Anda di halaman 1dari 14

sudah terbukti dalam sejarah perjalanan bangsa yang panjang serta pengalaman-

pengalaman konkrit vang hadir dalam realitas masyarakat Indonesia realitas itu
nampak kembali. Hal inilah yang menyebabkan pertikaian seperti munculnya
paham radikalisme.
Gerakan Radikalisme kebanyakan muncul dalam kalangan agama. Di
beberapa negara muslim, gerakan-gerakan radikal keagamaan justru lahir pada
saat proses demokratisasi sedang di gelar. Gerakan-gerakan agama radikal di
Indonesia pun juga lahir di saat proses demokratisasi sedang berjalan. Otonomi
daerah sebagai refleksi dari tuntutan demokrasi misalnya, justru di tandai dengan
bangkitnya literalisme-radikalisme agama seperti kehendak untuk menerapkan
“syariat islam”.
Radikalisme sendiri merupakan paham pemikiran sekelompok masyarakat
yang menginginkan pembaharuan untuk hidup lebih baik namun dengan cara yang
tidak benar karena dengan menghalalkan segala cara. Makin banyak gerakan yang
muncul karena persoalan agama, politik, maupun yang lainnya. Sebagian besar
bentuk radikalisme adalah perbuatan yang negatif untuk umum. Demokrasi yang
seharusnya menjadikan tatanan masyarakat semakin cair, egaliter dan inklusif,
tapi yang terjadi justru sebaliknya.
Radikalisme disebagian masyarakat bisa muncul karena banyak hal. Salah
satunya adalah karena lemahnya pemahaman agama. Radikalisme ini merupakan
sasaran yang tepat bagi orang-orang yang bertujuan menyelewengkan ajaran
agama atau mengajarkan paham-paham keagamaan yang sesat, Masyarakat
sebagian menganggap radikalisme sebagai hal yang positif karena kepentingan
mereka. Pelaku terorisme yang menganggap perbuatannya merupakan hal yang
positif karena dia merasa berjihad untuk agama yang dianutnya. Selain pelaku
terorisme dengan alasan keagamaan, ada juga para politikus, yang bisa melakukan
apa saja dan menghalalkan segala cara demi merebut kekuasaan. Sebagai contoh
hal yang dilakukan para politikus demi merebut kekuasaan ialah, dengan cara
pemberontakan (GAM, OPM, RMS, dan lainnya).
Segi pelanggaran norma-norma pancasila, radikalisme hampir melanggar
keseluruhan norma yang ada dalam pancasila. Dari pelanggaran yang menyangkut

1
agama sampai pelanggaran sosial. Berawal dari pemikirin sempit oleh
sekelompok massa dapat menimbulkan banyak kerugian yang begitu besar. Jika
tidak segera ditangani akan membawa dampak yang buruk, bukan hanya kepada
masyarakat yang menjadi tidak tenang, tetapi juga kepada bangsa dan negara.
Penulis atau blogger sudah banyak yang membahas tentang radikalisme.
Baik membahas tentang hubungan radikalisme dan Indonesia sampai membahas
apa itu radikalisme. Makalah ini, akan membahas lebih spesifik pada radikalime
di Indonesia dalam perspektif pancasila.
Kenyataan banyak terjadi tindakan-tindakan oleh sekelompok radikalisme
yang meresahkan masyarakat. Mereka selalu mengatasnamakan agama dalam
tidakan sewenang-wenang yang mereka lakukan. Mereka melakukan segala
bentuk kekerasan dan merugikan banyak pihak. Mulai dari kerugian materil
sampai kerugian menghilangkan nyawa seseorang.
Dilihat dari berbagai agama yang ada di Indonesia, sebenarnya tidak ada
satu pun agama yang mengajarkan untuk melakukan kekerasan. Dalam hal ini,
Islam adalah salah satu agama yang paling sering digunakan menjadi dasar
melakukan kekerasan. Islam sendiri tidak pernah mengajarkan untuk melakukan
kekerasan, Islam lebih menyukai kelembutan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah di kemukakan di atas, maka pokok
masalah yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana gerakan radikalisme dapat eksis di Indonesia?
2. Mengapa gerakan radikalisme dipandang mengganggu ketatanegaraan dan tidak
sesuai dengan Pancasila?
3. Apa saja upaya pemerintah dalam mengatasi gerakan radikalisme di Indonesia?

