Anda di halaman 1dari 8

Dinamika Sistem Pers di Indonesia

Inge Hutagalung
Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Email : inge_hutagalung@yahoo.com

Abstract
After the government ratifies law number 40 year 1999 Indonesia has applied the social responsibility
theory of press. In the theory, press freedom has responsibility to public. Different from law number 11 year
1966 juncto law number 21 year 1982 that gave the authority to the government to control the press system,
law number 40 year 1999 gives the authority to public.
In facts in the context of freedom and commercialization,Indonesia’s press system has established media
pluralism. It is the continuity of the New World Information and Communication Order. In the NWICO, it does
not reflect media efforts to build public sphere since the last half of 1980 as the part of social responsibility in
which ittrullyestablishes public freedom against the shackle of political and economic power.
However, the Indonesian press industry has been in the domination of media conglomeration. Whether
conscious or not, globally it is the part of penetration and expansion of capitalism and political power.

Keywords: press system, social responsibility, media pluralism, media conglomeration, expansion of
capitalism.

Abstraksi :
Di Indonesia, sejak pemerintah mengundangkan UU no 40 tahun 1999, secara normatif, pers Indonesia
telah menganut teori pers tanggungjawab sosial (kebebasan pers yang bertanggung jawab pada masyara-
kat/kepentingan umum). Berbeda dengan UU no 11 tahun 1966 juncto UU no 21 tahun 1982 yang memberi
kewenangan pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers, UU no 40 tahun 1999 memberi kewenangan
kontrol kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaannya, sistem pers Indonesia dewasa ini berada dalam kontek kebebasan dan komer-
sialisasi yang telah menciptakan pluralisme media, yang pada hakekatnya merupakan kelanjutan Tata Komu-
nikasi Dan Informasi Dunia Baru - dimana sejak paruh tahun 1980-an tidak lagi mencerminkan upaya media
untuk membangun public sphere (sebagai bagian tanggung jawab sosial) yang benar-benar membebaskan
masyarakat dari cengkraman kekuasaan: politik maupun ekonomi.
Sistem pers yang ada dalam ranah media di Indonesia telah didominasi segelintir pemilik modal dalam
industri pers Indonesia yang disadari atau tidak --- juga merupakan bagian dari penetrasi dan ekspansi kapi-
talisme dan kekuatan politik secara global.

Kata kunci: sistem pers tanggung jawab sosial, pluralisme media, dominasi pemilik modal, ekspansi
kapitalisme.

