Anda di halaman 1dari 4

1.

PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA Era Bisnis (1974-1988) Mulai pertengahan tahun 1970-an, pers semakin tampil sebagai sebuah industry. Hal ini bisa dipahami karena pemerintah Orde Baru berhasil melakukan perbaikan ekonomi, sehingga tingkat daya beli masyarakat untuk mememnuhi kebutuhan informasi pun meningkat. Tetapi di sisi lain, terjadi peningkatan control pemerintah Orde Baru terhadap kehidupan pers. Pemerintahan melakukan pembredelan 12 surat kaba sejak kejadian kerusuhan malapetaka 15 januari 1974 . Pembredelan tersebut terus terjadi, beberapa pembredelan tersebut adalah: Tempo(1982), Jurnal Ekuin(1983), Expo (1984), Topik (1984), focus(1984), Sinar Harapan,(1986) Prioritas(1987). Sikap pemerintahan tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran sikap pers. Pers yang semula berani bersikap bernai bersikap kritis terhadap ketidak adilan dan penyelewengan pemerintah lantas memlilih bersikap hati-hati lantaran mereka yang takut akan di brendel oleh pemerintahan Masa Transisi (1989-1999) Orde Baru mulai menunjukan sedikit perubahan politik di penghujung dasa warsa 1980-an. Pemicunya karena pidato perpisahan duta besar Amerika serikat, Paul Wolfowits pada tanggal 11 Mei 1989. Ketika itu ia menyatakan bahwa deregulasi dalam bidang ekonomi perlu diikuti dengan keterbukaan politik. Namun, pers masih merasa takut untuk merespons hal tersebut, barulah pada tahun 1991, pers mulai berani memanfaatkan keterbukaan politik. Majalah Editor edisi 8/12/1990, mereka berani memuat tuliasan Ben Anderson, seorang indoesianis yang baru masuk dalam daftar hitam Orde baru karena selalu mengkritik Orde Baru. Pada tahun 1993, pers mulai berani menyajikan laporang mengenai berbagai kasus politik, misalnya penerbit The Jakarta Post 13/12/1993 bernai menurunkan tulisan Arief Budiman. Era keterbukaan pers hanya berjalan sebentar, pada tanggal 21 Juni 1994

pemerintah membredel tiga media massa, yaitu Tempo, Editor, dan detik. Pembredelan tersebut menjadi bukti nyata bahwa kebebasan pers yang digulirkan Orde Baru adalah sebuah kepura-puraan belaka. Sebab kebebasan pers tersebut tidak diikuti dengan perubahan aturan hukum yang memberikan jaminan kebebasan pers. Era Reformasi (1999-sekarang) Pemerintah B.J Habibie yang menggantikan pemerintah Soeharto, memberikan keadilan dalam menumbuhkan kebebasan pers (Oetama, 2000). Kerika itu, Menteri Penerangan yang baru, Junus Josfiah, segera merevisi ketentuan perizinan (SIUPP) dan mencabut ketentuan wadah tunggal organisasi wartawan. SIUPP menjadi mudah diperoleh. Demikianlah lahir organisasi wartawan lain di luar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Hal tersebut tidak disa-siakan oleh pers , lebih dari 1600 SIUPP baru dikeluarkan oleh pemerintah selama periode Mei 1998agustus. Hal tersebut sangat kontras dengan era Orde Baru yang hanya mengeluarkan 241 perizinan selama 32 tahun. Munculah permohonan pendirian televise swasta baru. Kebebbasan pers makin diperkokoh dengan lahirnya UU pers baru, yaitu UU no 40 tahun 1999 pada tanggal 23 September 1999. Salah satu poin penting dari UU tersebut adalah adanya penghapusan lembaga SIUPP, jamina hak atas informasi dan perlindungan hukum bagi wartawan. Jaminan akan kebebasan pers tersebut makin nyata ketika Abdurrahman Wahid membubarkan lembaga pemerintah yang menjadi momok menkutkan bagi pers di Indonesia, yaitu departemen penerangan. Pers di Indonesia dinilai oleh mata internasional sangat bebas dan independen dalam melakukan kritik terhadapn pemerintahan. Tetapi, kebebasan pers tersebut tidak dibarengi dengan tanggung jawa besar dari para pekerja pers. Ada begitu banyak media yang cendenrung menyajikan jurnalistik murahan, isu, gossip , erotisme dan kekerasan.

