febriansyah (2013) dan ketiga, dampak dari radikalisme dapat
tentang radikalisme berlatar belakang mengancam mengancam eksistensi
agama di masyarakat dengan studi kasus kedudukan para penguasa. Survey Kompas
Ormas Front Pembela Islam (FPI) di Kota (Kompas, 26 Januari 2016) memberikan
Palembang, menggunakan pendekatan gambaran besarnya tuntutan publik akan
kualitatif, menemukan bahwa gerakan hadirnya negara melindungi warga atas
radikalisme berlatar belakang agama oleh ancaman terorisme. Survey dilaksanakan di
FPI didasari oleh argumen perlunya 12 kota, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang,
penegakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang,

86 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


Denpasar, Banjarmasin, Pontianak, faktor ideologis anti westernisasi. Tekanan
Makasar dan Manado, melibatkan 488 politik penguasa atau tekanan
responden berusia 17 tahun ke atas. Hasil otoritarianisme pada masa Orde Baru,
survey menunjukkan kekhawatian dimana negara menumpas gerakan-gerakan
masyarakat menjadi target tindakan teroris radikal dan memandang radikalisme
(52,5 persen), ini mengindikasikan bahwa sebagai common enemy yang harus
masyarakat mendambakan perlindungan dilenyapkan. Penangkapan, penyiksaan dan
negara dari aksi terorisme. penculikan terhadap tokoh-tokoh
radikalisme kiri semacam Partai Rakyat
Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Demokratik (PRD) di era 90-an maupun
tentang faktor-faktor penyebab munculnya tokoh kalangan radikalisme kanan seperti
gerakan radikalime dan peran negara untuk Komando jihad di era 80-an. Namun, di era
menanggulangi radikalisme dan terorisme reformasi arus demokratisasi membuka
di Indonesia. peluang munculnya gerakan radikal kanan
seperti Hizbut Tahrir Indonesia, (HTI),
METODOLOGI Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Front
Pembela Islam (FPI), Gerakan Salafi,
Kajian ini menganalisis faktor penyebab Laskar Jundullah, Lasykar Jihad, Gerakan
munculnya gerakan radikalisme dan Islam Ahlussunnah wal Jamaah, Jamaah
terorisme di Indonesia dan langkah- Ansharut Tauhid (JAT), Negara Islam
langkah penanggulangan yang dilakukan Indonesia (NII) dan berbagai agama
oleh pemerintah. Berkaitan dengan fokus bercorak lokal.
kajian, kami melakukan kajian kepustakaan
yang bersumber dari buku, hasil penelitian Selain tekanan politik, faktor emosi dan
yang tertuang dalam jurnal nasional dan solidaritas keagamaan turut memicu
internasional maupun hasil survey yang maraknya aksi radikalisme di awal
dirilis oleh media cetak nasional. Informasi reformasi. Kerusuhan bernuansa SARA
dan data yang dikumpulkan diproses dan sebagaimana yang terjadi di Timor Timur,
dianalisis untuk menjawab faktor penyebab Poso, Ambon, Sambas, termasuk aksi
dan upaya penanggulangan radikalisme dan kekerasan kelompok FPI dengan
terorisme di Indonesia. Ahmadiyah di Cikeusik, kerusuhan di
Temanggung, Lombok dan kerusuhan
HASIL DAN PEMBAHASAN Syiah dan NU di Madura merupakan
bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan
oleh gerakan radikal. Faktor kultural turut
Faktor-Faktor Penyebab Munculnya menjadi pemicu radikalisme dari perspektif
Radikalisme Dan Terorisme di Indonesia antithesis terhadap budaya sekularisme dan
Radikalisme di Indonesia muncul tidak dominasi peradaban barat yang
dalam ruang hampa. Ummah (2012) menyebabkan ketertindasan dan
mengidentifikasi prakondisi yang memicu keterbelakangan kehidupan negeri-negeri
tumbuhnya gerakan radikalisme, yaitu: muslim. Selanjutnya, faktor ideologis
tekanan politik dan otoritarianisme, adanya menjadi pemicu radikalisme ditandai
emosi keagamaan, faktor kultural dan dengan gerakan antiwesternisme yang

87 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


diaplikasikan lewat penghancuran simbol- sirnanya harapan menyongsong masa
simbol Barat dan penegakan syariat Islam. depan. Pandangan Rais (1987) menyorot
Walaupun motivasi dan gerakan anti-Barat proses radikalisme berakar dari
tidak bisa disalahkan dengan alasan kesenjangan-kesenjangan sosial yang tajam,
keyakinan keagamaan tetapi jalan yang kemudian melahirkan kekhawatiran
kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme kekhawatiran mengenai masa depan dalam
menunjukkan ketidak mampuan persaingan masyarakat dan rasa putus asa terhadap
dengan budaya dan peradaban Barat. situasi yang berjalan. Pada gilirannya kedua
hal ini menimbulkan fatalisme. Fatalisme
Fenomena gerakan radikal di Indonesia berarti bahwa mereka kehilangan harapan
dapat dikaji dari perspektif sosial politik, akan masa depan, menganggap diri mereka
sosiologis dan ekonomi. Dalam perspektif sebagai akibat belaka dari struktur yang
kajian sosial dan politik, radikalisme sedang berlaku. Radikalisme akan muncul
diasumsikan timbul dari situasi dan kondisi dengan kuat, kalau mereka yang dijangkiti
objektif berikut: Pertama, menguatnya fatalisme dihadapkan pada politik atau
ketidakadilan dan ketidakbebasan dalam kebijakan yang bersifat konfrontatif.
sistem yang didominasi oleh kekuatan Pandangan ini mengasumsikan radikalisasi
politik dan ekonomi. Sugiono et. al. (2011) dalam diri seseorang berarti ia harus
menyatakan radikalisme dipahami sebagai meneguhkan dirinya untuk berjuang
gejala sosial dan politik yang lahir dalam mengubah masyarakat dan juga menularkan
kondisi dislokasi atau krisis yang bersifat pandangan radikal tentang apa yang salah
permanen dalam masyarakat. Tinjauan dalam masyarakat. Bila fatalisme telah
radikalisme dari perspektif ini melewati batas yang dapat dipikul oleh
mengasumsikan kapasitas manusia atau sekelompok masyarakat, maka mereka
kelompok untuk mempertanyakan dan bertekad melakukan pelaggaran-
mengubah struktur sosial atau sistem politik pelanggaran terhadap norma yang sudah
yang dianggap tak adil dan menindas diakui (infraksi). Fenomena gerakan radikal
kebebasan. Asumsi munculnya radikalisme seperti Front Pembela Islam (FPI)
karena menguatnya ketidakadilan dan setidaknya merupakan representasi adanya
ketidakbebasan yang diselenggarakan kekhawatiran dan fatalisme yang
kelompok dominan dalam politik dan membangkitkan semangat untuk merubah
ekonomi. Dengan demikian konsep ini masyarakat, sebagaimana temuan
memperlihatkan keagenan politik manusia Febriansyah (2013) mengenai hal-hal yang
untuk perbaikan dan perubahan. Seseorang melatarbelakangi penegakan amar makruf
atau kelompok disebut radikal tidak saja nahi mungkar, antara lain karena maraknya
karena sadar akan dominasi tetapi juga penyimpangan sosial yang dilakukan
secara aktif mengusahakan perubahan sebagian masyarakat sebagai dampak
ideologis dan dunia sosial. perubahan sosial. Sebagian masyarakat
telah kehilangan kontrol sosial terhadap diri
Kedua, radikalisme muncul karena mereka dalam menghadapi efek perubahan
kesenjangan yang tajam di masyarakat yang sosial dan sudah tidak menyepakati norma
menimbulkan kekhawatiran masa depan agama, norma susila, norma hukum, dan
sehingga berujung pada fatalisme atau