53
JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60

Pendahuluan kan mempunyai kemampuan ekonomis. Tidak ada


Pers adalah institusi sosial, sebagai lembaga ijin atau lisensi khusus untuk menerbitkan media. Apa
kemasyarakatan – pers merupakan subsistem kema- yang baik dan tidak baik tidak ditentukan oleh pen-
syarakatan tempat ia berada bersama dengan sub- guasa, tetapi ditentukan oleh khalayak. Dalam sistem
sistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidaklah ini, penguasa tidak mempunyai hak untuk menutup
hidup secara mandiri, tetapi dipengaruhi oleh lemba- (breidel) media (Siebert, 1986; Yin, 2008; Severin &
ga kemasyarakatan lain (Gebner, 1969). Tankard, 2008:374-377).
Pers umumnya tunduk pada sistem pers yang Ketiga, sistem tanggungjawab sosial. Pengem-
berlaku dimana sistem itu hidup, sementara sistem bangan dari teori liberal menghasilkan teori tanggung
pers itu sendiri tunduk pada sistem politik pemer- jawab sosial, yang dikembangkan pada abad ke 20 di
intahan yang ada. Bersama dengan lembaga kema- Amerika Serikat. Yaitu media selain bertujuan untuk
syarakatan lainnya, pers berada dalam keterikatan memberikan informasi, menghibur, mencari keuntun-
organisasi yang bernama negara, oleh karenanya gan, juga harus dapat memberikan individu hak untuk
pers dipengaruhi bahkan ditentukan oleh falsafah dan mengemukakan masalahnya di dalam forum media,
sistem politik negara dimana pers itu berada. Singkat dan jika media tidak dapat memenuhi kewajiban-
kata, perkembangan dan pertumbuhan pers tidaklah nya, maka ada pihak yang harus memaksakannya.
dapat dipisahkan dari perkembangan dan pertumbu- Dibawah teori ini, media dikontrol oleh pendapat ma-
han sistem politik dimana pers itu berada, dan meru- syarakat, tindakan konsumen, kode etik profesional,
pakan subsistem sistem politik yang ada (Suwardi, dan dalam hal penyiaran, dikontrol oleh badan pen-
1993:23). gatur penyiaran.
Bagaimana dengan sistem pers di Indonesia? Pendorong utama dari teori ini adalah tumbuh-
Penulisan berikut akan memberikan gambaran sing- nya kesadaran bahwa teori liberal telah gagal untuk
kat tentang dinamika sistem pers di Indonesia yang memenuhi janji dalam penggunaan kebebasan pers
secara langsung atau tidak langsung juga akan turut secara bertanggung jawab. Secara khusus, perkem-
memaparkan kilasan pergerakan politik nasional. bangan teknologi dan industri media telah menyebab-
kan kurangnya kesempatan akses bagi individu mau-
1. Sistem Pers Dunia pun kelompok, serta rendahnya prestasi dalam upaya
memenuhi kebutuhan informasi, sosial dan moral
Menurut Siebert, Peterson dan Schramm (1986) pada masyarakat. Teori liberal dianggap hanya me-
terdapat empat sistem pers di dunia. Pertama, sistem ningkatkan kekuasaan kelas tertentu (Siebert, 1986;
otoriter. Salah satu ciri utama dari sistem pers oto- Yin, 2008; Severin & Tankard, 2008:379).
riter adalah fungsi pers sebagai kepanjangan tangan Keempat, sistem totaliter-soviet. Teori ini di-
pemerintah yang sedang berkuasa dan melayani neg- kembangkan berdasarkan ideologi Marxis dan nilai
ara. Melalui penerapan hak khusus, lisensi, sensor kebersamaan antar kelas maupun antar partai/golong-
langsung dan peraturan organisasi media, individu an. Yaitu, selama kelas kapitalis mengawasi fasilitas
dijauhkan dari kemungkinan mengkritik pemerintah fisik media, kelas buruh tidak akan mempunyai akses
yang berkuasa. Dalam sistem otoriter, pers dapat di- pada saluran komunikasi. Kebebasan pers yang sebe-
miliki baik secara publik ataupun perorangan, namun narnya akan ada dalam masyarakat tanpa kelas. Ke-
tetap dianggap sebagai alat untuk menyebarkan kebi- bebasan pada sistem ini adalah bebas dari kapitalis-
jakan pemerintah (Siebert, 1986; Yin, 2008; Severin me, individualisme, borjuasi, dan bukan bebas untuk
& Tankard, 2008:374). menyatakan pendapat��������������������������������
(������������������������������
Yin, 2008; Severin & Tankard,
Kedua, sistem pers liberal. Sistem ini merupak- 2008:380).
an suatu bentuk perlawanan dari pandangan otoriter. Soviet berpandangan bahwa tujuan utama me-
Pers berfungsi membantu menemukan kebenaran dia adalah membantu keberhasilan dan kelangsungan
dan mengawasi pemerintah sekaligus sebagai media sistem Soviet. Media dikontrol oleh tindakan ekono-
yang memberikan informasi, menghibur, dan mencari mi dan politik dari pemerintah dan badan pengawas,
keuntungan Penguasa tidak punya hak untuk menga- dan hanya anggota partai yang loyal dan anggota par-
tur isi berita media. Penguasa dalam sistem ini juga tai ortodoks saja yang dapat menngunakan media se-
tidak berhak menentukan siapa yang boleh dan tidak cara reguler. Media dalam sistem Soviet dimiliki dan
boleh menerbitkan media. Pada sistem ini, siapapun dikontrol oleh negara dan ada hanya sebagai kepan-
sebenarnya punya hak untuk menerbitkan media asal- jangan tangan negara.
54
Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di Indonesia

2. Sistem Pers Di Indonesia rat kabar dan majalah seperti Benih Merdeka, Sora
Sebagaimana telah dijelaskan pada awal, sistem Ra’jat Merdika, Fikiran Ra’jat, Daulat Ra’jat, Soeara
pers senantiasa tunduk dan mengikuti sistem politik Oemoem, dan sebagainya, serta organisasi Persatoean
dimana ia berada, maka perkembangan sistem pers di Djoernalis Indonesia (1933) adalah tanda-tanda me-
Indonesia dapat dilihat dari masa perjuangan hingga ningkatnya perjuangan kemerdekaan di lingkungan
era reformasi saat ini. wartawan dan pers nasional sebagai bagian dari per-
juangan nasional secara keseluruhan (Smith, 1983:74,
2. 1. Masa Perjuangan Surjomihardjo, 2002: 76-102).