1.3 Tujuan
Bedasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui eksistensi gerakan radikalisme di Indonesia.

2
2. Untuk memahami dampak negatif gerakan radikalisme terhadap ketatanegaraan
NKRI yang tidak sesuai dengan Pancasila.
3. Untuk menjelaskan upaya pemerintah selama ini dalam mengatasi gerakan
Radikalisme di Indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Radikalisme


Radikalisme dalam bahasa berarti paham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau
drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa
dalam mengusung perubahan. Sementara itu radikalisme menurut pengertian lain
adalah inti dari perubahan itu cenderung menggunakan kekerasan.
Radikalisme merupakan gerakan yang berpandangan kolot dan sering
menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam
merupakan agama kedamaian yang mengajarkan sikap berdamai dan mencari
perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan
dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik. Dawinsha
mengemukakan defenisi radikalisme menyamakannya dengan teroris. Tapi ia
sendiri memakai radikalisme dengan membedakan antara keduanya. Radikalisme
adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal tersebut. Definisi
Dawinsha lebih nyata bahwa radiklisme itu mengandung sikap jiwa yang
membawa kepada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan
kemapanan dan menggantinya dengan gagasan baru.
Makna yang terakhir, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan
bahkan bisa menjadi berbahaya yaitu sebagai ekstrim kiri atau kanan.

2.2 Kemunculan Radikalisme


a. Faktor Internal (faktor dari dalam)
Faktor internal adalah adanya legitimasi teks keagamaan dalam melakukan
perlawanan, hal itu yang sering kali menggunakan legitimasi teks (baik teks
keagamaan maupun teks cultural) sebagai penopangnya. Untuk kasus gerakan
ekstrimisme islam yang merebak hampir di seluruh kawasan islam (termasuk
indonesia) juga menggunakan teks-teks keislaman (Alquran, hadits dan classical

4
sources kitab kuning) sebagai basis legitisasi teologis, karena memang teks
tersebut secara tekstual ada yang mendukung terhadap sikap eksklusivisme dan
ekstrimisme ini.
Faktor internal lainnya adalah dikarenakan gerakan ini mengalami frustasi
yang mendalam, karena belum mampu mewujudkan cita-cita berdirinya negara
islam internasional sehingga pelampiasannya dengan cara anarkis, mengebom
fasilitas publik dan terorisme.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor
sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk
kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal tersebut lebih tepat
dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama.
Harus diakui bahwa salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor
sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk
kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan
sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut).
Hal ini terjadi pada peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh negara Israel
terhadap Palestina, kejadian ini memicu adanya sikap radikal di kalangan umat
islam terhadap Israel, yakni mengingkan agar negara Israel di isolasi agar tidak
dapat beroperasi dalam hal ekspor impor.

b. Faktor eksternal (factor dari luar)


Faktor eksternal terdiri dari beberapa sebab di antaranya : pertama, dari
aspek ekonomi-politik, kekuasaan depostik pemerintah yang menyeleweng dari
nilai-nilai fundamental islam. Itu artinya, rejim di negara- negara islam gagal
menjalankan nilai-nilai idealistik islam. Rejim-rejim itu bukan menjadi pelayan
rakyat, sebaliknya berkuasa dengan sewenang-wenang bahkan menyengsarakan
rakyat. penjajahan barat yang serakah, menghancurkan serta sekuler justru datang
belakangan, terutama setelah ide kapitalisme global dan neokapitalisme menjadi
pemenang. Satu ideologi yang kemudian mencari daerah jajahan untuk dijadikan
"pasar baru". Industrialisasi dan ekonomisasi pasar baru yang dijalankan dengan
cara-cara berperang inilah yang sekarang mewujudkan hingga memelihara