88 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


nilai nilai moralitas lainnya yang berlaku di
masyarakat. Kedua, jalur lain untuk menjadi partisipan
dalam gerakan sosial radikal adalah melalui
Dalam perspektif sosiologis, Azca (2013) apa yang disebut oleh James Jasper sebagai
mengemukakan dua penyebab individu atau moral shock atau „ketergoncangan moral‟
kelompok terlibat dalam gerakan moral shock terjadi ketika sebuah peristiwa
radikalisme: pertama, terjadinya krisis atau sekeping informasi yang tak terduga
identitas yang menimpa kaum muda menimbulkan perasaan marah atau geram
(youth). Menyitir Teori act of identity (outrage) yang selanjutnya mendorong
(Gabrielle Marranci: 2006, 2009), yang seseorang untuk terlibat dalam aksi politik,
menjelaskan bahwa fenomena maraknya baik sudah mengenali gerakan tersebut
radikalisme yang melibatkan kaum muda sebelumnya maupun belum. Menurut
Muslim periode pasca Orde Baru di Jasper, goncangan moral biasanya diikuti
Indonesia bisa dilihat sebagai „aksi oleh munculnya emosi moral (moral
identitas‟; sebuah upaya untuk merespon emotions) antara lain dengan munculnya
dan mengatasi „krisis identitas‟ yang rasa solidaritas terhadap sekelompok orang,
dialami oleh kaum muda baik pada aras misalnya karena seagama. Peristiwa
personal maupun kolektif dalam konteks kekerasan dramatis yang dialami kaum
schismogenesis, perubahan drastis yang muslimin di Tobelo, Maluku Utara, pada
terjadi dalam situasi transisi politik menuju akhir tahun 1999, cukup sering menjadi
demokrasi. Kaum muda (youth) sebagai pemicu muncul moral shocks.
agensi memiliki kecenderungan lebih kuat
terlibat dalam gerakan radikal disebabkan Lebih lanjut, ideologi dan jaringan sosial
oleh fase transisi dalam pertumbuhan usia merupakan jalur vital keterlibatan
yang dialami pemuda membuat mereka seseorang dalam gerakan radikal. Varian
lebih rentan mengalami apa yang disebut gerakan radikal Islam yang terlibat dalam
oleh ahli psikologi sebagai „krisis gerakan jihad sekurangnya terbagi tiga
identitas‟(identity crisis). Apa yang terjadi yaitu: aktivisme Islam jihadi, saleh/salafi,
dalam „krisis identitas‟ menyebabkan dan politik (Azca 2011). Menjelaskan tipe
pemuda berkemungkinan untuk mengalami jaringan, Azca menyitir Della Porta and
apa sebagai cognitive opening (pembukaan Diani (1999) tentang pembedaan antara
kognitif), sebuah proses mikro-sosiologis exclusive affiliation (afiliasi ekslusif) dan
yang mendekatkan mereka pada multiple affiliations (afiliasi majemuk).
penerimaan terhadap gagasan baru yang Afiliasi ekslusif berarti para anggota
lebih radikal. Dengan melakukan „aksi umumnya hanya berafiliasi kepada
identitas‟ sebagai mekanisme koreksi-diri, kelompoknya saja, sedangkan afiliasi
seorang individu dapat merasakan „biografi majemuk berarti para anggota umumnya
diri‟-nya kembali bermakna. Bagi sejumlah berafiliasi kepada berbagai kelompok
remaja, mereka merasa mendapat makna secara bersamaan. Perbedaan tipe aktivisme
dalam kehidupan mereka, setelah terlibat Islam dan pola afiliasi keanggotaan tersebut
dalam gerakan Islam radikal sebagai „aksi pada gilirannya berpengaruh pada jalur
identitas‟: aku menjadi radikal, maka aku kehidupan (life trajectory) yang dipilih
ada dan bermakna. pada periode pasca-jihad. Mereka terlibat

