Anda di halaman 1dari 18

1

MODUL 14
Bahaya faham radikal
Oleh :
PROF. DR. Hj.IMAS ROSIDAWATI WIRADIRJA, S.H.,M.H
Dr. H. ABDUL MUIS BJ, Drs., S.H., M.H

A. Pendahuluan
Penyebaran paham radikal di lingkungan sekolah hingga perguruan tinggi hingga
kini masih terjadi dan sudah melibatkan kalangan guru maupun dosen. Kondisi seperti ini
jika dibiarkan akan dapat menelurkan bibit-bibit baru kelompok radikal yang tidak
menerima keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa.

Kelompok Radikal biasa diartikan dengan suatu kelompok yang memiliki faham
atau aliran tertentu yang berusaha melakukan perubahan dan pembaharuan dengan
menempuh cara-cara kekerasan eksrem ekstrem. Cara-cara kekerasan itu antara lain
menghalalkan segala cara di dalam mencapai tujuannya, termasuk melakukan tindakan
pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya untuk memperoleh
dana guna membiayai perjuangannya. Kelompok Radikal juga berusaha untuk mengganti
tatanan nilai yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan ideologi yang dianutnya. Simbol
perjuangan yang mereka usung ialah jihad untuk melawan kekafiran.

            Radikal dan radikalisme, dua istilah yang akhir-akhir ini sering kali dikaikan dengan 
aksi-aksi kekerasan yang dikonotasikan dengan kekerasan berbasis agama termasuk aksi
terorisme. Istilah radikal dan radikalisme berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”. berarti
akar, sumber, atau asal mula radikal sama dengan menyeluruh, besar-besaran, keras,
kokoh, dan tajam. Hampir sama dengan pengetian itu, radikal diartikan sebagai “secara
menyeluruh”, “habis-habisan”, “amat keras menuntut perubahan”, dan “maju dalam
berpikir atau bertindak”. didefinisikan sebagai faham atau aliran yang menginginkan
perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis.

         Radikalisme dengan arti paham dalam politik yang ekstrem dan dengan menggunakan
cara kekerasan, atau paham keagamaan yang fanatik hingga memaksa orang lain, jelas
bertolak-belakang dengan Islam. Di dalam al-Quran disebutkan: Lâ ikrâ ha fî ad-dîn (Tak
ada paksaan dalam memeluk Islam) (QS al-Baqarah [2]: 256).   Memaksakan agama Islam
2

kepada orang lain adalah larangan keras di dalam Islam. Apalagi mengganggu, menteror,
dan mengebom orang-orang kafir yang hidup berdampingan dengan umat Islam. Itu jelas
dilarang keras dalam Islam. Islam menolak cara-cara kekerasan dalam perubahan sosial-
politik dan juga dalam pemaksaan agama seseorang.

Munculnya Gerakan Radikalisme

           Pasca reformasi yang ditandai dengan terbukanya kran demokratisasi telah menjadi
lahan subur tumbuhnya kelompok Islam radikal. Fenomena radikalisme di kalangan umat
Islam seringkali disandarkan dengan paham keagamaan, sekalipun pencetus radikalisme
bisa lahir dari berbagai hal apakah ekonomi, politik, sosial dan sebagainya. Dalam
konstelasi politik di Indonesia, masalah radikalisme Islam telah makin membesar karena
pendukungnya juga semakin meningkat. Akan tetapi, kadangkala gerakan ini berbeda
pandangan serta tujuan, sehingga tidak memiliki pola yang seragam. Ada yang sekedar
memperjuangkan implementasi syariat Islam tanpa keharusan mendirikan “negara Islam”,
namun ada pula yang memperjuangkan berdirinya “negara Islam Indonesia”,tergantung
sudut pandang penganutunya.
            

Stategi Kaum Radikal

         Strategi / taktik kaum radikal ini sangat penting diketahui lebih awal agar pemerintah,
para ulama, organisasi, serta masyarakat secara umum waspada akan gerakan mereka.
Adapun strategi tersebut adalah:

a. Aliansi Politik
Kelompok radikal membangun dukungan politik dengan politisi atau penguasa.
Biasanya saat ada momen politik pemilu atau pilkada.  Ada  hubungan simbiosis 
mutulisme dalam aliansi ini.

b. Cari Dukungan dari Tokoh dan Ormas Islam Moderat


Dikarenakan jumlahnya sedikit, maka kelompok intoleransi tersebut
membangun hubungan dengan tokoh agama atau ormas yang moderat. Mereka
mengembangkan berbagai taktik, di antaranya       adalah  aktif  melobi  tokoh
dan para  habib serta  berbagai ormas Islam untuk  berjuang bersama-sama
mereka.

