Darmanto
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BPPKI),
Balitbang SDMKementerian Komunikasi dan Informatika
ABSTRAK
29
Jurnal komunikasi, Volume 10, Nomor 1, Oktober 20x5
30
Darmanto, Urgensi Perubahan Kebijakan untuk Penegakkan Independensi Media di Indonesia
sesuai dengan suara hati nurani tanpa Indonesia dan kemudian menemu-
campur tangan, paksaan, dan intervensi tunjukkan solusi yang dapat ditawarkan
dari pihak lain termasuk pemilik untuk mengatasi masalah tersebut.
perusahaan pers. Dengan kata lain,
inldependensi ialah kemampuan media Potret Independensi
mti bersikap bebas berdasarkan suara
untuk
lati nurani dalam merespon persoalan
hati Dalam satu dasa warsa terakhir, isu
yang muncul di masyarakat untuk independensi media (massa) di Indonesia
kemudian dimanisfestasikan ke dalam menjadi perhatian serius dan telah
produk jumalistik yang bebas dari menimbulkan kekhawatiran di berbagai
intervensi pihak mana pun. Independensi pihak, baik kalangan akademisi, pekeija
pada umumnya sangat ditentukan oleh media, pengamat, bahkan sampai dengan
profesionalisme jurnalis dari media yang kalangan politisi dan anggota masyarakat
bersangkutan. Semakin tinggi pada umumnya. Kekhawatiran itu
profesionalisme jurnalis, besar didasarkan pada keyakinan bahwa sistem
kemungkinan tingkat independensi media demokrasi akan dapat hidup subur jika
yang dikelolanya juga tinggi. ditopang oleh media massa yang
Walaupun pers - termasuk di profesional dan independen. Dengan kata
dalamnya media penyiara - akhirnya lain, jika media massa makin terkooptasi
terbebas dari tekanan negara, tetapi tidak oleh kepentingan kelompok tertentu
otomatis melahirkan independensi. Sebab, seperti pebisnis dan penguasa, hal itu
seperti yang disinyalir oleh Amir Efendi dapat menjadi ancaman bagi kehidupan
Siregar, yang terjadi hanyalah demokrasi.
perpindahan kontrol. Pada era Orde Baru, Munculnya kekhawatiran mengenai
kontrol terhadap media sepenuhnya ada masa depan media di Indonesia, terutama
di tangan pemerintah beralih, tetapi pada dipicu oleh penggunaan media massa oleh
eija reformasi kontrol tersebut berpindah pemiliknya yang menjadi politisi dan atau
ke tangan pemodal melalui pasar bebas sebagai pengurus Partai Politik (Parpol)
dan kemudian melahirkan otoritarianisme untuk kepentingan kampanye diri
kapital (Siregar, 2012:7). maupun parpolnya. Sentimen itu
, Melihat realitas seperti itu, maka kemudian diperkuat oleh keterbelahan
dipandang mendesak perlu adanya media massa pada saat Pemilu Presiden
kebijakan yang dapat mendorong tahun 2014. Pada masa menjelang, saat,
terwujudnya penegakan independensi dan pasca Pemilu Presiden 2014 media-
media di Indonesia. Bertitik tolak dari media besar terbelah menjadi dua kubu
latar belakang tersebut, maka fokus antara yang mendukung pasangan Calon
permasalahan yang akan dibahas dalam Presiden dan Wakil Presiden Prabowo
artikel ini ialah kebijakan seperti apa yang Subianto dengan Hatta Rajasa (Prabowo-
diperlukan untuk dapat menegakkan Hatta) dan pasangan Joko Widodo dengan
independensi media di Indonesia Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Media-media di
mjengingat kebijakan yang ada sekarang bawah naungan MNC Grup milik Haiy
ternyata tidak mampu memecahkan Tanoesoedibjo seperti RCTI, MNC, Global
permasalahan yang dihadapi masyarakat TV, dan Koran Sindo serta media massa di
mengenai independensi media. Adapun bawah kemilikan Bakrie Grup seperti TV
tujuan yang hendak dicapai melalui studi One dan AN TV secara terang-terangan
ini ialah teridentifikasinya persoalan- mendukung Pasangan Prabowo-Hatta,
persoalan kebijakan yang menghambat sedangkan media-media yang berada di
terwujudnya independensi media di bawah kepemilikan Ketua Umum Partai
31
Jumal komunikasi, Volume 10, Nomor l, Oktober 2015
Nasdem Suiya Paloh seperti Metro TV dan Pemilu 2014. (Masduki,dkk, 2013: 49-52
Media Indonesia mendukung pasangan dan Tim MPM, 2014: hal. 81-82).