89 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


dalam gerakan jihad melalui jejaring sosial Rodney Stark (2003) menyatakan
salafi, cenderung menempuh jalur kesenjangan ekonomi akan menciptakan
kehidupan yang ekslusif, bahkan sebagian social greavences (kegalauan dan
memilih tinggal di dalam „komunitas kecemburuan sosial) atas masyarakat yang
kantong‟ (enclave community) salafi. mendapatkan kelimpahan ekonomi, apalagi
Mereka menolak untuk terlibat dalam jika kelimpahan ekonomi didapatkan
proses politik didalam sistem demokrasi dengan cara-cara yang tidak transparan,
serta menolak penggunaan korupsi, memalak uang negara, melakukan
kekerasan/terorisme sebagai metode penyuapan atau melakukan penggelapan
perjuangan. Lebih lanjut dikatakan mereka pajak. Kecemburuan sosial ekonomi
yang terlibat dalam gerakan jihad melalui mendorong seseorang dan kelompok untuk
jejaring sosial jihadi, cenderung melakukan protes sosial terhadap kondisi
melanjutkan keterlibatan mereka dalam yang dihadapi di depan kehidupannya.
aktivisme dan aksi terorisme pada periode Protes dilakukan dengan cara yang
pasca-konflik komunal. Sebagian mereka sederhana, misalnya tidak mendatangi
kemudian tertangkap dan menjalani perkumpulan, enggan bergaul, sampai
kehidupan di dalam penjara; sebagian dengan mengorganisasikan diri bersama
masih di dalam penjara hingga hari ini, yang lain untuk melakukan perlawanan
sebagian sudah menempuh udara bebas. karena sistem yang dinilai tidak adil.
Seperti para aktivis salafi, mereka menolak
untuk terlibat dalam proses politik di bawah Faktor pencetus kesenjangan menurut
sistem demokrasi, namun mereka Casanova (1994) merupakan derivasi dari
menjustifikasi penggunaan kekerasan/teror kebijakan politik ekonomi suatu negara
sebagai metode perjuangan. yang secara tidak langsung menimpa
masyarakat beragama. Oleh sebab itu,
Selanjutnya, mereka yang terlibat dalam masyarakat beragama (masyarakat sipil)
gerakan jihad melalui jejaring sosial politik, kemudian mengalami privatisasi dalam
cenderung melanjutkan keterlibatan mereka beragama yang kemudian hari akan
di arena politik, khususnya dalam setting menumbuhkan kebencian pada kelompok
desentralisasi, dengan memainkan peran lain yang lebih sejahtera. Kebencian
yang besar di masyarakat. Berbeda dengan tersebut lama-kelamaan menimbulkan
dua varian aktivisme Islam lainnya, mereka antisipasi dan perilaku destrukstif sebagai
melihat keterlibatan dalam proses politik rangkaian dari isu keagamaan yang dimulai
dalam system demokrasi sebagai absah dan dari persoalan ekonomi-politik publik.
legitimate, bahkan fungsional sebagai Masyarakat kemudian melakukan protes
metode untuk memperjuangkan secara terorganisasi untuk menuntut adanya
pemberlakuan syariat Islam dalam kondisi yang adil bukan timpang, namun
kehidupan publik mereka terpilih dalam jalan pintasnya adalah melawan Negara
kepemimpinan Parpol seperti PKS dan dengan cara cara kekerasan sebab tidak
Partai Bulan Bintang di beberapa daerah. mengusai publik opini sebagai arena
Masalah kesenjangan ekonomi bernegosiasi dan melapangkan
berkontribusi mendorong tumbuhnya kehendaknya. Hassan (2010) menyatakan
gerakan radikalisasi. Roger Finke and maraknya gerakan radikal Islam pada era

90 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


1990-an hingga 2000-an adalah tingginya Salah satu faktor yang mendorong
angka pengangguran di kalangan kaum bergabung dengan NIIS karena diiming-
muda di Indonesia: sekitar 72,5 persen imingi gaji yang fantastis, misalnya Ahmad
pengangguran di Indonesia pada tahun 1997 Junaedi pedagang bakso yang bergabung
berasal dari kaum muda—hanya beringsut dengan ISIS di Suriah, karena ingin
sedikit ke angka 70 persen sepuluh tahun memperbaiki perekonomian keluarganya.
kemudian. Pemberitaan Kompas (23 Rangkuman terhadap uraian faktor
November 2015) menyebutkan kesulitan penyebab radikalisme disajikan pada Tabel
ekonomi telah mendorong orang untuk 1.
tertarik bergabung dengan gerakan radikal.

Tabel 1 Faktor Pemicu dan Asumsi Radikalisme dari Perspektif Kajian


Sosial Politik, Sosiologis dan Ekonomi
Perspektif Pemicu Radikalisme Asumsi Radikalisme
Kajian
Sosial Politik 1) Adanya dominasi oleh 1) Kapasitas kelompok menyadari adanya
kelompok yang memiliki dominasi dan aktif melakukan perubahan
kekuatan politik dan terhadap struktur sosial atau sistem politik
ekonomi dalam sistem tak adil dan menindas kebebasan.
sehingga menimbulkan rasa
ketidakadilan dan
ketidakbebasan.
2) Adanya kesenjangan yang 2) Kelompok atau individu yang berjuang
tajam di masyarakat mengubah masyarakat dan menularkan
sehingga menimbulkan pandangan radikal tentang apa yang salah
fatalism dalam masyarakat. Fatalisme yang
menguat dapat menyebabkan individu
atau kelompok radikal melanggar norma
yang sudah diakui (infraksi).
Sosiologis 1) Terjadinya krisis identitas 1) „Krisis identitas‟ menyebabkan kaum
(identity crisis). yang muda mengalami cognitive opening
(Tinjauan
menimpa kaum muda (pembukaan kognitif), yakni penerimaan
sosiologis terhadap (youth). terhadap gagasan baru yang radikal dan
melakukan „aksi identitas‟ sebagai
radikalisme kaum
mekanisme koreksi-diri dan pada akhirnya
muda) seseorang dapat merasakan dirinya
bermakna.

2) Terjadinya Moral shock 2) Moral shock atau „ketergoncangan moral‟


atau „ketergoncangan terjadi ketika sebuah peristiwa atau
moral‟ yang diikuti sekelumit informasi yang tak terduga
munculnya emosi moral menimbulkan perasaan marah atau geram
(moral emotions). (outrage) yang selanjutnya mendorong
timbulnya solidaritas seseorang terlibat
aksi gerakan radikal.

3) Ideologi dan jaringan sosial 3) Ideologi dan jaringan sosial yang

91 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


terbentuk dalam dua pola yaitu exclusive
affiliation (afiliasi ekslusif) dan multiple
affiliations (afiliasi majemuk) yang pada
gilirannya berpengaruh pada jalur
kehidupan (life trajectory). Hal ini
menjelaskan tentang tipe gerakan jihad
yaitu: jihadi, saleh/salafi, dan politik.

Ekonomi Kesenjangan ekonomi yang kesenjangan ekonomi dan kecemburuan


menimbulkan kecemburuan sosial ekonomi mendorong seseorang dan
sosial (social greavences) kelompok untuk melakukan protes sosial
terhadap kondisi yang dihadapi.