Pers di Indonesia mulai berkembang jauh hari 2.2. Masa Kemerdekaan


sebelum negara Indonesia diproklamasikan. Pers telah
dipergunakan oleh para pendiri bangsa sebagai alat Antara awal kemerdekaan dan sepanjang masa
perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Sejak Demokrasi Terpimpin, hingga menjelang Orde Baru
pertengahan abad ke 18, orang-orang Belanda mulai tahun 1966, kehidupan politik, terutama dunia kepar-
memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia. taian, sangat berpengaruh terhadap perkembangan
Penguasa kolonial mengekang pertumbuhan pers pers nasional. Pola pertentangan antara kelompok
(sistem pers otoriter), meskipun penerbitnya terdiri pemerintah dan kelompok oposisi dalam dunia kepar-
dari orang-orang Belanda sendiri. Tetapi surat kabar taian juga ditumbuhkan dalam dunia pers, sehingga
yang tumbuh pada akhir abad ke 19 hingga awal abad timbul di satu pihak pers pendukung pemerintah (te-
berikutnya, juga merupakan sarana pendidikan dan patnya prokabinet) dan di lain pihak pers oposisi .
latihan bagi orang-orang Indonesia yang memperoleh Konfigurasi sikap dan kedudukan pers berubah
pekerjaan di dalamnya (Said, 1988). seiring dengan terjadinya perubahan konfigurasi poli-
Surat kabar pertama di Indonesia adalah Bata- tik kepartaian dan pemerintahan. Bahkan sebagian
viase Nouvelles (Agustus 1744-Juni 1746), disusul pers memilih pola pers bebas seperti di negara lib-
kemudian Bataviasche Courant (1817), Bataviasche eral, dengan kadar kebebasan dan persepsi tanggung
Advertentieblad (1827). Pada tahun 1855 di Sura- jawab yang banyak ditentukan oleh wartawan secara
karta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa, individualis. Muncul nama seperti Rosihan Anwar,
bernama Bromartani. Surat kabar berbahasa Melayu Mochtar Lubis, B.M Diah, yang ikut berjuang den-
yang pertama adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe, gan pena dan tulisan untuk ’membakar’ semangat
terbit di Surabaya pada tahun 1956. kemudian lahir juang bangsa Indonesia dalam meraih dan mengisi
surat kabar Soerat Chabar Betawie (1958), Selompret kemerdekaan. Buat Mochtar Lubis dan kawan2 saat
Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timoer (Suraba- itu, berjuang bukan hanya mengangkat senjata atau-
ya, 1862), Djoeroe Martani (Surakarta 1864), dan Bi- pun aktif dalam kepartaian, namun memberikan
ang Lala (Jakarta, 1867). Perkembangan pers di masa wawasan, pencerahan, informasi mengenai Indone-
penjajahan sejak pertengahan abad ke 19 ternyata sia Merdeka adalah juga bagian dari perjuangan ke-
telah dapat menggugah cendekiawan Indonesia untuk merdekaan bangsa. Kondisi pers nasional ini berlaku
menyerap budaya pers dan memanfaatkan media ce- dalam masa perjuangan mempertahan kemerdekaan
tak sebagai sarana membangkitkan dan menggerak- antara tahun 1945-1949, dan dalam masa pemerin-
kan kesadaran bangsa (Surjomihardjo, 2002:25-31). tahan parlementer antara tahun 1950-1959. Ekses dari
Dalam proses selanjutnya, terjadilah pembauran kondisi ini adalah penodaan terhadap kebebasan pers
antara pengasuh pers dan masyarakat yang mulai ter- (Hamad, 2004:62-63).
organisasi dalam klub-klub studi, lembaga-lembaga Meskipun sistem parlementer telah terkubur,
sosial, badan-badan kebudayaan, bahkan gerakan- sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang
gerakan politik. Wartawan menjadi tokoh pergerakan, memberlakukan kembali UUD 1945, pola perten-
atau sebaliknya tokoh pergerakan menerbitkan pers. tangan partai masih bertahan. Pada masa Demokrasi
Sejak lahirnya Budi Utomo pada bulan mei 1908, Terpimpin tersebut, wartawan Indonesia umumnya,
pers merupakan sarana komunikasi yang utama untuk dan Persatuan Wartawan Indonesia (didirikan pada
menumbuhkan kesadaran nasional dan meluaskan ke- tanggal 9 Pebruari 1946) khususnya, tetap berpegang
bangkitan bangsa Indonesia. teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945
Pada gilirannya proses tersebut mengukuhkan (Surjomihardjo, 2002:181-183).
gerakan mencapai kemerdekaan. Lahirlah surat-su-
55
JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60