Calon Presiden Jokowi-JK. Koran Tempo Kecenderungan yang sama
diperlihatkan oleh hasil penelitian
dan Jakarta Post meskipun secara terang-
PR2Media (Pemantau Regulasi dan
terangan menyatakan dukungannya Regulator Media) keija sama dengan
terhadap pasangan Capres/Cawapres Dewan Pers tahun 2013. Pada waktu itu,
Jokowi-JK, tidak berarti menjadi bagian PR2Media meneliti 372 item berita dari
dari permasalahan independensi. Kompas.com, okezone.com. surat kabar
Dewan Pers telah mengantisipasi Kompas, Koran Sindo, dan media televisi
adanya ketidakindependenan media RCTL Temuannya, berita-berita di
okezone.com, koran Sindo dan RCTI milik
massa pada Pemilu 2014. Oleh karena itu
Hary Tanoesoedibjo (HT) yang pada
pada tahun 2013, Dewan Pers melibatkan waktu itu menjadi petinggi partai Hanura
tiga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan memproklamasikan diri bakal
di bidang media, yaitu Remotivi (Jakarta), menjadi Calon Wakil Presiden
PR2Media (Yogyakarta), dan Masyarakat mendampingi Wiranto, lebih banyak
Peduli Media (MPM) Yogyakarta untuk menampilkan sosok pemiliknya. Hal itu
melakukan riset. Hasilnya tidak berbeda berbeda dengan kecenderungan berita-
berita di kompas.com dan koran Kompas
dengan hipotesis yang diyakini
yang pemiliknya (Jakob Oetama) bukan
sebelumnya bahwa media massa yang orang parpol (Siregar, dkk, 2014:11-14).
dimiliki oleh pengurus parpol Temuan yang tidak jauh berbeda
menunjukkan kecenderungan tidak dapat dilihat dari hasil penelitian
independen dalam produk jurnalisme Remotivi tahun 2013 yang
mereka. memperlihatkan bahwa stasiun televisi
RCTI memberikan porsi waktu cukup
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
banyak bagi kemunculan HT selaku
MPM pada tahun 2013 atau saat
pemilik RCTI sebagai subyek berita.
menjelang pelaksanaan Pemilu 2014
Frekuensi kemunculan HT yang cukup
dengan menggunakan metode analisis isi
tinggi di RCTI ternyata tidak diikuti
terhadap tiga stasiun televisi: Trans TV,
kemunculannya di media lain di luar grup
Metro TV, dan TV One serta dua surat
MNC. Hal itu berarti bahwa faktor yang
kabar: Rakyat Merdeka dan Media
menjadikan HT sering muncul di RCTI
Indonesia mendapati kenyataan bahwa
lebih disebabkan oleh posisinya sebagai
ada problem independensi dalam media
pemilik, bukan karena dia sebagai sumber
massa di Indonesia, terutama yang
berita yang potensial. (Heychael dan
dimiliki oleh pengurus parpol. Trans TV
Dhona, 2014: 101). Demikian pula hasil
dan Rakyat Merdeka yang tidak
riset yang dilakukan tahun 2014 terhadap
berafiliasi pada parpol tertentu dalam
11 stasiun televisi menunjukkan
pemberitaannya cenderung netral,
kecenderungan yang sama, yakni adanya
sedangkan media yang dimiliki oleh
keperpihakan sesuai dengan afiliasi politik
tokoh politik memperlihatkan diri tidak
dari pemilik stasiun penyiaran yang
independen. Metro TV dan Media
bersangkutan (Heychael, 2014: 4-5)
Indonesia yang dimiliki oleh Surya Paloh
Pada tahun 2014, MPM kembali
dalam pemberitaannya lebih menonjolkan
melakukan penelitian isi media terkait