     Upaya mencegah radikalisme


3

        Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur,
terutama di  bangsa Indonesia ini, antara lain :

     a. Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar

         Hal pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah paham radikalisme dan tindak
terorisme ialah memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar.
Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada
siapapun, terutama kepada para generasi muda. Hal ini disebabkan pemikiran para
generasi muda yang masih mengembara karena rasa keingintahuannya, apalagi
terkait suatu hal yang baru seperti sebuah pemahaman terhadap suatu masalah dan
dampak pengaruh globalisasi.  Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan
bukan hanya sebatas ilmu umum saja, tetapi juga ilmu agama yang merupakan
pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan juga keyakinannya kepada Tuhan. Kedua
ilmu ini harus diperkenalkan secara baik dan benar, dalam artian haruslah seimbang
antara ilmu umum dan ilmu agama. Sedemikian sehingga dapat tercipta kerangka
pemikiran yang seimbang dalam diri.

    b. Memahamkan Ilmu Pengetahuan Dengan Baik Dan Benar

Hal kedua yang dapat dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan
tindak terorisme ialah memahamkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar.
Setelah memperkenalkan ilmu pengetahuan dilakukan dengan baik dan benar,
langkah berikutnya ialah tentang bagaimana cara untuk memahamkan ilmu
pengetahuan tersebut. Karena tentunya tidak hanya sebatas mengenal, pemahaman
terhadap yang dikenal juga diperlukan. Sedemikian sehingga apabila pemahaman
akan ilmu pengetahuan, baik ilmu umum dan ilmu agama sudah tercapai, maka
kekokohan pemikiran yang dimiliki akan semakin kuat.

c. Aksi sosial

Masalah ini bisa terjadi memicu munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan
terorisme. Sedemikian sehingga agar kedua hal tersebut tidak terjadi, maka enjangan
sosial haruslah diminimalisir. Apabila tingkat pemahaman radikalisme dan tindakan
terorisme tidak ingin terjadi pada suatu Negara termasuk Indonesia, maka
kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Caranya ialah
pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya
dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat.
Begitu pula dengan rakyat, mereka harusnya juga selalu memberikan dukungan dan
kepercayaan kepada pihak pemerintah bahwa pemerintah akan mampu
4

menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pengayom rakyat dan pemegang kendali
pemerintahan Negara.

   d. Menjaga Persatuan Dan Kesatuan

Menjaga persatuan dan kesatuan juga bisa dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme di kalangan masyarakat,
terbelih di tingkat Negara. Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah masyarakat
pasti terdapat keberagaman atau kemajemukan, terlebih dalam sebuah Negara yang
merupakan gabungan dari berbagai masyarakat. Oleh karena itu, menjaga persatuan
dan kesatuan dengan adanya kemajemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk
mencegah masalah radikalisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan dalam
kasus Indonesia ialah memahami dan penjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, dan semboyan  Bhinneka Tunggal Ika.

e. Mendukung Aksi Perdamaian

Aksi perdamaian mungkin secara khusus dilakukan untuk mencegah tindakan


terorisme agar tidak terjadi. Kalau pun sudah terjadi, maka aksi ini dilakukan
sebagai usaha agar tindakan tersebut tidak semakin meluas dan dapat dihentikan.
Namun apabila kita tinjau lebih dalam bahwa munculnya tindakan terorisme dapat
berawal dari muncul pemahaman radikalisme yang sifatnya baru, berbeda, dan
cenderung menyimpang sehingga menimbulkan pertentangan dan konflik. Oleh
karena itu, salah satu cara untuk mencegah agar hal tersebut (pemahaman
radikalisme dan tindakan terorisme) tidak terjadi ialah dengan cara memberikan
dukungan terhadap aksi perdamaian yang dilakukan, baik oleh Negara (pemerintah),
organisasi/ormas maupun perseorangan.

f. Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme Dan Terorisme

Peranan yang dilakukan di sini ialah ditekankan pada aksi melaporkan kepada
pihak-pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikalisme
dan tindakan terorisme, entah itu kecil maupun besar. Contohnya apabila muncul
pemahaman baru tentang keagamaan di masyarakat yang menimbulkan keresahan,
maka hal pertama yang bisa dilakukan agar pemahaman radikalisme tindak
berkembang hingga menyebabkan tindakan terorisme yang berbau kekerasan dan
konflik ialah melaporkan atau berkonsultasi kepada tokoh agama dan tokok
masyarakat yang ada di lingkungan tersebut. Dengan demikian, pihak tokoh-tokoh
dalam mengambil tindakan pencegahan awal, seperti melakukan diskusi tentang
5

pemahaman baru yang muncul di masyarakat tersebut dengan pihak yang


bersangkutan.