2.3. Masa Orde Baru ketakutan, trauma, tertekan, dan lainnya – para kelu-
Orde Baru bangkit sebagai puncak kemenangan arga melarang anak-anaknya untuk terus aktif, dan
atas rezim Demokrasi Terpimpin yang pada hakikat- para kerabat menjadi takut berhubungan. Teror media
nya telah dimulai sejak tahun 1964 tatkala kekuatan mempunyai akibat lebih luas karena penyebarannya
Pancasila, termasuk pers, mengadakan perlawanan yang begitu masif, dan bisa berakibat buruk karena
terbuka terhadap ofensif golongan PKI melalui jalur langsung menghantam kesadaran (Budiman Sudjat-
Manipolisasi dan Nasakomisasi. Kehancuran G30S/ miko dalam Pers Dalam Revolusi Mei, 2000:250).
PKI merupakan awal ’pembenahan’ kehidupan nasio- Implikasi intervensi kepentingan pemerintah
nal, pembinaan di bidang pers dilakukan secara siste- juga berakibat buruk pada independensi media. Saat
matis dan terarah. itu, tidak ada satupun pers yang mempunyai sikap
Pada masa ini produk perundangan pertama ten- independen dan kritis terhadap pemerintah, karena
tang pers adalah UU no 11 tahun 1966. Pengembangan dengan berbagai cara pemerintah selalu berupaya
pers nasional lebih lanjut diwujudkan dengan men- mengontrol pers secara represif. Pemerintah tidak
gundangkan UU no 21 tahun 1982 sebagai penyem- hanya mempraktekkan ’budaya telepon’ untuk men-
purnaan UU no 11/1966. Penciptaan lembaga Surat teror kebebasan, tetapi juga melakukan pembreide-
Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) mencerminkan lan penerbitan, pemberhentian pasokan kertas koran
usaha nyata ke arah pelaksanaan kebebasan pers hingga menghilangkan nyawa wartawan�������������
- merupakan
yang dikendalikan oleh pemerintah atau kebebasan konsekwensi yang harus ditanggung manakala pers
pers yang bertanggung jawab pada pemerintah, suatu menulis pemberitaan yang mengkritik ataupun ber-
bentuk pengadopsian terhadap teori pers otoriter (Ha- tentangan dengan kebijakan pemerintahan. Pembre-
mad, 2004:63). idelan dianggap sangat riskan dan berbahaya oleh
Pada era Soeharto, pers dinyatakan sebagai sa- pihak pengelola pers mengingat investasi industri
lah satu media pendukung keberhasilan pembangunan. media memiliki tingkat kapitalisasi modal yang besar
Bentuk dan isi pers Indonesia perlu mencerminkan (Hamad, 2004:64).
bentuk dan isi pembangunan. Kepentingan pers nasio- Selama Orde Baru disamping media pemerin-
nal perlu mencerminkan kepentingan pembangunan tah, TVRI dan RRI, semua media yang ada diupay-
nasional. Hingga timbul istilah : pers pembangunan. akan agar tidak hanya menjadi ‘patner’ pemerintah
Dari kenyataan ini terlihat bahwa pers Indonesia ti- dalam pembangunan, tetapi juga sebagai instrumen
dak mempunyai kebebasan karena pers harus men- hegemoni. Pers oleh penguasa diposisikan sebagai
dukung program pemerintah Orde Baru. Pers sang- apparatus persuasif atau ideological state appara-
at tidak diharapkan memuat pemberitaan yang dapat tus untuk kepentingan pemeliharaan dan reproduksi
ditafsirkan bertentangan dengan program pemerintah struktur politik otoritarian yang telah dibangun. In-
Orde baru. Tanggung jawab pers bukan pada masy- strumen ini diharapkan mampu membuat setiap war-
arakat melainkan pada penguasa Orde Baru. ga negara menempatkan diri dalam horizon pemikiran
Lebih lanjut, pers tidak hanya dijadikan seba- rezim Orde Baru. (Hidayat, 2000:149).
gai saluran propaganda untuk mempertahankan he- Tidak adanya kebebasan berpendapat dan ke-
gemoni kekuasaan dan kepentingan status quo. Pers bebesan pers membuat media di Indonesia pada rezim
juga berfungsi sebagai alat represi. Salah satu contoh Orde Baru tidak pernah berhasil mengangkat dirinya
kasus adalah yang dialami oleh Partai Rakyat Demo- sebagai pilar keempat demokrasi. Satu hal lainnya
kratik, pada sekitar peristiwa penyerbuan kantor DPP adalah struktur organisasi media itu sendiri – sebagai
PDI tanggal 27 Juli 1996, dimana pihak pemerintah/ corong bagi kepentingan pemilik modal dan kelom-
militer menggunakan momentum tersebut untuk me- pok usahanya – mau tidak mau membuat media harus
mukul gerakan pro-demokrasi. Terkait peristiwa ini, tunduk kepada aturan main di dalam perusahaan yang
hampir semua media massa harus memuat berita dan kerap mencerminkan ketergantungan antara pemi-
statemen petinggi militer untuk meneror kesadaran liknya dan pemerintah.
para aktivis dan simpatisan PRD – melalui isu makar, Pemerintah Orde Baru menganggap pers yang
isu komunis, dan lainnya. Pemberitaan tersebut mem- bebas akan dapat mengganggu stabilitas negara, ke-
punyai efek yang bisa jadi lebih buruk dibandingkan amanan dan kepentingan umum, sehingga laju kebe-
pengejaran, penangkapan, dan pemenjaraan. Akibat- basannya harus dikontrol dengan ketat. Maka lahirlah
nya, sebagian anggota PRD menjadi patah semangat, perlakuan represif negara terhadap pers sepanjang
sejarah Orde Baru. Media tidak mungkin bisa men-
56
Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di Indonesia