figur sang pemilik dan partai Nasdem
dengan pemberitaan Pemilu Legislatif dan
yang dipimpinnya. Adapun TV One
Pemilu Presiden. Metode yang digunakan
selama menjelang pelaksanaan Pemilu
adalah analisis isi (content analysis) dan
2014 menjadi instrumen bagi Abu Rizal
analisis pembingkaian {framing) terhadap
Bakri (ARB) untuk mempopulerkan diri
lima surat kabar, yaitu Jawa Pos, Koran
dan partai Golkar yang dipimpinnya
Sindo, Media Indonesia, Jum al Nasional
karena ARB memiliki agenda untuk
(saat ini sudah tidak terbit), dan
mencalonkan diri sebagai Presiden pada
Kedaulatan Rakyat. Dari lima surat
kabar yang diteliti hanya Jawa Pos yang
32
Darmanto, Urgensi Perubahan Kebijakan untuk Penegakkan Independensi Media di Indonesia
33
Jumal komunikasi, Volume 10, Nomor l, Oktober 2015
(pidana, perdata, agama, khusus), (2) ialah Surat Keputusan Dewan Pers
perundang-undangan (UU, PP, Perda), N0.03/SK-DP/III/2006 tanggal 24 Maret
dan (3) regulasi (PP, Perpres, Permen, 2006 yang kemudian disahkan sebagai
Perda). (Nugroho, 2013: 8-24). Peraturan Dewan Pers Nomor
Bertitik tolak dari pengertian 6/Peraturan-DP/V/20o8tentang Kode
tentang kebijakan publik tersebut, dapat Etik Jurnalistik (KEJ) yang sifatnya
dijelaskan bahwa bentuk kebijakan publik mengikat bagi semua jurnalis di
yang telah dibuat oleh negara (tidak Indonesia.
terbatas pada eksekutif) untuk mengatur Dari berbagai bentuk kebijakan
media massa di Indonesia sebenarnya publik mengenai media massa, khususnya
sudah cukup banyak. Kebijakan publik penyiaran, isu independensi ternyata tidak
dalam bentuk undang-undang yang secara mendapatkan perhatian memadai
khusus mengatur mengenai media massa sehingga tidak dapat menjadi instrumen
ada dua, yaitu UU No. 40 Tahun 1999 untuk menegakkan independensi media.
tentang Pers, dan UU Nomor 32 Tahun Dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun
2002 tentang Penyiaran. Kemudian pada 1999 tentang Pers tidak ditemukan
tingkat Peraturan Pemerintah (PP) ada 7 ketentuan mengenai indepedensi. Adapun
produk, yaitu PP No. 11,12,13, 49, 50,51, dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun
dan 52 yang semuanya diterbitkan tahun 2002 tentang Penyiaran, kata
2005 dan merupakan turunan dari UU “independen” muncul ketika mengatur
Penyiaran tahun 2002. mengenai keberadaan Komisi Penyiaran
Dari PP tersebut kemudian lahir Indonesia (Pasal 7 ayat 2) yang berarti
banyak turunan regulasi yang dibuat oleh tidak secara langsung mengatur mengenai
Kementerian Komunikasi dan independensi siaran. Kata “independen”
Informatika, Komisi Penyiaran Indonesia kemhali muncul ketika mengatur tentang
(KPI), maupun Peraturan Daerah (Perda). keberadaan Lembaga Penyiaran Publik
Regulasi yang dibuat di tingkat (Pasal 14 ayat 1) dan Lembaga Penyiaran
Kementerian Kominfo pada umumnya Komunitas (Pasal 21 ayat 1), sedangkan
terkait dengan Izin Penyelenggaraan pada pasal-pasal yang mengatur mengenai
Penyiaran (IPP) dan penggunaan Lembaga Penyiaran Swasta tidak terdapat
ffekuensi, sedangkan regulasi yang dibuat ketentuan mengenai “independensi”.