g. Meningkatkan Pemahaman Akan Hidup Kebersamaan

Meningkatkan pemahaman tentang hidup kebersamaan juga harus dilakukan untuk


mencegah munculnya pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme.
Meningkatkan pemahaman ini ialah terus mempelajari dan memahami tentang
artinya hidup bersama-sama dalam bermasyarakat bahkan bernegara yang penuh
akan keberagaman, termasuk Indonesia sendiri. Sehingga sikap toleransi dan
solidaritas perlu diberlakukan, di samping menaati semua ketentuan dan peraturan
yang sudah berlaku di masyarakat dan Negara. Dengan demikian, pasti tidak akan
ada pihak-pihak yang merasa dirugikan karena kita sudah paham menjalan hidup
secara bersama-sama berdasarkan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan di
tengah-tengah masyarakat dan Negara.

h. Menyaring Informasi Yang Didapatkan

    Menyaring informasi yang didapatkan juga merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mencegah pemahaman radikalisme dan tindakan terorisme. Hal ini
dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamanya benar dan harus diikuti,
terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang ini, di mana informasi
bisa datang dari mana saja. Sehingga penyaringan terhadap informasi tersebut harus
dilakukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman, di mana informasi yang benar
menjadi tidak benar dan informasi yang tidak benar menjadi benar. Oleh karena itu,
kita harus bisa menyaring informasi yang didapat sehingga tidak sembarangan
membenarkan, menyalahkan, dan terpengaruh untuk langsung mengikuti informasi
tersebut.

i. Ikut Aktif Mensosialisasikan Radikalisme Dan Terorisme

Mensosialisasikan di sini bukan berarti kita mengajak untuk menyebarkan


pemahaman radikalisme dan melakukan tindakan terorisme, namun kita
mensosialisasikan tentang apa itu sebenarnya radikalisme dan terorisme. Sehingga
nantinya akan banyak orang yang mengerti tentang arti sebenarnya dari radikalisme
dan terorisme tersebut, di mana kedua hal tersebut sangatlah berbahaya bagi
kehidupan, terutama kehidupan yang dijalani secara bersama-sama dalam dasar
kemajemukan atau keberagaman. Jangan lupa pula untuk mensosialisasikan tentang
bahaya, dampak, serta cara-cara untuk bisa menghindari pengaruh pemahaman
radikalisme dan tindakan terorisme.
6

B. Capaian pembelajaran
Setelah menyelesaikan pertemuan ini, mahasiswa dapat mengerti, memahami,
menjelaskan, tentang bahaya paham radikal, antara lain pokok bahasan yang memuat
berikut ini :

1. Paham Radikal ( Pengertian )

2. Informasi ISIS,

3. Pentahapan Radikalisasi,

4. TIpologi kelompok radikal,

5. Tujuan dan motif radikalisme,

6. Kerawanan radikal ISIS di Indonesia,

7. Ciri orang yang terpapar radikal dan Upaya yang harus dilakukan terhadap paham
radikal ISIS ).

C. Metode
1. Untuk dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang tumbuh dibalik materi

ajar, perlu dikembangkan metode yang tepat dan mudah digunakan.

2. Metode pembelajaran menekankan pada prinsip Studen Center Learning (SCL), yakni
pembelajaran yang berpusat pada kepentingan belajar mahasiswa.

3. Syarat utama untuk dapat mengembangkan pembelajaran ini ialah, mahasiswa harus
menumbuhkan kesenangan belajar. Kemudian focus dan konsentrasi pada nilai-nilai
yang ada dibalik materi pembelajaran.

4. Belajar tidak sekedar menggugurkan kewajiban tugas, tapi focus pada upaya

Peningkatan keilmuan dan kesadaran hukum mahasiswa tentang bahayanya faham


radikalisme.

D. MATERI PERKULIAHAN
7

A. Imajinasi
1. Apa yang dimaksud dengan radikal ?
2. Sejak kapan seseorang / kelompok menjadi radikal ?
3. Salahkah paham radikal ?

B. Pengertian-pengertian
1. Radikal
Sama sekali, besar-besaran dan menyeluruh, keras, kokoh, maju dan tajam.

2. Radikalis
Orang yang menginginkan perubahan dan perombakan besar-besaran dalam
pemerintahan, penganut radikalisme.

3. Radikalisme
Paham politik kenegaraan yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan
besar-besaran sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan.