gatakan sesuatu sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Jika dihubungkan dengan teori media normatif maka
Media harus mengutip keterangan resmi pemerintah keadaan pers Indonesia dimasa era reformasi saat ini
dalam mengangkat suatu peliputan yang sangat poli- adalah gambaran dari a liberal-pluralis or marked
tis, atau sama sekali tidak mengangkatnya. Pencabu- model, dimana isu-isu yang diliput oleh pers semakin
tan SIUPP dan “budaya telepon” oleh pejabat mem-
beragam. Banyak bermunculan penerbitan baru baik
buat media ciut nyali dan akhirnya percaya bahwa
dalam bentuk tabloid, majalah, surat kabar. Dari po-
iklim keterbukaan seperti yang dijanjikan Soeharto
melalui pidato kenegaraan Agustus 1990 hanya seke- litik, ekonomi sampai yang berbau pornografi. Kua-
dar jargon pemerintah. litas penerbitannyapun beragam, dari yang bermutu
Sungguh ironis, ditengah cengkraman kuat rezim lumayan hingga yang berkualitas ’sampah’.
Soeharto dalam gerak pers di Indonesia, tanpa dis- Peningkatan kuantitas media belum disertai
adari – Soeharto telah menanam benih yang dituainya dengan perbaikan kualitas jurnalismenya. Banyak
bulan Mei 1998, dengan melakukan pencabutan izin media yang hanya menjual gosip alias desas desus
terbit (SIUPP) tiga terbitan yaitu TEMPO, EDITOR dengan warna pemberitaan yang kental keberpihakan
dan DETIK pada tahun 1994. Tanpa diprediksi se-
atau penyudutan kepada suatu golongan/partai ter-
belumnya, dengan membungkamkan tiga terbitan
tentu maupun individu. Pemberitaan sering dilakukan
legal tersebut, muncullah terbitan bawah tanah yang
kapasitasnya untuk mengkritik pemerintah jauh lebih tanpa didukung fakta yang kuat, selain hanya potong-
besar daripada terbitan ‘jalur tengah’ yang dihilan- an-potongan komentar yang tidak seimbang dari hasil
gkan. Juga dengan membreidel ketiga terbitan yang wawancara yang kurang mendalam.
disegani ini, telah menciptakan solidaritas kalangan Jika kenyataan ini dikaitkan dengan model teori
menengah, buruh, intelektual, serta kaum pemodal normatif jelas bahwa rasa tanggung jawab sosial me-
yang kesemuanya bersatu padu, dan pada akhirnya dia belumlah nampak. Karena disadari atau tidak, jur-
menolak kelangsungan pemerintahan Orde Baru. nalisme media yang buruk kualitas pemberitaannya
dapat menjadi sumber penyebab dari penyakit/ma-
2.4. Era Reformasi
salah sosial yang di hadapi oleh masyarakat, seperti
Pada tahun 1998, lahir gerakan reformasi ter- peningkatan masalah kriminal, kekerasaan, penyim-
hadap rezim Orde Baru. Keberhasilan gerakan ini, pangan sexual (homoseksual, paedophilia, pelacu-
melahirkan peraturan perundangan-perundangan ran), tumbuhnya sikap individualistik, terbentuknya
sebagai pengganti peraturan perundangan yang me- virtual society, dan lainnya.
nyimpang dari nilai-nilai Pancasila, UU no 40 tahun Tampaknya media di Indonesia masih terbius
1999 merupakan salah satu contoh. Sejak sistem poli- dengan eforia kebebasannya, dan lebih memilih ke-
tik Indonesia mengundangkan UU no 40 tahun 1999, pentingan komersial yang cenderung mengutama-
secara normatif, pers Indonesia telah menganut teori kan keuntungan, dimana aspek kriminalitas, gosip,
pers tanggungjawab sosial (kebebasan pers yang dan seks lebih mengandung nilai pasar dibandingkan
bertanggung jawab pada masyarakat/kepentingan menjalankan tanggung jawab sosial dalam penyam-
umum). Berbeda dengan UU no 11 tahun 1966 jun- paian informasi dan pencerahan publik sebagai kon-
cto UU no 21 tahun 1982 yang memberi kewenangan sekuensi hubungan media dengan masyarakat, walau-
pada pemerintah untuk mengontrol sistem pers, UU pun iklim regulasi sudah membaik dan kondusif.
no 40 tahun 1999 memberi kewenangan kontrol ke- Tak kurang ����������������������������������
Yin pun mengulas dalam artikelnya
pada masyarakat. ���������������������������������
Penanda itu terletak antara lain Beyond The Four Theories Of The Press: A New Mo-
pada pasal 15 dan 17 UU no 40 tahun 1999 (Hamad, del For The Asian & The World Press (2008), bahwa
2004:66). sistem pers di Indonesia pada era reformasi termasuk
UU Pokok Pers no 40/1999 sebenarnya telah sistem pers bebas dan tidak bertanggung jawab, yai-
memberi landasan yang kuat bagi perwujudan kemer- tu��������������������������������������������������
bahwa sistem pers di Indonesia benar-benar telah
dekaan pers di Indonesia. Pembatasan
������������������������
jumlah Surat begitu bebas, sehingga gagal untuk mengedepankan
Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), praktek yang prinsip-prinsip dasar jurnalistik, dan tidak punya pe-
lazim di era Soeharto, praktis sudah tidak ada lagi. ran positif dalam masyarakat. Banyak media yang
57
JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60