5
kehadiran fundamentalisme islam. Karena itu, fundamentalisme dalam islam
bukan lahir karena romantisme tanah (seperti Yahudi), romantisme teks (seperti
kaum bibliolatery), maupun melawan industrialisasi (seperti kristen eropa).
Selebihnya, ia hadir karena kesadaran akan pentingnya realisasi pesan-pesan
idealistik islam yang tak dijalankan oleh para rejim-rejim penguasa dan baru
berkeliaran dengan faktor-faktor eksternal yaitu ketidak adilan global.
Kedua, faktor budaya, faktor ini menekankan pada budaya barat yang
mendominasi kehidupan saat ini, budaya sekularisme yang dianggap sebagai
musuh besar yang harus dihilangkan dari bumi.
Ketiga, faktor sosial politik, pemerintah yang kurang tegas dalam
mengendalikan masalah teroris ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu faktor
masih maraknya radikalisme di kalangan masyarakat.

2.3 Upaya lembaga masyarakat dalam mencegah atau


menyadarkan masyarakat tentang Radikalisme
1. Upaya dan peranan lembaga Pendidikan
Sebuah tindakan yang secara nyata dilakukan oleh manusia adalah hasil
refleksinya atas ideologi yang terdapat dalam dirinya. Ideologi, dengan demikian
memainkan peranan penting sebagai akar sekaligus pengendali tindakan manusia,
terlepas tindakan itu bernilai positif atau tidak. Proposisi tersebut dapat digunakan
untuk menjelaskan mengapa tindakan atau aksi teror dapat terjadi. Skala yang
lebih mikro, mengapa seseorang atau golongan tertentu melakukan aksi teror yang
notabene berlawanan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.
Berdasarkan dari sinilah tugas pemberantasan terorisme itu harus dimulai.
Mencegah Kampus dari Radikalisme Kampus menjadi lingkungan yang
menjanjikan bagi pengusung paham radikal. Mereka membidik para mahasiswa
yang secara psikologis masih dalam proses pencarian jati diri. Dalam banyak
kasus, pegiat paham radikal membidik mahasiswa yang polos", artinya yang tidak
memiliki latar belakang keagamaan kuat.

6
Kepolosan mahasiswa ini dimanfaatkan oleh pengusung paham radikal
dengan memberikan doktrinasi keagamaan yang monolitik, kaku, dan jauh
damontekstualisasi. Pada proses inilah radikalisme ditanamkan dan disahkan
melalui sistem kaderisasi yang ketat dan cenderung tertutup. Gambaran proses
kaderisasi yang dilakukan oleh kelompok radikal keagamaan yang membidik
mahasiswa "polos" sebagai generasi penerusnya dan dilakukan tertutup, maka kita
dapat mengambil kesimpulan.
Pertama, mahasiswa yang tidak memiliki latar belakang keagamaan yang
kuat justru merekalah yang memiliki semangat belajar keagamaan yang cukup
tinggi. Ironisnya, semangat tersebut justru ditangkap oleh kelompok radikal,
sehingga mahasiswa mudah terdoktrinasi dan terjebak dalam ajaran radikal.
Kedua, pola tertutup dalam kaderisasi paham radikal menjadi titik penting
proses doktrinasi paham radikal itu sendiri, dimana semakin eksklusif suatu
perkaderan maka radikalisasi semakin tidak terbendung. Karenanya, upaya yang
efektif untuk mencegah kampus dari radikalisasi adalah dengan melakukan
strategi yang berlawan dari dua kesimpulan penting di atas.
Pertama, kampus harus memberikan fasilitas belajar keagamaan yang
proporsional kepada mahasiswa, terutama untuk menampung mereka yang
sesungguhnya memiliki semangat belajar agama cukup tinggi, sekalipun tidak
memiliki latar belakang keagamaan yang kental. Sehingga mereka tidak belajar
agama kepada kelompok radikal dan eksklusif yang berbahaya.
Kedua, kampus secara berkala harus mengupayakan penyebaran ajaran
keagamaan dengan suasana terbuka dan menekankan moderatisme. Selain mampu
membendung radikalisasi dan mencegah bibit teroris, kedua upaya itu bisa
menjadi strategi jitu untuk membangun moralitas mahasiswa yang seimbang
dengan keunggulannya secara akademik (excellence with morality).