Dalam konteks kekinian, selain faktor radikal seperti NIIS di luar negeri. Padahal
penyebab radikalisme dan terorisme baik Badan Inteljen Nasional (BIN)
sebagaimana dikemukakan diatas, tidak maupun Badan Nasional Penanggulangan
dinafikan bahwa regulasi yang mengatur Terorisme (BNPT) telah memberikan
pencegahan dan penanggulangan peringatan dini tentang gelagat sejumlah
radikalisme di Indonesia lemah karena tidak WNI yang baru pulang dari mengikuti
mampu mengantisipasi perubahan dan latihan perang di Suriah dan Irak. Selain itu,
perkembangan penyebaran radikalisme dan UU Anti Teroris juga tidak bisa menjerat
terorisme yang kian masif. UU Anti pelaku penyebaran radikalisme, padahal
Terorisme disusun pada Tahun 2002-2003 dalam sejumlah dokumen menunjukkan
masih berpedoman pada pola gerakan teror nyata-nyata diajarkan pengetahuan tentang
pada masa itu, padahal dalam kurun waktu cara melakukan kekerasan dan radikalisme
13 tahun pola aksi telah mengalami yang amat ekstrim. Bahkan, tidak jarang
pergeseran. Alasan merevisi UU Anti bertebaran ajakan agar orang menanggalkan
Terorisme di Indonesia, karena UU Anti ideologi kebangsaan dan menukarnya
Terorisme: (1) tidak dapat menindak pelaku dengan paham ekstremisme.
terror WNI yang melakukan pelatihan
militer di negara lain. (2) Tidak dapat Di sejumlah negara yang sangat ketat dalam
menindak WNI yang melakukan penerapan HAM seperti Perancis dan
pengiriman uang untuk membiayai aktifitas Amerika, aturan kontra terorisme telah
terorisme; (3) Tidak dapat menindak WNI mengalami perubahan dalam menyikapi
yang bergabung dengan NIIS di Timur terorisme secara lebih tegas. Perancis
Tengah. misalnya melarang perjalanan kepada
siapapun yang dicurigai akan berperang
Selain itu, UU ini belum mengakomodasi atau melakukan latihan militer di negara
deteksi dini dan pencegahan terorisme. lain dengan menyita paspor dan kartu
Dengan demikian tidak ada satu pasal pun identitas selama enam bulan. Begitu pula
yang membolehkan polisi menangkap atau dengan UU Anti Teroris Malaysia yang
mencegah mereka yang baru pulang menegaskan bahwa pemerintah memiliki
maupun yang hendak berangkat latihan kewenangan melakukan penahanan hingga
militer dan bergabung dengan kelompok dua tahun tanpa perlu proses peradilan.

92 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


Sementara di Tiongkok, UU Anti Teoris dan dijatuhi sanksi pidana. Sebanyak 75,6
mereka memberikan hak yang lebih besar persen ingin agar WNI yang bergabung
untuk memantau komunikasi pribadi di dengan NIIS dicekal ketika masuk ke
dunia maya dan mengejar dan Indonesia. Bahkan 54,5 persen responden
memenjarakan pelaku terror. menyatakan setuju jika WNI yang
bergabung dengan NIIS dikenai hukuman
Revisi UU Terorisme sejalan dengan hasil pidana sebelum mereka melakukan aksinya
survey Litbang Kompas yang dirilis pada di dalam negeri. Publik juga berharap
Harian kompas (Kompas, 26 Januari 2016) pemerintah bersikap tegas terhadap
mengungkapkan persepsi masyarakat organisasi yang diduga mempraktekkan dan
tentang langkah-langkah pencegahan bahkan terbukti melakukan pelatihan
radikalisme dan terorisme di Indonesia. militer di kamp-kamp teroris. Sebanyak
Hasil survey (Tabel 2) menunjukan bahwa 78,1 persen responden menyatakan setuju,
sebanyak 69,9 persen menyatakan setuju jika ormas tersebut dibubarkan sekaligus
WNI yang keluar Indonesia dan bergabung dikenakan sanksi pidana.
dengan NIIS dianggap melakukan makar

Tabel 2. Persepsi Publik Untuk Pencegahan Radikalisme dan Terorisme


Tanggapan Publik Setuju Tidak Tidak
Setuju Tahu/Tidak
Jawab
WNI yang keluar Indonesia dan bergabung dengan 69,9 22,3 7,8
negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dianggap
makar dan bisa dipidana.
WNI yang keluar dari Indonesia dan bergabung 75,6 18 6,4
dengan NIIS dicekal masuk ke Indonesia
Mereka yang bergabung dengan NIIS dipidana 54,5 36,7 8,8
sebelum melakukan tindakan terorisme.
Ormas yang mempraktekkan paham radikal dan 78,1 13,3 8,6
pelatihan terror dikenai pidana
Sumber: Survey Litbang Kompas, 26 Januari 2016, Hal 5.

Peran Pemerintah Menanggulangi menerapkan langkah strategis untuk


Radikalisme dan Terorisme pencegahan dan penanganan radikalisme
dan aksi-aksi terorisme di Indonesia yang
Menyadari keterbatasan pendalaman
mencakup: penguatan kebijakan, penguatan
tentang penyebab radikalisme yang bersifat
institusi pendidikan formal, penataan
multi wajah dan multi organisasi, maka
pemanfaatan media serta strategi yang tepat
menurut kami pemerintah perlu
untuk deradikalisasi dan upaya

