Anda di halaman 1dari 3

Radikalisme pada saat ini menjadi masalah atau polemik yang dinilai sebagai ancaman

nyata bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara harfiah, radikalisme berarti
paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara
kekerasan atau drastis. Namun dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep jiwa dalam
mengusung perubahan. Radikalisme sering dikaitkan dengan keagamaan, dimana adanya sebuah
gerakan atau sebagai paham keagamaan, dimana adanya sebuah gerakan atau sebagai paham
keagamaan yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak
jarang penganut dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang lain yang
berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan
dipercayainya untuk diterima secara paksa.

Hal tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar akibat pemahaman – pemahaman yang
baru yang tidak sesuai dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai aksi terror yang tidak
melibatkan korban jiwa seakan menjadi cara dan senjata utama bagi paham radikal dalam
memahami mereka untuk sebuah upaya mencapai sebuah perubahan. Berbagai propaganda paham
radikal dilakukan masih dapat dilihat di beberapa tempat, seperti masjid, organisasi masyarakat,
perguruan tinggi, dan bahkan dalam hubungan pemerintah.

Perguruan tinggi menjadi salah satu tempat dilakukan propaganda paham radikal, menurut
BIN ada 7 Perguruan Tinggi Negri dan 39 pesen mahasiswa yang tertarik akan paham ini.
Penyebaran paham radikal dimulai dengan proses mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka
pada penerimaan terhadap gagasan baru yang lebih radikal. Alasan-alasan seperti itulah yang
menyebabkan mereka sangat rentan terhadap pengaruh dan ajakan kelompok kekerasan dan
terorisme. Sementara itu, kelompok teroris menyadari problem psikologis generasi muda.
Kelompok teroris memang mengincar mereka yang selalu merasa tidak puas, mudah marah dan
frustasi baik terhadap kondisi sosial maupun pemerintahan. Mereka juga telah menyediakan apa
yang mereka butuhkan terkait ajaran pembenaran, solusi dan strategi meraih perubahan, dan rasa
kepemilikan. Kelompok teroris juga menyediakan lingkungan, fasilitas dan perlengkapan bagi
remaja yang menginginkan kegagahan dan melancarkan agenda kekerasannya. Selain itu faktor
lain yang mempengaruhi mahasiswa yaitu latar belakang paham keagamaan yang dangkal.
Kalangan intelektual yang berasal dari sekolah umum atau kampus sekular (non-keagamaan)
mudah terperangkap oleh paham-paham eksklusivisme dan fundamentalisme agama. Hal ini
karena mereka tidak memiliki basis pemahaman keagamaan yang kuat, semisal tidak pernah
belajar di pesantren atau sejenisnya. Mereka memahami ajaran keagamaan yang dasar atau
sepotong-sepotong, sehingga pemahaman terhadap ajaran keagamaan tidak komprehensif. Faktor
ini sesuai dengan laporan-laporan penelitian ilmiah bahwah target perekrutan jaringan radikal
banyak berasal dari kalangan mahasiswa Perguruan Tinggi umum.

Kemudian kurang tegasnya pihak kampus dalam hal menangkal kelompok-kelompok radikal yang
bertebaran di kampus. Pihak kampus sangat terbuka dengan organisasi-organisasi dakwah kampus
yang eksklusif. Misalnya organisasi-organisasi intra kampus yang melakukan mentoring
pemahaman Islam secara tertutup dengan penguasaan masjid-masjid secara sepihak. Sebaliknya,
kampus sangat sensitif terhadap organisasi-organisasi ekstra yang cenderung moderat dan terbuka.

Serta pemerintah yang kurang campur tangan dalam penanganan paham radikalisme intelektual.
Pemerintah saat ini tidak memiliki Blue Print pengawasan persoalan kurikulum SD sampai
Universitas ikhwal pencegahan paham radikalisme. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan dan Kementerian Agama, bahkan bisa melibatkan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) seharusnya bekerjasama dengan sekolah-sekolah dan
Perguruan Tinggi di Indonesia untuk membuat program keseragaman pemahaman tentang
kebangsaan.

Untuk mencegah hal – hal tersebut terjadi terdapat empat pernyataan sikap yang harus
dimilik yaitu, Menyatakan berpegang teguh terhadap Pancasila, UUD 1945, dan semangat
Bhinneka Tunggal Ika. Bertekad mempersiapkan dan membentuk generasi muda yang berjiwa
nasionalis, demokratis, jujur, dan berkeadilan dengan menjunjung nilai-nilai agama,
keihajemukan, kerukunan, HAM, dan kesatuan. Kemudian, menolak organisasi dan aktivitas yang
berorientasi atau berafiliasi dengan gerakan radikal, teroris, atau yang bertentangan dengan
Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika. Mengajak komponen bangsa untuk mencegah
penyebaran faham radikalisme dan terorisme. dan sebagai kaum intelektual dan contoh bagi masyarakat
dan bahkan biasanya masyarakat lebih percaya terhadap mahasiwa daripada aparat. Maka, sikap dan
perilaku mahasiswa pun sangat penting.
Selain itu, mahasiswa juga sebagai agent of change sekaligus generasi penerus bangsa. Maka,
penting bagi mereka untuk mendapatkan pemahaman dan wawasan yang lebih tentang ilmu
agama. Supaya mahasiswa juga bisa membantu mewujudkan kerukunan umat beragama.
Tujuannya agar mahasiswa tidak mudah terpengaruh oleh pemahaman yang menyimpang

Salah satu caranya adalah melalui sosialisasi dan seminar anti radikalisme dan terorisme ,
setidaknya mahasiswa bisa lebih tahu apa itu radikalisme. Sebab, mereka yang memegang paham
radikalisme sering kali tidak menyadari dampak dari perbuatannya. Dengan menambah
pengetahuan dan wawasan tentang radikalisme dan terorisme semoga mahasiswa mampu
berkontribusi dalam menangkal jika sewaktu-waktu itu terjadi.

Anda mungkin juga menyukai