C. Informasi ISIS ( Islamic State Of Iraq And Suriah )


1. Tahun 2003 Amerika Serikat dibawah pimpinan George Bush melakukan infasi ke
negara Irak dengan presidennya saat itu Sadam Husein, ISIS merupakan sempalan
Al-Qaeda dan ISIS dibentuk pada tahun 2013.
2. ISIS kemudian berkembang menjadi kelompok jihad dan melakukan penyerangan
terhadap pemerintah Suriah dan membangun kekuatan militer di negara Irak.
3. Juni tahun 2014 ISIS mulai menguasai kota Raqqa dan kota Mosul.
4. Pemimpin ISIS Abu Bakar Al-Baghdadi yang bernama asli Ibrahim Awwad
Ibrahim Al-Badri yang lahir tahun 1971 dari keluarga religius di kota Bagdad
bagian utara.
5. Pendidikan Abu Bakar Al-Baghdadi :
a. Sejarah Islam komunitas Sunni dan ahli strategi perang.
b. Doktor ahli bidang Ideologi Universitas Sains Islam Baghdad.
6. Pada tahun 2006 dalam suasana masih terjadinya infasi Amerika Serikat ke Irak
Abu Bakar Al-Baghdadi ditangkap dan ditahan selama 4 (empat) tahun.
7. Tahun 2010 Abu Bakar Al-Baghdadi dibebaskan dan menjadi pimpinan ISIS
menggantikan Abu Omar Al-Baghdadi yang tewas oleh pasukan Nasional dibawah
pimpinan Amerika Serikat.
8. Tanggal 29 Juni 2014 ISIS berubah menjadi Islam State (IS).
8

9. Tujuan ISIS adalah membentuk negara Islam di Timur Tengah yang meliputi Irak,
Suriah, Libanon, Yordania dan sekitarnya berdasarkan Khilafah Islamiah dan
mengkafirkan orang diluar golongannya.

D. Islamic State Of Iraq and Suriah ( ISIS ) di indonesia


Islamic State Of Iraq and Suriah ( ISIS ) di indonesia lebih dikenal sejak hari
minggu tanggal 16 Maret tahun 2014, karena pada saat inilah Chep Hernawan
mendeklerasikan dirinya sebagai Presiden Pimpinan ISIS Regional Indonesia
khususnya di Jawa Barat. Peristiwa ini bertepatan dengan unjuk rasa besar – besaran
Ormas Islam di Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta. Deklarasi ini di dukung oleh
Ormas Islam garis keras diantaranya :
1. Gerakan Reformasi Islam ( Garis ).
2. Jamaah Ansharut Tauhid ( JAT ).
3. Majelis Mujahidin Indonesia ( MMI ).

Selanjutnya Paham ISIS dengan mudah berkembang di masyarakast karena


diliput oleh media, baik media cetak maupun media elektronik.

Presiden Pimpinan ISIS Regional Indonesia Chep Hernawan pada hari selasa
tanggal 12 Agustus tahun 2014 ke Pulau Nusakambangan untuk menemui Abu Bakar
Baasir selaku Amir Majelis Mujahidin Indonesia / Jamaah Anshorut Tauhid, setelah
keluar dari pulau Nusakambangan Chep Hernawan ditangkap oleh Polres Cilacap
Polda Jawa Tengah akan tetapi pada hari rabu tanggal 13 Agustus tahun 2014
dibebaskan karena tidak terdapat bukti-bukti adanya pelanggaran Pidana.

Chep Hernawan selanjutnya kembali ke Cianjur dan pada hari Kamis tanggal 14
Agustus tahun 2014 Chep Hernawan datang ke Polres Cianjur untuk melakukan
Konperensi Pers di dampingi oleh Kapolres Cianjur AKBP DEDI KUSUMA BHAKTI, S.Ik.
dan Staf memberikan pernyataan keluar dari Organisasi ISIS juga mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai pimpinan ISIS Regional Indonesia.

E. Pentahapan Radikalisasi

1. Pra radikalisasi.
Pada pra radikalisasi bahwa situasi / suasana kebatinan seseorang yang
masih polos / murni. Sebagai santri, pelajar dan mahasiswa mereka akan belajar
dengan sungguh-sungguh dan kelak akan dapat mencapai cita-citanya yang
membanggakan bagi dirinya, orang tua, dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan
negaranya.
9

2. Masa / waktu Identifikasi diri


Dalam perjalanan waktu bagi seorang santri, pelajar dan mahasiswa dalam
menerima pelajaran dari seorang Ustad, Guru, Dosen tentunya berbagai pelajaran,
informasi sehingga pada masa / waktu serta situasi inilah seseorang mulai
mengidentifikasi dirinya kearah radikal. Hal inilah masa yang disebut dengan
dimulainya proses pencucian otak / pengosongan diri.

