Anda di halaman 1dari 5

Apakah Kebebasan Pers Bersifat Mutlak ?

PENDAHULUAN
Semenjak bubarnya jaman orde baru, pers seperti menemukan kembali naIasnya, pers yang
selama ini di ikat oleh peraturan mendapatkan kebebasannya yang nyaris tanpa restriksi atau
pembatasan.
Bila pada masa orde baru pers mengalami banyak restriksi oleh pemerintah, sangat berbeda
dengan era reIormasi. Pers benar-benar menjadi bebas tanpa ada batasan batasan yang di
ciptakan oleh pemerintah. Jelas hal tersebut merupakan hal yang sangat di butuhkan pers demi
menjawab kebutuhan inIormasi para khalayak.
Dan tentu saja kebebasan pers sangat di butuhkan dalam perwujudan masyarakat yang
demokratis dan dengan perlindungan HAM. Bukankah kebebasan meyebarluaskan dan
memperoleh inIormasi merupakan inti dari kebebasan pers, yang telah diakui oleh konstitusi
Negara kita. Terdapat di pasal 28 dan 28F UUD `45 amandemen ke empat, yang menyebutukan
bahwa 'Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang` dan 'Setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala fenis saluran yang tersedia.` Serta
Piagam Universal HAM PBB, pasal 19 : Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan
mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat
gangguan, dan untuk mencari, menerima, menyampaikan keterangan-keterangan, pendapat
dengan cara apapun serta tidak memandang batas-batas. UU Hak Asasi Manusia Nomor
39/1999 pasal 23 ayat 2 : Setiap orang bebas mempunyai , mengeluarkan dan menyebarkan
pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak, media elektronik
dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan
keutuhan bangsa. Dan dipertegas dalam UU Pers Nomor 40/1999 : Kemerdekaan pers adalah
hak asasi manusia. Setiap usaha yang menghalangi tegaknya kebebasan pers dipidana 2 tahun
atau denda Rp.500.000.000,- .

Apakah Kebebasan Pers BersiIat Mutlak ?
Menteri Komunikasi dan InIormatika TiIatul Sembiring menegaskan bahwa kebebasan pers
dijamin di Indonesia sesuai undang-undang yang berlaku. Pers, buah era reIormasi, tidak lagi
dapat dibungkam.
Sedangkan menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat selama tahun 2010
kebebasan pers belum terlindungi dengan baik, bahkan cenderung terabaikan. Hal ini
dikarenakan tingginya kasus kekerasan terhadap insan pers terjadi di tahun tersebut.
pers yang bebas sangat penting dan Iundamental bagi kehidupan demokratis. Sekalipun bisa
diakui, bahwa pers yang bebas bisa baik dan buruk. Tapi, tanpa kebebasan pers, yang ada hanya
celaka menurut novelis Prancis, Albert Camus.
Apakah kebebasan pers bersiIat mutlak ?
Kebebasan pers sebenarnya tidak bersiIat mutlak. Seperti yang kita lihat selama ini, walaupun
pers bisa dikatakan sangat bebas, bahkan ada yang sampai kebablasan. Namun tetap ada
peraturan yang mengikat dalam tubuh pers, dan semua itu terkandung dalam undang-undang
pers. Dalam konsep Hak Asasi Manusia, kebebasan pers termasuk dalam kategoori derogated
right atau hak yang dapat di batasi atau di abaikan.
Dalam kebebasan pers juga terdapat pembatasan- pembatasan yang bersiIat represiI. Atau yang
berupa delik- delik pindana yang mengandung delik pers. Dan pembatasan ini di akui oleh
hokum internasional.
Suatu perbuatan pidana yang terjadinya atau timbulnya berkaitan dengan penyampaian pendapat,
ide, pikiran atau pengungkapan perasaan ---yang melawan hukum---, baik melalui media cetak,
media elektronik radio siaran dan televisi, dalam hukum pidana dapat digolongkan sebagai Delik
Pers dalam arti luas. Pers dalam arti luas itu meliputi media komunikasi massa yang
menggunakan alat cetak, dan media komunikasi elektronik yang dapat berupa radio siaran
maupun televisi.
Arti Delik Pers atau perbuatan pidana pers sendiri selama ini memang cenderung diartikan
sebagai suatu perbuatan yang merupakan pengungkapan atau pernyataan suatu perasaan atau
pikiran seseorang ---yang melawan hukum--- yang dipublikasikan melalui media cetak saja.
Penekanan Delik Pers dilakukan pada "bentuk perbuatannya" yang merupakan pernyataan
perasaan atau pikiran seseorang, yang kemudian disebarluaskan kepada khalayak umum.
Penyebarluasan itu bisa melalui media cetak atau melalui media komunikasi lainnya, seperti
televisi maupun radio siaran.
Dengan demikian ada pembedaan antara Delik Pers dalam arti luas dengan Delik Pers dalam arti
sempit. Delik Pers dalam arti sempit, penekanannya diIokuskan pada aspek penyebaran atau
publikasi perbuatan itu melalui media cetak. Sedangkan Delik Pers dalam arti luas, penekanan
Iokus penyebarannya menggunakan media komunikasi lainnya. Delik pers yang menggunakan
alat cetak sebagai sarana publikasinya, pengaturannya tunduk pada Undang-undang Nomor11
tahun 1966 jo. Undang-undang Nomor 4 tahun 1967 dan Undang-undang Nomor 21 tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Sedangkan Delik Pers yang penyebaran atau publikasi
siarannya melalui media komunikasi radio siaran, televisi, atau media elektronik lainnya diatur
dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 1997 tentang Penyiaran.
Dalam pasal Pasal 2 UU Nomor 40/1999 menyatakan Kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi
hukum. Sebagai negara hukum, setiap orang harus taat hukum, termasuk kalangan pers. Artinya
kalangan pers harus bekerja proIesional, obyektiI, taat kode etik proIesi dan bertanggungjawab
terhadap setiap inIormasi yang disampaikan kepada masyarakat. Apabila pemberitaannya tidak
seimbang, obyektiI dan berdasarkan Iakta, serta tidak menghormati asas praduga tak bersalah
dan lain-lain, tentunya harus diproses, baik melalui jalur hukum maupun di luar jalur hukum,
tergantung sarana mana yang paling eIektiI dan bermanIaat bagi kedua belah pihak.

