Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Raushan Fikry

NPM : 193516516325

Komunikasi Massa

NORMA-NORMA PERS DI INDONESIA

Menurut pasal 1 angka 1 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang dimaksudkan dengan
pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan
jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik
maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis media
yang lainnya. UU Pers mewajibkan pers untuk menghormati asas praduga tak bersalah dalam
memberitakan peristiwa dan opini. Selain ketentuan UU Pers, wartawan juga wajib menaati
Kode Etik Jurnalistik. Kode etik ini diawasi dan ditetapkan pelaksanaannya oleh Dewan Pers.
Penafsiran dari ketentuan pasal 3 Kode Etik Jurnalistik antara lain:

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.


b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing
pihak secara proporsional.
c.  Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan
opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d.  Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Menurut kode etik, penilaian akhir atas pelanggaran kode etik dilakukan oleh Dewan
Pers. Sedangkan sanksi atas pelanggaran dilakukan oleh oerganisasi wartawan atau perusahaan
pers. Jadi, suatu pemberitaan dikatakan melanggar asas praduga tak bersalah jika isinya bersifat
menghakimi seseorang dan merupakan pelanggaran kode etik pers adalah Dewan Pers.
Wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas
profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan
perusahaan pers.

Norma atau kaidah adalah patokan atau ukuran sebagai pedoman bagi manusia dalam
berperilaku atau bertindak dalam hidupnya. Secara garis besar, norma dibedakan antara norma
etika (yang meliputi norma susila, norma agama, dan norma kesopanan) dan norma hukum.
Dalam konteks orang-orang yang menerima pesan norma, ketika suatu undang-undang
disosialisasikan pada masyarakat, maka pesan norma tersebut akan diterima secara berbeda-beda
oleh anggota masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menerima pesan norma. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut kaum subjektivis, masalahnya
karena pesan itu tidak dapat diterima secara utuh atau bahkan tidak dapat diterima sama sekali,
melainkan karena penafsiran pesan yang diterima berbeda-beda melalui penerima pesan.

Jadi, dalam hal ini, seseorang yang tidak dapat menerima pesan tidak dapat serta dapat
dikatakan sebagai pelanggar norma, karena pada kenyataan harus dibedakan antara 'tidak dapat
menerima' pesan dengan penerimaan berbeda 'terhadap pesan. UU Pers mewajibkan pers untuk
menghormati asas praduga tak bersalah dalam memberitakan peristiwa dan opini. Hal ini diatur
secara tegas dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pers yang berbunyi:

“Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-
norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU Pers menyebutkan bahwa:


“Pers nasional dalam menyiarkan informasi, tidak menghakimi atau membuat kesimpulan
kesalahan seseorang, terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan serta
dapat mengakomodasikan kepentingan semua pihak yang terkait dalam pemberitaan tersebut”.

Kemerdekaan pers sebagai bagian dari hak asasi kemerdekaan menyatakan pikiran dan
pendapat sesuai dengan hati nurani dan hak memperoleh informasi. Wartawan dan pers
merupakan pihak yang menjalankan upya pemenuhan hak warganegara atas “hak atas informasi”
dan “hak untuk mengetahui”, oleh karena itu media dan wartawan tak boleh dipidana. Pers
nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran, sementara
wartawan memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber. Pers berperan sangat penting dalam
Hak Asasi Manusia karena sebagai pemberi informasi dan pengawas publik menyaratkan
sejumlah prinsip dan kondisi seperti:
1. Jaminan hukum kemerdekaan pers
2. Independensi wartawan dan media
3. Akurat dan berimbang
4. Pencarian dan penemuan kebenaran berlangsung tanpa rasa takut
5. Akses atas informasi, terutama informasi dari pemerintah
6. Akses untuk meliput juga bagi wartawan asing.
Dalam peliputannya pers harus memperhatikan batas suatu kebebasan, berikut ini merupakan
batas dari hak orang lain:
- Hak privasi
- Hak untuk tidak dihanvurkan nama baiknya
- Hak untuk tidak difitnah
- Hak untuk tidak diserang keluarga atau orang-orang terdekat yang tidak ada kaitannya
dengan kasus
- Hak untuk didengarkan.

Secara Etimologi, istilah pers dalam kosa kata bahasa Indonesia diambil dari bahasa
Belanda (pers) yang mempunyai arti sama dengan press dalam bahasa Inggris. Kesulitan
menemukan pengertian kemerdekaan pers cukup mendapat kejelasan dari Wikrama I Abidin
yang mengatakan berbicara tentang kemerdekaan pers di Indonesia adalah berbicara tentang
sesuatu yang tidak pasti. Ini disebabkan tidak tegasnya definisi hukum tentang kemerdekaan
pers. Tidak ditemukannya definisi konkrit dari kemerdekaan pers menyebabkan timbulnya aneka
interpretasi atas istilah “kemerdekaan pers“. Pasal (2) Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999
Tentang Pers berbunyi : “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum”.
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Ilham S.H. “Pemberitaan Pers dan Asas Praduga Tak Bersalah”. Ilmu Hukum. Hukum
Online.com
Link: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5152469d75905/pemberitaan-pers-
dan-asas-praduga-tak-bersalah/#:~:text=Pers%20nasional%20berkewajiban%20memberitakan
%20peristiwa,serta%20asas%20praduga%20tak%20bersalah.&text=Selain%20ketentuan%20UU
%20Pers%2C%20wartawan,(2)%20UU%20Pers).

Prasetyo, Stenley Adi. “Norma, Etika, dan Kasus Pers”. Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
2016.
Link: https://www.slideshare.net/masboi/norma-etika-dan-kasus-pers-64460074

Voges, Stefan Obdja. “KEMERDEKAAN PERS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERS


INDONESIA”. Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara.
Link: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/6386/5903

Anda mungkin juga menyukai