3. Doctrine dan Indoktrinasi


Seorang santri, pelajar dan mahasiswa pada masa / situasi ini sudah mulai
berfikir dan memikirkan tentang apa yang dia terima / peroleh dibangku sekolah /
pondok pesantren, dikampus yang disampaikan / diajarkan oleh Guru, Ustad dan
Dosen sehingga pada masa / waktu ini seseorang sudah memulai mengintensifkan
dan memfokuskan keyakinan / kepercayaannya terhadap materi pelajaran,
informasi yang didalamnya telah disisipkan / dimasukkan doktrin tentang faham
radikal / radikalisme dan akhirnya seorang santri, pelajar dan mahasiswa tersebut
meyakininya. Dengan melalui tahapan radikalisasi yang dimulai dari situasi pra
radikalisasi, masa identifikasi diri ( pencucian otak / pengosongan diri ) dan
masuknya doktrin-doktrin tentang faham radikal / radikalisme / jihad sehingga
seorang santri, pelajar dan mahasiswa bahkan masyarakat mulai berani mengambil
keputusan untuk melakukan suatu tindakan / perbuatan atas keyakinannya.
Sehingga seseorang sanggup untuk melakukan jihadisasi.

F. Tipologi Kelompok Radikal


1. Radikal Gagasan.
Kelompok radikal gagasan ini aktif menyuarakan / menyampaikan gagasan-
gagasannya melalui media cetak, media elektronik bahkan langsung kepada
masyarakat / khalayak ramai melalui ceramah, seminar ditempat-tempat seperti
Masjid, podok pesantren, gedung-gedung pertemuan bahkan di kampus-kampus.
Akan tetapi radikal gagasan ini tidak terlibat langsung dalam tindak kekerasan.

2. Radikal Milisi.
Kelompok radikal milisi dalam menjalakan aksinya dilapangan mereka ikut
terlibat langsung dalam konflik komunal ( kelompok ) contohnya kelompok milisi
Ambon, Poso dan Lombok dll.
10

3. Radikal Premanisme.
Kelompok radikal premanisme dalam menjalankan aksinya dilakukan secara
terang – terangan sehingga masyarakat sangat mudah untuk mengetahuinya karena
sering dijumpai ditempat-tempat tertentu ( terminal, pertokoan / mall, pasar, lokasi
industri, tempat hiburan dan dijalanan dll ) baik yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok tertentu bahkan organisasi-organisasi, dalam menjalankan aksinya
dilakukan dengan cara merusak, menghancurkan secara kasar bahkan ganas
( vandalisme ). contoh pelaku radikal premanisme antara lain residifis, bromocorah,
dan berandal motor dan lain-lain.

4. Radikal Separatis.
Kelompok radikal separatis dalam menjalankan aksi kegiatannya membawa
misi-misi separatis yang bertentangan / menentang kebijakan pemerintah yang
syah untuk memaksakan kehendaknya.
Contoh kelompok radikal seperatis :
a. Organisasi Papua Merdeka ( OPM ).
b. Republik Maluku Selatan ( RMS ).
c. Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ).

5. Radikal Teroris.
Kelompok radikal teroris dalam menjalankan aksi kegiatannya mengusung
gagasan ideologi agama, ideologi lain dan melakukan tindakan / perbuatan aksi
terorisme secara tertutup dengan tujuan melawan / menenteng kebijakan Undang-
undang atau pemerintah.

6. Radikal lainnya.
Kelompok radikal ini dalam menjalakan aksi kegiatannya menyuarakan
kepentingan kelompok-kelompok tertentu ( politik, ekonomi, sosial, dan budaya ),
hal ini dimungkinkan diera otonomi daerah dan struktur politik yang dipimpin oleh
pejabat yang dipilih secara langsung oleh masyarakat sebagai contoh :
a. Pemilihan umum legislatif ( DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota ).
b. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.
c. Pemilihan kepala daerah Gubernur dan Wakil Gubernur.
d. Pemilihan kepala daerah Bupati dan Wakil Bupati.
e. Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota.

Hal ini akan terbentuk kelompok radikal seperti hal tersebut diatas dan
dalam menjalankan aksi kegiatannya menekan kelompok lain / lawan yang
tujuannya untuk mengamankan dan mensukseskan program kepentingan
politiknya.
11

G. Tujuan dan Motif Radikalisme


Radikalisme memiliki / mempunyai tujuan dan motif dalam menjalankan aksi
kegiatannya yang berkiblat mengatasnamakan jihad agama.
Adapun tujuan dan motif radikalisme :
1. Ingin mengganti Ideologi negara.
2. Memaksakan suatu model kebenaran agama, cita-cita terhadap kelompok yang
berbeda.
3. Perbuatan / tindakannya menimbulkan rasa takut yang luar biasa dan berakibat
kerugian yang tak terhingga.
4. Melakukan aksi kekerasan terhadap orang, benda, pasilitas umum, pasilitas negara
dan sumber daya alam dengan cara yang sporadis serta menyeramkan.