93 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


berkelanjutan untuk meningkatkan Revisi UU ini memberikan bold
perekonomian masyarakat. enhancement dalam kinerja pihak inteljen
agar tugas pokok yang membuat BIN
Langkah pertama adalah Pemerintah segera sebagai ujung tombak bagi pertahanan dan
mempercepat revisi UU Anti Terorisme, koordinasi dengan lembaga terkait dapat
yang mengatur hal-hal beriku: (1) mengatur dijalankan dalam proses estafet yang
kegiatan pembinaan, pencegahan dan ringkas. Dalam UU Nomor 17 Tahun 2011,
deradikalisasipelaku teror; (2) Selain BIN sama sekali tidak memiliki
mempertegas juga memperluas definisi kewenangan untuk menangkap maupun
makar, sehingga, WNI yang telah keluar menahan seseorang yang diduga maupun
dari wilayah NKRI dan bergabung dengan terindikasi jaringan terorisme. Pasal 31 UU
NIIS dapat dianggap makar dan dipidana; Inteljen menyatakan bahwa BIN memiliki
(3) Aparat keamanan bisa menindak orang wewenang melakukan penyadapan,
atau organisasi kemasyarakatan yang pemeriksaan aliran dana dan penggalian
menyatakan bergabung dengan kelompok informasi terhadap sasaran. Namun di
radikal, apalagi jika kelompok radikal telah Pasal 34, penggalian informasi
melaksanakan pelatihan dan distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
bahan peledak dan alat elektronik untuk dilakukan dengan ketentuan tanpa
tujuan teror; (4) Menindak kegiatan penangkapan dan/atau penahanan. Jadi
kelompok teroris di dunia maya dan dalam hal ini, BIN telah melakukan
internet, dan penaturan tindakan hukum tindakan sesuai kewenangan Pasal 31 dan
terhadap hasutan untuk melakukan tindakan pembatasan Pasal 34 diatas.
terorisme, seperti seruan berupa tulisan,
ceramah dan video; (5) Pengaturan BIN hanya dapat melakukan penangkapan
koordinasi antar lembaga yaitu BNPT, BIN yakni berkoordinasi dengan kepolisian
dan Kepolisian; (6) Penguatan posisi agar segera menangkap seseorang yang
kepolisian tidak hanya pada tahap diduga kuat terlibat atau terindikasi masuk
penanggulangan tetapi juga pada tahapan dalam jaringan teroris. Pihak BIN
pencegahan dan deradikalisasi; (7) berdasarkan UU tersebut, sama sekali tidak
Penuntutan dan pengusutan pelaku memiliki kewenangan untuk melakukan
terorisme tidak hanya pada orang perorang penangkapan dan penahanan. Ini
tetapi juga korporasi; (8) Pencabutan paspor bermasalah dalam soal waktu dimana harus
bagi WNI yang bergabung dengan ditangkap. Sementara polisi tidak
kelompok radikal di luar negeri termasuk menangkap sebelum ada dua bukti
mengikuti pelatihan militer; (9) mengatur permulaan yang cukup. Dengan revisi
tentang pengawasan terhadap pelaku diharapkan kinerja BIN dalam membawahi
terorisme berlaku selama enam bulan dan dan bekerjasama dengan aparat keamanan
bila sudah dibebaskan dari penahanan dan lembaga terkait makin diperkuat dan
pengawasan dilakukan selama setahun. mampu mengurangi kekhawatiran terhadap
ancaman terror di Indonesia.
Selain UU Nomor 15 Tahun 2003, revisi Kedua, penguatan institusi pendidikan
juga dilakukan terhadap UU Nomor 17 menjadi agenda penting. Pemerintah
Tahun 2011 tentang Inteljen Negara. merancang perbaikan sistem pendidikan

94 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


mulai dari Taman Kanak-Kanak hingga sekolah homogeny (siswa dan guru yang
Perguruan Tinggi. Fenomena radikalisme berlatar belakang etnis dan keagamaan yang
dengan aksi-aksi teror dan kekerasan sama) siswa tetap mendapat pengertian
terutama di kalangan kaum muda bahwa agama tidak menentang perbedaan
mengindikasikan kegagalan lembaga dan menghargai kemajemukan. Selain itu
pendidikan menciptakan pendidikan yang Pemerintah perlu mengawasi secara ketat
menghargai keberagaman dan toleransi. peredaran buku di masyarakat yang
Maraknya aktifitas ruang publik tanpa bermuatan paham radikalisme.
pengawasan dan pendampingan di sekolah-
sekolah hingga perguruan tinggi di Ketiga, Pemerintah harus menyiapkan
Indonesia akan menjadi persemaian aturan yang jelas untuk menindak kegiatan
radikalisme seandainya gagasan-gagasan kelompok teroris di dunia maya atau
tentang radikalisme mendapatkan ruang internet. Termasuk perlunya pemerintah
yang maksimal. Oleh karena itu, mengatur tindakan hukum terhadap hasutan
Pemerintah melalui Kementerian untuk melakukan tindakan terorisme
Pendidikan dan Kebudayaan perlu (incitement of terrorism), baik berupa
melakukan pembenahan terhadap: (1) tulisan, ceramah dan video. Kehadiran
Regulasi di perguruan tinggi dan sekolah- media sosial seperti Facebook, Twitter,
sekolah yang mempersempit munculnya blog, youtube dan layanan pesan misalnya
pemikiran radikalisme yang bermotif WhatsApp dan telegram memudahkan
kekerasan, (2) Kurikulum pendidikan yang kelompok radikal menyebarkan propaganda
bermuatan kemajemukan dan toleransi, dan merekrut orang dari berbagai belahan
dengan memastikan bahwa Pancasila dan dunia, melakukan sosialisasi dan diseminasi
Bhinneka Tunggal Ika menjadi bagian dari ideology ekstrimisme dan radikalisme,
kurikulum yang diajarkan mulai dari tingkat mempublikasi video teror yang efek
TK sampai perguran tinggi. (3) Kompetensi duplikasinya sangat dahsyat melebihi media
guru agama yang andal mengkampanyekan konvensional. Internet juga menjadi sarana
pentingnya pemahaman agama yang bagi kelompok teroris berbagi ilmu mulai
terbuka dan toleran. (4) Penerapan metode dari cara bergerilya hingga membuat
pembelajaran aktif dimana materi tidak amunisi dan bom hingga senjata rakitan
hanya disampaikan melalui hafalan dan dengan menggunakan video maupun buku-
catatan tetapi langsung dipraktekkan dalam buku. Cara penyebaran paham radikal
kehidupan sehari-hari dengan harapan dilakukan melalui perbincangan di media
tersemainya benih-benih cinta perdamaian sosial yang sifatnya lebih umum dan
dan menghargai keberagaman, (5) Media kemudian ditindaklanjuti dengan
belajar dan buku-buku keagamaan yang komunikasi intensif di aplikasi khusus
wajib mengandung konten pembinaan ahlak percakapan lebih privat, seperti WhatsApp,
dan pemahaman kebhinnekaan disertai KIK dan Skype yang dapat mempercepat
pengawasan secara ketatperedaran buku di proses indoktrinasi dan mendekati pola cuci
masyarakat yang bermuatan paham otak jarak jauh.
radikalisme (6) Pendampingan dan Langkah pemerintah menutup akun
pengawasan terhadap kegiatan ekstra kelompok radikal justru tidak efektif,
kurikuler, sehingga meskipun lingkungan berdasarkan pengalaman di Amerika