Adanya UU Pers tentunya bukan bermaksud untuk mengkriminalisasikan pers atau lebih jauh
ingin mengekang kebebasan pers. Justru UU Pers tersebut sangat menjamin adanya kebebasan
pers, namun harus diiringi dengan obyektivitas, independensi dan tanggungjawab dalam segala
pemberitaannya sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Walaupun ini sulit, karena
pemberitaan tidak selalu berdampak positiI terhadap semua pihak, sehingga ada yang merasa
dirugikan.
Menurut Jacob Oetama, bila kebebasan pers yang dimiliki pengelola pers itu tidak disertai
peningkatan kemampuan proIesional, termasuk di dalamnya proIessional ethics maka pers bebas
akan menjadi buruk (Jacob Oetama, 2001). Lukas Luwarso, mantan Direktur EksekutiI Dewan
Pers menjelaskan, bahwa kebebasan pers yang sangat longgar saat ini tidak hanya menumbuhkan
ratusan penerbit baru. Akan tetapi, juga menimbulkan kebebasan pers yang anarkis. Kebebasan
pers telah menghadirkan secara telanjang segala keruwetan dan kekacauan. Publik bisa menjadi
leluasa membaca dan menyaksikan pola tingkah Iigur publik. Serta, hampir tidak ada lagi rahasia
atau privasi. Tabloid-tabloid yang sangat sarat berita dan Ioto pornograIi sangat marak. Judul-
judulnya pun sensasional, menakutkan dan bahkan menggemparkan (scare headline).
Mekanisme untuk menghentikan kebebasan pers yang kebablasan tersebut secara Iormal hanya
bisa dilakukan melalui dua cara. Yakni, melalui pengadilan dan penegakkan etika proIesi oleh
dewan pers atau atas kesadaran pengelola pers untuk menjaga kehormatan proIesinya.
Kesimpulan
Kebebasan pers sebenarnya tidak bersiIat mutlak. Pers yang bebas, bukan berarti pers yang
menjalankan proIesinay dengan tanpa aturan ataupun tanpa terikat oleh peraturan serta undang-
undang dan kode etik yang berlaku.
Pers yang bebas adalah pers yang bertanggung jawab, objektiI dan independen tanpa ada
pengaruh dari salah satu pihak. Dalam praktiknya saaat ini, pers justru semakin kebablasan
dalam pemberitaan. Walaupun semuanya sudah diatur oleh undang-undang, terkadang pers
masih salah menyikapi. Kebebasan pers seperti apa yang ada sekarang. Pers tidak sepenuhnya
bebas, tetapi kebebasan pers yang ada sekarang ialah kebebasan yang dapat di pertanggung
jawabkan.
Dan kebebasan pers tetap terikat oleh peraturan perunda-udangan dank ode etik seperti yang
telah di sepakati sebelumnya.


nukum ers dan Lt|ka Iurna||st|k
Apakah kebebasan ers 8ers|fat Mut|ak ?




Disusun oleh:
Lukman Diah Sari
2008-53-009

FAKULTAS LMU KOMUNKAS
UNVERSTAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2011

Anda mungkin juga menyukai