H. Kerawanan Radikal ISIS di Indonesia


1. Memprovokasi, memecah belah bangsa, merusak persatuan dan kesatuan serta
kedaulatan bangsa, karena bertentangan dengan 4 ( empat ) pilar bangsa yaitu :
a. Undang-undang Dasar negara RI 1945.
b. Pancasila.
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ).
d. Bhineka Tunggal Ika.

2. Menimbulkan pro dan kontra terhadap paham radikal / ISIS serta dapat memecah
belah sesama umat Islam.
3. Kelompok radikal / ISIS dalam kampanye provokasi dan propagandanya melalui
media sosial, youtube, twitter, wisata religi, umroh gratis dsb yang dilakukan oleh
para tokoh ISIS dengan mendasarkan kepada ajaran agama dan menggunakan
bahasa mujahidnya yang dapat menimbulkan simpatik bagi masyarakat sehingga
memudahkan mereka untuk melakukan perekrutan.
4. Kegiatan Radikal / ISIS mendorong dan menyuburkan serta mengembangkan
tindakan radikalisme yang dapat meningkatkan aksi-aksi kekerasan melalui
serangan teror / teroris.
5. Pemerintah RI khususnya Kepolisian RI dalam menanggulangi ISIS di Indonesia
memiliki ruang yang terbatas sehubungan dengan perundang-undangan yang ada
saat ini belum mampu untuk mengatasinya.

I. Tujuh ( 7 ) Ciri orang yang terpapar paham Radikal :


a. Mendadak anti sosial
Secara derastis teman, saudara menampakan perubahan sikap yang anti
pergaulan, lebih banyak mengasingkan diri, tidak suka pada keramaian dengan
teman sebaya serta teman sepermainannya.
12

b. Menghabiskan waktu yang lama dengan komunitas lain yang dirahasiakan,


biasanya sebagaimana tahapan dalam radikalisasi yang banyak menghabiskan
waktu pertemuan ditempat yang tidak diketahui dan dirahasiakan.
c. Mengalami perubahan sikap emosional ketika berbicara seputar pandangan
politik dan keagamaan.
d. Mengungkapkan kecurigaan dan kritik berlebihan terhadap praktek masyarakat
secara umum, pada perkembangan berikutnya sudah tampak ajaran-ajaran
yang menyalahkan pada kelompok tertentu secara ekstrim.
e. Memutus komunikasi dengan orang tua dan keluarganya, biasanya mereka
sangat tertutup bahkan dengan orang tua dan keluarganya.
f. Menampakkan sikap, pandangan dan tindakan keagamaan yang berbeda dengan
kebanyakan masyarakat.
g. Menampakkan kejenuhan dan kurang ketertarikan dengan pemikiran ulama
atau organisasi yang mengusung paham moderat dan perdamaian.

J. Upaya yang Harus dilakukan Terhadap Paham Radikal ISIS


1. Tolak dengan tegas terhadap paham radikal ISIS.
2. Sinergitas ulama dan umaro dengan kerjasama / koordinasi kementrian agama,
MUI, FKUB dan instansi terkait untuk melakukan pencerahan tentang
pemahaman agama yang baik dan benar kepada pimpinan umat, tokoh agama,
tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh-tokoh adat.
3. Melakukan pendekatan terhadap kelompok-kelompok agama / keyakinan yang
kontra / berbeda paham agar tetap bersama-sama menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa Indonesia ( NKRI ) yang kita cintai.
4. Melakukan revisi terhadap Undang-Undang RI nomor 15 tahun 2003 tentang
terorisme.
5. Penegakan hukum harus dilakukan terhadap barang siapa melakukan tindakan
yang nyata-nyata melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Deradikalisasi
Kegiatan deradikalisasi perlu dilakukan terhadap mantan teroris, tahanan teroris
( kelompok inti ), kelompok pendukung, dan kelompok simpatisan, karena bagi
mantan pelaku teroris dan keluarga ada rasa kehawatiran tidak akan diterima
oleh masyarakat sekitarnya bahkan oleh orang tua dan saudara-saudaranya dan
bisa terjadi ada penolakan oleh masyarakat setempat sehingga mereka merasa
terasingkan sedangkan mereka butuh kehidupan yang sama / layak dengan orang
lain dilingkungannya.
13

SEBUAH CATATAN :

PESAN TOKOH DAN PEREKRUT KELOMPOK RADIKAL


“ Kami telah bersumpah melalui BAI’AT tidak mungkin kami akan berkhianat
untuk menarik / membatalkan sumpah untuk meninggalkan Ideologi kami”
oleh sebab itu “ jangan sentuh ideologi kami tapi sentuhlah nurani / hati kami”.