oleh KPI pada umumnya mengenai isi Di tingkat PP, Peraturan Menteri
siaran. Selain itu, sebagaimana (Komunikasi dan Informatika) dan Perda
diamanatkan oleh UU Penyiaran, KPI juga penyiaran, pengaturan mengenai
menyusun Pedoman Perilaku Penyiaran independensi tidak juga ditemukan.
dan Standar Program Siaran (P3SPS). Pengaturan yang ada dalam PP hanya
Kemudian Perda yang dibuat oleh mengenai netralitas. Padahal, netralitas
Pemerintah Kabupaten/Kota maupun dan independensi merupakan dua konsep
Peraturan Bupati/Walikota yang terkait yang sangat berbeda. Netral yang berarti
dengan penyiaran, semuanya mengenai tidak memihak, belum tentu
Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL). mencerminkan independensi. Netralitas
Regulasi (aturan pelaksanaan) lain media relatif lebih mudah diwujudkan
yang terkait dengan tata penyelenggaraan dibandingkan dengan independensi.
media massa dibuat oleh Dewan Pers yang Pengaturan mengenai independensi
kedudukannya sebagai lembaga baru kita temukan dalam aturan
independen bentukan dari UU pelaksana yang lebih rendah
No.40/1999 tentang Pers. Salah satu tingkatannya. Terkait dengan UU No.
produk regulasi Dewan Pers yang sangat 40/1999, istilah independensi kita
34
Darmanto, Urgensi Perubahan Kebijakan untuk Penegakkan Independensi Media di Indonesia
temukan pada KEJ Pasal l yang berbunyi: terkait dengan perlindungan kepentingan
“ Wartawan Indonesia bersikap publik, Pasal 11 ayat (2) menyebutkan
independen, menghasilkan berita yang bahwa Lembaga penyiaran ivajib
akurat, berimbang, dan tidak beritikad menjaga independensi dan netralitas isi
buruk”. Kemudian padabagian penafsitan siaran dalam setiap program siaran.
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kemudian pada bab XVIII mengenai
“independen berarti memberitakan prinsip-prinsip jurnalistik, Pasal 22 ayat
peristiwa ataufakta sesuai dengan suara (1) berbunyi:
hati nurani tanpa campur tangan, “Lembaga penyiaran wajib
paksaan, dan intervensi dari pihak lain menjalankan dan menjunjung
termasuk pemilik perusahaan pers”. Jadi tinggi idealisme jurnalistik yang
irienurut KEJ dan penafsirannya, esensi menyajikan informasi untuk
dari independensi media ialah kepentingan publik dan
memberitakan suatu peristiwa atau fakta pemberdayaan masyarakat,
sesuai dengan suara hati nurani jurnalis, membangun dan menegakkan
tanpa adanya campur tangan, paksaan, demokrasi, mencari kebenaran,
dan intervensi dari pihak lain termasuk melakukan koreksi dan kontrol
pemilik perusahaan pers. Oleh karena itu sosial, dan bersikap in d ep en d en ”.
media yang independen bisa saja
memihak sejauh keperpihakan itu diambil Selanjutnya pada ayat (5)
berdasarkan suara hati nurani jurnalis pengaturan mengenai indepedensi
dan bukan oleh karena adanya intervensi kembali kita temukan ketentuannya
dari luar maupun tekanan pemilik media. sebagai berikut:
Dalam konteks Pemilu Presiden RI tahun “Lembaga penyiaran wajib
2014, surat kabar The Jakarta Post dan menjaga in d ep en d en si dalam
media cetak Tempo terang-terangan proses produksi program siaran
memperlihatkan keperpihakannya kepada jurnalistik untuk tidak dipengaruhi
pasangan Jokowi JK. Hal itu tidak dapat oleh pihak eksternal maupun
dikatakan sebagai tidak independen jika internal termasuk pemodal atau
pengambilan keputusan itu murni pilihan pemilik lembaga penyiaran”.