melanggar prinsip dasar jurnalistik, yaitu dalam me- formasi, dan menyajikan hiburan yang tak sehat bagi
nyampaikan kebenaran. Sistem pers didikte oleh ke- masyarakat ketimbang menyampaikan informasi yang
kuatan pasar, isinya
�������������������������������������
cenderung sensasional, kurang mengandung pendidikan atau informasi berguna lain-
penghargaan pada etika, banyak kekerasan dan por- nya. Apa jadinya jika media cenderung mengabaikan
nografi, berita bohong dan provokatif, pembunuhan suara kelompok minoritas (suku, agama, pengidap
karakter, wartawan amplop, maupun iklan yang me- HIV, difability, dan lainnya)?
nyesatkan.����������������������������������������
P��������������������������������������
ers kerap dipakai sebagai kepentingan Di balik ketakutan atas dampak media, sebenar-
politik pribadi ataupun kelompok tertentu. Hal ini nya terselip harapan bahwa industri media di Indo-
sebagai dampak pemusatan kepemilikan media pada nesia, sebagai industri besar yang menyerap tenaga
segelintir orang. kerja yang cukup banyak - harus tetap punya prinsip
menjalankan fungsi informasi dan edukasi (tanggung
Pembahasan jawab sosial) kepada khalayak. Industri media massa
Saat ini hubungan media, masyarakat dan bu- bukanlah sekadar tempat mencari untung sebab ko-
daya di Indonesia mempunyai kecenderungan terpo- moditas yang dijual berbeda dengan sepatu, pakaian,
la pada hubungan materialisme, yaitu pola dimana tas, atau produk manufaktur lain. Isi media sebagian
struktur sosial mempengaruhi budaya (+), dan buda- membentuk isi kepala konsumennya.
ya tidak mempengaruhi struktur sosial (-). Akibatnya,
����������� Singkat kata, media harus berperan positif
media massa dilihat sebagai ketergantungan budaya dan memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk
pada struktur kekuasaan/politik dan kekuatan ekono- menyajikan suatu informasi yang berkualitas dan
mi (Rosengren dalam McQuail, 2005:79). sekaligus bertanggung jawab atas akibat-akibat yang
Dalam institusi media, informasi tiada lain ada- ditimbulkan oleh informasi yang dipublikasikannya
lah komoditas yang sekedar untuk diperjualbelikan. (McQuail, 2005:207). Dengan kata lain, media dapat
Akibatnya, segala bentuk produksi pesan tidak ter- digugat dan dituntut jika tidak menyajikan infomasi
lepas dari kepentingan-kepentingan pemilik modal yang benar dan akurat. Akuntabilitas adalah bagian
dan kekuasaan politik di sekitarnya. Informasi yang dari pertanggungjawaban media kepada masyarakat.
disampaikan kepada khalayak adalah realitas yang Apakah media Indonesia saat ini sudah mela-
sudah diseleksi dan disusun menurut pertimbangan kukan akuntabilitas atas liputannya? Jawaban yang
ideologi institusi media melalui keputusan redaksi dapat diberikan adalah ya dan tidak.
(second-hand reality). Jawaban Ya: komunikasi menurut Laswell
Kenyataan ini mengandung tiga makna, yaitu: mempunyai fungsi pengawasan, yaitu pengawasan
(1) ada faktor-faktor subjektivitas dalam proses infor- peringatan (warning or beware surveillance) dan
masi/produk berita. Karena itu, fakta atau peristiwa pengawasan instrumental (instrumental surveillan-
adalah hasil ’rekayasa’ konstruksi institusi media. (2) ce). Dalam hal ini media massa telah melakukannya
’Hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan ni- dengan baik. Sebagai contoh : (1) pengawasan perin-
lai demokrasi, HAM, supremasi hukum masyarakat’ gatan, yaitu adanya pemberitaan mengenai tanda-tan-
dalam arti sejatinya, menjadi terabaikan. (3) Dalam da badai, gejala meletusnya gunung berapi, fluktuasi
industri media, belum tentu informasi/berita yang di- pasar modal, keadaan nilai tukar rupiah sebagai salah
muat benar merupakan hal yang diperlukan masyara- satu indikasi keadaan perekonomian negara, dan lain-
kat, sebaliknya informasi/berita itu adalah hal yang nya, (2) pengawasan instrumental, yaitu penyebaran
ingin ”dijual’ media, baik secara komersial maupun informasi yang berguna bagi masyarakat, seperti harga
secara ideologi. kebutuhan sehari-hari, produk-produk baru (termasuk
Dapatlah dibayangkan, apa jadinya jika media film, produk barang, hiburan, lokasi rekreasi, hotel,
penuh dengan berita menyesatkan, tidak menyam- kuliner), masalah sosial yang ada dimasyarakat. ���
Di-
paikan informasi yang sesungguhnya kepada mas- samping fungsi pengawasan, media massa juga telah
yarakat, mengabaikan hak publik mendapatkan in- menjalankan fungsi korelasi dalam perannya sebagai
mediasi sosial. Yaitu, antarunsur dalam masyarakat
58
Inge Hutagalung, Dinamika Sistem Pers di Indonesia

