A
D B
S A
A
W
B
A
J
E
B G
G
N
N U
A
Y GG
S
N
R
A
PE ERT
B
MUTIARA(13)
G E S I D E TA ( 0 8 )
M. IBRAM (11)
WILDAN S.A (23)
YOFIDA R.C (24)
-T
I
R
EO
R
O
E
E
P
I
S
R
2)
3)
4)
2)
3)
5)
6)
7)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
2)
3)
5)
6)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
2)
4)
5)
6)
7)
2)
3)
1)
2)
3)
4)
5)
Menyediakan hiburan,
6)
2)
4)
KO
K
I
T
TUJUAN PWI
Tercapainya cita-cita Rakyat Indonesia sebagaimana
diamanatkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
Terwujudnya kehidupan Pers Nasional yang merdeka,
profesional, bermartabat, dan beradab.
Terpenuhinya hak masyarakat memperoleh informasi yang
benar dan bermanfaat.
Terwujudnya tugas pengawasan, kritik, koreksi, dan saran
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
M
A
L
DA TIK
S
S
I
R
L
E
P NA
N
R
A
U
J
U K
T
I
N
T
E
E
T
E
E
K D
KO
Wartawan Indonesia harus bersikap independen dan menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan
fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tidak berasalah.
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk
kepentingan publik
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat dan memperbaiki, berita yang keliru dan tidak akurat
disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Dalam menyampaikan berita, pers harus memperhatikan objektivitas, yaitu nilai etika dan moral yang
harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistik
2.
3.
4.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan
semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain
1.
2.
3.
Tidak menyuap
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
Proposional berarti setara dengan bagian berita yang keliru dan tidak
K
A
H
N
A
D
A
AR
G
N
N
A
E
P
S
R
Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar,
suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bohong,
bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.
PENAFSIRAN:
Tidak beriktikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk
menimbulkan kerugian pihak lain.
Menyesatkan adalah berita yang membingungkan, meresahkan, membohongi, membodohi
atau melecehkan kemampuan berpikir khalayak.
Memutarbalikkan fakta adalah mengaburkan atau mengacau-balaukan fakta tentang suatu
peristiwa dan persoalan, sehingga masyarakat tidak memperoleh gambaran yang
lengkap, jelas, pasti dan seutuhnya untuk dapat membuat kesimpulan dan atau
menentukan sikap serta langkah yang tepat.
Bersifat fitnah, adalah membuat kabar atau tuduhan yang tidak berdasarkan fakta atau
alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Cabul, adalah melukai perasaan susila dan berselera rendah.
Sadis, adalah kejam, kekerasan dan mengerikan
Sensasi berlebihan, adalah memberikan gambaran yang melebihi kenyataan sehingga bisa
menyesatkan.
CONTOH KASUS
Pemberitaan
yang
memuat
gambar
sadis
dan
melanggar Kode Etik Jurnalistik adalah pemberitaan
tentang ledakan bom di Hotel Ritz-Carlton dan JW Mariott,
Kuningan, bulan Juli beberapa tahun lalu. Pada siaran
langsung suasana tenpat kejadian beberapa saat setelah
bom meledak, Metro TV memuat gambar Tim Mackay,
Presiden Direktur PT Holcim Indonesia, yang berdarahdarah
dan
tampak
tidak
beradaya,
di
jalanan.
Penanyangan gambar tersebut tentu tidak sesuai dengan
Kode Etik Jurnalisitk dan dapat menimbulkan dampak
traumatis bagi penonton yang melihat.
2.
PENAFSIRAN:
Imbalan adalah pemberian dalam bentuk materi, uang,
atau fasilitas kepada wartawan untuk menyiarkan atau tidak
menyiarkan berita dalam bentuk tulisan di media cetak,
tayangan di layar televisi atau siaran di radio siaran.
Penerimaan imbalan sebagaimana dimaksud Pasal ini, adalah
perbuatan tercela.
Semua tulisan atau siaran yang bersifat sponsor atau
pariwara di media massa harus disebut secara jelas sebagai
penyiaran sponsor atau pariwara.
CONTOH KASUS
1.
2.
3.
PENAFSIRAN:
Tidak menyebut nama dan identitas korban, artinya
pemberitaan tidak memberikan petunjuk tentang siapa
korban perbutan susila tersebut baik wajah, tempat
kerja, anggota keluarga dan atau tempat tinggal,
namun boleh hanya menyebut jenis kelamin dan umur
korban. Kaidah-kaidah ini juga berlaku dalam kasus
pelaku kejahatan di bawah umur (di bawah 16 tahun).
CONTOH KASUS
IDENTITAS DAN FOTO KORBAN SUSILA ANAK-ANAK DIMUAT
Sesuai dengan asas moralitas, menurut Kode Etik
Jurnalistik, masa depan anak-anak harus dilindungi. Oleh
karena itu, jika ada anak di bawah umur, baik sebagai
pelaku maupun korban kejahatan kesusilaan, identitasnya
harus dilindungi.
Di Medan, satu harian lainnya menemukan adanya
pencabulan atau pelecehan seksual oleh seorang pejabat
setempat terhadap seorang anak di bawah umur. Koran ini
sampai tiga kali berturut-turut menurunkan berita
tersebut. Di judul berita pun nama korban susila di bawah
umur itu disebut dengan jelas. Tidak hanya itu. Selain
memuat identitas berupa nama korban, foto korban pun
terpampang dengan jelas dan menonjol karena ingin
membuktikan bahwa kejadian itu memang benar.
Pemuatan nama dan pemasangan foto korban susila di
bawah umur inilah yang melanggar Kode Etik Jurnalistik
CONTOH KASUS
5.
PENAFSIRAN:
Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.
CONTOH KASUS
Pelanggaran diskriminasi atau merendahkan pihak lain sering
terjadi. Mulai dari kasus Tabloit Obor Rakyat, Stasiun-stasiun
Televisi yang melanggar sendiri etika jurnalistik yang
seharusnya digenggamnya sebagai pilar (televisi yang
mendungkung pada masing-masing capres idolanya), serta
tayangan televisi yang tak terkontrol. Kasus yang saat ini
sedang marak di media sosial adalah acara YKS yang disebut
melecehkan seniman serba bisa (alm) Benyamin Sueb. Tapi lebih
fokusnya saya menyayangkan etika para penganut jurnalistik
yang justru melanggar kode etik-nya.
1.
2.
3.