jurnalis yang didasarkan pada suara hati (tanda bold dibuat oleh penulis)
nurani semata.
| Istilah independensi kembali
muncul dalam KEJ terkait dengan Bagaimana dengan isi Peraturan
penafsiran atas Pasal 6 yang KPI No. 02/P/KPI/03/2012 tentang
bebunyi,"Wartawan Indonesia tidak Standar Program Siaran (SPS)? Dalam
menyalahgunakan profesi dan tidak peraturan yang seluruhnya terdiri dari 94
menerima suap”. Dalam penafsiran butir pasal itu, ternyata tidak ditemukan kata
(b) dikatakan bahwa suap adalah segala independensi. Tidak adanya pengaturan
pemberian dalam bentuk uang, benda mengenai independensi dalam SPS bisa
atau fasilitas dari pihak lain yang saja dimaknai bahwa para pembuat
mempengaruhi independensi (cetak kebijakan di bidang penyiaran belum
miring oleh penulis). menganggap urgen masalah tersebut.
Adapun ketentuan mengenai Padahal kenyataannya, isu independensi
independensi dalam regulasi penyiaran merupakan permasalahan krusial yang
terdapat pada Peraturan KPI No. teijadi dalam media penyiaran Indonesia
01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman sekarang ini. Sebagian besar media
Perilaku Penyiaran (P3). Pada bab VII penyiaran, terutama televisi swasta, telah
35
Jumal komunikasi, Volume 10, Nomor l, Oktober 2015
36
Darmanto, Urgensi Perubahan Kebijakan untuk Penegakkan Independensi Media di Indonesia
penekan dan semua pihak yang dibedakan antara media cetak dengan
berkepentingan untuk mempeijuangkan media penyiaran. Untuk mendukung
terwujudnya independensi melalui terwujudnya independensi media cetak,
peijuangan politis di Senayan. perabahan dapat dilakukan secara
inkremental, yakni menambahkan pasal-
Penutup pasal baru yang sesuai pada peraturan
perundangan yang sudah ada. Meskipun
Menurunnya tingkat independensi proses untuk ini tetap melibatkan DPR RI,
media seperti yang akhir-akhir ini tetapi karena sifatnya hanya mengubah
dirasakan oleh berbagai pihak merupakan beberapa bagian tentu tidak akan
fenomena yang perlu mendapatkan menguras energi yang banyak. Adapun
perhatian serius, sebab kalau kondisi untuk mendukung terwujudnya
demikian dibiarkan berlangsung terns, independensi media penyiaran,
tentu akan membahayakan kehidupan perabahan haras dilakukan dengan
demokrasi yang telah menjadi pilihan membentuk undang-undang baru yang
bangsa Indonesia. Melemahnya kini memperoleh momentun dengan
independensi tersebut terjadi akibat ditetapkannya RUU Penyiaran sebagai
kijtatnya cengkeraman kapital yang program priorits Prolegnas (Program
berkolaborasi dengan penguasa serta Legislasi Nasional) 2015 oleh DPR RI.
cerdik dalam memanfaatkan celah-celah Terkait dengan hal tersebut, tentu
kebijakan yang memungkinkan mereka dibutuhkan sinergitas dari berbagai pihak
bermain untuk mendapatkan keuntungan. untuk dapat memanfaatkan momentum
Mengingat lemahnya regulasi yang pembahasan RUU Penyiaran sebagai
ada, maka upaya untuk menegakkan pintu masuk untuk mempeijuangkan
independensi media haras dilakukan pengaturan mengenai independensi
melalui perabahan kebijakan. Bentuk media.
perubahan kebijakan yang ada dapat
37
Jumal komunikasi, Volume 10, Nomor l, Oktober 2015
Daftar Fustaka:
Andrias, Mohammad Ali, Ahmad Satori. Kovach, Bill dan Tom Rosenstiel. (2006).