E. Penugasan
1. Salahkah seseorang atau sekelompok orang berpaham radikal ?

2. Apa yang dikhawatirkan terhadap paham radikal ?

F. Daftar pustaka

1. Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977.

2. D.P.M. Sitompul, Drs., SH dan Edward Syahpernong, SH., Hukum Kepolisian di


Indonesia ( Suatu Bunga Rampai ), PTIK, Tarsito, Bandung, 1985.

3. Momo Kelana, Drs., M.Si., Memahami Undang – Undang Kepolisian ( Undang –


Undang RI No. 2 Tahun 2002 ), PTIK “Press”, Jakarta, 2002.

4. Bonar Saragih, Karakteristik Tindak Pidana Korupsi, Unisba, 2002.

5. Soebroto Brotodirejo, Pengantar Hukum Kepolisian Umum di Indonesia, Bandung


2002 / 2003

6. Sacipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam perubahan social di Indonesia, Bina Cipta,
Bandung 2004.

7. William G. Bailey, Ensiklopedi Ilmu Kepolisian, YPKIK, Jakarta, 2005.

8. Sidik Sunaryo, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Universitas Muhammadiyah,


Malang, 2005.

9. H. Warsito Hadi Utomo, SH., Mhum., Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi


Pustaka, Jakarta, 2005.
14

10. Moh. Mahmud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Pustaka
LP3ES, Jakarta, 2006.

11. Tim Prima Pena, Kamus Ilmiah Populer Gitamedia Press, Surabaya, 2006.

12. H. Rusly ZA Nasution, SH.,MM., Hukum Kepolisian, Universitas Langlangbuana,


Bandung, 2007.

13. B. Piazza, Frederick Cunliffe Peter, Kriminalistik dan Penyelidikan Secara Ilmiah,
Pusat Pengembangan Ilmu dan Teknologi Kepolisian Perguruan Tinggi Ilmu
Kepolisian, Jakarta, 1992

14. Momo Kelana, Drs., M.Si., Konsep – Konsep Hukum Kepolisian Indonesia, PTIK
“Press”, Jakarta, 2007.

15. H. Pudi Rahardi, Drs. H. Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri),
Laksbang Mediatama, Surabaya, 2007.

16. Sadjiyono, S.H., M.Hum. Dr. Seri Hukum Kepolisian Polri dan Good Govermence,
Laksbang Mediatama, Surabaya, 2008.

17. Sadjijono, SH., Mhum., Dr., Mengenal Hukum Kepolisian, Laksbang Mediatama,
Surabaya, 2008.

18. .........................................., Polri dalam Perkembangan Hukum di Indonesia, Laksbang


Pressindo, Yogyakarta, 2008.

19. Abdul Ghofur Anshori & Sobirin Malian, SH.,Mhum., Membangun Hukum Indonesia,
Kreasi Total Media, Yogyakarta, 2008.

20. H. R. Abdussalam, S.IK., S.H., M.H. Dr. Prof. Hukum Kepolisian sebagai Hukum Positif
dalam disiplin hukum, Restu Agung, Jakarta, 2009.

21. Satjipto Rahardjo, SH., Dr., Penegakkan Hukum suatu tinjauan Sosiologis, Genta
Publishing, Yogyakarta, 2009.

22. Badan Intelijen Negara, Peran Aktivis Jamaah Anshorut Tauhid ( JAT ) dalam
Kegiatan Terorisme, Tahun 2010, Staff Khusus Kepala Badan Intelijen Negara,
Jakarta, 2010.

23. Yazid Bin Abdul Qadir Jawas, Jihad dalam Syari’ah Islam, Pustaka At-Taqwa, Bogor
2011.
15

24. Khoirul Ghazali, Kabut Jihad, Pustaka Bayan, 2012.

25. TB. Anis Angka Wijaya, Injer. Pol. Drs., M.Si., Islam Anti Teroris, Iris Press, Ujung
Berung Bandung, 2013

26. Ansyaad Mbai, Dinamika Bari Jejaring Teroris di Indonesia, AS. Production Indonesia,
2014

27. Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Waspada ISIS, Bogor 2015.

28. Badan Nasional Penanggulangan Teroris, Anak Muda Cerdas Mencegah Terorisme,
Bogor 2015.

29. Abu Jihad Al-Indunisi, Studi Kritis Kesesatan Manhaj Aman Abdurrahman dan
Hadahullah, AMAK, 2015.

30. Himpunan Peraturan tentang Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional


Penanggulangan Terorisme, Jakarta, 2011.