95 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


Serikat ketika kebijakan Pemerintah Dengan mendasari pemikiran bahwa
menutup akun twitter dan facebook NIIS, sebagian besar penduduk Indonesia berusia
justru mereka bermetaformosis dengan muda, maka salah satu sasaran
identitas, bahkan NIIS menciptakan media pembangunan yang penting adalah
sosial “Khelafabook” sebagai bentuk menurunkan angka pengangguran yang
perlawanan. Ini membuktikan bahwa didominasi jenjang usia muda, sehingga
Pemerintah sulit mematikan aktifitas gejala sosial yang disebut para sosiolog
kelompok radikal di ranah digital. sebagai anak muda ”prekariat” dapat
Sebaliknya, pemerintah maupun organisasi diminimalisasi. Anak muda perkariat adalah
kemasyarakatan baik Muhamadiyah dan mereka yang relatif berpendidikan,
NU dan para Tokoh Agama dapat memiliki mobilitas dan jaringan sosial yang
mengoptimalkan pemanfaatan media lumayan serta mempunyaimimpi dan
sebagai sarana kontra wacana, gagasan dan tuntutan hidup yang tinggi, namun karena
narasi terhadap paham radikalisme dan terbatasnya lapangan kerja, anak muda
terorisme. Internet dan media sosial prekariat terpaksa mengambil jenis
menjadi sarana berdakwah bagi para pekerjaan yang tidak memberikan jaminan
mubaligh. Internet dan media sosial memadai untuk memenuhi berbagai
digunakan untuk penyebaran gagasan tuntutan hidup, bahkan mereka bisa
multikultural, wacana Islam yang moderat sesewaktu kehilangan pekerjaan atau
dan aktif melakukan counter attact atas memperoleh pendapatan yang tidak sesuai
penyebaran paham radikalisme dengan harapan, di saat yang sama negara pun tak
kekerasan. Upaya kontra wacana dan narasi hadir memberikan jaminan hidup kepada
dalam bentuk penyajian opini, resensi mereka. Kondisi ini memunculkan berbagai
buku-buku islami dalam dan luar negeri, dampak psikologis berupa cenderung
khutbah-khutbah hingga “pertarungan” diliputi marah, tanpa pegangan hidup yang
wacana keislaman disertai argumen dan kukuh, terasing dalam hidup sehingga
dalil yang kuat melalui berbagai tulisan rentan terlibat dalam organisasi atau
disebarkan menggunakan media sosial baik aktivitas ekstrimis.
twitter maupun akun facebook.
Kesemuanya itu menjadi menjadi sarana Kelima, Pengembangan kemitraan dan
penyebaran Islam yang moderat dan toleran kerja sama antara Pemerintah dengan
sekaligus meneguhkan Islam sebagaiagama Tokoh-Tokoh Agama dan organisasi
rahmatan lil ‘alamin. kemasyarakatan. NU dan Muhamadiyah
dan tokoh-tokohnya termasuk tokoh-tokoh
Keempat, Perbaikan ekonomi masyarakat mantan komando jihad yang telah
guna mengatasi kesenjangan sosial meninggalkan ideology radikalnya. Mereka
ekonomi dan membuka lapangan kerja. harus dilibatkan secara aktif oleh
Seluruh sektor diintegrasikan untuk Pemerintah untuk menghadapi darurat
penanggulangan kemiskinan dan teroris saat ini. Para tokoh diperankan
pengangguran. Artinya negara harus sebagai “Sang Pencerah” artinya para tokoh
mempertegas komitmen mewujudkan harus melakukan konter wacana dan narasi
keadilan dan kejahteraan. Perhatian khusus untuk meluruskan pemahaman yang keliru
harus diberikan kepada kaum muda. tentang makna jihad dan syahid. Misalnya

96 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


meluruskan pemahaman kelompok radikal Respon mantan napi teroris adalah menolak
bahwa jihad dan mati syahid akan mentah-mentah PP ini dan mengeluarkan
membawa serta 67 keluargake syurga, pernyataan setuju sebagai murtad. Hasil
sementara faktanya aksi terror yang riset ini memberikan pelajaran bagi
dimaknai jihad telah menyebabkan warga pemerintach untuk menghindari penerapan
sipil terbunuh dan membuat penderitaan ara-cara represif dan pemaksaan dalam
bagi orang lain. Juga meluruskan gagasan- penanganan kasus mantan napi.
gagasan yang mengkafirkan orang yang
berbeda agama dan menganggap Oleh karena itu, Pemerintah perlu
keyakinannya yang paling benar.Ceramah mengubah pendekatan penanganan dari
di masjid dan majelis taklim dioptimalkan pendekatan ideologis represif ke
untuk menghalau ide-ide negara Islam dan pendekatan psikologis dan pemberdayaan.
kekerasan atas nama agama, dengan Tahun pertama pasca pembebasan dari
menggelorakan gagasan perdamaian, penjara adalah titik paling rawan, banyak
toleransi dan mencintai tanah air sebagai diantara para mantan napi yang kembali ke
bagian dari iman. Mensosialisasikan kelompoknya seperti Kasus Sunakim (Afif)
komitmen ulama nusantara untuk untuk dan Muhamad Ali yang hanya beberapa
membangun negara damai, sehingga bulan setelah bebas dari penjara LP
ideology radikal dan NIIS tidak punya Cipinang dan Tanjung Gusta Medan
tempat di hati umat Islam. kembali ke ideology lamanya dan berakhir
pada terror bom sarinah juga Santoso yang
Keenam, Merubah pola deradikalisasi yang kembali memimpin kelompok teroris
dilakukan oleh Pemerintah dengan Mujahidin Indonesia Timur di Poso setelah
pendekatan yang tepat. Pola pembinaan bebas. Dilema yang dihadapi mantan napi
narapidana perlu dievaluasi, tidak mudah teroris ketika keluar penjara adalah mau
menjalankan program deradikalisasi karena balik ke dunia lama atau ke dunia baru.
menyangkut ideologi, ada yang menjadi Dunia lama menerima mereka sebagai
teroris akibat “cuci otak” tetapi ada yang pahlawan karena menganggap aksi yang
punya ideologi kuat. Seberat apapun hukum mereka lakukan adalah pembelaan terhadap
pidana bahkan hukuman mati sekalipun agama dan kaum yang tertindas, dalam
tidak sanggup melunturkan keyakinan kelompoknya mereka adalah pahlawan
ideology mereka.Temuan riset yang bukan teroris. Akan tetapi,sebaliknya dunia
dilakukan oleh Institute for Policy Analisis baru penuh tantangan dan cibiran, bahkan
of Conflict, Januari 2015 menyebutkan, menakutkan terutama ketika mereka harus
pada Bulan Juli 2013, Pemerintah hadir dalam pergaulan di masyarakat telah
memberlakukan Peraturan Pemerintah melekatkan stigma teroris, apalagi mereka
Nomor 99 Tahun 2012 Pasal 34A yang harus memenuhi kebutuhan duniawi secara
menyebutkan bahwa remisi diberikan normal tanpa dukungan apapun.
kepada napi terorisme jika mereka mau
bekerjasama membongkat tindak pidana Untuk itu, perlu ada perubahan pola
yang dilakukan sebelumnya, mengikuti pendekatan, dari pola represif pemaksaan
program deradikalisasi dan bersedia ideologis dengan menceramahi mantan napi
berikrar setia kepada NKRI secara tertulis. tentang Pancasila, pluralisme, Bhinneka