(2014). Kepentingan Politik dan Sembilan Elemen Jumalisme.
Hegemoni Pemilik Media Massa. Jakarta: Yayasan Pantau
Jurnal Observasi Vol. 12 No.2 , hal. Manan, Bagir (2012). Politik Publik Pers,
101-112, ISSN:1412-5900, Jakarta: Dewan Pers
Bandung: BPPKI Masduki, Darmanto, Muzayin Nazarudin,
Budhi Hermanto, Anugrah Pambudi
D'Hanens, Leen; Effendi Gazali, dan Chantal W., Sulistiyawati, Widodo Iman
Verest. (2000). Pembuat Berita TV Kumiadi. (2013). Pemilu 2014 dan
Memandang Lahan serta Racikan Konglomerasi Media Nasional
Mereka di Masa Jaya dan (Analisis terhadap Kecenderungan
Berlalunya Rezim Soeharto. Pemberitaan 4 Group Media
Dalam Dedy N. Hidayat, Effendi . Nasional di Indonesia), Jakarta-
Gazali, Harsono Suwardi, dan Yogyakarta: Dewan Pers - MPM
Ishadi SK. "Pers dalam “Revolusi (Laporan Penelitian).
Mei " Runtuhnya sebuah
McQuail, Denis. (2011). Teori Komunikasi
Hegemoni. Jakarta: Gramedia
Massa (Buku 1, edisi 6,
Dunn, William N. (2005). Pengantar Analisis
Kebijakan Publik (terjemahan: terjemahan: Putri Iva Izzati).
Samodra Wibawa, at.al) edisi Jakarta: Penerbit Salemba
Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada Humanika.
University Press. Nugroho, Riant. (2013). MetodePenelitian
Gayatri, Gati. (2006). Membangun Format Kebijakan. Yogyakarta: Pustaka
Kemitraan Media dalam Rangka Pelajar
Diseminasi Informasi. Jurnal Studi
Sani, Fitria Herawati, dan Yasnita Yasin
Komunikasi dan Media 10 (1),
(2014). Independensi Media
Januari-Juni. ISSN 1410-6051
Televisi dalam Memuat Berita
Heychael, Muhamad dan Holy Raflka Dhona, Politik. Jurnal PPKN UNJ Online,
2014. “ Independensi Televisi 2 (4), 337 - 5205. AlamatLaman:
Menjelang Pemilu 2014: Ketika
http://skripsippknunj.org
Media Jadi Corong Kepentingan
Politik Pemilik,” dalam Jurnal Siregar, Amir Effendi. (2013). Independensi
Dewan Pers Edisi No. 09, Juli, hal. dan Netralitas Jumalisme dan
89- 121. Jakarta: Dewan Pers. ISSN: MediaJakarta.,SKH Kompas, Sabtu, 20 Juli.
2085-6199. Siregar, Amir Effendi. 2012. Menegakkan
Heychael, Muhamad. (2014), Independensi Demokrasi Penyiaran: Mencegah
Televisi Menjelang Pemilu Konsentrasi, Membangun
Presiden 2014 : Ketika Media Jadi Keanekaragaman. Jakarta:
Komunitas Pejaten
Corong Kepentingan Politik
Siregar, Amir Effendi; Rahayu; Puji Rianto;
Pemilik (Bag. 2). Jakarta: Remotivi
Wisnu Martha Adiputra,
(Laporan Penelitian) 2014.”Menakar Independensi dan
Karman. (2014). Monopoli Kepemilikan Netralitas Jumalisme dan Media di
Media dan Lenyaplah Hak Publik. Indonesia" dalam Jurnal Dewan
Jurnal Masyarakat Telematika dan Pers Edisi No. 09, Juli, hal.3-39 .
Informasi, Vol. 5 No. 1, Juni. ISSN Jakarta: Dewan Pers. ISSN: 2085-
2087-3123. 6199
38
Darmanto, Urgensi Perubahan Kebijakan untuk Penegakkan Independensi Media di Indonesia
. I
39