31. Dr. H. A Rusman, S.H., M.H. tentang Kriminalistik (Mengungkap Kejahatan Sesuai
Fakta), Penerbit Unsur Press, November 2017.

32. Dr. H. Abdul Muis BJ, Drs., S.H., M.H. Buku Ajar Paham Radikal, Universitas
Langlangbuana Bandung, Juni 2017

33. I Ketut Adi Purnama, S.H., M.H., Dr. Hukum Kepolisian (Sejarah dan Peranan Polri
dalam Penegakan Hukum Serta Perlindungan HAM), Repika Aditama, Bandung 2018.

34. TB. Anis Angkawijaya, Drs., M.Si. dan Abdul Muis BJ., Drs., S.H., M.H., Dr. Editor
Hukum Kepolisian Universitas Langlangbuana, Unla 2019.

35. Abdul Muis BJ., Drs., S.H., M.H., Dr. Editor Hukum Kepolisian Universitas
Langlangbuana, Unla 2020.

36. Abdul Muis BJ., Drs., S.H., M.H., Dr. Pemberantasan Korupsi (Fungsi dan Kewenangan
Kepolisian Negera Republik Indonesia dalam Tindak Pidana Korupsi Guna
Mengembalikan Kerugian Keuangan Negara di Indoensia), Pustaka Reka Cipta,
Bandung, 2021.

37. Nudirman Munir, S.H., M.H., Dr., H., Pengantar Hukum Siber Indonesia, Rajawali Pers,
Depok, 2017.
16

38. Budi Suhariyanto, S.H., M.H., Tindak Pidana Teknologi Informasi (Cybercrime),
Rajawali Pers, Jakarta, 2012.

39. Maskun, S.H., LLM., Kejahatan Siber (Cyber Crime), Kencana, Jakarta, 2013.

40. Abdul Wahid, SH., MA., Drs., Mohammad Labib, SH., Kejahatan Mayantara (Cyber
Crime) Refika Aditama, Bandung, 2010.

41. Sigid Suseso, S.H., M.H.m Dr., Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, Refika Aditama,
Bandung, 2012.

42. Danrivanto Budhijanto, SH., LL.M in IT Law, Dr., Hukum Telekomunikasi, Penyiaran,
dan Teknologi Informasi (Regulasi dan Konvergensi), Refika Aditama, Bandung,
2010.

43. Strategi Komunikasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (Strakom PBAK) di
Lingkungan Polri, Jakarta, 2014.

44. Undang – Undang Dasar RI 1945.

45. Undang – Undang Darurat RI No. 12 Tahun 1951.

46. Undang – Undang RI No. 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang – Undang Hukum
Pidana (KUHP).

47. Undang – Undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang – Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).

48. Undang – Undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan

49. Undang – Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

50. Undang – Undang RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

51. Undang – Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

52. Undang – Undang RI No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang – Undang RI 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

53. Prof Dr.Romli Atmasasmita, Sekitar Masalah Korupsi (Aspek Nasional dan Aspek
Internasional), CV Mandar Maju, Bandung, 2004.
17

54. Drs. Adami Chazawi Chazawi, S.H., Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di
Indonesia, Bayumedia Publishing, Jawa Timur, 2000.

55. Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Semarang, 2005.

56. Adji, SH., MH., Prof. DR. Indriyanto Seno, Korupsi Kebijakan Aparatur Negara dan
Hukum Pidana, Diadit Media, Jakarta, 2006.

57. Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional
dan Internasional, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.

58. Undang-Undang RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik


Indonesia.

59. Undang – Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

60. Undang – Undang RI No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan.

61. Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

62. Undang – Undang RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kehakiman.

63. Undang – Undang RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang.

64. Undang – Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Internet dan Transaksi Elektronik

65. Undang – Undang RI No. 5 Tahun 2018 tentang pemberantasan Tindak Pidana
Teroris.

66. Perpres No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional untuk pencegahan dan
pemberantasan Korupsi jangka panjang tahun 2012 – 2015 dan jangka mengengah
2012 – 2014.

67. Peraturan Presiden No. 46 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan
Teririsme (BNPT).

68. Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional ( BNN ).

69. Kepolisian Negara RI, Himpunan Peraturan Perundang – undangan di Bidang


Kepolisian dan MOU Kesepakatan Tahun 2006 – 2007, Div Binkum Polri, Jakarta,
2007.
18

70. Kepolisian Negara RI, Peraturan Kapolri No. 5 Tahun 2019, tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian
Negara Indonesia.

71. Kepolisian Negara RI, Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2018, tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Daerah.

72. Kepolisian Negara RI, Peraturan Kapolri No. 23 Tahun 2010, tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor.

Anda mungkin juga menyukai