97 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


Tunggal Ika kepada pola pendekatan hingga kabupaten dan provinsi. Maka
psikologis dan pemberdayaan. Dalam keberadaan dan kemampuan unsur-unsur
pendekatan psikologis dan pemberdayaan dalam tingkatan pemerintahan dimaksud
diterapkan pola disengagement. harus terus ditingkatkan, diperkuat, dan
Disengagement adalah bagaimana dipertajam, khususnya dalam fungsi deteksi
menciptakan kondisi yang mendukung dini.
proses pemutusan hubungan para napi
terorisme dari habitat lamanya yang pro- Pertama, mengoptimalkan fungsi RT dan
kekerasan sehingga menekan kemungkinan RW. Metode deteksi dini dilakukan dengan
mereka kembali menjalankan aksi terror.. melibatkan dan memberdayakan
Disinilah letak pentingnya rangkulan dari masyarakat di tingkat RT/RW. RT/RW
Pemerintah, keluarga, teman-teman, para memainkan peranan strategis dan penting
tokoh dan LSM-yang berniat sungguh- sebagai mata dan telinga
sungguh membantu mereka terlibat dalam pemerintah.Pengurus RT/RW merupakan
aktifitas dan lingkungan sosial yang orang-orang yang bisa memantau segala
memungkinkan mereka berinteraksi dengan kejadian di wilayah permukiman, Ketua RT
beragam kalangan. Menyediakan pekerjaan, dan Ketua RW mengkoordinasikan
melibatkan dalam wirausaha, atau pengawasan terhadap dinamika
menyediakan permodalan yang dapat kependudukanyang lahir, kawin, cerai, mati
dikelola oleh mantan merupakan strategi dan perpindahan warga. Mereka juga dapat
pengalihan dari keinginan untuk kembali ke memantau aktifitas masyarakat dan tamu
dunia lama. yang masuk dan keluar di lingkungannya.
Lebih penting lagi melalui RT/RW dapat
Strategi Pencegahan Melalui Deteksi disosialisasikan bahaya paham radikal dan
Dini terorisme dengan melibatkan tokoh
setempat dan seluruh warga, yang intinya
Meluasnya penyebaran gerakan radikalisme informasi tentang paham radikalisme dan
dan aktifitas terorisme karena kurangnya terorisme sampai ke masyarakat.
upaya pencegahan di level masyarakat.
Penyebab pertama, masyarakat jarang Kedua, membangun sinergi antar
melapor tindakan yang mencurigakan kelembagaan pemerintahan di tingkat desa
kepada pemerintah maupun aparat dan kelurahan. Kepala Desa/Lurah, Bintara
keamanan dan kedua lemahnya peran aparat Pembina Kamtibmas (Babinkamtibmas)
pemerintah untuk memantau dan dan Bintara Pembina Desa (Babinsa)
mengawasi pergerakan kelompok radikan merupakan ujung tombak penyelenggaraan
dan teroris. Pemerintah dan masyarakat pemerintahan di level desa dan kelurahan.
memiliki tanggung jawab bersama untuk Untuk itu perlu membangun sinergi antara
mencegah dan menghalau kedua aliran ketiga unsur pemerintahan dimaksud untuk
tersebut masuk di masyarakat melalui mendeteksi gerakan-gerakan teorisme yang
metodedeteksi dini. Metode deteksi dini selama ini tersembunyi, sehingga ancaman
diterapkan secara efektif dengan melibatkan terorisme dapat diantisipasi dan dicegah
fungsi dan peran kelembagaan mulai dari lebih awal. Dalam pelaksanaannnya mereka
tingkat RT/RW, desa/kelurahan, kecamatan dapat berkoordinasi dengan pemerintahan

98 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


kecamatan dan Forum Kewaspadaan Dini dengan hal tersebut langkah Kementerian
Masyaraat di Daerah (FKDM). Dalam Negeri menambah kewenangan
Ketiga, Penguatan dan perluasan peran camat melalui Surat Edaran mendagri
kecamatan. Setelah pemberlakuan UU Nomor 300/5977/SJ, dimana dalam surat
Nomor 22/1999 dan UU Nomor 32/2004 tersebut camat tidak hanya mengurusi
peran kecamatan sangat lemah dalam administrasi melainkan juga sebagai kepala
pembinaan kewilayahan. Hal ini karena wilayah. Surat Edaran tersebut sebagai
kedua UU tersebut memangkas langkah pemantapan koordinasi
kewenangan camat sebagai kepala wilayah, penanganan konflik sosial di kecamatan,
akibatnya persoalan konflik ataupun juga disebutkan bahwa camat merupakan
tindakan radikal hanya diserahkan kepada ketua Tim Terpadu penanganan konflik di
kepolisian. Padahal menurut penelitian kecamatan, Danramil dan Kapolsek sebagai
masyarakat cenderung menjadikan wakil ketua anggota terdiri atas kepala desa,
kecamatan sebagai tempat pengaduan babinsa dan babinkamtibmas.
berbagai permasalahan sosial, mulai dari
sampah, konflik sosial, bencana alam, Terakhir, Peningkatan keterpaduan dan
panen yang gagal, penyalahgunaan narkoba koordinasi antar unsur pimpinan wilayah
hingga kekerasan terhadap anak. yang terhimpun dalam Forum Koordinasi
Masyarakat masih mengharapkan Camat Pimpinan Daerah (Forkopimda) harus
dan unsur Musyawarah Pimpinan dioptimalkan mulai dari tingkat kecamatan,
Kecamatan (Muspika) mencari solusi kabupaten dan provinsi untuk mencegah
terhadap permasalahan yang mereka dan mengantisipasi isu radikalisme dan
hadapi. terorisme di daerah, termasuk peningkatan
fungsi dan peran Badan Kesbangpol
Hadirnya UU No 23/2014 tentang Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pemerintahan Daerah, pada Pasal 225
memberikan ruang bagi Camat memiliki Peran dari kelembagaan pemerintahan
tugas baru diantaranya melaksanakan sebagaimana disebutkan diatas,untuk
pembinaan terkait wawasan kebangsaan melakukan deteksi dini, peringatan dini
dan ketahanan nasional, penanganan dan cegah dini mengamankan kepentingan
konflik sosial dan koordinasi antar nasional dan menjaga keutuhan NKRI, agar
Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. mampu menjalankan fungsi : to anticipate,
Untuk itu dalam upaya meningkatkan to detect, to identify dan to forewarn.
deteksi dini dan cegah dini. Kewenangan Dengan mengantisipasi, mendeteksi,
camat untuk mengkoordinasikan mengindentifikasi, dan memberikan
penyelenggaraan ketenteraman dan peringatan dini, yang pada hakekatnya
ketertiban umum sebagaimana amanat representasi kehadiran negara untuk
Pasal 225, UU No 23/2014 perlu diperluas memberikan rasa aman kepada masyarakat.
dan dipertegas. Camat berperan penting
untuk mengantisipasi terjadinya konflik KESIMPULAN
sosial, antisipasi penyebaran paham
Penyebab radikalisme dan terorisme
radikalisme dan terorisme di wilayah
bersifat multi faktor. Dari perspektif sosial
kecamatan dengan berkoordinasi. Berkaitan