dapat saling berkomunikasi satu sama lain melalui Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, akun-
media massa, contoh program Debat dan Apa Kabar tabilitas adalah bagian dari pertanggung jawaban me-
Indonesia dari TV One, dan lainnya. dia kepada masyarakat, dimana media dapat digugat
Jawaban Tidak: Media massa di Indonesia dan dituntut jika tidak menyajikan informasi secara
aktual dan akurat. Terkait hal ini dan sesuai dengan
cenderung dikuasai oleh kelas kapitalis (teori media
model tanggung jawab sosial (dalam teori mormatif
masyarakat: aliran Marxis) sebagai akibat sistem li-
media), pemerintah jika diperlukan dapat melakukan
beralisme pasar yang mengakibatkan ketimpangan intervensi (asalkan demi kepentingan publik) dengan
informasi dalam pemberitaan. Jikapun ada peran membuat regulasi untuk mengurangi isi media yang
mediasi sosial yang dilakukan, bentuknya semu dan berbau kekerasan, pornografi, ataupun untuk menjadi
tebang pilih pada penyampaian informasi yang tidak pedoman dan rambu media dalam melaksanakan pe-
mendiskreditkan kelas elit tertentu yang memegang ran positifnya dalam masyarakat.
kontrol policy maupun modal pada industri media ter- Walaupun tulisan ini tidak dimaksudkan untuk
tentu. membahas regulasi tentang pers, namun ada baiknya
diulas secara singkat mengenai regulasi dalam per-
Di sisi lain, saat ini banyak para����������������
kandidat calon
kembangan pers di Indonesia sebagai bahan peren-
pemimpin skala nasional maupun lokal yang meng-
ungan bersama.
gunakan media massa, dalam hal ini televisi dan surat Kata regulasi atau ’diatur’ cenderung memiliki
kabar untuk menjadi ajang propaganda diri maupun konotasi yang buruk. Seakan regulasi (pengaturan)
ideologi. ���������������������������������������������
Contoh: iklan pencitraan diri calon kandidat selalu identik dengan usaha-usaha untuk membatasi
presiden untuk pemilu 2014 dari pasangan HT-Wiran- kemerdekaan pers. Regulasi bisa dilakukan. Tetapi
to di media televisi MNC Group, ARB (Abu Rizal tentu saja regulasi juga ada batasannya. Yang perlu
Bakrie) di ANTV dan TV One, Surya Paloh di Met- dipahami dan diperhatikan adalah pengaturan yang
ro TV. Dari fenomena ini dapat dilihat bahwa media dibuat dan dilakukan tidak boleh mengganggu ke-
merdekaan pers.
massa telah digunakan sebagai alat untuk menyebar-
Ada sejumlah argumentasi mengapa regulasi
kan ideologi pemikiran dari kandidat dan partai poli-
kepada media tetap perlu dilakukan. Pertama, untuk
tik tertentu, baik secara terbuka maupun terselubung. melindungi kepentingan umum (kepentingan ma-
Apakah ini salah? Jawabannya dapat beragam (Mc- syarakat). Kedua, untuk melindungi kemerdekaan
Quail, 2005:86-108) : pers. Misalnya, regulasi mengenai kepemilikan me-
a. Ditinjau dari teori masyarakat informasi: hal dia justru menjamin adanya kebebasan pers dan ke-
ini adalah wajar sebagai dampak dari kemajuan merdekaan pers itu sendiri. Ketiga, untuk melindungi
teknologi masa kini. Bahwa masyarakat saat ini kepentingan jurnalis. Regulasi tidak selalu berarti
memang ’dekat’ dan membutuhkan informasi. buruk. Kadang kala regulasi justru bisa melindungi
b. Ditinjau dari teori konstruksi sosial: tergantung kepentingan media dan jurnalis. Dengan aturan yang
bagaimana pembaca ataupun pemirsa menafsir- jelas, jurnalis lebih mendapat jaminan dan perlindun-
kan iklan-iklan tersebut. Jika komunikan adalah gan hukum.
anggota partai/fans/simpatisan dari tokoh atau Perkembangan regulasi terkait pers di Indone-
parpol yang ’berkampanye’, tentunya jawaban- sia dimulai dengan dikeluarkannya UU Pokok Pers
nya adalah bagus dan itu bukan kampanye tapi no.11/1966 yang kemudian diubah menjadi UU Pokok
suatu sarana memperkenalkan diri dan visi partai. Pers no. 21/1982. Perubahan ini menandai dimulainya
Tetapi jawaban bernada sinis akan didapat dari kebebasan bisnis dalam pers Indonesia. Menyusul ke-
komunikan di ’luar lingkaran’ tokoh ataupun par- berhasilan gerakan reformasi, pers telah menjadi in-
pol, dalam menanggapi iklan-iklan dimaksud. dustri di tengah kebebasan politik yang baru dipero-
c. Ditinjau dari teori determinasi teknologi: iklan- leh. Kapitalisasi pers di tengah kemerdekaan pers ini
iklan tokoh kandidat pemimpin bangsa dan parpol tertuang dalam UU no 40/1999 (Surjomihardjo, 2002,
adalah bentuk cara penyampaian yang memang 177-183, Hamad, 2004:62-69).
harus dibuat sedemikian rupa sebagai akibat Selain regulasi terkait pers, pemerintah juga
perkembangan teknologi informasi. menerbitkan UUITE, yang mengatur penggunaan
media terkini (konvergensi) sebagai akibat dari per-
kembangan luar biasa dalam bidang informasi dan
59
JURNAL INTERAKSI, Vol II No.2, Juli 2013 : 53-60