2. Upaya dan peranan organisasi masyarakat


Melihat semakin mengancamanya bahaya terorisme di tengah masyarakat,
bahwa ada baiknya untuk kembali menggiatkan fungsi Rukun Tetangga (RT) dan
Rukun Warga (RW) sebagai alat pencegahan dan peran. Hal ini dikarenakan RT

7
dan RW merupakan struktur organisasi masyarakat yang berada di tingkat paling
bawah, sehingga efektif untuk mendeteksi penyebaran paham terorisme secara
dini.
Salah satu alasan yang membuat RT dan RW dinilai efektif untuk mencegah
terorisme secara dini di tengah masyarakat adalah adanya fungsi pendataan warga,
seperti contoh kewajiban tamu bermalam untuk melapor. Jika setiap ada orang
asing yang masuk ke suatu daerah mematuhi aturan wajib lapor, saya yakin negara
ini akan aman.
Bukan hanya dari ancaman radikalisme dan terorisme saja, namun juga
bentuk kejahatan lainya. Namun sayang masih banyak RT dan RW yang kurang
aktif dalam melaksanakan fungsi tugas tersebut. Alasannya adalah karena menjadi
pengurus RT maupun RW merupakan jabatan sosial. Akibatnya fungsi kontrol
dan deteksi dini menjadi kurang maksimal. Padahal sudah menjadi rahasia umum
bahwa pelaku aksi terorisme banyak bersembunyi di lingkungan pemukiman
warga dan seolah-olah berkedok sebagai masyarakat biasa.
Adanya sarang teroris di lingkungan pemukiman warga merupakan indikasi
ketua RT dan RW-nya kurang peduli mengenai hubungan antar tetangga yang
berada di lingkungan yang dipimpinnya. Dengan berfungsinya peran RT dan RW
secara maksimal, maka bukan tidak mungkin setiap gerakan atau kegiatan yang
mencurigakan bakal terdeteksi dengan mudah. Hal ini bertujuan agar masyarakat
dapat dengan mudah mendeteksi kegiatan yang mencurigakan di lingkungannya,
untuk kemudian dapat diantisipasi sejak dini.

3. Peranan Pancasila
Pancasila yang notabene merupakan pegangan hidup bangsa Indonesia kini mulai
terkikis seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kuatnya arus formasi diera
globalisasi saat ini. Pemerintah juga sekarang ini tengah sibuk terhadap masyarakat yang
berpergian ke Sirya terkait ISIS. Padahal seharusnya jika nilai-nilai Pancasila ini diserap
baik oleh bangsa Indonesia maka tidak perlu takut terhadap faham-faham radikalisme
seperti ISIS, sebab Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang bersifat fleksibel
terhadap perkembangan zaman namun tetap memiliki ciri khas tersendiri.