99 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


politik, radikalisme timbul karena adanya DAFTAR PUSTAKA
dominasi kelompok pada suatu sistem dan
kesenjangan tajam yang menimbulkan Baker. Chuck. 2015. Shades of
Intolerance: The Influence of
fatalisme masyarakat. Perspektif sosiologis,
Terrorism on Discriminatory
pemicu radikalisme adalah krisis identitas Attitudes and Behaviors in the
yang menimpa generasi muda, United Kingdom and Canada. A
ketergoncangan moral dan perbedaan Dissertation. Graduate School-
ideologi dan jaringan sosial. Pemicu dari Newark Rutgers, The State
perspektif ekonomi adalah kesenjangan University of New Jersey
ekonomi yang menimblkan kecemburuan
Fanani Ahmad F.2013. Fenomena
sosial. Selain itu lemahnya regulasi juga
Radikalisme di Kalangan Kaum
memicu radikalisme dan maraknya aksi- Muda. Jurnal MAARIF. Arus
aksi terorisme. Peran Pemerintah dalam Pemikiran Islam Dan Sosial, Vol. 8
rangka menanggulangi radikalisme dan No 1, Juli 2013. Hal 4-12.
aksi-aksi terorisme melalui upaya:
penguatan kebijakan, penguatan institusi Febriansyah. R. 2013. Radikalisme Berlatar
pendidikan formal, penataan pemanfaatan Belakang Agama Dalam
Masyarakat (Studi Kasus Pada
media, perubahan pola deradikalisasi,
Ormas Front Pembela Islam Di
meningkatkan perekonomian masyarakat Kota Palembang). Skripsi. Jurusan
dan melakukan strategi pencegahan melalui Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan
deteksi dini. Ilmu Politik Universitas Sriwijaya.

Rekomendasi kajian, selain mempercepat Finke, Roger and Rodney Stark, 2003. The
Dynamics of Religious Economies,
revisi UU Teoririsme, Pemerintah perlu
Cambridge University Press.
berinovasi dalam mencegah dan
menanggulangi radikalisme dan terorisme Hasan, Noorhaidi. 2006. Laskar Jihad;
melalui perbaikan kurikulum dengan Islam, Militancy and the Quest for
muatan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Identity in Post-New Order
Ika (pluralisme) pada setiap jenjang Indonesia. Ithaca: Cornell
pendidikan. Program deradikalisasi University Southeast Program
Publications.
dilakukan dengan memanfaatkan sarana
masjid dan majelis taklim untuk Jasper, James M. 1997. The Art of Moral
mensosialisasikan gagasan membangun Protest, Culture, Biography and
negara damai (bukan Negara Islam) dan Creativity in Social Movements.
pola deradikalisasi kepada para pelaku teror Chicago and London: The
melalui pada penyadaran dan University of Chicago Press.
pemberdayaan. Langkah penting lainnya
Kementerian Agama RI. 2014.
adalah meningkatkan program-program Radikalisme Agama dan Tantangan
penanggulangan kemiskinan guna Kebangsaan. Jakarta: Dirjen
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan Bimbingan Agama
masyarakat. Islam.Kementerian Agama RI.

100 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01


Kristopher. R. 2006. Civil and State Motivation and Root Causes of
Terror: an Analysis of Terrorism’s Terrorism. Jakarta: Penerbit
Effects on States’ Respect for Indonesian Institute for Society
Human Rights" Paper presented at Empowerment.
the annual meeting of the American
Sociological Association, Montreal Rais, Amien. 1996. Cakrawala Islam.
Convention Center, Montreal, Bandung: Mizan
Quebec, Canada, Aug 11,
2006 Online <PDF>. 2016-01- Sukabdi Zora. A. 2013. Kaum Muda dan
20 http://citation.allacademic.com/m Radikalisme (?).Jurnal MAARIF.
eta/p104474_index.html Arus Pemikiran slam Dan Sosial,
Vol. 8 No 1, Juli 2013. Hal 82-96.
Marranci, Gabriele .2006. Jihad Beyond
Islam. Oxford, New York: Berg Sugiono, Muhadi, Hiariej, Eric, Djalong,
Frans Fiki, Hakim, Lukmanul. 2011
Muhammad Najib Azca.2013.Yang Muda, Rekonseptualisasi: Terorisme,
Yang Radikal: Refleksi Sosiologis Radikalisme dan Kekerasan.
Terhadap Fenomena Radikalisme Laporan Penelitian.
Kaum Muda Muslim di Indonesia
Pasca Orde Baru. Jurnal MAARIF. Ummah. Choirul S. 2012. Akar Radikalis-
Arus Pemikiran Islam Dan Sosial, me Islam Di Indonesia. Jurnal
Vol. 8 No 1 . Juli 2013. Hal 14-44. Humanika, No. 12 Sept. 2012.
Mufid, Ahmad Syafii. 2011. Executive
Summary of Research on

101 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN VOL.04 NO. 01

Anda mungkin juga menyukai