teknologi media komunikasi yang sedemikian cang- Bennett, W. L., & Iyengar, S. (2008). A New Era of
gih (lihat Neuman, 1991; Atre dan Katz, 2005; Stroud, Minimal Effects? The Changing Foundations of
2008; Bennet and Iyengar, 2008). Secara umum, ma- Political Communication. Journal of Communi-
teri Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektro- cation, 58(4), 707-731.
nik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik
pengaturan mengenai informasi dan transaksi elek- Dalam Media Massa. Jakarta: Granit.
tronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dila- Hidayat, Dedy. N. (2000). Pers Dalam Revolusi Mei:
rang. Hal ini dimaksudkan untuk mengakomodir ke- Runtuhnya Sebuah Hegemoni. Jakarta: Gramedia
butuhan para pelaku bisnis di internet dan masyarakat Pustaka Utama.
umumnya guna mendapatkan kepastian hukum dalam McQuail, Dennis. (2005). Mass Communication The-
melakukan transaksi elektronik.��(�http://id.wikipedia.org/ ory (fifth edition). London: Sage Publications
wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elek- Neuman, W. R. (1991). The Future of The Mass Audi-
tronik). ence. New York: Cambridge University Press.
Rauf, Maswadi. (1993). Indonesia dan Komunikasi
Penutup Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Said, Tribuana. (1988). Sejarah Pers Nasional Dan
Sistem pers Indonesia telah mengalami dinami-
Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta: CV Haji
ka seiring dengan pergerakan kehidupan politik bang-
Masagung.
sa. Pada masa pergerakan kebangsaan, media dilihat
Severin��������������������������������������������
, Werner, J dan Tankard, James, Jr. (2008).
sebagai alat perjuangan. Pada masa kemerdekaan,
Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada Me-
pers sempat menjadi alat perjuangan partai politik.
dia Group.
Setelah stabilitas politik dan pembangunan berjalan,
Siebert, Fred S, et.al. (1986). Empat Teori Pers (terj.:
media menjalankan peran dalam kontek komunikasi
Putu Laxman Senjaya Pendit). Jakarta: PT Inter-
pembangunan dan komoditas (pers kapitalis). De-
masa.
wasa ini, media berada dalam kontek kebebasan dan
Smith, Edward. C. (1983). Sejarah Pembreidelan Pers
komersialisasi.
Di Indonesia. Jakarta: Grafitipers.
Satu hal yang perlu diingat dan diperhatikan
Stroud, Natalie Jomini. (2008). Media Use and Po-
bahwa sistem pers di Indonesia dewasa ini telah men-
litical Predispositions: Revisiting the Concept of
ciptakan pluralisme media, yang pada hakekatnya
Selective Exposure. Political Behavior, Vol. 30,
merupakan kelanjutan Tata Komunikasi Dan Infor-
341–366.
masi Dunia Baru - - dimana sejak paruh tahun 1980-
Surjomihardjo, Abdurachman. (2002). Beberapa
an tidak lagi mencerminkan upaya media untuk mem-
Segi Perkembangan Sejarah Pers Di Indonesia.
bangun public sphere (sebagai bagian tanggungjawab
Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
sosial) yang benar-benar membebaskan masyarakat
Suwardi, Harsono (1993). Peranan Pers Dalam Poli-
dari cengkraman kekuasaan: politik maupun ekono-
tik Di Indonesia: Suatu Studi Komunikasi Politik
mi.
Terhadap Liputan Berita Kampanye Pemilu ’87.
Perlu disimak pula bahwa kondisi sistem pers
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
yang terbentuk saat ini dalam ranah media di Indone-
Yin, Jiafei. (2008). Beyond The Four Theories Of The
sia tidaklah terlepas dari pengaruh dan campur tangan
Press: A New Model For The Asian & The World
pihak asing, langsung maupun tidak langsung, dima-
Press. Journalism Communication Monographs,
na dominasi segelintir pemilik modal dalam industri
Vol. 10, No.1.
pers Indonesia adalah juga bagian dari penetrasi dan
ekspansi kapitalisme dan kekuatan politik secara glo-
bal.

Daftar Pustaka
Atre, J., & Katz, E. (2005). What’s Killing Television
News? Experimentally Assessing The Effects of
Multiple Channels on Media Choice. Paper pre-
sented at the International Communication Asso-
ciation Conference. New York.
60

Anda mungkin juga menyukai