8
Pancasila diera globalisasi merupakan tantangan baru bangsa ini. Arus informasi
yang semakin cepat sehingga paham-paham dunia barat USA dan Eropa sangat mudah
diakses oleh masyarakat Indonesia. Liberalisme yang dianut oleh dunia barat kini
merambat ke tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai dampak negatif globalisasi.
Ideologi Pancasila sebenarnya dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman,
hanya saja nilai-nilai yang terkandung didalamnya tidak terjiwai oleh masyarakat
Indonesia itu sendiri.
Paham liberalis dan radikalis bisa dengan mudahnya menembus pemikiran bangsa
ini. Banyak yang berpandangan bahwa Pancasila identik dengan orde baru (Orba), maka
setelah runtuhnya orba nilai luhur Pancasila juga ikut runtuh. Padahal Pancasila sebagai
ideologi bangsa ini sangatlah penting di pahami dan di jiwai. Sebab nilai-nilai yang
secara tersirat maupun tersurat memiliki tujuan yang mulia dan dapat membawa bangsa
ini kedalam peradaban yang baik.
Ketika kita mampu menjiwai Pancasila, tidak perlu takut dengan faham radikal dan
liberal yang meracuni pemikiran kita. Saat ini MPR tengah sibuk mensosialisasikan 4
Pilar Berkehidupan Berbangsa dan Bernegara yang mana terdiri dari Pancasila, UU 1945,
Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI. Ini memang harus ditanamkan sejak dini kepada anak
cucu bangsa ini kedepannya. Bukan hanya menjadi tugas MPR, tetapi tugas kita bersama
selaku warga negara yang baik dan menjujung tinggi ideologi Pancasila.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Letak Indonesia yang strategis dan merupakan kumpulan dari pulau-pulau
menyebabkan Indonesia sering dilewati oleh negara lain. Indonesia terdiri dari
beraneka ragam budaya sehingga radikalisme dapat dengan mudah masuk dan
menyebar di Indonesia. Radikalisme sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial,
politik, budaya, dan ekonomi. Di Indonesia, aksi kekerasan (teror) yang terjadi
dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan/mendompleng agama
tertentu.
Konsep dasar pendidikan inilah yang seharusnya menjadi titik ukur acuan
dan pedoman nyata bagi para pendidik dalam rangka memanusiakan manusia.
Lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menjadi media bagi pengembangan
ajang transfer dan transformasi budaya kekerasan dan budaya menghukum yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai dan konsep dasar pendidikan. Fenomena
meningkatnya tindakan radikalisme dikarenakan dangkalnya pemahaman terhadap
agama.
Upaya preventif yang tepat saat ini adalah dengan merevitalisasi pendidikan
agama dan akhlak disekolah, keluarga, maupun masyarakat. Pendidikan dan
pelajaran agama yang dijalankan saat ini hanya bersifat formalitas, materi dan
tidak mendorong pembentukan moral dan karakter mahasiswa. Selain itu alokasi
jam pelajaran agama dan akhlak ditingkatkan dari sisi kuantitas dan kualitasnya.
Selain itu, materi pelajaran non-agama atau umum seharusnya juga
diarahkan pada penguatan akhlak dan karakter siswa sehingga tidak terlepas dari
esensi pendidikan sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945 dan UU No 20
Tahun 2003 tentang Sisdiknas Karena Radikalisme tidak sesuai degan ideologi
bangsa indonesia, itu hanya memecah belah NKRI.

10
3.2 Saran
Berdasarkan pembuatan makalah, penulis merasa masih begitu banyak yang
perlu dijabarkan mengenai radikalisme dan upaya pencegahannya berdasarkan
perspektif lain. Hal ini guna memperbanyak referensi mengenai paham
radikalisme agama itu sendiri, mengingat dalam beberapa tahun terakhir, di
Indonesia banyak terjadi permasalahan yang didasari radikalisme agama dan
intoleransi, mulai dari masalah skala besar hingga persoalan kecil di tengah
masyarakat. Permasalahan yang didasari fanatisme keagamaan tersebut
kebanyakan masih dianggap wajar dan belum menjadi perhatian. Seperti halnya
demokratisasi yang terjadi pasca orde baru yang secara tidak langsung memberi
ruang pada kelompok radikal dan menjadi persoalan serius saat ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, S.H., Prof. Darji, DR. Nyoman Dekker, S.H., Prof. Mr. A.G.
Pringgodigdo, dkk., Saniaji Pancasila (cetakan ke 10), Usaha Nasional
Laboratorium Pancasila IKIP Malang, 1991.
Syam, M.Si., Prof. Dr. Nur, Tantangan Multikulturalisme Indonesia Dari Radikalisme
Menuju Kebangsaan, Percetakan Kanisius, Yogyakarta, 2009
Tolkhah, M.A., M Let, Dr. Imam, Anatomi Konflik Politik Di Indonesia, Divisi Buku
Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2001.
Voll, Prof. John O, Demokrasi dan Radikalisme Agama, Divisi Muslim Demokrasi,
2011.
Dinuth, Alex, Dr. Anhar Gonggong, Prof. Dr. Andre Hardjana, dkk., Kewaspadaan
Nasional dan Bahaya Laten Komunis (cetakan 1), PT Intermasa, Jakarta, 1997.

https:/nasional.kompas.com/wiki/mengatasi radikalisme

https://edukasi.kompasnia.com/2015/04/03/peran-ideologi pancasilauntukmembentengi-
diri-dari-radikalisme-isis- 716190.html https://news.okezone.com/cara-paling-efektif-
lawanradikalisme

https://damailahindonesiaku.com membentengi-pemuda-dari- radikalisme-dan-


terorisme.html

12
LAMPIRAN

13

Anda mungkin juga menyukai