Dikarenanakan oleh hal tersebut dewan pers bersama sejumlah organisasi wartawan berupaya merumuskan kode teik bersama. Yang akhirnya disepakatai Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI), yang ditandatangani oleh wakil dari 26 organisasi wartawan pada 6 Agustus 1999. PERS YANG BERTANGGUNG JAWAB 1. TEORI TENTANG PERS Teori Otoritarian berpendirian bahwa pers haruslah dikuasai oleh Negara. Pers selamanya tunduk pada penguasa, sebagai representasi dari Negara. Pers hakikatnya merupakan penguasa untuk menyampaikan informasi yang menyampaikan informasi yang dianggap perlu diketahui oleh measyarakat. Adapun relasi antara pemerintah dan pers menurut teori Otoritarian:
PEMERINTA HH

Teori Libertarian, disebut juga teori pers bebas, merupakan kebalikan dari teori otoritarian. Teori libertarian berakar pada pandangan pemeikir abad ke-17 John Milton, yang menyatakan bahwa manusia tidak dapat memilih ide-ide dan nilai-nilai terbaik. Karena itu, menurut teori Libertaria, individu memmpunyai hak untuk mempublikasikan apa pun yang disukainya. Adapun relasi antara pemerintah dan pers meurut teori Libertarian :
PEMERINTAH PERS

Kelebihan Teori Pers Libertarian : 1. Pers lebih bersifat independen dan tidak berpihak pada penguasa. 2. Pers pada akhirnya akan lebih memihak pasar 3. Pers lebih dapat menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial, penyebar informasi, Pendidik, dan penghibur. Kekurangan Teori Pers Libertarian : 1. Media massa pada sistem ini hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya karena tujuan sebenarnya adalah pengakumulasian modal 2. Terjadinya persaingan yang tidak sehat antar pers dalam menyampaikan informasi. 3. Adanya kebebasan yang berlebihan dari media karena kontrol dilakukan oleh media itu sendiri Teori Soviet, sering disebut pula teori Marxis-Leninis. Diesbut demikian Karena teori ini berasal pada Revolusi Rusia tahun 1917 yang didasarkan pada gagasan Karl Max dan Friedrich Engels. Menurut teori ini, pers dimiliki oleh Negara dan berfungsi melayani kepentingan kelas pekerja. Teori ini sangat mirip dengan teori Otoritarian. Namun, ada 2 hal yang membedakan teori Soviet dan teori Otoritarian. Pertama, dalam model soviet, pers dapat mengatur sendiri isi pesan-pesan yang akan disampaikan kepada public. Kedua, model soviet memiliki tanggung jawab tertetu untuk memenuhi harapan

PERS

Kelebihan teori otoriter: 1. Konflik dalam masyarakat cenderung berkurang karena adanya pengawasan hal-hal yang dianggap dapat menggoncangkan masyarakat 2. Mudah membentuk penyeragaman/integritas dan konsensus yang diharapkan khususnya secara umum pada negara sedang membangun yang memerlukan kestabilan. Kekurangan teori otoriter: 1. Adanya penekanan terhadap keinginan untuk bebas mengemukakan pendangan/ pendapat 2. Mudah terjadi pembredelan penerbitan media yang cenderung menghancurkan suasana kerja dan lapangan penghasilan yang telah mapan. 3. Tertutupnya kesempatan untuk berkreasi.

public. Adapun relasi antara pemerintah dan pers dalam teori soviet: PEMERINTAH

teori Libertarian, teori Tanggung Jawab Sosial menuntut jurnalis untuk memiliki tanggung jawab baik kepada pemerintah maupun masyarakat. Adapun relasi antara pemerintah dan pers dalam teori Tanggung Jawab Sosial:

D PERS Kelebihan teori Soviet: 1. Pers diijinkan melakukan kritik tetapi ada patokan yang jelas. Wartawan boleh mengkritik orang termasuk yang ada di birokrasi tingkat tinggi, tetapi tidak boleh mengkritik institusi. 2. Sistem soviet tidak mengenal motif mencari keuntungan dari komunikasi massa, karenanya yang dihargai bukan pendapatan tetapi efeknya dalam masyarakat. Kekurangan teori Soviet: 1. Apabila pers akan mengkritik harus melalui ijin para pemimpin partai. 2. Media massa menjadi alat dalam kegiatan negara yang tidak boleh pemilikan swasta sebagaimana halnya industri berat. 3. Paham ini berdasarkan pandangan bahwa pers bebas tidak untuk memperdagangkan informasi, tetapi untuk mendidik massa dan mengorganisasikan mereka dibawah bimbingan tunggal partai untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Teori Tanggung Jawab Sosial muncul sebagai respons atas teori Libertarian. Banyak pihak yang merasa kecewa dengan teori Libertarian yang memutlakan kebebasan pers, yang dalam kenyataannya menunjukkan bahwa pers Libertarian gagal memenuhi janjinnya untuk menyatakan kebenaran. Atas dasar itulah pada tahun 1940-an Komisi Kebebasan Pers di Amerika Serikat mengajukan model di mana pers harus memiliki kewajiban tertentu pada masyarakat. Kewajiban tersebut diungkap dalam semboyan: informative, benar, akurat, objektif dan berimbang. Sebagai lawan dari
PEMERINTAH PERS

KelebihaDn sistem pers tanggungjawab sosial : 1. Masyarakat bebas mengeluarkan pendapat atau mencari kebenaran yang bertanggungjawab sehingga tidak ada pihak yang dirugikan baik pemerintah maupun masyarakat itu sendiri. 2. Antara hak masyarakat dan pemerintah bisa seimbang. Kekurangan sistem pers tanggungjawab sosial : 1. Pemerintah bisa saja menggunakan lembaga atau organisasi yang mengontrol sistem penyiaran sebagai kedok untuk mencapai kepentingannya. 2. Ekspresi yang ingin dituangkan oleh masyarakat masih dibatasi oleh peraturan yang ada sehingga tidak semua bentuk ekspresi dapat dipublikasikan melalui media. Contohnya saja gambar yang berbau porno, menurut seniman itu seni tetapi bagi orang lain itu pornografi yang tidak patut dipublikasikan sehingga media tidak boleh menyiarkannya. 2. KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB PERS Sebagaimana di singgung di singgung di atas, ada kecendrungan bahwa pers di Negaranegara demokratis bergeser dari model teori libertarian menuju model teori tanggung jawab social, termasuk juga Indonesia. Hal ini tampak jelas dalam pemahaman mengenai apa yang dimaksud dengan kebebasan pers, sebagaimana diatur dalam UU pers No. 40 tahun 1999.

UU tersebut menyebut kebebasan pers dengan istilah kemerdekaan pers. Mengenai kemerdekaan pers dinyatakan bahwa: a) Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (Pasal 2) b) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara (Pasal 4 ayat 1). Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 2) c) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat 3) d) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak (Pasal 4 ayat 4) e) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan (Pasal 7 ayat 1) Ketentuan tersebut dengan sangat jelas menunjukkan bahwa pers nasional bebas untuk (mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi; melindungi sumber-sumber informasi dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi), dan bebas dari segala macam bentuk kekerasan. Bentuk kebebasan tersenut merupakan hal dasar kebebasa pers yang umumnya terdapat di berbagai Negara demokratis. Terlepas dari kebebasan tersebut, pers juga mempunyai kewajiban yang harus diimbangi dan dipenuhi. Kewajiban tersebut meliputi: 1) Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tidak bersalah (pasal 5 ayat 1)

2) Melayani Hak Jawab (Pasal 5 ayat 2) 3) Melayani Hak Tolak (Pasal 5 ayat 3) 4) Memiliki dan menaati Kode Etik jurnalistik (Pasal 7 ayat 2) KESIMPULAN Pada masa Orde Baru sikap keras pemerintah untuk mengontrol kehidupan dengan membrendel dan memperketat pengeluaran SIUPP Pers yang semula befungsi sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi berubah menjadi ladang bisnis (Iklan koran) Pers kehilangan idealisme dan daya kritisnya terhadap kehidupan seharihari Pers cenderung bersikap pragmatis demi menjaga kelangsungan bisnisnya yang makin mapan Kebebasan pers yang sebenanrnya baru terjadi pada masa pemerintahan B.J Habibie dengan dikeluarkannya UU No. 40 tahun 1999

Anda mungkin juga menyukai